Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai


edukatif ini seyogyanya mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak
didik. Interaksi yang bernilai edukatif sangat penting untuk diciptakan
dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai
tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dimulai. Guru sebagai
pelaku interaksi dengan sadar harus merencanakan kegiatan pengajarannya secara
sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.

Harapan dan tuntutan bagi seorang guru adalah bagaimana bahan pelajaran
yang disampaikan dapat dikuasai oleh anak didik secara tuntas. Hal ini terkadang
dirasa menjadi masalah yang cukup sulit yang dirasakan oleh guru. Kesulitan itu
dikarenakan anak didik bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya,
tetapi mereka juga sebagai makhluk sosial dengan latar belakang yang berlainan.
Paling tidak ada tiga aspek yang membedakan anak didik yang satu dengan yang
lainnya, yaitu apek intelektual, psikologis, dan biologis.

Ketiga aspek tersebut diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan


bervariasinya sikap dan tingkah laku anak didik di sekolah. Hal itu pula yang
menjadi tugas cukup berat bagi guru dalam mengelola kelas dengan baik.
Keluhan- keluhan guru sering terlontar hanya karena masalah sukarnya mengelola
kelas. Akibat kegagalan guru mengelola kelas, tujuan pengajaran pun seringkali
sukar untuk dicapai. Hal ini kiranya tidak perlu terjadi, karena usaha yang dapat
dilakukan masih terbuka lebar. Salah satunya adalah dengan meminimalkan
jumlah anak didik di kelas. Mengaplikasikan beberapa prinsip pengelolaan kelas
adalah upaya lain yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Pendekatan terpilih
dengan menciptakan interaksi edukatif terhadap peserta didik mutlak dilakukan
guna mendukung pengelolaan kelas dan tercapainya tujuan pembelajaran.

1
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah


ini adalah :
1. Apa pengertian interaksi pengajaran edukatif ?
2. Apa tujuan interaksi pengajaran edukatif ?
3. Apa saja unsur-unsur normatif dan teknis interaksi pengajaran edukatif ?
4. Faktor apa saja yang melandasi interaksi pengajaran edukatif ?
5. Apa saja prinsip-prinsip yang harus dikembangkan dalam interaksi pengajaran
yang edukatif ?

C. TUJUAN MAKALAH

1. Untuk mengetahui pengertian interaksi pengajaran edukatif ?


2. Untuk memahami tujuan interaksi pengajaran edukatif ?
3. Untuk mengetahi unsur-unsur normatif dan teknis dalam interaksi pengajaran
yang edukatif ?
4. Untuk mengetahui faktor apa saja yang melandasi interaksi pengajaran yang
edukatif ?
5. Untuk mengetahui prinsip yang dikembangkan dalam interaksi pengajaran yang
edukatif ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. INTERAKSI PENGAJARAN YANG EDUKATIF

1. Pengertian interaksi edukatif

Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan


untuk tujuan pendidikan dan pengajaran dalam arti yang lebih spesifik pada
bidang pengajaran,dikenal adanya istilah interaksi belajar mengajar.Dengan kata
lain interkasi edukatif adalah sebagai interaksi belajar mengajar.1

Realitas manusia sebagai makhluk sosial, maka dibutuhkan suatu proses


interaksi. Dari berbagai proses interaksi itu terdapat jenis interaksi khusus yaitu
situasi pengajaran. Interaksi yang terjadi dalam interaksi pengajaran adalah suatu
proses yang diupayakan berdasarkan ikatan tujuan pengajaran.

Suatu interaksi dikatakan memiliki sifat edukatif bukan semata ditentukan


oleh bentuknya melainkan oleh tujuan interaksi itu sendiri. Maka setiap bentuk
hubungan bersama antara guru dan peserta didik yang berlangsung dengan tujuan
pengajaran dan dan tercapainya tujuan pembelajaran disebut interaksi edukatif.

Dari uraian diatas dapat kami simpulkan, bahwa pengertian interaksi


edukatif merupakan interaksi antara guru dan peserta didik dalam proses belajar-
mengajar yang memiliki tujuan tertentu. Dengan kata lain interaksi edukatif
bersifat mendidik. Dalam interaksi edukatif, seorang guru harus berinteraksi
dengan peserta didiknya, agar peserta didiknya mempunyai sifat terbuka serta
memiiki semangat belajar yang tinggi.

2. Tujuan interaksi edukatif

1
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : PT.
Rineka Cipta, 2000, hal.7

3
Tujuan utama pendidikan dalam islam adalah mencari ridha Allah SWT.
Dengan pendidikan, diharapakan akan lahir individu-individu yang baik,
bermoral, berkualitas, sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarganya,
masyarakatnya, negaranya dan umat manusia secara keseluruhan.

Tujuan interaksi belajar antara siswa dengan guru merupakan titik temu
dan bersifat mengikat serta mengarahkan aktivitas dari kedua belah pihak.
Sehingga kriteria keberhasilan keseluruhan proses interaksi hendaknya ditimbang
atau dievaluasi agar tercapai tujuan pendidikan.

Interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran di kelas


merupakan salah satu cara untuk menciptakan suatu kondisi edukatif yang
nyaman,aman dan tenang menuju efiesiensi, afektifitas dan optimalisasi proses
pembelajaran mutlak diperlukan. Bentuk interaksi yang diharapakan adalah
adanya suasana yang menyenangkan, akrab, penuh pengertian dan mau
memahami sehingga siswa merasakan bahwa dirinya telah di didik dengan penuh
cinta dan tanggung jawab.2

Dari uraian tersebut diatas, disimpulkan bahwa tujuan interaksi edukatif


adalah untuk mendidik, membantu anak didik dalam proses belajar-mengajar serta
mengantarkannya ke arah kedewasaan.

B. UNSUR NORMATIF DAN TEKNIS

Dalam setiap bentuk interaksi edukatif akan senantiasa mengandung dua


unsur pokok, yaitu unsur normatif dan unsur teknis.3

2
Sumiati, dkk, Metode Pembelajaran, Bandung: CV. Wacana Prima, 2008, hal.59

3
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, hal.94

4
Kegiatan komunikasi bagi diri manusia merupakan bagian yang hakiki
dalam kehidupannya. Kalau dihubungkan dengan istilah interaksi edukatif
sebenarnya komunikasi timbal balik antara pihak yang satu dengan pihak yang
lain, sudah mengandung maksud-maksud tertentu, tidak semua bentuk dan
kegiatan interaksi dalam suatu kehidupan berlangsung dalam suasana interaksi
edukatif, yang didesain untuk suatu tujuan tertentu. Demikian juga tentunya
hubungan antara guru dan siswa, anak buah dengan pimpinannya, antara buruh
dengan pimpinannya serta lain-lain. Proses belajar-mengajar akan senantiasa
merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa
sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa
sebagai subjek pokoknya. Dalam proses interaksi antara siswa dengan guru,
dibutuhkan komponen-komponen, yang komponen-komponen tersebut dalam
berlangsungnya proses belajar tidak dapat dipisah-pisahkan. Dan perlu ditegaskan
bahwa proses teknis ini juga tidak dapat dilepaskan dari segi normatifnya, segi
normatif inilah yang mendasari proses belajar mengajar. Interaksi edukatif yang
secara spesifik merupakan proses atau interaksi belajar mengajar itu, memiliki
ciri-ciri yang membedakan dengan bentuk interaksi yang lain.

Ciri-ciri interaksi edukatif adalah sebagai berikut :

a) Ada tujuan yang ingin dicapai.

b) Ada bahan atau pesan yang menjadi isi interaksi.

c) Ada pelajar yang aktif mengalami.

d) Ada guru yang melaksanakan.

e) Ada metode untuk mencapai tujuan.

f) Ada situasi yang memungkinkan proses belajar mengajar dengan baik.

5
g) Ada penilaian terhadaap hasil interaksi.4

Dalam interaksi normatif, antara guru, peserta didik harus berpegang pada
norma yang diyakini benar. Pengajaran sebagai bagian dari pendidikan,
sedangkan pendidikan itu sifatnya normatif. Maka dalam proses pengajaran ini
mencerminkan interaksi yang bersumber pada sumber-sumber norma, agama,serta
falsafah hidup (pancasila).

Pendidikan dapat dirumuskan pula secara teknis. Pada hakikatnya, pendidikan


merupakan suatu peristiwa yang memiiki aspek teknis. Pendidikan sebagai
kegiatan praktis yag berlangsung dalam masa, terkait dalam situasi, terarah pada
suatu tujuan. Pendidikan itu sendiri juga sebagai peristiwa yang kompleks.

Setiap aktivitas pengajaran tidak dapat dilepaskan dari segi teknis. Secara
teoritis pemisahan pembahasan mengenai aspek normatif dan aspek teknis lazim
terjadi. Namun secara prakteknya merupakan suatu kesulitan (bahkan mustahil)
untuk memisahkan kedua aspek tersebut. Karena pendidikan merupakan peristiwa
normatif dan teknis, kedua sifat ini menunjukkan suatu senyawa terhadap suatu
persoalan dasar yang sama.5

C. FAKTOR-FAKTOR INTERAKSI

Faktor –faktor yang mendasari terjadinya interaksi edukatif adalah sebagai


berikut :

1. Faktor Tujuan

Terdapat beberapa istilah tujuan, baik yang bersifat umum maupun khusus,
baik yang bersifat akhir maupun terminal/ intermediet/ sementara. Aims, di

4
Sardiman, Interaksi Dan Motivasi Belajar-Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2011, hal.13

5
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, hal.95

6
konotasikan sebagai tujuan yang paling umum bersifat luas dan paling akhir. Aims
sebagai suatu statement umum yang memberikan gambaran dan arah yang akan
dituju, ia menjadi pangkal tolak, ide/ inspirasi dan pengarahan.

Sifat umum dan luas dari aims mengharuskan, untuk di jabarkan/dijelaskan


secara nyata dan lebih terarah. Maka di kenallah istilah goals. Goals, sebuah
istilah yang lebih nyata dan sering disebut tujuan umum (dari pengajaran). Goals
merupakan penjelasan yang lebih rinci yang berpijak dari dasar pemikiran utama
aims. Goals lebih menyatakan suatu aktivitas. Dari satu rumusan aims dapat di
jabarkan dan dikembangkan beberapa rumusan goals. Goals lebih bersifat
operasional, praktis, dan realistik dari pada aims.

Dalam gambaran objectives atau “tujuan khusus“ tertulis suatu kegiatan


peserta didik setelah menjalani interaksi pengajaran. Kegiatan yang tertulis dalam
tujuan khusus (objctives) ini sering dinyataakan dalam bentuk “ kelakuan” yang
dalam istilah lain disebut behaviour . Maka tujuan khusus sering disebut
behavioral objectives.Dalam memantapkan rumusan tujuan khusus, maka kita
berhubngan dengan dua hal yaitu kesesuaian dan kegunaan. Istilah “kesesuaian”
menunjukkan bahwa tujuuan khusus mesti sesuai dengan keadaan dan masalah
yang dihadapi. Sesuai pula dengan apa yang dikehendaki oleh tujuan yang ada
diatasnya , yaitu tujuan umum (goals).

Adapun istilah”kegunaan” maksudnya bahwa, tujuan khusus mesti berguna


mencerminkan nilai kegunaan dalam interaksi pengajaran. Tujuan pendidikan atau
pengajaran yang bersifat umum maupun khusus, umumnya berkisar pada 3 jenis :

 Tujuan kognitif
 Tujuan efektif
 Tujuan psikomotorik

Dalam setiap bentuk kegiatan/ interaksi pengajaran, harus berorientasi pada


tujuan. Segala daya dan upaya, pengajaran harus dipusatkan pada pencapaian
tujuan itu. Semua faktor yang terlibat untuk mendukung manifestasi interaaksi

7
pengajaran harusnya diharapkan dan disesuaikan dengan tujuan pengajaran itu
sendiri. Maka tujuan pengajaran pengajaran itu harus berfungsi :

 Menjadi titik sentral perhatian dan pedoman dalam melaksanakan aktivitas


atau interaksi pengajaran .
 Menjadi penentu arah kegiatan atau interaksi pengajaran.
 Menjadi titik sentral perhatian dan pedoman dalam menyusun desain
pengajaran.
 Menjadi materi pokok yang akan dikembangkan dalam memperdalam dan
memperluas ruang lingkup pengajaran.
 Menjadi pedoman untuk mencegah/menghindari penyimpangan
pengajaran.

Adapun sumber tujuan pengajaran tertentu merupakan penjabaran dan


pengembangan dari tujuan pendidikan. Sebab secara fungsional pencapaian tujuan
pengajaran adalah untuk mencapai tujuan pendidikan.

Sebagai hasil penguaraian tujuan secara taksonomis, guru akan memperoleh


serangkaian tujuan yang relatif lebih mudah untuk dicapai dan diukur atau dinilai,
karena setiap tujuan adalah khusus dan konkret serta jelas kedudukannya dalam
hubungannya dengan tujuan yang terakhir. Tiga syarat utama untuk terwujudnya
interaksi pengajaran yang edukatif adalah :

 Memusatkan tujuan, menyempitkan lapangan tujuan umum ke dalam


bentuk yang tampak pada tingkah laku peserta didik.
 Mengkhususkan tujuan.
 Mengfusionalkan tujuan , bahwa tujuan yang di harapkan nyata, berguna
bagi perkembangan peserta didik.

Tujuan pengajaran berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan.


Pencapaiannya tidak sekaligus dalam waktu yang singkat, ia harus memenuhi
tahap-tahap periodisasi sesuai dengan situasi, kondisi dan tahap perkembangan
peserta didik yang perwujudannya di kembangkan dalam tingkatan pendidikan

8
atau jenjang pendidikan dari SD sampai Perguruan Tinggi, secara formal, tujuan
ini di rinci dan dikembangkan sampai yang paling rendah. Perjenjangan tujuan ini
disesuaikan dengan jenjang pendidikan formal yang berlaku di negara kita. Setiap
tahap dari perjenjangan tujuan hidup, harus berisi unsur yang meliputi kandungan
tujuan secara penuh dengan bobot dan kualitas yang semakin meningkat sesuai
dengan tingkatan pengajaran.

Tujuan Pendidikan Nasional yang dirumuskan dalam GBHN 1988 atau UU


No. 2/1989 tentang “Sistem Pendidikan Nasional “ adalah :

“Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan


mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan “

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, maka pencapaiannya


di bebankan pada masing-masing institusi/lembaga pendidikan sesuai dengan
jenis pendidikan dan tujuan kelembagaan pendidikan yang dikembangkan masing-
masing. Kemudian, tujuan pendidikan yang ditentukan dan dikembangkan oleh
masing-masing suatu lembaga pendidikan tersebut pencapaiannya tentu
dibebankan pada penyelenggara, setiap bidang studi/ mata pelajaran.

Penyelenggaraan setiap bidang studi tentu memiliki tujuan. Tujuan


masing-masing bidang studi berbeda-beda meskipun semua bidang studi
diarahkan untuk mencapai suatu tujuan, yaitu tujuan institusional kelembagaan.
Tujuan setiap bidang studi ini disebut tujuan kurikuler yang biasanya
sudah secara seragam dan baku untuk semua wilayah pendidikan.

Untuk meraih tujuan kurikuler diperlukan proses waktu yang panjang,


setidaknya satu semester/setengah tahun. Tempo waktu yang demikian ini berarti
menunjukkan bahwa diperlukan proses dan tahapan tujuan pengajaran untuk bisa
merampungkan harapan/tujuan bidang studi. Maka diperlukan rumusan tujuan

9
pengajaran. Tujuan pengajaran dirumuskan untuk mencapai tujuan kurikuler
secara bertahap. Karena suatu bidang studi itu terdiri dari beberapa pokok bahasan
/topik maka tujuan pengajaran di rumuskan berdasarkan dan/atau untuk mencapai
pokok-pokok bahasan/topik disebut “tujuan umum pengajaran (TUP)”. Jadi,
masing-masing TUP ini dicapai untuk mendukung pencapaian akhir tujuan suatu
bidang studi. Tetapi, karena tujuan mum itu, dirasa masih belum operasional
masih bisa ditafsirkan secara berbeda-beda, dan diperlukan penjabaran lebih rinci,
lebih khusus, lebih operasional dan dapat diukur/dinilai. Untuk itu dirumuskan
“tujuan khusus pengajaran (TKP).” Pada setiap rumusan TUP dapat terdiri banyak
TKP, banyak sedikitnya rumusan TKP disesuaikan dengan keluasan TUP dan
alokasi waktu pertemuan pengajaran. Dengan berdasarkan rumusan-rumusan TKP
inilah suatu interaksi proses pengajaran dilangsungkan. Aktivitas pengajaran
harus diupayakan untuk memenuhi rumusan TKP. Dengan tercapainya sejumlah
TKP oleh suatu aktivitas pengajaran pada akhirnya akan dinyatakan bahwa TUP
telah dirampungkan/dicapai.

Interaksi pengajaran memang dibatasi dan diarahkan oleh


tujuannya.Segala faktor yang terlibat dalam interaksi harus bertolak dan merujuk
pada tujuan. Segala faktor itu harus beraktivitas bersama tujuannya. Karena itu
tujua pengajaran diisyaratkan memilih kesesuaian dan kegunaan bagi tercapainya
interaksi edukatif. Antara tujuan pengajaran dengan faktor-faktor lainnya
menunjukkan satu hubungan “Interaksi Diektis”.

Dari penjelasan diatas, kami simpulkan bahwa tujuan merupakan hal yang
pertama kali harus dirumuskan dalam kegiatan interaksi edukatif. Sebab, tujuan
dapat memberikan arah yang jelas dan pasti kemana kegiatan pembelajaran
dibawa oleh guru. Dengan berpedoman pada tujuan guru dapat menyeleksi
tindakan mana yang harus dilakukan dan tindakan mana yang harus ditinggalkan.

2. Faktor Bahan atau Materi Pengajaran

10
Penguasaan bahan oleh guru seyogyanya mengarah pada spesifik atau
kasus atas ilmu kecakapan yang diajarkannya , mengingat isi , sifat dan luasnya
ilmu , maka guru harus mampu menguraikan ilmu atau kecakapan dan apa-apa
yang akan diajarkannya kedalam bidang ilmu atau kecakapan yang bersangkutan.
Penyusunan unsur-unsur atau informasi-informasi yang baik itu bukan saja akan
mempermudah peserta didik untuk mempelajarinya, melainkan juga memberikan
gambaran yang jelas sebagai petunjuk dalam menetapkan metode pengajaran.

Penetapan/penentuan materi pengajaran harus didasarkan pada upaya


pemenuhan tujuan pengajaran itu, ia tidak boleh menyimpang dari tujuan
pengajaran. Jika sesuatu materi sudah tersimpul dalam perumusan tujuan khusus
pengajaran yang baik dan jelas, maka pada umumnya mudah diduga bahwa
perhitungan/pertimbagan penetapan metode atas dasar materi tidak akan jauh
berbeda hasilnya dengan dasar pertimbangan tujuan.

Kami simpulkan bahwa, bahan pelajaran adalah unsur inti dalam kegiatan
interaksi edukatif, sebab tanpa bahan pelajaran proses interaksi edukatif tidak
akan berjalan, dalam pemilihan pelajaran harus disesuaikan dengan kondisi
tingkatan murid yang akan menerima pelajaran. Selain itu bahan pelajaran mutlak
harus dikuasai guru dengan baik.

3. Faktor Guru dan Peserta didik

Guru dan peserta didik adalah dua subjek dalam interaksi pengajaran.
Guru sebagai pihak yang berinisiatif awal untuk pentelengaraan pengajaran,
sedangkan peserta didik sebagai pihak yang secara langsung mengalami dan
mendapatkan kemanfaatan dari peristiwa belajar mengajar yang terjadi.

Guru sebagai pengarah dan pembimbing berdasarkan tujuan yang telah


ditentukan, sedang peserta didik adalah sebagai yang langsung menuju pada arah
tujuan melalui aktivitas dan berinteraksi langsung dengan lingkungan sebagai
sumber belajar atas bimbingan guru. Jadi, kedua pihak (guru dan peserta didik)

11
menunjukkan sebagai dua subjek pengajaran yang sama-sama menempati status
yang penting.6

Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi tertentu sesuai


dengan persyaratan yang di tuntut oleh profesi keguruan.7

Kemudian untuk menjadikan profesionalitas kerja guru, setidaknya guru memiliki


4 bidang utama. Yaitu:

1. Guru harus mengenal setiap peserta didik yang di percayakan kepadanya.


2. Guru harus memiliki kecakapan memberi bimbingan, sebab mengajar
hakikatnya membimbing.
3. Guru harus memiliki dasar pengetahuan.
4. Guru harus memiliki pengetahuan secara total dan baru tentang ilmu yang
diajarkan.

Al- Ghazali pernah mengatakan bahwa tugas seorang guru itu mulia dan
mengandung 2 manfaat yaitu :

1). Bagi orang yang mengajar itu sendiri yang menyampaikan ilmu pengetahuan,
ia akan semakin bertambah pengetahuan dan pengalamannya.

2). Bagi orang yang diberi ilmu pengetahuan yang dididik akan semakin
bertambah pula pengetahuan dan pengalamannya hingga mereka dapat mengambil
manfaat ilmu pengetahuan tersebut.

Pekerjaan guru memang mulia, sesuai dengan falsafah hidupnya yang


menjunjung tinggi nilai-nilai sikap pengabdian yaitu memberi pelayanan jasa
informasi kepada masyarakat didik dan kemanusiaan. Itulah sebabnya dalam
aktivitas pengajaran menjadi keharusan untuk diciptakan suatu proses interasi

6
Ibid, hal.114
7
Sudarwan Danim, Media Komunikasi Pendidikan, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008,
hal.53

12
yang eduatif yaitu dengan memperhatikan 2 aspek sekaligus, pertama, segi
normatif dan segi teknis, kedua, segi mendidik dan segi mengajar.8

4. Faktor metode

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Karakteristik metode yang memiliki kelebihan dan kelemahan
maka guru menggunakan metode yang bervariasi. Faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan untuk memilih metode mengajar sebagai berikut:

a). Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya.

b). Anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya.

c). Situasi dengan berbagai keadaannya.

d). Fasilitas dengan berbagai kualitas dan kuantitasnya.

e). Pribadi guru dan kemampuan profesinya yang berbeda-beda.9

Penerapan suatu metode pengajaran harus memiliki:

1. Relevensi dengan tujuan.


2. Relevansi dengan bahan.
3. Relevansi dengan kemampuan guru.
4. Relevansi dengan keadaan peserta didik.
5. Relevansi dengan situasi pengajaran.

Tujuan pengajaran yang jelas dan tepat akan membantu dalam merencanakan
kegiatan pengajaran, salah satunya dapat membantu memilih metode apa yang

8
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, hal.114

9
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : PT.
Rineka Cipta, 1996, hal. 184

13
akan digunakan untuk proses belajar mengajar. Secara umum metode-metode
diklasifikasikan menjadi 2:

 Metode pengajaran individual.


 Metode pembelajaran kelompok.

Adapun macam-macam metodenya:

1) Metode ceramah.

2) Metode diskusi.

3) Metode tanya jawab.

4) Metode penugasan.

5) Metode kerja kelompok, dll.

5. Faktor Situasi

Yang di maksud dengan situasi adalah suasana belajar atau kelas


pengajaran. Suasana yang berkaitan dengan peserta didik, misalya: kelelahan dan
semangat belajar, juga keadaaan guru, keadaan cuaca, keadaan kelas- kelas belajar
yang berdekatan yang mungkin mengganggu.10

Situasi interaksi adalah situasi hubungan sosial, maka dapat dikatakan


bahwa siswa itu memasyarakatkan diri atau dengan perkataan lain siswa
membudidayakan diri dan permasyarakatan, pembudayaan ini tidak akan ada
hibis-habisnya sampai akhir zaman.

D. PRINSIP- PRINSIP INTERAKSI EDUKATIF

Dalam rangka menjangkau dan memenuhi sebagian besar kebutuhan anak


didik, dikembangkan beberapa prinsip dalam interaksi edukatif , dengan harapan
10
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, hal.120

14
mampu menjembatani dan memecahkan masalah yang sedang guru hadapai dalam
kegiatan interaksi edukatif. Prinsip tersebut harus dikuasai oleh guru agar dapat
tercapai tujuan pengajaran. Prinsip – prinsip tersebut adalah :

1. Prinsip Motivasi : Agar setiap anak dapat memiliki motivasi dalam belajar.
Apabila anak didik telah memiliki motivasi dalam dirinya disebut motivasi
intrinsik, sangat memudahkan guru memberikan pelajaran , namun apabila
anak tersebut tidak meilikinya, guru akan memberikan motivasi ekstrinsik
yaitu motivasi yangbersumber dari luar diri anak didik tersebut dan dapat
berbentuk ganjaran, pujian , hadiah dan sebaginya.
2. Prinsip Berangkat dari Persepsi yang Dimiliki : Bila ingin bahan pelajaran
mudah dikuasai oleh sebagian atau seluruh anak, guru harus
memperhatikan bahan apersepsi yang dibawa anak didik dari lingkungan
kehidupan mereka. Penjelasan yang diberikan mengaitkan dengan
pengalaman dan pengetahuan anak didik akan memudahkan mereka
menanggapi dan memahami pengalaman yang baru dan bahkan membuat
anak didik memusatkan perhatiannya.
3. Prinsip Mengarah kepada Titik Pusat Perhatian Tertentu atau Fokus
Tertentu : Pelajaran yang direncanakan dalam suatu pola tertentu akan
mampu mengaitkan bagian-bagian yang terpisah dalam suatu pelajaran.
Tanpa suatu pola, pelajaran dapat terpecah-pecah dan para anak didik akan
sulit memusatkan perhatian . Titik pusat akan tercipta melalui upaya
sebagai berikut :
4. Merumuskan masalah yang hendak dipecahkan.
5. Merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab.
6. Merumuskan konsep yang hendak ditemukan.
7. Membatasi keluasan dan kedalaman tujuan belajar serta.
8. Memberikan arah kepada tujuannya.

4. Prinsip Keterpaduan : Keterpaduan dalam pembahasan dan peninjauan


akan membantu anak didik dalam memadukan perolehan belajar dalam
kegiatan interaksi edukatif.

15
5. Prinsip Pemecahan Masalah yang Dihadapi : Salah satu indikator
keandaian anak didik banyak ditemukan oleh kemampuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya. Pemecahan masalah dapat
mendorong anak didik untuk lebih tegar dalam menghadapi berbagai
masalah belajar dan anak didik akan cepat tanggap dan kreatif.
6. Prinsip Mencari, Menemukan dan Mengembangkan Sendiri : Guru yang
bijaksana akan membiatkan dan memberi kesempatan kepada anak didik
untuk mencari dan menemukan sendiri informasi. Kepercayaan anak didik
untuk selalu mencari dan menemukan sendiri informasi adalah pintu
gerbang kearah CBSA yang merupakan konsep belajar mandiri yang
bertujuan melahirkan anak didik yang aktif – kreatif.
7. Prinsip Belajar Sambil Bekerja : Artinya belajar sambil melakukan
aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil untuk anak didik sebab kesan
yang didapatkan anak didik lebih tahan lama tersimpan di dalam benak
anak didik.
8. Prinsip Hubungan Sosial : Hal ini untuk mendidik anak didik terbiasa
bekerja sama dalam kebaikan. Kerja sam memberikan kesan bahwa
kondisi sosialisasi juga diciptakan di kelas yang akan mengakrabkan
hubungan anak didik denga anak didik lainnya dalam belajar.
9. Prinsip Perbedaan Individual : Sudut pandang untuk melihat aspek
perbedaan anak didik adalah segi bilologis, intelektual dan
psikologis.Semua perbedaan ini memudahkan guru melakukan pendekatan
edukatif kepada setiap anak didik.11

11
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, hal. 190

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan


untuk tujuan pendidikan dan pengajaran. Ciri-ciri interaksi edukatif adalah ada
tujuan yang ingin dicapai, ada bahan atau pesan yang menjadi isi interaksi, ada
pelajar yang aktif mengalami, ada guru yang melaksanakan, ada metode untuk
mencapai tujuan, ada situasi yang memungkinkan proses belajar mengajar dengan
baik, ada penilaian terhadaap hasil interaksi.

Metode-metode interaksi edukatif meliputi metode interaksi edukatif di


dalam kelas dan di luar kelas. Metode interaksi edukatif di dalam kelas yaitu
metode ceramah, tanya jawab, diskusi, eksperimen, pemecahan masalah,
sosiodrama dan psikodrama. Sedangkan metode interaksi diluar kelas meliputi
metode karya wisata dan pemberian tugas. Faktor- faktor yang mendasari
terjadinya interaksi edukatif adalah faktor tujuan, faktor bahan, faktor guru dan
peserta didik, faktor metode, dan faktor situasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rohani. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Sudarwan Danim. 2008. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Sinar Grafika

Offset.

Sumiati, dkk. 2008. Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima.

Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

18

Anda mungkin juga menyukai