Jika kita membaca pantun, hal yang pertama kita rasakan, adalah rasa lucu, senang,
bahagia, dan perasaan yang lain. Kenapa bahasa bisa disusun, menjadi susunan bagus, dan
yang membacanya akan sangat menyenanginya. Lalu terlintas dipikiran kita, bagaimana
orang yang membuat pantun, begitu pintar menyusun, memadukan kata demi katadan
menjadi pantun yang enak dibaca. Apakah yang membuat sudah mahir, atau sudah terlatih
membuat pantun. Terkadang kita tidak memperhitungkan siapa yang menulisnya, yang
penting kita ingin bisa menulis pantun, sebagus pantun yang kita pernah baca.
Di lingkungan sekolah, siswa telah di ajarkan tentang membuat pantun. Hal tersebut
didukung oleh kurikulum KTSP yang salah satu KD nya berbunyi “menulis pantun yang
sesuai dengan syarat-syarat pantun”. Dengan adanya kurikulum itu siswa diharapkan menjadi
mahir membuat pantun. Dalam pemberlajaran dikelas, seorang guru harus pandai
menggunakan dan memilih berbagai macam strategi dan metode dalam proses
pembelajarannya. Termasuk pada pembelajaran menulis puisi, seorang guru harus
menggunakan metode dan strategi tertentu agar proses pembelajaran menulis pantun lancar
dan kompetensi didapatkan siswa.
Menulis pantun tidak sembarangan kemampuan kognitif bisa diterapkan, harus ada
unsur seni dalam pembuatan puisi. Pembuatan pantun, meliputi proses perencanaan, meliputi
pemilihan ide, merumuskan tujuan, pemilihan bahan. Setelah tahap itu terlewati tahap
berikutnya adalah tahap penulisan dan jika terjadi kesalahan, tahap yang terakhir adalah tahap
penyempurnaan. Dari latar belakang tersebut, maka penulis menawarkan salah satu strategi
dalam pembelajaran menulis puisi dengan judul, “ Pengembangan Penulisan Sastra dengan
Metode Magic Box”
Landasan Teori
Landasan teori yang dipakai dalam metode ini, adalah konsep belajar konstruktivisme.
Dalam konsep ini, ada 4 konsep dasar yaitu skemata, asimilasi, akomodasi dan
keseimbangan. Dalam pembelajaran menulis puisi skemata siswa tentang pantun itu sendiri
sangat membantu siswa dalam kegiatan menulis pantun berikutnya. Siswa kelas VII tentunya
sudah pernah mendengar atau membaca puisi. Di tahap ini, siswa memiliki skemata tentang
bagaimana itu pantun, bentun tulisan dari pantun, serta bentuk-bentuk pantun. Pengentahuan
yang terbatas ini, sangat diperlukan, untuk proses pembutan pantun. Di sisi lain asimilasi dan
akomodasi, tidaklah merubah skemata yang sudah dimiliki sebelumnya. Malah, tahap
asimilasi dan akomodasi sangat membantu, pada tujuan atau pengetahuan yang baru. Hal
tersebut jika diterapkan pada penulisan pantun, seorang siswa yang sudah mempunyai skemat
pantun sebelumnya, dan ditugasi untuk menulis pantun, siswa akan menggunakan skemata
yang lama sebagai refleksi. Dan penyerap dan memodifikasi pengatahuan yang baru,
sehingga bila saja membuat pantun yang bagus dengan tuntunan dari seorang guru, tanpa
guru harus mencontohkan dan membantu sepenuhnya. Jika tahap di atas berjalan lancar,
proses keseimbangan dari pengetahuan lama dan baru akan berjalan dengan seimbang, dan
kompetensi baru pun bisa dikuasai siswa dengan baik. Dalam hal ini khususnya kompetensi
untuk menulis pantun.
Sesuai dengan kompetensi yang akan dikuasai oleh siswa, dan melihat juga model
yang dipakai maka konsep pembelajaran ini adalah pembelajaran kooperatif. Siswa salah satu
makhluk sosial dan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain, tidaklah. Maka dari itu,
dalam metode yang dipakai ini, diharapkan ada kerja sama antara sesama siswa. Kerja salam
ini dapat bersifat: saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas
individual, dan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi. Konsep kooperatif ini berjalan
dengan metode yang dikembangkan oleh penulis yaitu “magis box”.
Hakikat Menulis
Menulis sebagai Suatu Keterampilan
Sebagai suatu keterampilan, menulis mempunyai sifat seperti halnya keterampilan-
keterampilan yang lain, misalnya keterampilan mengendarai sepeda motor, keterampilan
menjahit, keterampilan main bola, dan lain-lain. Pertama, sebagai suatu keterampilan,
keterampilan menulis hanya dapat dikuasai melalui latihan. Latihan yang baik adalah yang
sering dilakukan dan ajeg. Semakin sering pelaksanaannya, akan semakin baik hasilnya.
Begitu juga, semakin seseorang sering berlatih menulis, akan semakin besar kemungkinan
seseorang tersebut menguasai keterampilan menulis yang baik.
Struktur Model
Strategi ini dapat memberikan kemudahan siswa untuk membuat pantun. Pantun yang
dibuat itupun dengan kehendak siswanya, tanpa ada campur tangan dari gurunya. Guru hanya
menentukan tema pantun yang akan dibuat. Untuk itu, proses pembelajaran dapat di
deskripsikan sebagai berikut.
1. Setiap siswa menyediakan 4 lembar kertas kecil, dan menuliskan kata-kata yang sesuai
dengan instruksi guru.
2. Setelah seluruh siswa selesai, kemudian kertas-kertas itu di gulung kecil dan dimasukkan
ke dalam kotak yang telah disediakan guru terlebih dahulu.
3. Secara bergantian siswa maju ke depan kelas dan mengambil 4 gulungan tadi yang telah
diacak.
4. Setelah semua siswa mengambil, lalu membukanya, dan setiap siswa telah mempunyai 4
kata yang sesuai dengan intruksi guru.
5. Dari 4 kata itu, siswa disuruh menggunakannya untuk membuat pantun tentang tema
yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Hakikat Pantun
Pantun merupakan salah satu karya sastra Melayu yang sampai sekarang masih
dikembangkan. Kata pantun mempunyai arti ucapan yang teratur, pengarahan yang mendidik.
Pantun juga dapat berarti sindiran.
Zaman dahulu, pantun digunakan sebagai bahasa pengantar atau bahasa pergaulan.
Pantun dikenal di berbagai daerah, namun dengan nama yang berbeda. Di Jawa Tengah
dikenal dengan parikan, di Toraja dikenal bolingoni, di Jawa Barat dapat ditemukan pantun
dalam bentuk nyanyian doger, di Surabaya ludruk, di Banjarmasin tirik dan ahui, gandrung di
Banyuwangi, dan di Makassar kelong-kelong. Selain merupakan ungkapan perasaan, pantun
dipakai untuk menghibur orang.
Ciri-ciri pantun
Pantun memiliki ciri-ciri tersebut, antara lain:
a. mempunyai bait dan isi,
b. setiap bait terdiri atas baris-baris,
c. jumlah suku kata dalam tiap baris antara delapan sampai dua belas,
d. setiap bait terdiri atas dua bagian, yaitu sampiran dan isi.
e. Bersajak ab ab
Pantun anak
Enak nian buah belimbing
Mencari ke pulau sebrang
Main bola ada pembimbing
Binatang apa berhidung panjang?
Pantun jenaka
Orang mudik bawa barang
Pakai kain jatuh terguling
Kamu senang dilirik orang
Setelah sadar ternyata juling
Pantun sukacita
Gurih nian ikan gurami
Tambah nikmat dengan kacang
Alangkah senang hati kami
Panen raya telah datang
Pantun kiasan
Luas nian samudra raya
Pagi-pagi nelayan melaut
Tak berguna memberi si kaya
Bagai menebar garam di laut
Pantun nasihat
Jalan-jalan ke Semarang
Bawa bandeng tanpa duri
Belajar mulai sekarang
Untuk hidup kemudian hari
Pantun dukacita
Beras miskin disebut raskin
Yang mendapat tak semua
Aku ini anak miskin
Harta benda tak kupunya
Pantun agama
Minum susu di pagi hari
Tambah nikmat tambah cokelat
Pandai-pandai membawa diri
Siapa tahu kiamat sudah dekat
Pantun berbalas
Pantun berbalas adalah pantun yang dimainkan dua kelompok. Kelompok tersebut
dapat dikembangkan menjadi kelompok “pro” dan “kontra” atau kelompok gadis dan
kelompok jejaka. Jumlah anggota per kelompok tiga sampai lima orang. Berbalas pantun
dipimpin oleh seorang moderator yang bertugas untuk menengahi permainan. Setiap sesi
berbalas pantun harus mempunyai tema. Urutan berbalas pantun terdiri atas pembukaan, isi,
dan penutup.
Standar Kompetesi
Mengespresikan pikiran dan perasaan dan pengalaman melalui pantun dan dongeng.
Kompetensi Dasar
Menulis pantun yang sesuai dengan syarat-syarat pantun
Indikator
a. Siswa mampu mendaftar kata yang bisa dijadikan baris-baris pantun
b. Siswa mampu menyusun kata-kata menjadi baris /larik-larik pantun
c. Siswa mampu menulis sampiran pantun
d. Siswa mampu menulis isi pantun
e. Siswa mampu membuat satu contoh pantun dengan memperhatikan syarat-syarat pantun
yang benar.
Materi Pembelajaran
Menulis pantun pantun
Ciri-ciri pantun yang benar
Bagian-bagian pantun
Metode Pembelajaran
Metode “magic box”
Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan awal
a. Guru memberikan penjelasan singkat tentang tujuan pembelajaran kali ini.
b. Guru memberikan apersepasi tentang cara menulis pantunpada siswanya.
Kegiatan inti
a. Setiap siswa menyiapkan 2 lembar kertas yang telah digunting dengan rapi
b. Siswa memilih 2 kata benda yang mempunyai huruf akhir atau berbunyi a dan i atau
yang bersuku kata akhir yang bermiliki vocal atau berbunyi a atau i. jenis kata yang
dipilih adalah kata benda yang nantinya digunakan untuk sampiran dan isi pantun.
c. Setelah siswa telah menentukan kata dan menuliskannya ke dalam dua kertas tadi, dan
memasukkannya ke kotak menurut jenis kata.
d. Dari 2 kata yang telah didapat, siswa menuliskannnya ke buku mereka dengan bergantian
katanya. Dan mengembalikan kata tersebut ke dalam kotak. Yang akan menjadi sampiran
dari pantun dan isinya di buat siswa dengan menggunkan kata yang mirip bunyi suku
akhirnya.
Misalnya
Durian
Cincin
e. Dari susunan tersebut telah membentuk alur atau rima dari sebuah pantun.
f. Masing-masing kata dari susunan itu, masing –masing siswa membuat kalimat yang
berakhiran kata yang telah disusun tadi.
Misalnya akan tersusun seperti berikut:
g. Jika setiap siswa telah membuat pantun, maka siswa menentukan sajak dari pantun yang
telah di buatnya tadi.
h Siswa menentukan definisi dan cirri-ciri dari pantun dengan pemahaman siswa sendiri.
Kegiatan penutup
a. Melakukan refleksi dari pembelajaran yang telah dilakukan
b. Membahas hasil pekerjaan siswa
c. Guru menarik kesimpulan dari hasil pembelajaran
d. Guru melakukan penilaian dan mengakhiri pembelajaran
Alat/Bahan/Sumber Belajar
Alat dan bahan yang digunakan dalam Magic Box adalah:
1. Alat tulis
2. Kertas
3. Gunting
4. 2 kotak yang tidak tembus pandang bisa terbuat dari kertas, kardus atau yang lainnya
yang sudah disediakan oleh gurunya.
Aspek Penilaian
a. Siswa mampu membuat sampiran pantun dengan benar
b. Siswa bisa membuat isi sesuai dengan sampiran dengan benar
c. Siswa membuat pantun dengan benar
METODE, MODEL DAN TEKNIK
PEMBELAJARAN MENULIS
A. METODE
Metode pembelajaran menulis adalah prosedur, urutan, langkah-langkah, dan cara
yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran mata pelajaran Bahasa
Indonesia khususnya aspek ketrampilan menulis.
4. Metode Langsung
Metode pengajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan
belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Metode
tersebut didasari anggapan bahwa pada umumnya pengetahuan dibagi dua, yakni
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Deklaratif berarti pengetahuan
tentang bagaimana melakukan sesuatu.
Langkah-langkah:
a. Guru mengawali dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang
pembelajaran serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru. Hal itu
disebut fase persiapan dan motivasi.
b. Fase berikutnya adalah fase demontrasi, pembimbingan, pengecekan, dan pelatihan
lanjutan.
Pada metode langsung bisa dikembangkan dengan teknik pembelajaran menulis dari
gambar atau menulis objek langsung dan atau perbandingan objek langsung. Teknik menulis
dari gambar atau menulis objek langsung bertujuan agar siswa dapat menulis dengan cepat
berdasarkan gambar yang dilihat. Misalnya, guru menunjukkan gambar kebakaran yang
melanda sebuah desa atau melihat langsung kejadian kebakaran sebuah desa, Dari gambar
tersebut siswa dapat membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarkan gambar.
5. Metode Sugesti-Imajinasi
Pada prinsipnya, metode sugesti-imajinasi adalah metode pembelajaran menulis
dengan cara memberikan sugesti lewat lagu untuk merangsang imajinasi siswa.
Dalam hal ini, lagu digunakan sebagai pencipta suasana sugestif, stimulus, dan
sekaligus menjadi jembatan bagi siswa untuk membayangkan atau menciptakan
gambaran dan kejadian berdasarkan tema lagu. Respons yang diharapkan muncul dari
para siswa berupa kemampuan melihat gambaran-gambaran kejadian tersebut dengan
imajinasi-imajinasi dan logika yang dimiliki lalu mengungkapkan kembali dengan
menggunakan simbol-simbol verbal.
Langkah-langkah:
a. Tahap perencanaan (prapembelajaran)
- Penelaahan materi pembelajaran
- Pemilihan lagu sebagai media pembelajaran
- penyusunan ancangan pembelajaran.
b. Tahap kedua (pelaksanaan)
- Pretes: untuk mengukur kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki siswa
- Penyampaian tujuan pembelajaran
- Apersepsi: menjelaskan hubungan antara materi yang telah diajarkan dengan
materi yang akan diajarkan.
- Penjelasan praktik pembelajaran dengan media lagu
- Praktik pembelajaran
- Pascates: Siswa menulis sebuah karangan tanpa didahului dengan kegiatan
mendengarkan lagu
c. Evaluasi
Keunggulan:
a. Pemilihan lagu yang bersyair puitis membantu para siswa memperoleh model
dalam pembelajaran kosakata
b. Pemberian apersepsi tentang keterampilan mikrobahasa yang dilanjutkan dengan
pembelajaran menulis menggunakan metode sugestiimajinasi dapat diserap dan
dipahami dengan lebih baik oleh para siswa
c. Sugesti yang diberikan melalui pemutaran lagu merangsang dan mengkondisikan
siswa sedemikian rupa sehingga siswa dapat memberika respons spontan yang
bersifat positif. Dalam hal ini, respons yang diharapkan muncul dari para siswa
berupa kemampuan menggali pengalaman hidup atau mengingat kembali fakta-
fakta yang pernah mereka temui, mengorganisasikannya, dan memberikan
tanggapan berupa ide-ide atau konsep-konsep baru mengenai pengalaman atau
fakta-fakta tertentu
d. Peningkatan penguasaan kosakata, pemahaman konsep-konsep dan teknik menulis,
serta imajinasi yang terbangun baik berkorelasi dengan peningkatan kemampuan
siswa dalam membuat variasi kalimat.
Kelemahan:
a. Penggunaan metode sugesti-imajinasi tidak cukup efektif bagi kelompok siswa
dengan tingkat keterampilan menyimak yang rendah
b. Metode ini sulit digunakan bila siswa cenderung pasif
B. MODEL
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai
akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas.
1. Model Pembelajaran Menulis dengan Pendekatan Proses
Model pembelajaran menulis dengan pendekatan proses meliputi lima tahap, yakni
pramenulis, menulis draf, merevisi, menyunting, dan mempublikasi (Tomkins & Hoskisson,
1995).
a. Pramenulis adalah tahap persiapan untuk menulis. Adapun hal-hal yang dilakukan
siswa dalam tahap ini adalah: 1) memilih topik, 2) mempertimbangkan tujuan,
bentuk, dan pembaca, dan 3) memperoleh dan menyusun ide-ide.
b.Tahap menulis draf, siswa diminta hanya mengekpresikan ide-ide mereka ke dalam
tulisan kasar.
c. Tahap merevisi, siswa memperbaiki ide-ide mereka dalam karangan. Adapun
kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah: 1) membaca ulang
seluruh draf, 2) sharing atau berbagi pengalaman tentang draf kasar karangan
dengan teman dalam kelompok,
d. Merevisi, mengubah tulisan dengan memperhatikan reaksi, komentar atau
masukan dari teman atau guru.
e. Menyunting, mengadakan perubahan-perubahan aspek mekanik karangan. Siswa
memperbaiki karangan mereka dengan memperbaiki ejaan atau kesalahan mekanik
yang lain. Tujuannya adalah untuk membuat karangan lebih mudah dibaca orang
lain. Adapun aspek-aspek mekanik yang diperbaiki adalah penggunaan huruf besar,
ejaan, struktur kalimat, tanda baca, istilah dan kosakata serta format karangan.
f. Tahap publikasi, tahap akhir menulis, siswa mempublikasikan tulisan mereka dalam
bentuk yang sesuai atau berbagi tulisan dengan pembaca yang telah ditentukan.
C. TEKNIK
Teknik pembelajaran adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran
berlangsung.
Teknik pembelajaran menulis adalah cara mengajarkan (menyajikan atau
memantapkan) bahan-bahan pelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya aspek
ketrampilan menulis. Berikut ini beberapa teknik pembelajaran menulis:
1. Teknik pancingan kata kunci
Salah satu upaya inovatif dalam mengemas pembelajaran menulis puisi adalah
dengan aplikasi teknik pancingan kata kunci.
Langkah-langkah:
a. Guru bertindak sebagai pemancing dengan menawarkan kata kunci
b. Siswa mencermati kata kunci model
c. Siswa mengembangkan kata kunci dalam baris
d. Siswa mengembangkan kata kunci dalam bait
e. Siswa dapat menulis puisi utuh
Keunggulan:
Siswa yang mulanya sulit untuk menemukan kata-kata yang cocok untuk
dituangkan dalam puisi menjadi lebih terbantu, karena teknik ini melatih siswa dari
satu kata kemudian bertahap menjadi baris kemudian bait, begitu seterusnya sampai
menjadi puisi yang utuh.
Kelemahan:
Siswa yang merasa sudah bisa, akan cenderung dibatasi dalam pemilihan katanya.
Jadi sebaiknya seorang guru dapat memahami kondisi siswa.
2. Teknik 3M
Teknik 3M merupakan singkatan dari mengamati, meniru, dan menambahi.
Teknik 3M ini sesungguhnya bukanlah hal yang sangat baru. Teknik ini terilhami dari
apa yang diajarkan Mardjuki (dalam Harefa, 2002:31), seorang penulis kreatif yang
cukup dikenal oleh para wartawan di Yogyakarta di tahun 80-an, kepada calon-calon
penulis muda, yaitu dengan 3N-nya (niteni, norokke, nambahi). Teknik ini biasanya
diterapkan dalam menulis teks berita.
Langkah-langkah:
a. Mengamati diartikan sebagai kegiatan melihat dengan cermat dan teliti mengenai
sebuah objek. Dalam kaitannya dengan pembelajaran menulis teks berita, siswa
mengamati model teks berita yang dimuat dalam surat kabar atau yang disediakan
guru. Hasil yang diharapkan dari kegiatan mengamati adalah pembelajar
menemukan unsur-unsur berita dan pola-pola penulisan teks berita.
b. Menirukan dalam konteks pembelajaran bukan diartikan sebagai kegiatan
“menjiplak”. Hal yang harus ditiru bukan kata per kata, kalimat per kalimat tetapi
unsur-unsur yang harus ada dalam teks berita dan pola-pola penulisan teks berita
sehingga siswa dapat menulis teks berita dalam berbagai pola dan variasi.
c. Menambahi merupakan wahana bagi siswa untuk memberikan warna khas terhadap
tulisannya sehingga berbeda dengan objek tiruannya. Artinya, bila dalam objek
tiruan ada unsur-unsur berita yang belum tertulis, siswa menambahi sehingga
menjadi lebih lengkap unsur-unsur beritanya.
Keunggulan:
Mempermudah siswa untuk menguasai kompetensi menulis teks berita. Dengan
langkah-langkah dari mengamati, menirukan, dan menambahi siswa diharapkan dapat
menulis teks berita sesuai dengan unsur-unsur pembangunnya.
Kelemahan:
Siswa cenderung menjiplak dari contoh yang sudah ada. Siswa menjadi terpatok
untuk menulis hal yang sama, sehingga kemampuannya kurang berkembang.