Anda di halaman 1dari 4

SOAL

1. Bagaimana sistem imun tubuh manusia terhadap infeksi cacing nematoda usus ?
2. Bagaimana mekanisme masing masing obat antelmintik ?

JAWABAN

1. Infeksi cacing pada tubuh manusia mengakibatkan adanya gangguan respon imun,
menurunnya plasma insulin like growth factor (IGF)-1, meningkatkan kadar serum
tumor necrosis factor a (TNF), dan menurunkan konsentrasi hemoglobin rerata.
Reaksi tubuh untuk melawan infeksi helminth ditandai peningkatan IgE, eosinofil
jaringan, mastosit dan sel CD4+ yang memproduksi sel Th2. Infeksi cacing akan
menstimuli antigen presenting cell (APC) yang akan merangsang Th0 sehingga
respons imun berkembang ke arah Th2. Aktivasi dari Th2 menyebabkan peningkatan
sitokin seperti interleukin-4 (IL-4 ), IL5, IL-9, IL-10 dan IL-13. IgE diproduksi oleh
sel B yang dirangsang oleh IL-4. Sitokin IL-5 merangsang perkembangan, diferensiasi
dan aktivasi eosinofil.

Induksi poligonal IgE akan menghambat pengikatan antigen cacing dengan IgE
spesifik ke sel mast atau basofil. IgE yang akan berikatan dengan permukaan cacing
diikat oleh eosinofil. Hal ini juga disebabkan oleh banyaknya jumlah IgE yang
berdampak pada reseptor pada permukaan sel mast menjadi jenuh. Eosinofil yang
sudah teraktivasi akan mensekresi granul, subtansi yang bersifat toksik untuk parasit
(metabolit oksigen reaktif, protein alkilik, neurotoksin eosinofil, leukotrien, faktor
pertumbuhan, enzim) dapat merusak kutikula dari helminth. Infeksi cacing kronis
menyebabkan modifikasi dari Th2 yang melibatkan Treg untuk menghasilkan IL-10
dan TGF-β yang berperan sebagai anti inflamasi dan menghambat imunitas seluler.
Aktivitas leukotrien yang biasa menginduksi asma dan aktivitas inflamasi lainnya
dihambat oleh IL-10. Infeksi dari parasit helminth dapat menyebabkan banyak efek
pada vaksin, koinfeksi, alergen dan respon autoantigen pada manusia.

Adanya kemampuan helminthes untuk meniru struktur dan fungsi dari molekul sel
hospes yang disebut molecular mimikri, cacing meliputi dirinya dengan antibodi sel
hospes. Cacing mengganti permukaannya dengan menyerap MHC nonpolymorphic.
Immunosupression penghambat aktivasi dari sel limfosit.

2. a. Albendazole single dose

Albendazol efektif dalam dosis tunggal untuk infeksi Oxyuris vermicularis, Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiuria, Srongyloides stercoralis, N.americanus atau
Acylostoma duodenale. Obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan ß-tubulin
parasit sehingga menghambat polimerisasi mikrotubulus dan memblok pengambilan
glukosa oleh larva maupun cacing dewasa, sehingga persediaan glukosa menurun dan
pembentukan ATP berkurang dan menyebabkan kematian cacing. Obat ini dapat
membunuh larva N.americanus dan juga dapat merusak telur cacing gelang, tambang
dan trikuris.

Albendazole diserap kurang baik dari saluran GI. Pemberian dengan tatty meal
meningkatkan penyerapannya dua hingga enam kali lipat. Penyerapan yang buruk
mungkin menguntungkan untuk pengobatan infeksi nematoda usus, tetapi pengobatan
yang berhasil untuk nematoda jaringan (mis., Penyakit hidatidosa dan
neurokistikercosis) memerlukan jumlah obat aktif yang cukup mencapai lokasi
infeksi. Metabolit albendazole sulfoksida bertanggung jawab atas efek terapi obat di
luar lumen usus. Albendazole sulfoksida melintasi penghalang darah-otak, mencapai
tingkat yang secara signifikan lebih tinggi dari yang dicapai dalam plasma.
Konsentrasi tinggi albendazole sulfoksida dicapai dalam cairan serebrospinal (CSF)
mungkin menjelaskan kemanjuran albendazole dalam pengobatan neurocysticercocis.
Albendazole di metabolisme secara luas di hati tetapi ada beberapa data mengenai
penggunaan obat pada pasien dengan penyakit hati. Terapi albendazole dosis tunggal
pada manusia terbukti tanpa efek samping (frekuensi keseluruhan <1%). Ketika
penggunaan jangka panjang diantisipasi, obat harus diberikan dalam siklus
pengobatan 28 hari terganggu oleh 14 hari terapi. Terapi jangka panjang dengan
albendazole dosis penuh (800 mg / hari) harus didekati dengan hati-hati pada pasien
yang menerima obat dengan efek yang diketahui pada sistem sitokrom P450.

b. Pyrantel pamoat single dose


Pyrantel pamoat terutama digunakan untuk memberantas cacing gelang, cacing kremi
dan cacing tambang. Pirantel pamoat dan analognya menimbulkan depolarisasi pada
otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, sehingga cacing mati dalam keadaan
spastik. Farmakodinamik pirantel pamoat bekerja sebagai penghambat depolarisasi
neuromuskular, yang menginhibisi enzim asetil kolinesterase. Akibatnya, akan terjadi
paralisis otot-otot tubuh cacing secara spastik, kemudian berlanjut dengan kontraktur
otot. Cacing yang mengalami paralisis akan melepaskan cengkramannya pada dinding
mukosa usus, kemudian akan dikeluarkan dari tubuh, melalui proses alami. Obat ini
absorpsinya buruk di gastrointestinal. Diperkirakan distribusi obat ke organ-organ
dan jaringan tubuh kadarnya sangat sedikit karena absorpsinya yang buruk.
Metabolisme pirantel pamoat terjadi di hepar secara parsial.
1. Drugs.com. Pyrantel Pamoate. December 2017 21 December 2017]; Available from:
https://www.drugs.com/monograph/pyrantel-pamoate.html.
3. Howard, B., Pyrantel Pamoate, in xPharm: The Comprehensive Pharmacology Reference. 2007,
Elsevier: New York. p. 1-4
8. Arion, A., et al., Pharmacokinetics of praziquantel and pyrantel pamoate combination following
oral administration in cats [Abstract]. J Feline Med Surg, 2017: p. 1098612X17734065.
12. Gokbulut, C., et al., Plasma pharmacokinetics, faecal excretion and efficacy of pyrantel pamoate
paste and granule formulations following per os administration in donkeys naturally infected with
intestinal strongylidae. Vet Parasitol, 2014. 205(1-2): p. 186-92.
13. Rajendraprasad, N. and K. Basavaiah, Quantitation of Pyrantel Pamoate in Pharmaceuticals Using
Permanganate by Visible Spectrophotometry. Journal of Applied Spectroscopy, 2014. 81(1): p. 127-
133.
21. Alexandra, A., et al., Pharmacokinetics of praziquantel and pyrantel pamoate combination
following oral administration in cats. Journal of Feline Medicine and Surgery, 2017: p.
1098612X17734065.
22. Salman, A.B., Management of intestinal obstruction caused by ascariasis. Journal of Pediatric
Surgery, 1997. 32(4): p. 585-587.

Anda mungkin juga menyukai