Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

LATAR BELAKANG MASALAH 3

DISUSUN OLEH :
Kelompok 4
Agung wicaksono 11194561920080
Devi Cahyana 11194561920088
Friko Bobby Pramana 11194561920097
Mitha Ariani 11194561920096
M. Wildan 1194561920097
Hamidah 11194561920097
Siti Janatul Ulfah 11194561920098
Sri Suryaningsih 11194561920099
Wayan Lilis Alfianti 11194561920100
Yahayu 11194561920102

Dosen Pembimbing :
Cyntia Eka F. Tjomiadi,S.Kep., Ns., MNS

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2019

LATAR BELAKANG MASALAH 3

Seorang wanita berusia 50 tahun, dirawat di rumah sakit dengan keluhan


utama terdapat luka di seluruh telapak kaki dan jari kaki kiri, keluar nanah dan
berbau. Keluhan dirasakan sejak 2 bulan sebelum masuk RS. Pasien tidak
mengetahui penyebab kakinya luka karena pasien terbiasa tidak menggunakan
alas kaki ketika berjalan keluar rumah. Pasien menyadari telapak kakinya luka
setelah kakinya bengkak. Pasien merawat lukanya sendiri dengan
menggunakan obat-obatan warung, tetapi tidak kenjung sembuh. Pasien
mengatakan belum pernah periksa ke RS sebelumnya dan baru mengetahui
dirinya mengidap DM. Sejak 2 tahun yang lalu pasien mengeluhkan sering
kencing, sering merasa haus dan lapar dan berat badan dirasakan semakin
menurun. Pemeriksaan laboratoriun, GDP 210mg/dL; GD 2 jam PP: 500 mg/dl,
ABI dextra 0,95 dan ABI sinistra 1,6. TD: 130/80mmHg, MAP =96,6 mmHg,
nadi: 84x/menit, kuat, dan teratur. Pemeriksaan rontgen pedis tampak
osteomilitis di metatarsal, Terapi medis actrapid: 10-10-10 UI, lantus 15 UI,
Metronidazole 500mg/8 jam. Ceftriaxone 2 gr/12 jam. Ranitidine 50mg/8 jam,
Dokter menganjurkan pasiean menjalani debridement dan amputasi pedis
sinistra.

A. JUMP 1 : ISTILAH/KATA-KATA SULIT


1. Diabetes Melitus
Jawab : adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula
darah melebihi normal atau hiperglikemia (Padila, 2012).

American Diabetes Association (2016) menyatakan bahwa diabetes


mellitus adalah penyakit kronik yang kompleks yang memerlukan
pengobatan terus menerus dengan menurunkan berbagai faktor resiko
untuk mengkontrol gula darah penderita diabetes mellitus.

Diabetes mellitus adalah penyakit gangguan metabolik menahun akibat


insulin yang dihasilkan oleh pankreas kurang atau tubuh tidak dapat
menggunakan insulin secara efektif sehingga menyebabkan peningkatan
kadar gula darah (Riset Kesehatan Dasar, 2013).

2. Debridement
sebuah tindakan pengangkatan jaringan nekrotik yang ada pada
luka. Jaringan nekrotik adalah jaringan mati akibat degradasi enzim
secara progresif sehingga terjadi perubahan morfologi pada jaringan
tersebut, hal ini merupakan respon yang normal dari tubuh terhadap
jaringan yang rusak.
3. Pemeriksaan lab
a. GDP ( Gula Darah Puasa )
dihitung berdasarkan harga yang berlaku atau harga dasar yang
konstan. GDP normal yang berlaku untuk menilai barang dan jasa
akhir dengan harga ditahun tersebut. Sedangkan GDP yang riil,
mengukur nilai barang dan jasa dengan menggunakan harga yang
tetap.
Normal (tidak menderita diabetes) : di bawah 108 mg/dl
Prediabetes : 108-125 mg/dl
Diabetes : di atas 125 mg/dl
b. GD 2 jam PP( gula darah 2 jam post prandial) nilai normal <140 mg/dl
c. ABI dextra dan sinistra :
Jawab: salah satu pemeriksaan non invasive untuk mengatasi
Penyakit peripheral arterial (PAD) dengan tujuan menilai fungsi
sirkulasi pada arteri kaki.
d. Mean Arterial Pressure (MAP)
Jawab :hitungan rata-rata tekanan darah arteri yang dibutuhkan agar
sirkulasi darah sampai ke otak. MAP yang dibutuhkan agar pembuluh
darah elastis dan tidak pecah serta otak tidak kekurangan oksigen /
normal MAP adalah 70-100 mmHg. Apabila <70 atau >100 maka
tekanan rerata arteri itu harus diseimbangkan yaitu dengan
meningkatkan atau menurunkan tekanan darah pasien tersebut.

4. Dekstra
Jawab adalah bagian kanan

5. Sinistra
Jawab : adalah bagian kiri

6. TD ( Tekanan Darah)
Jawab : Yang dimaksud dengan Tekanan Darah adalah jumlah tenaga
darah yang ditekan terhadap dinding Arteri (pembuluh nadi) saat Jantung
memompakan darah ke seluruh tubuh manusia.

7. Nadi
Jawab : adalah pembuluh darah berotot yang membawa darah dari
jantung.

8. Rontgen
Jawab : adalah tindakan menggunakan radiasi untuk mengambil gambar
bagian dalam dari tubuh seseorang.

9. Osteomielitis
Jawaban: infeksi pada tulang. Berasal dari kata osteon (tulang) dan myelo
(sum-sum tulang) dan dikombinasi dengan itis (inflamasi) untuk
menggambarkan kondisi klinis dimana tulang terinfeksi oleh
mikroorganisme (Madder dkk, 1997, Lazzarini dkk, 2004).

Osteomielitis kronis didefinisikan sebagai osteomielitis dengan gejala


lebih dari 1 bulan (Dormans & Drummond, 1994). Osteomielitis kronis
dapat juga didefinisikan sebagai tulang mati yang terinfeksi didalam
jaringan lunak yang tidak sehat (Cierny & Madder, 2003).

10. Tulang metatarsus atau metatarsal


Jawaban: adalah kelompok lima tulang panjang di kaki terletak di antara
tulang-tulang tarsal dari belakang-dan pertengahan-kaki dan falang jari-
jari kaki.
11. Terapi Medis
Jawab :Terapi atau pengobatan, adalah remediasi masalah kesehatan,
biasanya mengikuti diagnosis.

12. Actrapid Penfill 100 IU/mL (Insulin) Actrapid Penfill


Jawab : adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit kencing
manis/ diabetes mellitus yang membutuhkan insulin.

13. Metronidazole
Jawab : adalah antibiotik untuk mengobati berbagai infeksi akibat bakteri.
Obat ini tergolong dalam kelas antibiotik yang dikenal dengan
nitroimidazoles. Cara kerja obat metronidazole adalah dengan
menghentikan pertumbuhan bakteri dan protozoa.

14. Ceftriaxone
Jawab :
a. Pengertian : kelompok obat yang disebut cephalosporin antibiotics.
Ceftriaxone bekerja dengan cara mematikan bakteri dalam tubuh.
b. Indikasi : Untuk mengobati berbagai jenis infeksi bakteri, termasuk
keadaan parah atau yang mengancam nyawa seperti meningitis.
c. Kontraindikasi : Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap
penicillin dan obat antibakteri golongan beta laktam lainnya berisiko
lebih besar mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap Ceftriaxone
d. Efek samping : Kontraindikasi untuk neonatus (bayi baru lahir ≤28
hari) yang mengalami hiperbilirubinemia (kandungan bilirubin dalam
darahnya tinggi) terutama yang prematur karena Ceftriaxone
dilaporkan menggantikan bilirubin dari ikatannya dengan albumin,
yang berpotensi menyebabkan terjadinya ensefalopati bilirubin

15. Ranitidine
Jawab :
 Pengertian : obat yang dapat digunakan untuk menangani gejala atau
penyakit yang berkaitan dengan produksi asam berlebih di dalam
lambung. obat maag yang termasuk dalam golongan antihistamin,
lebih tepatnya disebut H2-antagonis.Ranitidin digunakan untuk
mengurangi produksi asam lambung sehingga dapat mengurangi rasa
nyeri uluhati akibat ulkus atau tukak lambung, dan masalah asam
lambung tinggi lainnya.
 Indikasi : Mengobati ulkus lambung dan duodenumMelindungi
lambung dan duodenum agar tidak sampai teradi ulkus, Mengobati
masalah yang disebabkan oleh asam pada kerongkongan, contohnya
pada GERDMencegah tukak lambung agar tidak berdarahDigunakan
sebelum operasi bedah, supaya asam datang tidak tinggi selama
pasien tidak sadar.
 Kontraindikasi : LansiaIbu hamilIbu menyusuiKanker
lambungPenyakit ginjalMengonsumsi obat non-steroid anti-
inflamasiSakit paru paruDiabetesMasalah dengan sistem kekebalan
tubuhPorfiria akut (gangguan metabolisme langka)
 Efek samping : Kegelisahan, depresi, halusinasi ,Reaksi alergi seperti
kulit ruam, gatal atau gatal-gatal, pembengkakan wajah, bibir, atau
lidahGangguan pernapasanPerdarahan yang tidak biasa atau memar
Muntah Menguningnya kulit atau mata.

16. Amputasi
Jawab : adalah hilangnya bagian tubuh, seperti jari, lengan, atau tungkai
akibat cedera atau terjadi secara terencana melalui prosedur operasi,
misalnya untuk mencegah penyebaran infeksi.
B. JUMP 2 : MENGIDENTIFIKASI MASALAH (PERTANYAAN PADA KASUS)
1. Apa yang menyebabkan kaki pasien hingga keluar nanah dan berbau?
2. Mengapa pada luka kaki pasien terdapat nanah dan berbau?
3. Apa penyebab kaki pasien lama baru sembuh?
4. Apa yang menyebabkan kaki pasien bengkak?
5. Mengapa luka pada kaki pasien tidak kunjung sembuh setelah
mengkonsumsi obat-obatan warung?
6. Apa saja tanda dan gejala pada penderita diabetes?
7. Apakah luka kaki tersebut merupakan komplikasi pada penyakit DM ?
8. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan penyakit DM?
9. Mengapa pasien DM sering mengalami keluhan sering kencing, sering
merasa haus dan lapar, serta mengalami penurunan berat badan?
10. Dari tanda gejala yang diderita pasien termasuk tipe berapakah DM
tersebut?
11. Berapa nlai normal GDP, GD 2 jam PP?
12. Mengapa dilakukan pemeriksaan lab GDP dan GD 2 jam PP ?
13. Apakah indikasi pemeriksaan GD?
14. Apakah Kontraindikasi Pemeriksaan GD?
15. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan GD?
16. Bagaimana Penkes sebelum melakukan pemeriksaan GD?
17. Apakah yang menyebabkan GD pada pasien DM tidak normal (tinggi)?
18. Jelaskan definisi dari pemeriksaan ABI?
19. Berapakah Nilai normal Pemeriksaan ABI?
20. Apa kegunaan pemeriksaan ABI dextra pada penyakit pasien tersebut ?
21. Apakah Indikasi ABI?
22. Apakah Kontraindikasi ABI?
23. Bagaimana Pemberian Penkes ABI?
24. Apakah definisi dari pemeriksaan MAP?
25. Berapakah Nilai normal Pemeriksaan MAP?
26. Apakah Indikasi MAP?
27. Apakah Kontraindikasi MAP?
28. Bagaimana pemberian Penkes MAP?
29. Berapa rentang nilai normal pemeriksaan Tanda Tanda Vital?
30. Apakah penyebab osteomilitis di metatarsal pada pasien dalam kasus?
31. Apakah penyebab terjadinya Osteomilitis?
32. Melihat data yang ada pada kasus berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk penyembuhan pada penyakit DM?
33. Melihat data yang ada di kasus sudah masuk tahapan gread berapakah
DM tersebut?
34. Apakah indikasi dan kontraindikasi dari terapi medis actraid, Lantus ,
Metronidazole, Cefriaxone, Ranitidin?
35. Apakah Definisi dari debridement?
36. Apakah Indikasi dan kontraindikasi dari debridement?
37. Bagaimana cara melakukan prosedur debridement ?
38. Mengapa dokter menganjurkan untuk dilakukan debridebement ?
apakah karena luka kaki tersebut ?
39. Mengapa dilakukan amputasi pedis tersebut ?
40. Hal apa saja yang harus diperhatikan saat dilakukan tindakan
amputasi ?
41. Apakah yang terjadi jika kaki pasien tidak diamputasi ?
42. Apakah Indikasi dan kontra indikasi pada tindakan amputasi pedis
sinistra ?
43. Diet apa yang baik untuk pasien pada kasus tersebut?

C. JUMP 3 : MENJAWAB PERTANYAAN PADA JUMP 2


1. Apa yang menyebabkan kaki pasien hingga keluar nanah dan berbau?
Jawab : Karena penyebab kaki berbau dan bernanah ada luka di seluruh
telapak pasien ,luka tersebut tidak di rawat dengan baik dan pasien juga
menderita diabetes militus sehingga menyebabkan luka lambat untuk
sembuh.
2. Mengapa pada luka kaki pasien terdapat nanah dan berbau?
Jawab : Karena luka sudah terinfeksi.
3. Apa penyebab kaki pasien lama baru sembuh?
Jawab : Penyebab kaki pasien lambat sembuh dikarenakan tidak diobati
dengan baik dan pasien juga mengalami diabetes militus yang
menyebabkan kadar gula darah di dalam tubuh yang terlalu tinggi.
4. Apa yang menyebabkan kaki pasien bengkak?
Jawab : Penyebab kaki pasien bengkak di karenakan ada luka di sekujur
telapak kaki dan pasien menderita diabetes militus, luka pada penderita
diabetes akan tetap terbuka, basah, dan susah disembuhkan.

5. Mengapa luka pada kaki pasien tidak kunjung sembuh setelah


mengkonsumsi obat-obatan warung?
Jawab : Karena obat-obatan yang pasien beli diwarung tidak sesuai
dengan kebutuhan terutama jika pasien menggunkan obat obatan
tersebut tanpa ada resep yang jelas, sehingga bisa perpengaruh pada
kondisinya.
6. Apa saja tanda dan gejala pada penderita diabetes?
Jawab : Tanda dan gejala pada pasien diabetes mellitus dehidrasi sel
mulut menjadi kering dan sering haus.
7. Apakah luka kaki tersebut merupakan komplikasi pada penyakit DM ?
Jawab : Luka kaki merupakan dari komplikasi penyakit DM karena jika
sebagian dari tubuh sudah ada terdapat luka maka akan susah di
sembuhkan nya.
8. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan penyakit DM?
Jawab : Faktor penyebab DM:
Faktor Keturunan, Kelainan pada sel B pankreas, Adanya gangguan
system imunitas pada penderita / gangguan system imunologi, Adanya
kelainan insulin, Pola hidup yang tidak sehat.
9. Mengapa pasien DM sering mengalami keluhan sering kencing, sering
merasa haus dan lapar, serta mengalami penurunan berat badan?
Jawab : Karena jika kadar gula darah tinggi, maka glukosa yang tidak
bisa di metabolisme akan ikut terbuang melalui urine. Pasien mengalami
penurunan berat badan merupakan gejala dari,penyakit DM. berat badan
yang turun tersebut disebabkan karena adanya gangguan insulin.
10. Dari tanda gejala yang diderita pasien termasuk tipe berapakah DM
tersebut?
Jawab : Pasien mengalami DM tipe II gejalan tersebut ditandai dengan
sering kecing (poliuris) , sering merasa haus , lapar , lelah dan
penglihatan kabur .
11. Berapakah normal GDP, GD 2 jam PP?
Jawab : Normal Gula Darah
Nilai normal GDP = <200 mg/dl, Nilai normal GD 2 Jam PP = <114 mg/dl

12. Mengapa dilakukan pemeriksaan lab GDP dan GD 2 jam PP ?


Jawab : karena untuk mengetahui jumlah kadar gula dalam tubuh
pasien , yang di antra nya adalah Gula Darah Puasa dan Gula Darah per
2 jam untuk membantu perawatan pada pasien.
13. Apakah Indikasi pemeriksaan GD?
Jawab : Indikasi dilakukannya pemeriksaan kadar gula darah
Untuk pasien DM tipe 1 dan 2, hiperglikemia, hipoglikemia, dan diabetes
ketoasidosis, 3.membuat keputusan klinis dan pengkajian atau monitoring
penggunaan obat lain seperti steroid.
14. Apakah Kontraindikasi Pemeriksaan GD?
Jawab : Kontra indikasi dilakukannya pemeriksaan GD mungkin hampir
tidak ada karena dengan menggunakan alat ini justru mempermudah kita
agar kita tidak perlu mengganti isi jarum sehingga meminimalkan
terjadinya penggunaan jarum.
15. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan GD?
Jawab : cara melakukan pemeriksaan gd
1. Masukkan jarum penusuk (lancet) pada alatnya (lancing device).
2. Masukkan strip test kedalam alat pengukur (glucose meter)
.Pastikan bahwa test strip yang digunakan belum kadaluwarsa
3. Letak kanujung jari yang akan ditusuk (gunakan jari tengah, jari
manis atau telunjuk)
4. Bersihkan ujung jari yang akan ditusuk dengan kasa atau alcohol
swab untuk menghindari infeksi
5. Tusukkan jarum pada ujung jari secara tegak lurus, cepat dan tidak
terlalu dalam.
6. Tempelkan ujung strip test kebulatan darah sampai tersebar merata
bagian untuk sampelnya.
7. Tempelkan kasa atau kapas beralkohol keujungjari yang
tertusukuntuk menghentikan perdarahan.
16. Penkes sebelum melakukan pemeriksaan GD?
Jawab : Penkes sebelum melakukan cek gula darah
a) Tiga hari sebelum pemeriksaan glukosa darah tetap makan seperti
kebiasaan sehari-hari dan tetap melakukan aktivitas seperti biasa.
b) Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan.

c) Minum air putih selalu dianjurkan, sedangkan minuman lain seperti


teh dan kopi, meskipun tanpa gula tetap tidak dibolehkan.
17. Apa yang menyebabkan GD pada pasien DM tidak normal (tinggi)?
Jawab : Bagi penderita diabetes memiliki kadar gula darah tinggi,stres
,infeksi ,kurang berolahraga, atau melakukan aktivitas fisik yang cukup
berat di saat tingkat insulin rendah juga dapat menjadi pemicu gula darah
tinggi.
18. Apakah definisi dari pemeriksaan ABI?
Jawab : Ankle Brachial Index (ABI) merupakan rasio atau perbandingan
antara tekanan darah sistolik yang diukur pada pergelangan kaki dengan
arteri brachialis.
19. Berapakah Nilai normal Pemeriksaan ABI?
Jawab : Nilai normal ABI berkisar pada 0,9 sampai 1,4 sehingga bila
hasil pengukuran menunjukkan kisaran ≤ 0,9 maka dapat
dipertimbangkan sebagai penegakan diagnosa PAD.
20. Apa kegunaan pemeriksaan ABI dextra pada penyakit pasien tersebut ?
Jawab : Pemeriksaan ABI bertujuan untuk memeriksa sirkulasi pada
bagian kaki
21. Apakah Indikasi ABI?
Jawab : Indikasi
Menegakkan diagnosis arterial disease pada pasien dengan suspect
Lower Extremity Arterial Disease (LEAD), luka pada ekstremitas bawah,
usia lebih dari 50 tahun dengan riwayat merokok atau diabetes,
ekstremitas bawah sebelum dilakukan terapi kompresi atau debridement
luka, mengkaji potensi penyembuhan luka.
22. Apakah Kontraindikasi ABI?
Jawab : Kontraindikasi
a) Nyeri yang luar biasa pada tungkai bawah/kaki
b) Nyeri berat yang berhubungan dengan luka pada ekstremitas bawah
23. Pemberian Penkes ABI?
Jawab : Pemberian penkes ABI
Tanyakan kepada pasien tentang aktifitas yang dilakukan sebelum
pemeriksaan yaitu merokok, meminum caffeine, alcohol, aktivitas berat
dan adanya nyeri, hasil ABI terbaik didapatkan ketika pasien rileks
nyaman dan kandung kencing kosong serta menganjurkan pasien
berbaring terlentang (supine), dengan posisi lengan dan kaki sama
tinggi dengan posisi jantung minimum selama 5-10 menit sebelum
pengukuran, pasang selimut pada tungkai dan ekstremitas untuk
mencegah kedinginan
24. Apakah definisi dari pemeriksaan MAP?
Jawab : Mean Arterial Pressure (MAP) adalah tekanan arteri ratarata
selama satu siklus denyutan jantung yang didapatkandari pengukran
tekanan darah systole dan tekanan darah diastole.
25. Berapakah Nilai normal Pemeriksaan MAP?
Jawab : Pada orang dewasa sehat, tekanan darah sistolik < 120 mmHg
dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg.Tekanan arteri rata-rata (MAP)
normal sekitar 90-100 mmHg yang menunjukkan tekanan rata-rata sistem
arteri saat kontraksi dan relaksasi ventrikel.
26. Apakah Indikasi MAP?
Jawab : Indikasi dan kontraindikasi
Indikasi
a) Monitor tekanan darah invasif diperlukan pada pasien dengan kondisi
kritis atau pada pasien yang akan dilakukan prosedur operasi bedah.
b) Pemeriksaan serial Analisa Gas Darah
1. pasien dengan gagal napas
2. pasien yang terpasang ventilasi mekanik
27. Apakah Kontraindikasi MAP?
Jawab : Kontra indikasi relatif
a) Pasien yang mendapat terapi antikoagulan atau terapi trombolitik
b) Penusukan kanulasi arteri kontraindikasi relatif pada area yang
mudah terjadi infeksi, seperti area kulit yang lembab, mudah
berkeringat, atau pada area yang sebelumnya pernah dilakukan
bedah vascular
28. Bagaimana Pemberian Penkes MAP?
Jawab : Penkes yang bisa diberikan kepada pasien adalah meliputi ,
penyebab, gejala, komplikasi, ketaatan pada pengobatan, manajemen
berat badan, nutrisi dan aktivitas fisik. Nutrisi atau diet pada hipertensi
terdiri dari rendah lemak, rendah garam, tinggi buah-buahan, sayuran dan
ikan.

29. Berapakah rentang nilai normal pemeriksaan Tanda Tanda Vital?


Jawab : Rentang nilai normal pemeriksaan TTV
Menurut WHO adapun normal tanda-tanda vital (TTV) sesorang sesuai
dengan tingkatan usia yaitu :

A. Nadi
Bayi : 120-130 x/mnt
Anak : 80-90 x/mnt
Dewasa : 70-80 x/mnt
Lansia : 60-70 x/mnt
B. Tekanan Darah
Bayi :70-90/50 mmHg
Anak :80-100/60 mmHg
Remaja :90-110/66 mmHg
Dewasa muda :10-125/60-70 mmHg
Dewasa tua :130-150/80-90 mmHg
C. Suhu Tubuh
Normal : 36oC - 36,9 oC
Sub Febris : 37 oC - 38 oC
Febris : 38 oC - 40 oC
Hiperpireksis : 40 oC - 42 oC
D. Pernapasan / Respirasi
Bayi : 30-40 x/mnt
Anak : 20-30 x/mnt
Dewasa : 16-20 x/mnt
Lansia : 14-16 x/mnt
30. Apakah penyebab osteomilitis di metatarsal pada pasien dalam kasus?
Jawab : Infeksi bakteri pada tulang sehingga menyebar ke aliran darah
dan terdapat nanah serta barbau yang tidak sedap.
31. Apakah penyebab terjadinya Osteomilitis?
Jawab : Penyebab utama osteomielitis adalah bakteri Staphylococcus
aureus. Contohnya, pasca operasi patah tulang atau penggantian
panggul, bakteri dapat menyebabkan infeksi pada area tulang tersebut.
32. Dari kasus berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan
pada penyakit DM?
Jawab : Untuk penyembuhan pada kasus dm ini tergantung dari
keparahan penyakit itu sendiri karena setiap orang berbeda-beda jadi
waktu penyembuhan nyapun tidak bisa ditentukan kapan bisa sembuh,
dan bisa dilihat lagi pada kasus ini mungin waktu penyembuhan nya
bisa lama. Yang pasti semua butuh proses.
33. Melihat data yang ada di kasus sudah masuk tahapan gread berapakah
DM tersebut?
Jawab : Pada kasus ini masuk ke gread 5 karena lukanya ditandai
dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-gangren
diseluruh kaki atau sebagian tungkai bawah.
34. Apakah indikasi dan kontraindikasi dari terapi medis actraid, Lantus ,
Metronidazole, Cefriaxone, Ranitidin?
Jawab :

Nama obat Golongan Indikasi Kontraindikasi


Actrapid Anti 1. Diabetes militus 1. Hipersensitif
2. Hiperglekemia 2. Penderita
diabetes
hipoglikemia
3. ibu hamil dan
menyusui
Lantus Anti 1. Diabetes militus 1. Hipersensitif
2. Hipoglikemia
diabetes tipe 1 dan 2
3. Menderita koma
2. Hiperglekemia
diabetes
4. Gagal jantung
5. Gangguan organ
dan ginjal
6. Anak > 15 tahun
Metronidazole Antibiotic 1. Infeksi 1. Pasien yang
berulang/persisten mengosumsi alko
2. Infeksi pasca 2. Hipersensitif
3. Ibu hamil
operasi/profilaksis
4. Pasien yang diraw
3. Infeksi
karena Trikomoni
gastrointestinal
4. Infeksi saluran
nafas
5. Infeksi daerah
genitalia
6. Infeksi daerah
liver, sendi, kulit,
otak
Ceftriaxone Antibiotic 1. Infeksi bakteri 1. Hipersensitif
2. Infeksi intra 2. Hiperbilirubun
abdomen Neonatus
3. Otitis media aku 3. Ibu hamil dan
4. Inflamasi panggul
menyusui
5. Syok toksik/syok
septic
6. Infeksi kkulit dan
nekrotisasi lunak
7. Rhinosinusistis
akut bacterial berat
8. Infeksi sendi
prostetik
9. Meningitis
10.
Ranitidi Antihistamin 1. Ulkus lambung dan 36 Forfia akut
ne duodenum 36 Hipersensitif
2. Tukak lambung 36 Lansia
3. GERD
4. Sakit maag
36 Ibu hamil
5. Mengobati
Sindrom Zollinger- 36 Ibu menyusui
Ellison
36 Kanker lambung

36 Penyakit ginjal

36 Mengonsumsi ob
non-steroid anti-
inflamasi

36 Sakit paru paru

36 Diabetes

36 Masalah dengan
sistem kekebalan
tubuh

36 Porfiria akut
(gangguan
metabolisme lang

35. Apakah Definisi dari debridement?


Jawab : adalah prosedur tindakan yang dilakukan untuk mengangkat
jaringan sendi, tulang rawan, atau tulang tetap yang mengalami kerusakan
atau terinfeksi.
36. Apakah Indikasi dan kontraindikasi dari debridement?
Jawab : indiksi faktur tulang atau truma. Kontraindikasi fisik yang tidak
memungiknkan.
37. Bagaimana cara melakukan prosedur debridement ?
Jawab : Prosedur dilakukan tindakan debridement :
a. Menggunakan sarung tangan
b. Melakukan debridement
c. Membersihkan luka dengan memanfaatkan cairan NaCl
d. Melakukan kompres desinfektant & tutup dengan kassa
e. Memasang plester atau verband
f. Merapikan pasien
38. Mengapa dokter menganjurkan untuk dilakukan debridebement ? apakah
karena luka kaki tersebut ?
Jawab : Dokter menganjurkan dilakukannya debridement adalah karena
debridement bertujuan untuk membersihkan luka dari kotoran yang
berasal dari luar yang term asuk benda asing dari tubuh.
39. Mengapa dilakukan amputasi pedis tersebut ?
Jawab : karena untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi yang lebih
parah, serta untuk mencegah keadaan penderita semakin memburuk.
Infeksi yang terus meluas dapat mengancam jiwa jika tidak segera diatasi.
40. Hal apa saja yang harus diperhatikan saat dilakukan tindakan amputasi ?
Jawab: hal yang harus diperhatikan saat amputasi yaitu
infeksi,angina,serangan jantung,srtroke,tekanan batin,thrombosis vena
dalam (gumpalan darah).

41. Apakah yang terjadi jika kaki pasien tidak diamputasi ?


Jawab: Luka diabetes gangren didefinisikan sebagai jaringan nekrosis
atau jaringan mati yang disebabkan oleh karena adanya emboli pembuluh
besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti..
42. Apakah Indikasi dan kontra indikasi pada tindakan amputasi pedis
sinistra ?
Jawab: Indikasa dan kotra indikasi pada amputasi yaitu :
a. Indikasi :Adapun indikasi amputasi yaitu penyakit vascular perifer
yang tidak dapat direkonstruksi dengan nyeri iskemik atau infeksi
yang tidak dapat ditoleransi lagi, nyeri atau infeksi yang tidak dapat di
toleransi lagi dalam pasiean yang tidak dapat lagi
dapat bergerak dengan penyakit vaskuler perifer.
b. Kontraindikasi amputasi:pasien yang tidak mengalami
43. Diet apa yang baik untuk pasien pada kasus tersebut?
Jawab:Diet yang dianjurkan pada pasien dengan DM yaitu makanan yang
tidak mengandung glukosa yang tinggi dan karbohidrat.
D. JUMP 4 MENJAWAB PERTANYAAN BERDASARKAN LITERATUR
1. Apakah yang menyebabkan kaki pasien hingga keluar nanah dan
berbau?
Jawab: Karena penyebab kaki berbau dan bernanah ada luka di seluruh
telapak pasien ,luka tersebut tidak di rawat dengan baik dan pasien juga
menderita diabetes militus sehingga menyebabkan luka lambat untuk
sembuh.
2. Mengapa pada luka kaki pasien terdapat nanah dan berbau?
Jawab: Terdapatnya nanah yang disertai cairan berbau pada luka
menandakan terjadinya infeksi pada luka tersebut. Hart T.Healthlne
(2018) gangrene.
3. Apakah penyebab kaki pasien lama baru sembuh?
Jawab: Penyebab kaki pasien lambat sembuh dikarenakan tidak diobati
dengan baik dan pasien juga mengalami diabetes militus yang
menyebabkan kadar gula darah di dalam tubuh yang terlalu tinggi.
(Ndraha,2015)
4. Apa yang menyebabkan kaki pasien bengkak?
Jawab: kaki bengkak merupakan komplikasi dari penyakit DM karena DM
rentan terhadap penyakit sehingga menyebabkan Infeksi serius yaitu
Melonjaknya kadar gula darah pada penderita diabetes maka akan
secara otomatis pula dapat menurunkan sistem imunitas pada pasien
tersebut. Melemahnya sel kekebalan dan juga dibarengi dengan kadar
gula tinggi juga akan semakin membuat penderita diabetes rentan sekali
terhadap serangan mikroba yang dapat menimbulkan infeksi kapan saja.
Dan kebengkakan pada kaki penderita ini bisa juga mengarah lantaran
karena adanya infeksi serius yang tengah mendera pasien apalagi jika
bengkak tersebut diikuti dengan penampang kemerahan dan juga
menimbulkan efek demam pada pasien. Pada pasien dengan diabetes
memang dapat terjadi gangguan saraf yang membuat si penderita tidak
merasa bila terinjak atau tertusuk sesuatu. Dan pada penderita diabetes
dapat juga terjadi gangguan yang membuat luka sulit sembuh. Penyakit
diabetes yang tidak terkendali dengan baik bisa menyebabkan kerusakan
pada saraf. Salah satu saraf yang mungkin dirusak adalah saraf pada
kaki. Gula yang tinggi dalam darah memperlambat penyembuhan luka
dan luka pada pernderita diabetes lebih rentan terkena infeksi. Bengkak
dan nanah menandakan adanya infeksi (Heitzman, Jill. 2010. Foot Care
for Patients With Diabetes)
5. Mengapa luka pada kaki pasien tidak kunjung sembuh setelah
mengkonsumsi obat-obatan warung?
Jawab: Karena obat-obatan yang pasien beli diwarung tidak sesuai
dengan kebutuhan terutama jika pasien menggunkan obat obatan
tersebut tanpa ada resep yang jelas, sehingga bisa perpengaruh pada
kondisinya. (Rahmanigsih, 2016)
6. Apa saja tanda dan gejala pada penderita diabetes?
Jawab: Tanda dan gejala pada pasien diabetes mellitus: dehidrasi sel
mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia). Karena glukosa
tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka
produksi energi menurun, penurunan energy akan menstimulasi rasa
lapar. Penurunan berat badan Karena glukosa tidak dapat di transport
kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan
metabolisme. (promes et al.,2014)
7. Apakah luka kaki tersebut merupakan komplikasi pada penyakit DM ?
Jawab: Luka kaki merupakan dari komplikasi penyakit DM karena jika
sebagian dari tubuh sudah ada terdapat luka maka akan susah di
sembuhkan nya. (mahfud, 2015)

8. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan penyakit DM?


Jawab:
Faktor penyebab DM:
 faktor Keturunan
 Kelainan pada sel B pankreas.
 Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguan
system imunologi
 Adanya kelainan insulin
 Pola hidup yang tidak sehat. (Raymond RT, 2016)
9. Mengapa pasien DM sering mengalami keluhan sering kencing, sering
merasa haus dan lapar, serta mengalami penurunan berat badan?
Jawab: Kadar gula darah dalam tubuh seseorang tinggi, maka glukosa
yang tidak bisa dimetabolisme akan ikut terbuang melalui urine. Pasien
mengalami penurunan berat badan merupakan gejala dari,penyakit DM.
berat badan yang turun tersebut disebabkan karena adanya gangguan
insulin. Normalnya, gula darah ini masuk ke dalam sel untuk metabolisme
energi. Tapi, pada pasien diabetes melitus, gula darah tetap beredar di
peredaran darah sehingga sel-selnya akan kelaparan,ia menambahkan,
selama insulin cukup jumlahnya dan normal kerjanya, maka gula di dalam
darah akan lancar masuk ke dalam sel-sel, sehingga kadar gula darah
turun kembali ke batas normal. Mekanisme ini menjaga gula darah tidak
naik terus sesudah makan melebihi nilai aman. Sementara itu, pada
pasien diabetes, karena tidak ada kalori yang bisa masuk ke dalam sel,
maka berat badan sulit bertambah. "Otot-otot pun menjadi kecil dan
kendur. (Eliana, 2015)
10. Dari tanda gejala yang diderita pasien termasuk tipe berapakah DM
tersebut?
Jawab: Pasien mengalami DM tipe II gejalan tersebut ditandai dengan
sering kecing (poliuris) , sering merasa haus , lapar , lelah dan
penglihatan kabur . (Migliacci et al,. 2016)
11. Berapa nlai normal GDP, GD 2 jam PP?
Jawab: Normal Gula Darah
Nilai normal GDP = <200 mg/dl, Nilai normal GD 2 Jam PP = <114 mg/dl.
(society,2015)
12. Mengapa dilakukan pemeriksaan lab GDP dan GD 2 jam PP ?
Jawab: Mengetahui jumlah kadar gula dalam tubuh pasien , yang di antra
nya adalah Gula Darah Puasa dan Gula Darah per 2 jam untuk
membantu perawatan pada pasien. (Fatimah, 2015)
13. Apakah indikasi pemeriksaan GD?
Jawab: Indikasi dilakukannya pemeriksaan kadar gula darah
a) Untuk memonitor dan mamanajemen penatalaksanaan dan
keefektifan terapi pada penderita DM tipe 1 dan tipe 2
b) Pada penderita yang mengalami hiperglikemia, hipoglikemia, dan
diabetes ketoasidosis
c) Untuk membantu membuat keputusan klinis dan pengkajian atau
monitoring penggunaan obat lain seperti steroid
d) Pasien yang menggunakan steroid dan obat lain yang dapat
menyebabkan peningkatan kadar gula darah. (cafelu, 2016)
14. Apakah Kontraindikasi Pemeriksaan GD?
Jawab: Kontra indikasi dilakukannya pemeriksaan GD mungkin hampir
tidak ada karena dengan menggunakan alat ini justru mempermudah kita
agar kita tidak perlu mengganti isi jarum sehingga meminimalkan
terjadinya penggunaan jarum. (liang et al.,2017)
15. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan GD?
Jawab: Cara melakukan pemeriksaan gd. (saundes. 2015)
No Aspek Yang Dinilai

A. Tahap Pre Interaksi


1. Cek catatan medis pasien terhadap indikasi tindakan yang
akan dilakukan
2. Siapkan alat-alat:
a. Glucometer
b. Alkohol
c. Kasa/alcohol swab
d. Jarum penusuk (lancet)
e. Alatpenusuk (lancing device) dan test strip
3. Cuci tangan

B. Sikap & Perilaku


1. Atur posisi pasien agar nyaman dan aman
2. Teruji tanggap terhadap reaksi pasien
3. Teruji sabar dan teliti

C. Tahap Kerja
1. Masukkan jarum penusuk (lancet) pada alatnya (lancing
device).
a. Pastikan bahwa jarum yang dipakai masih baru dansteril.
b. Jarum penusuk hanya digunakan untuk sekali pakai
2. Masukkan strip test kedalam alat pengukur (glucose
meter) .Pastikan bahwa test strip yang digunakan belum
kadaluwarsa
3. Letak kanujung jari yang akan ditusuk (gunakan jari tengah,
jari manis atau telunjuk)
4. Bersihkan ujung jari yang akan ditusuk dengan kasa atau
alcohol swab untuk menghindari infeksi
5. Tusukkan jarum pada ujung jari secara tegak lurus, cepat dan
tidak terlalu dalam.
a. Apabila darah hanya keluar sedikit maka dapat ditekan dengan
pelan jari yang telah ditusuk untuk membantu mengeluar
kandarah, tetapi jangan terlalu kuat
b. Bila darah tidak cukup keluar, tusukkan jarum dijari kedua.
6. Tempelkan ujung strip test kebulatan darah sampai tersebar
merata bagian untuk sampelnya.Jangan meneteskan darah ke
strip dan jangan terlalu keras menempelkan teststrip.Bila sampel
darah sudah memadai maka alat akan mulai mengukur
(waktu pengukuran terlihat di display dalam hitungan mundur).
7. Tempelkan kasa atau kapas beralkohol keujungjari yang
tertusukuntuk menghentikan perdarahan
8. Lihat hasil pengukuran pada glucometer. Bila angka hasil
pengukuran sangat tinggi atau rendah, Anda mungkin perlu
mengulangi pengukuran untuk memastikan

16. Bagaimana Penkes sebelum melakukan pemeriksaan GD?


Jawab: Penkes sebelum melakukan cek gula darah
d) Tiga hari sebelum pemeriksaan glukosa darah tetap makan
seperti kebiasaan sehari-hari dan tetap melakukan aktivitas
seperti biasa.
e) Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan.

f) Minum air putih selalu dianjurkan, sedangkan minuman lain


seperti teh dan kopi, meskipun tanpa gula tetap tidak dibolehkan.

g) Bagi perokok, hentikan merokok setidaknya 8 jam sebelum


pemeriksaan (bersamaan waktu puasa) karena akan
memengaruhi hasil pemeriksaan.

h) Dimohon untuk tidak melakukan olahraga atau melakukan


aktivitas fisik yang berat sejak 8 jam sebelum pemeriksaan
(bersamaan waktu puasa).

i) Bila akan melakukan pemeriksaan glukosa darah, jangan


berpuasa lebih dari 14 jam karena akan memberikan hasil yang
tidak akurat.

j) Bagi diabetesi yang mendapat obat atau suntik insulin tetap


dilakukan sesuai petunjuk dokter. Namun demikian jangan lupa
menginformasikan pada petugas laboratorium obat apa saja yang
dikonsumsi dan waktu konsumsinya menurut resep dokter.
17. Apakah yang menyebabkan GD pada pasien DM tidak normal (tinggi)?
Jawab: Bagi penderita diabetes memiliki kadar gula darah tinggi,stres
,infeksi ,kurang berolahraga, terlalu banyak mengonsumsi karbohidrat,
atau melakukan aktivitas fisik yang cukup berat di saat tingkat insulin
rendah juga dapat menjadi pemicu gula darah tinggi (Dita, 2007)
18. Jelaskan definisi dari pemeriksaan ABI?
Jawab: Ankle Brachial Index (ABI) merupakan pemeriksaan non invasif
pembuluh darah yang berfungsi untuk mendeteksi tanda dan gejala klinis
dari iskemia, penurunan perfusi perifer yang dapat mengakibatkan
angiopati dan neuropati diabetik. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
mengukur tekanan darah pada daerah ankle (kaki) dan brachial (lengan)
dengan memerlukan probe doppler (Antono & Hamonangani, 2014;
Aboyans, 2012).
19. Berapakah Nilai normal Pemeriksaan ABI?
Jawab: Walaupun masih dijumpai beberapa kontroversi yang
memperdebatkan batas nilai ABI yang dapat digunakan untuk
mendiagnosa PAD, namun nilai ABI ≤ 0,9 terbukti memiliki sensitivitas
dan spesifisitas > 90% untuk mendiagnosa PAD dibandingkan dengan
angiografi sehingga direkomendasikan oleh American Heart Association
(AHA) untuk mendeteksi proses atherosklerosis pada pembuluh darah
sistemik ( Michael dkk, 2012) Nilai normal ABI berkisar pada 0,9 sampai
1,4 sehingga bila hasil pengukuran menunjukkan kisaran ≤ 0,9 maka
dapat dipertimbangkan sebagai penegakan diagnosa PAD.
20. Apa kegunaan pemeriksaan ABI dextra pada penyakit pasien tersebut ?
Jawab: Pemeriksaan ABI bertujuan menilai fungsi sirkulasi pada arteri
kaki. Pemeriksaan ABI direkmendasikan oleh American Heart Association
untuk mengetahui proses aterosklerosis khususnya pada orang yang
resiko gangguan vaskuler yang berusia yang berusia 40-75 tahun
( Aboyans et al, 2012). Sebagai pemeriksaan penujang, nilai ABI sebagai
( Jusi, 2010):
a. Penilaian apakah amputasi perlu dilakukan
b. Penilaian hasil pasc operasi secara objektif
c. Penentuan berat ringannya kelainan pembuluh darah
21. Apakah Indikasi ABI?
Jawab: INDIKASI
a. Menegakkan diagnosis arterial disease pada pasien dengan
suspect Lower Extremity Arterial Disease (LEAD)
b. Mengesampingkan LEAD pada pasien dengan luka pada
ekstremitas bawah
c. Klaudikasi intermiten
d. Usia lebih dari 65 tahun
e. Usia lebih dari 50 tahun dengan riwayat merokok atau diabetes
f. Menentukan aliran darah arterial yang adekuat pada ekstremitas
bawah sebelum dilakukan terapi kompresi atau debridement luka
g. ABI < 0,8 kompresi tinggi berkelanjutan (misal 30-40 mmHg
pada kaki) tidak direkomendasikan
h. Pada kasus campuran antara penyakit vena/arterial ( misal ABI
antara ˃ 0.5 s.d < 0.8), dianjurkan untuk menurunkan level
kompresi (23-30 mmHg). Jika ABI < 0,5 maka kompresi harus
dihindari dan pasien harus dirujuk ke dokter bedah vaskuler untuk
dilakukan evaluasi atau pemeriksaan lanjutan.
i. Mengkaji potensi penyembuhan luka (Dahlan, S.,2013).
22. Apakah Kontraindikasi ABI?
Jawab: kontraindikasi
c) Nyeri yang luar biasa pada tungkai bawah/kaki
d) Deep vein thrombosis, yang dapat menyebabkan dislodgement
thrombosis
e) Nyeri berat yang berhubungan dengan luka pada ekstremitas
bawah 20.
23. Bagaimana Pemberian Penkes ABI?
Jawab: Pemberian Penkes ABI
a) Tanyakan kepada pasien tentang aktifitas yang dilakukan
sebelum pemeriksaan yaitu merokok, meminum caffeine,
alcohol, aktivitas berat dan adanya nyeri (jika
dimungkinkan, saranan kepada pasien untuk menghindari
stimulant atau latihan fisik berat 1 jam sebelum
pengukuran)
b) Lakukan pengukuran ABI pada kondisi lingkungan yang
nyaman untuk mencegah vasokonstriksi arteri
c) Hasil ABI terbaik didapatkan ketika pasien rileks nyaman dan
kandung kencing kosong
d) Jelaskan prosedur kepada pasien
e) Lepaskan kaos kaki, sepatu dan pakaian yang ketatagar
memungkinkan pemasangan manset dan akses nadi dengan
Doppler
f) Anjurkan pasien berbaring terlentang (supine), dengan
posisi lengan dan kaki sama tinggi dengan posisi jantung
minimum selama 5-10 menit sebelum pengukuran.
Tempatkan bantal dibawah kepala pasien agar pasien
merasa nyaman. Pilih ukuran manset tekanan darah yang
sesuai baik untuk lengan maupun kaki. Lebar manset minimal
40% dari lingkar tungkai.
g) Sebelum pemasangan manset, pasang pelindung
misalplastic wrappada ekstremitas jika terdapat luka atau
perubahan pada intergitas kulit
h) Pasang selimut pada tungkai dan ekstremitas untuk mencegah
kedinginan
i) Pasang manset di lengan kanan atas dan jangan sampai
menutupi arteri kemudian
j) palpasi nadi brachialis
k) Tandai nadi brachialis hasil palpasi dengan gel ultrasound
l) Tempatkan probe vascular Doppler ultrasound diatas arteri
brachialis dengan sudut 45-60 derajat dan ubahlan posisi
probe hingga terdengar suara yang terjelas. Pompa manset
hingga 20 mmHg diatas menghilangnya tekanan darah
sistolik. Kempiskan manset perlahan, perhatikan suara
pertama yang dideteksi oleh probe hasilnya merupakan
tekanan darah systolic brachialis. Bersihkan gel dari kulit
pasien
m) Pasang manset tensimeter di pergelangan kaki dan pastikan
ukurannya sesuai. Palpasi
n) nadi dorsalis pedis
o) Tandai nadi dorsalis pedis hasil palpasi dengan gel
ultrasound
p) Tempatkan probe vascular Doppler ultrasound diatas arteri
dorsalis pedis dengan
q) sudut 45-60 derajat dan ubahlan posisi probe hingga terdengar
suara yang terjelas. Pompa manset hingga 20 mmHg diatas
menghilangnya tekanan darah sistolik. Kempiskan manset
perlahan, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh
probe hasilnya merupakan tekanan darah systolic dorsalis
pedis. Bersihkan gel dari kulit pasien 15 Palpasi nadi posterior
tibial dan tandai nadi hasil palpasi dengan gel ultrasound
r) Tempatkan probe vascular Doppler ultrasound diatas arteri
posterior tibial dengan sudut 45-60 derajat dan ubahlan
posisi probe hingga terdengar suara yang terjelas.
s) Pompa manset hingga 20 mmHg diatas menghilangnya
tekanan darah sistolik.
t) Kempiskan manset perlahan, perhatikan suara pertama
yang dideteksi oleh probe hasilnya merupakan tekanan
darah systolic posterior tibial. Bersihkan gel dari kulit pasien
u) Lakukan pengukuran selanjutnya di posterior tibial kiri, dorsalis
pedis kiri, dan lengan kiri
v) Ulangi pengukuran pada diakhir urutan dan kedua hasil
pengukuran pada lengan kanan harus dirata-rata terkecuali bila
perbedaan antara kedua pengukuran pada lengan kanan
melebihi 10 mmHg. Dalam kasus ini, hanya pengukuran lengan
kanan kedua yang digunakan.
24. Apakah definisi dari pemeriksaan MAP?
Jawab: Mean Arterial Pressure (MAP) adalah tekanan arteri rata-rata
selama satu siklus denyutan jantung yang didapatkandari pengukuran
tekanan darah systole dan tekanan darah diastole ( Potter & Perry 2010).
25. Berapakah Nilai normal Pemeriksaan MAP?
Jawab: Pada orang dewasa sehat, tekanan darah sistolik < 120 mmHg
dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg.Selisih antara kedua tekanan
disebut tekanan nadi (kira-kira 40 mmHg).Tekanan arteri rata-rata (MAP)
normal sekitar 90-100 mmHg yang menunjukkan tekanan rata-rata sistem
arteri saat kontraksi dan relaksasi ventrikel. Rumus MAP (Porth, 2011).
26. Apakah Indikasi MAP?
Jawab: Indikasi dan kontraindikasi
Indikasi
a) Monitor tekanan darah invasif diperlukan pada pasien dengan kondisi
kritis atau pada pasien yang akan dilakukan prosedur operasi bedah
mayor sehingga apabila ada perubahan tekanan darah yang terjadi
mendadak dapat secepatnya dideteksi dan diintervensi, atau untuk
evaluasi efek dari terapi obat-obat yang telah diberikan.
1. prosedur operasi bedah mayor seperti : CABG, bedah thorax,
bedah saraf, bedah laparotomy, bedah vascular.
2. pasien dengan status hemodinamik tidak stabil
3. pasien yang mendapat terapi vasopressor dan vasodilator
4. pasien yang tekanan intrakranialnya dimonitor secara ketat
5. pasien dengan hipertensi krisis, dengan overdiseksi
aneurisma aorta
b) Pemeriksaan serial Analisa Gas Darah
1. pasien dengan gagal napas
2. pasien yang terpasang ventilasi mekanik
3. pasien dengan gangguan asam basa (asidosis/ alkalosis)
4. pasien yang sering dilakukan pengambilan sampel arteri
5. secara rutin
27. Apakah Kontraindikasi MAP?
Jawab: Kontra indikasi relatif
a) Pasien dengan perifer vascular disease
b) Pasien yang mendapat terapi antikoagulan atau terapi trombolitik
c) Penusukan kanulasi arteri kontraindikasi relatif pada area yang
mudah terjadi infeksi, seperti area kulit yang lembab, mudah
berkeringat, atau pada area yang sebelumnya pernah dilakukan
bedah vascular
28. Bagaimana pemberian Penkes MAP?
Jawab: Penkes yang bisa diberikan adalah meliuti , penyebab, gejala,
komplikasi, ketaatan pada pengobatan, manajemen berat badan, nutrisi
dan aktivitas fisik. Nutrisi atau diet pada hipertensi terdiri dari rendah
lemak, rendah garam, tinggi buah-buahan, sayuran dan ikan. Aktivitas
fisik berupa aktivitas fisik sedang minimal 30 menit/hari. terapi yang harus
dicapai pada pasien hipertensi emergensi adalah terjadinya penurunan
rerata tekanan arteri atau Mean Arterial Pressure (MAP) dan tekanan
darah pasien selama 1 jam, 2–6 jam berikutnya, dan 24 jam setelah
pemberian antihipertensi. Pemberian antihipertensi parenteral selama 1
jam diharapkan dapat memberikan penurunan MAP sebesar 10% diikuti
penurunan MAP mencapai 15% pada saat 2–3 jam berikutnya.
Selanjutnya pada saat 24 jam, penurunan MAP mencapai 20–25% atau
penurunan tekanan darah mencapai di bawah 160/110 mmHg. Di sisi lain,
target terapi hipertensi urgensi adalah tercapainya penurunan MAP dalam
waktu 24 jam sebesar 20–25% atau penurunan TDS/ TDD hingga
29. Berapa rentang nilai normal pemeriksaan Tanda Tanda Vital?
Jawab:Rentang nilai normal pemeriksaan TTV
Menurut WHO(2016) adapun normal tanda-tanda vital (TTV) sesorang
sesuai dengan tingkatan usia yaitu :

A. Nadi
Bayi : 120-130 x/mnt
Anak : 80-90 x/mnt
Dewasa : 70-80 x/mnt
Lansia : 60-70 x/mnt
Ø Catatan :
1) Takikardia (Nadi di atas normal) : Lebih dari 100 x/menit
2) Bradikardia (Nadi dibawah normal) : Kurang dari 60x/menit
B. Tekanan Darah
Bayi :70-90/50 mmHg
Anak :80-100/60 mmHg
Remaja :90-110/66 mmHg
Dewasa muda :10-125/60-70 mmHg
Dewasa tua :130-150/80-90 mmHg
Ø Catatan :
1. Hipotensi :Kurang dari 90/60 mmHg
2. Normal :90-120/60-80 mmHg
3. Pre Hipertensi :120-140/80-90 mmHg
4. Hipertensi Stadium 1 :140-160/90-100 mmHg
5. Hipertensi Stadium 2 : Lebih dari 160/100 mmHg
C. Suhu Tubuh
Normal : 36oC - 36,9 oC
Sub Febris : 37 oC - 38 oC
Febris : 38 oC - 40 oC
Hiperpireksis : 40 oC - 42 oC
Ø Catatan :
1. Hipotermi : Kurang dari 36 oC
2. Hipertermi : Lebih dari 40 oC
3. Oral : 0,2 oC – 0,5 oC lebih rendah dari suhu rektal
4. Axilla : 0,5 oC lebih rendah dari suhu oral.
D. Pernapasan / Respirasi
Bayi : 30-40 x/mnt
Anak : 20-30 x/mnt
Dewasa : 16-20 x/mnt
Lansia : 14-16 x/mnt
Ø Catatan :
1. Ipnea : Pernapasan normal
2. Dispnea : Pernapasan yang sulit
3. Apnea : Pernapasan terhenti
4. Tadipnea : Pernapasan lebih dari normal ( lebih dari 20
x/menit)
5. Bradipnea : Pernapasan kurang dari normal ( kurang dari
20 x/menit)
30. Apakah penyebab osteomilitis di metatarsal pada pasien dalam kasus?
Jawab: Infeksi bakteri pada tulang sehingga menyebar ke aliran darah
dan terdapat nanah serta barbau yang tidak sedap.
31. Apakah penyebab terjadinya Osteomilitis?
Jawab: Penyebab utama osteomielitis adalah bakteri Staphylococcus
aureus. ... Contohnya, pasca operasi patah tulang atau penggantian
panggul, bakteri dapat menyebabkan infeksi pada area tulang tersebut.
Masuknya bakteri Staphylococcus hingga ke tulang dapat melalui
beberapa cara, yaitu: Melalui aliran darah.
32. Melihat data yang ada pada kasus berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk penyembuhan pada penyakit DM?
Jawab: Untuk penyembuhan pada kasus dm ini tergantung dari
keparahan penyakit itu sendiri karena setiap orang berbeda-beda jadi
waktu penyembuhan nyapun tidak bisa ditentukan kapan bisa sembuh,
dan bisa dilihat lagi pada kasus ini mungin waktu penyembuhan nya bisa
lama. Yang pasti semua butuh proses.
33. Melihat data yang ada di kasus sudah masuk tahapan gread berapakah
DM tersebut?
Jawab: Derajat 5 ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-
gangren di seluruh kaki atau sebagaian tungkai bawah (Decroli, dkk
2008)
34. Apakah indikasi dan kontraindikasi dari terapi medis actraid, Lantus ,
Metronidazole, Cefriaxone, Ranitidin?
Jawab:
Indikasi dan kontraindikasi terapi medis

Nama obat Golongan Indikasi Kontraindikasi


Actrapid Anti 1. Diabetes militus 1. Hipersensitif
2. Hiperglekemia 2. Penderita
diabetes
hipoglikemia
3. ibu hamil dan
menyusui
Lantus Anti 1. Diabetes militus 1. Hipersensitif
2. Hipoglikemia
diabetes tipe 1 dan 2
3. Menderita koma
2. Hiperglekemia
diabetes
4. Gagal jantung
5. Gangguan organ
dan ginjal
6. Anak > 15 tahun
Metronidazole Antibiotic 1. Infeksi 1. Pasien yang
berulang/persisten mengosumsi alko
2. Infeksi pasca 2. Hipersensitif
3. Ibu hamil
operasi/profilaksis
4. Pasien yang diraw
3. Infeksi
karena Trikomoni
gastrointestinal
4. Infeksi saluran
nafas
5. Infeksi daerah
genitalia
6. Infeksi daerah
liver, sendi, kulit,
otak
Ceftriaxone Antibiotic 1. Infeksi bakteri 1. Hipersensitif
2. Infeksi intra 2. Hiperbilirubun
abdomen Neonatus
3. Otitis media aku 3. Ibu hamil dan
4. Inflamasi panggul
menyusui
5. Syok toksik/syok
septic
6. Infeksi kkulit dan
nekrotisasi lunak
7. Rhinosinusistis
akut bacterial berat
8. Infeksi sendi
prostetik
9. Meningitis
10.
Ranitidine Antihistamin 1. Ulkus lambung dan 1. Forfia akut
2. Hipersensitif
duodenum
2. Tukak lambung 3. Lansia
3. GERD
4. Sakit maag 4. Ibu hamil
5. Mengobati
Sindrom Zollinger- 5. Ibu menyusui
Ellison
6. Kanker lambung

7. Penyakit ginjal

8. Mengonsumsi ob
non-steroid anti-
inflamasi

9. Sakit paru paru

10. Diabetes

11. Masalah dengan


sistem kekebalan
tubuh

12. Porfiria akut


(gangguan
metabolisme lang

35. Apakah Definisi dari debridement?


Jawab: Prosedur tindakan yang dilakukan untuk mengangkat jaringan
sendi, tulang rawan, atau tulang tetap yang mengalami kerusakan atau
terinfeksi.
36. Apakah Indikasi dan kontraindikasi dari debridement?
Jawab: Indiksi faktur tulang atau truma. Kontraindikasi fisik yang tidak
memungiknkan.
37. Bagaimana cara melakukan prosedur debridement ?
Jawab: Prosedur dilakukan tindakan debridement :
Tahap Pra Interaksi
a. Melakukan Verifikasi program sebelum proses tindakan
b. Mencuci tangan
c. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
Tahap Orientasi
a. Memberikan salam & menyapa nama pasien
b. Menjelaskan tujuan & prosedur tindakan pada keluarga/klien
c. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan perawatan luka
dilakukan.
Tahap Kerja
g. Menjaga dan menjamin privacy
h. Mengatur posisi pasien agar luka dapat terlihat dengan jelas
i. Membuka peralatan
j. Menggunakan sarung tangan
k. Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin & buka dengan
memakai pinset
l. Membuka balutan lapis terluar
m. Membersihkan seputar luka & bekas plester
n. Membuka balutan lapis dalam
o. Menekan daerah tepi luka (sepanjang luka) untuk dapat
mengeluarkan adanya pus
p. Melakukan debridement
q. Membersihkan luka dengan memanfaatkan cairan NaCl
r. Melakukan kompres desinfektant & tutup dengan kassa
s. Memasang plester atau verband
t. Merapikan pasien
Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan yg dilakukan
b. Berpamitan dengan klien
c. Membereskan alat-alat
d. Mencuci tangan
e. Mencatat semua kegiatan dalam lembar/ catatan keperawatan.
38. Mengapa dokter menganjurkan untuk dilakukan debridebement ? apakah
karena luka kaki tersebut ?
Jawab: Dokter menganjurkan dilakukannya debridement adalah karena
debridement bertujuan untuk membersihkan luka dari kotoran yang
berasal dari luar yang termasuk benda asing dari tubuh.
a. Tujuan dilakukannya debridement yaitu untuk mengeluarkan
kontaminan dengan rasa nyeri yang minimal pada pasien serta
trauma pada jaringan yang minimal pula untuk luka yang kotor,
mencelupkan bagian yang cedera kedalam air yang sama dengan
suhu tubuh, dapat meredakan nyeri dan dapat membantu
menghilangkan debris. (Manajemen luka, Moya J. Morison,
2004.EGC)
39. Mengapa dilakukan amputasi pedis tersebut ?
Jawab: karena untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi yang lebih
parah, serta untuk mencegah keadaan penderita semakin memburuk.
Infeksi yang terus meluas dapat mengancam jiwa jika tidak segera
diatasi. Keputusan amputasi akan dengan terpaksa diambil dengan tujuan
untuk menyelamatkan hidup pasien diabetes.
40. Hal apa saja yang harus diperhatikan saat dilakukan tindakan amputasi ?
Jawab: Amputasi dilakukan karena ulkus kaki pada klien diabetes melitus
yang telah berlanjut menjadi pembusukan yang semakin meluas sehingga
memiliki kemungkinan besar untuk dilakukan amputasi. (Situmorang,
2009)
41. Apakah yang terjadi jika kaki pasien tidak diamputasi ?
Jawab: Luka diabetes gangren didefinisikan sebagai jaringan nekrosis
atau jaringan mati yang disebabkan oleh karena adanya emboli pembuluh
besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat
terjadi seabagi akibat proses inflamasi yang memanjang ,perlukaan
( digigit serangga,kecelakaan kerja atau terbakar), proses degenerative
atau ganghuan metabolic.( Muryunani,2013).
42. Apakah Indikasi dan kontra indikasi pada tindakan amputasi pedis sinistra
?
Jawab: Indikasa dan kotra indikasi pada amputasi yaitu :
c. Indikasi :Adapun indikasi amputasi yaitu penyakit vascular perifer
yang tidak dapat direkonstruksi dengan nyeri iskemik atau infeksi
yang tidak dapat ditoleransi lagi,nyeri atau infeksi yang tidak dapat di
toleransi lagi dalam pasiean yang tidak dapat lagi
dapat bergerak dengan penyakit vaskuler perifer, infeksi yang menye
ar secara luas dantidak responsive terdapat terapi konservatif, tumor
yang responsnya buruk terhadapterapi non operatif, trauma yang
cukup luas sehingga tidak memungkinkan untuk direparasi
d. Kontraindikasi amputasi:pasien yang tidak mengalami
e. Diet yang dianjurkan pada pasien dengan DM yaitu makanan yang
tidak mengandung glukosa yang tinggi dan karbohidrat.

43. Diet apa yang baik untuk pasien pada kasus tersebut?
Jawab: Ankle Brachial Index (ABI) merupakan rasio atau perbandingan
antara tekanan darah sistolik yang diukur pada pergelangan kaki dengan
arteri brachialis(Aboyans, 2012).
E. JUMP 5
1. Apa anatomi dan fisiologi Diebetes Melitus?
2. Apa yang dimaksud dengan Diebetes Melitus?
3. Apa klasifikasi dari Diebetes Melitus?
4. Apa penyebab terjadinya Diebetes Melitus?
5. Apa patofisiologi Diebetes Melitus?
6. Apa pathway Diebetes Melitus?
7. Apa tanda dan gejala terjadinya Diebetes Melitus?
8. Apa penatalaksanaan Diebetes Melitus?
9. Apa komplikasi pada pasien Diebetes Melitus?
10. Apa pemeriksaan penunjang pada pasien Diebetes Melitus?
11. Bagaiman intervensi pada pasien yang terkena Diebetes Melitus?

F. JUMP 6
A. Anatomi Fisiologi
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan
terdapat kurang lebih 200.000 – 1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau
langerhans jumlah sel beta normal pada manusia antara 60% - 80% dari
populasi sel Pulau Langerhans. Pankreas berwarna putih keabuan hingga
kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan
eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-enzim
pankreas seperti amylase, peptidase dan lipase, sedangkan jaringan endokrin
menghasilkan hormon-hormon seperti insulin, glukagon dan somatostatin
(Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).
GAMBAR
Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolensek, Rupnik & Stozer,
2015) : sekresi glukagon
a. Sel Alfa sekresi insulin
b. Sel Beta
c. Sel Delta -sekresi somatostatin
d. Sel Pankreatik
Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada pada pulau Langerhans
menyebabkan pengaturan secara langsung sekresi hormon dari jenis hormon
yang lain. Terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi
gula darah dan kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan
arah dengan efek gula darah pada sel beta. Kadar gula darah akan
dipertahankan pada nilai normal oleh peran antagonis hormon insulin dan
glukagon, akan tetapi hormon somatostatin menghambat sekresi keduanya
(Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015)
1. Insulin Insulin (bahasa latin insula, “pulau”, karena diproduksi di pulau-
pulau Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon yang terdiri dari 2
rantai glikogen). Duapolipeptida yang mengatur metabolisme
karbohidrat (glukosa rantai dihubungkan oleh ikatan disulfida pada posisi
7 dan 20 di rantai A dan posisi 7 dan 19 di rantai B (Guyton & Hall, 2012).
Fisiologi Pengaturan Sekresi Insulin
Peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akan menimbulkan
respons tubuh berupa peningkatan sekresi insulin. Bila sejumlah besar
insulin disekresikan oleh pankreas, kecepatan pengangkutan glukosa ke
sebagian besar sel akan meningkat sampai 10 kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan kecepatan tanpa adanya sekresi insulin. Sebaliknya
jumlah glukosa yang dapat berdifusi ke sebagian besar sel tubuh tanpa
adanya insulin, terlalu sedikit untuk menyediakan sejumlah glukosa yang
dibutuhkan untuk metabolisme energi padakeadaan normal, dengan
pengecualian di sel hati dan sel otak (Guyton & Hall, 2012).
GAMBAR
Pada kadar normal glukosa darah puasa sebesar 80-90 mg/100ml,
kecepatan sekresi insulin akan sangat minimum yakni 25mg/menit/kg
berat badan. Namun ketika glukosa darah tiba-tiba meningkat 2-3 kali dari
kadar normal maka sekresi insulin akan meningkat yang berlangsung
melalui 2 tahap (Guyton & Hall, 2012)
1. Ketika kadar glukosa darah meningkat maka dalam waktu 3-5 menit
kadar insulin plasama akan meningkat 10 kali lipat karena sekresi insulin
yang sudah terbentuk lebih dahulu oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Namun, pada menit ke 5-10 kecepatan sekresi insulin mulai menurun
sampai kirakira setengah dari nilai normalnya. 2. Kira-kira 15 menit
kemudian sekresi insulin mulai meningkat kembali untuk kedua kalinya
yang disebabkan adanya tambahan pelepasan insulin 9 yang sudah lebih
dulu terbentuk oleh adanya aktivasi beberapa sistem enzim yang
mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel beta.

1. Mekanisme system pertahanan tubuh


System pertahanan tubuh kita dibagi menjadi dua, yaitu system
pertahanan tubuh nonspesifik dan system pertahanan tubuh spesifik
a) Pertahanan tubuh nonspesifik
Pertahanan tubuh nonspesifik bertujuan untuk menangkal masuknya
segala macam zat atau bahan asing ke dalam tubuh, yang dapat
menimbulkan kerusakan tubuh ( penyakit ) tanpa membedakan jenis
zat atau bahan asing tersebut. Contoh zat-zat asing itu, antara lain
bakteri,virus, atau zat-zat yang berbahaya bagi tubuh. Yang
termasuk pertahanan tubuh nonspesifik antara lain pertahanan fisik
( kulit dan selaput lendir ), kimiawi ( enzim dan keasaman lambung ),
mekanis ( gerakan usus dan rambut getar selaput lendir ), fagositosis
( penelanan kuman atau zat asing oleh sel darah putih ), serta zat
komplemen yang berfungsi pada berbagai proses pemusnahan
kuman atau zat asing. Pertahanan tubuh nonspesifik terdiri atas
pertahanan eksternal dan pertahanan internal. Pertahanan eksternal
merupakan pertahanan tubuh sebelum mikroorganisme atau zat
asing memasuki jaringan tubuh. Pertahanan internal merupakan
pertahanan tubuh yang terjadi di dalam jaringan tubuh setelah
mikroorganisme atau zat asing masuk ke dalam tubuh
b) Pertahanan tubuh nonspesifik eksternal
Pertahanan tubuh nonspesifik eksternal meliputi kulit dan lapisan
mukosa berbagai organ
1) Kulit
Fungsi kulit bagi pertahanan tubuh adalah ibarat banteng
pertahanan yang kuat dalam peperangan. Di samping berfungsi
melindungi tubuh dari panas, dingin, dan sinar matahari, kulit
juga memiliki kemampuan untuk melindungi tubuh dari
mikroorganisme yang merugikan. Fungsi perlindungan utama
kulit diwujudkan lewat lapisan sel mati yang merupakan bagian
terluar kulit. Setiap sel baru yang dihasilkan oleh pembelahan
sel bergerak dari bagian dalam kulit menuju ke permukaan luar.
Selain itu, sel-sel kulit juga mampu menghasilkan suatu protein
kuat yang disebut keratin. Senyawa keratin mempunyai struktur
yang sangat kuat dank eras sehingga kulit didekomposisi oleh
berbagai mikroorganisme pathogen. Keratain tersebut
terdapatpada sel-sel mati yang selalu lepas dari permukaan kulit
dan digantikan oleh sel-sel berkeratin yang baru. Sel-sel baru
yang berasal dari bawah menggantikan sel=sel yang sudah
using sehingga membentuk penghalang yang tidak dapat
tembus. Di samping memberikan perlindungan secara fisik, kulit
juga member perlindungan secara kimia. Kulit menghasilkan
keringat dan minyak yang memberikan suasana asam pada kulit.
Hal itu dapat mencegah tumbuhnya mikroorganisme pathogen
pada kulit. Keringat menyediakan zat makanan bagi bakteri dan
jamur tertentu yang hidup sebagai mikroflora normal pada kulit
dan menghasilkan bahan-bahan sisa bersifat asam, seperti asam
laktat, yang membantu menurunkan tingkat pH ( keasaman )
kulit. Media bersifat asam di permukaan kulit ini menciptakan
lingkungan yang tidak bersahabat bagi mikroorganisme
berbahaya
Bagaimana jika kulit terluka ? kulit yang terluka merupakan
salah satu jalan masuknya mikroba asing ke dalam tubuh.
Meskipun demikian, kulit juga memiliki respons untuk segera
memperbaiki jaringan kulit yang terluka secara cepat. Ketika
terjadi luka, sel-sel pertahanan tubuh akan segera bergerak ke
daerah luka untuk menerangi mikroba asing serta membuang
sisa-sisa jaringan yang sudah rusak. Ke4mudian, sejumlah sel
pertahanan lainnya akan memproduksi benang- benang fibrin,
yaitu suatu protein yang berfungsi untuk menutup kembali luka.
2) Membran Mukosa
Semua saluran tubuh yang memiliki kontak langsung
dengan lingkungan luar, seperti saluran pernafasan, saluran
pencernaan, saluran ekresi, ataupun saluran reproduksi selalu
memiliki organ-organ yang dilapisi oleh lapisan mukosa. Lapisan
mukosa yang terdapat pada berbagai saluran tadi memiliki fungsi
penting dalam mencegah masuknya berbagai mikroba asing
yang berbahaya. Berikut ini adalah beberapa contoh pertahanan
yang dilakukan lapisan mukosa.
Saluran pencernaan merupakan salah satu pintu gerbang
masuknya berbagai mikroba asing ke dalam tubuh. Mereka
masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan yang kita
makan. Mikroba yang masuk bersama makanan dan sampai di
lambung akan mendapat “kejutan” yang berupa asam klorida
(HCI) atau asam lambung yang di hasilkan oleh lapisan mukosa
lambung. Asam lambung menyebabkan sebagian besar mikroba
asing yang masuk ke lambung tidak dapat bertahan hidup.
Sebagian mikroba asing tersebut mungkin berhasil selamat dari
pengaruh asam lambung karena mereka tidak terpapar langsung
oleh asam lambung atau karena mereka mempunyai daya tahan
terhadap asam lambung. Meskipun begitu, mikroba yang lolos itu
akan segera menghadapi berbagai enzim pencernaan di usus
halus.
Lapisan mukosa yang terdapat pada saluran respirasi,
misalnya trakea, juga merupakan pertahanan tubuh yang sangat
penting. Lapisan mukosa pada trakea menghasilkan mucus yang
berupa cairan kental yang berguna untuk menjerat mikroba
asing ataupun partikel asing lainnya yang masuk bersama udara
pernafasan. Di samping itu, pada lapisan mukosa trakea terdapat
sel-sel epitel bersilia yang dapat bergerak untuk mengeluarkan
mukus yang sudah membawa mikroba agar tidak menuju paru-
paru.
Pada mata terdapat kelenjar penghasil air mata yang
banyak mengandung enzim lisozim. Enzim ini dapat merusak
dinding sel bakteri sehingga bakteri tidak dapat masuk
menginfeksi mata.
Di samping menyediakan pertahanan fisik dan kimiawi,
pada kulit dan lapisan mukosa juga terdapat mikroorganisme
yang secara alami menempati bagian tertentu tubuh kita.
Mikroorganisme ini di kenal denganistilah mikroflora normal.
Mereka tidak membahayakan tubuh kita, justru secara tidak
langsung menguntungkan karena turut membantu system
pertahanan tubuh kita. Banyak mikroorganisme lain yang tidak
merugikan yang hidup dalam tubuh manusia
Mikroorganisme tersebut memberikan dukungan bagi
system pertahanan tubuh dengan cara mencegah mikroba asing
berdiam dan berkembang biak di dalam tubuh karena masuknya
mikroba asing tersebut merupakan ancaman bagi mikroflora
normal tubuh

c) Pertahanan Nonspesifik Internal


Tidak semua mikroorganisme atau mikroba asing dapat di tahan oleh
kulit ataupun lapisan mukosa sehingga mereka dapat lolos masuk ke
dalam tubuh. Selanjutnya, mikroba asing tersebut akan bertemu
dengan pertahanan tubuh nonspesifik internal yang terdiri dari atas
aksi fagositosis, respon peradangan, sel natural killer (NK), dan
senyawa anti mikroba.
1) Fagosistosis
Fagosistosis merupakan mekanisme penelanan benda
asing, terutama mikroba, oleh sel-sel tertentu. Khususnya sel-sel
darah putih (Ingat lagi pelajaran tentang system sirkulasi).
Berbagai sel yang dapat melakukan fagositosis, antara lain
neotrofil,monosit, makrofag, dan eosinofil.
2) Respon Peradangan
Pernahkah salah satu bagian tubuh anda terluka dan pada
bagian yang terluka tersebut terjadi pembengkakan yang
berwarna kemerahan? Itulah yang di sebut dengan peradangan
(inflamasi). Peradangan adalah tanggapan atau respon cepat
setempat terhadap krusakan jaringan yang di sebabkan oleh
teriris, tergigih, tersengat, ataupun infeksi mikroorganisme.
Tanda-tanda suatu bagian tubuh mengalami peradangan, antara
lain berwarna kemerahan, terasa nyeri, panas, dan
membengkak. Mengapa respons peradangan juga merupakan
salah satu bentuk pertahanan tubuh dan bagaimanakah
terjadinya peristiwa peradangan tersebut?
Adanya daerah yang terluka dan terinfeksi mikroba akan
menyebabkan pembuluh darah arteriola prakapiler mengalami
dilatasi (pelebaran serta peningkatan permeabilitas)dan
pembuluh venula pascakapiler menyempit. Hal itu akan
meningkatkan aliran darah pada pada daerah yanh terluka
sehingga bagian tersebut meningkat suhunya dan berwarna
kemerahan. Sementara itu, pembekakan (udema) pada bagian
yang meradangdisebabkan oleh meningkatnya cairan yang
keluar dari jaringan akibat peningkatan permeabilitas kapiler
darah. Pelebaran dan peningkatan pemeabilitas pembuluh
darah itu di picu oleh senyawa kimia histamin. Sember utama
histamine adalah sel-sel mast(sel-sel besar pada jaringan ikat)
dan basofil dalam darah. Keduanya bersama-sama dengan
keeping-keping darah melekat pada pembuluh darah yang rusak.
Pelebaran diameter dan pemeabilitas pembuluh darah akan
meningkatkan laju aliran darah dan unsure-unsur pembekuan
darah ( keeping-keping darah) ke darah yang mengalami luka
atau infeksi. Pembekuan darah tersebut berfungsi untuk
melokalisir mikroba penginfeksi agar tidak menyebar ke bagian
tubuh yang lain. Kerusakan jaringan juga mengirimkan senyawa
kimia kemokin yang berfungsi memanggil sel-sel fagosis untuk
segera dating ke daerah yang terluka tersebut.
Pada respons peradangan, fagosist yang pertama kali
berperan adalah neutrofil dan diikuti monosit yang berubah
menjadi makrofag. Neurofil akan memangsa mikroba pathogen.
Neurofil dapat mendeteksi kehadiran mikroba itu telah
diselubungi oleh opsonin. Opsosin adalah anti bodi lain yang di
bentuk dalam aliran darah atau protein komplemen khusus yang
di aktifkan oleh kehadiran mikroba. Begitu opsonin melekat pada
mikroba, mikroba tersebut di telan dan di cerna oleh neurofil.
Sementara itu, disamping memangsa mikroba pathogen,
makrofag juga berfungsi membersihkan sisa-sisa jaringan yang
rusak dan sisa-sisa neurofil yang mati.
3) Sel Neurofil kaller (sel pembunuh alami)
Sel natural killer ( Sel NK) adalah suatu limfosit granular
yang berespons terhadap mikroba intra seluler dengan dengan
cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin
untuk memgaktivasi makrofag. Sel NK menyerang sel-sel parasit
dengan cara mengeluarka senyawa penghancur yang disebut
profin. Sel NK dapat melisiskan dan membunuh sel-sel kanker
serta virus sebelum kekebalan adaptis diaktivkan.
4) Senyawa Antimikroba
Sel-sel tertentu pada tubuh memiliki kemampuan
menghasilkan senyawa, khususnya protein yang berfungsi
sebagai pertahanan tubuh nonspesifik. Cara kerja protein
antimikroba ini terutama adalah untuk menghancurkan sel-sel
mikroba yang masuk atau atau untuk menghambat agar mikroba
asing tersebut tidak dapat berproduksi. Protein antimikroba yang
berperan dalam pertahanan non spesifik ini adalah protein
komplemen dan interferon.
5) Protein Komplemen
Protein komplemen merupakan agen antimikroba yang
terdiri atas sekitar 20 protein serum. Peotein komplemen
dihasilkan oleh hati dan beredar di dalam pembuluh darah
dalam keadaan tidak aktif. Adanya infeksi mikroba akan
mengaktifkan protein pertama dan selanjutnya akan
mengaktifkan protein kedua, demikian seterusnya, melalui
serangkaian reaksi yang berurutan. Protein komplemen yang
telah aktif akan bekerja secara sistematis untuk melisiskan
berbagai mikroba penginfeksi.
6) Interferon
Interferon merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh
makrofag sebagai respon adanya erangan virus yang masuk ke
dalam tubuh. Interferon merupakan senyawa antivirus yang
bekerja menghancurkan virus dengan cara menghambat
perbanyakan virus dalam sel-sel tubuh
d) Pertahanan tubuh spesifik
Mikroorganisme asing yang berhasil melewati pertahanan
tubuh nonspesifik akan berhadapan dengan pertahanan tubuh yang
lebih canggih, yaitu pertahanan tubuh spesifik. Pada pertahanan
tubuh spesifik, sel-sel pertahanan dapat merespon keberadaan sel-
sel asing, molekul asing, ataupun sel yang abnormal dengan cara
yang spesifik. Pertahanan tubuh spesifik dikenal juga dengan nama
system kekebalan.
Respons kekebalan ini meliputi produksi protein pertahanan
tubuh spesifik, disebut antibody, yang dilakukan oleh limfosit. Limfosit
merupakan sel utama dalam system kekebalan. Limfosit dapat
ditemukan di dalam sumsum tulang, pusat limfatik, kelenjar ludah,
limpa, tonsil, dan persendian. Limfosit memiliki peran sangat penting
untuk melawan penyakit- penyakit menular yang utama, seperti aids,
kanke, rabies, dan TBC. Bahkan, pilek tidak lain adalah perang yang
dikobarkan limfosit untuk mengusir virus flu dari tubuh.
Kebanyakan mikroba asing dapat dikalahkan dengan antibody
yang dihasilkan oleh limfosit. Ada dua macam limfosit, yaitu limfosit B
dan limfosit T, keduanya mengalami pembelahan sel yang cepat
dalam menanggapi kehadiran antigen spesifik, tetapi fungsi keduanya
berbeda ( walaupun saling bergantung ) Limfosit B dihasilkan oleh
sel-sel punca ( stem cells )di dalam sumsum tulang.
Limfosit B dinamakan juga sel-sel B ( berasak dari kata Bone
Marrow / sumsum tulang ) . jika diibaratkan Negara, sel-sel B ini
identik dengan “ pabrik senjata “ di dalam tubuh. Pabrik ini
memproduksi antibody yang nantinya akan digunakan untuk
menyerang musuh. Jumlah limfosit B atau sel B adalah 25% dari
jumlah total limfosit tubuh.
Setelah diproduksi di sumsum tulang, sebagian limfosit
bermigrasi ke kelenjar timus. Di dalam kelenjar timus, limfosit
tersebut akan membelah diri dan mengalami pematangan. Karena
berasal dari kelenjar timus, limfosit ini dinamakan limfosit T ( dari
timus ). Limfosit T disebut juga sel T. jumlahnya mencapai 70% dari
seluruh jumlah limfosit tubuh Sel T berfungsi sebagai bagian dari
system pengawasan kekebalan. Ada tiga macam sel T, bergantung
pada peran mereka setelah diaktifkan oleh antigen.
Berdasarkan perannya setelah diaktifkan oleh antigen, sel T
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu
1) Sel T sitotoksik ( cytotoxic T cell ) sel T pembunuh yang
menghancurkan sel yang memiliki antigen asing, misalnya sel
tubuh yang dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan. b)
2) Sel T penolong ( helper T cell ) sel T yang membantu sel B
mengenali dan menghasilkan antibody untuk melawan antigen,
memperkuat aktivitas sel T sitotoksik dan sel T penekan yang
sesuai, serta mengaktifkan makrofag. c)
3) Sel T penekan ( suppressor T cell ) sel T yang menekan produksi
antibody sel B dan aktivitas sel T sitotoksik serta sel T penolong
untuk mengakhiri reaksi kekebalan. ( Pujiyanto, 2014 )

B. Pengertian
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis.
(Purwanto. H,2016)

Diabetes melitus menurut AMERICAN DIABETES ASSOCIATION


(ADA) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf,
jantung dan pembuluh darah. (Tanto. C, dkk, 2014)

C. Etiologi
A. Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut Guyton (2008), terdapat dua tipe utama Diabetes Melitus, yaitu:
1. DM tipe 1: Kerusakan sel beta pancreas atau penyakit-penyakit
yangmenganggu produksi insulin dapat menyeabkan timbulnya Diabetes
Melitus tipe 1. Infeksi virus atau kelainan autoimun dapat menyebabkan
kerusakan sel beta pancreas pada banyak pasien Diabetes Melitus tipe 1,
meskipun faktor herediter juga berperan penting untuk menentukan
kerentangan sel-sel beta terhadap gangguan tersebut. Pada beberapa
kasus, kecenderunagan faktor herediter dapat menyebabkan degenerasi
sel beta, bahkan tanpa adanya infeksi virus atau kelainan autoimun.
Onset Diabetes Melitus tipe 1 biasanya dimulai pada umur 14 tahun, oleh
sebab itu diabetes ini sering disebut Diabetes Mellitus juvensilf. Diabets
Melitus tipe 1 dapat timbul tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau
minggu, dengan tiga gejala siasa yang utama: naiknya kadar glukosa
darah, peningkatan penggunaan lemak sebagai sumber energi dan untuk
pembentukan kolesterol oleh hati, dan berkurangnya protein dalam
jaringan tubuh.
2. DM Tipe 2 : Diabetes Melitus tipe 2 lebih sering dijumpai dari Diabetes
Mellitus tipe 1, dan kira-kira diemukan sebanyak 90 persen dari seluruhk
kasus. Pada kebanyakan kasus, onset Diabetes Melitus tipe 2 terjadi
diatas umur 30 tahun, sering kali diantara umur 50 dan 60 tahun, dan
penyakit ini timbul secara perlahan-lahan. Oleh karna itu, sindrom ini
sering disebut sebagai Diabetes onset dewasa. Akan tetapi, akhir-akhir ini
dijumpai peningkatan kasus yang terjadi pada individu yang lebih muda,
sebagian berusia kurang dari 20 tahun dengan Diabetes Melitus tipe 2.
Trend tersebut agaknya berkaitan terutama dengan peningkatan
prevalensi obesitas, yaitu faktor resiko terpenting untuk Diabetes Melitus
tipe 2, Diabetes Melitus tipe 2 bebeda dengan Diabetes Mellitus tipe 1,
dikaitkan dengan peningkatan insulin plasma (hiperinsulinemia). Hal ini
terjadi sebagai upaya kompensasi oleh sel beta pancreas terhadap
penurunan sensitivitas jaringan terhadap efek metabolisme insulin, yaitu
suatu kondisi yang dikenal sebagai resistensi insulin. Penurunan
sensitivitas insulin mengaggu penggunaan dan penyimpanan karbohidrat,
yang akan meningkatkan sekresi insulin sebagai upaya kompenasasi.
3. Diabetes Tipe Gestasional : Diabetes gestasional dikenali pertama kali
selama kehamilan dan mempemgaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor
resiko terjadinya diabetes gestasional adalah usia, entik, obesitas,
multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes melitus terdahulu.
Ketika hamil tubuh menghasilkan beberapa hormon dalam jumlah banyak.
Di antaranya hormon yang meningkatkan insulin, hormon yang dihasilkan
plasenta yaitu laktogen plasenta, dan estrogen.Seiring waktu, produksi
hormon plasenta bisa mendominasi dan mungkin mengganggu insulin--
hormon pengatur gula darah yang digunakan. Jumlah insulin yang kurang
atau tidak bekerja dengan benar, akan menyebabkan kadar gula darah
meningkat dan memicu diabetes gestasional.Pasien yang mempunyai
predisposisi diabetik secara genetik mungkin akan memperlihatkan
intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan.
Kriteria diagnosis biokimia diabetes kehamilan yang dianjurkan adalah
kriteria yang diusulkan oleh Andra Saferi Wijaya. Menurut kriteria ini
diabetes gestasional terjadi apabila dua atau lebih dari nilai berikut ini
ditemukan atau dilampaui sesudah pemberian 75 g glukosa oral: puasa,
105 mg/dl; 1 jam, 190 mg/dl; 2 jam, 165 mg/dl; 3 jam, 145 mg/dl.
Pengenalan diabetes seperti ini penting karena penderita beresiko tinggi
terhadap morbiditas pernatal dan mempunyai frekuensi kematian janin
variabel lebih tinggi. Kebanyakan perempuan hamil harus menjalani
panapisan untuk diabetes selama usia kehamilan 24 sampai 28 minggu
(Irianto, 2015).
B. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), faktor- fakor resiko diabetes melitus
antara lain :
1. Genetik : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah
terjadinya diabetes. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu
yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainya. Sembilan puluh lima persen pasien
berkulit putih (caucasian) dengan diabetes memperlihatkan tipe HLA yang
spesifik (DR3 atau DR4). Resiko terjadi diabetes meningkat tiga hingga
lima kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA
ini. Resiko tersebut meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat pada
individu yang memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan
dengan populasi umum).
2. Imunologi : Pada penderita diabetes melitus terdapat bukti adanya suatu
respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Autoantibody terhadap sel-sel pulau langerhans dan
insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dan bahkan
beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis.
3. Orang dengan Riwayat Diabetes Dalam Keluarga. Sekitar 50% pasien
Diabetes Melittus tipe 2 mempunyai orang tua yang juga mengidap
diabetes dan lebih dari sepertiga pasien diabetes mempunyai saudara
yang mengidap diabetes. Bila saudara identical twins memungkinkan
terkena diabetes tipe 2 90%
4. Usia : Orang berusia 45 tahun keatas. Peningkatan diabetes risiko
diabetes seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun,
disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan
intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya
kemampuan sel B pankreas dalam memproduksi insulin. Selain itu pada
individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktifitas mitokondria di
sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar
lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin.
5. Orang yang berat badanya berlebih. Diabetes Melitus tipe 2 sangat erat
kaitanya dengan obesitas. Bila BMI (Body Mass Index) seseorang yang
mengalami obesitas mencapai 30, dia akan 30 kali lebih muda terkena
diabetes tipe 2 dari pada orang dengan berat badan normal atau BMI
(Body Mass Index) sebesar 22. Bila BMI (Body Mass Index) sama dengan
35, kemungkinan terkena diabetes menjadi 90 kali lipat.
6. Orang yang tidak berolahraga secara teratur. Olahraga bisa benar-benar
membantu mengendalikan kadar glukosa darah. Olahraga menekan
produksi insulin dan juga mendorong sel-sel otot skelet untuk mengambil
lebih banyak glukosa dari aliran darah. Deangan lebih banyak glukosa
dalam sel-sel otot,kita bisa menghasilkan lebih banyak energi sehingga
tetap bisa bekerja.

Sedangkan menurut Nurarif & Kusuma (2013), ada beberapa faktor


yang dapat dimodifikasi dari Diabetes Melitus, yakni:
1. Pola Makan : Mengetahui jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
merupakan hal yang penting. Memakan-makanan porsi sedang 3 kali
sehari lebih baik dari pada memakan makanan dengan porsi besar
sebanyak 1 atau 2 kali per hari. Selama menerapkan pola makan yang
baik, resiko terkena diabetes dapat dihindari.
2. Obesitas : Hampir 80% orang terkena diabetes melitus mengalami
obesitas dan jika mengalami kegemukan, produksi insulin dari pankreas
menjadi kurang efektif atau disebut resistensi insulin.
3. Aktifitas fisik : Aktifitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan
diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik
mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam
darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat
makanan yang masuk kedalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam
tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk
mengubah gukosa mejadi energi maka akan timbul DM.
4. Gaya Hidup : Menjaga pola makan dengan menu seimbang dalam
kebutuhan sehari-hari baik menurut jumlahnya (kuantitas) maupun
jenisnya (kualitas). Berolahraga teratur, mencangkup kualitas (gerakan)
dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk
olahraga, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi kopi, alkohol.
5. Stress : Mengendalikan stress karna berdampak pada penderita Diabetes
Melitus dapat meningkatkan kadar gula dalam darah tetapi hal itu juga
meningkatkan resistensi insulin.
D. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa
baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya
yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi)
C. Pathway

Ureum
-faktor genetic
Ketidak Gula daam dara tidak
-Inveksi virus Kerusakan sel beta seimbangn dapat di bawa masuk
produksi insulin dalam sel
-pengrusakan

Glukosuria batas Melebihi Hiperglekemia Anabolisme


abang protein
menurun

Dieresis osmotk
Viko sitas darah Syok Hiper Kerusakan ada
meningkat glikimik anti bodi

Poliuri- retens
urine Aliran darah Komadiabetik
terhambat Kekebalan
Tubuh Menurun

Kehilangan Iskemikjaringan Resikoinfeksi


elektrolit dalam
sel Neuropatisensoriperifer

Ketidakefektifanp Nekrosisluka
Dehidrasi erfusijaringanperi Klientidakmerasasakit
fer
Gangrene
Resikosyok Kehilangan kalori
Kerusakan
integritasjaringan
Protein dan lemak
Merangsanghipot Selkekuranganbahanuntu dibakar
alamus kmetabolisme
BB menurun
Pemecahan protein
Pusat lapar dan haus Katabolisme lemak
Keletihan
Asam Lemak Keton
Polidipsiapolipagia

Keteasidaosis
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
E. Manifestasi Klinik
Menurut Purwanto H, 2016, tanda dan gejala pada diabetes melitus yaitu

1. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane
dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat
atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam
sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah keginjal meningkat sebagai
akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic
(poliuria).

2. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi keringdan sensorhaus
teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum
(polidipsia).

3. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya
kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energy akan
menstimulasi rasa lapar. Makareaksi yang terjadi adalah seseorang akan
lebih banyak makan (poliphagia)

4. Penurunan berat badan


Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari
itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot
mengalami atrofidan penurunan secaraotomatis.

5. Malaise atau kelemahan


6. Kesemutan pada ekstremitas
7. Infeksi kulit dan pruritus
8. Timbul gejala ketoasidosis & samnolen berat

F. Komplikasi
Menuru McPhee (2010), ada 3 komplikasi akut pada diabetes yang
penting dan berpengaruh dengan gangguan keseimbangan glukosa darah.
Ketiga komplikasi tersebut adalah:
1. Hipoglikemia: Hipoglikemia terjadi kadar glukosa darah turun dibawah 60
hingga 50 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebih , konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau
karena aktivitas fisik yang berat.
2. Ketoasidosis Diabetik : Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak
adanya atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Akibat defisiensi
insulin adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton
oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang
berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin. Badan keton bersifat
asam, dan bila menumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.
3. HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik) : Sindrom hiperglikemik
hiperosmolar nonketotik merupakan keadaan yang didominasioleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadarn (sense of awareness). Pada saat yang sama tidak ada atau
terjadi ketoasidosis ringan. Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan
diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari
ruang intrasel kedalam ekstrasel. Dengan adanya glukosaria dan dehidrasi,
akan dijumpai keadaan hipernatremiadan peningkatan osmolaritas.
4. Komplikasi Jangka Panjang. Komplikasi jangka panjang diabetes dapat
menyerang semua sistem organ dalam tubuh. Kategori komplikasi kronis
yang lazim digunakan adalah :
a. Komplikasi Makrovaskuler : Berbagai tipe komplikasi makrovaskuler
dapat terjadi, tergantung pada lokasi lesi ateroklerotik
1) Penyakit Arteri Koroner : Perubahan aterosklerotik dalam
pembuluh arteri koroner menyabakan peningkatan insiden infark
miokard pada penderita diabetes. Salah satu ciri unik pada
penyakit arteri koroner yang di derita pleh pasien diabetes adalah
tidak terdapatnya gejala iskemik yang khas. Pasien mungkin tidak
memperlihatkan tanda-tanda awal penurunan aliran darah koroner
dan dapat mengalami infark miokard asistomatik ini hanya
dijumpai melalui pemeriksaan elektrokardiogram. Kurangnya
gejala iskemik ini disebabkanoleh neuropati otonom.
2) Penyakit Serebrovaskuler : Perubahan aterosklerotik dalam
pembuluh darah sereblar atau pembentukan embolus di tempat
lain dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran
darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah sereblar dapat
menimbulkan serangan iskemia sepintas (TIA= Transient Ischemik
Attack) dan stroke.
3) Penyakit Vaskuler Perifer : Perubahan aterosklerotik dalam
pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah merupakan
penyebab meningkatnya insiden (dua atau tiga kali lebih tinggi
dibandingkan pada pasien-pasien non diabetes) penyakit oklusif
arteri perifer pada pasien diabetes melitus. Tanda dan gejala
penyakit vaskuler perifer dapat berupa berkurangnya denyut nadi
dan claudicatio intermitten (nyeri pada pantat ektremitas bawah ini
merupakan penyebab utama meningkatnya insien gangren.
b. Komplikasi Mikroaskuler
1) Retinopati Diabetik : Kelainan patologis mata yang disebut
retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-
pembuluh darah kecil pada retina mata. Retina merupakan bagian
mata yang menerima bayangan dan mengirimkan informasi
tentang bayangan tersebut ke otak. Retina menagndung banyak
sekali pembuluh darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri
seta vena yang kecil, arteriol, venula, dan kapiler.
2) Komplikasi Oftalmologi yang lain : a) Katarak yaitu opasitas lensa
mata, katarak terjadi di usia yang lebih muda pada pasien-pasien
diabetes. b) Perubahan lensa yaitu lensa mata dapat
membengkak ketika kadar glukosa darah naik. Pengendalian
kadar glukosa darah memerlukan waktu sampai 2 bulan sampai
pembengkakan hiperglikemia mereda dan penglihatan menjadi
stabil kembali, c) Kelumpuhan otot ekstraokuler kelumpuhan ini
dapat terjadi akibat neuropati diabetik. Kelainan yang mengenai
berbagai nervus kranialis untul gerakan bola mata dapat
menimbulkan diplopia. Biasanya keadaan ini sembuh spontan, d)
Glaukoma dapat terjadi dengan frekuensi yang lebih tibggi pada
populasi diabetik.
a. Nefropati : Bukti menunjukan bahwa setelah terjadi diabetes,
khususnya kadar glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi
ginjal akan mengalami sress yang menyebabkan kebocoran protein
darah kedalam urine. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh
darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan
berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.
b. Neuropati Diabetes : Neuropati dalam diabetes mengacu kepada
sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk
saraf perifer (sensorimotor), otonom, dan spinal. Penebalan membran
basalis kapiler dan penutupan kapiler dapat dijumpai dengan
hiperglikemia. Hantaran saraf akan terganggu apabila terdapat
kelainan pada selubung mielin.

G. Pemeriksaan Penunjang

(Wijaya & Putri, 2013)


1. Kadar gula
a. Gula darah sewaktu/ random >200mg/dl
b. Gula darah puasa/ nuchter>140mg/dl
c. Gula darah 2 jam PP (post pradial) > 200mg/dl
2. Aseton plasma : hasil (+) mencolok
3. Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
4. Osmolaritas serum (>330osm/l)
5. Urinalisis : proteinuria, ketonuria,glukosuria

H. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Menurut Wijaya (2013), obat dalam terapi Diabetes Mellitus sebagai
berikut:
a. Obat Hiperglikemik Oral atau OHO : Berdasarkan cara kerjanya dibagi
menjadi empat golongan, yaitu pemicu sekresi insulin, atau insulin
secretagogue= sulfonylurea danglinid, penambahan sensiivitas
terhadap insulin = metformin, tiazolidindin, absorbsi glukosa =
penghambat glukosidae alfa.
b. Insulin : pemberian insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat
badan yang cepat, hiperglikemi berat yang disertai ketosis diabetik,
hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis
laktat, gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal, stress
berat seperti infeksi sistemik, operasi besar, IMA atau Infark Miokard
Akut, stroke, kehamilan dengan Diabetes Mellitus gestasional yang
telah terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal
atau hati yang berat, kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemia oral :
dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikan secara bertahap, harus
diketahui bentuk, bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping
obat tertentu, bila memberikanya bersama obat lain, pikirkan
kemungkinan adanya interaksi obat, pada kegagal sekunder terhadap
obat hipoglikemia oral golongan lain, bila gagal, baru beralih pada
insulin, uasahakan agar harga obat terjangkau.

2. Non Farmokologis
Menurut Wijaya (2013), terapi non farmakologi yang dapat diberikan
yaitu :
a. Memantau Kadar Glukosa Darah
Tindakan ini perlu karena untuk mengetahui glukosa darah sudah
berubah dari hari ke hari, membantu menyesuaikan pengobatan,
rencana makan, dan olahraga rutin yang kita lakukan.
b. Berolahraga Secara Teratur
Olahraga bisa benar-benar membantu mengendalikan kadar glukosa
darah. Olahraga menekan produksi insulin dan juga mendorong sel-sel
otot skelet untuk mengambil lebih banyak glukosa dari aliran darah.
Dengan lebih banyak glukosa dalam sel otot, bisa menghasilkan lebih
banyak energi sehingga otot akan bisa tetap bekerja.
Selain membantu mengendalikan kadar gula darah, olahraga
memperbaiki sistem kardiovaskuler (sehingga menurunkan resiko
penyakit jantung), dan juga mendorong penurunan berat badan, yang
bisa bermanfaat besar bagi pengidap diabetes.
c. Mematuhi Rencana Makan Pribadi
Patuhi rencana yang akan membantu kadar glukosa normal,
membantu melindungi dari penyakit jantung dan kenaikan berat badan,
serta tidak membuat merasa kurang gizi. Penurunan berat badan pada
penderita.
Diabetes Melitus juga memiliki manfaat untuk menurunkan produksi
glukosa endogen, meningkatkan penyerapan glukosa perifer yang
diperantarai insulin, meningkatkan pelepasan insulin, dan membaiknya
sensitivitas insulin.
d. Perencanaan Diet.
Regimen diet biasanya dihitung perindividu, bergantung kebutuhan
pertumbuhan berat badan yang diinginkan biasanya untuk Diabetes
Meitus tipe 2, dan tingkat aktivitas, pembagian kalori biasanya 50
sampai 60% dari karbohidrat kompeks, 20% dari protein, dan 30% dari
lemak. Diet juga mencakup serabut vitamin, dan mineral. Peencanaan
diet terutama panting untuk anak-anak pengidap Diabetes Melitus tipe
1 untuk mamasok kalori dan mineral yang adekuat untuk menjamin
perubahan yang optimal.
e. Gaya Hidup.
Menjaga pola makan dengan menu seimbang dalam kebutuhan
sehari-hari baik menurut jumlahnya (kuantitas) maupun jenisnya
(kualitas). Berolahraga teratur, mencagkup kualitas gerakan dan
kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk
olahraga, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi kopi ataupun
alkohol.
JUMP 6

I. Anatomi Fisiologi

Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan


terdapat kurang lebih 200.000 – 1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau
langerhans jumlah sel beta normal pada manusia antara 60% - 80% dari
populasi sel Pulau Langerhans. Pankreas berwarna putih keabuan hingga
kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan
eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-enzim
pankreas seperti amylase, peptidase dan lipase, sedangkan jaringan endokrin
menghasilkan hormon-hormon seperti insulin, glukagon dan somatostatin
(Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).
GAMBAR
Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolensek, Rupnik & Stozer,
2015) : sekresi glukagon
a. Sel Alfa sekresi insulin
b. Sel Beta
c. Sel Delta -sekresi somatostatin
d. Sel Pankreatik
Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada pada pulau Langerhans
menyebabkan pengaturan secara langsung sekresi hormon dari jenis hormon
yang lain. Terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi
gula darah dan kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan
arah dengan efek gula darah pada sel beta. Kadar gula darah akan
dipertahankan pada nilai normal oleh peran antagonis hormon insulin dan
glukagon, akan tetapi hormon somatostatin menghambat sekresi keduanya
(Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015)
2. Insulin Insulin (bahasa latin insula, “pulau”, karena diproduksi di pulau-
pulau Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon yang terdiri dari 2
rantai glikogen). Duapolipeptida yang mengatur metabolisme
karbohidrat (glukosa rantai dihubungkan oleh ikatan disulfida pada posisi
7 dan 20 di rantai A dan posisi 7 dan 19 di rantai B (Guyton & Hall, 2012).
Fisiologi Pengaturan Sekresi Insulin
Peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akan menimbulkan
respons tubuh berupa peningkatan sekresi insulin. Bila sejumlah besar
insulin disekresikan oleh pankreas, kecepatan pengangkutan glukosa ke
sebagian besar sel akan meningkat sampai 10 kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan kecepatan tanpa adanya sekresi insulin. Sebaliknya
jumlah glukosa yang dapat berdifusi ke sebagian besar sel tubuh tanpa
adanya insulin, terlalu sedikit untuk menyediakan sejumlah glukosa yang
dibutuhkan untuk metabolisme energi padakeadaan normal, dengan
pengecualian di sel hati dan sel otak (Guyton & Hall, 2012).

Pada kadar normal glukosa darah puasa sebesar 80-90 mg/100ml,


kecepatan sekresi insulin akan sangat minimum yakni 25mg/menit/kg
berat badan. Namun ketika glukosa darah tiba-tiba meningkat 2-3 kali dari
kadar normal maka sekresi insulin akan meningkat yang berlangsung
melalui 2 tahap (Guyton & Hall, 2012)
1. Ketika kadar glukosa darah meningkat maka dalam waktu 3-5 menit
kadar insulin plasama akan meningkat 10 kali lipat karena sekresi insulin
yang sudah terbentuk lebih dahulu oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Namun, pada menit ke 5-10 kecepatan sekresi insulin mulai menurun
sampai kirakira setengah dari nilai normalnya. 2. Kira-kira 15 menit
kemudian sekresi insulin mulai meningkat kembali untuk kedua kalinya
yang disebabkan adanya tambahan pelepasan insulin 9 yang sudah lebih
dulu terbentuk oleh adanya aktivasi beberapa sistem enzim yang
mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel beta.

1. Mekanisme system pertahanan tubuh


System pertahanan tubuh kita dibagi menjadi dua, yaitu system
pertahanan tubuh nonspesifik dan system pertahanan tubuh spesifik
e) Pertahanan tubuh nonspesifik
Pertahanan tubuh nonspesifik bertujuan untuk menangkal masuknya
segala macam zat atau bahan asing ke dalam tubuh, yang dapat
menimbulkan kerusakan tubuh ( penyakit ) tanpa membedakan jenis
zat atau bahan asing tersebut. Contoh zat-zat asing itu, antara lain
bakteri,virus, atau zat-zat yang berbahaya bagi tubuh. Yang
termasuk pertahanan tubuh nonspesifik antara lain pertahanan fisik
( kulit dan selaput lendir ), kimiawi ( enzim dan keasaman lambung ),
mekanis ( gerakan usus dan rambut getar selaput lendir ), fagositosis
( penelanan kuman atau zat asing oleh sel darah putih ), serta zat
komplemen yang berfungsi pada berbagai proses pemusnahan
kuman atau zat asing. Pertahanan tubuh nonspesifik terdiri atas
pertahanan eksternal dan pertahanan internal. Pertahanan eksternal
merupakan pertahanan tubuh sebelum mikroorganisme atau zat
asing memasuki jaringan tubuh. Pertahanan internal merupakan
pertahanan tubuh yang terjadi di dalam jaringan tubuh setelah
mikroorganisme atau zat asing masuk ke dalam tubuh
f) Pertahanan tubuh nonspesifik eksternal
Pertahanan tubuh nonspesifik eksternal meliputi kulit dan lapisan
mukosa berbagai organ
3) Kulit

Fungsi kulit bagi pertahanan tubuh adalah ibarat banteng


pertahanan yang kuat dalam peperangan. Di samping berfungsi
melindungi tubuh dari panas, dingin, dan sinar matahari, kulit
juga memiliki kemampuan untuk melindungi tubuh dari
mikroorganisme yang merugikan. Fungsi perlindungan utama
kulit diwujudkan lewat lapisan sel mati yang merupakan bagian
terluar kulit. Setiap sel baru yang dihasilkan oleh pembelahan
sel bergerak dari bagian dalam kulit menuju ke permukaan luar.
Selain itu, sel-sel kulit juga mampu menghasilkan suatu protein
kuat yang disebut keratin. Senyawa keratin mempunyai struktur
yang sangat kuat dank eras sehingga kulit didekomposisi oleh
berbagai mikroorganisme pathogen. Keratain tersebut
terdapatpada sel-sel mati yang selalu lepas dari permukaan kulit
dan digantikan oleh sel-sel berkeratin yang baru. Sel-sel baru
yang berasal dari bawah menggantikan sel=sel yang sudah
using sehingga membentuk penghalang yang tidak dapat
tembus. Di samping memberikan perlindungan secara fisik, kulit
juga member perlindungan secara kimia. Kulit menghasilkan
keringat dan minyak yang memberikan suasana asam pada kulit.
Hal itu dapat mencegah tumbuhnya mikroorganisme pathogen
pada kulit. Keringat menyediakan zat makanan bagi bakteri dan
jamur tertentu yang hidup sebagai mikroflora normal pada kulit
dan menghasilkan bahan-bahan sisa bersifat asam, seperti asam
laktat, yang membantu menurunkan tingkat pH ( keasaman )
kulit. Media bersifat asam di permukaan kulit ini menciptakan
lingkungan yang tidak bersahabat bagi mikroorganisme
berbahaya
Bagaimana jika kulit terluka ? kulit yang terluka merupakan
salah satu jalan masuknya mikroba asing ke dalam tubuh.
Meskipun demikian, kulit juga memiliki respons untuk segera
memperbaiki jaringan kulit yang terluka secara cepat. Ketika
terjadi luka, sel-sel pertahanan tubuh akan segera bergerak ke
daerah luka untuk menerangi mikroba asing serta membuang
sisa-sisa jaringan yang sudah rusak. Ke4mudian, sejumlah sel
pertahanan lainnya akan memproduksi benang- benang fibrin,
yaitu suatu protein yang berfungsi untuk menutup kembali luka.
4) Membran Mukosa
Semua saluran tubuh yang memiliki kontak langsung
dengan lingkungan luar, seperti saluran pernafasan, saluran
pencernaan, saluran ekresi, ataupun saluran reproduksi selalu
memiliki organ-organ yang dilapisi oleh lapisan mukosa. Lapisan
mukosa yang terdapat pada berbagai saluran tadi memiliki fungsi
penting dalam mencegah masuknya berbagai mikroba asing
yang berbahaya. Berikut ini adalah beberapa contoh pertahanan
yang dilakukan lapisan mukosa.
Saluran pencernaan merupakan salah satu pintu gerbang
masuknya berbagai mikroba asing ke dalam tubuh. Mereka
masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan yang kita
makan. Mikroba yang masuk bersama makanan dan sampai di
lambung akan mendapat “kejutan” yang berupa asam klorida
(HCI) atau asam lambung yang di hasilkan oleh lapisan mukosa
lambung. Asam lambung menyebabkan sebagian besar mikroba
asing yang masuk ke lambung tidak dapat bertahan hidup.
Sebagian mikroba asing tersebut mungkin berhasil selamat dari
pengaruh asam lambung karena mereka tidak terpapar langsung
oleh asam lambung atau karena mereka mempunyai daya tahan
terhadap asam lambung. Meskipun begitu, mikroba yang lolos itu
akan segera menghadapi berbagai enzim pencernaan di usus
halus.
Lapisan mukosa yang terdapat pada saluran respirasi,
misalnya trakea, juga merupakan pertahanan tubuh yang sangat
penting. Lapisan mukosa pada trakea menghasilkan mucus yang
berupa cairan kental yang berguna untuk menjerat mikroba
asing ataupun partikel asing lainnya yang masuk bersama udara
pernafasan. Di samping itu, pada lapisan mukosa trakea terdapat
sel-sel epitel bersilia yang dapat bergerak untuk mengeluarkan
mukus yang sudah membawa mikroba agar tidak menuju paru-
paru.
Pada mata terdapat kelenjar penghasil air mata yang
banyak mengandung enzim lisozim. Enzim ini dapat merusak
dinding sel bakteri sehingga bakteri tidak dapat masuk
menginfeksi mata.
Di samping menyediakan pertahanan fisik dan kimiawi,
pada kulit dan lapisan mukosa juga terdapat mikroorganisme
yang secara alami menempati bagian tertentu tubuh kita.
Mikroorganisme ini di kenal denganistilah mikroflora normal.
Mereka tidak membahayakan tubuh kita, justru secara tidak
langsung menguntungkan karena turut membantu system
pertahanan tubuh kita. Banyak mikroorganisme lain yang tidak
merugikan yang hidup dalam tubuh manusia
Mikroorganisme tersebut memberikan dukungan bagi
system pertahanan tubuh dengan cara mencegah mikroba asing
berdiam dan berkembang biak di dalam tubuh karena masuknya
mikroba asing tersebut merupakan ancaman bagi mikroflora
normal tubuh

g) Pertahanan Nonspesifik Internal


Tidak semua mikroorganisme atau mikroba asing dapat di tahan oleh
kulit ataupun lapisan mukosa sehingga mereka dapat lolos masuk ke
dalam tubuh. Selanjutnya, mikroba asing tersebut akan bertemu
dengan pertahanan tubuh nonspesifik internal yang terdiri dari atas
aksi fagositosis, respon peradangan, sel natural killer (NK), dan
senyawa anti mikroba.
1) Fagosistosis
Fagosistosis merupakan mekanisme penelanan benda
asing, terutama mikroba, oleh sel-sel tertentu. Khususnya sel-sel
darah putih (Ingat lagi pelajaran tentang system sirkulasi).
Berbagai sel yang dapat melakukan fagositosis, antara lain
neotrofil,monosit, makrofag, dan eosinofil.
2) Respon Peradangan
Pernahkah salah satu bagian tubuh anda terluka dan pada
bagian yang terluka tersebut terjadi pembengkakan yang
berwarna kemerahan? Itulah yang di sebut dengan peradangan
(inflamasi). Peradangan adalah tanggapan atau respon cepat
setempat terhadap krusakan jaringan yang di sebabkan oleh
teriris, tergigih, tersengat, ataupun infeksi mikroorganisme.
Tanda-tanda suatu bagian tubuh mengalami peradangan, antara
lain berwarna kemerahan, terasa nyeri, panas, dan
membengkak. Mengapa respons peradangan juga merupakan
salah satu bentuk pertahanan tubuh dan bagaimanakah
terjadinya peristiwa peradangan tersebut?
Adanya daerah yang terluka dan terinfeksi mikroba akan
menyebabkan pembuluh darah arteriola prakapiler mengalami
dilatasi (pelebaran serta peningkatan permeabilitas)dan
pembuluh venula pascakapiler menyempit. Hal itu akan
meningkatkan aliran darah pada pada daerah yanh terluka
sehingga bagian tersebut meningkat suhunya dan berwarna
kemerahan. Sementara itu, pembekakan (udema) pada bagian
yang meradangdisebabkan oleh meningkatnya cairan yang
keluar dari jaringan akibat peningkatan permeabilitas kapiler
darah. Pelebaran dan peningkatan pemeabilitas pembuluh
darah itu di picu oleh senyawa kimia histamin. Sember utama
histamine adalah sel-sel mast(sel-sel besar pada jaringan ikat)
dan basofil dalam darah. Keduanya bersama-sama dengan
keeping-keping darah melekat pada pembuluh darah yang rusak.
Pelebaran diameter dan pemeabilitas pembuluh darah akan
meningkatkan laju aliran darah dan unsure-unsur pembekuan
darah ( keeping-keping darah) ke darah yang mengalami luka
atau infeksi. Pembekuan darah tersebut berfungsi untuk
melokalisir mikroba penginfeksi agar tidak menyebar ke bagian
tubuh yang lain. Kerusakan jaringan juga mengirimkan senyawa
kimia kemokin yang berfungsi memanggil sel-sel fagosis untuk
segera dating ke daerah yang terluka tersebut.
Pada respons peradangan, fagosist yang pertama kali
berperan adalah neutrofil dan diikuti monosit yang berubah
menjadi makrofag. Neurofil akan memangsa mikroba pathogen.
Neurofil dapat mendeteksi kehadiran mikroba itu telah
diselubungi oleh opsonin. Opsosin adalah anti bodi lain yang di
bentuk dalam aliran darah atau protein komplemen khusus yang
di aktifkan oleh kehadiran mikroba. Begitu opsonin melekat pada
mikroba, mikroba tersebut di telan dan di cerna oleh neurofil.
Sementara itu, disamping memangsa mikroba pathogen,
makrofag juga berfungsi membersihkan sisa-sisa jaringan yang
rusak dan sisa-sisa neurofil yang mati.
3) Sel Neurofil kaller (sel pembunuh alami)
Sel natural killer ( Sel NK) adalah suatu limfosit granular
yang berespons terhadap mikroba intra seluler dengan dengan
cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin
untuk memgaktivasi makrofag. Sel NK menyerang sel-sel parasit
dengan cara mengeluarka senyawa penghancur yang disebut
profin. Sel NK dapat melisiskan dan membunuh sel-sel kanker
serta virus sebelum kekebalan adaptis diaktivkan.
4) Senyawa Antimikroba
Sel-sel tertentu pada tubuh memiliki kemampuan
menghasilkan senyawa, khususnya protein yang berfungsi
sebagai pertahanan tubuh nonspesifik. Cara kerja protein
antimikroba ini terutama adalah untuk menghancurkan sel-sel
mikroba yang masuk atau atau untuk menghambat agar mikroba
asing tersebut tidak dapat berproduksi. Protein antimikroba yang
berperan dalam pertahanan non spesifik ini adalah protein
komplemen dan interferon.
5) Protein Komplemen
Protein komplemen merupakan agen antimikroba yang
terdiri atas sekitar 20 protein serum. Peotein komplemen
dihasilkan oleh hati dan beredar di dalam pembuluh darah
dalam keadaan tidak aktif. Adanya infeksi mikroba akan
mengaktifkan protein pertama dan selanjutnya akan
mengaktifkan protein kedua, demikian seterusnya, melalui
serangkaian reaksi yang berurutan. Protein komplemen yang
telah aktif akan bekerja secara sistematis untuk melisiskan
berbagai mikroba penginfeksi.
6) Interferon
Interferon merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh
makrofag sebagai respon adanya erangan virus yang masuk ke
dalam tubuh. Interferon merupakan senyawa antivirus yang
bekerja menghancurkan virus dengan cara menghambat
perbanyakan virus dalam sel-sel tubuh

h) Pertahanan tubuh spesifik


Mikroorganisme asing yang berhasil melewati pertahanan
tubuh nonspesifik akan berhadapan dengan pertahanan tubuh yang
lebih canggih, yaitu pertahanan tubuh spesifik. Pada pertahanan
tubuh spesifik, sel-sel pertahanan dapat merespon keberadaan sel-
sel asing, molekul asing, ataupun sel yang abnormal dengan cara
yang spesifik. Pertahanan tubuh spesifik dikenal juga dengan nama
system kekebalan.
Respons kekebalan ini meliputi produksi protein pertahanan
tubuh spesifik, disebut antibody, yang dilakukan oleh limfosit. Limfosit
merupakan sel utama dalam system kekebalan. Limfosit dapat
ditemukan di dalam sumsum tulang, pusat limfatik, kelenjar ludah,
limpa, tonsil, dan persendian. Limfosit memiliki peran sangat penting
untuk melawan penyakit- penyakit menular yang utama, seperti aids,
kanke, rabies, dan TBC. Bahkan, pilek tidak lain adalah perang yang
dikobarkan limfosit untuk mengusir virus flu dari tubuh.
Kebanyakan mikroba asing dapat dikalahkan dengan antibody
yang dihasilkan oleh limfosit. Ada dua macam limfosit, yaitu limfosit B
dan limfosit T, keduanya mengalami pembelahan sel yang cepat
dalam menanggapi kehadiran antigen spesifik, tetapi fungsi keduanya
berbeda ( walaupun saling bergantung ) Limfosit B dihasilkan oleh
sel-sel punca ( stem cells )di dalam sumsum tulang.
Limfosit B dinamakan juga sel-sel B ( berasak dari kata Bone
Marrow / sumsum tulang ) . jika diibaratkan Negara, sel-sel B ini
identik dengan “ pabrik senjata “ di dalam tubuh. Pabrik ini
memproduksi antibody yang nantinya akan digunakan untuk
menyerang musuh. Jumlah limfosit B atau sel B adalah 25% dari
jumlah total limfosit tubuh.
Setelah diproduksi di sumsum tulang, sebagian limfosit
bermigrasi ke kelenjar timus. Di dalam kelenjar timus, limfosit
tersebut akan membelah diri dan mengalami pematangan. Karena
berasal dari kelenjar timus, limfosit ini dinamakan limfosit T ( dari
timus ). Limfosit T disebut juga sel T. jumlahnya mencapai 70% dari
seluruh jumlah limfosit tubuh Sel T berfungsi sebagai bagian dari
system pengawasan kekebalan. Ada tiga macam sel T, bergantung
pada peran mereka setelah diaktifkan oleh antigen.
Berdasarkan perannya setelah diaktifkan oleh antigen, sel T
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu
4) Sel T sitotoksik ( cytotoxic T cell ) sel T pembunuh yang
menghancurkan sel yang memiliki antigen asing, misalnya sel
tubuh yang dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan. b)
5) Sel T penolong ( helper T cell ) sel T yang membantu sel B
mengenali dan menghasilkan antibody untuk melawan antigen,
memperkuat aktivitas sel T sitotoksik dan sel T penekan yang
sesuai, serta mengaktifkan makrofag. c)
6) Sel T penekan ( suppressor T cell ) sel T yang menekan produksi
antibody sel B dan aktivitas sel T sitotoksik serta sel T penolong
untuk mengakhiri reaksi kekebalan. ( Pujiyanto, 2014 )

J. Pengertian
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis.
(Purwanto. H,2016)

Diabetes melitus menurut AMERICAN DIABETES ASSOCIATION


(ADA) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf,
jantung dan pembuluh darah. (Tanto. C, dkk, 2014)

C. Klasifikasi Diabetes Melitus


Menurut Guyton (2008), terdapat dua tipe utama Diabetes Melitus, yaitu:
2. DM tipe 1: Kerusakan sel beta pancreas atau penyakit-penyakit
yangmenganggu produksi insulin dapat menyeabkan timbulnya Diabetes
Melitus tipe 1. Infeksi virus atau kelainan autoimun dapat menyebabkan
kerusakan sel beta pancreas pada banyak pasien Diabetes Melitus tipe 1,
meskipun faktor herediter juga berperan penting untuk menentukan
kerentangan sel-sel beta terhadap gangguan tersebut. Pada beberapa
kasus, kecenderunagan faktor herediter dapat menyebabkan degenerasi
sel beta, bahkan tanpa adanya infeksi virus atau kelainan autoimun.
Onset Diabetes Melitus tipe 1 biasanya dimulai pada umur 14 tahun, oleh
sebab itu diabetes ini sering disebut Diabetes Mellitus juvensilf. Diabets
Melitus tipe 1 dapat timbul tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau
minggu, dengan tiga gejala siasa yang utama: naiknya kadar glukosa
darah, peningkatan penggunaan lemak sebagai sumber energi dan untuk
pembentukan kolesterol oleh hati, dan berkurangnya protein dalam
jaringan tubuh.
3. DM Tipe 2 : Diabetes Melitus tipe 2 lebih sering dijumpai dari Diabetes
Mellitus tipe 1, dan kira-kira diemukan sebanyak 90 persen dari seluruhk
kasus. Pada kebanyakan kasus, onset Diabetes Melitus tipe 2 terjadi
diatas umur 30 tahun, sering kali diantara umur 50 dan 60 tahun, dan
penyakit ini timbul secara perlahan-lahan. Oleh karna itu, sindrom ini
sering disebut sebagai Diabetes onset dewasa. Akan tetapi, akhir-akhir ini
dijumpai peningkatan kasus yang terjadi pada individu yang lebih muda,
sebagian berusia kurang dari 20 tahun dengan Diabetes Melitus tipe 2.
Trend tersebut agaknya berkaitan terutama dengan peningkatan
prevalensi obesitas, yaitu faktor resiko terpenting untuk Diabetes Melitus
tipe 2, Diabetes Melitus tipe 2 bebeda dengan Diabetes Mellitus tipe 1,
dikaitkan dengan peningkatan insulin plasma (hiperinsulinemia). Hal ini
terjadi sebagai upaya kompensasi oleh sel beta pancreas terhadap
penurunan sensitivitas jaringan terhadap efek metabolisme insulin, yaitu
suatu kondisi yang dikenal sebagai resistensi insulin. Penurunan
sensitivitas insulin mengaggu penggunaan dan penyimpanan karbohidrat,
yang akan meningkatkan sekresi insulin sebagai upaya kompenasasi.
4. Diabetes Tipe Gestasional : Diabetes gestasional dikenali pertama kali
selama kehamilan dan mempemgaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor
resiko terjadinya diabetes gestasional adalah usia, entik, obesitas,
multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes melitus terdahulu.
Ketika hamil tubuh menghasilkan beberapa hormon dalam jumlah banyak.
Di antaranya hormon yang meningkatkan insulin, hormon yang dihasilkan
plasenta yaitu laktogen plasenta, dan estrogen.Seiring waktu, produksi
hormon plasenta bisa mendominasi dan mungkin mengganggu insulin--
hormon pengatur gula darah yang digunakan. Jumlah insulin yang kurang
atau tidak bekerja dengan benar, akan menyebabkan kadar gula darah
meningkat dan memicu diabetes gestasional.Pasien yang mempunyai
predisposisi diabetik secara genetik mungkin akan memperlihatkan
intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan.
Kriteria diagnosis biokimia diabetes kehamilan yang dianjurkan adalah
kriteria yang diusulkan oleh Andra Saferi Wijaya. Menurut kriteria ini
diabetes gestasional terjadi apabila dua atau lebih dari nilai berikut ini
ditemukan atau dilampaui sesudah pemberian 75 g glukosa oral: puasa,
105 mg/dl; 1 jam, 190 mg/dl; 2 jam, 165 mg/dl; 3 jam, 145 mg/dl.
Pengenalan diabetes seperti ini penting karena penderita beresiko tinggi
terhadap morbiditas pernatal dan mempunyai frekuensi kematian janin
variabel lebih tinggi. Kebanyakan perempuan hamil harus menjalani
panapisan untuk diabetes selama usia kehamilan 24 sampai 28 minggu
(Irianto, 2015).
D. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), faktor- fakor resiko diabetes melitus
antara lain :
1. Genetik : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah
terjadinya diabetes. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu
yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainya. Sembilan puluh lima persen
pasien berkulit putih (caucasian) dengan diabetes memperlihatkan tipe
HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Resiko terjadi diabetes meningkat
tiga hingga lima kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari
kedua tipe HLA ini. Resiko tersebut meningkat sampai 10 hingga 20 kali
lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika
dibandingkan dengan populasi umum).
2. Imunologi : Pada penderita diabetes melitus terdapat bukti adanya suatu
respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Autoantibody terhadap sel-sel pulau langerhans dan
insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dan bahkan
beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis.
3. Orang dengan Riwayat Diabetes Dalam Keluarga. Sekitar 50% pasien
Diabetes Melittus tipe 2 mempunyai orang tua yang juga mengidap
diabetes dan lebih dari sepertiga pasien diabetes mempunyai saudara
yang mengidap diabetes. Bila saudara identical twins memungkinkan
terkena diabetes tipe 2 90%
4. Usia : Orang berusia 45 tahun keatas. Peningkatan diabetes risiko
diabetes seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun,
disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan
intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan
berkurangnya kemampuan sel B pankreas dalam memproduksi insulin.
Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan
aktifitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu
terjadinya resistensi insulin.
5. Orang yang berat badanya berlebih. Diabetes Melitus tipe 2 sangat erat
kaitanya dengan obesitas. Bila BMI (Body Mass Index) seseorang yang
mengalami obesitas mencapai 30, dia akan 30 kali lebih muda terkena
diabetes tipe 2 dari pada orang dengan berat badan normal atau BMI
(Body Mass Index) sebesar 22. Bila BMI (Body Mass Index) sama
dengan 35, kemungkinan terkena diabetes menjadi 90 kali lipat.
6. Orang yang tidak berolahraga secara teratur. Olahraga bisa benar-benar
membantu mengendalikan kadar glukosa darah. Olahraga menekan
produksi insulin dan juga mendorong sel-sel otot skelet untuk
mengambil lebih banyak glukosa dari aliran darah. Deangan lebih
banyak glukosa dalam sel-sel otot,kita bisa menghasilkan lebih banyak
energi sehingga tetap bisa bekerja.

Sedangkan menurut Nurarif & Kusuma (2013), ada beberapa faktor


yang dapat dimodifikasi dari Diabetes Melitus, yakni:
6. Pola Makan : Mengetahui jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
merupakan hal yang penting. Memakan-makanan porsi sedang 3 kali
sehari lebih baik dari pada memakan makanan dengan porsi besar
sebanyak 1 atau 2 kali per hari. Selama menerapkan pola makan yang
baik, resiko terkena diabetes dapat dihindari.
7. Obesitas : Hampir 80% orang terkena diabetes melitus mengalami
obesitas dan jika mengalami kegemukan, produksi insulin dari pankreas
menjadi kurang efektif atau disebut resistensi insulin.
8. Aktifitas fisik : Aktifitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan
diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik
mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam
darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat
makanan yang masuk kedalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam
tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk
mengubah gukosa mejadi energi maka akan timbul DM.
9. Gaya Hidup : Menjaga pola makan dengan menu seimbang dalam
kebutuhan sehari-hari baik menurut jumlahnya (kuantitas) maupun
jenisnya (kualitas). Berolahraga teratur, mencangkup kualitas (gerakan)
dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk
olahraga, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi kopi, alkohol.
10. Stress : Mengendalikan stress karna berdampak pada penderita
Diabetes Melitus dapat meningkatkan kadar gula dalam darah tetapi hal
itu juga meningkatkan resistensi insulin.
E. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat
produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa
baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya
yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi)
Pathway

Ureum
-faktor genetic
Ketidak Gula daam dara tidak
-Inveksi virus Kerusakan sel beta seimbangn dapat di bawa masuk
produksi insulin dalam sel
-pengrusakan

Glukosuria batas Melebihi Hiperglekemia Anabolisme


abang protein
menurun

Dieresis osmotk
Viko sitas darah Syok Hiper Kerusakan ada
meningkat glikimik anti bodi

Poliuri- retens
urine Aliran darah Koma diabetik
terhambat Kekebalan
Tubuh Menurun

Kehilangan Iskemikjaringan Resiko Infeksi


elektrolit dalam
sel Neuropati sensori perifer

Ketidakefektifan infeksi Nekrosisluka


Dehidrasi perfusi jaringan Klien tidak merasa sakit
perifer Dm tipe 2
Gangrene
Resiko Syok Kehilangan kalori
Food Ulcer Kerusakan
Integritas Dijaringan
Protein dan lemak
Merangsanghipot Sel kekurangan bahan dibakar
alamus untuk metabolisme
BB menurun

Katabolisme lemak Pemecahan protein


Pusat lapar dan haus
Keletihan
Asam Lemak Keton
Polidipsiapolipagia

Keteasidaosis
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
F. Manifestasi Klinik
Menurut Purwanto H, 2016, tanda dan gejala pada diabetes melitus yaitu

1. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam
sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi
atau cairan intravaskuler, aliran darah keginjal meningkat sebagai akibat
dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
2. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi keringdan sensorhaus
teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum
(polidipsia).
3. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energy akan
menstimulasi rasa lapar. Makareaksi yang terjadi adalah seseorang akan
lebih banyak makan (poliphagia)
4. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan
cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel
akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan
penurunan secaraotomatis.
5. Malaise atau kelemahan
6. Kesemutan pada ekstremitas
7. Infeksi kulit dan pruritus
8. Timbul gejala ketoasidosis & samnolen berat

G. Komplikasi
Menuru McPhee (2010), ada 3 komplikasi akut pada diabetes yang
penting dan berpengaruh dengan gangguan keseimbangan glukosa darah.
Ketiga komplikasi tersebut adalah:
5. Hipoglikemia: Hipoglikemia terjadi kadar glukosa darah turun dibawah
60 hingga 50 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin
atau preparat oral yang berlebih , konsumsi makanan yang terlalu sedikit
atau karena aktivitas fisik yang berat.
6. Ketoasidosis Diabetik : Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak
adanya atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Akibat defisiensi
insulin adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan
keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton
yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin. Badan keton
bersifat asam, dan bila menumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton
akan menimbulkan asidosis metabolik.
7. HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik) : Sindrom hiperglikemik
hiperosmolar nonketotik merupakan keadaan yang didominasioleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadarn (sense of awareness). Pada saat yang sama tidak ada atau
terjadi ketoasidosis ringan. Keadaan hiperglikemia persisten
menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan
berpindah dari ruang intrasel kedalam ekstrasel. Dengan adanya
glukosaria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan hipernatremiadan
peningkatan osmolaritas.
8. Komplikasi Jangka Panjang. Komplikasi jangka panjang diabetes dapat
menyerang semua sistem organ dalam tubuh. Kategori komplikasi
kronis yang lazim digunakan adalah :
c. Komplikasi Makrovaskuler : Berbagai tipe komplikasi makrovaskuler
dapat terjadi, tergantung pada lokasi lesi ateroklerotik
1) Penyakit Arteri Koroner : Perubahan aterosklerotik dalam
pembuluh arteri koroner menyabakan peningkatan insiden infark
miokard pada penderita diabetes. Salah satu ciri unik pada
penyakit arteri koroner yang di derita pleh pasien diabetes adalah
tidak terdapatnya gejala iskemik yang khas. Pasien mungkin tidak
memperlihatkan tanda-tanda awal penurunan aliran darah koroner
dan dapat mengalami infark miokard asistomatik ini hanya
dijumpai melalui pemeriksaan elektrokardiogram. Kurangnya
gejala iskemik ini disebabkanoleh neuropati otonom.
2) Penyakit Serebrovaskuler : Perubahan aterosklerotik dalam
pembuluh darah sereblar atau pembentukan embolus di tempat
lain dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran
darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah sereblar dapat
menimbulkan serangan iskemia sepintas (TIA= Transient Ischemik
Attack) dan stroke.
3) Penyakit Vaskuler Perifer : Perubahan aterosklerotik dalam
pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah merupakan
penyebab meningkatnya insiden (dua atau tiga kali lebih tinggi
dibandingkan pada pasien-pasien non diabetes) penyakit oklusif
arteri perifer pada pasien diabetes melitus. Tanda dan gejala
penyakit vaskuler perifer dapat berupa berkurangnya denyut nadi
dan claudicatio intermitten (nyeri pada pantat ektremitas bawah ini
merupakan penyebab utama meningkatnya insien gangren.
d. Komplikasi Mikroaskuler
1) Retinopati Diabetik : Kelainan patologis mata yang disebut
retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-
pembuluh darah kecil pada retina mata. Retina merupakan bagian
mata yang menerima bayangan dan mengirimkan informasi
tentang bayangan tersebut ke otak. Retina menagndung banyak
sekali pembuluh darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri
seta vena yang kecil, arteriol, venula, dan kapiler.
2) Komplikasi Oftalmologi yang lain : a) Katarak yaitu opasitas lensa
mata, katarak terjadi di usia yang lebih muda pada pasien-pasien
diabetes. b) Perubahan lensa yaitu lensa mata dapat
membengkak ketika kadar glukosa darah naik. Pengendalian
kadar glukosa darah memerlukan waktu sampai 2 bulan sampai
pembengkakan hiperglikemia mereda dan penglihatan menjadi
stabil kembali, c) Kelumpuhan otot ekstraokuler kelumpuhan ini
dapat terjadi akibat neuropati diabetik. Kelainan yang mengenai
berbagai nervus kranialis untul gerakan bola mata dapat
menimbulkan diplopia. Biasanya keadaan ini sembuh spontan, d)
Glaukoma dapat terjadi dengan frekuensi yang lebih tibggi pada
populasi diabetik.
c. Nefropati : Bukti menunjukan bahwa setelah terjadi diabetes,
khususnya kadar glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi
ginjal akan mengalami sress yang menyebabkan kebocoran protein
darah kedalam urine. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh
darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan
berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.
d. Neuropati Diabetes : Neuropati dalam diabetes mengacu kepada
sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk
saraf perifer (sensorimotor), otonom, dan spinal. Penebalan membran
basalis kapiler dan penutupan kapiler dapat dijumpai dengan
hiperglikemia. Hantaran saraf akan terganggu apabila terdapat
kelainan pada selubung mielin.
5. Diabetic Foot Ulcer (DFU) merupakan luka kompleks dan kronis yang
dalam waktu panjang berdampak pada kesehatan, kematian dan
kualitas hidup pasien (cacat karena amputasi).

H. Pemeriksaan Penunjang

(Wijaya & Putri, 2013)


1. Kadar gula
a. Gula darah sewaktu/ random >200mg/dl
b. Gula darah puasa/ nuchter>140mg/dl
c. Gula darah 2 jam PP (post pradial) > 200mg/dl
2. Aseton plasma : hasil (+) mencolok
3. Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
4. Osmolaritas serum (>330osm/l)
5. Urinalisis : proteinuria, ketonuria,glukosuria

I. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Menurut Wijaya (2013), obat dalam terapi Diabetes Mellitus sebagai
berikut:
c. Obat Hiperglikemik Oral atau OHO : Berdasarkan cara kerjanya dibagi
menjadi empat golongan, yaitu pemicu sekresi insulin, atau insulin
secretagogue= sulfonylurea danglinid, penambahan sensiivitas
terhadap insulin = metformin, tiazolidindin, absorbsi glukosa =
penghambat glukosidae alfa.
d. Insulin : pemberian insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat
badan yang cepat, hiperglikemi berat yang disertai ketosis diabetik,
hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis
laktat, gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal, stress
berat seperti infeksi sistemik, operasi besar, IMA atau Infark Miokard
Akut, stroke, kehamilan dengan Diabetes Mellitus gestasional yang
telah terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal
atau hati yang berat, kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemia oral :
dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikan secara bertahap, harus
diketahui bentuk, bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping
obat tertentu, bila memberikanya bersama obat lain, pikirkan
kemungkinan adanya interaksi obat, pada kegagal sekunder terhadap
obat hipoglikemia oral golongan lain, bila gagal, baru beralih pada
insulin, uasahakan agar harga obat terjangkau.

3. Non Farmokologis
Menurut Wijaya (2013), terapi non farmakologi yang dapat diberikan
yaitu :
f. Memantau Kadar Glukosa Darah
Tindakan ini perlu karena untuk mengetahui glukosa darah sudah
berubah dari hari ke hari, membantu menyesuaikan pengobatan,
rencana makan, dan olahraga rutin yang kita lakukan.
g. Berolahraga Secara Teratur
Olahraga bisa benar-benar membantu mengendalikan kadar glukosa
darah. Olahraga menekan produksi insulin dan juga mendorong sel-sel
otot skelet untuk mengambil lebih banyak glukosa dari aliran darah.
Dengan lebih banyak glukosa dalam sel otot, bisa menghasilkan lebih
banyak energi sehingga otot akan bisa tetap bekerja.
Selain membantu mengendalikan kadar gula darah, olahraga
memperbaiki sistem kardiovaskuler (sehingga menurunkan resiko
penyakit jantung), dan juga mendorong penurunan berat badan, yang
bisa bermanfaat besar bagi pengidap diabetes.
h. Mematuhi Rencana Makan Pribadi
Patuhi rencana yang akan membantu kadar glukosa normal,
membantu melindungi dari penyakit jantung dan kenaikan berat badan,
serta tidak membuat merasa kurang gizi. Penurunan berat badan pada
penderita.
Diabetes Melitus juga memiliki manfaat untuk menurunkan produksi
glukosa endogen, meningkatkan penyerapan glukosa perifer yang
diperantarai insulin, meningkatkan pelepasan insulin, dan membaiknya
sensitivitas insulin.
i. Perencanaan Diet.
Regimen diet biasanya dihitung perindividu, bergantung kebutuhan
pertumbuhan berat badan yang diinginkan biasanya untuk Diabetes
Meitus tipe 2, dan tingkat aktivitas, pembagian kalori biasanya 50
sampai 60% dari karbohidrat kompeks, 20% dari protein, dan 30% dari
lemak. Diet juga mencakup serabut vitamin, dan mineral. Peencanaan
diet terutama panting untuk anak-anak pengidap Diabetes Melitus tipe
1 untuk mamasok kalori dan mineral yang adekuat untuk menjamin
perubahan yang optimal.
j. Gaya Hidup.
Menjaga pola makan dengan menu seimbang dalam kebutuhan
sehari-hari baik menurut jumlahnya (kuantitas) maupun jenisnya
(kualitas). Berolahraga teratur, mencagkup kualitas gerakan dan
kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk
olahraga, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi kopi ataupun
alkohol.
JUMP 7

ASUHAN KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Pengkajian : Selasa, 28 juni 2019

A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny.B
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 50 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl.pramuka pal 6
Status Pekawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Banjarmasin / Indonesia
Tanggal Masuk RS : Sabtu, 15 juli 2019
Diagnosa Medis : Diabetes militus food ulcer
Nomor Rekam Medis : 25.XX.XX

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. A
Umur : 30 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. A
Hubungan : Anak kandung

B. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Luka di seluruh telapak kaki dan jari kaki kiri, keluar nanah dan berbau
b. Riwayat Kesehatan/Penyakit Sekarang
Keluhan dirasakan sejak 2 bulan sebelum masuk RS. Pasien tidak
mengetahui penyebab kakinya luka karena pasien terbiasa tidak
menggunakan alas kaki ketika berjalan keluar rumah. Pasien menyadari
telapak kakinya luka setelah kakinya bengkak. Pasien merawat lukanya
sendiri dengan menggunakan obat-obatan warung, tetapi tidak kenjung
sembuh. Pasien mengatakan belum pernah periksa ke RS sebelumnya
dan baru mengetahui dirinya mengidap DM. Sejak 2 tahun yang lalu
pasien mengeluhkan sering kencing, sering merasa haus dan lapar dan
berat badan dirasakan semakin menurun.
c. Riwayat Kesehatan/ Penyakit Dahulu
Sejak 2 tahun yang lalu pasien mengeluhkan sering kencing,
sering merasa haus dan lapar dan berat badan dirasakan semakin
menurun Riwayat Kesehatan/Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan anggota keluarga pasien tidak ada yang sakit
seperti ini
d. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengatakan tidak merokok,minum alcohol, ataupun
konsumsi obat-obatan tampa resep dokter.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
a. Tingkat kesadaran :Composmetris
b. Vital Sign
Tekanan Darah : 130/80 x/m
Nadi : 84 x/m
Respirasi :-
Suhu :-
2. Kulit
Kulit pasien terlihat
3. Kepala dan Leher
Konjungtiva anemis,skelera tidak ikterik,ulkus dangkal pada mukosa oral.
JVP tidak meningkat,troid tidak membesar
4. Penglihatan dan Mata
Fungsi penlihata baik, tidak menggunakan alat bantu penglihatan
(kacamat) dibuktikan dengan pasien dapat melihat dengan jelas gerakan-
gerakan yang diberikan.
5. Penciuman dan Hidung
Keadaan umum hidung baik, tidak ada stematitis,tidak ada polip,tidak ada
secret,hembusan napas kut tidak ada cuping hidung.
6. Pendengaran dan Telinga
Fungsi pendengaran baik,pasien dapat menjawab pertanyaan dari
perawat yang benar, tidak adaa kotoran bentu stematitis, dan tidak ada
pendarahan tidak menggunakan alat bantu dengar pada kedua telinga.
7. Mulut dan Gigi
Keadaan mulut pasien baik,lidah cukup baik, tetapi adaa gangguan
menelan karena adaa sariawan,bibir tampak kering.
8. Dada dan Pernafasan Sirkulasi
Bentuk dan pergerakan dada simetris, saat dilakukan taktil premitus
simetris, iktus kordis tidak teraba,kedua paru terdengar sonor saat
diperkusi,batas-batas jantung normal tidak ada pembesaran jantung,
auskultasi paru-paru VBS kanan dan kiri +/+, tidak terdengar adanya
bunyi tambahan seperti ronkhi, bunyi jantung murni, reguler, dan tidak
ada murmur.
9. Abdomen
Tampak datar, tidak ada nyeri tekan, teraba lunak/soepel,bising usus
(+),tidak ada pembesaran hari dan limpa (lien)
10. Genetalia dan Reproduksi
Genetalia pasien baik,tidak mengalami masalah atau gangguan pada
reproduksi.
11. Ekstermitas Atas dan Bawah ???

Otot 0 1 2 3 4 5
Ekstermitas atas dexstra 

Ekstermitas bawah dexstra 

Ekstermitas atas sinistra 

Ekstermitas bawah sinistra 

Keterangan :

0= lumpuh total
1= Ada kontraksi
2=Dapat bergerak dengan tekanan
3= Dapat melawan grafitasi
4= Dapat menahan tekanan ringan
5= Dapat menahan tekanan berat

D. KEBUTUHAN FISIK,PSIKOLOGIS,SOSIAL DAN SPRITUAL


1. Aktivitas dan Istirahat
Di Rumah :Pasien mengatakan dapat beristirahat dengan baik
dirumah dan tidak mengalami ganguan sulit tidur
Di RS :
2. Personal Hygine
Di Rumah : Pasien mengatakan dirumah mandi 3x sehari,
Di RS :
3. Nutrisi
Di Rumah : Pasien mengatakan pola makan dirumah baik,nafsu
makan baik
Di RS :
4. Eliminasi
5. Di Rumah : Ibu pasien mengatakan BAK 8-10 x/hari BAB 3
kali sehari
Di RS :
6. Seksualitas
Pasien berjenis kelamin perempuan
7. Psikososial
Pasien beragama islam

E. DATA FOKUS
DS:
1. Pasien mengatakan nyeri pada sendi-sendi tangan,pergelangan
tangan,pergelangan kaki,dan lutut,kadang-kadang disertai bengkak dan
kaku di pagi hari selama 2-3 jam.
2. Pasien mengatakan kadang-kadang wajah dan leher timbul bercak
kemerahan bila beraktivitas diluar dan terkena terik matahari,kejadian ini
sudaah 3 kali dalam kurun waktu 3 bulan terakhir
3. Pasien mengeluh cepat merasa lelah dan sering sariawan.
4. gangguan BAB/BAK,Ia kadang kadang minum obat anti rematik untuk
mengatasi nyeri pada sendi sendinya.
DO:
1. Tekanan Darah :130/80 x/m
2. Nadi :96 x/m
3. Respirasi :20x/m
4. Suhu :370C
ASUHAN KEPERAWATAN
Hari/Tanggal Pengkajian : Selasa, 28 juni 2019

F. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny.B
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 50 tahun
Pendidikan : Mahasiswi
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Jl.pramuka pal 6
Status Pekawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Banjarmasin / Indonesia
Tanggal Masuk RS : Sabtu, 15 juli 2019
Diagnosa Medis : Lupus
Nomor Rekam Medis : 25.XX.XX

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. A
Umur : 30 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. A
Hubungan : Anak kandung

G. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Luka di seluruh telapak kaki dan jari kaki kiri, keluar nanah dan berba
b. Riwayat Kesehatan/Penyakit Sekarang
c. Keluhan dirasakan sejak 2 bulan sebelum masuk RS. Pasien tidak
mengetahui penyebab kakinya luka karena pasien terbiasa tidak
menggunakan alas kaki ketika berjalan keluar rumah. Pasien menyadari
telapak kakinya luka setelah kakinya bengkak. Pasien merawat lukanya
sendiri dengan menggunakan obat-obatan warung, tetapi tidak kenjung
sembuh. Pasien mengatakan belum pernah periksa ke RS sebelumnya
dan baru mengetahui dirinya mengidap DM. Sejak 2 tahun yang lalu
pasien mengeluhkan sering kencing, sering merasa haus dan lapar dan
berat badan dirasakan semakin menurun.
d. Riwayat Kesehatan/ Penyakit Dahulu
Sejak 2 tahun yang lalu pasien mengeluhkan sering kencing,
sering merasa haus dan lapar dan berat badan dirasakan semakin
menurun Riwayat Kesehatan/Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan anggota keluarga pasien tidak ada yang sakit
seperti ini
e. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengatakan tidak merokok,minum alcohol, ataupun
konsumsi obat-obatan tampa resep dokter.

H. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
c. Tingkat kesadaran :Composmetris
d. Vital Sign
Tekanan Darah :130/80 x/m
Nadi :84 x/m
Respirasi :
Suhu :
2. Kulit
3. Kepala dan Leher
4. Penglihatan dan Mata
5. Penciuman dan Hidung
6. Pendengaran dan Telinga
7. Mulut dan Gigi
8. Abdomen
9. Genetalia dan Reproduksi
10. Ekstermitas Atas dan Bawah
Pada bagian ekstremitas bawah sinistra terdapat

Otot 0 1 2 3 4 5
Ekstermitas atas dexstra
Ekstermitas bawah dexstra
Ekstermitas atas sinistra
Ekstermitas bawah sinistra
Keterangan :

0= lumpuh total
1= Ada kontraksi
2=Dapat bergerak dengan tekanan
3= Dapat melawan grafitasi
4= Dapat menahan tekanan ringan
5= Dapat menahan tekanan berat

I. KEBUTUHAN FISIK,PSIKOLOGIS,SOSIAL DAN SPRITUAL


1. Aktivitas dan Istirahat
Di Rumah :
Di RS :
8. Personal Hygine
Di Rumah :
Di RS :
9. Nutrisi
Di Rumah :
Di RS :
10. Eliminasi
11. Di Rumah :
Di RS :
12. Seksualitas :
13. Psikososial :
J. DATA FOKUS
DS:
1. pasien mengatakan terdapat luka di seluruh telapak kaki dan jari kaki
kiri,keluar nanah dan berbau
2. pasien mengatakan tidak mengetahui penyebab kakinya luka
3. pasien mengatakan merawat lukanya sendiri dengan obat-obatan
warung
4. pasien mengatakan belum pernah memeriksakan diri ke RS
sebelumnya
5. pasien mengatakan sering kencing, sering merasa haus, lapar dan BB
dirasakan semakin menurun
DO:
1. TTV
 TD :130/80 mmHg
 N :84 x/menit
 R :-
 S :-
2. pemeriksaan Laboratarium
 GDP : 210 mg/dl
 GD 2 jam pp : 500 mg/dl
 ABI dextra : 0,95
 ABI sinistra : 1,6
 MAP : 96,6
3. Pemeriksaan Rontgen rontgen pedis tampak osteomilitis di
metatarsal
4.luka pada kaki pasien keluar nanah dan berbau

K. ANALISIS DATA

NO Data Etiologi Masalah

1. DS: Ketidakseimbangan Kerusakan


produksi insulin integritas jaringan
- Pasien mengatakan Hipergilikemia
terdapat luka di seluruh Syok hiper gilikemik
Resiko infeksi
telapak kaki dan jari kaki Nekrosis luka
kiri
- Pasien mengatakan
kakinya bengkak
DO:
- TTV
TD :130/80 mmHg
N : 80 x/menit
R :-
S :-
- Pemeriksaan Rontgen
pedis tampak osteomilitis
di metatarsal

2. DS: Aliran darah Ketidakefektifan


- pasien mengatakan luka
terhambat jaringan perifer
dikakinya tidak sembuh – Iskemik jaringan
sembuh
- pasien mengatakan
kakinya bengkak
DO :
- TD :130/80 mmHg
- GDP 210 mg/dl
- GD 2 jam PP :500 mg/dl
- kaki pasien tampak
bengkak

3. DS : Kurang nya Defisien


- pasien mengatakan
informasi pengetahuan
tidak mengetahui
dengan penyakit yang di
deritanya.
- Pasien mengatakan
merawat kakinya sendiri
dengan obat-obat
warung.
- Pasien mengatakan
belum pernah perikasa
ke rumah sakit
sebelumnya.
DO :
Pasien baru mengetahiu
tenteng penyakitnya.

L DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas jaringan b.d
2. Ketidakefektifan jaringan perifer b.d kurangnya pengetahuan tentang
proses penyakit
3. Defisien pengetahuan b.d kurangnya informasi

M. INTERVENSI

1. Kerusakan integritas jaringan Tissue integrity : skin Pressure ulcer


and mucous prevention wound care
Definisi : Kerusakan jaringan
membran mukosa, kornea, Kriteria Hasil : 1. Anjurkan px utk
integumen, atau subkutan menggunakan
1. Perfusi jaringan normal
2. Tidak ada tanda-tanda pakaian yg longgar
2. Jaga kulit agar tetap
infeksi
3. Ketebalan dan tektur bersih dan kering
3. Mobilisasi pasien
jaringan normal
setiap 2 jam sekali
Menunjukkan pemahaman 4. Monitor kulit akan
dalam proses perbaikan adanya kemerahan
kulit dan mencegah 5. Oleskan lotion atau

terjadinya cidera berulang minyak pd daerah


yg tertekan
6. Monitor aktivitas dan
mobilisasi px
7. Monitor status
nutrisi px
8. Observasi luka
9. Ajarkan keluarga ttg
luka dan perawatan
luka
Kolaborasi ahli gizi
dlm pemberian diet
TKTP

2. Ketidak efektifan perfusi Circulation status Management


jaringan perifer 1. Monitor adanya
daerah tertentu yang
Kriteria Hasil
Definisi : Penurunan sirkulasi hanya peka terhadap

darah ke perifer yang dapat 1. Tekanan systole dan panas/dingin/tajam/tu

menganggu kesehatan diastole dalam rentang mpul


2. Monitor adanya
yang diharapkan
2. Tidak ada ortostatik paretese
3. lnstruksikan keluarga
hipertensi
3. Tidak ada tanda tanda untuk mengobservasi
peningkatan tekanan kulit jika ada isi atau
intrakranial (tidak lebih laserasi
4. Gunakan sarung
dari 15 mmHg)
tangan untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
6. Monitor kemampuan
BAB
7. Kolaborasi pemberian
analgetik
8. Monitor adanya
tromboplebitis
Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensasi

3. Kurang pengetahuan Kowledge:disease Teaching : disease


process process

kriteria hasil:
1. Memberikan penilaian
1. Pasien dan keluarga tentang tingkat
menyatakan pengetahuan pasien
pemahaman tentang tentang proses
penykit kondisi penyakit
prognosis dan program 2. Gambarlah tanda dan
pengobatan gejala yang bsa
muncul pada penyakit
2. Pasien dan keluarga
dengan cra yang tepat
mampu
3. Gambarlah proses
melaksanaksanakan
prosedur ang penyakit
dijelaskan secara 4. Identifikasi
benar. kemungkinan
penyebab
3. Pasien dan keluarga
5. Diskusikan perubahan
mampu menjelaskan
gaya hidup yang
kembli apa yang
mungkin diperlukan
dijelaskan perawat
untuk mencegah
atau tim kesehatan
komplikasi dimasa
lainnya.
yang akan datang
6. Diskusikan pilihn terapi
atau penanganan

NO Diaknosa NOC NIC

1. Kerusakan integritas Tissue integrity : Pressure ulcer


jaringan skin and mucous prevention wound care

Definisi : Kerusakan Kriteria Hasil : 10. Anjurkan px utk


jaringan membran menggunakan
4. Perfusi jaringan
mukosa, kornea, pakaian yg longgar
normal 11. Jaga kulit agar tetap
integumen, atau 5. Tidak ada tanda-
bersih dan kering
subkutan tanda infeksi 12. Mobilisasi pasien
6. Ketebalan dan
setiap 2 jam sekali
tektur jaringan 13. Monitor kulit akan
normal adanya kemerahan
Menunjukkan 14. Oleskan lotion atau

pemahaman dalam minyak pd daerah

proses perbaikan yg tertekan


15. Monitor aktivitas dan
kulit dan mencegah
mobilisasi px
terjadinya cidera 16. Monitor status
berulang nutrisi px
17. Observasi luka
18. Ajarkan keluarga ttg
luka dan perawatan
luka
Kolaborasi ahli gizi
dlm pemberian diet
TKTP

2. Ketidak efektifan Circulation status Management


perfusi jaringan perifer
9. Monitor adanya
Kriteria Hasil
daerah tertentu yang
Definisi : Penurunan 4. Tekanan systole hanya peka terhadap
sirkulasi darah ke dan diastole panas/dingin/tajam/tu
perifer yang dapat dalam rentang mpul
menganggu kesehatan 10. Monitor adanya
yang diharapkan
5. Tidak ada paretese
11. lnstruksikan keluarga
ortostatik
untuk mengobservasi
hipertensi
6. Tidak ada tanda kulit jika ada isi atau
tanda laserasi
12. Gunakan sarung
peningkatan
tangan untuk proteksi
tekanan 13. Batasi gerakan pada
intrakranial (tidak kepala, leher dan
lebih dari 15 punggung
mmHg) 14. Monitor kemampuan
BAB
15. Kolaborasi pemberian
1. analgetik
16. Monitor adanya
tromboplebitis
Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensasi

3. Kurang pengetauan

Anda mungkin juga menyukai