Anda di halaman 1dari 26

PENGUKURAN JARAK DAN TINGGI

(Laporan Praktikum Perpetaan)

Oleh
Kelompok 5

LABORATORIUM TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Judul Praktikum : Pengukuran Jarak dan Tinggi

Tanggal Percobaan : 27 Februari 2019

Tempat Percobaan : Halaman GSG Universitas Lampung

Nama : Kelompok 5

Fakultas : Teknik

Jurusan : Teknik Geofisika

Bandarlampung, 14 Maret 2019


Mengetahui,
Asisten

Dzulfikar Baco Azhar


NPM. 1715051046

i
PENGUKURAN JARAK DAN TINGGI
Oleh
KELOMPOK 5

ABSTRAK

Praktikum Perpetaan yang dilaksanakan pada 27 Februari 2019 di Halaman GSG


Universitas Lampung membahas mengenai Pengukuran Jarak dan Tinggi.
Kemudian, mahasiswa melakukan pengukuran secara manual dengan
menggunakan alat ukur yaitu Jacob Staff. pengkuran jarak dan tinggi dapat kita
lakukan dengan memanfaatkan benda benda yang kita miliki tentunya apabila kita
mengetahui besaran yang kita miliki, agar kita mengetahui besaran beasaran
tersebut maka kita perlu mengukur berapa panjang sebenarnya bagian tubuh kita
tersebut sehingga dapat kita gunakan untuk memperkirakan jarak autaupun tinggi.
Dalam pratim kali ini kami melakukan dua percobaan.

ii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................i


ABSTRAK .........................................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................1
B. Tujuan Praktikum ............................................................................ 1
II. TEORI DASAR
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan ..........................................................................4
B. Diagram Alir .............................................................................5
IV. DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Pengamatan ......................................................................6
B. Pembahasan .............................................................................6
V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman.

Gambar 1. Diagram Alir Pengukuran Jarak dan Tinggi ....................................5

iv
DAFTAR TABEL

Halaman.

Tabel 1. Jarak dan Tinggi 6

v
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Geofisika adalah ilmu yang mempelajari bumi bawah permukaan


berdasarkan formulasi formulasi Fisika. Dalam geofisika pengertian Jarak
adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda berubah posisi
melalui suatu lintasan tertentu. Dalam fisika atau dalam pengertian sehari-hari,
jarak dapat berupa estimasi jarak fisik dari dua buah posisi berdasarkan kriteria
tertentu, sendangkan tinggi Tinggi adalah pengukuran secara vertikal dari
sebuah objek. Jika pengukuran tidak dilakukan secara vertikal, pengukuran
tersebut disebut diistilahkan dengan "panjang" (atau lebar). Tinggi, seperti
halnya panjang dan lebar, diukur dengan satuan panjang.
Dalam kegeofisikaan pengkuran jarak dan tinggi dapat kita lakukan dengan
memanfaatkan benda benda yang kita miliki tentunya apabila kita mengetahui
besaran yang kita miliki, agar kita mengetahui besaran beasaran tersebut maka
kita perlu mengukur berapa panjang sebenarnya bagian tubuh kita tersebut
sehingga dapat kita gunakan untuk memperkirakan jarak autaupun tinggi,
untuk mengetahui lebih lanjut,maka dilakukanlah pratikum yang berjudul
“pengukuran jarak dan tinggi “ini.

B. Tujuan

1. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran secara manual


2. Mahasiswa dapat melakukan taksiran jarak menggunakan langkah
3. Mahasiswa dapat melakukan tafsiran sudut
4. Mahasiswa dapat melakukan tafsiran tinggi
II. TEORI DASAR

Pada dasarnya tujuan pengukuran adalah untuk menentukan letak atau kedudukan
suatu objek di atas permukaan bumi dalam suatu sistem koordinat. Dalam
pelaksanaan pengukuran itu sendiri, yang dicari dan dicatat adalah angka-angka,
jarak, dan sudut. Jadi koordinat yang akan diperoleh adalah dengan melakukan
pengukuran-pengukuran sudut terhadap sistem koordinat teoretis tersebut
(Krakwisky, 2001).

Pengukuran yang dilakukan di permukaan bumi, dan proses mempertimbangkan


bentuk lengkung permukaan bumi, dan proses perhitungannya, akan menjadi lebih
sukar dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan pada bidang datar. Pada
pengamatan areal yang cukup luas, lengkung permukaan bumi dianggap tidak
terbatas, sehingga dapat diterapkan dengan metode pengukuran yang dilakukan
pada bidang datar. (Soekarto, 2001).

Pengukuran – pengukuran dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan


bayangan dan pada keadaan lapangan, dengan menentukan tempat titik – titik
diatas permukaan bumi terhadap satu sama lainnya. Untuk mendapat hubungan
antara titik – titik itu, baik hubungan yang mendatar maupun hubungan tegak,
diperlukan sudut – sudut yang harus diukur. (wongsotjipto, 2010).

Dalam pembuata peta yang dikenal dengan istilah pemetaan dapat dicapai dengan
melakukan pengkuran – pengukuran di atas permukaan bumi yang mempunyai
bentuk tidak beraturan. Pengukuran – pengukuran di bagi dalam bentuk
pengukuran yang mendatar untuk mendapatkan hubungan – hubungan titik – titik
yang diukur di atas permukaan bumi (Pengukuran kerangka horizontal) dan
pengukurant tegak guna mendapat hubungan tegak antara titik – titik yang diukur
(Pengukuran kerangka dasar vertikal) serta pengukuran titik – titik detail. Titik –
titik kerangka dasar pemetaan yang akan di tentukan, lebih dahulu koordinat dari
3

ketinggiannya itu di buat tersebar merata dengan kerapatan tertentu, permanen,


mudah diamati, dan didokumentasikan secara baik sehingga memudahkan
penggunaan selanjutnya. Pada dasarnya tujuan pengukuran adalah menentukan
letak atau kedudukan suatu subjek diatas permukaan bumi atau subjek diatas
permukaan bumi dalam suatu sistem koordinat (umumnya digunakan sistem
koordinat geodetik). (Paul, 2000).

Pengukuran titik detail dilakukan dengan mengambil data dari permukaan fisis
bumi yang dianggap pantas untuk dijadikan wakil gambaran tersebut diatas peta.
Dengan sendirinya gambaran ini harus tentu terhadap interfensi yang telah ada,
yaitu kerangka dasar diatas. Dengan demikian, titik ikat tersebut dapat langsung
menjadi acuan dari titik – titik detail yang berada disekitarnya. Suatu kombinasi
jaring – jaring sederhana dan pengukuran ofset menguntungkan dalam pembuatan
peta dengan pemasangan titik – titik kontrol baru terutama untuk pengukuran
suatu areal yang kecil cakupannya tetapi dengan skala yang besar. Maksud ini
dasar dicapai dengan pengukuran jarak dengan menggunakan rantai atau pita ukur
yang sederhana dan pengukuran offeset. Dalam pengukuran jaring – jaring
sederhana ini, seperti urairan – urairan yang diatas bahwa yang ditentukan
hanyalah kerangka dari daerah pengukuran. Sesungguhnya, sepanjang kerangka
daerah pengukuran tersebut terdapat detail keadaan topografi dan bangunan –
bangunan yang diukur secara mendetail. (Waiyati, 2007).
III. METODOLOGI PRATIKUM

3.1 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai
berikut :
1. Alat tulis.
2. Meteran.
3. Tongkat.
4. Penggaris.
5. Kalkulator.
5

3.2 Diagram Alir.

Berikut adalah diagram alir dari pratikum pengkuran jarak dan tinggi :

Mulai

Amati objek yang akan diukur dengan


ketinggian dan jaraknya

Lalu ukur tinggi objek menggunakan


jocabstad

Ulang pengukuran
sebanyak 2 kali, pada 8
objek yang berbeda

Catat hasil pengamatan

Selesai

Gambar 3.2. Diagram Alir Jarak Dan Tinggi.


IV. DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Data Pengamatan
Adapun data pengamatan pada praktikum ini tersaji dalam tabel sebagai
berikut:
TABEL 1. Jarak dan Tinggi

No. Titik Percobaan pertama Percobaan kedua


1. 1 15,45 meter 14,5 meter
2. 2 13,2 meter 13,5 meter
3. 3 7,26 meter 7,25 meter
4. 4 6 meter 6,63 meter
5. 5 19,1 meter 19,5 meter
6. 6 12,3 meter 9,06 meter
7. 7 10,86 meter 11,55 meter
8. 8 5,73 meter 6,06 meter
Catatan:
- Tinggi Tongkat = 1.5 m
- Tinggi =(Jarak x tg a) + Tinggi Tongkat

B. Pembahasan
Pada praktikum perpetaan yang telah dilaksanakan di ruangan TG-1 Teknik
Geofisika dan di halaman GSG Unila pada 27 Februari 2019 yang membahas
tentang pengukuran jarak dan tinggi. Sebelum pratikum Dengan waktu
bersamaan dengan pratikum sudut azimuth dan kompas kami melaksanakan
pristest tentang jarak dan tinggi sebanyak 3 butir dengan waktu sama dengan
7

kompas dan sudut azimuth. Tujuan dilakukan nya pratikum tentang


pengukuran jarak dan tinggi agar dapat melakukan pengukuran secara manual,
serta dapat mentaksiran menggunakan langkah kaki, sudut, dan penafsiran
tinggi suatu benda, setelah kami melakukan prestest asisten dosen menjelaskan
cara bagaimana menggunnakan alat pratikum dan fungsi alat nya, setelah itu
kami mengambil data di sekitaran halaman GSG universitas lampung dengan
alat pengukur tinggi yang bernama jascopstaff pada gambar 6.1.2.1

Tinggi adalah pengukuran secara vertikal dari sebuah objek sendangkan jarak
adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda berubah posisi
melalui suatu lintasan tertentu. Menurut Farouki Dinda Rassarandi, S.T., dalam
jurnal berjudul‘’ Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa
Banyuripan’’, menyatakan bahwa jarak diukur secara optis, dan beda tinggi
diukur secara trigonometris, selain itu Perhitungan jarak, sudut horisontal dan
beda tinggi dengan ekstrapolasi koordinat kutub menggunakan metode
takhimetri, selain itu dia jelaskan bahwa Untuk mendapatkan arah orientasi
utara secara astronomis, maka dilakukan pengukuran azimuth matahari dengan
metode tinggi matahari.

Perkiraan jarak atau tinggi dapat kita lakukan dengan memanfaatkan benda-
benda yang kita miliki seperti lengan, jari-jari dan langkah kaki. Agar kita
mengetahui besaran tersebut maka kita perlu mengukur berapa panjag
sebenarnya bagian tubuh kita tersebut sehingga dapat kita gunakan untuk
memperkirakan jarak ataupun tinggi. Fungsi pengukuran jarak dan tinggi
dalam bidang geofisika diantaranya adalah digunakan dalam metode gaya berat
(gravity) karena dasar teori yang digunakan yaitu Hukum Newton tentang
gravitasibumi.untuk bumi yang berbentuk bulat , homogen dan tidak berotasi
maka massa bumi dengan jari jari (R) atau jarak menimbulkan gaya tarik.
Karena bentuk bumi bbukan merupakan bola pejal sempurna, dengan relief,
berotasi serta berevolusi dalam sistem matahari dan tidak homogen maka
variasi gaya berat di setiap titik permukaan bumi akan di pengaruhi oleh lima
faktor , yaitu: lintang, ketinggian, topografi, pasang surut dan variasi densitas
bawah permukaan. Kedua dalam pengukuran penampang memanjang dan
8

melintang. Penampang memanjang adalah irisan tegak pada lapangan dengan


mengukur jarak dan beda tinggi titik-titik di atas permukaan bumi. Profil
memanjang digunakan untuk melakukan pengukuran yang jaraknya jauh,
sehingga dikerjakan secara bertahap beberapa kali. Karena panjangnya sangat
besar, skala vertikal yang digunakan dibuat berbeda dengan skala
horisontalnya. Cara pengukuran penampang memanjang sama dengan cara
pengukuran secara berantai. Penampang memanjang digunakan untuk
pekerjaan membuat trace jalan kereta api, jalan raya, saluran air, pipa air
minum, dan sebagainya. Penampang melintang yang digunakan dalam
menghitung pekerjaan rekayasa adalah sebuah penampang vertikal, tegak lurus
terhadap garis sumbu pada stasiun penuh dan stasiun plus, yang menyatakan
batas-batas suatu galian atau timbunan rencana atau yang sudah ada. Penentuan
luas potongan melintang menjadi sederhana bila potongan melintang tersebut
digambar diatas kertas grafik potongan melintang. Potongan melintang
digambar dengan skala vertikal dan horisontal yang sama, dengan praktek
standar 1 inch = 10 ft. Tetapi, bila galian atau timbunan vertikal kecil
dibandingkan dengan lebarnya, perbesaran skala vertikal digunakan untuk
mencapai ketelitian ekstra dalam menggambar penampang tersebut.

Adapun langkah untuk mendapatkan hasilnya yaitu yang pertama hitung


berapa kira-kira tinggi dari tongkat jcob stuf tersebut, yang kedua hitunglah
kira-kira jarak yang ingin praktikan amati, yang ketiga praktikan dapat
memulai menghitung tinggi dari suatu objek yang sedang diamati oleh
praktikan, dan yang keempat lakukanlah sebanyak dua kali percobaan dengan
sekira jarak yang berbeda-beda. Kemudian kami para praktikan di berikan
tugas untuk mengukur tinggi suatu titik dengan melakukan dua kali percobaan
yang hasilnya harus sama. Terdapat delapan titik yang harus kami ukur
tingginya. Pertama kami mengukur titik ke 5 pada gambar 6.1.2., di karenakan
kami berasal dari kelompok lima. Di titik ke lima kami mengukur pohon yg
besar tepatnya di belakang GSG, di titik kami mengalami kesulitan melihat
puncak dari pohon karena pohonya rimbun, kemudian kami memilih jarak
lebih jauh agar dapat mendapat kan hasilnya yaitu pada percobaan pertama
9

bahwa pohon tersebut tingginya 19,1 meter. Lalu pada percobaan kedua
mendapatkan tingginya sebesar 19,5 meter.

Kedua kami mengukur pada titik ke 6 pada gambar6.1.3., di titik ini kami
mengukur pohon, di titik ini kami mengalami kesulitan dikarena daratan
kurang rata pada percobaan 2 sehingga hasil yang dapatkan adalah 9,06 meter,
sedangkan Pada percobaan pertama kami mendapatkan tingginya sebesar 12,3
meter sehingga mendapatkan selisih yang sangat jauh dari kedua percobaan.

Ketiga kami mengukur titik ke 7 pada gambar6.1.4, di titik ini kami mengukur
pohon yang sangat bercabang sehingga kami memilih mengukur dengsn jarak
yang jauh agar dapat melihat puncat pohon tersebut, sehingga kami
mendapatkan hasil nya yaitu Pada percobaan pertama kami mendapatkan
tingginya sebesar 10,86 meter dan pada percobaan kedua mendapatkan
tingginya sebesar 11,55 meter.

Keempat kami mengukur titik ke 8 pada gambar 6.1.5, merupakan tiang listrik,
di titik ini kami tidak menglami kesulitan karena tidak adanya gangguan dari
dedaunan senghingga puncak tiang terlihat jelas. Pada percobaan pertama kami
mendapatkan tinggi sebesar 5,73 meter dan pada percobaan kedua kami
mendapatkan tingginya sebesar 6,06 meter.

Kelima kami mengukur titik 1 pada gambar 6.1.6, di titik ini kami mengikur
pohon palem di dekat jalan, Pada percobaan pertama kami mengukur hingga ke
jalan dan kami mendapatkan tingginya sebesar 15,45 meter. Lalu pada
percobaan kedua kami mendapatkan tingginya sebesar 14,5 meter.

Keenam kami mengukur titik ke 2 pada gambar 6.1.7, sebuah pohon palem,
dimana kami tidak mengalami kesulitan dalam percobaan pertama pada titik ini
kami mendapatkan tingginya sebesar 13,2 meter dan percobaan kedua
mendapatkan tingginya sebesar 13,5 meter.

Ketujuh kami mengukur titik ke 3 pada gambar 6.1.8, adalah sebuah tiang
lampu yang tidak memiliki kesulitan dimana pada percobaan pertama kami
10

mendapatkan tingginya sebesar 7,26 meter. Lalu pada percobaan kedua kami
mendapatkan tingginya sebesar 7,25 meter.

Kedelapan kami mengukur titik ke 4 pada gambar 6.1.9, adalah sebuah pohon
yg rendah dimana puncaknya dapat dilihat jelas, dapatlah hasil nya yaitu pada
percobaan pertama kami mendapatkan tingginya sebesar 6 meter. Dan pada
percobaan kedua 6,63 meter.

Resume Jurnal 1 (Identifikasi Tinggi dan Jarak Genangan Daerah Rawan


Bencana Rob di Wilayah Pantai Utara Jawa yang Disebabkan Gelombang
Badai Pasang dan Variasi Antar Tahunan).

Pendahuluan
Bencana banjir dan kekeringan semakin sering terjadi, bahkan di beberapa
daerah, banjir telah menenggelamkan ribuan rumah, prasarana transportasi,
sawah, tambak, dan menewaskan puluhan nyawa manusia. Sebagai contoh
kejadian rob pada 24-27 November 2007 telah mengejutkan warga ibukota dan
masyarakat pesisir Utara Jawa karena luas genangannya tidak seperti biasanya.
Tinggi dan jarak genangan rob yang disebabkan oleh gelombang badai pasang
(storm tide) dan variasi antar tahunan di sepanjang pantai utara Jawa
disimulasikan dengan menggunakan model hidrodinamika 2D dengan fasilitas
Flooding and Drying (FAD).

Metode Penelitian
Dalam simulasi tersebut, digunakan batimetri dari General Bathymetric Chart
of the Oceans (GEBCO), peta DISHIDROS TNI-AL, dan topografi daerah
utara Pulau Jawa berdasarkan data Digital Elevation Model (DEM) dari The
NASA Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM). Gaya penggerak
gelombang badai pasang yang digunakan adalah data elevasi pasang surut yang
diperoleh dari hasil prediksi Global Tidal Model ORI.96 dan data angin serta
tekanan udara yang diperoleh dari National Centers for Environmental
Prediction (NCEP). Metode yang akan digunakan dalam memprediksi run-up
dan genangan rob dalam penelitian ini adalah model hidrodinamika yang
diselesaikan secara numerik. Model hidrodinamika yang digunakan dalam
11

penelitian ini adalah MIKE 21 Software (DHI Water and Environment, 2007).
Model ini didasarkan pendekatan flexible-mesh yang memungkinkan ukuran
grid yang lebih rapat (kecil) di daerah tinjauan utama model dan ukuran grid
yang lebih besar di daerah lainnya dalam domain yang sama.

Hasil dan Pembahasan


Naiknya elevasi yang disebabkan badai (surge) tertinggi di kawasan pesisir
utara Jawa dan Madura terjadi di Tanjung Pangkah (Jawa: 18,6 cm) pada
Januari 2008. Jarak genangan maksimum (Smax) gelombang badai pasang
serta run-up yang menyertainya (H) terjadi di Sampang (Madura; Smax =
6552,3 m, H = 1,559 m) pada November 2007. Tinggi genangan tertinggi
terjadi pada Januari 2008 yaitu pada saat La-Niña kuat. Hal ini menunjukkan
bahwa kenaikan muka laut akibat La-Niña cukup berperan menambah
kenaikan muka laut yang diakibatkan gelombang badai pasang.

Resume Jurnal 2 (Pengaruh Sudut Vertikal Terhadap Hasil Ukuran


Jarakdan Beda Tinggi Metode Trigonometris Menggunakan Total Station
NikonDTM352).

Pendahuluan
Pengukuran beda tinggi dapat diperoleh dengan dua pendekatan yaitu dengan
metode sipatdatar menggunakan alat Waterpass (WP) dan metode
trigonometris menggunakan alat Total Station (TS) atau Theodolit. Kedua
metode ini masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Metode
sipatdatar menghasilkan ketelitian lebih tinggi namun kurang praktis dan
kurang ekonomis digunakan pada area yang tidak datar, dibandingkan dengan
pengukuran beda tinggi secara trigonometris. Prinsip trigonometris
menghasilkan ketelitian yang lebih rendah namun memiliki kelebihan karena
alat TS sangat praktis digunakan di lapangan baik pada kondisi daerah
pengukuran yang datar maupun yang bervariasi sehingga waktu dan biaya yang
dibutuhkan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Berbagai penelitian untuk
mengevaluasi dan membandingkan beda tinggi dengan kedua metode tersebut
telah dilakukan, diantaranya oleh Parseno dan Yulaikhah (2008) yang telah
mencoba menerapkan pengukuran beda tinggi secara trigonometris dengan
12

alatTS NIKON DTM 352. Hasil penelitian yang dilakukan Xiau Fuhe dan Zan
Dezheng (1996) menyatakan bahwa pada pengukuran trigonometric leveling
dengan jarak pendek, kesalahan pengukuran sudut vertikal memberi kontribusi
paling dominan terhadap ketelitian beda tinggi yang dihasilkan. Tujuana dari
penelitian ini adalah mengkaji lebih lanjut mengenai fenomena/kesalahan
apakah hal itu merupakan kesalahan sistematis dan lalu bagaimanakah model
koreksinya.

Metode Penelitian
Tahapan penelitian secara garis besar adalah yang pertama pengukuran
lapangan, pengukuran beda tinggi dilakukan di dua lokasi yaitu di lingkungan
Fakultas Teknik UGM (lokasi 1) dan di sekitar bundaran UGM (lokasi 2) . Di
lokasi pertama, didesain jarak maksimal 8m dibagi menjadi 4 penggal. Di
lokasi 2 desain dibuat satu garis lurus sepanjang 300m dibagi menjadi penggal-
penggal jarak 10m, 30m, 50m, 100m, 200m, 300m. Tahapan yang kedua yakni
data simulasi, data simulasi adalah data yang dibuat untuk mensimulasi
ketelitian beda tinggi berdasarkan teori perambatan kesalahan. Tujuannya
adalah untuk mengevaluasi pengaruh jarak dan sudut vertikal terhadap
ketelitian beda tinggi. Data simulasi terdiri atas data jarak dan sudut vertikal.
Data simulasi jarak dibuat pada rentang 0 800 m, dengan interval 50 m. Data
simulasi sudut vertikal dibuat pada rentang 0o – 21o, dengan interval 3o.
Tahapan terakhir yaitu pengolahan data analisis.

Hasil dan Pembahasan


Dari penelitian ini didapatkan hasil penggunaan sudut vertikal yang bervariasi
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jarak maupun beda tinggi hasil
ukuran Total Station, berdasarkan hasil simulasi, ketelitian beda tinggi
dipengaruhi oleh jarak dan sudut elevasi yang digunakan (sebagaimana
persamaan 1) namun untuk jarak sampai dengan 800 m, peningkatannya tidak
signifikan. Demikian juga hasil ukuran lapangan menunjukkan pola hubungan
yang acak antara jarak maupun sudut elevasi terhadap ketelitian beda tinggi,
pada jarak ukuran 50 meter atau lebih kontribusi ketelitian sudut terhadap
13

perubahan ketelitian beda tinggi lebih besar dibandingkan kontribusi ketelitian


jarak.

Resume Jurnal 3 (Pengecekan Ketegakan Kolom Bangunan dengan


Metode Pemotongan sisi).

Pendahuluan
Pada sebuah bangunan, balok-balok maupun rangka atap bertumpu pada
kolom-kolom Berdiri tegaknya setiap kolom merupakan faktor teknis yang
sangat penting sebelum balok-balok dan rangka atap dipasang. Walaupun
sebuah kolom tidak berdiri tegak secara vertikal, merupakan masalah serius
yang akan terjadi dalam hal konstruksi, maka harus dihindari. Cara yang umum
dipergunakan untuk melakukan pengecekan ketegakan kolom yakni dengan
cara pemotongan kemuka pada as kolom atas dan as kolom bawah. Cara
tersebut relatif mudah dilaksanakan apabila jarak antar kolom relatif lebar, dan
kondisi lapangan cukup bersih (tanpa halangan berarti), apalagi untuk kolom
yang berbentuk persegi pada mantelnya. . Apabila nilai sudut penyimpangan
pada kolom berada di luar toleransi, menyebabkan kesulitan-kesulitan pada
pemasangan konstruksi. Puncak kolom yang telah bergeser dari posisinya
mengakibatkan rangka atap yang miring. Banyaknya perancah merupakan
rintangan yang berarti untuk melakukan pengukuran di lapangan.

Metode Penelitian
Metode pelaksanaan penelitian dalam bentuk pengujian ketegakan kolom ini
menggunakan metode pemotongan sisi. Metode Pemotongan Sisi merupakan
metode yang hampir mirip dengan metode pemotongan kemuka. Pemotongan
sisi mengarah pada sisi tepi kolom bagian atas dan bawah, sedangkan
pemotongan kemuka mengarah pada as kolom. Pengukuran ini menggunakan
metode pemotongan sisi yang mirip dengan metode pemotongan kemuka. Titik
yang digunakan sebagai target dalam metode pemotongan sisi adalah tiap sisi
kolom (bagian atas dan bawah), sementara pada metode pemotongan kemuka
menggunakan pusat kolom sebagai titik target.
14

Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan analisis maka didapatkan hasil sebagai berikut: 1. titik amat atau
tempat berdiri alat untuk tiap seksi ialah sisi basis: A-B pada seksi satu, C-D
pada seksi dua, sedangkan D-F pada seksi tiga, walupun untuk setiap seksi
tidak dapat menempatkan titik amat secara ideal, namun telah diupayakan
sedemikian rupa sehingga mampu melakukan pengamatan dan memperoleh
cukup data, 2. pengukuran sudut horisontal tepi bawah kolom dapat dilakukan
dengan baik, karena setiap kolom telah diadakan pengecoran, tetapi pada
pengukuran sudut horisontal kolom tepi atas tidak semuanya dapat dilakukan
secara penuh karena sebagian masih tertutup dengan bekisting, 3. jarak geser
antara tepi atas dan tepi bawah kolom, semuanya masih masuk toleransi
pergeseran, dan ternyata rangka atap sudah dapat dipasang dengan baik, 4.
metode pemotongan sisi/tepi ini lebih fleksibel dilaksanakan di lapangan dari
pada metode pemotongan kemuka dan kebelakang yang harus mengamati pusat
target, 5. untuk lapangan yang banyak halangan scaffolding juga tidak akan
menggangu pelaksanaan secara berarti karena metode ini lebih luwes. Dengan
demikian penelitian ini telah membuktikan, bahwa metode pemotongan sisi/
tepi lebih luwes dibanding metode pemotongan kemuka dan kebelakang,
disamping itu dapat dimanfaatkan untuk pengecekan ketegakan kolom
bangunan, di tengah pekerjaan konstruksi yang banyak besi perancah.
V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari praktikum Pengukuran Jarak Dan Tinggi ini adalah
1. Pengukuran jarak dan tinggi bukan hanya untuk mengukur objek biasa,
tetapi dapat juga mengukur objek yang lain seperti mengukur jarak
genangan daerah yang rawan bencana, kedalaman objek yang
tenggelam menggunakan alat canggih,
2. Pada praktikum yang kedua praktikan dapat mengetahui bagaimana
cara mengukur jarak dan tinggi suatu objek dengan menggunakan
tongkat jacob staf.
3. Tinggi adalah pengukuran secara vertikal dari sebuah objek sendangkan
jarak adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda
berubah posisi melalui suatu lintasan tertentu
DAFTAR PUSAKA

Krakwisky. 2001. Ilmu Ukur Tanah dan Alat Ukur Tanah. UGM Press.
Yogyakarta.

Paul, W. 2000. Pengukuran Detail pada Pengukuran Tanah. Balai Pustaka.


Jakarta.

Waiyati. 2007. Alat Ukur dan Pengukuran. Departemen Pendidikan Nasional.


Jakarta.

Wongsotjipto, S. 2010. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Soekarto, P. 2007. Dasar – dasar Pengukuran bedan Tinggi dengan Tinggi


dengan Alat Sifat Datar. UNY. Yogyakarta
LAMPIRAN
LAMPIRAN

6.1 Lampiran Praktikum

6.1.1 Pengukuran Jarak Dan Tinggi

Adapun beberapa gambar saat pratikum lapangan tentang kompas


dan sudut azimuth, sebagai berikut :

Gambar 6.1.1. jascopstaff

Gambar 6.1.2. titik 5

Gambar 6.1.3. titik 6


Gambar 6.1.4. titik 7

Gambar 6.1.5. titik 8

Gambar 6.1.6. titik 1

Gambar 6.1.7. titik 2


Gambar 6.1.8. titik 3

Gambar 6.1.9. titik 4

Anda mungkin juga menyukai