Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 IDENTITAS PASIEN

No. DM : 232830

Nama : Ny. Monya Muloke

Umur : 58 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal MRS : 11 Juni 2019

Tanggal Pemeriksaan : 11 Juni 2019

Tanggal KRS : 13 Juni 2019

1.2 ANAMNESIS

Pasien
Keluhan Utama :
Pusing berputar
Lokasi :
Intrakranial
Onset :
2 hari yang lalu
Kualitas :
RIWAYAT
Pusing berputar dan badan terasa goyang dirasakan
PENYAKIT
hilang timbul semakin memberat.
SEKARANG
Kuantitas :

Kronologis :
Keluhan pusing berputar sudah dirasakan sejak + 1
tahun yang lalu,
Faktor yang Memperberat :
Hipertensi tidak terkontrol. Tekanan darah tertinggi

1
tidak diketahui.
Faktor yang Memperingan :
Istirahat dan konsumsi obat captopril
Faktor Penyerta :
Demam (-), mual (-), muntah (-), penglihatan kabur (+)
Pasien belum pernah mengalami kelemahan pada
RIWAYAT anggota gerak tubuh sebelumnya, riwayat hipertensi
PENYAKIT DAHULU tidak terkontrol (+), riwayat DM (-), riwayat
hiperlipidemia (+), riwayat asam urat (+)
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami
RIWAYAT
kelemahan pada anggota gerak tubuh, riwayat
PENYAKIT
hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat sakit jantung (-),
KELUARGA
riwayat hiperlipidemia (-), riwayat asma (+)
RIWAYAT Riwayat merokok (+) 1 hari 2 bungkus rokok, riwayat
KEBIASAAN minum alkohol (+)
1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang


Tekanan Darah : 140/90 mmHg
TANDA-TANDA
Nadi : 78x/menit
VITAL
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36,50C
Kepala :
CA(-/-), SI (-/-)
Leher :
P>KGB (-)
STATUS INTERNA Thorax :
- Paru
Inspeksi : Simetris, ikut gerak napas
Palpasi : Vokal fremitus dextra sama dengan sinistra
Perkusi : Sonor

2
Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki -/-
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis (-)
Palpasi : Thrill (-)
Perkusi : Pekak (+)
Auskultasi : BJ I – II reguler
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), Hepar/Lien : tidak
teraba membesar
Perkusi : Timpani
Ekstremitas :
- Ekstremitas Superior : Akral hangat, edema (-)
- Ekstremitas Inferior : Akral hangat, edema (-)

Kesadaran : Compos mentis, GCS : E4V5M6


Rangsang Meningeal :
- Kaku Kuduk (-)
- Lasegue (-)
- Kaku kuduk (-)

- Kernig (>135º/>135º)

- Brudzinsky I, II, III (-/-/-/-)


STATUS
- Laseque ( >70º/>70º)
NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis :
- Refleks Bisep (++/++)
- Refleks Trisep (++/++)
- Knee Pess Reflex (KPR) (++/++)
- Achilles Pess Reflex (APR) (++/++)
Refleks Patologis :
- Hoffman atau Tromner (-)

3
- Babinsky (-)
- Chaddock (-)
- Schaeffer (-)
- Oppenheim (-)
- Gordon (-)
- Gonda (-)
Motorik : 555 555

555 555

Sensorik :
- Eksteroseptif : Suhu, Nyeri (Ujung Jarum)
- Proprioseptif : Tekan
Otonom : BAK / BAB (+/+)

4
Nervus Cranialis Interpretasi

Penghidu dalam batas normal


N. I (Olfaktorius)
(normosmia)

Refleks Cahaya (+/+), Pengenalan


N.II (Optikus)
Warna (+)

N.III (Oculomotorius)

N.IV (Trochlearis) Gerak Bola mata (+)

N.VI (Abducens)

Cab 1 Opthalmikus: Sensoris (+)

Cab 2 Maxilaris: Mengunyah (+),


N.V (Trigeminus)
Sensoris (+)

Cab 3 Mandibularis: Sensoris (+)

Motorik: mengerutkan dahi (+),


mengangkat alis (+), senyum (+)

N.VII (Fasialis) tidak simetris

Sensorik: rasa manis (+), asin (+),


pahit (+)

N.VIII (Vestibulokoklrearis) Test Romberg (-)

Refleks Muntah (+)


N.IX (Glosopharingeal)
Refleks Menelan (+), uvula letak
N.X (Vagus)
ditengah

Mengangkat bahu (+)


N.XI (Assesorius)
Menengok kanan dan kiri (+)

N.XII (Hypoglosus) Lidah atrofi (-), pergerakan lidah

5
normal

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

BARTEL INDEX IN ADL (ACTIVITY DAILY LIVING)

NO. KEGIATAN KEMAMPUAN SCORE NILAI


1. BAB  Tidak terkendali / tidak teratur 0
(BOWLING) (butuh pencahar) 2
 Kadang tidak teratur 1
 Terkendali / teratur 2

2. BAK  Tidak terkendali / tidak teratur 0


(menggunakan kateter) 2
 Kadang tidak teratur 1
 Terkendali / Teratur 2

3. Membersihkan  Membutuhkan orang lain 0


Diri (mandi, sikat  Mandiri 1 1
gigi, bercukur,
dll)

(GROMING)
4. Penggunaan  Membutuhkan orang lain 0
jamban (keluar  Bila memerlukan bantuan pada 1 1
masuk WC) beberapa aktivitas
memakai pakaian,  Mandiri 2
menyiram WC
5. Makan  Tidak mampu / membutuhkan 0
(FEEDING) orang lain 2
 Membantu sebagian 1
 Mandiri 2

6. Berpindah Posisi  Membutuhkan orang lain 0


(Transfer) (banyak) 3

6
Dari tempat tidur  Membutuhkan 2 orang 1
ke kursi roda  Membutuhkan 1 orang 2
 Mandiri / sendiri 3

7. Mobilitas  Tidak mampu 0


 Memakai kursi roda 1 3
 Bila dipapah 1 orang 2

 Bisa sendiri / mandiri 3

8. Berpakaian  Bila bergantung pada orang lain 0


 Membutuhkan bantuan orang 1 2
 Sendiri / mandiri 2

9. Naik Turun  Tidak mampu 0


Tangga (Step)  Memerlukan orang lain 1 2
 Mandiri 2

10. Mandi  Tidak mampu / dibantu 0


 Mandiri 1 1
TOTAL 21

Keterangan :

0–4 : Very Severe Disability

5–9 : Severe Disability

10 – 14 : Moderate Disability

15 – 19 : Mild Disability

20 : Independent

SIRIRAJ SCORE

JENIS PEMERIKSAAN POIN NILAI

Kesadaran : 0 x 2,5

7
- Composmentis 0

- Somnolen dan Stupor 1

- Semikoma dan Koma 2

Muntah dalam waktu 24 jam :

- Tidak ada 0 0 x2

- Ada 1

Nyeri kepala dalam 2 jam :

- Tidak ada 0 0 x2

- Ada 1

Atheroma :

- Tidak ada 0 0 x3

- Ada 1

Tekanan Diastolik 100 10 x 0,1

Konstanta -12 -12 -12

Jumlah -2

Dari hasil siriraj skor didapatkan skor sirirajnya -2 yang berarti Sroke infark

Skor SSS > 1:


Cara Penghitungan :
Perdarahan Supratentorial
(2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x Skor SSS < -1:
nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) Infark Serebri
- (3 x atheroma) - 12 Skor SSS -1 s/d 1 :
Meragukan

8
9
Gajah Mada Skor
Penurunan Nyeri kepala Babinski Jenis Stroke
kesadaran
+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan
- + - Perdarahan
- - + Iskemik
- - - Iskemik

Interpretasi :
Stroke Iskemik

Penurunan kesadaran (-)


Nyeri kepala (-)
Babinski (-)

LABORATORIUM
Tanggal : 13 – 06 – 2019
Parameter Hasil Nilai Rujukan
Kadar 12.9gr/dL 11.0 – 14.7
Hemoglobin
Hitung 36.2 % 35.2 – 46.7
Hematokrit
Hitung Jumlah 4.48 106/uL 1.5 – 4.0
Eritrosit
MCV 8.6 % 0.1 – 0.5
MCH 4.3 % 0.05 – 0.25
MCHC 0.5 % 0.01 – 0.1
RDW-SD 5.57 x 106/uL M : 4.50 – 5.50
F : 4.0 – 5.0
RDW-CV 15.7 gr/dL M : 14.0 – 17.4

10
F : 12.0 – 16.0
HCT 44.5 % M : 42 – 52
F : 36 – 48
PLT 240 x 103/uL 140-400
GDS 125 mgdL < 140
SGOT 24.4 U/L < 40
SGPT 35.7 U/L < 41
BUN 12.3 mg/dL 7 -18
Creatinin 0.95 mg/dL < 0.95
Kalium Darah 4.08 mEq/L 3.50 – 5.30
Natrium Darah 134.70 mEq/L 135 – 148
CL Darah 110.60 mEq/L 98 – 106
Calcium Ion 1.10 mEq/L 1.15 – 1,35
DDR NEGATIF

Tanggal : 29 – 04 – 2019
Parameter Hasil Nilai Rujukan
WBC 9.75 x 103/uL 5 – 10
NEUT 48.5 % 3.0 – 7.0
LYMPH 37.0 % 1.5 – 4.0
MONO 8.2 % 0.1 – 0.5
EOS 5.6 % 0.05 – 0.25
BASO 0.7 % 0.01 – 0.1
RBC 5.26 x 106/uL M : 4.50 – 5.50
F : 4.0 – 5.0
HGB 14.8 gr/dL M : 14.0 – 17.4
F : 12.0 – 16.0
HCT 41.5 % M : 42 – 52
F : 36 – 48
PLT 211 x 103/uL 140-400
MCV 78.9 fL 86.7 – 102.3

11
MCH 28.1 pg 27.1 – 32.4
MCHC 35.7 g/L 29.7 – 33.1
RDW-SD 36.0 fL 41.2 – 53.6
RDW-CV 1.8 % 12.2 – 14.8
PDW 10.2 fL 9.6 – 15.2
MPV 9.6 fL 9.6 -15.2
LED 1 mm/jam 1 – 10
Kolesterol total 183 mg/dL < 200
Trigliserida 188 mg/dL < 150
Kolesterol HDL 23 mg/dL 40-60
Kolesterol LDL 146 mg/dL <100
DDR Pv 76 parasit/uL

12
EKG

Ket : Nadi 60x/m

13
Gambaran EKG tampak Sinus Bradikardia
RADIOLOGI (CT-SCAN KEPALA)

Interpretasi :

14
Gambaran hipodens pada parietal kiri. Sulci dan gyri, fissure sylvii bilateral
dan fissure interhemister bilateral ringan melebar, system ventrikel kanan
melebar ringan. Midline struktur di tengah.

Kesan : Tampak gambaran infark cerebrii di parietal kiri

RADIOLOGI (FOTO THORAX)

𝑨+𝑩 𝟔+𝟏𝟐
CTR = = X 100% = 85,71
𝑪 𝟐𝟏

Didapatkan nilai CTR > 50%


Sehingga disimpulkan pasien mengalami kardiomegali.

1.5 RESUME

Pasien Tn. M. S dibawa oleh keluarganya ke UGD RSUD DOK II Jayapura


dengan surat rujukan dari praktik dr. Sp. S., dengan keluhan utama bicara pelo
dan kelemahan sisi tubuh bagian kanan. Keluhan ini muncul ± 11 hari sebelum
masuk rumah sakit. Riwayat jatuh (+) pada tahun 2004, mual (-), muntah (-),
pingsan (-). Pasien mempunyai riwayat hipertensi tidak terkontrol. Vital sign : TD
150/80 mmHg, N 86 x/menit, RR 24 x/menit, S = 36,50C.

15
1.6 ASSESSMENT
Stroke Infark Kardioemboli Sistem Karotis Sinistra
Faktor Resiko Sinus Bradikardia dengan Hipertensi grade I, Dislipidemia, dan
Malaria Tertiana
Diagnosis Klinis :
- Hemiparese Dekstra
- Parese N. VII Dekstra dan N. XII dextra sentral
Diagnosis Topis :
- Sistem Karotis Sinistra (Arteri Lentikularis Sinistra cabang Arteri Serebri
Media Sinistra yang memperdarahi Ganglia Basalis Sinistra)
Diagnosis Etiologi :
- Stroke Infark Kardioemboli
Diagnosis Faktor Risiko :
- Sinus bradikardia
Diagnosis tambahan :

- Hipertensi grade I tidak terkontrol


- Dislipidemia
- Malaria tertiana +1

1.7 PLANNING

Medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% + Citicholin 500 mg + Kalmeco 1 ampul + Diazepam 1
ampul / 12 jam
 Manitol 20% 200 – 150 -150 cc guyur
 Amlodipin 10 mg 1x1 tab
 Diltiazem 30 mg 1 x 1 tab

Non-Medikamentosa
 Bed Rest
 CT Scan Kepala Non-Kontras
 X Foto Thorax PA
 EKG

16
 Cek Darah Lengkap
 ACC Masuk Ruang Saraf
1.8 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia
Quo ad Fungtionam : Dubia
Quo ad Sanationam : Dubia

1.9 FOLLOW UP RUANGAN

29-04-2019 30-04-2019
Sadar, kontak adekuat, bicara terbatah- Sadar, kontak adekuat, , bicara terbatah-
S
batah atau tidak jelas (-), nyeri kepala (-), batah atau tidak jelas (-), nyeri kepala (-),
mual (-), muntah (-). mual (-), muntah (-).
VS: TD 160/90 mmHg, N 68 x/menit, RR VS: TD 150/100 mmHg, N 63 x/menit, RR
24 x/menit, Suhu 36,30C, SpO2 99% 24 x/menit, Suhu 36,50C, SpO2 96%
Status Generalisata: Status Generalisata:
Parase N. VII Kanan Sentral Parase N. VII Kanan Sentral
Parase N. XII Kanan Sentral Parase N. XII Kanan Sentral
Status Neurologis : Status Neurologis:
Rangsang Meningeal (-), Rangsang Meningeal (-),
O Sensorik : kesan parese N. VII kanan Motorik : kesan kanan lebih tertinggal
sentral dibanding kiri,
Motorik : kesan kanan lebih tertinggal Refleks Patologis : Babinski / Chaddock -/-
dibanding kiri,
Refleks Fisiologis : BPR +/+, KPR +/+,
ARK +/+
Refleks Patologis : Babinski / Chaddock - 4 5
/-
4 5

Stroke Infark Kardioemboli sistem Stroke Infark Kardioemboli sistem Karotis


Karotis Sinistra dengan Sinus Sinistra dengan Faktor Resiko Sinus
A
Bradikardia Bradikardia
Faktor Resiko Hipertensi grade I Diagnosa Tambahan :

17
Hipertensi grade I
Dislipidemia
Malaria Tertiana
 IVFD NaCl 0,9% + Citicholin 500 mg  IVFD NaCl 0,9% + Citicholin 500 mg +
+ kalmeco 1 ampul + Diazepam 1 Kalmeco 1 ampul + Diazepam 1 ampul /
ampul / 12 jam 12 jam
 Manitol 20% 200 – 150 -150 cc guyur  Inj Ceftriaxon 2x1 gr (H3)
 Inj Ceftriaxon 2x1 gr (H2)  Amlodipin 10 mg 1x1 tab

P  Amlodipin 5 mg 1x1 tab  Ramipiril 5 mg 1x1


 Ramipiril 5 mg 1x1  Simvastatin 20 mg 1x1
 Simvastatin 20 mg 1x1  Gemfibrozil 300mg 1x1
 Pradaxa 75 mg 1x1  Pradaxa 75 mg 1x1
 CPG 75 mg 1x1  Darplex 1x4 tab (3 hari)
 CT Scan Kepala Non-Kontras  Primakuin 1x15 mg (selam 14 hari)
 EKG : SR
 Cek lemak darah

18
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup yang didorong oleh


keberhasilan pembangunan nasional akan cenderung meningkatkan terjadinya
penyakit vascular seperti stroke. Stroke merupakan keadaan emergensi, yang
sekarang dikenal dengan serangan otak (brain attack). Istilah ini perlu kita
sosialisasikan ke masyarakat dengan harapan timbul kesadaran dalam masyarakat
bahwa begitu mengalami serangan stroke, harus dengan segera meminta
pertolongan kepada yang berkompeten dengan sarana yang memadai.
Sampai dengan saat ini stroke masih merupakan masalah besar, sekaligus
tantangan dibidang kesehatan, karena stroke menduduki peringkat kedua setelah
penyakit jantung atau ketiga setelah peenyakit jantung dan kanker dalam urutan
penyebab kematian. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organization).
Pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang meninggal akibat stroke. Jumlah ini
merupakan 9,5% dari seluruh kematian didunia. Selain itu stroke juga
mengakibatkan kecacatan. Pada tahun 1999, 50 juta orang telah mengalami
kecacatan akibat stroke. Dinyatakan pula bahwa sebagian besar (lebih dari 80%)
pasien yang mengalami kematian dan kecacatan akibat stroke tersebut tinggal di
negara yang sedang berkembang. Jika ditinjau dari segi psikologik dan sosio
ekonomi penyakit tersebut merupakan masalah besar.
Di Amerika stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga dan terdapat
750.000 orang teserang stroke setiap tahunnya dan 150.000 meninggal karena
stroke tersebut. Data stroke di Indonesia menunjukkan kecenderungan
peningkatan kasus stroke baik dalam hal kejadian, kecacatan, maupun kematian.
Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan
26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur >65 tahun). Kejadian stroke sebesar
51,6/100.000 penduduk dan kecacatan 1,6%, 4,3 % semakin memberat penderita
laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan profil berdasarkan umur dibawah
45 tahun sebesar 11,8%, umur 45-64 tahun sebesar 54,2% dan umur diatas 65
tahun sebesar 33,5%. Stroke dapat menyerang usia bayi, kanak-kanak, usia
produktif, hingga usia lanjut. Yang mana usia produktif lebih banyak sehingga

19
akan berdampak dan berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan
kesehatan secara keseluruhan.
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan fungsi otak,
local atau global, yang timbul mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau
berakhir dengan kematian tanpa penyebab yang jelas selain vascular. Jadi stroke
adalah kelainan jaringan otak yang disebabkan oleh gangguan aliran darah.

2.1 Anatomi Pembuluh Darah Penyuplai Otak


Otak, seperti semua jaringan tubuh, tergantung pada pasokan darah yang
memadai untuk nutrisi dan untuk menghilangkan produk sisa metabolism.
Pasokan darah arteri ke otak sangat kompleks. Darah mengalir ke otak melalui
dua pasang pembuluh darah besar yaitu sepasang arteri karotis interna dan
sepasang arteri vertebralis. Darah vena mengalir ke sinus-sinus duralis, kembali
ke jantung melalui vena jugularis. Pembuluh darah besar tersebut adalah:
1. Dua arteri Karotis (Sistem Karotis)
Yang membawa 80% darah yang diperlukan oleh otak dan terutama memberi
darah dari bagian depan, atas, dan lateral. Sistem karotis ini memberi darah
terutama ke area supra tentorial yang berisi otak besar.
2. Dua Arteri Vertebralis (Sistem Vertebro Basiler)
Membawa darah terutama untuk area infra tentorial yang berisi serebellum, batang
otak, bagian belakang dan bagian bawah dari hemisfer otak membentuk sistem
vertebrobasiler.
Arteri karotis kanan keluar dari pecahan trunkus brakhiocephalikus yang
menjadi arteri subklavia dan arteri karotis komunis. Arteri karotis merupakan
cabang langsung dari arkus aorta. Selanjutnya arteri karotis dan arteri vertebralis
membentuk sirkulasi korateral dalam bentuk sirkulus dari Willisi. Dari bagian ini
keluar arteri serebri posterior. Arter sebrebri media dan arteri serebri posterior.
Sirkulasi dari Willisi ini dibentuk oleh arteri serebri anterior, arteri komunikans
anterior dan arteri komunikans posterior dan arteri serebri posterior. Disamping
itu masih ada beberapa anastomose yang lain.
Pembentukan system saling terkait (anastomose) berguna untuk menjamin
lancarnya suplai darah ke otak. Kekurangan satu cabang akan segera diatasi oeh
aliran yang berasal dari cabang yang lain (anastomose) yang ikut membentuk

20
lingkaran dari willisi. Dari lingkaran Willisi ini keluar kecabang-cabang untuk
menyuplai aliran darah ke otak.
Disamping system yang saling terkait pembuluh darah otak intracranial,
masih juga ada anastomose antara pembuluh darah otak intra dan ektrakranial.
Yang paling penting adalah arteri karotis eksterna dengan karotis sifon lewat
arteri fasialism angularis dan oftalmikus, juga sering terbentuk anastomose antara
arteri karotis eksterna, arteri oksipitalis eksterna dengan arteri vertebralis.
Pada otak besar arteri yang paling berperanan adalah arteri serebri anterior,
arteri serebri media dan arteri serebri posterior. Ketiga arteri tersebut mempunyai
area arterial suplai masing-masing pada otak. Area suplai arteri serebri anterior
terutama untuk sensorik dan motorik daerah kaki (homonkulus) oleh karena itu
bila arteri serebri anterior ini terjadi oklusi maka deficit neourologinya terutama
mengenai daerah kaki. Sedangkan arteri serebri media mensuplai area motorik
maupun sensorik homonkulus daerah lengan, tangan muka. Oleh karena itu bila
terjadi oklusi maka defisit neurologis yang muncul mengenai daerah tersebut.
Sedangkan arteri serebri posterior terutama mensuplai lobus oksipitalis dan
sebagian batang otak.

2.2 Faal dan Patofisiologi


Otak adalah jaringan yang sangat bergantung pada oksigen yang
membutuhkan suplai glukosa dan oksigen terus-menerus dari darah. Walaupun
beratnya tidak lebih dari 2% berat badan, tetapi otak menerima 15% output pompa
jantung saat istirahat dan bertanggung jawab atas 20% konsumsi oksigen seluruh
tubuh. Aliran darah otak normalnya tetap stabil terhadap perubahan tekanan darah
dan tekanan intrakranial karena kemampuan autoregulasi sesistensi vaskulernya.
Perdarahan di dalam otak berhubungan dengan penyakit hipertensi dan
penyakit lain yang menyebabkan jejas dinding vascular, lesi structural seperti
malfornasi arterioenossa dan kavernosa dan tumor. Perdarahan spontan (non
traumatik) intraparenkim paling sering terjadi pada orang dewasa usia
pertengahan hingga usia lanjut dengan insiden puncak sekitar usia 60 tahun.
Kebanakan disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kecil intraparenkim.
Hipertensi adalah penyebab utama yang mendasarinya, dan perdarahan otak
terhiung sekitar 15% dari jumlah kematian pada penderita hipertensi kronik.

21
Perdarahan intraserebral secara klini bias berbahaya jika mengenai sebagain besar
otak atau meluas ke dalam system ventrikel; selain itu perdarahan yang terjadi
bisa kecil dan tidak menimbulkan gejala klinis. Perdarah intra parenkim hipertensi
biasanya terjadi di ganglia basal, thalamus, pons, dan serebrum, dengan lokasi dan
ukuran perdarahan menentukan manifestasi klinisnya.
Keadaan normal aliran darah otak dipertahankan oleh suatu mekanisme
otoregulasi kurang lebih 58 ml/ 100 gr/menit dan dominasi pada daerah abu-abu,
dengan mean arterial blood pressure (MABP) antara 50-160 mmHg. Mekanisme
ini gagal bila terjadi perubahan tekanan ang berlebihan dan cepat atau pada stroke
fase akut. Jika lebih 160 MABP kurang dari 50 mmHg akan terjadi iskemia
sedang jika lebii hdari 160 mmHg akan terjadi gangguan sawar darah otak dan
terjadi edema serebri atau ensefalopati hipertensif. Selain itu terdapat mekanisme
otoregulasi yang peka terhadap perubahan kadar oksigen dan karbondioksida.
Kenaikan kada karbondioksida darah menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
dan kenaikan oksigen menyebabkan vasokonstriksi.
Gangguan aliran darah otak akibat oklusi mengakibatkan produksi energi
menurun, yang pada gilirannya menyebabkan kegagalan pompa ion, cedera
mitokondria, akitivasi leukosit (dengan pelepasan mediator inflamasi), generasi
radikal oksigen, dan pelepasan eksitotoksin. Peningkatan kadar natrium, klorida
dan kalsium dalam sel, stimulasi phospholipases dan protease, diikuti oleh
pelepasan prostaglandin dan leukotrin, kerusakan DNA dan sitoskeleton, dan
akhirnya terjadi kerusakan membrane sel. Perubahan komponen genetic pengatur
unsur kaskade untuk mengubah tingkat cedera. AMPA (alpha-amino-3-hidroksi-
5-metil-4-isoxale asam propionate) NMDA (N-metil-d-aspartat).
Tujuan utama dari intervensi adalah untuk memulihkan aliran darah normal
otak sesegera mungkin dan melindungi neuron karena menganggu atau
memperlambat cascade iskemik. Studi menggunakan Magnetik Resonance
Imaging dan positron-emissionn tomography menunjukkan bahwa iskemia akan
cepat menghasilkan kerusakan jaringan otak yang pemanen (ischemia core) dan
dikelilingi oleh hipoksi tetapi berpotensi untuk diselamatkan (penumbra) bila
segera dilakukan intervensi secepat mungkin.

22
2.3 Epidemiologi
Stroke merupakan masalah yang sangat serius di Asia, yang memiliki lebih
dari 60% populasi dunia, dan banyak negaranya adalah negara ekonomi
berkembang. Kematian akibat stroke lebih tinggi di Asia daripada di Eropa Barat,
Amerika, atau Australia.
Sesuai studi, mortalitas berdasarkan usia dan jenis kelamin di Asia cukup
tinggi. Tingkat terendah, di Jepang (43.4/1.000.000 orang/tahun) dan Singapura
(47.9/100.000 orang/tahun), diikuti oleh Bangladesh, Papua Nugini, dan Bhutan.
Tingkat tertinggi di Mongolia (222.6/100.000 orang/tahun), dan Indonesia
(193.3/100.000 orang/tahun), diikuti oleh Myanmar dan Korea Utara.
Tingkat insidensi stroke terendah yaitu Malaysia (67/100.000 orang/tahun).
Angka tertinggi berada di Jepang (422/100.000 orang/tahun pada laki-laki dan
212/100.000 orang/tahun pada perempuan), dan Taiwan (330//100.000
orang/tahun).
Prevalensi mencerminkan keseimbangan antara insiden dan kematian.
Prevalensi yang rendah disebabkan oleh insiden yang rendah atau mortalitas yang
tinggi, atau keduanya; sebaliknya prevalensi yang tinggi karena insiden tinggi
atau mortalitas rendah atau keduanya. Di Indonesia, tingkat prevalensi stroke
yaitu 0.02 – 8.0/1000.

2.4 Klasifikasi dan Etiologi


Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke iskemik merupakan 80% dari penyebab stroke, disebabkan
oleh gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak akibat bentukan
trombus atau emboli. Keadaan ini dapat diperparah oleh terjadinya penurunan
perfusi sistemik yang mengaliri otak. Sedangkan stroke hemoragik intraserebral
dan subarakhnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kranial.
Stroke secara luas diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan hemoragik.
Stroke iskemik merupakan 80% kasus stroke dan dibagi menjadi aterotrombosis
arteri, emboli otak, stroke lakunar, dan hipoperfusi sistemik. Perdarahan otak
merupakan 20% sisa penyebab stroke dan dibagi menjadi perdarahan
intraserebral, perdarahan subarakhnoid, dan hematoma subdural/ ekstradural.

23
a. Stroke Hemoragik
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak
terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak,
sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik. Jenis perdarahan (stroke hemoragik),
disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun
subarakhnoid. Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat
karena berry aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi
arteriol otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada
pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan subarakhnoid disebabkan pecahnya
aneurysma congenital pembuluh arteri otak di ruang subarakhnoidal.

b. Stroke Iskemik
Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada prinsipnya
disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan
mengganggu atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow (CBF).
Nilai normal CBF adalah 50–60 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi jika CBF < 30
ml/100mg/menit. Jika CBF turun sampai < 10 ml/mg/menit akan terjadi
kegagalan homeostasis, yang akan menyebabkan influks kalsium secara cepat,
aktivitas protease, yakni suatu cascade atau proses berantai eksitotoksik dan pada
akhirnya kematian neuron.
Reperfusi yang terjadi kemudian dapat menyebabkan pelepasan radikal
bebas yang akan menambah kematian sel. Reperfusi juga menyebabkan
transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih
antara 15–30 ml/100mg/menit, keadaan iskemik dapat dipulihkan jika terapi
dilakukan sejak awal.
Stroke iskemik akut adalah gejala klinis defisit serebri fokal dengan onset
yang cepat dan berlangsung lebih dari 24 jam dan cenderung menyebabkan
kematian. Oklusi pembuluh darah disebabkan oleh proses trombosis atau emboli
yang menyebabkan iskemia fokal atau global. Oklusi ini mencetuskan serangkaian
kaskade iskemik yang menyebabkan kematian sel neuron atau infark serebri.
Aliran darah ke otak akan menurun sampai mencapai titik tertentu yang seiring
dengan gejala kelainan fungsional, biokimia dan struktural dapat menyebabkan
kematian sel neuron yang irreversible.

24
2.4.1 Klasifikasi Stroke Iskemik Berdasarkan Penyebabnya

a. Stroke Trombosis
Stroke trombotik pembuluh darah besar dengan aliran lambat biasanya
terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi
menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang
menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna atau, yang lebih
jarang di pangkal arteria serebri media atau di taut ateria vertebralis dan basilaris.
Mekanisme pelannya aliran darah parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi
pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat
melewati lesi stenotik intra-arteri, aliran darah yang mungkin bergantung pada
tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan darah tersebut
dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke.

b. Stroke embolik
Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit
neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Embolus
berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup
mitralis. Karena biasanya adalah bekuan kecil, fragmen– fragmen dari jantung
mencapai otak melalui arteria karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala
klinis yang ditimbulkannya tergantung pada bagian mana sirkulasi yang tersumbat
dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut.
Embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga
gejala–gejala mereda. Namun, fragmen–fragmen tersebut kemudian tersangkut di
sebelah hilir dan menimbulkan gejala–gejala fokal.
Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko yang lebih besar
terkena stroke hemoragik, karena terjadi perdarahan petekie atau bahkan
perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin
hari setelah emboli pertama. Perdarahan tersebut disebabkan karena struktur
dinding arteri sebelah distal dari okulasi embolus melemah atau rapuh karena
perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan
perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut. Stroke kriptogenik adalah
stroke iskemik akibat sumbatan mendadak pembuluh intrakranium besar tetapi
tanpa penyebab yang jelas.

25
Sumber emboli antara lain:
1. Emboli dapat berasal dari thrombus di jantung, terutama dalam kondisi
berikut:
 Atrial fibrilasi
 Penyakit jantung rematik: mitral stenosis
 Paska miokard infark
 Vegetasi pada katup jantung pada bakteri atau marantic endocarditis
 Katup jantung prostetik
2. Operasi jantung terbuka atau atheromas di arteri leher atau di arkus aorta
setelah prosedur invasive pada kardiovaskular
3. Emboli lemak: fraktur tulang Panjang
4. Emboli udara: kasus dekompresi

2.4.2 Klasifikasi Iskemik Serebral


Perjalanan klinis pasien dengan stroke infark akan sebanding dengan tingkat
penurunan aliran darah ke jaringan otak. Perjalanan klinis ini akan dapat
mengklasifikasikan iskemik serebral menjadi 4, yaitu:

1. Transient ischemic Attack (TIA)

Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus atau emboli. TIA
sebenarnya tidak termasuk ke dalam kategori stroke karena durasinya yang kurang
dari 24 jam.

2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)


Seperti juga pada TIA gejala neurologis dari RIND juga akan menghilang,
hanya saja waktu berlangsung lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam, bahkan sampai
21 hari. Jika pada TIA dokter jarang melihat sendiri peristiwanya, sehingga pada
TIA diagnosis ditegakkan hanya berdasar keterangan pasien saja, maka pada
RIND ini ada kemungkinan dokter dapat mengamati atau menyaksikan sendiri.
Biasanya RIND membaik dalam waktu 24 - 48 jam. Sedangkan PRIND
(Prolonged Reversible Ischemic Neurological Deficit) akan membaik dalam
beberapa hari, maksimal 3 - 4 hari.

26
3. Stroke In Evolusion (Progressing stroke)
Pada bentuk ini gejala/ tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48
jam. Kelainan atau defisit neurologik yang timbul berlangsung secara bertahap
dari yang bersifat ringan menjadi lebih berat. Diagnosis progressing stroke
ditegakkan mungkin karena dokter dapat mengamati sendiri secara langsung atau
berdasarkan atas keterangan pasien bila peristiwa sudah berlalu.

4. Complete Stroke Non-Haemmorhagic


Completed Stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya
sudah menetap, tidak berkembang lagi. Kelainan neurologi yang muncul
bermacam-macam, tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark.

2.4.3 Patofisiologi Stroke Iskemik

Pada dasarnya, proses terjadinya stroke iskemik diawali oleh adanya


sumbatan pembuluh darah oleh thrombus atau emboli yang mengakibatkan sel
otak mengalami gangguan metabolime, karena tidak mendapat suplai darah,
oksien, dan energi. Thrombus terbentuk oleh adanya pross aterossklerosis pada
arkus aorta, arteri karotis, maupun pembuluh darah serebral. Proses ini diawali
oleh cedera endotel dan inflamasi yang mengakibatkan terbentuknya plak pada
dinding pembuluh darah. Plak akan berkembang semakin lama semakin tebal dan
sklerotik. Trombosit kemudian akan melekat pada plak serta melepaskan factor-
faktor yang menginsilasi kaskade koagulasi dan pembentukan thrombus.
Thrombus dapat lepas dan menjadi embolus atau tetap pada lokasi asal dan
menyebabkan oklusi dalam pembuluh darah tersebut. Emboli merupakan bagian
dari thrombus yang terlepas dan menyumbat pembuluh darah di bagian yang lebih
distal. Emboli ini dapat berasal dari rombus di pembuluh darah, tetapi sebagian
besar berasal dari thrombus di jantung yang terbentuk pada keadaan tertentu,
seperti atrial fibrilasi dan riwayat infark miokard. Bila proses ini berlanjut, akan
terjadi iskmeia jaringan otak yang menyebabkan kerusakan yang bersifat
sementara atau menjadi permanen yang disebut infark.
Disekeliling area sel otak yang mengalami gangguan metabolism dan
gangguan perfusi yang bersifat sementara yang disebut daerah penumbra. Daerah
ini masih bisa diselamatkan jika dilakukan perbaikan aliran darah kembali

27
(reperfusi) segera, sehingga mencegah kerusakan sel yang lebih luas, yang berarti
mencegah kecacatan dan kematian. Namun jika penumbra tidak dapat
diselamatkan, maka akan menjadi daerah infark. Iinfark tersebut bukan saja
disebabkan oleh sumbatan, tetapi juga akibat proses inflamasi, gangguan sawar
darah otak (SDO) atau (blood brain barrier/BBB), zat neurotoksik akibat hipoksia,
menurunnya aliran darah mikrosirkulasi kolateral, dan tata laksana untuk
reperfusi.
Pada daerah disekitar penumbra, terdapat berbagai tingkatan kecepatan
aliran darah serebral atau cerebral blood flow (CBF). Aliran pada jaringan otak
normal adalah 40-50cc/100g otak/menit, namun pada daerah infark, tidak ada
aliran sama sekali (CBF) ml/100g otak/menit).
Pada daerah yang dekat dengan infark CBF adalah sekitar 10 cc/100g
otak/menit. Daerah ini disebut juga daerah dengan ambang kematian sel
(threshold of neuronal death), oleh karena sel otak tidak dapat hidup bila CBF di
bawah 5 cc/100g otak/menit. Daerah ini disebut juga daerah dengan ambang
kematian sel (threshold of neuronal death), oleh karena sel otak tidak dapat hidup
bila CBF di bawah 5cc/100g otak/menit.
Pada daerah yang lebih jauh dari infark, didapatkan CBF sekitar 20 cc/100g
otak/menit. Pada daerah ini aktivitas listrik neuronal terhenti dan struktur intrasel
tidak terintegrasi dengan baik. Sel di daerah tersebut memberikan kontribusi pada
terjadinya deficit neurologis, namun memberikan respons yang baik jika
dilakukan terapi optimal.
Bagian yang lebih luar mendapatkan CBF 30-40 cc/100g otak/menit, yang
disebut dengan daerah oligemia. Bagian terluar adalah bagian otak yang normal.
Bagian ini mendapatkan CBF 40-50 cc/100 g otak/ menit. Bila kondisi penumbra
tidak menutup kemungkinan daerah yang endapat aliran darah dengan kecepatan
kurang tadi akan berubah menjadi daerah yang infark dan infark yang terjadi akan
semakin luas.
Pada daerah yang mengalami iskemia, terjadi penurunan kadar adenosine
triphosphate (ATP), Sehingga terjadi kegagalan pompa kalium dan natrium serta
peningkatan kadar laktat intraselular. Kegagalan pompa kalium dan natrium
menyebabkan depolarisasi dan peningkatan pelepasan neurotransmitter glutamate.

28
2.5 Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala klinis stroke sangat mudah dikenali. Hal ini secara praktis
mengacu pada definisi stroke, yaitu kumpulan gejala akibat gangguan fungsi otak
akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurang atau
hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina, atau medulla spinalis, yang
dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri maupun
vena yang dibuktikan dengan pemeriksaan pencitraan otak dan/atau patologi.
Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada daerah otak
yang terkena. Deficit neurologis yang ditimbulkannya dapat bersifat fokal maupun
global, yaitu:
 Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu ekstremitas, kelumpuhan
otot-otot penggerak boa mata, kelumpuhan otot-otot untuk proses
menelan, bicara dan sebagainya.
 Gangguan fungsi keseimbangan
 Gangguan fungsi penghidu
 Gangguan fungsi penglihatan
 Gangguan fungsi pendengaran
 Gangguan fungsi somatik sensoris
 Gangguan fungsi kognitif, seperti: gangguan atensi, memori, bicara
verbal, gangguan mengerti pembicaraan, gangguan pengenalan ruang,
dan sebagainya
 Gangguan global berupa gangguan kesadaran
Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda stroke yang
disusun oleh Cincinnati menggunakan singkatan FAST, mencakup F yaitu facial
droop (mulut mencong/tidak simetris), A yaitu arm weakness (kelemahan pada
tangan), S yaitu speech diffulties (kesulitan bicara), serta T, Yaitu time to seek
medical help (waktu tiba di RS secepat mungkin). FAST memiliki sensitivitas
85% dan spesifitas 68% untuk menegakkan stroke, serta reliabilitas yang baik
pada dokter dan paramedis.
Tanda klinis stroke juga dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik
neurologi untuk mengkonfirmasi kembali tanda dan gejala yang didapatkan
berdasarkan anamnesis. Pemeriksaan fisik yang utama meliputi penurunan

29
kesadaran berdasarkan Skala Koma Glasgow (SKG), kelumpuhan saraf kranial,
kelemahan motorik, defisit sensorik, gangguan otonom, gangguan fungsi kognitif,
dan lain-lain.

2.6 Faktor Risiko


Stroke disebabkan oleh banyak faktor, yang sebagian besar sesungguhnya
bisa dikendalikan. Virgil Brown, MD, dari Emory University, Atlanta,
menyatakan bahwa stroke merupakan akibat dari life style (gaya hidup) manusia
modern yang tidak sehat. Hal ini tampak pada perilaku mengonsumsi makanan
yang tinggi kolesterol dan rendah serat, kurang dalam aktivitas fisik serta
berolahraga, akibat stress/ kelelahan, konsumsi alkohol berlebihan, kebiasaan
merokok. Berbagai faktor risiko itu selanjutnya akan berakibat pada pengerasan
pembuluh arteri (arteriosklerosis), sebagai pemicu stroke.
Menurut The WHO Task Force on Stroke and other Cerebrovascular
Disorders (1988), faktor risiko stroke iskemik adalah: (1) hipertensi, (2) diabetes
mellitus, (3) penyakit jantung, (4) serangan iskemik sepintas (TIA), (5) obesitas,
(6) hiper-agregasi trombosit, (7) alkoholism, (8) merokok, (9) peningkatan kadar
lemak darah (kolesterol, trigliserida LDL), (10) hiperurisemia, (11) infeksi, (12)
faktor genetik atau keluarga, dan (13) lain lain (migren, suhu dingin, kontrasepsi
tinggi estrogen, status sosio-ekonomi, hematokrit, peningkatan kadar fibrinogen,
proteinuria dan intake garam berlebih). Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi termasuk usia, jenis kelamin, dan hereditas. Walaupun faktor ini
tidak dapat diubah, namun tetap berperan sebagai pengidentifikasi yang penting
pada pasien yang berisiko terjadinya stroke, di mana pencarian yang agresif untuk
kemungkinan faktor risiko yang lain sangat penting.

2.7 Penatalaksanaan
Perawatan stroke terdiri dari perawatan medis dan nonmedis. Perawatan
medis pada awal serangan bertujuan menghindari kematian dan mencegah
kecacatan. Setelah itu, perawatan medis ditujukan untuk mengatasi keadaan
darurat medis pada stroke akut, mencegah stroke berulang, terapi rehabilitatif
untuk stroke kronis, dan mengatasi gejala sisa akibat stroke. Terapi stroke secara
medis antara lain dengan pemberian obat-obatan, fisioterapi, dan latihan fisik
untuk mengembalikan kemampuan gerak sehari-hari.

30
2.7.1 Terapi Non Farmakologi
a. Perubahan Gaya Hidup Terapeutik
Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik
merupakan perubahan gaya hidup terapeutik yang penting untuk semua pasien
yang berisiko aterotrombosis. Pada pasien yang membutuhkan terapi obat untuk
hipertensi atau dislipidemia, obat tersebut harus diberikan, bukannya digantikan
oleh modifikasi diet dan perubahan gaya hidup lainnya.
Diet tinggi buah-buahan sitrus dan sayuran hijau berbunga terbukti
memberikan perlindungan terhadap stroke iskemik pada studi Framingham dan
studi Nurses Health, setiap peningkatan konsumsi per kali per hari mengurangi
risiko stroke iskemik sebesar 6%. Diet rendah lemak trans dan jenuh serta tinggi
lemak omega-3 juga direkomendasikan. Konsumsi alkohol ringan-sedang (1 kali
per minggu hingga 1 kali per hari) dapat mengurangi risiko stroke iskemik pada
laki-laki hingga 20% dalam 12 tahun, namun konsumsi alkohol berat (> 5 kali/
hari) meningkatkan risiko stroke.
b. Aktivitas fisik
Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke setara
dengan merokok, dan lebih dari 70% orang dewasa hanya melakukan sedikit
latihan fisik atau bahkan tidak sama sekali, semua pasien harus diberitahu untuk
melakukan aktivitas aerobik sekitar 3045 menit setiap hari. Latihan fisik rutin
seperti olahraga dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin
dan fungsi kardiovaskular (jantung). Latihan juga merupakan komponen yang
berguna dalam memaksimalkan program penurunan berat badan, meskipun
pengaturan pola makan lebih efektif dalam menurunkan berat badan dan
pengendalian metabolism.

2.7.2 Terapi Farmakologi


Tata laksana untuk stroke iskemik akut baik secara umum maupun khusus
mengacu dari pedoman yang telah dibuat di berbagai negara, sebagian besar dari
AHA/ASA (American Stroke Association) dan European stroke organization
(ESO) yang terbaru. Acuan ini terbagi dalam kekuatan rekomendasi kelas I-III
(class) dengan kelas I yang terkuat dan kualitas bukti (level of evidence) dan A-C
dengan level A yang tertinggi.

31
Outcome/ goal penatalaksanaan terapi stroke akut, antara lain: (1)
mengurangi progesivitas kerusakan neurologi dan mengurangi angka kematian,
(2) mencegah komplikasi sekunder yaitu disfungsi neurologi dan imobilitas
permanen, (3) mencegah stroke ulangan. Terapi yang diberikan tergantung pada
jenis stroke yang dialami (iskemik atau hemoragik) dan berdasarkan pada rentang
waktu terapi (terapi pada fase akut dan terapi pencegahan sekunder atau
rehabilitasi).
Strategi pengobatan stroke iskemik ada dua, yang pertama reperfusi yaitu
memperbaiki aliran darah ke otak yang bertujuan untuk memperbaiki iskemik
dengan obat-obat antitrombotik (antikoagulan, antiplatelet, trombolitik). Kedua
dengan neuroproteksi yaitu pencegahan kerusakan otak agar tidak berkembang
lebih berat akibat adanya area iskemik.
Berdasarkan guidelines American Stroke Association (ASA), untuk
pengurangan stroke iskemik secara umum ada dua terapi farmakologi yang
direkomendasikan dengan grade A yaitu t-PA dengan onset 3 jam dan aspirin
dengan onset 48 jam.

Tata laksana umum:


Penanganan penderita stroke iskemik bergantung pada tahap
perkembangannya. Dalam hal ini diperlukan klasifikasi yang tepat, apakah suatu
TIA, reversible ischemic neurologic deficit (RIND), atau complete stroke. Yang
terakhir ini tidak didasarkan atas beratnya defisit neurologik melainkan stabilitas
defisit neurologik. Sebegitu jauh, sampai saat ini belum ada terapi yang efektif.
Namun demikian upaya-upaya di bawah ini dapat dipertimbangkan.

1. Tahap Akut
Gangguan peredaran darah otak merupakan keadaan gawat darurat,
memerlukan penanganan segera, sama halnya dengan serangan jantung.
Pada tahap akut, ada dua kesempatan yang harus dimanfaatkan yaitu jendela
reperfusi dan jendela terapi (therapeutic window). Jendela terapi ini
berkaitan erat dengan teori Zivin dan Choi mengenai neurotoksisitas
glutamat dan radikal bebas. Daerah infark akan melepaskan glutamat dalam
jumlah besar yang akan merusak membran sel otak hingga ion kalsium
masuk ke dalam sel. Keadaan ini justru akan merangsang produksi glutamat,

32
dan terjadilah lingkaran setan. Sementara itu, radikal bebas juga keluar dari
daerah iskemik. Radikal bebas ini akan membanjiri neuron-neuron di sekitar
fokus dan akhirnya terjadi calcium influx. Hampir seluruh penderita stroke
iskemik harus di rawat di rumah sakit, sebagai kasus darurat. Masalah dalam
masa ini adalah edema otak, kejang atau komplikasi sistemik lainnya
misalnya ketidakseimbangan cairan atau elektrolit, pneumonia, gangguan
jantung. Pada infark serebri dengan edema yang masif dapat terjadi
hidrosefalus obstruksi. Hal demikian ini perlu pemasangan VP shunt
(Ventrikulo-peritoneal shunt).

a. Hemodilusi
Aliran darah otak berhubungan erat dengan viskositas darah dan
berhubungan secara terbalik dengan hematokrit, makin tinggi hematokrit
maka makin rendah aliran darah otaknya. Stagnansi darah di
mikrosirkulasi pada jaringan iskemik memberi sumbangan kejadian-
kejadian berurutan yang mempercepat proses infark karena
terkumpulnya berbagai macam metabolit yang toksik. Meningkatnya
sirkulasi untuk membawa atau membuang metabolit tadi merupakan
tujuan utama terapi. Hemodilusi merupakan salah satu upaya untuk
menurunkan viskositas plasma dengan mengeluarkan eritrosit,
membebaskan aliran darah melalui kapiler yang terganggu di daerah
iskemik. Salah satu cara adalah melakukan venaseksi dan dalam waktu
yang bersamaan diberikan bahan plasma-expanding untuk mencegah
terjadinya hipovolemia. Bahan yang sering dipakai adalah dekstran
dengan berat molekul rendah. Terapi ini bersifat selektif.
b. Antikoagulan
Pemberian antikoagulan masih bersifat kontroversial, baik dalam
manfaat maupun risikonya. Dorongan untuk memberi antikoagulan
terutama untuk menghentikan proses patologik pada kasus stroke in
evolution atau progressing stroke. Banyak clinical trial tentang
pemberian antikoagulan, namun demikian belum juga dapat diambil
sikap yang tegas. Dalam praktek sehari-hari, pemberian antikoagulan
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: kontraindikasi

33
antikoagulan, tersedianya CT-Scan dan laboratorium yang siap selama
24 jam, serta kewaspadaan staf medik dan paramedik terhadap
memburuknya kondisi penderita.
c. Kontrol terhadap edema otak
Edema pada infark otak terutama bila terjadi oklusi arteri serebri media,
sulit untuk dikontrol. Kortikosteroid bermanfaat untuk edema
interstisial, hal ini terdapat pada neoplasma. Cairan hiperosmolar
misalnya gliserol, manitol, urea, kurang efektif untuk infark iskemik.
Hal ini disebabkan oleh dua alasan, yaitu pemberian cairan hiperosmolar
ke daerah infark terganggu oleh terhambatnya aliran darah di daerah
infark, dan edema pada infark iskemik merupakan kombinasi antara
edema vasogenik dan sitotoksik.
d. Antagonis kalsium
Nimodipin merupakan salah satu jenis antagonis kalsium yang
diharapkan dapat mencegah membanjirnya kalsium ke dalam sel
(calcium influx). Pada awalnya, nimodipin diberikan secara ko-infus
dengan bantuan syringe pump, dengan dosis 2-2,5 ml/jam, bergantung
pada tekanan darah penderita selama 5 hari. Dosis tinggi dapat
menurunkan tekanan darah yang tentunya akan menyebabkan bertambah
beratnya gejala neurologik. Nimodipin ini akan memberikan hasil yang
baik bila diberikan secara dini, kurang dari 6 jam pasca awitan.
Nimodipin dapat diteruskan secara peroral dengan dosis 120-180
mg/hari.
2. Tahap pasca akut
a. Fisioterapi dimulai sedini mungkin, bahkan segera setelah terjadi
serangan. Pada tahap ini fisioterapi sudah dapat dikerjakan lebih
intensif, tetap dengan mempertimbangkan penyakit sistemik yang
sekiranya dapat memberat dengan latihan-latihan selama fisioterapi.
b. Obat-obat untuk tahap ini cukup beragam dengan titik tangkap yang
berbeda: pentoksifilin 2x400 mg, codergocrine mesylate 3-4,5
mg/hari, nicergolin 30 mg/hari, nimodipin 120-180 mg/hari,
naftidrofuryl 300-400 mg/hari. Dipiradamol 75-150 mg/hari, aspirin

34
100-200 mg/hari. Untuk pemberian obat-obat tersebut perlu
perhatian khusus tentang kondisi fisik, laboratorik dan juga
kontraindikasinya.
c. Pemberian antikonvulsan perlu dipertimbangkan pada kasus-kasus
infark kortikal. Disamping itu, neuron-neuron yang rusak akibat
infark dapat berubah sifatnya, menjadi lebih mudah terangsang dan
akibatnya adalah terjadi konvulsi fokal maupun umum.

2.8 Rehabilitasi Pasca Stroke

Tujuan utama rehabilitasi adalah untuk mencegah komplikasi,


meminimalkan gangguan, dan memaksimalkan fungsi organ. Prioritas rehabilitasi
stroke dini adalah pencegahan stroke sekunder, managemen dan pencegahan
penyakit penyerta dan komplikasi. Pada dasarnya rehabilitasi pada pasien stroke
iskemik maupun stroke hemoragik memiliki prinsip yang sama. Rehabilitasi
tersebut meliputi terapi berbicara, terapi fisik, dan terapi occupasional.

2.9 Hubungan Hipertensi dan Stroke


Hipertensi merupakan satu dari beberapa faktor risiko stroke iskemik.
Berdasarkan banyak penelitian berbagai klinis dan meta-analisis menunjukkan
bahwa dengan mengendalikan hipertensi akan mengurangi risiko terjadinya
stroke. Hipertensi juga diduga memicu terjadinya aterosklerosis, namun
aterogenesisnya tidak diketahui dengan pasti. Diduga tekanan darah tinggi
merusak endotel dan menaikkan permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap
lipoprotein. Tidak hanya itu, diduga beberapa zat yang dikeluarkan oleh tubuh
seperti renin, angiotensin dan lain–lain dapat menginduksi perubahan seluler yang
menyebabkan aterogenesis.
Pada orang normal terdapat suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila
tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme
(vasokonstriksi). Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh
serebral akan menjadi vasodilatasi. Dengan demikian, aliran darah ke otak tetap
konstan. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi oleh
autoregulasi adalah 200 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 110–120 mmHg
untuk tekanan darah diastolic.

35
Ketika tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral akan
berkonstriksi. Derajat konstriksi tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila
tekanan darah cukup tinggi selama berbulan–bulan atau bertahun–tahun akan
menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral. Akibatnya,
diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya
karena pembuluh darah serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan
leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi
penurunan tekanan darah sistemik maka perfusi kejaringan otak tidak adekuat.
Hal ini akan mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya, bila terjadi kenaikan
tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi.
Akibatnya, terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan terjadi perdarahan pada
otak.
Pada hipertensi kronis dapat terjadi mikroaneurisma dengan diameter 1 mm.
Mikroaneurisma ini dikenal dengan aneurisma dari CharcotBouchard dan
terutama terjadi pada arteria lentikulostriata. Pada lonjakan tekanan darah
sistemik, sewaktu orang marah atau mengejan, aneurisma bisa pecah. Hipertensi
yang kronis merupakan salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotelial dari
pembuluh darah. Pada keadaan normal, endotelial menunjukkan fungsi dualistik.
Sifat ini secara simultan mengekspresikan dan melepaskan zat-zat
vasokonstriktor (angiotensin II, endotelin-I, tromboksan A-2, dan radikal
superoksida) serta vasodilator (prostaglandin dan nitrit oksida). Faktor–faktor ini
menyebabkan dan mencegah proliferasi sel sel otot polos pembuluh darah secara
seimbang. Keseimbangan antara sistem antagonis ini dapat mengontrol secara
optimal fungsi dinding pembuluh darah. Akibat disfungsi endotel, terjadi
vasokonstriksi, proliferasi sel–sel otot polos pembuluh darah, agregasi trombosit,
adhesi lekosit, dan peningkatan permeabilitas untuk makromolekul, seperti
lipoprotein, fibrinogen dan imunoglobulin. Kondisi ini akan mempercepat
terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis memegang peranan penting untuk
terjadinya stroke infark.

36
2.10 Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut
terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek
tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus
dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi
oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus-menerus selama 24 jam
setelah serangan stroke.
Secara umum 80% pasien dengan stroke hidup selama satu bulan dengan 10
tahun year survival rate sekitar 35%. Setengah hingga seperti pasien yang mampu
melewati fase akut stroke mampu mendapatkan fungsi yang kembali normal,
hanya 15% membutuhkan perawatan institusional.

37
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Penegakkan Diagnosa
Diagnosis stroke harus dilakukan dengan cepat dan tepat agar segera
mengetahui tipe klasifikasi patologinya termasuk dalam stroke infark atau
hemorragic guna pemberian tindakan medis dan obat yang secara tepat pula.
Penegakkan diagnosis dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisisk,
pemeriksaan neurologi, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis dilakukan kepada pasien dan istri pasien. Didapatkan keluhan
utama pada pasien yaitu bicara pelo dan kelemahan pada sisi tubuh pada bagian
kanan. Keluhan dialami 11 hari sebelum masuk dirumah sakit. Ini merupakan
keluhan yang pertama kali dialami oleh pasien. Dari anamnesis juga didapatkan
pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol selama 25 tahun, serta riwayat
mengonsumsi alkohol dan merokok. Anamnesis berdasarkan Gajah Mada Score,
tidak didapatkan keluhan penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan reflex babinski.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Stroke Iskemik.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan, didapatkan keadaan umum tampak
sakit sedang, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 140/90
mmHg, nadi 58x/menit, respirasi : 20x/menit, suhu : 36,50C 12/70 mmHg,
Pemeriksaan kepala, bentuk kepala normal, rambut warna hitam, keriting, tidak
rontok. Pemeriksaan mata tidak didapatkan konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-) reflek cahaya (+/+), pupil bulat isokor  3 mm, mata cowong (-).
Pemeriksaan hidung didapatkan serumen (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-),
perdarahan (-/-). Pemeriksaan mulut, bibir lembab (-), oral candidiasis (-), tonsil
T1/T1, faring hiperemis (-). Pemeriksaan leher berupa kelenjar tyroid tidak
membesar, kelenjar getah bening tidak membesar, trakea deviasi (-). Pemeriksaan
thoraks-paru simetris, ikut gerak napas, retraksi (-), vocal fremitus kanan kiri
normal, perkusi sonor, suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Pemeriksaan jantung didapatkan iktus cordis tak tampak, tak teraba, thrill (-),
batas jantung dalam batas normal, bunyi jantung I-II murni regular, murmur (-),

38
gallop (-). Pemeriksaan abdomen tampak cembung, supel, hepar/lien tidak teraba.
Ekstremitas akral hangat kering dan merah.
Pemeriksaan neurologi yang dilakukan kepada pasien yaitu, pemeriksaan
saraf cranial, pemeriksaan refleks meningeal, refleks fisiologis, dan refleks
patologis. Pemeriksaan bermakna yang didapatkan yaitu pada pemeriksaan saraf
kranialis, N.VII (Fasialis) senyum tidak simetris, dan pada N.XII(Hypoglosus)
pergerakan lidah kurang baik. Ini merupakan tanda adanya Parase N. VII dextra
central dan parase N. XII.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada
pasien ini adalah pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah, EKG, pemeriksaan
imaging. Pada pemeriksaan darah lengkap tanggal 26 April 2019 didapatkan
adanya peningkatan darah sel darah putih yaitu 11.42 x 103/uL. Pada pemeriksaan
kimia darah pada tanggal 29 April 2019, didapatkan kadar Trigliserida188 mg/dL,
Kolesterol HDL 23 mg/dL, Kolesterol LDL 146 mg/dL, serta pemeriksaan DDR
didapatkan Pv 76 parasit/uL.
Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil SR, rate 60x/m, axis LAD, aVF, ST-
T dyes (-). Pemeriksaan imaging yang dilakukan yaitu, roentgen thorax dan
CTscan kepala tanpa kontras. Pada pemeriksaan roentgen thorax didapatkan hasil
kardiomegali dengan CTR >50% yaitu 85.71%. Kemudian dilakukan pemeriksaan
CTscan didapatkan gambaran hipodens pada region parietal kiri.
Berdasarkan gejala, tanda, masalah yang ditemukan, serta pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan, pasien didiagnosa Stroke Infark Kardioemboli
Sistem Karotis Sinistra, Faktor risiko sinus bradikardia dengan Hipertensi grade I,
Displidemia dan Malaria Tertiana.

B. Terapi
Pada kasus ini, pasien diberikan cairan NaCL 0,9% + Citicholin 500 mg +
kalmeco 1 ampul + Diazepam 1 ampul / 12 jam, Manitol 20% 200 – 150 -150 cc
guyur, Inj Ceftriaxon 2x1 gr, Amlodipin 5 mg 1x1 tab, Ramipiril 5 mg 1x1,
Simvastatin 20 mg 1x1, Pradaxa 75 mg 1x1, CPG 75 mg 1x1 dan di berikan
tambahan Gemfibrozil 300mg 1x1, DHP 1x3 tab selama 3 hari dan Primaquin
1x15mg selama 14 hari.

39
Menurut teori, pemberian cairan kristaloid berupa NaCL 0,9% sudah sesuai
dengan karena NaCl merupakan jenis cairan Isotonik yang tidak membuat edema
serebri pada pasien ini. Pemberian NaCL diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
cairan pasien selama pasien dirawat. Injeksi antiobiotik ceftriaxone diberikan
karena berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terdapat tanda infeksi berupa
peningkatan leukosit yaitu 11.42 x 103/uL.
Kalmeco (mecobalamin) tergolong dalam vitamin neurotropik, dimana
diindikasikan untuk neuropati perifer. Citicoline merupakan agen neuroprotector
yang diduga dapat melindungi sel neuron dari kematian akibat stroke iskemik
akut. Sangat diharapkan pemberian neuroprotektan pada stroke iskemik akut akan
dapat menurunkan angka kecacatan dan kematian.
Terapi diazepam bertujuan untuk mencegah kejang. Kejang dapat
mengakibatkan kerusakan neuron dan menyebabkan ketidakstabilan pada pasien
yang sudah kritis, karena itu segera di terapi. Pemberian manitol bertujuan untuk
pengendalian Peningkatan Tekanan Intrakranial.
Pemberian amlodipine merupakan golongan Calcium chanel bloker yang
bertujuan untuk menghambat ion calcium masuk kedalam vaskularisasi otot polos
dan otot jantung sehingga mampu menurunkan tekanan darah. Sedangkan ramipril
merupakan golongan ACE Inhibitor yang mampu mencegah konversi angiotensin
I menjadi angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah.
Simvastatin merupakan golongan statin yang menghambat aktivitas enzim
HMGCoA yang menyebabkan penurunan kadar kolesterol dan juga penurunan
kadar LDL. Clopidogrel adalah inhibitor fungsi platelet yang bersifat ireversibel
dengan hambatan pada reseptor adenosin diphospat untuk mencegah agregasi
platelet. Pemberian clopidogrel ini untuk pencegahan kejadian stroke iskemik
ringan dan untuk mencegah stroke pada pasien TIA.
Pradaxa (dabigatran) merupakan antikoagulan yang bekerja menghambat
thrombin secara langsung sehingga mencegah terbentuknya thrombus.
Gemfibrozil merupakan golongan obat asam fibrat yang berfungsi menurunkan
kolesterol. Pada pasien ini didapatkan peningkatan pada Trigliserida dan
kolesterol LDL. Pada pemeriksaan Laboratorium ditemukan plasmodium vivax

40
dengan parasite, sehingga pasien didiagnosa malaria tertiana, namun pasien dapat
makan dan minum, keadaan umum baik sehingga pemberian anti malaria nya
hanya diberikan DHP 1x4 tab selama 3 hari dan diikuti primaquine 1x15 mg
selama 14 hari.

41
BAB IV

PENUTUP

Telah dibahas kasus seorang laki-laki, umur 52 tahun dengan diagnosa akhir
Stroke Infark Stroke Infark Kardioemboli sistem Karotis Sinistra Faktor Resiko
Sinus Bradikardia, dengan Hipertensi grade I, Dislipidemia, dan Malaria Tertiana
di ruang perawatan SMF Neurologi RSUD DOK II Jayapura selama 3 hari. Pasien
diberikan perawatan dan selalu di follow up untuk perkembangannya. Sekarang
pasien sudah boleh pulang mulai tanggal 30 April 2018 dan mendapatkan
pengobatan untuk rawat jalan.

42
DAFTAR PUSTAKA

Bachrudin, Moch.2016. Neurologi Blok Serebro Kardio Vaskular


STROKE dalam Neurologi Klinis. UMM Press: Malang; hal 239
Harsono, 2015. Buku Ajar Neurologi Klinis. Perhimpunan Dokter
spesialis saraf Indonesia. Universitas gajah mada; hal 71-79
Munir, Badrul. 2015. Stroke dalam Neurologi Dasar. Dosen Neurologi
Fakultas kedokteran Universitas Brawijaya Malang; hal 368-378
Rasyid Al. 2017. Stroke Iskemik dalam Buku Ajar Neurologi Jilid 2.
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta;
hal 452-469
Venketasubramanian Narayanaswamy, Yoon Byung Woo, Pandian
Jeyarajm Navarro Jose C. Stroke Epidemiology in South, East, and South-
East Asia: A Review. Journal of Stroke 2017;19(3):286-294. Diunduh dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov.

43

Anda mungkin juga menyukai