Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Oleh:

Rizky Darmawan 1802611070


Chika Cristianne Moreen Nababan 1802611209
William Abraham S 1802611213

Pembimbing
dr. Pande Md. Ngr. Geriawan, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SANJIWANI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya, maka laporan kasus dengan topik “Hiperemesis
Gravidarum” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini dibuat
dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen/KSM
Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUD
Sanjiwani.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. I Nyoman Rudi Susantha, Sp.OG (K), selaku Ketua Bagian/SMF


Obstetri dan Ginekologi RSUD Sanjiwani.
2. dr. Pande Md. Ngr. Geriawan, Sp.OG, selaku pembimbing dan penguji
laporan kasus ini.
3. Dokter residen yang telah membantu dan membimbing kami dalam
menulis laporan kasus ini.
4. Teman-teman sejawat serta semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para
pembaca.

Denpasar, 29 Mei 2018

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul......................................................................................................i
Kata Pengantar........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi ...………...................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi............................................................................................. 2
2.3 Etiologi ………......................................................................................... 2
2.4 Patofisiologi ………….............................................................................. 3
2.5 Manifestasi Klinis...................................................................................... 5
2.6 Diagnosis …….......................................................................................... 6
2.7 Diagnosis Banding ................................................................................... 8
2.8 Komplikasi ……………………............................................................... 9
2.9 Penatalaksanaan..………………............................................................... 9
2.10 Prognosis …….……………….............................................................. 14

BAB III LAPORAN KASUS


3.1 Identitas.................................................................................................. 16
3.2 Anamnesis ………………..................................................................... 16
3.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................. 17
3.4 Diagnosis ............................................................................................... 19
3.5 Penatalaksanaan Kasus .......................................................................... 19
3.6 Perjalanan Penyakit ................................................................................. 20

BAB IV PEMBAHASAN …………………………………………………….. 22


BAB V SIMPULAN ………………………………………………………….. 24

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Mual dan muntah adalah kondisi yang wajar yang sering ditemukan pada kehamilan
trimester pertama. Mual dan muntah ini dapat menjadi masalah apabila terjadi secara
berlebihan sehingga dapat mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan
umumnya menjadi buruk karena terjadinya dehidrasi. Mual dan muntah yang
berlebihan ini disebut dengan hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis terjadi di seluruh dunia dengan angka kejadian yang beragam
mulai dari 1-3% dari seluruh kehamilan yang terjadi di Indonesia, 0,3% dari seluruh
kehamilan di Swedia, 0,5% dari seluruh kehamilan di California, 0,8% di Canada,
10,8% di Cina, 0,9% di Norwegia, dan 0,5% di Amerika Serikat. Berdasarkan hasil
penelitian Depkes RI tahun 2009 menjelaskan bahwa 80% perempuan hamil
mengalami rasa mual dan muntah. Hal ini dapat memicu perempuan hamil
menghindari makanan tertentu yang dapat mempengaruhi kebutuhan nutrisi ibu dan
janin.1,2
Mual dan muntah berlebih yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur
kehamilan 20 minggu disebut hiperemesis gravidarum.1 Hiperemesis gravidarum
merupakan kondisi yang kompleks dan mengganggu aktivitas sehari-hari atau
menimbulkan komplikasi. Keadaan ini merupakan indikasi tersering ibu hamil untuk
dirawat di rumah sakit pada trimester awal kehamilan.2
Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian namun hampir 25%
pasien dirawat inap lebih dari sekali dengan keluhan serupa.3 Hiperemesis
gravidarum yang tidak tertangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai
komplikasi baik komplikasi terhadap ibu maupun komplikasi terhadap janin. Ibu
yang mengalami muntah persisten dapat menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan
elektrolit serta ketosis. Sedangkan pada bayi dapat terjadi pertumbuhan janin
terhambat serta kematian janin. Maka dari itu sangat penting untuk mengetahui tanda
dan gejala serta penanganan yang tepat untuk hiperemesis gravidarum.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan
sampai usia kehamilan 20 minggu.1 Menurut The Society of Obstetricians and
Gynaecologyst of Canada (SOGC), hiperemesis gravidarum didefinisikan
sebagai keadaan mual dan muntah yang berlebihan atau menetap pada wanita
hamil dan mengganggu pekerjaan sehari-hari dan menimbulkan komplikasi
seperti penurunan berat badan lebih dari 5% dari berat sebelum hamil, adanya
tanda-tanda dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit dan ketonuria.4

2.2. Epidemiologi
Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60%
multigravida.1 Insiden hiperemesis gravidarum bervariasi pada beberapa studi
populasi. Beberapa melaporkan antara 50-90% tetapi kebanyakan berkisar
antara 70-80%. Pada 20% kasus hiperemesis gravidarum gejala berlangsung
menetap selama kehamilan.4 Di dalam penelitian Mahmoud (2012) dinyatakan
bahwa hiperemesis gravidarum terjadi pada 59.000 wanita hamil di AS, dengan
angka insiden sebesar 0,5%. Selain itu, diperkirakan bahwa wanita hamil yang
memiliki gejala mual dan muntah berat di China adalah mencapai 10,8%. Di
Malaysia, ditemukan bahwa prevalensi wanita yang mengalami HG adalah
3,9%.5
Berdasarkan hasil penelitian Depkes RI tahun 2009 menjelaskan bahwa
80% perempuan hamil mengalami rasa mual dan muntah. Hal ini dapat
memicu perempuan hamil menghindari makanan tertentu yang dapat
mempengaruhi kebutuhan nutrisi ibu dan janin.1,2

2.3. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum sampai saat ini masih belum diketahui
secara pasti, tetapi diperkirakan erat hubungannya dengan endokrin,
biokimiawi dan psikologis. Walaupun penyebab pastinya belum diketahui,
namun umur kehamilan muda, kehamilan pertama, mola hidatidosa, kehamilan
ganda, adanya riwayat keluarga yang mengalami hiperemesis gravidarum, dan

2
wanita yang sebelumnya memiliki riwayat hiperemessis gravidarum
diperkirakan dapat menjadi penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum.
Keluhan mual dan muntah pada kehamilan dapat dipicu oleh berbagai stimulus
diantaranya stimulus visual, vestibular, olfaktorik, gustatorik, gastrointestinal,
psikogenik dan emetogenik.7

2.4. Patofisiologi Hipermesis Gravidarum


Mekanisme terjadinya hiperemesis gravidarum sampai saat ini masih
merupakan suatu perdebatan. Terdapat beberapa teori yang diduga menjadi
penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum yaitu : 7

2.4.1 Respon sistem saraf pusat terhadap rangsangan muntah


Penelitian pada binatang yang tidak hamil menunjukkan bahwa muntah
melibatkan lengkung refleks dengan koneksi vagal aferen dan eferen dengan
chemoreceptor trigger zone (CTZ), pusat muntah dan pusat vestibular pada
batang otak dan medula oblongata. Kemungkinan terlibatnya korteks serebral
dalam hiperemesis gravidarum diperlihatkan pada penelitian kasus-kontrol dari
35 wanita hamil (17 dengan hiperemesis gravidarum dan 18 dengan emesis
gravidarum). Enam dari 17 pasien dengan hiperemesis gravidarum
dibandingkan dengan 1 dari 18 wanita dengan emesis gravidarum
menunjukkan kelainan EEG yang tidak spesifik. Godwin et al. menunjukkan
adanya peningkatan kelainan dalam refleks vestibulo-okular pada wanita hamil
dengan hiperemesis gravidarum.7

2.4.2 Faktor plasenta


Pada kehamilan normal, jaringan plasenta banyak diinfiltrasi oleh limfosit dan
fagosit mononuklea, salah satu dari fungsi utama plasenta adalah untuk
memproduksi sitokin yang penting untuk mempertahankan kehamilan. TNFα,
Interleukin 1, dan interleukin 6 mengatur produksi dan pengeluaran human
chorionic gonadotropin (hCG). Sitokin melalui nosiseptor dikatakan dapat
menginduksi emesis melalui stimulasi sentral dan perifer dari lengkung refleks
muntah. Mekanisme lain yang dipengaruhi oleh plasenta adalah rata-rata
jumlah adenosine dan norepinephrine pada plasma. Kedua faktor ini meningkat
secara signifikan pada wanita dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan

3
dengan wanita hamil yang normal. Hal ini dipercaya disebabkan oleh aktivitas
berlebihan dari sistem saraf simpatis dan peningkatan produksi dari TNFα.7

2.4.3 Faktor hormonal


Fungsi utama lain dari plasenta adalah memproduksi hormon. Dari ketiga
hormon (hCG, E2, progesteron) yang berimplikasi terhadap patogenesis
hiperemesis, yang terbanyak diketahui adalah hCG dan kemudian diikuti oleh
estrogen.7Pengaruh fisiologis hormon estrogen tidak jelas namun kemungkinan
berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung.
Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual
dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.3

2.4.4 Faktor gastrointestinal


Rangsangan gastrointestinal memiliki peranan dalam patogenesis hiperemesis
gravidarum dimana kebanyakan wanita yang masuk rumah sakit dengan
hiperemesis gravidarum diberikan rehidrasi melalui intravena tanpa makan atau
minum dalam 24 jam pertama biasanya berhenti muntah. 7Akibat peningkatan
kadar hormon estrogen dan progesteron, timbul aktivitas myoelektrik yang
tidak normal pada saluran gastrointestinal yang mengarah pada disritmia gerak
peristaltik lambung, sehingga timbul gejala morning sickness.12

2.4.5 Faktor psikologis


Terdapat pendapat bahwa hiperemesis gravidarum merupakan simbol
penolakan kehamilan. Stress dan pengaruh psikososial juga berperan terhadap
terjadinya hiperemesis gravidarum dengan adanya temuan kadar kortisol yang
dan hormon adrenokortikotropik.7

2.4.6 Defisiensi Vitamin B6 (Pyridoxin)


Kekurangan vitamin B6 fungsional dalam bentuk pyridoxal-5-phosphate(PLP)
ditemukan pada kehamilan. Hubungan defisiensi vitamin B6 dengan
hiperemesis gravidarum dikemukakan karena ditemukan adanya perbaikan
pada ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum yang diberikan terapi vitamin
B6.7
Selain itu hiperemesis gravidarum dikatakan sebagai suatu respon
pertahanan tubuh terhadap makanan yang mungkin berbahaya seperti makanan

4
yang mengandung kafein, tembakau dan alkohol. Adanya kelainan enzim hati
yang ditemukan pada wanita dengan hiperemesis gravidarum mungkin
disebabkan oleh adanya peningkatan beban metabolik dari inaktivasi hormon
trofoblastik dan mungkin emetogen lain yang berhubungan dengan kehamilan.7
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah
pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan
tidak seimbangnya elektrolit.3 Hiperemesis gravidarum ini dapat
mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk
keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis
dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton
dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena
muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma
berkurang. Natrium dan klorida darah turun, demikian pula klorida urin. Selain
itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan
berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan
berkurang pula dan tertimbunnya zat metabolik toksik. Kekurangan kalium
sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah
frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati, dan terjadilah
lingkaran setan yang sulit dihentikan. Di samping dehidrasi dan terganggunya
keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan
lambung (sindrom Mallory-Weiss), dengan akibat pendarahan gastrointestinal.
Pada umumnya robekan ini ringan dan pendarahan dapat berhenti sendiri,
jarang sampai diperlukan transfusi dan tindakan operatif. 7

2.5. Manifestasi Klinis


Menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 tingkatan, yaitu:1,8
2.5.1 Tingkat I
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum pasien. Lemah,
tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, dan nyeri ulu hati. Nadi
meningkat hingga 100 kali/menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor
berkurang, lidah mengering dan mata cekung.
2.5.2 Tingkat II
Tampak lebih lemah dan apatis, turgor lebih menurun, lidah kering dan tampak
kotor. Berat badan turun, mata cekung, tensi turun, terjadi hemokonsentrasi,

5
oliguria, dan konstipasi. Aseton dapat tercium dari udara pernafasan, dapat pula
ditemukan dalam urin.
2.5.3 Tingkat III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran somnolen sampai
koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat. Dapat terjadi komplikasi pada
susunan saraf pusat yang dikenal sebagai Ensefalopati Wernicke.

2.6. Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum dapat dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Adapun informasi yang perlu
digali saat anamnesis yaitu gejala amenore yang disertai mual dan muntah
yang berlebihan pada kehamilan muda trimester pertama. Mual dan muntah
berlebih ini biasanya mulai muncul pada usia kehamilan 4-10 minggu
kemudian puncaknnya terjadi saat umur kehamilan 8-12 minggu dan menurun
kejadiannya saat umur kehamilan mencapai 20 minggu. Pada kasus yang
jarang, gejala dapat ditemukan persisten hingga memasuki setengah usia
kehamilan.8,9
Hiperemesis gravidarum memengaruhi keadaan umum, nadi meningkat
100 kali per menit, tekanan darah menurun pada keadaan berat, subfebril, dan
gangguan kesadaran (apatis-koma).1 Pasien biasanya datang dengan keluhan
yang menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, ketosis, gangguan asam-basa dan
elektrolit, dan penurunan berat badan >5%. Ptialisme (berludah yang
berlebihan) kadang dikeluhkan. 10
Sebuah skor untuk menilai tingkat mual muntah pada kehamilan telah
dibuat dan divalidasi yang diberi nama dengan pregnancy-unique
quantification of emesis/nausea (PUQE) score. Tabel PUQE score dapat dilihat
pada tabel 2.1.8
Klasifikasi mual muntah berdasarkan PUQE score adalah jumlah poin
dari ketiga pertanyaan diatas, bila skor total < 6 dikategorikan sebagai mual
muntah yang ringan, skor 7-12 dikategorikan sebagai mual muntah moderate,
nilai skor > 13 dianggap mual muntah yang berat. Berdasarkan kategori
tersebut selanjutnya dilakukan manajemen terapi yang sesuai. Dimana mual
muntah yang berat pada kehamilan membutuhkan perawatan yang lebih
seksama.8
6
Penanganan mual dan muntah pada kehamilan tergantung dari tingkat
berat ringannya gejala, berkisar dari perubahan pola diet pada pasien dengan
gejala yang ringan, hingga pemberian obat-obatan, nutrisi parenteral total
(NPT) pada gejala yang berat. Terminasi kehamilan karena hiperemesis sudah
sangat jauh berkurang.

Tabel 2.1 Pregnancy-Unique Quantification of Emesis/nausea (PUQE) score.8


1. Rata-rata dalam sehari, berapa lama anda merasa mual atau sakit
perut?
a. >6 jam (5 poin)
b. 4–6 jam (4 poin)
c. 2–3 jam (3 poin)
d. <1 jam (2 poin)
e. Tidak sama sekali (1 poin)
2. Rata-rata dalam sehari, berapa kali anda muntah?
a. >7 (5 poin)
b. 5–6 (4 poin)
c. 3–4 (3 poin)
d. 1–2 (2 poin)
e. Tidak muntah (1 poin)
3. Rata-rata dalam sehari, berapa kali anda muntah tanpa ada isi
lambung yang keluar?
a. >7 (5 poin)
b. 5–6 (4 poin)
c. 3–4 (3 poin)
d. 1–2 (2 poin)
e. Tidak ada (1 poin)

Penegakan diagnosis harus berawal dari konfirmasi viabilitas kehamilan


intrauterin. Ketika diagnosis hiperemesis gravidarum telah ditegakkan, kondisi
terkait seperti kehamilan multipel dan mola hidatidosa harus dieksklusi. Pada
30% kasus, kehamilan mola dan kanker tertentu dapat muncul dengan gejala
FHG. Penegakan diagnosis hiperemesis gravidarum juga harus mengeklusi
penyebab lain dari gejala muntah seperti gastroenteritis, kolesistitis, akut
pankreatitis, obstruksi outlet gastrik, pyelonephritis, hipertiroidism primer
paratiroidism primer atau disfungsi liver.9
Pemeriksaan laboratorium berguna dalam menegakkan diagnosis dan
terapi pasien. Adapun pemeriksaan laboratorium tersebut yaitu darah lengkap,
urinalisis, gula darah, elektrolit, analisis gas darah, tes fungsi hati,tes fungsi
ginjal (blood urea nitrogen, kreatinin), amylase, lipase, tes fungsi tiroid, dan β-

7
HCG. Hasil pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda
dehidrasi sepertipeningkatan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood
urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit. Kelainan elektrolit dan asam basa
dapat dijumpai seperti hipokloremia, hiponatremia, penurunan potasium dan
asidosis. Peningkatan aminotransferase serum dan kadar bilirubin total dapat
ditemukan.2Selain pemeriksaan laboratoris juga dapat dilakukan pemeriksaan
USG harus dipertimbangkan dilakukan untuk mengeklusi kehamilan multipel
dan kehamilan mola.

2.7. Diagnosis Banding


Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala
muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan. Beberapa penyakit tersebut antara
lain:

2.7.1 Gastritis dan Ulkus Peptikum


Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien mempunyai
riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan obat-obat analgetik
non steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat
membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena
hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan
nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari karena
berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan gastroenteritis
selain menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya diikuti dengan
diare.4
2.7.2 Ketoasidosis diabetes
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil
mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi
disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu
dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada
urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah.4
2.7.3 Pankreatitis akut
Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum alkohol
berat. Gejala klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium, kadang-kadang
agak ke kiri atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-

8
kadang nyeri menyebar di perut dan menjalar ke abdomen bagian bawah.
Pemeriksaan serum amilase dapat membantu menegakkan diagnosis.4
2.7.4 Hipertiroidism
Hipertiroidism dapat bermanifestasi asimtomatik maupun dengan gejala dan
tanda yang signifikan.Adapun gejala dari hipertiroidism adalah kegelisahan,
iritablitas, peningkatan keringat, berdebar, tangan tremor, cemas, sulit tidur,
penipisan kulit, kelemahan otot terutama lengan atas dan paha.Gerakan usus
pasien dengan hipertiroidim lebih sering dan diare sering terjadi.Penurunan
berat badan dapat terjadi bahkan ketika nafsu makan baik, muntah dan pada
wanita aliran darah mestruasi berkurang dan siklus menstruasi tidak teratur
cenderung berkurang atau dengan siklusnya memanjang. Pemeriksaan fisik dan
penunjang fungsi tiroid akan sangat membantu dalam penegakan diagnosis ini.
2.7.5 Hepatitis
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya
sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan SGOT dan
SGPT yang nyata.4

2.8. Komplikasi
Hiperemesis gravidarum jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan
komplikasi maternal maupun fetal.Pada risiko maternal, ibu dapat mengalami
diplopia, palsi nervus ke-6, nistagmus, ataksia dan kejang akibat dari defisiensi
tiamin (B1). Jika hal ini tidak segera ditangani, akan terjadi psikosis korsakoff
(meliputi amnesia, menurunnya kemampuan untuk beraktivitas) ataupun
kematian. Penyulit ini disebut Ensephalopati Wernicke dengan trias klasik,
yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata (oftalmoplegia), gerakan yang
tidak teratur (ataksia), dan kebingungan.Dengan demikian, untuk hyperemesis
tingkat III perlu dipertimbangkan terminasi kehamilan.Penyulit lainnya yang
mungkin timbul adalah ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss pada esofagus,
pneumotoraks dan neuropati perifer.1
Komplikasi yang mungkin terjadi pada janin yaitu meningkatkan
peluang kejadian gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR) akibat
penurunan berat badan ibu yang kronis. Selain itu dapat juga terjadi kematian
janin, pertumbuhan janin terhambat, preterm, berat badan lahir rendah, dan
kelainan kongenital.3

9
2.9. Penatalaksanaan
Penanganan mual dan muntah pada kehamilan didasarkan pada berat ringannya
gejala. Secara garis besar, tatalaksana dapat dibagi menjadi terapi cairan,
pemberian antiemetik serta terapi nutrisi.
Tujuan utama dari terapi cairan adalah mencegah terjadinya mekanisme
kompensasi dari dehidrasi berupa penurunan perfusi uterus yang termasuk
sebagai organ nonvital. Umumnya kehilangan air dan elektrolit diganti dengan
cairan isotonik, misalnya ringer laktat, ringer asetat, atau normal salin. Normal
salin sebaiknya diberikan secara hati-hati untuk mencegah komplikasi seperti
delusional acidosis atau hyperchloremic acidosis.11 Resusitasi dikatakan
adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan darah arteri rata-rata 70 – 80
mmHg, denyut jantung kurang dari 100x per menit, ekstremitas hangat dengan
pengisian kapiler baik, susunan saraf pusat baik, produksi urin sejumlah 0.5 – 1
ml/kg BB/jam dan asidosis tidak berlanjut.3
Jumlah cairan yang diperlukan untuk rehidrasi dalam 2 jam pertama,
dapat dihitung menggunakan skor dan rumus yang dikemukakan oleh
Daldiyono mengemukakan salah satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk
rehidrasi inisial berdasarkan sistem skor. Adapun nilai (score) gejala klinis
dapat dilihat pada tabel 2.2.
Semua skor ditulis lalu dijumlahkan. Jumlah cairan yang sebaiknya
diberikan dalam 2 jam pertama dapat dihitung berdasarkan rumus :
Keterangan :
BB = Berat Badan (kg)

Rencana rehidrasi sebaiknya dikaitkan dengan jumlah cairan yang


dibutuhkan selama 24 jam berikutnya, yaitu menjumlahkan defisit cairan
dengan 2000 ml. Bila pasien dapat menelan, air diberikan per-oral. Bila
kesulitan maka rehidrasi diberikan per-infus atau per-rektal.4

10
6
Tabel 2.2 Daldiyono Score

Gejala klinis Score


Muntah 1
Voxs Choleric (Suara Parau) 2
Apatis 1
Somnolen, Sopor, Koma 2
SBP ≤ 90 mmHg 1
SBP ≤ 60 mmHg 2
Denyut  120 x/menit 1
Frekuensi napas > 30x/menit 1
Turgor Kulit  1
Facies Cholerica (Mata Cowong) 1
Extremitas Dingin 1
Washer Women’s Hand 1
Sianosis 2
Usia 50 – 60 -1
Usia > 60 -2
*SBP = Tekanan Darah Sistolik

2.9.1 Pemberian Anti-Emesis


Hingga saat ini pemberian anti muntah pada kehamilan muda masih
kontroversi karena belum cukup penelitian yang terkontrol baik untuk
menyatakan keamanannya, walaupun disebutkan tidak ada hubungan antara
anti muntah dengan efek buruk pada janin. 2 Pada sebuah studi dari 315 wanita
hamil menunjukan peningkatan risiko cacat bawaan jika phenothiazine
diberikan selama trimester pertama, studi besar lainnya menunjukkan tidak ada
hubungannya dengan kejadian malformasi kongenital.
Pemberian obat anti muntah amat berkembang setelah dikenal bermacam
reseptor seperti dopamin, serotonin, muskarinik, dan histamin. Obat-obatan
tersebut merupakan antagonis terhadap reseptor masing-masing yang
menghambat impuls muntah, diantaranya pada CTZ.2
2.9.1.1 Antihistamin dan Antikolinergik
Antihistamin menghambat kerja histamin pada reseptor H 1 dan
antikolinergik menghambat kerja asetilkolin pada reseptor muskarinik.
Kedua obat membatasi stimulasi terhadap pusat muntah dari sistem
vestibular (yang kaya dengan histamin dan asetilkolin) tetapi
mempunyai efek yang minimal pada stimulasi visceral aferen.4

2.9.1.2 Dopamin Antagonis

11
Dopamin antagonis meminimalkan efek dopamin pada reseptor D 2 pada
CTZ yang akan mengurangi rangsangan terhadap pusat muntah di
medula. Meskipun dopamin antagonis murah dan mempunyai efikasi
luas namun mempunyai efek samping diantaranya sedasi, ortostatik
hipotensi, dan gejala ekstrapiramidal seperti tardive diskinesia.4
2.9.1.3 Serotonin Antagonis
Selektif serotonin antagonis menghambat kerja serotonin pada reseptor
5-hidroksitriptamin3 (5-HT3) pada usus kecil, saraf vagus, dan CTZ.
Bekerja menurunkan rangsangan aferen visceral dan CTZ pada pusat
muntah di medula. Karena penghambatan yang menyebar pada
serotonin, obat ini menjadi pengobatan primer pada muntah. Umumnya
serotonin antagonis telah ditunjukkan aman, dengan efek samping yang
minimal. Nyeri kepala, diare, dan lesu merupakan efek samping yang
tersering. Reaksi hipersensitivitas jarang timbul tetapi telah
berhubungan dengan komplikasi dari urtikaria sampai bronkhospasme
dan anafilaksis.4
2.9.1.4 Kortikosteroid
Sebuah studi menunjukan tidak ada perawatan kembali untuk muntah
berulang pada wanita dengan hiperemesis gravidarum yang diberikan
metilprednisolon per oral, dibandingkan dengan lima orang yang
memerlukan perawatan kembali yang diberikan terapi promethazin
oral.1 Penulis studi tersebut mempercayai metilprednisolon 16 mg tiga
kali sehari (28 mg per hari) diikuti dengan penurunan dosis dalam 2
minggu, berguna bagi hiperemesis yang sukar disembuhkan.1
Kortikosteroid secara umum dianggap aman diberikan selama
kehamilan.

2.9.2 Terapi Nutrisi


Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada
derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan penerimaan pasien terhadap
rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran
cerna harus digunakan. Bila per-oral menemui hambatan dicoba untuk
menggunakan nasogastric tube (NGT). Saluran cerna mempunyai banyak
keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya mekanisme
12
defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya
sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan
homeostasis nutrisi.11
Bila pasien sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang diberikan
adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat,
rendah protein dan rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara,
hindari makanan yang emetogenik dan berbau sehingga menimbulkan
rangsangan muntah.1,2 Pemberian diet diperhitungkan jumlah kebutuhan basal
kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.1
Salah satu rumus yang dapat menghitung kebutuhan basal (basal energy
expenditure) berdasarkan massa tubuh (body mass) adalah rumus Harris-
Benedict berdasarkan berat, tinggi dan umur. BEE = 655,10 + 9,56 W + 1,85 H
– 4,68 A (dimana W = berat (kg), H = tinggi (cm) dan A = umur (th). Untuk
kebutuhan memetabolisme makanan dan aktivitas jumlahnya dapat ditambah
15%.2
Pada pasien yang gejala muntahnya tidak berkurang, makanan dapat
diberikan melalui NGT terlebih dahulu. Nutrisi Parenteral Total (NPT)
diberikan pada pasien hiperemesis gravidarum yang berada dalam derajat
muntah yang hebat dan terus mengalami penurunan berat badan atau gagal
dengan terapi konservatif.11
Pemberian NGT menghadapi resiko yang cukup besar, karena ia
memotong jalur mekanisme regulasi dan proteksi yang dapat mengakibatkan
komplikasi pemasangan yang mengunakan kateter vena sentral seperti
pneumothoraks, hemothoraks, emboli udara dan cedera duktus thorasikus.
Namun nutrisi parenteral yang menggunakan vena perifer dapat pula
menimbulkan septik dan komplikasi metabolik. Selain itu tidak digunakannya
saluran cerna untuk waktu lama dapat menimbulkan atrofi mukosa,
pembentukan ulkus, disfungsi barier mukosa dan septik enterogenik. Sehingga
nutrisi parenteral digunakan sebagai jalan terakhir pemberian makanan.11

2.9.3. Terapi alternatif


Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum,
antara lain:
2.9.3.1 Jahe (zingiber officinale)

13
Jahe dilaporkan bahwa pemberian dosis harian 250 mg sebanyak 2 kali
perhari lebih baik hasilnya dibandingkan plasebo pada wanita dengan
hiperemesis gravidarum. Belum ada penelitian yang menunjukan
hubungan kejadian abnormalitas pada fetus dengan jahe.11
2.9.3.2 Vitamin B6 (piridoksin)
Vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme
lipid, karbohidrat dan asam amino. Peranan vitaminB6 untuk mengatasi
hiperemesis masih kontroversi. Dosis vitamin B6 yang cukup efektif
berkisar 12,5-25 mg per hari tiap 8 jam. Selain itu Czeizel melaporkan
suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi kejadian
mencegah insiden hiperemesis gravidarum.11

Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum menurut protap divisi


fetomaternal RSUP Sanglah Denpasar dapat dilihat pada Bagan 2.1.

2.10 Prognosis
Prognosis hiperemesis gravidarum dapat sangat memuaskan bila dilakukan
dengan penanganan yang baik, namun pada tingkatan yang berat dan tidak
mendapatkan penanganan yang baik akan berkaitan dengan pengeluaran yang
buruk. Pada suatu penelitian diketahui bahwa seorang ibu yang hiperemetik
memiliki risiko nutrisi buruk bila mean diatary intake dari semua nutrien
dibawah 50% dari recommended dietary allowances. Kemudian, diketahui
lebih dari 60% pasien memiliki cadangan tiamin, riboflavin, vitamin B6,
vitamin A dan retinol binding protein yang suboptimal.8
Pada kasus yang diseleksi dengan penurunan berat badan >5% dan
malnurish berkepanjangan, didapatkan keluaran kehamilan yang buruk seperti
berat badan lahir bayi rendah, pendarahan antepartum, kelahiran premature
dan terkait anomali fetal.Hal ini terkait dengan kontrol gejala yang kurang
danketidakmampuan dalam mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit.8

14
Bagan 2.1.Tahap-Tahap Penanganan Hiperemesis Gravidarum.9

Berikan 10 mg Doksilamin dikombinasikan dengan 10 mg pyridoxine,


hingga empat tablet per hari (yaitu, dua pada waktu tidur, satu di pagi hari,
dan satu di sore hari).

Tambahkan dimenhydrinate, 50 sampai 100mg 4 kali tiap


6 jam poatau supositoria,atau
promethazine, 5 sampai 10mg6 kali tiap 8 jam

Tanpa dehidrasi Dengan dehidrasi

Tambahkan salah satu dari berikut Mulaipengobatanrehidrasi:


(dalam urutan keselamatan janin • Cairan
terbukti): penggantiintravena(IV) 2
• klorpromazin, 10 sampai 25 mg 4 liter lar. Ringer Dekstrose
kali tiap 6 jam atau intramuskular dalam 4 jam, dilanjutkan
pemeliharaan
(IM), 50 sampai 100 mg 4 kali tiap
6 jam •multivitaminIVsuplementasi

• metoclopramide, 5 sampai 10 mg •dimenhydrinate,


setiap 8 jam IM atau po 50mg(dalam 50mLsaline,
lebih dari 20menit)
• ondansetron, 8 mg po tiap 12
jam 4 kali tiap 6 jam IV
Tambahkan salah satu dari berikut (dalam urutan
keamanan untuk janin ):
- klorpromazin, 25 - 50 mg 4 kali tiap 6 jam I.V
- metoclopramide, 5 sampai 10 mg setiap 8 jam IV
ondansetron 8 mg, lebih dari 15 menit tiap 12 jam IV
atau 1 mg / jam terus menerus hingga 24 jam.
Kortikosteroid

15
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : NWW
No RM : 624087
Umur : 28 tahun
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Gianyar
MRS : 22 Mei 2018

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Mual muntah sejak 3 minggu lalu, Muntah pasien berisi makanan dan cairan
dengan volume 1 gelas air mineral (250 ml), Pasien mengatakan kemarin
muntah sebanyak lebih dari 5 kali, dalam sehari mual bisa dirasakan lebih
dari 6 jam, faktor yang memperberat penyakit pasien adalah pasien mencoba
untuk makan dan minum, pasien selalu memuntahkan apapun yang pasien
makan dan minum, faktor yang memperingan penyakit pasien yaitu istirahat
dan tidak ada keluhan penyerta pada pasien ini.

3.2.2 Riwayat penyakit sekarang


Pasien mengeluh mual dan muntah yang dirasakan sejak 3 minggu yang lalu.
Keluhan tersebut semakin memberat sejak kemarin sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan terutama dirasakan oleh pasien setelah makan dan minum.
Pasien mengatakan kemarin muntah sebanyak lebih dari 5 kali. Pasien
mengatakan bahwa akhir-akhir ini tidak memiliki nafsu makan dan segala
yang dimakan maupun diminum segera dimuntahkan kembali.
3.2.3 Riwayat Penyakit Terdahulu
Sebelumnya pasien sempat mengalami keluhan yang serupa, namun
keluhannya tidak seberat keluhan saat ini. Riwayat hipertensi, diabetes

16
melitus, asma, dan penyakit jantung disangkal pasien. Pasien tidak memiliki
riwayat alergi obat ataupun makanan.
3.2.4 Riwayat Menstruasi
Pasien mendapatkan haid pertama pada usia 11 tahun dengan siklus setiap
bulannya teratur setiap 28 hari. Lamanya haid dalam 1 periode adalah 7 hari
dengan frekuensi mengganti softex 3 kali perhari (±50 ml). Hari pertama haid
terakhir (HPHT) pasien adalah 26 Maret 2018, dengan taksiran persalinan
pasien yaitu pada tanggal 3 Desember 2018.

3.2.5 Riwayat Obstetri

Sex/ Abortus Lahir


Ha Umur Berat Umu Cara Penolong Tempat
Hidup
mil Keha Badan r Persa Persalina persalina Td
Ya /
Ke: milan Lahir linan n n k
L P Mati

Hidup
Rumah
1. Aterm 2400 I pspt Nakes I Usia 8
Sakit
th
Hidup
Rumah
2. Aterm 3600 I pspt Nakes I Usia 5
Sakit
th
Hamil
3.
ini

3.2.6 Riwayat Kontrasepsi


Pasien pernah menggunakan kontrasepsi jenis suntik namun pasien mengeluh
perdarahan.
3.2.7 Riwayat Antenatal Care (ANC)
Pasien kontrol kehamilan ke bidan sebanyak 1 kali. Pasien sudah
mendapatkan imunisasi TT. Keluhan saat hamil mual dan muntah.

3.2.8 Riwayat Pernikahan


Pasien menikah 1 kali pada usia 19 tahun dengan lama pernikahan dengan
suami kurang lebih 9 tahun.

3.2.9 Riwayat Sosial dan Keluarga


Penyakit sistemik lainnya pada keluarga seperti hipertensi, diabetes melitus,
asma, dan penyakit jantung disangkal. Pasien pernah mendapatkan operasi

17
apendiktomi tahun 2012. Pasien tidak merokok maupun mengkonsumsi
minuman beralkohol.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan Umum : Baik - lemah
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 90 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit, berbau keton
Suhu Aksila : 37°C
Berat Badan : 53 kg
Tinggi Badan : 155 cm
IMT : 22,06 kg/m2

Status General
Mata : Anemia -/-, ikterus -/-, cowong + /+
THT : Kesan tenang
Thoraks : Mammae : Hiperpigmentasi areola mammae
Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ Status Obstetri
Ekstremitas : Edema (-), turgor kulit menurun
Hangat + +

- -

Status Ginekologi
Abdomen : TFU tidak teraba, bising usus (BU) (+) baik, distensi (-)
Vagina : Pendarahan (-)

Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap (22/05/2018) :
WBC : 13,5 . 103/μL
RBC : 4,53 . 106/μL
18
HGB : 12,3 g/dL
HCT : 35,6 %
PLT : 228 . 103/μL
PP Test : Positif (+)
Kimia Darah (22/05/2018) :
Gula sewaktu : 103 mg/dL
Ureum : 32 mg/dL
Kreatinin : 0,6 mg/dL
SGOT : 25 U/L
SGPT : 22 U/L
Protein total : 8,65 g/dL
Albumin : 4,57 g/dL
Globulin : 4,1 g/dL
Urinalisis (22/05/2018) :
Warna : Kuning
Leukosit : Negatif
pH : 5
Reduksi : Negatif
Bilirubin : Negatif
Urobilin : Normal
Keton : +1 mg/dL
Nitrit : Negatif
Eritrosit : Negatif
Berat Jenis : 1,030
Sedimen :
Eritrosit : 0-1/LP
Leukosit : 1-3/LP
Epitel : ++
Bakteri : +
Elektrolit (22/05/2018) :
Natrium : 141 mmol/L
Kalium : 3,8 mmol/L
Klorida : 101 mmol/L

19
3.4. Diagnosis Kerja
G3P2002 Umur Kehamilan 8 minggu 2 hari T/H + Hiperemesis Gravidarum
grade II.
3.5. Penatalaksanaan
I. KIE :
 Hasil pemeriksaan, diagnosis, rencana terapi bahwa pasien harus
dirawat inap untuk penanganan yang lebih intensif, komplikasi serta
prognosis, bahwa hiperemesis gravidarum ini sering berulang
kejadiannya namun setelah 20 minggu kejadiannya akan menurun.
 Diet dan perubahan pola hidup, makan lebih sering dengan porsi lebih
sedikit, pisahkan makanan padat dan cair, hindari makanan
berminyak, hindari minuman dingin, hindari makanan yang terlalu
manis, hindari rangsangan sensorik seperti bau yang berlebihan.
II. Terapi
MRS
Maintenance Dekstrosa 10% : Ringer Laktat = 4 : 1 500 cc
a. Medikamentosa
 Ranitidine 50mg tiap 12 jam IV
 Ondansentron 8 mg tiap 8 jam IV
 Neurobion drip 1 ampul/hari dalam NaCl 0.5% 100cc
b. Non Medikamentosa
 Diet kering
 Puasa 24 jam
III. Monitoring/Evaluasi
Keluhan, Tanda Vital, Berat Badan, Produksi Urine dan Keton urin.

20
3.6. Perjalanan Penyakit

Tanggal S O A P
22-05- Mual (+) St.Present G3P2002 UK Px: DL, UL
2018 muntah (+) Kes : CM 8 minggu 2 Tx :
frek. TD : 100/70 hari T/H + Ringer Laktat 500 cc
muntah > mmHg Hiperemesis 28 tetes/menit
5x N : 90 x/menit Gravidarum Ranitidine 2x1 amp iv
R : 20x/menit Ondansentron 3x4mg iv
T : 37 oC Neurobion drip 1
St. Ginekologi ampul/hari dalam
Abd : tfu belum NaCl 0.5% 100cc
teraba, BU(+)N, Puasa 24 jam
distensi (-) Mx : keluhan, tanda
vital
23-05- Mual (-), St.Present G3P2002 UK Tx :
2018 muntah (-), Kes : CM 8 minggu 2 Perbaiki KU, cek UL
TD : 110/70 hari T/H + Neurobion drip 1
mmHg Hiperemesis ampul/hari dalam
N : 82 x/menit Gravidarum NaCl 0.5% 500cc
R : 20x/menit Ranitidine 150 mg tiap
T : 36,8oC 12 jam io
St. General : Ondansentron 8 mg
mata : anemis tiap 8 jam io
-/- diet kering
St. Ginekologi Mx : keluhan, tanda
Abd : tfu belum vital
teraba, BU(+)N,
distensi (-)

21
24-05- mual (+), St.Present G3P2002 UK Tx :
2018 muntah (+) KU : Baik 8 minggu 2 Perbaiki KU
TD : 100/70 hari T/H + Ranitidine 150 mg tiap
mmHg Hiperemesis 12 jam io
N : 80 x/menit Gravidarum Ondansentron 8 mg
R : 18 x/menit hari ke 2 tiap 8 jam io
T : 36,4 oC Mx : keluhan, tanda
St. General vital
mata : anemis
-/-
St. Ginekologi
Abd : tfu belum
teraba, BU(+)N,
distensi (-)
25-05- mual (+) St.Present G3P2002 UK Tx :
2018 muntah (-) KU : Baik 8 minggu 2 Perbaikan KU
BAB (-) TD : 100/70 hari T/H + Ondansentron 8 mg
mmHg Hiperemesis tiap 8 jam io
N : 80 x/menit Gravidarum Ranitidin 150 mg tiap
R : 18 x/menit hari ke-3 12 jam io
T : 36,7oC Asam folat 1x1
St. General Microlax supp
mata : anemis BPL, kontrol 2 juni
-/- 2018
St. Ginekologi
Abd : tfu belum
teraba, BU(+)N,
distensi (-)
12.00 Pasien pulang

22
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Diagnosis
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum karena
berdasarkan anamnesis pada pasien ini ditemukan adanya gejala mual dan
muntah yang berat, dimana keluhan tersebut sampai mengganggu aktivitas
sehari-hari. Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien dalam usia kehamilan 8
minggu 2 hari mengalami keluhan muntah sejak 3 minggu yang lalu. Fakta ini
mendukung diagnosis hiperemesis gravidarum yang didefinisikan sebagai
keadaan muntah yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. 1
Keluhan tersebut kembali semakin memberat sejak sehari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien mengatakan kemarin muntah berisikan air dan sisa
makanan yang tidak disertai darah terjadi lebih dari lima kali, volume tiap kali
muntah sekitar 1 gelas aqua. Pasien mengaku mual yang dirasakan cukup berat
dimana pasien dalam sehari merasa mual > 6 jam. Pasien tidak mengeluhkan
ada muntah tanpa ada isi lambung yang keluar. Berdasarkan keluhan tersebut,
didapatkan skor PUQE sejumlah 10-11 sehingga tergolong gejala mual dan
muntah yang sedang.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah pasien 100/70
mmHg dengan nadi 90 kali per menit. Pada status generalis didapatkan kedua
mata dalam keadaan cowong, turgor kulit menurun dan ekstremitas bawah
dingin. Hasil pemeriksaan penunjang, tidak didapatkan hemokonsentrasi,
elektrolit dalam batas normal, namun didapatkan ketonuria +1. Data tersebut
sesuai dengan diagnosis hiperemesis gravidarum grade II.

4.2. Penatalaksanaan
Berdasarkan Daldiyono score, didapatkan skor yaitu: muntah (1), Turgor Kulit
 (1), Mata Cowong (2). Kemudian dengan menggunakan rumus (berat badan
pasien adalah 53 kg), maka:

23
= 1.41 liter
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa jumlah cairan rehidrasi
yang harus diberikan dalam 2 jam pertama adalah sebanyak 1,41 liter.
Umumnya kehilangan air dan elektrolit diganti dengan cairan isotonik. Cairan
pemeliharaan yang digunakan adalah Dekstrosa 10% : Ringer laktat = 4 : 1.
Digunakannya cairan ini adalah selain untuk memenuhi kebutuhan cairan
pasien juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalori pasien. Digunakan
dektrosa, karena pada pasien hiperemesis gravidarum terjadi oksidasi lemak
yang tidak sempurna yang ditandai dengan ditemukannya benda keton di dalam
urin. Selain itu cairan ini bersifat isotonik hiperosmotik membantu transport
cairan intravaskuler menuju intraseluler sehingga dapat memperbaiki kondisi
dehidrasi pasien.
Pasien ini dipuasakan selama 24 jam pertama yang bertujuan untuk
mengistirahatkan saluran cerna pasien. Pemberian makanan akan merangsang
saluran cerna untuk mengeluaran asam lambung dan mengakibatkan iritasi
saluran cerna sehingga muntah bertambah berat. Kebutuhan cairan dan kalori
penderita pada 24 jam pertama hanya didapat dari cairan infus yang masuk.
Setelah 24 jam coba diberikan makanan sesuai dengan diet hiperemesis I.
Pada pasien ini diberikan ondansetron karena terjadi muntah-muntah
yang hebat pada pasien ini hingga menimbulkan komplikasi. Antagonis
reseptor 5-hydroxytryptamine (5HT3) seperti ondansetron mulai sering
digunakan, tetapi informasi mengenai penggunaannya dalam kehamilan masih
terbatas. Seperti metoklopramid, ondansetron memiliki efektivitas yang sama
dengan prometazin, tetapi efek samping sedasi ondansetron lebih kecil.
Ondansetron tidak meningkatkan risiko malformasi mayor pada
penggunaannya dalam trimester pertama kehamilan.
Pasien juga diberikan ranitidine dan neurobion (mengandung vitamin A,
B1, B6, B12,). Ranitidine adalah golongan antagonis H2 yang menurunkan
produki asam lambung. Pemberian multivitamin Vitamin B1, B6, dan B12,
yang merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat
dan asam amino bertujuan untuk mencegah defisiensi lebih lanjut akibat
muntah yang dialami serta secara bermakna mengurangi dan mencegah insiden
hiperemesis gravidarum.

24
Pada pasien ini dilakukan monitoring keluhan, tanda vital, dan keton
urin. Keluhan pasien perlu diperhatikan untuk mengetahui apakah masih
terdapat keluhan mual maupun muntah pada pasien. Tanda vital pasien dilihat
apakah terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi atau
peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda-tanda dehidrasi. Keton urin
dilihat untuk mengetahui apakah telah terjadi metabolisme yang tidak
sempurna pada pasien ini.

25
BAB V
SIMPULAN

Pada pembelajaran kasus ini didapatkan pasien dengan diagnosis hiperemesis


gravidarum tingkat II. Diagnosis ini dibuat berdasarkan dari data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Penatalaksaan pasien dalam kasus ini sudah
sesuai dengan teori. Secara garis besar penanganan dari hiperemesis gravidarum
terdiri dari penanganan dehidrasi, antiemesis, terapi nutrisi, dan psikoterapi.
Pemberian informasi dan edukasi bagi pasien dan keluarganya penting untuk
dilakukan terkait dengan diagnosis, penanganan, pencegahan, dan prognosis dari
hiperemesis gravidarum.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam : Ilmu


Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
Jakarta; 2008; hal. 815-818
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hiperemesis Gravidarum.
2012. Diunduh dari www.depkes.go.id/folder/view/publikasi/profil-
kesehatan.html. Diakses tanggal: 26 Mei 2018.
3. Herrel HE. Nausea and Vomiting of Pregnancy. American Family
Physycian. Volume 89, No 12.June 15, 2014
4. Gunawan, K., Manengkel, PS., Ocviyanti D. Diagnosis dan Tata Laksana
Hiperemesis Gravidarum. J Indon Med Assoc.2011:61;458-64.
5. Arsenault et al, The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy,
SOGC Clinical Practice Guideline, no 120, October 2002.
6. Mahmoud GA. Prevalence and risk factors of hyperemesis graviderum
among egyptian pregnant women at the woman’s health center. Med J
Cairo Univ. 2012;80(2):161-168.
7. Schoenberg, Frederic Paik. Summary of Data on Hyperemesis
Gravidarum.
Tersedia pada: http://www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html Diakses
tanggal: 26 Mei 2018
8. Sanu, O., Lamont, RF. Hyperemesis Gravidarum : pathogenesis and the
use of antiemetic agents. Expert Opin. Pharmacother. (2011) 12(5):737-
748
9. Prosedur Tetap Divisi Fetomaternal Bagian/SMF Obgyn FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar. 2012
10. Philip B. Hyperemesis Gravidarum: Literature Review. Wisconsin Medical
Journal. 2003, 102(3)
11. Widayana A, Megadhana IW, Kemara KP. Diagnosis and Management of
Hyperemesi Gravidarum. E-Jurnal Medika Udayana. 2013, p658-673.
Diakses pada http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5114.
Diakses tanggal: 27 Mei 2018.
12. Ogunyemi, DA. Hyperemesis Gravidarum. 2017. Diakses pada
http://emedicine.medscape.com/article/2547-overview. Diakses tanggal :
27 Mei 2018.

27

Anda mungkin juga menyukai