Outline 7
Outline 7
BAB I
PENDAHULUAN
Penerapan model ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa
yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Salah satu keunggulan model ini
adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalam suasana yang menyenangkan. Siswa akan lebih aktif mencari pasangan
kartu antara jawaban dan soal. Dengan pencarian kartu pasangan ini siswa dapat
mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang ditemukannya
dan berusaha menemukan pasangan dari kartu secara benar selanjutnya secara
berpasangan bersama-sama mendiskusikan untuk mencocokkan antara soal dan
jawaban yang telah diidentifikasi tersebut.
Pada penerapan model kooperatif tipe make a match, diperoleh beberapa
temuan bahwa model ini dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab
pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang ada di tangan mereka, proses
pembelajaran lebih menarik dan siswa lebih antusias mengikuti proses
pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka akan dibahas
tentang peranan model kooperatif tipe make a match dalam meningkatkan hasil
belajar siswa pada pembelajaran Biologi SMA.
tentang peranan model kooperatif tipe make a match dalam meningkatkan hasil
belajar siswa pada pembelajaran Biologi SMA.
5
BAB II
PEMBAHASAN
bahan kosmetik. Beberapa contoh metabolit sekunder yang telah komersial dan
banyak dikenal adalah penisilin, morfin (Dewick, 2009), shikonin (anti
bakteri), ginsenoida (penambah vitalitas), vinblastin vincristine (obat leukimia)
dan ajmalisin (anti hipertensi) (Mariska, 2013).
2. Jalur Shikimat
Senyawa intermediat utama dari jalur ini adalah asam shikimat,
suatu senyawa yang pertama kali diisolasi dari tanaman Illicium sp.
Jalur shikimat merupakan jalur alternatif pembentukan senyawa
9
Bahan aktif biopestisida adalah produk alam yang berasal dari tanaman
yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu –
ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid, fenolik, dan zat – zat kimia
sekunder lainnya. Senyawa bioaktif tersebut apabila diaplikasikan ke tanaman
yang terinfeksi hama, tidak berpengaruh terhadap fotosintesis pertumbuhan
ataupun aspek fisiologis tanaman lainnya, namun berpengaruh terhadap sistem
saraf otot, keseimbangan hormone, reproduksi, perilaku berupa penarik, anti
makan dan sistem pernafasan hama (Setiawati dkk., 2008).
12
3 Saponin √ √ √
4 Tanin √ √ √
5 Sulfur √ √ √
Sumber: Pretty Nova, Elvei Yani, Shintya Elystia (2017) dan Ifni Rimijuna, Elvi
Yenie, Shintya Elystia (2017)
Daun pandan wangi, umbi bawang putih, dan kulit jengkol dapat dijadikan
sebagai biopestisida karena mengandung beberapa senyawa bioaktif berupa
metabolit sekunder. Adapun peranan metabolit sekunder yang terkandung pada
tanaman tersebut berpotensi sebagai pengendali hama antara lain:
1. Alkaloid
2. Flavonoid
Senyawa ini dapat menjadi racun bagi organisme lain, yang bekerja dengan
mengganggu fungsi protein sel dan fungsi seluler mendasar, seperti DNA dan
protein yang terlibat dalam pembelahan sel. Senyawa flavonoid dapat
menimbulkan kelayuan pada saraf serta kerusakan pada spirakel yang
mengakibatkan serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati.
3. Saponin
Saponin bersifat sebagai racun pada kutu, larva, kumbang dan berbagai
serangga lain. Senyawa saponin dapat menimbulkan kelayuan pada saraf serta
kerusakan pada spirakel yang mengakibatkan serangga tidak bisa bernafas dan
akhirnya mati.
4. Tanin
5. Sulfur
yaitu dengan cara menghambat kerja enzim kholinesterase (Sembel, 2011). Enzim
kholinesterase terhambat kerjanya karena senyawa precocene mengikat enzim
kholinesterase yang berperan untuk menghidrolisis asetil kolin, sehingga asetil
kolin tidak dapat melakukan fungsinya untuk menghantarkan rangsangan ke
impuls saraf, sehingga mengakibatkan tergangunya aktifitas kepik. Terganggunya
aktifitas kepik secara perlahan-lahan mengakibatkan kematian.
mampu menekan populasi nematoda adalah karena adanya kandungan
senyawa tanin dalam masing-masing ekstrak tersebut. Lopez (2005) yang
menyatakan senyawa tanin mampu melarutkan protein dalam kulit telur nematoda
sehingga menyebabkan gagalnya pembentukan embrio, penetasan telur akibat
rusaknya protein selubung telur terutama pada telur fase awal yang belum
terbentuk larva nematoda. Senyawa tanin juga mampu mengendapkan protein.
Efek tanin terhadap dinding sel kulit larva adalah dapat memblokade respon otot
nematoda terhadap asetil kolin sehingga nematoda menjadi lumpuh dan mati.
Lopez (2005) juga mengatakan bahwa tanin dapat menghambat sistem enzimatik
nematoda dan bereaksi dengan protein penyusun sel–sel sehingga dapat
mengurangi kemampuan nematoda dalam menginfeksi akar.
Senyawa flavonoid mempunyai sifat lipophilic yang dapat meleburkan
membran sitoplasmik sel nematoda dan mengganggu fungsional struktur enzim
protein dari nematoda
Tannin bekerja sebagai zat astringent, menysutkan jaringan dan menutup
struktur protein pada kulitdan mukosa (Healtlink, 2000). Menurut Aminah dkk
(2001), saponin bekerja menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa
straktus digestivus larva sehingga dinsing traktus digestivus menjadi korosif
dan akhirnya rusak. Pada penelitian Agnetha (2005), menunjukkan bahwa
Allicin (Sulfur) akan merusak membrane sel larva sehingga terjadi lisis
yang berakibat larva maenjadi mati. Kandungan dari bahan alam yang
diduga berperan dalam kematian larva adalah flavonoid. Zat ini bekerja
sebagai inhibitor pernapasan. Flavonoid diduga mengganggu metabolism
energididalam mitikondria dengan menghambat system pengangkutan electron.
21
Edi Tando. 2018. Potensi Senyawa Metabolit Sekunder dalam Sirsak (Annona
Murricata) dan Srikaya (Annona squamosa) sebagai Pestisida Nabati untuk
Pengendalian Hama dan Penyakit pada Tanaman. Jurnal Biotropika, 1(6).