Anda di halaman 1dari 24

Asma Bronkial

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi
trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya
penyempitan luas saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah
derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan.1,2
Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa kanak-
kanak, menyebabkan kehilangan hari-hari sekolah yang berarti, karena penyakit
kronis. Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering di rumah sakit anak
dan berakibat kehilangan 5-7 hari sekolah secara nasional/tahun/anak. Sebanyak
10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak wanita dapat menderita asma pada suatu
saat selama masa kanak-kanak. Sebelum pubertas sekitar dua kali anak laki-laki
yang lebih banyak terkena daripada anak wanita; setelah itu insidens menurut
jenis kelamin sama. Asma dapat menyebabkan gangguan psikososial pada
keluarga. Namun dengan pengobatan yang tepat, pengendalian gejala yang
memuaskan hampir selalu dimungkinkan.3

B. Tujuan
Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patologi, patogenesis,
patofisiologi, manifestasi klinis, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan, status
asmatikus, diagnosis banding, komplikasi dan prognosis asma bronkial

II. TINJAUAN PUSTAKA

-1-
Asma Bronkial

A. Definisi Asma Bronkial


Asma adalah penyakit paru obstruktif, difus dengan hiperreaktivitas jalan
napas terhadap berbagai rangsangan dan tingginya tingkat reversibilitas proses
obstruktif, yang dapat terjadi secara spontan atau sebagai akibat pengobatan. Juga
dikenal sebagai penyakit jalan napas reaktif, kompleks asma mungkin mencakup
bronkitis mengi, mengi akibat virus, dan asma terkait atopik. Disamping
bronkokonstriksi, radang merupakan faktor patofisiologi yang penting; ia
melibatkan eosinofil, monosit dan mediator imun dan telah menimbulkan tanda
alternatif bronkitis eosinofilik deskuamasi kronis.1,3

B. Epidemiologi Asma Bronkial


Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma semakin meningkat. Di
Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan
kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun
1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003
menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Kenaikan prevalensi di Inggris dan di
Australia mencapai 20-30%. National Heart, Lung and Blood Institute
melaporkan bahwa asma diderita oleh 20 juta penduduk amerika.4
Data pada pewarisan asma adalah paling cocok dengan determinan
poligenik atau multifaktorial. Anak dengan satu orangtua yang terkena
mempunyai resiko menderita asma sekitar 25%; risiko bertambah menjadi sekitar
50% jika kedua orangtua asmatis. Namun, asma tidak secara universal ada pada
kembar monozigot. Labilitas bronkial dalam responsnya terhadap uji olahraga
juga telah diperagakan pada anggota keluarga anak asmatis yang sehat.
Kecenderungan genetik bersama dengan faktor lingkungan dapat menjelaskan
kebanyakan kasus asma masa kanak-kanak.3
Asma dapat timbul pada segala umur; 30% penderita bergejala pada umur
1 tahun, sedang 80-90% anak asma mempunyai gejala pertamanya sebelum umur
4-5 tahun. Perjalanan dan keparahan asma sukar diramal. Sebagian besar anak
yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang,
relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut,
biasanya lebih banyak yang terus menerus daripada yang musiman;

-2-
Asma Bronkial

menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas


bermain, dan fungsi dari hari ke hari.3

C. Etiologi Asma Bronkial


Sampai saat ini penyebab penyakit asma belum diketahui secara pasti meski
telah banyak penelitian oleh para ahli di dunia kesehatan. Namun demikian yang
dapat disimpulkan adalah bahwa pada penderita asma saluran pernapasannya
memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan
(bronchial hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas) seperti polusi udara
(asap, debu, zat kimia), serbuk sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu,
tekanan jiwa, bau/aroma menyengat (misalnya; parfum) dan olahraga.1,5

D. Patologi Asma Bronkial


Asma ditandai 3 kelainan utama pada bronkus yaitu bronkokonstriksi otot
bronkus, inflamasi mukosa dan bertambahnya sekret yang berada di jalan nafas.
Pada stadium permulaan terlihat mukosa jalan nafas pucat, terdapat edema dan
sekresi lendir bertambah. Lumen bronkus dan bronkiolus menyempit akibat
spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah, infiltrasi sel eosinofil bahkan juga
dalam sekret di dalam lumen saluran nafas. Bila serangan terjadi sering dan lama
atau dalam stadium lanjut, akan terlihat deskuamasi epitel, penebalan membran
hialin basal, hiperplasi serat elastin, hiperplasi dan hipertrofi otot bronkus dan
jumlah sel goblet bertambah. Kadang-kadang pada asma menahun atau pada
serangan yang berat terdapat penyumbatan bronkus oleh mukus yang kental yang
mengandung eosinofil.1

E. Patogenesis Asma Bronkial

-3-
Asma Bronkial

Gambar 1. asma terjadi karena penyempitan, peradangan dan konstriksi otot


bronkus6
Sampai saat ini patogenesis asma belum diketahui dengan pasti, namun
berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi
dan respon saluran napas yang berlebihan. Asma saat ini dipandang sebagai
penyakit inflamasi saluran napas. Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas
karena vasodilatasi) dan rubor (kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi
plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan sensoris), dan functio
laesa (fungsi yang terganggu). Akhir-akhir ini syarat terjadinya radang harus
disertai satu syarat lagi yaitu infiltrasi sel-sel radang. Ternyata keenam syarat tadi
dijumpai pada asma tanpa membedakan penyebabnya baik yang alergik maupun
non-alergik.1,7

-4-
Asma Bronkial

Gambar 2. Respon kekebalan tubuh6


Seperti telah dikemukakan di atas baik asma alergik maupun non-alergik
dijumpai adanya inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas. Oleh karena itu
paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur
imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur
IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting
Cells = sel penyaji antigen), untuk selanjutnya hasil olahan allergen akan
dikomunikasikan kepada sel Th (T penolong). Sel T penolong inilah yang akan
memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma
membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel,
eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-
mediator inflamasi. Mediator-mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin
(PG), leukotrin (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksan
(TX) dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel
radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan
hiperreaktivitas saluran napas (HSN).1,7

F. Patofisiologi Asma Bronkial


Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas
menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat
terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi

-5-
Asma Bronkial

peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pasien akan
bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan
hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas
berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu
napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara
obyektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus
Puncak Ekspirasi) sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paru)
menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat
terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi
menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran
napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.7
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru.
Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang
melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin
merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen,
tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi
akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang
kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih
berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak
memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia
dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi
CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus
menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau
gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik
dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu
peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya
memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran napas pada
asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut : 1). Gangguan ventilasi berupa
hipoventilasi. 2). Ketidakseimbangan ventilasi perfusi di mana distribusi ventilasi
tidak setara dengan sirkulasi darah paru. 3). Gangguan difusi gas di tingkat
alveoli. Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan : hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut.7

-6-
Asma Bronkial

G. Manifestasi klinis Asma Bronkial


Secara umum gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak dan suara
napas yang berbunyi ngik-ngik dimana seringnya gejala ini timbul pada pagi hari
menjelang waktu subuh, hal ini karena pengaruh keseimbangan hormon kortisol
yang kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai faktor lainnya. Penderita asma
akan mengeluhkan sesak nafas karena udara pada waktu bernafas tidak dapat
mengalir dengan lancar pada saluran nafas yang sempit dan hal ini juga yang
menyebabkan timbulnya bunyi ngik-ngik pada saat bernafas. Pada penderita
asma, penyempitan saluran pernafasan yang terjadi dapat berupa pengerutan dan
tertutupnya saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlebihan dan
menimbulkan batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut. Gambar
dibawah ini adalah gambar penampang paru dalam keadaan normal dan saat
serangan asma.8

Gambar 3. Sebelum dan sesudah serangan asma8


Salah satu ciri asma adalah hilangnya keluhan di luar serangan. Artinya,
pada saat serangan, penderita asma bisa kelihatan amat menderita (banyak batuk,
sesak napas hebat dan bahkan sampai seperti tercekik), tetapi di luar serangan dia
sehat-sehat saja (bisa main tenis 2 set, bisa jalan-jalan keliling taman, dan lain-
lain). Inilah salah satu hal yang membedakannya dengan penyakit lain (keluhan
sesak pada asma adalah revesibel, bisa baik kembali di luar serangan).8

H. Klasifikasi Asma Bronkial


Parameter Asma Episodik Asma Asma Persisten
klinis, Jarang Episodik
kebutuhan Sering
obat, dan faal

-7-
Asma Bronkial

paru
1. Frekuensi <1x/bulan >1x/bulan sering
serangan
2. Lama <1 minggu >1 minggu Hampir sepanjang
serangan tahun, tidak ada periode
bebas serangan
3. Intensitas biasanya ringan biasanya biasanya berat
serangan sedang
4. Di antara tanpa gejala sering ada gejala siang dan malam
serangan gejala
5. Tidur dan Tidak terganggu sering sangat terganggu
aktivitas terganggu
6. Pemeriksaan normal (tidak mungkin tidak pernah normal
fisik di luar ditemukan terganggu
serangan kelainan) (ditemukan
kelainan)
7. Obat Tidak perlu perlu perlu
pengendali
(anti
inflamasi)
8. Uji faal PEF/FEV1>80% PEF/FEV1 60- PEF/FEV1<60%
paru (di luar 80% variabilitas 20-30%
serangan)
9. Variabilitas variabilitas >15% variabilitas variabilitas >50%
faal paru (bila >30%
ada serangan)

Keterangan:

PEF : peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak)

FEV1 : forced expiratory volume in 1 second (volum ekspirasi paksa dalam 1


detik).9

Dalam penatalaksanaan serangan asma perlu diketahui lebih dahulu derajat


beratnya serangan asma baik berdasarkan cara bicara, aktivitas, tanda-tanda fisis,
nilai APE, dan bila mungkin analisis gas darah.7

Ringan Sedang Berat


Aktivitas Dapat berjalan Jalan terbatas Sukar berjalan
Dapat berbaring Lebih suka duduk Duduk
membungkuk ke
depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata

-8-
Asma Bronkial

Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya


terganggu terganggu terganggu
Frekuensi napas Meningkat Meningkat Sering > 30
kali/menit
Retraksi otot- Umumnya tidak Kadang kala ada Ada
otot bantu ada
napas
Mengi Lemah sampai Keras Keras
sedang
Frekuensi nadi < 100 100-120 > 120
Pulsus Tidak ada (< 10 Mungkin ada (10- Sering ada (> 25
paradoksus mmHg) 25 mmHg) mmHg)
APE sesudah > 80% 60-80% < 60%
bronkodilator
(% prediksi)
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg < 45 mmHg
SaO2 > 95% 91-95% < 90%

Keterangan : Dalam menentukan klasifikasi tidak seluruh parameter harus


dipenuhi.7

I. Diagnosis Asma Bronkial


Mengi/wheezing berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik
awal untuk menegakkan diagnosis. Termasuk yang perlu dipertimbangkan
kemungkinan asma adalah anak-anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai
satu-satunya tanda, dan pada saat diperiksa tanda wheezing, sesak dan lain-lain
sedang tidak timbul. Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah 3 tahun. Untuk
anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal/fungsi paru sebaiknya
dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter, atau yang
lebih lengkap dengan spirometer. Lainnya bisa melalui uji provokasi bronkus
dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau
dengan NaCl hipertonis. Pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis
asma anak melalui 3 cara, yaitu didapatkannya :1,3,8
 Variabilitas pada PFR (peak flow rate) atau FEV1 (forced
expiratory volume in 1 second) ≥15%

-9-
Asma Bronkial

Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan/penurunan) hasil


PFR dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas
mingguan yang pemeriksaannya berlangsung ≥ 2 minggu.
 Reversibilitas pada PFR atau FEV1 ≥15%
Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau FEV1
setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
 Penurunan ≥20% pada FEV1 (PD20 atau PC20) setelah provokasi
bronkus dengan metakolin atau histamin.
Penggunaan peak flow meter merupakan hal penting dan perlu diupayakan,
karena selain mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana
asma. Pada anak dengan tanda dan gejala asma yang jelas, serta respon terhadap
pemberian obat asma baik sekali, maka tidak perlu pemeriksaan diagnostik lebih
lanjut.1,3,8

J. Penatalaksanaan Asma Bronkial


Tata laksana asma jangka panjang
Tujuan tata laksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin
tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci,
tujuan yang ingin dicapai adalah :
 Anak dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan
berolahraga.
 Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.
 Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.
 Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (dalam 24
jam) yang mencolok.
 Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.
 Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin
timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Apabila tujuan ini belum tercapai, maka perlu reevaluasi tata laksananya.9
Tata laksana medikamentosa (dengan obat-obatan)
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller).

- 10 -
Asma Bronkial

Reliever, sering disebut obat serangan, digunakan untuk meredakan serangan atau
gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada
gejala lagi, maka obat ini tidak digunakan lagi.
Controller, sering disebut obat pencegah, digunakan untuk mengatasi masalah
dasar asma, yaitu inflamasi respiratorik kronik (peradangan saluran napas
menahun). Dengan demikian pemakaian obat ini terus-menerus dalam jangka
waktu relatif lama, tergantung derajat penyakit asma, dan responnya terhadap
pengobatan/penanggulangan. Controller diberikan pada asma episodik sering dan
asma persisten.7,9

Asma Episodik Jarang


Asma episodik jarang cukup diobati dengan reliever berupa bronkodilator
beta agonis hirupan (inhaler/spray) kerja pendek (short acting β2-agonist, SABA)
atau golongan xantin kerja cepat, bila terjadi gejala/serangan. Kendala
penggunaan spray ini adalah harganya yang mahal dan tidak tersedia di semua
tempat. Selain itu pemakaian inhaler (Metered Dose Inhaler/MDI atau Dry
Powder Inhaler/DPI) ini memerlukan teknik penggunaan yang benar (untuk anak
besar), dan memerlukan alat bantu (untuk anak kecil/bayi). Bila obat hirupan tidak
ada, maka beta agonis diberikan per oral (obat minum). Penggunaan xantin kerja
cepat (teofilin) sebagai bronkodilator makin kurang perannya dalam tata laksana
asma, karena batas keamanannya (margin of safety) sempit. Namun mengingat di
Indonesia obat beta agonis oral tidak selalu ada, maka dapat menggunakan teofilin
dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping.7,9

Asma Episodik Sering


Jika penggunaan beta agonis hirupan sudah lebih dari 3x per minggu
(tanpa menghitung penggunaan sebelum aktivitas fisik), atau serangan
sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti
inflamasi sebagai pengendali (controller) diperlukan, yakni steroid hirupan dosis
rendah. Obat steroid yang sering digunakan pada anak adalah budesonid, sehingga
digunakan sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan
100-200 mg/hari budesonid (50-100 mg/hari flutikason) untuk anak berusia kurang

- 11 -
Asma Bronkial

dari 12 tahun, dan 200-400 mg/hari budesonid untuk anak berusia di atas 12 tahun.
Pada penggunaan dosis 100-200 mg/hari belum dilaporkan adanya efek samping
jangka panjang.7,9
Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi/peradangan kronik,
controller berupa anti inflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek
terapi. Penilaian dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk
mengendalikan inflamasinya. Apabila masih tidak respons (masih terdapat gejala
asma atau gangguan tidur atau aktivitas sehari-hari), maka dilanjutkan dengan
tahap kedua, yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai dengan 400 mg/hari,
yang termasuk dalam tata laksana asma persisten.7,9
Prinsip pengobatan adalah: jika tata laksana suatu derajat penyakit asma
sudah sesuai dengan panduan, namun respon tetap tidak baik dalam 6-8 minggu,
maka derajat tata laksana berpindah ke yang lebih berat (step-up). Sebaliknya jika
asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka derajatnya beralih ke yang
lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan, steroid hirupan dihentikan
penggunaannya.9
Catatan: sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi (1) pelaksanaan
penghindaran pencetus, (2) cara penggunaan obat, dan (3) penyakit penyerta
yang mempersulit pengendalian asma (seperti rinitis dan sinusitis).9

Asma Persisten
Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi ke rendah
selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya dimulai dari dosis rendah ke
tinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam
keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk
menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari).
Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai dosis terkecil yang masih
optimal. Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai
respons yang baik, diperlukan terapi alternatif pengganti, yaitu meningkatkan
steroid menjadi dosis medium atau tetap steroid hirupan dosis rendah ditambah
dengan LABA (long acting beta-2 agonist) atau ditambahkan teophylline slow
release (TSR) atau ditambahkan anti-leukotriene receptor (ALTR). Dosis medium

- 12 -
Asma Bronkial

adalah setara dengan 200-400 µg/hari budosenid (100-200 µg/hari flutikason)


untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 400-600 µg/hari budosenid (200-
300 µg/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun. Apabila dengan
pengobatan lapis kedua selama 6-8 minggu tetap terdapat gejala asma, maka dapat
diberikan alternatif lapis ketiga, yaitu dapat meningkatkan dosis kortikosteroid
sampai dengan dosis tinggi, atau tetap dosis medium ditambahkan dengan LABA,
atau TSR, atau ALTR. Yang dimaksud dosis tinggi adalah setara dengan > 400
µg/hari budesonid (> 200 µg/hari flutikason), untuk anak berusia kurang dari 12
tahun, dan > 600 µg/hari budesonid (> 300 µg/hari flutikason) untuk anak berusia
di atas 12 tahun.7,9
Penambahan LABA pada steroid hirupan dibuktikan dapat memperbaiki
FEV1, menurunkan gejala asma, dan memperbaiki kualitas hidup. Apabila dosis
steroid hirupan sudah mencapai > 800 mg/hari namun tidak mencapai respon,
maka baru menggunakan steroid oral (sistemik). Jadi penggunaan kortikosteroid
oral sebagai controller (pengendali) adalah jalan terakhir. Langkah ini diambil
hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat.
Sebagai dosis awal, steroid oral dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis
kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi
hari.7,9
Pemberian antileukotrien (zafirlukas) dikontraindikasikan pada kelainan
hati. Pemberian obat anti histamin generasi baru non sedatif (misalnya setirizin
dan ketotifen), dipertimbangkan pada anak dengan asma yang disertai rinitis.9

Cara Pemberian Obat


Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak, karena
perbedaan kemampuan menggunakan alat inhalasi. Perlu dilakukan pelatihan
yang benar dan berulang kali.9

Jenis alat inhalasi disesuaikan dengan usia9

Umur Alat inhalasi


< 2 tahun Nebuliser (alat uap)
MDI (Metered Dose Inhaler) dengan spacer Aerochamber,
Babyhaler

- 13 -
Asma Bronkial

5-8 tahun Nebuliser


MDI dengan spacer
DPI (Dry Powder Inhaler): Diskhaler, Turbuhaler
> 8 tahun Nebuliser
MDI dengan spacer
DPI
MDI tanpa spacer

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan)


obat dalam mulut (orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan,
dan mengurangi efek sistemik. Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih
baik, sehingga didapatkan efek terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan
dalam bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler,
Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler memerlukan inspirasi
(upaya menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan
untuk anak usia sekolah.9

Pencegahan dan Intervensi Dini


Pencegahan dan tindakan dini harus menjadi tujuan utama dalam
menangani anak asma. Pengendalian lingkungan, pemberian ASI ekslusif minimal
6 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik (mampu mencetuskan
alergi), pengurangan pajanan terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu
binatang, terbukti mengurangi manifestasi alergi makanan, dan khususnya
dermatitis atopik pada bayi, juga asma. Penggunaan antihistamin non sedatif
(tidak menyebabkan kantuk) seperti ketotifen dan setirizin jangka panjang
dilaporkan dapat mencegah terjadinya asma pada anak dengan dermatitis atopik.
Namun obat-obat ini tidak bermanfaat sebagai obat pengendali asma (controller).9

- 14 -
Asma Bronkial

Faktor Alergi dan Lingkungan (Menghindari Pencetus)


Saat ini telah banyak bukti bahwa alergi merupakan salah satu faktor
penting berkembangnya asma. Paling tidak 75-90% anak asma balita terbukti
mengidap alergi, baik di negara berkembang maupun negara maju. Atopi
(kecenderungan mempunyai satu atau beberapa jenis dari kelompok besar alergi)
merupakan faktor risiko yang nyata untuk menetapnya hiperreaktivitas bronkus
dan gejala asma. Terdapat hubungan antara pajanan alergen (pencetus alergi)
dengan sensitisasi. Pajanan yang tinggi berhubungan dengan peningkatan gejala
asma pada anak.1,9
Pengendalian lingkungan harus dilakukan untuk setiap anak asma.
Penghindaran terhadap asap rokok merupakan rekomendasi penting. Keluarga
dengan anak asma dianjurkan tidak memelihara binatang berbulu, seperti kucing,
anjing, burung. Perbaikan ventilasi ruangan, dan penghindaran kelembaban kamar
perlu untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungaunya. Perlu
ditekankan bahwa anak asma seringkali menderita rinitis alergi dan/atau sinusitis
yang membuat asmanya sukar dikendalikan. Deteksi dan diagnosis kedua kelainan
itu yang diikuti dengan terapi adekuat akan memperbaiki gejala asmanya.
Beberapa penelitian menemukan bahwa banyak bayi dengan wheezing tidak
berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Adanya asma pada
orangtua, dan dermatitis (penyakit kulit eksim) atopik pada anak dengan mengi
merupakan salah satu indikator terjadinya asma di kemudian hari. Apabila
terdapat kedua hal tersebut, maka kemungkinan menjadi asma lebih besar.1,9

Tata Laksana Serangan Asma


GINA (Global Initiative for Asthma) membagi tata laksana serangan asma
menjadi dua, tata laksana di rumah dan di rumah sakit. Tata laksana di rumah
dilakukan oleh anak asma (atau orangtuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat
dilakukan oleh mereka yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur,
dan mempunyai pendidikan yang cukup. Terapi awal berupa inhalasi beta agonis
kerja pendek hingga tiga kali dalam satu jam. Kemudian anak atau keluarganya
diminta melakukan penilaian respons untuk penentuan derajat serangan, untuk
ditindaklanjuti sesuai derajatnya. Namun untuk kondisi di negara kita, pemberian
terapi awal di rumah seperti di atas cukup riskan, dan kemampuan melakukan

- 15 -
Asma Bronkial

penilaian juga masih dipertanyakan. Dengan alasan demikian, maka apabila


setelah dilakukan inhalasi satu kali tidak mempunyai respons yang baik, maka
dianjurkan mencari pertolongan dokter.9

Obat Lain untuk Serangan Asma7,9


 Magnesium Sulfat
Pada penelitian multisenter, pemberian magnesium sulfat intravena (infus) di
rumah sakit mempunyai efektivitas sama dengan pemberian beta agonis.
 Mukolitik (pengencer dahak)
Pemberian mukolitik (misalnya Bisolvon sirup) pada serangan asma dapat saja
diberikan, tetapi harus berhati-hati pada anak dengan refleks batuk yang tidak
optimal. Pemberian mukolitik secara inhalasi (hirupan) tidak mempunyai efek
yang signifikan, tetapi harus berhati-hati pada serangan asma berat.
 Antibiotika
Pemberian antibiotika pada asma tidak dianjurkan, karena sebagian besar
pencetusnya bukan infeksi bakteri, melainkan infeksi virus. Pada keadaan
tertentu, antibiotika dapat diberikan, yaitu pada infeksi saluran napas yang
dicurigai karena bakteri, atau dugaan sinusitis yang menyertai asma.
 Obat sedasi (mempunyai efek membuat kantuk)
Pemberian obat sedasi pada serangan asma sangat tidak dianjurkan, karena
menekan pernapasan.
 Anti histamin (anti alergi)
Anti histamin jangan diberikan pada serangan asma, karena tidak mempunyai
efek yang bermakna, bahkan dapat memperburuk keadaan.

TERAPI INHALASI
Pengobatan asma bertujuan untuk menghentikan serangan asma secepat
mungkin, serta mencegah serangan berikutnya, ataupun bila timbul serangan
kembali, serangannya tidak berat. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu diberi
obat bronkodilator pada saat serangan, dan obat anti inflamasi sebagai obat
pengendali untuk menurunkan inflamasi yang timbul. Pemberian obat pada asma
dapat melalui berbagai macam cara, yaitu parenteral (melalui infus), per oral
(tablet diminum), atau per inhalasi. Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat
secara langsung ke dalam saluran napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan

- 16 -
Asma Bronkial

obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada
pemberian parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan
jenis lainnya.9
Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan per
inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat yang
digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas.9

Jenis Terapi Inhalasi


Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah
dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit
yang tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh anak, orang
cacat, dan orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya
tercapai. Berikut beberapa alat terapi inhalasi:9
 MDI (Metered Dose Inhaler ) tanpa Spacer

Gambar 4. MDI tanpa spacer9

- 17 -
Asma Bronkial

 MDI (Metered Dose Inhaler) dengan Spacer

Gambar 5. MDI dengan spacer9


Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut,
sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini
mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa
tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk
lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat
menguntungkan pada anak.9

Dry Powder Inhaler (DPI)


Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan
hirupan yang cukup kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak
yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang
memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada

- 18 -
Asma Bronkial

paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan. Sehingga dianjurkan
diberikan pada anak di atas 5 tahun.9

Gambar 6. Dry powder inhaler9


Nebulizer
Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi
aerosol secara terus-menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang
dipadatkan, atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang terbentuk dihirup penderita
melalui mouth piece atau sungkup. Bronkodilator yang diberikan dengan
nebulizer memberikan efek bronkodilatasi yang bermakna tanpa menimbulkan
efek samping. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada
jenis nebulizer yang digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan partikel aerosol
terus-menerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada
saat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat tidak banyak terbuang.9

- 19 -
Asma Bronkial

Gambar 7. Nebulizer9

K. Status Asmatikus
Jika penderita berlanjut menderita distress pernapasan yang berarti
walaupun dengan pemberian obat-obat simpatomimetis dengan atau tanpa teofilin,
diagnosis status asmatikus harus dipikirkan. Status asmatikus merupakan
diagnosis klinik yang ditentukan oleh semakin beratnya asma yang tidak responsif
terhadap obat-obat yang biasanya efektif. Penderita dengan diagnosis status
asmatikus yang berat harus dimasukkan ke rumah sakit, lebih baik pada unit
perawatan intensif, dimana keadaan ini dapat dipantau secara teliti. Para penderita
status asmatikus adalah orang-orang yang kekurangan oksigen (hipoksemik). Oleh
karenanya oksigen dengan kadar yang dikendalikan dengan teliti selalu
terindikasi, untuk mempertahankan oksigenasi jaringan. Oksigen dapat diberikan
dengan sangat efektif melalui pipa hidung bercabang. Atau masker dengan
kecepatan aliran 2-3 L/menit. Kadar oksigen yang cukup untuk mempertahankan
tekanan oksigen arteri parsial 70-90 mmHg atau saturasi oksigen lebih besar
daripada 92% adalah optimal. Jangan digunakan tenda kabut, air ini tidak
mencapai jalan napas bawah yang sedikit banyak mempunyai arti, dan kabut
mempunyai pengaruh iritan pada jalan napas banyak penderita asmatis,

- 20 -
Asma Bronkial

menimbulkan batuk dan memperburuk mengi. Harus diperhatikan agar jangan


memberikan cairan yang berlebihan kepada penderita, karena akan terjadi
kenaikan sekresi hormon antidiuretik selama status asmatikus, menambah retensi
cairan, dan karena tekanan pleura puncak ekspirasi yang sangat negatif, yang
terjadi pada anak-anak, membantu pengumpulan cairan dalam sela interstisial di
sekeliling jalan napas kecil. Biasanya harus diberikan tidak lebih daripada 1-1,5
kali batas rumatan.1,3
Natrium bikarbonat, 1,5-2 mEq/kg dapat diberikan jika pH arteri kurang
dari 7,3, ada asidosis metabolik, dan natrium serum kurang dari 145 mEq/L.
Karena agen adrenergik-2 dapat menyebabkan hipokalemia, kalium harus
ditambahkan pada larutan intravena sesudah penderita kencing. Terapi aerosol
simpatomimetik bronkodilator yang dimulai di kamar gawat darurat harus
diteruskan. Aminofilin 4-5 mg/kg dapat diberikan secara intravena selama 20
menit setiap 6 jam. Pengobatan dengan antimuskarinik seperti atropin sulfat yang
diberikan bersama dengan nebulisasi agonis- mungkin lebih efektif daripada
dengan pengobatan salah satunya saja, walaupun puncak bronkodilatasi dengan
atropin dicapai lebih lambat daripada puncak bronkodilatasi dengan agonis-.
Nebulisasi atropin sulfat dengan dosis 0,05-0,1 mg/kg aman untuk kebanyakan
anak. Inhalasi atropin yang dinebulisasi biasanya aman pada interval 4 jam.
Kortikosteroid seperti metilprednisolon 1-2 mg/kg setiap 6 jam harus diberikan.
Steroid memperbaiki oksigenasi, mengurangi penyumbatan jalan napas, dan
memperpendek waktu yang diperlukan untuk penyembuhan. Pengobatan
dibimbing melalui pengukuran gas dan pH darah secara serial setiap beberapa
jam, atau lebih sering jika ada indikasi.1,3

L. Diagnosis Banding Asma Bronkial7


Bronkitis Kronik. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang
mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnyan 2 tahun.
Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus
disingkirkan dahulu.
Emfisema Paru. Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada

- 21 -
Asma Bronkial

emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan
jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan dada kembung, peranjakan napas
terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah.
Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.

M. Komplikasi Asma Bronkial7


 Pneumothoraks
 Pneumomediastinum dan emfisema subkutis
 Atelektasis
 Aspergilosis bronkopulmonar alergik
 Gagal nafas
 Bronkitis
 Fraktur iga.

N. Prognosis Asma Bronkial


Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. Sebagian besar
asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma
episodik jarang sudah menghilang pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang
menjadi asma kronik pada umur 21 tahun. Dua puluh persen asma episodik sering
sudah tidak timbul pada masa akil baliq, 60% tetap sebagai asma episodik sering
dan sisanya sebagai asma episodik jarang. Hanya 5% dari asma kronik/persisten
yang dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodik sering,
hampir 60% tetap sebagai asma kronik/persisten dan sisanya menjadi asma
episodik jarang.1

III. KESIMPULAN

- 22 -
Asma Bronkial

Asma adalah penyakit paru obstruktif, difus dengan hiperreaktivitas jalan


napas terhadap berbagai rangsangan dan tingginya tingkat reversibilitas proses
obstruktif, yang dapat terjadi secara spontan atau sebagai akibat pengobatan. Juga
dikenal sebagai penyakit jalan napas reaktif, kompleks asma mungkin mencakup
bronkitis mengi, mengi akibat virus, dan asma terkait atopik.
Sampai saat ini penyebab penyakit asma belum diketahui secara pasti
meski telah banyak penelitian oleh para ahli di dunia kesehatan. Namun demikian
yang dapat disimpulkan adalah bahwa pada penderita asma saluran pernapasannya
memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti
polusi udara (asap, debu, zat kimia), serbuk sari, udara dingin, makanan, hewan
berbulu, tekanan jiwa, bau/aroma menyengat (misalnya; parfum) dan olahraga.
Secara umum gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak dan suara
napas yang berbunyi ngik-ngik dimana seringnya gejala ini timbul pada pagi hari
menjelang waktu subuh, hal ini karena pengaruh keseimbangan hormon kortisol
yang kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai faktor lainnya. Penderita asma
akan mengeluhkan sesak nafas karena udara pada waktu bernafas tidak dapat
mengalir dengan lancar pada saluran nafas yang sempit dan hal ini juga yang
menyebabkan timbulnya bunyi ngik-ngik pada saat bernafas. Pada penderita
asma, penyempitan saluran pernafasan yang terjadi dapat berupa pengerutan dan
tertutupnya saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlebihan dan
menimbulkan batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut.
Mengi/wheezing berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik
awal untuk menegakkan diagnosis. Termasuk yang perlu dipertimbangkan
kemungkinan asma adalah anak-anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai
satu-satunya tanda, dan pada saat diperiksa tanda wheezing, sesak dan lain-lain
sedang tidak timbul.
Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah 3 tahun. Untuk anak yang
sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal/fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji
fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap
dengan spirometer. Lainnya bisa melalui uji provokasi bronkus dengan histamin,
metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau dengan NaCl
hipertonis.

- 23 -
Asma Bronkial

Tujuan tata laksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin
tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci,
tujuan yang ingin dicapai adalah:
 Anak dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan
berolahraga.
 Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.
 Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.
 Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (dalam 24
jam) yang mencolok.
 Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.
 Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin
timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Apabila tujuan ini belum tercapai, maka perlu reevaluasi tata laksananya.

- 24 -

Anda mungkin juga menyukai