Anda di halaman 1dari 23

6

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Metode Snakes and Ladders Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris
a. Pengertian Metode
Menurut Soemanto dalam skripsi Yustina (2011:12) metode
adalah salah satu cara yang digunakan guru dalam mengadakan
komunikasi dengan peserta didik pada saat berlangsungnya
pembelajaran. Oleh karena itu, peranan meotde pembelajaran sebagai
alat untuk meciptakan proses pembelajaran. Dengan metode
pembelajaran diharapkan terciptalah interaksi edukatif. Dalam
interaktif ini guru harus dapat menumbuhkan kegiatan belajar peserta
didik, serta menggunakan motede pembelajaran yang bervariasi.
Sedangkan menurut Rubino Rubiyanto (2009:3) metode adalah cara
mendapatkan data secara ilmiah untuk mencapai tujuan tertentu.
Snelbecker (dalam Trianto, 2007:58) mengemukakan metode
pembelajaran adalah suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk
melaksanakan suatu proses pembelajaran dengan memahami
perbedaan karakteristik dan kemampuan peserta didik, sehingga
diharapkan guru dapat membantu kesulitan belajar peserta didik dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran, artinya guru harus memahami
bahwa antara peserta didik terdapat perbedaan-perbedaan
karakteristik. Hal ini karena siswa berasal dari kondisi ekonomi dan
kemapuan orang tua yang berbeda, sehingga dalam mengikuti proses
pembelajaran terdapat perbedaan pula.
Menurut Syah (2005:190) metode pembelajaran adalah cara
yang di dalam fungsinya merpakan alat untuk mencapai suatu tujuan.
Semakin baik metode pembelajaran maka semakin efektif pula
pencapaian tujuan. Untuk menetapkan lebih dahulu apakah suatu
metode pembelajaran disebut baik, diperlukan ketentuan yang
bersumber dari beberapa faktor. Adapun faktor utama yang
7

menentukan adalah tujuan yang akan dicapai. Metode pembelajaran di


dalam kelas selain faktor tujuan, faktor peserta didik, faktor situasi,
dan faktor guru ikut menentukan efektif tidaknya suatu metode
pembelajaran
Jadi metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan
alat untuk mencapai tujuan tertentu. Pemilihan metode yang sesuai
perlu dilakukan oleh guru untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar
tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.

2. Permainan Ular Tanngga


a. Pengertian
Said, A., & Budimanjaya, A (2015:240) ular tangga adalah
permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh dua orang
atau lebih. Pengertian tersebut dapat diketahui bahwa ular tangga
adalah suatu permainan yang sering dimainkan oleh anak-anak yang
terdiri dari dua orang atau lebih. Permainan ini menggunakan dadu
yang digunakan untuk mendapat nomer berapa pemain atau bidaknya
berjalan.
Abdillah, I., & Sudrajat, D (2014:45) dalam jurnalnya menyebut
Ular tangga adalah permainan papan yang dimainkan oleh dua orang
atau lebih. Papan permainan terbagi dalam kotak-kotak kecil dan
dibeberapa kotak digambar sejumlah “tangga” atau “ular” yang
menghubungkannya dengan kotak lain. Permainan ini diciptakan pada
tahun 1870. Papan pengumuman tidak ada yang standar dalam ular
tangga. Setiap orang dapat menciptakan papan mereka sendiri dengan
jumlah kotak, ular dan tangga yang berlainan.
Permainan ular tangga menurut Abdillah, I., & Sudrajat, D di atas
dapat diketahui bahwa permainan ular tangga sudah ada pada tahun
1870. Permainan ular tangga papan yang digunakan tidak ada yang
standar karena setiap orang memiliki konsep sendiri dalam membuat
papan permainan ular tangga tersebut. Permainan ini dilakukan oleh
dua orang atau lebih.
8

b. Strategi Snakes and Ladders


Strategi Snakes and Ladders merupakan jenis permainan atraktif
yang melibatkan peserta didik berperan aktif. Permainan Snakes and
Ladders dalam hal ini digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
Kuatnya pola interaksi aktivitas peserta didik saat memainkan Snakes
and Ladders dalam kegiatan pembelajaran menyebabkan permainan
ini sangat disenangi oleh peserta didik (Said, A.& Budimanjaya, A,
2015:240).
Snakes and Ladders merupakan suatu metode yang efektif pada
pembelajaran Bahasa Inggris, untuk memudahkan peserta didik dalam
melatih kemampuan berbicara. Permainan ini juga suatu metode untuk
melatih interaksi peserta didik supaya menjadi baik. Peserta didik
lebih menyenangi pembelajaran apabila guru mampu memilih metode
yang sesuai dalam menyampaikan materi ajar.

3. Prosedur Penerapan Metode Snakes and Ladders


Snakes and Ladders tidak mudah untuk digunakan dalam proses
belajar mengajar menggunakan permainan dan tidak sulit juga dalam
memainkan Snakes and Ladders ini. Said, A., & Budimanjaya, A
(2015:240) menyebutkan bahwa tidak sulit menggunakan permainan
Snakes and Ladders dalam pembelajaran. Langkah-langkah mengajar
menggunakan metode Snakes and Ladders yaitu:
1) Siapkan papan permainan Snakes and Ladders beserta dadu yang
mempunyai mata enam
2) Buat pertanyaan lalu tempelkan kertas yang berisi pertanyaan pada
setiap kotak papan permainan Snakes and Ladders.
3) Pertanyaan disesuaikan dengan materi ajar yang akan dipelajari.
Media pembelajaran yang ada di sekolah tidak hanya media
visual dan audio visual tetapi terdapat media permainan. Media
permainan salah satu yang dapat digunakan adalah permainan Snakes
and Ladders seperti yang telah diuraikan di atas tentang permainan
9

Snakes and Ladders dan media. Media pembelajaran Snakes and


Ladders mampu membuat pembelajaran yang menyenangkan bagi
peserta didik.

4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Role Playing


Menurut Miftahul Huda (2013 : 210), kelebihan dan kekurangan
metode Role Playing :
Ada pun beberapa keunggulan yang bisa diperoleh siswa dengan
menggunakan Role Playing ini. Diantaranya adalah :
1) Dapat memberikan kesan pembelajaran yang kuat dan tahan lama
dalam ingatan siswa.
2) Bisa menjadikan pengalaman belajar menyenangkan yang sulit
dilupakan.
3) Membuat suasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusiastis.
4) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa
serta menumbuhkan rasa kebersamaan.
5) Memungkinkan siswa untuk terjun langsung memeranan sesuatu
yang akan dibahas dalam proses belajar.
Ada pun beberapa kekurangan yang bisa diperoleh siswa dengan
menggunakan Role Piaying ini. Diantaranya adalah :
1) Banyak waktu yang dibutuhkan.
2) Kesulitan menugaskan peran tertentu kepada siswa jika tidak
dilatih dengan baik.
3) Ketidak mungkinan menerapkan RP jika suasana kelas tidak
kondusif.
4) Membutuhkan persiapan yang benar-benar matang yang akan
menghabiskan waktu dan tenaga.
5) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui Role Playing.

5. Unsur Snakes and Ladders


Permainan dalam bentuk snakes and ladders sebagai sebuah
model pembelajaran memiliki akar dalam dimesi pendidikan personal
dan sekaligus sosial. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk membantu
individu-individu menemukan makna personal dan sosialnya sekaligus
memecahkan permaslahan personal dengan bantuan kelompok sosial
tersebut. Dimensi sosial memungkinkan individu bekerjasama dalam
menganalisa situasi-situasi sosial. Pada tingkatan yang paling
10

sederhana, suatu masalah digambarkan, dimainkan dan didiskusikan.


Ada beberapa siswa yang menjadi pemain dan ada yang mengamati.
Kandungan emosional seperti kata-kata dan tindakan, menjadi bagian
dari analisis selanjutnya. Ketika permainan selesai, para pemain dapat
mengetahui apakah kemampuan berbicara dalam menjawab setiap
pertanyaan dapat disampaikan dengan lancar atau tidak.
Inti dari permainan snakes and ladders adalah ketertiban para
pemain yang memainkan permainan serta pemahaman terhadap setiap
pertanyaan yang akan dijawab. Permainan snakes and ladders
memberikan pengalaman langsung perilaku manusia, sehingga dapat
menjadi sarana bagi peserta didik untuk: (1) mengeksplorasi
kemampuan berbicara perserta didik; (2) mendapatkan pengetahuan
yang yang didapat melalui jawaban dari pertanyaan ketika bermain;
(3) mengembangkan kemampuan dan sikap siswa dalam pemecahan
masalah; dan (4) mengeksplorasi masalah-msalah pokok dengan cara
yang bervariasi.

6. Hekikat Kemampuan berbicara


a. Kemampuan Berbicara
Kemampuan bebicara merupakan salah satu kemampuan yang
perlu dikembangkan dalaam pelajaran Bahasa Inggris, di samping
kemampuan aspek mendengarkan, membaca, dan menulis.
Keberanian untuk berbicara, bertanya dan mengungkanpkan gagasan
sangat mendunkung dalam proses pembelajran khususnya Bahasa
Inggris.
Taraf kemampuan berbicara peserta didik ketika masuk
persekolahan sangat bervariasi mulai dari taraf baik atau lancar,
sedang, gagap, atau kurang. Ada peserta didik yang lancar menyatakan
gagasan atau pendapat sesuai dengan pertanyaan. Bahkan mungkin
dapat menyatakan gagasan atau pendapatnya mengenai suatu
pertanyaan dalam taraf sederhana. Beberapa peserta didik lainnya
11

masih malu-malu dan takut bediri di hadapan teman-temannya


sekelas. Bahkan tidak jarang ada siswa berkeringat dingin, berdiri
kaku, bingung untuk menjawab apabila ia dihadapkan dengan
pertanyaan.
Menurut Nuraeni (Eka Ratnawati, 2010: 11), kemampuan
berbicara merupakan faktor yang sangat mempengauhi kemahiran
seseorang dalam menyampaikakan informasi secara lisan.
Sehubungan dengan hal tersebut Isnaini Yuliantina Hafi (Eka
Ratnawati, 2010: 11) mengungkapkan bahwa kemampuan berbicara
sebagai kemapuan produktif lisan yang menuntut hal yang harus
dikuasai oleh peserta didik, meliputi penguasaan aspek kebahasaan
dan nonkebahasaan.
Djago Tarigan (Isah Cahyani dan Hodijah, 2007:60) menyatakan
bahwa berbicara adalah kemampuan menyampaikan pesan melalui
bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media
penyampaian sangat besar. Pesan yang diterima oleh pendengar tidak
dalam wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bunyi bahasa.
Pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk
bunyi bahasa dalam bentuk semula. Dalam berbiara, pembicara harus
paham tentang isi dari yang dibacarakan. Agar dapat menyampaikan
pesan kepada orang lain dengan bak dan benar.
Arsjad dan Mukti U.S (Isah Cahyani dan Hodijah,2007:60)
mengemukakan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan
mengucapkan kalimat-kamliat untuk mengkespresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Dapat dipahami
berbicara lebih dari sekedar menguapkan bunyi atau kalimat saja,
melainkan bahasa merupakan suatu alat untuk mengungkapkan
gagasan yang dikembangkan sesuai dengan kembutuhan pendengar.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa
kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk menyampaikan
informasi secara lisan yang menuntut keberanian serta kemahiran
12

dalam aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Serta suatu kemapuan


dalam hal mengucap bunyi-bunyi artikuasi atau mengucapkan kata-
kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran,
gagasan dan perasaan secara lisan agar apa yang diucapkan oleh
pembicara dapat dipahami oleh pendengar.
Salah satu yang harus dipersiapkan dan menjadi wawasan
peserta didik pada waktu pembelajaran berbicara ialah mengtahui ciri
pembicara yang baik. Dengan mengetahui ciri pembicara yang baik,
peserta didik akan berusaha untuk mencapai ciri-ciri itu secara
semaksimal mungkin.
Djago Tarigan (Novi Resmini, dkk. 2006:200-203)
mengidentifikasi sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk
dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan daalam berbicara. Ciri-
ciri tersebut yaitu :
1) Memilih topik yang tepat
Pembicara yang baik selalu dapat memilih materi atau topik
pembiacaraan yang menarik, aktual, dan bermanfaat bagi para
pendengarnya. Dalam memilih materi pembicaraan ia selalu
mempertimbangkan minat, kemampuan, dan kebutuhan
pendengarnya. Sebab ia tau benar apabila materi pembicaraan
berkenan di hati pendengar maka pehatian mareka pun secara
otomatis akan besar pula pada penyajian materi itu.
2) Menguasai materi
Pembicara yang baik selalu berusaha memahami materi
yang akan disampaikannya. Jauh sebelum pembicaraan
berlangsung yang bersangkutan sudah mempelajari, memahami,
menghayati, dan menguasai materi pembicaraan. Ia tidak segan-
segan menelaah berbagai sumber acuan, seperti buku, majalah, dan
artikel yang berkaitan dengan materi pembicaraan itu. Ia pun juga
tidak segan-segan menilik materi itu dari berbagai sudut pandang
sehingga jelas kaitannya dengan ilmu yang relevan, jelas pula
manfaat bagi pendengarnya.
13

3) Memahami latar belakang penengar


Sebelum berbicara, pembicara yang baik akan berusaha
mengumpulkan informasi tentang pendengarnya, misalnya tentang:
jumlahnya, jenis kelamin, pekerjaannya, tingkat pendidikannya,
minatnya, minat yang dianut, sert kebiasaannya.
4) Mengetahui situasi
Pembicara yang baik selalu berusaha memahami dan
mengetahui situasi yang menaungi pembicaraan. Karena itu ia
tidak segan-segan mengidentifikasi mengenai ruangan, waktu,
peralatan penunjang berbicara, dan suasana.
Indentifikasi ruangan, tempat, atau lokasi akan berlangsung
menyangkut luasnya meja atau podium, tempat duduk, sirkulasi
udara, akustiknya, dan sebagainya. Mengenai waktu apakah pagi
hari, siang, sore, malam atau pun jam berapa. Sarana penunjang
berkaitan dengan pengeras suara, penerangan, OHP, dan
sebagainya. Mengenai suasana yang perluh diketahui apakah
tenang, jauh dari keramaian, bising, atau gundah.
5) Merumuskan tujuan yang jelas
Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan
pembicaraannya dengan tegas, jelas, dan gamblang. Pembicara
tahu dan sadar apa tujuannya ia berbicara didepan umum? Dia juga
tahu dan sadar kemana ia hendak membawa para pendengarnya
apakah hanya sekedar untuk mengibur merek, memberi informasi,
mestimulasi, meyakinkan, atau untuk menggerakan pendengar.
Pembicara yang baik dapat merumuskan dengan pasti respon apa
yang diharapkan pada akhir pembicaraan. Kearah respons yang
diharapkan itulah pendengar didiringnya.

6) Kontak dengan pendengar


Pembicara yang baik selalu mempertahankan
pendengarnya. Ia berusaha memahami reaksi emosi, dan perasaan
mereka. Ia berusaha mengadakan kontak batin dengan
pendengarnya melalui pandangan mata, perhatian, anggukan, dan
senyuman. Pendengar yang merasa diperhatikan dan dihargai oleh
14

pembiacara akan bersikap positif terhadap pembicara dan


pembicaraannya. Ia akan lebih memperhatikan pembicara dan
pembicaraannya, ia juga menunjukkan sikap yang simpatik,
mendukung, dan memberi semangat pembicara.
7) Kemampuan linguistiknya tinggi
Pembicara yang baik dapat memilih dan menggunakakn
kata, ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan
jalan pikirannya. Ucapannya jelas, lafalnya baik, intonasinya tepat
dalam berbahasa. Ia juga memilih dan menggunakan kalimat yang
sederhana dan efektif dalam membicarakan materi pembicaranya.
Berbicara tidak berbelit-belit. Dengan kata lain, pembicara yang
baik harus memiliki kemampuan linguistik yang tinggi sehingga
yang bersangkutan dapat menyesuaikan penggunaan bahan dengan
kemampuan pendengarnya. Ia pun dapat menyajikan matei
pembicaranya dalam bentuk efektif, sederhana, dan mudah
dipahami.
8) Menguasai pendenagar
Pembicara yang baik harus pandai menarik perhatian
pendengar. Dengan gaya yang menarik, dia mengarahkan
pendengar kepada pembicaranya. Ia pun dapat menggerakkan
pendengar ke arah tujuan pembicarannya. Bila pendengar sudah
terpusat, terarah perhatiannya kepada pembicara dan
pembicaraannya maka pembicara berarti dapat menguasai,
mengontrol, dan empengaruhi pendengarnya. Dengan situasi
seperti itu, dapatlah dipastikan tujuan pembicara akan berhasil.
9) Memanfaatkan alat bantu
Pembicara yang baik selalu berusaha agar pendengarnya
dapat memahami pembicaraannya tanpa harus susah payah
berpikir. Untuk lebih memudahkan pendengar memahami
penjelasannya, dia memanfaatkan alat-alat bantu seperti sekama,
diagram, statistik, gambar-gambar, daan media-media audio visual
lainnya. Dia pun pandai mencarikan contoh ilustrasi yang mengena
dan sesuai dengan lingkungan pendengarnya secara aktual.
15

10) Penampilan meyakinkan


Pembicara yang baik selalu tampil meyakinkan dari segala
segi. Isi pembicaraan ia kuasai, cara penyampaian ia kuasai. Situasi
dan latar belakang pendengar ia pahami. Tingkah laku, gaya bicara,
cara berpakaian, dan sebagainya tdak tercela. Gaya bicaranya
menarik. Uraiannya meyiakinkan karena ia menguasai materi
pembicaraan. Bahsanya sederhana, mudah di cerna, tetapi efektif
dam mengkomunkasikannya materi pembicaraannya.
11) Mempunyai rencana
Pembicara yang baik selau berencana meyakinkan
kebenaaran isi ungkapan, sesuatu yang direncanakan hasilnya lebih
baik dari yang tidak direncanakan. Makna ungkapan tersebut dia
terapkan dalam mempersiapkan pembicarannya mulai dari :
memilih topik, memhami dan menguji topik, menganalisis
pendengar dan situasi, menyusun kerangka pembicaraan,
mengujicobakan, dan menyakinkan.
Keberhasilan suatu kegitan tentu memerlukan penilaian.
Pengajaran kemapuan berbicara merupakan salah satu kegiatan di
dalam pembelajaran bahasa Inggris yang memperlukan penilaian
tersendiri. Berikut ini terdapat beberapa hal mengenai kriteria
penilaian dalam pengajaran kemampuan berbicara. Suhendar (Isa
Cahyani dan Hodijah, 2007: 64), mengemukakan bahwa bila akan
menilai kemampuan berbiacara seseorang sekurang-kurangnya ada
enam hal yang harus diperhatikan. Keeneam hal tersebut adalah :
a) Lafal
b) Struktur bahasa
c) Kosa kata
d) Kafasihan
e) Isi pembicaraan
f) Pemahaman
Sapani (Isah Cahyani dan Hotijah, 2007: 64), menyatakan
mengenai penilaian kemampuan berbicara. Kemampuan berbicara
ini mencakup tiga aspek sebagai berikut:
16

a) Bahasa lisan yang digunakan, meliputi: lafal, intonasi, struktur


bahasa, gaya bahasa.
b) Isi pembicaraan, meliputi: hubungan isi topik, struktur isi,
kuantutas isi, serta kualitas isi.
c) Teknik dan penampilan, meliputi: gerak-gerik, mimik, hubungan
dengan pendengar, volume suara, dan jalannya pembicaraan.
Dari kedua pendapat diatas, pada prinsipnya mengacu pada
penilaian kemampuan berbicara yang secara garis besar mencakup
kedalam tiga aspek, yaitu: menyangkut bahasa yang dilisankan, isi
pembicaraan, teknik dan penampilan.
b. Tujuan Kemampuan Berbicara
Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu
mempunyai maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1983:15) tujuan
utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
menyampaikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya sang pembicara
memahami makna segala sesuatu yang ingin dikombinasikan, dia
harus mampu mengevaluasi efek komunikasi terhadap pendengarnya,
dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala
sesuatu situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
Menurut Djago, dkk (1997:37) tujuan pembicaraan biasanya dapat
dibedakan atas lima golongan yaitu (1) menghibur, (2)
menginformasikan, (3) menstimulasi, (4) meyakinkan, dan 5)
menggerakkan.
Tujuan kemampuan berbicara atau bercerita dalam komunikasi
juga diungkapkan oleh Supriyadi dalam Lisdiana Kurniasih (2002:36)
bahwa apabila seseorang memiliki kemampuan berbicara yang baik,
dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun profesional.
Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial
antarindividu. Sedangkan, keuntungan profesional diperoleh sewaktu
menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaa-pertanyaan,
menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan
mendeskripsikan. Kemampuan berbahasa lisan tersebut memudahkan
17

siswa berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasan kepada


orang lain.
Dari urauain diatas dapat disimpulkan tujuan kemampuan
berbicara yaitu dapat dibedakan menjadi lima golongan yaitu
menghibur, menginformasikan, menstimulasi, meyakinkan, dan
menggerakkan. Kemampuan berbicara memudahkan siswa
berkomunikasi dan menggungkapkan ide atau gagasan kepada orang
lain.
c. Indikator Kemampuan Berbicara
Menurut Rusdinar (2012: 32) kemampuan berbicara memiliki
beberapa indikator yakni sebagai berikut :
1) Intonasi adalah penempatan tekanan kata / suku kata sangat tepat
sehingga berbicara tidak terkesan datar dan membosankan
2) Pelafalan adalah mengucapkan kata maupun kalimat yang sangat
jelas yaitu benar – benar dapat dibedakan bunyi konsonan dan
vokal ( hampir tidak ada kesalahan )
3) Jeda adalah penempatan tanda baca sangat tepat sehingga
berbicaranya terkesan rapi dan tidak membosankan
4) Kelancaran adalah berbicara dengan sangat lancar, tidak terputus –
putus.
Dalam peneilitian ini menggunakan keempat indikator
kemampuan berbicara tersebut, karena keempat indikator tersebut
mencakup semaua aspek yang diteliti dalam penelitian kemampuan
berbicara siswa dengan menggunakan metode snakes and ladders.
d. Faktor-Faktor Kemampuan Berbicara
Mata pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar terdapat
beberapa kemampuan berbahasa yang harus dikuasai oleh peserta
didik. Kemampuan berbahasa tersebut adalah: kemampuan menyimak,
kemampuan berbicara, kemampuan membaca dan kemampuan
menulis. Kemampuan berbicara memiliki beberapa faktor yang harus
diperhatikan antara lain faktor kebahasaan dan non kebahasaan.
Menurut Maidar dan Mukti (1988:86), “Keefektifan berbicara
ditunjang oleh dua faktor yaitu faktor kebahasaan dan fakor non
kebahasaan,”
18

Faktor-fakor berdasarkan kedua faktor penunjang keefektifan


berbicara adalah :
1. Faktor kebahsaan, yang mencakup:
a) Pengucapan vokal
b) Pengucapan kosakata
c) Penempatan tekanan
d) Penempatan persendian
e) Penggunaan nada/irama
f) Pilihan kata
g) Pilihan ungkapan
h) Variasi kata
i) Tata bentukan
j) Struktur kalimat
k) Ragam kalimat
2. Faktor Non Kebahasaan
a) Keberanian dan semangat
b) Kelancaran
c) Kenyaringan suara
d) Pandangan mata
e) Gerak-gerik
f) Keterbukaan
g) Penalaran
h) Penguasaan topik
Maidar dan Mukti (1988:87) menyatakan bahwa kemampuan
berbicara terdiri dari dua faktor yaitu faktor kebahasaan dan faktor
non kebahasaan. Faktor kebahasaan antara lain adalah: pengucapan
vokal, konsonan, penggunaan nada, struktur kalimat dan sebagainya.
Sedangkan faktor non kebasaan antara lain adalah: keberanian,
kelancaran, kenyaringan suara, gerak-gerik, penguasaan topik dan
sebagainya.
Jadi, faktor dalam kemampuan berbicara terdiri dari dua faktor
yaitu: faktor kebahsaan dan non kebahsaan. Faktor kebahasaan antara
lain adalah: pengucapan vokal, tekanan, intonasi, nada dan irama,
pilihan kata dan sebagainya. Sedangkan untuk faktor non kebahasaan
yang harus dikuasai adalah: keberanian, gerak-gerik, padangan mata,
kenyaringan suara dan lain-lain.
e. Cara mengingkatkan kemampuan berbicara
Menurut Dwi Prihatiningsih (2012: 32) salah satu bentuk
kemampuan berbicara adalah percakapan. Dalam pembelajaran
19

percakapan ini sebenarnya dapat menggunakan teknik percakapan


terbimbing dan bebas. Percakapan terbimbing disini bukan berarti
peserta didik diarahkan untuk menghafal teks, melainkan dibimbing
dengan sebuah kerangka petunjuk dan kerangka pola bahasa. Melalui
teknik ini peserta didik dapat menciptakan bahasanya sendiri.
Para peserta didik mempelajari kemampuan berbicara melalui
bermain Snakes and Ladders dan pertanyaan yang nantinya akan
dijawab oleh peserta didik. Para peserta didik mempelajari cara
memulai permainan, berbicara melalui pertanyaan yang diperoleh
ketika mendapat giliran, menjawab pertanyaan yang sesuai dengan
bahasa sendiri, dan berimprofisasi agar jawaban dapat dikembangkan.
Mereka juga belajar tentang kemampuan berbicara dalam
mengembangkan pengetahuan.
Di dalam kegiatan dramatik memiliki kepercayaan diri sebagai
suatu teknik untuk pembelajaran bahasa Inggris karena melibatkan
peserta didik dalam kegiatan berfikir logis dan kreatif, memberikan
pengalaman belajar secara aktif dan memadukan empat kemampuan
berbicara khususnya bagi peserta didik diminta menjawab sendiri
pertanyaan yang telah didapat selama permainan.
Munurt Ellis dalam Dwi Prihatiningsih (2012:34)
mengemukakan ada tiga cara untuk mengembangkan secara vertikal
dalam meningkatkan kemampuan berbicara: (1) menirukan
pembicaraan orang lain, (2) mengembangkan bentuk-bentuk ujaran
yang telah dikuasai, (3) mendekatkan atau menjejerkan dua bentuk
ujaran, yaitu bentuk ujuaran sendiri yang belum benar dan ujaran
orang dewasa (terutama guru) yang sudah benar.
Dari urauan diatas dapat disimpulakan untuk memcapai
kemampuan berbicara yaitu berpartisipasi dalam percakapan peserta
didik dapat menciptakan bahasanya sendiri dalam meningkatkan
kemampuan berbicara menjawab setiap pertanyaan, mengembangkan
bentuk-bentuk ujaran yang telah dikuasai, dan mendekatkan atau
menjejerkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujuaran sendiri yang
20

belum benar dan ujaran orang dewasa (terutama guru) yang sudah
benar.

7. Pembelajaran Bahasa Inggris


a. Pengertian pembelajaran Bahasa Inggris
Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang sangat luas
penggunaannya. Brumfit (2001: 35), “English is an international
language that it is the most widespread medium of international
communication.” Maka pembelajaran di tingkat SMK dibutuhkan
suatu kejelian dan kesungguhan menguasai pembelajaran Bahasa
Inggris.
Bahasa merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
kehidupan untuk manusia. Puji Santoso, dkk. (2007: 1.11) bahasa
merupakan seperangakat ajaran yang bermakna, bahasa alat
komunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi
bermakna yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Dalam pembelajaran bahasa Inggris khususnya aspek berbicara
tidak lepas dari suatu metode yang digunakan oleh guru dalam
menyampaikan materi ajar kepada para peserta didik, metode
pembelajaran berbicara berkaitan erat dengan tujuan pembelajaran
berbicara. Metode pembelajaran berbicara yang baik harus memahami
berbagai kriteria. Kriteria tersebut menyangkut tujuan, bahan,
keterampilan proses, dan pengalaman belajar. Metode tersebut antara
lain: ulang-ucap, lihat-ucap, tanya jawab, dan berbagai metode yang
lain.
(http://teknologipendidikan.wordpress.com/prinsp.pengembangan.met
ode pendidikan.sebuahpengantar)
”Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah
kurikulum Operasinal yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-
masing satuan pendidikan” (KTSP, 2007: 1). Menurut Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 (zulela, 2001:
3.1) menjelaskan “kurikulum merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang
21

digunakan sebagai pedoman penyelenggaran kegiatan belajar


mengajar”.
Komponen kemampuan berbahasa adalah kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk berkomunikasi dengan Bahasa Inggris
dengan memanfaatkan empat aspek berbahasa yaitu mendengar,
berbicara, membaca dan menulis dengan materi nonsatra.
Kemampuan komponen bersastra adalah kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk kegiatan apresiasi dan ekspresi dengan materi
sastra yang meliputi kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis karya sastra.
b. Tujuan Mata Pelajaran Bahasa Inggris
Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Menengah Kejuruan
memiliki tujuan untuk mencapai kompetensi yang harus dikuasai oleh
peserta didik. Tujuan mata pelajaran Bahasa Inggris berdasarkan
Kemendikbud (2001: 8) sebagai berikut:
1) Komunikasi dalam bahasa Inggris
Melalui penggunaan bahasa Inggris untuk berbagai tujuan dan
konteks budaya, peserta didik mengembangkan ketrampilan
komunikasi yang membiasakan mereka untuk menafsirkan dan
mengungkapkan pikiran, perasaaan, dan pengalaman melalui
berbagai teks Bahasa Inggris lisan dan tertulis, untuk mrmperluas
hubungan antar pribadi mereka sampai ke tingkat internasional dan
untuk memperoleh akses terhadap dunia pengetahuan, gagasan, dan
lisan nilai dalam Bahasa Inggris.
2) Pemahaman Bahasa Inggris sebagai sistem
Peserta didik melakukan refleksi atau perenungan tentang bahasa
Inggris yang digunakan dan kegunaan bahasa Inggris, dan
menumbuhkan kesadaran tentang hakikat bahasa Inggris, dan
hakikat bahasa ibu mereka melalui perbandingan. Mereka semakin
memahami sistem kerja bahasa, dan akhirnya mengenali daya
bahasa bagi manusia sebagai individu dan masyarakat.
3) Pemahaman budaya
22

Peserta didik mengembangkan pemahaman tentang keterkaitan


antara bahasa dan budaya, dan memperluas kapabilitas mereka
untuk melintas budaya melibatkan diri di dalam keragaman
4) Pengetahuan umum
Peserta didik memperluas pengetahuan tentang bahasa dan
berhubungan dengan berbagai gagasan yang terkait dengan
minatnya, persoalan-persoalan dunia dan konsep-konsep yang
berasal dari serangkaian wilayah pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas tujuan pembelajaran Bahasa Inggris
di Sekolah Menengah Kejuruan adalah untuk meningkatkan
kemampun peserta didik berkomunikasi secara lisan dan tertulis, dapat
meningkatkan kemampuan intelektual yang dimilikinya.
c. Materi Bahasa Inggris kelas XI
Speaking artinya berbicara, menyatakan bahwa komunikatif atau
pertukaran antara orang-orang, pengetahuan informasi, ide, pendapat,
perasaan sehingga harus menjadi sebuah gagasan konsep dan
mengikuti dari apa yang mereka katakan atau bisa juga disebut
sebagai suatu tindak komunikasi berbicara umumnya tampil di fase
interaksi dan kesepakatan sebagai bagian dari dialog atau lebih
tepatnya pertukaran verbal. Oleh karena itu, ada bebrapa cara yang
perlu diperhatikan sebelum memerakan drama, antara lain:
1) Bacalah teks drama tersebut dengan saksama.
2) Bayangkanlah tokoh teks drama tersebut.
3) Berusahalah untuk bisa menjiwai karakter tokoh.
4) Hafalkan teks drama tersebut.
5) Perankan drama tersebut dengan penuh penghayatan dan ekspresi
sesuai dengan karakter tokoh.
6) Gunakan kalimat-kalimat dalam kurung untuk membantukmu
dalam berakting.
Berlatih peran diawali dengan membaca dan memahami isi
dialog drama. Selanjutnya, bersama-sama dengan tokoh yang lain,
cobalah membaca dialog itu. Jangan lupa tunjukkan ekspresi yang
sesuai. Jika marah, harus disertai ekspresi marah. Jika sedih, harus
disertai ekspresi sedih, dan seterusnya. Selain itu ucapkan kata-kata
23

yang jelas. Tidak perluh tergesa-gesa, tetapi juga tidak terlalu lambat.
Ucapkan, seperti percakapan sehari hari.
Sebagai perlatihan, coba baca dan perankan dialog dibawah ini!
Hakikat Berdoa yang Benar
Para Pelaku: 1. Jupri, 2. Gorning, 3. Saleh.

Jupri : (Berjalan menuju ladang sambil berkeluh kesah. Dia


memandang benda apa saja yang ada di depannya)
“ Tuhan, tidak sayang kepadaku. Aku sudah berdoa
setiap hari, tetapi hidupku masih saja begini.
Katanya Tuhan sayang kepada siapa saja, tidak
pandang bulu. Mana buktinya?”
Goring : (Berjalan santai sambil bersiul-siul, tampak
senang hatinya) “Hai, teman!Kenapa kau kelihatan
murung?”
Jupri : “ Tuhan sudah tidak sayang lagi denganku.” (Putus
Asa)
Goring : “ Hai, hai, hai! Jangan kau salahkan Tuhan. Tuhan
Maha Pengasih lagi Maha penyayang kepada semua
orang. Sebenarnya ada apa?”
Jupri : (Berdiri) “ Setiap pagi,siang, sore, dan malam aku
pada berdoa. Memohon kepada Tuhan agar diberi
kekayaan, rezeki yang melimpah. Tapi, Tuhan tak
24

memberinya. Sementara Arman dan armin, orang


ang tak pernah berdoa, hartanya melimpah.”
Saleh : (Tiba-tiba saleh datang sambil tersenyum). “ Hai,
sahabat!”
Jupri dan Goring : (Bersamaan) “ Hai, Saleh! Kebetulan ni!”
Saleh : “ Memangnya ada apa?”
Jupri : “ begini, aku setiap pagi, siang dan malamberdoa
kepada Tuhanagar diberi rezeki yang melimpah.
Tapi, Tuhan tak memerinya. Sementara Arman dan
armin, orang ang tak pernah berdoa, hartanya
melimpah.”
Saleh : “ O. . .itu masalah kalian? Ingat sahabat, Tuhan
menciptakan alam ini penuh dengan lambang.”
Jupri dan Goring : (Bersamaan) “ Apa maksudnya?”
Saleh : “ Perhatikan matahari. Dia terbit di sebalah timur
dan tenggelam di sebelah barat sore hari. Dia selalu
sabar dan disiplin melakukan tugasnya. Tak pernah
terlambat, terlalu awal, apalagi berhenti.”
Jupri : “ Apa arti itu semua?”
Saleh : “ Artinya, Tuhan meengajari kita agar disiplin.
Matahari adalah lambang kedisiplinan. Jika ingin
berhasil, kalian harus disiplin. Kalian juga harus
sabar.”
Jupri dan Goring : (Bersamaan) “ Terima kasih, Saleh.”
Saleh : “ Tahukah kalian bahwa hanya berdoa di mulut
sedangkan Arman dan Armin berdoa dengan
tindakan?”
Goring : “maksudnya?”
Saleh : “ Kalian hanya berdoa, tetapi malas. Tidak
menunjukkan kesungguhan. Kalian hanya suka
mengeluh dan tidak mau bekerja keras. Tuhan tidak
suka dengan orang yang malas.”
Jupri : “ Apa buktinya?”
Saleh : “ Kamu ingin kaya, teapi kamu malas dan boros.
Kamu suka jajan makanan yang mahal-mahal
padahal uangmu pas-pasan. Coba lihat Arman dan
25

Armin. Dia hidup hemat dan suka bekerja keras.


Sebagian uangnya ditabung, paham?”
Jupri : (Tertunduk malu) “ Paham, terima kasih, Saleh.”
Saleh : “ Ingat, keinginan itu hanya akan terwujud dengan
kerja keras dan disiplin disertai doa. Nah, sekarang
selagi masih pagi, mulailah dengan bekerja keras.”
Jupri dan Goring : (Bersama) “ Baik, baik, baik terima kasih, Saleh!”
(Menyalami Saleh dan pergi)

B. Kajian Penelitian Yang Relevan


Dalam suatu penelitian diperlukan suatu titik tolak dan acuan yang
digunakan, sehingga akan diperoleh suatu relevansi dalam penelitiannya.
Hasil penelitian yang relevan antara lain:
1. Penelitian yang telah dilakukan oleh Nachiappan, S., dkk (2014: 228)
merupakan suatu penelitian yang berjudul Snake and Ladder Games in
Cognition Develompment on Students with Learning Difficulties.
Penelitian ini menyebutkan bahwa:
“For students with learning difficulties, the use of snake and
ladder game is effective for students to master on calculating skill. Snake
and ladder game allows students can be exposed to the operations of
addition and subtraction indirectly and it is also a suitable activity for
leisure time. This is to promote social skills and interaction among the
players. Good interaction among the players is very important for the
game to go on smoothly and also to make sure that everyone is having
fun with it.” Yang artinya “siswa yang kesulitan belajar, penggunaan
permainan ular tangga efektif digunakan bagi siswa untuk penguasaan
berhitung. Permainan ular tangga memungkinkan untuk memahami
konsep Matematika dengan mudah. Selain itu, siswa dapat memahami
operasi penjumlahan dan pengurangan secara tidak langsung dan
permainan ini merupakan kegiatan yang cocok untuk waktu luang. Hal
ini untuk mempromosikan ketrampilan sosial dan interaksi antara para
pemain, interaksi yang baik antara pemain yang sangat penting untuk
permainan yang lancar dan juga memastikan bahwa semua orang
bersenang-senang dengan itu.”
Hasil penelitian di atas menjelaskan bahwa permainan Snakes and
Ladders merupakan suatu metode permainan yang efektif digunakan
dalam proses pembelajaran. Pembelajaran menggunakan metode
permainan Snakes and Ladders dapat membantu peserta didik dalam
26

memahami materi ajar dan membantu berinteraksi dengan guru dan


peserta didik lainnya.
2. Penelitian Novita, A. P (2014: 5) dalam jurnalnya menyebutkan:
“It shows that snakes and ladders game is effective media. From
this finding and based on the hypothesis which said that there is no
significant difference is speaking score between the students who are
taught without snakes and laddes game and the students who are taught
using snakes and ladders game is rejected meanwhile the alternative
hypothesis which said there is significant difference in speaking score
between the students who are taught using snakes and ladders game and
students who are taught without using snakes and ladders game
accepted.” Yang artinya “ Penelitian ini menunjukkan bahwa permainan
Snakes and Ladders merupakan media yang efektif. Penelitian ini
berdasarkan hipotesis yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam skor antara siswa yang diajar tanpa permainan Snakes
and Ladders dan siswa yang diajar menggunakan permainan Snakes and
Ladders ditolak sedangkan hipotesis alternatif yang mengatakan ada
perbedaan yang signifikan dalam berbicara antara siswa.

Hasil penelitian menurut Novita, A.P (2014: 5) menjelaskan bahwa


permainan Snakes and Ladders merupakan permainan yang efektif dalam
pembelajaran. Prestasi belajar peserta didik yang pembelajarannya
menggunakan metode Snakes and Ladders dan tidak menggunakan
metode Snakes and Ladders ada perbedaan.
Kedua penelitian di atas telah diketahui bahwa metode Snakes and
Ladders merupakan suatu metode yang efektif dalam pembelajaran.
Penelitian Nachiappan, S., dkk hasilnya adalah permainan Snakes and
Ladders dapat membantu peserta didik bersenang-senang dalam
pembelajaran. Sedangkan Novita, A.P dalam penelitiaannya
menyebutkan bahwa metode permainan Snakes and Ladders dalam
pembelajaran dapat meningkatkan skor peserta didik dalam belajar.

Tabel 2. Penelitian yang Relevan

No Nama Tahun Kemampu- Snakes Dongeng PBL


an berbicara
and
27

Ladders
1 Nachiappan 2014    
, S., dkk
2 Novita, A.P 2014  

C. Kerangka Berfikir
Dalam pelaksanaan pembelajaran hendaknya memilih dan
menggunakan metode yang melibatkan secara aktif dan dapat mengasah
keterampilannya dalam berpikir, serta meningkatkan kemampuan berbicara
peserta didik. Salah satu motode yang dapat melibatkan siswa untuk aktif
dalam pembelajaran dan meningkatkan kemampuan berbicara, peserta didik
mampu mengutarakan gagasan atau pendapatnya sesuai petanyaan dan
mampu mengembangkan gagasan atau pertanyan dalam rangka
meningkatkan kemampuan berbicara yaitu dengan menggunakan metode
snakes and ladders. Kegiatan pembelajaran ini pada akhirnya bermuara
pada peningkatan kemampuan berbicara siswa.

Pembelajaran yang dilaksanakan


Kondisi Kemampua
guru masih bersifat konvensional
awal berbicara siswa
yang hanya menggunakan
rendah
metode ceramah dan penugasan

Menggunakan metode Siklus 1


Diadakan
tindakan snakes and ladders
dalam pembelajaran
berbicara. Siklus II

Kondisi Kemampuan berbicara siswa


Akhir meningkat.

Gambar 2.1 Alur kerangka berfikir Penelitian Tindakan Kelas

D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih
bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan
landasan teori dan kerangka berfikir, maka dapat dirumuskan hipotensis
28

penelitian kelas sebagai berikut: Pembelajaran melalui snakes and ladders


dapat meningkatkan kemampuan berbicara dalam pembelajaran Bahasa
Inggris siswa kelas XI Keperawatan 1 SMK Kesehatan Mandala Bhakti
Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai