Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah Askep Gadar Endoktrin Digestiv dengan judul ‘Konsep Dasar Penyakit
Kegawatdaruratan Typoid Abdominalis” ini selesai pada waktunya.

Dalam menyusun makalah ini, kami menyadari bahwa selesainya makalah


ini tidak lepas dari beberapa pihak. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak khususnya kepada dosen pembimbing.

Selain itu, kami juga menyadari bahwa tiada gading yang tak retak.
Begitupun dengan kami sebagai manusia tentunya dalam menyusun makalah ini
kami tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharap datangnya
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca, dengan harapan agar
suatu saat nanti kami dapat menyusun makalah dengan lebih baik lagi.

Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat bermanfaat dan menambah


pengetahuan bagi para pembaca semuanya. Aamiin.

Samarinda, 30 Juli 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1


B. Bahan Kajian .................................................................................................... 2
C. Tujuan Kepenulisan ......................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 4

A. Pengertian ......................................................................................................... 4
B. Etiologi .............................................................................................................. 4
C. Manifestasi Klinik ............................................................................................. 5
D. Patofisiologis .................................................................................................... 6
E. Komplikasi ........................................................................................................ 7
F. Pemeriksaan Laboratorium ............................................................................... 9
G. Penatalaksanaan Medis ................................................................................... 10
H. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat .............................................................. 13

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 23

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 23
B. Saran ............................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Typhoid Abdominalis atau sering disebut Thypus Abdominalis
merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi
menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella
typhosa (Muttaqin & Kumala, 2011). Perlu penanganan yang tepat dan
komprehensif terhadap pasien typhoid, tidak hanya dengan pemberian
antibiotika, namun perlu juga asuhan keperawatan yang baik dan benar serta
pengaturan diet yang tepat agar dapat mempercepat proses penyembuhan
pasien dengan demam typhoid (Soedarto, 2007). Namun masih banyak pasien
yang tidak patuh dalam menjalankan diet typhoid disebabkan karena
rendahnya pengetahuan pasien tentang diet penyakit typhoid yang bisa
berdampak pada sajian menu makanan tidak berdasarkan pada aturan diet
yang telah ditetapkan untuk penderita typhoid.
Penyakit typhoid diawali dengan masuknya kuman salmonella typhosa
kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, di organ Retikulo
Endothelial System (RES) ini sebagian kuman akan di fagosit dan sebagian
yang tidak di fagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah.
sehingga menyebar ke organ lain, kuman yang masuk kedalam usus halus dan
menyebabkan peradangan sehingga menimbulkan nyeri, mual dan muntah
serta adanya anorexia masalah tersebut akan menyebabkan intake pasien tidak
adekuat dan kebutuhan nutrisi yang kurang dari tubuh yang biasa
menyebabkan diare sehingga diperlukan tirah baring (bedrest) untuk
mencegah kondisi pasien akan menjadi tambah buruk (Muttaqin & Kumala,
2011).
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2010,
memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam typhoid di seluruh
dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Insidens rate

1
demam typhoid di Asia Selatan dan Tenggara termasuk China pada tahun
2010 rata-rata 1.000 per 100.000 penduduk per tahun (Nainggolan, R, 2011).
Berdasarkan laporan Dirjen Pelayanan Medis Depkes RI (2008). Demam
typhoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat
inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi
3,15%, (Depkes RI, 2009).

B. Bahan Kajian
1. Pengertian Typoid Abdominalis
2. Etiologi Typoid Abdominalis
3. Manifestasi Klinik Typoid Abdominalis
4. Patofisiologis Typoid Abdominalis
5. Komplikasi Typoid Abdominalis
6. Pemeriksaan Laboratorium Typoid Abdominalis
7. Penatalaksanaan Medis Typoid Abdominalis
8. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Typoid Abdominalis

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang konsep
dasar penyakit Typoid Abdominalis dan memahami tentang asuhan
keperawatan gawat darurat yang komprehensif pada pasien dengan
penyakit Typoid Abdominalis.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Pengertian Typoid Abdominalis
2. Untuk mengetahui Etiologi Typoid Abdominalis
3. Untuk mengetahui Klasifikasi Typoid Abdominalis
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinik Typoid Abdominalis
5. Untuk mengetahui Patofisiologis Typoid Abdominalis
6. Untuk mengetahui Komplikasi Typoid Abdominalis
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Laboratorium Typoid Abdominalis

2
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Medis Typoid Abdominalis
9. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan gawat darurat Typoid
Abdominalis

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Dapat mengetahui tentang konsep dasar penyakit Typoid Abdominalis
yang meliputi penyebab, patofisiologi, komplikasi, tanda gejala,
pemeriksaan penunjang dan laboratorium, serta mengetahui tentang
penatalaksanaan utama terhadap kasus Typoid Abdominalis.
2. Manfaat Praktik
Dapat digunakan sebagai acuan ilmu dalam memberikan asuhan atau
tindakan keperawatan gawat darurat dengan kasus Typoid Abdominalis
yang memerlukan tindakan segera dan tepat saat melakukan Dinas kuliah
atau saat bekerja nanti di IGD.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Typhoid Abdominalis (demam typhoid, enteric fever) adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan
gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005). Typhoid Abdominalis merupakan
penyakit infeksi akut usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai dengan gangguan pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran,
disebabkan oleh Salmonella typhosa dan hanya didapatkan pada manusia
(Rampengan, 2007)
Typhoid Abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang
disebabkan oleh kuman Salmonella typhosa (nugroho, 2011). Typhoid
Abdominalis adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan
oleh Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B, dan C (widoyono,
2008). Menurut (widoyono, 2008) Sumber penularan penyakit ini adalah
melalui air dan makanan. Kuman Salmonella dapat bertahan lama dalam
makanan. Penggunaan air minum secara masal yang tercemar bakteri sering
menyebabkan terjadinya (KLB) kejadian luar biasa . vektor berupa serangga
juga berperan dalam sumber penularan penyakit. Dari beberapa pengertian
diatas, dapat disimpulkan bahwa Typhoid Abdominalis adalah infeksi akut
yang menyerang pada saluran pencernaanyang disebabkan oleh kuman
Salmonella Typhi, yaitu sejenis bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan
gangguan pencernaan dan terkadang disertai dengan gangguan kesadaran pada
klien.

B. Etiologi
Typhoid Abdominalis disebabkan oleh kuman Salmonella typhosa, basil
gram negatif, tidak berkapsul yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora.
Terdapat 3 bioserotipe Salmonella typhosa, yaitu paratyphi A, paratyphi B,

4
dan paratyphi C Kuman ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk
pemeriksaan laboratorium, yaitu Antigen O ( somatik ) , Antigen H ( flagela )
, dan Antigen V1 ( kapsul ) (Ngastiyah, 2005).
Bakteri ini akan mati pada pemanasan 57ºC selama beberapa menit.
Menurut (Mansjoer, 2000) , Salmonella Typhi memasuki tubuh akibat
makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Manusia merupakan
satusatunya reservoir sejati S. Typhi, di alam dan orang-orang dengan typhoid
atau pembawa kuman kronis sebagai bertindak sebagai sumber infeksi utama.
Terdapat dua sumber penularan S.typhi , yaitu pasien dengan demam typhoid
dan yang paling sering, adalah karier.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis Typhoid Abdominalis tergantung dari virulensi dan
daya tahan tubuh. Masa inkubasi rata-rata sekitar 10 hari , pada penderita yang
khas dan tidak diobati dengan antimikroba maka penyakit ini berlangsung
selama 4 minggu (Mansjoer, 2000). Dengan tahapan sebagai berikut:
1. Minggu Pertama
Keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya,
yaitu demam yang remiten suhu tubuh menurun pada siang hari dan
kembali naik pada malam hari, nyeri kepala, pusing , nyeri otot,
anoreksia,nausea dan vomitus, obstipasi atau diare, dan bradikardi
(Dermawan & Rahayuningsih, 2010).
2. Minggu Kedua
Gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam kontinue, terus-menerus,
bradikardi relatif, lidah coated tongue (kotor di tengah, tepi dan ujung
merah tremor), delirium, hepatomegali, splenomegali, meteorismus,
gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
3. Minggu Ketiga
Pada minggu ketiga panas suhu tubuh klien mulai berangsur-angsur
normal. Peningkatan uji Widal pada minggu keduan dan ketiga
memastikan diagnose pasti typhoid, diare “pea soup”.

5
4. Minggu Keempat
Fase minggu keempat adalah masa penyembuhan, kembalinya keadaan
suhu tubuh menjadi normal dan menghilangnya gejala-gejala yang terjadi
selama masa inkubasi dari kuman.

D. Patofisiologis
Masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Penularan kuman ini dapat
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, feces , lalat yang
membawa kuman tersebut, dan muntahan dari penderita Typhoid. Sebagian
kuman dimusnahkan di lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak (Soegijanto, 2002). Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri
ileum distal dan kuman tersebut mengeluarkan endotoksin yang selanjutnya
kuman masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia pertama
yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa yang selanjutnya akan dilakukan fagositosis.
Pada proses fagosit ini, kuman yang dapat difagosit akan mati,
sedangkan yang tidak difagosit akan tetap hidup dan menyebabkan
bakteriemia kedua. Kuman yang masuk ke aliran darah akan menyebabkan
roseola pada kulit dan lidah hiperemia. Selanjutnya kuman masuk ke dalam
usus halus dan menyebabkan peradangan sehingga menimbulkan nausea dan
vomitus serta adanya anorexia masalah tersebut akan menyebabkan intake
klien yang tidak adekuat dan kebutuhan nutrisi yang kurang dari tubuh yang
bisa menyebabkan diare sehinggas diperlukan bedrest untuk mencegah kondisi
klien akan menjadi bertambah buruk.
Selanjutnya kuman masuk ke dalam hepar yang selanjutnya
mengeluarkan endotoksin yang akan merusak hepar sehingga terjadi
hepatomegali dan juga mengakibatkan splenomegali yang disertai dengan
meningkatnya SGOT/SGPT. Selain itu, kuman dapat menyebar ke
hipotalamus yang menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam

6
remiten dan hipertermi sehingga klien akan mengalami malaise dan akhirnya
mengganggu aktivitasnya (Muttaqin, 2011).

E. Komplikasi
Pada Typhoid Abdominalis, demam yang lama akan menyebabkan
kelemahan yang hebat, penurunan berat badan, dan banyak kekurangan zat
gizi. Beberapa komplikasi yang terjadi pada typhoid :

1. Komplikasi intestinal
Yaitu komplikasi yang terjadi di dalam usus yang akan mengakibatkan
organ yang berkaitan mengalami suatu gangguan yang lain.
a. Pendarahan usus

7
Erosi pembuluh darah di plak peyer yang nekrotik di dalam
dinding usus dapat menyebabkan perdarahan pada traktus
intestinal. Darah samar di dalam feceslazim ditemukan pada 20%
penderita typhoid. Sedangkan darah dalam jumlah yang besar
dijumpai pada 10% penderita. Biasanya perdarahan hebat
merupakan komplikasi lanjut, yang sering terjadi selama minggu
kedua atau ketiga penyakit. Penurunan mendadak dalam tekanan
darah atau suhu tubuh dimungkinkan merupakan manifestasi
pertama perdarahan (Guerrant, 1991).
b. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis
hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritonium,
yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan
diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan
tegak. Nyeri di kuadran kanan bawah abdomen menjadi
manifestasi dini tersering.
c. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang
hebat, dan dinding abdomen yang menegang.
2. Komplikasi ekstraintestinal.
Yaitu komplikasi yang terjadi di luar usus dan mengakibatkan
gangguan yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhy yang sudah
menyebar ke organ yang ada di luar usus.
a. Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,sepsis),
miokarditis,trombosis, dan tromboflebitis.
b. Darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis.

8
e. Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.
g. Neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis
perifer, sindrom Guillain-Bare, psikosis, dan sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang
terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat
dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna
(Mansjoer, 2000).

F. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut Widodo (2006)
adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Biasanya pada klien dengan demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis, tetapi kenyataannya leukopenia jarang dijumpai. Pada
kebanyakan kasus Typhus Abdominalis, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa Typhus
Abdominalis.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya Typhus Abdominalis.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan Typhus Abdominalis, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
di vaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

9
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman). Makin tinggi titter O makin besar jumlah kuman
Salmonella Typhi di dalam tubuh.
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman). Makin tinggi titter H makin besar jumlah kuman
Salmonella Typhi di dalam tubuh.
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
sampai kuman)

G. Penatalaksanaan Medis

1. Istirahat dan perawatan profesional.


Perawatan ini bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
proses penyembuhan.
a. Pasien harus tirah baring ( bed rest ) sampai minimal 7 hari bebas
demam.
b. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan kondisi kekuatan
pasien.
c. Posisi klien perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan rasa
tidak nyaman.
d. Defekasi dan BAK perlu diperhatikan, karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi urin.
2. Diet.
a. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi
protein.
b. Makanan tidak boleh yang mengandung serat dan tidak
merangsang dan menimbulkan gas.

10
c. Bila kesadaran menurun, diberikan makanan cair, melalui sonde
lambung.
d. Pada penderita yang akut, dapat diberi bubur saring.
Banyak penderita tidak menyukai bubur saring, karena tidak sesuai
dengan selera mereka, sehingga mereka hanya makan sedikit dan
ini berakibat pada keadaan umum dan gizi penderita semakin
mundur dan masa penyembuhan menjadi lama. (Juwono, 1983)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan
padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa(pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada
penderita typhoid.
e. Diperbolehkan dengan makanan lunak jika kesadaran dan nafsu
makan baik serta bebas demam
3. Pemberian Obat-obatan
Untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman, antibiotik
yang dapat digunakan :
a. Klorampenikol
Klorampenikol adalah antibiotik yang dipilih dalam pengobatan
demam typhoid. Efeknya mengurangi lama rawat dari penyakit dan
menekan angka kejadian kematian. Klorampenikol paling efektif di
tahap awal infeksi. Sayangnya, kekambuhan sering terjadi setelah
pengobatan secara intensif dengan klorampenikol, karena obat ini
kurang efektif dalam mencegah infeksi yang bersifat karier. Dosis
yang dianjurkan 50-100 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari.
(Stewart, 1968).
b. Kotrimoksazol
Kelebihan Kotrimoksazol antara lain dapat digunakan untuk kasus
yang resisten terhadap klorampenikol, penyerapan di usus cukup
baik, dan kemungkinan timbulnya kekambuhan pengobatan lebih
kecil dibandingkan klorampenikol. Kelemahannya adalah dapat
terjadi skin rash (1-15%). Dosis yang dianjurkan 30-40

11
mg/kgBB/hari untuk Sulfametoksazol dan 6-8 mg/kgBB/hari untuk
Trimetpprin, diberikan dalam 2 kali pemberian, selama 10-14 hari.
c. Ampisilin / amoksisilin
Berlawanan dengan klorampenikol, Ampicillin terbukti
menunjukkan hasil yang baik pada pengobatan yang bersifat karier,
tetapi untuk memunculkan efek tersebut butuh pengobatan awal
dalam beberapa bulan. Dosis yang dianjurkan : Ampisilin 100-200
mg/kgBB/hari, untuk Amoksisilin 100mg/kgBB/hari. (Stewart,
1968)
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid hanya diberikan dengan indikasi yang tepat karena
dapat menyebabkan pendarahan usus dan relaps. Tetapi, pada
kasus berat penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan angka
kematian.

12
H. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
1. Pengkajian
a. Identitas : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, satatus pekawinan, tangga masuk rumah sakit,
nomor register dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama : Keluhan utama Typoid adalah panas atau demam
yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, anoreksia,
diare, serta penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang : Peningkatan suhu tubuh karena masuknya
kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu : Apakah sebelumnya pernah sakit demam
tifoid.
e. Riwayat psikososial dan spiritual : Biasanya klien cemas, bagaimana
koping mekanisme yang digunakan. Gangguan dalam beribadat
karena klien tirah baring total dan lemah.
f. Pola-pola fungsi kesehatan :
1) Pola nutrisi dan metabolism
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
2) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah
baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami
gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien
dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat

13
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan
ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pad klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat
di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
8) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena
harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak
mengalami gangguan.
9) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan
sakitnya.
10) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan
tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya
saat ini.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38
– 410 C, muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi, Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat
dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.

14
4) Sistem kardiovaskuler, Terjadi penurunan tekanan darah,
bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5) Sistem integument, Kulit kering, turgor kullit menurun, muka
tampak pucat, rambut agak kusam
6) Sistem gastrointestinal, Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut
kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi,
nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
7) Sistem musculoskeletal, Klien lemah, terasa lelah tapi tidak
didapatkan adanya kelainan.
8) Sistem abdomen, Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar
dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada
perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik
usus meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
Setelah data dikumpulkan selanjutnya dianalisa untuk menentukan
diagnosa keperawatan. Beberapa diagnosa keperawatan adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella
Typhi.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan out put yang berlebihan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total
5. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
6. Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen
endogen.
7. Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal.
8. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
9. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya
salmonella pada tinja dan urine.

15
10. Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa
intestinal.

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh
perawat untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan masalah keperawatan
yang telah teridentifikasi. Perencanaan keperawatan disusun meliputi
menetapkan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi
Salmonella Typhi
Tujuan : suhu tubuh normal
Kriteria : suhu tubuh antara 360c-370c, Nadi dan RR dalam batas
normal, klien mengatakan badan tidak panas lagi
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan pasien tentang hipertermia. Rasional :
Pemahaman tentang hipertermi membantu memudahkan tindakan.
b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penngkatan
suhu tubuh. Rasional : agar klien dan keluarga mengetahui sebab
dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang
timbul
c. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat.
Rasional : untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis
akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
d. Batasi pengunjung. Rasinal : Agar klien merasa tenang dan udara di
dalam ruangan tidak terasa panas.
e. Observasi TTV tiap 4 jam sekali. Rasional : Tanda- tanda vital
merupakn acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
f. Anjurkan pasien minum 2.5 liter/24 jam. Rasional : Peningkatan
suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
g. Berikan kompres hangat. Rasional : Untuk membantu menurunkan
suhu tubuh

16
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik dan
antipiretik.
Rasional : antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk
mengurangi panas.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi klien terpenuhi
Kriteria : Nafsu makan meningkat, Pasien dapat menghabiskan
makanan sesuai dengan porsi diberikan, BB dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji nutrisi pasien. Rasional : mengetahui langkah pemenuhan
nutrisi
b. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang manfaat makan/nutrisi.
Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi
sehingga motivasu makan meningkat
c. Timbang berat badan klien stiap 2 hari. Rasional : untuk
mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
d. Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat,
tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas dan
dihidangkan saat masih hangat. Rasional : untuk meningkatkan
asupan makanan karena mudah ditelan
e. Beri makan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. Rasional : untuk
menghindari mual dan muntah.
f. Lakukan oral hygiene dan anjurkan klien menggosok gigi setiap
hari. Rasional : dapat mengurangi kepahitan selera dan menambah
rasa nyaman dimulut.
g. Kolabarasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan pemberian
nutrisi parentral. Rasional : Antasida mengurangi rasa mual dan
muntah, Nutrisi parentral dibutuhkan terutama jika kebutuhan
nutrisi per oral sangat kurang.

17
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan out put yang berlebihan
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseeimbangan cairan
Kriteria : Turgor kulit baik, Wajah tidak tampak pucat
Intervensi :
a. Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada
pasien dan keluarga. Rasional : untuk mempermudah pemberian
cairan (minum) pada pasien.
b. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasinal : Untuk
mengetahui keseimbangan cairan.
c. Anjurkan pasien utuk minum 2.5 liter/24 jam. Rasional : Untuk
pemenuhan kebutuhan cairan
d. Observasi kelancaran tetesan infuse. Rasional : untuk pemenuhan
kebutuhan cairan dan mencegah adanya edema
e. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
Rasional : untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak
terpenuhi (secara parenteral)
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total
Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri tanpa bantuan
keluarga
Kriteria : Personal hygiene klien terpenuhi, klien tampak bersih
Intervensi
a. Kaji tingkat personal hygiene klien. Rasional : Mengetahui tindakan
personal hygiene yang akan dilakukan.
b. Bantu Klien dalam melakukan perawatan diri seperti: mandi, gosok
gigi, cuci rambut dan potong kuku. Rasional : Membantu untuk
memenuhi kebutuhan personall hygien klien.
c. Berikan motivasi pada klien untuk dapat beraktifitas secara
bertahap. Rasional : Terwujudnya perawatan diri secara bertahap
secara mandiri.

5. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
optimal

18
Kriteria : dapat melakukan gerakan yang bermanfaat bagi tubuh
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan dan minum).
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi
b. Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi
sebatas kemampuan (misalnya miring kanan, miring kiri). Rasional
: Agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi
pasien yang bedrest.
c. Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya. Rasional : Untuk
mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
d. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
Rasional : Untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah
adanya dekubitus.

6. Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen


endogen.
Tujuan : Suhu tubuh akan kembali normal
Kriteria : keamanan dan kenyaman pasien dipertahankan selama
pengalaman demam dengan kriteria suhu antara 366-373 0C, RR dan
Nadi dalam batas normal, pakaian dan tempat tidur pasien kering, tidak
ada reye syndrom, kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebih
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda infeksi. Rasional infeksi pada umumnya
menyebabkan peningkatan sushu tubuh.
b. Monitor tanda vital tiap 2 jam. Rasional : deteksi resiko
peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan
dengan patogen tertentu, menurun id hubungan dengan resolusi
infeksi.
c. Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya. Rasional :
memfasilitasi kehilangan panas lewat konvensi dan konduksi
d. Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien, kenakan
pakaian tipis pada pasien. Rasional : kehilangan panas tubuh
melalui konvensi dan evaporasi.

19
e. Monitor komplikasi neurologis akibat demam. Rasional : febril dan
enselopati bisa terjadi bia sushu tubuh yang meningkat.
f. Atur cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang
adekuat. Rasional : Aspirin beresiko terjadi perdarahan GI yang
menetap.

7. Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal


Tujuan : pasien akan kebali normal pola eliminasinya
Kriteria : makan tanpa muntah, mual, tidak distensi perut, feses lunak,
coklat dan berbentuk, tidak nyeri atau kram perut.
Intervensi :
a. Ukur output. Rasional : menggantikan cairan yang hilang agar
seimbang
b. Kompres hangat pada abdomen. Rasional : mengurangi kram perut
(hindari antispasmodik)
c. Kumpulan tinja untuk pemerikasaan kultur. Rasional : medeteksi
adanya kuman patogen.
d. Cuci dan bersihkan kulit di sekitar daerah anal yang terbuka.
Rasional : mencegah iritasi dan kerusakan kulit.

8. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya


salmonella pada tinja dan urine.
Tujuan : pasien akan bebas infeksi dan komplikasi dari infeksi
salmonella.
Kriteria : tanda vital dalam batas normal, kultur darah, urine dan feses
negatif, hitung jenis darah dalam bataas normal, tidak ada perdarahan.
Intervensi :
a. Kumpulkan darah, urine dan feses untuk pemeriksaan sesuai aturan.
Rasional : Pengumpulan yang salah bisa merusak kuman patogen
sehingga mempengaruhi diagnosis dan pengobatan
b. Atur pemberian agen antiinfeksi sesuai order. Rasional : Anti
infeksi harus segera diberikan untuk mencegah penyebaran ke
pekerja, pasien lain dan kontak pasien.

20
c. Pertahankan enteric precaution sampai 3 kali pemeriksaan feses
negatif terhadap S. Thypi. Rasional : Mencegah transmisi kuman
patogen.
d. Cegah pasien terpapar dengan pengunjung yang terinfeksi atau
petugas, batasi pengunjung. Rasional : Membatasi terpaparnya
pasien pada kuman patogen lainnya.
e. Terlibat dalam perawatan lanjutan pasien. Rasinal : Meyakinkan
bahwa pasien diperiksa dan diobati.
f. Ajarkan pasien mencuci tangan, kebersihan diri, kebutuhan
makanan dan minuman, mencuci tangan setelah BAB atau
memegang feses. Rasional : Mencegah infeksi berulang

9. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.


Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan
Kriteria : turgor kulit normal, membran mukosa lembab, urine output
normal, kadar darah sodium, kalium, magnesium dan kalsium dalam
batas normal.
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda dehidrasi. Rasional : intervensi lebih dini.
b. Berikan minuman per oral sesuai toleransi. Rasional :
mempertahankan intake yang adekuat.
c. Atur pemberian cairanper infus sesuai order. Rasonal : melakukan
rehidrasi
d. Ukur semua cairan output (muntah, diare, urine) ukur semua intake
cairan. Rasional : meyakinkan keseimbangan antara intake dan
output.

10. Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa


intestinal.
Tujuan : pasien bebas dari konstipasi.
Kriteria : feses lunak dan keluar dengan mudah, BAB tidak lebih 3 hari
Intervensi :
a. Observasi feses. Rasional : mendeteksi adanya darah dalam feses.

21
b. Monitor tanda-tanda perforasi dan perdarahan. Rasional : untuk
intervensi medis segera.
c. Cek dan cegah terjadinya distensi abdominal. Rasional : distensi
yang tidak membaik akan memperburuk perforasi pada intestinal.
d. Atur pemberian enema rendah atau glliserin sesuai order, jangan
beri laksatif. Rasional : untuk menghilangkan distensi.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyebab penyakit Tifus Abdominal adalah karena adanya infeksi tubuh
oleh bakteri Salmonella typhosa, Salmonella paratyphi A, Salmonella
paratyphi B
Gejala penyakit Tifus Abdominal adalah demam yang lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Cara Penularan penyakit Tifus Abdominal bisa melalui pola makan,
kebersihan diri, pengetahuan, dan hygiene sanitasi. Penatalaksanaan demam
Tifoid dapat dilakukan dengan istirahat dan perawatan, diet dan terapi
penunjang, pemberian Antimikroba.

B. Saran
Saran dari penulis yaitu diharapkan mahasiswa/I dapat mengaplikasikan
tentang proses asuhan keperawatan kepada pasien dengan penyakit Typoid
Abdominalis.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta


Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.

Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan


Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/38885/Chapter%20ll.pdf?s
equence=3&isAllowed=y

https://husnunnisaabbas.wordpress.com/2015/03/19/asuhan-keperawatanthypus-
abdominalis/

24

Anda mungkin juga menyukai