Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS KEBIJAKAN E-HEALTH SEBAGAI STRATEGI PEMERINTAH DALAM

TANTANGAN DAN PELUANG DI ERA INOVASI DISRUPTIVE


ABSTRAK

Pelayanan publik merupakan salah satu kegiatan wajib yang harus dilakukan oleh pemerintah.
Pelayanan publik sangatlah beragam satu diantaranya adalah pelayanan kesehatan. Guna
meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat maka terbentuklah suatu inovasi pelayanan
kesehatan melalui electronic government (e-gov). Pelayanan kesehatan melalui e-governement ini
diwujudkan dalam bentuk e-health. Tujuan adalah untuk menganalisis kebijakan pemerintah tentang
e-health dalam tantangan dan peluang di era inovasi disruptive. Jenis penelitian yang digunakan
adalah analisis descriptive kualitaif. Hasil penelitian ini adalah Penerapan layanan e-health
memberikan beberapa manfaat bagi pasien maupun petugas layanan keehatan seperti memudahkan
pasien dalam melakukan antrean tanpa harus datang ke lokasi, memudahkan pasien untuk melakukan
rujukan medis, memudahkan dalam hal pendataan pasien dimana semuanya terekam ke dalam big
data yang telah terintegrasi. Dalam penyelenggaraan Negara, inovasi harus terus didorong agar
permasalahan dalam pelayanan publik dapat diatasi, maka dari itu konsep sustaining innovation yang
lebih dulu diperkenalkan dalam dunia bisnis juga harus diterapkan ke dalam penyelenggaraan Negara.
Dalam era globalisasi saat ini semangat entrepreneurship harus ada dalam konsep penyelenggaraan
Negara, karena hubungan kolaborasi inovasi yang diciptakan oleh sektor bisnis dan pemerintahan
sudah tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan satu sama lain.

Kata kunci: Kebijakan e-health, pemerintah, tantangan, peluang, era inovasi disruptive

ABSTRACT

Public service is one of the mandatory activities that must be carried out by the government. Public
services are very diverse, one of which is health services. In order to improve health services to the
community, a health service innovation was formed through electronic government (e-gov). Health
services through the e-governement are manifested in the form of e-health. The aim is to analyze
government policies on e-health in challenges and opportunities in the disruptive innovation era. The
type of research used is descriptive qualitative analysis. The results of this study are that the
application of e-health services provides several benefits for patients and health care officers, such as
facilitating patients to queue without having to come to the location, making it easier for patients to
conduct medical referrals, facilitating patient data collection where everything is recorded in big data
has been integrated. In the implementation of the State, innovation must continue to be encouraged so
that problems in public services can be overcome, and therefore the concept of sustaining innovation
which was first introduced in the business world must also be applied in the administration of the
State. In the current era of globalization, the spirit of entrepreneurship must exist in the concept of
state administration, because the collaborative innovation relationships created by the business and
government sectors are inseparable and interrelated.

Keywords: e-health, government policies, challenges, opportunities, disruptive innovation era

Pendahuluan
Salah satu bentuk pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah pemenuhan
kebutuhan kesehatan masyarakat, atau biasa kita sebut dengan pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan merupakan salah satu hak mendasar bagi masyarakat sebagaimana telah diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat (1) yakni: “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”.
Perwujudan pelayanan publik yang good governance, pemerintah dituntut untuk beradaptasi
dengan perkembangan teknologi agar tidak tertinggal. Menurut Anwar menyebutkan salah satu ciri
yang menonjol di era kemajuan teknologi komunikasi dan informasi ini adalah digunakannya
teknologi computer [1]. E-government merupakan penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi
oleh pemerintah agar tercipta komunikasi antara pemerintah, masyarakat, dunia bisnis dan pihak-
pihak lain yang berkepentingan untuk memberikan pelayanan secara cepat dan tepat. Pada tahun
2003, pemerintah mengeluarkan Inpres No. 3 tahun 2003 sebagai upaya lanjutan untuk mendukung
penerapan e-government dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat
khususnya pelayanan informasi dan menciptakan good governance. Secara ringkas tujuan
egovernment adalah untuk membentuk jaringan komunikasi diantara masyarakat, swasta, dan
pemerintah lainnya yang dapat memperlancar interaksi, transaksi, dan layanan [2].
Pelayanan publik merupakan salah satu tanggungjawab pemerintah yang penyelenggaraannya
wajib dilaksanakan oleh instansi pemerintah. Kewajiban pemerintah akan pelayanan publik ini, sesuai
dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan publik.
Reformasi birokrasi merupakan upaya pemerintah dalam mencapai good governance serta
melakukan pembaharuan yang mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya
yang menyangkut aspek kelembagaan (organisasi), SDM aparatur, dan peningkatan pelayanan publik.
Di Indonesia, urusan pelayanan publik menjadi kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah
dianggap dapat lebih memahami keinginan masyarakat sehingga pengambilan keputusan untuk
pelayanan publik lebih responsif terhadappermintaan masyarakat. Pelayanan publik sangatlah penting
keberadaanya dalam mewujudkan good governance. Proses pelayanan publik juga menjadi fokus
pemerintahan sebagai indikator keberhasilan dalam mengukur kinerja birokrasi. Penerapan good
governance dan pemerintahan yang berbasis elektronik (e-governance) juga sejalan dengan visi
Nawacita yang dikemukakan Presiden RI dalam mewujudkan kehadiran negara dan membangun tata
kelola pemerintahan yang transparan, efektif, dan terpercaya. Penerapan e-governance yang pada
intinya merupakan digitalisasi data dan informasi seperti e-budgeting, eproject planning, system
delivery, e-controlling, ereporting hingga e-money. Penggunaan teknologi informasi akan lebih
memudahkan birokrasi dalam memberikan pelayanan yang cepat, murah dan tepat seperti yang
diimpikan oleh sebagian masyarakat dan dunia usaha. Hal ini secara langsung akan berimbas pada
peningkatan daya saing [3].
Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, itu sendiri yakni dalam Pasal 34 ayat (3) yang
menyebutkan bahwa: “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak” Dengan meningkatnya kualitas pendidikan, keadaan sosial dan
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam mayarakat kita saat ini, maka meningkat pula
kesadaran akan kebutuhan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan lebih bermutu, nyaman serta
berorientasi pada kepuasan masyarakat sebagai penerima pelayanan. Hal tersebut tentunya menuntut
pemerintah untuk bisa beradaptasi dan menjawab tantangan dari lingkungan yang berkembang cepat
dikarenakan dampak dari adanya kemajuan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi.
Perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat menimbulkan suatu revolusi baru, yaitu
peralihan dari sistem kerja yang konvensional ke era digital. Pada instansi pemerintah, perubahan ini
ditandai dengan ditinggalkannya pemerintahan tradisional yang identik dengan paper-based
administration menuju electronic government atau e-Government [4].
Internet of things dan dunia digital tidak dapat dipisahkan dari perubahan-perubahan yang
terjadi di era globalisasi saat ini. Dengan adanya teknologi yang canggih telah memudahkan inovasi-
inovasi baru untuk lahir menggantikan cara lama yang kurang efektif dan efisien. Inovasi-inovasi baru
itu pun dituntut untuk dapat mengikuti kebutuhan masyarakat dan perkembangan yang terus bergerak
maju. Inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaanyang bertujuan
mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru
untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses
produksi.
Namun di tengah perubahan yang sedang terjadi ini ada suatu fenomena sosial yang perlu
dicermati. Hal ini telah menyita perhatian publik dan mempengaruhi proses perubahan karena ciri-
cirinya yang tidak secara langsung dirasakan namun efeknya sangat mengejutkan. Fenomena itu
disebut dengan inovasi disrupsi, dimana inovasi ini muncul secara perlahan dan tiba-tiba dapat
mengganggu serta menggantikan sistem lama karena sifatnya yang lebih mudah dijalankan dan
praktis. Selain itu inovasi disrupsi memainkan peranan penting dalam penggunaan teknologi, dimana
hampir seluruh inovasi disrupsi ini menggunakan kecanggihan teknologi dalam pengaplikasiannya
[5].
Berdasarkan data penilaian pemeringkatan e-government di Indonesia, kementerian keuangan
menempati peringkat ketiga. Hal ini berarti perlu adanya peningkatan dan pengembangan dari
pelayanan public terkait dengan kesehatan,
Gambar 1. Penilaian Pelaksanaan e-government
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas tentang Analisis Kebijakan
E-Health sebagai Strategi Pemerintah dalam Tantangan dan Peluang di Era Inovasi Distruptive.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan pemerintah tentang e-health
dalam tantangan dan peluang di era inovasi disruptive.
Metode
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan studi litertur sebagai instrumen pengumpulan data.
Teknik analisis data dalam penelitian ini merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Huberman dan
Miles mengajukan model analisis data yang disebut dengan model interaktif. Pertama dengan
melakukan reduksi data; data yang telah dikumpulkan dari lapangan melalui studi literatur direduksi
dengan cara merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan penting, mengklasifikasikan sesuai fokus
yang ada pada masalah dalam penelitian ini. Untuk validasi, digunakan teknik triangulasi dengan
sumber, yaitu dengan membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh, dilanjutkan dengan penyajian data, kemudian analisis pada bagian pembahasan mengenai
inovasi dalam implementasi e-Health serta penarikan kesimpulan [6].
Hasil dan Pembahasan
Implementasi Kebijakan Publik
Penerapan electronic government (e-gov) merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh
pemerintah dengan memanfaatkan sistem elektronik, termasuk didalamnya penggunaan IT dan
internet yang bertujuan untuk memudahkan kinerja pegawai di pemerintahan, serta untuk
meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebagai sasaran utamanya. Salah satu dari
sekian banyak inovasi yang mendapat apresiasi dari berbagai kalangan dan dijadikan sebagai
percontohan ialah inovasi layanan kesehatan melalui E-Health. Suatu inovasi yang dikembangkan
untuk memudahkan masyarakat dalam mempersingkat antrean baik itu di puskesmas maupun rumah
sakit.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai
tujuannya. Van Meter dan Van Horn mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-
tindakan dalam keputusankeputusan sebelumnya [7]. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha
untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu
tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil
yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Adapun makna implementasi
menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier, mengatakan bahwa implementasi adalah memahami
apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Fokus
perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul
sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara yang mencakup baik usaha-usaha
untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada
masyarakat atau kejadian-kejadian [8].
Menurut Indrajit terdapat delapan elemen sukses manajemen proyek e-government yang
dapat mempengaruhi keberhasilan dari peneraoan layanan e-government antara lain: 1. Lingkungan
Politik
E-Health Sebagai Inovasi Distruptive
Konsep dari disrupsi adalah tentang respon yang kompetitif, bukan teori tentang
pertumbuhan, mirip dengan pertumbuhan tapi bukan tentang pertumbuhan. Disrupsi menggantikan
‘pasar lama’, industry, dan teknologi dan menghasilkan suatu kebaruan yang lebih efisien dan
menyeluruh. Ia bersifat destruktif dan kreatif. Menurut Kasali, disrupsi adalah sebuah inovasi yang
terjadi di suatu era yang akan menggantikan seluruh sistem lama dengan sistem baru. Dalam dunia
swasta fenomena ini telah banyak memakan korban. Perusahaan yang sangat maju dan berkembang
dengan seketika menjadi tidak berdaya dan tidak mampu bersaing lagi. Hal ini terjadi di salah satu
perusahaan telekomunikasi terbesar seperti Nokia, dimana inovasi saja tidak cukup dilakukan untuk
dapat berkembang. Peradaban saat ini telah merubah segala hal konsumtif yang terbuka untuk
digunakan bersama, saling berbagi, dan tidak harus dimiliki sendiri [9].
Bukan hanya dunia swasta yang terkena dampaknya, dunia pemerintahan pun mengalami hal
serupa. Pemerintah akhirnya semakin aktif dalam penggunaan E-Government dalam berbagai
penyelenggaraan negara.Era disrupsi sangat bergantung pada kecanggihan teknologi, selain itu
dibutuhkan juga seorang inovator yang dapat membaca arah perubahan. Menurut Christensen, ciri
inovator yang dibutuhkan di era disrupsi ini seperti:
1. Mereka menciptakan perubahan sosial yang sistemik melalui skala dan replikasi
2. Mereka memenuhi kebutuhan yang berlebihan (karena solusi yang ada lebih kompleks daripada
yang dibutuhkan banyak orang) atau tidak dilayani sama sekali
3. Mereka menawarkan produk dan layanan yang lebih sederhana dan lebih murah daripada
alternative yang ada dan mungkin dianggap memiliki tingkat kinerja yang lebih rendah namun
pengguna menganggapnya cukup baik
4. Mereka menghasilkan sumber daya seperti sumbangan, hibah, tenaga sukarela, atau modal
intelektual dengan cara yang pada awalnya tidak menarik bagi pesaing yang kompeten
5. Mereka sering diabaikan, diremehkan oleh pelaku yang model bisnisnya baik, sehingga
menciptakan inovasi yang unik berbeda dengan jalur yang telah ada [10].
Di era disrupsi ada beberapa konsekuensi yang ditimbulkan dari pemanfaatan teknologi
informasi yang serba canggih, hal ini berdampak luas pada:
1. Di era disrupsi ini menyerang hampir semua incumbent (pelaku utama, para pemimpin pasar) baik
itu produk-produk atau perusahaan ternama, sekolah atau universitas terkemuka,
organisasiorganisasi sosial, partai politik, maupun jasa-jasa yang sudah dikenal umum di
masyarakat.
2. Di era disrupsi ini telah menciptakan pasar baru yang selama ini diabaikan incumbent, yaitu
kalangan yang menduduki dasar piramida. Kini mereka yang dahulu kurang beruntung sebagai
konsumen karena daya beli yang rendah, telah menjadi kekuatan pasar. Secara keseluruhan ,
partisipasi pasar pun meningkat.
3. Di era disrupsi ini menimbulkan dampak deflasi atau penurunan harga karena biaya mencari
(searching cost) dan biaya transaksi (transaction cost) praktis menjadi nol rupiah. Kedua jenis ini
umumnya hanya dikenal oleh generasi muda berkat teknologi informasi. Selain itu timbul gerakan
berbagi (sharing resources) yang mampu memobilisasi pemakaian barang-barang konsumsi ke
dalam kegiatan ekonomi produktif.
Kejadian-kejadian yang terjadi tersebut membuat pemerintah sadar akan pentingnya
pengaplikasian teknologi informasi ke dalam kinerja nya. Salah satu inovasi yang diusung seperti E-
Health pun merupakan cerminan hadirnya pemerintah dalam proses perkembangan zaman yang serba
canggih saat ini. Aspek-aspek penting di era disrupsi seperti yang saat ini dimana persaingan terjadi
dengan begitu ketat, teknologi menjadi salah satu lini kehidupan yang tidak dapat diabaikan.
Keberadaan teknologi telah menghapus batas-batas geografi, menghasilkan inovasi-inovasi baru yang
tidak terlihat dan tanpa disadari telah mengubah cara hidup, mempengaruhi tatanan hidup dan bahkan
mengganti sistem yang ada. Digitalisasi perlahan menjadi jalan dalam pemecahan masalah yang
dirasakan oleh masyarakat. Semua aspek kehidupan saat ini bergantung pada sistem digitalisasi,
begitu pun dengan dunia pemerintahan dalam aspek pelayanan publik dimana hubungan dengan
masyarakat terjadi dengan begitu dekatnya setiap saat [11].
Dalam bidang kesehatan Indonesia sedang dihadapkan dengan terbatasnya jumlah tenaga
kesehatan. Hal itu dikarenakan banyaknya tenaga kerja yang menumpuk hanya pada kota besar
tertentu. Sedangkan di daerah-daerah kecil masih belum banyak tersedia tenaga kesehatan yang dapat
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu dibuatlah suatu inovasi yang diberi nama
E-Health. Inovasi ini nantinya diharapkan dapat menjadi percontohan bagi inovasi-inovasi pemerintah
terkait pelayanan kesehatan di daerah-daerah lain. Dengan adanya E-Health ini membuat pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada masyarakat menjadi lebih efisien. E-Health menghilangkan sistem
antrean secara fisik, dan pasien mendapat kepastian waktu pelayanan dari manapun sejauh terdapat
akses internet. Selain itu sistem E-Health ini terintegrasi dengan informasi kependudukan dan data
pasien puskesmas atau rumah sakit [12].
Definisi formal e-Health dapat ditemui antara lain sebagaimana diajukan oleh World Health
Organization (WHO), yaitu penggunaan teknologi dan informasi dalam bidang kesehatan untuk
melayani pasien, riset, pendidikan, mendiagnosis penyakit dan memonitor kesehatan publik.
Sementara dalam KepMenKes Nomor 192/MENKES/SK/VI/2012 disebutkan bahwa e-Health adalah
pemanfaatan TIK di sektor kesehatan terutama untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. e-Health
memiliki cakupan yang lebih luas dari sekedar layanan kesehatan online. Semua teknologi informasi
dan komputer yang diterapkan di bidang kesehatan adalah e-Health. Dengan kata lain, e-Health
adalah salah satu bentuk penerapan teknologi, informasi, dan komputer di bidang kesehatan.
Penerapan teknologi ini lebih menekankan pada peningkatan aksesibilitas, efisiensi, efektifitas, dan
kualitas proses klinis dan bisnis dalam organisasi, praktisi, pasien, dan konsumen di bidang kesehatan
[13].
Dalam proses implementasi, e-Health seringkali menghadapi beberapa kendala, seperti
kesiapan sumber daya manusia, kesiapan organisasi yang terlibat, budaya kerja, perkembangan
teknologi dan ketersediaan infrastruktur dan lain sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan daya kreasi
melalui inovasi dan peningkatan kualitas sumber daya yang baik untuk menjamin kelancaran
implementasi e-Health di lapangan. Dalam penelitian ini e-Health dilihat sebagai manifestasi
penerapan konsep smart city di bidang kesehatan. e-Health dilihat sebagai konsep yang diterapkan
untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan kesehatan. Implementasi e-Health terdiri dari
dua (2) konsep utama, yaitu konsep implementasi kebijakan dan e-Health. Konsep implementasi
kebijakan menjadi konsep untuk menerangkan dinamika penerapan konsep e-Health. Implementasi
kebijakan secara umum berisi mengenai penjelasan berbagai variabel yang terkait dengan proses
penerapan kebijakan publik, sedangkan implementasi e-Health adalah bagian dari konsep
implementasi kebijakan smart city di bidang kesehatan [14].
Implementasi Kebijakan E-Health
Penerapan E-Health ini merupakan salah satu contoh munculnya inovasi dalam bidang
kesehatan. Menurut Amabile, inovasi berasal dari kata innovare, yaitu istilah dalam Bahasa Latin
yang berarti “Penggunaan suatu cara atau sarana yang baru guna menghasilkan nilai yang baru.”
Inovasi adalah memperkenalkan ide baru, barang baru, pelayanan baru dan cara-cara baru yang lebih
bermanfaat [15]. Ernita membagi jenis inovasi menjadi 4 jenis, yaitu penemuan, pembangunan,
duplikasi, dan sintesis.
Tujuan yang diharapkan dari inovasi salah satunya adalah peningkatan kualitas. Menurut
Ishikawa, kualitas pelayanan dapat ditingkatkan dengan menerapkan berbagai inovasi di bidang man,
money, methods dan machine. Merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi.
Dalam manajemen, faktor manusia adalah faktor yang paling menentukan. Manusia yang membuat
tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Money merupakan salah satu
unsur yang tidak dapat diabaikan, karena semua harus diperhitungkan secara rasional. Uang sebagai
sarana manajemen harus digunakan sedemikian rupa agar tujuan yang diinginkan tercapai, kegiatan
manajemen dipengaruhi oleh pengelolaan keuangan [16].
Method digunakan untuk melakukan kegiatan secara guna dan berhasil guna manusia
dihadapkan kepada berbagai alternatif metode cara menjalankan pekerjaan tersebut sehingga cara
yang dilakukannya dapat menjadi sarana atau alat manajemen untuk mencapai tujuan. Sedangkan
machine merujuk pada infrastruktur atau sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sebuah organisasi.
Sarana dan prasarana ini menjadi fondasi dasar bagi pelaksanaan program dan kegiatan organisasi.
Di puskesmas dan rumah sakit penerapan e-Health ini dapat pula dilihat dari sistem antrian
pasien yang sudah menggunakan mesin antrian. Dengan urutan; pasien datang lalu mengambil nomor
antrian dengan menekan tombol pada layar dan memilih poli yang akan dituju. Selanjutnya untuk
registrasi pasien, pasien akan menunjukkan kartu berobat dan oleh petugas bagian pendaftaran akan
menempelkan barcode yang tertera pada kartu berobat dan secara otomatis data pasien akan muncul di
layar komputer. Pasien kemudian menuju ke Poli yang dituju. Untuk pelayanan, pasien akan antri, dan
setelah diperiksa dokter/bidan akan menuliskan hasil pemeriksaan pada buku rekam medis pasien.
Selanjutnya petugas rekam medis (pengelola Simpus) akan menginput data rekam medis pasien yang
masuk pada hari tersebut. Penginputan data rekam medis pasien ini dilakukan setiap hari melalui
sistem komputerisasi. Selain secara manual melalui buku rekam medis, juga sudah melalui media
komputer. Penerapan e-Health lainnya adalah pada sistem rujukan online bagi penerima jaminan
kesehatan. Aplikasi untuk rujukan online ini telah terkoneksi dengan pemberi jaminan kesehatan
seperti BPJS, dan Rumah Sakit yang menjadi mitra Puskesmas. Sementara pasien yang tidak
mendapat jaminan kesehatan, sistem rujukan pasien masih dilakukan secara manual [17].
Analisis Kebijakan E-Health sebagai Strategi Pemerintah dalam Tantangan dan Peluang di Era
Inovasi Disruptive
Istilah Inovasi di sektor publik dimaknai berbeda-beda oleh beberapa pendapat ahli.Inovasi
dalam konsepnya tidak selalu yang berkaitan dengan produk, melainkan inovasi dapat pula berupa
ide, caracara atau objek yang dipersepsikan oleh orang sebagai sesuatu yang baru. Inovasi ini
dimaknai sebagai sesuatu yang benar-benar baru yang dialami oleh masyarakat. Inovasi merupakan
penciptaan dan implementasi dari adanya proses, produk, pelayanan dan metode yang baru dalam
penyampaian pelayanan publik yang hasilnya diharapkan dapat memperbaiki secara signifikan
terhadap outcomes yang lebih efektif, efisien dan berkualitas. Pada dasaranya inovasi dilakukan
dengan mendasarkan pada dua inti alasan yaitu, pertama untuk meningkatkan daya tanggap terhadap
kebutuhan lokal dan individu, kedua untuk memenuhi kebutuhan publik dan harapan masyarakat.
Mulgan dan Albury juga menjelaskan bahwa inovasi yang dilakukan di sektor swasta memiliki
perbedaan tujuan dengan inovasi di sektor public [18].
Inovasi yang dilakukan di sektor swasta bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan
profitabilitas yang dilakukan dengan cara melakukan inovasi untuk pengurangan biaya, perbaikan
pasar, dan meningkatkan produk serta pelayanan baru. Sementara inovasi di sektor publik memiliki
nilai yang berbeda dengan nilai di sektor swasta dimana nilai tersebut lebih kompleks dan sulit untuk
diukur. Adapun tujuan dilakukannya inovasi di sektor publik lebih berorientasi pada hasil yang akan
dicapai seperti berkurangnya kejahatan, kemiskinan, kekerasan, meningkatkan kualitas pelayanan dan
kepercayaan antara penyedia layanan dengan pengguna layanan [19].
Dalam penyelenggaraan Negara, inovasi harus terus didorong agar permasalahan dalam
pelayanan publik dapat diatasi, maka dari itu konsep sustaining innovation yang lebih dulu
diperkenalkan dalam dunia bisnis juga harus diterapkan ke dalam penyelenggaraan Negara. Pemimpin
merupakan bagian penting yang sangat berpengaruh dengan keberlangsungan sustaining innovation
karena dituntut untuk berpikir kreatif. Dalam era globalisasi saat ini semangat entrepreneurship harus
ada dalam konsep penyelenggaraan Negara, karena hubungan kolaborasi inovasi yang diciptakan oleh
sektor bisnis dan pemerintahan sudah tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan satu sama lain.
Dunia telah berubah dari segala sisi. Kecanggihan teknologi semakin mempermudah
kehidupan manusia. Sejak reformasi digulirkan, konsep good governance menjadi tujuan utama
pemerintah. Hampir seluruh kementerian tiba-tiba tampil sebagai pembina kewirausahaan. Teori New
Public Service sangat berperan dalam terbentuknya era disrupsi ini dimana dalam pelayanan yang
diusung tidak memandang sisi ekonomi maupun sosial. Cragun & Sweetman, mengidentifikasi lima
pemicu gelombang disrupsi yang telah terjadi sejak tahun 1980, antara lain [20]:
1. Teknologi (Khususnya IT)
2. Teori Manajemen (metode baru pengelolaan SDM, kepemimpinan, produksi dan bisnis)
3. Peristiwa ekonomi (peran negara, bank sentral, fluktuasi penawaran-permintaan)
4. Daya saing global
5. Geopolitik (ketegangan antar wilayah)
Dengan adanya digitalisasi membuat suatu hal menjadi efisien, efektif dan serba praktis.
Dalam pelayanan publik pun, masyarakat membutuhkan pelayanan yang tidak lagi berbelit-belit dan
mudah didapatkan. Untuk itu inovasi mutlak diperlukan oleh pemerintah untuk terus merespon
kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. E-Health sendiri merupakan salah satu
inovasi pelayanan publik yang dikembangkan setelah menyadari kebutuhankebutuhan masyarakat
tersebut. Menurut Clayton M.Christensen terdapat beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan
dalam menjalankan suatu inovasi di era disrupsi agar suatu inovasi tersebut dapat terus berjalan
dengan optimal, antara lain:
1. Teknologi Informasi Pemanfaatan teknologi informasi sangat vital keberadaanya. E-Health
merupakan inovasi yang berkembang setelah ditunjang pengolahan teknologi informasi yang
canggih. Dalam penerapannya, pengolahan teknologi informasi juga memerlukan fasilitas dan
sarana yang memadai agar suatu sistem dapat berjalan optimal.
2. Added Value dalam hal ini dimaknai dengan upaya-upaya serius yang dilakukan untuk menambah
nilai dari suatu inovasi agar dapat menghadirkan produk dan jasa yang menarik. Tujuan dari E-
Health ini pun tertuju pada upaya pemerintah dalam berupaya meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Dari konsep yang telah disusun, E-Health ini menghadirkan inovasi yang
mengedepankan efisiensi, baik itu efisiensi waktu, tenaga maupun biaya
3. Ekonomi Berbagi (sharing economy)
Konsep sharing economy ini berlandaskan pemberdayaan terhadap masyarakat. Sesuatu yang
memiliki high cost dengan adanya sharing economy dapat diubah menjadi low cost tetapi tidak
mengurangi manfaat dan keuntungan di dalamnya. Di era disrupsi saat ini konsep sharing economy
menjadi pilar penting dalam menghadapi era disrupsi. Karena selain mengandalkan teknologi,
sesuatu yang low cost menjadi hal yang sangat dibutuhkan masyarakat.
4. Teknologi Statistik Dengan adanya teknologi statistik, kebutuhan informasi data semakin
meningkat untuk keperluan analisis data, mengetahui kebutuhan pasar dan membuat terobosan
baru. Efisiensi kembali ditekankan dalam hal ini, dimana dalam pemanfaatan teknologi statistik
seperti adanya big data. Big data mampu membantu organisasi menciptakan peluang baru dan
membaca inovasi yang diperlukan untuk kemudian dapat digunakan menganalisis data industri.
Keuntungan dari adanya big data ini juga menghemat biaya, mempercepat proses, dapat
memahami kondisi pasar, dan mengontrol reputasi online.
Kesimpulan
Penerapan layanan e-health memberikan beberapa manfaat bagi pasien maupun petugas
layanan keehatan seperti memudahkan pasien dalam melakukan antrean tanpa harus datang ke lokasi,
memudahkan pasien untuk melakukan rujukan medis, memudahkan dalam hal pendataan pasien
dimana semuanya terekam ke dalam big data yang telah terintegrasi. E-Health telah berhasil untuk
merancang layanan kesehatan agar berjalan efektif. Dengan adanya e-health masyarakat semakin
termudahkan dalam mendapatkan pelayanan yang optimal. Hal ini tentu berpengaruh untuk
menumbuhkan kepercayaan masyarakat untuk mendukung pelayanan publik agar terus selalu
mengevaluasi kinerjanya untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang bersih, sehat, dan terpercaya.
Teknologi informasi yang dikembangkan sejauh ini belum optimal karena dalam penemuan di
lapangan, masih sering terjadi gangguan yang menyulitkan petugas, dan juga fasilitas yang diberikan
kepada puskesmaspuskesmas untuk mendukung layanan ini belum sepenuhnya merata, dimana dalam
penelitian ini menemukan perbedaan fasilitas yang didapatkan antara puskesmas simomulyo dengan
puskesmas dukuh kupang. Added Value Dari segi nilai tambah, E-Health belum berhasil menciptakan
layanan tambahan yang dapat memudahkan masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan hanya
saja untuk ukuran efektif, E-Health dirasa cukup efektif menghadirkan proses pendaftaran dan entry
pasien dengan cepat. Sharing Economy Dalam hal ini masih belum terdapat pemberdayaan yang
mengusung konsep sharing economy, walaupun arah dan tujuan dalam layanan ini mengarah ke hal
tersebut di waktu kedepan. Teknologi Statistik Pengolahan data pasien yang terstruktur dan rapih
telah dihasilkan dari pemanfaatan teknologi statistik. Sistem yang terintegrasi telah merekam riwayat
kesehatan dan data diri pasien, sehingga ketika melakukan pendaftaran telah otomatis akan
menampilkan data-data yang dibutuhkan untuk segera dilanjutkan dengan penanganan medis yang
diperlukan.
Saran
Diharapkan pemerintah pusat dan daerah bekerjasama dalam memperbaiki kekurangan e-health dan
mengembangkan e-health.
Daftar Pustaka
[1] Putra, Rizvanda Meyliano. 2018. Inovasi Pelayanan Publik di Era Disrupsi (Studi Tentang
Keberlanjutan Inovasi E-Health di Kota Surabaya). Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik
Volume 6, Nomor 2.
[2] Inpres No. 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan egovernment
[3] Amabile, T.M. 1993. Motivational Synergy: Toward New Conceptualizations of Intrinsic and
Extrinsic Motivation in the Workplace. Human Resource Management Review. 3. 185-201
[4] Indrajit, Richardus Eko. 2002. Electronic Government. Yogyakarta: Andi.
[5] Christensen, Baumann & Ruggles. 2015. Disruptive Innovation For Social Change. Boston:
Harvard Bussiness Review.
[6] Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: Erlangga.
[7] Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta: Media Presindo.
[8] Wahab, Solichin A. 2005. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi.
[9] Setijaningrum, Erna. 2009. Inovasi Pelayanan Publik. Surabaya: Medika Aksara Globalindo
[10] Mulgan and Albury D. 2003. Innovation in the Public Sector, Working Paper Version 1.9
October. UK: Strategy Unit Cabinet Office.
[11] Osborne P. Stephen & Brown, Kerry. 2005. Managing Change and Innovation In Public Service
Organization. New York: Routledge.
[12] Setijaningrum, Erna. 2017 Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik: Best Practice di Indonesia.
Surabaya: Airlangga University Press.
[13] KepMenKes Nomor 192/MENKES/SK/VI/2012
[14] Muluk, Khairul. 2008. Knowledge Management Kunci Sukses Inovasi Pemerintahan Daerah.
Jawa Timur: Banyumedia Publising.
[15] Inasari Widiyastut. 2008. Analisa Aplikasi E-Health Berbasis Website di Instansi Kesehatan
Pemerintah dan Swasta serta Potensi Implementasinya di Indonesia. Jurnal Penelitian Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Komunikasi. Volume 10 Nomor 2, Desember.
[16] Joaquin, Blaya.A., Fraser, H.S.F., Holt, B. (2010). EHealth technologies show promise in
developing countries. Health Affairs, 29 (2), 244-51.
[17] Wickramasinghe dan Goldberg. 2004. How M=ec2 In Healthcare. International Journal of
Management and Enterprise Development, Vol 4 (1), hal 52-65.
[18] Zericka, M. Dhenda. 2013. “Penerapan Electronic Service Dalam Pengembangan Informasi di
Kabupaten Kutai Kertanegara”. E-Journal Ilmu Komunikasi. Vol. 1 (1). Hal: 350-351
[19] Venkatesh, V., M.G. Morris, G.B. Davis and F.D. Davis. 2003. User Acceptance of Information
Technology:Toward a Unified
[20] Venkatesh, V. dan Davis, F.D. 2000. A Theoritical Extension of The Technology Acceptance
Model: Four Longitudinal Field Studies. Management Science. 46 (2). 186-204.

Anda mungkin juga menyukai