Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CIDERA

KEPALA (NANDA,, NOC, NIC)


Diposkan oleh Rizki Kurniadi

A. Pengertian
Cidera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 1998).
Cidera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio (gegar)
serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya
subdural, epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges, 2000:270).
Cidera kepala diklasifikasikan berdasarkan:
1. Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak
a. Cidera kepala terbuka
b. Cidera kepala tertutup
2. Cidera pada jaringan otak (secara anatomis)
a. Commusio serebri (gegar otak)
b. Edema serebri
c. Contusio serebri (memar otak)
d. Laserasi
1). Hematoma epidural
2). Hematoma subdural
3). Perdarahan sub arakhnoid
(Ergan, 1998:642)
3. Adanya penetrasi durameter (secara mekanisme)
a. Cidera tumpul
1). Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
2). Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
b. Cidera tembus
c. Luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya
4. Tingkat keparahan cidera (berdasarkan GCS)
a. Cidera Kepala Ringan (CKR) GCS 13-15
b. Cidera Kepala Sedang (CKS) GCS 9-12
c. Cidera Kepala Berat (CKB) GCS 3-8

GCS (Glasgow Coma Scale)


Membuka mata (E)
 Spontan 4
 Dipanggil/diperintah 3
 Tekanan pada jari/rangsang nyeri 2
 Tidak berespon 2

Respon Verbal (V)


 Orientasi baik: dapat bercakap-cakap 5
 Bingung, dapat bercakap tapi disorientasi 4
 Kata yang diucapkan tidak tepat, kacau 3
 Tidak dapat dimengerti, mengerang 2
 Tidak bersuara dengan rangsang nyeri 1

Respon Motorik
 Mematuhi perintah 6
 Menunjuk lokasi nyeri 5
 Reaksi fleksi 4
 Fleksi abnormal thdp nyeri (postur dekortikasi) 3
 Ekstensi abnormal 2
 Tidak ada respon, flacid 1

5. Berdasarkan morfologi
a. Fraktur tengkorak
1). Kranium: linear/ stelatum, depresi/ non depresi, terbuka/ tertutup.
2). Basis: dengan/ tanpa kebocoran cairan cerebrospinal, dengan/ tanpa kelumpuhan nervus
VIII
b. Lesi intra cranial
1). Foxal: epidural, subdural, intraserebral
2). Difus: konkusi ringan/ klasik, cidera aksonal difus.

B. Etiologi
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas ( Mansjoer,
2000:3).
Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan
cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin,
2001:175).
C. Patofisiologi
Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala, tulang
kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya.
Cidera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari
tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal dari trauma langsung
maupun tidak langsung pada kepala.
Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang
merobek terkena pada kepala akibat menarik leher.
Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya
akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya gas merusak jaringan
syaraf.
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa
terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan, atau tekanan.
Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi.
Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi
serebral dikurangi atau tidak ada pada area cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia
(peningkatan volume darah, peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial,
tekanan intra cranial) (Huddak & Gallo, 1990:226).
Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan
cairan yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan
tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak
(Price and Wilson, 1995:1010).

D. Manifestasi Klinik
Berdasarkan anatomis
1. Gegar otak (comutio selebri)
a. Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
b. Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c. Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d. Kadang amnesia retrogard
2. Edema serebri
a. Pingsan lebih dari 10 menit
b. Tidak ada kerusakan jaringan otak
c. Nyeri kepala, vertigo, muntah
3. Memar otak (kontusio selebri)
a. Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung lokasi dan
derajad
b. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c. Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)
d. Penekanan batang otak
e. Penurunan kesadaran
f. Edema jaringan otak
g. Defisit neurologis
h. Herniasi
4. Laserasi
a. Hematoma Epidural
“talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan periode
lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran
dan defisit neurologis (tanda hernia):
1). kacau mental → koma
2). gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
3). pupil isokhor → anisokhor
b. Hematoma subdural
1). Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya karena aselerasi,
deselerasi, pada lansia, alkoholik.
2). Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidura
3). Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan berbulan-bulan
4). Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
5). perluasan massa lesi
6). peningkatan TIK
7). sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
8). disfasia
c. Perdarahan sub arachnoid
1). Nyeri kepala hebat
2). Kaku kuduk
Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1. Cidera kepala Ringan (CKR)
a. GCS 13-15
b. Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c. Tidak ada fraktur tengkorak
d. Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2. Cidera Kepala Sedang (CKS)
a. GCS 9-12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Cidera Kepala Berat (CKB)
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial (Hudak dan Gallo,
1996:226)
E. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial,
edema serebral progresif, dan herniasi otak
Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang
mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam setelah
cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun
peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.
Sebagai akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak
dan struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada tempat pembengkakan, perubahan
posisi kebawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi
menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak irreversible, kematian.
Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak
dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik seperti
afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami sisa
penurunan psikologis organic (melawan, emosi labil) tidak punya malu, emosi agresif dan
konsekuensi gangguan.
Komplikasi lain secara traumatik:
1. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak)
3. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
Komplikasi lain:
1. Peningkatan TIK
2. Hemorarghi
3. Kegagalan nafas
4. Diseksi ekstrakranial

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis
b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
c. Mempertahankan sirkulasi stabil
d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
f. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus
g. Mengelola pemberian obat sesuai program
2. Penatalaksanaan Medis
a. Oksigenasi dan IVFD
b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:
1). 5 mg/6 jam untuk hari I dan II
2). 5 mg/8 jam untuk hari III
3). 5 mg/12 jam untuk hari IV
4). 5 mg/24 jam untuk hari V
c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam
d. Terapi anti perdarahan bila perlu
e. Terapi antibiotik untuk profilaksis
f. Terapi antipeuretik bila demam
g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang
h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah
i. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. X Ray tengkorak
2. CT Scan
3. Angiografi
4. Pemeriksaan neurologist

H. Asuhan Keperawatan CKS


1. Pengkajian
Data fokus yang perlu dikaji:
a. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera, riwayat
tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1). Keadaan umum
2). Pemeriksaan persistem
a). Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera: penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap, dan perasa)
b). Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu dan
tempat)
c). Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan nafas)
d). Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan frekuensi)
e). Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/ minum, peristaltik,
eliminasi)
f). Sistem integumen ( nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi)
g). Sistem reproduksi
h). Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k)
c. Pola fungsi kesehatan
1). Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan merokok, minum
alcohol, dan penggunaan obat obatan)
2). Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan kelemahan otot)
3). Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
4). Pola eliminasi
5). Pola tidur dan istirahat
6). Pola kognitif dan perceptual
7). Persepsi diri dan konsep diri
8). Pola toleransi dan koping stress
9). Pola seksual dan reproduktif
10). Pola hubungan dan peran
11). Pola nilai dan keyakinan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala adalah
sebagai berikut:
1) Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri dan atau
vena terputus.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
3) Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan batang otak)
4) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
5) Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, afektif,
dan motorik)
6) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, motorik, dan
afektif.
7) Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan fisik dan
nyeri.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, motorik, dan
afektif.
9) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
10) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik.
11) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala
12) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah.
13) PK: peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/ darah di dalam
otak.

3. Rencana Perawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria
No Intervensi
Keperawatan hasil
1 Perfusi jaringan tak NOC: Monitor Tekanan Intra Kranial
efektif (spesifik sere-1. Status sirkulasi 1. Catat perubahan respon klien terhadap
bral) b.d aliran arteri2. Perfusi jaringan serebral stimu-lus / rangsangan
dan atau vena 2. Monitor TIK klien dan respon neurologis
terputus, dengan Setelah dilakukan terhadap aktivitas
batasan karak-teristik: tindakan keperawatan3. Monitor intake dan output
- Perubahan respon selama ….x 24 jam, klien4. Pasang restrain, jika perlu
motorik mampu men-capai : 5. Monitor suhu dan angka leukosit
- Perubahan status1. Status sirkulasi dengan6. Kaji adanya kaku kuduk
mental indikator: 7. Kelola pemberian antibiotik
- Perubahan respon Tekanan darah sis-tolik8. Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-
O
pupil dan diastolik dalam 40 dengan leher dalam posisi netral
- Amnesia retrograde rentang yang diharapkan 9. Minimalkan stimulus dari lingkungan
(gang-guan memori)  Tidak ada 10.
ortostatik Beri jarak antar tindakan keperawatan untuk
hipotensi meminimalkan peningkatan TIK
 Tidak ada tanda tan-da 11. Kelola obat obat untuk mempertahankan
PTIK TIK dalam batas spesifik
2. Perfusi jaringan serebral,
dengan indicator : Monitoring Neurologis (2620)
 Klien mampu berko- 1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan
munikasi dengan je-las bentuk pupil
dan sesuai ke-mampuan 2. Monitor tingkat kesadaran klien
 Klien menunjukkan3. Monitor tanda-tanda vital
perhatian, konsen-trasi,4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, dan
dan orientasi muntah
 Klien mampu mem- 5. Monitor respon klien terhadap pengobatan
proses informasi 6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
 Klien mampu mem-buat
keputusan de-ngan benar
 Tingkat kesadaran klien Terapi Oksigen (3320)
membaik 1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen, dan
humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian
oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen
selama aktivitas dan tidur
2 Nyeri akut b.d dengan NOC: Manajemen nyeri (1400)
agen injuri fisik,1. Nyeri terkontrol 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik,
dengan batasan2. Tingkat Nyeri onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan
karakteristik: 3. Tingkat kenyamanan beratnya nyeri.
- Laporan nyeri ke- 2. Observasi respon ketidaknyamanan secara
pala secara verbal Setelah dilakukan verbal dan non verbal.
atau non verbal 3. Pastikan klien menerima perawatan
- Respon autonom asuhan keperawatan analgetik dg tepat.
(perubahan vital sign, selama …. x 24 jam, klien4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif
dilatasi pupil) dapat : untuk mengetahui respon penerimaan klien
- Tingkah laku eks-1. Mengontrol nyeri, de- terhadap nyeri.
presif (gelisah, me- ngan indikator: 5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol
nangis, merintih) - Mengenal faktor-faktor nyeri
- Fakta dari observasi penyebab 6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual
- Gangguan tidur
- Mengenal onset nyeri maupun potensial.
(mata sayu, menye- - Tindakan pertolong-an7. Sediakan lingkungan yang nyaman.
ringai, dll) non farmakologi 8. Kurangi faktor-faktor yang dapat menambah
- Menggunakan anal-getik ungkapan nyeri.
- Melaporkan gejala-9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi
gejala nyeri kepada tim sebelum atau sesudah nyeri berlangsung.
kesehatan. 10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
- Nyeri terkontrol memilih tindakan selain obat untuk
meringankan nyeri.
2. Menunjukkan tingkat Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk
11.
nyeri, dengan indikator: meringankan nyeri.
- Melaporkan nyeri
- Frekuensi nyeri Manajemen pengobatan (2380)
- Lamanya episode nyeri 1. Tentukan obat yang dibutuhkan klien dan
- Ekspresi nyeri; wa-jah cara mengelola sesuai dengan anjuran/
- Perubahan respirasi rate dosis.
- Perubahan tekanan2. Monitor efek teraupetik dari pengobatan.
darah 3. Monitor tanda, gejala dan efek samping
- Kehilangan nafsu makan obat.
4. Monitor interaksi obat.
3. Tingkat kenyamanan,5. Ajarkan pada klien / keluarga cara
dengan indicator : mengatasi efek samping pengobatan.
- Klien melaporkan 6. Jelaskan manfaat pengobatan yg dapat
kebutuhan tidur dan mempengaruhi gaya hidup klien.
istirahat tercukupi
Pengelolaan analgetik (2210)
1. Periksa perintah medis tentang obat, dosis &
frekuensi obat analgetik.
2. Periksa riwayat alergi klien.
3. Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya
nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV atau IM untuk
pengobatan, jika mungkin.
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
6. Kelola jadwal pemberian analgetik yang
sesuai.
7. Evaluasi efektifitas dosis analgetik,
observasi tanda dan gejala efek samping,
misal depresi pernafasan, mual dan muntah,
mulut kering, & konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis &
cara pemberian yg diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,
dan keparahan sebelum pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
11. Dokumentasikan respon dari analgetik dan
efek yang tidak diinginkan
3 Defisit self careNOC:
b.d NIC: Membantu perawatan diri klien
de-ngan Perawatan diri : Mandi dan toiletting
kelelahan, nyeri (mandi, Makan Toiletting,
berpakaian) Aktifitas:
1. Tempatkan alat-alat mandi di tempat yang
Setelah diberi motivasi mudah dikenali dan mudah dijangkau klien
perawatan selama2. Libatkan klien dan dampingi
….x24 jam, ps mengerti3. Berikan bantuan selama klien masih mampu
cara memenuhi ADL mengerjakan sendiri
secara bertahap sesuai
kemam-puan, dengan NIC: ADL Berpakaian
kriteria :
 Mengerti secara seder- Aktifitas:
hana cara mandi,1. Informasikan pada klien dalam memilih
makan, toileting, dan pakaian selama perawatan
berpakaian serta mau2. Sediakan pakaian di tempat yang mudah
mencoba se-cara aman dijangkau
tanpa cemas 3. Bantu berpakaian yang sesuai
 Klien mau berpartisipasi4. Jaga privcy klien
dengan senang hati5. Berikan pakaian pribadi yg digemari dan
tanpa keluhan dalam sesuai
memenuhi ADL
NIC: ADL Makan
1. Anjurkan duduk dan berdo’a bersama teman
2. Dampingi saat makan
3. Bantu jika klien belum mampu dan beri
contoh
4. Beri rasa nyaman saat makan
4 PK: peningkatan Setelah dilakukan1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
tekan-an intrakranial tindakan keperawatan Kaji respon membuka mata, respon motorik,
b.d pro-ses desak selama ....x 24 jam dapat dan verbal, (GCS)
ruang akibat mencegah atau Kaji perubahan tanda-tanda vital
penumpukan cairan / meminimalkan komplikasi Kaji respon pupil
darah di dalam otak dari peningkatan TIK, Catat gejala dan tanda-tanda: muntah, sakit
(Carpenito, 1999) dengan kriteria : kepala, lethargi, gelisah, nafas keras,
 Kesadaran stabil (orien- gerakan tak bertujuan, perubahan mental
Batasan asi baik) 2. Tinggikan kepala 30-40O jika tidak ada
karakteristik :  Pupil isokor, diameter kontra indikasi
- Penurunan kesadar- 1mm 3. Hindarkan situasi atau manuver sebagai
an (gelisah, disori- Reflek baik berikut:
entasi)  Tidak mual  Masase karotis
- Perubahan motorik Tidak muntah  Fleksi dan rotasi leher berlebihan
dan persepsi sensasi  Stimulasi anal dengan jari, menahan nafas,
- Perubahan tanda vi- dan mengejan
tal (TD meningkat,  Perubahan posisi yang cepat
nadi kuat dan lambat) 4. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama
- Pupil melebar, re-flek perubahan posisi
pupil menurun 5. Konsul dengan dokter untuk pemberian pe-
- Muntah lunak faeces, jika perlu
- Klien mengeluh mual 6. Pertahankan lingkungan yang tenang
- Klien mengeluh 7. Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas
pandangan kabur dan yang dapat meningkatkan TIK (misal: batuk,
diplopia penghisapan, pengubahan posisi, meman-
dikan)
8. Batasi waktu penghisapan pada tiap waktu
hingga 10 detik
9. Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien se-
belum dan sesudah penghisapan
10. Konsultasi dengan dokter tentang
pemberian lidokain profilaktik sebelum
penghisapan
11. Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi
yang sesuai dan penghisapan yang teratur
12. Jika diindikasikan, lakukan protokol atau
kolaborasi dengan dokter untuk terapi obat
yang mungkin termasuk sebagai berikut:
13. Sedasi, barbiturat (menurunkan laju meta-
bolisme serebral)
14. Antikonvulsan (mencegah kejang)
15. Diuretik osmotik (menurunkan edema
serebral)
16. Diuretik non osmotik (mengurangi edema
serebral)
17. Steroid (menurunkan permeabilitas kapiler,
membatasi edema serebral)
18. Pantau status hidrasi, evaluasi cairan
masuk dan keluar)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaborasi.
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. Mosby.

Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
Mosby.

NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: North American
Nursing Diagnosis Association.

Anda mungkin juga menyukai