Anda di halaman 1dari 8

MANAJEMEN PELAYANAN PRIMER DAN PATIENT SAFETY

Berawal dari susu yang kadaluarsa

Pak Hadi adalah ayah dari bayi berusia 9 bulan. Pada 6 Juli lalu, putrinya menderita diare
dan dibawa ke Puskesmas. Selama di Puskesmas Pak Hadi merasa tidak puas karena lamanya
waktu tunggu, pelayanan yang tidak ramah dan kondisi puskesamas yang tidak nyaman. Setelah
diperiksa oleh Dokter Puskesmas, bayinya sudah dalam kondisi dehidrasi sehingga dirujuk ke RS
Melati.

Pak Hadi merasa cemas karena ia pernah membaca, bahwa tahun 2014 angka kematian
bayi (AKB) masih cukup tinggi, yaitu 25 kematian per 1000 kelahiran hidup dan sekitar 40%
penyebab kematian bayi dikarenakan oleh penyakit infeksi, yaitu pneumonia dan diare. Kejadian
Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan Case Fatality Rate (CFR) yang masih
tinggi. Berbagai program pemerintah sudah dilaksanakan untuk pencegahan diare ini diantaranya
PHBS, penyehatan lingkungan, imunisasi, pemberian oralit dan lain-lain

Bayi Pak Hadi mendapatkan susu formula buatan X di Rumah Sakit Melati Tetapi kondisi
bayinya bertambah buruk. Belakangan diketahui bahwa masa kadaluarsa susu itu sudah lewat
satu bulan. Pak Hadi menduga, akibat mengonsumsi susu itu kondisi bayinya bertambah buruk.
Dia sudah menanyakan persoalan ini kepada petugas kesehatan di RS tersebut dan meminta
catatan medis anaknya, namun tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Dia juga meminta
bertemu dengan Direktur RS Melati, tetapi karyawan RS Melati mengatakan bahwa direkturnya
sedang menghadiri seminar di luar kota. Pak Hadi akhirnya memindahkan bayinya ke RS lain.
Pekan lalu, Pak Hadi meminta bantuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di kotanya untuk
menyelesaikan masalah ini secara hukum.

Pak Hadi adalah masyarakat awam tetapi dia juga sangat mengerti dengan mutu
pelayanan publik terutama pelayanan kesehatan. Dalam kasus di atas ada beberapa dimensi mutu
pelayan yang dilanggar oleh rumah sakit dan kurangnya penerapan patient safety . Menurut Pak
Hadi seharusnya ada pedoman pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan dimensi mutu dan
patient safety di Puskesmas dan rumah sakit.

Bagaimana anda menjelaskan kondisi di atas?

TERMINOLOGI

1. Diare: Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan konsistensi cair
(mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam).

2. Puskesmas: puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No 75, 2014).

3. AKB: Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari
pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup

4. Pneumonia: suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan
kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis

5. KLB: Timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara


epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu

6. CFR : Case Fatality Rate merupakan suatu angka yang dinyatakan ke dalam persentase
yang berisikan data orang mengalami kematian akibat suatu penyakit tertentu. Pada
dasarnya Case Fatality Rate digunakan pada pengkuran penyakit menular.
Pada saat melakukn perhitungan tentu saja dibutuhkan suatu rumus yang dapat
menentuka n
persentase yang ada. Adapun rumus tersebut dinyatakan meliputi sebagai berikut:

7. PHBS: semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota
keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan
aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.

8. LBH: lembaga penyedia jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum
secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

9. Patient safety : suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih
aman.Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

10. Dimensi mutu: kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan layanan
maupun produk perawatan kesehatan sesuai dengan yang diinginkan. Ada Sembilan (9)
dimensi mutu dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan, yaitu: efektif, sesuai, aman,
efisien, responsif, dapat diakses, kontinyu, mampu, dan berkelanjutan. Beda halnya
dengan buku quality of care oleh WHO tahun 2006 bahwa ada enam (6) dimensi mutu
dalam pelayanan kesehatan yaitu: efektif, efisien, dapat diakses, dapat diterima/berfokus
pada pasien, adil, dan aman.

1. Mengapa diare tidak bisa ditatalaksana di puskesmas?

Pasien diare yang tidak bisa ditatalaksana kemungkinan sudah berada pada tahap
dehidrasi sedang/berat.

2. Apa indikator untuk mengukur mutu pelayanan kesehatan?

Kompetensi teknis, akses terhadap pelayanan, efektivitas, efisiensi, kontinuitas,


keamanan, hubungan antar manusia, dan kenyamanan

3. Bagaimana mekanisme untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan?

1. Quality Planning (Perencanaan Mutu)

Menentukan pelanggan Menentukan kebutuhan akan pelayanan Mengembangkan


gambaran pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan, dll

2. Quality Control

(Pengendalian Mutu) Mengevaluasi kinerja dari barang/jasa yang diberikan


Membandingkan dengan tujuan awal Melaksanakan dan memperbaiki perbedaan

3. Quality Improvement

(Pengembangan Mutu) Mengembangkan infrastruktur Mengidentifikasi peningkatan


mutu Membentuk tim mutu , dll

4. Mengapa diare masih termasuk ke dalam KLB?

5. Apa program pemerintah dalam upaya mengurangi insiden KLB?

6. Apa kriteria KLB?

7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010
adalah :

1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal pada suatu daerah

2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam


jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya

4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan
dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam
tahun sebelumnya

5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian
kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya

6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih
dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama

7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama

7. Mengapa RS bisa menyediakan susu yang telah kadaluarsa?

8. Apakah terdapat dasar hukum atas keluhan Pak Budi terhadap pelayanan kesehatan yang
didapatkannya?

UU Kesehatan No 36/2009 pasal 43 tentang keselamatan pasien, dimana rumah sakit


yang memberikan pelayana pasien yang lebih aman.

9. Apa yang menjadi tanggung jawab dan bukan tanggung jawab RS?

Teori Program
Dalam rangka mendukung outcome JKN seperti kepuasan peserta
JKN-KIS, tenaga kesehatan, dan fasilitas kesehatan mitra BPJS
Kesehatan maka teori program yang akan digunakan adalah teori mutu
dan kepuasan provider serta teori kepuasan pelanggan/ klien.
Mutu
The Victorian Government Department of Human Services, Melbourne,
Victoria (2008) dalam buku A guide to using data for health care
quality improvement mendefinisikan mutu sebagai kemampuan
fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan layanan maupun
produk perawatan kesehatan sesuai dengan yang diinginkan. Ada
Sembilan (9) dimensi mutu dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan, yaitu: efektif, sesuai, aman, efisien, responsif, dapat
diakses, kontinyu, mampu, dan berkelanjutan. Beda halnya dengan
buku quality of care oleh WHO tahun 2006 bahwa ada enam (6) dimensi
mutu dalam pelayanan kesehatan yaitu: efektif, efisien, dapat diakses,
dapat diterima/berfokus pada pasien, adil, dan aman.
Tabel 1. Enam Dimensi/Area Mutu (World Health Organisation,2006)

Dimensi Mutu Penjelasan

Memaksimalkan penggunaan sumber daya dan menghindari


Efisien
pemborosan

Perawatan kesehatan berbasis bukti dan menghasilkan hasil kesehatan


Efektif
yang lebih baik sesuai kebutuhan

Perawatan kesehatan yang tepat waktu, masuk akal secara geografis,


Dapat diakses dan disediakan dalam setting dimana keterampilan dan sumber daya
sesuai dengan kebutuhan medis

Perawatan kesehatan yang mempertimbangkan preferensi dan aspirasi


Dapat diterima
pengguna layanan perorangan dan budaya komunitas mereka

Perawatan kesehatan yang tidak berbeda kualitasnya karena


Adil karakteristik pribadi seperti jenis kelamin, ras, etnisitas, lokasi
geografis, atau status sosial ekonomi

Layanan kesehatan yang meminimalkan risiko dan kerugian bagi


Aman
pengguna jasa

Sumber. Aboriginal Health & Medical Research Council of New South


Wales A literature review about indicators and their uses (2013)
Mainz (2003) dalam Aboriginal Health & Medical Research Council
mengklaim bahwa mengukur dan memantau mutu pelayanan
kesehatan tidak mungkin tanpa indikator. Pendekatan menggunakan
indicator mempercepat dan menghemat biaya daripada metode lain
seperti peer-review.
Indikator
Indikator merupakan ukuran dari hasil yang diberikan oleh tenaga
profesional berdasarkan bukti ilmiah ataupun consensus dalam rangka
menilai kualitas pelayanan kesehatan sehingga akan dihasilkan
perubahan pelayanan jika pelayanan yang didapatkan sesuai dengan
bukti ilmiah. Pengukuran indikator dilakukan untuk mengetahui cara
kerja sistem (understanding) dan bagaimana cara meningkatkannya
(improved), monitoring kinerja sistem (performance system), dan
tranparansi (accountability) (Pencheon. 2008)
Pengukuran indikator dilakukan untuk: 1) mengukur dan
membandingkan kinerja terhadap target yang ditetapkan
(benchmarking); 2) mendukung proses akuntabilitas, regulasi dan
akreditasi; 3) menetapkan prioritas layanan atau sistem; 4) mendukung
inisiatif peningkatan kualitas, dan untuk mendukung pilihan pasien
penyedia layanan; dan 5) performance assessment and quality
improvement. Indikator dapat digolongkan menjadi beberapa jenis,
antara lain:

a. Clinical indikator: Indikator klinis merupakan gambaran kualitas


layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien, apakah kualitas
layanan yang diberikan memenuhi kebutuhan pasien dan sesuai
dengan evidence terbaik. Selain untuk meningkatkan mutu layanan
kesehatan, indikator klinis juga digunakan sebagai pertimbangan
dalam mengambil keputusan. Hasil pengukuran indikator klinis
dianalisa sehingga akan muncul hasil sebagai dasar untuk melakukan
rencana kegiatan. Terdiri dari indikator structure, process, dan
outcome.
b. Structure, Process and Outcome Indikators (Donabedian. 2005):
Donabedian membagi indikator menjadi 3 yaitu indikator struktur atau
input, proses, dan output.

Tabel 2.2 Jenis Indikator

Jenis
Penjelasan
Indikator

Struktur materi dan sumber daya manusia yang ada, misal pelatihan
apa yang dilakukan dalam memberi dan menerima perawatan,
Proses digunakan untuk menilai dan meningkatkan kualitas asuhan, misal
proporsi pasien yang diobati sesuai pedoman klinis

mengukur efek perawatan terhadap status kesehatan pasien dan


Outcome populasi, misal hasil tekanan darah untuk penderita Hipertensi, angka
kepuasan, kematian

Mainz (2003) dalam Aboriginal Health & Medical Research Council


Kepuasan
Penerapan jaminan mutu pelayanan kesehatan, maka kepuasan pasien
akan menjadi bagian yang terintegrasi dan menyeluruh dari kegiatan
jaminan mutu layanan kesehatan. Dengan kata lain bahwa pengukuran
tingkat kepuasan pasien harus menjadi kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari pengukuran mutu pelayanan kesehatan (Pohan, 2007).
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul
sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya
setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkan. Lebih
lanjut Pohan juga menyatakan bahwa kepuasan pasien dapat diukur
dengan indikator sebagai berikut :

1. Kepuasan terhadap akses pelayanan kesehatan, hal ini terkait


dengan sikap dan pengetahuan tentang sejauh mana layanan
kesehatan tersedia pada waktu dan tempat saat dibutuhkan,
kemudahan memperoleh layanan kesehatan, baik dalam keadaan biasa
atau dalam keadaan gawat darurat serta sejauh mana pasien mengerti
bagaimana sistem layanan kesehatan bekerja dantersedianya layanan
keseahatan.
2. Kepuasan terhadap mutu pelayanan kesehatan yang dinyatakan
melalui sikap terhadap kompetensi teknis tenaga kesehatan, serta
perubahan kesehatan yang dirasakan pasien dari hasil pelayanan
kesehatan.

3. Kepuasan terhadap proses pelayanan kesehatan, termasuk


hubungan antar manusia yang ditentukan dengan melakukan
pengukuran sejauh mana ketersediaan layananan di layanan kesehatan
menurut pasien, perhatian dan kepedulian tenaga kesehatan, tingkat
kepercayaan dan keyakinan kepada tenaga kesehatan, tingkat
pengertian tenaga kesehatan tentang diagnosis pasien.
4. Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan ditentukan dengan
fasilitas fisik dan lingkungan layanan kesehatan, lingkup dan sifat
keuntungan dari layanan kesehatan yang ditawarkan, sistem perjanjian
termasuk waktu tunggu, sikap mau menolong, maupun pemecahan
masalah.

Program/ kebijakan yang akan dievaluasi diantaranya : kebijakan paket


manfaat, standar prosedur klinis, standar tarif pelayanan kesehatan,
sistem penanganan pengaduan peserta, kebijakan kompensasi,
kebijakan iur biaya, dan kebijakan lain yang terkait. Oleh karena itu,
logika programnya yaitu optimalisasi prosedur klinis dan standar tarif
yang sesuai harga keekonomian diharapkan dapat meningkatkan mutu
layanan provider dan meningkatkan kepuasan peserta JKN-KIS

Anda mungkin juga menyukai