Anda di halaman 1dari 8

MASTOIDEKTOMI

A. DEFINISI
Mastoidektomi merupakan salah satu prosedur pembedahan yang
mengangkat bagian tulang mastoid yang terinfeksi saat terapi obat tidak lagi
efektif.1
Mastoidektomi dilakukan untuk mengangkat rongga udara pada bagian
tulang mastoid yang terinfeksi akibat infeksi telinga, seperti mastoiditis atau
otitis kronis, atau akibat penyakit inflamasi pada telinga tengah
(kolesteatoma). Rongga udara pada mastoid merupakan sebuah ruangan yang
berisi udara yang terlokalisasi di sepanjang tulang mastoid, penonjolan tulang
yang berlokasi di belakang telinga yang berasal dari tulang temporal. Rongga
udara tersebut terhubung dengan sebuah kavitas pada bagian atas tulang yang
berhubungan dengan telinga tengah.1
Infeksi agresif pada telinga tengah kadang dapat menyebar hingga
tulang mastoid. Ketika terapi antibiotik tidak mampu mengeliminasi infeksi
itu, tindakan pengangkatan area yang terinfeksi melalui tindakan pembedahan
mungkin diperlukan.2
Tujuan utama dari pembedahan ini adalah untuk mengangkat seluruh
infeksi sehingga dicapai kondisi telinga yang terbebas dari infeksi.2
Kadang, mastoidekstomi juga dilakukan untuk memperbaiki saraf
fasialis yang mengalami kelumpuhan.
Gambar 1. Rongga udara pada tulang mastoid3

B. JENIS TINDAKAN MASTOIDEKTOMI


Mastoidektomi dilakukan dengan kondisi pasien di bawah pengaruh
anestesi sepenuhnya (anestesi umum). Terdapat beberapa jenis tipe prosedur
mastoidektomi, berdasarkan jumlah infeksi yang diderita:4,5
1. Mastoidektomi sederhana (tertutup). Operasi ini dilakukan melalui telinga
atau dengan pemotongan (insisi) di belakang telinga. Operator membuka
tulang mastoid dan mengangkat rongga udara yang terinfeksi. Membran
timpani diinsisi untuk membersihkan dan mengeringkan telinga tengah.
Antibiotik topikal kemudian dioleskan pada area telinga tersebut.
2. Mastoidektomi radikal. Prosedur ini mengangkat hampir seluruh tulang
mastoid dan biasanya dilakukan pada kolesteotoma dengan penyebaran
yang luas. Membran timpani dan struktur telinga tengah mungkin
diangkat seluruhnya. Biasanya, jika memungkinkan, tulang stapes
dipertahankan untuk membantu mempertahankan fungsi pendengaran.
3. Mastoidektomi radikal modifikasi. Pada prosedur ini, sebagian tulang
telinga tengah dipertahankan dan membran timpani dibuat kembali
dengan menggunakan prosedur timpanoplasti.
C. INDIKASI MASTOIDEKTOMI
Otitis media kronis, dengan atau tanpa kolesteatoma, merupakan salah
satu indikasi yang biasanya ditemukan pada prosedur mastoidektomi. Pasien
dengan otitis media kronis sering kali datang dengan otorea dan penurunan
pendengaran massif. Mastoidektomi akan mengangkat matriks kolesteatoma
atau rongga udara yang sakit. Selain itu, masoidektomi sering kali membuat
akses hingga tulang temporal yang lebih tervisualisasi melalui kanalis
auditorius eksternus (antara lain, terowongan supratuba, epitimpanum,
terowongan fasialis, rongga udara perilabirintin, rongga udara retrofasialis).4
Mastoidektomi merupakan salah satu langkah utama untuk
menempatkan implant koklear untuk merehabilitasi hilangnya pendengaran
kongenital atau didapat. Mastoidektomi memungkinkan operator untuk
mengakses telinga tengah melalui terowongan fasialis. Rangkaian elektroda
implant ditempatkan di sepanjang terowongan fasialis hingga ke kokleostomi,
yang dibor di inferior dan sedikit anterior dari lubang.6
Sebuah prosedur mastoidektomi juga sering dilakukan sebagai langkah
awal untuk mengangkat neoplasma pada dasar tengkorak lateral, termasuk
schwanoma vestibuler, meningioma, paraganglioma tulang temporal dan
epidermoid.4
Komplikasi otitis media, termasuk supurasi intratemporal atau
intrakranial dan thrombosis sinus venus lateral, sering membutuhkan tindakan
mastoidektomi.4

D. KONTRAINDIKASI MASTOIDEKTOMI
Kontraindikasi dilakukannya mastoidektomi antara lain:4
1. Pasien dengan kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
anestesi umum.
2. Pasien dengan rongga udara mastoid yang lebih sedikit (sklerotik) yang
dapat membuat pembedahan menjadi lebih sulit, karena adanya perbedaan
struktur anatomi yang lebih sulit untuk diidentifikasi (kapsul otik, saraf
fasialis).
3. Operator harus lebih berhati-hati pada pasien dengan pergeseran sinus
sigmoid anterior dan mastoid atau dinding telinga tengah yang rendah.
varian anatomis ini dapat diidentifikasi sebelum pembedahan dengan CT
scan tulang temporal.

E. PERSIAPAN MASTOIDEKTOMI
Sebelum melakukan indakan mastoidektomi, seorang dokter harus
melakukan pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorokan secara cermat dan
menyeluruh dan menggunakan uji diagnostic yang detail, termasuk
audiogram dan imaging pada tulang mastoid menggunkan x ray atau CT
scan.7
Pasien yang disiapkan untuk menjalani prosedur ini dicukur rambut di
belakang telinga pada tulang mastoidnya. Larutan sabun dan air biasanya
digunakan untuk membersihkan daerah luar telinga dan kulit di sekitarnya.7

F. PERAWATAN PASCA MASTOIDEKTOMI


Selang drainase yang dipasang selama prosedur dilakukan biasanya
dilepas pada hari berikutnya atau dua hari kemudian.2
Biasanya dibutuhkan painkiller pada hari pertama hingga dua hari pasca
operasi. Setelah jahitan diangkat, pembalut luka mastoid yang besar dapat
diganti dengan pembalut yang lebih kecil jika telinga masih mengeluarkan
cairan. Pasien diberikan antibiotik selama beberapa hari.2
Selain itu, biasanya juga diberikan tampon di dalam kedua telinga (pada
permukaan membran timpani yang baru) dan juga di saluran telinga. Tampon
ini dipasang dengan periode yang berbeda, biasanya antara 1 hingga 6
minggu. Selama periode ini, pasien harus menjaga lubang telinga agar tidak
terkena air. Jika mandi atau keramas, pasien disarankan untuk menggunakan
cotton ball yang dilapisi dengan vaselin. Pasien dapat keramas setelah 48 jam
pasca operasi untuk membiarkan luka insisi tetap kering selama periode
tersebut.8
Pasien juga diedukasi untuk segera memeriksakan diri ke dokter jika
ditemukan gejala-gejala seperti:2
1. Darah segar pada pembalut luka
2. Leher kaku atau disorientasi (yang mungkin merupakan tanda dari
meningitis)
3. Kelumpuhan pada wajah, mulut jatuh atau kesulitan untuk menelan

G. RISIKO MASTOIDEKTOMI
Jarang sekali terjadi komplikasi, namun beberapa di antaranya sebagai
berikut:2
1. Discharge telinga yang persisten
2. Infeksi, termasuk meningitis atau abses otak
3. Kehilangan pendengaran
4. Cedera saraf fasialis (komplikasi yang sangat jarang)
5. Pusing yang hilang timbul
6. Hilang rasa pada salah satu sisi lidah
Normalnya, hasil dari mastoidektomi bersih, sehat dan bebas dari
infeksi. Namun demikian, baik metode radikal modifikasi maupun
mastoidektomi radikal biasanya menyebabkan penurunan fungsi
pendengaran. Setelah pembedahan, dapat dipertimbangkan untuk
menggunakan alat bantu dengar jika pasien menghendaki.2

H. MASTOIDEKTOMI DAN TIMPANOPLASTI


Timpanoplasti merupakan tindakan operasi yang dilakukan untuk
menghilangkan penyakit/rekonstruksi telinga tengah baik dengan maupun
tanpa tindakan mastoidektomi. Tindakan ini bertujuan untuk memperbaiki
mekanisme pendengaran dengan memasang graft untuk menutup membran
timpani yang robek/perforasi. Timpanoplasti dapat dilakukan melalui liang
telinga ataupun insisi di belakang telinga.9
Timpanoplasti dengan mastoidektomi merupakan serangkaian tindakan
pembedahan yang bertujuan untuk mengkoreksi masalah pada telinga tengah
yang meliputi membran timpani dan tulang mastoid.9
Prosedur ini sering digunakan untuk mengatasi masalah baik kesehatan
dan pendengaran. Kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit akibat
infeksi kronis pada telinga akan menyebar melalui membran timpani hingga
ke telinga tengah dan tulang mastoid. Pertumbuhan ini berpotensi untuk terus
tumbuh dan akhirnya akan menghancurkan tulang mastoid.9
Pada prosedur timpanoplasti dan mastoidektomi, bagian tulang mastoid
yang terinfeksi dan telinga tengah akan diangkat dan membran timpaninya
direkonstruksi.9

I. AUDIOMETRI
Audiometri merupakan prosedur yang dilakukan untuk menilai
kemampuan pendengaran terhadap suara. Suara yang diperdengarkan
bervariasi berdasarkan kekerasan (intensitas) dan kecepatan perambatan
gelombang suaranya (nada).10
Pendengaran terjadi pada saat gelombang suara merangsang saraf di
telinga bagian dalam. Lalu segera suara itu menjalar sepanjang jalur saraf
hingga sampai ke otak.10
Suara dapat menjalar hingga ke telinga bagian dalam melalui saluran
telinga dan tulang-tulang di telinga tengah (konduksi udara), atau melalui
tulang di sekitar dan di belakang telinga (konduksi tulang).11
Audiometri memberikan pengukuran pendengaran yang lebih presisi
dibandingkan dengan tes pendengaran dengan garpu tala. Untuk menguji
konduksi udara, pasien diminta mengenakan earphone yang disambungkan ke
audiometer. Nada yang dihasilkan dari intensitas yang dikontrol disampaikan
ke salah satu telinga dalam satu waktu. Pasien diminta untuk mengangkat
tangan, menekan tombol atau cara lainnya untuk memberitahukan saat ia
mendengar suara.11
Untuk memeriksa konduksi tulang digunakan osilator tulang yang
ditempelkan pada tulang di masing-masing telinga (tulang mastoid).11
Pasien yang menjalani mastoidektomi memiliki kecenderungan untuk
mengalami penurunan pendengaran. Penilaian penurunan pendengaran ini
dapat dilakukan dengan audiometri. Biasanya, telinga sembuh setelah 3 bulan
pasca operasi, dan pada saat inilai audiogram postoperative dilakukan.11

DAFTAR PUSTAKA

1. Lambert PR. Mastoidectomy. In: Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, et
al, eds. Otolaryngology: Head & Neck Surgery. 5th ed. Philadelphia, Pa:
Mosby Elsevier; 2010:chap 142.
2. Bennett M, Warren F, Haynes D. Indications and technique in
mastoidectomy. Otolaryngology Clinics of North America.
2006/12;39(6):1095-1113.
3. MedHelp. Mastoidectomy: Information, Symptoms, Treatment and Resources.
Dapat diakses di www.medhelp.org (diakses tanggal 21 Juni 2012)
4. Committee on Conservation of Hearing of the American Academy of
Ophthalmology and Otolaryngology: Standard classification for surgery of
chronic ear infection. Archives of Otolaryngology Head and Neck Surgery.
1965;81:204-205
5. Cristobal, F., Gomez-Ullate, R., Cristobal, I., Arcocha, A., and R. Arroyo.
"Hearing results in the second stage of open mastoidectomy: A comparison of
the different techniques." Otolaryngology - Head and Neck Surgery 122 (May
2000): 350-351
6. Kronenberg, J., and L. Migirov. "The role of mastoidectomy in cochlear
implant surgery." Acta Otolaryngologica 123 (January 2003): 219-222
7. Yates PD, Flood LM, Banerjee A, Clifford A. CT scanning of middle ear
cholesteatoma: what does the surgeon want to know?. The British Journal of
Radiology. 2002;75:847-852
8. Shrestha BL, Bhusal CL, Bhattarai H. Comparison of Pre and Post-operative
Hearing Results in Canal Wall Down Mastoidectomy with Type III
Tympanoplasty. J Nepal Med Assac. 2008;47(172):224-7
9. American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
Tympanoplasty and Mastoidectomy. Dapat diakses di http://www.entnet.org/
(diakses pada tanggal 21 Juni 2012)
10. Kileny PR, Zwolan TA. Diagnostic audiology. In: Cummings CW, Flint PW,
Haughey BH, et al, eds.Otolaryngology: Head & Neck Surgery. 5th ed.
Philadelphia, Pa: Mosby Elsevier; 2010:chap 133
11. Norton SJ, Bhama PK, Perkins JA. Early detection and diagnosis of infant
hearing impairment. In: Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, et al,
eds. Otolaryngology: Head & Neck Surgery. 5th ed. Philadelphia, Pa: Mosby
Elsevier; 2010:chap 190

Anda mungkin juga menyukai