Anda di halaman 1dari 1016

t

I
I
1 I

D
I A

D
t
Pt ArAlAt(S[1r[A ll |lil P n r lmill
llA G

PA UA P AK I( I(1I S
Perhimpunon Dokter Spesiolis Penyokil Dqlqm lndonesio

Editor
Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP
dr. Simon Salim, SpPD, FINASIM, MKes, AIFO
dr. Rudy Hidayat, SpPD, K-R, FINASIM
dr. Juferdy Kurniawan, SpPD
dr. Dicky L. Tahapary, SpPD

Tim Editor Pelaksana


1. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP
2. Dr. dr. Rino Alvani Gani, SpPD, K-GEH, FINASIM
3. Dr, dr.Iris Rengganis, SpPD, K-AI, FINASIM
4. Dr. dr. Lugyanti Sukrisman, SpPD, K-HOM, FINASIM
5. dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV FINASIM
6. dr. Ceva W. Pitoyo, SpPD, K-B FINASIM, KIC
7. dr. Edy RizalWahyudi, SpPD, K-Ger, FINSIM
B, dr. Rudy Hidayat, SpPD, K-R, FINASIM
9. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, K-PTI, FINASIM
10.dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, K-EMD, FINASIM
1L.dr. Rudi Putranto, SpPD, K-Psi, FINASIM
12.dr. Pringgodigdo Nugroho, SpPD, FINASIM

17.5 cm x 25 cm
xiv+ 990 Halaman

ISBN : 987-602-8907 -67 -5

Hok Cipto Dilindungi Undong-undong


Dilorong memperbonyok, mencetok, don menerbitkon sebogion otou seluruh isi buku
ini dengon coro don bentuk opopun tonpo seizin penulis don penerbit

Diterbitkon pertomo koli oleh


lnlernoPublishing
Pusot Penerbilqn llmu Penyokil Dolom
Telp. : 021-31 90377 5 Foks. : 021-31903776
Emoil : pipfkui@yohoo.com

Cetokon Pertomo, September 2015 Gombor sompul ; Google


iv
KATA PENGANTAR

Assal amu' ala ikum Wr. W b.

uji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas keberhasilan penyusunan
buku Panduan Praktik Klinis (PPK) PAPDI. Dengan terbitnya buku PPK PAPDI
ini, diharapkan akan semakin jelas rujukan/ panduan segala sesuatu yang
berhubungan dengan prosedur standar operasional dalam pelayanan dan perawatan
kepada pasien. Buku PPK PAPDI ini terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu penatalaksanaan
dan prosedur.
Seiring dengan arus kemajuan dan perkembangan pengetahuan dan teknologi di
bidang kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam serta dalam rangka meningkatkan
profesionalisme Dokter Spesialis Penyakit Dalam, diharapkan buku ini menjadi acuanf
panduan dalam menjalankan tugas profesi seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam di
rumah sakit pemerintah dan swasta serta fasilitas pelayanan kesehatan lain di seluruh
Indonesia, disesuaikan dengan sarana yang tersedia.
Untuk mencapai keberhasilan pelayanan dan perawatan kepada pasien yang
berkualitas dan bertanggung jawab, disamping mengacu pada buku PPK PAPDI yang
sudah dirancang dengan sebaik-baiknya sebagai panduan kerja yang bermutu dan
dapat dipertanggungjawabkan, juga harus didukung sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas dalam pengetahuan dan bertanggungjawab secara moral dalam sikap
dan perilaku serta sarana prasarana yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu Dokter
Spesialis Penyakit dalam harus selalu berupaya memperbaiki dan meningkatkan
pengetahuan terutama dalam hubungannya dengan pasien baik melalui pendidikan
formal maupun non formal.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada Tim Penyusun buku PPK PAPDI
yang telah membantu terbitnya buku ini serta kepada para Ketua Perhimpunan Seminat
dalam Lingkup Ilmu Penyakit Dalam yang telah berpartisipasi dalam penyusunan
buku ini.
Semoga buku ini dapat membantu dalam melaksanakan tugas sehari-hari Dokter
Spesialis Penyakit Dalam di rumah sakit sebagai bentuk pelayanan dan pengabdian
masyarakat, dan semoga Allah SWT memberikan bimbingan dan meridhoi segala
aktivitas para Dokter spesialis Penyakit Dalam seluruh Indonesia. Amin.

fakarta, September 2015

Ketua Umum PB PAPDI


Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP
KONTRIBUTOR
a Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (PERALMUNI)
a Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI)
a Perhimpunan Nefrologi Indonesia [PERNEFRIJ
a Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia (PGI)
a Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI)
a Perhimpunan Hematologi Dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) Dan
Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Ilmu Penyakitdalam Indonesia
(PERHOMPEDTN)
a Ikatan Keseminatan Kardioserebrovaskular Indonesia (IKKI)
o Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)
o Perhimpunan Kedokteran Psikosomatik Indonesia (PKPI)
o Perhimpunan Respirologi Indonesia [PERPARI)
o Perhimpunan Reumatologi Indonesia (lRA)
a Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik Dan Infeksi Indonesia IPETRI)
vilt
DAFTAR ISI

AI.ERGI !MUNOLOGI
1.

Asma Bronkial 5
Acquire d Im muno d efici en cy Sy n dro me (AI DS) 1.2

Renjatan Anafilaksis,. 22
29
Vaksinasi Pada Orang Dewasa 33
HIV/AIDS Tanpa Komplikasi 40

METABOTIK ENDOKRIN
Diabetes Melitus 47
Diabetes Melitus Gestasional 60
Dislipidemia. 64
Hipoglikemia 73
Hipogonadisme 77

Hipotiroidisme B5
Hiperparatiroidisme ....................90

Karsinoma Tiroid 93
Kelainan Adrenal , 96
Kista Tiroid 105
Krisis Hiperglikemia 109
Krisis Tiroid 115
Perioperatif Diabetes Melitus L18
Kaki Diabetik.................... 1.23

Sindrom Ovarium Polikistik IPCOS).....,.... 131


Struma Difusa Non Toksik. 1.34

Struma Nodosa Non Toksik (SNNT)......... 737


Struma Nodosa Toksik.......... 744
t47
Tirotoksikosis 151
Tumor Hipofisis 756
Obesitas 762

GASTROENTEROLOGI
Diare Kronik 1,67

Gastroesophageal Reflux Disease IGERD) 1,72

Hematemesis Melena..... 1.7 6

H ematoke2ia...................... 782
Ileus ParaIitik.................... 186
Konstipasi 189
Pankreatitis Akut.............. 196
Penyakit Tukak Peptik..,........ 20L
Tumor Gaster 208
Tumor Kolorektal,,, 2t1

HEPATOTOGI

Batu Sistem Bi1ier............. ......,...223


Hepatitis Imbas Obat 227
Hepatitis Virus Akut.. 232
Hepatitis B Kronik.. 236
Hepatitis C Kronik.. 240
Hepatitis D Kronik. 242
Hepatoma 244
251

Kolesistitis Kronik.......... ............261,


Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik.... ......................263
Sirosis Hati 268

x
GERIATRI
Dehidrasi 287
Gangguan Kognitif Ringan Dan Demensia 290
Imobilisasi 297
Inkontinensia Urin 302
Instabilitas dan fatuh...,. 305
Tatalaksana Nutrisi Pada "Frailty" Usia Lanjut. 31,6
Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri (Comprehensive Geriatric Assessment)... 321,
Sindrom Delirium Akut.. 331

Sarkopenia 344

GINJAT HIPERTENSI
Batu Saluran Kemih........... ........363
Gangguan Asam Basa.. 368
Alkalosis Metabolik 374
Alkalosis Respiratorik 376
Gangguan Ginjal Akut. 379
Gangguan Kalium.. 3BB
Gangguan Kalsium 394
Gangguan Natrium 400
Hiponatremia 400
Hipertensi.. 408
41,5

Infeksi Saluran Kemih 478


ISK Pada Wanita Hamil 422
lamur.
ISK Yang Disebabkan Oleh ................423
Krisis Hipertensi.............. ...........426
Penyakit Glomerular. ...............,433
437
Penyakit Ginjal Polikistik 443
Sindrom Nefrotik....... 448

HEMATOTOGI ONKOTOGI MEDIK


Anemia Aplastik....... 451,
Anemia Defisiensi Besi.. 455
Anemia Hemolitik 461.
Anemia Penyakit Kronik. 470
Dasar-Dasar Kemoterapi 475
Diatesis Hemoragik 483
Hemoglobinopati.............. 49L
Trombositopenia Imun. .....,.....498
Koagulasi Intravaskular Disem inata 504
Leukemia.... 510
Limfoma 51.7
Polisitemia Vera .............. 523
Sindrom Antifosfolipid.,...........,,,,... 530
Sindrom Lisis Tumor 535
Terapi Suportif pada Pasien Kanker 537
Trombosis Vena Dalam 544
Trombositosis Esensial 551

KARDIOLOGI
Angina Pektoris Stabi1.......,,... ........................... 555
Angina Pektoris Tidak Stabil /Non St Elevation Myocardial Infarction
(APTS/NSTEMT) 560
ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) 564

Gagal fantung 594


Endokarditis Infektif 606
Penyakit Katup fantung 618
P erip artu m C ardi o my o p athy ............... 627

Penyakit f antun g Kongenital 642


Hipertensi Pulmonal 6+9
Penyakit Arteri Perifer .......... 656
Kelainan Sistem Vena Dan Limfatik....... 664
PSIKOSOMATIK
Ansietas 673

Dispepsia Fungsional.. 680


Nyeri Psikogenik............... 685
Penyakit fantung Fungsional IN eurosis Kardiak) 6BB
Sindrom Kolon Iritabel ....,,.,,,,,........ 691,
Sindrom Lelah Kronik 696
Sindrom Hiperventi1asi........,..,,,....... 700
Pengelolaan Paliatif pada Penyakit Kronis........... ,.....,...,..705

PUTMONOTOGI
Acute Respirato ry Distress Syndrome 709
Bronkiektasis 71,3

Massa Mediastinum.. 737


Penyakit Paru Kerja.. 742
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 746
Penyakit Pleura 754
Pneumonia Atipik.. 763
Pneumonia Didapat Di Rumah Sakit.............. 767
Pneumonia Didapat Di Masyarakat.................... 774
Sindrom Vena Kava Superior...... .................... 785
Kelainan Napas Saat Tidur (Sleep-Disordered Breathing/Sleep Apnea) ...................790
Tuberkulosis Paru 794
Tumor Paru 802
Spondiloartropati 860

TROPIK INFEKSI
Chikun gu nya....................., 871.
Demam Berdarah Dengue......... 877
Demam Neutropenia BB6
Demam Tifoid 892
Diare Infeksi... 898
D iare Terkait Antib iotik ( I nfe ks i CIo stri dium D iffi ci le ) 905
Fever Of Unknown Origin 908
Filariasis 91,1.

Leptospirosis 91,4

Human Immunodeficiency Virus (HlY)/Acquired I mmunodeficiency Syndrome


(ArDSl 918
Infeksi Jamur........... 930
Infeksi Oportunistik Pada Aids.... 934
Infeksi Pada Kehamilan 945
Intoksikasi Organofosfat 949
Intoksikasi 0piat............. 953
Keracunan Makanan 956
Malaria 959
Penatalaksanaan Gigitan UIar............... 970
Penggunaan Antibiotika Rasi onal 976
Rabies 981
Sepsis Dan Renjatan Septik 986
PI II[1[[S[ [A
tBt[[ Gtl uE YllflI [1[

PA UA ..L. .

P AKT
Klr S
ALERG MU
Alergi Obot
Asmo Bronkiol
Acq uired lmm u nodefi cie ncy Syndrome {AIDS} ..........".,,.......... I Z
Renjoton Anofiloksis
Urtikorio
Voksinosi Podo Orong Dewoso ........
HIV/AIDS Tonpo Komplikosi.........
ALERG O AT

PENGERTIAN
AIergi obat merupakan reaksi simpang obat yang tidak diinginkan akibat adanya
interaksi antara agen farmakologi dan sistem imun manusia. Terdapat empat jenis
reaksi imunologi menurut Gell dan Coombs, yaitu hipersensitivitas tipe 1 (reaksi dengan
IgE), tipe 2 (reaksi sitotoksik), tipe 3 (reaksi kompleks imun) dan tipe 4 (reaksi imun
selular).1
Manifestasi alergi obat tersering adalah di kulit, yang terbanyak yaitu berupa ruam
makulopapular. Selain di kulit, alergi obat dapat bermanifestasi pada organ lain, seperti
hati, paru, ginjal, dan darah. Reaksi alergi obat dapat terjadi cepat atau lambat, dapat
terjadi setelah 30 menit pemberian obat hingga beberapa minggu.2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Riwayat obat-obatan yang sedang dipakai pasien, riwayat obat-obatan masa Iampau,
lama pemakaian dan reaksi yang pernah timbul, lama waktu yang diperlukan mulai
dari pemakaian obat hingga timbulnya gejala, gejala hilang setelah pemakaian obat
dihentikan dan timbul kembali bila diberikan kembali, riwayat pemakaian antibiotik
topikal jangka lama, keluhan yang dialami pasien dapat timbul segera ataupun beberapa
hari setelah pemakaian obat (pasien dapat mengeluh pingsan, sesak, batuk, pruritus,
demam, nyeri sendi, mual)1'3'a

Pemeriksoon Fisik
Pasien tampak sesak, hipotensi, limfadenopati, ronki, mengi, urtikaria, angioedema,
eritema, makulopapulaq, eritema multiforme, bengkak dan kemerahan pada sendil'4's

Pemeriksoon Penunjong:r.3-6
. Pemeriksaan hematologi: darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi hati
. Urinalisis lengkap
o Foto toraks
a Pemeriksaan RAST (Radio Allergo Sorbent test)
o Pemeriksaa n Coombs indirek
o Pemeriksaan fiksasi komplemen, reaksi aglutinasi
a Uji tusuk kulit (skin prick test)
a Uji kulit intradermal
a Uji tempel(p atch test)

DIAGNOSIS BANDING4
. Sindrom karsinoid o P eny akit g r aft- ve rsu s-h o st
. Gigitan serangga a Penyakit Kawasaki
. Mastos itosis Psoriasis
. Asma a Infeksi virus
. Alergi makanan a Infeksi Streptococcus
. Keracunan makanan
. Alergi lateks
. Infeksi

IATATAKSANA

Non Formokologis'
Tindakan pertama adalah menghentikan pemakaian obat yang dicurigai

Formokologis
. Terapi tergantung dari manifestasi dan mekanisme terjadinya alergi obat.
Pengobatan simtomatik tergantung atas berat ringannya reaksi alergi obat. Gejala
ringan biasanya hilang sendiri setelah obat dihentikan.l Pada kasus yang berat,
kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan.a
. Pada kelainan kulit yang berat seperti pada SSJ, pasien harus menjalani perawatan,
Pasien memerlukan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat. Perawatan kulit juga
memerlukan waktu yang cukup lama, mulai dari hitungan hari hingga minggu. Hal
lain yang harus diperhatikan adalah terjadinya infeksi sekunder yang membuat
pasien perlu diberikan antibiotika.l
. Tata Iaksana anafilaksis dapat dibaca pada bagian anafilaksis.
. Pada kasus urtikaria dan angioedema pemberian antihistamin saja biasanya
sudah memadai, tetapi untuk kelainan yang lebih berat seperti vaskulitis, penyakit
serum, kelainan darah, hepatitis, atau nefritis interstisial biasanya memerlukan

2
Berikut ini adalah algoritma penatalaksanaan alergi obat:a

Anamnesis: gejala, daftar obat yang


sedang digunak an, temporal sequence
Pemeriksaam fisik
Pemeriksaan laboratorium

Ya f- Merujuk pada reaksi obat- Tidak

Kecurigaan terhadap Cari Etiologi lain


hipersensitivitas terhadap
obaUreaksi imunologi
I
Ya I Tidak

I I Evaluasi dan terapi


etiologi tersebut
Mekanisme imunologis: Mekanisme non imun
- Diperantarai lgE - Efek samping obat
- Toksisitas obat
- Sitotoksik
- Kompleks imun - lnteraksi antar obat
- Reaksi tipe lambat - Overdosis obat
- Mekanisme imun lain - Pseudoalergi
- ldiosinkrasi
- lntoleransi

Manajemen:
Evaluasi - Modifikasi dosis
dengan melakukan - Substitusi obat
- Atasi efek samping
'"'"l',o*"' - Lakukan pemberian
obat bertahap
- Edukasi pasien
Apakah tes mendukung
diagnosis alergi obat
karena reaksi imunologi?

Ya Tidak

I
Diagnosis alergi
I
Apakah tes memiliki
obat ditegakkan nilai kemaknaan tinggi
Berikan obat
Tidak Ya
dengan
I observasi

Manajemen:
- Desensitisasi atau uji bertahap sebelum obat diberikan
- Reaksi anafilaksis diberikan terapi emergensi
- Hindari pemakaian obat
- Pemberian profilaksis sebelum pemakaian obat
- Waspada pada penggunaan obat di masa mendatang
- Edukasi pasren

Gombor l. Algoritmo Penololoksonoon Alergi Obot4


kortikosteroid sistemik dosis tinggi (60-100 mg prednison atau setaranyal sampai
gejala terkendali. Kortikosteroid tersebut selanj utnya diturunkan dosisnya secara
bertahap selama satu sampai dua minggu. 1

KOMPTIKASI
Anafilaksis, anemia imbas obat, serum sickness, kematian3's-6

PROGNOSIS
Alergi obat akan membaik dengan penghentian obat penyebab dan tatalaksana
yang tepat. Apabila penghentian pemberian obat yang menjadi penyebab alergi segera
dilakukan, maka prognosis akan semakin baik.3-s

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Alergi-lmunologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UN!T TERKAII
. RS pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Penyakit Dalam,
Bagian Kulit dan Kelamin
a RS non pendidikan ; Departemen Kulit dan Kelamin

REFERENSI
l. Djouzi S, Sundoru H, Mohdi D, Sukmono N. Alergi obot. Dolom: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l,
Simodibroto M, Setioti S, ed. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5rh ed. Jokorto: Pusot lnformosi don
Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009 p. 387 - 91 .
2. Borotowidjojo KG, Renggonis l. Alergi Dosor edisi ke-1. Jokorto: Pusot Penerbilon llmu Penyokit
Dolom. 2009. h. 457-95.
3. Shinkoi K, Stern R, Wintroub B. Cutoneous drug reoctions. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold
E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSih ed.
United Stotes of Americo: The McGrow-Hill Componies,2012p.432-9.
4. Riedl M, Cosillos A. Adverse drug reoctions: types ond treotment options. Am Fom Physicion 2003;
68(9):1781-91.
5. Worrington R, Silviu-Don F. Drug ollergy. Allergy, Asthmo & Clinicol lmmunology 201 1; /(Suppl 1):SIO
6. Greenberger PA. Drug ollergy. J Allergy Clin lmmunol 2006:117(2 Suppl):5464-70
ASMA BRONK AL

PENGERTIAN
Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemen selular. Inflamasi kronik ini terkait dengan hiperreaktivitas
saluran napas, pembatasan aliran udara, gejala respiratorik dan perjalanan penyakit
yang kronis. Episode ini biasanya terkait dengan obstruksi aliran udara dalam paru
yang reversibel baik secara spontan ataupun dengan pengobatan.l'3
Asma disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang
berpengaruh adalah riwayat keluarga dan atopi. Obesitas juga terkait dengan
peningkatan prevalensi asma. Beberapa pemicu serangan asma antara lain alergen,
infeksi virus pada saluran napas atas, olahraga dan hiperventilasi, udara dingin, polusi
udara (asap rokok, gas iritan), obat-obatan seperti penyekat beta dan aspirin, serta
stres.2
Pada asma, terdapat inflamasi mukosa saluran napas dari trakea sampai bronkiolus
terminal, namun predominan pada bronkus. Sel-sel inflamasi yang terlibat pada asma
antara lain sel mast, eosinofil, Iimfosit T sel dendritik, makrofag, dan netrofil. Sel-sel
struktural saluran napas yang terlibat antara lain sel epitel, sel otot polos, sel endotel,
fibroblas dan miofibroblas, serta sel saraf. Penyempitan saluran nafas terutama terjadi
akibat kontraksi otot polos saluran napas, edema saluran napas, penebalan saluran
napas akibat remodeling, serta hipersekresi mukus.2

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Asma dapat didiagnosis dari gejala yang dialami dan riwayat penyakit pasien

Anomnesisr-3
Episode berulang sesak napas, mengi, batuk, dan rasa berat di dada, terutama saat
malam dan dini hari. Riwayat munculnya gejala setelah terpapar alergen atau terkena
udara dingin atau setelah olahraga. Gejala membaik dengan obat asma, Riwayat asma
pada keluarga dan penyakit atopi dapat membantu diagnosis.
Pemeriksoon Fisikt-3
Temuan fisis paling sering adalah mengi pada auskultasi. Pada eksaserbasi berat,
mengi dapat tidak ditemukan namun pasien mengalami tanda lain seperti sianosis,
mengantuk, kesulitan berbicara, takikardi, dada hiperinflasi, penggunaan otot
pernapasan tambahan, dan retraksi interkostal.

Pemeriksoon Penunjongt'3
Spirometri (terutama pengukuran VEPl [volume ekspirasi paksa dalam 1 detik]
dan KVP [kapasitas vital paksa]) serta pengukuran APE (arus puncak ekspirasi) adalah
pemeriksaan yang penting,
. Spirometri: peningkatan VEPl >1,2o/o dan 200cc setelah pemberian bronkodilator
menandakan reversibilitas penyempitan jalan napas yang sesuai dengan
asma. Sebagian besar pasien asma tidak menunjukkan reversibilitas pada tiap
pemeriksaan sehingga dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan ulang.
. Pengukuran APE Idealnya dibandingkan dengan nilai terbaik APE pasien sendiri
sebelumnya, dengan menggunakan alat peak flow meter sendiri, Peningkatan
60 L/menit (atal >20o/o dari APE prebronkodilator) setelah pemberian inhalasi
bronkodilator atau variasi diurnal APE lebih dari 20o/o flebih dari 10% dengan
pemeriksaan dua kali sehari) mendukung diagnosis asma.
Pemeriksaan IgE serum total dan IgE spesifik terhadap alergen hirup
lradioallergosorbent fest IRASTJ] dapat dilakukan pada beberapa pasien. Foto toraks
dan uji tusuk kulit (skin prick rest/SPT) dapat membantu walaupun tidak menegakkan
diagnosis asma. Selain itu, dapat pula dilakukan uji bronkodilator atas indikasi, tes
provokasi bronkus atas indikasi, dan analisis gas darah atas indikasi.

KLASIF!KASI ASMA BERDASARKAN TINGKAT KONTROT

Tobel l. Klosifikosi osmo berdosorkon lingkol konlrol osmo3

Fungsi poru (APE otou


vEPr)

6
DIAGNOSIS BANDING
Sindrom hiperventilasi dan serangan panik, obstruksi saluran napas atas dan
terhirupnya benda asing, disfungsi pita suara, penyakit paru obstruktifkronik (PPOK),
penyakit paru parenkim difus, gagal jantung

IAIATAKSANA

Nonformokologis2
Menghindari paparan terhadap alergen dan penggunaan obat yang menjadi pemicu
asma, penurunan berat badan pada pasien yang obese.

Formokologis
Tahap-tahap tatalaksana untuk mencapai kontrol3:
1. Obat penghilang sesak sesuai kebutuhan
Menggunakan agonis-p2 inhalasi keria cepat. Alternatifnya adalah antikolinergik
inhalasi, agonis-B2 oral kerja singkat dan teofilin kerja singkat.
2. Obat penghilang sesak ditambah satu obat pengendali
Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali kortikosteroid
inhalasi dosis rendah [budesonid 200-400 Fg atau ekivalennya). Alternatif obat
pengendali adalah leukotriene mo difier teofilin lepas-lambat, kromoli n.
3. Obat penghilang sesak ditambah satu atau dua obat pengendali
Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali kombinasi
kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan agonis-p2 inhalasi keria-
paniang (LABA). Alternatif pengendali adalah kortikosteroid inhalasi dosis sedang
fbudesonide 400-800 pg atau ekivalennyal atau kombinasi kortikosteroid inhalasi
dosis rendah dengan leukotriene modifier atau kombinasi kortikosteroid inhalasi
dosis rendah dengan teofilin lepas-lambat.
4. Obat penghilang sesak ditambah dua atau lebih obat pengendali
Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali kombinasi
kortikosteroid inhalasi dosis sedang/tinggi [budesonide 800-1600 pg atau
ekivalennya) dengan LABA. Alternatif pengendaliadalah kombinasi kortikosteroid
inhalasi dosis sedang/tinggi dengan leukotriene modifier atau kombinasi
kortikosteroid inhalasi dosis sedang/tinggi dengan teofilin lepas-lambat.
5. Obat penghilang sesak ditambah pilihan pengendalitambahan
Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali tahap 4 ditambah
kortikosteroid oral. Alternatifnya adalah ditambah terapi anti-lgE
Tinqkat kontrol e Tatalaksana
Terkontrol e pertahankan dan lakukan penurunan tahap
a secara perlahan sampai ditemukan tahap
o
) paling rendah yang masih dapat mengontrol

Terkontrol sebagian pertimbangkan peningkatan tahap sampai


q terkontrol
,
@
Belum terkontrol o
o peninqkatan tahap sampai asma terkontrol
J
Eksaserbasi
Tata laksana sebaqai eksaserbasi

diturunkan ditingkatkan
TAHAP PENGOBATAN

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5


Edukasi asma, pengendalian lingkungan
(ika peningkatan tahap dipertimbangkan untuk mengendalikan asma yang tidak terkontrol, pertama-
tama periksa cara pemakaian inhaler, periksa adherens, dan konfirmasi apakah gejala benar
disebabkan oleh asma)
agonis-p2 kerja agonis-B2 kerja cepat sesuai kebutuhan
cepat sesuai
kebutuhan
Pilihan obat Pilih satu Pilih satu Selain terapi Selain terapi
pengendali* pada tahap 3, pada tahap 4,
pilih satu atau tambahkan
lebih dari terapi salah satu dari
berikut terapi berikut
kortikosteroid kortikosteroid kortikosteroid
inhalasi dosis inhalasi dosis oral (dosis
rendah sedang/ tinggi terendah)

a-

leukolriene kortikosteroid leukotriene terapi anti-lgE


modifier-. inhalasi dosis modifier
sedang atau
tinggi
teofilin lepas-
kortikosteroid lambat
inhalasi dosis
rendah
ditambah
leukotriene
modifier
kortikosteroid
inhalasi dosis
rendah
ditambah teofilin
lepas-lambat
-Kotak yang
diarsir merupakan terapi yang direkomendasikan berdasarkan data rerata kelompok Harus
dipertimbangkan kebutuhan dan kondisi pasien
**antagonis reseptor
atau inhibitor sintesis

Gombor 'l . Pendekolon tololoksono osmo berdosorkon lingkot konlrol3

8
Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap penatalaksanaannya sebagai berikut:3
1. Oksigen ftarget saturasi oksigen 95%]
2. Menggunakan agonis-p2 inhalasi kerja cepat dengan dosis adekuat (pemberian
tiap 20 menit selama satu jam pertama, selanjutnya setiap jam)
3. Dapat juga menggunakan kombinasi ipratropium bromida dengan agonis-p2
inhalasi kerja cepat.
4. Kortikosteroid oral dengan dosis 0,5-1 mg prednisolon/kg atau ekivalen dalam
periode 24 jam.
5. Metilsantin tidak dianjurkan. Namun teofilin dapat digunakan jika agonis-p2
inhalasi tidak tersedia.
6. Dapat menggunakan2 g magnesium sulfat IV pada pasien dengan eksaserbasi
berat yang tidak respons dengan bronkodilator dan kortikosteroid sistemik
7. Antibiotika bila ada infeksi sekunder
B. Pasien diobservasi 1-2 jam kemudian. Jika respons baik dan tetap baik 60 menit sesudah
pemberian agonis-p2 terakhir tidak ada distres pernapasan, APE >70%, saturasi oksigen
>90o/o, pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan [3-5 hari): inhalasi agonis-p2
diteruskan, steroid oral dipertimbangkan, penyuluhan dan pengobatan lanjutan,
antibiotika diberikan bila ada indikasi, perjanjian kontrol berobat.
9. Bila setelah observasi 1-2 jam respons kurang baik atau pasien termasuk golongan
risiko tinggi, gejala dan tanda tetap ada, APE <600/o dan tidak ada perbaikan saturasi
oksigen, pasien harus dirawat.
10. Bila setelah observasi L-2 jam tidak ada perbaikan atau pasien termasuk golongan
risiko tinggi, gejala bertambah berat, APE <30o/o,PCOZ >45 mmHg, PO2 <60 mmHg,
pasien harus dirawat di unit perawatan intensif.

Tobel 4. Derojol keporohon eksoserbosi osmo3

Sesok nopos
KOMPTIKASI
Penyakit paru obstruktifkronik (PPOK), gagal jantung. Pada keadaan eksaserbasi
akut dapat terjadi gagal napas dan pneumotoraks.

PROGNOSIS
Keadaan yang berkaitan dengan prognosis yang kurang baik antara lain asma
tidak terkontrol secara klinis, eksaserbasi sering terjadi dalam satu tahun terakhiC
menjalani perawatan kritis karena asma, VEPl yang rendah, paparan terhadap asap
rokok, pengobatan dosis tinggi.2

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Alergi-lmunologi, Divisi Pulmonologi - Departemen
Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKATT
. RS pendidikan ICU/Medical High Care
. RS non pendidikan ICU
REFERENSI
l. Sundoru H, Sukomto. Asmo bronkiol. Dolom:Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti
S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto: InternoPublishing, 2009 1,.404-14

2. Bornes PJ. Asthmo. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J,
penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies, 2012.
h.2102-15
3. Globol initiotive for osthmo. Globol strotegy for osthmo monogement ond prevention. 20l )

il
ACQU'RED I MMUNOD EFICIENCY
SyNDROME (A|DS)

PENGERTIAN
AIDS adalah infeksi yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus yang
menyebabkan suatu spektrum penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh
yang meliputi infeksi primer, dengan atau tanpa sindrom akut, stadium asimtomatik,
hingga stadium lanjutJ.l 2

Stadium AIDS menurut WHO yaitu:2


. Stadium 1: asimtomatik, limfadenopati generalisata
. Stadium 2
- Beratbadan turun kurangdari l0o/o
- Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur
kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis)
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
- Infeksi saluran napas atas rekuren
. Stadium 3
- Berat badan turun lebih dari 700/o
- Diare yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan
- Demam berkepanjangan (intermiten atau konstan) kurang dari 1 bulan
- Kandidiasis oral
- Oral hairy leucoplakia
- Tuberkulosis paru
- Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositisJ
. Stadium 4
- HIV wasting syndrome
- Pneumonia Pneumocystis carinii
- Toksoplasmosisserebral
- Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan
- Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening
(misalnya retinitis CMV)
Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1. bulanJ atau viseral
Prog re s siv e multifo cal leuco encephal op athy
Mikosis endemik diseminata
Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus
Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru
Septikemia salmonela non-tifosa
Tuberkulosis ekstrapulmonar
Limfoma
Sarkoma kaposi
Ensefalopati HIV

DIAGNOSISI.4

Anomnesis
. Kemungkinan sumber infeksi HIV
. Gejala dan keluhan pasien saat ini, termasuk untuk mencari adanya infeksi
oportunistik, antara lain demam, batuk, sakit kepala, diare
. Riwayat penyakit sebelumnya, diagnosis dan pengobatan yang diterima termasuk
infeksi oportunistik
. Riwayat penyakit dan pengobatan tuberkulosis [TBJ termasuk kemungkinan
kontak dengan TB sebelumnya
. Riwayat kemungkinan infeksi menular seksual (IMSJ
. Riwayat dan kemungkinan adanya kehamilan
. Riwayat penggunaan terapi anti retroviral (Anti Retroviral Therapy [ART)) termasuk
riwayat regimen untuk PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission)
sebelumnya
. Riwayat pengobatan dan penggunaan kontrasepsi oral pada perempuan
. Kebiasaan sehari-hari dan riwayat perilaku seksual
. Kebiasaan merokok
. Riwayat alergi
. Riwayat vaksinasi
. Riwayat penggunaan NAPZA suntik

Pemeriksoon Fisik
Pemeriksaan Fisik meliputi tanda-tanda vital, berat badan, tanda-tanda yang
mengarah kepada infeksi oportunistik sesuai dengan stadium klinis HIV seperti yang
terdapat pada tabel di bawah ini. Pemeriksaan fisik juga bertujuan untuk mencari
faktor risiko penularan HIV dan AIDS seperti needle track pada pengguna NAPZA
suntik, dan tanda-tanda IMS.

Pemeriksoon Penunjong
. Pemeriksaan penyaring'. enzyme immunoassay (EIA) atau rapid tests (aglutinasi,
immunoblot) dengan tiga metode yang berbeda
. Pemeriksaan konfirmasi: metode Western BIot (WBJ bila diperlukan
. Pemeriksaan Darah lainnya
- DPL dengan hitung jenis
- Total lymphocye count (TLC) atau hitung limfosit total: [% limfosit x jumlah
Leukosit] (dengan catatan jumlah leukosit dalam batas normal)
- Hitung CD4 absolut
- Pemeriksaan HIV RNA yrral load dengan polymerase chain reaction

Pemeriksoon HIV seboiknyo ditoworkon podo:


. Ibu hamil
. Pasien tuberkulosis
. Pasien yang menunjukkan gejala infeksi oportunistik
. Kelompok berisiko fpengguna narkoba suntik, pekerja seks komersial (PSK), Lelaki
seks dengan lelaki (LSL)
. Pasangan atau anak dari orang yang terinfeksi HIV
. Infeksi menular secara seksual (lMS)

Konseling untuk tes onti-HlV dopot dilokukon dengon coro:


l. Voluntary Counseling and Testing (VCT)/Konseling dan Tes Sukarela [KTS)
Konseling yang dilakukan atas dasar permintaan dan atau kesadaran seorang klien
untuk mengetahui faktor risiko dan status HIV-nya.
2. Provider-initiated Testing and Counseling (PITC)/Konseling dan Tes Atas Inisiasi
Petugas (KTIP)
Konseling yang dilakukan atas dasar inisias i tenaga kesehatan, terutama berdasarkan
hasil pemeriksaan fisik yang dicurigai berhubungan dengan infeksi HIV.

DIAGNOSIS BANDINGI,2
Penyakit imunodefisiensi primer
Pemeriksoon Lonjutonl'a
. Serologi Hepatitis B dan Hepatitis C

. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik


'),. Tuberkulosis
a. Pemeriksaan BTA sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) dan atau foto toraks
b. Diagnosis definitif dengan kultur BTA, tetapi hal ini membutuhkan waktu
yang lama
2. Diare: pemeriksaan analisis feses
3. Infeksi otak: ensefalitits toksoplasma, meningoensefalitis tuberkulosis, atau
kriptokokkus. Diagnosis dan tata laksana bekerja sama dengan Departemen
Neurologi.

IAIALAKSANA'-4
. Konseling
. Suportif
. Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik
. Profilaksiskotrimoksasol:
. Profilaksis kotrimoksasol diberikan sebagai pencegahan terhadap pneumonia
Pneumocystis jirovecii dan infeksi toxoplasmosis pada pasien dengan CD4 kurang
dari 200 sel/mm3 Profilaksis primer menggunakan kotrimoksasoldouble strength
IDS) 1 tablet/hari.
. Terapiantiretroviral (ART) dengan pemantauan efek samping dan adherens minum
obat. Pada tabel 1 dapat dilihat indikasi untuk memulai ART. Pada tabel 2 dapat
dilihat rekomendasi regimen lini pertama ART pada target populasi yang belum
pernah terapi ARV. Dosis ART dapat dilihat pada tabel 3,

Tobel l. lndikosi unluk memuloi ART

Simlomolik

ldolom 8 minggu)
Hepolllis B CD4 beropopun
lbu homll WHO siodium opopun CD4 beropopun

t5
Tobel 2. Obot ARV yong digunokon2'a
Nomo Generik Golongon Formulosi
l. Zidovudin(ZDV) NRTI Toblet: 300 mg/dosis, 2xlhori
300 mg

2. Lomivudin (3TC) NRTI Toblet: 150 mg/dosis.2xlhori


150 mg
3. Kombinosi letop NRT Toblet: I toblet/dosis, 2xlhorl
ZDV + 3TC 300 mg ZDV
plus 150 mg 3TC
4 Neviropin (NVP) NNRTI Toblet: duo minggu pertomo sekoli sehori.
200 mg Selonjutnyo duo koli sehori.
E
Efovirenz (EFV) NNRTI 600 mg 33 - < 40 kg: 400 mg sekoli sehori
Dosis moksimol:
> 40 kg: 500 mg sekoli sehori
6. Stovudln (d4I) NRTI Toblet: 30 mg 30 mg/dosis, 2xlhori
7. Abocovh (ABC) NRTI Toblet:300 mg 300 mg/dosis, 2xlhori,

8. Tenofovir NRTI Toblet:300 mg Diberikon setiop 24.iom


disoproxll fumorol lnteroksi obot dengon didonosine
(rDF) (ddl), tidok logi dipodukon
dengon ddl
Tenofovir + NRT Toblet: 200 mg/ 300 I ioblei/dosis, lx/hori
Emtricitobin mg
Lini keduo
L topinovir/rilonovir Inhibitor Toblet tohon suhu 400 mg/100 mg setiop 12 jom-
(tPV/r) proteose ponos, 200m9 untuk posien noive
loPinovir + 50 mg
ritonovrr
2. TDF NRTI Toblet: 300 mg Diberikon setiop 24 jom
lnieroksi obot dengon ddl, tidok
logi dipodukon dengon ddl
kelerongon:
NRTI=nuc/eoside reyerse tronscriplose inhibitor
NNRTI=nonnuc/eoside reverse fronscriplose inhibitor

Pada ODHA yang mengalami resistensi pada lini pertama maka kombinasi obat
yang digunakan adalah :

ITDF atau ZDV) + 3TC atau FTC+(LPV/RTV)

Apabila pada lini pertama menggunakan d4T atau AZT maka gunakan TDF + (3TC
atau FTC) sebagai dasar NRTI pada regimen lini kedua. Apabila pada lini pertama
menggunakan TDF maka gunakan AZT + 3TC sebagai dasar NRTI pada regimen lini
kedua.

16
Tobel 3. Rekomendosi regimen lini perlomo podo lorgel populosi yong belum pernoh leropi ARVI-s

Kelerongon: ZDV: zidovudinej TDF='tenofovir; 3TC: lomivudine; FTC: emtricitobinej EFV: efovirenz; NVP: neviropine
Bilo posien memiliki Hb<9 moko regimen yong digunokon odoloh TDF+3TC Jiko TDF belum lersedio, d4T (stovudine)+3TC selomo
6-l 2 bulon kemudion regimen digonli menjodi AZT+3TC otou TDF+3TC

Bila terdapat indikasi memulai ART dilakukan pemeriksaan penunjang yang sesuai
dengan ART yang diberikan untuk mengetahui ada tidaknya kontraindikasi.
. ZDY : pemeriksaan kadar hemoglobin
. NVP : pemeriksaan SGPT
. TD : pemeriksaan fungsi ginjal (kreatinin darah)
. LPV /r : pemeriksaan profil lipid dan kadar gula darah puasa
. Bagi perempuan usia subur yang akan mendapat efavirenz dilakukan tes kehamilan
sebelum mendapat ARV.
Tobel 4. Rekomendosi pemeriksoon loborolorium unluk memonilor leropi ARV (modifikosi Depkes)s

Podo
Tobel 5. Krilerio Gogol Teropi

Tobel 6. Efek Somping ARV don Subsilusinyor,'z

di UN on
n U

Tobel 7. Jodwol voksin podo posien HIV dewoso

B jiko

19
R= rekomendosi; RS = rekomendosi podo orong tertentu: CS = dipertimbongkon podo orong tertentu

KOMP[IKASI
Infeksi oportunistik, kanker terkait HIV dan manifestasi HIV pada organ lain.1-a

PROGNOS!S
Pemberian terapi ARV kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dapat menurunkan
penyebaran virus Human Immunodefficiency /irus (HIV) hingga 92Vo.1-4

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Alergi Imunologi
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS Pendidikan Semua Sub Bagian di Lingkungan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam
a RS non pendidikan

REFERENS!
l. Fouci AS, Lone HC. Humon lmmunodeflciency Virus: AIDS ond reloted disorders. In: Fouci A,
Brounwold E, Kosper D. Horrison's Principles of lnternol Medicine. lTth ed. New York: McGrow-
Hill; 2009: I l38-1204
2. HlV. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S. Buku Ajor llmu Penyokit
Dolom. Jokorto: lnterno Publishing; 2009.p. 2130-32.
3 Deportemen Kesehoton Rl. Toio Loksono HIV/AIDS. 2012
4. World Heolth Orgonizotion. Antiretrovirol iheropy for hiv infection in odults ond odolescent. 20lO
revision. [Updote 20lO; cited 2011 Mor 1l] Avoiloble from http://www.who.ini
5. Antiretrovirol Drugs for Treoting Pregnont Women ond Preventing HIV Infections in Infonts:
Guidelines on core, treotment ond support for women living with HIV/AIDS ond their children in
resource-constroined settings. World Heolth Orgonizotion. Switzerlond. 2004
6. Centers for Diseose Control ond Prevention. Recommended Adult lmmunizotion Schedule. United
Stotes. 2012. Diunduh dori http://www.cdc.gov/voccines/recs/schedules/downloods/odult/
odult-schedule.pdf podo tonggol 2 Mei 2012
RENJAT N AFILAKS S

PENGERTIAN
Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang beronset cepat, sistemik, dan
mengancam nyawa. lika reaksi tersebut hebat dapat menimbulkan syok yang disebut
syok anafilaktik. Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat dan tepat. Untuk
itu diperlukan pengetahuan serta keterampilan dalam pengelolaan syok anafilaktik.
Insidens syok anafilaktik 40-60 persen adalah akibat gigitan serangga, 20-40
persen akibat zat kontras radiografi, dan 10-20 persen akibat pemberian obat
penisilin. Belum ada data yang akurat dalam insiden dan prevalensi terjadinya syok
anafilaktik di Indonesia. Anafilaksis yang fatal hanya kira-kira 4 kasus kematian dari
10 juta masyarakat pertahun. Penisilin merupakan penyebab kematian 100 dari 500
kematian akibat reaksi anafilaksis.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Menegakkan diagnosis penyakit alergi diawali dengan anamnesis yang teliti.
Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilakis berbeda-beda gradasinya sesuai
dengan tingkat sensitivitas seseorang, namun pada tingkat yang berat berupa syok
anafilaktik, gejala yang menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi.
Kedua gangguan tersebut dapat timbul bersamaan atau berurutan yang kronologisnya
sangat bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa jam. Pada dasarnya, makin
cepat reaksi timbul makin berat keadaan penderita.
Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja
yang kemudian segera diikuti dengan sesak napas.
Gejala pada kulit merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan pada
reaksi anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat penting
untuk diperhatikan sebab ini mungkin merupakan gejala prodromal untuk timbulnya
gejala yang lebih berat berupa gangguan napas dan gangguan sirkulasi. Oleh karena itu
setiap gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan harus diwaspadai untuk kemungkinan
timbulnya gejala yang lebih berat. Manifestasi dari gangguan gastrointestinal berupa
perut kram, mual, muntah sampai diare yang juga dapat merupakan gejala prodromal
untuk timbulnya gejala gangguan napas dan sirkulasi.

Foktor Risiko
Faktor risiko terjadinya anafilaksis antara Iain usia, jenis kelamin, rute pajanan,
maupun riwayat atopi. Anafilaksis lebih sering terjadi pada wanita dewasa [60%) yang
umumnya terjadi pada usia kurang dari 39 tahun. Pada anak-anak usia di bawah 15
tahun, anafilaksis lebih sering terjadi pada laki-laki. Rute pajanan paraenteral biasanya
menimbulkan reaksi yang lebih berat dibanding oral.

Pemeriksoon Fisik
Pasien tampak sesak, frekuensi napas meningkat, sianosis karena edema laring
dan bronkospasme. Hrpotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok anafilaktik.
Adanya takikardia, edema periorbital, mata berairl hiperemi konjungtiva. Tanda
prodromal pada kulit berupa urtikaria dan eritema.

Pemeriksoon Penunjong
Pemeriksaan laboratorium hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat,
demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal.
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit kulit(skin pricktest/SPT) untuk mencari
faktor pencetus yang disebabkan oleh alergen hirup dan makanan dapat dilakukan
setelah pasiennya sehat.

Penegokon Diognoslis
Diagnosis Klinis
Untuk membantu menegakkan diagnosis maka World Allergy Organization telah
membuat beberapa kriteria di mana reaksi anafilaktik dinyatakan sangat mungkin
bila [Simons et a[. 20LL):
7. Onset gejala akut (beberapa menit hingga beberapa jam) yang melibatkan kulit, jaringan
mukosa, atau keduanya [misal: urtikaria generalisata, pruritus dengan kemerahan,
pembengkakan bibir/lidah/uvula) dan sedikitnya salah satu dari tanda berikut ini:
a. Gangguan respirasi (misal: sesak nafas, wheezing akibat bronkospasme, stridot
penurunan arus puncak ekspirasi/APE, hipoksemia)
b. Penurunan tekanan darah atau gejalayangberkaitan dengan kegagalan organ
target [misal: hipotonia, kolaps vaskular, sinkop, inkontinensia).
3. Atau, dua atau lebih tanda berikut yang muncul segera [beberapa menit hingga
beberapa jam) setelah terpapar alergen yang mungkin (likely allergen),yaitu'.
a. Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit
b. Gangguan respirasi
c. Penurunan tekanan darah atau gejalayangberkaitan dengan kegagalan organ
target
d. Gejala gastrointestinal yang persisten (misal: nyeri kram abdomen, muntah)
5. Atau, penurunan tekanan darah segera [beberapa menit atau lam) setelah terpapar
alergen yang telah diketahui (known allergen), sesuai kriteria berikut:
a. Bayi dan anak : Tekanan darah sistolik rendah (menurut umur) atau
terjadi penurunan >30o/o dari tekanan darah sistolik semula
b. Dewasa : Tekanan darah sistolik <90 mmHg atau terjadi penurunan
c. >30o/o dari tekanan darah sistolik semula.

DIAGNOSIS BANDING
l. Beberapa kelainan menyerupai anafilaksis
a. Serangan asma akut
b. Sinkop
c. Gangguan cemas/serangan panik
d. Urtikaria akut generalisata
e. Aspirasi benda asing
f. Kelainan kardiovaskuler akut (infark miokard, emboli paru)
g. Kelainan neurologis akut [kejang, strok)
2. Sindrom/usft
a. Peri-menopause
b. Sindrom karsinoid
c. Epilepsi otonomik
d. Karsinoma tiroid meduler
3. Sindrompasca-prandial
a. Scombroidosis, yaitu keracunan histamin dari ikan, misalnya tuna, yang
disimpan pada suhu tinggi.
b. Sindrom alergi makanan berpolen, umumnya buah atau sayur yang mengandung
protein tanaman yang telah bereaksi silang dengan alergen di udara
c. Monosodium glutamat atau Chinese restaurant syndrome
d. Sulfit
e. Keracunan makanan
4. Syok jenis lain
a. Hipovolemik
b. Kardiogenik
c. Distributif
d. Septik
5. Kelainannon-organik
a. Disfungsi pita suara
b. hiperventilasi
c. Episodepsikosomatis
6. Peningkatan histamin endogen
a. Mastositosis/kelainan klonal sel mast
b. Leukemia basofilik
7. Lainnya
a. Angioedema non-alergik, misal: angioedema herediter tipe I, II, atau III,
angi oedema terkait .4CE- inhib itor)
b. Systemic capillary leak syndrome
c. Red man syndrome akibat vancomycm
d. Respon paradoksikal pada feokromositoma

TATA[AKSANA
1. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat fdiganjal
dengan kursiJ akan membantu menaikkan yenous return sehingga tekanan darah
ikut meningkat.
2. Pemberian Oksigen 3-5 liter/menit harus dilakukan, pada keadaan yang amat
ekstrim tindakan t29
3. rakeostomi atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
4. Pemasangan infus, Cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan utama
guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak
tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan pengganti.
Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali
optimal dan stabil.
5. Adrenalin 0,3-0,5 ml dari larutan 1:L000 diberikan secara intramuskuler yang
dapat diulangi 5-10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama
kerja adrenalin cukup singkat. jika respon pemberian secara intramuskuler kurang
efektif,, dapat diberi secara intravenous setelah 0,7-0,2 ml adrenalin dilarutkan
dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian
Pefrimpuncn Dokter spelo is Psyol

subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik karena efeknya lambat bahkan
mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak
terjadi.
6. Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum
hilang dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan
selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila
dianggap perlu.
7. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua
obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, dapat diberikan
setelah gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa
serum sickness atat prolonged effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah
difenhidramin HCI 5-20 mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan
deksametason 5-10 mg IV atau hidrokortison 100-250 mg IV.
B. Resusitasi Kardio Pulmoner [RKP), seandainya terjadi henti jantung (cardiac
arrest) maka prosedur resusitasi kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai
dengan falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan terjadinya henti
jantung pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya ditiap ruang
praktek seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus
dan cairannya juga perangkat resusitasi (Resuscitation kit) untuk memudahkan
tindakan secepatnya.
9. Penatalaksanaan reaksi anafilaksis
HINDARKAN / HENIIKAN poporon olergen yong diketohui / dicurigoi !

NltAl CAB - MSW dengon segero don secepot mungkin L

Circulotion, Aitwoy. Bteothing. Menro, Sfolus, Skin, Bocty Weight

simultan

I
CARI BANIUAN ! EPINEFRIN ! EtEVASt I
Hubungi I 1B (ombu ons) Segero injeksikon Epinefrin lM podo Telentongkon posien dengon lungkol
otou RS terdekot mid onteroloteroi poho bowoh dielevosi Posisi pemulihon bilo
Dosis 0,01 mg/kgBB (sedioon ompul terjodi distres oiou posien muntoh
lmg/ml); moksimol podo dewoso 0,5 JANGAN BIARKAN PASIEN DUDUK
mg, moksimol podo onok 0,3 mg ATAU BERDIRII

OBSERVASI !
Ulongi Epinefrin 5 - l5 menit kemudlon
bilo belum odo perboikon

OKSIGEN ! INTRAVENA ! RJP !

o odo indikosi. beri


Bi Posong infus (dengon jorum ukuron I 4 - I 6 Di setiop soot, opobilo perlu, lokukon
Oksigen 6-8 liter / menil gouge) Bl o syok, berikon NoCl 0,9% I 2 Resusitosi Jonlung Poru (RJP) dengon
dengon sungkup muko otou liter secoro cepol (podo 5 - l0 menil kompresi iontung yong kontiniu (Dewoso:
oro pharyngeal aiway pertomo, dopot diberikon 5 - l0 ml/kgBB 100- 120 x/menit, kedolomon 5 - 6 cm
(oPA) untuk dewoso don I 0 ml/kgBB unluk onok) Anok: 100 x/menit, kedolomon 4 - 5 cm)

MONITOR !
Niloi don cotol TANDA VIIAL, STATUS -
MENTAL. don OKSIGENASI setiop 5 l5 menlt sesuol kondisi posien
Observosi I - 3 x 24 jom oiou rujuk ke RS terdekot
Untuk kosus ringon, obseryosi cukup dilokukon selomc 6 jom

TERAPI IAMBAHAN
Kortikosteroid untuk semuo kosus berot, berulong, don posien dengon osmo
o Methyl predniso one 125 - 250 mg lV
o Dexomethosone 20 mg lV
o Hydrocodisone 100-500 mg lV pelon
lnholosi shorl aclmg P2-agonisl podo bronkosposme berot
Vosopressor lV
Antihislomin lV
Bilo keodoon stobil, dopot muloi diberikon korlikosteroid don onilhistomin PO
selomo3x24jom

(Slmons et ol 201 l)

Gombor l. Algorilmo Penongonon Reoksi Anofiloktik

27
Rencono Tindok Lonjut
Mencari penyebab reaksi anafilaktik dan mencatatnya di rekam medis serta
memberitahukan kepada pasien dan keluarga untuk menghindari alergen penyebab
agar tidak terjadi reaksi anafilaktik lagi.

Konseling don Edukosi


Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan apapun bentuknya terutama
obat-obat yang telah dilaporkan bersifat antigen [serum, penisillin, anestesi lokal, dll)
harus selalu waspada untuktimbulnya reaksi anafilaktik. Penderita yang tergolong risiko
tinggi [ada riwayat asma, rinitis, eksim, atau penyakit-penyakit alergi lainnyal harus lebih
diwaspadai lagi. Jangan mencoba menyuntikkan obat yang sama bila sebelumnya pernah
ada riwayat alergi betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti dengan preparat lain yang
lebih aman.

Krilerio Rujukon
Kegawatan pasien ditangani, apabila dengan penanganan yang dilakukan tidak
terdapat perbaikan, pasien dirujuk ke layanan sekunder.

KOMPTIKASI
Kerusakan otak, koma, kematian.

PROGNOSIS
Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnosa dan
pengelolaannya karena itu umumnya adalah dubia ad bonam.

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Alergi-lmunologi Klinik - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UN!I TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan
REFERENSI
I . Simons FER, et.ol. 2012 Updote: World Allergy Orgonizotion Guidelines for the ossessment ond
monogement of onophyloxis. Curr Opin Allergy Clin lmmunol 2012; 12:389-99
2. Simons FER, et.ol. World Allergy Orgonizotion Guidelines for the Assessment ond Monogement
of Anophyloxis. WAO Journol 2011; 4:13-37
3. Borotowidjojo KG, Renggonis l. Reoksi Anofiloksis don Anoflloktoid. Dolom: Alergi Dosor. Jokorto:
lnterno Publishing. 2009. Hol. 67-94. .
I'RT KA IA

PENGERTIAN
Urtikaria adalah suatu kelainan yang terbatas pada superfisial dermis berupa
bentol (wheat) yang terasa gatal, berbatas jelas, dikelilingi daerah eritematous, tampak
kepucatan di bagian tengahnya, bersifat sementara, gejala puncaknya selama 3-6 jam
dan menghilang dalam 24 jam,lesi Iama berangsur hilang sejalan dengan munculnya Iesi
baru, serta dapat terjadi di manapun pada permukaan kulit di seluruh tubuh, terutama
ekstremitas dan wajah. Episode urtikaria yang berlangsung kurang dari 6 minggu disebut
urtikaria akut, sedangkan yang menetap lebih dari 6 minggu disebut urtikaria kronik.l'a

Klosifikosi2
L. lgE-dependenf: Sensitifitas terhadap alergen seperti tungau debu rumah, serbuk
sari, makanan, obat, jamur udara, bulu binatang peliharaan, venom Hymenoptera)
2. Fisik: dermografisme, dingin, cahaya, kolinergik, getaran, berhubungan dengan
olahraga
3. Autoimun
4. Perantaraan bradikinin
a. Angioedema herediteq, defisiensi inhibitor C1,: null ftipe 1J dan disfungsional
(tipe 2)
b. Angioedema didapat: defisiensi inhibitor C1: anti idiotipe dan anti-C1 inhibitor
c. Ang ioten sin- co nv ertin g nzyme (ACE) inhib itor
e

5. Perantaraankomplemen
a. Vaskulitis nekrotikans
b. Serum-sickness
c. Reaksi produk darah
6. Non imunologis
a. Zat pelepas langsung sel mast [opiat, antibiotik, kurare, D-tubocurarin, media
radiokontras)
b. Zat pengubah metabolisme asam arakidonat [aspirin, NSAID, azo-dyes, benzoat)
7. Idiopatik
PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesisr-6
. Onset dan lamanya keluhan, apakah sudah pernah berulang atau baru pertama kali
. Faktor pencetus; misalnya zat farmakologis [seperti antibiotik, analgetik,
antikonvulsan, cairan infus, imunisasiJ, makanan tertentu, bahan pengawet, bahan
kimia [contact urticaria), rangsang tekanan (pressure urticaria) atau rangsang
fisik (physrcal urticaria) seperti paparan dingin, air (aquagenic urticqria), cahaya
(solar urticaria), dan trauma ringan.
. Faktor yang memperberat: seperti stres, temperatur panas, alkohol.
. Riwayat infeksi terutama karena virus (infeksi saluran napas atas, hepatitis, rubela)

Pemeriksoon Fisik''6
. Bentuk, distribusi, dan aktivitas lesi urtikaria pada kulit
. Adakah angioedema pada profunda dermis dan jaringan subkutan, keterlibatan
mukosa atau submukosa, mema4 keterlibatan jaringan ikat, dan edema kulit yang luas
. Kemungkinan kelainan sistemik atau metabolik, seperti gangguan tiroid, ikterus,
artritis
. Urtikariayang ditemukan di tungkai saja dan tidak hilang dalam 24 jam dicurigai
adanya urtikaria vaskulitis.

Pemeriksoon Penunjong t-6

. Pemeriksaan dasar: darah perifer lengkap, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal
. Tes Alergi
. IgE Atopi

DIAGNOSIS BAND!NG
Mastositosis [urtikaria pigmentosa), mastositosis sistemik, vaskulitis kulit
(cutaneous vasculitis), Episodic Angioedema Associated with Eosinophilia IEAAE),
angioedema herediter; urtikaria papular; dermatitis atopik, eritema ultiformis,
pemfigoid bulosa.1,2,3

TATATAKSANA
. Paliatil edukasi untuk mengurangi gejala, menghindari pencetus
. Urtikaria akut akan sembuh sendiri dan memberikan respons yang baik dengan
pemberian antihistamin generasi pertama.s

30
a Medikamentosa:1
Lini 1 : Antihistamin generasi pertama (klorfeniramin, hidroksizin, difenhidramin),
antihistamin generasi kedua (setirizin, loratadinJ, antagonis H2 fsimetidin,
ranitidin) per oral
Lini 2 : Kortikosteroid per oral jangka panjang, pada beberapa kasus yang berat,
kalau perlu dilakukan biopsi bila dicurigai adanya vaskulitis untuk klasifikasi
histopatologis. Bila disertai angioedema yang berat, injeksi adrenalin
intramuskular dapat diberikan.

KOMPTIKASI
. Sumbatan jalan napas akibat angioedema akut pada faring atau laring
. Gangguan tidur dan aktivitas sehari-hari

PROGNOSIS
Belum ada data pasti mengenai kasus urtikaria, tapi diperkirakan L5-23% individu
pernah mengalami urtikaria, dan sebagian besar menjadi kronik dan sering kambuh.
Pada25 %o kasus urtikaria seringkali disertai angioedema. Diperkirakan wanita dua
kali lebih sering mengidap urtikaria dari pada laki-laki.a

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Alergi-lmunologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Departemen Kulit dan Kelamin, Unit Perawatan Intensif
. RS nonpendidikan Bagian Kulit dan Kelamin, Unit Perawatan Intensif

REFERENSI
l. Boskoro A, Soegiorio G, Effendi C, Konthen PG. Urtikorio don Angioedemo. Dolom:Setioti S, Alwi
l, Sudoyo AW, Simodibroto M, Setiyohodi B, Syom AF, eds. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Edisi Vl
Jilid l. Jokorto: Interno Publishing; 2014. h495-503.
2. Sundoru Heru. Urtikorio. Dolom :Setioti Siti, et ol editor. Limo Puluh Mosoloh Kesehoton Di Bidong
llmu Penyokit Dolom. jilid l. Jokorto : Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI;
2008. h. 24s-s0
3. Borotowidjojo KG, Renggonis l. Urtikorio don Angioedemo dolom Alergi Dosor edisi ke-1 . Jokorto:
Pusot Penerbiton llmu Penyokit Dolom;2009. Hol 95-123.
4. Bernstein JA, et.ol. The diognosis ond monogemeni of ocute ond chronic urticorio: 2014 updote.
J Allergy Clinlmmunol. 2014:133(5):1270-7 .
5. Miynek A, et ol. How to ossess diseose octivity in potients with chronic urticorio? Allergy.
2008;63(6) :77 7-80.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed I 1 B4 451 92
6. Mothios SD,etol. Evoluoiing the minimolly importont difference of the urticorio octivity score
onother meosures of diseose octivity in potients with chronic idiopothic urticorio. Ann Allergy
Asthmo lmmunol 108 (2012) 20-24.hIIp: //morcus-mourer.info/ fileodmin/documents/ publicotions/
originol/ 1 2l _ Mothios _et _ol Evoluoting _UAS_CIU_AAAI_2O1 2.pdf

32
VAKSI AS PADA ORANG WASA

PENGERTIAN
Imunisasi adalah induksi yang bertujuan untuk membentuk suatu imunitas dengan
berbagai cara, baik secara aktif maupun pasif. Sebagai contoh imunisasi pasif adalah
pemberian imunoglobulin, sedangkan vaksinasi merupakan imunisasi aktif dengan
cara pemberian vaksin.l

JENIS VAKSIN

Tobel l. Jenis-jenis voksinr 2

Virus yong Polio


voricello,
Bokteri yong d
bocterium)
Virus yong teloh dimotikon virus/ Polio solk,
Sel bokteri yong dimotikon (kil/ed whole cell Pertusis, kolero, ontroks
bocleriom)
Toxoid Difteri, tetonus
Mole c ulor v occine: profein Acellulor periusis, subunit lnfluenzo, Hepolitis B,
HPV**

Moleculor voccine: Hoemophilus Vi tifoid,

Moleculor Hib,
conjugote
Combinotion voccine

Kelerongon:
.BCG Eocil/us Co/melle Gu6rin, voksin onlituberkulosis
=
**HPV Humon Popillamo virus
=

Beberapa vaksin dapat diberikan secara bersamaan pada satu waktu. Bila dua atau
lebih vaksin hidup diberikan secara terpisah, maka sebaiknya pemberian pertama dan
kedua berjarak lebih daripada 28 hari. Apabila pemberian vaksin hidup [MMR, MMRV
varicella zoster, yellow fever) dilakukan kurang daripada 28 hari, maka pemberian
vaksin hidup kedua perlu diulang untuk mencegah menurunnya efektivitas vaksin
hidup yang kedua. Namun terdapat pengecualian, misalnya pemberian vaksinyellow
fever dapat dilakukan kurang daripada 28 hari setelah pemberian vaksin campak.l'2
Memperpanjang interval pemberian vaksin tidak mengurangi efektivitas vaksin
sehingga dosis tidak perlu diulang atau ditambah. Sebaliknya, mempercepat interval
pemberian vaksin dapat mempengaruhi proteksi dan respons antibodi. Oleh karena
itu, vaksin tidak boleh diberikan lebih cepat daripada interval minimum, kecuali ada
dukungan data uji klinik. Selain itu, vaksin juga tidak boleh diberikan lebih cepat dari
usia minimum yang telah ditentukan, misalnya pada vaksinasi di sekolah yang perlu
diperhatikan adalah usia, bukan kelas siswa. fadi, bila usia siswa belum mencapai usia
yang diindikasikan pada pemberian vaksin, meski ia satu kelas dengan temannya, ia
tidak divaksin. Meski demikian, berdasarkan rekomendasi Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP), pemberian vaksin empat hari sebelum interval dari
usia minimum diperbolehkan.3

JADWAT IMUNISASI YANG DIREKOMENDASIKAN


Setiap orang dewasa yang ingin mendapatkan kekebalan terhadap penyakit infeksi
dapat dilakukan pencegahan dengan pemberian vaksinasi. fadwal Imunisasi Dewasa
telah direkomendasikan oleh PAPDI, dan dibawah ini dapat rekomendasi tahun 2014.
Tobel 2. Jodwol lmunisosi Dewoso yong Direkomendosikon oleh PAPDI Tohun 2014

lnfluenzo 1 dosis setiop iohun


(Td/rdop) lmunisosi primer diberlkon 3 dosis (bulon ke-O, 1 , 7-,13) selonjufnyo 1 dosis booster Td/Tdop diberikon setiop l0
tohun
2 dosis (bulon ke 0 & 4-8 minggu kemudion)

I dosis
I otou 2 dosis (jedo minimum 28 hori)

I dosis

I otou 2 dosis (pengulongon diberikon seteloh 5 tohun) I dosis

Hepotitis B
3 dosis (bulon ke-0, I & 6)

Hepotiiis A & B (kombinosi) 3 dosis (bulon ke-0, I & 6)


Demom Tifoid I dosis untuk 3 tohun
'l
Yellow Fever Wojib bilo okon ion ke tertentu dosis untuk 1O tohun
USIA TANJUI
Orang yang berusia di atas 60 tahun memiliki kekebalan tubuh yang menurun.
Produksi dan proliferasi limfosit T berkurang sesuai usia sehingga imunitas selular
dan produksi antibodi berkurang sehingga lebih mudah terserang penyakit.a Menurut
American Geriatrics Society, vaksinasi yang dianjurkan bagi individu > 65 tahun yaitu,
seperti tercantum pada tabel 3.

Tobel 3. Voksinosi yong dionjurkon podo usio lonjuls

Herpes Ioster
HAMIT
Pada wanita hamil terjadi perubahan pada tubuhnya termasuk sistem imun, Pada
kehamilan, sistem imun mengalami pergeseran dari imunitas selular menjadi imunitas
humoral sehingga wanita hamil rentan terkena infeksi.6
Rekomendasi vaksinasi untuk wanita hamil dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tobel 4. Rekomendosi voksin bogi wonilo homilr'2 6


PEMBERIAN VAKSIN PADA IMUNODEFISIENSI SEKUNDER
Imunodefisiensi sekunder merupakan bagian dari imunokompromais
(gangguan sistem imun). Infeksi sering menjadi penyebab kematian pada pasien
imunokompromais, karena itu vaksinasi dibutuhkan untuk mencegah risiko terkena
infeksi.T Dibawah ini terdapat rekomendasi pemberian vaksin pada pasien dengan
imunodefisiensi sekunder,

Tobel 5. Rekomendosi Pemberion Voksin podo lmunodefisiensi sekunderT

HIV/AIDS OPV*2

HAJI',8
Kementerian Kesehatan Kerajaan Arab Saudi, sejak tahun 2002 telah mewajibkan
negara-negara yang mengirimkan jemaah haji untuk memberikan vaksinasi
meningokok tetravalen (A/C/Y /W-13 5) sebagai syarat pokok pemberian visa haji dan
umroh, dalam upaya mencegah penularan meningitis meningokokus. Cara pemberian
vaksin berupa dosis tunggal 0,5 mL disuntikkan subkutan di daerah deltoid atau gluteal.
Respons antibodi terhadap vaksin dapat diperoleh setelah 1.0-1,+ hari dan dapat
bertahan selama 2-3 tahun. Vaksin diberikan pada jemaah haji minimal L0 hari sebelum
berangkat ke Arab Saudi dan bagi jemaah yang sudah divaksin sebelumnya fkurang
dari tiga tahun) tidak perlu vaksinasi ulang.
Di samping vaksin meningokok dianjurkan juga pemberian vaksin influenza dan
pneumokok mengingat lingkungan tempat tinggal yang berdesakkan dan usia jemaah
yang sebagian besar termasuk usia lanjut.

UNlT YANG MENANGANI


. RS pendidikan Alergi-lmunologi, Departemen Penyakit Dalam
: Divisi
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Bagian Penyakit Dalam
. RS non pendidikan Bagian Penyakit Dalam

38
REFERENSI
1. Winulyo EB. lmunisosi Dewoso. Dolom: Setioti S, Alwi l, Sudoyo AW, Simodibroto M, Setiyohodi B,
Syom AF (ed). Buku A.jor llmu Penyokit Dolom Jilid l. Edisi ke-6. Jokorto: Interno Publishing; 2014.
h.951-7 .

2. Yunihostuti E. Voksinosi podo Kelompok Khusus. Dolom:Setioti S, Alwi l, Sudoyo AW, Simodibroto
M, Setiyohodi B, Syom AF (ed.). Buku Aior llmu Penyokit Dolom Jilid l. Edisi ke-5..Jokorto: lnterno
Publishing; 201 4. h. 9 58-62.
3. Center for Diseose Control & Prevention. Recommended immunizotion schedule, United Stotes
Woshington DC: Center for Diseose Control & Prevention; 2014.
4. The Americon Geriotrics Society. A Pocket Guide To Common lmmunizotion for the Older Adults.
Centers for Diseose Control ond Prevention. USA, 2009.
5 Wohyudi ER, Yosmin E. Voksinosi podo Usio Lonjut. Dolom: Pedomon lmunisosi podo Orong
Dewoso. Djouzi S, Renggonis l, Koenoe S, Ahoni AR (ed). Tohun20l2. Jokorto: Bodon Penerbit
Fokultos Kedokteron Universitos lndonesio; 2012. h.261 -7.
6. Ocvyonti D, Novionti H. Voksinosi podo Kehomilon. Dolom: Pedomon lmunisosi podo Orong
Dewoso. Djouzi S, Renggonis l, Koenoe S, Ahoni AR (ed). Tohun2012. Jokorto: Bodon Penerbit
Fokultos Kedokteron Universitos lndonesio; 2012. h.268-79.
7. Yunihostuti E, Winulyo BE, Sukmono N, Yogoni l. Voksinosi podo Posien lmunokompromois.
Dolom: Pedomon lmunisosi podo Orong Dewoso. Djouzi S, Renggonis l, Koenoe S, Ahoni AR (Ed).
Tohun20l2. Jokorto: Bodon Penerbit Fokultos Kedokteron Universitos Indonesio; 2O12. h.331-41 .
8. Koesnoe S, Novionti H. Voksinosi untuk Jemooh Umroh don Hoji. Dolom: Pedomon lmunisosi
podo Orong Dewoso. Djouzi S, Renggonis l, Koenoe S, Ahoni AR (ed). Tohun20l2. Jokorto: Bodon
Penerbit Fokultos Kedokteron U niversitos lndonesio; 201 2. h.320-6.
Hrv/A DS TA PA KO PL KAS!

PENGERTIAN
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak
negara di dunia serta menyebabkan krisis multi dimensi. Berdasarkan hasil estimasi
Departemen Kesehatan tahun 2006 diperkirakan terdapat 169.000 - 216.000
orang dengan HIV dan AIDS di Indonesia. Program bersama UNAIDS dan WHO
memperkirakan sekitar 4,9 juta orang hidup dengan HIV di Asia.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Keluhan
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan gejala atau keluhan tertentu.
Pasien datang dapat dengan keluhan:
1. Demam (suhu>37,5oC) terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan.
2. Diare yang terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan.
3. Keluhan disertai kehilangan berat badan [BB) >10% dari berat badan dasar.
4. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang menyertainya.

Faktor Risiko
1,. Penjaja seks laki-laki atau perempuan
2. Pengguna NAPZA suntik
3. Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki dan transgender
4. Hubungan seksual yang berisiko/tidak aman
5. Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (lMS)
6. Pernah mendapatkan transfusi darah
7. Pembuatan tato dan atau alat medis/alat tajam yang tercemar HIV
B. Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS
9. Pasangan serodiskor (yang satu terinfeksi HIV, lainnya tidak) dan salah satu
pasangan positif HIV
Pemeriksoon Fisik
1. Keadaan Umum
a. Berat badan turun
b, Demam
2. Kulit
a. Tanda-tanda masalah kulit terkait HIV misalnya kulit kering, dermatitis
seboroik.
b. Tanda-tanda herpes simpleks dan zoster atau jaringan parut bekas herpes
zoster.
3. Pembesaran kelenjar getah bening
4. Mulut: kandidiasi oral, oral hairy leukoplakra, keilitis angularis
5. Dada: dapat dijumpai ronki basah akibat infeksi paru
6. Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri, atau massa.
7. Anogenital: tanda-tanda herpes simpleks, duh vagina atau uretra
B. Neurologi: tanda neuropati dan kelemahan neurologis.

Pemeriksoon Penunjong
L. Laboratorium
a. Hitung jenis leukosit :

Limfopenia, dan CD4 hitung <500 (CD4 sekitar 30 % dari jumlah total limfosit)
b. Tes HIV menggunakan strategi III yaitu menggunakan 3 macam tes dengan titik
tangkap yang berbeda, umumnya dengan ELISA dan dikonfirmasi Western Blot
c. Pemeriksaan DPL
Z. Radiologi: Rontgen toraks

Sebelum melakukan tes HIV perlu dilakukan konseling sebelumnya, Terdapat dua
macam pendekatan untuk tes HIV :

7. Konseling dan tes HIV sukarela IKTS-VCT - Voluntary Counseling & Testing)
2. Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (TIPK - PITC = Provider-
Initiated Testing and Counseling)

Penegoko n Diognostis (Assessmenf)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil tes
HIV. Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali kunjungan.
Tobel l. Stodium Klinis HIV
I

Slodium 2 Sokit Ringon

kron
4
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit gangguan sistem imun.

TATATAKSANA

,'Pengoboton TB horus di muloi terlebih dohulu, kemudion obol ARV diberikon dolom 2-8 minggu sejok muloiTB, tonpo menghentikon
teropoi TB Podo ODHA dengon CD4 kurong dori 50 sel/mm3, ARV horus dimuloi dolom 2 minggu seleloh muloi pengoboton TB
Sedongkon untuk ODHA dengon meningitis kriptokokus, ARV dimuloi seleloh 5 minggu pengoboton kripiokokus
"Dengon memperhotikon kepotuhon
terutomo bilo TDF merupokon poduon lini

. Jonqon memuloi dengon TDF podo pemokoion teropi ARvowol, jiko CCT hitung <50 ml/menit olou podo penderito diobeles
lomo, hiperlensi yong lidok terkonlrol don gogol ginjol
. Jongon memuloi dengon AZT sebelum teropi ARV bilo Hb <logr/d

Tobel 4. Dosis Antketrovirol untuk ODHA Dewoso

Nucleolide RTI

AZT -3TC (Duvirol @)

Rencono Tindok lonjul


1. Pasien yang belum memenuhi syarat terapi ARV
Monitor perjalanan klinis penyakit dan jumlah CD4-nya setiap 6 bulan sekali
2. Pemantauan Pasien dalam Terapi Antiretroviral

44
a. Pemantauan klinis
Dilakukan pada minggu 2, 4,8,1.2 dan 24 minggu sejak memulai terapi ARV
dan kemudian setiap 6 bulan bila pasien telah mencapai keadaan stabil.
b. Pemantauan laboratorium
. Pemantauan CD4 secara rutin setiap 6 bulan, atau lebih sering bila ada
indikasi klinis.
. Pasien yang akan memulai terapi dengan AZT maka perlu dilakukan
pengukuran kadar Hemoglobin (HbJ sebelum memulai terapi dan pada minggu
ke 4, B dan 72 sejak mulai terapi atau ada indikasi tanda dan gejala anemia
. Bila menggunakan NVP untukperempuan dengan CD4 antara 250-350 sel/
mm3 maka perlu dilakuan pemantauan enzim transaminase pada minggu
2,4, B dan L2 sejak memulai terapi ARV (bila memungkinkan), dilanjutkan
dengan pemantauan berdasarkan gejala klinis.
. Evaluasi fungsiginjal perlu dilakukan untukpasien yang mendapatkan TDF.

Konseling don Edukosi


1. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (lMSl, dan kelompok
risiko tinggi beserta pasangan seksualnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit HIV/AIDS.
Pasien disarankan untuk bergabung dengan kelompok penanggulangan HIV/AIDS
untuk menguatkan dirinya dalam menghadapi pengobatan penyakitnya.

Kriterio Rujukon
7. Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk ke Pelayanan
Dukungan Pengobatan untuk menjalankan serangkaian layanan yang meliputi
penilaian stadium klinis, penilaian imunologis dan penilaian virologi.
2. Pasien HIV/AIDS dengan komplikasi.

Sorono Prosorono
Layanan VCT

PROGNOSIS
Prognosis sangat tergantung kondisi pasien saat datang dan pengobatan. Terapi
hingga saat ini adalah untuk memperpanjang masa hidup, belum merupakan terapi
definitil sehingga prognosis pada umumnya buruk.

45
UNlT YANG MENANGANI
. RS pendidikan : DivisiAlergi-lmunologi Klinik - Departemen Penyakit Dalam,
Divisi Tropik Infeksi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Divisi Pulmonologi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT YANG TERKAIT


. RS pendidikan Departemen Neurologi, Departemen Kulit dan Kelamin
. RS non pendidikan Bagian Neurologi, Bagian Kulit dan Kelamin

REFERENSI
I. Direktorot Jenderol Pengendolion Penyokit don Penyehoton Lingkungon. Pedomon Nosiono/
Iofo/oksono lnf eksi HIV don Teropi Antirelrovtol podo Orong Dewoso.Jokorto: Kemenkes. 201 I .
2. Djoerbon 7, Djouzi S. HIV/AIDS di lndonesio.Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto
M, Setioti S. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. 4thEd. Vol ll. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen
llmu Penyokit Dolom FKUI. 2006. Hol. 1825-30.
3. Yunihostuti. E, Korjodi TH, Suroyo Yudionto. B, Nelwon JE, Ujoinoh ZN, Kurnioti N, lmron D, dkk
Pedomon Loyonon HIV RSCM 2014.

46
PtltII[1il(SI Al
I r[[ Grl UPI YI tI A1[
PA
P AKT
Kl S

MEA O KE
Diobetes Melitus
Diobetes Melitus Gestosionol
Dislipidemio ............ --'
Hipoglikemio....
Hipogonodisme .....
Hipoporotiroidisme
Hipotiroidisme.........,
Hiperporotiroidisme 90
Korsinomo Tiroid ....
Keloinon Adrenol ?6
Kisto Tiroid l
Krisis Hiperglikemio I
i

_)
Krisis Tiroid
Perioperotif Diobetes Melitus lr8
Koki Diobetik..............
Sindrom Ovorium Polikistik (PCOS
Strumo Difuso Non Toksik
--,;-'
Strumo Nodoso Non Toksik (SNNT) ...
Strumo Nodoso Toksik........ 144
Tiroiditis 147
Tirotoksikosis ..... t5l
Tumor Hipoflsis. 155
Obesitos 162
ABET S MEt TUS

PENGERTIAN
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia kronik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya.l Dalam praktik sehari-hari DM tipe 2 yang paling sering
ditemui, sehingga pembahasan lebih banyak difokuskan pada DM tipe 2.

Tobel l. Klosifikosi Diobeles Melilusr'2


PENDEKATAN D!AGNOSIS
Kriteria diagnosis DM (Gambar 1) 1

1.. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl


Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir atau
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa > L26 mg/dL
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya B jam
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/d\
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gram glukosa anhidrat yang dilarutkan ke dalam air.

Keluhon Klinik Diobetes

Keluhon Klosik {+) Keluhon Klosik (-)

GDP > 126 < 126 GDP > 126 100-r25 00


> ,nn < 200 > ,nn 40
otou otou
GDS GDS \40-l,99

Ulong GDS otou GDP

v
GDP TIGO
otou > 126 < 126 GD 2 jom
GDS >200 < 200

i v v
> 200 140-199 <l 40

v v
DIABETES MELITUS TGT GDPT Normol

'TGT:DiognosisTGTditegokkonbilosetelohpemeriksoonTTGOdidopotkonglukosoplosmo2jomseleloh bebonontorol4Gl99mg/dL
GDPT: Diognosis GDPT dilegokkon bilo seleloh pemeriksoon glukoso plosmo puoso didopotkon ontoro 100-125 mgldL {5,6-6,9
mmol/L) don pemeriksoon TTGO gulo doroh 2 jom < 140 mg/dl

Gombor 1. Algorilmo Alur Diognosis DMt

I
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1,994) 1

. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
fdengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti
biasa)
. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atat 1,75 gram /kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 1am
setelah minum larutan glukosa selesai
. Diperiksa kadar glukosa darah2 (dua) iam sesudah beban glukosa
. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokokl

ANAMNESIS
. Gejala yang timbul
. Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi : glukosa darah, A1C, dan hasil
pemeriksaan khusus yang terkait DM
. Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan
. Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
. Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri,
serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan
makan dan program latihan jasmani
. Riwayat komplikasi akut [ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan
hipoglikemia)
. Riwaya infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis
serta kaki
. Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, jantung,
susunan saraf, mata, saluran pencernaan, dll.)
. Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
. Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayatpenyakit jantungkoroner, obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
. Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
. Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
. Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan'
Pemeriksoon Fisik'
. Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang
. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
. Pemeriksaanfunduskopi
. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
. Pemeriksaan jantung
. Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
. Pemeriksaan kulit (acantosis nigricon dan bekas tempat penyuntikan insulinJ dan
pemeriksaan neurologis
. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi
berdiri untuk mencari kemungkinann adanya hipotensi ortostatik, serta ankle
brochial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri
tepi
. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lainl

Pemeriksoon Penunjong
. Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
. HbAlc
. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
. Kreatinin serum
. Albuminuria
. Keton, sedimen, dan protein dalam urrn
. Elektrokardiogram
. Foto sinar-x dada

DIAGNOSIS BANDING
. Hiperglikemiareaktif
. Pre diabetes

TATATAKSANA

Non formokologis''
. Edukasi
. Terapi gizi medis
. Kebutuhan kalori'

50
Cara menghitung berat badan ideal pasien DM menggunakan rumus Brocca:

Berol Bodon ldeol(Bel1= 9O7"x(TB dolom cm-100) x I kg

Bagi pria dengan tinggi badan <160 cm dan wanita <150 cm


rumus dimodifikasi menjadi :

gg1= ITB dalam cm-100J x l kgBB


normal :BBIt10%
BB kurus : <(BBI - 10o/o)
BB gemuk : >(BBI + Llo/o) Indeks massa tubuh
(lMT) dapat dihitung dengan rumus :

BB(kg)
tvt=
TB(m'z)

Kebutuhan kalori basal:

Kalori Basal = Berat Badan Ideal x 25 kal/kgBB (untuk wanita)


Kalori Basal = Berat Badan Ideal x 30 kal/kgBB (untuk pria)

Faktor- fakto r yan g m e nentuka n kebutuhan kalori :

1. Umur
- 40-59 tahun -5%
- 60-69 tahun -10%
- >70 tahun -20o/o
2. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
- Istirahat +100/o

- Aktivitas ringan +20o/o

- Aktivitas sedang +300/o

- Aktivitas sangat berat +50%


3. Berat Badan
Kegemukan -20-300/o
- Kurus +20-30o/o
4. Stres metabolik: +10-30%
Klasifikasi IMT IWHo WPR/IASO/IOTFJ
Iobel 2. Klosifikosi lMTr

Untuk wanita paling sedikit 1000-1200 kkal, untuk pria L200-1600 kkal, dibagi
menjadi makan pagi(20o/o), siang (30%), dan sore (25o/o), serta 2-3 porsimakanan
ringan (10-15%) diantaranya.
a Karbohidrat
- Karbohidrat 45-650/o total asupan energi, diutamakan yang berserat tinggi
- Pembatasan karbohidrat total <L30 gr/hari tidak dianjurkan
- Gula dalam bumbu diperbolehkan, sukrosa <5% total asupan energi
- Pemanis alternatif dapat digunakan asal tidak melebihi batas aman konsumsi
harian
- Makan 3x/hari. makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari
kebutuhan kalori lain dapat diberikan
a Lemak
- Asupan lemak + 20-25o/o kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi
30% total asupan energi
- Lemak jenuh <7o/o kebutuhan kalori
- Lemak tak jenuh ganda < 1,0o/o, selebihnya dari lemak tak jenuh tunggal
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan penuh susu (whole
milk)
- Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari
a Protein
- L0-20o/o total asupan energi
- Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu,
dan tempe
- Pada pasien dengan nefropati : 0,8 g/KgBB/hari atau 10% kebutuhan energi
dan 650/o hendaknya bernilai biologik tinggi
o Natrium
- <3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur
- Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg
- Sumber natrium antara lain adalah garam dapuc vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit
Serat
- Kacang-kacangan, buah, sayuran, serta sumber karbohidrat yang tinggi serat
-!25 g/hari
Pemanis alternatif
- Fruktosa tidak dianjurkan
- Pemanis sesuai batas aman konsumsi harian
- Pemanis tak berkalori yang dapat digunakan: aspartam, sakarin, acesulfam
potassium, sukralose, dan neotame
a Latihan
- Teratu4 4-5x seminggu selama kurang lebih 30 menit (total durasi minimal
150 menit/mingguJ
- Yang dianjurkan, yang bersifat aerobik: jalan kaki, bersepeda santai,iogging,
dan berenang

Formokologis'"

Tobel 3. Obot Hipoglikemik Orol'


54
Tobel 4. lndikosi penggunoon insulinr

to SI

Seloin indikosi di otos, terdopol beberopo kondisi tertentu yong memerlukon pemokoion insulin, seperti pe-
nyokit hoti kronik, gongguon fungsi ginjol, don teropl steroid dosis tinggi

Tobel 5. Jenis-Jenis lnsulinr

lndividuolisosi Teropi
Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh ADA/E ASD 2012, maka diperlukan
pendekatan individual untuk menentukan regimen dan target pengobatan pada
penyandang DM tipe 2.4
lebih ogresif Kurong oglesif

Sikop poslen don usoho yong Motivosi iinggi, mengikuti nosihot, Kurong motlvosi, tidok penurut,
dihoropkon mempunyoi koposilos perowoton koposilos perowoton diri yong
diri yong boik buruk

Risiko potensiol yong berhubun- Rendoh Tinggi


gon dengon hipoglikemio otou
hol loin yong merugikon

Durosi penyokil Boru terdiognoso Sudoh lomo

Horopon hidup Ponjong Pendek

Kormobid yong penting Tidok odo Rlngon Berol

Komplikosi voskulor Tidok odo Ringon Berot

Resources, suppod syslem Tersedio Terbotos

Gombor 2. Algorilmo individuolisosi leropia

KOMPTIKASI
Ketoasidosis diabetik (KADl, status hiperglikemia hiperosmolar [SHH), hipoglikemi,
retinopati, nefropati, neuropati, penyakit kardiovaskular 1,3

PROGNOSIS
Diabetes menyebabkan kematian pada 3 juta orang setiap tahun (7,2-5,2o/o
kematian di dunia).1

56
DM Tahap-l Tahap-l I Tahap-lll

GHS

GHS
+
Monoterapi

GHS
+
Catatan: Kombinasi2 OHO
t. GHS= goyo hidup
sehot GHS
2. Dinyotokon gogol bilo +
Jolur pilihon olternotif, bilo: Kombinasi 2 OHO
teropi selomo 2-3 bulon podo
tidok terdopot insulin +
liop tohop tidok mencopoi tor
Diobetesi betul-betul menolok Basal insulin
get teropi HbAlc <7%
insulin
3. Bilo tidokodo peme-
Kendoli glukoso belum optimol
riksoon HbA I c dopot dipergu-
nokon pemeriksoon glukoso
doroh
Roto+oto hosil peme-
riksoon beberopo koli glukoso
doroh sehori yong dikonversikon GHS
ke HbAlc menurut kriterio ADA, +
lnsulin intensif
20r 0 Kombinasi3 OHO

Gombor 3. Algoritmo pengeloloon DM tipe-2 lonpo dekompensosi'


(,
@

<7o/o 7 -8"/o 8-9% >97o 9-10"/o <10%

GHS

GHS GHS
+ +

Monoterapi Kombinasi 2
Goyo Hidup obat
Met, SU, AGl,
Sehot
. Penu-
Glinid, TZD, Met, SU, AGl,
DPP 4-I Glinid, TZD
runon be-
DPP 4-I
rot bodon
. Mengotur GHS
diit +
. Lotihon Kombinasi 3
GHS
JOSmOnr obat
terotur +
Met, SU, AGl,
Kombinasi 3
Glinid, TZD
obat
Cototon: DPP 4-I
l. Dinyotokon gogol bilo teropi selomo 2-3 Met, SU, AGl,
bulon podo tiop tohop tidok mencopoi Glinid, TZD,
torget teropi HbAlc <7% DPP 4-I
2. Bilo tidok odo pemeriksoon HbAlc dopot +
dipergunokon pemeriksoon estimoled Basal insulin
overoged g/ucose
Roto+oto hosil pemeriksoon beberopo GHS
koli glukoso dqroh sehori yong dikonversi- +
kon ke HbAlc menurut kriterio ADA, 2010 lnsulin lntensif

Gombor 4. Algorilmo pengeloloon DM lipe-2 lonpo dekompensosi (lerulomo unluk inlernis)'


UNIT YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS pendidikan Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiologi - Departemen
Penyakit Dalam, Departemen Neurologi, Patologi Klinik,
Mata dan Gizi.
a RS non pendidikan Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

REFERENSI
l. PERKENI. Konsensus Pengeloloon Diobetes Melitus Tipe 2 di Indonesio. 201 l.
2. The Expert Committee on The Diognosis ond Clossiflcotion of Diobetes Mellitus. Report of The
Expert Committee on The Diognosis ond Clossifrcotion of Diobetes Mellitus. Diobetes Core, Jon
2003;26(Suppl. I ):55-20.
3. Suyono S. Type 2 Diobetes Mellitus is o Beto-Cell Dysfunction. Prosiding Jokorto Diobetes Meeting
2002: The Recent Monogement in Diobetes ond lis Complicotions : From Moleculor to Clinic.
Jokorto, 2-3 Nov 2002. Simposium Current Treotment in Internol Medicine 2000. Jokorto,l l-12
November 2000: I 85-99.
4. Inzucch SE, Bergenstol RM, Buse JB et ol. Monogement of HyperglycemioinType2 Diobetes: A
Potient-Centered Approoch. Position Stotement of the Americon Diobetes Associotion (ADA)
ond the Europeon Associotion for the Study of Diobetes (EASD).Diunduh dori http://core
diobetesjournols.org/contenl/35l6ll364.full.pdf+html podotonggolT )uni20l2
D ABETES MEt TUS GESTAS ONAL

PENGERIIAN
Diabetes Melitus Gestasional (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis pertama kali
saat kehamilan, dan terjadi pada 5-L0% kehamilan. Definisi ini berlaku dengan tidak
memandang apakah pasien diabetes melitus hamil yang mendapat terapi insulin atau
diet saja, juga apabila pada pasca persalinan keadaan intoleransi glukosa menetap.
Demikian pula ada kemungkinan pasien tersebut sebelum hamil sudah terjadi
intoleransi glukosa. Resistensi insulin pada kehamilan normal diperkirakan meningkat
40-70o/o umumnya pada trimester pertama. Pada GDM terjadi gangguan fungsi sel beta
pankreas, dan terjadi penurunan insulin. Resistensi insulin memperberat keadaan
defek sel beta pankreas pada GDM. Risiko tinggi diabetes gestasional:
1. Umur lebih dari 30 tahun
2. Obesitas dengan indeks massa tubuh > 30 kg/m'z
3. Riwayat diabetes melitus dalam keluarga
4. Pernah menderita diabetes melitus gestasional sebelumnya
5. Pernah melahirkan anak besar >4000 gram
6. Adanya glukosuria

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Wanita dengan diabetes gestasional hampir tidak pernah memberikan keluhan,
sehingga perlu dilakukan skrining. Anamnesis ditujukan untuk mencari faktor risiko
diabetes melitus gestational.

Pemeriksoon Fisik
Pada umumnya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik.

Pemeriksoon Penunjong
. Pemeriksaan laboratorium: glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, HbAlc

flinis
Tobel l. Niloi Glukoso Plosmo Puoso don Tes Toleronsi Glukoso Orol dengon Bebon Glukoso 75
grom
Glukoso plosmo puoso

Diobetes melitus >200 mg/dl

Menurut WHO dalam Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus 7999,


diagnosis diabetes gestasional harus melakukan tes toleransi glukosa oral dengan
beban glukosa 75 gram. Dinyatakan diabetes gestasional bila glukosa plasma puasa
> 126 mg/dl danf atau dua jam setelah beban glukosa > 200 mg/ dl, atau toleransi
glukosa terganggu (dianggap diabetes).

DIAGNOSIS BANDING

TATALAKSANA
t. Terapi Nutrisi Medik
a. )umlah kalori yang dianjurkan adalah 30 kkal/berat badan ideal sebelum hamil.
b. Sasaran glukosa plasma puasa < 105 mg/dl dan dua jam setelah makan < 130
mg/dl. Apabila sasaran tidak tercapai dapat diberikan terapi insulin
2. Terapi Insulin
a. fenis insulin yang dipakai adalah insulin manusia.
b. Insulin analog dipakai jika tidak tersedia insulin manusia.
c. Dosis dan frekuensi sangat tergantung kadar glukosa darah.
d. Pada umumnya insulin dihentikan pada saat pasien bersalin untuk mencegah
hipoglikemia
3. Terapi Farmakologis
Tobel 2. Teropi Formokologis podo Diobeles Melitus Gestosionol

Mekonisme Pengombiloninsulin Menstimulosisekresiinsu- Meningkotkon


melolui reseptor lin oleh sel beto ponkreos
Onset

Dosis 500

Jom

Melewoii plosento Minimol (honyo froksi

FDA: food ond Drug Administrolion


'Beberopo insulin onolog terboru termosuk kotegori C
b Rekomendosi penggunoon dolom kehomilon mosih tidok cukup
' Pengolomon minimol podo penggunoon di usio gestosi < 1 I minggu
Risiko podo neonotes belum terbukti koreno keterbotoson penelition

KOMPTIKASI
. Komplikasi pada ibu
- Preeklampsi
- Infeksi kandung kemih
- Persalinan seksio sesaria
- Dan trauma persalinan akibat bayi besar
. Komplikasi pada anak
- Makrosomia (paling sering)
- Hambatan pertumbuhan janin
- Cacat bawaan
- Hipoglikemia
- Hipokalsemia dan hipomagnesemia
- Hiperbilirubinemia
- Polisitemiahiperviskositas
- Sindrom gawat napas neonatal

PROGNOSIS
Hipertensi kronik terjadi pada 1 dari 10 ibu hamil dengan diabetes melitus.3
Preeklamsia terjadi lebih sering pada wanita dengan diabetes melitus (mencapai
1,2o/o)dibandingkan pada wanita yang tidak mengidap diabetes mellitus.
Preeklamsia berhubungan dengan kontrol glikemik. Jika glukosa darah puasa
< L05 mg/dl preeklamsia terjadi pada 7.8 %, sedangkan glukosa darah puasa > 105
mg/dL preeklamsia terjadi pada 13.8%.a Risko abortus dalam kehamilan terjadi pada
9-'1.4 o/o kasus. Malformasi terjadi pada 13.3 o/o dari 105 wanita hamil dengan diabetes
melituss ,sedangkan risiko bayi lahir dengan besar usia gestasi terjadi pada 30 %o kasus.6

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin, Divisi Kardiologi - Departemen
Penyakit Dalam, Departemen Obstetri Ginekologi
Departemen Kesehatan Anak
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam, Bagian Obstetri Ginekologi,
Bagian Kesehatan Anak

UNIT TERKAII
. RS Pendidikan Divisi Kardiologi, Departemen Patologi Klinik, Gizi KIinik
. RS non Pendidikan Bagian Patologi Klinik, Gizi Klinik

REFERENS!
1. Adom JMF. Diobetes Melitus Gestosionol dolom Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll edisi IV.
Pusot Penerbiton Deportemen llmu enyokit Dolom. Jokorto, 2006 1927-1929lr
2. Pridjion G, Benjomin TD. Updote Gestotionol Diobetes. Obstet Gynecol Clin N Am 37 (2010l'255-267
3. Tobios DK, Hu FB, Formon JP, Chovorro J, Zhong C. lncreosed Risk of Hypertension After
Gestotionol Diobetes Mellitus: Findings from o lorge prospective cohort study. Diobetes Core.
Jul 201 i ;34(71:1582-4.
4. Yogev Y, Xenokis EM, Longer O. The ossociotion between preeclompsio ond the severity of
gestotionol diobetes: the impoct of glycemic control. Am J Obstet Gynecol. Nov 2004; I 9l (5) : I 555 50.
5 Lucos MJ, Leveno KJ, Willioms ML, Roskin P, Wholley PJ. Eorly pregnoncy glycosyloted hemoglobin,
severity of diobetes, ond fetol molformotions. Am J Obstet Gynecol. Aug 1989;l 61(21:426-31
6. Ehrenberg HM, Mercer BM. Cotolono PM. The influence of obesity ond diobetes on the prevolence
of mocrosomio. Am J Obstet Gynecol. Sep 2004;l9l (3):96a-8
D SL PIDEM A

PENGERTIAN
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah
kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, serta penurunan kadar
kolesterol HDL. European Atherosclerosis Society (EAS) menetapkan klasifikasi
sederhana yaitu :1

. Hiperkolesterolemia (peningkatan lipoproterin LDL, Kolesterol > 240 mg/dL),


. Hipertrigliseridemia (peningkatan Iipoprotein VLDL, Trigliserida > 200 mg/dL),
. Dislipidemia campuran I peningkatan VLDL + LDL; kadar TG > 200 mg/ dL +
Kolesterol > 240 mg/dL).
Berdasarkan patogenesisnya, dislipidemia dibagi 2 menjadi dislipidemia primer
(akibat kelainan genetik) dan dislipidemia sekunder [akibat penyakit lain).

Tobel I emio Sekunder Podo Beberopo Penyokill -3

PENDEKATAN DIAGNOSIS'
. Untuk menegakkan diagnosis, perlu pemeriksaan kadar kolesterol total, HDL, LDL
dan TG plasma darah vena.
Persiapan puasa 12 jam sebelumnya diperlukan untuk pemeriksaan TG dan LDL
indirek yang menggunakan rumus Friedwald yaitu
LDL = Kol Total - kol HDL -TG/S
*Rumus ini tidak dapat digunakan apabila kadar TG > 400 mg/dl

a Pemeriksaan penyaring dianjurkan untuk setiap orang usia > 20 tahun (bila normal
perlu diulang tiap 5 tahun)
a Pemeriksaan lain dapat disesuaikan dengan klinis untuk mencari adakah penyakit
Iain yang menyertai atau menjadi penyebabnya (misalnya glukosa darah, tes fungsi
hati, urin lengkap, tes fungsi ginjal, TSH, EKG)

. Penting untuk menilai seberapa besar faktor risiko penyakit jantung koroner [Pf KJ
sebelum memulaiterapi dislipidemia. Faktor risiko utama (selain kolesterol LDL)
yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai, di antaranya yaitu: 1

- Merokok
- Hipertensi (TD > L40 /90 atau dalam terapi antihipertensiJ
- Kolesterol HDL rendah (< 40 mg/dL)"
- Riwayat PJK dini dalam keluarga (ayah < 55 tahun, ibu < 65 tahun)
- Umur pria > 45 tahun, wanita > 55 tahun
Terdapat 3 kelompok faktor risiko, menurut NCEP ATP III dengan Framingham
Risk Score [FRS_) untuk menghitung besarnya risiko penyakit jantung koroner (PJK)
yang meliputi: umul kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan
hipertensi (llhat appendrxJ. Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka
persentase risiko PJK dalam 10 tahun.'

kolesterol HDL [> 60 mg/dl) dianggap sebagai faktor risiko negatil artinya mengurangi 1 faktor risiko dari
perhitungan total.
1. Risiko tinggi:
a. Mempunyai riwayat Pf K
b. Mereka yang memiliki risiko yang disamakan dengan PJK:
- Diabetes
- Gagal ginjal kronik
- Bentuk lain aterosklerosis: stroke, penyakit arteri perifeq, aneurisma aorta
abdominalis
- Faktor risiko multipel ( > 2 faktorJ dan mempunyai risiko PfK dalam 10
tahun > 20 o/o

2. Risiko multipel ( > 2 faktor risiko) dengan risiko PJK dalam waktu L0 tahun < 20 o/o
3. Risiko Rendah ( 0 - 1 faktor risikoJ dengan risiko Pf K dalam waktu 10 tahun < 1-0 o/o

DIAGNOSIS BANDING '


. Hiperkolesterolemia sekunder karena hipotiroidisme, penyakit hati obstruksi, sindrom
nefrotik, anoreksia nervosa, porfiria intermiten akut, obat [progestin, siklosporin,
thiazide)
. Hipertrigliseridemia sekundet karena obesitas, DM, penyakit ginjal kronik,
lipodistrofi, glycogen storage disease, alkohol, bedah bypass ileal, stres, sepsis,
kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin, penyekat beta, glukokortikoid, resin
pengikat bile-acid, thiazide), hepatitis akut, lupus eritematosus sistemik,
gammopati monoklonal: myeloma multipel, limfoma AIDS: lnhrbitor protease
. HDL rendah sekundeL karena malnutrisi, obesitas, merokok, penyekatbeta, steroid
anabolik

TATATAKSANA

A. Posien dengon hiperkoleslerolemio'-3


Non formokologis (Perubohon Goyo Hidup/PGH):
. Terapi nutrisi medis, dengan:
- mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak frans tidak jenuh sampai
<7 - l0 o/ototal energi.
- mengurangi asupan kolesterol sampai < 250 mg/hari
- menggantikan makanan sumber kolesterol dan lemak jenuh dengan makanan
alternatif Iainnya (misal produk susu rendah lemak, karbohidrat dengan indeks
glikemik rendah)
- mengkonsumsi makanan padat gizi dan kardioprotektif (sayuran, kacang-
kacangan, buah, ikan, dsb)
- menghindari makanan tinggi kalori (makanan berminyak, soft drink)
- mengkonsumsi suplemen yang dapat menurunkan kadar lipid [seperti asam
lemak omega 3, makanan tinggi serat, dan sterol sayuran.
- mengurangi berat badan dan meningkatkan aktivitas fisik
Respons perbaikan diet terlihat dalam 3 - 4 minggu, namun penyesuaian diet
sebaiknya diperkenalkan bertahap
. Aktivitas fisik diperbanyak atau rutin berolahraga
. Menghentikan rokok dan minuman beralkohol, terutama bila disertai hipertensi,
hipertrigliseridemia, atau obesitas sentral
. Mempertahankan atau menurunkan berat badan
Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil
menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai diberikan, dengan
tetap meneruskan pengaturan makan dan Iatihan jasmani.

Tobel 3. Foktor Risiko Ulomo (terkecuoli kolesterol tDt) yong Menenlukon Sosoron
Koleslerol ID[+a

*Dlobetes mellitus disomokon dengon penyokit jonlung koroner (P.lK)


rKoleserol HDL >60 mg/dLdihitung sebogoi foktor rislko negotif , oleh koreno itu dopot mengurongi sotu dari f oktor risiko di otos

Tobel 4. Torgel KoleslerololDl (mg/d[) don Boloson unluk Pemberion Teropi berdosorkon
Kelompok Risiko
Formokologist
Predominan
. Golongan statin:
- Simvastatin - 40 mg
5
- Lovastatin 10 - 80 mg
- Pravastatin 10 - 40 mg
- Fluvastatin 20 - 80 mg
- Atorvastatin 10 - 80 mg
- Rosuvastatin 10 - 40 mg
- Pitavastatin 1,- 4 mg
. Golongan bile acid sequestranti
- Kolestiramin 4 - 16 g
. Golongan nicotinic acid:
- Nicotinic acid (immediate release) 2 x 100 mg s.d. 1,5 - 3g
Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan prime6, dimulai dengan statin atau
bile acid sequestrant atau nicotinic acid. Pemantauan profil lipid dilakukan setiap
6 minggu.
Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di atas), pemantauan setiap 4-6
bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target belum tercapai: intensifkan atau naikkan
dosis statin atau kombinasi dengan yang lain. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi
non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi
farmakologis diintensifkan. Pasien dengan PJK, kejadian koroner mayor atau dirawat
untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat pulang dari RS;ika kolesterol LDL
> L00 mg/d1.1

B. Posien dengon hipertrigliseridemio


. Penatalaksanaan non farmakologis sesuai di atas.
. Penatalaksanaaanfarmakologis:2
Target terapi:
- Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi: tujuan utama terapi
adalah mencapai target kolesterol LDL.
- Pasien dengan trigliserida tinggi: target sekunder adalah kadar kolesterol
non-HDL, yakni sebesar 30 mg/dl lebih tinggi dari target kadar kolesterol
LDL flihat tabel di atas).
- Pendekatan terapi obat:
L. Obat penurun kadar kolesterol LDL, atau
2. Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid. Golongan fibrat terdiri dari:
. Gemfibrozil2 x 600 mg atau 1 x 900 mg
. Fenofibrat 1 x 200 mg
Penyebab primer dislipidemia sekunde4 juga harus ditatalaksana.

KOMPLIKAS!
Aterosklerosis, penyakit j antu n g koroneI stroke, pankreatitis akutl

PROGNOSIS
Risiko menjadi PJK dalam 10 tahun ke depan berdasarkan Skor Framingham yaitu
menjumlahkan poin-poin dari faktor usia, nilai kolesterol, nilai HDL, tekanan darah
sistolik.l
lndonesro

Tobel 5. Skor Frominghom unluk Risiko PJK dolom l0 Tohun untuk Wonitos

Longkoh I longkoh 7 (Jumloh Poin dori longkoh I -6)

Pon
o
t-el
-4 t4l HDL C
0 I0l
3
Tekonon Doroh
I3l
6 t6l
7 171
t8l
I t8l
8

Longkoh 2 Longkoh 8

<l 00 2

90

<4,1
4
5,1
6,22-7
>280 >7.25 t8l
Le)

Longkoh 4
tongkoh 9 (Perbondingon dengon roto+ofo orong dolom
usio yong somo)

< 120

12U129 0 I01
r3G.r 39 30-34 <1%
14Gt 59 2l2l
>l 60
Kelero.go. opob o ekononsG o k dond05rorkmenuniukkon erlmo$ porn yong
berbedo g!nokon ppo n led ngg

12%
Longkoh 5
60-64 1Z%

'P.JKberol termosuk ongino pekloris


"Risikoringondihitungdoriorongdengonusioyongsomo tekonondorohyongoptimo
LDL'C 100-l29mg/dl olou kolesterol 160 l99mg/dl, HDLC 45m9/dl podo pno otou
55mg/dL podo wonilo bukon perokok, tidok diobetes
longkoh 6

Yo
Tidok 2
Tobel 6. Skor Frominghom unluk Risiko PJK dolom l0 Tohun untuk Prio

tongkoh 1

longkoh 2

longkoh 3

tongkoh 9 (Perbondingon dengon roto-


roto orong dolom usio yong somo)

Longkoh 4

non sistolik don diostolik menunjukkon


yong gunokon ppoin lertinggi

longkoh 5

'PJK berot lermosuk ongino pektoris


"Ris ko ringon dihifung dori olong dengon u5io yong somo,
lekonon doroh yong optimo , LDL-C I 00 I 29mgldL otou
koleslerol I 60- | 99mg/dL, HDL-C 45mg/dL podo prio otou
55mg/dL podo wonito , bukon perokok, lidok diobeles
UNIT YANG MENANGANI
. RS Pendidikan :Divisi Metabolik Endokrin, Divisi Kardiologi - Departemen
Penyakit Dalam
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Departemen Patologi Klinik, Gizi Klinik
RS non Pendidikan Bagian Patologi Klinik, Gizi Klinik

REFERENSI
l. Adom JMF, Soegondo S, Semiordji G, Adrionsyoh H. Editor. Petunjuk Proktis Penotoloksonoon
Dislipidemio. PB PERKENI. April 2004
2. Semiordji G. Notionol Cholesterol Educotion Progrom - Adult Treotment Ponel lll
(NCEP-ATP lll):Adokoh hol yong boru? Mokoloh Siong Klinik Bogion Metobolik Endokrinologi
Bogion llmu Penyokit Dolom, 2002.
3. Reiner Cotopono A, Bocker G et oll. ESC/EAS Guidelines for the monogement of dyslipidoemios :
Z,
monogement of dyslipidoemios of the Europeon Society of Cordiology (ESC)
The Tosk Force for the
ond the Europeon Atherosclerosis Society (EAS) . Europeon Heorl Journol ,2011l' 32, I 769-l 8l 8.
HIPOGLIKEM A

PENGERTIAN
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah < 7 0 mg/dL, atau kadar
glukosa darah < 80 mg/dl dengan gejala klinis. Kasus hipoglikemia paling banyak
dijumpai pada penderita diabetes, sehingga pada panduan pelayanan medis ini akan
dibatasi pada kondisi tersebut. Hipoglikemia pada penderita diabetes biasanya terjadi
karena :
1'2

. Kelebihan obat atau dosis obat: terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral
. Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun: gagal ginjal kronik, pasca
persalinan
. Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat
. Kegiatan jasmani berlebihan.

PENDEKATAN D!AGNOSIS

Gejolo don Tondo Klinist,2,3


. Stadium parasimpatik: lapa4 mual, tekanan darah turun
. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung
sementara
. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar
. Stadium gangguan otak berat: tidak sadar; dengan atau tanpa kejang

Anomnesisr's
. Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral: dosis terakhir, waktu
pemakaian terakhir, perubahan dosis.
. Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
. Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
. Lama menderita DM, komplikasi DM
. Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll.
. Penggunaan obat sistemik lainnya: penghambat adrenergik beta, dll.
Pemeriksoon Fisik
Pucat, diaforesis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung meningkat, penurunan
kesadaran, defisit neurologik fokal transien.

Trios Whipple untuk membuktikon odonyo hipoglikemiot


t. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
2. Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat

Pemeriksoon Penunjong
Kadar glukosa darah, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-Peptide.2

DIAGNOSIS BANDING2
Hipoglikemia karena penyebab lain, seperti
. Obat:
- sering: alkohol,
- kadang: kinin, pentamidine
- jarang: salisilat, sulfonamid
. Hiperinsulinisme endogen: insulinoma, autoimun, sekresi insulin ektopik
. Gagal ginjal, sepsis, starvasi, gagal hati, gagal jantung
. Defisiensi endokrin: kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin
. Tumor non-sel: sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma,
melanoma
. Pasca-prandial: reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol

IATATAKSANA

Stodium Permuloon (sodor) r.3


. Berikan gula murni 30 gram [2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni
fbukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetesJ dan makanan yang
mengandung karbohidrat
. Hentikan obat hipoglikemik sementara,
. Pantau glukosa darah sewaktu
. Pertahankan GD diatas 100 mg/dl fbila sebelumnya tidak sadar)
. Cari penyebab

74
Stodium Lonjut (komo hipoglikemio olou lidok sodor don curigo hipoglikemio)r,3
l. Diberikan Iarutan Dekstrosa 40 0/o sebanyak 2 flakon (= 50 mL) bolus intra vena,
2. Diberikan cairan Dekstrosa 1,0 Vo per infus, B jam per kolf bila tanpa penyulit lain,
3. Periksa GD sewaktu [GDsJ, kalau memungkinkan dengan glukometer:
. Bila GDs < 50 mg/dL ) + bolus Dekstrosa 40 0/o50 mL IV
. Bila GDs < 100 mg/dL ) + bolus Dekstrosa 400/o25 mL IV
4. Periksa GDs setiap 15 menit setelah pemberian Dekstrosa 40 o/o:
. Bila GDs < 5 0 mg/ dL ) + bolus Dekstrosa 40 o/o 50 mL IV
. Bila GDs < 100 mg/dL ) + bolus Dekstrosa 40o/o25 mL IV
. Bila GDs 100 - 200 mg/dL ) tanpa bolus Dekstrosa 40 o/o

. Bila GDs > 200 mg/dL ) pertimbangkan menurunkan kecepatan drip


Dekstrosa 10 o/o

5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap
2 jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL ) pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5 o/o atau NaCl 0,9 %,
6. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut masing-masing selang 2 jam,
pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL
) pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5 %o atau NaCl 0,9 %.
7. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut masing-masing selang 4
jam, pemeriksaan GDS dapat diperpanjang sesuai kebutuhan sampai efek obat
penyebab hipoglikemia diperkirakan sudah habis dan pasien sudah dapat makan
seperti biasa.
B. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin,
seperti: glukagon 0,5-1 mg IV/lM atau kotison, adrenal
9. Bila pasien belum sadar; sementara hipoglikemia sudah teratasi, maka cari penyebab
lain atau sudah terjadi brain damage akibat hipoglikemia berkepanjangan.

KOMPTIKASI
Kerusakan otak, koma, kematian.3

PROGNOSIS
Hipoglikemia meningkatkan angka mortalitas pada pasien dalam kondisi kritis.
Pada22o/o pasien mengalami episode hipoglikemia lebih dari 1 kali. Angka mortalitas
meningkat sesuai dengan parahnya derajat hipoglikemia.3
UNII YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan : Semua Sub-Bagian di Lingkungan Departemen IImu
Penyakit Dalam
a RS non pendidikan

REFERENS!
1. Rudionto A. KONSENSUS Pengeloloon don Pencegohon Diobetes Melitus Tipe 2 di lndonesio
20l l. Jokorto: PB PERKENI.
2. Cryer PE. Hypoglycemio. ln Brounwold E, Fouci AS, Kosper DL, HouserSL, Longo DL, Jomeson JL.
Horrison's Principles of lnternol Medicine.lSth ed. New York: McGrow-Hill; 200.
3. Arsono PM, Purnomosori D. Hipoglikemio don Hiperglikemio. Dolom: Abdulloh M, Arsono PM,
Setyohodi B, Soeroto AY, Suryonto A. EIMED PAPDI Kegowotdoruroton Penyokit Dolom (Emergency
in lnternol Medicine). Jokorto: lnterno Publishing; 201 l;ho|.305-13.
H POGONAD SME

PENGERTIAN
Hipogonadisme adalah suatu kondisi yang dihasilkan akibat menurunnya produksi
fungsigonad secara abnormal, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan seksual,
serta karakteristik seksual sekunder. Sering juga disebut dengan hipogenitalisme.l
Hipogonadisme bermanifestasi berbeda pada pria dan wanita sebelum dan sesudah
onset pubertas.2

HIPOGONADISME PADA PRIA


Pada pria, hipogonadisme merujuk pada rendahnya tingkat sirkulasi testosteron.
Sebagian besar pria dengan defisiensi androgen akan menjadi infertil. Pada pria,
hipogonadisme primer merupakan suatu tanda kelainan yang berasal dari testis,
sedangkan hipogonadisme sekunder diakibatkan adanya gangguan hipotalamus atau
hipofisis yang mengakibatkan menurunnya kadar hormon gonadotropin [LH, FSH,
atau keduanya) dan gangguan fungsi testis. Kombinasi hipogonadisme primer dan
sekunder terjadi pada proses penuaan dan pada sejumlah penyakit sistemik, seperti
alkoholisme, penyakit hati, diabetes melitus, infeksi HIV dan penyakit sickle cell.3's

Tipe-tipe hipogonodisme:4,5
. Hipogonadisme primer-defek gonad seperti sindrom Klinefeltel sindrom Turnel
mumps
. Hipogonadisme sekunder -defek hipotalamus (seperti sindrom Kallman) atau
defek hipofisis (seperti hipopituitarisme)
. Resistensi target organ seperti sindrom insensitivitas androgen atau defisiensi
5-alpha-reductase
. Hipogonadisme late-onset-sindrom defisiensi testosteron yang berhubungan
dengan umur

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Dalam menegakkan diagnosis, berikut adalah langkah-langkah yang sebaiknya
dilakukan:a's
1. Evaluasi kesehatan secara umum untuk melihat tanda dan gejala defisiensi
androgen dan mengeksklusikan penyakit sistemik, gangguan makanan, dan
masalah gaya hidup seperti olahraga yang berlebihan atau penyalahgunaan obat-
obatan seperti etanol, marijuana, dan opiat.
2. Mengukur testosteron total, lebih baik dilakukan sampel darah pada pagi hari.
3. Pengukuran LH pada pasien yang dianggap mengalami defisiensi androgen
untuk menentukan apakah defek tersebut terjadi pada tingkat testikular atau
pada tingkat hipotalamus-hipofisis. Pada defisiensi androgen, pasien seringkali
menunjukan keterlambatan perkembangan seksual atau terjadi seksual inkomplit
dan proporsi eunuchoidal. Pada pasien yang mengalami defisiensi androgen pada
masa prepubertal juga didapatkan suara yang high-pitched dan tidak mengalami
resesi temporal rambut seiring berjalannya umur. Pada lelaki yang mengalami
defisiensi androgen setelah lengkapnya maturasi pubertas, gejala-gejalanya
meliputi berkurangnya gairah seksual dan aktivitas, menurunnya ereksi spontan,
hilangnya rambut badan, infertilitas, berkurangnya massa otot dan tenaga, hot
/ush, berkeringat, berkurangnya tinggi badan yang berhubungan dengan fraktur
atraumatik, testis mengkerut atau mengecil dan terjadi pembesaran payudara.
4. Selain itu diajukan kriteria minimum untuk diagnosis dari hipogonad late-
onset i
. Setidaknya tiga gejala seksual
- Ereksi pagi yang buruk
- Gairah seksual rendah
- Disfungsi ereksi
. Tingkat testosteron total < 1L nmol/L (3.2 ng/mL)
. Tingkat testosteron total < 220 pmol/L (6a pg/mL)

Keluhon Ulomo
Pada kebanyakan lelaki yang lebih tua libido rendah. Gejala lain : disfungsi ereksi,
penurunan massa otot dan kekuatan, penurunan vitalitas, mood menurun.

Riwoyot Medikosi
Pada lelaki lebih muda ditanyakan riwayat konsumsi maternal estrogen, progestin
atau androgen pada kehamilan 2 bulan awal.

Riwoyot Keluorgo
Kematian saudara kandung saat neonatus meningkatkan kecurigaan hiperplasia
adrenal kongenital. Infertilitas dari saudara kandung orangtua meningkatkan
kecurigaan bentuk pseudohermafroditisme genetik lelaki

Pemeriksoon Fisik (podo Leloki Mudo)


Pemeriksaan fisik sebaiknya difokuskan pada karakteristik seks sekunder seperti
tumbuh rambut, ginekomastia, volume testis, prostat, tinggi dan proporsi tubuh.
Eunuchoid proportions didefinisikan dengan rentang lengan >2 cm lebih besar dari tinggi
badan dan dicurigai defisiensi androgen terjadi sebelum fusi epifiseal. Rambut tumbuh
pada wajah, aksila, dada, dan regio pubis merupakan daerah yang pertumbuhannya
bergantung dengan androgen. Bagaimanapun juga perubahan fisik tidak dapat diketahui
kecuali defisiensi androgen yang terjadi cukup berat dan berkepanjangan. Etnisitas
juga mempengaruhi pertumbuhan rambut tubuh. Pasien dengan sindrom Klinelfelter
volume testisnya berkurang (1-2 mL). Volume testis paling baik diperiksa menggunakan
Prader orchidometer.

Pemeriksoon Penunjong3-s
. Laboratorium
- Pengukuran testosteron serum total, FSH, LH [ketiganya diambil pada sampel
darah pagi hariJ, prolaktin serum, hormon hipofisis lain
- Analisis semen untuk memeriksa infertilitas
. Radiologis
- USG pelvis untuk mencari uterus, testis tersembunyi (cryptochismus)
- Studi kontras dari orifisium perineal dapat membantu anatomi internal dan
mengkonfirmasi keberadaan vagina
- MRI Kepala

DIAGNOSIS BANDING3.5
Hipogonadisme prime4, hipogonadisme sekundeI resistensi target organ (sindrom
insensitivitas androgen atau defisiensi 5-alpha-reductase), hipogonadisme late-onset

TATA[AKSANA3-5
Terapi pengganti androgen dapat dilihat pada Tabel 1. Indikasi dan kontraindikasi
pemberian androgen dapat dilihat pada Tabel 2.

KOMPTIKAS!
Organ seksual tidak berkembang, kegagalan perkembangan karakteristik seksual
Hipogonodisme Pertimbongon
---------->
klinis penyokit sistemik

Testosteron
totol

Rendoh<200 ng/dL Borderline rendoh 200- Normol >350 ng/dL


350 ng/dL

Ulong Testosteron totol, Ukur


Testosteron bebos

Cenderung Testosteron Testosteron Deflsiensi


defisiensi bebos rendoh bebos ondrogen
ondrogen Totol T <300 ng/dl normol tereksklusi

LH

LH tinggi LH rendoh otou normol

Gogol gonod primer Hipogonodotropik


hipogonodisme

Klinelfelter, kriptorkismus, Deflsiensi GnRH


post orkitis Prolokiinomo
Mosso sello

Keterongon gombor : GnRH, gonodolropin-re/eosing hormone; lH,luleinizing hormonei T, teslosteron

Gombor l. Evoluosi Hipogonodisme3


sekunder [pubertas), osteoporosis, hilangnya massa otot, dan penurunan fungsi
seksual termasuk disfungsi ereksi dan penurunan libido (dewasa).a'6'7

PROGNOSIS
Tobel l. lndikosi don Konlroindikosi Tero Penggonti Teslosteron5

ondrogen

Tobel 2. lndikosi yong Direkomendosikon untuk Teropi Penggonli Teslosterona


Pada usia lanjut laki-laki, perbaikan manifestasi klinis diperkirakan dalam 3-6
bulan dengan terapi pengganti testosteron.6,T

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UN!T TERKAIT
. RS pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Dorlond's lllustroted Medicol Dictionory. 23rd Ed. Philodelphio. Elsevier. 2007
2. Viswonothon V, Eugster EA. Etiology ond treotment of hypogonodism in odolescents. Endocrinol
Metob Clin North Am. Dec 2009;38(4):719-38.
3. Bhosin S, Jomeson J. Disorders of the Testes ond Mole Reproductive System. ln: Longo Fouci Kosper,
Horrison's Principles of Internol Medicine l8rh edition. United Stotes of Americo. McGrow Hil.2012
4. Kronenberg H, Melmed S, Polonsky K. Testiculor disorder. Williom's textbook of endocrinology I llh
edition. Philodelphio. Sounders Elsevier. 2008
5. Swerdloff R, Wong C. The Testis ond Mole Sexuol Function. In: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine.
23'd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008
6. Wong C, Nieschlog E, Swerdloff RS et ol. lSA, ISSAM, EAU, EAA ond ASA recommendotions:
investigotion, treotment ond monitoring of lote-onset hypogonodism in moles.
7. Otten B, R. Hypogonodism in Moles With Congenitol Adrenol Hyperplosio
Stikkelbroeck N, Hermus
ln: Winters S.Mole hypogonodism : bosic, clinicol, ond theropeutic principles. New Jersey. Humono
Press. 2004
POPA AT RO D S

PENGERTIAN
Hipoparatiroidisme adalah keadaan berkurangnya hormon paratiroid; yang dapat
dibagi menjadi hipoparatiroidisme herediter dan hipoparatiroidisme akuisita.l
Hipoparatiroidisme herediter terjadi akibat defek genetik, biasanya awitan lebih
dini, sering muncul pada dekade pertama. Hipoparatiroidisme akuisita dapat terjadi
sekunder setelah pembedahan pada daerah leher. Penyebab yang lebih jarang adalah
jejas imbas radiasi setelah terapi radioiodin pada hipertiroidisme dan jejas kelenjar pada
pasien dengan hemokromatosis atau hemosiderosis setelah transfusi darah berulang.
Hipoparatiroidisme transient dapat terjadi paska pembedahan untuk hipertiroidisme.l

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis don pemeriksoon fisikt


1. Manifestasi neurologik dan neuromuskular: spasme otot, spasme carpopedol,
grimacing wajah, spasme laring, kejang
2. Gagal napas dapat terjadi
3. Gejala ekstrapiramidal lebih sering terjadi pada hipoparatiroid herediter: distonia,
pergerakan chore o athetoti c
4. Perubahan status me ntal: iritabilitas, depresi, psikosis
5. Kram usus dan malabsorpsi kronik dapat terjadi
6. Papiledema dan peningkatan tekanan intrakranial
7. Tanda Chvostek's d,an Trousseau dapat ditemukan
8. Perubahan kronik pada kuku dan rambut
9. Katarak lentikular
10. Alopesia dan kandidiasis lebih sering terjadi pada hipoparatiroidisme herediter

Pemeriksoon penunjongt'2
. Hipokalsemia,hiperkalsiuria
. Kalsifikasi ganglia basal lebih sering terjadi pada hipoparatiroidisme herediter
. EKG: interval QT memanjang, aritmia
DIAGNOSIS BANDING
Pseudohipoparatiroidisme, hipokalsemia oleh sebab lain (lihat bab Gangguan
Kalsium).1

TATAI.AKSANA

Formokologis
7. Kalsium oral dosis tinggi (>1 g kalsium elemental); jika perlu dikombinasikan
dengan vitamin D dosis 40.000-120.000 U/hari [1-3 mg/hari).1
2. Diuretik tiazid.l
3. Penambahan terapi pengganti hormon paratiroid 1-84 pada terapi konvensional
(kalsium dan vitamin D) terkait dengan penurunan kebutuhan kalsium dan vitamin
D harian.2'3

KOMPTIKASI
Kejang, gagal napas, parkinsonisme, perubahan kronik pada kuku dan rambut,
katarak Ientikulac insensitivitas terhadap digoksin.a

PROGNOSIS
Hipoparatiroidisme permanen dapat terjadi pada 3,Bo/o yang menjalani
tiroidektomi.2

UNII YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non Pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNII TERKAIT
. RS Pendidikan
. RS non Pendidikan

REFERENSI
l. Potts Jr JT. Diseoses of the porothyroid glond. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS,
Houser SL, Loscolzo J, penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-
Hill Componies; 2012. Hol.
2. Rubin MR, Sliney J, McMohon DJ, Silverberg SJ, Bilezikion JP. Theropy of hypoporothyroidism with
intoct porothyroid hormone. Osteoporosis lnI 2010;21 (11):1927-34
3. Sikjoer T, Rejnmork L, Rolighed L, Heickendorff L, Mosekilde L. The
effect of odding PIH(l-84) to
conventionoltreotment of hypoporothyroidism:o rondomized plocebo-controlled study. J Bone
Miner Res 201 1 ;2611 0l:2358-7 0
4. Sitqes-Seno A, Ruiz S, Girvenl M, Duenos JP, Soncho JJ. Outcome of protrocled hypoporothyroidism
ofter totol thyroidectomy. Br .J Surg 2010;97 l1 I ): I 68/-95
HIPOT RO D SME

PENGERTIAN
Hipotiroidisme adalah berkurangnya efek hormon tiroid di jaringan. Terdapat
3 bentuk hipotiroidisme, yaitu hipotiroidisme sentral (kerusakan hipotalamus/
hipofisis seperti, tumor, nekrosis sistemik, iatrogen, infeksiJ, hipotiroidisme primer
[kerusakan kelenjar tiroid seperti pasca radiasi, tiroiditis, atrofi, dishormogenesis,
hipotiroidisme transien), hipotiroidisme karena sebab lain ffarmakologis, defisiensi
yodium, kelebihan yodium dan resistensi periferJ. Hipotiroidisme juga dapat
dibedakan berdasarkan gejala yaitu hipotiroidisme klinik dan subklinik.l

DIAGNOSIS

Anomnesisr
. Rasa capek
. Sering mengantuk
. Tidak tahan dingin
. Lesu, Iamban
. Rambut alis mata lateral rontok
. Rambut rapuh
. Lamban bicara
. Berat badan naik
. Mudah lupa
. Dispnea
. Suara serak
. Otot lembek
. Depresi
. Obstipasi
. Kesemutan
. Reproduksi: oligomenorea, infertil, aterosklerosis
. Tipe sentral: gangguan visus, sakit kepala, muntah
Pemeriksoon Fisikl
. Kulit kering, dingin, pucat, kasar
. Gerakan lamban
. Edema wajah
. Refleks fisiologis menurun
. Lidah tebal dan besar
. Otot lembek, kurang kuat
. Obesitas
. Edema ekstremitas
. Bradikardia

Pemeriksoon Penunjongt,2
. Darah perifer lengkap (bisa terdapat sitopenia)
. Kreatin fosfokinase
. Antibodi TPO
. Anti-Tg-Ab
. Pemeriksaan TSH, T3, FT4
. Profil lipid
. Biopsi aspirasi jarum halus bila terdapat struma
. Elektrokardiogram (untukmencari komplikasi jantung)
Pada hipotiroidisme subklinis, TSH naik, namun kadar hormon tiroid dalam batas
normal. Gejala dan tanda tidak ada atau minimal.l'2

DIAGNOSIS BANDING
Euthyroid sick syndrome, insufisiensi adrenal, gagal hati, efek obat-obatan, depresi,
sindrom lelah kronik3

TATATAKSANA

Nonformokologis
edukasi, pemantauan fungsi tiroid berkalaa

Formokologis
. Levotiroksin: pagi hari dalam keadaan perut kosong. Dosis rerata substitusi L-T
adalah 1,1,2 ytg/hariatau 1,6 pg/kgBB atau 100 1,25 pg sehari. Untuk L-T adalafi
-
25 50 pg. Sebagian besar kasus membutuhkan L-T 100- 200 pg/harii Untuk
-
pasien-pasien kanker tiroid pasca tiroidektomi, dosis T4 rata-rata adalah 2,2 Vtg/
kgBB/hari. Target TSH disesuaikan dengan latar belakang kasus.
a Untuk hipotiroidisme subklinis, tidak dianjurkan memberikan terapi rutin apabila
TSH <10 mU/L. Substitusi tiroksin diberikan untuk memperbaiki keluhan dan
kelainan objektif jantung. Terapi diberikan dengan levotiroksin dosis rendah
(25-50 pg/hari) hingga mendapatkan kadar TSH normal.l

Berikut adalah algoritma penatalaksanaan pasien hipotiroidisme

Ukur kodor TSH

Meningkol Normol

Ukur kodor fT4 Kecurigoon keloinon

Rendoh Tidok

Hipotiroidisme Hipotiroidisme Ukur kodor fl4


pemeriksoon lon.juton

TPOAb+ TPOAb+
TPOAb-, TPOAb,
simtomotik osimtomotik Rendoh Normol

Hipotiroidisme Singkirkon me n
pnmer penyebob loin pemeriksoon
lonjuton

Teropi T4 Follow up Teropi T4


tohunon Singkirkon efek obot, sick
e uthyroid syndrome, evoluosi
fungsi hipofisis

Gombor l. Algoritom Tololoksono Posien Hipoliroidisme2


HIPOTIROIDISME PADA KEHAMITAN
WHO merekomendasikan intake iodium sebesar 200pg/hari selama kehamilan
untuk mempertahankan produksi hormon tiroid yang adekuat. Hipotiroidisme pada
kehamilan berbahaya bagi ibu maupun bayi. Hipotiroidisme berat pada ibu dapat
menyebabkan anemia, miopati, gagal jantung kongestif, pre-eklamsia, abnormalitas
plasenta, berat bayi lahir rendah dan perdarahan postpartum. Hipotiroidisme ringan
dapat bersifat asimtomatik pada kehamilan. Bagi bayi, hipotiroidisme pada ibu dapat
menyebabkan hipotiroidisme kongenital yang dapat menyebabkan abnormalitas
fungsi kognitif, neurologik dan gangguan perkembangan. Karena itu, semua bayi baru
lahir hendaknya dilakukan penapisan untuk mengetahui ada tidaknya hipotiroidisme
kongenital sehingga bayi dapat segera diberikan terapi. Abnormalitas ringan pada
perkembangan otak bayi dapat timbul pada wanita hamil dengan hipotiroidisme
ringan yang tidak diterapi. Karena itu, beberapa ahli merekomendasikan untuk
memeriksa kadar TSH wanita sebelum hamil atau segera setelah kehamilan
ditegakkan, terutama apabila wanita tersebut berisiko tinggi memiliki kelainan
tiroid fwanita yang sebelumnya mendapat terapi hipertiroidisme, wanita dengan
riwayat keluarga menderita kelainan tiroid atau goiterJ, Kadar TSH >2,5 mlU/L dapat
dianggap abnormal. Kadar TSH 2,5 mlU/L tanpa penurunan fT4 dianggap sebagai
- 10
hipotiroidisme subklinik. Kadar TSH >10 mlU/L dianggap sebagai hipotiroidisme
primer tanpa melihat ada tidaknya penurunan kadar fT4.s
Wanita dengan riwayat hipotiroidisme harus memeriksa kadar TSH pada awal
kehamilan. Apabila TSH normal, maka tidak perlu dimonitor lebih lanjut. Namun apabila
diketahui terdapat hipotiroidisme, maka terapi dengan levotiroksin diperlukan untuk
mencapai kadar TSH (0,1- 2,5 mlU /L pada trimester 7,0,2 - 0,3 mlU/L pada trimester
2,0,3 - 3,0 mlU/L pada trimester 3J dan fT4 normal. Terapi hipotiroidisme pada
kehamilan sama dengan pasien yang tidak hamil, hanya saja kebutuhan levotiroksin
saat kehamilan meningkat25 - 50%. tiroid dapat diulang setiap 6 - B minggu
Tes fungsi
selama kehamilan. Apabila terdapat perubahan pada dosis levotiroksin, maka tes fungsi
tiroid harus dilakukan 4 minggu kemudian. Setelah melahirkan, maka dosis levotiroksin
kembali seperti tidak hamil. Suplemen kehamilan yang mengandung zat besi dapat
menurunkan absorpsi hormon tiroid pada saluran cerna sehingga harus dikonsumsi
dengan jarak minimal2 - 3 jam dari konsumsi Ievotiroksin.s'6

KOMPTIKASI
Koma miksedema, depresi, kelainan neuropsikiatri(myxedema madness), penyakit
jantun g, komplikasi pengobatan2'a
PROGNOSIS
Kebanyakan kasus hipotiroidisme klinik membutuhkan terapi seumur hidup.
Komplikasi koma miksedema terkait dengan kematian. Sekitar 4070 kasus
hipotiroidisme subklinis akan berkembang menjadi hipotiroidisme klinis, hal ini
terkait dengan kadar awal TSH. Sisanya akan mengalami resolusi spontan dalam
waktul-5tahun.z,3

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam
o RS non Pendidikan

REFERENSI
l. Djokomoeljonto R. Kelenjor tiroid, hipotiroidisme, don hipertiroidisme. ln: Sudoyo A, Setiyohodi
B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 51h ed. Jokorto; Pusot
lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:1993 - 2OO8
2. Lomeson JL, Weetmon AP.Disorders of the thyroid glond. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold
E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSth ed.
United Stotes of Americo;The McGrow-Hill Componies,2012:2911 -39
3. Gordner DG, Shobock D, editors. Greenspon's bosic ond clinicol endocrinology. 8ih ed. Son
Fronsisco.
4. Allohobodio A, RozviS, Abrohom P, Fronklyn J. Diognosis ond treotment of primory hypothyroidism.
BMJ.2009;33:b725
5. Stognoro-Green A, Abolovich M, Alexond er E, Azizi F, Mestmon J, Negro R, et ol. Guidelines of
the Americon thyroid ossociotion for the diognosis ond monogement of thyroid diseose during
pregnoncy ond postportum. Thyroid. 2011:21(10):1081 - 1125
6. Alinbinde, Steven W. et ol. Thyroid ond Others Endocrine Disorders During Pregnoncy. Current
Diognosis & Treotment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. The Moc-Grow Hill Componies.
2007.
H P RPARAT RO DISME

PENGERTIAN
Hiperparatiroidisme adalah keadaan berlebihnya sekresi hormon paratiroid; yang
dapat dibagi men jadi 3 kategori, yaitu prime4, sekunder dan tersier.l'2Hiperparatiroidisme
primer terjadi jika sekresi hormon paratiroid yang berlebihan disebabkan oleh
kelenjar paratiroid yang autonom, menyebabkan hiperkalsemia, dengan insidens
tertinggi pada wanita pascamenopause.2-a Perubahan patologik yang dapat terjadi
pada hiperparatiroidisme primer adalah adenoma, hiperplasia dan karsinoma.3 s
Hiperparatiroidisme sekunder terjadi jika hipokalsemia atau defisiensi vitamin D
menjadi stimulus produksi hormon paratiroid, sering terjadi pada pasien gagal ginjal
kronik dan pasien defisiensi vitamin D, terutama orang lanjut usia.a Hiperparatiroidisme
tersier disebabkan oleh kelenjar yang berfungsi secara autonom pada pasien dengan
hiperparatiroidisme sekunder yang telah berjalan lama, misalnya pada kasus gagal ginjal
kronik yang telah berjalan lama.a's

PENDEKATAN DIAGNOSI52,4,5

Anomnesis
. Gejala konstitusional nonspesifik: kelelahan, kelemahan, anoreksia, mual, muntah,
konstipasi, nyeri tulang.
. Gejala neuropsikologik: gangguan tidut depresi, mental confusion, konsentrasi
menurun, iritabilitas, demensia
. Manifestasi pada sistem rangka: osteoporosis, patah tulang atau riwayat patah tulang
. Riwayat batu ginjal berulang
. Riwayat penggunaan obat: diuretik tiazid, Iitium
. Riwayathipertiroidisme, hiperkalsemia.

Pemeriksoon Fisik
Manifestasi kardiovaskular: hipertensi, kalsifikasi valvulat hipertrofi ventrikel
Pemeriksoon Penunjong
. Pemeriksaan darah
. Peningkatan kalsium serum total dan peningkatan hormon paratiroid, penurunan
kadar fosfat serum, peningkatan kadar 1,25-dihidroksi vitamin D, peningkatan
marker pembentukan faktivitas osteoblastikJ dan resorpsi tulang [osteoklastik).
Pada hiperparatiroidisme sekunder, terjadi peningkatan hormon paratiroid,
hipokalsemia atau defisiensi vitamin D. Pasien dengan hiperparatiroidisme tersier
memiliki kadar kalsium darah yang normal atau meningkat, penurunan kadar
vitamin D, penurunan kadar fosfat dan peningkatan fosfatase alkali.
. Pencitraan: nefrolitiasis dan gambaran keropos tulang
. Penurunan GFR
. Pemeriksaan urin: hiperkalsiuria, peningkatan ekskresi kalsium urin 24 jam.
. EKG:interval QT memendek
. Densitometri tulang: penurunan densitas tulang
. Kedokteran nuklir: Sestamibi scan

DIAGNOSIS BANDING2,4
Keganasan, penggunaan litium dan tiazid, benign familial hypercalcemic
hypocalciuria, hiperkalsemia oleh sebab lain (lihat bab Gangguan Kalsium).

TAIATAKSANA

Formokologis don Bedoh2-5


1,. Hiperparatiroidisme primer
a. Eksisi jaringan kelenjar paratiroid abnormal adalah terapi definitif
b, Kalsium 1000-1.200 mg per hari pascareseksi
c. Pada penyakit ringan: pertahankan hidrasi, bisfosfonat [alendronat 10 mg
oral sekali sehari), terapi pengganti hormon estrogen atau raloxifene, dan
kalsimimetik (ci na calcet).

2. Hiperparatiroidisme sekunder
a. Atasi penyebab primernya
b. Terapi dengan kalsium dan vitamin D atau analog vitamin D

c. Pengikat fosfat
d. Kalsimimetlk (cinacalcet)
3. Hiperparatiroidisme tersier
Paratiroidektomi subtotal dan total
KOMPTIKASI
4,5
Fraktur patologis, pankreatitis, batu ginjal berulang.

PROGNOSIS
Hiperparatiroidisme primer ringan yang tidak ditatalaksana terkait dengan
peningkatan mortalitas, penyakit kardiovaskular; gagal ginjal, dan batu ginjal. Pada
pasien hiperparatiroidisme primer simtomatik, paratiroidektomi bersifat kuratif dan
bermanfaat. Pada hiperparatiroidisme sekunder, sekitar 1-2o/o pasien membutuhkan
paratiroidektomi setiap tahunnya. Pada hiperparatiroidisme tersiel kelenjar abnormal
jarang mengalami i nvolusi.a'6

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik -
Endokrinologi
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Departemen Bedah
. RS non Pendidikan Bagian Bedah

REFERENSI
1 . Hiperporotiroidisme. Dolom:Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyuniing.
Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; lnterno Publishing; 2009.
2. Potls Jr JT. Diseoses of the porothyroid glond. ln: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser
SL, Loscolzo l, penyunting. Honison's principle of internol medicine. lSth Edition. McGrow-Hill. 2012.
3. Froser WD. Hyperporothyroidism. Loncet 2009:37419684):1 45-58.
4 Ahmod R, Hommond JM. Primory, secondory, ond tertiory hyperporothyroidism. Otoloryngol
Clin N Am 2004;37:701-13
5. RS, Chen H. Secondory ond tertiory hyperporothyroidism, stote of the ort surgicol
Pitt SC, Sippel
monogement. Surg Clin North Am 2009;8915):1227
KA SNO ATROD

PENGERIIAN
Karsinoma tiroid merupakan keganasan kelenjar tiroid yang paling sering
ditemukan. Klasifikasi karsinoma tiroid dibedakan atas dasar: asal sel yang
berkembang menjadi sel ganas dan tingkat keganasannya.l Untuk kepentingan praktis,
berdasarkan tingkat keganasan, karsinoma tiroid dibagi atas 3 kategori :2

1. Tingkat Keganasan Rendah


a. Karsinoma papilar
b. Karsinoma folikular (dengan invasi minimal)
2. Tingkat Keganasan Menengah
a. Karsinoma folikular (dengan invasi luasJ
b. Karsinoma medular
c. Limfoma maligna
d. Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk
3. Tingkat Keganasan Tinggi
a. Karsinoma tidak berdiferensiasi (anaplastikJ
b. Haemangioendothelioma maligna (angiosarkoma)

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis ( Foktor risiko don gejolo penekonon )''


. Usia <20th atau >70th
. Jenis kelamin pria
. Keluhan disfagia dan serak
. Riwayat radiasi pengion saat anak-anak
. Riwayat keganasan tiroid sebelumnya
. Gejala penekanan dan metastasis

Pemeriksoon Fisikr,2
. Modul padat, keras, tidak rata dan terfiksir
. Limfadenopatiservikal
Pemeriksoon Penunjong
L. BiopsiAspirasi farum Halus (BAJAHJ
2. Laboratorium
3. Pencitraan
. USG
. SkintigrafiTiroid
4. Histopatologi

DIAGNOSIS BANDING
Nodul Tiroid Jinak

IATALAKSANA'
1. Operasi
. Tiroidektomi total merupakan prosedur awal pilihan pada hampir sebagian
besar pasien karsinoma tiroid.
2. Terapi Ablasi Iodium Radioaktif
. Untuk memaksimalkan uptake iodium radioaktif setelah tiroidektomi total, kadar
hormon tiroid diturunkan dengan menghentikan obat L-tiroksin sehingga TSH
endogen terstimulasi hingga mencapai kadar di atas 25-30 mU/L. Mengingat
waktu paruh L-tiroksin adalah 7 hari, biasanya diperlukan waktu 4-5 minggu.
. Pasien juga menghindari makanan yang mengandung tinggi yodium paling
kurang 2 minggu sebelum skintigrafi dikerjakan.
3, Terapi Supresi L-Tiroksin
. Kelompok Risiko Rendah :TargetTSH : 0.1-0.5 mU/L
. Kelompok Risiko Tinggi : Target TSH : 0.01 mU /L
4. Tyrosine kinase inhibitor
5. Radioterapipaliatif

EVATUASI
7. Skintigrafi Seluruh Tubuh (Whole Body Scan)
. Dilakukan 6-12 bulan setelah terapi ablasi pertama
2. USG
. Mengevaluasi kekambuhan atau adanya KGB lokal atau metastasis regional
3. Pencitraan Lain: CT scan, Rontgen dada, MRI dan FDG-PET tidak rutin dikerjakan
4. Tiroglobulin
Tiroglobulin dan TSH diperiksa setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama
KOMPLIKASI
. Penekanan saluran nafas
. Metastasis fails

PROGNOSIS
Pada pasien muda, rata-rata kesembuhan 97o/o pada karsinoma tiroid baik yang
folikular maupun yang papilar. Karsinoma tiroid tipe medulac memiliki prognosis
lebih buruk karena menyebar ke kelenjar limfe lebih cepat sehingga membutuhkan
terapi lebih agresif.l

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
. RS non Pendidikan

REFERENSI
l. Jomeson JL, Weetmon AP. Disorder of the Thyroid Glond. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL,
HouserSL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. lSrhed. New York:
McGrow-Hill; 2O1 2. 29 1 1 -39

2. Subekti lmom. Pengeloloon korsinomo tiroid. Dolom : Penotoloksonoon Penyokit-Penyokit Tirold


bogi Dokter. Perkumpulon Endokrinologi lndonesio Cobong Jokorto. Jokorto. 2008. Hlm 88-102.
KELA NAN ADRENAL

PENGERTIAN
Kelainan adrenal memiliki karakteristik defisiensi atau produksi berlebihan dari
satu atau beberapa kelas kortikosteroid utama. Defisiensi hormon dapat disebabkan
oleh kelainan enzimatik atau glandular bawaan atau rusaknya kelenjar hipofisis
atau adrenal oleh karena penyakit autoimun, infeksi, infark, atau kondisi iatrogenik
seperti pembedahan atau supresi hormonal. Hormon yang berlebihan biasanya
diakibatkan oleh neoplasia atau keganasan, yang meningkatkan produksi hormon
adrenokortikotropik (ACTHJ oleh sel neuroendokrin atau adanya neoplasia di
tempat lain yang menghasilkan ACTH (ACTH ektopikJ, atau meningkatnya produksi
glukokortikoid atau mineralokortikoid oleh nodul adrenal.l
Kelainan adrenal yang akan dibahas pada bab ini adalah Sindrom Cushing, tumor
adrenal, hirsutisme, hiperaldosteronisme, dan insufisiensi adenokortikal.

DIAGNOSIS

A. S'NDROM CUSH'NG / HIPERKORT'SOI'SME',2


Adalah sekumpulan gejala yang terjadi akibat paparan kronik glukokortikoid yang
berlebih oleh karena sebab apapun. Kelainan ini dapat merupakan ACTH-depedent
(contohnya pituitary corticotrop adenoma, sekresi ACTH ektopik oleh tumor non-
hipofisis) alau ACTH-independent (contohnya adenoma adrenokortikal, karsinoma
adrenokortikal, hiperplasia adrenal nodularJ, serta dapat pula iatrogenik (pemberian
glukokortikoid eksogen untuk mengobati keadaan inflamasi). Adapula yang dinamakan
penyakit Cushing, yaitu sindroma Cushing sekunder akibat hipersekresi ACTH hipofisis
(Tabel 1)
Tobel 1. Sindrom Cushingt,2

TATATAKSANA

Non formokologis :-

Formokologis
Hiperplasia adrenal :"medical" adrenalektomi [Mitotan (2-3 g/hari)|, penghambat
steroidogenesis [ketokonazol [600-L200 mg/hari)], penghambat sintesis steroid
aminoglutetimid (1 g/hari) dan metiraponi (2-3 g/hari), mifepristone.

Bedoh
Adenoma atau karsinoma, hiperplasia bilateral (adrenalektomiJ
Tondo klinik
Osteoporosis
Diobetes melitus
Hipertensi diostolik
Adipositos sentrol
Hirsutisme don omenoreo

Tes skrining
LKortisol plosmo podo jom 08.00
> 140 nmol/L (5 S/dL) seteloh 1 mg
deksometoson podo tengoh molom;
2.kortisol bebos urin > 275 nmol/L (100
!9/hori)
tengoh molom
3. Solivory Cortisol

Tes supresi deksometoson


Respon kortisol podo hori ke-2
menjodi 0,5 mg per 6 jom

Respon normol Respon obnormol Respon kortisol podo hori ke-2


supresi deksomeloson (2 mg
per 5 jom)

Supresi Tidok odo respon


Hiperplosio odrenol - Hiperplosio odrenol
Sekunder terhodop sekresi - sekunder terhodop tumor
ACTH hipofisls yong menghosilkon ACTH
- Neoplosio odrenol

ACTH

ACTH tinggi ACTH rendoh


Hiperplosio odrenol Neoplosio
sekunder terhodop tumor
yong menghosilkon ACTH
I 7-KS-urin otou
Pencitroon pituitori don/otou DHEA sulfot serum
pengombilon sompel doroh veno yong CIscon obdomen
selektif

v
Positif Negotif Tinggi (> 6 cm) Normol+endoh (<3 cm)
Adenomo hipofisis Tumor ektopik Korsinomo odrenol Adenomo odrenol

Gombor l. Alur Diognoslik unluk Mengevoluosi Posien Tersongko Menderilo Sindrom Cushingr
Komplikosi
Trombosis vena dalam, emboli paru, ansietas, depresi, paranoid akut, psikosis
depresil osteoporosis. Karsinoma adrenal : metastatis paru dan hati

Prognosis
. Overt Cushing's berhubungan dengan prognosis buruk
. Kebanyakan pasien dengan karsinoma adrenal meninggal dalam 3 tahun setelah
diagnosis
. Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan mempunyai prognosis
baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi.

B. IUMOR ADRENAI.',2
Tumor adrenal memiliki hubungan dengan sindrom Cushing dan sindrom Conn
serta tumor-tumor lain yang mensekresi androgen (menyebabkan virilisasi pada
perempuanJ, yang mengekskresikan estrogen (menyebabkan feminisasi pada laki-laki
dan perdarahan uterus pada perempuan pascamenopause)

Tobel 2. Iumor Adrenolr,2

TATALAKSANA

Nonformokologis
Kondisi dimana operasi tidak memberikan hasil yang baik diantaranya adalah
kelainan adrenal bilateral seperti corticotropin-dependent Cushing disease atau
hiperaldosteronisme bilateral. Adenoma kortikal adrenal non- fungsional bukan
merupakan premalignan dan tindak pembedahan tidak diindikasikan.
Temuon CT/MRI mosso odrenol yong
didopotkon secoro insidentol

Skrining hormon berlebihon


. Metonefrin plosmo otou urin 24 jom untuk ekskresi kotekolomin
otou metonefrin
. Urin 24 jom untuk ekskresi kortisol bebos, ACTH plosmo, cortisol
plosmo (otou solivo) tengoh molom, tes deksometoson I mg
sotu molom penuh (melokukon poling sedikii didopotkon
duo dori empot tes)
. Aldosteron plosmo don renin plosmo
. Jiko tumor >2 cm; l7-hidroksiprogesteron don DHEAS

Positif
Negotif don pencitroon tidok
Negotif topi: didopotkon odonyo kegonoson :

hosil pencitroon . Ukuron <4 cm


Tes konflrmosi tidok didopotkon . Densitos CT yong rendoh
kegonoson: (<r0 HU)
. Ukuron >4cm . Wosh-out kontros CT >50%
. Densitos CT yong
tinggi (>20 HU)
. Wosh-out kontros CT
<40%
Ulongi skrining untuk Ulongi skrinlng untuk hormon
hormon yong berlebih yong berlebih seteloh l2 bulon;
seteloh l2 bulon ulongi pencitroon seteloh 5-12
bulon

Neg Pos

F/U jiko F/U iiko diperlukon


diperlukon Uniloterol odrenolektomi

Keterongon gombor: F/U = follow up

Gombor 2. Algorilmo lolo loksono posien dengon mosso odlenol yong


dilemukon secolo insidenlolt

Formokologis
Pasien dengan hiperaldosteronisme idiopatik bilateral yang tidak dapat dioperasi
atau menolak dioperasi harus diberikan penyekat reseptor mineralkortikoid selektif
dan nonselektif.

Bedoh
Pengobatan untuk tumor adrenal yang secara hormonal aktif

100
PROGNOSIS
Delapan puluh persen adenoma adrenal merupakan non fungsional dan jinak.
Dan sebesar 20o/o, adenoma adrenal adalah fungsional atau ganas dan membutuhkan
evaluasi dan pengobatan lebih lanjut untuk mencegah komplikasi.

c. H,RSUflSME S'MPI. EKS (tDtOP ATtKy'z

Gomboron Klinis
Pertumbuhan rambut ekstra pada daerah wajah, bibir atas, dan dagu. Rambut
pada lengan bawah meningkat dan rambut tumbuh panjang antara payudara dan
pubik, meluas sampai ke paha atas dan dinding perut depan (male escutclreon). Kulit
cenderung berkeriput, dan dapat muncul jerawat

TATALAKSANA

Non formokologis
Depilatory cream, bleaches dan heavy layer cosmetics

Formokologis
Siproteron asetat

Prognosis
Riwayat hirsutisme simpleks tidak jelas tetapi memberi kesan rambut tubuh
berlebihan dan tidak berkembang lebih luas setelah usia 35 tahun dan cenderung
berkurang setelah menopause

D. H'PERAI.DOSIERON IS MEI,2

Etiologi hiperaldosteronisme ada tiga macam yaitu primer, sekundet dan kelebihan
mineralkortikoid non aldosteron. Pada hiperaldosteronisme primer terjadi kelainan
pada adrenal dan tidak peningkatan hormon aldosteron tidak bergantung pada renin.
Penyebab hiperaldosteronisme diantaranya adalah hiperplasia (70o/o), adenoma
(sindroma Conn, 25o/o), karsinoma (5%).
Pada hiperaldosteronisme sekunder terjadi kelainan pada ekstraadrenal dan
peningkatan aldosteron bergantung dari renin. Primary reninism: tumor yang
mengsekresi renin (jarang), Secondary reninism: penyakit renovaskular (RAS,
hipertensi malignaJ, edema dengan penurunan volume arteri yang efektif (CHF,
sirosis, sindroma nefrotik, hipovolemia, diuretik, diabetes tipe2, Bartter (gangguan
Na/K/zCltransporter-mendapat Ioop diuretic), Gitelman (gangguan transporter Na/
Cl renal-mendapat diuretik golongan thiazid) )
Adapula kelainan kelebihan mineralkortikoid nonaldosteron yang menyerupai
hiperaldosteronisme yaitu defisiensi 11u-HSD (kekurangan penginaktivasi kortisol,
yang berikatan dengan reseptor mineralkortikoid nonselektif), Black licorice
(glycyrrhizinic)

Anomnesis
Sakit kepala, poliuria, nokturia, parestesia, kelemahan otot

Pemeriksoon Fisik
Hipertensi, edema, hiporefleksi, paralisis, distensi abdomen

Pemeriksoon Penunjong
. Laboratorium: Hipokalemia, kadar aldosteron tinggi, kadar renin rendah
. Radiologi: CT scqn adrenal

Diognosis Bonding
Hipertensi esensial, adenoma adrenal, Sindrom Bartter, Sindrom Conn, Sindrom
Cushing, hipertensi renovaskular

Iololoksono
. Nonfarmakologis : diet rendah garam
. Farmakologis : Spironolakton (awal400 mg/hari per oral, kemudian 100-400 mg
sekali sehari atau setiap 72 jam), amiloride, triamterene, nifedipin
. Terapi invasif: -

. Tindakan operatif : untuk kasus adenoma atau karsinoma

Komplikosi
Komplikasinya adalah komplikasi yang berhubungan dengan hipertensi kronik
(infark miokard, penyakit serebrovaskulari gagal jantung kongestif )

E.'NSUF'S'ENS' ADRENALI'2
Adalah defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi mendadak biasanya
disebabkan oleh penyakit atau stres yang berat. Insufisiensi adrenal akut juga dapat
terjadi akibat stres, infeksi berat, pada pasien dimana respons adrenal menurun karena
sesuatu sebab atau gangguan pelepasan ACTH akibat kerusakan hipofisis atau terapi
kortikosteroid lama.

Anomnesis
Akut: Nyeri kepala, mual, muntah, diare
Kronik: lesu, letih, lemah, anoreksia, mual, penurunan berat badan, muntah-muntah,
nyeri perut, depresi, psikosis

Pemeriksoon Fisik
Hipotensi
Kronik: kurus, lemah, hipotensi, pigmentasi pada perut, tempat-tempat tertekan
[daerah tali pinggang, lipatan telapak tangan, areola, perineum dan daerah yang
terpapar sinar matahari), vitiligo, atau pigmentasi kelabu pada muka pipi, gusi dan
bibir

Pemeriksoon Penunjong
. Kadar kortisol darah
. Kronik: hipoglikemia
. Tes Synacthen (ACTH stimulation test)
. CT scan adrenal

Diognosis Bonding
Krisis adrenal, perdarahan adrenal, eosinofilia, histoplasmosis, sarkoidosis

TATALAKSANA
Non farmakologis: Edukasi pasien
Farmakologis: Pemberian larutan NaCI0,9%, kortikosteroid, glukosa intravena, dan
pengobatan penyakit pencetusnya
Alternatif lain: hidrokortison IV dengan larutan NaCl 0,9%
Kronik:
. Pemberian kortisol
Mula-mula pasien diberikan kortison dosis tinggi. Untuk jangka panjang, dosis 25 mg
pagi hari dan 1,2,5 mg pada sore hari per oral
. Mineralkortikoid (fludrokortison 100 pg/hari)
Komplikosi
Syok, krisis adrenal

Prognosis
Kecuali risiko krisis adrenal, kesehatan dan usia pasien biasanya normal, sedangkan
pigmentasi dapat menetap

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik -
Endokrinologi
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS pendidikan Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam
a RS non pendidikan

REFERENSI
I . Arlt W. Disorder of the Adrenol Cortex. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL,
Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. 18thed. New York: McGrow-Hill:2012.2940-61
2. Niemon L. Adrenol Cortex. In: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23,d Edition. Philodelphio.
Sounders, Elsevier. 2008

104
K STA T OID

PENGERTIAN
Kista tiroid adalah nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan L0 - 25 0/o dari
seluruh nodul tiroid. Insidens keganasan pada nodul kistik lebih rendah dibandingkan
nodul solid. Pada nodul kistik kompleks masih mungkin merupakan suatu keganasan.
Sebagian nodul kistik mempunyai bagian yang solid.l

PENDEKAIAN D!AGNOSIS

Anomnesisr,2
. Anamnesis Umum:
- Sejak kapan benjolan timbul
- Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap
- Cara membesarnya: cepat atau lambat
- Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan
atau hanya pembesaran leher saja
. Riwayat keluarga
. Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda
. Perubahan suara
. Gangguan menelan, sesak nafas
. Penurunan berat badan
. Keluhantirotoksikosis

Pemeriksoon Fisikt,2
. Umum
. Lokal:
- Nodus tunggal atau banyak, atau difus
- Nyeri tekan
- Konsistensi: kistik
- Permukaan
- Perlekatan pada jaringan sekitarnya
Pendesakan atau pendorongan trakea
Pembesaran kelenjar getah bening regional
Pemberton's sign

Peniloion Risiko Kegonoson2


Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid
jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid:
. Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau diffusa jinak
. Riwayat keluarga dengn tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun.
. Gejala hipo atau hipertiroidisme.
. Nyeri berhubungan dengan nodul.
. Nodul lunak, mudah digerakkan.
. Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah
keganasan tiroid:2
. Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
. Jenis kelamin laki-laki
. Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan nafas
. Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu - bulan )
. Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (iuga meningkatkan
insiden penyakit nodul tiroid jinak)
. Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
. Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan
. Paralisis pita suara,
. Temuan limfadenopati servikal
. Metastasis jauh ( paru-paru, dll)

Longkoh Diognostik I: TSHs, FI4


Bila Hasil : Non toksik o Langkah diagnostik II:
) Pungsi aspirasi kista dan BAIAH bagian solid dari kista tiroid

Pemeriksoon Penunjon94
. USG tiroid:
- dapat membedakan bagian padat dan cair,
- dapat untuk memandu BAfAH: menemukan bagian solid.
- Gambaran USG Kista = kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen,
dinding tipis.
a Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin.
o Biopsi Aspirasi farum Halus (BAfAHJ: pada bagian yang solid.

DIAGNOSIS BANDING
. Kista tiroid
. kista degenerasi
. Karsinoma tiroid

IATATAKSANA
Pungsi aspirasi seluruh cairan kista:1-3
. Bila kista regresi ) Observasi
. Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah )Pungsi aspirasi dan Observasi
. Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas tinggi ) Operasi Lobektomi
. Modalitas lain : Injeksi Ethanol [Skleroterapi)

KOMPTIKASI
Penekanan pada organ sekitar yang dapat mengakibatkan kesulitan makan,
menelan, bernapas, dapat juga terasa nyeri.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung tipe kista tiroid.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Departemen Radiologi/Kedokteran Nuklit Patologi
Klinik, Departemen Bedah-Onkologi, Departemen
Patologi Anatomi
a RS non Pendidikan Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Radiologi, dan Bedah.

REFERENSI
I . Koriodi SHKS. Strumo Nodoso Non-Toksik. Dolom Wospodji S, et ol. (eds). Buku Ajor llmu Penyokit
Dolom. Edisi 3. Jokorto, Boloi Penerbit FKUI:757-65.
2. Suyono S. Pendekoton Posien dengon Strumo. Dolom Morkum HMS, Sudoyo HAW, Effendy S,
Setioti S, Goni RA, Alwi I (eds). Noskoh Lengkop Pertemuon Ilmioh Tohunon llmu Penyokit Dolom
I 997. Jokorto, 1997 :207 -1 3.
3. Subekti l. Strumo Nodoso Non-Toksik (SNNT). ln Simodibroto M, Setioti S, Alwi l, Moryontoro, Goni
RA, Monsjoer A (eds). Pedomon Diognosis don Toto Loksono di Bidong llmu Penyokit Dolom.
Jokorto: Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUl,l999:187-9.
4. SoebordiS. Pemeriksoon Diognostik Nodul Tiroid. Mokoloh Jokorto Endocrinology Meeting 2003.
Jokorto, 18 Oktober 2003.
KRISIS HIPERGL KEM A

PENGERTIAN
Krisis hiperglikemia, mencakup ketoasidosis diabetik (KAD) dan status
hiperglikemia hiperosmolar (SHH), merupakan komplikasi metabolik akut paling
serius pada pasien diabetes melitus. Krisis hiperglikemia terjadi akibat defisiensi
insulin dan peningkatan hormo n counterre g ul atory fglukagon, katekolamin, kortisol
dan growth hormone). SHH terjadi ketika defisiensi insulin yang relatif (terhadap
kebutuhan insulin) menimbulkan hiperglikemia berat dan dehidrasi dan akhirnya
menyebabkan kondisi hiperosmolalitas. I(AD terjadi bila defisiensi insulin yang
berat tidak saja menimbulkan hiperglikemia dan dehidrasi, tapi juga mengakibatkan
produksi keton meningkat serta asidosis metabolik. Spektrum kedua kondisi ini dapat
saling overlap.l'a

PENDEKATAN DIAGNOSIS
L. KAD
. Anamnesis3'a
Mual/muntah, haus/poliuria, nyeri perut, sesak napas; gejala berkembang
dalam waktu <24 jam. Faktor presipitasi meliputi riwayat pemberian insulin
inadekuat, infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi intraabdominal,
sepsis), infark (serebral, koroner, mesenterika, perifer), obat [kokain),
kehamilan.
. Pemeriksaan Fisika
Takikardia, dehidrasi, hipotensi, takipnea, pernapasan Kussmaul, distres
pernapasan, napas bau keton, nyeri tekan perut [menyerupai pankreatitis
akut), letargi atau koma.
. PemeriksaanPenunian93,s
Diagnosis KAD ditegakkan bila ditemukan hiperglikemia [>250 mg/dL),
ketonemia dan atau ketonuria dan asidosis metabolik [HCO3<18) dengan anion
gap meningkat.
2, SHH
. Anamnesis6
Riwayat poliuria, berat badan turun, dan berkurangnya asupan oral yang
terjadi dalam beberapa minggu dan akhir nya terjadi letargil koma. Faktor
presipitasi meliputi infark miokard, stroke, sepsis, pneumonia, infeksi berat
Iainnya, keadaan seperti riwayat stroke sebelumnya atau demensia atau situasi
sosial yang menyebabkan asupan air berkurang.
. Pemeriksaan Fisik6
Dehidrasi, hipotensi, takikardia, perubahan status mental.
. PemeriksaanPenuniang6
Hiperglikemia (dapat >600 mg/dl), hiperosmolalitas (>350 mOsmol/L),
azotemia prerenal. Asidosis dan ketonemia tidak ada atau ringan. pH >7,3 dan
bikarbonat >L8 mEq/L.

Tobel l. Krilerio Diognoslik KAD don SHH6

>12

GD = glukoso doroh; Osmololitos serum efeklif- 2 x {No- ukur (mEq/L)l + glukoso (mg/dl)/ l8;
Anion sop = (No') - l(Cl' + HCO3 (mEq/t)l

DIAGNOSIS BANDING
Starvation ketosis, qlcoholic ketoacidosis, asidosis laktat, penyalahgunaan obat-
obatan (salisilat, metanol, etilen glikol, paraldehid), akut pada gagal ginjal kroniks

TATATAKSANA
L. Pemberian cairana
Pemberian cairan mengikuti algoritma
Colron inkoveno

Menentukon stotus hidrosi

Hipovolemio Dehidrosi Renjoion


berot nngon kordiogenik

NoCl09% Evoluosi notrium Observosi


(l L/hori) serum terkoreksi hemodinomik

No serum tinggi No serum normol No serum rendoh

NoCl 0.45 % (250-500 ml/jom) NoCl 0.9 %


tergontung stotus hidrosi (250-500 mL/jom)

Jiko glukoso serum mencopoi 200 mg/dL (KAD) otou 300 mg/dl (SHH), gonti coiron dekstroso
5 % menjodi NoCl 0.45 % (150-250 ml/jom)

Gombor 1. Algorilmo Pemberion Coiron4

llt
2. Terapi insulina
lnsulin: regulor

0,1 U/ksBB
sebogoi bolus lV

0,1 U/ksBB/jom
sebogoi infus
insulin kontinu lV

Jiko GD lidok turun 50-75 mg/dL, noikkon drlp insulin

KAD SHH

Ketiko kodor GD mencopoi 2OO mg/dL, Ketiko cD mencopoi 200 mg/dL,


turunkon infus insulin regulor menjodi turunkon infus insulin regulor menjodi
0,05-0,1 U/kgBB/jom lV Pertohonkon 0,05-0, I U/kgBB/jom lV. Pertohonkon
kodor GD ontoro 150 don 200 mg/dL kodor GD ontoro 200 don 300 mg/dL
sompoi terjodi resolusi KAD sompoi posien sodor penuh.

Perikso kodor elektrolit, pH veno, kreotinin, don GD tiop 2-4 jom sompoi
posien stobil. Seteloh terjodi resolusi KAD otou SHH don ketiko posien
mompu untuk mokon, berikon regimen insulin subkuton. Untuk menggonti
dori lV ke subkuton, lonjutkon inf us insulin lV selomo I -2 jom seteloh insulin
subkulon dimuloi untuk mencopoi kodor insulin plosmo yong odekuot
Podo posien insulin-noive, muloi dengon 0,5 U/kgBB sompoi 0,8 U/kgBB
per hori don sesuoikon sesuoi kebutuhon. Cori foktor presipitosi

Gombor 2. Algoritmo Prolokol Totoloksono lnsulin podo Posien Dewoso dengon KAD otou SHHa

lt 2
3. Koreksi kaliuma

Kolium

Perikso fungsi ginjol


(urine output - 50 ml/hori/kgBB)

Kolium < 3.0 mEq/L Kolium 3.0-5.0 mEq/L Kolium > 5.0 mEq/L

Jongon memberikon insulin Kolium 20-30 mEq/L dolom Jongon berikon kolium
terlebih dohulu setiop liter coiron introveno Perikso kodor kolium
Ko ium 20-30 mEq/L sompoi untuk menjodo kodor setiop 2 jom.
kolium > 3.0 mEq/L kolium 4-5 mEq/L

Gombor 3. Algorilmo Koreksi Kolium podo Posien Dewoso dengon KAD olou SHH4

4. Bikarbonata
. Jika pH vena <6,9 , berikan 1.00 mmol natrium bikarbonat dalam 400 ml sterile
water ditambah 20 mEq KCI diberikan selama 2 jam, Jika pH masih <7, ulangi setiap
2 jam sampai pH >7. Periksan kadar kalium serum setiap 2 jam.
. f ika pH vena > 6.9 : tidak perlu diberikan natrium bikarbonat.
5. Pemantauana's
Pantau tekanan darah, nadi, napas, status mental, asupan cairan dan urin tiap 1-4 jam

KOMPTIKASI
Renjatan hipovolemik, trombosis vena, perdarahan saluran cerna atas, sindrom
distres pernapasan akut.
Komplikasi pengobatan adalah hipoglikemia, hipokalemia, over load edema
serebrals'6

PROGNOSIS
KAD memiliki angka kematian 2%o untuk usia < 65 tahun dan220/o untuk usia >

65 tahun. SHH memiliki angka mortalitas 20 - 300/o.s'6


UNIT YANG MENANGANI
. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik
Endokrin
. RS non Pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS Pendidikan ICU
. RS non Pendidikan ICU

REFERENSI
l. Soewondo Prodono. Ketoosidosis Diobetik. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto
M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; lnterno Publishing; 2009.
Hol 1906-l9l l.
2. Dovis Joe C. Diobetes Mellitus. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser
SL, LoscolzoJ, penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill
Componies;2012.
3. Perkeni. Petunjuk proktis teropi insulin podo posien diobetes melitus. Jokorto:Pusot penerbiton
ilmu penyokit dolom;201 I
4. Kitobchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. Hyperglycemic crises in odult potients with
diobetes. Diobetes Core 2OO9:32(7):1335-43. Diunduh dori http://core.ciiobetesjournols.org/
contenl/32/7 ll335.full.pdf+html pod otonggol 7 Juni 2012.
5. Trochtenborg DE. Diobetic ketoocidosis. Americon Fomily Physicion2O0S:71(91:1705-14
6. Stoner GD. Hyperosmolor hyperglycemic stote. Americon Fomily Physicion2OO5;71(91:1723-30

lt 4
KRSST OD

PENGERIIAN
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan
mengancam jiwa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit
Graves atau struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus:
infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stres emosi,
penghentian obat anti-tiroid, terapi I"t, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru,
penyakit serebrovaskular/stroke, palpasi tiroid terlalu kuat. 1

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala khas, berat badan turun,
perubahan suasana hati, bingung sampai tidak sadar; diare, amenorea.l

Pemeriksoon Fisikt.2
. Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves atau penyakit lain
. Sistem saraf pusat terganggu: delirium, koma
. Demam tinggi sampai 40oC
. Takikardia sampai 130-200 x/menit
. Dapat terjadi gagal jantung kongestif
. Diare
. Ikterus

Pemeriksoon Penunjong
. TSHs sangat rendah, fT +/TZtinggi, anemia normositik normokromik, limfositosis
relatil hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat hiperbilirubinemia,
azotemia prerenal
. EKG: sinus takikardia atau fibrilasi atrial dengan respons ventrikular cepat.
Tobel l. Skor lndeks Klinis Krisis Tiroid (Burch-Wortosky, 1993)r

5
l0

TATA[AKSANA'
1. Perawatan suportif :

. Kompres dingin, antipiretik (asetaminofenJ


. Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: infus dekstrosa
5% dan NaCl0,9 %
. Mengatasi gagal jantung: O2, diuretik, digitalis
2. Antagonis aktivitas hormon tiroid:
. Blokade produksi hormon tiroid:
PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO.
Alternatif: Metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO

Pada keadaan sangat berat, dapat diberikan melalui pipa nasogastrik [NGT)
PTU 600 - 1000 mg atau metimazol 60-100 mg.
. Blokade ekskresi hormon tiroid
Solutio Lugol (salurated solution of potassium iodida) B tetes tiap 6 jam
. Penyekat beta
Propanolol 60 - B0 mg tiap 6 jam PO atau 1 - 5 mg tiap 6 jam intravena, dosis
disesuaikan respons ftarget: frekuensi jantung < 90 x/menitJ.
. Glukokortikoid
Hidrokortison L00-500 mg IV tiap L2 jam; Deksametason 2 mg tiap 6 jam.
. Bila refrakter terhadap terapi di atas: plasmaferesis, dialisis peritoneal.
3. Pengobatan terhadap faktor presipitasi: antibiotik spektrum luas, dll.

KOMPTIKASI
Krisis tiroid: kematian

PROGNOSIS
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = l0 -1.5 o/o.1

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Dalam Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiovaskular
- Departemen Penyakit Dalam, Departemen Neurologi,
Departemen Radiologi/Kedokteran Nuklir, Patologi
Klinik, Departemen Bedah-Onkologi.
a RS non Pendidikan Bagian Neurologi, Patologi KIinik, Radiologi, dan Bedah.

REFERENSI
1 . Djokomoeljonto R. Kelenjor tiroid, hipotiroidisme, don hipertiroidisme. ln: Sudoyo AW, Setiyohodi
B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi 5. Jokorto:
lnternoPublishing. I 993-2008.
2. Jomeson JL, Weetmon AP. Disorder of the Thyroid Glond. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL,
Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rhed. New York:
McGrow-Hill; 201 2. 29 1 1 -39

117
PE IOPERAT F IABET S LITUS

PENGERTIAN
Perioperatif secara umum merupakan tiga fase pembedahan yaitu preoperatif,
intraoperatifdan pasca operasi. Tujuan dari evaluasi dan penatalaksanaan perioperatif
adalah mempersiapkan kondisi pasien yang optimal sebelum operasi, selama
operasi dan setelah operasi. Secara umum evaluasi perioperatif pada pasien DM
sama dengan kondisi pasien lain yang akan menjalani operasi. Pada pasien DM maka
evaluasi difokuskan pada evaluasi komplikasi jangka panjang DM [mikrovaskuler,
makrovaskuler dan neuropatiJ yang akan meningkatkan risiko operasi. Perhatian
khusus perlu diberikan pada evaluasi fungsi kardiovaskuler dan ginjal. Evaluasi risiko
kardiovaskuler merupakan prioritas utama. Adanya neuropati otonom juga dapat
memperberat dan memperpanjang fase pemulihan pasca operasi.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Evoluosi Pro Operosi Posien DM


. Penilaian risiko operasi
- Faktor risiko rutin : jantung, paru, ginjal, hematologi
- Faktor risiko terkait DM : komplikasi makrovaskular; mikrovaskular
. Penatalaksanaandiabetes
- Klasifikasi DM
- Farmakologi : tipe, obat, dosis, waktu
- Perencanaan makan : kandungan KH, waktu makan
- Aktivitas
- Hipoglikemia : frekuensi, kewaspadaan, beratnya
. Antisipasipembedahan
- Tipe prosedur pembedahan
- Rawat jalan atau rawat inap
- Tipe anestesia
- Waktu mulainya pembedahan
- Lamanya pembedahan
Pemeriksoon Penunjong
. Glukosa Darah
. Profil Lipid
. HbAIC
. DPL
. Fungsi hati: SGOT/PT
. Fungsi ginjal : Ur/Cr
. Elektrolit
. Hemostasis
. Urinalisa
. EKG
. Foto Toraks

DIAGNOSIS BANDING

KOMPTIKASI
Hipoglikemia, Hiperglikemia

IATATAKSANA
1. Kontrol Gula Darah (GDJ
. Biasanya dilakukan saat rawat jalan sebelum tindakan
. Target GD belum ada keseragaman (secara umum GD 140-1BOmg/dl)
. Untuk memperbaiki kontrol GD
- Pemeriksaan GD lebih sering
- Dosis insulin disesuaikan
2. Pemberian Insulin
. GD dikendalikan dengan insulin kerja pendek (insulin manusial atau insulin
kerja cepat analog
. Regimen insulin di rumah dapat dilanjutkan, terutama jika menggunakan
insulin basal
. Pemberian Insulin
- Metode pemberian insulin sebaiknya dapat memberikan kontrol GD yang
baik sehingga dapat mencegah hiper- atau hipoglikemia dan mencegah
gangguan metabolik lain.
- Regimen insulin intravena flV) sebaiknya mudah dimengerti dan dapat
diterapkan dalam berbagai situasi.
- Pemberian insulin intravena (lV) harus disertai pemantauan GDS secara
bedside. Insulin IV memiliki waktu paruh 5 menit dan efek biologik sekitar
20 menit.
- Kecepatan infus insulin dapat disesuaikan dengan kadar GD.
- Perkiraan kebutuhan insulin awal dapat diperkirakan berdasarkan tipe
DM, terapi sebelumnya, derajat kontrol glikemik, terapi steroid, obesitas,
infeksi dan gagal ginjaL
3. Obat oral
. Umumnya dihentikan sebelum tindakan
. SU kerja panjang:48-72 jam sebelum tindakan
. SU kerja pendek, pemicu sekresi insulin lain dan metformin dapat dihentikan
pada malam sebelum tindakan atau pada hari tindakan
4. Tipe Operasi
. Operasi Kecil
- OAD oral atau insulin dapat diteruskan bila kadar GD terkendali baik
- Tidak memerlukan persiapan khusus
. Operasi Sedang
- Paling sering ditemukan
- Persiapan sama dengan operasi besar
. Operasi besar
- Memerlukan anestesi umum dan dipuasakan
- Diberikan infus insulin dan glukosa
- Periksa gula darah setiap jam di meja operasi
5. Operasi Rawat falan
. Iika tidak membutuhkan anestesi umum
. OAD atau insulin dapat dilanjutkan bila GD sudah terkontrol baik
. Tidak memerlukan puasa dan pasca tindakan dapat makan seperti biasa
. Jika memungkinkan tindakan dilakukan sepagi mungkin
6. Operasi Gawat Darurat
. Stres kondisi akut maka kontrol GD dapat memburuk dan bahkan dapat
mencetuskan KAD
. Nilai kontrol GD, dehidrasi, asam basa
. Lebih agresif, periksa GD setiap jam di meja operasi
. Pada KAD maka operasi ditunda 4-6 jam jika mungkin, dan sebelumnya
diberikan terapi standar KAD
. Pengosongan lambung
- semua pasien DM dengan trauma maka dianggap lambung penuh karena
kemungkinan adanya gastroparesis DM, sehingga sebaiknya ditunda 4-6
jam jika memungkinkan
. Infus insulin intravena
7. Penatalaksanaan Intra Operasi
. Semua pasien yang menggunakan insulin baik tipe L maupun tipe 2 harus
mendapatkan insulin selama prosedur operasi
. DM tipe 2 yang terkontrol baik dengan diet dan OAD mungkin tidak
membutuhkan insulin jika prosedur relatif mudah dan singkat
. Kontrol GD yang buruk dan prosedur operasi yang sulit : Pemberian insulin
bermanfaat
8. Pemberian Glukosa, Cairan dan Elektrolit
. Selama puasa sebaiknya diberikan glukosa yang adekuat dengan tujuan
mencegah hipoglikemia, mencukupi kebutuhan energi dan katabolisme berat.
. Dapat diberikan dekstrosa 5o/o 1.00cc/iam, disesuaikan dengan status hidrasi.
. Pada stress berat diperlukan glukosa lebih banyak.
. Jika dibutuhkan penambahan cairan dapat diberikan cairan yang tidak
mengandung dekstrosa.
. Kalium seharusnya dilakukan monitor sebelum dan sesudah operasi
9. Paska tindakan operasi
. lnfus dextrose dan insulin dilanjutkan sampai pasien bisa makan Ialu dimulai
dengan pemberian insulin subkutan sesuai dengan kebutuhan.
. Pada pasien dengan nutrisi enteral tetap dianjurkan pemberian insulin kerja
singkat tiap 6 jam dan pengawasan hipoglikemia.
. Bila tidak bisa makan per oral maka dapat diberikan nutrisi parenteral.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNII IERKAIT
. RS Pendidikan Semua Divisidi lingkungan Departemen Imu Penyakit Dalam
. RS non Pendidikan
REFERENSI
1 . Perkumpulon Endokrinologi lndonesio. Petunjuk proktis teropi insulin podo posien diobetes melitus.
PB PERKENI. Jokorto 201 l.
2. Jocober Sl, Sowers JR. Scott J. An Updote on Perioperotive Monogement of Diobetes. Arch
lntern Med. 1999;1 59:2405-1 1

3. Kedokteron Perioperotif 200/

122
K K DA TK

PENGERTIAN
Kaki diabetes merupakan komplikasi kronik DM yang diakibatkan kelainan
neuropati sensorik, motorik, maupun otonomik serta kelainan pada pembuluh darah,
Alasan terjadinya peningkatan insiden ini adalah interaksi beberapa faktor patogen:
neuropati, biomekanika kaki abnormal, penyakit arteri perifeI penyembuhan luka
yang buruk dan infeksi.l

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Lama menderita DM, kontrol gula darah, gejala komplikasi (jantung, ginjal,
penglihatan) penyakit penyerta, riwayat pengobatan saat ini, pemakaian sepatu, ada
callus, ada kelainan bentuk kaki, riwayat infeksi atau pembedahan pada kaki, nyeri
pada tungkai saat beristirahat. l

Pemeriksoon Fisik2
a. Pemeriksaanvaskular
Palpasi pulsasi arteri, perubahan warna kulit, adanya edema, perubahan
suhu, riwayat perwatan sebelumnya, kelainan lokal di ekstremitas: kelainan
pertumbuhan kaki, rambut, atrofi kulit.
b. Pemeriksaanneuropati
Vibrasi dengan garputala L28 Hz, sensasi halus dengan kapas, perbedaan dua
titik, sensasi suhu, panas dan dingin, pinprick untuk nyeri, pemeriksaan refleks
fisiologis, pemeriksaaan klonus, dan tes Romberg.
c. Pemeriksaan kulit
Tekstur, turgor dan warna, kulit kering, adanya callus, adanya fisura, ulkus,
gangren, infeksi, jamuS sela-sela jari, adanya kelainan akantosis nigikans dan
dermopati,
d. Pemeriksaan tulang dan otot
Pemeriksaan biomekanik, kelainan struktur kaki (hammer toe, charcot, riwayat
amputasi,/o ot drop), keterbatasan tendon achilles, evaluasi cara berjalan, kekuatan
otot, tekanan plantar kaki.
e. Pemeriksaan sepatu atau alas kaki
Jenis sepatu, kecocokan dengan bentuk kaki, insole, benda asing di dalam.

Tobel 'l . Klosifikosi podo Ulkus Diobetik berdosorkon Klosifikosi PEDIS lnfernofionol Consensus on
fhe Diobefic Foot 20032
lmpoired Perfusion

Size/Extent in mm2 Tuliskon dolom ukuron mm2

DIAGNOSIS BANDING
Peripheral arterial disease (PADI, vaskulitis, tromboangiitis obliterans (penyakit
Buerger'sJ, venous stasis ulcer.l

IATATAKSANA
Pengelolaan kaki diabetik dimulai sejak diagnosis diabetes ditegakkan. Pengelolaan
awal meliputi deteksi dini kaki diabetik dan identifikasi kaki diabetik. Terdapat sistem
skoring neuropati yang dibuat untuk mempermudah deteksi dini yaitu Modified
Diabetic Examination Score yaitu:
a. Pemeriksaan kekuatan otot
- Otot Gastroknemius : plantar fleksi kaki
- Otot Tibialis anterior: dorsofleksi kaki

124
b. Pemeriksaan refleks
- Tendon Patela
- Tendon Achilles
- Pemeriksaan sensorik pada Ibu jari kaki
- Sensasi terhadap tusukan jarum
- Sensasi terhadap perabaan
- Sensasi terhadap vibrasi
- Sensasi terhadap gerak posisi
Pengelolaaan kaki diabetik dengan risiko tinggi dan kaki diabetik dengan luka,
dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. PERAWATAN KAKI DIABEIIK TANPA tUKA DAN RISIKO TINGGI

DeleksiDinia
. Kaki berisiko tinggi
- Penyandang DM yang memiliki satu atau Iebih risiko terdiri dari kelainan
neuropati, vaskular (iskemiaJ, deformitas, kalus dan pembengkakan.
- Dilakukan kontrol mekanik, metabolik, edukasi dan ditambah dengan kontrol
vaskular
. Kaki dengan sensasi normal disertai deformitas
- Kelainan deformitas yang lazim dijumpai antara lain claw toes, hammer toes,
metatarsal heads yang menonjol, hallux rigidus, hallux valgus dan callus
- Adanya kulit kering atau fisura akibat neuropati dapat diatasi dengan
pemberian krim pelembab untuk mencegah timbulnya lecet, mengingat setiap
lecet berpotensi sebagai tempat masuknya infeksi bakteri
. Kaki insensitifitas dengan deformitas
. Iskemia dengan deformitas

Iindokon Pencegohon
Dilakukan bila belum ada luka di kaki fTexas Modifikasi Stadium A Tingkat 0J dan
berdasarkan kategori risiko lesi kaki diabetik.a
Langkah-langkah pencegahan perlu dijelaskan saat edukasi perawatan kaki
diabetes, diantaranya sebagai berikut:s
. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di atas pasir dan di air.
. Periksa kaki setiap hari untuk deteksi dini dan laporkan pada dokter fperawat
apabila ada kulit terkelupas, kemerahan, atau luka.
. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya,
. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim
pelembab ke kulit yang kering.
. Potong kuku secara teratur.
. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki teratur setelah dari kamar mandi.
. Gunakan kaos kaki dari bahan katunyangtidak menyebabkan lipatan pada ujung-
ujung jari kaki.
. Kalau ada kalus atau mata ikan, ditipiskan secara teratur.
. fika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kali yang dibuat khusus.
. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi.
. fangan gunakan bantal panas atau botol berisi air panas atau batu untuk kaki.
Studi yang dilakukan dr.Allaida S.R.SpRM membuktikan edukasi perawatan kaki
yang diberikan terus menerus meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku
penderita kaki diabetes. Senam kakiyang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan
ketahanan otot, mempertahankan lingkup gerak sendi dorso dan plantar fleksi serta
mempertahankan vaskularisasi daerah kaki.s

Sepolu Diobetess
. Kategori risiko 0: meskipun belum ada gangguan sensasi, karena gangguan sensasi
pada kategori tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu.
. Kategori resiko 1: saat mana sudah terdapat gangguan sensoris dan pembentukan
calus
. Kategori resiko 2 dan3: sudah terdapat deformitas dan kerapuhan jaringan akibat
tukak terdahulu

Peron Senom Kokis


1. Latihan untuk sendi pergelangan kaki, otot kaki serta jari-jari kaki
2. Latihan yang ditujukan pada otot paha (otot adduktor, abduktor, quadrisep,
homstring)dan otot betis (grasrrocnemius dan soleus)
3. Latihan umum yang menggunakan/menggerakkan kaki : jalan kaki, bersepeda
(statis) khusus bagi yang gemuk, senam aerobik, berenang(bila tidak ada luka
terbuka)
B. PERAWATAN KAKI DIABETIK DENGAN TUKA
Tatalaksana holistik kaki diabetes meliputi 6 aspek kontrol yaitu kontrol mekanik,
kontrol metabolik, kontrol vaskulat kontrol luka, kontrol infeksi dan kontrol edukasi.a
t. Kontrol mekanik:
- Mengistirahatkankaki.
- Menghindari tekanan pada daerah kaki yang Iuka (non weight bearing).
- Menggunakan bantal saat berbaring pada tumit kaki/bokong/tonjolan
tulang,untuk mencegah lecet.
- Memakai kasur anti dekubitus bila perlu.
- Mobilisasi (bila perlu dengan alat bantu berupa kursi roda atau tongkat).
- Pada luka yang didominasi oleh faktor neuropati maka tujuan utama adalah
mendistribusikan beban tekanan pada kaki, sedangkan yang didominasi faktor
vaskular tujuan utamanya adalah menghindari luka pada daerah yang rentan.
2. Kontrol luka:
- Evakuasi jaringan nekrotik dan pus yang adekuat perlu dilakukan secepat
mungkin, jika perlu dapat dilalukan dengan tindakan operatif.
- Pembalutan luka dengan pembalut yang basah atau lembab.
- Debridemen dan nekrotomi.
- Amputasi
3. Kontrol infeksi (mikrobiologi): diperlukan pada ulkus neuropati maupun ulkus
neuroiskemia (PAD),
- Terapi antimikroba empirik pada saat awal bila belum ada hasil pemeriksaan
kultur mikroorganisme dan resistensi.
- Luka yang superfisial: diberikan antibiotik untuk kuman gram positif. Luka
lebih dalam diberikan antibiotik untuk kuman gram negatif ditambah golongan
metronidazol bila ada kecurigaan infeksi bakteri anaerob.
- Pada luka yang dalam, luas, disertai gejala infeksi sistemik yang memerlukan
perawatan di rumah sakit: dapat diberikan antibiotik spektrum luas yang
dapat mencakup kuman gram positil gram negatif dan anaerob. Sehingga
dapat digunakan2 atau 3 golongan antibiotik.
- Penggunaan antibiotik diobservasi seminggu kemudian, dan disesuaikan
den gan hasilkultur mikroorganisme.
4. Kontrol vaskular: sebaiknya ditelusuri sampai diketahui perlu tidaknya penilaian
status vaskular secara invasif
- Periksa anklebrachialindex (ABI), transcutaneousoxygentension,toepressure
bahkan angiografi.
- Pemeriksaan TcPO2 : untuk menentukan daerah dengan oksigenasi yang masih
cukup sehingga terapi revaskularisasi diharapkan masih memiliki manfaat.
- Tindakan bedah vaskular atau tindakan endovaskular.
5. Kontrol metabolik:
- Perencanaan nutrisi yang baik selama proses infeksi dan penyembuhan luka,
- Regulasi glukosa darah yang adekuat.
- Pengendalian komorbiditas bila ada (misalnya hipertensi, dislipidemia,
gangguan fungsi hati/ginjal, gangguan elektrolit, anemia, infeksi penyerta
serta hipoalbuminemia).
6. Kontrol edukasir
. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai kondisi luka kaki pasien saat ini,
rencana diagnosis, penatalaksanaan/terapi, penyulit yang mungkin timbul,
serta bagaimana prognosis selanjutnya. Pemberian edukasi penting mengingat
kerjasama pasien dan keluarganya mutlak diperlukan dalam penatalaksanaan
yang optimal dan untuk menghindari salah pengertian.

Nekrotomidon Amputosi
. Tujuan6
- Membuang semua jaringan nekrotik yang avital (non viable), jaringan infeksi,
dan juga callus di sekitar ulkus
- Mengurangi tekanan pada jaringan kapiler dan tepi luka
- Memungkinkan drainase dari eksudat dan pus
- Meningkatkan penetrasi antibiotik ke dalam luka yang terinfeksi
. Indikasi5
a. Debridement/Nekrotomi:
Indikasi nekrotomi adalah sebagai berikut:
- Terdapat debris dan jaringan nekrosis pada luka kronis di jaringan kulit,
jaringan subkutan,fasia, tendon, otot bahkan tulang.
- Terdapat kerusakan jaringan dan pus pada ulkus yang terinfeksi.
b. Amputasi:
Tindakan amputasi biasanya dilakukan secara elektif, namun bila ada infeksi
dengan ancaman kematian dapat dilakukan amputasi secara emergensi.
Indikasi amputasi adalah sebagai berikut:
1. Jaringan nekrotik luas
2. Iskemi jaringan yang tidak dapat direkonstruksi
3. Gagal revaskularisasi
4. Charcot's of Foot dengan instabilttas
5. Infeksi akut dengan ancaman kematian (gas gangren dan necrotizing
fasciitis)
6. Infeksi/luka yang tidak membaik dengan terapi adekuat
7. Gangren
B. Deformitas anatomi yang berat dan tidak terkontrol
9. Ulkus berulang

Peron Nukisi dolom Penyembuhon [uko7


. Fungsi nutrisi: membantu proses penyembuhan luka (inflamasi, granulasi dan
epitelisasi/r emo delli ng).
. Perhitungan kecukupan kalori sama seperti pada penatalaksanaan ulkus DM.
. Protein 1,5-2 gram/kg berat badan/hari. Lemak 20-25 o/o kebutuhan energi dengan
jenuh <7o/o,lemak tidak jenuh <L00/o dan sisanya lemak tidak jenuh tunggal
. Vitamin A: kebutuhan per hari 5000 IU
. Vitamin B kompleks: kofaktor atau koenzim pada sejumlah fungsi metabolik yang
terlibat pada penyembuhan luka, terutama pada penglepasan energi dari karbohidrat.

KOMPT!KASI
Osteomielitis, sepsis, amputasi

PROGNOSIS
Di RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo angka kematian dan angka amputasi masih
tinggi masing masing L60/o dan 25o/o (data RSUPN Cipto Mangunkusumo 2003J.
Sebanyak 14,3o/o akan meninggal dalam setahun pasca amputasi dan sebanyak 37%o

akan meninggal 3 tahun pasca-amputasi.2'3

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS pendidikan Departemen Bedah, Departemen Rehabilitasi Medik,
Divisi Kardiologi, Divisi Hematologi - Departemen
Penyakit Dalam
a RS non pendidikan Bagian Bedah, Bagian Rehabilitasi Medik.
REIERENSI
l. Powers A. Diobetes Mellitus. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of lnternol Medicine l8th
edition.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill. 2012
2. Wospodji S. Koki Diobetes. Dolom: Sudoyo,Setiyohodi, Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V.
Jokorto. Interno Publishing. 201 1

3. Konsensus Koki Diobetik. Jokorto. Pengurus Besor Perkumpulon Endokrinologi lndonesio (PB
PERKENT).2008
4. Pedomon Penotoloksonoon Koki Diobetes. Jokorto. Perkeni.20l0
5. Adhiorto. Penotoloksonoon Koki Diobetes. Dolom : KoriodiSHKS, Arifin AYL, Adhiorto lGN, Permono
H, Soetedjo NNM. Editors. Noskoh Lengkop Forum Diobetes Nosionol V. Bondung. 201 I
6. lsmiorto YD. Aspek Bedoh Penongonon Luko Diobetes. Dolom : Koriodi SHKS, Arifln AYL, Adhiorto
lGN, Permono H, Soetedjo NNM. Editors . Noskoh Lengkop Forum Diobetes Nosionol V. Bondung.
2011
7. Perkumpulon Endokrinologi Indonesio. Konsensus pengeloloon don pencegohon diobetes melitus
tipe 2 di lndonesio. PB PERKENI. Jokorto, 201 1.

r30
s oM ovAR u Por K sT K (Pcos)

PENGERTIAN
Sindrom ovarium polikistik (PCO\ yang didapatkan pada sekitar 5 - L0o/operempuan
usia produktil didefinisikan sebagai suatu sindrom klinis akibat resistensi insulin yang
ditandai dengan obesitas, menstruasi tidak teratul dan terdapat tanda berlebihan
androgen [seperti hirsutisme, jerawat). Pada mayoritas pasien, ditemukan kista multipel
dalam ovariumnya, dengan etiologi multifaktorial yang tidak jelas.l Istilah lain PCOS
adalah Gambaran Ovarium Polifolikular (polyfollicular ovarian appearance).2

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan hormon, kehamilan, atau
infertilitas, Mayoritas perempuan dengan PCOS memiliki periode menstruasi yang
tidak teratur (oligomenorea).

Krilerio diognosis
Kriteria diagnosis PCOS dari Eshre/Asrm (Rotterdam)2003 dipenuhi minimal 2

dari 3 kriteria berikut:1


1. Disfungsi ovulasi yang menyebabkan menstruasi tidak teratur dan infertilitas
2. Hiperandrogenisme dengan bukti klinis atau laboratoris (biokimiaJ
3. Dengan USG pelvis atau transvaginal, pada bagian perifer dalam satu ovarium
ditemukan > 10 kista folikular tampak seperti untaian mutiara, berukuran 2 - 6

mm atau kadang lebih besar berisi sel-sel atresia,

Pemeriksoon Penunjong
. Gula darah puasa/ sewaktu fatau TTGO bila perlu) dan profil lipid untuk mencari
adakah sindrom metabolik.
. Hormon kortisol pada pagi hari [pk 08.00), untuk menyingkirkan sindrom Cushing
. Hormon L7-hidroksi progesteron pada pagi hari, untukmenyingkirkan vrrilisme adrenal
. DHEAS (dehydroepiandrosterone sulfate) serum, dinilai sebagai amenorea bila
hasilnya abnormal
. USG, juga untuk menyingkirkanvirilizing tumor
DIAGNOSIS BANDING
Hirsutisme idiopatik, hiperprolaktinemia, hipotiroidisme, hiperplasia adrenal non
klasik, tumor ovarium, tumor adrenal, sindrom Cushing, resistensi glukokortikoid,
hiperandrogen dengan penyebab lain yang jarang.l

TATA[AKSANA3
o Prinsip penatalaksanaan disesuaikan dengan gejala klinis dan apakah
menginginkan kehamilan.
. Setiappasien PCOSyangoverweightsebaiknyadimotivasiuntukmenurunkanberat
badannya, untuk memperbaiki manifestasi klinis (terutama menstruasi yang tidak
teratur) dan menurunkan risiko DM tipe 2.
- Metformin (untuk mengurangi resistensi insulin sehingga dapat mengembalikan
siklus ovulasi yang teratur)
- Thiazolidinedione (tidak disarankan untuk perempuan yang ingin hamil)
- Klomifen sitrat [untuk mengembalikan ferti]itas agar kehamilan dapat terjadi)
- Progesteron [medroksi progesteron 5 - 10 mg PO, 1.x/hari, selama 10 - ]-4 hari
tiapl-2bulana
- Progestogen-impregnated intra uterine coil

PROGNOSI53,4,5
Wanita dengan PCOS memiliki risiko jangka panjang yang lebih besar untuk
terjadinya:
. intoleransi glukosa, DM tipe 2, hipertensi, hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia
. obesitas ; bertambahnya rasio pinggang-pinggul
. infertilitas involunter (77 ,5o/o vs 1.,3o/o kelompok kontrol)
. risiko hiperplasia atau kanker endometrium
. risiko penyakit serebrovaskular dan kardiovaskular
. hirsutisme

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS Pendidikan Departemen Obstetri dan Ginekologi
. RS non Pendidikan Bagian Obstetri-Ginekologi
REFERENSI
l. Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Lorsen PR, editors. Disorders in femole reproductive
system. ln: Willioms Textbook of Endocrinology, I l'n ed. Philodelphio, Po: Sounders-Elsevier; 2008.
2. Gozvoni MR, Homilton M, Kingslond CR, et ol. Polycystic ovorion syndrome: o misleoding lobel?
Loncet. 2000; 355(9201 l:411-2.
3. Colledge NR, Wolker BR, Rolston SH, editors. In : Dovidson's Principles ond Proctice of Medicine
2l ned.Churchill Livingstone-Elsevier: 20lO
4. Porter RS, Koplon JL, editors. The Merck Monuol of Diognosis ond Theropy l9th ed. USA: Merck
Reseorch Loborotories, 201 l.
5. Wild S, Pierpoint T, Jocobs H, et ol. Long{erm consequences of polycystic ovorion syndrome:
results of o3l yeorfollow-up study. Hum Fertil (Comb) 2000;3(2):l0l-5.
6. Wild S, Pierpoint T, McKeiqueP, et ol. Cordiovosculor diseose in women with polycystic
ovory syndrome ot long-term follow up: o relrospective cohort study. Clin Endocrinol (Oxf).
2000;s2(s):s9s-600.
STRU AD USA O TOKSK

PENGERTIAN
Pembesaran kelenjar tiroid difus tanpa adanya nodul maupun hipertiroid. Struma
difusa non toksik paling sering disebabkan oleh defisiensi yodium dan disebut juga
goiter endemik apabila menyerang >5% populasi. Pada area yang kekurangan iodium,
pembesaran tiroid mencerminkan efek kompensasi untuk mempertahankan iodium
sehingga tetap dapat memproduksi hormon yang cukup. WHO, UNICEF dan ICCIDD
menganjurkan kebutuhan yodium sehari adalah 90 mcg untuk anak pra sekolah, 120
mcg untuk anak sekolah dasar (6 - 12 tahun), 150 mcg untuk dewasa fdi atas 12 tahun)
dan 200 mcg untukwanita hamil dan menyusui. Goiter endemik juga disebabkan oleh
pajanan terhadap goitrogen lingkungan seperti singkong yang mengandung tiosianat,
sayur-sayuran dari famlli Cruciferae (kol, kembang kol) dan susu sapi pada area yang
memiliki rumput yang mengandung goitrogen. Goiter juga dapat terjadi pada defek
sintesis hormon tiroid yang diturunkan.l

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Goiter kebanyakan asimtomatik. Apabila goiter sangat besar, maka dapat
menimbulkan gejala-gejala kompresi trakea atau esofagus. Goiter substernal dapat
mengobstruksi thorq cic o utl e t.'

Pemeriksoon Fisikl
. Palpasi kelenjar tiroid menunjukkan adanya pembesaran yang tidak nyeri, lunak
dan tidak adanya nodul pada kelenjar tiroid
. Apabila terjadi obstruksi thoracic outlet didapatkan Pemberton's sign positif (rasa
pusing yang disertai dengan kongesti wajah dan obstruksi vena jugularis eksterna
saat lengan dinaikkan di atas kepalaJ.
Pemeriksoon Penunjong:2
. Tes fungsi tiroid: untuk menyingkirkan adanya hipotiroid atau hipertiroid. Pada
simple goiter, kadar T4 dan TSH adalah normal. Pada bentuk yang baru dan lama
T4 dapat ditemukan rendah
. Antibodi TPO: untuk mengidentifikasi pasien dengan peningkatan risiko penyakit
tiroid autoimun
. Kadar iodium urin: rendah, <1,0 g/dL
. Scan tiroid; peningkatan ambilan yodium radioaktif
. Pengukuran laju pernapasan/CT/MRI: diperlukan pada pasien goiter substernal
yang memiliki gejala atau tanda obstruksi

DIAGNOSIS BANDING
Tiroiditis, adenoma non neoplastik, kista tiroid/paratiroid/tiroglosus , hyperplasia
remnant post bedah, keganasanl

TATATAKSANA

Non formokologis
Edukasi.2

Formokologis
Terapi dengan iodium maupun hormon tiroid dapat mengecilkan goiter pada
defisiensi iodium, tergantung pada lamanya goiter dan derajat fibrosis yang timbul.
Pemberian hormon tiroksin harus berhati-hati terutama apabila TSH rendah atau
normal. Pada pasien muda, dosis levotiroksin dapat dimulai pada 100 mcg/hari
sedangkan pada pasien yang lebih tua dimulai pada 50 mcg/hari. Regresi nyata
biasanya terlihat dalam 3 - 6 bulan terapi.2

Bedoh
Terapi bedah dilakukan apabila terjadi kompresi trakea ataupun obstruksi thoracic
outlet. Tirodektomi subtotal atau hampir total dapat dilakukan untuk kepentingan
kosmetik, Operasi harus diikuti penggantian hormon dengan levotiroksin agar TSH
tetap pada batas bawah nilai normal sehingga mencegah timbulnya kembali goiter.
KOMPTIKASI
Kompresi saluran napas dan esofagus, obstruksi thoracic outlet, sindrom vena
kava superio4 penekanan nervus frenikus atau laringeus rekuren, sindrom Horner.
Stroke dan iskemik serebral dapat terjadi akibat kompresi arteri atau sindrom pintas
tiroservikal.l

PROGNOSIS
Pada pasien tua, goiter yang telah lama diderita dan tingkat fibrosis yang lebih
tinggi, kurang dari sepertiga yang menunjukkan respons dengan terapi farmakologis.a

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNII TERKAIT
o f,$ Pendidikan Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam
a RS non Pendidikan

REFERENSI
1. Djokomoeljonto Gongguon okibot kekurongon iodium . ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi I,
Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokii dolom. 5rh ed. Jokorto; Pusot lnformosi
don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:2009 - 15
2. Lomeson JL, Weetmon AP.Disorders of the thyroid glond. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold
E, HouserS, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSth ed.
United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2Ol2:2911 - 39
3. Fritzgerold PA. Endocrine disorders. ln: McPhee S, Popodokis M, Robow M. Cunent medicol
diognosis ond treotment 201 1. 50h ed. Colifornio; The McGrow -Hill Educotion. 20,10:1051 - ?0
4. Gordner DG, Shobock D, editors. Greenspon's bosic ond clinicol endocrinology. 8th ed. Son
Fronsisco
5. Peloquin JM, Wondisford FE. Nontoxic diffuse ond nodulor goiter. ln: Wondisford FE, Rodovick S,
editors.Clinicol monogementof thyroid. l'r ed.Philodelphio;Sounders,2OO9:339-47

r36
STRUMA NODOSA ON TOKS K (SNNT)

PENGERTIAN
Pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme.l
Berdasarkan jumlah nodul, dibagi:1'2
. Struma mononodosa non toksik
. Struma multinodosa non toksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif:
. Nodul dingin
. Nodul hangat
. Nodul panas
Berdasarkan konsistensi nya:
. Nodul lunak
. Nodul kistik
' Nodul keras
. Nodul sangat keras

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis3
. Sejak kapan benjolan timbul
. Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap
. Cara membesarnya: cepat, atau lamba
. Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan
atau hanya pembesaran leher saja
. Riwayat keluarga
. Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda
. Perubahan suara
. Gangguan menelan, sesak nafas
. Penurunan berat badan
. Keluhantirotoksikosis
Pemeriksoon Fisik4's
. Umum
. Lokal:
- Nodus tunggal atau majemuk, atau difus
- Nyeri tekan
- Konsistensi
- Permukaan
- Perlekatan pada jaringan sekitarnya
- Pendesakan atau pendorongan trakea
- Pembesaran kelenjar getah bening regional
- Pemberton's sign

Peniloion risiko kegonoson3


Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid
jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid:
. Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak
. Riwayat keluarga dengn tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun.
. Gejala hipo atau hipertiroidisme.
. Nyeri berhubungan dengan nodul.
. Nodul lunak, mudah digerakkan.
. Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah
keganasan tiroid:3
. Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
. Jenis kelamin laki-laki
. Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan nafas
. Pertumbuhan nodul cepat I beberapa minggu - bulan )
. Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (iuga meningkatkan
kejadian penyakit nodul tiroid jinakJ
. Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
. Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, iregular dan sulit digerakkan
. Paralisis pita suara
. Temuan limfadenopati servikal
. Metastasis jauh ( paru-paru, dll)
DIAGNOSIS BANDING6
. Struma nodosa pada:
Peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin pada masa pertumbuhan, pubertas,
laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi, stres lain.
. Tiroiditis akut
. Tiroiditis subakut
. Tiroiditis kronis: limfositik (Hashimoto), fibrous-invasif [RiedelJ
. Simple Goiter
. Struma endemik
. Kista tiroid, kista degenerasi
. Adenoma
. Karsinoma tiroid primer, metastatik
. Limfoma

PEMERIKSAAN PENUNJANG
. Biosi aspirasi jarum halus (BAIAH) nodul tiroid
. BAJAH merupakan prosedur diagnostikyang penting dilakukan pada kasus SNNT,
dapat dilakukan tanpa menunggu hasil laboratorium bila klinis eutiroid.
. Laboratorium: T4 atau FT4, dan TSHs sesuai gambaran klinis6
. USG tiroid:
. USG baik untuk mengukur jumlah, ukuran, dan karakteristik sonografi nodul.
Karakteristik sonografi yang curiga keganasan adalah hypoechoic, mikrokalsifikasi,
makrokalsif lkasi, intranodular vaskularity, taller-thon-wide dimensions, dan batas
yang samar.B

longkoh diognostik l: TSHs, FI43


Hasil klinis: Non-toksik o Langkah diagnostik II: BAfAH nodul qilold
Hasil :

a. Ganas
b. Curiga
c. f inak
d. Tak cukup/sediaan tak representative (dilanjutkan di tatalaksana)

IATALAKSANA3,
Sesuai hasil BAJAH, maka Tata Laksana
Nodul tiroid

TSH

Rendoh Menemukon kriterio


Normol yong diutorokon
dolom teks
RAIU

Co/d/tdk
Hot spesifik

Mungkin jinok,
odenomo toksik :

oblosi, reseksi, teropi BAJAH


medikomentoso

Jinok Tdk posti Mencurigokon Gonos


(70%) (1s%) (10%)

Observosi otou Teropi RAIU Bedoh RAIU Bedoh


teropi supresi supresif

Hot Co/d Hot Cold

Sembuh Tdk sembuh

Mungkin jinok,
Observosi Bedoh
odenomo toksik :

oblosi, reseksi. teropi


medlkomentoso

Gombor 1. Algorilmo Pendekoton Diognosis Nodul Tiroid.'z

140
A. Ganas
. Operasi Tiroidektomi near-total/ Total tiroidektomi

B. An undetetminole significonce (AUS)


Tobel l. Rekomendosi Monojemen Sesuoi Kriterio Belhesdo

fl

*Dolom kosus dengon "kecurlgoon odonyo metoslosis" otou "Gonos" merupokon interpretosi yong
menyotokon tumor metostosis doripodo kegonoson tiroid primer, moko tindokon operosi tidok dlindikosikon

a Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong beku IVCJ


Bila hasil - ganas-+ Operasi Tiroidektomi near-total.
Bila hasil = jinak -+ Operasi Lobektomi
a alternatif: Sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule -+ Operasi
C. Iok cukup/sedioon tok representolif
ika nodul Solid saat BAIAH): ulang BAJAH
Bila klinis curiga ganas tinggi -> Operasi Lobektomi
Bila klinis curiga ganas rendah -+ Observasi
a ika nodul Kistik (saat BAJAH) : aspirasi.
Bila kista regresi -+ Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah -+ Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi -+ Operasi Lobektomi

D. Jinok
Tata Laksana dengan Levo-tiroksin (LT J dosis subtoksis.(terapi supresi)
. dosis dititrasi mulai 2 x25 ug (3 hari),
. dilanjutkan 2 x 50 ug (3 - 4 hari),
. bila tidak ada efek samping atau tanda toksis: dosis 1 menjadi 2 x 100 mg
sampai 4 - 6 minggu, kemudian evaluasi TSH I target 0,1 - 0,3 mlU/L)
. supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan
. evaluasi dengan USG: apakah nodul berhasil mengecil atau tidak (berhasil bila
mengecil > 50o/o dari volume awal)
. Bila nodul mengecil atau tetap
+ L-tiroksin distop dan diobservasi:
- Bila setelah itu struma membesar lagi, maka L-tiroksin dimulai lagi (target
TSH 0,1 - 0,3 mlU/L).
- Bila setelah l-tiroksin distop, struma tidak berubah, diobservasi saja.
. Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi --+ obat dihentikan
dan operasi tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi -+ hasil PA:
- Jinak: Observasi
- Ganas: Tata Laksana dengan L-tiroksin
. Individu dengan risiko ganas tinggi: target TSH < 0,01 - 0,05 mlU/L
. Individu dengan risiko ganas rendah : target TSH 0,05 - 0,1 mlU/L

KOMPTIKASI
Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut/subakut

PROGNOSIS
Prognosis baik. Biasanya SNNT berkembang sangat lambat. Bila ada pertumbuhan
yang cepat harus dievaluasi kemungkinan adanya degenerasi, perdarahan pada nodul,
atau adanya neoplasma.
UNII YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS Pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam
a RS non Pendidikan

REFERENSI
'I
. Brunicordi, Chorles F. Schwortz's Principle Of Surgery, 8rh Edition. Copyright @2007 The McGrow-
Hill Componies.
2. Gonong, Williom F. Buku ojor fisiologi Kedokteron, Edisi 20. EGC, lokorto, 2002 : 305-309.
3. Koriodi SHKS. Strumo Nodoso Non-Toksik. Dolom Wospodji S, et ol. (eds). Buku Ajor llmu Penyokit
Dolom. Edisi 3. Jokorto, Boloi Penerbit FKUI:757-65.
4. Cooper DS, Doherty GM, Hougen BR, et ol. Revised Americon Thyroid Associotion monogement
guidelines for potients with thyroid nodules ond differentioted thyroid concer. Thyroid. Nov
2009; I 9( I 1 ):1 | 67 -21 4.
5. Bohn RS, Costro MR. Approoch to the potient with nontoxic multinodulor goiter. J Clin Endocrinol
Metob. Moy 201 1:96(51:1202-12. [Medline].
6. Subekti l. Skumo Nodoso Non-Toksik (SNNT). ln Simodibroto M, Setioti S, Alwi l, Moryontoro, Goni
RA, MonsjoerA (eds). Pedomon Diognosis don Toto Loksono di Bidong llmu Penyokit Dolom.
Jokorto: Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUl,l999:187-9.
7. Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J : Horrison's Principles of lnternol
medicine, lBth edition : www.occesmedicine.com
8. Cooper DS, Doherty GM, Hougen BR, et ol. Revised Americon Thyroid Associotion monogement
guidelines for potients with thyroid nodules ond differentioted thyroid concer. Thyroid. Nov
1 1 l:1 1 67 -21 4. [Medline].
2009; I 9(
9. Jomeson JL, Weetmon AP. Disorders of the Thyroid Glond. ln Brounwold E, Fouci AS, Kosper DL,
HouserSL, Longo DL, Jomeson JL. Horrison's Principles of lnternol Medicine.l8rh ed. New York:
McGrow-H ill, 2OO 1 :20 60-84.

10. Bohn RS, Costro MR. Approoch to the potieni with nontoxic multinodulor goiter. J Clin Endocrinol
Metob. Moy 201 1;96(51:1202-12.
STRUMA NODOSA TOKS K

PENGERTIAN
Adalah nodul tiroid soliter berkapsul yang berfungsi secara autonom menghasilkan
hormon tiroid. Disebut juga adenoma tiroid toksik.l-3
Sebagian besar pasien mengalami mutasi somatik pada gen reseptor TSH. Mutasi
ini menyebabkan peningkatan proliferasi dan fungsi sel folikular tiroid. Sebagian kecil
mengalami mutasi pada gen protein Gs-alpha [Gr"].'''

PENDEKAIAN DIAGNOSIS2,3

Anomnesis
Gejala tirotoksikosis ringan (kelelahan, tidak tahan panas, refleks hiperaktif,
peningkatan berkeringat, peningkatan nafsu makan, palpitasi, polidipsia, tremoI berat
badan turun)

Pemeriksoon fisik
Nodul tiroid yang biasanya cukup besar (> 3cm) sehingga dapat dipalpasi

Pemeriksoon penuniong
. Tes fungsi tiroid: TSH rendah
. definitil menunjukkan adanya uptake
Thyroid scan: dapat menjadi tes diagnostik
lokal pada nodul dan berkurangnya uptake pada bagian lain dari kelenjar tiroid
. USG

DIAGNOSIS BANDING
Graves disease, struma multinodosa toksik, tiroiditis, nodul tiroid.

TATATAKSANA
. Farmakologis4
- Antitiroid dan penyekat beta:
- Dapat menormalkan fungsi tiroid namun bukan terapi jangka panjang optimal.
a Bedaha
- Lobektomi tiroid ipsilateral atau isthmusektomi (jika adenoma terdapat pada
isthmus).
Lebih dipilih pada pasien dengan gejala dan tanda kompresi pada leher,
ukuran goiter besar (>80 g), ekstensi substernal atau retrosternal, atau
kebutuhan untuk koreksi cepat status tirotoksikosis, Kontraindikasi mencakup
komorbiditas signifikan seperti penyakit kardiopulmoner dan kanker stadium
akhir. Kontraindikasi relatif adalah kehamilan.
Radiasia
- Terapi radioiodin:
Lebih dipilih pada pasien usia lanjut, memiliki komorbiditas, riwayat operasi
atau jaringan parut pada anterior leheI dan ukuran struma kecil. Kontraindikasi
mencakup kehamilan, laktasi, wanita yang merencanakan akan hamil dalam
4-6 bulan.
a Terapi Lainnyaa,s
- Injeksi etanol berulang atau ablasi termal radiofrekuensi per kutan.

KOMPTIKASI
Hipertiroidisme, tirotoksikosis, krisis tiroid. Komplikasi terapi: hipotiroid.

PROGNOSIS
Kebanyakan pasien yang diterapi memiliki prognosis baik. Prognosis buruk
berhubungan dengan hipertiroid yang tidak ditangani. Jika tidak ditangani, hipertiroid
dapat menyebabkan osteoporosis, aritmia, gagal jantung, koma, dan kematian. Ablasi
iodine'' dapat mengakibatkan hipertiroid, pada beberapa pasien fmenurut beberapa
penelitian berkisar 73o/o, tergantung pada ukuran goiter dan dosis radioiodineJ
membutuhkan terapi ulang atau operasi pengangkatan tiroid. Hipotiroid setelah ablasi
radioiodine telah dilaporkan pada 0-35o/o individu. Tatalaksana operatif terdiri dari
lobektomi nodul yang hyperfungtioning.Tingkat hipotiroid berkaitan dengan prosedur
ini, sangat rendah. Tingkat kekambuhan hipertiroid dengan operasi, dilaporkan berkisar
0-9o/0."

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik
Endokrin
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
o

UNIT TERKAIT
o RS Pendidikan : Departemen Ilmu Bedah
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Bedah

REFERENSI
I. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu
penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; InternoPublishing; 2009. hol
2. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, penyunting. Honison's
principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 2012. Nol,
3. Mondel SJ, Lorsen PR, Dovies TF. Thyrotoxicosis. Dolom: Melmed S, Polonsky KS, Lorsen PR,
Kronenberg HM, penyunting. Willioms textbook of endocrinology. Edisi Xll. Philodelphio: Elsevier
Sounders; 201 I
4. Bohn RS, Burch HB, Cooper DS, Gorber JR, Greenlee MC, Klein l, et ol. . Hyperthyroidism ond
other couses of thyrotoxicosis: monogement guidelinesof the omericon thyroid ossociotion ond
omericon ossociotion of clinicol endocrinologists. Endocrine Proctice 2011: 17(31:. 456-520
5. Siegel RD, Lee SL. Toxic nodulor goiter: toxic odenomo ond toxic multinodulor goiter. Endocrinol
Metob Clin North Am 1998: 27 ( l ): 1 5l -68
6. Allohobodio A, Doykin J, Sheppord MC, et ol. Rodioiodine treotment of hyperthyroidism-prognostic
foctors for outcome. J Clin Endocrinol Metob. Aug 2001;86(8l:3611-7
TRODlTS

PENGERT!AN
Istilah tiroiditis mencakup kelainan-kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi
pada tiroid. Gejala yang timbul dapat berupa asimtomatik sampai nyeri yang hebat pada
tiroid, dengan atau tanpa manifestasi disfungsi tiroid maupun pembesaran kelenjar
tiroid. Berdasarkan perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit, tiroiditis dapat
dibagi atas tiroiditis akut, subakut serta tiroiditis kronis.l

PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik masing-masing tipe tiroiditis dapat dilihat pada
tabel L.

Pemeriksoon Penunjong
. Kadar T3, T4, TSH
. Sidik tiroid

DIAGNOSIS BANDING
Ienis-jenis tiroiditis, karsinoma tiroid.

TAIATAKSANA
Apabila pasien dalam keadaan hipotiroid dapat diberikan levotiroksin untuk
mencapai kondisi eutiroid.l

KOMP[IKASI
Hipotiroidisme permanen, thyroid storm3 Obstruksi trakea, paralisis pita suara,
gangguan saraf simpatis regional, ruptur abses ke jaringan sekitar, trombosis vena
jugularis internal (sindrom LemierreJ, sepsis, abses retrofaring, mediastinitis,
perikarditis, pneumonia.2
Tobel 'l . Diognosis Tiroidilis.r'2'6

Riedel
PROGNOSIS
. Tiroiditis akut : Apabila pasien diterapi dengan antibiotik yang tepat, maka kelainan
tiroid ini umumnya bersifatsef limiting. Kelainan tiroid ini jarang menimbulkan
komplikasi apabila diterapi dengan baik.3
. Tiroiditis subakut:
- Tiroiditis karena kehamilan : Sebanyak 20 - 50o/o kasus dapat terjadi hipotiroid
permanen, 70% kasus kambuh pada kehamilan berikutnya.l
- Tiroiditis de duervain's: Sebanyak 45o/o fungsi tiroid akan kembali normal
dalam 6 sampai 12 bulan hanya 5o/oyang menetap hipotiroid
. Tiroiditis kronis :

- Tiroiditis Hashimoto : Sebanyak 24o/o pasien dengan hipotiroidisme karena


tiroiditis autoimun kronik yang mendapat terapi tiroksin >1 tahun akan tetap
menjadi eutiroid walaupun terapi sudah dihentikan.l
- Tiroiditis Riedel merupakan penyakit self-limiting.'g Apabila tidak diobati
penyakit juga dapat menjadi progresif, kadang-kadang stabil atau regresi.l

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakrt Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
. RS non pendidikan

REFERENSI
1. Wiyono P. Tiroiditis. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor
ilmu penyokit dolom.5rh ed. Jokofio; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom
FKUI,2009:201 6-2021
2. Lomeson JL, Weetmon AP.Disorders of the thyroid glond. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold
E, HouserS, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSrh ed.
United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 2012:2911 - 39
3. Yomodo M, Sotoh T, Hoshimoto K. Thyroiditis. In: Wondisford FE, Rodovick S, editors. Clinicol
monogement of thyroid diseose. l'r ed. Philodelphio; Sounders Elsevier, 2009: 191 - 203
4. Gordner DG, Shobock D, editors. Greenspon's bosic ond clinicol endocrinology. Brh ed. Son Fronsisco
5. Stognoro-Green A, Abolovich M, Alexonder E, et ol. Guidelines of the omericon thyroid ossociolion
forthe diognosis ond monogement of thyroid diseose during pregnoncy ond postportum. Thyroid.
2Ot1:21(10):1081-125
6. Doyon CM, Doniels GH. Chronic outoimmune thyroiditis. N Engl J Med. 1996;335121:99-107
7. Bindro A, Brounstein GD. Thyroidiiis. Am Fom Physicion. 2006:73(10):1769-76
8. Peorce EN, Forwell AP, Brovermon LE. Thyroiditis. N Engl J Med. 2003;348.26):2646-55
9. Slotosky J, Shipton B, Wohbo H. Thyroiditis: differentiol diognosis ond monogement.Am Fom
Physicion. 2000;61 (41:1047-52, 1054
T ROTOKS KOSIS

PENGERTIAN
Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan
oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.l PenyakitGraves adalah penyakit autoimun yang
dikarakteristikkan dengan adanya antibodi terhadap reseptor tirotropin (TRAb).
Penyakit Graves merupakan penyebab tersering hipertiroidisme.2

Tobel l. Mocom-mocom Tirotoksikosis'?

Penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang dikarakteristikkan dengan


hipertiroid karena adanya autoantibodi yang bersirkulasi dalam darah. TSH Receptors
Antybody ITRAb) berikatan dengan reseptor tirotropin aktif sehingga menyebabkan
kelenjar tiroid berkembang dan terjadi peningkatan sintesis hormon tiroid oleh folikel
tiroid.
PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Gejolo don tondo Iirotoksikosis


Geiala : Hiperaktivitas, iritabilitas, disforia, intoleransi panas, mudah berkeringat,
palpitasi, lemah dan lesu, berat badan turun dengan peningkatan nafsu makan, diare,
poliuria, oligomenorrhea, hilangnya libido
Tanda: Takikardi; atrial fibrilasi pada usia lanjut, tremot goiter, kulit hangat dan
lembab, kelemahan otot, miopati proksimal, lid lag retraction dan lid retraction,
ginekomastial

Gejolo don tondo penyokit Groves


Pada penyakit Graves selain gejala dan tanda tirotoksikosis, dapat ditemukan pula
oftalmopati Graves, dermopati tiroid, akropati tiroid.
Akronim untuk perubahan pada oftalm opati Graves, yaitu "NO SPECS"2
0 = No Signs or symptoms
1 = Only signs (lid log retraction dan lid rectraction), no symptoms
2 = Soft-tissue involvement (periorbital edema)
3 = Proptosis [>22 mmJ
4 = Extraocular-muscle involvement (diplopia)
5 = Corneal involvement
6 = Sight lost

Penunjong
TSH, FT4, T, (dengan indikasi) sidik tiroid

DIAGNOSIS BANDING2
. Hipertiroidisme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma
toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor
TSH, obat: kelebihan iodium (fenomena/od Basedow)
. Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme: tiroiditis subakut, tiroiditis srlenf destruksi
tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid
berlebihan (tirotoksiko sis fa cti ti a)
. Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom
resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional

152
Tersongko Tirotoksikosis

Ukur TSH, To bebos

TSH rendoh, T, TSHrendoh, T, TSH normol otou TSH don T4 bebos


bebos tinggi bebos normol meningkot, T, bebos iinggi normol

Tirotoksikosis ISH-secrefing pit uitory


Ukur T- bebos
pflmer odenomo otov thyroid
hormo ne resistonce sy ndro me

Tidok diperlukon
Tinggi Normol
tes tombohon

T. toksikosis Hipertiroid
subklinis

Terdopot monifestosl Follow up


penyokit Groves 6-12 minggu

Yo Tidok

Penyokit Groves

Yo Tidok

Hipertiroid nodulor toksik Pengombilon rodionukleido rendoh

Yo Tldok

Tiroiditis destruktif , kelebihon Singkirkon penyebob loin termosuk


iodin otou hormon tiroid stimulosi oleh gonodotropin korionik

Gombor 2. Algoritmo Evoluosi Tirotoksikosis'?


IAIATAKSANA

Formokologis
1. Obat Antitiroid
. Propiltiourasil (PTU) dosis awal 300- 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000 mg/
hari.
. Metimazoldosis awal 20 - 40 mg/han.
. Indikasi:
- Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada
pasien muda dengan struma ringan - sedang dan tirotoksikosis
- Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan iodium radioaktif
- Persiapantiroidektomi
- Pasien hamil, lanjut usia
- Krisis tiroid
2. Penyekat adrenergik beta
Pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah
6-1.2 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis 40 - 200 mg dalam 2-3 dosis.
Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah eutiroid,
pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta lab.
FT4 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat antitiroid dikurangi dosisnya dan
dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 72-24
bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan
remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan
eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps.

Bedoh'
Indikasi
. Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan antitiroid
. Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi
. Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima terapi iodium radioaktif
. Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
. Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Rodioiodinel.2
Indikasi

154
a Pasien berusia >35 tahun
a Hipertiroidisme yang kambuh setelah dioperasi
a Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid
a Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroid
a Adenoma toksik, struma multinodosa toksik

KOMPLIKASII
Penyakit Graves: penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati
Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.

PROGNOSIS
Cenderung tidak mengalami remisi pada laki-laki usia < 40 tahun dengan ukuran
gondok yang besar dan tirotoksikosis yang klinis lebih berat (didapatkan titer antibodi
reseptor TSH yang tinggi).r

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiologi - Departemen
Penyakit Dalam, Departemen Neurologi, Departemen
Radiologi/Kedokteran Nuklil Patologi Klinik, Departemen
Bedah-Onkologi.
a RS non Pendidikan Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Radiologi, dan Bedah,

REFERENSI
1 . Diokomoeljonto R. Kelenior tiroid, hipotiroidisme, don hipertiroidisme. ln: Sudoyo AW, Setiyohodi
B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi 5. Jokorto:
lnternoPublishing. 1 993-2008.
2. Jomeson JL, Weetmon AP. Disorder of the Thyroid Glond. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL,
Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rhed. New York:
McGrow-Hill; 201 2. 29 1 1 -39
TUMORHPO SS

PENGERTIAN
Tumor hipofisis jarang ditemukan dan terdiagnosis biasanya karena gangguan
hormonal, mass effect, atau tidak sengaja pada pemeriksaan CT Scan atau MRI karena
trauma kepala atau nyeri kepala.l Tumor hipofisis, biasanya dapat berupa adenoma
mikro (diameter < 10 mm) ataupun adenoma makro fdiameter > 10 mm). Sekitar
92o/o lesi di sella tursika merupakan adenoma hipofisis. Adenoma hipofisis adalah
neoplasma jinak yang muncul dari satu atau lima tipe sel hipofisis anterior. Tumor/
adenoma hipofisis merupakan penyebab tersering dari sindrom hiposekresi dan
hipersekresi hormon hipofisis pada orang dewasa. Manifestasi secara klinis dan
secara fenotipe biokimiawi dari tumor hipofisis, tergantung dari tipe sel tumor asal
dan besar ukuran tumor tersebutl. Sekitar 15 % neoplasma intrakranial merupakan
2.
tumor hipofisis yang ditemukan pada populasi dengan prevalensi B0/100.000 Paling
sering ditemukan pada wanita usia reproduktif, dengan perkiraan insiden 1.,2 - 1,7 /
satu juta orangf tahun di Denmark dengan 60% kasus hiperkortisolisme.3 Prevalensi
pada growth hormone-secreting pituitary adenoma adalah 50 - 60 kasus/L,000,000
orang. Pada wanita lebih sering ditemukan corticotropin-secreting pituitary adenoma,
daripada pria dengan perbandingan B:1.3
Tumor hipofisis dapat pula digolongkan menjadi 2 jenis: a's
-),. Functioning
- Prolactin-secreting tumors, (kadar prolaktin serum >100 pg/LJ
- Growth Hormone-secreting tumors,
- Corticotropin (adrenocorticotropic hormone IACTH])-secreting tumors,
- Thyrotropin (thyroid-stimulating hormone [TSH])-secreting tumors, and
- Gonadotropin (Follicle-Stimulating Hormone [FSH]/ Luteinizing Hormone tLHl)-
secreting tumors
Beberapa tumor mensekresi gabungan/campuran beberapa hormon, misalnya
prolaktin dan hormon lain [contoh Growth Hormone), dengan kadar prolaktin
serum berkisar antara 30-100 pg/L.
2. Non-functioning
Biasanya berupa adenoma hipofisis jinak, yang mengsekresi hormon hipofisis yang
tidak dapat terdeteksi secara klinis. Prolaktin disekresikan melalui penekanan
pembuluh portal dan pituitary stalk, dengan kadar prolaktin serum 25-75 1tg/L
fStalk effectJ.

PENDEKAIAN D!AGNOSIS
Manifestasi klinik tumor hipofisis diakibatkan oleh massa tumol hipopituitari,
serta sekresi hormon yang berlebihan. Pada tiap kasus mungkin ditemukan gabungan
dari ketiga efek tersebut.

Anomnesis
Gejala sakit kepala, migren, gangguan penglihatan, masalah lapangan pandang
menyempit atau gangguan saraf ekstraokular.a Pada kecurigaan disfungsi gonad
atau defisiensi hormon hipofisis, perlu ditanyakan bagaimana riwayat menstruasi:
oligomenorea /amenorea (t20 o/o wanita yang mengalami amenorea primer/ sekunder
6) dan infertilitas pada wanita usia reproduktil atau disfungsi ereksi dan menurunnya

Iibido pada pria.1'2

Pemeriksoon Fisik
. Pemeriksaan luas lapangan pandang (visual field testingJ untuk menilai fungsi
optic chiasm dan traktusnya.
. Akromegali (pembesaran akral, perubahan wajah), moon face, buffalo hump,
penipisan kulit, osteoporosis, hirsutisme
. Produksi keringat berlebih, nodul tiroid, tirotoksikosis, muscle wasting, tekanan
darah meningkat
Manifestasi klinis akibat efek massa tumor hipofisis terhadap struktur sekitar
dapat dilihat pada tabel 1.

Tobel l. Monifestosi Klinik Akibot Efek Mosso Tumor Hipofisis Terhodop Struklur yong Terkeno2

Struktur Hipofisis don Gongguon pertumbuhon, hipoodrenol-


Spes o h

Slrukfur yong lerkeno


Sinus kovernosus

Pemeriksoon Penunjon92
. Magnetic resonance imaging (MRI)
. Computed Tomography (CT) Scan kepala, fokus pada hipofisis dan regio parasella
. Pemeriksaan laboratorium hormon dalam darah :

[1) prolaktin basal;


(2) insulin-like growth factor (lGF) I;
(3) ACrH;
(4) FSH dan LH; and
(5J Tes fungsitiroid :TSH dan FT4.
Selain itu, perlu juga diperiksa kadar hormon testosteron atau estradiol, dan
kadar kortisol pk. 8 pagi hari. Pemeriksaan laboratorium analisis sperma dapat
didapatkan abnormalitas spermatogenesis pada prolaktinoma.
. Angiografi (untuk menyingkirkan adanya aneurisma)
Pemeriksaan penapis pada adenoma hipofisis fungsional :

Tobel 2. Pemeriksoon Penopis podo Adenomo Hipofisis Fungsionol2

Orong normol mompu mensupresi kodor


GH <0.4 ttg/L

dopot meningkotkon kodor proloktin

ACTH
Anamnesis dan
Pemeriksaan fisik
Gejala dan tanda akibat
efek massa
Sakit kepala
Gangguan penglihatan

MRI

Evaluasr
Hipotpituitari
TSH, ACTH,
FSH, LH

Uji lapang
penglihatan

Galaktorea, lmpotensi, Gambaran klinis Gambaran klinis


Amenorca akromegali Cushing

IGF-1 dan GH Kortisol


Prolaktin pasca pembebanan dan
SETUM
glukosa ACTH

MRI MRI MRI


Kepala Kepala Kepala

Catatan : Pada pasien dengan efek massa, sakit kepala, serta gangguan penglihatan segera dilakukan pemeriksaan l\ilRl
dan pemeriksaan fungsi penglihatan Pada pasien dengan kecurigaan adenoma hipoflsis fungsionalperlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium dahulu

Gombor l. Pendekoton Kecurigoon Adenomo Hipofisis,

DIAGNOSIS BANDING2
. Prolaktinoma:
- Kehamilan
- Perdarahanpostpartum
- Hipotiroidismeprimer
- Penyakit pada payudara atau akibat stimulasi payudara
- Penggunaan obat (fenotiazin, antidepresan, haloperidol, metildopa, reserpin,
opiat, amfetamin, simetidinJ
. Gagal ginjal kronik
. Liver disease
. Polycystic ovarian disease
. Gangguan dinding dada
a Lesi medula spinalis
a Riwayat iradiasi kepala

TATAtAKSANAI,2,5
Tata laksana tumor hipofisis harus bersifat komprehensif dan individualistik.
Tujuan tata laksana meliputi beberapa aspek :

L. Mengontrol manifestasi klinis akibat kelebihan sekresi hormon.


2. Mempertahankan fungsi hipofisis yang normal semaksimal mungkin.
3. Memperbaiki gangguan fungsi hipofisis yang terjadi.
4. Mengendalikan pertumbuhan tumor serta efek mekanikyang ditimbulkan oleh tumor.
Beberapa modalitas yang ada adalah tindakan bedah, radioterapi, serta
medikamentosa.
1. Tindakan bedah
Tindakan operasi (mikro) transfenoid sangat efektifpada 90% kasus dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang rendah.
Tindakan operasi transkranial biasanya dikerjakan pada tumor dengan perluasan
ekstensif ke suprasella atau fossa media. Pembedahan atau radioterapi merupakan
terapi pilihan pada tumor hipofisis nonsekretorik.
Ketelitian saatfollow up pasien sangat penting, terutama yang menjalani operasi
pembedahan mikro trans-sfenoid, sebaiknya kontrol dalam 4 - 6 minggu
untuk memastikan adenoma tersebut sudah diangkat seluruhnya dan masalah
hipersekresi endokrin sudah teratasi.
2. Radioterapi (Stereotactic radio surgery)
Radioterapi jarang menjadi pilihan pertama pada tata laksana tumor hipofisis.
Radioterapi saat ini berperan sebagai terapi tambahan pada pasien adenoma
fungsional maupun non fungsional, terutama yang gagal dengan terapi pembedahan.
3. Medikamentosa
Tata laksana medikamentosa dapat menjadi pilihan utama pada beberapa kasus
tumor hipofisis.
- Prolaktinoma(baik mikroprolaktinoma maupun makroprolaktinoma)) agonis
dopamin/analog merupakan terapi lini pertama; yang sering digunakan adalah
bromokriptin fper oral 1,5 - 10 mg dalam dosis terbagi) dan cabergoline.
- Akromegali) pengobatannya terdiri atas tiga golongan, yaitu agonis dopamin
[bromokriptin 10 - 20 mg p.o tid - qid), analog somatostatin (octreotide 1.00
pg s.c), dan antagonis reseptor hormon pertumbuhan. Meskipun bromokriptin
kurang efektif bila dibandingkan dengan octreotide, namun bromokriptin dapat
diberikan per oral.
Adenoma Tirotropin ) dapat digunakan analog somatostatin kerja panjang
(octreotide; dosis seperti pada akromegali)
Penyakit Cushing ) Ketokonazol, yang menghambat enzim sitokrom P-450
yang terlibat pada biosintesis steroid, efektifdalam penyakit cushing ringan-
sedang, dengan dosis 600 - 1,200 mg p.o per hari.

PROGNOSIS
. Meskipun telah menjalani operasi transfenoid, Penyakit Cushing dapat muncul
kembali pada t 25 o/o pasien.T
. Insiden (adjusted) dalam 3 tahun untuk terjadinya sindroma metabolik adalah
23,4o/o pada riwayat Penyakit Cushing vs 9,2 o/o pada riwayat adenoma hipofisis
non-function Ing [p= 0,0 1)
. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada insiden (adjusted) 3 tahun untuk
terjadinya penyakit kardiovaskular atau penyakit serebrovaskulac atau diabetes
melitus.B

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Departemen Mata, Departemen Neurologi,
Departemen Bedah Saraf, Departemen Radioterapi
RS non Pendidikan Bagian Ilmu Penyakit Dalam

REFERENSI
1 . Contemporory Endocrinology: Hondbook of Diognostic Endocrinology.
Holl JE, Niemon LK. Editors.
Humono Press. Totowo. NJ. 2003
2. Jomeson JL, Melmed S. Disorders of the Anterior Pituitory ond Hypotholomus. In : Longo DL, Fouci
AS, Kosper DL, HouserSL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8th
Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
3. Feni FF. Editor. Ferri's Clinicol Advisor, I't ed. Mosby Elsevier. 2009.
4. McDermott MT. Editor. Endocrine Secrets, 4th edition. Elsevier Mosby.
5. Rokel RE, Bope ET. Conn's Current Theropy, 60rh ed. Sounders Elsevier. 2008
6. Pituitory Tumor. From: Dynomed. www.seorchebscohost.com
7. J Clin Endocrinol Metob 2009 Jun;9416):1897.
8. J Clin Endocrinol Metob 2010 Feb;95(2):630.
O STAS

PENGERTIAN
Obesitas merupakan suatu keadaan di mana terdapat massa jaringan adiposa yang
berlebih.l Penyakit ini bersifat multifaktorial dan dapat mengganggu kesehatan. Obesitas
dapat juga terjadi secara sekunder akibat adanya penyakit penyebab. Beberapa penyakit
yang dapat menyebabkan obesitas adalah defisiensi hormon tiroid fhipotiroidismeJ,
sindrom ovarium polikistik sindrom Cushing kelainan dihipotalamus, dan mutasigenetik.2
Pada tahun 2000 WHO membuat klasifikasi berat badan berdasarkan IMT flndeks
Massa Tubuh). Obesitas didefinisikan bila IMT seseorang > 30 kg/m'Z. Sedangkan wilayah
Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi obesitas sendiri.3

PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Diagnosis obesitas ditegakkan dengan cara pengukuran IMT yaitu berat badan
dalam kilogram [kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat [m'z). Pada pemeriksaan fisih
harus diperiksa tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat badan, tinggi badan, IMT
dan lingkar perut. Berikut adalah klasifikasi berat badan Iebih dan obesitas menurut
kriteria Asia Pasifik (tabel 1).
Tobel l Klosifikosi Berol Bodon lebih don Obesilos Berdosorkon IMT don Lingkor Perut Menurul
Krilerio Asio Posifik3

>90cm(

Kelerongon :
*Lingkor perut seboiknyo diukur podo pertengohon ontoro bolos bowoh igo don kristo ilioko, dengon menggunokon
ukuron pito secoro horisontol podo soot okhir ekspirosi dengon keduo tungkoi dileborkon 20 - 30 cm.
Pemeriksoon Penunjong
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya penyakit endokrin
lainnya sebagai penyebab obesitas, skrining untuk keadaan komorbid fsindrom
metabolik), dan untuk melihat adanya komplikasi dari organ target.4

IATA[AKSANA4,5
Berikut adalah manajemen penanganan obesitas menurut IMT [tabel 2)
Tobel 2. Monojemen Penongonon Obesilos berdosorkon lMT6

Kelerongon:
*Dopot dipertimbongkon opobilo terdopol foktor risiko otou berot bodon gogol terkontrol dengon modiflkosi
goyo hidup

Nonformokologis
. Perubahan gaya hidup
- Terapi diet : Bertujuan membuat defisit kalori sebesar 500 - 1000 kkal/hari
- Aktivitas fisik: Program aktivitas fisik harus dibuat berdasarkan status kesehatan
dan kondisi fisikpasien. Perlu juga diperhatikan asupan cairan pasien sebelum, saat,
dan sesudah melakukan aktMtas fisik, Pada tahap awal dapat melakukan aktrvrtas
fisik sedang selama 30 - 45 menit sehari, sebanyak 3 - 5 kali seminggu. Aktivitas
fisik dapat ditingkatkan sesuai kemampuan pasien. Pasien juga harus melakukan
latihan kekuatan otot dengan 1 - 3 set latihan untuk otot-otot utama setidaknya
dua kali dalam seminggu.
. Terapi perilaku

Formokologis
Orlistat

Pembedohon
Indikasi: BMI > 35 kg/m'z; adanya satu atau lebih penyakit komorbid yang dapat
teratasi secara signifikan dengan penurunan berat badan [imobilitas, artritis, DM Tipe
2); berat badan tidak dapat dikontrol setelah dilakukan pengontrolan diet, aktivitas
fisik, terapi perilaku dan obat-obatan.
o.
s
Posien dotong
E

BMI > 30 kg/m2 otou


Pemeriksoon BMI {LBMI23-29,9 olou LP
> 23 Niloi foktor risiko > 80 cm (W), , 90 cm
lyo
Kg/m'
(P)l don>2foktor Dokter don posien
risiko menentukon tujuon
I serto strotegi penurunon
BMI dihitung dolom
berot bodon don
2 tohun terokhir
Tidok pengontrolon foktor
Yo Yo
risiko

Apokoh posien
ingin menurunkon
Hitung berot bodon, Hitung berot bodon, berot bodonyo? Yo
tinggi bodon, lingkor iinggi bodon, lingkor
pinggong (LP), pinggong (LP),
kemudion hitung BMI kemudion hitung BMI

Tidok Perkembongon
teropi/ opokoh
tujuon tercopoi
Edukosi
pengontro{on BMI < 23 Kg/m'?
berot bodon
Yo
Yo Tidok

Tidok Soronkon untuk


Pengukuron berot pertohonkon beroi
lingkor pinggong, bodon Konseling, teropi diet, Niloi penyebob
don BMI secoro teropi periloku, oktifltos kegogolon pengontrolon
periodik flsik berot bodon

Gombor l. Algoritmo Penongonon Obesitos don Overweight a


KOMPTIKASI
Peningkatan angka mortalitas, disabilitas, morbiditas, peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular; peningkatan risiko DM tipe 2, peningkatan risiko kankel demensia,
peningkatan risiko GERD, batu saluran empedu, penyakit hati, penyakit ginjal kronik,
batu ginjal, infertilitas pada laki-laki, low back pain, fraktur, osteoartritis.l,2

PROGNOSIS
Tiap peningkatan 5 kg/m' pada BMI > 25kg/mz berhubungan dengan peningkatan
risiko kematian sebesar 30o/o.s

UNIT YANG MENANGAN!


. RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UN!I IERKAIT
. RS Pendidikan Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen
Gizi, Departemen Bedah
a RS non Pendidikan

REFERENS!
l. M. Biology of Obesity: lntroduction. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL,
Flier J, Morotos-Flier
Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine lBthEdition. New
York, McGrow-Hll. 2012.
2. Sugondo S. Obesitos. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor
llmu Penyokit Dolom Jilid lll Edisi V. Jokorto: Interno Publishing;2010:1973-1983.
3. Notionol Heort Lung ond Blood lnstituie. Executive summory of the clinicol guidelines on the
idenlificotion, evoluotion, ond treotment of overweight ond obese odults. Arch Intern Med. 1998
Sep 28; 1 58( l 7): I 855-67.
4. Bodorsono S, Moersodiko N, Purnomosori D, Sukordji K, Tohopory D. ldentificotion, Evoluotion
ond Treotmen.l of Overweighi ond Obesity in Adults: Clinicol Proctice Guidelines of the Obesity
Clinic, Wellnes Cluster Cipto Mongunkusumo Hospitol, Jokorto, Indonesio.
5. NotionolTosk Force on the Prevention ond Treotment of Obesity. Medicol core for obese potients:
odvice f or heolth core professionols. Am Fom Physicion. 2OO2 Jon I ;65( I ):81 -8.

6. Institute for Clinicol Systems lmprovement. Prevention ond Monogement of Obesity (Moture
Adolescent ond Adults). 5lh ed. Bloomington, MN; lnstitute for Clinicol Systems lmprovement. April
2011

r65
PtltlI[1[[S[ [[
DI IA GIl Uft Y[I(I [1[
PAA
P AKTK
Kl S
G TR NE
a::.

Diore Kronik..... 147


Gostroeso phoge ol Refl ux Diseose..,( G ERDI
Hemotemesis Meleno..
Hemotokezio .................
lleus Porolitik ..................
Konstiposi
l
/,- ,i
Ponkreotitis Akut
Penyokit Tukok Peptik..........
Tumor Goster
Tumor Kolorektol I
\>- ,---'t'----.
-r" .-l
a' t,

,,n'n

,""'
D AR KRON K

PENGERTIAN
Diare kronikadalah diareyangberlangsunglebih dari 14 hari sejakawal diare. Diare
dapat diklasifikasikan berdasarkan: 1

L. Lama waktu: akut atau kronik


2. Mekanisme patofisiologi: sekretorik, osmotik, dll
3. Berat ringannya diare: ringan atau berat
4. Penyebab infeksi atau tidak: infektif atau non-infektif
5. Penyebab organik atau tidak: organik atau fungsional

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr
1. Waktu dan frekuensi diare
2. Bentuk tinja
3. Keluhan lain yang menyertai seperti nyeri abdomen, demam, mual muntah,
penurunan berat badan
4. Obat-obatan: laksan, antibiotika, imunospresan, dll
5. Makanan/minuman

Pemeriksoon Fisikt
Keadaan umum, status dehidrasi

Pemeriksoon Penunjongr
. Pemeriksaan tinja, darah, urin
. Pemeriksaan anatomi usus sesuai indikasi: Barium enemaf colon in loop (didahului
BNOJ, Kolonoskopi, ileoskopi, dan biopsi, barium follow through atau enteroclysis,
USG abdomen, CT Scan abdomen
. Fungsi usus dan pankreas: tes fungsi pankreas, CEA dan CAL9-9.
Tobel l. Diognosis Bonding Penyebob Tersering Diore Kronis di lndonesiot

lnfeksi

tiroid, kemor

DIAGNOSIS BANDING
Penyebab tersering diare kronis di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1

TATALAKSANA

Nonformokologis
Seperti tatalaksana pada diare umumnya. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada
tabel diare infeksi.
DIARE KRONIS

Doroh per Nyeri memburuk sebelum Doroh (-),


rektum BAB, hilong dengon BAB, molobsorbsi
perosoon def ekosi tidok
tuntos

Kolonoskopi I Usus holus: Curigo IBS Pertimbongkon


+ biopsi pencitroon, biopsi, diore fungsionol
osprrosr

Terbotos untuk Doroh (-),


penyokit orgonik Pengecuolion diet:
sorbitol. loktoso

Gombor l Monojemen Diore Berdosorkon Gejolo Penyerlo3

DIARE KRONIS

untuk penyokit orgonik

Hb don olbumin rendoh. Rendoh K+ Semuo tes


MCV & MCH obnormol, penopison normol
bonyok lemok podo feses

Volume feses, osmolori- Reoksi opioid +


tos, pH; /oxotive screen; iindok lonlut
hormono/screen
Kolonoskopi + biopsi Usus kecil: X+oy,
biopsi, ospirosi ;
Diore kronik
lemok feses 48 jom
persisten

Lemok feses Normol don lemok Titrosi teropi untuk


mempercepot
>20 g/hori, fungsi feses < I 4glhori
tronsit
ponkreos

Gombor 2. Algorilmo Pendekolon Diognosis Diore Kronis Berdosorkon [oborolorium Sederhono3


Formokologis
Pengobatan diare kronik ditujuan terhadap penyakit yang mendasari. Sejumlah
obat anti diare dapat digunakan pada diare kronik. Opiat mungkin dapat digunakan
dengan aman pada keadaan gejala stabil.2
1. Loperamid: 4 mg dosis awal, kemudian 2 mg setiap mencret. Dosis maksimum
16 mg/hari.
2. Kodein: Karena memiliki potensi adiktii obat ini sebaiknya dihindari, kecuali
pada keadaan diare yang menetap. Kodein dapat diberikan dengan dosis L5-60
mg setiap 4 jam. Paregoric diberikan 4-B ml.
3. Klonidin: B2 adrenergic agonis yang menghambat sekresi elektrolit intestinal.
Diberikan 0,1-0,2 mg/hari selama 7 hari. Bermanfaat pada pasien dengan diare
sekretorik, kriptosporodiosis dan diabetes.
4. Octreotide: Suatu analog somatostatin yang menstimulasi cairan instestinal
dan absorbsi elektrolit dan menghambat sekresi melalui pelepasan peptida
gastrointestinal. Berguna pada pengobatan diare sekretori yang disebabkan oleh
Vipoma dan tumor carcinoid dan pada beberapa kasus diare kronik yang berkaitan
dengan AIDS. Dosis efektif 5Omg -25Omg subkutan tiga kali sehari.
5, Cholestiramin: mengikat garam empedu dan mencegah reabsorsinya, berguna
pada pasien diare sekunder karena garam empedu akibat reseksi intestinal atau
penyakit ileum. Dosis 4 gr 1 s/d 3 kali sehari.
6. Atapulgit, biasanya dosis yang diberikan 3x2 tablet selama diare.

KOMPLIKASI
Dehidrasi sampai syok hipovolemik, sepsis, gangguan elektrolit, dan asam basa/
gas darah, gagal ginjal akut, kematianl

PROGNOSIS
Prognosis diare kronik ini sangat tergantung pada penyebabnya. Prognosis baik
pada penyakit endokrin. Pada penyebab obat-obatan, tergantung pada kemampuan
untuk menghindari pemakaian obat-obat tersebut.2

UNlT YANG MENANGAN!


. RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan: Departemen Bedah Digestif, ICU/Medical High Care
. RS non pendidikan: lCU, Bagian Bedah

170
REFERENSI
1. Kolopoking SM. Pendekoton Diognostik Diore Kronik. Dolom Alwi l, Setioti S, Setiyohodi
B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto:
Interno Publishing; 201 0:534-559.
2. McQuoid K. Chronic Diorrheo. ln Lowrence M (Eds). Current Medicol Diognosis &
Treotment 37th Ed. Prentice Holl lnternotionol lnc, 1998: 544
3. Comilleri M, Murroy JA. Diorrheo ond Constipotion. Dolom: Fouci A, Kosper D, Longo
D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol
medicine. I Bth ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 2012. Chopter
40, p308.
GASIROESOPHAG AI. REFLUX D'SEASE
(GERD)

PENGERTIAN
Gastroesophageal Reflux Disease IGERD) merupakan suatu keadaan patologis
sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala
yang timbul akibat keterlibatan esophagus, laring, dan saluran napas; akibat kelemahan
otot sfingter esofagus bagian bawah (LES/Lower Esophageal Sfingter). Refluks dapat
terjadi melalui 3 mekanisme yaitu refluks spontan pada saat relaksasi LES, aliran
balik sebelum kembalinya tonus LES setelah menelan, meningkatnya tekanan dalam
abdomen.t''
Faktor risiko terjadinya refluks esofagus yaitu alkohol, hernia hiatus, obesitas,
kehamilan, skleroderma, rokok, obat-obatan seperti antikolinerglk, beta blocker,
bronkodilat or, Colcium channel blockers, progestin, sedatil antidepresi trisiklik.3
Terdapat dua kelompok pasien GERD yaitu pasien dengan esofagitis erosif yang
ditandai dengan adanya mucosal break diesofagus pada pemeriksaan endoskopi IGERD)
dan pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan mucosal break
(non ero sive refl ux d i se a se / N E RD).4

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
1'2'a
Dari anamnesis dapat ditemukan keluhan seperti:
. Keluhan paling sering: merasakan adanya makanan yang menyumbat di dada,
nyeri seperti rasa terbakar di dada yang meningkat dengan membungkukkan
badan, tiduran, makan; dan menghilang dengan pemberin antasida, non cardiac
chest pain [NCCP).
. Keluhan yang jarang dikeluhkan: batuk atau asma, kesulitan menelan, hiccups,
suara serak atau perubahan suara, sakit tenggorokan, bronchitis
. Pada anamnesis juga perlu ditanyakan riwayat pemakaian obat-obatan.
Pemeriksoon Fisik
Pada pemeriksaan fisik tidak ada yang khas untuk GERD. Pada pemeriksaan laring
dapat ditemukan inflamasi yang mengindikasikan GERD.

Pemeriksoon Penunjong
Jika keluhan tidak berat, jarang dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
dilakukan jika keluhan berat atau timbul kembali setelah diterapi. ''o
. Esophagogastroduodenoscopy (EGD): melihat adanya kerusakan esofagus
. Barium meal: mehhat stenosis esofagus, hiatus hernia.
. Continuous esophageal pH monitoring: mengevaluasipasien GERDyang tidak respon
dengan PPI Qtroton pump inhibitorJ, evaluasi pasien-pasien dengan gejala ekstra
esophageal sebelum terapi PPI, memastikan diagnosis GERD sebelum operasi anti
refluks atau mengevaluasi NERD berulang setelah operasi anti refluks.
. Manometri esofagus: mengevaluasi pengobatan pasien NERD dan untuk tujuan
penelitian.
. Stool occult blood test: untuk melihat adanya perdarahan dari iritasi esofagus,
lambung, atau usus.
. Pemeriksaan histopatologis: menentukan adanya metaplasia, displasia, atau
keganasan.

DIAGNOSIS BANDING'
. Dispepsia
. Ulkus peptikum
. Kolik bilier
. Eosinophilicesophagitis
. Infeksi esofagitis
. Penyakit jantung koroner
. Gangguan motilitas esofagus

TATALAKSANA

Nonformokologis2
1. Modifikasi gaya hidup, menghentikan obat-obatan (anti kolinergik, teofilin) dan
mengurangi makan makanan yang yang dapat menstimulasi sekresi asam seperti
kopi, mengurangi coklat, keju dan minuman bersoda.
2. Menaikkan posisi kepala saat tidur jika keluhan seringkali dirasakan pada malam hari.
3. Makanan selambat-lambatnya 2 jam sebelum tidur.
Formokologis2,4
1. Histamine type-Z receptor antagonists (H2RAs)
2. Proton pump inhibifors IPPIs): umumnya diberikan selama B miggu dengan dosis
ganda.
3. Untuk NERD, terapi inisial dengan dosis standar selama B minggu laludiberikan
pada saat keluhan timbul dan dilanjutkan sampai keluhan hilang.'
4. Antasida hanya untuk mengurangi gejala yang timbul

Tindokon invosif3,a
7. Pembedahan anti refluks: Laparoscopic Nissen fundoplication
2. Terapi endoskopi: radiofrequency ablation, endoscopic suturing, endoscopic
impl a ntation, e ndo sco p ic g astropl asty

KOMPTIKASI
Refluks esofagus dapatmenimbulkan komplikasi esofagus maupun ekstra esofagus.
. Komplikasi esofagus: striktu[ ulkus, Barrett's esophagus bahkan adenokarsinoa
di kardia dan esofagus.'''
. Komplikasi ekstra esofagus: asma, bronkospasme, batuk kronik atau suara serak,
masalah gigi,3

PROGNOSIS
Pengobatan dengan penghambatsekresi asam lambung dapat mengurangi keluhan,
derajat esofagitis dan perjalanan penyakit. Risiko dari striktur menjadi Barrett's
esophagus atau adenokarsinoma yaitu 60/o dalam 2-20 tahun pada kasus.'

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNII IERKAIT
. RS pendidikan Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU /Medical
High Care
a RS non pendidikan Bagian Bedah
REFERENSI
L Mokmun D. Penyokit Refluks Gostroesofogeol. Dolom: Sudoyo AW, et ol editor. Buku Ajor
llmu Penyokit Dolom jilid ledisi lV. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit
Dolom FKUI, 2005. hlm 317 - 321.
2. Kohrilos PJ. EsophogeolStructure ond Function. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold
E, Houser S, Jomeson J,Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSth
ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2012.
3. Longstreth GF. Gostroesophogeol reflux diseose. ln. Peptic esophogitis; Reflux esophogitis;
GERD; Heortburn - chronic; Dyspepsio - GERD. 201 l. Diunduh dori http:,/,/ www.ncbi.
nlm.nih.govlpubmedheolth/ PMH000l3l l,/ podo tonggol 7 Mei2012.
4. Kelompok Studi GERD lndonesio. Konsensus Nosionol: Penotoloksonoon Penyokit Refluks
Gostroesofogeol di lndonesio. Perkumpulon Gostroenterologi Indonesio.2004.
HEMATEMESSM LE A

PENGERTIAN
Hematemesis adalah muntah darah kehitaman yang merupakan indikasi adanya
perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan
saluran cerna bagian atas (SCBAJ, terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi
dalam bentuk keluarnya darah segar per anum bila perdarahannya banyak. Melena
(feses berwarna hitam) biasa berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan
usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifestasi dalam bentuk
melena.l

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr.2
1,. fumlah, warna, perdarahan
2. Riwayat konsumsi obat NSAID jangka panjang
3. Riwayat merokok, pecandu alkohol
4. Keluhan lain seperti mual, kembung, nyeri abdomen, dll

Pemeriksoon Fisik',2
Memeriksa status hemodinamik:
1. Tekanan darah dan nadi posisi baring
2. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
3. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dinginJ
+. Kondisi pernapasan
5. Produksi urin

Pemeriksoon Penunjongt,2
1. Laboratorim; darah lengkap, elektrolit, fungsi hati, masa pembekuan dan
perdarahan, petanda virus hepatitis, ratio BUN/Kreatinin
2. Radiologi: 0MD (Oesophagus Maag Duodenum) jika ad aindikasi
3. Endoskopi saluran cerna
Tobel l. Keporohon perdorohon soluron cerno bogion olos berdosorkon skor Glosgow -
Blolchford (Modifi kosi) 3

Keterongon:
Skor 0: risiko minimol okon membutuhkon inleruensi sepertitronsfusi, endoskopi olou pembedohon, dopot dipulongkon dini olou
rowot jolon
Skor I - 5: memiliki risiko yong meningkot membutuhkon infervensi
Skor > 6: memiliki risiko > 50 % okon membuluhkon inlervensi

Tobel 2. Beberopo Etiologi Hemolemesis Melenor.2

177
DIAGNOSIS BANDING
Hemoptoe, hematokezia.

IATALAKSANA

Stobilisosi hemodinomika 5

'J..
Jaga patensi jalan napas
2. Suplementasi oksigen
3. Akses intravena 2line dengan jarum besa4 pemberian cairan Normal Saline atau
Ringer Laktat
4. Evaluasi laboratorium : waktu koagulasi, Hb, Ht, serum elektrolit, ratio Blood Urea
Nitrogen (BUN): serum kreatinin
5. Pertimbangkan transfusi Packed Red Cell (PRC) apabila kehilangan darah sirkulasi
> 30o/o atau Ht < 78o/o (atau menurun >6%) sampai target Ht2o-25o/o pada dewasa
muda atau 30% pada dewasa tua
6. Pertimbangkan transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP) atau trombosit apabila INR
> 1,5 atau trombositopenr
7. Pertimbangkan lntersive Care Unit (lCU) apabila :

a. Pasien dalam keadaan syok


b. Pasien dengan perdarahan aktifyang berlanjut
c. Pasien dengan penyakit komorbid serius, yang membutuhkan transfusi darah
multipel, atau dengan akut abdomen

Nonformokologis
Balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises esophagus.l

Formokologisr
. Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises
transfusi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non varises transfusi sampai dengan Hb
72gro/o. Bila perdarahan berat (25-30o/o),boleh dipertimbangkan tran sfusiwhole blood.
Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnyadekstran/
hemacelJ atau NaCI0,9%o atau RL
a Untuk penyebab non varises :

7. Penghambat pompa proton dalam bentuk bolus maupun drip tergantung


kondisi pasien jika tidak ada dapat diberikan Antagonist H2 reseptor.
2. Sitoprotektor: Sukralfat 3-4xL gram atau Teprenon 3 x l tab atau Rebamipide
3x100 mg
3. Inje}<si vitamin K 3x1 ampul, untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati
a Untuk penyebab varises :

1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 mcg/jam intravena atau okreotide


[sandostatin) 0,7 mg/2jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti
atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi/ligasi varises esofagus.
2. Vasopressin : sediaan vasopressin 50 unit diencerkan dalam 100 ml dekstrosa
5%, diberikan 0,5-1 mg/menit iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6
jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infuse 0,1-0,5 U/menit.
Pemberian vasopressin disarankan bersamaan dengan preparan nitrat misalnya
nitrogliserin iv dengan dosis awal 40 mcg/menit lalu titrasi dinaikkan sampai
maksimal 400 mcg/menit. Hal ini untuk mencegah insufisiensi aorta mendadak.
3. Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan
diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil
hematemesis melena (-)
4. Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x I tablet/hari hingga keadaan umum stabil
5. Metoklorpramid 3 x L0 mg/hari
- Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
- Pada pasien dengan pecah varises/penyakithati kronik/sirosis hati dapat
ditambahkan :

a. Laktulosa4x 1 sendokmakan
b. Antibiotika ciprofloksacin 2x500 mg atau sefalosporin generasi ketiga.
Obat ini diberikan sampai konsistensi dan frekuensi tinja normal.

HEMOSIASIS ENDOSKOPI
. Untuk perdarahan non varises: Penyuntikan mukosa disekitar titik perdarahan
menggunakan adrenalin L: L0000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas
dosis L0 ml. Penyuntikan ini harus dikombinasi dengan terapi endoskopik lainnya
seperti klipping, termo koagulasi atau eleltro koagulasi.
. Untuk perdarahan varises: dilakukan Iigasi atau sklerosing
TATATAKSANA RADIOTOGI
Terapiangiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan
belum bisa ditentukan asal perdarahan. Pada varises dapat dipertimbangkan I/PS
(Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt). Pada keadaan sumber perdarahan
yang tidak jelas dapat dilakukan tindakan arteriografi. Prosedur bedah dilakukan
sebagai tindakan emergensi atau elektif.

KOMPT!KASI
Syok hipovolemik, pneumonia aspirasi, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal,
koma hepatikum, anemia karena perdarahanl

PROGNOSIS
Pada umumnya penderita dengan perdarahan SCBA yang disebabkan pecahnya
varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/terganggu sehingga setiap
perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat.
Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umu[ kadar Hb,
tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Mengingat tingginya angka kematian
dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas maka
perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah
terjadinya terjadinya pecahnya varises pada pasien.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNII TERKAII
. RS pendidikan Divisi Hematologi - Onkologi Medik - Departemen Penyakit
Dalam, Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU/
Medical High Core
a RS non pendidikan ICU, Bagian Bedah

REFERENSI
l. Adi P. Pengeloloon Perdoroh soluron Cerno Bogion Atos. Dolom Alwi l, Setioti S, Setiyohodi
B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: lnterno
Publishing; 201 0:447 -452.
2. Cirrhosis ond its Complicotions, Peptic Ulcer Diseose ond Reloted Disorders. Dolom: Fouci A,
Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of
internol medicine. l8th ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 1

r80
3. Stephens JR, Hore NC, Worshow U, Homod N, Fellows HJ, Pritchord C, Thotcher P, Jockson L,
Michell N, Murroy lA, Hyder Hussoini S, Dolton HR. Monogement of minor upper gostrointestinol
hoemorrhoge in the community using the Glosgow Blotchford Score. Eur J Gostroenterol Hepotol.
2OO9:21 {1 2) :1 340-5.
4. Zuccoro G Jr. Monogement of the odult potient with ocute lower gostrointestinol bleeding.
Americon College of Gostroenterology. Proctice Porometers Committee. Am J Gostroenterol.
1998;9318):120a.
5. Scottish lntercollegiote Guidelines Network (SIGN). Monogement of ocute upper ond lower
gostrointestinol bleeding. A notionol clinicol guideline. SIGN publicotion; no. 105. Edinburgh
(Scotlond) : Scottish Intercollegiote Guldelines Network (SIGN); 2OO8
HEMATOKEZ A

PENGERTIAN
Hematokezia merupakan suatu gejala perdarahan gastrointestinal, yaitu keluarnya
darah segar atau merah marun dari rektum.l Hematokezia lebih sugestif ke arah
perdarahan saluran cerna bagian bawah [SCBB), namun pada 10o/o kasus, dapat
juga berasal dari perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yang masif.2Apabila
hematokezia merupakan gejala klinis dari perdarahan SCBA, maka akan terjadi
instabilitas hemodinamik dan terjadi penurunan hemoglobin.l
Evaluasi diagnostik perdarahan SCBB lebih sulit secara signifikan dibandingkan
dengan perdarahan SCBA. Hal ini disebabkan oleh: 1J lokasi perdarahan dapat terjadi
di traktus gastrointestinal manapun, 2) perdarahan seringkali bersifat intermitent
(hilang-timbul), 3) bukti adanya perdarahan aktif mungkin tidak jelas sampai perdarahan
berhenti, dan 4) operasi kegawatdaruratan mungkin dibutuhkan untuk diagnosis spesifik
dan lokalisasi perdarahan.3

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis don Pemeriksoon Fisik


Anamnesis dan pemeriksaan fisik biasanya tidak dapat mendiagnosis sumber
perdarahan. Endoskopi merupakan pilihan pemeriksaan pada pasien dengan
perdarahan SCBA dan sebaiknya dilakukan secepatnya pada pasien dengan instabilitas
hemodinamik (hipotensi, takikardi, atau perubahan postural nadi dan tekanan darah).1

DIAGNOSIS BANDING

Tobel l. Diognosis Bonding Perdorohon SCBB berdosorkon Koroklerislik Klinis4,s


onemio deflsiensi Fe
Perdorohon se/f-limiied yong terjodi dolom 30 hori seteloh I I - 14
polipektomi otou biopsi sebelumnyo

Hemoroid kon BAB


tidok

Perdorohon otou terdopot lt

Pemeriksoon Penuniongr,3,4
. Laboratorium: darah lengkap, elektrolit, koagulasi, golongan darah
. Kolonoskopi:
- Merupakan pemeriksaan penunjang diagnostik utama terpilih pada penderita
perdarahan SCBB. Selama prosedur berlangsung, operator dapat mengevaluasi
perubahan mukosa kolon, patologi infeksius, kolitis, dan perubahan iskemik
untuk menyingkirkan diagnosis banding.
- Sebaiknya dilakukan dalam 1,2-48 jam saat geiala pertama kali muncul, dan
setelah dilakukan persiapan bilas kolon (L L polyethylene glycol solution tiap
30-45 menit selama sedikitnya 2 jam atau sampai cairan jernih)
. Pencitraan radionuklir (Blood pool scan):
- Dilakukan apabila kolonoskopi gagal mengidentifikasi lokasi sumber perdarahan.
. Angiografi:
- Injeksi zat kontras ke dalam arteri mesenterika superior dan inferior dan
cabang-cabangnya untuk menentukan lokasi perdarahan.

IATATAKSANA
Penatalaksanaan perdarahan SCBB memiliki 3 komponen yaitu:1'2'a
1,. Resusitasi dan penilaian awal
2. ldentifikasi sumber perdarahan ) dengan pemeriksaan penunjang tersebut diatas
3. Intervensi terapeutik untuk menghentikan perdarahan

r83
a. Endoskopi: injeksi epinefrin, elektrokauteL pemasangan endoklip,lem fibrini
b. Angiografi: infus vasopresor intra-arterial, embolisasi
c. Bedah: apabila diperlukan transfusi dalam jumlah besar [contoh: >4 unit PRC
dalam 24 jam), instabilitas hemodinamik yang tidak merespon terapi medis,
perdarahan berulang yang tidak merespon terapi, perdarahan divertikular > 2
episode

Resusilosi don peniloion owol


Resusitasi )
lihat klasifikasi syok hipovolemik dan penanganannya pada bab
Hematemesis - Melena
Protokol Penilaian Awal6
. Pertimbangkan rawat jalan denganfollow-up apabila:
- Usia < 60 tahun
- Tidakadatanda gangguan hemodinamik (sistolik> 100 mmHg, nadi < 100 x/menit)
- Tidak ada tanda perdarahan rektal yang terlihat jelas
- Sumber perdarahan jelas pada pemeriksaan rektal/ sigmoidoskopi
. Pertimbangkan rawat inap dan endoskopi dini apabila:
- Usia > 60 tahun (semua pasien > 70 tahun harus dirawat)
- Ada tanda gangguan hemodinamik (sistolik < L00 mmHg nadi > L00 x/menit)
- Adanya tanda perdarahan per rektal yang terlihat jelas lgross rectal bleeding)
- Riwayat konsumsi aspirin atau NSAID
- Memiliki penyakit komorbid

KOMPT!KASI
Syok hipovolemik, gagal ginjal akut, anemia karena perdarahan

PROGNOSIS
Meskipun sebagian besar perdarahan divertikular bersifatself-limited dan sembuh
spontanT'8, hilangnya darah bersifat masif dan cepat pada 9-1,9o/o pasien.e'1o Pada
pasien dengan penyakit komorbid, malnutrisi, atau penyakit hati, memiliki prognosis
buruk.s Penggunaaan aspirin dan NSAID berkaitan erat dengan meningkatnya risiko
perdarahan divertikular [odds ratio = 1,9-1.8,4).11

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam
UNII TERKAII
. RS pendidikan Divisi Hematologi - Onkologi Medik - Departemen
Penyakit Dalam, Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah,
ICU /Medical High Care
a RS non pendidikan ICU, Bagian Bedah

REFERENSI
I Loine L. Gostrointestinol Bleeding. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson
JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine l8th Edition. New York: McGrow-
Hll.2012.
2. Bjorkmon D. Gostrointestinol Hemorrhoge ond Occult Gostrointestinol Bleeding. ln:
Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine 23rd Edition. Philodelphio: Sounders, Elsevier.2OOS.
3. Currie G, Towers P, Wheot J. lmproved Detection ond Locolizotlon of Lower
Gostrointestinol Troct Hemorrhoge by Subtroction Scintigrophy: Phontom Anolysis. J
Nucl Med Technol 2005; 34:160-8.
4. Wilkins T, Boird C, Peorson AN, Schode RR. Diveriiculor bleeding. Am Fom Physicion. Nov
1 2009:8019):977-83

5. Zuccoro G Jr. Monogement of the odult potient with ocute lower gostrointestinol
bleeding. Americon College of Gostroenterology. Proctice Porometers Commitiee. Am
J Gostroenterol. 998;93(8) :l 204.
1

6. Scottish lntercollegiote Guidelines Network (SIGN). Monogement of ocute upper ond


lowergostrointestinol bleeding. A notionol clinicol guideline. SIGN publicotion; No. 105.
Edinburgh (Scotlond):Scottish lntercollegiote Guidelines Network (SIGN); 2008,
/ Stollmon NH, Roskin JB. Diognosis ond monogement of diverticulor diseose of the
colon in odults. Ad Hoc Proctice Porometers Committee of the Americon College of
Gostroenterology. Am J Gostroeniercl. 1999:94(11 ):3,l 10-21 .
8. McGuire HH Jr. Bleeding colonic diverticulo. A reopproisol of noturol history ond
monogement. Ann Surg. 1 99 4:220(51:65T6.
9. Browder W, Cerise EJ, Litwin MS. lmpoct of emergency ongiogrophy in mossive lower
gostrointestinol bleeding. Ann Surg. I 985;204(5):530-5.
10. Peuro DA, Lonzo FL, Gostout CJ, Foutch PG. The Americon College of Gostroenterology
Bleeding Registry: preliminory findings. Am J Gostroenterol. 1997:92161:924-4.
I 1. Loine L, Smith R, Min K, Chen C, Dubois RW. Systemotic review: the lower gostrointestinol
odverse effects of non-steroidol onti-inflommotory drugs. AlimentPhormocol Ther.
2006;2a$):7 s1-67 .
LEUS PARAL T K

PENGERIIAN
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.l Keadaan ini dapat
disebabkan oleh tindakan/operasi yang berhubungan dengan rongga perut, hematoma
retroperitoneal yang berhubungan dengan fraktur vertebra, kalkulus ureteral, atau
pielonefritis berat, penyakit paru seperti pneumonia lobus bawah, fraktur iga, infark
miokard, gangguan elektrolit [berkurangnya kalium), dan iskemik usus, baik dari
oklusi vaskular ataupun distensi usus.2

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis2
. Rasa tidak nyaman pada perut, tanpa nyeri kolik
. Muntah sering terjadi namun tidakprofuse, sendawa, bisa disertai diare, sulit buang
air besar
. Dapat disertai demam
. Perlu dicari juga riwayat: batu empedu, trauma, tindakan bedah di abdomen,
diabetes, hipokalemia, obat spasmolitik, pankreatitis akut, pneumonia, dan semua
jenis infeksi tubuh

Pemeriksoon Fisik2
. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bisa disertai penurunan
kesadaran, demam, tanda dehidrasi, syok,
. Distensi abdomen [+), rasa tidak nyaman pada perut, perkusi timpani, bising usus
yang menurun sampai hilang.
. Reaksi peritoneal (-) (nyeri tekan dan nyeri lepas tidak ditemukan). Apabila
penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah
gambaran peritonitis.
. Pada colok dubur: rektum tidak kolaps, tidak ada kontraksi
Pemeriksoon Penunjongr,2
. Laboratorium: darah perifer lengkap, amilase-lipase, gula darah, elektrolit, dan
analisis gas darah
. Radiologis: foto polos abdomen, akan ditemukan gambaran airfluid level. Apabila
meragukan, dapat mempergunakan kontras

DIAGNOSIS BANDING
Ileus obstruktif

IATA[AKSANAI,'
. Non farmakologis
- Puasa dan nutrisi parenteral total sampai bising usus positifatau dapat buang
angin melalui dubur
- Pasang NGT dan rectal tube bila perlu
- Pasang kateter urin
. Farmakologis
- Infus cairan, rata-rata 2,5-3 liter/hari disertai elektrolit
- Natrium dan kalium sesuai kebutuhan/24jam
- Nutrisi parenteral yang adekuat sesuai kebutuhan kalori basal ditambah
kebutuhan lain
- Metoklopramid fgastroparesis), cisapride [ileus paralitik pasca operasiJ,
klonidin (ileus karena obat-obatan)
. Terapi Etiologi

KOMPT!KASI
Syok hipovolemik, septikemia sampai dengan sepsis, malnutrisi

PROGNOSIS
Tergantung penyebabnya

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

187
UNIT TERKAIT
. RS pendidikan : Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU / Medical
High Care
a RS non pendidikan : ICU,Bagian Bedah

REFERENSI
1. Djumhono A, Syom A. lleus Porolitik. Dolom: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu
Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid l. 2009. Hol 307-8
2. Silen W.Acute lntestinol Obstruction. ln: Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL,
Loscolzo J. Horrison's Principles of lniernol Medicine. lSlh Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.

r88
KONST PAS

PENGERTIAN
Konstipasi merupakan gangguan motilitas kolon akibat terganggunya fungsi
motorik dan sensorik kolon. Keluhan ini sering ditemukan dalam praktek sehari-hari,
dan biasanya merujuk pada kesulitan defekasi yang persisten atau rasa tidak puas,
Meskipun konstipasi seringkali hanya menjadi suatu gejala yang mengganggu, hal ini
dapat menjadi berat dan mengancam nyawa.
Pada konstipasi fungsional, transit time biasanya normal, dan tidak ada kelainan
evakuasi. Pasien sering mengeluh nyeri yang terkait dengan konstipasi, dan seringkali
tumpang tindih dengan sindrom kolon iritabel dengan predominan konstipasi.l'2

Tobel l. Etiologi Konsliposi podo Dewoso2

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis don Pemeriksoon Fisik


Pada konstipasi, sangat penting untuk membedakan suatu gangguan evakuasi,
yang sering juga disebut sebagai obstruksi outlet fungsional, mulai dari konstipasi
akibat waktu transit lama atau penyebab lainnya. Berikut merupakan gambaran klinis
sugestif gangguan evakuasi (tabel 2).
Tobel 2. Gomboron Klinis Sugestif Gongguon Evokuosir

Perlu juga diperhatikan apakah ada tanda-tanda "alarm" seperti penurunan berat
badan, perdarahan rektum, atau anemia, terutama pada pasien usia > 40 tahun, harus
dilakukan sigmoidoskopi atau kolonoskopi untuk menyingkirkan penyakit struktural
seperti kanker atau striktur.l

Pemeriksoon Penunjongl,2
. Laboratorium: darah perifer Iengkap, glukosa dan elektrolit fterutama kalium dan
kalsium) darah, fungsi tiroid
. Anuskopi fdianjurkan dilakukan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi
untuk menemukan fisura, ulkus, hemoroid, dan keganasan)
. Foto polos perut harus dikerjakan pada pasien konstipasi, terutama yang terjadinya
akut untuk mendeteksi adanya impaksi feses yang dapat menyebabkan sumbatan
dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat dilanjutkan
dengan barium enema untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan.
. Pemeriksaan yang intensil dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan bila
pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat
pengelolaan konstipasi tertentu.
- Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomis (enema, proktosigmoidoskopi,
kolonoskopiJ atau fisiologis (trans time di kolon, sinedefekografi, manometri,
dan elektromiografi). Proktosigmoidoskopi biasanya dikerjakan pada
konstipasi yang baru terjadi sebagai prosedur penapisan adanya keganasan
kolon-rektum. Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari
rektum atau adanya riwayat keluarga dengan kanker kolon perlu dikerjakan
kolonoskopi.
- Trons time suatu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti dengan melakukan
pemeriksaan radiologis setelah menelan bahan tersebut. Bila timbunan zat ini
terutama ditemukan di rektum menunjukkan kegagalan fungsi ekspulsi, sedangkan
bila di kolon menunjukkan kelemahan yang menyeluruh.
- Sinedefekografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anorektal untuk
menilai evakuasi feses secara tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal
dan mengevaluasi kontraksi serta relaksasi otot rektum. Uji ini memakai
semacam pasta yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke dalam rektum.
Kemudian penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar
X. Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut. Dinilai
kelainan anorektal saat proses berlangsung,
- Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran
anus saat istirahat dan pada berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal.
- Pemeriksaan elektromiografi dapat mengukur misalnya tekanan sfingter dan
fungsi saraf pudendus, adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respons
sfingter yang terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan
anatomis maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut
sebagai non-spesifik.

Krilerio Diognosis3
Dalam menegakkan diagnosis konstipasi fungsional, digunakan kriteria Rome
III yaitu munculnya gejala dalam 3 bulan terakhir atau sudah dimulai sejak 6 bulan
sebelum terdiagnosis:
L. Terdapat >2 gejala berikut:
a. Mengejan sedikitnya 25o/o dari defekasi
b. Feses keras sedikitnya 25o/o dari defekasi
c. Sensasi tidak puas saat evakuasi pada sedikitnya 25o/o dari defekasi
d. Sensasi obstruksi anorektal pada sedikitnya250/o dari defekasi
e. Diperlukan manuver manual untuk memfasilitasi pada sedikitnya 25o/o dari
defekasi (evakuasi jari, bantuan dasar panggul)
f. Defekasi < 3 kalidalam seminggu
2. Feses lunak jarang terjadi tanpa penggunaan laksatif
3. Kriteria tidak memenuhi sindrom kolon iritabel

TATA[AKSANA4

. Non-farmakologis
- Apabila diketahui bahwa konsumsi obat-obatan menjadi penyebab, maka
menghentikan konsumsi obat dapat menghilangkan keluhan konstipasi. Namun
pada kondisi medis tertentu, konsumsi obat tidak boleh dihentikan sehingga
digunakan cara-cara lain untuk mengatasinya.a
- Bowel training. Pasien dianjurkan untuk defekasi di pagi hari, saat kolon dalam
keadaan aktif, dan 30 menit setelah makan, dengan mengambil keuntungan dari
refleks gastrokolon.a Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita
tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan
atau menunda dorongan untuk BAB ini.
- Asupan cairan yang cukup dan diet tinggi serat.l's Rekomendasi asupan serat
adalah 20 - 35 gram per hari.s
- Aktivitas dan olahraga teratur.4
. Farmakologis
Apabila terapi nonfarmakologis diatas tidak mampu meredakan gejala, maka dapat
digunakan obat-obatan seperti tercantum pada tabel 3.

Tobel 3. Golongon Obol yong Digunokon podo Konsliposi Kronik4


Formulo Dosis dewoso
l-oksolif osmolik

Coiron: 400 mg per 5 mL

Coiron: 45 mL (dilorutkon dolom 120 ml oir), 90 20 - 45 ml/hori

Costor oil
Senno

Tegoserod
Kelerongon:
*Dopot dibogi dolom beberopo dosis
**Diberikon podo konstiposi podo wonito yong berhubungon dengon sindrom kolon iritobel

a Terapi lainnya5
- Bakterioterapi (probiotik): lactobacillus,bifidobacterium
- Complimentary Alternative Medicine: herbal, akupuntur
a Bedah
- Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan
cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan.
Secara umum, tindakan pembedahan tidak dianjurkan pada konstipasi yang
disebabkan oleh disfungsi anorektal.4
- Kolektomi subtotal dengan ileorektostomi merupakan prosedur pilihan bagi
pasien dengan konstipasi transit lama yang persisten dan sulit dikontrol.T
- Koreksi pembedahan dibutuhkan bagi pasien dengan rektokel besar yang
mengganggu defekasi.a

Teropi Konstiposi podq Kehomilon


Konstipasi pada kehamilan lanjut merupakan masalah yang sering terjadi
karena meningkatnya sirkulasi hormon progesteron,yang memperlambat motilitas
gastrointestinal.a Suplementasi serat terbukti dapat meningkatkan pergerakan usus
dan melunakkan feses.T Meskipun laksatif stimulan lebih efektif daripada bulklaxatives,
namun mereka lebih cenderung menyebabkan diare dan nyeri perut.T Oleh karena itu,
wanita hamil sebaiknya dianjurkan untuk menambah asupan serat ke dalam makanan,
namun apabila konstipasi menjadi persisten, dapat diberikan laksatif stimulan.

KOMPTIKAS!
Sindrom delirium akut, aritmia, ulserasi anorektal, perforasi usus, retensio urin,
hidronefrosis bilateral, gagal ginjal, inkontinensia urin, inkontinensia alvi, dan volvulus
daerah sigmoid akibat impaksi feses, serta prolaps rektum.s

PROGNOSIS
Secara umum, konstipasi memiliki dampak signifikan terhadap indikator kualitas
hidup (quality of ltfe) terutama pada usia lanjut.e Hampir B0% dari 300 anak yang
dievaluasi pada usia 16 tahun memiliki prognosis baik. Prognosis buruk setelah usia
16 tahun secara signifikan berhubungan dengan usia ketika onset gejala, lamanya jeda
antara onset gejala dengan kunjungan pertama ke dokter, dan rendahnya frekuensi
defekasi [sekali seminggu) saat datang berobat. Risiko prognosis buruk sebanyak L6%
pada tipikal pasien dengan onset keluhan saat usia 3 tahun, tertundanya berobat selama
5 tahun, frekuensi defekasi dua kali seminggu, dan 10 episode inkontinensia per minggu.
Apabila penundaan antara onset dan berobat 1 tahun, risiko berkurang menjadi 7o/0,

dan bila jeda waktu 9 tahun, risiko meningkat menjadi 31.o/o.10

UNlI YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Departemen Bedah Digestif, Departemen Gizi Klinik
. RS non pendidikan Bagian Bedah, Bagian Gizi

REFERENSI

I . Comilleri M. Disorders of Gosirointestinol Motility. In:Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23'd Edition.
Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008
2. Comilleri M, Murroy J. Diorrheo ond Constipotion. In: Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL,
Jomeson JL, Loscolzo J. Honison's Principles of lnternol Medicine. l8rhed. New York: McGrow-Hill;
2012.
3. Functionol Constipotion. Rome lll Diognostic Criterio for Functionol Gostrointestinol Disorders.
Diunduh dori http://www.romecriterio.org/ossets/pdf/19_Romelll_opA_885-898.pdf podo tonggol
9 Mei2012.
4. Hsieh C. Treotment of Constipotion in Older Adults. Am Fom Physicion 2005:72:2277-84,2285.
5. Thomos DR, Forrester L, Gloth MF, Gruber J, Krouse RA, Prother C, et ol. Clinicol consensus: the
constipotion crisis in longJerm core. Ann Long-Term Core 2003;Suppl:3-14.
6. Leung L, Riutto T, Kotecho J, Rosser W. Chronic Constipotion: An Evidence-bosed Review. J Am
Boord Fom Med 201 1:24:436 - 451
7. Comeron JL. Cunent surgicol theropy. 7th ed. St. Louis: Mosby, 2001

8. Jewell D-J, Young G. Interventions for treoting constipotion in pregnoncy. Cochrone Dotobose
Syst Rev 2001 ;(2):CD001 1 a2.
9. O'Keefe EA, Tolley NJ, Zinsmeister AR, Jocobsen SJ. Bowel disorders impoir functionol stotus ond
quolity of life in the elderly: o populotion-bosed study. J Gerontol A Biol Sci Med Sci 1995;50:
Mt 84 -9.
10. Bongers ME, von Wijk MP, Reitsmo JB, Benningo MA. Long-term prognosis for childhood
constipotion: Clinicol outcomes in odulthood. Pediotrics 201O ; I 26(1):e1 56-62
PANKREAT T S AKUT

PENGERT!AN
Pankreatitis akut adalah proses peradangan pankreas yang reversibel.l Hal ini
memiliki karakteristik episode nyeri perut yang diskret [menyebar) dan meningkatnya
serum amilase dan lipase.2

DIAGNOSIS

Anomnesis
Gejala klinis khas pada pankreatitis akut adalah onset nyeri perut bagian atas
yang akut dan persisten, dan biasanya disertai mual dan muntah. Lokasi tersering
adalah regio epigastrium dan periumbilikalis. Nyeri dapat menjalar ke punggung,
dada, pinggang, dan perut bagian bawah. Pasien biasanya sulit tidur dan membungkuk
ke depan (knee-chest position) untuk meredakan nyeri karena posisi supine dapat
memperberat intensitas nyeri.l'a

Pemeriksoon Fisik
. Demam [biasanya <38,50CJ, takikardi, gangguan hemodinamik (hipotensiJ, nyeri
perut berat, guarding /defans muscular, distres pernapasan, dan distensi abdomen.
Bising usus biasanya menurun sampai hilang akibat ileus. Ikterus dapat muncul
tanpa adanya batu pankreas sebagai akibat dari kompresi duktus koledokus dari
edema pankreas.2'a
. Pada serangan akut, dapat terjadi hipotensi, takipneu, takikardi, dan hipertemi.
Pada pemeriksaan kulit dapat terlihat daerah indurasi yang nyeri dan eritema
akibat nekrosis lemak subkutaneus.2
. Pada pankreatitis dengan nekrosis berat, dapat muncul ekimosis besar yang
terkadang muncul di pinggang (tanda Grey Turner) atau area umbilikus (tanda
Cullen); ekimosis ini diakibatkan oleh perdarahan dari pankreas yang terletak di
daerah retroperitoneal.2
. Perlu juga dicari: tanda Murphy untuk membedakan dengan kolesistitis akut.s
Pemeriksoon Penunjong2-a
. Laboratorium: darah rutin [biasa ditemukan leukositosis), serum amilase, lipase,
gula darah, serum kalsium, LDH, fungsi ginjal, fungsi hati, profil lipid, analisis gas
darah, elektrolit
. Radiologis:
USG abdomen, foto abdomen, CT scan abdomen dengan kontras, MRI
abdomen (lebih baik untuk ibu hamil dan pasien yang memiliki alergi terhadap
zat kontrasJ

Tobel l. Diognosis Ponkreolilis Akut Berdosorkon Etiologi,

Alkohol

Kelerongon:
-TPN Iotol Porenteroi Nuirition
=
'-ddl = 2',3Ldideoxyinosine
".CMV = infeksi sitomegolovirus
DIAGNOSIS BANDING
Perforasi ulkus peptikum, kolesistitis akut, kolik bilier, obstruksi intestinal akut,
oklusi pembuluh darah mesenterika, kolik renal, infark miokard, diseksi aneurisma aorta,
kelainan jaringan ikat dengan vaskulitis, pneumonia, diabetes ketoasidosis.2'a

TATATAKSANA

Nonformokologis
. Suportif: pada pankreatitis ringan, oralfeeding sebaiknya dimulai dalam 24-72 jam
setelah onset, Apabila pasien tidak dapat mentoleransi, dapat dipertimbangkan
enteral feeding dengan NGT. Nutrisi parenteral hanya diberikan pada pasien yang
tidak dapat mentoleransi enteral feeding atau pemberian infus yang adekuat tidak
dapat dicapai dalam 2-4 hari.2
. Resusitasi cairan dengan kristaloid (sampai dengan 10 L/hari bila terjadi gangguan
hemodinamik pada pankreatitis berat),11 Koloid seperti packed red cells diberikan
apabila Ht < 25o/o dan albumin apabila serum albumin < 2 mgf dL.12
. Bedah: dapat dipertimbangkan nekrosektomi apabila terjadi infeksi pada nekrosis
pankreas atau peripankreas. Teknik debridement yang dapat dipertimbangkan
adalah open packing atau single necrosectomy with continuous lavage. Pada
pankreatitis bilieri dapat dipertimbangkan kolesistektomi.2,ll

I
Formokologisz,a,to,r
. Analgesik dan sedatif
. Antibiotik sistemik diberikan apabila ada tanda-tanda infeksi/sepsis sambil
menunggu hasil kultur, Apabila hasil kultur negatif, maka antibiotik dihentikan.

KOMPLIKASI'
. Lokal: nekrosis pankreas yang terinfeksi, infeksi pankreas atau peripankreas,
ascites, pseudokista pankreas
. Sistemik: gagal ginjal, gagal napas

PROGNOSIS
Tergantung berat-ringannya pankreatitis akut, maka disusun sistem skoring
prognostik berdasarkan klinis pasien seperti tercantum pada tabel 2 dan tabel 3.

r98
Killerlo Ronsonro

Perhitungon
menggunokon usio, suhu

Skoring: I poin untuk tiop . PoOz< 60 mmHg


kriterio terpenuhi, 48 jom
seteloh dirowol inop Skoring: I poin untuk

Kelerongon:
-APACHE ll Acute Physiology ond Chronic Heolth Evoluotion
=
**PoO, portiol orterioloxygen lension
=

LR negollf
o,25

0,36
0,47

Kelerongon:
'LR = /ikeiihood rofio

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU / Medical
High Care
a RS non pendidikan ICU, Bagian Bedah
REFERENSI
l. Corroll J, Herrick B, Gipson T, ei ol. Acute Poncreotitis: Diognosis, Prognosis, ond Treotment. Am
Fom Physicion . 2OO7 7 5(1OF 51 3-20.
2. Owyong C. Poncreotitis. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine.23rd Edition. Philodelphio.
Sounders, Elsevier. 2008
3. Nurmon A. Ponkreotitis Akut. Dolom: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit
Dolom. Edisi V. Jilid l. 2009. Hol 731-8
4. Greenberger N, Conwell D, Wu B, et ol. Acute ond Chronic Poncreotitis. In: Longo DL, Fouci AS,
Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of Internol Medicine. lSthed.
New York: McGrow-Hill; 2012.
5. Urbono F, Corroll M. Murphy's Sign of Cholecystitis. Hospitol Physicion. 2000;1 I :51-2.
6. Knous WA, Zimmermon JE, Wogner DP, Droper EA, Lowrence DE. APACHE-ocute physiology
ond chronic heolth evoluotion: o physiologicolly bosed clossificotion system. Crit Core Med
1981:9:591-7.
7. Bolthozor EJ, Robinson DL, Megibow AJ, Ronson JH. Acute poncreotitis:volue of CT in estoblishing
prognosis. Rodiology 1 990:1 7 4:331 -6.
8. MorteleK, Wiesner W, lntriere L et ol. A Modified CT Severity lndex for Evoluoting Acute Poncreotitis:
lmproved correlotion with Potient Outcome. AJR 2004;183:1261-5.
9. Blomey SL, lmrie CW, O'Neill J, Gilmour WH, Corter DC. Prognostic foctors in ocute poncreotitis.
Gut 1984;25:1340-6,
10. Ronson JH. Etiologicol ond prognostic foctors in humon ocute poncreotitis: o review. Am J
Gostroenterol 1 982;7 7 :633-8.
I l. Tolukdor R, Vege S. Recent developments in ocute poncreotitis. Clinicol Gostroenterology ond
Hepotology.2009;7:S3-S9.
12. Forsmork CE, Boillie J. AGA lnstitute technicol review on ocute poncreotitis. Gostroenterology
2007: 132:2022-44.

200
P NYAK T TUKAK P PT K

PENGERTIAN
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri ulu
hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa. Dispepsia
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional.
Bedasarkan Rome III, dispepsia fungsional merupakan rasa penuh (kekenyangan)
setelah makan (bothersome postprandial fullness), perasaan cepat kenyang, nyeri ulu
hati, rasa terbakar di ulu hati, dan tidak ditemukan kelainan struktural yang dapat
menjelaskan keluhan saat dilakukan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas
[SCBA). flebih lanjut lihat di bab Dispepsia Fungsional). Sedangkan dipepsia organik
banyak disebabkan oleh tukak peptikum, penyakit refluks gastroesofagus, keganasan
lambung atau esofagus, kelainan pankreas atau bilier, intoleran makanan dan obat,
infeksi, atau penyakit sistemikl
Tukak peptik adalah salah satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis.
Tukak peptik terbagi dua yaitu tukak duodenum dan tukak lambung. Kedua tukak ini
seringkali berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori. H.pylori adalah organisme
yang hidup pada mukosa gaster, gram negative berbentuk batang atau spiral,
mikroaerofilik berflagela, mengandung urease, hidup di bagian antrum dan migrasi
ke proksimal lambung berubah menjadi kokoid suatu bentuk dorman bakteri; dan
diperkirakan berhubungan dengan beberapa penyakit. 2'3

Tukak adalah suatu gambaran bulat atau oval berukuran >5 mm mencapai submukosa
pada mukosa lambung dan duodenum akibat terputusnya integritas mukosa. Faktor
yang berperan yaitu faktor agresif dan faktor defensif. Faktor agresifyaitu H.pylori, obat
nonsteroid antiinflamasi IOAINS), sedangkan faktor defensif yaitu:2
. Faktor preepitel:
- Mukus dan bikarbonat: untuk menahan pengaruh asam lambung atau pepsin
- Mucoid cap: struktur terdiri dari mucus dan fibrin yang terbentuk sebagar
respon terhadap rangsangan infl amasr
- Active surface phospholipid: meningkatkan hidrofobisitas membran sel dan
meningkatkan vis kositas mu kus.
. Faktor epitel:
- Kecepatan perbaikan mukosa rusak
- Pertahanan seluler
- Kemampuan transporter asam-basa
- Faktor pertumbuhan, prostaglandin, dan nitrit oksida
. Faktor subepitel
- Aliran darah (mikrosirkulasi)
- Prostaglandinendogen
Faktor lain yaitu stres beperan sebagai faktor agresif dan defensif. Stress ulcer
merupakan erosi mukosa lambung atau timbulnya ulkus dengan perdarahan pada
pasien penderita syok, sepsis, luka bakar masif, trauma berat, atau cedera kepala.
Ulkus paling banyak terjadi pada daerah fundus dan corpus yang merupakan lokasi
produksi asam lambung. Peningkatan asam lambung juga menjadi faktor penyebab
khususnya pada pasien dengan trauma kepala (Cushing's ulcer) dan luka bakar berat
(Curling's ulcer), selain itu iskemik mukosa lambung dan rusaknya jaringan mukosa
juga berperan dalam terjadinya stress ulcer.z

DIAGNOSIS
Diagnosis tukak duodenum dan tukak gaster yaitu:2'3

Tabel 1. Diagnosis Tukak Gaster dan Tukak Duodenum2,3

Roso sokit tidok menghilong dengon food relief .

pemberion mokonon. Roso sokit menghilong dengon

Dispepsio, muol, muntoh, onoreksio


don kembung.

Tondo-tondo peritonitis jiko diserioi


perforosi.

Non H.Pylori: PPl, HrRA, Antosido:


lihot tobel 3
e

Secara umum jika ditemukan rasa nyeri yang konstan, tidak reda dengan obat
antasida atau makanan, menjalar ke punggung menindikasikan adanya perforasi.
Sedangkan nyeri yang bertambah dengan makanan, mual, memuntahkan makanan
yang tidak tercerna mengindikasikan gasfrr c outlet obstruction. Nyeri mendadak dapat
dikarenakan adanya perforasi.s
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan pula ada tidaknya alarm symptom yaitu: 2

. Usia >45-50 tahun keluhan pertama kali muncul


. Adanya perdarahan hematemesis atau melena
. BB menurun > L00/o
. Anoreksia atau rasa cepat kenyang
. Riwayat tukak peptik sebelumnya
. Muntah yang persisten
. Anemia yang tidak diketahui sebabnya
Jika tukak dicurigai disebabkan karena H.Pylori, dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang dapat dilihat pada tabel 2.

Tobel 2. Tes unluk Mendeleksi H.pylori'z

t,o

>95 n

Serologi

Sloo/ ontigen >90

Indikasi endoskopi pada kasus dyspepsia:s


L. Individu dengan alarm symptom
2. Usia > 55 tahun dengan onset dispepsia <L tahun dan berlangsung minimal 4 minggu
Endoskopi tidak perlu dilakukan pada kasus: s

1,. Pasien sudah terdiagnosa ulkus duodenum yang respon dengan terapi
2. Usia < 55 tahun dengan dispepsia tanpa komplikasi
3. Sebelumnya sudah pernah dilakukan endoskopi akibat keluhan yang sama.
Dispepsio belum
diinvestigosi selomo
3 bulon otou lebih

PF, onomnesis, singkirkon penyebob


dyspepsio orgonik, misolnyo obot-oboton

Tidok
Tondo bohoyo* Teropi empiris

Yo Rujuk

R Respon seteloh Lonjutkon


Endoskopi SCBA
Tidok 2 minggu Yo teropi

Temuon menjeloskon
gejolo

Apobilo odo indikosi: porosit don doroh somor tinjo,


kimio doroh, don/otou pencitroon obdomen

Hosil pemeriksoon
Dispepsio orgonik Dispepsio fungsionol
menjeloskon gejolo

Kelerongon:
'Tondo bohoyo: penurunon berot bodon (uninlended), disfogio progresif, muntoh rekuren/persisten, perdorohon so uron cerno, onemio,
demom,mossodoerohobdomenbogionolos,riwoyolkeluorgokonkerlombung,dispepsio owitonborupodoposien>45tohun
PFr pemeriksoon fisik, SCBA: so uron cerno bogion oios

Gombor l. Algoritmo Penololoksonoon Dispepsio6

4
DIAGNOSIS BANDING
. Akalasia
. Penyakit refluks gastroesofagus
. Pankreatitis
. Hepatitis
. Kolesistitis
. Kolik bilier
. Keganasan esofagus atau gaster
. Inferior myocardial infarction
. Referred pain (pleuritis,perikarditis)
. Sindrom arteri mesenterium superior Terapi

204
TATATAKSANA

Tonpo Komplikosi2
. Suportif: nutrisi
. Memperbaiki atau menghindari faktor risiko
. Pemberian obat-obatan:
Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung [PPI
misalnya omeprazol, rabeprazol dan lansoprazol danf atau H2-Receptor Antagonist
[H2RA]1, prokinetik, dan sitoprotektor [misalnya rebamipid,teprenon, sukralfat),
di mana pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan
pasien sebelumnya. Masih ditunggu pengembangan obat baru yang bekerja melalui
down-regulation proton pump yang diharapkan memiliki mekanisme kerja yang
lebih baik dari PPI, yaitu DLBS 241.1..6

Dengon Komplikosi
Pada tukak peptik yang berdarah dilakukan penatalaksanaan umum atau suportif
sesuai dengan penatalaksanaan hematemesis melena secara umum.2

Ioloksonoon olou tindokon khusus: 2

. Tindakan atau terapi hemostatik per endoskopik dengan adrenalin dan etoksisklerol
atau obat fibrinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan klipping, heat
probe atau terapi laser atau terapi koagulasi listrik atau bipolar probe.
. Pemberian obat somatostatin jangka pendek.
. Terapi embolisasi arteri melalui arteriografi.
. Terapi bedah atau operasi, bila setelah semua pengobatan tersebut dilaksanakan
tetap masuk dalam keadaan gawat I s.d. II maka pasien masuk dalam indikasi
operasi flihat pada Bab Hematemesis-Melena)

KOMPLIKAS14
. Perdarahan: hematemesis, melena disertai tanda syok jika perdarahan masif
. Anemia defisiensi besi jika perdarahan tersembunyi
. Perforasi
. Penetrasi tukak yang dapat mengenai pankreas
. Obstruksi atau stenosis
. Keganasan: jarang

205
Tobel 3. Obol-obolon unluk Ulkus Peptikum'?

Tobel 4. Kombinosi Erodikosi H. Pylori6

Kelerongon:
*PPlyong digunokon antoro loin robeprozole 20 mg, losoprozole 30 mg, omeprozole 20 mg, pqntoprozole 40 mg, esomeprozole 40 mg
Cotolon: Teropi sekuensiol (dopot diberikon sebogoi lini pertomo opobilo lidok odo dolo resistensi kloritromisin):PPl + omoksisilin
selomo 5 hori diikuti PPI + klorilromisin don nitroimidozole (iinidozole) selomo 5 hori

206
PROGNOSIS
Tukak gaster yang terin feksi H.pylori mempunyai angka kekambuhan 60o/ojika tidak
dieradikasi danSo/ojika dieradikasi. Sedangkan untuk tukak duodenum yang terinfeksi
H.pylori mempunyai angka kekambuhan 80 % jika kuman tetap ada dan 5 % jika sudah
dilakukan eradikasi. Tukak yang disebabkan karena pemakaian OAINS menunjukkan
penurunan keluhan dispepsia jika dikombinasi dengan pemberian PPI pada 66%
kasus.T
Risiko perdarahan merupakan komplikasi tukak tersering pada 75-25 o/o kasus dan
tersering pada usia lanjut, di mana 5% kasus membutuhkan tranfusi. Perforasi terjadi
2-3 o/o kasus. Kasus perdarahan dapat terjadi bersamaan dengan kasus perforasi pada
10 % kasus. Sedangkan obstruksi saluran cerna dapat terjadi pada2-3o/o kasus. Adapun
angka kematian sekitar 15.000 dalam setahun karena komplikasi yang terjadi. 2

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan : DepartemenPenyakit Dalam ( RS tertentu )
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Oustomonolokis P, Tock J. Dyspepsio: Orgonic Versus Functionol. Journol of Clinicol
Gostroenterology. 20 1 2;a613): 1 75-90.
2. Volle JD. Peptic Ulcer Diseose. In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S,
Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine 18th ed. New
York: The McGrow-Hill Componies, 2012.
3. Torigon Pengorepon. Tukok Goster. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto
M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing;
2010: Hol 513-522
4. Akil HAM.TukokDuodenum.Dolom:Alwi l,Setioti S,Setiyohodi B,SimodibrotoM,Sudoyo
AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010: Hol 523-8.
5. DyspepsioMonogeemntGuidelines.British Society of Gostroenterology.2002. Dunduh dori
www. bsg.org.uk,/pdf_word_docsldyspepsio.doc podo ton g gol 7 Mei 201 2.
6. Kolopoking MS, Mokmun D, Abdulloh M, et ol. Konsensus nosionol penotoloksonoon dispepsio
don inf eksi Helicobocter pylori. Jokorto, 201 4.
7. NHS. Dyspepsio-proven peptic ulcer-whot is the prognosis? Diunduhdorihltp:/ ,/wvtw.
cks.nhs. uk,/dyspepsio_proven peptic_ulcer,/bockground_informotion,/prognosis.
podo tqnggol 7 mei2012

207
TU OR GASTE

PENGERTIAN

Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi berasal dari bahasa
latin, yang berarti bengkak. Istilah tumor ini digunakan untuk menggambarkan
pertumbuhan biologi jaringan tidak normal. Karsinoma gaster adalah pertumbuhan
abnormal secara tidak terkontrol dari sel-sel pada gaster, yang membentuk masa
(tumor).l Klasifikasi tumor gaster dapat dilihat pada gambar 1.

Tumor Goster

Mukoso Non mukoso

Non neoplostik polip Neoplostik polip mesenkim voskulor

Tidok berkoiton Berkoiton dengon Gosfrointestinol stromol Hemongiomo,


dengon sindrom sindrom polyposis tumor (GIST) lymphongiomo
polyposis Lipomo, fibromo, g/omus
lumor

Polip hiperplostik Hemotomotous polyp Polip fundus


lnfl ommoiory fr broid polyp Polip juvenile Polip odenomo
Xo n to m o /xo nth e losm o Cowden diseose Korsinoid goster
Poncreos ektopik Cronkhill Conodo Sx
Gordner Sx

Gombor l Klosifikosi Tumor Gosler2


PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Berat badan turun, nyeri epigastrium, muntah, keluhan pencernaan, anoreksia,
disfagia, nausea, kelemahan, sendawa, hematemesis, regurgitasi, dan cepat kenyang.l
Faktor risiko kanker gaster: diet tinggi garam, nitrat (pengawet makanan), obesitas,
merokok, hormon reproduksi, riwayat kanker pada keluarga, riwayat ulkus gaster.3

Pemeriksoon Fisik
Mungkin ditemukan adanya masa didaerah epigastrium. Jika sudah metastasis ke
hati maka hati teraba ireguler, teraba pembesaran kelenjar limfe klavikula.l

Pemeriksoon Penunjongt
. Radiologi
. USG abdomen
. Gastroskopi dan biopsi: curiga ganas jika ditemukan mukosa merah, erosi pada
permukaan dan tidak adanya pedikle.
. Endoskopi ultrasound
. Pemeriksaan darah pada tinja, darah samar (+), test benzidin
. Sitologi: pemeriksaan papanicolaou dari cairan lambung.

DIAGNOSIS BANDING'
Karsinoma esofagus

TAIALAKSANAI
Beberapa tatalaksana yang dapat dilakukan:
1. Pembedahan: reseksi tumor dan jaringan sekitar, pengambilan kelenjar linfe
2. Kemoterapi: 5FU, trimetroxote, mitomisin C, hidrourea, epirubisin, dan karmisetin
3. Radiasi

KOMPTIKASI
Perforasi, hematemesis, obstruksi, adhesi, metastasis

PROGNOSIS
Faktor yang menentukan prognosis adalah derajat invasi dinding gastel adanya
penyebaran ke kelenjar limfe, metastasis di peritoneum dan tempat lain. 1 Kanker

209
gaster lanjut memiliki rata-rata bertahan dalam 5 tahun sebesar 60-800/o, tumor
yang menginvasi subserosa memiliki angka bertahan 5 tahun sebesar 50%. Pada
pasien dimana kelenjar limfe telah terkena sekitar 16 kelenjar limfe, angka bertahan
5 tahun adalah 44o/o, sementara apabila yang terken a7 -1.5 kelenjar limfe maka angka
bertahannya sekitar 30o/o.Pada GIST Pada MALToma, angka bertahan 5 tahun sebesar
99Vo pada kelompok risiko rendah, B5-880/o pada kelompok risiko sedang dan 270/o
pada kelompok risiko tinggi. Pada GIST, angka kekambuhan pada risiko rendah adalah
2,4o/o, 1.,9o/o pada risiko sedang dan 62,50/o pada risiko tinggi. Penggolongan tingkat
risiko pada G1S7, dapat dilihat pada tabel 1.3

Tobel l. Penggolongon Tingkol Risiko podo GISTa

5-10 cm
Risiko

Kelerongon: HPF: high power field

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan Divisi Hematologi - Onkologi Medik - Departemen Penyakit
Dalam, Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU/
Medical High Care
a RS non pendidikan ICU, Bagian Bedah

REFERENSI
I. Julius. Tumor Goster. Dolom Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor
llmu Penyokii Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010:575-580.
2. Pork DY, Louwers GY. Gostric polyps: clossiflcotion ond monogement. Arch Pothol Lob Med.
2008;1 32(4):533-40
3. Beozi l, Mondolesi A, Arduini F, Costogliolo A, Ronoldi R. Gostrointestinol stromol tumor. A study
of158 coses: clinicopothologicol feotures ond prognostic foctors. Anol Quont Cytol Histol
2OO6:2813fi37-47 .

210
TU OR KOTOREKTAL

PENGERTIAN

Tumor kolorektal dapat dibagi dalam dua kelompok yakni polip kolon dan kanker
kolon. Polip adalah tonjolan diatas permukaan mukosa, Makna klinis yang penting dari
polip ada dua yakni pertama kemungkinan mengalami transformasi menjadi kanker
kolorektal dan kedua dengan tindakan pengangkatan polip, kanker kolorektal dapat
dicegah.l Faktor risiko kanker kolorektal:2
'),. Umur risiko terkena kanker kolorektal meningkat dengan bertambahnya usia.
Kebanyakan kasus terjadi pada usia 60 - 70 an tahun.
2. Adanya polip (tumor jinakJ pada usus besar; polip fterutama adenomatous).
3. Riwayat kanker: wanita yang memiliki kanker ovarium, rahim, atau payudara juga
berisiko tinggi terserang penyakit kanker kolorektal.
4. Adanya riwayat kanker usus besar pada keluarga, terutama keluarga dekat (atau
bisa juga beberapa kerabat) yang terkena sebelum usia 55 tahun bisa meningkatkan
resiko kanker ini. Selain itu, keberadaan Familial adenomatous polyposis (FAP)
membawa resiko yang mendekati 100% terkena kanker kolorektal pada usia 40
tahun jika tidak diobati. Juga perlu diperhatikan bahwa Hereditary nonpolyposis
colorectal cancer (HNPCC) atau syndrome Lynch, yaitu kondisi genetik autosomal
dominan yang memiliki risiko tinggi kanker usus besar serta kanker lainnya.
5. Merokok. Perokok Iebih cenderung meninggal karena kanker kolorektal
dibandingkan non-perokok. Sebuah studi American Cancer Society menemukan
bahwa wanita yang merokok lebih dari 4oo/o lebih cenderung meninggal karena
kanker kolorektal dibandingkan wanita yang tidak pernah merokok, sedangkan
pria perokok memiliki lebih dari 30% peningkatan risiko kematian akibat penyakit
ini dibanding laki-laki yang tidak pernah merokok.
6. Makanan. Studi menunjukkan bahwa konsumsi tinggi daging merah dan kurang
mengkonsumsi buah sega[ sayuran, ikan, dan unggas meningkatkan resiko terkena
kanker kolorektal.
7. Fisik tidak aktif.
8, Primary sclerosing cholangitis (PSC) - penyakit hati kronis - membuka peluang
terkena risiko independen untuk colitis ulseratif.
9. Radang usus. Sekitar satu persen pasien kanker kolorektal memiliki riwayat
ul cerativ e coliti s kronis.
10. Alkohol. terutama peminum berat, dapat memiliki risiko terkena kanker ini
(khususnya pada priaJ. NIAAA (melalui studi epidemiologi) telah menemukan
hubungan dosis kecil (tapi konsisten/sering) minuman ber-alkohol dengan kanker
kolorektal [walaupun peminum itu juga mengkonsumsi makanan serattinggi dan
rendah IemakJ.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr
1. Perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus (hematokezia, dan
konstipasi).
2. Gejala obstruksi:
a. Parsial: nyeri abdomen
b. Total: nausea, muntah, distensi, dan obstipasi
3. Invasi lokal bisa menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih
berulang, dan obstruksi urethra.
4. Anamnesa adanya faktor risiko kanker kolorektal seperti tercantum diatas.

Pemeriksoon Fisik2
Dapat ditemukan masa yang nyeri pada abdomen. Nyeri dapat menjalar ke pinggul
sampai tungkai atas. Bila ada obstruksi dapat ditemukan distensi abdomen. Tumor
pada kolon kiri lebih sering menyebabkan gejala obstruksi. Metastasis paling sering
ke organ hati, dapat ditemukan hati teraba ireguler.

Pemeriksoon Penunjongr
. Laboratorium :perdarahan intermitten dan polip yangbesar dapat dideteksi melalui
darah samar feses atau anemia defisiensi Fe.
. Radiologi;Kolonoskopi
. Evaluasihistologi: gambaranatipikberat menunjukkan adanya fokuskarsinomatous
yangbelum menyentuh membrane basalis. Bilamana sel ganas menembus membrane
basalis tapi tidak melewati muskularis mukosa disebut karsinoma intra mukosa.
Berikut dijelaskan mengenai strategi penapisan kanker kolorektal.

212
DIAGNOSIS BANDING4
Tumor Retrorektal, Volvulus, Prolaps rekti

TATA[AKSANA'
1. Kemoprevensi: obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) termasuk aspirin. Beberapa
OAINS seperti sulindac dan celecoxib telah terbukti secara efektif menurunkan
insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP (Familial Adenomatus
Polyposis)
2. Endoskopi dan operasi
. Bila ukuran < 5 mm maka pengangkatan cukup dengan biopsy atau
elektrokoagulasi bipolar
. Hemikolektomi apabila tumor di caecum, kolon ascen ding,kolon transfersum
tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desending
. Tumor di sigmoid dan rektum proksimal dapat diangkat dengan tindakan LAR
(Low Anterior Resection)
3. Terapi ajuvan
5FU (pada Dukes CJ, irnotecan (CPT 11) inhibitor topoisomer, Oxaliplatin.
Manajemen kanker kolorektal yang non reseksibel:
. Nd-YAG foto koagulasi laser
. Self expanding metal endoluminal stent

KOMPLIKASI
1,. Perdarahan masif dapat menyebabkan anemia defisiensi besi,
2. Metastase

PROGNOSIS
Pada Familial adenomatous Polyposis, kemungkinan berkembang menjadi kanker
noncolorektal adalah 1.lo/o pada usia 50 tahun dan 52o/o pada usia 75 tahun.s Pada
kanker kolorektal, prognosis tergantung pada stadium kanker. Lebih lengkapnya
dapat dilihat pada tabel 1.

213
Tobel l. Skotegi Penopison Konker Koloreklol3

214
ng
pertomo dengon konker

Tobel 2. Stodium don Prognosis Konker Koloreklolr

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian llmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Divisi Hematologi-Onkologi Medik - Departemen Penyakit
Dalam, Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah
a RS non pendidikan Bagian Bedah
REFERENSI
1. Abdulloh, M. Tumor kolorektol. ln: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku
Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: Interno Publishing; 2010: Hol 5567-75.
2. Cohen, AM. Colorectol tumors. Oxford Textbook of Surgery 2nd Edition.
3. Gostrointestinol endoscopy. In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, -Jomeson
J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine l8th ed. United New York: The
McGrow-Hill Componies, 20l 2.
4. Colon, rectum ond onus. In: Brunicondi, Chorles F. Schwortz's Principles of Surgery 8th Edition.
Chopter 28.
5. Wehbi M. Fomiliol odenomotous polyposis. Diunduh dori : http://emedicine. medscope.com/
ortic lel I 7 537 7 I ollowup # o2650

216
Pr Ir[1il(sAlr[[
rIGrl ftY[!I[1[

AK I(
I
H P OIOGI .>lti. .\!
.\l

,". \

Abses Hoti .................. 7i


Botu Sistem Bilier........
Hepotitis lmbos Obot
Hepotitis Virus Akut
Hepotitis B Kronik.........
Hepotitis C Kronik........
Hepotitis D Kronik ........
Hepotomo.....
lkterus
Kolongitis........
Kolesistitis
Kolesistitis Kronik........
Penyokit Perlemokon Hoti Non A
Sirosis Hoti...........
Tumor Ponkreos..
Tumor Sistem Bilier
- - _l- '

&
ABSES HAT

PENGERIIAN
Abses hati adalah rongga patologis yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi
bakteri, parasit, jamu4, yang bersumber dari saluran cerna, yang ditandai adanya
proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik,
sel-sel inflamasi, atau sel darah di dalam parenkim hati. Abses hati dapat terbentuk
soliter atau multipel dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat
terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Abses hati terbagi 2 yaitu abses hati
amebik [AHA) dan piogenik (AHP).1''?
Abses hati piogenik adalah rongga supuratif pada hati yang timbul dalam jaringan
hati akibat infeksi bakteri seperti enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci,
anaerobic streptococci, klebsiella pneumonia, bacteroides,fusobocterium, staphylococcus
aureus, salmonella typhi. Sedangkan abses hati amebik disebabkan infeksi Entamoeba
histolytica Abses hati amebik lebih banyak terjadi pada laki-laki dan jarang pada
anak-anak2
Abses hati piogenik dapat terjadi karena beberapa mekanisme:
. Infeksi dari traktur bilier (kolangitis, kolesistitisJ atau dari fokus septik sekitarnya
(pylephlebitis)
. Komplikasi lanjut dari sfingterektomi endoskopik untuk batu saluran empedu
atau 3-6 minggu setelah operasi anastomosis bilier-intestinal.
. Komplikasi bakteremia dari penyakit abdomen seperti divertikulitis, apendisitis,
ulkus peptikum perforasi, keganasan saluran cerna, inflammatory bowel disease,
peritonitis, endokarditis bakteria, atau penetrasi benda asing melalui dinding kolon.
. 40 %o abses hati piogenik tidak diketahui sumber infeksinya. Adanya flora dalam
mulut diduga menjadi penyebabnya, terutama pada pasien dengan penyakit
periodontal berat.
Sedangkan abses hati amebik terjadi karena2
. Entqmoeba histolytica keluar sebagai trofozoit atau bentuk kista. Setelah terinfeksi,
kista melewati saluran pencernaan dan menjadi trofozoit di kolon, lalu menginvasi
mukosa dan menyebabkan ulkus /ask shaped. Selanjutnya organisme dibawa
menuju hati dan dapat menyebabkan abses di paru-paru atau otak. Abses hati
dapat ruptur ke dalam pleura, perikardium, dan rongga peritoneum.

DIAGNOSIS

Tobel 1. Diognosis Abses Holi',2

218
Iobel 2. Perbondingon Klinis Abses Piogenik don Amebik,

DIAGNOSIS BANDING
Hepatoma, kolesistitis, tuberkulosis hati, aktinomikosis hati

TATALAKSANA

Abses hoti piogenik2,3


. Pencegahan dengan mengatasi penyakit bilier akut dan infeksi abdomen dengan
adekuat
. Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein
. Antibiotika spektrum luas atau sesuai hasil kultur kuman:
- Kombinasi antibiotik sebaiknya terdiri dari golongan inhibitor beta laktamase
generasi I atau III dengan/atau tanpa aminoglikosida. Pasien yang tidak dapat
mengkonsumsi golongan beta Iaktamase dapat diganti dengan fluorokuinolon.
- Kombinasi Iain terdiri dari golongan ampisilin, aminoglikosida (jika dicurigai
adanya sumber infeksi dari sistem bilierJ, atau sefalosporin generasi III [jika
dicurigai adanya sumber infeksi dari kolon) dan klindamisin atau metronidazol
[untuk bakteri anaerob).

219
- Jika dalam waktu 4-72 jambelum ada pebaikan klinis,maka antibiotika diganti
dengan antibiotika yang sesuai hasil kultur sensitifitas. Pengobatan secara
parenteral selama minimal 14hari lalu dapat diubah menjadi oral sampai 6
minggu kemudian. fika diketahui jenis kuman streptokokus, antibiotik oral
dosis tinggi diberikan sampai 6 bulan.
a Drainase terbuka cairan abses terutama pada kasus yang gagal dengan terapi
konservatifatau bila abses berukuran besar (> 5 cm). fika abses kecil dapat dilakukan
aspirasi berulang. Pada abses multipel, dilakukan aspirasi jika ukuran abses yang
besat sedangkan abses yang kecil akan menghilang dengan pemberian antibiotik.
a Surgical drainage: dilakukan jika drainase perkutaneus tidakkomplit dilakukan, ikterik
yang persisten, gangguan ginjal, multiloculated abscess, atau adanya ruptur abses.

Abses hotiAMEBlK'?
. Metronidazol:
- harus diberikan sebelum dilakukan aspirasi
- Metronidasol 3x 750 mg setiap hari per oral atau secara intravena selama
7-10 hari.
. Amebisid luminal:
- /odoquinol 3x650 mg setiap hari selama 20 hari
- Diloxanide furoat 3x500 mg setiap hari selama 10 hari
- Aminosidin (paromomisinJ 25-35 mg/kg berat badan setiap hari dalam dosis
terbagi tiga selama 7-10 hari
. Aspirasi cairan abses:
- Indikasi:
. Tidak respon terhadap pemberian antibiotik selama 5-7 hari
. kiri berdekatan dengan perikardium
Jika abses di lobus hati
. Dilakukan jika diagnosa belum dapat ditentukan [merah tengguli)
- Adanya cairan aspirasi berwarna merah-kecoklatan mendukung diagnosis ke
arah abses amebik
- Tropozoit jarang dapat terindentifikasi.

KOMPTIKASI

Abses hotipiogenik'z
. Empiema paru
. Efusi pleura atau pericardium

220
a Trombosis vena portal atau vena splanknik
a Ruptur ke dalam perikardium atau thoraks
a Terbentuknya fistel abd omen
a Sepsis
o Metastatic septic endophthalmitrs terjadi pada 10 % pasien dengan diabetes
mellitus karena infeksi Klebsiella pneumonta.

Abses hotiAMEBIK
Koinfeksi dengan infeksi bakteri, kegagalan multiorgan, dan ruptur ke dalam
peritoneum, rongga thoraks, dan perikardium2. Lain-lain dapat sama dengan
komplikasi abses piogenik di atas.

PROGNOSIS
Jika diterapi dengan antibiotika yang sesuai dan dilakukan drainase, angka kematian
adalah t0-1.6o/o. Abses piogenik yang unilokular abses di lobus kanan hati mempunyai
prognosis lebih baik dengan angka harapan hidup 90%. Jika abses multipel terutama
yang mengenai traktur bilier, akan mempunyai prognosis lebih buruk.
Pada abses amebik yang berada di lobus kiri lebih besar kemungkinan ruptur ke
peritoneum. Prognosis buruk jika terjadi keterlambatan diagnosis dan penanganan
serta hasil kultur memperlihatkan adanya bakteri yang multipel, tidak dilakukan
drainase, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura, atau adanya penyakit lain
seperti keganasan bilier, disfungsi multiorgan, sepsis.l

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
. RS non Pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UN!T YANG IERKAIT


. RS Pendidikan Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi,
Departemen Bedah -Divisi Bedah Digestif, Departemen
Parasitologi
a RS non Pendidikan Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Bagian Bedah Digestif
REFERENSI
l. Sherlock S, Dooley J Tumours of the Gollblodder ond Bile Ducts. ln:: Dooley J, Lok A, Burroughs
A, Heothcote . Diseoses of the Liver ond biliory System. l2r'ed. UK: Blockwell Science. P.632-659.
2. Kim AY, Chung RT. Bocteriol, Porositic, ond Fungol Infections of the Liver, Including Liver Abscess. .

ln: Feldmon M, Friedmon L, Brondt L. Sleisenger ond Fordtron's Gostrointestinol ond Liver Diseose:
Pothophysiology/Diognosis/Monogement. 9rh ed. USA: Elsevier. Chopter 82.
3. Nozir NT, Penfield JD, Hojjor V. Pyogenic liver obscess. Clevelond Clinic Journol of Medicine July
20lO vol. 777 426-427. Diunduh dori http://www.ccjm.org/contentlTT 17 l426.full podo tonggol
20 )uni 2012.

222
BATUSSTE BLE

PENGERTIAN
Pembentukan batu pada sistem bilier; baik di kandung empedu fkolesistolitiasis)
maupun di saluran empedu (koledokolitiasis). Menurut gambaran makroskopik dan
kimiawinya batu empedu dibagi menjadi: batu kolesterol fkomposisi kolesterol>70o/o),
batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate dan batu pigmen hitam. Insiden
terjadinya batu di duktus koledokus meningkat dengan seiringnya usia [25% pada
pasien usia lanjut).1'2 Faktor risiko terbentuknya batu:3
. Usia dan jenis kelamin: batu kolesterol jarang sering terjadi pada anak-anak dan
remaja, insiden meningkatsesuai pertambahan usia dan wanita lebih banyakterkena
daripada laki-laki. Pada wanita usia 70 tahun insiden meningkat sampai 50%.
. Diit: makanan mengandung tinggi kalori, kolesterol, asam lemak tersaturasi,
karbohidrat, protein, dan garam dengan jumlah serat yang rendah meningkatkan
insiden batu empedu.
. Kehamilan dan paritas: kehamilan meningkatkan risiko terjadinya biliary sludge
dan batu empedu. Selama kehamilan, empedu menjadi leblh lithogenic karena
peningkatan kadar estrogen sehingga terjadi peningkatan sekresi kolesterol
dan supersaturated brle. Selain itu hipomotilitas kendung empedu menyebabkan
peningkatan volume dan stasis empedu.
. Penurunan berat badan terlalu cepat menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol
oleh hati selama restriksi kalori, peningkatan produksi musin oleh kandung
empedu, dan gangguan motilitas kandung empedu. Sebagai profilaksis dapat
diberikan Ursodeoxy Cholic Acid [UDCA) 600 mg setiap hari
. Total parenteral nutrition [TPN) dalam jangka waktu lama akan menyebabkan
gangguan pada relaksasi sfingter Oddi sehingga menimbulkan aliran ke kandung
empedu. Sebagai profilaksis dapat diberikan cholecystokinin (CCK) octapeptide 2
kali sehari intravena.
. Biliary sludge: mencetuskan kristalisasi dan glomerasi kristal kolesterol dan
mempresipitasi kalsium bilirubinat.
. Obat-obatan: estrogen, clofibrate, oktreotid (analog somatostatin), seftriakson.
o Abnormalitas metabolisme lemak: hipertrigliseridemia berhubungan dengan
peningkatan insiden batu empedu.
a Penyakit sistemik: obesitas, diabetes melitus, penyakit crohn
a Trauma saraf spinal: diperkirakan meningkatkan risiko batu empedu karena gangguan
relaksasi kandung empedu menyebabkan meningkatnya risiko stasis empedu.

DIAGNOSIS

Anomnesis
Biasanya asimtomatik, ada juga yang menimbulkan keluhan kolik bilier, yakni
nyeri di perut bagian atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 1.2 jam.'''

Pemeriksoon fisik
Ikterus, nyeri epigastrium, dan tanda-tanda komplikasi seperti kolesistitis,
kolangitis.l-3

Pemeriksoon penunjongt -3

. Pemeriksaan fungsi hati


. Foto polos abdomen: sebatas hanya untuk mendeteksi batu terkalsifikasi.l
. USG: Pencitraan utama untuk deteksi batu kandung empedul'2
. ERCP: sensitifitas 90 0/0,spesifitas 98 o/o, dan akurasi 96 o/o.1'2
. MRCP: Pencitraan saluran empedu sebagai struktur yang terang dengan gambaran
batu sebagai intensitas rendah.l'2
. EUS (endoscopic ultrasonoraphy): gambaran sama dengan USG abdomen tetapi
melalui pendekatan pra endoskopi
. Pemeriksaan empedu untuk melihat kristal kolesterol (tes Meltzer Lyon)

DIAGNOSIS BANDING
. kolesistolitiasis: tumor kandung empedu, sludge, polip.
. Koledokolitiasis: tumor saluran bilier

TATATAKSANA

Kolelitiosis t'3
. Pasien batu asimtomatik tidak memerlukan terapi bedah
. Kolesistektomi laparoskopik jika bergejala
. ESWL: Kriteria untuk dilakukan ESWL (Tabel 1):

224
Iobel l. Krilerio Dilokukon ESWL3

Koledokolitiosis2
. Kolesistektomi baik secara laparoskopik maupun endoskopik [ERCP) dikerjakan
pada pasien:
- Gejala cukup sering maupun cukup berat hingga mengganggu aktifitas sehari-hari.
- Adanya komplikasi batu saluran empedu
- Adanya faktor predisposisi pada pasien untuk terjadinya komplikasi
. Terapi farmakologik dengan menggunakan Ursodeoxy Cholic,Acrd (UDCA) untuk
mencegah dan mengobati batu kolesterol dosis B-10 mg/hari selama 6 bulan
sampai 2 tahun, persentase keberhasilan lebih baik pada batu diameter < 10 mm.1'2
Kriteria untuk diberikan terapi farmakologik:

Tobel 2. Kriterio Pemberion Tololoksono Formokologik3

kondung

Sing/e
Diometer < 6 mm otou 5-10 mm {occeplob/e/

KOMPLIKASI
Kolesistitis akut, kolangitis, apendisitis, pankreatitis, secondary biliary cirrhosis.l'2'3

PROGNOSIS
Adanya obstruksi dan infeksi di dalam saluran bilier dapat menyebabkan kematian.
Akan tetapi dengan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat, prognosis
umumnya baik.

225
UNIT YANG MENANGANI
. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT YANG IERKAIT


. RS Pendidikan : Departemen Bedah - Divisi Bedah Digestif
. RS non Pendidikan : Bagian Bedah

REFERENSI
l. Lesmono L.A. Penyokit Botu Empedu. Dolom: Sudoyo A.W., Setyohodi B., ldrus 1., dkk. Buku Ajor
llmu Penyokit Dolom. Jilid l. Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010. h.721-6.
2. Greenberger NJ. Diseoses of the Gollblodder ond Bile Ducts. In: Fouci AS, Kosper DL, Longo DL,
Brounwold E, Louser SL, Jomeson J.J, et ol, eds. Honison's Principles of Internol Medicine. Edisi
ke-l 7. New York: McGrow-Hill 2008. Chopter 31 1.
3. Wong DQ, Afdhol NH. Gollstone Diseose. In: Feldmon M, Friedmon L, Brondt L. Sleisenger ond
Fordtron's Gostrointestinol ond Liver Diseose: Pothophysiology/Diognosis/Monogement. 9rh ed.
USA: Elsevier. Chopter 66.

226
H PAT T S MBAS OBAT

PENGERTIAN
Hepatitis imbas obat atau yang sekarang lebih dikenal dengan drug-induced liver
injury (DILI) merupakan suatu peradangan pada hati yang terjadi akibat reaksi efek
samping obat atat hepatic drug reactionsketika mengkonsumsi obat tertentu. Hepatitis
imbas obat merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit hati akut maupun
kronis.l Pada umumnya, ada 2 tipe hepatotoksisitas utama yaitu toksik langsung
(direct toxic) dan idiosinkrasi. Hepatitis toksik langsung dapat diduga terjadinya pada
individu yang terpapar dengan obat tertentu dan tergantung dosis (dose dependent).
Periode laten antara paparan dan jejas hati biasanya singkat (seringkali hanya
beberapa jam), meskipun manifestasi klinisnya dapat terlambat 24-48 jam.2 Faktor
risiko hepatotoksisitas imbas obat tercantum pada tabel 1.

Tobel l. Foklor Risiko Hepololoksisilos lmbot Obol3

Usio

Nutrisi

Kelerongon : = meningkot, HAART = high/y octive ontirelravirol theropy


DIAGNOSIS

Anomnesisa
. Riwayat konsumsi obat atau jamu dalam 5-90 hari terakhir
. Tanggal mulai dan tanggal berhenti konsumsi untuk tiap obat dan jamu
. Riwayat hepatotoksisitas dan konsumsi obat yang dimaksud
. Onset gejala fdemam, ruam, lelah, nyeri perut, nafsu makan menurun)
. Penyakit lainnya, dari obat yang dikonsumsi
. Episode hipotensi akut

Pemeriksoon Fisik4
. Ikterik, ruam, demam, klinis adanya pruritus
. Hepatomegali,splenomegali
. Stigmata penyakit hati kronis

Pemeriksoon Penunjong4
. Laboratorium
- Rutin: darah perifer lengkap dan hitung jenis leukosit [ditemukan gambaran
eosinofilia), trombosit protein total, albumin/globulin, prothrombin time (PT) /
INR, kreatinin
- Kimia hati: SGOT SGPT alkali fosfatase, bilirubin total/direk, gamma GT
- Serologis: IgM anti-HAV HBsAg, IgM anti-HCV HCV RNA, anti-HEV anti-EBV
anti-CMV
- Autoantibodi: antibodi antinuklear, antibodi otot polos, antibodi
antimitokondrial
- Khusus: serum besi, ferritin, ceruloplasmin, a-1-antitrypsin
. Radiologis: USG, CT scan, MRI/MRCP [atas indikasi)
. Biopsi hati, dengan indikasi :

- Apabila hubungan temporal antara konsumsi agen hepatotoksik dengan onset


jejas hati tidak jelasl

Tobel 2. Terminologi Jejos Holi lmbos Obol menurul Krilerio Konsensus CIOMSs
Keterongon: CIOMS = Council for Internotionol Orgonizotions of Medicol Sciences; ALP = olkoline
phosphotose, ALT = olonine ominotronsferose

DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis viral akut, hepatitis autoimun, syok hati, kolesistitis, kolangitis, sindrom
Budd-Chiari, penyakit hati alkoholik, penyakit hati kolestatik, kondisi hati yang
berhubungan dengan kehamilan, keganasan, penyakit Wilson, hemokromatosis,
gangguan koagulasi.l'a

Tobel 3. Aksis don Skoring Jejos Holi lmbos Obol

onset

Teropi -3 s/d 0

0 s/d +l

0 s/d +l Monifeslosi Monifestosi

229
0 s/d +l

>8 Definitif

'Kolestolik/mixed coses; DLST: drug lymphocyte slimu/ofion lest

IATALAKSANA
Terapi sebagian besar bersifat suportif, kecuali pada hepatotoksisitas
acetaminophen. Pada pasien dengan hepatitis fulminan akibat hepatotoksisitas obat,
maka transplantasi hati dapat menyelamatkan nyawa. Penghentian konsumsi dari
agen yang dicurigai diindikasikan pada tanda pertama terjadinya reaksi simpang obat.
Pada kasus toksin direk, keterlibatan hati sebaiknya juga diperhatikan keterlibatan
ginjal atau organ lain, yang juga dapat mengancam nyawa. Glukokortikoid untuk
hepatotoksisitas obat dengan gambaran alergi, silibinin untuk keracunan jamur
hepatotoksik, dan ursodeoxycholic acid untuk hepatotoksisitas obat kolestatik tidak
dianjurkan.2

KOMPLIKASI
Gagal hati sampai dengan kematian.

PROGNOSIS
Tergantung etiologi dan respons terapi. Pada sebagian besar kasus, fungsi hati
akan kembali normal apabila obat dihentikan.

UNIT YANG MENANGAN!


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi-
Hepatologi
. RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

230
UNII TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Teoh NC, Chitturi S, Forrell GC. Liver Diseose Coused by Drugs. ln : Feldmon M, Friedmon LS,
Brondt LJ. Sleisenger ond Fordtrond's Goskointestinol ond Liver Diseose. 9th Edition. Philodelphio:
Sounders, Elsevier. 201 0. Hol 1 431 -9
2. Dienstog J. Toxic ond Drug-lnduced Hepotitis. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL,
Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rhEdition. New York, McGrow-
til.2012.
3. Mitchell S, Hilmer SN. Drug-induced liver injury in older odults. Theropeutic Advonces in Drug
Sofety 2010;l:65.
4. Seeff LB, Fontono RJ. Drug-lnduced Liver lnjury. In : Dooley JS, Lok ASF, Burroughs AK, et ol. Sherlock's
Diseoses of the Liver ond Biliory System. l2rh Edition. United Kingdom: Blockwell Publishing Ltd. 201 I

231
7

HEPAT TIS VIRUS AKUT

PENGERIIAN
Hepatitis virus akut adalah inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang
berlangsung selama < 6 bulan.l

DIAGNOSIS

Anomnesis
Anoreksia; nausea, muntah, fatique, malaise, atralgia, myalgia, sakit kepala, L-5
hari sebelum ikterus timbul. Urine pekat dan kadang feses seperti dempul. Setelah
ikterus timbul, gejala-gejala diatas menjadi berkurang. Demam tidak terlalu tinggi,
biasa terjadi pada hepatitis A dan E (jarang pada B dan C).

Pemeriksoon Fisik
Ikterus, hepatomegali, splenomegali. 1

[oborotorium
SGOT SGPT bilirubin. Serologi hepatitis :

1. Hepatitis A : IgM anti HAV (+)3


2. Hepatitis B : dapat dilihat pada tabel 2

3. Hepatitis C : HCV RNA (+) setelah 7-10 hari pajanan, anti HCV (+) 5-10 minggu
setelah pajanan dan dapat bertahan seumur hidup
4. Hepatitis D : HDV Ag, HDV-RNA and Ig M anti-HDV (+) sekitar 30-40 hari setelah
gejala awal timbul.6
5. Hepatitis E : lg G dan Ig M anti HEV.3
Tobel l. Epidemiologi don Monifeslosi Klinis Hepotilis Virus.'?

Kelerongon tobel
a Primer dengan koinfeksi HIV dan level tinggi viremia pada index kaus ; risiko 5%
b Hingga 5% pada koinfeksi HBV/HDV akut, sampai dengan 20%o pada superinfeksi HDV dari infeksi kronis HBV
c TergantunB populasi
d Pada koinfeki HBV/HDV akut, frekuensi menuju kronis sama seperti HBV; pada superinfeksi HDV kekronisan tetap
e. Pada wani[a hamil 10-20%
I Umum pada Negara mediterania, jarang pada amerika utara dan eropa barat

Tobel 2. Polo Serologis podo lnfeksi Virus Hepolilis 87

233
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis akibat obat, hepatitis alkoholik, penyakit saluran empedu, leptospirosis, 2

TATATAKSANA
. Hepatitis A akut: Terapi suportif.3
. Hepatitis B akut
Hepatitis B akut ringan-sedang: Terapi suportif.5 Tidak ada indikasi terapi anti virus.
Hepatitis B akut berat: pemberian antivirus mungkin dapat dipertimbangkan
Monitor pasien dengan pemeriksaan HBV DNA, HBsAg 3-6 bulan untuk
mengevaluasi perkembangan menjadi hepatitis B kronik.3
. Hepatitis C akut
Peginterferon alfa-Za (180 pg) atau alfa-2b (1.5 pg/kg) seminggu sekali selama
12 minggu pada genotipe non 1, pada genotipe 1 selama 24 minggu.
. Hepatitis D akut: Terapi suportif.5 Lamivudine dan obat antiviral, tidak efektif
melawan replikasi virus.3
. Hepatitis E akut: Terapi suportif.

KOMPTIKASI
Hepatitis fulminan, kolestasis berkepanjangan, hepatitis kronik.l

PROGNOSIS
. Hepatitis A akut
Biasanya sembuh komplit dalam waktu 3 bulan, tidak menyebabkan hepatitis virus
kronik. Rata-rata angka mortalitas < 0,2o/o.3
. Hepatitis B akut
Sekitar 95-99o/o pasien dewasa penderita hepatitis B yang sebelumnya sehat,
sembuh dengan baik. Pada pasien dengan hepatitis B berat sehingga harus dirawat,
rata-rata tingkat kematian sebesar 1% tetapi meningkat pada usia lanjut dan yang
memiliki komorbit. Pada pasien pengguna obat suntik, penderita hepatitis B dan D
secara bersamaan, dilaporkan rata-rata kematian 5%.'z Risiko berkembang menjadi
kronis tergantung pada usia, yaitu:90o/o pada bayi, sekitar 30olo pada infant, < 1,0o/o
pada dewasa.3
. Hepatitis C akut
Sekitar 50-85% berkembang menjadi kronik.3
. Hepatitis D akut
Risiko fulminant hepatitis pada koinfeksi sekitar 570.6

234
a Hepatitis E akut
Pada wabah hepatitis E di India dan Asia, rata-rata tingkat kematian adalah 1-20/o

dan 10-20o/o pada wanita hamil.2'a

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNII IERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENS!

1 . Sonityoso, Andri. Hepotitis Virol Akut. Dolom ;Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Seiioti
S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5rh ed. Jokorto; Pusot Informosi don Penerbiton Bogion
llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:544-652.
2. Acute Virol Hepotitis. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J,
Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l81h ed. United Stotes of Americo;
The McGrow-Hill Componies, 201 2.
3. Acute Virol Hepotitis. Dolom : Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'o edition. Sounders :

Philodhelphio. 2007.
4. Liver ond Biliory troct. Dolom : McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine A. Current Medicol
Diognosis ond Treotment. The Mccrow Hills Componies. 20l l.
5. Lisotti A, Azzoroli F, Buonfiglioli F, Montognoni M, Alessondrelli F, Mozzello G. Lomivudine treotment
for severe ocute HBV hepotiiis. Int J Med Sci 2008; 5(6):309-312. Avoiloble from http://www.
medsci.orglvO5p0309.him
6. Heothcote, .J. et oll. Monogement of ocute virol hepotitis. World Gostroenterology Orgonisotion,
2007.
7. Torbenson M, Thomos DL. Occult Hepotitis B. Loncet lnfect Dis 2002;2:479-86.

235
HEPATIT S B KRONIK

PENGERIIAN
Suatu sindrom klinis dan patologis yg disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai
oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati, dimana seromarker virus
hepatitis positif pada 2 kali pemeriksaan berjarak > 6 bulan.

DIAGNOSIS

Anomnesis
Dapat tanpa keluhan, tetapi dapat juga berupa fatigue, malaise, anoreksia, ikterus
persisten atau intermiten. Faktor risiko penularan virus hepatitis yaitu pengguna
narkoba suntik, infeksi hepatitis B pada ibu, pasangan atau saudara kandung, penerima
transfusi darah, perilaku seksual risiko tinggi, riwayat tertusuk jarum suntik atau
terkena cairan tubuh pasien berisiko.2

Pemeriksoon fisik
Dapat ditemukan hepatomegali, demam subfebris, ikterus (jarang). Bila telah
terjadi komplikasi, dapat ditemukan asites, ensefalopati, dan hipersplenisme.

Pemeriksoon penunjong2
. Seromarker hepatitis : HBsAg (+), pemeriksaan selama 6 bulan, Anti-HBc [+J, IgM
anti-HBc (-), Anti-HBs (-)
. Aminotransferase meningkat [100-1000 unitJ, alanin aminotransferase (ALT) lebih
meningkat daripada aspartate aminotransferase (AST), alkali fosfatase normal
atau meningkat ringan.
. Serum bilirubin meningkat (3-10 mg/dl), hipoalbuminemia, protrombin time
(PT) memanjang.
. USG hati: gambaran penyakit hati kronis (inhomogen echostructure, permukaan
mulai ireguleI vena hepatika mulai kabur/terputus-putus), sirosis (parmukaan
hati yang iregular; perenkim nodule[ hati mengecil, dapat disertai pembesaran
limpa, pelebaran vena porta), atau adanya karsinoma hepatoselular.
a Biopsi hati: untuk mengetahui derajat nekroinflamasi, harus dilakukan sebelum
memulai terapi antivirus, dan dianjurkan pada pasien dengan SGPT normal.
a Tumor marker karsinoma hepatoseluler: Alfa feto protein (AFP), PIVKA-ll
(Prothrombine Induced by Vitamin K Absence).
Monitoring untuk deteksi dini kanker hati dan progresivitas penyakit SGOT, SGPT
tiap 1-3 bulan dan USG abdomen dengan AFT tiap 6 bulan.

KRIIERIA DIAGNOSTIK
Hepatitis B: dikatakan hepatitis B kronik bila HBsAg positif dalam 2 kali
pemeriksaan berjarak 6 bulan.

D!AGNOSIS BANDING
Perlemakan hati

TATALAKSANA',6
. Interferon: 1x 5 juta unit atau 10 juta unit 3 kali seminggu, subkutan, selama 4-6
bulan untuk HBeAg (+J, dan setidaknya 1 tahun untuk pasien dengan HBeAg (-),
bila dengan pegylated interferon baik HBeAg [-J dan HBeAg (+) diberikan selamal
tahun
. Lamivudine: 1x100 mg
. Adefovir dipivoxil:1 x 10 mg
. PEG IFN cr- 2a [monoterapi): L80 gram atau PEG IFN cr- 2b 1,5ug /KgBB
. Entecavir: 1x0,5 mg
. Telbivudine: 1x600 mg
. Tenofovir: Lx300 mg
. Thymosin L selama 6 bulan
. Lamapemberian antivirus tergantung pada status HBeAg pasien ketika memulai
terapi dan target pencapaian HBV DNA serta HBeAg loss

KOMPTIKASI
Sirosis hati, karsinoma hepatoselular.

PROGNOSIS
5-year mortality rate adalah 0-2o/opada pasien tanpa sirosis,l4-20o/o pada pasien
dengan sirosis kompensasis, dan 70-860/o yang dekompensasi. Risiko sirosis dan
karsinoma hepatoselular berhubungan dengan level serum HBV DNA.4

237
HBsAg (+)

HBV DNA < 2O.OOO IU/ HBV DNA > 20.000 lU/ml
ml (<10s kopi/ml) (>105 kopi/ml)

ALT normol ALT normol ALT l-2x ULN ALT 2-5x ULN ALT >5x ULN

Teropi jiko pe-


Tidok odo tero- Tidok odo tero- Tidok odo tero- lndikosi teropi
pi, pontou HBV pi, pontou HBV pi, pontou HBV nyokii persisten Jiko HBV DNA >
DNA, HbeAg, DNA, HbeAg, selomo 3-6 2x106 lUlml o obser-
DNA, HbeAg,
setiop 3-6 setiop I -3 bulon otou odo vosi serokonversi se-
ALT ALT setiop 3 ALT
bulon bulon kecurigoon lomo 3 bulon jiko ti-
bulon
dekompensosi dok odo kecurigoon
hoti. Lini periomo dekompensosi hoti.
: interferon, ente-
Jiko odo dekompen-
covir, tenefovir, sosi hoti, rekomedosi
telbivudine, lomi- teropi : interferon,
vudine, odefovir. entecovir, tenefovir,
telbivudine, lomivu-
dine, odefovir

Biopsi hoti jiko usio > 40 tohun, teropi


jiko podo biopsi tompok flbrosis otou Respon Tidok Respon
inflomosi sedong otou membesor

Pontou HBV Pertimbongkon


DNA, HbeAg, ALT strotegi loin
setiop 1-3 bulon termosuk
tronsplontosi hoti

Gombor l. Algorilme Monogemen lnfeksi Hepolitis B Kronik dengon HBsAg Posilif.6

238
HBsAg (-)

HBV DNA < 2.000 lU/ml HBV DNA > 2.000 lU/ml
(<10' kopi/ml) (>l0r kopi/ml)

ALT normol ALT normol ALT l-2x ULN ALT >2x ULN

Tidok odo Tidok odo Tidok odo Teropi jiko penyo-


teropi, pontou teropi, pontou leropi, pontou kit persisten selo-
HBV DNA, ALT HBV DNA, ALT HBV DNA, mo 3-6 bulon otou
setiop 6-12 seiiop 3 bulon ALT setiop I -3 odo kecurigoon
bulon bulon dekompensosi
hoti. Lini pertomo
: interferon, ente-
covir, tenefovir,
telbivudine, lomi-
vudine. Dibutuh-
kon teropi ontivirus
jongko ponjong

Biopsi hoti jiko usio > 40 tohun, teropi


jiko podo biopsi tompok fibrosis otou Respon Tidok Respon
inflomosi sedong otou membesor

Pontou HBV Lonjutkon teropi


DNA, ALT setiop untuk mengenoli
l-3 bulon respon lombot,
seteloh teropi pertimbongkon
strotegi loin

Gombor 2. Algorilme Monogemen lnfeksi Hepotilis B Kronik dengon HbsAg Negotif.6

239
HEPATITIS C KRONIK
PENGERIIAN
Suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai
oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati, dimana penanda virus
hepatitis positif pada 2 kali pemeriksaan berjarak > 6 bulan.

DIAGNOSIS

Anomnesis
Umumnya tanpa keluhan, tetapi dapat juga berupa fatigue, malaise, anoreksia.
Faktor risiko: penggunaan narkoba suntik, menerima transfusi darah, tingkat ekonomi
rendah, perilaku seksual risiko tinggi, tingkat edukasi rendah, menjalani tindakan invasil
menjalani hemodialisis, tertusuk jarum suntikatau terkena cairan tubuh pasien berisiko.2

Pemeriksoon Fisik
Dapat ditemukan hepatomegali, demam subfebris, ikterus (jarang). Bila telah terjadi
komplikasi, dapat ditemukan asites, ensefalopati, dan hipersplenisme.
Manifestasi ekstrahepatik(cryoglobulinemia, porfiria kutanea tarda, glomerulonefritis
membranoproliferatii dan sialoadenitis limfositikJ.2

Pemeriksoon Penunjong
. Seromarker hepatitis (Anti HCVJ
. fumlah virus: HCV RNA kuantitatif dan genotipe
. Enzim hati: SGOT dan SGPT untuk menilai aktifitas kerusakan hati dan keputusan
pengobatan antivirus
. USG hati: gambaran penyakit hati kronis (inhomogen echostrucfure, permukaan
mulai iregulal vena hepatik mulai kabur/terputus-putusJ, sirosis (parmukaan hati
yang iregular; parenkim nodule4 hati mengecil, dapat disertai pembesaran limpa,
pelebaran vena porta), atau adanya karsinoma hepatoseluler.
. Biopsi hati: untuk mengetahui derajat nekroinflamasi, dianjurkan untuk dilakukan
sebelum memulai terapi antivirus, terapi antivirus sangat dianjurkan diberikan
pada fibrosis F2 dan F3 (skor METAVIRJ.
. Alfa feto protein (AFP), PIVKA-II (Prothrombine Induced by Vitamin K Absence).
. Monitoring tahunan untuk deteksi dini kanker hati dan progresivitas penyakit
SGOT SGPT tiap 1-3 bulan dan USG abdomen serta AFT per 6 bulan

240
Kriteriq Diognosis
Hepatitis C kronik: anti HCV positif dan HCV RNA terdeteksi dalam 2 kali
pemeriksaan berjarak 6 bulan.

DIAGNOSIS BANDING
Perlemakan hati

TATALAKSANA4J
Pada infeksi hepatitis C kronis genotip 1:
. Terapi dengan pegylated interferon (peg-lFN) dan ribavirin selama 1. tahun - 72
minggu. Peg-lFNcr-2a 180 g seminggu sekali atau peg-lFNcr-2b 1,5 mg/kg BB. Bila
menggunakan Peg-lFNcr-2a. Dosis ribavirin 1000 mg (BB 75 kg) dan 1200 mg (BB
>7Smg), bila menggunakan peg-lFNo-2b dosis ribavirin + 15 mg/kg BB, ribavirin
diberikan dalam 2 dosis terbagi.
. ika respon virologis cepat [serum HCV RNA tidak terdeteksi (<50 IU/mlJ dalam 4
f

mingguJ, maka terapi dapat distop setelah 24 minggu, bila HCP RNA < 4 x 10s IU/ml.
. fika respon virologis dini (serum HCV RNA tidak terdeteksi [< 50 IU/ml) atau
terjadi penurunan 2 log serum HCV RNA dari level awal setelah 12 mingguJ, terapi
dilanjutkan sampai 1 tahun.
. Terapi distop jika pasien tidak mencapai respon virologis dini dalam waktu L2 minggu
Pada infeksi hepatitis C kronik genotip 2 dan 3: Interferon konvensional dan ribavirin
atau peg-lFN-dengan ribavirin selama 24 minggu. Dosis Interferon/Feg IFN sama
dengan geotipe 1, hanya dosis ribavirin 800 mg sehari dalam 2 dosis terbagi.
Pada infeksi hepatitis c kronik genotip 4, berikan
terapi peg-lFN+ribavirin selama
48 minggu, dosis Peg IFN dan ribavirin sama dengan geotipe 1.
Pantau kemungkinan terjadinya efek samping terapi Ribavirin, yaitu anemia.
Dosis ribavirin sedapat mungkin dipertahankan, bila terjadi anemia dapat diberikan
eritropoietin untuk meningkatkan Hb. Pantau kemungkinan efek samping terapi
interferon, yaitu neutropeni, trombositopenia, depresi, dan lain-lain.
Bagi pasien yang memiliki kontaindikasi penggunaan interferon atau tidak berhasil
dengan terapi interferon maka berikan terapi ajuvan :

. Flebotomi
. Urcedeoxycholic acid (UDCA) 600mg/hari
. Glycyrrhizin
. Medikasi herbal: silymarin atau silibinrn
Antiviral terbaru untuk terapi hepatitis C kronik [terutama genotip 1) adalah:
. Teleprevil, dikombinasikan dengan peg-lFN + Ribavirin.
. Boceprevir; dikombinasikan dengan peg-lFN + Ribavirin
. DirectActing Antiviral (DAA),lain seperti: sofosbuvil ledipasvir dll, antiviral (DAA)
dapat diberikan pada pasien yang kontraindikasi pada interveron atau gejala
pengobatan dengan interveron tersebut.

KOMPTIKASI
Sirosis hati, karsinoma hepatoselular,

PROGNOSIS
Rata-rata per tahun terjadinya karsinoma hepatoselular pada pasien sirosis dengan
infeksi hepatitis C adalah 1-40/o, mtncul setelah 30 tahun infeksi virus hepatitis C.
Indikator prognosis pada hepatitis C kronis adalah dengan biopsi hati. Pasien dengan
nekrosis dan inflamasi sedang-berat atau adanya fibrosis, progresifitas ke arah sirosis
sangat tinggi dalam 10-20 tahun kedepan. Diantara pasien dengan sirosis kompensasi
yang terkait hepatitis C, angka bertahan 10 tahun adalah B0o/o, mortqlity rate 2-60/o,
sementara pada sirosis dekompensasi terkait infeksi virus hepatitis C mortality rate
4-5o/oftahtn, dan L-20/o/tahun pada karsinoma hepatoseluler terkait infeksi virus
hepatitis C.a

HEPATITIS D KRONIK

Hepatitis D kronik biasa mengikuti infeksi hepatitis B. Anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang sama seperti pada hepatitis B.2

TATALAKSANA2
. Sesuai dengan Hepatitis B kronik

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi-
Hepatologi
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

242
UNIT IERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Gunowon, Stephonus. Soemohordjo, Soewignjo. Hepotitis B Kronik. Dolom :Sudoyo A, Setiyohodi
B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5rh ed. Jokorto; Pusot
lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2OO9:653-661.
2. Chronic Virol Hepotiiis. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J,
Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo;
The McGrow-Hill Componies, 2012: 291 1 - 39
3. Liow YF, Leung N, Koo JH, et ol. Asion-Pociflc consensus stotement on the monogement of chronic
hepotitis B: o 2008 updote. Hepotol lnt 2008. Avoiloble ot: http://vwvw.springerlink.com/content/
du475u I 2q65517 5l Accessed .)oly 27 , 2008.
4. Liver ond Biliory troct. Dolom : McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine A. Current Medicol
Diognosis ond Treotment. The McGrow Hills Componies. 2011
5. Asion Pocific Associotion for the Study of the Liver consensus siotements on the diognosis,
monogement ond treotment of hepotitis C virus infection. Diunduh dori : http://onlinelibrory.
wiley.com/doi/10.1I l1/j.1440-1746.2007.04883.x/pdf podo tonggol 30 mei 20'l 2.
5 Amoropurkor, D. Et oll. APASL guidelines on the monogement chronic hepotitis B. Feb I 6-19,2012

243
HEPATOMA

PENGERTIAN
Hepatoma fhepatocarcinoma/hepatocellular carcinoma/HCC) merupakan kanker
yang berasal dari sel hati.1 HCC merupakan kanker no. 5 tersering di dunia dan no. 3
yang paling sering menyebabkan kematian. Insidens HCC bervariasi di setiap negara,
secara umum bergantung pada prevalensi penyakit hati kronis, khususnya hepatitis
virus kronis.
Faktor risiko hepatoma dibagi menjadi 2 yaitu:2
. Umum : sirosis karena sebab apapun, infeksi kronis Hepatitis B atau C, konsumsi
etanol kronis, NASH/NAFL, aflatoxin B, atau mikotoksin lainnya
. Lebih jarang: sirosis bilier primeI hemokromatosis, defisiensi-an titrypsin, penyakit
penyimpanan glikogen, citrullinemic, tirosinemia herediter, penyakit Wilson

DIAGNOSIS

Anomnesis
Penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise, benjolan perut
kanan atas, jaundice, nausea.l

Pemeriksoon Fisik
Hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati kronik.l

Pemeriksoon Penunjong2
. Laboratorium: anemia, trombositopenia, kreatinin meningkat, prothrombin
time (PT) memanjang, partial thromboplastin time (PTT), fungsi hati; aspartat
aminotransferase (AST) dan alanin aminotransferose (ALTJ meningkat IAST>ALT),
bilirubin meningkat.
. Serologis: peningkatan Alfa Feto Protein (AFP), AFP-L3, des-y-carboxy prothrombin
(DCP), atau (PIVKA-2), vitamin B12, ferritin, antibodi antimitokondria, serologis
hepatitis B, dan C.
a Biomarker terbaru: profil genomik berbasis jaringan dan serum
a Radiologis:
- USG: lesi fokal/ difus di hati.
- CT-Scan abdomen atas dengan kontras 3 fase/multifase: nodul di hati yang
menyangat kontras terutama di fase arteri dan 'early wash out'di fase vena
(typical pattern).

DIAGNOSIS BANDING
Abses hati

TATATAKSANA
Algoritma terapi pada hepatoma dapat dilihat lebih lengkap pada gambar 1.

KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis melena, kegagalan
hati.1

PROGNOSIS
Pasien dengan hepatoselular karsinoma dini dapat bertahan selama 5 tahun
setelah dilakukan reseksi, transplantasi hati atau terapi perkutaneus sebesar 50-
70%. Kekambuhan tetap dapat terjadi walaupun telah dilakukan terapi kuratif.
Kesintasan 1 dan 2 tahun adalah masing-masing 1.0-72o/o dan B-50%. Demikian
pula, HCC stadium lanjut dan Child-Pugh C mempunyai prognosis yang sangat buruk.
Dilaporkan kesintasan untuk 6 bulan sebesar 5% pada HCC stadium Child-Pugh C

dengan peritonitis bakteri spontan dan stadium lanjut.12

245
tr Mosso < I cm podo t-lSG observosi sirosls hoti

USG u ong dolom 3 4 bulon kedepon

Slobil dolom
Membesor
I 8-24 bulon

Kembo i ke protokol Totoloksono


stondor Evoluosi seSuoi ukuron lesi
dolom 6 l2

tr Mosso l-2 cm podo USG obseNosr sirosis hotl

Duo studi penciiroon dinomis

Po o voskulor tipikol podo 2 Polo voskulor lipikol Polo voskulor otipikol


studi pencitroon dinomis podo keduo leknik
dengon sotu leknik
olou AFP > 20Ong/mL

Diognosis HCC Biopsi

Non lonjuton
Pos trf
diognosiik lMRl dengon konkos
khusus/USG kontros

Perubohon
Non HCC
ukuron/profll

Lllong biopsi
don otou
pencitroon

c Mosso > 2 cm podo USG observosi sirosis hotl

Polo voskulor otipikol podo I Polo voskulor tipiko


teknik pencitroon dinomis podo I teknik
otou AFP > 200n9/mL pencitroon dinomis

Dlognosis Biopsi Non HCC


HCC

otou
Positlf Non pencitroon lonjuton
HCC diognostik (MR dengon koniros

Perubohon
ukuron/proll

Ulong biopsi
don olou
pencilroon

Gombor l. Algorilmo Totoloksono Hepolomo3

246
PS O CP-A PS 0/2 CP-A/B PS >2 CP-C

I
Single < 2 cm <3lesi <3cm Multinodulor lnvosi veno porto
PS-O PS-O NI MI PSI.2

Single 3nodul<3cm Terminol

Tekonon portol, Meningkot Yo Tidok


bilirubin

Kemoembol Sorofenib

Normol Penyokit terkoit

Teropi
simptomotik

Tidok Yo

Reseksi OLT PEI/RFA

Kesintoson 5 tohun 50-70% Kesintoson 5 tohun 40-50%


Kesintoson l0 tohun lO%

Gombor 2. Skemo Slodium don Slrolegi Tololoksono Hepolomo berdosorkon Borcelono Concer
ol the Liver Clinic (BCLC). s

247
Klasifikasi dan stadium Hepatoma dapat dilihat pada tabel 1

Tobel l. Slodium Hepotomo Menurul Berbogoi Klosifikosi

CLIP6 Niloi 27

C : Lonjut

CUPIE Niloi

Stodium TNM' 29

Jlsr0 30
ER 2l

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Divisi Kardiologi Departemen IImu Penyakit Dalam,
Departemen Bedah, Divisi Bedah Digestif, Radiologi
Intervensi
RS non Pendidikan Bagian Bedah, Bagian Radiologi

REFERENSI
.
'I
Webster's New World Medicol Dictionory. 3'd Edition. Wiley Publishing. 2008.
2. Corr Bl. Tumors of the Liver ond Biliory Tree. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson
JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. 18rh Edition New York, McGrow-Hill. 2012.
3. Shermon M. Primory Molignont Neoplosms of the Liver. In : Dooley JS, Lok ASF, Burroughs AK,

248
et ol. Sherlock's Diseoses of the Liver ond Biliory System. l2r" Edition. United Kingdom: Blockwell
Publishing Ltd. 201 l. Hol 581-95.
4. Okudo K, Ohtsuki T, Oboto H, Tomimotsu M, Okozoki N, Horegowwo H, et ol. Noturol history of
hepotocellulor corcinomo ond prognosis in relotion to treotment. Concer. 1985;56:9,l8-28.
5. Chevret S, Trinchet .JC, Mothieu D, Roched AA, Beougrond M, Chostong C. A new prognostic
clossificoiion for predicting survivol in potients with hepotocellulor corcinomo. J Hepotol.
1999:31:133-41.
6. CLIP. Prospective volidotion of the CLIP score: o new prognostic system for potients with cirrhosis
ond hepotocellulor corcinomo. Hepotology 2000 ;31 :840-5.

7. Llovet JM, Bru C, Bruix J. Prognosis of hepotocellulor corcinomo: the BCLC stoging clossiflcotion.
Semin Liver Dis. I 999;l 9:329-38.
8. Leung TW, Tong AM, Zee B, Lou WY, Loi PB, Leung KL, et ol. Conskuction of the Chinese University
Prognostic lndex for hepotocellulor corcinomo ond comporison with the TNM stoging system,
the Okudo stoging system, ond the Concer of the Liver ltolion Progrom stoging system: o study
bosed on 926 potients. Concer. 2002:94:176C-69.
9. Vouthey J, Louwers G, Esnoolo N, Do KA, Belghiti J, Mirzo N, et ol. Simplified stoging for
hepotocellulor corcinomo. J Clin Oncol. 2002;20:1 527-36.
'I
O. Kudo M, Chung H, Osoki Y. Prognostic stoging system for hepotocellulor corcinomo (CLIP score):
volue ond limitotions, ond o proposol for o new stoging system, the Jopon lntegroted Stoging
its
Score (JlS score) J Gostroenterol. 2003;38:207-15.
'I
l. Villo E, Colontoni A, Commo C, Grottolo A, Buttofoco P, Gelmini R, et ol. Estrogen receptor
clossificotion for hepotocellulor corcinomo: comporison with clinicol stoging systems. J Clin
Oncol.2003;21:441-6.
I2. Pons F, Vorelo M, Llovet JM. Stoging systems in hepotocellulor corcinomo. HPB (Oxford). 2005;
7(l):35-al.

249
I KTERUS

DEFINISI
Ikterus adalah warna kuning pada jaringan tubuh karena deposit bilirubin.2
Terlihatnya ikterus jika level bilirubin > 3 mg/dLz ftergantung dariwarna kulit'zJ.
Ikterus diklasifikasikan menjadi tiga kategori, tergantung pada bagian mana dari
mekanisme fisiologis mempengaruhi patologi. Klasifikasi ikterus tersebut adalah :

L. Pra-hepatik: Patologi yang terjadi sebelum hati.


2. Hepatik: Patologi terletak di dalam hatr.
3. Post-hepatik: Patologi terletak setelah konjugasi bilirubin dalam hati.

DIAGNOSIS

Anomnesisr
. Penggunaan obat-obatan jangka panjang seperti anabolik steroid, vitamin, herbal,
dll.
. Riwayat penggunaan obat-obatan suntik, tato, aktivitas seksual risiko tinggi
. Riwayat konsumsi makanan dengan kontaminasi yang tidak baik, konsumsi alkohol
jangka panjang
. Atralgia, mialgia, rash, anoreksia, berat badan turun, nyeri perut, pruritus, demam,
perubahan warna urin dan warna feses

Pemeriksoon Fisikt
. Stigmata penyakit hati kronis: spider nevi, palmar eritema, gynecomastia, caput
medusa.
. Atrofi testis pada sirosis hepatis dekompensata.
. Pembesaran kelenjar limfe supraclavicular atau nodul periumbilical: curiga
keganasan abdomen
. Distensi vena jugulac gejala gagal jantung kanan: pada kongesti hati
. Efusi pleura kanan, ascites: pada sirosis hati dekompensata
. Hepatomegali,splenomegali
[oborotoriumr,2
. Darah: Alkalin fosfatase (ALPJ, Aspartat aminotranferase (AST), Alanin
Aminotransferase (ALT), bilirubin total, konjugasi bilirubin, bilirubin tak
terkonjugasi, albumin, protrombim time (PT)
. Urin: urobilinogen, bilirubin urin

Tobel l. Klosifikosi lkleruss

Bilirubin totol ngkot Meningkot


Bilirubin terkoniugosi ldirectJ Meningkot Meningkot
Bilirubin tok terkonjugosi (indtect) Meningkot N orm o l/ m eningkot Normol
Urobilinogen Meningkot N orm o l/m e nin gkot Menurun otou
negotif
Worno urine Normol Gelop Gelop
Worno feses Normol Normol Pucot
Meningkot
Meningkot

Botu soluron
bilier empedu, konker
poncreos, konker
soluron empedu

DIANOSIS BANDING
Hiperkarotenemia

TATALAKSANA'
7. Tatalaksana suportif : koreksi cairan dan elektrolit, penurun demam (jika disertai
demam), dan lain lain.
2. Tatalaksana sesuai dengan penyakit yang mendasari, dapat dilihat pada bab
malaria, hepatitis virus akut, sirosis hati, batu sistem bilier.

KOMPLIKASI
Sepsis, komplikasi lain sesuai dengan penyakit penyebabnya.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung penyakit penyebabnya, lebih lengkap dapat dilihat pada bab
malaria, hepatitis virus akut, sirosis hati, batu sistem biliec dan lain lain.
Anomnesis, Pemeriksoon Fisik, ob
ALT, AST, ALP, PT, olbumin

lsoloted Bilirubin don tes fungsi holi


elevotion bilirubin loinnyo meningkol

Hiperbilirubinemio Hiperbilirubinemio Polo hepotoseluler:


Polo kolestotik :ALP
indirek (direk < 15%) direk (direk > l5%) peningkoton ALT/AST
diluor proporsi AST/ALT
diluor proporsi ALP

Obot :riFompisin, Keloinon bowoon


probenecid dubin Johnson l. Serologis virus : ontigen
syndrome, rotor s permukoon Hep B, lgM
syndrome Diktus tidok
Hep A, core onltbody Dilotosi duktus:
(lsM), Hep C RNA lkterus Obstruktif
dilotosi ;
Keloinon bowoon:
2. Skrining kerocunon kolestosis
Gilbert's syndrome, ;
porenkimol
CriglerNojjor level ocetominophen
syndrome 3. Ceru oplosmin (jiko usio
< 40 tohun)
4 ANA, SMA, LKM, SPEP
Ke oinon hemolitik, CT/ERCP/MRCP Tes serologis:
eritropoiesis inef ektif o AMA, serologis
hepotitis, Hep A,
Tes virologist CMV, EBV
tombohon:CMV
DNA, EBV copsid
ontigen, Hep D
ontibody (]iko odo Biopsi hoti
indikosi), Hep E lgM
(jiko odo indikosi)

o
Biopsi holi

*
Gombor l Algorilmo Evoluosi Posien dengon lkterust

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi-
Hepatologi
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Departemen Bedah, Divisi Bedah Digestif
. RS non pendidikan Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Bagian Bedah

REFERENSI
l. Joundice. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J,
editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americq; The McGrow-
Hill Componies,20l2.
2. Liver ond Biliory troct. Dolom : McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine A. Current Medicol
Diognosis ond Treotment. The McGrow Hills Componies. 201 I
3. Approoch to potient with,ioundice or obnormol liver test results. Dolom : Ausiello. Goldmon. Cecil
Medicine 23'd edition. Sounders : Philodhelphio. 2007.

252
KOIA GTS

PENGERTIAN
Kolangitis adalah inflamasi dan infeksi pada saluran empedu yang paling sering
disebabkan oleh karena koledokolitiasis. Penyebab lain antara Iain karena intervensi/
manipulasi dan pemasangan stent, keganasan hepatobiliel, hepatolitiasis.l-3 Kuman
tersering penyebab infeksi yaitu Escherichia coli, Klebsiella, Enterococcus Sp, dan
Bacteroides fragilis.a Ada 2 jenis kolangitis yaitu primary sclerosing cholangitis dan
secondary sclerosing cholangitis. Pada bab ini akan dibahas mengenai secondary
sclerosing chol angitis. Secondary sclerosing chol angiti s disebabkan olehs
. Trauma saat operasi
. Iskemia misalnya trombosis arteri hepatik setelah transplantasi, atau kemoterapi
trans arterial
. Batu kandung empedu
. Infeksi bakteri/virus (sitomegalovirus, kriptosporidiosis, sepsis berat)
. Luka caustic misalnya pada terapi formalin untuk kista hidatid
. Pankreatitis autoimun berhubungan dengan IgG4
. Keganasan
. Penyakit hati polikistik
. Sirosis
. Kistik fibrosis

DIAGNOSIS

Anomnesis
Nyeri abdomen yang dirasakan tiba-tiba dan hilang-timbul, dapat disertai dengan
menggigil dan kaku. Riwayat koledokolitiasis atau manipulasi traktus bilier.a

Pemeriksoon Fisik
Pada pasien usia lanjut dapat terjadi perubahan status mental, konfusi, letargi,
atau delirium. Trias Charcot terdiri dari nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterik,
dan demam. Perubahan status mental disertai hipotensi dan Trias Charcot dikenal
a
dengan Reynolds' pentad yangbisa terjadi pada kolangitis supuratifberat.

Pemeriksoon Penuniong4
. DPL: leukositosis
. Fungsi hati : hiperbilirubinemia, peningkatan alkali fosfatase, enzim transaminase,
serum amilase jika ada pankreatitis.
. Kultur darah: positif pada 50 % kasus
. Kultur empedu: positif hampir pada semua kasus.
. Ultrasonografi abdomen: untuk diagnosis dan terapeutik
. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
. Percutaneous transhepatic cholangiography (PTC)

DIAGNOSIS BAND!NG
Primary sclerosing cholangitis, infeksi

IAIA[AKSANA4
. Hidrasi dengan cairan intravena dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit
. Antibiotik:
- Derivat penisilin (piperasilin) : untuk gram negatif
- Sefalosporin generasi II atau III [ceftazidim): untuk gram negative, cefoksitin
2 gram intravena setiap 6-8 jam
- Ampisilin untuk gram positif
- Metronidasol untuk kuman anaerob
- Fluorokuinolon [siprofloksasin,levofloksasin]
- Keadaan umum pasien akan membaik dalam 6-1,2 jam setelah pemberian
antibiotik dan dapat diatasi dalam 2-3 hari. Jika dalam 6-1.2 jam tidak membaik,
harus segera dilakukan tindakan dekompresi secepatnya,
. Dekompresi dan drainase sistem bilier: lika tekanan dalam bilier meningkat karena
adanya obstruksi
- Non operatif
" Percutaneouscholecystostomy
. Percutaneous transhepatic biliary drainage (PTBD): tindakan drainase
bilier tanpa operasi.
. Drainase bilier dengan pemasangan NBT (Naso Billiary Tube) atau Stent
bilier melalui tindakan ERCP

254
Operatif: jika tindakan non operatif tidak berhasil.

KOMPTIKASI
Sepsis, kematian

PROGNOSIS
Angka kematian bervariasi antara 13-88 o/o

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi-
Hepatologi
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNII YANG IERKAIT


. RS Pendidikan
. RS non Pendidikan

REFERENSI
l. Lee JG. Diognosis ond monogement of ocute cholongitis. Nol Rev Gosfroentero/ Hepotoi. Aug
4 2009
2. Esmoeilzodeh M, Ghofouri A, Mehrobi A. Vorious techniques for the surgicol treotment of common
bile duct stones: o meto review. Gosfroentero/ Res Proct. 2009:2009:840208.
3. Li FY, Cheng NS, Moo H, Jiong LS, et ol. Significonce of controlling chronic proliferotive cholongitis
in the treotment of hepotolithiosis. World J Surg. Jul 30 2009; Diunduh dori http://www.wjgnet.
com I 1 0Ol -9327 / 1 5 I 9 5.osp podo ton g gol 22 Mei 201 2.
4. Wong D, Afdhol N. Gollstone Diseose. ln : Feldmon M, Friedmon L, Brondt L. Sleisenger ond
Fordtron's Gostrointestinol ond Liver Diseose: Pothophysiology/Diognosis/Monogement. 9rh ed.
USA: Elsevier. Chopter 65.
5. Rushbrook S, Chopmon RW. Sclerosing Cholongitis. In: Dooley J, Lok A, Burroughs A, Heothcote
E Diseoses of the Liver ond biliory System. l2ih ed. UK : Blockwell Science.p 342-352

255
KOTES ST TIS

PENGERTIAN
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi kandung empedu dengan/atau tanpa
adanya batu, akibat infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan dan panas badan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kolesistitis
akut yaitu statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung
empedu. Kuman yang tersering menyebabkan kolesistitis akut yaitu E.Coli, Strep.
Fecalis, Klebsiella, anaerob (Bacteroides dan Clostridia);kuman akan mendekonjugasi
garam empedu sehingga menghasilkan asam empedu toksik yang merusak mukosa.
Penyebab utama adalah batu kandung empedu yang terletak di duktus sistikus sehingga
menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa
adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus) seperti karena regurgitasi enzim
pankreas. Wanita, obesitas, dan usia lebih dari 40 tahun akan lebih sering terkena.l'2

DIAGNOSIS

Anomnesis
Nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke daerah pundak,
skapula kanan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda, disertai demam.l
Nyeri dapat dirasakan tengah malam atau pagi hari, penjalaran dapat ke sisi kiri
menstimulasi angina pektoris. Nyeri timbul dipresipitasi oleh makanan tinggi lemak,
palpasi abdomen, atau yawning. 2

Pemeriksoon Fisik
Peningkatan suhu tubuh mengindikasikan adanya infeksi kuman. Posisi pasien
akan menekuk badannya, teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-
tanda peritonitis lokal, tanda Murphy (*), ikterik biasanya menunjukkan adanya batu
di saluran empedu ekstrahepatikl
Pemeriksoon Penunjong',2
. Laboratorium: DPL (leukositosis ), SGOT SGPT, fosfatase alkali , bilirubin meningkat
(jika kadar bilirubin total > 85.6 mol/L atau 5 mg/dl dicurigai adanya batu di
duktus koledokus), kultur darah
. USG hati: penebalan dinding kandung empedu (double layer) pada kolesistisis
akut, sering ditemukan pu/,a sludge atau batu
. Cholescintigraphy

Tobel l. Kriterio Diognosis Kolesislilis Akul Tonpo Botu3

Krilerio Diognosis Kolesislitis Akul dengon Bolu :2

. Tanda Murphy (+)


. Ultrasonografi :

- Penebalan dinding kandung empdu (> 5 mm)


- Distensi kandung empedu
- Adanya cairan di perikolesistik
- Adanya edema subserosa ftanpa asites)
- Adanya udara intramural
- Kerusakan membran mukosa
- Kolesistisis (+)

DIAGNOSIS BANDING
Angina pektoris, infark miokard akut, apendisitis akut retrosaekal, tukak peptik
perforasi, pankreatitis akut, obstruksi intestinal2

TATALAKSANA

Kolesistitis Akut Tonpo Botu2


- Tirah baring

257
Pemberian diet rendah Iemak pada kondisi akut atau nutrisi parsial/parenteral
bila asupan tidak adekuat
Hidrasi kecukupan cairan tambahkan hidrasi intravena sesuai klinis
Pengobatan suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan
mengoreksi kelainan elektrolitJ
Antibiotika parenteral: untuk mengobati septikemia dan mencegah peritonitis
dan empiema.
Anibiotik yang bersprektrum luas seperti golongan sefalosporin, dan metronidazol
Kolesistektomi awal lebih disarankan karena menurunkan morbiditas dan
mortahtas.lika dilakukan selama 3 hari pertama, angka mortalitas 0.5 %. Ada
juga yang berpendapat dilakukan setelah 6-B minggu setelah terapi konservatif
dan keadaan umum pasien lebih baik.

Kolesistilis Akut dengon Bolu2


- Pengobatan suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan
mengoreksi kelainan elektrolit)
- Antibiotikaparenteral
- Surgical Cholecystectomy dan Cholecystostomy segera
- Percutaneous Cholecystostomy dengan bantuan ultrasonografi: jika kondisi
umum pasien buruk
- Transpapillary Endoscopic Cholecystostomy
- Endoscopic Ultrasound Biliary Drainage IEUS-BD)

KOMPTIKASI
Gangren/empiema kandung empedu, perforasi kandung empedu, fistula,
peritonitis umum, abses hati, kolesistitis kronik2

PROGNOSIS
Penyembuhan total didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu
menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu, dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang
menjadi rekuren, maksimal 30 % akan rekuren dalam 3 bulan ke depan. Pada 50 %
kasus dengan serangan akut akan membaik tanpa operasi, dan 20 %o kasus memerlukan
tindakan operasi. Tindakan bedah akut pada usia lanjut (> 75 tahun) mempunyai
prognosis yang buruk.2 Pencegahan kolesistitis akut dengan memberikan CCK 50 ng/
kg intravena dalam 10 menit, terbukti mencegah pembentukan sludge pada pasien
yang mendapatkan total parenteral nutrition.3

258
KOTESISTITIS KRONIK

PENGERTIAN
Kolesistitis kronik adalah inflamasi pada kandung empedu yang berlangsung lama
dan berhubungan dengan adanya batu di kandung empedu, kolesistitis akut atau subakut
yang berulang, atau iritasi dinding kandung empedu karena batu. Adanya bakteria di
dalam empedu ditemukan pada > 25 % pasien dengan kolesistitis kronik.a

DIAGNOSIS

Anomnesis
Gejala sangat minimal dan tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di
epigastrium, dan nausea setelah makan makanan berlemak. Perlu ditanyakan riwayat
batu empedu dalam keluarga, ikterus, kolik berulang,2

Pemeriksoon Fisik
Ikterus, nyeri tekan pada daerah kandung empedu, tanda Murphy (*)'

Pemeriksoon Penuniongl
. Ultrasonografi: melihat besal bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu
dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai
90-95 o/o

. MRCP (Magnetic Resonance Choledochopancreaticography): melihat adanya batu


di kandung empedu dan duktus koledokus
. ERCP IEndoscopy Retrogade Choledochopancreaticography): bisa digunakan juga
untuk terapi
. Kolesistografi oral: gambaran duktur koledokus tanpa adanya gambaran kandung
empedu

DIAGNOSIS BANDING
Intoleransi lemak, ulkus peptik, kolon spastik, karsinoma, kolon kanan, pankreatitis
kronik, dan kelainan duktus koledokus.2

TAIATAKSANA
fika gejala + dengan/tanpa batu empedu : kolesistektomi2

259
KOMPTIKAS!
Keganasan kandung empedu, iaundice, pankreatitis, empiema dan hydrops,
gangren, perforasi, pembentukan batu kandung empedu dan fistula.3'a

PROGNOSIS
Angka rekurensi mencapai 40 o/o dalam 2 tahun. Jarang menjadi karsinoma kandung
empedu dalam perkembangan selanjutnya.2

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT YANG TERKAIT


. RS Pendidikan
. RS non Pendidikan

REFERENSI

1. Pridody. Kolesistitis. Dolom Dolom: Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioii, S. Sundoru,
H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid L Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010.1,o1.718-726

2. Sherlock S, Dooley J. Gollstones ond Benign Biliory Diseose. In: Dooley J, Lok A, Bunoughs A,
Heothcote E. Diseoses of the Liver ond biliory System. l2rh ed. UK : Blockwell Science. P257-293
3. Andersson KL, Friedmon LS. Acolculous Biliory Poin, Acolculous Cholecystitis, Cholesterolosis,
Adenomyomotosis, ond Polyps of the Gollblodder. ln : Feldmon M, Friedmon L, Brondt L. Sleisenger
ond Fordtron's Goskointestinol ond Liver Diseose: Pothophysiology/Diognosis/Monogement. 9rh
ed. USA: Elsevier. Chopter 67.
4. Greenberger NJ. Diseoses of the Gollblodder ond Bile Ducts. ln: Fouci AS, Kosper DL, Longo DL,
Brounwold E, LouserSL, Jomeson JJ, et ol, eds. Horrison's Principles of lnternol Medicine. Edisi
ke-I7. New York: McGrow-Hill 2008. Chopter 31 1.

260
P NYAK T PERLE AKA T
NON ATKOHOLIK

PENGERIIAN
Penyakit perlemakan hati non alkoholik INAFLD/Non Alcoholic Fatty Liver atau NASH/
Non Alcoholic Steatohepatitis) merupakan suatu sindrom klinis dan patologis akibat
perlemakan hati, ditandai oleh berbagai tingkat perlemakan, peradangan dan fibrosis
pada hati. Perlemakan hati (Fatty liver atau steatosis) merupakan suatu keadaan
adanya lemak di hati (sebagian besar terdiri dari trigliserida) melebihi 50/o dari
seluruh berat hati yang disebabkan kegagalan metabolisme lemak hati dikarenakan
defek di antara hepatosit atau proses transport kelebihan lemak, asam lemak, atau
karbohidrat karena melebihi kapasitas sel hati untuk sekresi lemak. Kriteria non
alkoholik disepakati bahwa konsumsi alkohol <20 gram/hari. Terjadinya perlemakan
hati melalui 4 mekanisme yaitu :1,2
. Peningkatan lemak dan asam lemak dari makanan yang dibawa ke hati.
. Peningkatan sintesis asam lemak oleh mitokondrial atau menurunnya oksidasi
yang meningkatkan produksi trigliserida
. Kelainan transport trigliserid keluar dari hati
. Peningkatan konsumsi karbohidrat yang selanjutnya dibawa ke hati dan dikonversi
menjadi asam lemak.
Faktor risiko : obesitas, diabetes melitus, hipertrigliserida, obat-obatan (amiodaron,
tamoksifen, steroid, estrogen sintetik), dan toksin (pestisidaJ.3 Berdasarkan tingkat
gambaran histopatologik ada beberapa perjalanan ilmiah penyakit ini yaitu perlemakan
hati sederhana, steatohepatitis, steatohepatitis yang disertai fibrosis dan sirosis.
Hipotesis terjadinya NAFLD yaitu :2
. First Hit
terjadi akibat penumpukan lemak di hepatosit akibat peningkatan lemak bebas
pada dislipidemia, obesitas, diabetes mellitus. Bertambahnya asam lemak bebas
di dalam hati akan menimbulkan peningkatan oksidasi dan esterifikasi lemak
pada mitokondria sel hati sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kerusakan
mitokondria itu sendiril'2
lckil Do om ndonesio

a Second Hit
peningkatan stres oksidatif dapat terjadi karena resistensi insulin, peningkatan
endotoksin di hati, peningkatan aktivitas un-coupling protein mitokondria, pe-
ningkatan aktivitas sitokrom P 450, peningkatan cadangan besi, dan menurunnya
aktivitas anti oksidan. Ketika stres oksidatif yang terjadi melebihi kemampuan
perlawanan anti oksidan, maka aktifasi sel stelata dan sitokin pro inflamasi akan
berlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan hepatosit dan kematian sel,
pembentukan badan Mallory, serta fibrosis. 1'2

DIAGNOSIS

Anomnesis
Umumnya pasien tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda penyakit hati,
Beberapa pasien mengeluhkan rasa lemah, malaise, rasa mengganjal di perut kanan
atas. Riwayat konsumsi alkohol, riwayat penyakit hati sebelumnya.2

Pemeriksoon Fisik
Dapat ditemukan adanya kelebihan berat badan, hepatomegali, komplikasi sirosis
yaitu asites, perdarahanvarises. Sindrom resistensi insulin : obesitas (lemakviseral].1'2

Pemeriksoon Penunjong2-4
. Fungsi hati : peningkatan ringan [<4 kali) AST faspartate aminotransferase), AlIl
(alanine aminotransferaseJ. AST>ALT pada kasus hepatitis karena alkohol.
. Alkali fosfatase, gamma GT (glutamil transferase) : dapat meningkat
. Bilirubin serum, albumin serum, dan prothrombin time: dapat normal, kecuali
pada kasus NAFLD terkait sirosis hepatis.
. Gula darah, profil lipid, seromarker hepatitis.
. ANA, anti ds DNA : titer rendah [< 1 : 320J
. USG: gambaran bright liver
. CT Scan
. MRI: deteksi lnfiltrasi lemak
. Biopsi hati : baku emas diagnosis. Ditemukan 5-10 %o sel lemak dari keseluruhan
hepatosit, peradangan lobulus, kerusakan hepatoselular, hialin Mallory dengan
atau tanpa fibrosis. Kegunaan biopsy hati : membedakan steatosis non alkoholik
dengan perlemakan tanpa atau disertai inflamasi, menyingkirkan etiologi penyakit
hati lain, memperkirakan prognosis, dan menilai progresi fibrosis dari waktu ke
waktu. Grading dan staging NAFL :

262
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis B dan C kronik, penyakit hati autoimun, hemokromatosis, Penyakit
Wilson's, defisiensi a, antitripsinl

TATATAKSANA

Non formokologis
Mengontrol faktor risiko : penurunan berat badan, kontrol gula darah, memperbaiki
profil lipid, memperbaiki resistensi insulin, mengurangi asupan lemak ke hati, dan olah
ragaz'3

Aminotronsferose serum meningkot


don/otou hepoiomegoli

I
Anomnesis menyingkirkon odonyo pemokoion
olkohol don pemeriksoon penunjong loinnyo
untuk menyingkirkon penyebob loin

*
USG, CT scon, otou MRI

Normol Perlemokon hoti +

Biopsi hoti Pikirkon biopsi hoti untuk


I menentukon stoge
penyokit don risiko progresi

Gombor l. Algoritmo Pendekolon Diognosis podo NAFLD4

263
Formokologis
. Antidiabetik dan insulin sensitizer:2'3
- metformin 3x500 mg selama 4 bulan didapatkan perbaikan konsentrasi AST dan

ALf, peningkatan sensitivitas insuin, dan penurunan volume hati. Cara kerja:
meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan menurunkan produksi glukosa
hati melalui penghambatan TNF-ct.
. Tiazolidindion [pioglitazonJ: memperbaiki kerja insulin dijaringan adipose.s
. Obat anti hiperlipidemia2'3
- Gemfibrozil: perbaikan ALT dan konsetrasi lipid setelah pemberian l- bulan
- Atorvastatin: perbaikan parameter biokimiawi dan histologi
. Antioksidan2'3's
- Tujuan: mencegah steatosis menjadi steatohepatitis dan fibrosis
- Vitamin E, vitamin C, betain, N-asetilsistein.
- Vitamin E 400, 800 IU/hari dapat menurunkan TGF-8, memperbaiki inflamasi
dan fibrosis, perbaikan fungsi hati dengan cara menghambat produksi sitokin
oleh leukosit.
- Betain berfungsi sebagai donor metil pada pembentukan lesitin dalam siklus
metabolik metionin, dengan dosis 20 mg/hari selama 12 bulan terlihat
perbaikan bermakna konsentrasi ALI steatosis, aktivitas nekroinflamasi, dan
fibrosis.
- Ursideoxycholic acid (UDCA) adalah asam empedu yang mempunyai efek
imunomodultori pengaturan lipid, efek sitoproteksi. Dosis 13-15 mg/kg berat
badan selama satu tahun menunjukkan perbaikan ALL fosfatase alkali, gamma
GT dan steatosis tanpa perbaikan bermakna derajat inflamasi dan fibrosis. 2

KOMPLIKASI
Sirosis hati, karsinoma hepatoselular 3

PROGNOS!S
Pada257 pasien NAFL yang dipantau selama 3,5 tahun sampai 11 tahun melalui
biopsi hati, didapatkan 2B %o mengalami kerusakan hati progrestf ,59 o/o tidak mengalami
perubahan, dan 13 %o membaik. Pasien steatohepatitis non alkoholik memiliki kesintasan
yang lebih pendek yaitu 5-10 tahun, kesintasan 5 tahun hanya 670/o dan kesintasan 10
tahun 59%. Banyak faktor yang mempengaruhi mortalitas yaitu obesitas, diabetes melitus
dan komplikasinya, komorbiditas lain yang berkaitan dengan obesitas, serta kondisi hati
sendiri.2

264
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa NAFL merupakan kondisi yang
berlangsung kronik [beberapa tahun) dan tidak akan berkembang menjadi penyakit
hati berat. Fungsi hati tetap stabil dalam beberapa waktu. Pada beberapa pasien,
NAFLD dapat berkembang menyebabkan kerusakan hati pada 3%o pasien, 54 o/o tetap
stabil, dan 43 %o pasien memburuk. Risiko menjadi sirosis yaitl8-26o/o.3

UNII YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
. RS non Pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam

UNIT YANG TERKAIT


. RS Pendidikan
. RS non Pendidikan

REFERENSI

I . SherlockS, Dooley J. Non-olcoholic Fotty Liver Diseose ond Nutrition. ln: Dooley J, Lok A, Bunoughs
A, Heothcot. Diseoses of the Liver ond biliory System. l2rh ed. UK : Blockwell Science. P546-567
2. Hoson lrson. Perlemokon Hoti Non Alkohol. Dolom: Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi, l.
Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto: Interno Publishing;
2010. Hol.595-701
3. Koplon M. Nonolcoholic steotohepotitis (NASH). Diunduh dori http://www.u ptodote.com/
contents/potient-informotion-nonolcoholic-steotohepotitis-nosh-beyond-the-bosics podo
tonggol 22 Mei 2012
4. Reid AE. Nonolcoholic fotty liver diseose. In : Feldmon M, Friedmon L, Brondi L. Sleisenger ond
Fordtron's Gostrointestinol ond Liver Diseose: Pothophysiology/Diognosis/ Monogement. 9rh ed.
USA: Elsevier. Chopter 85.
5. Sonyo AJ, Cholosoni N, Kowdley KV et oll. Pioglitozone, Vitomin E, or Plocebo for Nonolcoholic
Steotohepotitis. N Engl J Med 2010;362:1 675-85.

265
S!ROSIS HAT

PENGERTIAN
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobulus
normal oleh fibrosis, dengan destruksi sel parenkim disertai dengan regenerasi yang
membentuk nodulus. Penyakit ini memiliki periode laten yang panjang, biasanya diikuti
dengan pembengkakan abdomen dengan atau tanpa nyeri, hematemesis, edema dan
ikterus. Pada stadium Ianjut, gejala utamanya berupa asites, jaundice, hipertensi portal,
dan gangguan sistem saraf pusat yang dapat berakhir menjadi koma hepatikum.l'3
Etiologi sirosis dapat dilihat pada tabel 1.

Tobel l. Eliologi Sirosis'?

Hepotitis

Sirosis bilior :

Hepotitis virus kronis,


Penyokit hoti : hemokromotosis, penyokil o,-ontitripsin,
fibrosis kistik
Sirosis kriptogenik

D!AGNOSIS

Anomnesisa
. Perasaan mudah lelah dan berat badan menurun
. Anoreksia, dispepsia
. Nyeri abdomen
. Jaundice, gatal, warna urin lebih gelap dan feses dapat lebih pucat
. Edema tungkai atau asites
. Perdarahan : hidung, gusi, kulit, saluran cerna
. Libido menurun
o Riwayat: ja u ndice, hepatiti s, obat- obatan hepato toksik, transfusi darah
o Kebiasaan minum alkohol
a Riwayat keluarga : penyakit hati, penyakit autoimun
a Perlu juga dicari gejala dan tanda:
- Gejala awal sirosis [kompensata):
Perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun.
- Ge;ala lanjut sirosis (dekompensata):
Bila terdapat kegagalan hati dan hipertensi portal, meliputi hilangnya rambut
badan, gangguan tidur, demam subfebris, perut membesar. Bisa terdapat
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis melena,
ikterus, perubahan siklus haid, serta perubahan mental. Pada laki-laki dapat
impotensi, buah dada membesa(, hilangnya dorongan seksualitas.

Pemeriksoon Fisik2'4
. Status nutrisi, demam, fetor hepatikum, ikterus, pigmentasi, purpura, clubbing
finger, white nails, spider naevi, eritema palmaris, ginekomastia, atrofi testis,
distribusi rambut tubuh, pembesaran kelenjar parotis, kontraktur dupuytren-
(dapat ditemukan pada sirosis akibat alkoholisme namun dapat juga idiopatik),
hipogonadisme, asterixis bilateral, tekanan darah.
. Abdomen: asites, pelebaran vena abdomen, ukuran hati bisa membesar/normal/
kecil, splenomegali
. Edema perifer
. Perubahan neurologis: fungsi mental, stupoc tremor

Pemeriksoon Penunjong2'4
7. Laboratorium:
a. Tes biokimia hati
. SGOT/SGPT: dapat meningkat tapi tak begitu tinggi, biasanya SGOT lebih
meningkat dari SGPT dapat pula normal
. Alkali fosfatase: dapat meningkat 2-3x dari batas normal atau normal
. GGT: dapat meningkat atau normal
. Bilirubin: dapat normal atau meningkat
. Albumin: menurun
. Globulin meningkat: rasio albumin dan globulin terbalik
. Waktu protrombin: memanjang

267
b. Laboratoriumlainnya
Sering terjadi anemia, trombositopenia, leukopenia, neffopenia dikaitkan dengan
hipersplenisme. Bila terdapat asites, periksa elektrolit, ureum, kreatinin, timbang
setiap hari, ukur volum urin 24 jam dan ekskresi natrium urin.
2. Pencitraan
. USG : sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan ada tidaknya massa,
pada sirosis lanjut hati mengecil dan nodula4, permukaan ireguler; peningkatan
ekogenitas parenkim hati, vena hepatika sempit dan berkelok-kelok.
. Transient Elastography (fibroscan@)
. CT scan :informasi sama dengan USG biaya relatif mahal, MRI
. EEG bila ada perubahan status neurologis
3. esofagugastroduodenoskopi, skrining varises esofagus.
4. Biopsi hati : Algoritma biopsi pada pasien dengan hepatitis virus kronis dapat
dilihat pada gambar 1.
5. Cek AFP untuk skrining hepatoma.
6. Mencari etiologi: serologi hepatitis [HbsAg, anti HCV), hepatitis autoimun (ANA,
antibodi anti-smooth muscle), pemeriksaan Fe dan Cu (atas kecurigaan adanya
penyakit Wilson), pemeriksaan ur-antitripsin (atas indikasi pada yang memiliki
riwayat merokok dan mengalami PPOK), biopsi hati.

Hepotitis virus kronis

Lokukon 2 tes fibrosis non-invosif

Hosil bertentongon Hqsil sesuoi

Biopsi honyo bilo hosilnyo Bukti odonyo Hosil intermediote


F4
okon mempengoruhi flbrosis ringon IF2-3]
totolqksono lF0/t l

Biopsi tidok Biopsi honyo bilo Biopsi tidok


dilokukon hosilnyo okon dilokukon
mempengoruhi
totoloksono

Gombor l. Algorilmo Biopsi podo Posien dengon Hepotilis Virus Kronisa

268
Tobel 2. Gomboron Hislopolologis dori Eliologi Sirosis4

tos s

+
ontiiripsin
+

oliron veno
t

Keterongon: biosonyo tidok odo;1 mungkin odo; + biosonyo odo

DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis kronik aktif.2

KOMPTIKASI
Varises esofagus/gasteri hipertensi portal, peritonitis bakterial spontan, sindrom
hepatorenal, sindrom hepatopulmonal, gangguan hemostasis, ensefalopati hepatikum,
gastropati hipertensi portal.l

TAIA[AKSANA'.4
. Istirahat cukup
. Diet seimbang (tergantung kondisi klinis)
. Pada pasien sirosis dekompensata dengan komplikasi asites: diet rendah garam
. Laktulosa dengan target BAB 2-3 x seharr.
. Terapi penyakit penyebab, lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 1.

269
PROGNOSIS
Lihat pada tabel 3 dan 4.

Tobel 3. Beberopo Penyebob Tersering Sirosis Hepotiss

Anomnesis Stop konsumsl olkohol. Podo posien

< 50%.

270
Tobel 4. Sislem Peniloion Chr'ld-furcolte-P ughs

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan :-
. RS non Pendidikan :-

REFERENSI
l. Dorlond's lllustroted Medicol Dictionory. 23rd Ed. Philodelphio. Elsevier. 2007
2. Bocon BR. Cinhosis ond lts Complicotions. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson
Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rh Edition. New York, McGrow-Hill. 201 2.
JL,

3. Nurdjonoh S. Sirosis Hoti. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit
Dolom. Jilid l. Edisi V. Jokorto : lnterno Publishing. 2009. Hol 668-73.
4. McCormick PA. Hepotic Cirrhosis. ln : Dooley JS, Lok ASF, Burroughs AK, et ol. Sherlock's Diseoses of
the Liver ond Biliory System. l2th Edition. United Kingdom: Blockwell Publishing Ltd. 20,l I . Hol 103-l 9
5. Elsoyed EY, Riod GS, Keddeos MW. Prognostic Volue OF MELD Score in Acute Voriceol Bleeding.
Reseorc her 20 1 0:214) :22-27
TUMOR PA KREAS

PENGERTIAN
Tumor pankreas dapat diklasifikasikan sebagai neoplasma eksokrin atau
endokrin berdasarkan asal dari selnya dan morfologi tumor (solid atau kistik).
Kasus adenokarsinoma duktus terjadi sekitar 90o/o dari kasus neoplasma pankreas.
Adenokarsinoma duktus infiltrat merupakan tumor pankreas yang paling sering
terjadi. Karsinoma sel asina4, tipe Iain dari tumor pankreas solid, menyerupai bola
kecil sel epitel yang berbentuk piramid. Tumor pankreas eksokrin ini lebih banyak
mengenai pria. Seringkali overproduksi lipase menyebabkan sindrom metastasis
nekrosis lemak, yang dikarakteristikan dengan nekrosis lemak periferi eosinofilia,
dan poliartralgia. Tumor pankreas kistik termasuk neoplasma (tipe musin, serosaJ,
dan tumor solid-pseudopapillary sangat jarang terjadi, umumnya jinak dan dapat
disembuhkan dengan reseksi bedah. Namun terkadang, tumor kistik memiliki
komponen invasif yang memberikan prognosis buruk secara keseluruhan.l Klasifikasi
tumor primer pankreas menurut WHO dapat dilihat pada tabel 1.
Karsinoma pankreas merupakan penyakit kanker no.4 yang menyebabkan
kematian terbanyak di Amerika Serikat dan sering dikaitkan dengan prognosis buruk.
Faktor risiko yang dapat menyebabkan karsinoma pankreas antara lain merokok [20-
25o/o), pankreatitis kronis, dan diabetes.l Pembagian stadium karsinoma pankreas
tidak menggunakan sistem tumor-nodus-metastasis (TNM), namun dibagi menjadi 3
kategori primer yaitu 1) terlokalisir; dan dapat direseksi; 2) lokasi meluas, dan tidak
dapat direseksi; dan 3) adanya metastasis.3
Skrining rutin CA 19-9 dan carcinoembryonic antigen (CEA) tidak dianjurkan
karena tidak memiliki sensitivitas yang cukup, dan computed tomography ICT) tidak
memiliki resolusi yang adekuat untuk mendeteksi displasia pankreas. Endoscopic
ulffasound [EUS) merupakan alat skrining yang menlanjikan, dan merupakan usaha
preklinis untuk mendeteksi biomarker yang dapat mendeteksi stadium awal karsinoma
pankreas.l

Pandua
P.
H ktilr
roi!4r5pe3o;sFeryokl
rlnrriLrnon
is
D.nom ndone\iar
Tobel l. Klosifikosi WHO Terhodop Tumor Eksokrin Ponkreos2

v Moture cystic lomo

uclnous
tumor

i.

ii. tumor
iii. Serous cystode nocorcinomo
iv.

DIAGNOSIS

Anomnesisr
. Rasa tidak nyaman pada perut, mual, muntah, pruritus, Ietargi, penurunan berat
badan
. farang: nyeri epigastrium, nyeri punggung, diabetes new onset
. Penyakit komorbid seperti pankreatitis kronis, diabetes
. Riwayat kebiasaan merokok

Pemeriksoon Fisikl
. Ikterik, kakesia, tanda bekas garukan
. Kandung empedu teraba [tanda Courvoisier)
. Tanda metastasis jauh : hepatomegali, asites, limfadenopati supraklavikular kiri
(nodus Virchow), limfadenopati periumbilikus (nod us Sister M ary Jo seph)

Pemeriksoon Penunjongr'4
. Laboratorium
- Rutin : darah perifer lengkap dan hitung jenis leukosit, amilase, lipase, serum
bilirubin, alkali fosfatase, protein total, albumin/globulin,

273
- Tumor-associated carbohydrate antigen 19-9 ICA 19-9)
a Radiologis: CT scan, ERCP, MRI, Positron-emission tomography with
fluorodeoxyglucose positron emission tomography (FDG-PET), EUS
o Sitologi : EUS-guided fine needle aspiration (EUS-FNA)
a Laparoskopi

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis ini harus dipertimbangkan pada semua pasien > 40 tahun dengan
ikterik progresif atau intermiten, terutama bila diperkuat dengan gejala seperti nyeri
abdomen persisten atau tidak dapat dijelaskan, lemah dan berat badan menurun, diare,
glikosuria, faecal occult blood (+), hepatomegali, limpa teraba atau tromboflebitis
migrans.3

TATALAKSANA'-5
1.. Reseksi (pancreaticoduodenectomy / operasi Whipple)
2. Adjuvan: 5-fluorouracil (5-FU), asam folinik
3. Paliatif: diberikan pada pasien yang tidak dapat menjalani reseksi untuk meredakan
ikterik, obstruksi duodenum atau nyen

Pendekolon Diognosis

Curigo konker ponkreos

Helicol CT

Tumor coput Tumor corpus


Tidok tompok Tumor coput otou
tumor poncreos < 2cm ponkreos > 2cm
coudo onkreos

ERCP don olou EUS Loporoskopi


dengon sitologi

(+) (-)
h eksplorosi untuk reseksi

Gombor l. Algorilmo Diognosis Konker Ponkreos2

274
Stadium kanker pankreas dapat dilihat pada tabel2.

Tobel 2. Stodium Konker Ponkreos2

20%

87

Ml Metostose iouh 2% 53%

KOMPTIKASI
Ikterik, nyeri, obstruksi usus, penurunan berat badan.2,s

PROGNOSIS
Prognosis tumor pankreas dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3.

Tobel 3. Prognosis Tumor Ponkreosr

Lokol

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Departemen Bedah Digestif
. RS non Pendidikan Bagian Bedah

REFERENSI

Hidolgo M. Progress in Poncreotic Concer: Where Are We Now ond Where Must We Go?. Optimol
Treotment of Locolly Advonced/Metostotic Poncreotic Concer: Current Progress ond Future
Chollenges. Clinicol Core Options Oncology. Diokses melolui http://vwwv.clinicoloptions.com/
Oncology/Treotment%20Updotes/Poncreotic/Modules/Progress/Poges/Poge%202.ospx podo
tonggol 25 Juni 2012.

275
2. Jimenez RE, Costillo CF. Tumors of the Poncreos. ln : Feldmon, Friedmon, Brondt. Sleisenger ond
Fordtron's Goskointestinol ond Liver Diseose.9th Edition. Vol 1.2010
3. Chong l, Cunninghom D. Poncreotic Concer. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL,
Jomeson JL, Loscolzo J. Honison's Principles of lnternol Medicine. l8th Edition. New York, McGrow-
H11.2012.
4. Ko A. Poncreotic Adenocorcinomo. CCO in Proctice. Diokses melolui http://www. clinicoloptions.
com/inProctice/Oncology/Gostrointesiinol_Concer/ch l3 Gl-Poncreos.ospx podo tonggol 22
Mei2012.
5. Koti RS, Dovidson BR. Molignont Biliory Diseoses. In : Dooley .JS, Lok ASF, Burroughs AK, et ol.
Sherlock's Diseoses of the Liver ond Biliory System. l2th Edition. United Kingdom: Blockwell
Publishing Ltd. 201 l. Hol 302-8.

276
TUMOR S STEM BIL ER

Tumor sistem bilier dibagi berdasarkan anatomis yaitu tumor jinak dan ganas kandung
empedu, tumor jinak saluran empedu ekstrahepatik, karsinoma saluran empedu
intrahepatik (cholangiocarcinoma). Pada bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
karsinoma kandung empedu dan cholangiocarcinoma.

Tumor sistem bilier

Kondung empedu Soluron empedu

Tumor Jinok Korsinomo lntrohepotik Ekstrohepotik

. Polip kolesterol . Adenokorsinomo Cholongiocorcinomo . Popilomo


. Adenomo . Adenoskuomoso . Adenomiomo
. Korsinomo sel skuomoso . Fibromo
. Smo// ce// corcinomo . Tumor sel gronulor

Gombor l. Algorilmo Pembogion Tumor Sislem Bilierr

A. KARSINOMA KANDUNG EMPEDU

PENGERTIAN
Merupakan kanker yang berawal di dalam kandung empedu, termasuk dalam
keganasan yang jarang terjadi. Jenis keganasan tersering yaitu adenokarsinoma
fadenokarsinoma papilla), jenis lain yang lebih jarang terjadi yaitu adenoskuamosa,
karsinoma sel skuamos a, dan small cell carcinoma. Faktor risiko terjadinya karsinoma
kandung empedu : batu empedu, porcelain gallbladder, jenis kelamin perempuan,
obesitas, usia lanjut, etnis Amerika-Meksiko, adanya kista koledokus, abnormalitas
duktus biliec polip kandung empedu, paparan bahan kimia, tifoid kronik, riwayat
keluarga menderita karsinoma kandung empedu.2
DIAGNOSIS

Anomnesis
Pada stadium awal umumnya tidak menimbulkan gejala sampai pada stadium
lanjut. Beberapa keluhan pasien yaitu nyeri abdomen kuadran kanan atas, mual dan
muntah, ikterik, napsu makan menurun, kehilangan berat badan, pembengkakan
abdomen, gatal-gatal, tarry stools2

Pemeriksoon Fisik
Pasien tampak ikterik, dapat ditemukan pembesaran kandung empedu atau teraba
masa pada area kandung emperu, nyeri tekan abdomenl'2

Pemeriksoon Penunjong
. Tes fungsi hati dan kandung empedu : bilirubin, albumin, alkalin fosfatase, AST
(aspartate aminotronsferase), Al-il (alanine aminotransferase), and Gama GT
(g luta mil transferase).
. Tumor markers; CEA dan CA79-9
. Pemeriksaan urin dan feses
. Ultrasonography: adanya masa di lumen kandung empedu
. CT Scan (Computed Tomography): masa di daerah kandung empedu sebagai diagnosis
awal, menentukanstaging dari penyebaran tumor dan keterlibatanlymph nodes, juga
dapat digunakan sebagai alat bantu dalam biopsi dengan jarum, Dapat dilakukan CT
scanner (CT angiography) untuk melihatkeadaan pembuluh darah hepatik dan portal.
. Magnetic resonance imaging (MRI) scan: melihat secara detail kandung empedu
dan salurannya, serta organ sekitar. Salah satu jenis MRI yang berguna pada kasus
ini yaitu MR cholangiopancreatography IMRCP) yang dapat melihat Iangsung ke
dalam saluran empedu dan MR angiography (MRA) yang dapat melihat keadaan
pembuluh darah hepatik dan portal.
. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) : melihat adanya
sumbatan pada duktus biliaris atau duktus pankreatikus.
. Percutaneous transhepatic cholangiography IPTC): dapat digunakan untuk
mengambil sampel cairan atau jaringan
. Laparoskopi : membantu, merencanakan operasi atau terapi lain, konfirmasi
staging kankeri pengambilan sampel biopsi, mengangkat kandung empedu pada
kasus batu empedu atau inflamasi kronik (laparoscopic cholecystectomy).
. Biopsi

278
Tobel l Stoging untuk Korsinomo Kondung Empedu :3

DIAGNOSIS BANDING
Batu kandung empedu, sludge

IAIATAKSANA
. Operasi : kolesistektomi
. Radiasi
. Kemoterapi

KOMPTIKASI
Metastasis, obstruksi sistem bilier

PROGNOSIS
Faktor yang menentukan prognosis yaitu staging dari kanker, kanker dapat
diangkat seluruhnya atau tidak, tipe dari kanker (dilihat dari mikroskop), kanker
pertama kali didiagnosis atau rekuren. Prognosis umumnya buruk karena umumnya
tidak dapat dioperasi saat terdiagnosis. Pada 50 0/o kasus sudah terjadi metastasis
jauh. Rata-rata harapan hidup dari saat terdiagnosis yaitu 3 bulan, 14 o/o dapat
bertahan sampai 1 tahun. Kanker jenis papilari danwell-differentated adenokarsinoma
mempunyai harapan hidup lebih lama dibandingkan jenis tubuler dan undifferentiated.
1'3
Berdasarkan staging angka harapan hidup dalam 5 tahun yaitu :2

279
Iobel 2. Angko Horopon Hidup sesuoi sloging2

B. KOTANG OKARSINOMA

PENGERTIAN
Kolangiokarsinoma adalah keganasan yang berasal dari sel epitel bilier; dapat
timbul pada saluran intra- dan ekstrahepatik. Merupakan keganasan primer hepatik
yang kedua terbanyak. Umumnya tumor ini jenis adenokarsinoma.a Klasifikasi
terbagi menjadi intrahepatik dan ekstrahepatik (terbagi lagi menjadi hilar dan
distalJ. Kolangiokarsinoma berhubungan dengan kolitis ulseratif denganf atau tanpa
kolangitis sklerosing, usia lanjut >60 tahun, jenis kelamin laki-laki.1 Faktor risiko
untuk kolangiokarsinoma :a

. Prosedurdrainasebilier-enterik
. PenyakitCaroli
. Kista duktus koledokus
. Sirosis hepatik
. Infeksi Clonorchis sinensis
. Hepatitis C

. Hepatolithiasis
. Infeksi Opisthorchis viverrini
. Primary sclerosing cholangitis
. Toksin(dioksin,polivinilkloridaJ

Klosifikosi Bismufh - Corlefle


Khusus untuk kolangiokarsinoma yang terletak pada daerah perihilar, dibagi
berdasarkan keterlibatan duktus hepatikus menjadi :

280
. Tipe I: tumor distal dari pertemuan duktus hepatikus kiri dan kanan
. Tipe II: tumor mencapai daerah pertemuan kedua duktus
. Tipe III: tumor yang mencakup duktus hepatikus komunis dan salah satu duktus
hepatikus (duktus hepatikus kanan tipe IIIa, duktus hepatikut kiri tipe IIIbJ
. Tipe IV: tumoryang multisentrik, atau mencakup daerah pertemuan kedua duktus
dan kedua duktus kanan dan kiri.
Bila tumor melibatkan daerah pertemuan kedua duktus maka disebut klatskin
tumor.
Adenokarsinoma dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan bentuk pertumbuhannya:
nodula4, sklerosis, dan papiler.
. Sklerosis: terdapat banyak jaringan yang fibrosis, cepat menginvasi dinding duktus.
fenis yang terbanyak.
. Noduler: lesi anular yang mengkonstriksi duktus bilier, sangat invasif.
. Papiler: lesi tampak sebagai massa yang jelas pada duktus biliaris komunis,
menyebabkan obstruksi bilier sejak awal penyakit.

Tipe I Tipe ll Tipe llla Tipe lllb

Tipe lV
Gombor 2. Klosifikosi Bismufh-Corleffe unluk Kolongiosorkomo5
PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Umumnya tidak bergejala sampai timbul obstruksi bilier. Gejala yang sering
dikeluhkan yaitu pruritus, nyeri abdomen, terasa sebagai nyeri tumpul di region kanan
atas. penurunan berat badan, demam, tinja berwarna seperti dempul, urin warna gelap

Pemeriksqon Fisik
Ikterus, hepatomegali, massa abdomen bagian kanan atas, penurunan berat badan,
tanda Courvoisier: fkandung empedu teraba), biasanya karena sumbatan tepat di
distal duktus sistikus.l

Pemeriksoon Penunjong
. Laboratoriuml
- Peningkatan bilirubin total dan direk, alkali fosfatase, 5'-nukleotidase, dan
y-glutamiltransferas e

- SGOT dan SGPT dapat meningkat pada obstruksi bilier lama


- Tumor marker: CEA, CA 19-9
- Billiary insulin-like growth factor
- Fluorescence in situ hybridization
. Imaging I
- USG: dapat ditemukan gambaran massa, dilatasi duktus bilier intrahepatik pada
sumbatan proksimal (pada tumor duktus intrahepatik atau pada pertemuan
kedua duktus), dilatasi duktus intra- dan ekstrahepatik pada sumbatan distal.
Klatskin tumor tampak sebagai tidak menyatunya duktus hepatikus kanan
dan kiri. Tumor papiler: massa intralumen polipoid. Tumor noduler : massa
diskret disertai penebalan dinding duktus.
- CT scan: berguna untuk mendeteksi tumor intrahepatik, level obstruksi bilieC
dan adanya atrofi hepar.
- MRCP: massa hipointens pada T1, hiperintens pada T2. Dapat juga untuk
melihat struktur anatomis sekitar ) evaluasi resektabilitas
- Kolangiografi: melalui endoscopic retrograde pancreatography (ERCP) atau
perkutan, dengan percutaneous transhepatic cholangiogram IPTC].
- ERCP/PTC + ) sampel empedu/sitologi brushing
- Endoscopic ultrasonography (EUS): dapat menunjukkan gambaran massa, lebih
baik untuk lesi distal.

282
- PET scan: dapat mendeteksi mulai dari lesi 1 cm, dan lesi - lesi metastasis
- Angiografi : Digunakan untuk melihat adanya pembuluh darah yang melingkari
lesi, sekaligus mendeteksi trombosis vena porta.
Kriteria diagnosis untuk kolangiokarsinoma ftabel 3).

Tobel 3. Kriterio Diognosis unluk Kolongiokorsinomo :a

Suspek kolongiokorsinomo

Pemeriksoon CA l9-9,
kolongiogrofi endoskopi
(brushing, sitologi, FISH)

Skiktur dominon, CA l9- Tidok odo striktur


9 > 129 U/ml. Biopsi, dominon, CA 19-9 < 129
sitologi, otou FISH
lnderterminote U/ml. Biopsi, sitologi, otou
polisomi yong positif FISH polisomi yong negotif

MRI

Moss voscu/or Negotif


encosemenl

Klinis Klinis
signifikon tidok signifikon

PET scon

Penotoloksonoon
Hot spof Negotif Observosi
kolo ngioko rsinomo

Gombor 3. Algorlimo Pendekoton Diognosis Kolongiokorsinomoa

283
Stag ing kolangiokarsinoma berdasarkan :6

. KlasifikasiBismuth-Corlette
. Klasifikasi TNM (tabel 4).

Tobel 4. Klosifikosi INM6

DIAGNOS!S BANDING
Koledokolitiasis, striktur duktus biliaris jinak, kolangitis sklerotikans, keganasan
pankreas, pankreatitis kronik

TATA[AKSANA'
. Terapi diutamakan reseksi pada yang masih memenuhi kriteria
. Radioterapi dengan atau tanpa sensitisasi menggunakan kemoterapi
. Brakiterapiintralumen
. Terapi fotodinamik
. Kemoterapil.gemcitabin.

284
KOMPTIKASI
Kolangitis, kematian.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung Iokasi tumor, lokasi lebih distal lebih besar kemungkinan
direseksi daripada yangdi hilus. Secara histologik well-differentated lebih baik
prognosisnya daripada yang undffirentiated. Jika direseksi, angka harapan hidup
1 tahun sebesar 50o/o,2 tahun 20o/o, dan 3 tahun 1.0 o/o.1

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNII YANG TERKAII


. RS Pendidikan : Departemen Bedah Digestif
. RS non Pendidikan : Departemen Bedah

REFERENSI
l. Sherlock S, Dooley J. Tumours of the Gollblodder ond Bile Ducts. ln: Dooley J, Lok A, Bunoughs
A, Heothcote E Diseoses of the Liver ond biliory System. I 2rh ed. UK : Blockweli Science. P294-311
2. Americon Concer Society. Gollblodder Concer.2012. Diunduh dori http:// www. concer.org/
Concer/GollblodderConcer/DetoiledGuide/gollblodder-concer podo tonggol2l Mei 2012
3. Notionol Concer lnsiitute. Gollblodder Concer Treotment. 201 I. Diunduh dori http:// vwwv.concer.
gov/concertopics/pdq/treotment/gollblodder/Potient/poge1 podo tonggol 21 Mei 2012.
4. Blechocz B, Gores G. Tumors of the Bile Ducts, Gollblodder, ond Ampullo. ln : Feldmon M, Friedmon
L, Brondt L. Sleisenger ond Fordtron's Gostrointestinol ond Liver Diseose: Pothophysiology/
Diognosis/Monogement. 91h ed. USA: Elsevier. Chopter 59.
5. Blechocz BR, Gores GJ. Cholongiosorcomo. Clin Liver Dis 2008; l2:l3l-150.
6. DeOliveiro ML, Schulic RD, Nimuro Y et oll. New Stoging System ond o Regisfry for Perihilor
C h olon gio corcinomo H E P ATOLOGY 20 I I;5 3 : 1 363- I 37 I )

28s
PI Ir[1[ S[ [[
lBt IGtl P nlIfll

PAA
PAK I(
Kl S 1

GER A

lnkontinensio Urin 1A' i

lnstobilitos don Jotuh I cni


Totoloksono Nutrisi Podo "Froi ;; ,;.; i;;i,;
Pendekoton Poripurno Posien Geriotri
(Comprehensive Geriofric Ass essment)
Sindrom Delirium Akut .............
Ulkus Dekubitus..........

t:
t-
"'-.. i;.-.
DEHIDRAS

PENGERIIAN
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih
banyak dari natrium [dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam
jumlah yang sama (dehidrasi isotonikJ, atau hilangnya natrium yang lebih banyak
daripada air (dehidrasi hipotonik).1
Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih
dari 145 mmol/Liter) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285
mosmol/LiterJ. Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum
[135-145 mmol/Liter) dan osmola]itas efektif serum (270-2BS mosmol/Liter).
Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari
135 mmol/LiterJ dan osmolalitas efektif serum (kurang dari2TO mosmol/Liter).
Penting diketahui perubahan fisiologi pada usia lanjut. Secara umum, terjadi I

penurunan kemampuan homeostatik seiring dengan bertambahnya usia. Secara


I
khusus, terjadi penurunan respons rasa haus terhadap kondisi hipovolemik dan
hiperosmolaritas. Di samping itu juga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus,
kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldosteron, dan penurunan tanggapan
ginjaI terhadap vasopresin.

DIAGNOSIS

Anomnesis
Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, mengantuk.l

Pemeriksoon Fisik
Aksila lembab/basah, suhu tubuh meningkat dari suhu basal, diuresis berkurang.
Penurunan turgor dan mata cekung sering tidak jelas. Penurunan berat badan akut
Iebih dari 3%. Hipotensi ortostatik.l
Loborotorium
Urin : berat jenis (Bf) urin >1,019 [tanpa adanya glukosuria dan proteinuria), serta
rasio Blood lJrea Nitrogen/Kreatinin >16,9 (tanpa adanya perdarahan aktif saluran cerna).
Kriteria ini dapat dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat-obat sitostatik,
tidak ada perdarahan saluran cerna, dan tidak ada kondisi overload [gagal jantung
kongestif, sirosis hepatis dengan hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium
terminal, sindrom nefrotik).
)ika memungkinkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan pengukuran kadar natrium
plasma darah, osmolaritas serum, dan tekanan vena sentral.

TATATAKSANA
Lakukan pengukuran keseimbangan cairan yang masuk dan keluar secara berkala
sesuai kebutuhan. Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral
sebanyak 1500-2500 ml/ 24 jam (30 ml/kg berat badan /2a jam) untuk kebutuhan
dasat ditambah dengan penggantian defisit cairan dan kehilangan cairan yang masih
berlangsung. Menghitung kebutuhan cairan sehari, termasuk jumlah insensible water
loss sangat perlu dilakukan setiap hari. Perhatikan tanda-tanda kelebihan cairan
seperti ortopnea, sesak napas, perubahan pola tidur, atau confusron. Pemantauan
dilakukan setiap 4-8 jam tergantung beratnya dehidrasi. Cairan yang diberikan secara
oral tergantung jenis dehidrasi.
. Dehidrasi hipertonik: cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman dengan
kandungan sodium rendah, jus buah seperti apel, jeruk, dan anggur
. Dehidrasi isotonik: cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen yang
mengandung sodium (jus tomatJ, juga dapat diberikan larutan isotonik yang ada
di pasaran
. Dehidrasi hipotonik cairan yang dianjurkan seperti di atas tetapi dibutuhkan kadar
sodium yang lebih tinggi
Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat minum per oral, selain
pemberian cairan enteral, dapat diberikan rehidrasi parenteral. Jika cairan tubuh
yang hilang terutama adalah aiL maka jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat
dihitung dengan rumus:
Defisit cairan fliterJ = Cairan badan total [CBTJ yang diinginkan - CBT saat ini

CBT yang diinginkan = Kadar Na serum x CBT saat ini


140

CBT saat ini fprial = 50o/o x berat badan (kg)


CBT saat ini [perempuanJ = 45o/o x berat badan [kg]

288
Jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis
dehidrasinya. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan Na Cl 0,9% atau Dekstrosa
5% dengan volume sebanyak 25-30o/o dari defisit cairan total per hari. Pada dehidrasi
hipertonik digunakan cairan NaCl 0,45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksana dengan
mengatasi penyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu
pemberian cairan hipertonik.l

KOMPTIKASI
Gagal ginjal, sindrom delirium akut, kejang.

PROGNOSIS
Deteksi dan terapi dini dehidrasi menghasilkan prognosis kesembuhan yang baik.
Bila tidak ada komplikasi maka keseimbangan cairan akan terkoreksi.

KOMPETENSI
. Spesialis Penyakit Dalam :43, B4
. Konsultan Geriatri

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri,
Departemen Rehabilitasi Medik
. RS non pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam

UNII IERKAIT
. RS pendidikan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
. RS non pendidikan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

REFERENSI
I . Kuswordhoni, RA Tuty. Sori, Nino Kemolo. Dehidrosi don gongguon elektrolit. Dolom :Sudoyo, Aru
W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku ojor llmu Penyokit
Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot lnformosi don Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI-
RSCM ; 2009. HolomonT9T-801 .

289
G GGU KOGTRGA
AS

PENGERTIAN
Antara fungsi kognitif yang normal untuk usia lanjut dan demensia yang jelas,
terdapat suatu kondisi penurunan fungsi kognitif ringan yang disebut dengan mild
cognitive impairment (MCI] dan vascular cognitive impairment (VCI), yang sebagian
akan berkembang menjadi demensia, baik penyakit Alzheimer maupun demensia
tipe lain.
Nlild cognitive impairment (MCI) merupakan suatu kondisi "sindrom
predemensia" (kondisi transisi fungsi kognisi antara penuaan normal dan demensia
ringan), yang pada berbagai studi telah dibuktikan sebagian akan berlanjut menjadi
demensia (terutama demensia Alzheimer) yang simtomatik.l
Vascular cognitive impairment (VCI) merujuk pada keadaan penurunan fungsi
kognitif ringan dan dihubungkan dengan iskemia serta infark jaringan otak akibat
penyakit vaskular dan aterosklerosis.l
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual (berpikir abstrak, penilaian,
kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial] dan memori didapat yang disebabkan
oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran,
sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.l
Demensia Alzheimer merupakan demensia yang disebabkan oleh penyakit
Alzheimer; munculnya gejala perlahan-lahan namun progresif. Demensia vaskular
merupakan demensia yang terjadinya berhubungan dengan serangan strok (biasanya
terjadi strok); munculnya gejala biasanya bertahap sesuai serangan strok
3 bulan pasca
yang mendahului (sfep ladder). Pada satu pasien pasca strok bisa terdapat kedua jenis
ini (tipe campuran). Pada kedua tipe ini lazim terdapat faktor risiko seperti: hipertensi,
diabetes melitus, dislipidemia, dan faktor risiko aterosklerosis lain.2
Demensia dapat disertai behavioral and psychological symptoms of dementia
[BPSD) yang lazim disebut sebagai perubahan perilaku dan kepribadian. Gejala
BPSD dapat berupa depresi, wandering/pacing, pertanyaan berulang atat manerism,
kecemasan, atau agresivitas.
PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Memori pasien, tingkat aktivitas sehari-hari, juga diperlukan anamnesis dari orang
terdekat pasien, riwayat stroke, hipertensi, diabetes.l

Pemeriksoon Penunjongl
. Pemeriksaan neuropsikiatrik dengan the Mini-Mental State Examination (MMSE),
The Global Deterioration Scale (GDS), danThe Clinical Dementia Ratings (CDR). Nilai
MMSE dipengaruhi oleh umur dan tingkat pendidikan, sehingga pemeriksa harus
mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan
MMSE.
. Fungsi tiroid, hati, dan ginjal
. Kadar vitamin B,
. Kadar obat dalam darah fterutama yang bekerja pada susunan sarafpusat)
. CT scan, MRI
Untuk kriteria diagnosis MCI dan VCI dapat dilihat pada Tabel 1, sementara kriteria
diagnosis demensia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tobel l. Krilerio Diognosis unluk MCI don VCI

Tobel 2. Krilerio Diognosis unluk Demensio (Sesuoi dengon DSM lV)2


DIAGNOSIS BANDING
Transient ischemic attack, delirium, depresi,/actitious disorder, normal aging.2
Kondisi klinis lain yang juga harus dibedakan adalah pengaruh obat-obatan
dan defisit sensori pada orang tua. Beberapa jenis obat yang sering dikatakan
menimbulkan confusi adalah opiat, benzodiasepin, neuroleptill antikolinergik, H2
blockers, dan kortikosteroid. Gangguan sensoris pada orangtua seperti impairment
of hearing dan vision juga sering menyebabkan identifikasi yang salah dengan
demensia. [current) Demensia sering terdapat bersamaan dengan depresi dan/
atau penyakit Parkinson.2

Tobel3. Krilerio unluk Diognosis Klinis Penyokil Alzheimer menurul fhe Nofionol lnsfilule of
Neurologicol ond Communicolive Disorders ond Sfroke (NINCDS) don fhe Alzheimer's Diseose
ond Relofed Disorders Associolion (ADRDA)A

292
g

Adonyo trisomi-21

Tobel 4. Penololoksonoon lerhodop Foklor Risiko Timbulnyo Gongguon Kognilif podo Usio Lonjul

Hipertensi . Kurongi osupon gorom . Rekomendosi JNC Vll

PPOK . Ruiuk ke konsulton yong sesuoi podo

Kelerongon: ACE=ongioiensin-converting enzyme, ARB=ongiolensin receplorblocker, TDS=tekonon doroh sistolik, TDD=tekonon


doroh diosiolik, HDL=high-density-lipoprotein, LDL=low-densiiy-lipoprolein, JNC Vll= lhe seventh reporf of lhe Joint Notionol
Commillee on Prevenfion, Deteclion, Evoluotian, ond Treotmenl of High Blood Pressur, PERKEN|=Perkumpulon Endokrinologi
lndonesio, DM= diobeles melitus. OHO=obot hipoglikemik orol, 6pp=gulo doroh puoso, IMT=indeks mosso tubuh
TATAtAKSANAI,2,3
. Libatkan seorang usia lanjut pada kehidupan sosial yang lebih intensif serta
partisipasi pada aktivitas yang merangsang fungsi kognitif dan stimulasi
mental maupun emosional untuk menurunkan risiko penyakit Alzheimer dan
memperlambat munculnya manifestasi klinis gangguan kognitif.
. Latihan memori multifaset dan latihan relaksasi
. Penyampaian informasi yang benar kepada keluarga, Iatihan orientasi realitas,
rehabilitasi, dukungan kepada keluarga, manipulasi lingkungan, program harian
untuk pasien, reminiscence, terapi musik, psikoterapi, modifikasi perilaku,
konsultasi untuk pramuwerdha, jaminan nutrisi yang optimal
. Pemberian obat pada BPSD ditujukan untuk target gejala tertentu dengan pem-
batasan waktu. Tentukan target gejala yang hendak diobati, identifikasi pencetus
gejala; psikoterapi dan konseling diberikan bersama dengan obat (risperidon,
sertralin, atau haloperidol, sesuai dengan gejala yang muncul
. Tatalaksana pada demensia berat terutama modalitas non-farmakologi
. Tatalaksana faktor risiko gangguan kognitif
. Medikamentosa dapat dilihat pada Tabel 5.

Tobel 5. Obol-obolon yong Dipergunokon unluk Menghombot Penurunon don Memperboiki


Fungsi Kognitif podo Demensio don Gongguon Kognitif Ringon*'2

*ModiRkosi dori Cummings (2004) NMDA=N-melhyl o-osporlote

KOMPTIKASI
Jatuh, rusaknya struktur sosial keluarga, isolasi, malnutrisi

PROGNOSIS
Rata-rata harapan hidup pasien demensia sekitar delapan tahun dengan kisaran
L-20 tahun. Pasien dengan awitan dini atau memiliki riwayat demensia dalam keluarga,

294
progesifitasnya lebih cepat. 1,0-LSo/o pasien berpotensi untuk kembali ke kondisi awal
jika terapi dimulai sebelum terjadi kerusakan otak permanen.2

KOMPETENSI
. Spesialis Penyakit Dalam
. Konsultan Geriatri

Pasien usia lanjut dengan


keluhan memori subyektif/
dilaporkan keluarga

Anamnesis Faktor risiko: Laboratorium:


. Lama keluhan . Fungsi tiroid
. Awitan . Fungsi hati Kelola semua
. Hipertensi . Gagal jantung
. Progresivitas . Fungsi ginjal faktor risiko
. Diabetes melitus . Hiperkoagulasi
. Kadar obat dalam darah sesegera &
. Aktivitas hidup . Dislipidemia . Hiperagregasi
(Terutama yang bekerja seoptimal
sehari-hari ' l\ilerokok trombosit mungkin
. Riwayat keluarga . Obesitas . Neurosifilif pada SSP)
. Penggunaan obat- . PPOK & HIV
obatan dan alkohol Terapi sesuai penyebab
. Riwayat CABG Modifikasi/terapi bila ada bila abnormal

Optimalisasi
pengelolaan
faktor resiko

Lanjutkan
pengelolaan
I\rtvlSE<24 lvll\,ilSF 24-28 Mt\4SE>28
faktor resiko:
gaan Normal (?) . Terapi
antihipertensi
. lnjeksi/obat
hipoglikemik
. Obat penurun
Edukasi Edukasi Evaluasi fungsi kadar lemak
Rujuk SpKJ/SpS/ lnhibitor kolineslerase (masih kontroversi) kognitif tiap . Antikoagulan
Konsultan Geriatri Kerjasama dengan spesialis terkait 6 bulan . Olahraga
yang teratur (
. Suplementasi
asam folat &
Skor MMSE Skor M vir,812
tetap/turun meningkat . Konsumsi
Evaluasi 6 bulan serat larut air
. Asupan kalori
yang baik
(proper caloric
intakel
. Berhenti
merokok

Gombor l. Algorilme Evoluosi don Penololoksonoon Posien Usio lonjul dengon Penurunon Fungsi
Kognitif

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

295
UNIT TERKAIT
. RS pendidikan : Departemen Psikiatri - Divisi Psikiatri-Geriatri
. RS non pendidikan : Bagian Psikiatri

REFERENSI
L Dementio. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J,
editors. Horrison's prlnciples of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo;The McGrow-
Hill Componies, 201 I
2. Dementio. Dolom : Koplon ond Sodock's Synopsis of Psychiotry lOrh Edition. Lippincott Willioms
& Wilkins. 2007
3. Rochmon, Wosiloh. Murti, Kuntjoro Hori, Demensio. Dolom :Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong.
Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku ojor llmu Penyokit Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot
lnformosi don Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI-RSCM;2009. Holomon 837-844.
4. McKhon Guy el ol. Clinicol diognosis of olzheimer diseose. Report of the NINCDSADRDA Work
group ne urology, Neurolo gy 1 98 4(3 4l :9 39 -9 43.
5. Current: Sink KM, Yoffe K. Cognitive impoirment ond dementio. In: Willioms BA, Chong A, Aholt
C, Conont R, Ritchie C, Chen H, Londefeld CS, Yukowo M. Current Diognosis ond treotment
Geriotrics. 2nd ed. New York; Mc Grow Hill, 2014.

296
OB L SAS

PENGERTIAN
Mobilisasi tergantung pada interaksi yang terkoordinasi antara fungsi sensorik
persepsi, keterampilan motorik, kondisi jasmani, tingkat kognitif, dan kesehatan
premorbid, serta variabel eksternal seperti keberadaan sumber-sumber komunitas,
dukungan keluarga, adanya halangan arsitektural (kondisi lingkungan), dan
kebijaksanaan institusional.l
Imobilisasi didefinisikan sebagai kehilangan gerakan anatomik akibat
perubahan fungsi fisiologis, yang dalam praktek sehari-hari dapat diartikan sebagai
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas mobilitas di tempat tidur, transfeI atau
ambulasi selama lebih dari tiga hari. Imobilisasi menggambarkan sindrom degenerasi
fisiologis yang diakibatkan penurunan aktivitas dan" deconditioning".l Berbagai faktor
jasmani, psikologis, dan lingkungan yang dapat menyebabkan imobilisasi pada usia
lanjut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tobel l. Penyebob Umum lmobilisosi podo Usio [onjul'

Gongguon neurologis

Penyokit kordiovoskulor

Penyebob lingkungon
DIAGNOSIS

Anomnesist
. Riwayat dan lama disabilitas/imobilisasi
. Kondisi medis yg merupakan faktor risiko dan penyebab imobilisasi
. Kondisi premorbid
' Nyeri
. Obat-obatan yang dikonsumsi
. Dukungan pramuwerdha
. Interaksi sosial
. Faktor psikologis
. Faktor lingkungan

Pemeriksoon Fisikt
. Statuskardiopulmonal
. Kulit
. Muskuloskeletal: kekuatan dan tonus otot, lingkup gerak sendi, lesi dan deformitas
kaki
. Neurologis: kelemahan fokal, evaluasi persepsi dan sensorik
. Gastrointestinal
. Genitourinarius
. Status Fungsional: Antara Iain dengan pemeriksaan indeks aktivitas kehidupan
sehari-hari (AKS) Barthel
. Status Mental: Antara lain penapisan dengan pemeriksaan geriatric depression
scale (GDSJ
. Status Kognitif: Antara lain penapisan dengan pemeriksaan mini-mental state
examinotion [MMSEJ, qbbreviated mental rest (AMT)
. Tingkat Mobilitas: Mobilitas di tempat tidut kemampuan transfe[ mobilitas di
kursi roda, keseimbangan saat duduk dan berdiri, cara berjalan [gait), nyeri saat
bergerak.

Pemeriksoon Penuniongt
. Penilaian berat ringannya kondisi medis penyebab imobilisasi (foto lutut,
ekokardiografi, dll) dan komplikasi akibat imobilisasi (pemeriksaan albumin,
elektrolit, glukosa darah, hemostasis, dll.

298
TATALAKSANA'

Iotoloksono Umum
. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha
. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan
pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien
. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan
untuk mencapai target terapi
. Temukenali dan tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/kondisi
penyerta lainnya
. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentikan bila memungkinkan.
. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat,
serta suplementasi vitamin dan mineral
. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis sudah
tercapai, meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan lingkup gerak sendi
[pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguatan otot-otot (isotonik,
isometrik, isokinetik),latihan koordinasi/keseimbangan [misalnya berjalan pada
satu garis lurus), transfer dengan bantuan, dan ambulasi terbatas.
. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri
dan ambulasi
. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet

TAIATAKSANA KHUSUS
. Tatalaksana faktor risiko imobilisasi (lihat Tabel 1J
. Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasr
. Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter
spesialis yang kompeten
. Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien-pasien yang mengalami
sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mencegah imobilisasi
lebih lanjut

299
a Upayakan dukungan Iingkungan dan ketersediaan alat bantu untuk mobilitas yang
adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen
a Low dose heparin ILDHJ, dan Low Molecular Weight Heparrn (LMWH), pencegahan
kontraktur dan pneumonia (gerakan-gerakan yang harus dikerjakan, pencegahan
ulkus dekubitusJ

KOMPLIKASI
Trombosis, emboli paru, kelemahan otot, kontraktur otot dan sendi, osteoporosis,
ulkus dekubitus, hipotensi postural, pneumonia dan infeksi saluran kemih, gangguan
nutrisi [hipoalbuminemiaJ, konstipasi dan skibala.l'2

PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari imobilisasi dan komplikasi
yang ditimbulkannya. Perlu dipahami, imobilisasi dapat memperberat penyakit
dasarnya bila tidak ditangani sedini mungkin, bahkan dapat sampai menimbulkan
kematian.

Tobel 3. Efek lmobilisosi podo BerbogoiSislem Orgon

Neurologi don psikiolri

300
KOMPETENSI
. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
. Konsultan Geriatri

UNIT YANG MENANGANI


. RSpendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri, Departemen
Rehabilitasi Medik
. RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RSpendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam R S non pendidikan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam

REFERENSI
l. Setioti, Sili. Roosheroe, Aryo Govindo. lmobilisosi Podo Usio Lonjut. Dolom :Sudoyo, Aru W.
Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit
Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot lnformosi don Penerbiton Deportemen Ilmu Penyokit Dolom FKUI-
RSCM ; 2009. Holomon 859-864.
2. Stechmiller JK, Cowon L, Whitney JD, et ol. Guidelines for the prevention of pressure ulcers. Wound
Repoir Regen 2008; l6(2):151-l 68
NKONT NENS A UR

PENGERTIAN
Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga
menimbulkan masalah higiene dan sosial. Inkontinensia urin merupakan masalah yang
sering dijumpai pada pasien geriatri dan menimbulkan masalah fisik dan psikososial,
seperti dekubitus, jatuh, depresi, dan isolasi sosial.l
Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten. Inkontinensia urin yang akut
dapat diobati bila penyakit atau masalah yang mendasarinya diatasi seperti infeksi
saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis atrofik, obat-obatan, masalah psikologik,
dan skibala. Inkontinensia urin yang persisten biasanya dapat pula dikurangi dengan
berbagai modalitas terapi.l
Inkontinensia urin persisten dapat dibedakan menjadi: 2

. Inkontinensia urin tipe urgensi dicirikan oleh gejala adanya sering berkemih,
keinginan berkemih yang tidak tertahankan (urgensi), yang disebabkan oleh
overaktivitas otot detrusor karena hilangnya kontrol neurologis atau iritasi lokal
. Inkontinensia urin tipe stres adalah kegagalan mekanisme sfingter menutup
ketika ada peningkatan tekanan intra-abdomen mendadak seperti bersin, batuk,
mengangkat barang berat dan tertawa.
. Inkontinensia urin tipe overJlow dicirikan oleh menggelembungnya kandung kemih
melebihi volume yang seharusnya dimiliki kandung kemih, post-void residu [PVR)
>100 cc.
Penyebab reversibel dari inkontinentia (DIAPPERS):3
Delirium or confusion = delirium atau acute cofusional state
Infection, urinary symptoms = infeksi, gejala traktus urinarius
Atrophic genital trqct chqnges (vaginitis or urethritlsJ = 211o6 traktus genitalia [vaginitis
atau urethritis)

)
Pharmaceutical agents = obat-obatan atau zatyangmenimbulkan efek seringberkemih
Psychological factors = faktor psikologi
Excess urine production (excess volume overload, metabolic such qs
fluid intake,
hyperglycemia or hypercalcemia) = kelebihan produksi urin [konsumsi cairan yang
banyak, kondisi overload atau metabolik seperti hiperglikemia atau hiperkalsemia)
Restricted mobility (chronic illness, injury or restraint) = mobilitas terbatas (penyakit
kro ni s, ke celakaan atau r e str a i nt/ diikat)
Stool impacfion = skibala

DIAGNOSIS

Anomnesis
Frekuensi, urgensi, nokturia, disuria, hesitancy, pancaran lemah, tanyakan
frekuensi miksi, banyaknya kejadian inkontinensia, konsumsi cairan, gejala ginekologis:
perdarahan pervaginam, iritasi vagina.a

Pemeriksoon Fisik
Pemeriksaaan neurologis: kesadaran, nervus cranialis, fungsi motorik, refleks
spinal, dan fungsi sensoris. Pemeriksaan pelvis : inflamasi atau infeksi traktus genitalia
dapat meningkatkan sensasi aferen yang menyebabkan irritative voiding symptoms.a

Pemeriksoon Penunjong
Urin lengkap dan kultur urin, PVR, kartu catatan berkemih, gula darah, kalsium
darah dan urin, perineometri, urodynamic study.

TATATAKSANA
Terapi untuk inkontinensia urin tergantung pada penyebab inkontinensi urin.1
. Untuk inkontinensia urin tipe urgensi dan overactive blqdder, diberikan latihan
otot dasar panggul, bladder training, schedule toiletting, dan obat yang bersifat
antimuskarinik [antikolinergikJ seperti tolterodin, solifenacin, propiverine atau
oksibutinin. Obat antimuskarinik yang dipilih seyogyanya yang bersifat uroselektif.
. Untuk inkontinensia urin tipe stres, latihan otot dasar panggul merupakan pilihan
utama, dapat dicoba bladder training dan obat agonis alfa (hati-hati pemberian
agonis alfa pada orang usia lanjut).
. Untuk inkontinensia tipe overflow, perlu diatasi penyebabnya. Bila ada sumbatan,
perlu diatasi sumbatannya (misalnya hipertrofi prostat).

KOMPLIKASI
Inkontinensia urin dapat menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, lecet
pada area bokong sampai dengan ulkus dekubitus karena selalu lembab, serta jatuh
dan fraktur akibat terpeleset oleh urin yang tercecer.

303
PROGNOSIS
. Inkontinensia urin tipe stres biasanya dapat diatasi dengan latihan otot dasar
panggul, prognosis cukup baik.
. Inkontinensia urin tipe urgensi atauoveractive bladderumumnya dapat diperbaiki
dengan obat-obat golongan antimuskarinik, prognosis cukup baik.
. Inkontinensia urin tipe overflow, tergantung pada penyebabnya [misalnya dengan
mengatasi sumbatan/retensi urin).

KOMPETENSI
. Spesialis Penyakit Dalam ; 43,84
. Konsultan Geriatri

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri
: Departemen
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan : Divisi Geriatri-Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Departemen Penyakit Dalam

REFERENSI
l. Setioti, Siti. Promontoro, I Dewo Putu. lnkontinensio Urin don kondung kemih hiperoktif. Dolom
:Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku ojor
llmu Penyokit Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot Informosi don Penerbiton Deportemen llmu Penyokit
I
Dolom FKUI-RSCM ; 2009. Holomon 837-844.
2. Clinicol problems of oging. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson
J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSrh ed. United Stotes of Americo;
The McGrow-Hill Componies, 201 l.
3. Resnick NM. Urinory incontinence in the elderly. Medicol Grond Rounds 1984;3:28l-90.
4. Botros, Sylvio M. sond, Peter K. Urinory lncontinence. Diunduh podo : http://www. menopousemgmt.
com/issues/13-05/MMl3-5 Incontinence.pdf podo tonggol 28 Mei 2012.

304
NSTA LITAS AN JATUH

PENGERTIAN
Stabilitas adalah proses menerima dan mengintegrasikan inpuf sensorik serta
merencanakan dan melaksanakan gerakan untuk mencapai tujuan yang membutuhkan
postur tegak, atau mengontol pusat gravitasi tetap berada di atas landasan penopang.l
Instabilitas adalah kekurangan atau kehilangan kemampuan mempertahankan
stabilitas2. fatuh adalah suatu kondisi seseorang mengenai lantai atau posisi yang
lebih rendah karena ketidak hati-hatian (inadvertently) dengan atau tanpa penurunan
kesadaran.3
Adanya instabilitas membuat seseorang berisiko untuk jatuh. Kemampuan untuk
mengontrol posisi tubuh dalam ruang merupakan suatu interaksi kompleks sistem
saraf dan muskuloskeletal yang dikenal sebagai sistem kontrol postural. Jatuh terjadi
manakala sistem kontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan tidak
mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penopang fkaki, saat berdiri) pada
waktu yang tepat untuk menghindari hilangnya keseimbangan. Kondisi ini seringkali
merupakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berobat (keluhan utama
dari penyakit-penyakit yang juga bisa mencetuskan sindrom delirium akutJ.l
Terdapat faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik untuk terjadinya jatuh. Faktor
intrinsik terdiri atas faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor intrinsik lokal: osteoartritis
genu/vertebra lumbal, plantar fascii fis, kelemahan otot kuadrisep femoris, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan pada alat keseimbangan seperti vertigo
yang dapat ditimbulkan oleh gangguan aliran darah ke otak akibat hiperkoagulasi,
hiperagregasi, atau spondiloartrosis servikal. Faktor intrinsik sistemik: penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, infark miokard akut, gagal jantung,
infeksi saluran kemih, gangguan aliran darah ke otak [hiperkoagulasi, strok, dan
transient ischemic attact/TlA), diabetes melitus dan/atau hipertensi fterutama
jika tak terkontrol), paresis inferiorl penyakit atau sindrom parkinson, demensia,
gangguan saraf Iain serta gangguan metabolik seperti hiponatremia, hipoglikemia
atau hiperglikemia, dan hipoksia. Faktor risiko ekstrinsik/lingkungan antara lain:
alas kaki yang tidak sesuai, kain/pakaian bagian bawah tubuh yang terjuntai, lampu
ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, basah, atau tidak rata, furnitur yang
terlalu rendah atau tinggi, tangga yang tak aman, kamar mandi dengan bak mandi/
closet terlalu rendah atau tinggi dan tak memiliki alat bantu untuk berpegangan, tali
atau kabel yang berserakan di lantai, karpet yang terlipat, dan benda-benda di lantai
yang membuat seseorang terantuk.l

Tobel l. Penyebob joluh'

DIAGNOSIS

Anomnesis
Terdapat keluhan perasaan seperti akan jatuh, disertai atau tanpa dizziness,vertigo,
rasa bergoyang, rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisasi mandiri. Riwayat
jatuh, frekuensi, dan gejala yang dirasakan saat jatuh, riwayat pengobatan, dan faktor
risiko jatuh perlu ditanyakan.a

Pemeriksoon Fisik
Pendekatan dalam pemeriksaan jasmani dapat menggunakan singkatan "I HATE
FALLING"yaitu:s
I inflamasi pada sendi fdeformitas sendiJ
:

H : hipotensi (orthostatikJ

306
A: auditory and visual abnormalities
T : tremor (penyakit Parkinson atau penyebab lain)
E: equilibrium problem
F : Foot problem
A : aritmia, heart block atau penyakit katup jantung
L: leg-length discrepancy (akibat fraktur femur misalnya)
L: lack of conditioning (generalize weakness)
I : illness
N : nutrisi (status nutrisi buruk, kehilangan berat badan)
G : gait disturbance

Pemeriksaan lain dapat dilakukan seperti pada Tabel 2.1'3

Tobel 2. Evoluosi podo Posien Usio lonjut yong Joluhl

jotuh

307
Pemeriksoon penunjong
Beberapa pemeriksaan (dapat dilihat pada bab prosedural) seperti the timed
up-and-go rest (TUGJ, uji menggapai fungsional (functional reach fesfJ, dan uji
keseimbangan Berg (the Berg balance sub-scale of the mobility index) dapat untuk
mengevaluasi fungsi mobilitas sehingga dapat mendeteksi perubahan klinis bermakna
yang menyebabkan seseorang berisiko untuk jatuh atau timbul disabilitas dalam
mobilitas. Instrumen untuk memeriksa keseimbangan dan mobilitas fungsional
dapat dilihat pada lampiran 1.1 Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu
mengidentifikasi faktor risiko; menemukan penyebab/pencetus: 1

. Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal,


adakah cerebro vascular disease atautransient ischemic attack; lakukan brain CT
scan jika ada indikasi
. Darah perifer lengkap
. Elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
. Analisis gas darah
. Urin lengkap dan kultur resistensi urin
. Hemostasis darah dan agregasi trombosit
. Foto toraks, vertebra, genu, dan pergelangan kaki [sesuai indikasi)
. EKG
. Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal)
Penilaian Risiko fatuh Ada beberapa metode untuk menilai risiko jatuh pada
geriatri seperti the downtown fall risk index dan rumus seperti di bawah ini ;67

Rumus menghitung kemungkinan jatuh pada geriatri :6

Kemungkinan exp [-7.519 + 0.026 x [reaction time] - 0.071x fABCll - 2.1,39 x (Berg 74) l
jatuh x100%
1, + exp [-7.519 + 0.026 x freaction timeJ - 0.07 Lx (ABCL) - 2.1,39 x (Berg 14)]

Keterangan :

. Skala uji keseimbangan Berg: lihat di lampiran


. Reaction time . merupakan waktu yang diukur dari pemberian unexpected stimulus sampai merespon
terhadap stimuli tersebut
. Skala Activities-specific Bolqnce Confidence (ABC) : terdiri dari 16 poin (subscale), subjek diminta untuk

menentukan tingkat kepercayaan diri mereka ketika diminta menyelesaikan suatu aktivitas.

Cotoion: risiko jotuh dengon rumus di otos leblh bonyok untuk kepentingon penelilion
Tobel 3. Peniloion Klinis don Tololoksono yong Direkomendosikon bogi Orong Usio Lonjul yong
Berisiko Joluh'

Lingkungon soot jotuh sebelumnyo Perubohon lingkungon don oktivitos untuk


mengurongi kemungkinon jotuh berulong

konsumsi

309
lndone5io

Tobel 4. The downlown foll risk indexT

jotuh
Yo I

Obotoboton Tidok odo 0

Stotus mentol Orientosi

Keterongon : skor > 3 : risiko tinggi untuk jotuh

TATATAKSANA
. Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh
adalah identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik, mengkaji dan mengobati
trauma fisik akibat jatuh; mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas
dan jatuh; memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan,
penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai; mengubah lingkungan
agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup; pegangan; lantai yang tidak
licin, dan sebagainya. 1

. Latihan desensitisasi faal keseimbangan, latihan fisik (penguatan otot, fleksibilitas


sendi, dan keseimbangan),latihan Tai Chi, adaptasi perilaku [bangun dari duduk
perlahan-lahan, menggunakan pegangan atau perabot untuk keseimbangan, dan
teknik bangun setelah jatuhJ perlu dilakukan untuk mencegah morbiditas hkibat
instabilitas dan jatuh berikutnya. 1
. Perubahan lingkungan acapkali penting dilakukan untuk mencegah jatuh berulang
karena lingkungan tempat orang usia lanjut tinggal seringkali tidak aman sehingga
upaya perbaikan diperlukan untuk memperbaiki keamanan mereka agar kejadian
jatuh dapat dihindari.l
. Keluarga harus dilibatkan dalam program pencegahan jatuh berulang

3r0
a Penatalaksanaan faktor risiko juga dilakukan seperti pada Tabel 3.1
a Suplementasi vitamin D dengan dosis 800 IU setiap hari dapat diberikan pada
usia lanjut yang berisiko jatuh, adanya defisiensi vitamin D, adanya gangguan
keseimbang an atau ga it3
a Algoritme pendekatan dan penanganan jatuh pada usia lanjuts,e dapat dilihat pada
Iampiran 2.

KOMPTIKASI
Fraktur ftersering tulang vertebra, panggul, ibu jari, tungkai, pergelangan kaki,
lengan atas, tangan), memar jaringan lunak, isolasi dan depresi, imobilisasil0

PROGNOSIS
Kemungkinan jatuh berulang lebih dari satu kali setiap tahunnya, terjadi pada
50% penghuni rumah perawatan/panti werdha,l0-25o/o mengalami komplikasi serius.
f atuh dapat memengaruhi kualitas hidup. Ketakutan mengalami jatuh dialami25-40o/o
orang berusia lanjut.l
Jatuh menyebabkan kematian karena kecelakaan dan terbanyak menyebabkan perawatan
di rumah sakit. Sebanyak20-30oh kasus jatuh menyebabkan luka berat seperti laserasi, fraktur
panggul, atau trauma kepala (46%). Kematian berhubungan dengan usia ( 82oh kasus terjadi
pada usia > 65 tahun), jenis kelamin laki-laki, ras kulit put;rh, non-Hispanics.e

KOMPETENSI
. Spesialis Penyakit Dalam
. Konsultan Geriatri

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri
. RS non pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam

UNIT YANG TERKAIT


. RS pendidikan Departemen IImu Penyakit Dalam
. RS non pendidikan Departemen IImu Penyakit Dalam

REFERENSI
1. Setioti Siti, Loksmi Niko Adhi. Gongguon Keseimbongon Jotuh don Froktur. Dolom: Suyono, S
Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioti, S. Sundoru, H dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid
I

Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010. Hol.8l2-825.


2. lnstobility. Dorlond's Medicol Dictionory for Heolth Consumers.2OOT. Diunduh dori http://medicol-
dictionory.thefreedictionory.com/instobility podo tonggol 29 Mei 201 2.
3. Yoshido S. A Globol Report on Folls Prevention Epidemiology of Folls. Diunduh dori http://www.
who.int/ogelng/projects/l .Epidemiology%2Oot%2Otolls%20in%20older7.20oge.pdt podo tonggol
20 Mei 2012.
4. 2010 AGS/BGS Clinicol Proctice Guideline: Prevention of Folls in Older Persons. http://www.
omericongeriotrics.org/flles/documents/heolth_core_pros/Folls.Summory.Guide.pdf
5. Sloon JP. Mobility foilure. In: Protocols in primory core geriotrics. New York: Springer, 1997:33-8.
6. Lojoie Y, Gollogher S Predicting folls within the elderly community:comporison of posturol swoy,
reoction time, the Berg bolonce scole ond the Activities-specific Bolonce Confrdence (ABC)
scole for comporing follers ond non-follers. Arch. Gerontol. Geriqtr.38 (2004) ll-26. Diunduh
dori http://mrvor.fdv.uni-lj.si lsololinfo{/Iino/clonki/dolinor_evo.pdf podo tonggol 28 Mei 2012.
7 . Rosendohl E. Prediction of folls omong older people in resideniiol core focilities by the Downtowm
lndex. Aging Clin Exp Resp, vol 15, no 2.2002. Diunduh dori http://ourfuture.eu/OurFutureEU/
Files/results//H eollh%2Oond%20Sociol%20Services/Home%2OVisits/Prediction%21ot%20'f olls%2O
o mon g%20o1 d er7.20p e ople%20%20DFR l. pdf pod o to n g go I 29 Mei 201 2.

8. Summory of the Updoted Americon Geriotrics Society/British Geriotrics Society Clinicol Proctice
Guideline for Prevention of Folls in Older Persons. e Ponel on Prevention of Folls in Older Persons,
Americon Geriotrics Society ond British Geriotrics Society. http://www. omericongeriotrics.org/
files/documents/heolth_core_pros/JAGS.Folls.Guidelines.pdf
9. Ferrucci L. Cllnicol Problems of Aging..In: Longo Fouci Kosper, Horrlson's Principles of Internol
Medicine l8'f' edition.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill. 201 2
10. Folls Among Older Adults. Centers for Diseose Controlond Prevention. 2012. Diunduh dori http://
www.cdc.gov/HomeondRecreotionolSofety/Folls/odultfolls.html podo tonggol 20 Mei 2012.

312
Lompiron I

UJI IHE TIMED UP AND GO


Tujuan : mengukur mobilitas, keseimbangan, dan pergerakan. 1

Cara pelaksanaan : subyek bangun dari kursi setinggi 46 cm dengan sandaran lengan
dan punggung, berjalan sepanjang 3 metel berbalik arah kembali menuju kursi, dan
duduk kembali.l
Hasil :

Tabel 4. Hasi pemeriksaan lhe Timed Up qnd Go'

< l0
<20

20-29 onoSt

>30
Mobilitos tergonggu don oktivitos
risiko

UJI MENGGAPAI FUNGSIONAL


Tujuan : menilai kontrol postural dinamisr
Cara pelaksanaan : mengukur jarak terjauh seseorang yang berdiri mampu menggapai
atau mencodongkan badannya ke depan tanpa melangkah 1

Hasil :

Tobel 5. Hosil pemeriksoon uji menggopoi fungsionolr

Normol

0,47 inci
Berisiko jotuh < 5 inci

UJI KESEIMBANGAN BERG


Tujuan : menguji aktivitas dan keseimbangan fungsional dengan menilai kemampuan
mengerjakan 14 tugas. 1

Hasil : Setiap tugas dinilai dengan rentang dari angka 0 jika tidak mampu melakukan
sampai angka 4 : mampu mengerjakan dengan normal sesuai dengan waktu dan jarak
yang ditentukan. Skor maksimum 561
Tugas-tugas yang dinilai dalam 10-20 menitl
. Duduktanpa bantuan
. Bangkit dari duduk ke berdiri
. Berdiri ke duduk
. Transfer
. Berdiri tanpa bantua
. Berdiri dengan mata tertutup
. Berdiri dengan kedua kaki rapat
. Berdiri dengan kedua kaki dalam posisi tandem
. Berdiri dengan satu kaki
. Rotasi punggung saat berdiri
. Mengambil obyek tertentu dari lantai
. Berputar 360 o
. Melangkahi kursi tanpa sandaran
. Menggapai ke arah depan saat berdiri

314
lompiron 2

Pencegohon jotuh, edukosi, don


Menonyokon riwoyot progrom lotihon meliputi
jotuh dolom setohun terokhir Tidok odo jotuh
keseimbongon, goif, lolihon
koordinosi, lotihon kekuoton

Jotuh > I koli, kesuliton dolom


1 koli jotuh Tidok odo
keseimbongon don goif, mencori
penyebob medis. dolom 6 bulon mosoloh

Menentukon foktor Gongguon


Pemeriksoon odokoh
keseimbongon
risiko multifoktoriol gongguon keseimbongon don goil
don goil

lntervensi foktor risiko


Anomnesis mengenoi jotuh
Penyesuoion obot
Riwoyot pengoboton
Merenconokon progrom lotihon
Pemeriksoon keseimbongon
individuol
don goit
Mengoboti keloinon visuol
Kognisi, visuol
Mengotosi hipotensi posturol
Fungsi sendi ekslremitos
Menongoni gongguon detok
bowoh jontung don iromo jontung
Keloinon neurologls
Suplementosi dengon vitomin D
Kekuoton otot
Mengurongi bohoyo yong odo
Detok jontung don iromo
jonlung di lingkungon
Edukosi don lotihon penongonon
Hipotensi posturol
mondiri don perubohon tingkoh
Environment hozord
loku

Gombor l. Algorilme pendekolon don penongonon joluh podo usio lonjuls.

3r5
TATAL KSA ANUTRS A" ALTY''
SAtA JUT

ANOREKSIA PADA USIA TANJUT


Asupan makanan berkurang sekitar 25o/o pada usia 40-70 tahun. Mekanisme
anoreksia pada usia lanjut dipengaruhi faktor fisiologis, psikologis, dan sosial yang
berpengaruh pada nafsu makan dan asupan makanan, Termasuk perubahan rasa
kecap dan pembauan, meningkat sensitifitas efek kenyang [satiati) makanan, kesulitan
mengunyah, dan gangguan fungsi usus.1'2 Penyebab lain anoreksia pada usia Ianjut
adalah peran hormon yang mempengaruhi nafsu makan, yaitu kolesistokinin, ghrelin,
dan leptin. Kehilangan nafsu makan atau anoreksia dengan bertambahnya umur,
berperan pada asupan makanan yang kurang, protein-energi malnutrisi dan berat
badan turun.3 Faktor psikologis misalnya depresi dan demensia, dan faktor sosial
misalnya hidup dan makan sendiri. Asupan makanan kurang dan diet yang monoton
pada orang usia Ianjut berisiko terjadi asupan nutrientyang tidak adekuat (malnutrisi).
Nutrisi buruk menyebabkan menurunnya kapabilitas fisik, sebaliknya menurunnya
kekuatan otot dan kapabilitas fisik menyebabkan meningkatkan risiko nutrisi buruk
yang merupakan lingkaran "setan" yang saling berhubungan.a

FRAILTY
Frailty merupakan sindroma geriatri yang dihasilkan dari kumulasi penurunan
sistem fisiologi yang multipel, dengan gangguan cadangan homeostatik dan
penurunan kapasitas terhadap stress, termasuk kerentanan terhadap risiko jatuh,
perawatan ulang, dan mortalitas. Fried dkk, menyatakan terdapat tiga atau lebih
gejala : penurunan berat badan, kelelahan, kelemahan, kecepatan berjalan menurun
dan aktifitas fisik lambat. Frailty dan sarkopenia tumpang tindih; sebagian besar
usia lanjut yang frail memperlihatkan sarkopenia, dan beberapa usia lanjut yang
sarkopenia juga mengalamifrail.s Sarkopenia adalah sindroma yang ditandai dengan
menurunnya kekuatan dan massa otot secara progresif yang dapat menyebabkan
disabilitas, kualitas hidup menurun dan kematian.5 Salah satu penyebab sarkopenia
adalah asupan energi dan protein tidak adekuat, misalnya malabsorpsi, gangguan
gastrointestinal atau obat-obatan.s

NUTRISI PENTING PADA FRAILTY ISARKOPENIA


Asupan makanan yang menurun pada usia lanjut menyebabkan kekuatan dan
massa otot berkurang. Asupan energi rendah yang tidak sesuai dengan energi
"expenditure", memicu penurunan berat badan, termasuk massa otot berkurang.l
Asupan makanan yang sedikit, mikronutrient pada tubuhpun berkurang. Nutrisi
penting yang berhubungan dengan frailty dan sarkopenia pada usia lanjut adalah
protein, vitamin D, dan sejumlah antioksidan misalnya carotenoid, selenium, vitamin E
dan Penelitian lain membuktikan long-chain polyunsaturated fatty acid berpengaruh
C.7

pada kekuatan otot usia lanjut.B

Protein
Protein merupakan suatu "kunci" nutrient pada usia lanjut.e Diet protein yang
mengandung asam amino diperlukan untuk sintesis protein otot. Absorbsi asam
amino mempunyai efek stimulasi pada sintesis protein otot setelah makan.10 Pada
asupan makanan yang kurang dan konsumsi protein bersamaan dengan karbohidrat,
menyebabkan respon sintesa asam amino tidakbekerja baikpada usia lanjut. e'11Asupan
protein pada usia lanjut perlu ditingkatkan untuk mempertahankan keseimbangan
nitrogen dan mencegah kehilangan otot pada sarkopenia.e Suplementasi asam amino
dapat meningkatkan massa otot dan meningkatkan fungsi fisik.12
Pada kondisi sarkopenia terjadi penurunan massa otot 3-B% per dekade. Untuk
mencegah atau memperlambat terjadinya sarkopenia, seorang usia lanjut perlu
mengkonsumsi protein dalam jumlah adekuat. Untuk memaksimalkan sintesis protein
otot, asupan protein 25-30 gram protein dengan kualitas tinggi per kali makan (setara
dengan L0 gram asam amino esensial). Leusin, suatu insulin secretagogue, dapat
meningkatkan sintesis protein otot, sehingga suplementasi leusin ke dalam asupan
makanan dapat mencegah terjadinya sarkopenia,ll'13

Vitomin D
Hubungan defisiensi vitamin D osteomalasia dan myopati sudah dikenal sejak
beberapa tahun yang lalu.la Tetapi, peranan vitamin D langsung terhadap kekuatan otot
dan fungsi fisik masih kontroversial.ls Mekanisme status vitamin D terhadap fungsi otot
cukup kompleks, termasuk peranan genomik dan nongenomik,14'16 Reseptor vitamin
D, suatu target organ telah diisolasi dari otot skeletal.la dan polimorfisme reseptor

317
vitamin D berhubungan dengan perbedaan kekuatan otot.17 Pada tingkat genomik,
ikatan bentuk aktif biologis vitamin (1,25-dihidroksivitamin D) meningkatkan
transkripsi protein, termasuk metabolisme kalsium.la Mekanisme nongenomikvitamin
D belum sepenuhnya dipahami.16
Banyak penelitian yang menyatakan terdapat efek langsung vitamin D terhadap
kekuatan otot. Penelitian NHANES III pada usia > 60 tahun status vitamin D rendah
(serum 25-hidroksivitamin D < 15 ng mL-1 ) berhubungan dengan empat kali
peningkatan risiko frailty (18J. Studi metanalisis suplementasi vitamin D (700-1000
IU per hari) menunjukkan berkurang risiko jatuh 1.9o/o.1e

Anlioksidon
Kerusakan yang disebabkan stres oksidatif dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi fisik usia Ianjut.20 Kerusakan DNA, lipid, dan protein dapat terjadi bllareactive
oxygen species [ROS) pada sel meningkat. Kerja ROS diimbangi oleh mekanisme
pertahanan antioksidan yang termasuk enzim dismutase peroksidase dan peroksidase
gluthation, sebagai antioksidan eksogen pada diet, misalnya selenium, karotenoid,
tokopherol, flavonoid, tanaman polyphenol yang lain.10'20 Pada usia lanjut, akumulasi
ROS memicu kerusakan oksidatif dan berperan pada hilangnya massa dan kekuatan
otot.10 Sejumlah studi observasional menunjukkan hubungan positif antara status
anti oksidan tinggi dengan pengukuran fungsi fisik.T Pada studi cross-sectional dan
longitudinal, status oksidan rendah merupakan prediksi penurunan fungsi fisik. Studi
InCHIANTI pada usia lanjut laki-laki dan wanita, kadar karotenoid plasma tinggi
berhubungan dengan risiko yang rendah terhadap disabilitas berjalan yang berat, di-
follow-up selama enam tahun. Pada studi ini setelah diperhitungkan faktor perancu
termasuk Ievel aktifitas fisik dan morbiditas yang lain, OR 0,44 {95o/o Cl 0,27 -0,7 4).21

Lo n g - Ch oin P oly uns ol ur oled F olly Acid s ( tC P U FAs)


Sarkopenia merupakan suatu keadaan inflamasi yang diperantarai sitokin dan
stres oksidatif.22 Salah satu mediator dan regulator inflamasi adalah eicosanoids yang
berasal dari20-carbon polyunsaturated fatty acid. Peningkataneicosanoids didapat dari
asupan diet seimbang yang mengandung n-3 dan n-6 LCPUFAs. n-3 LCPUFAs adalah
agen anti inflamasi yang potent.B Studi observasional membuktikan bahwa kekuatan
genggaman (grip strength) pada usia lanjut meningkat setelah konsumsi minyak
ikan, sumber makanan yang kaya kandungan n-3 LCPUFA t23) Studi lain pada pasien
rheumatoid artritis yang mengkonsumsi minyak ikan, dapat meningkatkan kekuatan
genggaman.s Pada penelitian randomized controlled fria1, suplementasi n-3LCPUFA
(eicosapentaenoic dan docosahexaenoic acids) meningkatkan respon anabolik asam
amino. Stimulasi sintesis protein otot oleh n-3 LCPUFA berguna untuk pencegahan
dan tatalaksana sarkopenia.2a

NUTRISI DAN EXERC'SE


Intervensi "exercise" terbukti efektif meningkatkan kekuatan otot dan fungsi
fisik pada usia lanjut.2s Kombinasi asupan nutrisi dan exercise lebih efektif dari
asupan nutrisi saja dalam mengatasi/railty/sarkopenia. Studi tentang efek interaksi
diet dan exercise pada perbaikan fungsi fisik telah banyak dilakukan, terutama yang
berhubungan dengan suplementasi protein/asam amino. Konsumsi asupan tinggi
protein dapat meningkatkan sintesa protein otot pada usia lanjut sampai 50%0,
sedangkan kombinasi asupan tinggi protein dengan exercise dapat meningkatkan
sintesa lebih dari 100Vo.26

KESIMPUTAN
Perlu pemahaman strategi mencegah atau menundafrailty/sarkopenia pada usia
lanjut. Faktor gaya hidup (lifestyle) berpengaruh pada penurunan massa dan kekuatan
otot. Hal yang penting dalam diet adalah asupan nutrisi yang adekuat dalam hal kualitas
dan kuantitas yang mencakup nutrient protein, vitamin D dan antioksidan. Nutrisi dan
diet adekuat selama hidup merupakan kunci dalam pencegahan sarkopenia dalam
meningkatkan kapabilitas fisik pada usia lanjut. Gabungan asupan nutrisi yang adekuat
dan exercise Iebih baik dalam pencegahan dan tatalaksana sarkopenia.

REFERENSI
l. Nieuwenhuizen WF, Weenen H, Rigby P, Hekington MM. Older odults ond potients in need of
nutritionolsupport: review of current treotment options ond foctors influencing nutritionolinioke.
Clin Nutr 2010: 29(2F 60-69.
2. Murphy C. The chemicol senses ond nutrition in older odults. Jour Nuk Eld 2008:27(3-4):247-65.
3. Richord N, Boumgortner, Woters DL. Sorcopenio ond sorcopenic-obesity. In: Pothy MSJ, Sincloir
AJ, Morley JE, eds Principles ond Proctice of Geriotric Medicine. 4th ed. John Wilwy & sons Ltd.
; 2006.p.909-27.
4. Robinson S, Cooper C, Soyer AA. Nukition ond sorcopenio: o review of the evidence ond
implicotions for preventive strotegies. .lour Aging Reseorch 2012:.1-6.
5. Cruz-jentoft AJ, Boeyens JP, Bouer JM, Boirie Y, Cederholm T, Londi F, et ol. Sorcopenio:Europeon
consensus on definition ond diognosis. Age ond Ageing 2010; 39: 412-23.
6. Delmonico MJ, Horris TB, Lee JS et ol. Alternotive definitions of sorcopenio, lower extremity
performonce,ond functionol impoirment with oging in older men ond women. J Am Geriotr
Soc 2007; 55:769-74.
7. ond the role of nutrition in older people. A review of the
Koiser M, Bondinelli, Lunenfeld B. Froilty
current literoture. Acto Biomedico 20lO; 8l(5):37-45.
8. Colder PC. N-3 Polyunsoturoted fotty ocid, inflommotlon, ond inflommotory diseose. Am Jour of
Clin Nutr 2006; 83(6): 15055-l5l 95.
9. Wolfe RR, Miller SL, Miller KB. Optimol protein intoke in the elderly. Clin Nutr 2008: 27l5l: 67 5-84.
10. Kim JS, Wilson JM, Lee Dietory implicotion on mechonisms of sorcopenio: roles of protein,
SR.
omino ocids ond ontioxidonts. Jour Nutr Biochem 2010;21(1): l-13.
I L Poddon-Jones D, Rosmussen BB. Dietory protein recommendotions ond the prevention of
sorcopenio. Curr Opin Clin Nutr Metob Core 2009;1211):86-90.
I 2. Borsheim E, Bui QT, TissierS, Koboyoshi H, Fenondo A, Wolfe RR. Effect of omino ocid supplementotion
on muscle moss, strength ond physicol function in elderly. Clin Nutr 20OB; 27l2l: 189-95.

13. Konsensus pengeloloon nutrisi podo usio lonjut 2012. PB Pergemi


I4. Homilton B. Vitomin D ond humon skeletol muscle. Scondinovion Jour Med Sci Sports 2010:2012):
r 82-90.
15. Annweiler C, Schott AM, Benut G, Fontino B, Beouchet O. Vitomin D+eloted chonges in physicol
performonce: o systemotic review. Jour Nutr Heolth Aging 2009; 13(lO): 893-98.
I 6. Ceglio L. Vitomin D ond its role in skeletol muscle. Cun Op Clin Nutr Metob Core 2009; 1216):628-33.
17. Geusens P, Vondevyver C, Vonhoof J, Cossimon JJ, Boonen S, Rous J. Quodriceps ond grlp
strength ore reloted to vitomin D receptor genotype in elderly nonobese women. Jour Bon Min
Reseorch 1 997 ; 1 211 2) : 2082-88.
18. Wilhelm-Leen ER, Holl YN, de Boer lH, Chertow GM. Vitomin D deficiency ond froilty in older
Amerlcons. .Jour lnt Med 20l O;26812):1 7l -80.
,)9.
Bischoff-Ferrori HA, Dowson-Hughes B, stoehelin HB et ol. Foll prevention with supplementol ond
octive forms of vitomin D: o meto-onolisis of rondomised controlled triols. British Med Jour 2009;
339: lD b 3692.
20. Sembo RD, Ferruci L, Sun et ol. Oxidotive stress ond severe wolking disobility omong olderwomen.
Am Jour Med 2007; 120(121:1084-89.
21. Louretoni F, Sembo RD, Bondinelli S, et ol. Corotenoids os protection ogoinst disobility in older
persons. Rejuvenotion Reseorch 2008; I I (3):557-63.
22. Jensen GL. Inflommotion: roles in oging ond sorcopenio. Jour Porent Ent Nutr 2008; 3216) 656-59.
23. Robinson SM, Jomeson KA, Botelonn SF et ol. Diet ond its relotionship with grip strength in
community-dwelling older men ond women: the Hertfordshire cohort study. Jour Am Ger Soc
2008; 55(l ): 84-90.
24. Smith Gl, Atherton P, Reeds DN et ol. Dietory omego-3 fotty ocid supplementotion increoses the
rote of muscle protein synthesis in older odults: o rondomized controlled triol. Am Jour Clin Nutr
201 1: 93(2): 402-12.

25. Liu CJ, Lothom NK. Progressive resistence strength troining for improving physicol function in older
odults. Cochrone Dotobose of Systemotic Review 2009;3: orticle 1DCD002759.
26. Symons TB, Sheffleld-Moore M, Momerow MM, Wolfe RR, Poddon-Jones D. The onobolic response
to resistence exercise ond o protein-rich meol is not diminished by oge. Jour Nutr Heolth Aging
2010; l5(5): 376-81.

320
PE DEKATAN PA U NA PAS EN
GER ATR (CO PREHENS'yE GERTA tC
ASSESS ENr)

BATASAN DAN URAIAN


Pendekatan paripurna pasien geriatri/P3G (comprehensive geriatric asssessmentf
CGAJ merupakan prosedur evaluasi multidimensi. Pada prosedur ini berbagai masalah
pada pasien geriatri diungkap, diuraikan, semua aset pasien (berbagai sumber dan
kekuatan yang dimiliki pasien) ditemu-kenali, jenis pelayanan yang dibutuhkan
diidentifikasi, rencana asuhan dikembangkan secara terkoordinir, dimana semua itu
berorientasi kepada kepentingan pasien.
Pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasien berusia lanjut (berusia 60
tahun atau lebihJ berbeda dengan pasien dewasa muda. Pasien geriatn memiliki
karakteristik multipatologi, daya cadangan faali yang rendah, gejala dan tanda klinis
yang menyimpang, menurunnya status fungsional, dan gangguan nutrisi. Selain itu,
perbaikan kondisi medis kadangkala kurang dramatis dan lebih lambat timbulnya.
Karakteristik pasien geriatri yang pertama adalah multipatologi, yaitu pada satu
pasien terdapat lebih dari satu penyakit yang umumnya bersifat kronik degeneratif.
Kedua adalah menurunnya daya cadangan faali, yang menyebabkan pasien geriatri
amat mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih (failure to thrive). Hal ini terjadi akibat
penurunan fungsi berbagai organ atau sistem organ sesuai dengan bertambahnya usia,
yang walaupun normal untuk usianya namun menandakan menipisnya daya cadangan
faali. Ketiga adalah penyimpangan gejala dan tanda penyakit dari yang klasik, misalnya
pada pneumonia mungkin tidak akan dijumpai gejala khas seperti batuk, demam,
dan sesak, melainkan terdapat perubahan kesadaran atau jatuh. Keempat adalah
terganggunya status fungsional pasien geriatri. Status fungsional adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Status fungsional
menggambarkan kemampuan umum seseorang dalam memerankan fungsinya sebagai
manusia yang mandiri, sekaligus menggambarkan kondisi kesehatan secara umum.
Kelima adalah adanya gangguan nutrisi, gizi kurang, atau gizi buruk. Gangguan nutrisi
ini secara langsung akan mempengaruhi proses penyembuhan dan pemulihan.
f ika karena sesuatu hal pasien geriatri mengalami kondisi akut seperti pneumonia,

maka pasien geriatri juga seringkali muncul dengan gangguan fungsi kognitif, depresi,
instabilitas, imobilisasi, dan inkontinensia [sindrom geriatri). Kondisi tersebut akan
semakin kompleks jika secara psikososial terdapat hendaya seperti pengabaian
(neglected) atau kemiskinan [masalah finansial),
Berdasarkan uraian di atas tidak dapat disangkal lagi bahwa pendekatan dalam
evaluasi medis bagi pasien geriatri mutlak harus bersifat holistik atau paripurna
yang tidak semata-mata dari sisi bio-psiko-sosial saja, namun juga harus senantiasa
memperhatikan aspek promotif, preventif, kuratil dan rehabilitatif. Komponen atau
domain dari Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri /P3G (Comprehensive Geriatric
Assessment/CGA) meliputi status fisik medik, status fungsional, status kognitif, status
emosional/psiko-afektil status nutrisi dan status sosial ekonomi.

SIATUS FISIK MEDIK


Dalam melakukan penilaian fisik medik pada pasien geriatri, maka anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang lengkap merupakan suatu keharusan. Anamnesis yang
dilakukan adalah anamnesis sistem organ yang secara aktif ditanyakan oleh dokter
(mengingat seringkali pasien geriatri memiliki hambatan dalam menyampaikan
keluhan atau tidak menganggap hal tersebut sebagai suatu keluhan) dan pemeriksaan
fisik Iengkap yang mencakup pula pemeriksaan neurologis dan muskuloskeletal.

STAIUS FUNGSIONAT
Pendekatan yang dilakukan untuk menyembuhkan kondisi akut pasien geriatri
tidak akan cukup untuk mengatasi permasalahan yang muncul. Meskipun kondisi
akutnya sudah teratasi, tetapi pasien tetap tidak dapat dipulangkan karena belum
mampu duduk, apalagi berdiri dan berjalan, pasien belum mampu makan dan minum
serta membersihkan diri tanpa bantuan. Pengkajian status fungsional untuk mengatasi
berbagai hendaya menjadi penting, bahkan seringkali menjadi prioritas penyelesaian
masalah. Nilai dari kebanyakan intervensi medis pada orang usia lanjut dapat diukur
dari pengaruhnya pada kemandirian atau status fungsionalnya. Kegagalan mengatasi
hendaya maupun gejala yang muncul akan mengakibatkan kegagalan pengobatan
secara keseluruhan.
Mengkaji status fungsional seseorang berarti melakukan pemeriksaan dengan
instrumen tertentu untuk membuat penilaian menjadi obyektif, antara lain dengan
indeks aktivitas kehidupan sehari-hari (activity of daily living/ADL) Barthel atau

322
Katz. Pasien dengan status fungsional tertentu akan memerlukan berbagai program
untuk memperbaiki status fungsionalnya agar kondisi kesehatan kembali pulih,
mempersingkat lama rawat, meningkatkan kualitas hidup dan kepuasan pasien.

STATUS KOGNlIIF
Pada pasien geriatri, peran dari aspek selain fisik justru terlihat Iebih menonjol
terutama saat mereka sakit. Faal kognitif yang paling sering terganggu pada pasien
geriatri yang dirawat inap karena penyakit akut antara lain memori segera dan jangka
pendek, persepsi, proses piki4 dan fungsi eksekutif. Gangguan tersebut dapat menyulitkan
dokter dalam pengambilan data anamnesis, demikian pula dalam pengobatan dan tindak
lanjut. Adanya gangguan kognitif tentu akan mempengaruhi kepatuhan dan kemampuan
pasien untuk melaksanakan program yang telah direncanakan sehingga pada akhirnya
pengelolaan secara keseluruhan akan terganggu luga.
Gangguan faal kognitif bisa ditemukan pada derajat ringan (mild cognitive
impairmentfivlCl dan vascular cognitive impairment/VCl) maupun yang lebih berat
(demensia ringan, sedang, dan berat). Hal tersebut tentunya memerlukan pendekatan
diagnosis dan terapeutik tersendiri. Penapisan adanya gangguan faal kognitif secara
obyektif antara lain dapat dilakukan dengan pemeriksaan neuropsikiatrik seperti
Abbreviated Mental Test (AMT) d.an the Mini-Mental State Examination (MMSE).

SIATUS EMOSIONAL/PSI KO.AFEKII F

Kondisi psikologik, seperti gangguan penyesuaian dan depresi, juga dapat


mempengaruhi hasil pengelolaap. Pasien yang depresi akan sulit untuk diajak bekerja
sama dalam kerangka pengelolaan secara terpadu. Pasien cenderung bersikap pasif
atau apatis terhadap berbagai program pengobatan yang akan diterapkan. Hal ini tentu
akan menyulitkan dokter dan paramedik untuk mengikuti dan mematuhi berbagai
modalitas yang diberikan. Keinginan bunuh diri secara langsung maupun tidak, cepat
atau lambat akan mengancam proses penyembuhan dan pemulihan.
Instrumen untuk mengkaji status emosional pasien misalnya Geriatric Depression Scale
IGDSJ yang terdiri atas 15 atau 30 pertanyaan. Instrumen ini bertujuan untuk menapis
adanya gangguan depresi atau gangguan penyesuaian. Pendekatan secara profesional
dengan bantuan psikiater amat diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti.

STATUS NUTRISI
Masalah gizi merupakan masalah lain yang mutlak harus dikaji pada seorang
pasien geriatri. Gangguan nutrisi akan mempengaruhi status imun dan keadaan umum
pasien. Adanya gangguan nutrisi seringkali terabaikan mengingat gejala awal seperti
rendahnya asupan makanan disangka sebagai kondisi normal yang terjadi pada pasien
geriatri. Sampai kondisi status gizi turun menjadi gizi buruk baru tersadar bahwa
memang ada masalah di bidang gizi.Pada saat tersebut biasanya sudah terlambat atau
setidaknya akan amat sulit menyusun program untuk mengobati status gizi buruk.
Pengkajian status nutrisi dapat dilakukan dengan anamnesis gizi [anamnesis
asupan), pemeriksaan antropometrik, maupun biokimiawi. Dari anamnesis harus
dapat dinilai berapa kilokalori energi, berapa gram protein, dan berapa gram lemak
yang rata-rata dikonsumsi pasien. f uga perlu dievaluasi berapa gram serat dan mililiter
cairan yang dikonsumsi. fumlah vitamin dan mineral biasanya dilihat secara lebih
spesifik sehingga memerlukan perangkat instrumen lain dengan bantuan seorang
ahli gizi. Pemeriksaan antropometrik yang lazim dilakukan adalah pengukuran indeks
massa tubuh dengan memperhatikan perubahan tinggi tubuh dibandingkan saat usia
dewasa muda. Rumus tinggi lutut yang disesuaikan dengan ras Asia dapat dipakai
untuk kalkulasi tinggi badan orang usia lanjut. Pada pemeriksaan penunjang dapat
diperiksa hemoglobin dan kadar albumin plasma untuk menilai status nutrisi secara
biokimiawi.
Instrumen untuk mengkaji status nutrisi pasien geriatri yaitu dengan Mini
Nutrisional Assessment (MNAl. Mini Nutrisional Assessment terdiri dari pertanyaan
penapisan dan pengkajian meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Instrumen untuk mengkaji status fungsional, kognitif, emosional dan nutrisi dapat
dilihat pada lampiran.

REFERENSI
1. Soejono CH. Pengkojion poripurno podo posien geriotri. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l,

Simodibroto M, Setioti S. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. lnternoPublishing Pusot Penerbiton
Deportemen llmu Penyokit Dolom. 201 0.p.7 68-7 5
2. Reuben DB, Rosen S. Principles of Geriotric Assessment. ln : Holter JB, Ouslonder JG, Tinetti ME,
Studenski S, High KP, Asthono S. Eds. Hozzord's Geriotric Medicine ond Gerontology. 6'n ed. New
York: McGrow-Hill Componies, Inc. 2009. p.l4l -52
3. Evoluoiing the geriotric potient. In : Kone RL, Oustlonder JG, Abross lB, Resnick B. Eds. Essentiols
of Clinicol Geriotrics.6rh ed. New York: McGrow-Nill.2OO9.p.41-77
4. Steinweig KK. Initiol ossessment. ln : Hom RJ. Sloone PD. Worshow GA, Bernord MA. Floherty E. Eds.
Primory core geriotrics o cose-bosed opprooch.5rh ed.Philodelphio:Mosby Elsevier. 2007.p.50-71

324
Lampiran 1

INDEKS AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI BARTHEL (AKS BARTHEL)6

Mondiri
TOT,
Keierongon : Skor AKS BARTHEI,
20 Mondiri 58 Kelergontungon berot
29 Kelergontungon ringon 0-4 Kelergonlungon totol
9 Ketergontungon sedong

325
Lampiran 2

ABBREVIATED MENTAL TEST (AMT)?

326
Lampiran 3

MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)

IUMLAH NrLAr [ )
Lampiran 4

GERIATRIC DEPRESSION SCALE (GDS)

Pilihloh jowobon yong poling tepot, yong sesuoi dengon perosoon posien/responden dolom duo
minggu terokhir. Jowobon yong bercelok tebol diberi niloi l.

Totol Niloi : ............. (hitung jumloh jowobon yong bercetok tebol)

Setiop jowobon yong bercelok lebol/huruf KAPITAL mempunyoi niloi I

Niloi ontoro 5-9 :kemungkinon besordepresi


Niloi l0 otou lebih : depresi

328
Lampiran 5

M'N' NUrR'flONAt ASSESSMENT (MNA)

Nomo Umur Jenis kelomin :TB BB No. Rekom


Medis Tonggol pemeriksoon :
Jowobloh pertonyoon (PENAPISAN) berikut ini dengon menulis ongko yong tepot podo
kotok. Jumlohkon jowobonnyo, jiko skor I I otou kurong, teruskon dengon PENGKAJIAN
untuk mendopotkon SKOR INDIKATOR MALNUIRISI.

PENAPTSAN (SCREENTNG)
A. Apokoh odo penurunon osupon mokonon dolom jongko woktu 3 bulon oleh
koreno kehilongon nofsu mokon, mosoloh pencernoon, kesuliton menelon, otou
mengunyoh?
0 = nofsu mokon yong songot berkurong
I = nofsu mokon sedikit berkurong (sedong)
2 = nofsu mokon bioso so.io
E
B. Penurunon berot bodon dolom 3 bulon terokhir:
0 = penurunon berot bodon lebih dori 3 kg
'|
= tidok tohu
2 = penurunon berot bodon 1 -3 kg
3 = tidok odo penurunon berot bodon
C. Mobilitos
0 = horus berboring di tempot tidur otou menggunokon kursi rodo
I = biso keluor dori tempot tidur otou kursi rodo, tetopi tidok biso ke
luor rumoh.
E
2 = biso keluor rumoh
D. Menderito
Q=yo
stres psikologis otou penyokit okut dolom 3 bulon terokhir
2=tidok E
E. Mosolohneuropsikologis
0 = demensio beroi otou depresi berol
I = demensio ringon
2 = tidok odo mosoloh psikologis
E
F. lndeks mosso tubuh (lMT) (berot bodon dolom
0=lMT<]9 l=lMT19-<21
2 = IMT 2l - < 23 3 = IMT 23 otou lebih
kgitinggibodon dolom m2)
E
l4 poin)
E
Skor PENAPISAN (subtotol moksimum
Skor 212 normol, tidok berisiko > tok perlu melengkopi form pengkojion
Skor S1 1 kemungkinon molnutrisi +lonjutkon pengkojion

PENGKAJTAN (ASSESSMENT)
G. Hidup mondiri, iidok tergontung orong loin (bukon di rumoh sokit otou ponti
werdho)
0=tidok l=yo
H. Minum obot lebih dori 3 mocom dolom I hori
Q=yo l=tidok
l. Terdopot ulkus dekubitus/luko tekon otou luko di kulit
Q=yo l=tidok E
329
J.Beropo koli posien mokon lengkop dolom t hori ?
0= I koli I =2 koli2=3koli
K. Konsumsi bohon mokonon tertentu yg diketohui sebogoi bohon mokonon
E
sumber protein (osupon protein)
o Sedikitnyo 1 penukor dori produk susu (susu, keju, yogurt)
per hori (yoltidok)
. Duo penukor otou lebih dori kocong-kocongon otou telur
perminggu (yoltidok)
. Doging, ikon, otou unggos tiop hori (yoltidok)
9,6 = jiko 0 otou 1 pertonyoon jowobonnyo 'yo'
6,5 = jiko 2 pertonyoon jowobonnyo 'yo'
E
1,9 = jiko 3 pertonyoon jowobonnyo 'yo'
L. Adokoh mengkonsumsi 2 penukor otou lebih buoh otou soyuron per hori ?
0=tidok I =yo
M. Beropo bonyok coiron (oir, jus,kopi,teh, susu,...) yong diminum setiop hori ?
0,0 = kurong dori 3 gelos
0,5=3sompoi 5gelos
1,0 = lebih dori 5 gelos
N. Coro mokon
0 = tidok dopol mokon lonpo bontuon
| = mokon sendiri dengon sedikit kesulilon
2 = dopot mokon sendiri tonpo mosoloh
O. Pondongon posien terhodop stotus gizinyo
0 = meroso dirinyo kekurongon mokon/kurong gizi
I
= tidok dopot meniloi/tidok yokln okon stotus gizinyo
2 = meroso tidok odo mosoloh dengon stotus gizinyo.
E
P. Dibondingkon dengon orong loin yong seumur, bogoimono posien
melihot stotus kesehotonnyo ?
0,0 = tidok seboik mereko
0,5 = tidok tohu

Q.
1,0 = somo boik
2,0 = lebih boik
Lingkor Lengon otos (LLA) dolom cm
E
R.
0,0 = LLA <
Lingkor betis
21
0=LB<31 l=LB>31
(LB)
0,5 = LLA 21
dolom cm
- < 22 1,0 = llA>22
E
Skor PENGKAJIAN ( moksimum l6 poin)
SKoT PENAPISAN :

PENILAIAN TOTAL (moksimum 30 poin)

SKOR INDIKAIOR MATNUTRISI


l7 sompoi 23,5 poin : berisiko molnulrisi
kurong dqri l7 poin : molnulrisi.

330
1

SN ROMD LRUMAKUT

PENGERI!AN
Sindrom delirium akut (acute confusional state/ACS) adalah sindrom mental organik
yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan atensi serta perubahan kognitif atau
gangguan persepsi yang timbul dalam jangka pendek dan berfluktuasi. Penyebabnya
yaitu defisiensi neurotransmiter asetilkolin, gangguan metabolisme oksidatif di otak
yang berkaitan dengan hipoksia dan hipoglikemia, meningkatnya sitokin otak pada
penyakit akut; sehingga mengganggu transduksi sinyal neurotransmiter serta second
messenger system dan akibatnya menimbulkan gejala serebral dan aktivitas psikomotor.
Faktor predisposisi dan fator pencetus yaitu:t

Tobel 1. Foktor Predisposisi don Foklor Pencelus Sindrom Delirium Akulr

. Usio songot lonjut > 80 tohun . lotrogenik : pembedohon, koterisosi,

. Usio lonjut yong ropuh lfrogile)


Usio sedong

ro n,
Poliformosi CVD (cerebro voscuior diseose./

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Gejala yang dapat dijumpai yaitu gangguan kognitif global berupa gangguan
memori jangka pendek, gangguan persepsi fhalusinasi, ilusi), gangguan proses pikir
fdisorientasi waktu, tempat, orang), komunikasi tidak relevan, autoanamnesis sulit
dipahami. Pasien mengomel terus atau terdapat ide-ide pembicaraan yang melompat-
lompat, gangguan siklus tidur [siang hari tertidur sedangkan malam hari terjaga).
Gejala-gejala tersebut terjadi secara akut dan fluktuatif, dari hari ke hari dapat terjadi
perubahan gejala secara berganti-ganti. Pada anamnesis perlu ditanyakan fungsi
intelektual sebelumnya, status fungsional, awitan dan perjalanan konfusi, riwayat
serupa sebelumnya, Faktor pencetus dan faktor predisposisi juga perlu ditanyakan
pada anamnesis.l'2

Pemeriksoon Josmoni
Perubahan kesadaran dapat dijumpai. Perubahan aktivitas psikomotor baik
hipoaktif (23o/o), hiperaktif (25oh), campuran keduanya [35%), atau normal (15%).
Pasien dapat berada dalam kondisi fully alert di satu hari namun hari berikutnya
pasien tampak gelisah. Gangguan konsentrasi dan perhatian terganggu saat
pembicaraan.lPemeriksaan neurologis, tingkat kesadaran (Glasgow Coma Scale),
pemeriksaan tanda-tanda vital (adanya demam).2

Pemeriksoon Penunjongr
Diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis; menemukan penyebab/
pencetus:
. Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal,
adakah cerebro vascular disease atattransient ischemic attacki lakukan brain CT
scan jika ada indikasi
. Darah perifer lengkap
. Elektrolit (terutama natrium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah, fungsi hati,
. Analisis gas darah
. Urin lengkap dan kultur resistensi urin
. Foto toraks
. EKG
. Kultur darah
. Uji atensi (mengurutkan nama hari dalam seminggu, mengurutkan nama bulan
dalam setahun, mengeja balik kata "pintu"J
. Uji status mental : MMSE (Mini-mental State Examination), Delirium Rating Scale,
D elirium Sy m ptom I nte rview.
. Pemeriksaan lain sesuai indikasi yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan
jasmani :2

- CT Scan : jika ditemukan kelainan neurologis

332
- Kadar B, dan asam folat
- Analisis gas darah
- Kultur sputum
- Pungsi lumbaljika dicurigai adanya meningitis
Kriteria diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Mqnual of Mental Disorders
(DSM-rV-TR):
. Meliputi gangguan kesadaran yang disertai penurunan kemampuan untuk
memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian, perubahan kognitif
(gangguan daya ingat, disorientasi, atau gangguan berbahasa) atau timbulnya
gangguan persepsi yang bukan akibat demensia, gangguan tersebut timbul dalam
jangka pendek fjam atau hari) dan cenderung berfluktuasi sepanjang hari, serta
terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan jasmani, atau pemeriksaan penunjang
bahwa gangguan tersebut disebabkan kondisi medis umum maupun akibatintoksikasi,
efek samping, atau putus ob atf zat. Berdasarkan DSM-lVtelah disusun algoritme (CAM/
Confusion Assessment Methode) ditambah uji status mental lainnya yang dapat dipakai
sebagai uji baku emas diagnosis.l

Proses okut don berfluktuosi

Gongguon perhotion/konsentrosi

Gongguon proses pikir Perubohon kesodoron

Sindrom delirium

Gombor l. Algoritme Conlvsion Assessmenl Melhode'

333
SISIEM PENSKORAN PASCA.OPERASI
Ada beberapa sistem penskoran untuk menentukan risiko demensia setelah
tindakan operasi seperti :dapat dilita pada tabel2.

Tobel 2. Sislem Skoring untuk Foklor Risiko Seleloh Tindokon Operosi3

Usio > 70 tohun

Kelerongon skor 0:risiko limbulnyo delirium posi operosi sebesor 2 %


skor l-2 : risiko timbulnyo delirium posl operosi sebesorll %
skor > 3 : risiko timbulnyo de irium post operosi sebesor 50 %

DIAGNOSIS BANDING
Demensia, psikosis fungsional, kelainan neurologis, gangguan cemas, gangguan
depresi, gangguan kognitif pasca operasi [GKPO).1

Tobel 3. Conlusion Assessmenl Method (CAM) dolom Mendiognosis Delirium4

l.
Anomnesis didopotkon dori keluorgo otou perowot dengon
menonyokon odokoh perubohon siotus mentol okut? Apokoh

3.

loin.
4.
PENATATAKSANAANI
. Tujuan pengobatan: menemukan dan mengatasi pencetus serta faktor predisposisi
- Penanganan tidak hanya dari aspek jasmaniah, namun juga aspek psikologik/
psikiatrik, kognitif, lingkungan, serta pemberian obat.
. Berikan oksigen, pasang infus dan monitor tanda-tanda vital pasien setidaknya
4 jam sekali
- Segera dapatkan hasil pemeriksaan penunjang untuk memandu langkah
selanjutnya; tujuan utama terapi adalah mengatasi faktor pencetus.
. Jika khawatir aspirasi dapat dipasang pipa naso-gastrik
. Kateter urin dipasang terutama jika terdapat ulkus dekubitus disertai inkontinensia
urln
. Awasi kemungkinan imobilisasi flihat topik imobilisasi)
- Hindari sebisa mungkin pengikatan tubuh untuk mencegah imobilisasi. fika
memang diperlukan, gunakan dosis terendah obat neuroleptik dan atau
benzodiazepin dan monitor status neurologisnya; pertimbangkan penggunaan
antipsikotik atipikal. Kaji ulang intervensi ini setiap hari; targetnya adalah
penghentian obat antipsikotik dan pembatasan penggunaan obat tidur
secepatnya (algoritme 2).
- Kaji status hidrasi secara berkala, hitung urine output setiap 4 jam

Berisiko menyokiti diri sendiri/orong loin

Tidok

Poronoid/delusi lritobel Non-urgenl treotment


ogilotion loggression

Lorozepom 0.5-) mg Lorozepom 0.5-1 mg po Gongguon tidur:


po (per orol) sompoi 2mg/24 jom - Zoplicone 3.75-7.5 mg
Holoperidol 0.5m9 - Trodozone 50 mg (titrosi)
- lmg H o lusin osi/ de lus i

- Lorozepom 0.5-'l mg po
- Holoperidol 0.5 mg po

Gombor 2. Algorilme pedomon pemberion sedosi2

33s
Ruangan tempat pasien harus berpenerangan cukup, terdapat jam dan kalender
yang besar dan jika memungkinkan diletakkan barang-barang yang familiar
bagi pasien dari rumah, hindari stimulus berlebihan, keluarga dan tenaga
kesehatan harus berupaya sesering mungkin mengingatkan pasien mengenai
hari dan tanggal, jika kondisi klinis sudah memungkinkan pakai alat bantu
dengar atau kacamata yang biasa digunakan oleh pasien sebelumnya, motivasi
untuk berinteraksi sesering mungkin dengan keluarga dan tenaga kesehatan,
evaluasi strategi orientasi realitas; beritahu kepada pasien bahwa dirinya
sedang bingung dan disorientasi namun kondisi tersebut dapat membaik

KOMPTIKASI
Fraktur, hipotensi sampai renjatan, trombosis vena dalam, emboli paru, sepsis

PROGNOSIS
Gejala dan tanda sindrom delirium dapat bersifat akut maupun menetap sampai
berbulan-bulan. Pasien dengan sindrom delirium mempunyai risiko 1,71 kali lebih
tinggi untuk meninggal dalam tiga tahun kedepan. Peningkatan risiko demensia
pasca delirium sebesar 5.97. Delirium berhubungan dengan status fungsional yang
lebih rendah, baik pada kelompok dengan maupun tanpa demensia. Pasien dengan
sindrom delirium mempunyai skor ADL Barthel (Activities of daily living) yang lebih
buruk dibandingkan dengan kontrol. Gejala sisa delirium dariL25 pasien didapatkan
hanya 44 o/o dari pasien yang gejalanya sudah tidak sesuai kriteria diagnostic DSM-lV
untuk delirium. Setelah enam bulan pascarawat terdapat 13% pasien menunjukkan
gejala delirium, 69% pasien menunjukkan gejala perubahan aktivitas namun tidak
sesuai kriteria diagnostik delirium, dan hanya 1B% pasien menunjukkan gejala resolusi
komplit. Risiko kematian meningkat jika komorbiditasnya tinggi, penyakit yang lebih
berat, dan jenis kelamin laki-laki. Pencegahan delirium :

UNIT YANG MENANGANI


1 . RS pendidikan : Departemen Penyakit Dalam - Divisi Geriatri
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNII YANG IERKAIT


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Saraf, Departemen Psikiatri
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Saral Bagian Psikiatri

336
Tobel 2. Pencegohon Delirium don Keluoronnyor,s

REFERENSI
1 . Soejono Czeresno H.Sindrom Delirium Akut (Acute Confusionol Stote. Dolom:Suyono, S. Wospodji,
S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid l. Edisi V.
Jokorto : lnterno Publishing; 201 O. Lol.9O7 -9 1 2.
2. Purchos M, Guidelines for the Diognosis ond Monogement of Acute Confusion. Diunduh dori
http://www.ocutemed.co.uk podo tonggol 19 Mei 2012.
3. Morcontonio ER, Goldmon L,Mongione CM, et ol. A clinicol prediction rule for delirium ofter
elective noncordioc surgery. JAMA 1994; 271:134-139.
4. lnouye SK, von Dyck CH, Alessi CA, Bolkin S, Siegol AP, Horwitz Rl. Clorifying confusion: the confusion
ossessment method. A new method for detection of delirium. Ann lntern Med (1990) I l3:941-8.
5. Guidelines for the prevention, diognosis ond monogement of delirium in older people in hospitol.
British Geriotrics Society ClinicolGuidelines.20O6.Diunduhdori http://www .bgs.org.uk/Publicotions/
Clinicol%20Guidelines/clinicoll-2_fulldelirium.him podo tonggol 19 Mei 2012.

337
ULKUS DEKUB TUS

PENGERTIAN
Ulkus dekubitus (UDJ atau Iuka akibat tekanan merupakan salah satu komplikasi
imobilisasi pada usia lanjut. UD adalah luka akibat peningkatan tekanan pada daerah
kulit yang sama secara terus-menerus. Pada posisi berbaring, tekanan akan memberikan
pengaruh pada daerah kulit ,dimana terjadi penonjolan tulang yang menyebabkan
aliran darah terhambat, dan terbentuknya anoksia jaringan dan nekrosis.l UD dapat
terjadi dimana saja, namun B0%-nya terjadi pada tumit, malleolus lateralis, sakrum,
tuberositas ischium, dan trochanter mayor.2 Opini bahwa semua UD dapat dicegah
masih kontroversial. Beberapa faktor risiko UD pada geriatri tercantum pada tabel 1.

Tabel 1. Beberapa Faktor Risiko Ulkus Dekubitus pada Geriatri3

DIAGNOSIS

Anomnesiss
. Identifikasi faktor-faktor risiko seperti tercantum pada Tabel 1
. Onset dan durasi ulkus
. Riwayat perawatan luka sebelumnya
o Identifikasi faktor lainnya: kesehatan fisiologis, status kognitif dan perilaku,
sumber daya sosial dan finansial, akses terhadap caregiver dan kemungkinan
p en elantaran /
(a b us e ne g le cte d ca se)

Pemeriksoon Fisik3,4
. Inspeksi kulit dari kepala hingga ujung kaki, depan hingga belakang, palpasi sesuai
indikasi: perhatikan jumlah, lokasi, ukuran [panjang, lebar, kedalaman) ulkus dan
periksalah apakah ada eksudat, bau, traktus sinus, formasi nekrosis atau eschar,
undermining(cekungan),tunneling (terowongan), infeksi, penyembuhan [granulasi
dan epitelialisasi), dan batas luka. Kemudian klasifikasikan ke dalam stadium klinis
seperti tercantum pada Tabel 2.
. Penilaian ulang kulit tiap B-24 jam, dengan perubahan kondisi atau level of care
. Tanda infeksi

(NPUAP)s
Tobel 2. Slodium Ulkus Dekubitus menurul Notionol Pressure Ulcer Advisory Ponel

dosor ns)

luko (lope

Kelerqngon: kedolomon UD slodium lll otou lV bervoriosi lergontung lokosi onotomis Koreno jemboton?? jaringanonloro
hidung, telinga, oksipul, don molleolus lidok memilikijoringon subkuton, moko ulkus podo doeroh ini dopot dongkol
Seboliknyo, oreo dengon joringon lemok yong cukup dopot berkembong meniodi ulkus stodium lll don lV dolom Podo ulkus
stodium lV, tulong otou tendon dopot terekspos otou dipolposi secoro longsung

339
PEMERIKSAAN PENUNJANG4,5
. Laboratorium (sesuai indikasi) : darah perifer lengkap, protein total, albumin, gula darah
. Sesuai indikasi: foto toraks, USG, termografi

DIAGNOSIS BANDING6,'
. Eritema non-palpable yang menghilang pada penekanan, penyebab lainnya
. Dermatitis terkait kelembaban (moisture-associated dermatitis)
. Luka kronis tipe Iainnya (ulkus diabetikum, ulkus venosus, ulkus arteriosusJ
. Ulkus dekubitus atipikal
. Pioderma gangrenosum
. Osteomielitis

TATALAKSANA

Ulkus bersih Ulkus bersih Joringon nekrotik


lonpo selulitis dengon selulilis (ulkus stod lll-lV)

Stod I Stod ll Slod lll S'lod lV lonpo lnfeksi Debridemenl: opo-


lonpo jor jor nekrotik sistemik otou bilo selulitis otou sepsls
nekrolik selulitis meluos meluos ) lojom, bilo
non-urgenl ) oulollsis,
mekonik. enzlmolik

Dressing Bersihkon Berslhkon luko,


proteklif dressing lembo-

ry
luko, dressing
bilo perlu lembob obsorbenl
(mis film lhydrogel, foom,
tronsporon) olou olginote;
konsul Bedoh

I
Tidok odo kemo- Anlibiolik lopikol; Bersihkon luko.
juon dolom l4 hori dressing lembob- dressing lembob-
obsorbenl: bersih- obsorbenf
kon luko

Tidok odo kemojuon Kullur loringon; Bersihkon luko:


dolom 2-4 minggu; pertimbongkon dressing lembob-
selulitis otou sepsis osleomielilis obsorbenl;
persisten Antibiolik sistemik

Gombor 1. Algoritmo Penotoloksonoon Ulkus Dekubitus3

340
a Pencegahan: skrining risiko dengan Skala Braden, yang menilai durasi dan
intensitas tekanan eksternal ffungsi sensoris, aktivitas, mobilisasiJ, hindari kulit
terhadap faktor yang berpotensi melukai (kelembaban, status gizi kurang, friksiJ.6
Preventive positioning (miring 30s ke kanan dan ke kiri setiap dua jamJ diberikan
untuk mencegah dekubitus pada sakrum dan spina iliaca anterior superior [SIAS).
Therapeutic positioning diberikan dengan teknik yang sama namun dilakukan
setiap satu jam.
a Komponen dasar tatalaksana UD: mengurangi tekanan pada kulit, membersihkan
luka, debridement jaringan nekrotik, mengatasi kolonisasi dan bacterial load, dan
pemilihan wound dressing.3
a Status gizi pada semua stadium UD: pada pasien malnutrisi, diet tinggi kalori
(30-35 kal/kg/hari) tinggi protein (1.,25-1.,5 g/kg/harl) dan hidrasi cukup dapat
membantu penyembuhan luka, durasi rawat inap lebih pendek, dan komplikasi
yang lebih sedikit. Protein, vitamin C, dan suplemen zinc dapat dipertimbangkan
apabila intake kurang atau terdapat bukti defisiensi.:r'5'8
a Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat bukti selulitis, osteomielitis, atau
bakteremia. Rejimen terapi ditujukan untuk gram positil negatif, dan anaerob.
Karena tingginya angka mortalitas, antibiotik empiris dapat diberikan pada suspek
sepsis atau bakteremia. Antibiotik topikal tidak diindikasikan.E
a Tempat tidur khusus: penggunaan kasur anti-dekubitus yang berisi udara
(alternating pressure air mattress) menurunkan angka kejadian ulkus dekubitus
pada tumit daripada kombinasi matras viskoelastis dan reposisi tiap 4 jam, namun
tidak untuk sakral.e
a Perawatan luka: Iuka harus dibersihkan sebelum mengganti dressing (pemilihan
dressing dapat dilihat pada Tabel 3). Debridement iaringan nekrotik secara
pembedahan atau dengan menggunakan kompres kasa dengan normal saline.
Antiseptik seperti povidone iodine, asam asetat, hidrogen peroksida, dan sodium
hipoklorit flarutan Dakin) harus dihindari karena menghancurkan jaringan
granulasi. Antibiotik topikal seperti silver sulfadiazin sebaiknya digunakan selama
2 minggu untuk membersihkan luka yang tidak sembuh seperti seharusnya setelah
perawatan optimal 2-4 minggu.3
a Konsultasi Bedah dipertimbangkan pada UD stadium III dan IV yang tidak respon
dengan perawatan optimal atau bila kualitas hidup pasien dapat meningkat dengan
penutupan luka secara cepat.3
a Wrap therapy dapat dipertimbangkan pada UD stadium III dan IV.11

a Manfaat terapi elektromagnetik, ultrasound, oksigen hiperbarik masih belum jelas.3


Tqbel 3. Pemilihon Dressinglo

Kelelongon:
'Dopot digunokon podo UD stodium I

..Diindikosikon podo dosor luko kering untuk rehidrosi olou rehldrosijoringon nekrosis untuk debridemenl

. Tranplantasi kulit (skin grafting) sesuai indikasi


. Terapi sel punca (stemcell therapy) [masih dalam fase penelitian pendahuluan)

KOMPTIKASI
Hipoalbuminemia, anemia, Infeksisepsiss

PROGNOSIS
Prognosis ulkus dekubitus stadium I dapat diprediksi dengan penilaian awal dan
manajemen yang sesuai.s Studi di Texas menunjukkan angka mortalitas sebanyak 68,9%
ditemukan pada pasien yang mengalami ulkus dekubitus stadium III-lV nosokomial,
dengan rata-rata 47 hari mulai dari onset ulkus dekubitus hingga kematian. Menurut
penelitian ini, pasien dengan beban penyakit berat yang mendekati akhir hidupnya,
berkembangnya ulkus dekubitus/ull-thickness nosokomial merupakan suatu proses
patologis komorbid.l2

KOMPETENSI
. Spesialis Penyakit Dalam A3, 83
. Konsultan Geriatri A3,83/84

1 UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri,
Departemen Rehabilitasi Medik, Bedah Ortopedi, Bedah
Plastik, Bedah Vaskulart Departemen Gizi Klinik
. RS non pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam

342
UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Bidang Keperawatan, Departemen Kulit dan Kelamin
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Setioti S, Roosheroe AG. lmobilisosi Podo Usio Lonjut. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et
ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid l. 2009. Hol 859-63.
2. Coruso LB. Geriotric Medicine. In:Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, HouserSL, Jomeson JL, Loscolzo
J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. lTlh Edition. New York, McGrow-Hill. 2008
3. Bluestein D, Jovoheri A. Pressure Ulcers : Prevention, Evoluotion, ond Monogement. Am Fom
Physicion.2OO8;78(10):l185-l 194, ll95-l 195. Diunduh dori http://www.oofp.org/ofp/2008/11151
pl 186.pdf podo tonggol25 Mei 2012.
4. lnstitute for Clinicol Systems lmprovement. Heolth Core Protocol: Pressure Ulcer Prevention ond
Treotment Protocol.3rd Edition. Jonuory 2012. Diokses melolui http://www.icsi.org/pressure ulcer_
treotment_protocol_review_ond_comment-/pressure_ulcer_treotmeni_protocol_.html podo
tonggol 25 Mei 2012. I

5. Soto M, Sonodo H, Konyo C, et ol. Prognosis of stoge I pressure ulcers ond reloted foctors. lnt
Wound J. 2005 Dec;3(4):355-62. [Abskoct]
6. Anders J, Heinemonn A, Leffmonn C, et ol. Decubitus Ulcers: Pothophysiology ond Primory
Prevention. Dtsch Aztebl Int.20l0 Moy;107121):371-382. Diunduh dori http://www.ncbi.nlm.nih.
gov/pmc/orticles/PMC2883282/pdi lDlsch_Aztebl_lni-107-037I .pdf podo tonggol 25 Mei 2O12
7. Pressure Ulcer. Tersedio di http://bestproctice.bmj.com/best-proctice/monogroph/378/
diognosis/ diff erentiol.html
8. LivesleyN-J, Chow AW. lnfected Pressure Ulcers in Elderly Individuols. Clinicol lnfectious Diseoses
2002; 35:139O-6. Diunduh dori http://cid.oxfordjournols.orgl content/35/l 1/1390.full.pdf podo
longgol 25 Mei 2012.
9. Vonderwee K, Grypdonck MH, Defloor T. Effectiveness of on olternoting pressure oir mottress for
the prevention of pressure ulcers. Age ond Ageing 2005;34'.261-267. Diunduh dori http://ogeing.
oxfordjournols.orglcontent/34 I 3 I 261.f ull.pdf podo tonggol 25 Mei 201 2.
10. Lyder CH. Pressure Ulcer Prevention ond Monogement. JAMA 2OO3;28912):223-6.

I l. Bito S, Mizuhoro A, Oonishi S, et ol. Rondomised conkolled triol evoluoting the efflcocy of wrop
theropy for wound heoling occelerotion in potients with NPUAP stoge ll ond lll pressure ulcer.
BMJ Open 2012;2:eOO037l. Diunduh dori http://bmjopen.bmj.comlcontenll2ll/ e000371. full. I

pdf podo tonggol 25 Mei 2012.


I

12. Brown G. LongJerm outcomes of fullJhickness pressure ulcers: heoling ond mortolity. Ostomy
Wound Monoge 2003 Oct;49(1 0):42-50. [Abstroct] I

I
!

343
SARKOPE A

DEFINISI SARKOPENIA
Sarkopenia merupakan sindroma yang ditandai dengan berkurangnya massa
otot rangka serta kekuatan otot secara progresif dan menyeluruh. Sarkopenia
umumnya diiringi inaktivitas fisik, penurunan mobilitas, cara berjalan yang lambat,
dan enduransi fisik yang rendah. Otot rangka mengalami penurunan sejalan dengan
bertambahnya usia baik pada wanita ataupun pria. Massa dan kekuatan otot tertinggi
dicapai pada usia belasan sampai dengan dua puluhan dan kemudian mulai mengalami
penurunan pada usia tiga puluhan. Kecepatan penurunan kekuatan otot sekitar 10-
I5o/o per dekade setelah usia 50 tahun, dan akan menurun dengan cepat setelah usia
75 tahun.l
Definisi Sarkopenia menurut The EuropeanWorking Group on Sarkopenia in Older
People (EWGSOPJ 2010 dapat ditegakkan bila didapatkan penurunan massa otot
rangka ditambah salah satu atau lebih dari dua kriteria berikut yaitu kekuatan otot
buruk dan atau performa fisik yang kurang. 2,3
Penurunan massa otot didefinisikan berdasarkan Indeks Otot Rangka (Skeletal
Muscle Index/SMI) yaitu , massa otot rangka apendikular (Appendicular Skeletal
Muscle/ASMJ [kg) dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat ISMI = kg/m').
Massa otot rangka apendikular didapatkan dari penjumlahan total dari massa otot
rangka kedua Iengan dan kedua kaki. Titik pintas (Cut-offl SMI adalah nilai kurang dari
2 kali standar deviasi referensi populasi laki-laki atau perempuan dewasa muda yang
sehat di wilayah tersebut. Pemeriksaan massa otot rangka dapat dilakukan dengan
pemeriksaan Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXAJ atau dengan Bioelectric
Impedance Analysis (BIA).3'4 Kriteria diagnosis tersebut sulit diterapkan di Indonesia
karena belum ada data normatif besaran massa otot rangka pada populasi dewasa
muda serta data referensi kekuatan otot pada berbagai kelompok usia dan jenis
kelamin. Selain itu, hingga kini belum ada standar teknik pengukuran besaran massa
otot untuk usia lanjut.1,2
Tobel l. Krilerio Sorkopenio podo Populosi Asios

Chino

BIA Toiwon

Fsk Ber.jolon

Saat ini teknik yang dianggap sebagai baku emas untik pemeriksaan masa otot
adalah pemeriksaan dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), Bioelectric lmpedance
Analysis (BIA) computed tomography, magnetic resonance imaging, serta pengukuran
r'4'6
ekskresi kreatinin urin, pengukuran antropometri dan aktivasi netron.
I

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Diognosis Sorkopenio
Berdasarkan European Working Group on Sarkopenia in Older People (EWGSOPJ
tahun 2010 oleh Cruz-f entoftAJ dkk., kriteria sarkopenia harus memenuhi yaitu adanya

345
massa otot yang kurang disertai kekuatan otot yang berkurang dan atau perfoma
aktivitas fisik yang menurun.2'7 Seperti terlihat pada gambar di bawah ini mengenai
algoritma diagnosis sarkopenra

Normal

Gombor 3. Algorilmo Diognosis Sorkopenio menurul EWGSOP 'z

Menurut EWGSOP sarkopenia dibagi menjadi tiga tahap yaitu presarkopenia,


sarkopenia dan sarkopenia berat, seperti terlihat pada tabel 3 di bawah ini. Dimana
pada stadium presarkopenia hanya ditemukan penurunan masa otot tanpa adanya
penurunan kekuatan dan performa otot, sedangkan pada sarkopenia ditemukan adanya
penurunan masa otot disertai dengan penurunan kekuatan otot atau performa otot,
sedangkan pada sarkopenia berat ditemukan penurunan dari ketiga hal tersebut.2

Tobel 3. Krilerio Sorkopenio

Presorkopenio J

.t

Monojemen Sorkopenio
Keberhasilan penatalaksanaan pada sarkopenia sangat bergantung pada
latihan fisik, gaya hidup, dan pola makan. Latihan fisik memberikan dampak positif

346
pada sarkopenia terutama yang berkaitan dengan kondisi penyakit kronis seperti
diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung koroner. pengaturan pola makan
sebaiknya tetap dikombinasikan dengan program latihan fisik, mencakup latihan
tahanan dan peregangan. Latihan tahanan progresif sebanyak 2-3 kali per minggu
terbukti meningkatkan kapasitas fisik dan mencegah/mengurangi disabilitas dan
kelemahan otot pada usia lanjut. Faktor psikologis pada pasien dengan sarkopenia
danfrailty syndromeitgapenting, sehingga terapi suportif psikologis diperlukan pada
penatalaksanaan sarkopenia.
t
Tujuan dari penatalaksanaan sarkopenia adalah tercapainya perbaikan dari
keluaran primer dan sekunder. Untuk terapi yang bersifat intervensi EWGSOP
merekomendasikan tiga variabel keluaran yaitu massa otot, kekuatan otot dan
performa fisik

LAIIHAN DAN AKTIVITAS FISIK


Latihan fisik dibedakan menjadi dua jenis latihan yaitu latihan aerobik dan latihan
tahanan. Dalam latihan aerobik, sejumlah besar otot bergerak secara ritmis dalam
waktu yang cukup Iama sedangkan pada latihan tahanan adalah menitikberatkan pada
daya tahan dalam melawan beban seperti pada olahraga angkat berat.2 Latihan tahanan
merupakan pilihan yang dapat digunakan untuk pencegahan dan penanggulangan
sarkopenia. Program 2 minggu latihan tahanan dengan 60-90 %o kekuatan maksimum
pada otot kuadrisep terbukti meningkatkan kecepatan sintestis protein sampai 1,00o/o.3

Latihan tahanan pada usia lanjut adalah meningkatnya kadar hormon yang akan
meningkatkan IGF-1 plasma. IGF-1 plasma mempunyai efek anabolik yaitu merangsang
sintestis protein dan selanjutnya menimbulkan hipertrofi otot. a Latihan tahanan
merupakan stimulus hipertrofi otot yang jauh lebih kuat dibandingkan latihan aerobik
(endurance). Kekuatan otot dan massa otot atlet angkat berat yang berusia lanjut lebih
baik dibandingkan perenang.s
Latihan kekuatan otot pada usia lanjut perlu diawasi secara ketat. Pengawasan yang
dilakukan menyangkut intensitas, lama, dan frekuensi latihan. Intensitas beban dimulai
dari yang paling ringan misalnya L kg kemudian sedikit demi sedikit ditingkatkan.
Lakukan 2-3 set dari setiap macam Iatihan, seminggu berlatih 2-3 kali dengan paling I

sedikit satu hari istirahat. Sebelum melakukan Iatihan penderita kiranya menjalani
pemeriksaan medis terlebih dahulu. Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui
penyakit yang merupakan kontraindikasi dalam melakukan latihan beban.
BerdasarkanAmerican College of Sports Medicine, penderita dalam melaksanakan
Iatihan harus sesuai dengan petunjuk tenaga medis, jika terdapat kondisi yang tidak
stabil, seperti: diabetes yang tidak terkontrol, hiperetensi, hernia, katarak, dan
perdarahan retina. Sedangkan latihan beban harus dihindari oleh pasien dengan irama
jantung tidak teratur, gangguan kognitif berat dan demensia..A merican College Of Sport
Medicine (ACSM) dan American Heart Association (AHA) merekomendasikan latihan
dengan intensitas 70-90o/o dari 1-RM (Maximal Repetition) dengan frekuensi 2 hingga
3 kali per minggu secara tidak berurutan (selang t hariJ cukup untuk meningkatkan
massa dan kekuatan otot pada usia lanjut. Sedangkan pada latihan aerobik, walaupun
peningkatan massa otot yang didapat tidak sebanyak pada Iatihan tahanan, namun
latihan aerobik terbukti dapat mengurangi presentase Iemak tubuh, dimana hal ini
cukup berperan penting untuk meningkatkan fungsi otot relatifterhadap berat badan.

NUTRISI
Sebagian besar populasi usia Ianjut tidak dapat memenuhi asupan nutrisi terutama
protein sesuai jumlah yang dianjurkan sehingga terjadi pengurangan massa otot dan
gangguan fungsionalT Hal ini disebabkan karena berkurangnya kemampuan ekonomi
untuk membeli bahan makanan dengan nilai biologis tinggi, kesulitan mengunyah,
ketakutan untuk mengkonsumsi terlalu banyak lemak atau kolesterol dan intoleransi
terhadap beberapa jenis makanan. 11
Asupan protein yang tidak adekuat adalah barrier
utama untuk mendapatkan peningkatan massa otot pada usia lanjut walaupun telah
menjalani latihan tahanan dan aerobik.
Asupan nutrisi merupakan kontributor utama proses menua terutama dalam
terjadinya sarkopenia dan sindroma kerapuhan. Pada penelitian kohort 10 tahun di
Amerika Serikat yang melibatkan 304 orang sehat dengan rerata usia 72 tahun saat
penelitian dimulai, sindroma kerapuhan atau kematian dalam 10 tahun lebih banyak
terjadi pada kelompok yang mengkonsumsi kalori lebih tinggi dari anjuran RDA (25-
30 kal/kgBB/ hari). Sebaliknya, pada kelompok yang mengkonsumsi protein lebih
tinggi dari anjuran RDA (>0.8 gr/kgBB/hari) lebih sehat daripada kelompok yang
mengkonsumsi protein lebih sedikit.12

PROIEIN
I
Protein merupakan nutrisi kunci pada usia lanjut. Asupan protein yang tinggi
diperlukan untuk mencegah keseimbangan nitrogen negatif yang dapat memperburuk
pengurangan massa otot secara progresifyang berhubungan dengan proses menua.
Diit tinggi protein ini terbukti dapat memperbaiki status fungsional, meningkatkan
kualitas hidup, mempercepat penyembuhan, memperpendek masa perawatan di
rumah sakit, mempercepat penyembuhan trauma sehingga dapat menurunkan biaya

348
perawatan. Akibat penurunan massa otot, komposisi tubuh akan berubah sehingga
komposisi lemak menjadi lebih tinggi. Usia lanjut dengan komposisi lemakyang lebih
tinggi akan lebih mudah menderita gangguan toleransi glukosa dan diabetes dan
resistensi insulin. Penurunan massa otot menyebabkan penurunan kekuatan otot dan
berakibat pada gangguan kesehatan tulangl3
Otot berperan dalam metabolisme protein tubuh sebagai cadangan asam amino
untuk mempertahankan sintesa protein pada organ dan jaringan vital terutama pada
saat tidak ada absorbsi usus melalui proses glukoneogenesis. Kondisi patologis dan
penyakit kronis dapat menyebabkan pengurangan massa otot; Gangguan metabolism
otot memainkan peranan terutama sebagai respons terhadap stress. 1a Kekurangan
asupan protein dan inaktifitas merupakan faktor utama penyebab deplesi otot. Asupan
protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan laju sintesa protein lebih rendah
daripada degradasi protein otot sehingga dapat mempercepat terjadinya sarkopenia. 1s

Berdasarkan rekomendasi RDA, jumlah protein yang harus dikonsumsi untuk


untuk dewasa adalah sebesar 0.8 gr/kgBB/hari tanpa melihat umur. Jumlah protein
ini didasarkan pada penelitian keseimbangan nitrogen selama 70-74 hari. Jumlah
tersebut merupakan perkiraan asupan protein minimal yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan nitrogen pada dewasa muda yang sehat untuk
mempertahankan kesehatannya secara optimal untuk mencegah kehilangan massa
otot secara progresif pada populasi normal. Pada survey yang diselenggarakan
oleh USDA tahun 1996 di Amerika Serikat, didapatkan data bahwa 32-47o/o wanita
dan 22-38 % Iaki-laki berusia lebih dari 50 tahun dan lebih dari 40 %o usia lanjut
berusia lebih dari 70 tahun mengkonsumsi protein kurang dari jumlah tersebut. 11
ls 13 Beberapa penelitian membuktikan bahwa jumlah tersebut tidak cukup untuk
mencegah terjadinya sarkopenia 13,16
Gangguan sistem imun dan inflamasi kronis pada usia lanjut dapat menyebabkan
katabolisme protein. Sitokin inflamasi yang berperan dalam hal ini adalah Tumor
Necrosis Factor cr (TNF a), Interleukin 6 (lL-6) dan C-reactive protein (CRP). Sitokin ini
juga berhubungan dengan penurunan status fungsional, degradasi otot dan mortalitas
pada usia lanjut. Pada Penelitian Framingham didapatkan hubungan antara tingginya
IL-6 dan TNF c berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dan meningkatkan
mortalitas. Sebagian besar sitokin inflamasi berasal dari jaringan adiposa, sehingga
peningkatan proporsi lemak karena penurunan massa otot menyebabkan terjadinya
peningkatan sitokin inflamasi. Hal ini terutama terlihat pada usia lanjut dengan
rheumathoid arthritis dan osteoarthritis dan disebut sarcopenic obesity. Penelitian
juga membuktikan, sitokin inflamasi yang diproduksi oleh jaringan adiposa juga akan

349
memacu terjadinya katabolisme otot sehingga terjadi lingkaran setanyangmenginisiasi
dan mempertahankan terjadinya sarcopenic obesity. Penderita dengan sarcopenic
obesity mempunyai risiko disabilitas 2-3 kali lebih besar daripada non-sarcopenic
obesity. Berdasarkan hal tersebut, maka peningkatan massa otot dan penurunan
komposisi Iemak dapat menurunkan sitokin inflamasi dan selanjutnya mencegah
terjadinya katabolisme protein.l3
Sejumlah penelitian prospektif selama 3 tahun terakhir membuktikan bahwa
kecukupan asupan protein berperngaruh secara positif terhadap preservasi otot
dan mencegah terjadinya sarkopenia pada usia lanjut berusia lebih dari 70 tahun.
lsPenelitian terhadap 608 orang usia lanjut sehat etnis China mulai tahun 1993-1997
oleh Stookey, dkk membuktikan bahwa pada kelompok yang mendapat intake protein
tinggi, terjadinya penurunan massa otot lebih rendah pada follow up selama 4 tahun
dibandingkan pada kelompok yang mendapat intake protein rendah.17 Penelitian
lain dari Houston di Memphis dan Pitstburg pada 2732 usia Ianjut selama 3 tahun
membuktikan bahwa asupan protein merupakan faktor yang dapat dimodifikasi
untuk terjadinya sarkopenia, pada kelompok usia lanjut dengan konsumsi protein
rata-rata 1,.L gr/kg BB/ hari penurunan massa otot lebih rendah 40% dibandingkan
pada kelompok yang mengkonsumsi protein sebanyak 0.7 gr/kgBB fhari.18
Manfaat dari pemberian diit tinggi protein ini juga terjadi pada usia Ianjut dengan
malnutrisi bahkan pada penderita perfusi organ. Peningkatan asupan protein dari
0.5 gr/kgBB/hari menjadi 1 gr/kgBB/hari selanjutnya ditingkatkan hingga 2 gram/
kgBB/hari per hari terbukti dapat meningkatkan sintesis protein secara progresifdan
memperbaiki keseimbangan nitrogen. 13

Efek positif asupan protein terhadap komposisi tubuh diperantarai oleh stimulasi
insulin-like growth factor 1 (lGF-1). Pada usia lanjut, terjadi penurunan kadar IGF-1 yang
berakibat pada penurunan sintesa protein dan mempercepat terjadinya penurunan
massa otot. Intervensi nutrisi dapat meningkatkan kadar IGF-1- pada usia lanjut.13
Efek lain dari peningkatan kadar protein pada usia lanjut adalah peningkatan
kepadatan tulang. Diit tinggi protein dapat meningkatkan retensi kalsium dalam
otot terutama bila asupan kalsium rendah. Ini merupakan efek sinergistik dari diit
tinggi protein dan kalsium bagi kesehatan tulang. Selain itu asupan protein tinggi
meningkatkan kepadatan tulang melalui efek peningkatan massa otot dan kekuatan
otot. Rangsang mekanis pada tulang merupakan hal yang penting untuk meningkatkan
kekuatan tulang dan massa tulang melalui peningkatan kekuatan kontraksi otot.
Korelasi antara kekuatan otot yang diukur dengan hand grip dengan bone mineral
content dan kepadatan tulang.13

3s0
Manfaat lain dari diit tinggi protein adalah dapat mempercepat penyembuhan luka
yang dibuktikan melalui beberapa meta analisis. Pemberian suplementasi protein 61
atau37 gram protein selama 8 minggu dapat memperbaiki penyembuhan luka secara
signifikan.l3
Terdapat hubungan antara asupan protein dengan fungsi kardiovaskuler, Penelitian
Nurses Health Study dengan penelitian prospektif selama 14 tahun pada 80.000 wanita
berumur 34-59 tahun menunjukkan terdapat hubungan antara asupan protein dengan
angka kejadian penyakit jantung iskemik. Selain itu, diit tinggi protein mempunyai efek
proteksi terhadap peningkatan tekanan darah. Diit tinggi protein dapat memperbaiki
fungsi endotel kapiler sehingga mencegah kekakuan pembuluh darah. 13

Penelitian selama 6 bulan terhadap B2 penderita fraktur panggul berusia rata-


rata B0 tahun, suplementasi kasein 20 gr/hari dapat meningkatkan serum IGF-I dan
kekuatan kontraksi otot bisep sebesar L5.7 o/ore

Manfaat diit rendah protein pada penderita gagal ginjal dan untuk mencegah
kerusakan ginjal masih dipertanyakan. Pada penelitian tehadap 585 orang penderita
gagal ginjal yang diberikan protein 0.58 /kgBB /hari, tidak memberikan manfaat
- 1.3 gr
terhadap penurunan progresifitas gagal ginjal. Tidak ada bukti bahwa diit rendah
protein memberikan manfaat bagi penderita yang tidak memiliki penyakit ginjal. Diit
rendah protein hanya direkomendasikan bagi penderita gagal ginjal akibat diabetes,
hipertensi dan polycystic kidney disease. Kontraindikasi pemberian protein tinggi
adalah pada penyakit Parkinson yang diakibatkan oleh tingginya kadar asam amino
L-dopa. Pada kelompok ini diperlukan asam amino spesifikyang mencukupi kebutuhan
untuk sintesa protein yang tidak mempengaruhi produksi neurotransmitter.l3
Berdasarkan berbagai penelitian tersebut, makan asupan protein lebih besar
dari yang direkomendasikan tersebut dapat memperbaiki massa otot, kekuatan
otot dan fungsi otot pada usia lan;ut terutama pada keadaan gangguan status imun,
penyembuhan luka, gangguan metabolisme tulang yang membutuhkan protein yang
lebih tinggi. f umlah asupan protein 1.5 gr/kgBB/hari atau 75-20 % total kalori
merupakan jumlah yang cukup bagi usia lanjut untuk mengoptimalkan kesehatan tanpa
7
mengganggu fungsi ginjal, kesehatan tulang dan fungsi kardiovaskularl3 Perubahan
komposisi protein ini harus disertai dengan penurunan proporsi karbohidrat dan
lemak sehingga jumlah kalori yang masuk tetap. Untuk memenuhi kebutuhan protein
tersebut, diperlukan suplementasi protein yang cukup untuk mencegah sarkopenia.
15_ENREE jLo 20,21 22

Jenis protein yang diperlukan dalam proses sintesa protein adalah asam amino
esensial. Protein otot berespons terhadap pemberian 1-5 gram asam amino esensial
lebih baik dibandingkan dengan pemberian hormone anabolik termasuk testosteron,
insulin dan growth hormone . Protein berkualitas tinggi seperti protein whey, kasein
dan protein sapi menstimulasi sintesis protein otot sesuai proporsi asam amino
esensial yang terkandung di dalamnya. Pada dosis rendah, asam amino esensial yang
dikonsumsi usia lanjut kurang responsif dibandingkan dengan pada orang yang lebih
muda, sehingga pada orang tua, jumlah asam amino esensial yang dibutuhkan juga
lebih tinggi. 13 Pemberian protein yang direkomendasikan per hari dibagi menjadi 3
kali pemberian untuk menghasilkan efek sintesis protein yang lebih tinggi seperti
terlihat pada gambar di bawah ini. Pemberian suplementasi protein secara merata
dalam 3 kali makan Iebih baik dalam menghasilkan efek anabolik dibandingkan dengan
pemberian protein dengan distribusi tidak merata13'16 23

Pemberian asam amino esensial merupakan stimulus utama sintesa protein. Leusin
adalah insulin secretagog yang penting dalam proses translasi, inisiasi dan sintesis
protein. Leusin merupakan asam amino paling poten yang mempunyai efek anabolic
dengan menstimulasi mTOR pathway (mammalian target of rapamycinJ. mTOR
merupakan sensor nutrisi leusin pada ptpt. Asam amino esensial berperan secara
sinergis dengan latihan fisik untuk meningkatkan fraksi sintesa protein. Pemberian
B gram asam amino esensial selama 18 bulan pada usia
lanjut dengan sarkopenia
menurunkan produksi TNF-alfa, meningkatkan massa otot dan memperbaiki
sensitivitas insulin.lo' 6

KREATIN
Kreatin adalah asam amino yang penting untuk otot. Kreatin berperan penting
dalam metabolisme protein dan metabolisme seluler. Kreatin meningkatkan ekspresi
faktor transkripsi miogenik seperti miogenin dan faktor regulasi miogenik yang akan
meningkatkan massa dan kekuatan otot. Suplementasi kreatin akan meningkatkan
kadar fosfokreatin otot. Hal tersebut akan meningkatkan kemampuan untuk melakukan
latihan dengan intensitas tinggi, yang akan mendorong terjadinya proses sintesis
protein otot. 7
Kreatin sebagai bahan alami makanan terutama terdapat pada produk daging
dengan asupan harian rata-rata 2 gram per hari. Masih terdapat pertentangan
mengenai suplementasi keratin karena dapat meningkatkan risiko terjadinya nefritis
interstitial sehingga menjadi perhatian khusus pada pemberian terhadap orang usia
lanjut. Kreatin saat ini bukan menjadi rekomendasi terapi sarkopenia. 7

352
B-HYDROXY -B-METHytBUIyRATE (HMB)
Usia lanjut yang mengalami imobilisasi selama 10 hari dapat kehilangan 1 kg
massa otot yang selanjutnya dapat menurunkan kekuatan otot dan menyebabkan
sarkopenia, Untuk mencegah terjadinya hal ini dapat diberikan campuran asam amino
esensial fleusin, isoleusin dan valin). Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah
pemberian p-Hydroxy -B-methylbutyrate [HMBJ yang merupakan metabolit dari
leusin. Penelitian dengan memberikan makan dan 2 dosis HMB 1.5 g/ dosis dalam 10
hari tirah baring disertai dengan rehabilitasi dan latihan fisik 3 kali per minggu dapat
mencegah penurunan massa otot 2 kg dibandingkan dengan plasebo.2a
Berdasarkan penelitian, HMB bermanfaat pada keadaan terjadinya penurunan
massa otot karena AIDS, kanker; tirah baring atau pada periode defisit kalori. HMB
juga aman dan dapat memperbaiki tekanan darah dan kolesterol LDL. Dosis yang
dianjurkan adalah 1 gr HMB 3 kali per hari. Beberapa penelitian tentang efek samping
HMB terutama berhubungan dengan efek antikataboliknya dan peningkatan ekspresi
gen ubiquitin. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang HMB24.
Penemuan-penemuan baru dalam bidang fisiologi molekular telah mengidentifikasi
beberapa target obat yang potensial yang berhubungan dengan perubahan otot rangka
kualitatif dan kuantitatif yang dikenal dengan sarkopenia pada manusia yang menua.
Beberapa contoh jalur potensial dan target molekular untuk obat sarkopenia dapat
dilihat pada tabel di bawah ini: 32

Tobel. Conloh Jolur Potensiol don Torgel Molekulor unluk Obol Sorkopenio

Reseptor ondrogen mosso don kekuoton otot

Peroxisome proliferotor-octivoted receplor-delto Meningkotkon serobut tipe I don

receplor
Meningkotkon mosso otot don

Sitokin inflomotorik Menurunkon efek kotobolik

VITAMIN D
Kadar vitamin D menurun sesuai dengan penambahan usia. Tidak jarang
didapatkan kadar vitamin D yang sangat rendah pada orang usia lanjut. Studi
longitudinal [jangka panjang) yang dilakukan di Amsterdam, Belanda oleh Visser

353
dkk. (2003) menuniukkan bahwa kadar vitamin D yang rendah berhubungan erat
dengan melemahnya kekuatan dan menurunnya massa otot rangka. Peranan vitamin
D dalam osteoporosis telah lama diketahui. Pada beberapa tahun terakhir, peranan
vitamin D dalam sarkopenia telah banyak diteliti. 25Beberapa penelitian membuktikan
bahwa penurunan kadar 1,25 hidroksivitamin D dan 25-hidroksivitamin D (25-OHD)
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, peningkatan body sway dan risiko
jatuh, sindroma kerapuhan dan disabilitas pada usia lanjut. 26 Kadar vitamin D yang
rendah juga dapat disebabkan insufisiensi ginjal dan rendahnya asupan kalsium atau
karena hiperparatiroid sekunder, Kadar vitamin D yang rendah berhubungan dengan
2s
sarkopenia
Reseptor vitamin D pada otot menurun sejalan dengan penambahan usia. Vitamin
D dalam bentuk metabolit aktif 1.25(OHJ2D menstimulasi diferensiasi mioblas yang
selanjutnya menstimulasi masuknya kalsium ke dalam sel yang diperlukan dalam
kontraksi otot. Kadarvitamin D menurun seiring dengan bertambahnya usia dan kadar
vitamin D pada kulit usia lanjut lebih rendah empat kali lipat dibandingkan kadar
orang dengan usia muda. Vitamin D memiliki peranan pada sintesis protein otot dan
mendorong pengambilan kalsium melalui membran sel, Kadar vitamin D yang rendah
biasanya berdampak pada kelemahan otot, kesulitan bangun dari tempat duduk,
kesulitan menaiki tangga, dan masalah keseimbangan, Beberapa sumber makanan
yang mengandung vitamin D antara lain: ikan, hati sapi, teluL dan sereal. 7'1s
Sekitar 30-90 %o usia lanjut mengalami defisiensi vitamin D terutama pada pasien
rawat inap. Hal ini terutama disebabkan karena rendahnya paparan sinar matahari
dan menurunnya kemampuan kulit usia lanjut untuk mensintesa vitamin D3. 2s
Hubungan vitamin D dengan fungsi otot rangka adalah melalui reseptor Vitamin
D (Vitamin D receptors/VDR) yang terdapat di otot rangka. Peran VDR pada otot
rangka adalah dalam proses stimulasi sel-sel otot rangka untuk meningkatkan asupan
fosfat-inorganik yang penting dalam menghasilkan senyawa fosfat kaya-energi seperti
ATP dan Creatine-phosphate yang berperan penting dalam proses kontraksi otot.
Peran VDR lainnya adalah bertugas dalam mengatur distribusi dan regulasi kalsium
intraseluler. Keadaan defisiensi vitamin D juga dapat mengakibatkan suatu keadaan
hipoparatiroidisme sekunder dimana hal tersebut menyebabkan perburukan pada
fungsi otot. Pada studi percobaan yang dilakukan pada tikus, kadar PTH yang berlebihan
meningkatkan proses katabolisme protein otot, mengurangi serabut otot tipe 2 dan
senyawa fosfat intraseluler kaya energi, serta mengurangi asupan oksigen mitokondria. 26

Terdapat hubungan yang sangat erat antara osteoporosis dengan sarkopenia.


Pasien-pasien osteoporosis biasanya disertai dengan menurunnya massa otot dan

354
kekuatan otot, dimana hal ini menunjukkan bahwa berkurangnya kepadatan massa
tulang berhubungan erat dengan berkurangnya massa otot. Pada pasien-pasien usia
lanjut yang memiliki pola diet dengan asupan kalsium dan vitamin D yang buruk,
disertai juga dengan menurunnya kemampuan menghasilkan vitamin D melalui kulit
dan menurunnya produksi kalsitrio| (L,25(OH)2 vit D) oleh ginjal, keadaan ini dapat
meningkatkan risiko kejadian jatuh disebabkan karena terjadi suatu miopati proksimal
26
yang disebabkan oleh karena defisiensi vitamin D dan hiperparatiroidisme sekunder.
Berbagai studi telah menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D dapat
memperbaiki lemahnya kekuatan dan berkurangnya massa otot (sarkopeniaJ, dan
bahkan membalikkan proses ini. Suatu studi oleh Bischoff-Ferrari dkk. (2004)
menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D memberikan suatu manfaat yang baik
dalam meningkatkan kekuatan otot dan menurunkan risiko kejadian jatuh pada usia
lanjut. 27
Terdapat beberapa studi tinjauan sistematik dan meta-analisis yang dilakukan
tentang pengaruh suplementasi vitamin D pada kekuatan otot. Latham dkk (2003)
melakukan suatl tinjauqn sistematrk dan meta-analisis tentang efek suplementasi
vitamin D pada kekuatan, performa fisik dan kejadian jatuh pada usia lanjut. Total
sebanyak L3 studi dengan jumlah subjek sebanyak 2496 masuk sesuai kriteria inklusi.
Walaupun disimpulkan masih kurang cukup bukti-bukti, namun beberapa data yang
dianalisis menunjukkan manfaat suplementasi vitamin D disertai kalsium dalam
meningkatkan kekuatan otot rangka pada usia lanjut.28
Suatu studi tinjauan sistematik dan meta-analisis berikutnya oleh Muir dkk
(201L) memelajari pengaruh suplementasi vitamin D pada kekuatan otot, cara
berjalan (gait), dan keseimbangan pada orang usia lanjut. Total sebanyakTL4 artikel
yang diulas dan 13 studi RCT yang masuk kriteria inklusi menunjukkan hasil bahwa
suplementasi vitamin D dengan dosis berkisar antara 800-1000 IU secara konsisten
memberikan efek yang menguntungkan pada kekuatan dan keseimbangan tubuh.
Studi meta-analisis yang terakhir dilakukan oleh Beaudart dkk. (201,4) dengan total
subjek sebanyak 56L5 dari 30 studi RCT dengan rerata usia 61 tahun menunjukkan
bahwa suplementasivitamin D memiliki efekyang baik dalam meningkatkan kekuatan
otot, namun masih diperlukan suatu studi lanjutan untuk menentukan dosis vitamin
D, durasi pemberian dan cara administrasi obat yang optimal dalam meningkatkan
kekuatan otot dan memperbaiki keseimbangan tubuh.2e
Suatu studi analisis kohort retrospektif menggunakan basis data pasien dari
National Center Geriatrics and Gerontology di Jepang oleh Sadayuki dkk. (2009)
menunjukkan bahwa pemberian vitamin D Alfakalsidol, suatu vitamin D anabolik,
pada kelompok pasien osteoporosis disertai massa otot rendah dibanding kelompok

3s5
yang tidak diberikan Alfakalsidol dapat memberikan manfaat yang baik untuk massa
otot. Pemberian Alfakalsidol dapat mempertahankan hilangnya massa otot sejalan
dengan bertambahnya usia, dan terbukti dapat meningkatkan Indeks Massa Otot
Rangka (Skeletal muscle index).30
O'Donnel S. et al (2008) melakukan suatutinjauan sistematiktentang manfaat dan
bahaya pemberian Alfakalsidol dan kalsitriol dalam menghindarkan jatuh dan kejadian
fraktur dimana dari penelitian tersebut didapatkan 51 penelitian metanalisis dari
1019 artikel. Alfakalsidol dan kalsitriol secara bermakna mengurangi risiko kejadian
fraktur non vertebra karena diduga memiliki efek pleiotropik selain kepada tulang,
yaitu efeknya kepada VDR yang terdapat di otot dimana kejadian fraktur non vertebra
berhubungan erat dengan kejadian jatuh. Diduga pengaruh kalsitriol/kalsidol terhadap
peningkatan kekuatan otot. 31

Morley dkk. [2010) yang tergabung dalam The Society for Sarkopenio, Cachexia,
and Wasting Disease di Amerika Serikat memberikan suatu rekomendasi tatalaksana
nutrisi dalam penatalaksanaan sarkopenia. Rekomendasi yang dianjurkan adalah
semua pasien usia lanjut dengan sarkopenia sebaiknya selalu diperiksakan kadar
vitamin D [25 [OHJ vitamin D) dan perlu diberikan suplementasi vitamin D yang sesuai
untuk meningkatkan kadar vitamin D diatas L00 nmol/L. Vitamin D yang diberikan
dapat berupa vitamin D2 maupun D3, dan dinyatakan dalam rekomendasi bahwa dosis
vitamin D sampai 50.000 IU per minggu aman diberikan tanpa efek samping yang
bermakna. Heaney dkk. merekomendasikan rumus "Rule of thumb" dalam menentukan
dosis suplementasi vitamin D yang diberikan, yaitu untuk setiap kenaikan I ng/ml
(2.5 nmol/L) serum 25 OH Vit D maka diperlukan L00 IU asupan vitamin D. Sebagai
contoh, pasien dengan kadar serum 25(OH)D 15 ng/ml akan memerlukan 1500 IU/
hari untuk mencapai kadar sampai 30 ng/ml. 30

IERAPI HORMONAT
Proses penuaan akan diikuti dengan penurunan kadar hormon-hormon esensial
pada tubuh terutama hormon pertumbuhan (growth hormone) dan testosteron.
Kekurangan atau minimalnya hormon testosteron berpengaruh pada berkurangnya
massa dan kekuatan otot serta penurunan densitas tulang. Pada akhirnya akan
berdampak pada peningkatan risiko keterbatasan fungsional, disabilitas, fraktur dan
risiko jatuh. Menopause juga berhubungan dengan penurunan densitas tulang dan
penurunan kekuatan otot. 30

. Growth hormone [GH) menstimulasi pertumbuhan pada fase awal kehidupan


dan ini dibutuhkan untuk pemeliharaan otot dan tulang pada masa dewasa.

356
Meskipun seseorang memiliki pola makan dan latihan yang baik, tanpa adanya
kadar hormon pertumbuhan yang adekuat akan sulit untuk mempertahankan
kekuatan otot. Pada orang usia lanjut terjadi ketidakseimbangan sekresi hormon
pertumbuhan. Berbagai penelitian yang melibatkan percobaan dengan terapi
penggantt hormon melaporkan insidensi berbagai efek samping contohnya
retensi cairan, ginekomastia, dan hipotensi ortostatik. Pada penelitian pada tikus
yang dilakukan oleh Briosche (2013), pemberian GH dengan dosis rendah dapat
meningkatkan lean body mass dan meningkatkan sintesis protein otot, Namun
studi-studi mengenai suplemantasigrowth hormone memberikan hasil kurangbaik,
bahkan GH meningkatkan mortalitas pada penderita yang mengalami sakit berat
dengan malnutrisi. Efek samping yang didapatkan antara lain artralgia, edema, efek
samping kardiovaskularl dan resistensi insulin membatasi penggunaan hormon
ini. GH juga mempunyai efek karsinogenik.30
a Hormon testosteron : pemberian hormon ini tidak dranjurkan sebagai terapi
dari sarkopenia dikarenakan efek samping yang besar yaitu peningkatan kadar
Prostat Specific Antigen (PSA), hematokrit dan risiko kardiovaskular dibandingkan
dengan bukti-bukti yang lemah untuk peningkatan performa fisik. Studi lain untuk
pemberian DHEA juga melaporkan tidak adanya perubahan dari kekuatan otot.
a Estrogen dan tibolone: pada penelitian mengenaikekuatan otot dan komposisi
tubuh, kedua hormon ini dapat meningkatkan kekuatan otot, tapi hanya tibolone
yang dapat meningkatkan lean body mass dan menurunkan massa lemak total.
Tibolone adalah steroid sintetis yang mempunyai efek estrogenik, androgenik
dan progestogenik.

MIOSTATIN
Miostatin baru-baru ini ditemukan sebagai inhibitor alami terhadap pertumbuhan
otot, dan adanya mutasi pada gen miostatin ini mengakibatkan hipertrofi otot.
Antagonis miostatin dapat meningkatkan regenerasi jaringan otot pada mencit dengan
meningkatkan proliferasi dari sel satelit. Sel satelit ini sangat penting untuk regenerasi
sel otot. Terapi dengan miostatin mungkin dapat digunakan pada sarkopenia di masa
yang akan datang.

ANG'OTENS'N ,, CONyERflNG ENZYME tNHtBtTORS (ACE INHIBITORS)


Penelitian yang ada menunjukkan bahwaACE inhibitors dapat mencegah terjadinya
sarkopenia. Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron mungkin terlibat dalam
proses sarkopenia. Angiotensin II dapat menyebabkan atrofi otot, mekanisme stres

357
oksidatil metabolik dan aktivasi alur inflama si. ACE inhibitors ini menurunkan kadar
Angiotensin II pada otot polos di vaskular. Angiotensin II berperan dalam sarkopenia
melalui jalur pembentukan sitokin proinflamasi. ACE inhibitors juga berperan dalam
memperbaiki toleransi olahraga melalu komposisi rantai panjang dari miosin pada
otot rangka. Polimorfisme dari gen ACE juga mempunyai efek anabolik dan efisiensi
muskular setelah olahraga.l

INHIBITOR SITOKIN
Inhibitor sitokin seperti talidomid dapat meningkatkan berat badan dan
menimbulkan efek anabolik pada pasien AIDS. TNF o menyebabkan atrofi otot secara
in vitro. Antibodi anti TNF o yang biasa diberikan sebagai terapi pada pasien artritis
reumatoid dapat menjadi terapi alternatif pada sarkopenia. Akan tetapi sampai saat
ini belum ada penelitian pada penderita sarkopenia, dan juga mengingat keterbatasan
dana dan efek samping dari obat ini. Dari data-data epidemiologi didapatkan bahwa
lemak ikan mempunyai efek anti inflamasi yaitu omega-3, danzat ini mungkin dapat
mencegah sarkopenia.l

OBAT.OBAT tAIN
Obat-obatan lain yang masih dalam tahap penelitian, misalnya:
. Agonis B. Terdapat beberapa penelitian baik pada hewan maupun manusia yang
menyelidiki efek agonis p pada otot rangka. Carter dan Lynch (1994) meneliti efek
anabolik dari salbutamol atau klenbuterol dosis rendah pada tikus berusia tua,
didapatkan hasil bahwa pemberian subkutan salbutamol dosis 1.03 mg/kg atau
klenbuterol dosis 600 mcg/kg selama 3 minggu dapat meningkatkan massa otot
sebanyak 190lo dengan salbutamol dan25o/o dengan klenbuterol. Pada penelitian-
penelitian selanjutnya dengan generasi agonis F yang lebih baru (formoterol
dan salmeterol), Ryall [2006) menemukan bahwa formoterol dan salmeterol
dapat memperlihatkan efek anabolik yang signifikan pada otot rangka bahkan
dengan dosis yang sangat kecil dibandingkan dengan generasi agonis p yang lebih
tua. Beberapa konsekuensi yang paling serius dari pemberian kronik agonis B
berhubungan dengan respon sistemik aktivasi adrenoseptor- p. Penelitian saat
ini berfokus pada penemuan metode baru untuk pemberian obat sehingga dapat
menghindariefek samping sistemik yang tidak diinginkan, 33

. Urokortin /1, peptida ini merangsang pelepasan ACTH (adrenocoticotropichormone)


dari kelenjar pituitary. Urokortin II intravena dapat mencegah atrofi otot yang
disebabkan pembalut gips dalam salah satu tatalaksana tulang fraktur atau obat-

358
obatan tertentu. Tapi penggunaannya untuk membangun massa otot pada manusia
belum diteliti dan tidak direkomendasikan.3a
a Bimagrumab, yang merupakan suatu antibodi monoklonal, Bimagrumab
merangsang pertumbuhan otot dengan mengikat reseptor pada sel-sel otot yang
normalnya mengikat miostatin, yang menghambat pertumbuhan otot. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian Brimagumab dosis tunggal setelah
pembukaan gips pada 24 pasien yang mengalami imobilisasi selama 2 minggu,
setelah 12 minggu didapatkan volume otot paha kembali normal dalam waktu 4
minggu dibandingkan pasien yang hanya mendapatkan placebo."
a SARM (Selective Androgen Receptor Molecules), yang saat ini sedang diteliti untuk
mengetahui senyawa androgenik yang memiliki efek spesifik pada otot tapi dengan
efek samping yang minimal. Ostarine adalah salah satu SARM yang meningkatkan
massa otot dan performa fisik pada pasien usia lanjut. 36

REFERENSI
l. Cesori M, Fenini A, Zomboni V, Pohor M. Sorcopenio: Current Clinicol ond Reseorch lssues. The
Open Geriotric Medicine Journol. 2008:1:1 4-23.
2. Cruz-Jentoft Aj, Boeyens Jp, Bouer Jm, Cederholm T, Londi F, Mortin Fc, et ol. Sorcopenio: Europeon
consensus on definition ond diognosis. Report of the Europeon Working Group on Sorcopenio in
Older People. Age ond Ageing 2010.2010;39:412-23.
3. Nokosoto, Yuri R., Cornes, Bruce A. Myopothy, Polymyolgio Rheumotico, ond Temporol Arteritis
in hozord's geriotric medicine ond gerontology Sixth Edition. Hlm 1475. 2009. Mc crow Hill
4. Rom O, Koisori S, Aizenbud D, Reznick AZ. Lifestyle ond Sorcopenio-Etiology, Prevention, ond
Treotment. Rombom Moimonides Medicol Journol. 2012:3:1-12.
5. Chen L.K, Liu 1., Woo Jeon, Assontochoi P, Auyeung T, Bohyoh K.S, Sorcopenio in Asio: Consensus
Report of the Asion Working Group forSorcopenio JAMDA l5 (2014) 95e10'l
6. S. Geriotric Medicine, Sorkopenio, Froilty, don Kuolitos Hidup Posien Usio Lonjut: Tontongon
Setioti
Moso Depon Pendidikon, Penelition don Peloyonon Kedokteron di lndonesio. eJKl.20l3;l No
3:236-45.
7. Rosenberg l. Sorcopenio: Origins ond Clinicol Relevonce. J Nutr. 1997;127:9905-lS.
8. Bergero MJ, Doherty TJ. Sorcopenio: Prevolence, Mechonisms, ond Functionol Consequences.
lnterdiscipl Top Gerontol Bosel, Korger,. 2010;37:94-l 1 4.
9. Visser M. Towords o definiiion of sorcopenio-resulds from epidemiologic studies The Journol of
Nutrition, Heolth & Aging. 2009;13 No 8:713-l 5.
10. Jonssen l, Shepord D, Kotzmozyk P, Roubenoff R. The Heolthcore Costs of Sorcopenio in the
United Stotes. JAGS. 2004;52:80-5.
ll. Doto tobles: results from USDA's 1996 Continuing Survey of Food Intokes by lndividuols ond
,l996
Diet ond Heolth Knowledge Survey. Online ARS Food Surveys Reseorch: USDA Agriculturol
Reseorch Service. 1996.
12. Vellos BJ, Hung WC, Romero LJ. Chonges in nutritionol stotus ond potterns of morbidity omong
free living elderly persons: A lOyeor longitudinol study. . Nutrition 199/;13:5,)5-9.
13. Wolfe RR, Miller SL, Miller KB. Optimol protein intoke in the eldedy. Clin Nutr 2OO8:27:675-84.

359
14. Wolfe RR. The underopprecioted role of muscle in heolth ond diseose. Am J Clin Nutr 2006;84:475-
82.
15. Mithol A, Bonjour JP, Boonen S, Burckhordt P, Degens H, Fuleihon GEH, et ol. lmpoct of nutrition
on muscle moss, strength, ond performonce in older odults. Osteoporos lnl 2Ol3;24:1555-66.
16. Poddon-Jones D, Rosmussen BB. Dietory protein recommendotions ond the prevention of
sorcopenio. Curr Opin Clin Nutr Metob Core 2009:12:86-90.
17. Stookey JD AL, Popkin BM. . Do protein ond energy intokes exploin long-term chonges in body
composition? . J Nuk Heolth Aging. 2OO5:9'.5-17.

18. Houston Anne B Newmon, et ol. Dietory protein intoke


DK, Nicklos BJ, Ding J, Honis TB, Tylovsky FA;
ossocioted with leon moss chonge in older, community-dwelling odulh: the Heolth, Aging, ond
is
Body Composition (Heolth ABC) Study. Am I Clin Nutr 2008. 2008;87:150-5.
19. Schurch MA, Rizzoli R, Slosmon D, Vodos L, Vergnoud P, Bonjour J. Protein supplements increose
serum insulinlike growth foctor-l levels ond ottenuote proximol femur bone loss in potients with
recent hip frocture. A rondomized, double-blind, plocebo-controlled triol. . Ann lntern Med
I 998;l 28:801-9.
20. Cotnpbell WW, Troppe TA, Wolfe RR, Evons WJ. The Recommended Dietory Allowonce for Protein
Moy Not Be Adequote for Older People to Mointoin Rongko Muscle. Journol of Gerontology.
2001 ;56,4(5):M373-80.

21 . Poddon-Jones D, Rosmussen BB. Dietory protein recommendotions ond the prevention of


sorcopenio: Protein, omino ocid metobolism ond theropy. Cun Opin Clin Nutr Metob Core.
2009:12(t ):86-90.
22. Goffney-Stomberg E, lnsogno KL, Rodriguez NR, Kerstetter JE. lncreosing Dietory Protein
Requirements in Elderly People for Optimol Muscle ond Bone Heolth. J Americon Geriotrics
Society. 2OO9;57 :1 07 3-9.
23. Arnol M-A, Mosoni L, Boirie Y, Houlier M-1, Morin L, Verdier E, et ol. Protein pulse feeding improves
protein retention in elderly women. Am J Clin Nuk 1999. 1999:69:1202-8.
24. Wilson GJ, Wilson JM, Monninen AH. Nutrition & Metobolism Review Effects of beto-hydroxy-beto-
methylbutyrote (HMB) on exercise performonce ond body composition ocross vorying levels of
oge, sex,ond troining experience: A review. Nukition & Metobolism 2008;5.
25. VisserM, Deeg DJH, Lips P. Low Vitomin D ond High Porothyroid Hormone Levels os Determinonts of
Loss of Muscle Strength ond Muscle Moss (Sorcopenio):The Longitudinol Aging Study Amsterdom.
The Journol of Clinicol Endocrinology & Metobolism 88112):57 66-5772. 2003;88112):57 66-72.
26. Mosekilde L. Vitomin D ond the Elderly. Clinicol Endocrinology l2OO5) 62,265-281
27. Bischoff-Ferrori HA, Dowson-Hughes B, Stoehelin HB, Orov JE, Stuck AE, Theiler R, et ol. Foll
prevention with supplementol ond octive forms of vitomin D: A meto-onolysis of rondomised
controlled triols. BMJ. 2009 :339 :339. b3692
28. Lothom N K, Anderson C.S., Reid l.R. Effects of Vitomin D Supplementotion on Strength, Physicol
Performonce, ond Folls in Older Persons: A Systemotic Review. J Am GeriotrSoc 2003;51 :1219-1226
29. Muir. W.S. Effect of Vitomin D Supplementotion on Muscle Strength, Goit ond Bolonce in Older
Adults : Systemotic Review ond Meto-Anolysis. J Am Geriotr Soc. 201 1 :l- l0
30. Morley JE. Vitomin D redux. J Am Med Dir Assoc 2009:10:591-2.
3,). Burton L, Sumukodos D. Optimol monogement of sorcopenio. Clinicol lnterventions ln Aging
2010:5:217-28.
32. Considerotions in the Developmenl of Drugs to Treot Sorcopenio. J Am
Bross EP, Sietsemo KE.
Geriotric Soc. 201 I ;59(3);530-535.
33. Ryoll JG, Lynch GS. Role of p-Adrenergic Signolling in Skeletol Muscle Wosting: lmplicotions for
Sorcopenio: Sorcopenio - Age+eloted Muscle Wosting ond Weokness. London: Springer; 201 1.
p.449-471.

350
34. Blohd W. Sorcopenio with Aging. J Nuk Heolth Aging. Jul 2013;1717):612-618.
35. Solvo A. Experimentol Treotment Shows Promise in Reversing Loss of Muscle Moss. The lnternotionol
Conference on Froilty & Sorcopenio Reseorch 2014. Press Releose.
35. Morley JE. Froilty: Pothy's Principles ond Proctice of Geriotric Medicine, 5th edition. Oxford: John
Wiley & Sons, Ltd; 2012. p. 1387-1393.
Pt
I
Ir[1[ s[ [[
tm G[ uP n[llD[l[

PAA
P AKTK
Kl S
Botu Soluron Kemih.
Gongguon Asom Boso .......... J{

Alkolosis Metobolik
Alkolosis Respirotorik...............
Gongguon Ginjol Akut........... ..-..
Gongguon Kolium
Gongguon Kolsium. 4
Gongguon Notrium 400
Hiponotremio ..........
Hipertensi
Hipertrofi Prostot Benigno ......
lnfeksiSoluron Kemih
ISK podo Wonito Homil
ISK yong disebobkon oleh Jo
Krisis Hipertensi..........
Penyokit G|omeru1or............... 433
Penyokit Ginjol Kronik 437
Penyokit Ginjol Polikistik.......... ..443
Sindrom Nefrotik.... ..448
BATU SATURAN KEMIH

PENGERTIAN
Batu saluran kemih adalah batu di traktus urinarius mencakup ginjal, ureteI vesika
urinaria.l Faktor resiko batu saluran kemih adalah:2
. Volume urin yang rendah
. Hiperkalsiuria,hiperoksalaturia
. Faktor diet: asupan cairan kurang, sering konsumsi soda, jus aple, jus jeruk bali,
asupan tinggi natrium klorida, rendah kalsium, tinggi protein
. Riwayat batu saluran kemih sebelumnya
. Renal tubular asidosis tipe 1

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr
Nyeri/kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang pegal, gejala infeksi saluran kemih,
hematuria, riwayat keluarga, faktor resiko batu ginjal penyakit gout

Pemeriksoon Fisikl
Nyeri ketok sudut kostovertebra, nyeri tekan perut bagian bawah, terdapat tanda
balotemen

Pemeriksoon Penunjong
. Laboratorium':hematuria
. Radiologi: bayangan radio opak pada foto BNO, filling defect pada IVP atau
pielogra antegrad/retrograd, gambaran batu di ginjal atau kandung kemih serta
hidronefrosis pada USG

DIAGNOSIS BANDING
. Nefrokalsinosis
. Lokasi batu: batu ginjal, batu ureter, batu vesika
. Jenis batu: asam urat, kalsium, struvite
(,
o.
s
Tobel 1. Beberopo Etiologi Botu Soluron Kemih,

50-55

Hiperurikosurio 20

l:l Diet

Gout
TATATAKSANA

Nonformokologis'
. Batu kalsium: kurangi asupan garam dan protein hewani
. Batu urat: diet rendah asam urat
. Minum banyak (2,5 L/hari) bila fungsi ginjal masih baik

Formokologis
. Antispasmodik bila ada kolik
. Antimikroba bila ada infeksi
. Batu kalsium: kalium sitrat
. Batu urat: allopurinol, pemberian oral bicarbonate or potassium citrqte untuk
membuat pH urin menjadi basa.3

Bedoh3
. Extracorporeal shock-wave lithotripsy (untuk batu pada proksimal ginjal dan
urethra <Zcm)
. Percutaneous lithotripsy funtuk batu >2cm)
. Ureteroscopy (untuk batu pada ginjal dan ureter)
. Pielotomi
. Nefrostomi

KOMPLIKASI
Abses, gagal ginjal, fistula saluran kemih, stenosis urethra, perforasi urethra,
urosepsis, renal loss karena obstruksi kronis.a

PROGNOSIS
Batu saluran kemih adalah penyakit seumur hidup. Rata-rata kekambuhan pada
pertama kali batu terbentuk adalah 50% dalam 5 tahun dan 80% dalam 10 tahun.
Pasien yang mamiliki risiko tinggi kambuh adalah yang tidak patuh pada pengobatan,
tidak modifikasi gaya hidup, atau ada penyakit lain yang mendasari. Fragmen batu
yang tersisa pada pembedahan biasanya keluar dengan sendirinya jika ukuran batu
tersebut < 4mm.a

366
UNII YANG MENANGAN!
. RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Departemen Bedah Urologi
. RS non pendidikan Bagian Urologi

REFERENSI
1 lnfeksi soluron Kemih. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku
ojor ilmu penyokit dolom. 5rh ed. Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit
Dolom FKUI, 2009:2009 - 15

2. Nephrolithiosis. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J,


editors. Honison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stoies of Americo; The McGrow-
Hill Componies, 201 l.
3. Nephrolithiosis. Dolom : Acosto, Jose. Sobiston Textbook of Surgery l8ih Edition. Sounders. 2008
4. Stoller ML. Urinory stone diseose. ln : Tonogho EA, McAninch JW, eds. Smith's Generol Urology,
l6rh Edition. New York, NY:McGrow-Hill.2004:256-291 .

367
GANGGUAN ASAM BASA

PENGERTIAN
Ganggguan asam basa terdiri dari dua yaitu asidosis dan alkalosis. Tingkat
keasaman arteri (pHJ dipertahankanT.35-7.45. Asidosis jika pH <7.35 dan alkalosis
jika pH > 7 .45. Pengontrolan tekanan CO, [PaCOr) dilakukan oleh sistem saraf pusat
dan sistem respirasi, sedangkan pengaturan bikarbonat plasma diatur oleh ginjal
dengan mengekskresi dan meretensi asam atau basa. Regulasi pH darah digambarkan
dengan rumus Henderson-Hasselbalch:1'2

r
6.1 + log HCO3
pH
PaCO, x 0.030'l

Tobel l. Pengoruh Gongguon Asom-Boso lerhodop Sistem Orgon:3

Langkah-lan gkah mendiagnosis kelainan asam-basa1


1. Memeriksa analisa gas darah dan elektrolit
2. Memeriksa akurasi hasil anallisa gas darah dengan membandingkan pH dengan
ion H
3. Memeriksa adakah kelainan asam basa [pH lebih tinggi atau lebih rendah dari
nilai normal)
4. Memeriksa apakah kelainan asam basa respiratorik atau metabolik
5. Bila terdapat asidosis metabolik menghitung anion gap (AG)
a. Untuk menentukan penyebab asidosis metabolik
b. )ika AG meningkat: mencerminkan adanya anion yang tak terukur dalam
plasma yang bersifat asam seperti asam bukan klorida yang mengandung bahan
inorganik (fosfat, sulfat), bahan organik (asam keto, laktat, anion uremia),
bahan eksogen (salisilat, toksin lain)
c. f ika AG menurun: terdapat penurunan albumin atau peningkatan kation yang
tidak terukur [kalsium, magnesium, kalium, bromine, imunoglobulin)
d. Nilai normalB-1.2 mEq/L
e. AG meningkat menunjukkan adanya penambahan asam lain sedangkan jika
AG normal menunjukkan bikarbonat yang kurang yang menjadi penyebab
asidosis metabolik
f. AG dihitung dengan rumus
AG = Na - (Cl+ HCO3)

f ika terjadi peningkatan glukosa plasma, gunakan kadar natrium yang diukuri
jangan menggunakan kadar natrium terkoreksi.
6. Mengetahui 4 penyebab high AG yaitu ketoasidosis, asidosis asam laktat, gagal
ginjal, toksin
7 . Mengetahui 2 penyebab hiperkloremik atau asidosis nongop (hilangnya bikarbonat
dari saluran cerna, renal tubular acidosis/RTA).
B. Mengestimasi respon kompensasi [Tabel2)

Tobel 2. Gongguon Asom Boso Sederhonor

B. Membandingkan AG dan HCOr-


a. Menentukan ada tidaknya gangguan Iain selain asidosis metabolik beranion
gap yang mempengaruhi kadar bikarbonat
b. Menghitung A HCO3 = 25 - HCO3
c. Menghitung A AG = AG hitung - AG expected
d. AG expected = albumin x 2.5
e. Hasil perbandingan: L AG/n HCO3
Tobel 2. Hosil Perbondingon AG don HCO

10. Membandingkan perubahan pada [Cl'] dengan perubahan pada [Na.]

AS DOSIS METABOTIK

PENGERTIAN
Asidosis metabolik adalah adalah suatu keadaan patologis ditandai dengan penurunan
HCO3 -1 dan sebagai kompensasi terjadi penurunan PCOZ . Asidosis metabolik dengan
anion hgap[AG) disebabkan oleh: ketoasidosis, laktat asidosis, gagal ginjal, intoksikasi
[metanol, salisilat, etilen glikol, propilen glikol, asetamonofen). Sedangkan asidosis
metabolik tanpa AG disebabkan oleh diare atau asidosis tubulus renalis IRTAJ3

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Riwayat penyakit yang diderita seperti penyakit ginjal [gagal ginjal akut), diabetes
lcohol, riwayat konsumsi alkohol, kelaparan, gangguan herediter, obat-obatan yang
rutin dikonsumsi, atau riwayat operasi sebelumnya. Pada kasus kronik pasien dapat
tidak menunjukkan gejala (asimptomatik) atau merasa lelah, letih dan nafsu makan
menurun. 1,3

. Kehilangan melalui saluran cerna: daire, fistula intestinal atau pankreas, drainase
. Renal Tubular Acidosis
. Gagalginjaltahapawal
. Intoksikasi: asetazolamid, kolestiramin, toluen
. Dilusi karena infus bikarbonat terlalu cepat
. Post-hypocapnia respiratory alkalosis
. Renal wasting HCOl.
. Koreksi alkalosis respiratorik terlalu cepa
. Diversi ureter

370
Pemeriksoon Fisik
Penurunan tekanan darah, takikardia, hiperventilasi (pernapasan Kussmaul's),
kulit dingin dan lembab, disritmia, dan syok.1,3

Pemeriksoon Penunjong3
. Analisis gas darah: pH < 7.35. PaCO, < 35 mmHg, bikarbonat < 22 mEq/L
. Elektrolit serum: mungkin terjadi peningkatan kalium.
. Osmolalitas darah, glukosa darah, ureum, kreatinin
. Keton urin
. Skrining toksin
. EKG:disritmia akibat hiperkalemia, memuncaknya gelombang T penurunan
segmen Sl penurunan ukuran gelombang R, menurun atau tidak terdapatnya
gelombang B dan melebarnya kompleks QRS.

DIAGNOSIS BANDINGl
. AG normal: saluran cerna diare, fistula, ileal loop), ginjal (renal tubular acidosis,
carbonic anhydrase inhibitor, post hypocapnia).
. AG meningkat: eksogen [salisilat, metanol, paraldehidJ, endogen flaktat asidosis,
ketoasidosis, uremia)

TATALAKSANA3
. Terapi penyakit yang mendasarinya
. Terapi asidosis metabolik dengan AG
- Jika keton urin negatif: hitung osmolalitas gap (OG). Jika OG > 10: curiga
intoksikasi.
Osmolalitas 9aP = osmolalitas terukur - osmolalitas perhitungan
Osmolalitas perhitungan = [2x Na] + [glukosa/18] + [BUN/2.8]
. Terapi asidosis metabolik tanpa AG
- Terapi penyakit yang mendasarinya
- Periksa AG urin (UAGI

UAG = [natrium urin + kalium urin] - klorida urin

Hasil UAG yang negatifmenunjukkan adanya peningkatan ekskresi NH4+ yang


merupakan respon ginjal terhadap asidosis, adanya gangguan pada saluran
cerna, RTA tipe II, intoksikasi, atau dilusr.
- Hasil UAG yangpositif menunjukkan adanya kegagalan ginjal mensekresi NHn*,
RTA tipe I atau IV gagal ginjal tahap awal.
a Terapi asidosis metabolik berat (pH < 7,2J
- Ketoasidosis diabetik: insulin dan cairan
- Ketoasidosis berhubungan alkohol: saline dan glukosa
- Gagal ginjal akut: dialisis
a Terapi bikarbonat dengan natrium bikarbonat2
- Menghitung ruang bikarbonat/ Ru-bikar:
- Ru-bikar: [0.4+ [2.6: HCO3)] x berat badan (kg)

Ru-bikar : [0.4+ [2.6 : HCO3)] x berat badan (kgJ

Mengitung rerata Ru-bikar: [Ru-bikar dari hasil pemeriksaan HCO3] - [Ru-


bikar dari hasil HCO3 yang diharapkanl
Jumlah bikarbonat yang dibutuhkan [mEqJ = Rerata Ru-bikar x berat badan x
[HCO, yanB diharapkan - HCO3 hasi pemeriksaan]
Diberikan melalui drip intravena dalam 1000 ml dekstrosa 5% dalam air ( Dr\M)

KOMPTIKASI
Aritmia, koma dan kematian jika asidosis metabolik berat3

PROGNOSIS
Perjalanan penyakit tergantung penyakit yang mendasarinya. Pada 543 pasien
yang menderita asidosis metabolik, 44o/o di antaranya menderita asidosis laktat,3To/o
di antaranya menderita asidosis dengan AG yang tinggi, dan 19 7o dengan asidosis
hiperkloremik. Angka kematian mencapai 45o/o pada kasus asidosis metabolik,
pasien dengan laktat asidosis 56%, asidosis dengan AG yang tinggi39o/o, dan asidosis
hiperkloremik 29o/o3t

AS!DOSIS RESPIRATORIK

PENGERTIAN
Peningkatan PaCO, dengan kompensasi peningkatan HCO, Faktor resiko yaitu:3
. Penyakit pernapasan akut: pneumonia,ARDS (acute respiratory distress syndrome)
. Obat-obatan yang mendepresi susunan sarafpusat

372
a Trauma dinding dada: flail cftesf, pneumotoraks
a Trauma sistem saraf pusat: dapat menimbulkan depresi pernapasan
a Kerusakan otot pernapasan: hiperkalemia, polio, sindroma Guillain-Barce
o Asfiksia: obstruksi mekanik, anafilaksis

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Sesak nafas, asteriksis, gelisah menimbulkan letargi, perubahan status mental,
dan koma3 \

Pemeriksoon Fisik
Peningkatan frekuensi jantung dan pernapasan, diaphoresis, dan sianosis. Dapat
ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial seperti edema papil, dilatasi
pembuluh darah konjungtiva dan wajah.

Pemeriksoon Penunjong3
. Analisa gas darah (AGD): PaCO, > 40 mmHG , pH < 7 .40
. Elektrolit serum
. Rontgen paru: melihat adanya penyakit pernapasan yang mendasari
. Skrining obat

DIAGNOSIS BAND!NG
Dilihat dari beberapa faktor resiko yang dapat menyebkan terjadinya asidosis
respiratori 3

TAIA[AKSANA2,3
. Terapipenyakityangmendasarinya
. Menaikkan frekuensi napas dan menurunkan CO,
. Akut: Oksigen jika saturasi oksigen rendah, ventilator
. Kronik: oksigen, bronkodilator dan antibiotik sesuai indikasi, fisioterapi dada

KOMPTIKASI
Gagal napas, syok3

373
PROGNOSIS
Perjalanan penyakit tergantung penyakit yang mendasarinya. f ika cepat diatasi
maka maka tidak ada efek jangka panjang. Asidosis respiratorik dapat terjadi secara
kronik bersamaan dengan penyakit paru atau gagal napas yang membutuhkan ventilasi
mekanik.3

AtKAtOSIS METABOTIK

PENGERIIAN5
Peningkatan HCO, dengan peningkatan PaCO, sebagai kompensasi. Penyebab
alkalosis metabolik yaitu:
. Saline responsive: kehilangan H* melalui muntah, penghisapan dari selang NGT,
adenoma villous,laksatil cystic fibrosis; dari ginjal misalnya pemakaian diuretik
. Saline resistant: kelebihan mineralokortikoid, hipokalemia berat, hipokalsemia
atau hipoparatiroidisme, sindroma Bartter's,sindroma Gitelman's

DIAGNOSIS

Anomnesis
Gejala klinis kelemahan otot, ketidakstabilan saraf otot, menurunnya refleks,
perubahan status mental seperti apatis, stupor, Riwayat penyakit sebelumnya dan
obat-obatan seperti diuretik tiazid. 1,3

Pemeriksoon Fisik
Konfusi, aritmia, peningkatan kepekaan neuromuskular, dapat ditemukan ileus
karena penurunan motilitas saluran pencernaan. 1,3

Pemeriksoon Penunjong'.3
. Analisa gas darah (AGD): pH > 7.40, bikarbonat > 26 mEq/L
. Klorida urin
. Elektrolit serum: umumnya dijumpai penurunan kalium dan klorida.
. EKG: melihat ada tidanya disritmia terutama pada kasus berat

374
Alkolosis Metobolik

v
Klorido urin < 20 Klorido urin >20

So/ine responsive Soiine resislonf

Kehilongon dori sol Diuretik Seleloh hipokopnio, Hipertensl Normol otou


uron cerno : munloh loksotif, cystic hipotensi
droinose NGT, fibrosis
odenomo vilus

H ipe ro ldosteron ism e Hipokolemio berot,


derojot l, diuretik,
Hipero ldosleron ism e sindromo Bortter's.
derojoi 2, sindromo Gilelmon's
n on - m i n e r o o c o rli c o
I i d

Algoritme l. Pendekolon Alkolosis Metobolik3

DIAGNOSIS BANDING5
. Sensitif terhadap klorida ( klorida urin < 10 mEq/L): saline responsive
- Kehilangan klorida dari urin: pemakaian diuretik, kistik fibrosis, post
hiperkapnia
- Kehilangan klorida dan H.dari saluran cerna: penghisapan selang NGT muntah,
kelainan kongenital
. Resisten terhadap klorida (klorida urin >L0 mEq/L): saline resistant
- Hipertensi: kelebihan mineralokortikoid: sindrom Cushing, sindrom Con4
- Normotensif atau hipotensir hipokalemia berat, sindrom Barttler.

TATA[AKSANA2,3
. Terapi penyakit yang mendasarinya
. Infus normal saline
. Kalium klorida [KCI) sesuai indikasi
. Antagonis reseptor histamin Hr. menurunkan produksi HCI dan mencegah alkalosis
metabolik yang dapat terjadi akibat penghisapan dari NGT
. Inhibitor karbonik anhidrase: asetazolamid

375
a Asam hidroklorida (HCIJ 0.1 N juga efektii tetapi dapat menyebabkan hemolisis
dan harus diberikan melalui pembuluh darah sentral dan perlahan-lah

KOMPTIKAS!
Aritmia jantung, gangguan elektrolik, koma

PROGNOSIS
Perjalanan penyakit tergantung penyakit yang mendasarinya. Angka kematian
pada pH darah 7.55 sebesar 45 %0, sedangkan angka kematian pada pH darah lebih
dari7,65 yaitu B0 o/0.3's

ALKALOSIS RESP RATORIK


PENGERTIAN
Penurunan PCO, dengan penurunan HCO, sebagai kompensasi. Terjadi karena
peningkatan ventilasi alveolar. Penyebab terjadinya alkalosis respiratorik: 3

. Hipoksia: hiperventilasi pada pneumonia, edema pulmonal, penyakit paru restriktif


. Hiperventilasi primer: gangguan sistem saraf pusat, nyeri, cemas, obat fsalisilat,
progesteron, metilxantinJ, kehamilan, sepsis, gagal hati,

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Gejala yang dikeluhkan: kepala terasa melayang, ansietsas parestesia, tetani,
pingsan, dan kejang jika sudah berat. 3

Pemeriksoon Fisik
Ditemukan adanya peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan3

Pemeriksoon Penunjon93
. Analisis gas darah [AGD): PaCOr< 40 mmHG,pH> 7.40, PaO, menurun
. Elektrolit serum
. Fosfat serum: penurunan
. EKG: disritmia

376
DIAGNOSIS BANDING
Dibedakan berdasarkan etiologinya

TATAIAKSANA3
. Terapi penyakit yang mendasarinya
. Memastikan apakah ansietas merupakan penyebabnya dan penurunan PaCO,
. Jika gejala memberat: pasien perlu menghirup kembali COrmelalui masker oksigen
yang dihubungkan dengan reservoir COr.atau mengunakan sejenis kantong untuk
bernapas.
. Terapi oksigen jika hipoksia dalah faktor penyebabnya
. Sedatif dan tranquilizer jika disebabkan karena cemas
. Ventilasimekanik

KOMPTIKASI
Aritmia jantung, gangguan elektrolik, koma

PROGNOSIS
Perjalanan penyakit tergantung penyakit yang mendasarinya. Angka kematian
27,9 seiring dengan meningkatnya pH, mencapai 48,5 o/o jika pH > 7.60. Pasien
o/o

dengan alkalosis respiratori dan alkalosis metabolik mempunyai prognosis lebih


buruk (44.20/o)6

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT YANG IERKAIT


. RS pendidikan Unit Perawatan Intensif
. RS non pendidikan

REFERENSI
I . DuBose TD. Acidosis ond olkolosis . ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, HouserS, Jomeson
J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. 18'ned. New York: McGrow-Hill
Medicol Publishing Division; 20l 2.
2. Siregor P. Gongguon Keseimbongon Coiron don Elektrolit. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi
B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: Interno

377
Publishing; 2009: Hol 189-196.
3. Seifter JL. Acid-bose disorders. ln: Goldmon L, Schofer Al, eds. Cecil Medicine. 24th ed.
Philodelphio, Po: Sounders Elsevier; 201 I :chop 120.
4. Gunnerson K, Soul M, He S, et ol. Loctote vs. non-loctote metobolic ocidosis: o retrospective
outcome evoluotion of criticolly ill potients. Crit Core.2006:1011):R22.
5. Gollo J. Metobollc olkolosis. JASN. 2000;l 1(21:369-75.
6. Anderson LE, Henrich WL. Alkolemio-ossocioted morbidity ond mortolity in medicol ond surgicol
potients. South Med J. 1987;80(61:729-33.

378
GANGGUANGNJ TAKUT

PENGERTIAN
Gangguan ginjal akut atau yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal akut [GGA),
sekarang disebut jejas ginjal akut (acute kidney injury / AKI). AKI merupakan kelainan
ginjal struktural dan fungsional dalam 48 jam yang diketahui melalui pemeriksaan
darah, urin, jaringan, atau radiologis.l'2 Kriteria diagnosis AKI menurut the International
Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGOJ sebagai berikut:3
o peningkatan serum kreatinin (SCr) > 0,3mg/dL(>26,5 pmol/L) dalam 48 jam; atau
. peningkatan SCr > 1,5 x baseline, yang terjadi atau diasumsikan terjadi dalam
kurun waktu 7 hari sebelumnya; atau
. Volume urin < 0,5 ml/kgBB/iam selama > 6 jam

Tobel l. Stodium AKI Berdosorkon Derojol Keporohonnyo3

Kelerongon :
eGFR = Esfimoled glomerulor filtrotion rote (estimosi loju filtrosi glomerolus / LFG)

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr
1,. Suspek pre-renal azotemia: muntah, dtare, poliuria akibat glikosuria, riwayat
konsumsi obat termasuk diuretik, nonsteroidal anti-inflammatory drags (NSAID),
angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitors, dan angiotensin receptor blocker
(ARB).
2. Kolik pinggang yang menjalar ke daerah genital ) sugestif obstruksi ureter
3. Sering kencing di malam hari (nokturia) dan gangguan berkemih lain; dapat muncul
pada penyakit prostat
4. Riwayat penyakit prostat, batu ginjal, atau keganasan pelvis atau paraaorta )
suspek post-renal

Pemeriksoon Fisik'
1. Hipotensi ortostatik, takikardi, tekanan vena jugularis menurun, turgor kulit
menurun, dan membran mukosa kering.
2. Perut kembung dan nyeri suprapubik ) pembesaran kandung kemih
3, AKI dengan purpura palpable, perdarahan paru, atau sinusitis)sugestif vaskulitis
sistemik

Jejos ginjol okut

Pre-renol lnkinsik Post-renol

Hipovolemio Iubulus don . Obstruksi soluron kondung


Cordioc outpul t interstitium kemih
Volume sirkulosi efeklif J Obstruksi pelvo-ureterol
. Gogol jonlung kongeslif biloierol (olou obstruksi
. Gogol hoti unilolerol dori fungsi ginjol
Autoregulosi ginjol tergonggu soliter)
. NSAID
. ACE-I / ARB
. Siklosporin Glomerulor Voskulor
Glomerulo Voskulitis
nefritis okut Hipertensi moligno
TTP-HUS

lskemi Sepsis / infeksi NEFROTOKSIN


Eksogen: kontros, ominoglikosido,
cisplotin, omtoterisin B
Endogen: hemolisis, mielomo, krislol
Ket: IfP-HUS = thrombotic thrombocytopenic
introtubulor, rhobdomiolisis
purpuro-he molylic ure mic syndrome

Gombor l. Klosifikosi don Eliologi Moyor AKlr

380
4. Reaksi idiosinkrasi Idemam, artralgia, rash kemerahan yang gatalJ )suspek nefritis
interstitial alergi
5. Tanda iskemik pada ekstremitas bawah positif ) suspek rhabdomiolisis

Pemeriksoon Penunjongl
l. Laboratorium: darah perifer lengkap, urinalisis, sedimen urin, serum ureum,
kreatinin, asam urat, kreatin kinase, elektrolit, lactate dehydrogenase (LDH), blood
urea nitrogen (BUN), antinuclear antibodies (ANAs), antineuffophilic cytoplasmic
antibodies (ANCAs), antiglomerular basement membrane antibodies IAGBM), dan
cryoglobulins.
2. Radiologis: USG ginjal dan traktus urinarius, CT scan, pielografi antegrad atau
retrograd, MRI
3. Biopsi ginjal

Tobel 2. Krilerio diognosis conlrosf-induced nephropolhy


(crNr

Hipotensi'
lntro-oortic bolloon pump (IABP) J

Gogol jontung kongestifb 5

Usio > 75 tohun


Anemio. 3

Diobetes 3 s5 7,5% o,o4%

6- t0 14% o,12%
Volume zot kontros I
I - l6 26,1% 1,09%
tiop 100 cc3
> t6 57,3% 12,6%
SCr > 1,5 mg/dl 4

olou
2bilo 40-60

eGFR < 60 mL/menit/1,73 m'? 4 bilo 20-40


6 bilo <20
Kelerongon:
.Tekonon sistolik <80 mmHg selomo sedikitnyo I jom don memerlukon leropi inotropik otou IABP dolom 24 jom periprosedurol
bGogoljoniung kongeslif menurul klosifikosi New york Heorf Associolion (NYHA) kelos lll/lV don/olou riwoyot edemo poru
'Ht <39% podo loki-loki, <36% podo perempuon

AKI PASCA BEDAH JANTUNG


Selain CIN, terdapat risiko AKI pada pasien pascabedah jantung yang dikenal dengan
skoring AKICS (Acute Kidney lnjury predictionfollowing elective cardiac surgery], skoring
Cleveland dan skoring Toronto seperti tercantum pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tobel 3. Skoring AKICS 2007s

Skor minimol = 0. moksimol = 20


Kelerongqn : CPB = cordiopulmonory byposs; Cr = kreotinin; CVP = cenlrol venous pressure
Pre-op = pre aperative: CHF = congesfive heort foilure (gogol jontung kongeslif)

Tobel 4. Skoring Clevelond don Toronlo (2008)6

I
2

Elektif

Kelerongon : LVEF = /eFf venlricle ejection froclian

382
DIAGNOSIS BANDING

Tobel 5. Penyebob AKI'

tn

PGK
Nefropoli tros P n m kin

dolom 7 hori

Penyokit o

Keterongon:
AGBM = onti-g/omerulor bosement membrone, FeNo = frocliono/ excretion of sodium, TTP/HUS = thrombotic lhrombocylopenic
purpurolhemolytic uremic syndrome. ANA = onlinucleor ontibody, ANCA = ontineutraphilic cylop/osmic ontibody

384
TATAI.AKSANA

Tobel 6. Monojemen Tololoksono AKI Berdosorkon Slodium3

1. Asupan nutrisi3
. Pemberian nutrisi enteral lebih disukai
. Target total asupan kalori per hari: 20 - 30 kkal/kgBB pada semua stadium
. Hindari restriksi protein
. Kebutuhan protein per hari:
- AKI non-katabolik tanpa dialisis: 0,8 - L g/kgBB
- AKI dalam terapi penggantian ginjal [TPGJ: 1 - 1,5 g/kgBB
- AKI hiperkatabolik dan dengan TPG kontinu: s/d maksimal L,7 g/kgBB
2 Asupan cairan dan terapi farmakologis3
. Tentukan status hidrasi pasien, bila tidak ada syok hemoragik ) infus kristaloid
isotonik
. Pada pasien dengan syok vasomotor d berikan vasopressor dengan cairan IV
. Pada seting perioperatif atau syok sepsis, tatalaksana gangguan hemodinamik
dan oksigenasi sesuai protokol
. Pada pasien sakit berat berikan terapi insulin dengan target glukosa plasma
1,L0-149 mg/dL
. Diuretik hanya diberikan pada keadaan volume overload
. Tidak dianjurkan: dopamin dosis rendah, atrial natriuretic peptide (ANP),
recombinant human (rh) IGF-1
3. Intervensi dialisisl'3
. Indikasi dialisis:
- Terapi yang sudah diberikan tidak mampu mengontrol volume overload,
hiperkalemia, asidosis, ingesti zat toksik

3Bs
- Komplikasi uremia berat: asterixis, efusi perikardial, ensefalopati, uremic
bleeding
o Inisiasi dialisis secepatnya pada keadaan gangguan cairan, elektrolit,
keseimbangan asam-basa yang mengancam nyawa
a Pertimbangkan kondisi klinis lain yang dapat dimodifikasi melalui dialisis
(tidak hanya ratio BUN: kreatinin saja)
o Gangguan ginjal akut stadium III
a Diskontinu dialisis bila tidak lagi dibutuhkan (fungsi intrinsik ginjal telah
pulih) atau jika dialisis tidak lagi memenuhi tujuan terapi

Anjuron podo Keodoon Khusus


7. ClNf contrast-induced AKI ICI-AKI)3
. Klasifikasikan stadium AKI setelah administrasi zat kontras teriodinasi intra-
vaskular dan evaluasi penyebab lain CI-AKI
. Menilai risiko CI-AKI, skrining gangguan fungsi ginjal pada semua pasien
yang akan menjalani prosedur yang membutuhkan administrasi zat kontras
intravaskular
. Pada pasien dengan risiko tinggi CI-AKI:
- Pertimbangkan metode pencitraan lain
- Gunakan dosis zatkontras terendah pada pasien dengan risiko tinggi CI-AKI
- Gunakan zat kontras dengan osmolaritas rendah atau isoosmolar
- Hidrasi dengan pilihan cairan infus: NaCl 0,9o/o atau NaHCO3 isotonik
- N-acetylcysteine diberikan per oral bersama dengan infus kristaloid isotonik
. Tidak dianjurkan: Teofilin, fenoldopam, hemodialisis profilaksis, hemofiltrasi
2, AKICS
. Pencegahan dapat dilakukan dengan memodifikasi faktor potensial yang dapat
menyebabkan AKICS antara lain anemia pre-op, transfusi darah perioperatif,
dan re-eksplorasi pembedahan.T

KOMPLIKASI
Gangguan asam basa dan elektrolit, uremia, infeksi, perdarahan, komplikasi pada
jantung, malnutrisi.l

PROGNOSIS
Tingkat mortalitas AKI yang berat hampir 50o/o, tergantung tipe AKI dan penyakit
komorbid pasien. Pada studi Madrid, pasien dengan nekrosis tubular akut memiliki

386
angka mortalitas 60%, sedangkan pada penyakit pre-renal atau post-renal 35%. Sebagian
besar kematian bukan disebabkan AKI itu sendiri, melainkan oleh penyakit penyerta dan
komplikasi. Pada data Madrid, 600/o kematian disebabkan oleh penyakit primer dan 40%o
lainnya disebabkan oleh gagal kardiopulmonal atau infeksi. Sekitar 50% orang pulih
sepenuhnya dari nekrosis tubular akut,4Oo/o tidak pulih dengan sempurna, hanya 5-70o/o
yang memerlukan hemodialisis.s

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam
. Hemodialisis : Subspesialis Ginjal-Hipertensi dan internist dengan
sertifikasi hemodialisis

UNIT TERKAII
. RS pendidikan : Unit Hemodialisis,lCU/Medical High Care, Departemen
Bedah Urologi
a RS non pendidikan : Unit hemodialisis, ICU

REFERENSI
1 . Bonventre J, Woikor S. Acute kidney injury. ln: Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson
JL,LoscolzoJ.Horrison'sPrinciplesof lnternol Medicine. l8thEdition.NewYork: McGrow-Hill; 2012.
holomon
2. Molitoris B. Acute kidney iniury. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil medicine. 23'd Edition. Philodelphio:
Sounders, Elsevier; 2008. holomon
3. The lnternotionol Kidney Diseose: lmproving Globol Outcomes (KDIGO). KDIGO clinicol proctice
guideline for ocute kidney injury. Kidney lnternotionol Supplements (201 2) 2, Diunduh dori http://
www.kdigo.org/clinicol_proctice_guidelines/pdf/KDIGO%2OAKl%20 GUdeline.pdf podo tonggol
16 Mei 2012.
4. Mehron R, Aymong E, Nikolsky E, et ol. A simple risk score for prediction of controst-induced
nephropothy ofter percutoneous coronory intervention. J Am Coll Cordiol. 2OO4: 44:1393-9.
5. Polombo H, Cosko l, Neto ALC, et ol. Acuie kidney injury prediction following elective cordioc
surgery: AKICS Score. Kid ney lnternolionol. 2007 :7 2: 624-31 .
6. Condelo-Toho A, Elios-Mortin E, Abroiro V, et ol. Predicting ocute renol foilure ofter cordioc surgery
externol volidotion of two new clinicol scores. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3:.)260-5.
7. Korkouti K, Wijeysundero D, You T, et ol. Acute kidney injury ofter cordioc surgery: focus on
modifio ble risk f octors, Circulotion 2009 :1 1 9 49 5- 502.
:

8. Liono Junco E, Poscuol J, Modero R, Verde E. The spectrum of ocute renol foilure in the
F,
intensive core unit compored with thot seen in other settings. The Modrid Acute Renol Foilure
Study Group. Kidney lnt Suppl 1998; 66:516-524.

387
GANGGUAN KALIUM

PENGERTIAN
Gangguan kalium ada 2 yaitu hipokalemia dan hiperkalemia. Nilai normal kalium
plasma yaitu 3.5-5 meq/L. Hipokalemia yaitu kadar kalium plasma < 3.5 meql/L, dan
hiperkalemia jika kadar kalium plasma > 5 meq/L. Kalium adalah kation utama dalam
intraselular dan berperan penting dalam metabolism sel. Kalium berfungsi dalam
sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saral pengeluaran hormone, transport
cairan, perkembangan janin. Ginlal merupakan pengatur utama keseimbangan kalium
dengan mengatur jumlah yang diekskresikan dalam urin. Penyebab dari hipokalemia
dan hipeikalemla pada tabel 1.1

Tobel 1. Penyebob Terjodinyo Hipokolemio don Hiperkolemio r


PENDEKATAN DIAGNOSIS

Tobel 2. Diognosis Gongguon Kolium r.2

song,
dlore,
kendur, muol, muntoh, porestesi, kelemohon ekstremitos bowoh

Penunjong

DIAGNOSIS BANDING

TATALAKSANA

A. HIPOKATEMIA
Pendekatan tataiaksana hipokalemia:3
. Menyingkirkan adanya transcellular shrlrs [keadaan yang menyebabkan masuknya
kalium ke dalam sel)
. Pemeriksaan kalium urin 24 jam
a Menghitung transtubulqr potassium gradient ITTKGJ =

TTKG = (Kalium urin/Kalium PIasma)


(osmolalitas urin/osmolalitas plasma)

Jika Kalium urin > 30 meq/hari atau > 15 mEq/L atau TTKG >7: kehilangan kalium
melalui ginjal, cek tekanan darah, cek klorida urin.
Jika Kalium urin < 25 meq/hari atau < 15 mEq/L atau TTKG < 3: kehilangan kalium
tidak melalui ginjal

Hipokolemio

Kolium urin < 25 meq/ Kolium urin > 30 meq/


hori olou TTKG < 3 hori otou TTKG > 7

Diore, loksolif, Tekonon doroh Hiperlensi


vilus odenomo normol otou hipotensi

Perikso stotus osom-boso hiperoldosleronisme derojol 1,


hiperoldosleronisme derojo'l 2,
nonoidoslerone mineroloc ottic oid

Asidosis Compuron Alkolosis

KAD, RTA Deflsiensi Klorido urin


mognesrum

>24

v
Muntoh/ NGT Diuretik, sindromo Borlter's,
sindromo Giteimon's

Algoritme l. Penololoksonoon Hipokolemio4

390
lndikosi Koreksi Kolium
. Indikasi mutlak: pemberian kalium mutlak diberikan pada keadaan
- Pasien sedang dalam pengobatan digitalis
- Pasien dengan ketoasidosis diabetik
- Pasien dengan kelemahan otot pernapasan
- Hipokalemia berat (kalium < 2 meqlL)
. Indikasi kuat: kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu
insufisiensi koroner atau skemia otot jantung, ensefalopati hepatikum, pasien
memakai obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstra ke
intrasel.
. Indikasi sedang: pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada hipokalemia
ringan [kalium 3-3,5 meq/LJ

Tololoksono Hipokolemior.2
1. Penurunan kalium plasma l.mEq/L sama dengan kehilangan 200 mEq dari total
tubuh
2. Pengobatan penyebab dasar
3. Terapi hipomagnesia jika ada.
4. Penggantiam kalium secara oral (slow correction):40-60 meq dapat menaikkan
kadar kalium sebesar 7-1,,Smeq/L
5. Penggantian kalium secara intravena dalam bentuk larutan KCI (rapid correction):
jika hiperkalemia berat atau pasien tidak mampu menggunakan kalium per oral.
KCI 20 meq dilarutkan dalam 100 cc NaCl isotonik. Pemberian melalui vena besar
dengan kecepatan maksimal L0 meq/jam atau konsentrasi maksimal 30-40 meq/L
karena dapat menyebabkan hiperkalemia yang mengancam hidup. fika melaui
vena perife4 KCI maksimal 60 meq dilarutkan dalam NaCl isotonic 1000 cc dengan
kecepatan dikurangi untuk mencegah iritasi pembuluh darah.
Dosis untuk berat badan < 40 kg: 0,25 meqlL x kg x jam x2 jam
> 40 kg: L0-20 meq/L x2 jam
6. Pada kasus aritmia berat atau kelumpuhan otot pernapasan: KCI diberikan dengan
kecepatan 40-100 meq/L.
7. Pasien yang menerima 10-20 meq/jam harus pada pemantauan jantung secara
kontinu, Jika terdapat gelombang T datar menunjukkan adanya hiperkalemia dan
memerl ukan perhatian segera.
B. HIPERKATEMIA
Pendekatan terapi hiperkalemia: s

. Menyingkirkan adanyapseudohyperkalemia, misalnya pemberian kalium intravena,


hemolisis selama venipucture, peningkatan sel darah putih atau trombosit
. Menyingkirkan adanya transcellular shifts
. Menetukan LFG. fika LFG normal pikirkan menurunnya kadar natrium di distal
dan menurunnya aliran urin

Tololoksono Hiperkolemio6
1,. Pengobatan penyebab dasar
2. Pembatasan asupan kalium: menghindari makanan yang mengandung kalium
tinggi
3. Pengecekan ulang kadar kalium L-2 jam setelah terapi untuk menilai keefektifan terapi,
dan diulang secara rutin sesuai kadar kalium awal dan gejala kilnis.
4. Subakut: slow correction
- Kation yang mengubah resin (sodium polystyrene sulfonate/ Kayexalate):
diberikan secara oral, selang nasogastrik, atau melalui retensi enema untuk
menukar natrium dengan kalium di usus. Dosis 20-60 gram per oral dengan
100-200 ml sorbitol atau 40 gram Kayexalate dengan 40 gram sorbitol dalam
100 ml air sebagai enema.
5. Akut: rapid correction
- Kalsium glukonat intravena: untuk menghilangkan efek neuromuskular dan
jantung akibat hiperkalemia
- Glukosa dan insulin intravena: untuk memindahkan kalium ke dalam sel,
dengan efek penurunan kalium kira-kira 6 jam. Dosis: insulin 10 unit dalam
glukosa 40o/o, 50 ml bolus intravena, Ialu diikuti dengan infuse Dekstrosa
5 % untuk mencegah hipoglikemia.
- Natrium bikarbonat: untuk memindahkan kalium ke dalam sel, dengan efek
penurunan kalium kira-kira 1.-2 jam.
6. Pemberian cr2 agonis [albuterol): untuk memindahkan kalium ke dalam sel.
Dosis 10-20 mg secara inhalasi maupun tetesan intravena.
7. Dialisis: untuk membuang kalium dari tubuh paling efektif.

KOMPLIKASI
Aritmia jantung, henti jantung.5

392
PROGNOSIS
Pada hipokalemia jika diterapi dengan adekuat akan sembuh. Resiko peningkatan
kadar kalium mencapai 7-B meq/L menjadi fibrilasi ventrikel yaitu 5 %0, sedangkan
jika kadar kalium 10 meq/L resiko menjadi fibrilasi ventrikel meningkat 90 o/o.Pada
kasus berat resiko mortalitas sebesar 67 o/o.6

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT YANG IERKAII I

. RS pendidikan : Divisi Kardivaologi - Departemen Penyakit Dalam,


Unit Perawatan Intensif I

o RS non pendidikan : Bagian Perawatan Intensif

REFERENS!
1. Aminoff M..Fluid ond Electrolyte Disturbonces . ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser
S,Jomeson J, Loscolzo J, editors. Honison's principles of internol medicine. l8th ed. United Stotes
of Americo; The McGrow-Hill Componies,2O12.
2. Siregor Porlindungon. Gongguon Keseimbongon Coiron don Elektrolit. Dolom: Alwi l, Setioti S,
Seiiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi lV. Jokorto:
lnterno Publishing; 2006: Hol 134-142.
3. Gennori FJ. Hypokolemio. N Engl J Med I 998:339 451-458August 13, 1998. Diunduh dori http://
www.nejm.org/doi/pdI/10.1056/NEJM199808133390707 podo tonggol l5 Mei 2012.
4. Anoligo AC. Algorithms forHypokolemio K<3.5. Diunduh dori http://www. clevelondclinicmeded.
com/medicolpubs/micu/ podo tonggol l5 mei 2012
5. Weisberg LS. Monogement of severe hypokolemio. Crit Core Med. 2008; 36:3246-51 .

6. ElliotM.Monogementof potientwithocutehyperkolemio.CMAJ.2010;182(15): I631-5.

393
GANGGUAN KALS U

PENGERIIAN

Kadar kalsium ion normal adalah 4.75-5.2 mg/dl atau 1-l-.3 mmol/L. Nilai normal
kalsium total serum : 8.2-70.2 mg/dl. Hipokalsemia jika kadar kalsium total plasma
< 8.2 mg/dl. Gejala hipokalsemia belum timbul bila kadar kalsiumion >3.2 mg/dl
atau>0.8 mmol/L atau kalsium total sebesar>8-8.5 mg/dl. Gejala hipokalsemia akan
timbul jika kadar kalsium ion < 2.8 mg/dl atau< 0.7 mmol/L atau kadar kalsium total
< 7 mg/ dl. Hiperkalsemia jika kadar kalsium total plasma >L0.2 mg/ dl. Kalsium aktif
terdapat dalam bentuk kalsium terionisasi. Pemeriksaan serum kalsium merupakan
kalsium total yaitu gabungan dari kalsium bebas dan yang terikat albumin. Nilai
kalsium total dapat tetap normal dengan penurunan kalsium terionisasi seperti
pada alkalosis (menyebabkan banyak kalsium yang terikat dengan albumin, sehingga
pemeriksaan paling akurat dengan memeriksa kalsium terionisasi secara langsung. 1'2

Tobel l. Penyebob letjodinyo Hipokolsemio don Hiperkolsemio'2

respon
Tobel 2. Foklor Risiko Gongguon Kolsiumr'3

Peningkoton kolsium dolom coiron kolsium: kelebihon


pemokoion

PENDEKATAN DIAGNOSIS

A. HIPOKATSEMIA

Anomnesis
Pasien dengan hipokalsemia dapata simptomatik jika penurunan kadar kalsium
plasma ringan dan sudah kronik. Sedangkan jika penurunan kalsium sedang-berat
dapat menimbulkan keluhan-keluhan seperti kebas, kramotot, parestesia umumnya di
jari kaki, jari-jari tangan, dan regio circumoral, peningkatkan reflex, yang disebabkan
karena meningkatnya iritabilitas neuromuskular. f ika sudah berat dapat terjadi tetani
dan kejang. Pada anamnesis iuga perlu ditanyakan factor risiko seperti pada tabel 2.1

Pemeriksoon Fisikt,2
. Tanda Trousseau's: spasme karpal karena iskemia. Cara : dengan mengembangkan
manset pada lengan atas 20 mmHg lebih tinggi dari tekanan sistolik selama 3 menit.
. Tanda Chvostek's: kontraksi unilateral dari wajah dan otot kelopak mata karena
iritasi saraf fasial dengan memperkusi wajah tepat di depan telinga. Cara:
mengetukkan ringan saraf wajah di daerah anterior telinga
. Hipokalsemia berat: spasme carpopedal, bronkospasme, laringospasme, kejang.

Pemeriksoon Penunjongr,2
. Kadar kalsium serum total mungkin< 8.5 mg/ dl
. Kadar albumin serum: penurunan kadar albumin serum 1.0 d/dl terjadi penurunan
0.8-1.0 mg/dl kadar kalsium total

395
a Kadar forfoL magnesium serum
a Kadar hormone paratiroid (PTH)
a EKG : interval QT memanjang, Torsades de pointes

B. HIPERKAISEMIA

Anomnesis
Hiperkalsemia ringan (kadar kalsium 11-11,5 mg/dlJ umumnya asimptomatik dan
terdeteksi saat pemeriksaan kalsium rutin. Beberapa pasien mengeluhkan keluhan
neuropsikiatrik seperti kesulitan konsentrasi, perubahan kepribadian, ataudepresi.
Keluhan lain dapat berupa ulkus peptikum atau nefrolitiasis. Hiperkalsemia berat
(kadar kalsium>12-13 mg/dlJ jika terjadi secara mendadak atau akut, dapat
menyebabkan letargi, stupol koma. Keluhan lain seperti mual, nafsu makan menurun,
konstipasi, pankreatitis, poliuria, polidipsi perlu ditanyakan. Keluhan nyeri pada tulang
ataua danya fraktur patologis dapat mengarahkan kehiperparatiroid ismekronik. Pada
anamnesis juga perlu ditanyakan faktor risiko seperti pada tabel2.1'a

Pemeriksoon Fisik
Pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik untuk hiperkalsemia, penemuan
dapat tergantung etiologi penyebab. Pada pasien dengan keganasan dapat ditemukan
adanya perubahan kulit,limfadenopati, hepatosplenomeglali. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan hipertensi dan bradikardia, akan tetapi tidak spesifik. Pemeriksaan sendi
ditemukan nyeri pada palpasi, kelemahan otot, hiperrefleksia, fasikulasi ototli dahd
apatdi temukan. Tanda-tanda dehidrasi juga perlu diperhatikan. Tingkat kesadaran
pasien mungkin menurun menjadi letargi atau stupor. Jika kadar kalsium 13-15 mg/dl
dikenal dengan istilah krisis hiperkalsemia yang ditandai dengan poliuria, dehidrasi,
dan perubahan status mental. a

Pemeriksoon Penunjongt,4
. Kadar kalsium serum total :> 10.5 mg/dl
. Kalsium terionisasi :> 5.5 mg/dl
. Hormon paratiroid
. Fungsi ginjal: kreatinin dan ureum
. Rontgen tulang: osteoporosis,
. EKG : pemendekan segmen ST dan interval Ql bradikardia, blok AV.

396
DIAGNOSIS BANDING2
. Hipokalsemia :Hydrofluoric Acid Burns,hiperkalemia, hipermagnesemia,
hipernatremia, Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Coma, hipoparatiroidisme,
hiperfosfatemia.
. Hiperkalsemia: hiperparatiroidisme, keganasan, sarkoidosis, intoksikasi obat
seperti litium, teofilin.

TATAI.AKSANA

A. HIPOKAISEMIAI
1. Pengobatan penyakit dasar
2. Penggantian kalsium tergantung dari tingkat keparahan penyakit, progresifitas,
dan komplikasi yang timbul.
3. Peningkatan asupan diet kalsium: 1000-1500 mg/hari pada orang dewasa.
4. Antasida hidroksia lumunium: mengurangi kadar fosfor sebelum mengatasi
hipokalsemia
5. Hipokalsemia akut (simptomatikJ :

a. Kalsium glukonat 10 % 10ml ( 90 mg atau 2.2 mmol) diencerkan dengan


50 ml Dekstrosa 5 o/o atau 0.9 Na Cl secara intravena selama 5 menit.
b. Dilanjutkan pemberian secara infus L0 ampul kalsium glukonat (atau
900 mg kalsium dalam l- Iiter Dekstrosa 5 %o atau 0.9 NaCl) dalam 24 jam.
c. Jika ada hipomagnesemia dengan fungsi ginjal normal larutan magnesium
sulfat 10 %o sebesar 2 gram selama 10 menit, dilanjutkan dengan 1 gram dalam
100 cc cairan per 1 lam ,

6. Hipokalsemiakronik:
a. Tujuan: meningkatkan kadarkalsium sampai batas bawah normal, menghindari
terjadinya hiperkalsiuria yang dapat mencetuskan batu ginjal.
b. Suplemen kalsium 1.000-1.500 mg/hari dalam dosis terbagi. Kalsium karbonat;
250 mg kalsium elemental dalam 650 mg tablet.
c. Vitamin D2 atau D3 25.000-100.000 /hari U

d. Kalsitriol [1,25 [OH)rD)0.23-2 gram/hari


7. Jika albumin serum menurun: penurunan albumin serum 1.0 gram/dl (dari nilai
normal 4.1. gram/dlJ, koreksi konsentrasi kalsium dengan menambahkan 0.8 mg/
dl dari kadar kalsium total :
Koreksi konsentrasi kalsium = kalsium hasil pemeriksaan (mg/dl) + [ 0.8 x (4- albumin [gr/dl)

397
B. HIPERKATSEMIA'
1. Pengobatan penyebab dasar
2. Diet rendah kalsium
3. Hiperkalsemia ringan (asimtomatik ) : tidak memerlukan koreksi cepat
4. Hiperkalsemia yang bergejala (simtomatik)
. Hidrasi karena hiperkalsemia berhubungan dengan dehidrasi : 4-8 liter cairan
isotonic secara intravena dalam 24 jam pertama, dengan target urin L00-
150 ml per jam. Jika ada penyakit komorbid (gagal jantung kongestif) dapat
ditambahkan loop diuretic untuk meningkatkan ekskresi natrium dan kalsium;
setelah status volume menjadi normal.
. Penghambat resorbsi tulang: pada keganasan atau hiperparatiroidisme berat

Tobel 3. Obol Penghombol Resorbsi Tulongr.2

Pemberian bifosfonat harus memperhatikan fungsi ginjal.


. Untuk mencegah kekambuhan dapat diberikan bifosfonat secara infus IV
. Glukokortikoid : pada kasus hiperkalsemia karena peningkatan 1.,25(OH)2D.
Hidrokortison 100-300 mg/harisecara IV ataup rednison 40-60 mg/hari per
oral selama 3-7 hari.
. Obat yang menurunkan-1.,25 [OH)2D : ketokonazol, klorokuin, hidroksiklorokuin
. Dialisis

KOMP[IKASI
Hipokalsemia dapat terjadi kejang dan laringospasme. Hiperkalsemia dapat
meningkatkan resiko terjadinya batu ginjal, dehidrasi, gagal ginjal, resiko patah tulang,
dan osteoporosis.l,a,s

PROGNOSIS
Pada hipokalsemia dapat meninggalkan kelainan neurologis seperti kejang dan
tetani. Kematian sangat jarang karena hipokalsemia. Hiperkalsemia yang berhubungan
dengan keganasan mempunyai prognosis lebih buruk, harapan hidup dalam 1
tahun sekitar 10-30o/o. Dalam suatu studi, 50 o/o pasien meninggal dalam 1 bulan

398
setelah dimulainya terapi, dan 750/o meninggal dalam 3 bulan. Hiperkalsemia yang
berhubungan dengan hiperparatiroidisme mempunyai prognosis baik jika diterapi.3-s

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNII YANG TERKAII


. RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Neurologi, Bagian Perawatan Intensif

REFERENSI
I KhosloS.Hypercolcemio ond Hypocolcemio .ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser
S,Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes
of Americo; The McGrow-Hill Componies,2O12.
2. Siregor P. Gongguon Keseimbongon Coirondon Elektrolit. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi
B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi IV. Jokorto: lnterno
Publishing; 2006: Hol 134-142.
3. Anne L. Schofer.Hypocolcemio: Diognosis ond Treotment.2Ol l. Diunduh dorihttp://www.
endotext.org/porothyroid/porothyroidT/porothyroidT.htm podo tonggol 9 Mei 201 2.
4. Ciommoichello D. Hypercolcemio. Diunduhd dori http://www.emjournol.net/ htdocs/poges/
ort/l lShypercolcemio.html.podo tonggol 9 Mei 2012.
5. Cooper R.Hypercolcemio. Diunduh dori http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmedheolth/
PMH000l 404l podo tonggol 9 Mei 2012
GANGGUAN NATR UM

HIPONATREMIA

PENGERTIAN
Hiponatremia adalah penurunan kadar natrium (NaJ plasma < 135 mEq/L.
Hiponatremia akut adalah hiponatremia yang terjadi < 48 jam dan membutuhkan
penanganan segera, sedangkan hiponatremia kronik adalah hiponatremia yang
berlangsung > 48 jam. Gejala akan munculjika kadar natirum < 725mEq/L. Hiponatremia
dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan osmolalitas plasma:1
. Isotonik hiponatremia: osmolalitas plasma normal
. Hipertonik hiponatremia: osmolalitas plasma meningkat. Cairan berpindah dari
intrasel ke ekstrasel sebagai respon adanya kosentrasi terlarut yang meningkat
(glukosa, manitol)
. Hipotonik hiponatremia: osmolalitas plasma menurun. Berdasarkan perjalanan
penyakit dan status volume intravaskular yaitu hipovolemia hiponatremia,
euvolemik hiponatremia, dan hipervolemia hiponatremia. Pembagian klasifikasi
dari h iponatremia yaitu:

Tobel l. Klosifikosi Hipolonik Hiponolremio'?

sodium Tetop
Coiron Songol Meningkot
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Pendekatan dalam mendiagnosis hiponatremia yaitu menentukan osmolaliats
plasma. Jika hipotonik hiponatremia tentukan status volume (tanda vital, ortostatik,
JYP (Jugular Venous Pressure), turgor kulit, membrane mukosa, edema perifer; BUN,
kreatinin, asam urat)3

Anomnesis
Umumnya tidak menimbulkan gejala, Gejala yang dikeluhkan berhubungan
dengan disfungsi susuan saraf pusat seperti mual, muntah, sakit kepala, perubahan
kepribadian, kelemahan, keram otot, agitasi, disorientasi, kejang, bahkan koma. Pada
kasus asimptomatik dapat mulai bermanifestasi kehilangan kestabilan sehingga
beresiko jatuh, Selain itu perlu ditanyakan riwayat penyakit seperti yang tercantum
dalam table 1. 1'2

Pemeriksoon Fisik
Perubahan kesadaran atau perubahan kepribadian, hipotermia, reflex menurun,
pola pernapasan Cheyne-Stokes, pseudobulbar palsy, kulit dingin dan basah, tremor,
dan disertai gangguan saraf sensorik. 1'2

Pemeriksoon Penunjongr
. Natrium serum: < 1,37 mEq/L
. 0smolalitas serum: menurun kecuali pada kasus pseudohiponatremia, azotemia,
intoksikasi etanol, metanol.
. Berat jenis urin
. Natrium urin
. Fungsi ginjal: ureum, kreatinin, asam urat
. Glukosa darah [setiap peningkatan glukosa 100mg/dl menurunkan natrium
2.a mBq/L), profile lemak
. Fungsi tiroid
. Radiologi: mencari apakah ada efek hiponatremia pada paru atau susunan saraf
pusat

DIAGNOSIS BANDING
Berdasarkan klasifikasi hipotonik hiponatremia (tabel 1)
Hipotonik

Hipovolemio Euvolemik Hipervolemio


hiponotremio hiponotremio

No urin >20 No urin <20 Anomnesis No urin <20 No urin >20

Kehilongon Kehllongon Osmololitos Osmololitos Congeslive Gogol


melolui gin- seloin dori urin > 100 urin bervoriosi Heoi ginjol
jol, defisiensi ginjol Sirosis

minerolokor- Nefrosis
Osmololitos
tikoid urin > 100

I
. SIADH polydipsio Ulongi
. Hipotiroid /ow so/ufe cemeriksoon
. Defisiensi
glukokortikoid

Algorilme l. Pendekolon Hiponotremio' 3

IATATAKSANA2,3
1,. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
. Cepat lambatnya onset penyakit
. Derajat, durasi, dan gejala dari hiponatremia
. Ada atau tidaknya factor resiko yang dapat meningkatkan resiko komplikasi
neurologis
2. Menyingkirkan diagnosis pseudohiponatremia atau hipertonik hiponatremia
(hiperglikemia)
3. Mengatasi penyakit dasarnya
4. Hiponatremia asimptomatik: menaikkan natrium dengan kecepatan < 0.5 mEq/L/
Jam
5. Hiponatremia akut simptomatik:
. Tujuan: meningkatkan kadar natirum 1.5-2 mEq/L/jam sampai gejala
berkurang atau sampai konsentrasi natrium serum > 1LB mEq/L dan
mengobati penyakit dasarnya

402
. Peningkatan kadar natrium harus < 1,2 mEq/L dalam 24 jam pertama dan
< 1B mEq/L dalam 48 jam pertama untuk menghindaridemielinisasi osmotik.
. Cairan saline hipertonik 3 % diberikan secara infuse intravena dengan
kecepatan 1.-2ml/kg/jam dan ditambah loop diuretic
. Jika ada gejala neurologik berat: kecepatan dapat dinaikkan menjadi 4-6 ml/
kg/jam.
. f ika gejala sudah menghilang dan kadar natrium > 118 Eq/L, pemberian cairan
diturunkan menjadi maksimal B mEq/L dalam 24 jam sampai target kadar
natrium 125 mEqlL.
. Pemantauan ketat natrium serum dan elektrolit sampai terjadi kenaikan kadar
natrium dan gejala meghilang.
6. Hiponatremia kronik simptomatik
. fika tidak diketahui durasi atau onset gejala, koreksi dilakukan dengan hati-hati
karena otak sudah beradaptasi dengan kadar natrium yang rendah.
. ]ika gejala berat: tatalaksana seperti kasus hipernatremia akut. Peningkatan
natrium tidak melebihi 10-12 mEq/L pada24 jam pertama, dan < 6 mEq/L/
hari pada hari berikutnya.
. lika gejala ringan-sedang: koreksi dilakukan secra perlahan. 0.5 mEq/L/jam,
sampai target tercapai terapi tetap diteruskan. Maksimal pemberian 10 mEq/L
dalam 24 jam
7. Hiponatremia kronik asimptomatik
. Tujuan terapi: mencegah penurunan natrium serum dan menjaga kadar
natrium mendekati normal.
B. Hipervolemia hiponatremia: restriksi cairan 1000-1500 ml/ hari dan restriksi
natrium. CHF: furosemid dan ACE (Angiotensin Converting Enzyme) inhibitor.
9. Euvolemik hiponatremia [SIADHJ : restriksi cairan 1000-1 500 ml/hari.
L0. Hipovolemia hiponatremia: berikan normal saline (NS) atau D5NS
Rumus untuk mengetahui jumlah natrium dalam larutan natrium hipertonikyang
diberikan: 3

Na infus - Na serum
TBW+ 1

TBW (total-body water); berat badan [kg) x konstanta

Konstanta: 0.6 flaki-laki), 0.5 (perempuan), 0.5 flaki-laki usia lanjutJ, 0.45
[perempuan usia lanj ut)

403
KOMPTIKASI
Kejang, herniasi batang otak, kerusakan otak permanen, koma disebabkan karena
1'2
edema serebral.

PROGNOSIS
Wanita yang belum menopause, anak prepubertas, dan pasien dengan hipoksia
serebral lebih besar kemungkinan berkembang menjadi ensefalopati dan sequelae
gejala neurologic yang berat.l'2

HIPERNATREMIA

PENGERTIAN
Hipernatremia adalah peningkatan kadar natrium plasma > 1.45 mEq/L akibat dari
kehilangan cairan dan elektrolit lebih besar daripada kehilangan natrium.l'4

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Pasien dapat mengeluhkan rasa haus, kelelahan, iritabilitas atau gelisah,
disorientasi, mulut kering, demama's

Pemeriksoon Fisik
Hiperventilasi, demam ringan, kulit kemerahan, edema perife4 edema pulmonary,
hipotensi, peningkatan tonus otot, peningkatan refleks tendon dalam, disertai oligouria
atau anuria.Tingkatkesadaran pasien dapatkoma jika perjalanan penyakitsudah progresif.
Hipernatremia yang disertai hipovolemia dapat menunjukkan tanda-tanda kekurangan
cairan seperti takikardia, hipotensi.a,s

Pemeriksoon Penunjong4,5
. Natrium serum > L47 mEq/L. fika > 150-170 mEq/L bisanya karena dehidrasi,
sedangkan jika > 170 mEq/L karena diabetes insipidus. Natrium > 190 mEq/L
karena asupan natrium yang tinggi dan kronik.
. Osmolalitas serum: meningkat

404
a Berat jenis urin: meningkat. Menurun pada diabetes insipidus. f ika normal dapat
terjadi pada pemakaian diuretik.
a Natrium urin
a Water Deprivation Test: pada diabetes insipidus, osmolalitas urin tidak meningkat
dengan hipernatremia
a Antidiuretic Hormone (ADH) Stimulation: diabetes insipidus nefrogenik, osmolalitas
urin tidak meningkat setelah pemberian ADH ( desmopressin).
a CT Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala: melihat adanya tarikan
pada vena duramater dan sinus yang dapat menyebabkan perdarahan intracranial
dan meningkatkan kadar natrium

Pendekatan diagnostik pada pasien hipernatremia:1

Volume ekstroselulor

Meningkoi Tidok mening

Pemberion Volum minimum


NoCl hipertonik podo konsentrosi
otou NoHC03 urin moksimum

Tidok Yo

Osmololiios urin insensib/e woter


>750 mosmol/hori /osses, kehilongon
coiron dori soluron
cerno,, ginjol
Tidok Yo

Renol berespon Diuretik, osmoiik


terhodop diuresis
desmopresin

Osmololitos urin Osmololitos


menigkot urin tetop

Diobetes insipidus Diobetes insipidus


sentrol nefrogenik

Algorlime 2. Pendekolon Diognoslic Posien Hipernotremiol


DIAGNOSIS BANDING
Berdasarkan penyebabnya seperti pada algoritme 2

IATA[AKSANA'
L. Tujuan: menghentikan kehilangan cairan yang sedang terjadi dengan mengatasi
penyakit penyebabnya dan mengoreksi defisit cairan.
2. Tentukan defisit cairan
. EstimasiTBW
. Kalkulasifree-water deficit: {([Nat]-140)/740] x TBW
. Pemberian defisit dalam 4B-7 jam tanpa menaikkan konsentrasi natrium
plasma > 1,0 mM/24 jam
3. Tentukan ongoing water losses
. Kalkulasi electrolyte-free water clearance
o

Volume urin (1- natrium urin + kalium urinJ


Natrium plasma

4. Tentukan insensible losses : t 10 mL/kg/hari, berkurang jika dalam ventilsi


mekanik, bertambah jika demam.
5. Menjumlahkan defisit cairan, ongoing water losses, dan insensrble losses. Pemberian

dalam 4B-72jam dan maksimal L0 mM/hari.


6. Cairan diberikan secara oral atau melalui selang nasogastrik.
7. Pemberian intravena cairan hipotonik yang dapat diberikan: dekstrosa 5%, NaCl
0.2 o/o,
atau 0.45 % NaCl. Semakin hipotonik cairan yang diberikan, kecepatan
pemberian juga semakin Iambat
B. Dialisis

KOMPLIKASI4
. Kejang
. Retardasi mental
. Otak mengecil sehingga menarik pembuluh darah otak yang dapat meningkatkan
resiko perdarahan maupun infark.
. Kongesti vena menyebabkan thrombosrs
. Hiperaktivitas
PROGNOSIS
Resiko kematian akibat hipernatremia mencapai 40-60 %o kasus berhubungan
dengan tignkat keparahan penyakit penyertanya, terbanyak terjadi pada usia tua. Pada
hipernatremia akut dan kadar > 180 mEq/L kerusakan neurologik permanen terjadi
pada 10-30 0/o kasus. Durasi perjalan penyakit yang lama (> 2 hari) akan meningkatkan
resiko kematian. 1,s,6

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi
. RS non pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam

UNIT YANG IERKAIT


. RS pendidikan : Depertemen Neurologi, Unit Perawatan Intensif
. RS non pendidikan : Bagian Neurologi, Bagian Perawatan Intensif

REFERENSI
I . Aminoff M..Fluid ond Electrolyte Disturbonces . In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser
S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes
of Americo; The McGrow-Hill Componies,20l2.
2. Douglos lvor. Clevelond Clinic Journol of Medicine vol 73, supplement 3. 2006. Diunduh dori
http://www.ccjm.org/content/73lSuppl_3/S4.full.pdf pod otonggol 10 Mei 201 2.
3. Androgue H, Modios N. Hyponotremio. Diunduh dori http://www.nejm.org/doi/full/l0.1056/
NEJM200005253422107 podo tonggol I O Mei 20l 2.
4. Siregor Porlindungon. Gongguon Keseimbongon Coiron don Elektrolit. Dolom: Alwi l, Setioti S,
Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi lV. Jokorto:
lnterno Publishing; 2006: Hol 134-142.
5. Ciommoichello D. Hypernotremio. Diunduh dori http://www.emjournol.net/htdocs/poges /
ort/l l8_hypernotremio.html podo tonggol 10 Mei 2012
6. Alshoyeb, Holo, Arif, Bobor Fotimo. Severe Hypernotremio Correction Rote ond Mortolity in
Hospitolized Potients. Americon Journol of the Medicol Sciences:. Moy 20l l - Volume 341 - lssue
5 - pp 355-350. Diunduh dori http://journols.lww.com/omjmedsci/Abstrocti20l I /05000/ Severe_
Hypernotremio_Correction_Roie_ond_Mortolity.S.ospx podo tonggol l0 Mei 2012.

407
H PERTENS

PENGERTIAN
Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah (TD) sama atau melebihi 140
mmHg sistolik dan/atau sama atau lebih dari 90 mmHg diastolik pada seseorang yang
tidak sedang minum obat antihipertensi.l'2

Tobel l. Klosifikosi Tekonon Doroh Berdosorkon Joinl Nofionol Commtflee Vll (2007)3

PENDEKATAN DIAGNOS!S

Peniloion Awo! Klinis Hipertensi


Penilaian awal klinis hipertensi sebaiknya meliputi tiga hal yaitu klasifikasi
hipertensi, menilai risiko kardiovaskular pasien, dan mendeteksi etiologi sekunder
hipertensi yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Penilaian awal tersebut
diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin, spesimen urin
pagi, dan EKG l2-lead saat istirahat. Pada pasien tertentu, pemantauan TD berjalan
dan ekokardiografi dapat memberikan informasi tambahan mengenai beban sistem
kardiovaskular berdasarkan urutan waktu.2

lndikosi Pemonlouon ID Berjolon (ombulolory blood pressure monitoring)


1. Kecurigaan hipertensi white coat
2. Kecurigaan white coat aggravation pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol
secara medis
3. Kecurigaan hipertensi nokturnal atau hipertensi terselubung(maskedhypertension)
4. Hipertensi pada kehamilan
5. Kecurigaan hipertensi ortostatik atau kegagalan otonom
Anomnesisr
1. Durasi hipertensi
2. Riwayat terapi hipertensi sebelumnya dan efek sampingnya bila ada
3. Riwayat hipertensi dan kardiovaskular pada keluarga
4. Kebiasaan makan dan psikososial
5. Faktor risiko lainnya: kebiasaan merokok, perubahan berat badan, dislipidemia,
diabetes, inaktivitas fisik
6. Bukti hipertensi sekunder ftabel 2): riwayat penyakit ginjal, perubahan
penampilan, kelemahan otot [palpitasi, keringat berlebih, tremor), tidur tidak
teratur, mengorok, somnolen di siang hari, gejala hipo- atau hipertiroidisme,
riwayat konsumsi obat yang dapat menaikkan tekanan darah
7. Bukti kerusakan organ target: riwayat TIA, stroke, buta sementara, penglihatan
kabur tiba-tiba, angina, infark miokard, gagal jantung, disfungsi seksual

Tobel 2. Etiologi Sekunder Hiperlensir

Pemeriksoon Fisikt,s
1. Pengukuran tinggi dan berat badan, tanda-tanda vital
2. Metode auskultasi pengukuran TD:
. Semua instrumen yang dipakai harus dikalibrasi secara rutin untuk memastikan
keakuratan hasil.
. Posisi pasien duduk di atas kursi dengan kaki menempel di lantai dan telah
beristirahat selama 5 menit dengan suhu ruangan yang nyaman.

409
a Dengan sfigmomanometeL oklusi arteri brakialis dengan pemasangan cuff di
lengan atas dan diinflasi sampai di atas TD sistolik. Saat deflasi perlahan-lahan,
suara pulsasi aliran darah dapat dideteksi dengan auskultasi dengan stetoskop
tipe bell/genta di atas arteritepat dibawah cuff.
a Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang
dilakukan minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih
dengan menggunakan cuff
a Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik = suara fase 5.
a Pengukuran pertama harus di kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan
pembuluh darah perifer
a Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien
dengan risiko hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll)

Tqbel 3. Rekomendosi lollow-up pengukuron TD podo dewoso lonpo kerusokon orgon


lorgel3

3. Palpasi leher apabila terdapat pembesaran kelenjar tiroid


4. Palpasi pulsasi arteri femoralis, pedis
5. Auskultasi bruit karotis, bruit abdomen
6. Funduskopi
7. Evaluasi gagal jantung dan pemeriksaan neurologis
Pemeliksoon Penuniong
Urinalisis, tes fungsi ginjal, ekskresi albumin, serum BUN, kreatinin, gula darah,
elektrolit, profil lipid, foto toraks, EKG; sesuai penyakit penyerta: asam urat, aktivitas
renin plasma, aldosteron, katekolamin urin, USG pembuluh darah besa6, USG ginjal,
ekokardiografi.l'2

DIAGNOSIS BANDING
Peningkatan tekanan darah akibatwhite coathypertension,rasa nyeri, peningkatan
tekanan intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll

410
IATA[AKSANA3
1. Modifikasi gaya hidup (Tabel4J.
2. Pemberianp-blockerpadapasien unstableangina f non-STelevatedmyocardialinfark
[NSTEMI) atau STEMI harus memperhatikan kondisi hemodinamik pasien. p-blocker
hanya diberikan pada kondisi hemodinamik stabil.6 [Gambar 1)
3. Pemberian angiotensin convertin enzyme inhibitor (ACE-l) atau angiotensin
receptor blocker (ARBI pada pasien NSTEMI atau STEMI apabila hipertensi
persisten, terdapat infark miokard anterioI disfungsiventrikel kiri, gagal jantung,
atau pasien menderita diabetes danpenyakit ginjal kronik.6
4. Pemberian antagonis aldosteron pada pasien disfungsi ventrikel kiri bila terjadi
gagal jantung berat (misal gagal jantung New York Heart Association/NYHA kelas
III-lV atau fraksi ejeksi ventrikel kiri <40% dan klinis terdapat gagal jantung)5
5. Kondisi khusus lain:
a. Obesitas dan sindrom metabolik
Terdapat 3 atau lebih keadaan berikut : lingkar pinggang laki-laki >102 cm
atau perempuan >89 cm, toleransi glukosa terganggu dengan gula darah
puasa 110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/85 mmHg, trigliserida tinggi
150 mg/dl, kolesterol HDL rendah <40 mg/dl pada laki-laki atau <50 mg/dl
pada perempuanJ ) modifikasi gaya hidup yang intensif dengan pilihan terapi
utama golongan ACE-1. Pilihan lain adalah ARB, CCB.3
b. Hipertrofi ventrikel kiri3
. Tatalaksanaagresiftermasukpenurunan beratbadandan restriksi garam
. Pilihan terapi: dengan semua kelas antihipertensi
. Kontraindikasi: vasodilator langsung, hidralazin dan minoksidil
c. Penyakit arteri perifer: semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor risiko
lain, dan pemberian aspirin.3
d. Lanjut usia (> 65 tahun)7
. Identifikasi etiologi lain yang bersifat ireversibel
. Evaluasi kerusakan organ target
. Evaluasi penyakit komorbid lain yang mempengaruhi prognosis
. Identifikasi hambatan dalam pengobatan
. Terapi farmakologis: diuretik thiazid finisial), CCB.

e. Kehamilan3
. Pilihan terapi: metildopa, B-blocker: dan vasodilator.
. Kontraindikasi:ACE-I dan ARB.

411
Tobel 4. Modifikosi Goyo Hidup podo Penderilo Hiperlensil

Modiflkosi goyo hidup

Torget TD <140/90 mmHg (otou


<130/80 mmHg podo posien DM otou
penyokit ginjol kronis) tidok tercopoi

lnisiosi obot lini pertomo

Pencegohon umum Risiko tinggi PJK Stob/e ongino,


Disfungsi ventrikel kiri
PJK Torget <140190 Torget <130/80 unsfob/e ongino / Torget <l 20180
NSTEMI, STEMI
Torget <l 30/80

ACE-l otou ARB otou B-b/ocker- + ACE-l ACE-I otou ARB don
CCB otou diuretik thiozid otou ARB B-blocker don ontogonis
otou kombinosi oldosteron don diuretik
thiozid otou diuretik loop,
don ISDN / hydrolozine

Torget TD mosih belum


tercopoi seteloh
optimolisosi dosis

Pertimbongkon rujuk
ke spesiolis hipertensi

Gombor l. Algoritmo Penololoksonoon Hiperlensi3,6

412
KOMPLIKAS!
Hipertrofi ventrikel kiri, proteinuria dan gangguan fungsi ginjal, aterosklerosis
pembuluh darah, retinopati, stroke atau TIA, infark miokard, angina pektoris, gagal
jantung.l'2

PROGNOSIS
Hipertensi tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan terapi yang sesuai.
Terapi kombinasi obat dan modifikasi gaya hidup umumnya dapat mengontrol tekanan
darah agar tidak merusak organ target. Oleh karena itu, obat antihipertensi harus terus
diminum untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah komplikasi. Studi menunjukkan
kontrol tekanan darah pada hipertensi menurunkan insidens stroke sebesar 35-44o/o,3
tetapi sampai saat ini belum jelas apakah golongan obat antihipertensi tertentu memiliki
perlindungan khusus terhadap stroke. Satu studi menunjukkan efek ARB (antagonis
reseptor AII) dibandingkan dengan penghambat ACE menurunkan risiko infark miokard,
stroke, dan kematian 13o/o lebih banyak, termasuk 25%o penurunan risiko stroke baik fatal
maupun non-fatal.8

Tobel 5. Obot Anti Hiperlensi Orol3

Angiolensin re ceptor b/ocker (ARB)

Vosodilotor direk

413
Tobel 6. Petunjuk pemilihon obol dengon indikosi khususs

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiologi - Departemen
Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UN!T TERKAII
. RS pendidikan ICCU/ ICU,Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Departemen
Neurologi
a RS non pendidikan ICCU/ rcU, Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Neurologi

REFERENSI
I . Kotchen T. Hypertensive vosculor diseose. In: Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL,
Loscolzo J. Honison's Principles of Internol Medicine. l8rh Edition. New York: McGrow-Hill; 20l2.holomon
2. Victor R. Arteriol hypertension. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio:
Sounders, Elsevier; 2008.
3. Chobonion AV et ol: The Seventh Report of the Joint Notionol Committee on Prevention, Detection,
Evoluotion, ond Treotment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA. 2003;289:2560.
4. O'Brien E, Asmor R, Beilin L, et ol. Proctice guidelines of the Europeon Society of Hypertension for
clinic, ombulotory ond self blood pressure meosurement. J Hypertens 2005;23:697-701 .
5. Pickering TG, Holl JE, Appel LJ, et ol. Recommendotions for blood pressure meosurement in
humons ond experimentol onimols porl 1 : blood pressure meosurement in humons o stotement for
professionols from the Subcommittee of Professionol ond Public Educotion of the Americon Heort
Associotion Council on High Blood Pressure Reseorch. AHA Scientific Stotement. Hypertension.
2005:45:1 42-61 .

6. Rosendorff C, Block H, Connon C, et ol. Treotment of hypertension in the prevention ond


monogement of ischemic heort diseose. Circulotion. 2007 :1 1 5:27 61 -88.
7. Aronow W, Fleg JL, Pepine CJ, et ol. ACCF/AHA 201 1 Expert Consensus Document on Hypertension
in the Elderly. J Am Coll Cordiol.2011:57:2037-114.
8. Psoty BM, Smith NL, Siscovick DS, et ol. Heolth outcomes ossocioted with ontihypertensives
theropies used os first line-ogent. A systemotic review ond meto-onolysis. JAMA. 1997:277:739-45.

414
H PERTROF PROSTAT BEN GNA

PENGERTIAN
Hipertropi prostat adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang kemudian
mendesak jaringan prostat asli ke perifer.l

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr
1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi [frekuensi), terbangun pada malam hari untuk
miksi (nokruria), perasaan ingin miksiyang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri
saat miksi (disuria).
2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau
mau miksi harus menunggu lam4 harus mengedan, miksi terputus-putus, waktu
miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena
overflow.

Pemeriksoon Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus,
mukosa rektum, serta kelainan lain seperti benjolan dalam rektum dan prostat. Pada
perabaan melalui colok dubur diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri,
adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba. Derajat berat obstruksi
dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa miksi
ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa
urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah
miksi.

Pemeriksoon Penunjong
Urinalisis, serum prostate spesific antigen (PSA), serum creatinin. transrectal
ultrasonography (TRUS) of the prostafe untuk melihat ukuran dan volume prostat.
DIAGNOSIS BANDING
1. Striktur uretra
2. Kontraktur leher vesika urinaria
3. Kanker prostat
4. Kanker vesika urinaria
5. Bladder calculi
6. Infeksi saruran kemih dan prostatitis
7. Neurogenic bladder

TAIATAKSANA

Medikomentosol
o Antagonis a-adrenergik [menghilangkan ketegangan otot halus): terazosin,
doksazosin, dan tamsulosin
. Inhibitor 5-a reduktase (mengurangi ukuran prostatJ: finasteride

Pembedohon2
. Transuretral resection ofprostate (TURP)
Indikasi: retensi urin akut, infeksi berulang, hematuria berulang, azotemia
. Open prostatectomy
Indikasi sama seperti TURP. Teknik ini dapat lebih dipertimbangkan untuk
obstruksi saluran keluar vesika urinaria, perkiraan pembesaran prostat > 100
gram, dan pada laki-laki dengan ankilosis panggul atau penyakit ortopedi lainnya.

KOMPTIKASI
1. Retensio urine
2. Insufisiensi renal
3, Infeksi saluran kemih berulang
4. Gross hematuria
5. Bladder calculi
6. Gagal ginjal atau uremia

PROGNOSIS
Sekitar 2,5% pasien mengalami retensio urine akut dan 60/o membutuhkan terapi
invasif dalam 5 tahun. Risiko progresivitas BPH meningkat pada volume prostat dan
level PSA yang tinggi. Turunnya risiko progresivitas BPH tampak pada 39o/o pasien

416
diterapi dengan doksazosin, 340/o dengan finasterid, dan 660/o dengan kombinasi
keduanya. Kombinasi doksazosin dan finasterid menurunkan risiko retensi urin akut
sebesar Blo/o dan operasi invasif sebesar 690/o.:)

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan : Departemen Bedah Urologi
. RS non pendidikan : Bagian Bedah

REFERENSI

l. AUA guideline on the monogement of benign prostotic hyperplosio: diognosis ond treotment
recommendotions. Diunduh dori http://www.ouonet.org/guidelines/moin_reports/bph_
monogement/chopt_l_oppendix.pdf podo tonggol l5 Mei 20 2.
1

2. AUA clinicol guidelines - monogement of BPH. Diunduh dori http://www.ouonet.org/conient/


guidelines-ond-quolity-core/clinicol-guidelines.cfm?sub=bph podo tonggol l5 Mei 2012.
3. McConnell JD, Roehrborn CG, Boutisto O, et ol. The long term effect of doxozosin, flnosteride,
ond combinotion theropy on the clinicol progression of benign prostotic hyperplosio. N Engl J
Med. 2003;349 :2387 -98.

417
INFEKSI SATURAN K MIH

PENGERIIAN
Infeksi Saluran Kemih (lSK) adalah keadaan adanya infeksi fada perkembangbiakan
bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di
kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna. Bakteriuria bermakna adalah
bila ditemukan pada biakan urin pertumbuhan bakteri sejumlah >100.000 per ml urin
segar (yang diperoleh dengan cara pengambilan yang steril atau tanpa kontaminasi).1
Konsensus 201,0 Infectious Disease Society of America (IDSA) memberikan batasan
hasil positif kultur urine pada wanita adalah 103-104 organisme/ml urine yang diambil
secara midstream.z Sebanyak 20-40o/o wanita penderita ISK dengan gejala, memiliki
hasil kultur bakteri 1O'?-L0a/ml urine.3 Faktor risiko: Kerusakan atau kelainan anatomi
saluran kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan parut, pemasangan kateter urin
yang lama, endapan obat intratubularl refluks, instrumentasi saluran kemih, konstriksi
arteri-vena, hipertensi, analgetik, ginjal polikistih kehamilan, DM, atau pengaruh obat-
obat estrogen.4

ISK sederhono/tok Berkomplikosi


ISK yang terjadi tidak terdapat disfungsi struktural ataupun ginjal

ISK Berkomplikosi
ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak, laki-laki, atau ibu
hamil

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisa
ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik.
ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria
Anannesa adanya faktor risiko seperti disebutkan diatas.
GEJATA KARAKTERISTIK PASIEN DIAGNOSIS DAN PERTIMBANGAN
KUNTS MANAJEMEN

Pertimbongkon sistisis tonpo


komplikosi
Wonito sehot tidok homil, . Tidok diperlukon kultur urin
riwoyot jelos . Pertimbongkon telephone
monogement

Pertimbongkon sistisis tonpo


Wonito dengon
komplikosi otou PMS
onomneso tidok jelos, . Urinolisis, dipstick, kultur
terdopot foktor risiko . evoluosi PMS, pemeriksoon pelvis
Gejolo okut
:disurio, Pertimbongkon prostotitis okut
frekuensi,
Prio dengon nyeri . Urinolisis don kultur
perineol, prostot, pelvis .
urgensr Pertimbongkon evoluosi urologi

Pertimbongkon CAUTI
. Gonti otou cobut koteter
Ado koteter urin . don kultur
Urinolisis
. Kultur doroh bilo odo gejolo

Pertimbongkon ISK komplikosi


. don kultur
Urinolisis
Posien loin . Cori odonyo obnormolitos
fungsi moupun onotomi

Pertimbongkon pyelonefritis
tonpo komplikosi
Gejolo okut Wonito sehot, tidok homil . kultur urin
n punggung . pertimbongkon rowot jolon

demom,
kemungkinon Periimbongkon pyelonef rilis
Posien loinnyo .
gejolo sistisis kultur urin, kultur doroh

Gejolo okut
Pertimbongkon ISK komplikosi /
nyefl punggu Posien dengon tondo don pielonefritis
nouseo/ gejolo infeksi sistemik don . pertimbongkonetiologi
demom, tidok odo gejolo yong potensiol loinnyo
kemungkinon jelos
. kultur urine, kultur doroh
gelolo sistisis

4\9
GEJATA KARAKTERISTIK PASIEN DIAGNOSIS DAN PERTIMBANGAN
KLINIS MANAJEMEN

Posien dengon
kehomilon, penerimo Pertimbongkon Bokteriuri
tronsploniosi ginjol, okon osimpfomotik
melolui prosedur urologi . Skrining don teropi
Kultur urine (+), invosif
tidok odo:
Gejolo soluron
Pertimbongkon Bokteriuri
kemih
Posien loinnyo osimptomotik
Gejolo . tidok odo tombohon pemeriksoo
sistemik yong
penunjong otou totoloksono
berhubungon
dengon
soluron kemih
Pertimbongkon Bokteriuri
osimptomotik terkoit koteter
. tidok odo tombohon pe
Posien dengon koteter urin
penunjong otou totoloksono
. Lepos koteter yong tidok
diperlukon

Pertimbongkon sistisis rekuren


. kultur urine untuk menegokkon
Wonito sehot. lidok homil diognosis
. pertimbongkon proflloksis otou
Gejolo okut memuloi teropi
infeksi soluron
kemih rekuren
Pertimbongkon prostotitis
bocteriol kronik
Prio . -Tes meores-sfomey 4-gloss
. -Pertimbongkon konsul urologi

Gombor l. Pendekolon Diognosis Podo lnfeksi Soluron Kemih{

Pemeriksoon Fisik4
Febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra, demam

Pemeriksoon Penunjong'
. DPL, tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula darah
. Kultur urin (+):bakteriuria >10s/ml urin
. Foto BNO-IVP bila perlu
. USG ginjal bila perlu

420
DIAGNOSIS BANDING
. Keganasan kandung kemih
. Nonbacterialcystitis
. Interstitialcystitis
. Pelvic inflammatory disease
. Pyeolonephritis akut
. Urethritis
. Vaginitis

TATA[AKSANA'

Nonformokologis
. Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
. Menjaga higiene genitalia eksterna

Formokologis
. Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada; Bila hasil tes resistensi kuman
sudah ada, pemberian antimikroba disesuaikan

Tobel l.Anlimikrobo podo ISK Bowoh lok Berkomplikosia

Tobel 2. Obol porenlerol podo ISK olos Akul Berkomplikosia


lSK PADA WANITA HAMII?

PENGERTIAN
Bakteriuria asimptomatik: ditemukan minimal 10s/ml bakteri specimen urin steril
pada 2 kali pemeriksaan berturut-turut
Infeksi saluran kemih: ditemukan 103/ml bakteri dan adanya gejala ISK.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Riwayat faktor risiko: wanita usia tua, paritas tinggi, status sosial ekonomi rendah,
riwayat ISK sebelumnya, abnormalitas fungsi dan anatomi, memiliki penyakit diabetes
mellitus atau sickle seII.

Pemeriksoon Fisik
Sama seperti ISK pada umumnya

Pemeriksoon Penunjong
Urinalisis, kultur urin. Ulangi pemeriksaan setelah 2 minggu untuk melihat eradikasi
bakteri.

TATALAKSANA
ISK pada kehamilan diterapi dengan antibiotika dan menghilangkan faktor
predisposisi. Terapi antibiotika lebih lengkapnya dibahas pada tabel 3.

Tobel 3. Teropi Anlibioliko podo Wonilo Homil dengon lSK6

422
Nitrofurontoin, 4xl O0mg/hori untuk I 0

Nilrofurontoin, I OOmg of bedtime for reminder of

ISK YANG DISEBABKAN OLEH JAMURs


PENGERTIAN
Infeksi simple: kultur urin ditemukan > 10s/ml organism.
Infeksi complex: melibatkan infeksi saluran kemih bagian atas dan kultur darah positif.
Infeksi jamur pada saluran kemih kebanyakan adalah infeksi oportunistik. Yang paling
sering menyebabkan funguria adalah spesies Candida.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomneso
Penderita dapat tanpa gejala, disuria dan frekuensi. Adanya faktor resiko:
imunosupresan, diabetes, penggunaan antibiotika atau kortikosteroid jangka panjang,
penggunaan kateter urin jangka panjang. I

Pemerikson Fisik
Sama seperti ISK pada umumnya.

Pemeriksoon Penunjong
Kultur urin, urinalisis, pada CT scan dan IVP dapat tampakfungal ball

TATALAKSANA
Infeksi simple: stop antibiotik yang biasa digunakan, Iepas kateter urin. Bila cara ini
tidak berhasil maka lakukan irigasi saluran kemih dengan amphoterisi B [50mg/L
sebanyak 42ml/jam)
Infeksi complex: Terapi utama ISK jamur adalah dengan amphoterisin B intravena.
Untuk mengurangi efek sistemik seperti menggigil, demar dan kaku yang berhubungan
dengan terapi, maka berikan premedikasi steroid, meperidine, ibuprofen, dan
dantrolene. fika terdapatfungal ball: ambilfungal ball secara percutaneus lanjutkan
dengan irigasi pelvis renalis dengan amphoterisin B.

423
KOMPTIKASI
Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang
multiresisten, gangguan fungsi ginjals

PROGNOSIS
Infeksi saluran kemih tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik
bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang adekuat dan disertai pengawasan
terhadap kemungkinan infeksi berulang. Prognosis jangka panjang pada sebagian
besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan meskipun
telah diberikan pengobatan yang adekuat dan dilakukan koreksi bedah, hal ini terjadi
terutama pada penderita dengan nefropati refluks. Deteksi dini terhadap adanya
kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut, kerjasama yang baik antara
doktec dan pasien sangat diperlukan untuk mencegah terladinya perburukan yang
mengarah ke fase terminal gagal ginjal kronis.a

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi, Departemen Bedah Urologi -

Departemen Ilmu Penyakit Dalam


a RS non pendidikan : Bagian Bedah

REFERENSI
1. Infeksi soluron Kemih. In: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku
ojor ilmu penyokit dolom. Sih ed. .Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit
Dolom FKUI, 2009:2009 - 15
2. lnfection of the Urinory Troct. Dolom: Wein et ol. Compbell-Wolsh Urology 9ih Edition. Sounders.
3. Mehnert-Koy SA. Diognosis ond Monogement of Uncomplicoted Urinory Troct Infections.
Americon Fomily Physicion [seriol online]. August 1 , 2OO5;27 /No.3:l -9. Accessed September 22,
2010. Avoiloble ot http://www.oofp.org/ofp/20050801 /45l.html.
4. Urinory troct lnfections, Pyelonephirits, od Prostotitis. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E,
Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors Horrison's principles of internol medicine. 18rh ed. United
Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2012:2911 - 39
5. Urinory troct lnfection. Copyrights 201 2 @ Moyoclinic. Diunduh dori http://www.moyoclinic.com/
heolth/urinoryJroct-inf ection/DS00286
6. Renol ond Urinory Troct Disorders. Dolom: Cunninghom, Gory F et ol. Willioms Obsketic 22"d
Edition. The McGrow-Hills Componies.

424
7 . Hickey, Kimberly W. Renol Complicotions. Dolom:Evons, Arthur T. Monuol of Obstretic. Lippincott
Willioms & Wilkins. 2007
B. Urology. Dolom ; Brunicondi, Chorles F. Schwortz's Principle of Surgery 8rh Ediiion. The McGrow-
Hill Componies.2O0T .

425
KRISSHPERTE S

PENGERTIAN
Istilah "Krisis Hipertensi" merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah mendadak pada penderita hipertensi, dimana tekanan
darah sistolik [TDS) >180 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDDJ >120 mmHg,
dengan komplikasi disfungsi dari target organ, baik yang sedang dalam proses
(impending) maupun sudah dalam tahap akut progresif, Yang dimaksud target organ
disini adalah jantung, otak, ginjal, mata (retina), dan arteri perifer.l Sindroma klinis
krisis hipertensi meliputi :2
l. Hipertensi gawat (hypertensive emergencyJ: peningkatan tekanan darah yang
disertai kerusakan target organ akut.
2. Hipertensi mendesak (hypertensive urgency): peningkatan tekanan darah tanpa
disertai kerusakan target organ akut progresif.
3. Hipertensi akselerasi (accelerated hypertension): peningkatan tekanan darah yang
berhubungan dengan perdarahan retina atau eksudat.
4. Hipertensi maligna (malignant hypertension): peningkatan tekanan darah yang
berkaitan dengan edema papil.
Dari klasifikasi di atas, jelas terlihat bahwa tidak ada batasan yang tajam antara
hipertensi gawat dan mendesak, selain tergantung pada penilaian klinis. Hipertensi
gawat (hypertensive emergency/ HEJ selalu berkaitan dengan kerusakan target organ,
tidak dengan level spesifik tekanan darah. Manifestasi klinisnya berupa peningkatan
tekanan darah mendadak sistolik >180 mmHg atau diastolik >120 mmHg dengan
adanya atau berlangsungnya kerusakan target organ yang bersifat progresif seperti
perubahan status neurologis, hipertensif ensefalopati, infark serebri, perdarahan
intrakranial, iskemi miokard atau infark, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru
akut, diseksi aorta, insufisiensi renal, atau eklampsia. lstilah hipertensi akselerasi
dan hipertensi maligna sering dipakai pada hipertensi mendesak.
Tobel l. Koroklerislik Klinis HE,

PEN DEKATAN DIAGNOSIS3-5


. Anamnesis: selain ditanyakan mengenai etiologi hipertensi pada umumnya,
perlu juga ditanyakan gejala-gejala kerusakan target organ seperti : gangguan
penglihatan, edema pada ekstremitas, penurunan kesadaran, sakit kepala, mual /
muntah, nyeri dada, sesak napas, kencing sedikit / berbusa, nyeri seperti disayat
pada abdomen.
. Pemeriksaan fisik: Tekanan darah pada kedua ekstremitas, perabaan denyut nadi
perifeq, bunyi lantung, bruit pada abdomen, adanya edema atau tanda penumpukan
cairan, funduskopi, dan status neurologrs.
. Pemeriksaan penuniang: darah perifer lengkap, panel metabolik, urinalisis,
toksikologi urin, EKG, CT Scan, MRI, foto toraks

Berikut merupakan evaluasi triase hipertensi emergency dan hipertensi urgency [tabel 2)

Tobel 2. Evoluosi Triose podo Hiperlensi Emergency don Hiperlensi Urgency2

Teropi

Rencono

Kelerongon :
TD = tekonon doroh; IGD = instolosi gowot doruro't; ICU = inlensive core unit
DIAGNOSIS BANDING

Penyebob hiperlensi emergency3'a


Hipertensi maligna terakselerasi dan papiledema
. Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik
dengan hipertensi berat, perdarahan intraserebral, perdarahan subarahnoid, dan
trauma kepala
. Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut,
pasca operasi bypass koroner
. Kondisi ginjal: GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit
kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal
. Akibat katekolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan atau
obat dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme rebound
akibat penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis pasca
cedera korda spinalis
. Eklampsia
. Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera,
hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular
. Luka bakar berat
. Epista'ksis berat
I . Thromboticthrombocytopenicpurpura

TATAIAKSANA
. Hipertensi mendesak (hypertensive urgency / HU) dapat diterapi rawat jalan
dengan antihipertensi oral; terapi ini meliputi penurunan TD dalam 24-48 jam.
Penurunan TD tidak boleh lebih dari 25o/o dalam 24 jam pertama.6 Terapi lini
pertama HU seperti tercantum pada tabel 3. Nifedipine oral ataupun sublingual
(SL) saat ini tidak lagi dianjurkan karena dapat menyebabkan hipotensi berat dan
iskemik organ.T
Tobel 3. Teropi lini perlomo podo HU2.8

428
200-400 1-2 2-12
a2
Dosis moks: 1200 mg PO
Ronge dosis: 2,5-5 mg PO 'l-2 jom jom
12-l B

a Pada sebagian besar HE, tujuan terapi parenteral dan penurunan mean arterial
pressure (MAPI secara bertahap (tidak lebih dari 250/o dalam beberapa menit
sampai 1 jam). Aturannya adalah menurunkar, arterial pressure yang meningkat
sebanyak 1-0% dalam l jam pertama, dan tambahan 15% dalam 3-1.2 jam. Setelah
diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam
2-6 jam sam pai tekanan darah 1,60 / L0 0- 1 1 0mmHg selanj utnya sampai mendekati
normal. TD dapat diturunkan lebih lanjut dalam 48 jam berikutnya. Pengecualian
untuk aturan ini antara lain pada diseksi aorta dan perdarahan pasca operasi dari
bekas jahitan vaskulaI yang merupakan keadaan yang membutuhkan normalisasi
TD secepatnya. Pada sebagian besar kasus, koreksi cepat tidak diperlukan karena
pasien berisiko untuk perburukan serebral, jantung, dan iskemi ginjal.l'a
a Pada hipertensi kronis, autoregulasi serebral di-sef pada TD yang lebih tinggi
daripada normal. Penyesuaian kompensasi ini untuk mencegah overperfusi
jaringan [peningkatan TIKJ pada TD sangat tinggi, namun juga underperfusion
(iskemiserebral) apabila TD diturunkan terlalu cepat. Pada pasien dengan penyakit
jantung koroneL penurunan TD diastolik terlalu cepat di ICU dapat memicu iskemik
miokard akut atau infark.a
a Terapi antihipertensi parenteral pada HE seperti tercantum pada tabel 4.

Tobel 4. Teropi onlihiperlensi porenlerol podo HE3

bioso 2-4 nit; moks


se

om
otou 20 mg 2 menil n 40-80 mg
podo intervol l0 menit s/d totol 300 mg

429
Doki6r lndonetio

Tololoksono Krisis Hiperlensi podo Keodoon Khusus


Berikut adalah terapi pilihan krisis hipertensi pada beberapa keadaan khusus
seperti tercantum pada tabel 5-7,

Tobel 5. Teropi Anlihiperlensi Porenlerol Terpilih bogi HE Podo Keodoon Khusus2'3

ensefolopoti Nitro 2-3 jom


Stroke iskemik O%-20% dolom 6-12 jom

Diseksi oorio

Preeklompsio/eklompsio Hydrolozin, lobetolol, nicordipin


dolom kehomilon

Tobel 6. Tololoksono Pre-Eklompsio dolom Kehomilone

Pengukuron TD > 4x / hori, tergontung


klinis

tronsominose, bilirubin
3xlminggu

TlK, kejong otou hipoglikemio

430
trombolisis: TDS (mox 300 mg)

KOMPLIKASI
Kerusakan organ target

PROGNOSIS
Tergantung respon terapi dan kerusakan target organ

UN!T YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiologi - Departemen
Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan ICCU, Departemen Kesehatan Mata, Depaftemen PenyakitSaraf
. RS non pendidikan ICCU / ICU, Bagian Kesehatan Mata, Bagian Penyakrt Saraf

REFERENS!
I . Chobonion AV et ol:The Seventh Report of the Joint Notionol Committee on Prevention, Detection,
Evoluotion, ond Treotment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA. 2003; 289:2560-72.
2. Vidt DG. Hypertensive Crisis. In : Corey W, Abelson A, Dweik R, et ol. Current Clinicol Medicine.
2nd Edition. The Clevelond Clinic Foundotion. Philodelphio:Elsevier.20lO. Tersedlo di http://
www.clevelondclinicmeded.com/medicolpubs/diseosemonogement/nephrology/hypertensive-
crises/
3. Kotchen T. Hypertensive Vosculor Diseose. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson
JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. lSrhEdition. NewYork: McGrow-Hill Medicol
Publishing Division; 201 2.
4. Victor R. Arteriol Hypertension. ln:Goldmon L, Ausiello D, eds. Cecil medicine 23'd ed. Philodhelphio,
Po: Sounders Elsevier; 2007.
5. Roesmo J. Krisis Hipertensi. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit
Dolom. Edisi V. Jilid ll. Jokorto: lnterno Publishing; 2009. Hol I 103-4
6. Vodiyo C, Ouellette J. Hypertensive urgency ond emergency. Hospitol Physicion. 2007;43:43-50.
7. BenderS, Filippone J, HeitzS, Bisognono J. A systemotic opprooch to hyperiensive urgencies ond
emergencies. Cun Hypertens Rev. 2005; I :27 5-281 .

8. Hordy Y, Jenkins A. Hypertensive Crisis : Urgencies ond Emergencies. US Phorm. 20l I ;35(3):Epub.
Diokses melolui http://www.usphormocist.com/content/d/feoIorelill444lc/271121 podo 12
Mei2O12.
9. Notionol InstituteforHeolthondClinicol Excellence.NlCEclinicol guideline 107-Hypertensionin
pregnoncy: the monogement of hypertensive disorders during pregnoncy. August 2010. Diunduh
dori http://www.nice.org.uk/nicemedio/live/13098/50418/50418.pdf podo tonggol l8 Mei 2012.
10. Goldstein LB, Adoms R, Alberts MJ, et ol. Americon Heort Associotion; Americon Stroke Associotion
Stroke Council. Primory prevention of ischemic stroke: o guideline from the AHA/ASA. Circulotion
2005;l I 3:e873-e923.
PE YAK T GLOMERULAR

PENGERTIAN
Penyakit Glomerular merupakan penyakit ginjal berupa peradangan pada glomerulus
dan dapat dibedakan menjadi penyakit glomerular primer atau sekunder.l

Penyokil Glomerulor Primerr


1. Kelainan minimal
2. Glomerulosklerosis fokal segmental
3. Glomerulonefritis (GN) difus:
a. GN membranosa (nefropati membranosa)
b. GN proliferatif (terdapat sedimen aktif pada urinalisis: sedimen eritrosit (+),
hematuriJ:
- GN proliferatif mesangial
- GN proliferatif endokapiler
- GN membranoproliferatif (mesangiokapiler)
- GN kresentik dan necrotizing
c. GN sclerosing
4. Nefropati IgA

Penyokil Glomerulor Sekunder


1. Nefropati diabetik
2. Nefritis lupus
3. GN pasca infeksi
4. GN terkait hepatitis
5. GN terkait HIV

Kelerongon
. Difus: lesi mencakup >80% glomerulus.
. Fokal: lesi mencakup <80% glomerulus.
. Segmental: lesi mencakup sebagian gelung glomerulus.
. Global: lesi mencakup keseluruhan gelung glomerulus.
DIAGNOSIS'

Anomnesis
Warna urine, keluhan penyerta: lemas, bengkak, sesak, kadang terdapat syndroma
uremik: mual, muntah.

Pemeriksoon Fisik
Dapat ditemukan hipertensi, edema anasarka

Pemeriksoon Penunjong
. Urin : proteinuria, hematuria, piuria, silinder eritrosit.
. Darah : kreatinin meningkat
. Biopsi ginjal

DIAGNOSIS BANDING
Etiologi dari penyakit glomerular

TATATAKSANA
Tatalaksana tergantung etiologi, terapi beberapa penyakit glomerular dapat dilihat
lebih lengkap pada tabel 1.

Tobel l. Beberopo Penyebob Penyokil Glomerulus Sekunder Tersering2

glomerulonefrilis Biosonyo podo onok usio 2-14


tohun don orong tuo, riwoyot
streptococcus foringitis, riwoyot
impetigo, gejolo sistemik : sokit
kepolo, moloise, onoreksio, nyeri

titer ASO
onti DNA-ose,

focus

mesongiol, don
tmun dori

434
KOMPLIKASI
Gagal ginjal akut dan kronis, penyakit ginjal stadium akhir.2
PROGNOSIS
Prognosis tergantung etiologi. Prognosis beberapa penyakit glomerular dapat
dilihat lebih lengkap pada tabel 1.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
1. Penyokit glomerulor. In: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku
ojor ilmu penyokit dolom. 5rh ed. Jokorto; Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit
Dolom FKUI, 2009:2009 - 15
2. Lewis JB, Neilson EG. Glomerulor Diseose. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser
S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSth ed. United Stotes
of Americo; The Mccrow-Hill Componies, 2012: 291 1 - 39
PENYAK T G NJAL KRON K

PENGERTIAN
Penyakit ginjal kronik [PGK) merupakan penurunan progresif fungsi ginjal yang
bersifat ireversibel. Menurutguideline The National Kidney Foundation's Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative [NKF KDOQI), PGK didefinisikan sebagai kerusakan ginjal
persisten dengan karakteristik adanya kerusakan struktural atau fungsional (seperti
mikroalbuminuria/proteinuria, hematuria, kelainan histologis ataupun radiologisJ,
dan/atau menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) menjadi <60 ml/menit/1,73 m'?
selama sedikitnya 3 bulan.l
Berikut adalah stadium PGK dan rencana tindakan berdasarkan klinis
ftabel 1) dan klasifikasi tekanan darah (tabel 2J.

Proteinuria merupakan suatu marker dini dan sensitif pada berbagai tipe
kerusakan ginjal. Albumin merupakan protein yang paling banyak terdapat pada urin
penderita PGK. Nilai normal ekskresi albumin urin pada dewasa adalah 10 mg/hari,
dan dipengaruhi oleh berbagai kondisi seperti postur tubuh, olahraga, kehamilan,
dan demam.2 Oleh karena itu, sering terjadi hasil proteinuria dan albuminuria palsu
dalam praktek sehari-hari karena berbagai kondisi seperti tercantum pada tabel 2.
Penilaian hasil proteinuria pada dewasa dilakukan dengan pengambilan spesimen
urin pagi hari dan hasil > +1 pada dipstickmemerlukan konfirmasi lebih lanjut dengan
penilaian kuantitatif dalam 3 bulan. Pada pasien dengan proteinuria > +2 pada tes
kuantitatif dalam interval 1-2 minggu, didiagnosis sebagai proteinuria persisten dan
dilakukan evaluasi dan tatalaksana lebih Ianjut seperti pada pasien PGK. Monitoring
proteinuria pada PGK selalu menggunakan tes kuantitatif.2

Tobel 'l . Slodium PGK don rencono Tindokon Berdosorkon Klinis2

dengon >90 Diognosis, totoloksono penyokit


Fenyo(il

U5 Gogol ginjol kronik /end- <15


stoge renol diseose/ESRD)

Tobel 2. Slodium PGK Berdosorkon Klosifikosi Tekonon Doroh2

Normol
9LFG*

<15 (otou diolisis) 5

Keterongon:
Doeroh yong diorsir merupokon PGK beserto stodiumnyo
TDT = tekonon doroh linggi / hiperlensi, yoitu sistolik 3I 40/90 podo dewoso don > persentil 90 podo onok menurut tinggi don
berot bodon
'Dopot normol podo boyi don orong tuo

Tobel 3. Kondisi yong Menyebobkon Hosil Positif Polsu podo Proleinurio don Albuminurio2

Dehidrosi ) konsenkosi protein urin t

Penilaian awal I skrining pada dewasa dengan risiko tinggi PGK, pemeriksaan
sampel albumin urin sebaiknya menggunakan albumin-specific dipstick atau ratio
albumin-kreatinin. Sedangkan untuk monitoring proteinuria pada dewasa dengan
PGK, ratio protein-kreatinin pada sampel urin sebaiknya diperiksa menggunakan ratio

albumin-kreatinin dan ratio protein total-kreatinin, apabila ratio albumin-kreatinin


tinggi [> 500 mg - 1.000 mg/g).'

438
PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis3,a
. Riwayat hipertensi, DM, ISK, batu saluran kemih, hipertensi, hiperurisemia, lupus
. Riwayat hipertensi dalam kehamilan (pre-eklampsi, abortus spontan)
. Riwayat konsumsi obat NSAID, penisilamin, antimikroba, kemoterapi, antiretroviral,
proton pump inhibitors, paparan zat kontras
. Evaluasi sindrom uremia : lemah, nafsu makanr, berat badanl., mual, muntah,
nokturia, sendawa, edema perifer, neuropati perifer, pruritus, kram otot, kejang
sampai koma
. Riwayat penyakit ginjal pada keluarga, juga evaluasi manifestasi sistem organ
seperti auditorik, visual, kulit dan lainnya untuk menilai apa ada PGK yang
diturunkan (Sindrom Alport atau Fabry, sistinuria) atau paparan nefrotoksin dari
Iingkungan (logam berat)

Pemeriksoon Fisik3
. Difokuskan kepada peningkatan tekanan darah dan kerusakan target organ :

funduskopi, pemeriksaan pre-kordial (heaving ventrikel kiri, bunyi jantung IV)


. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: edema, polineuropati
. Gangguan endokrin-metabolik: amenorrhea, malnutrisi, gangguan pertumbuhan
dan perkembangan, infertilitas dan disfungsi seksual
. Gangguan saluran cerna:anoreksia, mual, muntah, naflas bau urin (uremicfetor),
disgeusia (metallic taste), konstipasi
. Gangguan neuromuskular: letargi, sendawa, asteriksis, mioklonus, fasikulasi otot,
restless leg syndrome, miopati, kejang sampai koma
. Gangguan dermatologis : palor; hiperpigmentasi, pruritus, ekimosis , uremic frost,
ne p hrog e ni c fib ro si ng derm o p athy

Pemeriksoon Penunjong3.4
. Laboratorium : darah perifer lengkap, penurunan LFG dengan rumus Kockroft-
Gault, l,serum ureum dan kreatinin, tes klirens kreatinin (TTK) uku4 asam urat,
elektrolit, gula darah, profil lipid, analisa gas darah, serologis hepatitis, SI, TIBC,
feritin serum, hormon PTH, albumin, globulin, pemeriksaan imunologi, hemostasis
lengkap, urinalisis
. Radiologis : foto polos abdomen, BNO IVB USG, CT scan, ekokardiografi
. Biopsi ginjal
Rumus Kockrott-Goult :3

Creqtinine Clearqnce atau LFG = [(140-umur) x berat badan]/(72 x SCrJ ml/menit/L,73 m'z
Keterangan : pada wanita hasil LFG x 0.85

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ginjal akut, Acute on Chronic Kidney Disease

TATALAKSANA

Nonformokologi5t.s,n
. Nutrisi : pada pasien non-dialisis dengan LFG <20 mL/menit, evaluasi status nutrisi
dari 1) serum albumin dan/atau 2J berat badan aktual tanpa edema.

Tobel 2. Anjuron Nutrisi podo PGK berdosorkon LFG2'a

a Protein :

- pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan
toleransi pasien
- pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB ideal/hari
- pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB/hari
o Pengaturan asupan lemak: 30-40o/o dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
a Pengaturan asupan karbohidrat : 5 0 - 600/o dari kalori total
a Natrium: <2 gramfhari (dalam bentuk garam <6 gram/hari)

440
a Kalium: 40-70 mEq/hari
a Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD:1,7 mg/hari
a Kalsium: 1400-L600 mg/hari (tidak melebih 2000 mg/hariJ
a Besi: 10-18 mg/hari
a Magnesium: 200-300 mg/hari
a Asam folat pasien HD: 5 mg
a Air: jumlah urin24 jam + 500 ml (insensible water loss).

Formokologisr.s.a
. Kontrol tekanan darah:
- Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II: evaluasi kreatinin
dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35o/o atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan
- Penghambat kalsium
- Diuretik
. Pada pasien DM, kontrol gula darah: hindari pemakaian metformin dan obat-obat
sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbAIC untuk DM tipe 1 0,2 di atas
nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 60/o
. Koreksi anemia dengan target Hb 1,0-L2 g/dl
. Kontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat
. Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol
. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
. Koreksi hiperkalemi
. Kontrol dislipidemia dengan target LDL<100 mg/dl, dianjurkan golongan statin
. Terapi ginjal pengganti

KOMPTIKASI
Kardiovaskular; gangguan keseimbangan cairan, natrium, kalium, kalsium, fosfat,
asidosis metabolik, osteodistrofi renal, anemia.l'3

PROGNOSIS
Penting sekali untuk merujuk pasien PGK stadium 4 dan 5. Terlambat merujuk
(kurang dari 3 bulan sebelum onset terapi penggantian ginjalJ berkaitan erat dengan
meningkatnya angka mortalitas setelah dialisis dimulai. Pada titik ini, pasien lebih
baik ditangani bersama oleh pelayanan kesehatan tingkat primer bersama nefrologis.
Selama fase ini, perhatian harus diberikan terutama dalam memberikan edukasi
pada pasien mengenai terapi penggantian ginjal (hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi) dan pemilihan akses vaskular untuk hemodialisis. Bagi kandidat
transplantasi, evaluasi donor harus segera dimulai.l

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
. Hemodialisis Subspesialis Ginjal-Hipertensi dan internis dengan sertifikasi
:

hemodialisis

UNII TERKAIT
. RS pendidikan Unit Hemodialisis, ICU / Medical High Care, Departemen
Bedah Urologi
a RS non pendidikan Unit hemodialisis, lCU, Bagian Bedah

REFERENSI
l. Loscono M, Schreiber M, Nurko S. Chronic Kidney Diseose. ln : Corey W, Abelson A, Dweik R,
et ol. Current Clinicol Medicine. 2nd Edition The Clevelond Clinic Foundotion. Philodelphio :

Elsevier. 2010. Hol 853-6


2. The Nolionol Kidney Foundotion : NKF KDOQI Clinicol Proctice guidelines for Chronic Kidney
Diseose: Evoluotion, clossificotion, ond strotificotion. Am J Kidney Dis 2002;39:Sl-256
3. Borgmon J, Scorecki K. Chronic Kidney Diseose. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL,
Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8ih Edition. New York, McGrow-
|1il.2012.
4. Suwitro K. Penyokit Ginjol Kronik. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodl B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu
Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid 11.2009. Hol 1035-40

442
P NYAKTG JALPOTKSTK

PENGERTIAN
Merupakan penyakit ginjal yang diturunkan secara autosomal dominan (autosomal
dominant polycystic kidney disease/ADPKD) maupun autosomal resesif (autosomal
recessive polycystic kidney disease/ARPI(D). ADPKD lebih sering dijumpai pada orang
dewasa, sedangkan ARPKD lebih banyak pada anak-anak. Penyakit kista ginjal juga
dapat dijumpai pada beberapa penyakit ginjal keturunan lainnya, seperti di tabel 2.
Hampir semua kasus ADPKD disebabkan akibat mutasi pada gen PKDl dan PKD 2.
Mutasi gen PKD 2 berjalan lebih lambat dan onset gejala muncul lebih lama. Mutasi
PKDI. mencakup sekrtar B5o/o kasus dan menyebabkan gagal ginjal yang lebih dini
dibandingkan mutasi PKD2. PKDl dan PKD2 merupakan protein transmembran
yang ada di semua nefron yang berfungsi dalam regulasi trankripsi gen sel epitel,
apoptosis, differensiasi, dan interaksi matriks sel pada fetal dan orang dewasa.
Gangguan pada protein akan menyebabkan terganggunya proses-proses tersebut,
proliferasi sel berlebihan, sekresi cairan dalam kista. Pada umumnya penyakit ini akan
asimpotomatik, kista akan membesar, menekan parenkim ginjal sekitarnya, secara
progresif akan menganggu fungsiginjal dan menimbulkan gejala. Faktor risiko untuk
progresivitas penyakit yaitu usia muda saat terdiagnosa, ras kulit hitam, laki-laki,
ditemukan adanya mutasi pada PKD1, dan adanya hipertensi. 1

ARPKD merupakan penyakit primer pada balita dan anak-anak. Pada 50 %


neonates akan meninggal karena hipoplasia paru, oligohidromnion karena penyakit
ginjal berat, dan sepertiganya akan berkembang menjadi gagal ginjal tahap akhir.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasonography saat dalam kandungan.
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik, yang dilakukan adalah terapi simptomatik
sesuai keadaan klinis pasien.l'2

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Pada umumnya diagnosis ditegakkan sebelum timbul keluhan pada saat dilakukan
skrining. Diagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan pemeriksaan imaging yang
menunjukkan kista multipel pada kedua ginjal, bahkan pada hepar. Kriteria untuk
diagnosis ADPKD dengan ultrasonography padapasien yang asimpomatik berdasarkan
pada onset yang lama timbul pada PKD2 dan asumsi bahwa genotip dari individu dan
keluarga yang sedang diperiksa tidak diketahui. Sensitifitas dan spesifisitas diagnosis
ADPKD berdasarkan usia: 1

Tobel l. Sensitifilos don Spesifisilos Diognosis ADPKD berdosorkon Usiol

Anomnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat penyakit pada keluarga, riwayat
hipertensi sebelumnya. Gambaran klinis dapat berupa rasa nyeri pada perut (flank
pain),hematuria, infeksi saluaran kemih, dan keluhan poliuria atau nokturia, urin
berwarna merah.l'2
Sedangkan manifestasi di luar ginjal dapat menyebabkan kista di hati yang
membesar sehingga merusak hati dan menimbulkan masalah di abdomen. Kista di
limpa dan pankreas umumnya bersifat asimptomatik. Pada jantung dapat dijumpai
kelainan katup. Sehingga perlu ditanyakan keluhan-keluhan yang mencakup organ-
organ tersebut. l

Pemeriksoon Fisik
Terabanya massa pada abdomen, nyeri tekan pada abdomen, tanda-tanda
peritonitis lokal, hipertensi. 1

Pemeriksoon Penunjongt,2
. Fungsi ginjal : ureum, kreatinin serum
. Kultur darah jika curiga ada infeksi
. Urinalisis : proteinuria ringan
. Ultrasonography
. Computed tomography (CT): Iebih sensitif untuk deteksi pada usia muda yang
) belum ada gejala
. Magnetic resonance imaging (MRI)-72 : telihat ada kista dalam ginlal

444
DIAGNOSIS BANDING

Beberapa penyakit ginjal yang diturunkan [tabel 2).1

Tobel 2. Penyokil Kisto Ginjol yong Dilurunkonr'3

.445
TAIATAKSANA
Belum ada tatalaksana yang dapat mencegah pertumbuhan kista atau penurunan
fungsi ginjal.l'2
. Hipertensi : obat antihipertensi dengan target tekanan darah < L30/90 mmHg.
angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors dan angiotensin receptor blockers
(ARBs) dapat memperlambat pertumbuhan volume gin;al dan penurunan
glomerular filtration rate (GFR).
. Nyeri : obat analgesik, drainase dengan aspirasi perkutan, skleroterapi dengan
alkohol, atau tindakan bedah untuk dratnase
. fika ada infeksi pada kista : antibiotik yang larut lemak seperti trimethoprim'
sulfamethoxazole dan fluoro quin olone s
. Peritoneal atau hemodialisis
. Tindakan bedah jika kista membesar secara masif atau terinfeksinya kista, berupa
bilateral nephrectomy dan membutuhkan transplantasi ginjal.

KOMPTIKASI
Batu ginjal, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut, infeksi pada kista ginjal.l

PROGNOS!S
Risiko untuk menjadi batu ginjal sekitar 2 o/o pada pasien dengan ADPKD, dan
meningkatkan risiko 2-4kali lipat terjadinya perdarahan serebral dan subaraknoid.
Aneurisma sakular pada sirkulasi serebral anterior terdeteksi pada L00/o pasien
yang asimptomatik saat skrining magnetic resonance angiography (MRA),tmumnya
kecil dan kecil kemungkinan akan ruptur spontan. Jika ada riwayat keluarga dengan
perdarahan intrakranial, maka besar kemungkinan akan terjadi hal serupa sebelum
usia 50 tahun; dan jika selamat akan mempunyai aneurisma >l-0mm dan hipertensi
yang tidak terkontrol. Abnormalitas katup jantung terjad pada 25 o/o kasus. Insiden
terjadinya kista hepar berkisar 83 o/opada pemeriksaan MRI pasien usia 15-46 tahun,
wanita mempunyai kecenderungan menjadi kista masif. Sekitar 4 %o kasus akan
berakhir dengan end-stage renal disease (ESRD).1

UNlT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

446
UNII YANG IERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
I . Solont, Dovid J. Polycystic Kidney Diseose ond Other lnherited Tubulor Disorders, ln: Fouci A, Kosper
D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson .J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol
medicine. I8ih ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2012.
2. Pirson, Yves. Auiosomol Polycystic Kidney Diseose, ln:Dovidson A, Comeron J, Grunfeld J, editors.
,1998.
Oxford Textbook of Clinicol Nephrology. 2'd ed. United Stotes of Americo.
3. Gronthom J, Winklhofer F. Cystic Diseose of The Kidney. In: Brenner B, Rector F, editors. Benner &
Rector the Kidney. 7rh ed. United Stotes of Americo; Sounders. 2003.

447
S NDROM N FROT K

PENGERTIAN
Sindrom nefrotik [SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular
yang ditandai dengan proteinuria masif >3,5 gram/24 jam disertai hipoalbuminemia
<3,5 g/L, edema, hiperkolesterolemia dan lipiduria.l

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Gejala klasik SN ditandai dengan edema, proteinuria berat , hpoalbuminemia,
hperkolesterolemia, dan lipiduria.2 SN dapat bermanifestasi dengan spektrum keluhan
yang luas, mulai dari proteinuria asimtomatik sampai keluhan yang sering yaitu
bengkak,

Anomnesist
Bengkak biasanya berawal pada area dengan tekanan hidrostatik intravaskular
yang tinggi seperti kedua kaki dan ankle,tetapi dapat juga terjadi pada area dengan
tekanan hidrostatik intravaskular yang rendah seperti periorbita dan skrotum. Bila
bengkak hebat dan generalisata dapat bermanifestasi sebagai anasarka. Keluhan
buang air kecil berbusa. Gejala-gejala lain dapat muncul sebagai manifestasi penyakit
penyebab SN sekunder seperti diabetes melitus, nefritis lupus riwayat obat-obatan,
riwayat keganasan atau amyloidosis.

Pemeriksoon Fisikr
Pretibial edema, edema periorbita, edema skrotum, edema anasarka, asites
Xanthelasmas bisa didapatkan akibat hyperlipidemia.

Pemeriksoon Penunjong
. Laboratorium: Proteinuria masif >3,5 gram /24 jam, hiperlipidemia,
hipoalbuminemia (<3,5 gram/dlJ, lipiduria, hiperkoagulabilitas
. Biopsi ginjal: dapat digunakan untuk penegakkan diagnosis
Tobel l. Polo Klinis Sindromo Nefrolik'

Membronous +

DIAGNOSIS BANDING
Edema dan asites akibat penyakit hati atau malnutrisi, diagnosis etiologi SN.1

IAIATAKSANA

Nonformokologisl
. Istirahat
. Restriksi protein dengan diet protein 0;8 gram/kgBB ideal/hari + ekskresi protein
dalam urin/24 jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan hingga
0,6 gram/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam
. Diet rendah kolesterol <600 mg/hari
. Berhenti merokok
. Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema

Formokologist
. Pengobatan edema: diuretik loop
. Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan/atau antagonis reseptor
Angiotensin II
. Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin
. Pengobatan hipertensi dengan targettekanan darah <125/75 mmHg. Penghambat
ACE dan antagonis reseptor Angiotensin II sebagai pilihan obat utama
. Pengobatan kausal sesuai etiologi SN (lihat topik penyakit glomerular)
KOMPTIKASI
Gagal jantung, sirosis hepatis, penyakit ginjal kronik, tromboembolil

PROGNOSIS
Hanya sekitar 20% pasien yang menderita fokal glomerulosclerosis mengalami
remisi dari proteinuria,'1.0o/o membaik tapi masih mengalami proteinuria. Stadium
akhir penyakit ginjal berkembang pada 25-30o/o pasien dengan fokal segmental
glomerulosclerosis dalam waktu 5 tahun dan 30-40% dalam L0 tahun. Prognosis
pasien dengan perubahan nefropati minimal memiliki risiko kambuh. Tetapi prognosis
jangka panjang untuk fungsi ginjalnya baik, dengan sedikit risiko gagal ginjal. Respon
pasien yang buruk terhadap steroid dapat menyebabkan hasil yang buruk. Pada
sindroma nefrotik sekundel mortalitas dan morbiditas tergantung pada penyakit
primernya. Pada nefropati, diabetik tingkat proteinuria berhubungan langsung dengan
mortalitas. Pada amyloidosis primer, prognosis buruk, meskipun dengan kemoterapi.
Pada amyloidosis sekunder, perbaikan penyakit penyebab diikuti oleh perbaikan
amyloidosis dan sindroma nefrotik yang mengikuti.3'a

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UN!T TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Sindromo Nefrotik In: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor
ilmu penyokit dolom.5rh ed. Jokorto; Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom
FKUl,2009:2009- l5
2. Glomerulor Diseose. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J,
editors. Horrison's principles of internol medicine. l8'h ed. United Stotes of Americo; The McGrow-
Hill Componies, 2012:2911 - 39
3. Donodio JV Jr, Tones VE, Veloso JA, Wogoner RD, Holley KE, Okomuro M ldiopothic membronous
nephropothy: the noturol history of unkeoted potients. Kidney lnt. Mor I 988;33(3):708-l 5. [Medline]
.

4. Jude EB, Anderson SG, Cruickshonk JK, et ol. Noturol history ond prognostic foctors of diobetic
nephropothy in type 2 diobetes. Quort J Med. 2002;95:371-7. [Medline].

450
P II[1il(S[ [[
I IG1 PIntfll
PA
K
I
E AOO N
\ \-.a

MI
Anemio Aplostik....
Anemio Defisiensi Besi ...........
".--.ll-
Anemio Hemolitik.. I

Anemio Penyokit Kronik


,./f
Dosor-Dosor Kemoteropi ........
Diotesis Hemorogik ..................
Hemoglobinopoti......
Trombositopenio lmun ............ 4
Koogulosi lntrovoskulor Disem
Leukemio
Limfomo
Polisitemio Vero.....,.......
Sindrom Antifosfolipid ...
Sindrom Lisis Tumor 535
Teropi Suportif podo Posien Konker
Trombosis Veno Dolom 544
Trombositosis Esensiol 55r
ANEM A APTAST K

PENGERTIAN
Anemia aplastik (AA) adalah suatu kelainan hematologi dengan manifastasi klinis
pansitopenia dan hiposelularitas pada sumsum tulang, dapat bersifat didapat atau
diturunkan fTabel 1)1'z

Tobel l. Klosifikosi Anemio Aploslik Berdosorkon Etiologit,'?

Berdasarkan beratnya penyakit, AA dapat dibagi:


1. Anemia aplastik berat
Selularitas sumsum tulang < 25o/o dan terdapat 2 dari 3 gejala berikut
. Granulosit < 500/ul
o Trombosit < 20.000/ul
o Retikulosit < 10 %o
2. Anemia aplastik sangat berat
o Seperti anemia apalastik berat
o Netrofil <0.2xLje/L
3. Anemia aplastik tidak berat
. Tidak memenuhi kedua kriteria di atas
PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Onset keluhan dapat terjadi perlahan-perlahan berupa lemah, dyspnea, rasa lelah,
pusing, adanya perdarahan [petekie, epistaksis, perdarahan dari vagina, atau lokasi
lain) dapat disertai demam dan menggigil akibat infeksi. Riwayat paparan terhadap
zat toksik (obat, lingkungan kerja, hobiJ, menderita infeksi virus 6 bulan terakhir
[hepatitis, parvovirus), pernah mendapat transfusi darah1,3

Pemeriksoon Fisik
Pasien tampak pucat pada konjungtiva atau kutaneus, resting tachycardia,
perdarahan [ekimosis, petekie, perdarahan gusi, purpura). Jika ditemukan limfadenopati
dan splenomegali perlu dicurigai adanya leukemia atau limfoma.l'a

Pemeriksoon Penunjongr,2
. Normositiknormokrom,makrositik
. Darah tepi lengkap ditemukan pansitopenia, tidak terdapat sel abnormal pada
hitung jenis leukosit
. Hitung retikulosit: rendah (< \o/o)
. Serologi virus (hepatitis)
. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang: terdapat spicules yang kosong, terisi lemak,
dan sel hematopoietik yang sedikit. Limfosit, sel plasma, makrofag, dan sel mast
mungkin prominen
. MRI (Magnetic resonance imaging): membedakan lemak pada sumsum tulang
dengan sel hematopoietic, mengestimasi densitas sel hematopoietik pada sumsum
tulang, dan membedakan anemia aplastik dengan leukemia mielogenik hipoplasia.

DIAGNOSIS BANDING
Sindrom mielodisplastik [MDS), anemia karena keganasan sumsum tulang,
hipersplenisme, Ieukemia akut3'a

IAIATAKSANA
Pemilihan terapi berdasarkan beberapa faktor seperti usia pasien, kondisi umum,
dan ketersediaan donor stem cell.l

Tololoksono Penunjong r,2

. Menghentikan obat-obatan yang diduga sebagai faktor pencetus dan mengganti


dengan obat lain yang lebih aman

452
a Transfusi komponen darah (PRC/packed red cell dan/atau TC) sesuai indikasi
[pada topik transfusi darah)
a Menghindari dan mengatasi infeksi: antibiotik spektrum luas
a Kortikosteroid: prednison mg/ kgBB / hari, metilprednisoton 1- mg/kg berat badan
1.-2
a Androgen: Metenolol asetat 2-3 mg/kgBB/hari, maksimal diberikan selama 3
bulan.Nandrolone decanoate 400 mg IM (intramuskular)/minggu
o Terapi imunosupresif:
. Siklosporin 10-12 mg/kgBB/bari selama 4-6 bulan
. ATG (antithymocyte globulin) L5-40 mg/kgBB/hari intravena selama 4-l-0 hari
a Terapi kombinasi: untuk anemia aplastik berat. ATG 40 mg/kg/hari untuk 4 hari,
siklosporin L0-1.2 mg/kg/hari for 6 bulan, dan metilprednisolon L mg/kg/hari
untuk 2 minggu.
. Transplantasi sumsum tulang alogenik, bila ditemukan HLA yang cocok,
dilakukan tes histokompatibilitas pada pasien, orang tua, dan keluarga.

Krilerio Respons Tololoksono2

Tobel 2. Krilerio Respon Tololoksono Anemio Aploslik'?

Penyebab kegagalan terapi dapat karena kelelahan cadangan sel asal, imunosupresi tidak
cukup, kesalahan dalam mendiagnosis, atau adanya kegagalan sumsum tulang herediter.a

KOMPTIKASI
Infeksi [bisa fatal), perdarahan, gagaljantung akibat anemia berat3

PROGNOSIS
Tergantung pada jumlah neutrofil, trombosit, dan ada tidaknya komorbiditas.
Jumlah neutrofil < 200/1tl mempunyar respon yang rendah terhadap imunoterapi.

4s3
Transplantasi sumsum tulang dapat menyembuhkan pada B0% pasien berusia < 20
tahun,70o/o pada usia 20-40 tahun, dan 50% pada usia > 40 tahun. Pada pasien yang
menerima terapi dengan siklosporin sebelum transplantasi, risiko menjadi kanker
sebesar 11%. Dalam 10 tahun, anemia aplastik dapat berkembang menjadi paroxysmal
nocturnal hemoglobinuria, sindrom mielodisplastik, atau leukemia mielogenik akut
sebesar 40% pasien yang menerima terapi imunosupresan. Angka relaps pada
pasien yang menerima imunosupresi adalah 35 % dalam 7 tahun.aPada 168 pasien
yang menerima transplantasi, angka harapan hidup dalam 15 tahun sebesar 69 %0,

sedangkan pada 227 pasien yang menerima terapi imunosupresan angka harapan
hidup hanya 38%.1

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi -
Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT YANG TERKAIT


. RS pendidikan Unit Transfusi Darah
. RS non pendidikan Unit Transfusi Darah

REFERENS!
l. Lichtmon M. Aplostic Anemio: Overview. ln: Lichtmon M, Beutler E, Kipps T, editors. Willioms
Hemotology 7rh ed. Mc Grow Hill. Chopter 33
2. Morsh J. et oll. Guidelines forthe diognosis ond monogement of oplostic onoemio., British Journol
of Hoemotology, 147, 4T70.2010. Diunduh dori http://www.bcshguidelines.com/documents/
Aplost onoem_bjhjune201O.pdf podo tonggol 22 Mei 2012
3. Young N.S..Aplostic onemio, myelodysplosio, ond reloted bone morrow foilure syndromes:
introduction. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of lnternol Medicine lBih edition.United
Stotes of Americo.Mcgrow Hill. 2012
4. Widjonorko A, Sudoyo A, Solonder, H. Anemio oplostik. Dolom: Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono,
Alwi, l. Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto: lnterno
L.
Publishing; 2010. Hol.l 117-1126

4s4
ANEMIA DEFIS ENS ES!

PENGERTIAN
Anemia adalah menurunnya kadar hemoglobin (HbJ di bawah normal yang
disebabkan banyak faktor seperti defisiensi besi, asam folat,B1.2, hemolitik, aplastik,
atau penyakit sistemik kronik. Nilai normal hemoglobin bervariasi sesuai usia dan jenis
kelamin, sehingga nilai yang digunakan sebagai patokan untuk mendiagnosis anemi
yaitu:1

Tobel l. Niloi Hb unluk (rilerio Anemiol

Anemia defisiensi besi adalah salah satu golongan anemia hipoproliferatif yang
disebabkan karena kelainan metabolisme besi. Besi merupakan elemen penting
dalam fungsi semua sel karena perannya dalam transport oksigen sebagai bagian
dari hemoglobin. Besi juga merupakan bagian penting dari enzim sitokrom dalam
mitokondria. Jika kekurangan besi maka sel akan kehilangan kemampuan dalam
transpor elektron dan metabolisme energi, sehingga mengganggu sintesis Hb.
Metabolisme sel besi lebih dipengaruhi absorbsi daripada eksresi. Kehilangan besi
terjadi karena perdarahan atau kehilangan sel. Laki-laki dan wanita yang tidak I

menstruasi kehilangan besi sebesar 1, mg/hari, sedangkan wanita yang sedang

menstruasi kehilangan besi 0.6-2.5 o/o/hari. Besi akan diabsorbsi dari saluran cerna
(proksimal usus halus) dalam bentukferrous atau dari cadangan ke dalam sirkulasi
dan berikatan dengan transferin (protein pengangkut besi). Distribusi besi dalam
tubuh terbagi menjadi:2
Tobel 2. Dislribusi Besi dolom Tubuh2

Absorbsi besi dihambat oleh oksalat, phytates, fosfat, dan red wlne. Sedangkan
yang dapat meningkatkan absorbsi besi yaitu hidrokuinon, askorbat, laktat, piruvat,
suksinat, fruktosa, sistein, dan sorbitol. Progresivitas defisiensi besi dapat dibedakan
menjadi 3 stadium yaitu negative iron balance, iron-deficient erythropoiesri dan anemia
defisiensi besi seperti pada tabel di bawah ini:2'3

Tobel 3. Slodium Defisiensi Besi2

Kelerongon: lot'ol ton binding copocify IIIBC), serum ton (Sl)

456
Penyebab dari defisiensi besi dapat dilihat pada tabel 4.

Tobel 4. Penyebob Defisiensi Besi2'3


Meningkotnyo kebuluhon besi o

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Gejala klinis bervariasi tergantung beratnya dan lamanya anema, berupa rasa
lemah dan lelah, sakit kepala, light-headedness, kesemutan, rambut rontok, restless
leg, dan gejala angina pektoris pada kasus berat. Gejala khas yaitu adanya glositis,
disfagia, pica, koilonychia (spoon nail) jarang ditemukan.3

Pemeriksoon Fisik
Pasien tampak lemah dan pucat (anemisJ, disertai takikardia, adanya glositis I lidah
bewarna merah dan permukaannya licin), stomatitis, angular cheilitis, koilonychia.
Perdarahan maupun adanya eksudat pada retina dapat ditemukan pada anemia berat.
Splenomegali mengindikasikan adanya penyebab defisiensi besi lainnya.3,a

457
Pendekoton diognosis onemio defisiensi besi:'

Anemio, MCV < 95 pm3 (95 fL)

Perikso feritin

< 45 ng per mL 46 to 99 ng per mL > 100 ng per ml


(45 mcg per L (46 to 99 mcg per L) (100 mcg per L)

TlBCmeningkot, besi Hosil loin TIBC menurun, FE


serum menurun, cek TfR meningkot,
tronsferin menurun Soturosi tronsferrin
soturotion meningkot

TfR meningkot Hosil loin : TfR menurun


jiko dicurigoi perikso
biopsi sumsum tulong
Anemio
defisiensi
besi -

Besi rendoh Besi normol

Anemio defisiensi besi Cori penyebob loin

teropi
Kelerongon :
ng : Nonogrom
mcg :mrcrogrom
pm : mikrometer
Algorilme l. Pendekolon Diognosis Anemio Defisiensi Besir

DIAGNOSIS BANDING
Talasemia, anemia sideroblastik anemia penyakit kronik, dan keracunan logam berat3

TAIATAKSANA
. Tatalaksana diet3
- Makan makanan yang bervariasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
- Makan makanan yang mengandung zat besi tinggi, seperti daging merah

458
a Preparat besi oral2'3
- Preparat besi inorganik mengandung 30 dan 100 mg besi elemental.
- Dosis 200-300 mg besi elemental per hari harus diabsorbsi sebanyak 50 mg/hari.
- Tujuan terapi tidak hanya memperbaiki anemia tetapi juga menambah
cadangan besi minimal 0.5-1 gram, sehingga diperlukan terapi selama 6-12
bulan setelah anemia terkoreksi.
- Dosis: 3-4 kali L tablet (L50 dan 200 mg) diminum l jam sebelum makan.
- Efek samping: mual, heartburn, konstip asi, metalic taste,buang air besar hitam
- Macam-macam preparat besi oral:

Tobel 5. Preporol Besi Orol'?

a Preparat besi parenteral3


- Indikasi: malabsorbsi, intoleransi terhadap preparat oral, dibutuhkan dalam
jumlah banyak.
- Dosis besi (mg) = [15-Hb yang diperiksa) x berat badan (kg) x 2.3 + 500 atau
1000 mg (untuk cadangan)2
- Iron sucrose:5 ml (100 mg besi elemental) diberikan secara intravena tidak
melebihi 3x seminggu. Efek samping: hipotensi, kram, mual, sakit kepala,
muntah, dan diare
- Iron Dextran: dosis untuk tes 0.5 ml secara intravena sebelum terapi dimulai,
selanjutnya diberikan 2ml setiap dosis. Efek samping: hipotensi, mialgia, sakit
kepala, nyeri perut, mual dan muntah, limfadenopati, efusi pleura, pruritus,
urtikar ia, kejang, flu s hing, m en ggi gil, fl eb iti s, d i z z i n e s s
a Transfusi sel darah merah: diberikan jika ada gejala anemia, instabilitas
kardiovaskular, perdarahan masih berlangsunB, dan membutuhkan intervensi
segera.2

KOMPTIKASI
Gangguan jantung fkardiomegali atau gagal jantungJ, gangguan pertumbuhan pada
anak dan remaja.2'3

459
PROGNOSIS
Jika penyebab defisiensi besi diatasi maka prognosis akan baik. Terapi inadekuat
akan menyebabkan anemia rekuren, sehingga terapi harus diberikan minimal 12 bulan
setelah anemia terkoreksi. 2,3

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi -
Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT YANG TERKAIT


. .RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi
bila yang absobsi
a RS non pendidikan

REFERENSI
l. Killip S. lron Deflciency Anemio. Americon Acodemy of Fomily Physicions.Volume 75, Number 5.
2007. Diunduh dori www.oofp.org/ofp podo tonggol23 Mei 2012.
2. Adomson J. lron deflciency ond other hypoproliferotive onemios. In:Longo DL, Kosper DL, Jomeson
DL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, editors. Horrison's Principols of lnternol Medicine l 81h ed. Mc
Grow Hill. Chopter 98
3. Beutler E. Disorders of iron metobolism. ln:Lichtmon M, Beutler E, Kipps T, editors. Willioms
Hemotology 7rh ed. Mc Grow Hill. Chopter 40
4. Bokto l, Suego B, Chormoyudo T. Anemio deflsiensi besi. Dolom:Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono,
L. Alwi, l. Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto: lnterno
Publishing; 201 0. Hol.l 127 -1 1 40.
ANEMAHEMOLTK

PENGERTIAN
Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena destruksi atau pembuangan
sel darah merah dari sirkulasi sebelum waktunya, yaifi 1.20 hari yang merupakan
masa hidup sel darah merah normal. Ada 2 mekanisme terjadinya hemolitik yaitu :1,2

. hemolitik intravaskular : destruksi sel darah merah terjadi di dalam sirkulasi


pembuluh darah dengan pelepasan isi sel ke dalam
plasma. Penyebabnya antara lain karena trauma
mekanik dari endotel yang rusak, fiksasi komplemen
serta aktivasi pada permukaan sel, dan infeksi.
. hemolitik ekstravaskular : destruksiseldarahmerahyangadakelainanmembran
oleh makrofag di limpa dan hati. Sirkulasi darah
difiltrasi melalui splenic cords menuju sinusoid
limpa. Sel darah merah dengan abnormalitas
struktur membran tidak dapat melewati proses
filtrasi sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh
makrofag yang ada di sinusoid.
Klasifikasi anemia hemolitk dapat berdasarkan mekanisme terjadinya, secara
klinis fakut atau kronik), dan berdasarkan penyebabnya :3

Tobel 1. Klosifikosi Anemio Hemolilik3

Herediter He defek uremtc

Acquied (PNH) Destruksi zot


toksik, outoimun
5peslo 5

DIAGNOSIS ANEMIA HEMOTIIIK

Tobel 2. Diognosis don Teropi Anemio Hemolilik','?

Acqvired lmmune-mediofed Antibody ldiopotik,

dorohmeroh preeklomsio,
di sirkulosi hiperiensi

Herediler Enzymopothies Defisiensi lnfeksi. obot


G6PD

Mem

Hemoglobinopoti Tolosemio
don sick/e
ceii diseose

Kelerongon :ITP = thrombolic lhrombocytopenic purpuro; HUS = hemo/ylic uremic syndrome; DiC = disseminoled introvasculor
caogulolion: G6PD - glucoie 6 phosphote dehydrogenose
Pendekatan diagnosis pada anemia hemolitik yaitu :1

\+
H perDiltruotnemto
indirek Anemio Relikulosilosis

Evoluosi hemolisis : DPL, retikulosit, Pikirkon diognosis loin, termosuk


LDH, Bilirubin indirek, hoptoglobu- yong menyebobkon normositik
lin, SDT {sedioon doroh tepi) normokrom, seperti penyoki't kronik,
Tidok gogol ginjol kronik

Yo

lnf eksi/ Demom


Sferosit, Sferosit, DAT Schisfocyfes Anemio Sick/e obot / riwoyol
DAT + -, riwoyol mikrositik, ce/is trovelling
keluorgo + hipokromik

G6PD
Anemio
lmmune hemolilik mik- opuson doroh tebol
hemo/ysis : Sferositosis roongiopotik Tolosemio Anemio tipis, kullur doroh.
keloinon herediler Sick/e ce/is serologis Bobersio
limfoprolifero-
lif /kegono-
son, penyokit
outoimun, PTlPTT, fungsi
inleksi, lrons- ginjol don holi,
fusi doroh Eleklrof oresis
teokonon doroh
hemoglobin

TTP, HUS, DlC, eklomsio,


preeklomsio, hipertensi
proslhetic

Keterongon :

LDL : Loktof dehidrogenose DAT Dkect ontiglobulin tesl


PT : Prothrombin time G5PD G/ucose-6-phos phot e de hy drogenose
PTT : Porfio/ thromboplostin lime TTP Thrombolic Thrombocylopenic Purpuro
HUS: Hemo/yfic Uremic Syndrome DIC Disseminoted in trov osc ulor co o g ulotion

Gombor l. Algorilme Evoluosi Anemio Hemolilk'

Pada bab ini akan dibahas mengenai anemia hemolitik autoimun secara khusus

463
ANEM!A HEMOTITIK AUTOIMUN
PENGERTIAN
Anemia hemolitik autoimun (AHA) adalah anemia hemolitk yang ditandai adanya
autoantibodi terhadap sel darah merah autolog yang ditandai dengan pemeriksaan
DAT/tes Coombsyang positif. Penyebab pasti belum diketahui. Klasifikasi dari anemia
hemolitik autoimun yaitu:3,4 (Tabel 3)

Tobel 3. Klosifikosi Anemio Hemolitik Auloimunr!

onemio: post infeksi ( Mycoplosmo


pneumonio, mononucleosis), berkoiton
dengon kegonoson sel B, keloinon,

AHA

Anemio hemolitik Donolh-Londsleiner


,umumnyo berhubungon dengon sindrom
virus okul podo onok-onok (sering)

Secondory mixed AHA

464
Pada umumnya B0o/o kasus tergolong warm-reactive antibodres terhadap
IgG. Golongan cold agglutinins mempunyai autoantibody terhadap lgM, dan cold
hemolysins terhadap IgG. Autoantibodi akan terikat pada sel darah merah. Pada saat
sel darah merah dilapisi oleh antibodi, maka akan difagositosis oleh makrofag dan
memicu terjadinya eritrofagositosis yang dapat berlangsung intravaskular maupun
ekstravaskular.

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Tobel 4. Diognosis Anemio Hemolitik Autoimun2{


AHAWorm-Anlibody AHA Cold-Anlibody
Anomnesis Keluhon onemio. ikterik. Keluhon Berlongsung kronik. Se/f limiting
penyokit penyebobnyo. Keluhon dolom 1-3 mingu
ongino otou gogol jontung.
Riwoyot dolom keluorgo. Dopot
okut moupun kronlk
Pemeriksoon fisik Dopot normol, pucot,
ikterik, tokikordio, demqm,
hepotosplenomegoli
Pemeriksoon DPL : hemoglobin menurun,
penunjong hemotokril < l0% otou normol
jiko sudoh terkompensosi,
leukopenio, neutropenio,
trombosit normol
Hitung retikulosit : meningko.t
Bilirubin plosmo : peningkoton
bilirubin unconlugoted don
bilirubin totol
Loktot dehidrogenose :
meningkot, merupokon hosil dori
destruksi sel doroh meroh
Hoploglobin : menurun
Sedioon doroh tepi :sferosit,
frogment sel dqroh meroh, sel
doroh meroh berinti
DAT + : terdeteksi odonyo
outoontibody don/otou frogmen
proleolitik dori komplemen (C3)
Urinolisis : urobilinogen +, bilirubin
+/-, hemoglobinurio
Aspirosi sumsum tulong : eritroid
hiperplosio

Direcf onliglobulin fesf (DAT)


Diagnosis untukanemiahemolitikautoimun membutuhkan adanya immunoglobulin
dan/atau komplemen yang terikat pada sel darah merah. Hasil yang positif menandakan

46s
bahwa sel darah merah terlapisis oleh Ig G atau komplemen terutama C3. Hasil positif
lemah juga dapat ditemukan tanpa adanya tanda hemolisis. Pada 34 %o kasus positif
pada pasien AIDS dengan/atau tanpa tanda hemolisis. Hasil negatif ditemukan pada
2-5 o/o kasus karena jumlah globulin pada pada permukaan sangat sedikit sehingga
tidak terdeteksi. Metode lama (tube method) hanya dapat mendeteksi sampai 150-
200 molekul Ig G/sel, sedangkan dengan metode terbaru sedikitnya B Ig G molekul/
sel akan menimbulkan aglutinasi sebanyak 5 o/o. Ada 3 kemungkinan pola reaksi pada
DAT yaitu :a's

Tobel 5. Kemungkinon Polo Reoksi podo DAT4

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit autoimun lain seperti sferositosis herediter (hereditary spherocytosisf
HS), Zieve syndrome, sepsis karena klostridium, anemia hemolitik yang mengawali
penyakit Wilson.a

TATATAKSANA
Jika pasien mengalami hemolisis minimal, hematokrit stabil, dengan DAT positif
umumnya tidak membutuhkan terapi dan hanya diobservasi jika terjadi kelainan klinis.
Transfusi PRC (packed red cell) dapat diberikan terutama jika ada penyakit komorbid
seperti penyakit arteri koroner simptomatik atau anemia berat dengan kegagalan
sirkulasi seperti pada paroxysmal cold hemoglobinuria.a

Anemio Hemolilik Autoim u n dengon W orm - Anlibodyr.a'd


. Glukokortikoid:
o Menurunkan angka kematian pada kasus berat, memperlambat proses
hemolisis
o 20o/o kasus remisi komplit dan 10 0/o kasus berespon minimal atau tidak
berespon terhadap glukokortikoid.
o Prednison 60-100 mg po [per oralJ sampai hematokrit stabil atau mulai

466
meningkat, dosis diturunkan sampai mencapai 30 mg/hari. Jika keadaan
membaik, prednison dapat diturunkan 5mg/hari setiap minggu sampai
mencapai dosis 15-20 mg/hari, yang selanjutnya diberikan selama 2-3 bulan
setelah episode akut hemolitik reda. Terapi dapat dihentikan setelah 1-2 bulan
atau diganti alternate-day therapy schedule.
o Alternate-day therapy schedule: hanya dapat diberikan setelah remisi stabil
pada dosis prednison 1.5-20 mg/hari, untuk mengurangi efek samping
glukokortikoid. Terapi diberikan sampai DAT negatif.
o Metilprednisolon 100-200 mg IV (dosis terbagi) dalam 24 jam pertama, atau
prednison dosis tinggi selama l0-L4 hari jika keadaannya berat
o Jika terapi dihentikan, masih dapat terjadi remisi, sehingga harus dilakukan
pemantauan minimal beberapa tahun setelah terapi. fika remisi makan
diperlukan terapi glukokortikoid ulang, splenektomi, atau imunosupresan.
a Rituximab
o Antibodi monoklonal terhadap antigen CD 20 yang ada pada limfosit B, sehingga

dapat mengeliminasi limfosit B pada kasus AHA


o Dosis: 375 mg/m'?/minggu selama 2-4 minggu
a Obat imunosupresan
o cyclophosphomide, 6-mercaptopurine, azathioprine, and 6-thioguanine'. dapat
mensupresi sintesis autoantibodi.
o cyclophosphamide 50 mg/kg berat badan idel/hari selama 4 hari berturut-
turut.
o fika pasien tidak dapat mentoleransi dapat diberikan cyclophosphamide 60
mg/m' azathioprine B0 mg/mzsetiap hari.
o Jika pasien dapat mentoleransi: terapi dilanjutkan sampai 6 bulan untuk
melihat respon. Jika berespon, dosis dapat diturunkan. Jika tidak ada respon,
dapat digunakan obat alternatif lain.
o Indikasi: jika tidak respon terhadap terapi glukokortikoid
o retikulosit
Selama terapi: monitor DPL,
o Efek samping: meningkatkan risiko keganasan, sistitis hemoragik berat.
a Splenektomi:
o lndikasi : pasien yang mendapatkan prednison berkepanjangan > 15 mg/hari
untuk menjaga konsentrasi haemoglobin
o 2 minggu sebelum operasi, diberikan vaksinasi H. influenzae type b,
pneumo co c cal, dan m e ni ng o co c cal

467
o Tatalaksana lain :

o Asam folat 1 mg/hari : untuk memenuhi kebutuhan produksi sel darah merah
yang meningkat.
o Plasmaferesis: masih kontroversial
o Thymectomy: pad,aanakyang refrakter terhadap glukokortikoid dan splenektomi
o Danazol; golongan androgen, dikombinasi dengan prednison dapat menurunkan
kebutuhan splenektomi, memperpendek durasi prednison
o Globulin IV dosis tinggi
o Purine analogue 2-chlorodeoxyadenosine (cladribine)

Anemio Hemolilik Autoimun dengon Cold-Antibodyr'a'd


. Menjaga suhu pasien tetap hangat, terutama daerah ekstremitas
. Rituximab:375 mg/m2 /minggu selama 4 minggu dapat meningkatkan hemoglobin
. Klorambusil,siklofosfamid
. Interferon: menurunkan titer aglutinin
. Plasma exchange

KOMPTIKASI
Emboli paru, infeksi, kolaps kardiovaskular, tromboemboli, gagal ginjal akut3

PROGNOSIS
Pasien dengan AHA warm antibodyidiopatik dapat relaps dan remisl. Tidak
ada faktor yang dapat memprediksi prognosisnya. Umumnya berespon terhadap
glukokortikoid dan splenektomi. Angka kematian mencapai 460/o pada beberapa
kasus. Angka harapan hidup dalam L0 tahun sebesar 73o/o. Sedangkan prognosis
AHA warm antibody sekunder tergantung penyakit penyebabnya. Pada kasus AHA
cold antibody idiopatik, perjalanan penyakit umumnya benign dan bertahan untuk
beberapa tahun. Kematian karena infeksi, anemia berat, atau proses limfoproliferatif
yang mendasarinya. Jika disebabkan karena infeksi, AHA cold antibody akan sembuh
sendiri dalam beberapa minggu. Pada kasus hemoglobinuria masif dapat terjadi gagal
ginjal akut yang membutuhkan hemodialisis.a

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi -
Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

468
UNIT YANG IERKAIT
. RS pendidikan :-
. RS non pendidikan :-

REFERENSI
I. Dholiwol G. Hemolytic Anemio. Americon Fomily Physicion, June 1,2004 lVOL.69, No. I l. Diunduh
dori http://www.oofp.org/oIp/2OO4l060l lp2599.html podo tonggol23 Mei 2012.
2. Porjono E, Horiodi K. Anemio Hemolitik Autoimun. .Dolom: Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono, L.
Alwi, l. Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto: lnterno
Publishing; 2010. Hol.l 152-l 156
3. Luzzoto L. Hemolytic Anemios ond Anemio Due to Acuie Blood Loss. ln: Longo Fouci Kosper,
Horrison's Principles of lnternol Medicine lBlh edition.United Stotes of Americo.Mcarow Hill. 2012
4. Pockmon C. Hemolytic Anemio Resulting from lmmune Injury . In : Lichtmon M, Beutler E, Kipps
editors. Willioms Hemotology 71h ed. Mc Grow Hill. Chopter 52
T,

5. Neff A. Autoimmune Hemolytic Anemio. In: Geer J, Foerster J, Luken J. Wintrobe's Clinicol
Hemotology I lrh ed. Lippincott Willioms&wilkins. Chopter 35.
6. Lechner K, Joger U. How I treot outoimmune hemolytic onemios in odults. The Americon
Society of Hemotology .BLOOD, 16 September 2010 Vol I 16, No I I . Diunduh dori bloodjournol.
hemotologylibrory.org podo tonggol 23 Mei 2012.
ANEM A PE YAK T KRONIK

PENGERTIAN
Anemia adalah suatu keadaan berkurangnya sel darah merah dalam tubuh. Anemia
penyakit kronik adalah anemia yang terjadi pada yang ditemukan pada kondisi penyakit
kronik seperti infeksi kronik inflamasi kronik, atau beberapa keganasan. Pada penyakit
inflamasi, sitokin dihasilkan oleh leukosit yang aktif dan sel lain yang ikut berperan
menurunkan kadar hemoglobin (Hb). Ada beberapa mekanisme terjadinya anemia
pada anemia penyakit kronik :1'2
. Anemia yang terjadi disebabkan karena sitokin inflamasi yaitu interleukin-6
flL-6) menghambat produksi sel darah merah. IL-6 meningkatkan produksi
hormon hepcidin yang diproduksi oleh sel hepatosit berperan dalam regulator zat
besi. Hormon hepcidin akan menghambat pelepasan zat besi dari makrofag dan
hepastosit, sehingga jumlah zat besi untuk pembentukan sel darah merah terbatas.
. Inhibisi pelepasan eritropoietin dari ginjal oleh IL-1 dan TNF a(tumour necrosis factor)
. Inhibisi langsung proliferasi progenitor eritroid oleh TNF o dan INF y (interferony),
dan IL 1

. Peningkatan eritrofagositosis makrofag RES (reficulo endothelial system) oleh TNF o


Keadaan yang berkaitan dengan anemia penyakit kronik yaitu :1

Tobel l. Keodoon yong Berkoiton dengon Anemio Penyokil Kronikr's

Penyebab dari anemia penyakit kronik :1

. Ketidakmampuan tubuh meningkatkan produksi eritrosit (sel darah merahJ


sebagai kompensasi pemendekan umur eritrosit
a Destruksi sel darah merah
a Sekresi hormon eritropoietin yang tidak adekuat dan resistensi terhadap hormon
tersebut
a Eritropoiesis yang terbatas karena menurunnya jumlah zat besi
a Absorpsi zat besi dari saluran cerna yang terhambat

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Diagnosis cukup sulit terutama jika bersamaan dengan defisiensi zat besi. Penyebab
anemia lain harus disingkirkan sebelum mendiagnosis, seperti perdarahan, malnutrisi,
defisiensi asam folat, defisiensi vitamin 81.2, dan hemolisis.2

Anomnesis
Keluhan-keluhan yang didapatkan berupa rasa lemah dan lelah, sakit kepala,
nafas pendek3

Pemeriksoon Fisik
Pucat, tampak anemis, dapat ditemukan kelainan-kelainan sesuai penyakit
penyebabnya.a

Pemeriksoon Penunjong2.5
. Hemoglobin [Hb): menurun ( kadar : 8-9 g/dl)
. Hitung retikulosit absolut : normal atau meningkat sedikit3
. Feritin serum: normal atau meningkat. Merupakan penanda simpanan zat besi,
kadar 15 ng/ml mengindikasikan tidak adanya cadangan zat besi
. Besi dalam serum: menurun [hipoferemia). Half-life; 90 menit
. Transferin serum: menurun, Half-life : 8-L2 hari, sehingga penurunan transferin
serum lebih lama terjadi daripada penurunan kadar besi serum.
. Saturasi transferin
. Reseptor transferin terlarut (soluble transferrin receptor): menurun
. Rasio reseptor transferin terlarut dengan log feritin
. Kadar sitokin
. Eritropoietin
. Hapusan darah tepi: normositik normokrom, dapat hipokrom mikrositik ringan
. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang : jarang dilakukan untuk mendiagnosis anemia
penyakit kronik, tetapi dapat dilakukan sebagai gold standard untuk membedakan
dengan anemia defisiensi besi. Morfologi sumsum tulang dan pewarnaan zat besi
normal, kecuali dikarenakan penyakit penyebabnya. Hal yang penting diperhatikan
adanya simpanan zat besi dalam sitoplasma makrofag atau berfungsi di dalam
nucleus. Pada individu normal, dengan pewarnaan Prussian blue partikel dapat
ditemukan di dalam atau di sekitar makrofag, sepertiga mukleus mengandung
1-4 badan inklusi halus bewarna biru fsideroblas). Pada anemia penyakit kronik,
partikel besi di sideroblas bekurang atau tidak ada, tetapi di makrofag meningkat.
Peningkatan simpanan zat besi di makrofag berhubungan dengan menurunnya
kadar besi di sirkulasi.a
Perbedaan anemia penyakit kronik dengan anemia defisiensi besi dari hasil
pemeriksaan labroratorium :

Tobel 2. Perbedoon Anemio dorl Hosil Pemeriksoon Penunjongs,6

DIAGNOSIS BANDINGI
. Supresi sumsum tulang karena obat: besi serum meningkat, hitung retikulosit rendah
. Hemolisis karena obat: hitung retikulosit, haptoglobin, bilirubin, dan laktat
dehidrogenase meningkat
. Kehilangan darah kronik: serum besi menurun, feritin serum menurun, transferin
meningkat
. Gangguan ginjal
. Gangguan endokrin: hipotiroid, hipertiroid, diabetes mellitus
. Metastasis sumsum tulang: poikilosit, normoblas, teardrop-shaped red cells, sel
mieloid imatur
. Thalasemia minor

TATALAKSANA',7
. Mengenali dan mengatasi penyakit penyebabnya
. Terapi besi: kegunaannya masih dalam perdebatan
. Kontraindikasi jika feritin normal [ >100 ng/mlJa

472
t Agen Erythropoietic:
o lndikasi: anemia pada kanker yang akan menjalani kemoterapi, gagal ginjal
kronik, infeksi HIV yang akan menjalani terapi mielosupresif.
o 3 jenis: epoetin o, eportin B, darbepoetin a
o Epoetin :Dosis awal 50-150 U/kg berat badan diberikan 3 kali seminggu selama
minimal 4 mingu, jika tidak ada respon dosis dinaikkan 300 U/kg diberikan
3kali seminggu 4-B minggu setelah dosis awal.
o Target: Hb Ll-1-2 gram/dl
o Sebelum pemberian harus menyingkirkan adanya anemia defisiensi besi
o Monitoring selama terapi: setelah terapi selama 4 minggu dilakukan
pemeriksaan kadar Hb, dan 2-4 minggu kemudian. Jika Hb meningkat <L gramf
dl, evaluasi ulang status besi dan pertimbangkan pemberian suplemen besi.
Jika Hb mencapai 1,2 gram/dl, diperlukan penyesuaian dosis. fika tidak ada
respon dengan dosis optimal dalam B minggu, berarti pasien tidak responsif
terhadap terapi agen erythrop o i etic.
Transfusi darah: jika anemia sedang-berat (Hb<6.5 gram/dlJ dan bergejala

KOMPTIKASI
Gagal jantung, kematian3

PROGNOSIS
Keluhan anemia akan berkurang jika mengobati penyakit penyebabnya . Pada
suatu penelitian dinyatakan bahwa anemia berhubungan dengan gagal ginjal, gagal
jantung kongestif, dan kanker. Derajat anemia berhubungan dengan tingkat keparahan
penyakit, prognosis buruk pada pasien dengan penyakit keganasan, gagal ginjal kronik,
dan gagal jantung kongestif. Kematian yang terjadi tidak dikarenakan anemia secara
langsung. Belum terbukti bahwa perbaikan anemia saja akan meningkatkan prognosis
penyakit penyebabnya seperti kanker atau penyakit inflamasi.2'3

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi -

Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
. RS pendidikan Semua Divisi di Iingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
yang terkait
a RS non pendidikan

REFERENS!
I . Gons T. Anemio of Chronic Diseose. ln :Lichtmon M, Beutler E, Kipps T, editors. Willioms Hemotology
7 f'ed. Mc Grow Hill. Chopter 43
2. Zorychonski R. Clinicol porodigms Anemio of chronic diseose: A hormful disorder or on odoptive.
CMAJ. 2008 August l2; 1 79(4): 333-337. Diunduh dori http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/orticles/
PMC24929761 podo tonggol 19 Mei2012.
3. Gordner LB, Benz Jr EJ. Anemio of chronic diseoses. In: Hoffmon R, Benz EJ, Shottil SS, et ol.,
eds Hemotology: Bosic Principles ond Proctice. 5th ed. Philodelphio, Po: Elsevier Churchill
Livingstone; 2008:chop 37.
4. Supondimon l, Fodjori H, Sukrismon L. Anemio Podo Penyokit Kronis. Dolom:Suyono, S. Wospodji,
S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V.
Jokorto: lnterno Publishing; 2010. Hol.l 138-1 1 40
5. Weiss G, Goodnough LT. Anemio of chronic diseose. N Engl J Med.2005,352: l0l l-1023.
6. Silver B, Anemio, Diunduh dori https://www.clevelondclinicmeded.com/medicolpubs/
diseosemonogement/hemotology-oncology/onemio/#top podo tonggol 19 Md2012.
7. Adomson J. lron Deflciency ond Other Hypoproliferotive Anemios. ln:Longo DL, Kosper DL,
Jomeson DL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, editors. Horrison's Principols of lnternol Medicine
l81h ed. Mc Grow Hill. Chopter 98

474
DASA DASAR KEMOTERAP!

PENDAHUTUAN
Agen kemoterapi diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Kelompok agen
kemoterapi yang sering digunakan dapat dilihat pada tabel 1.

Tobel 'l . Agen Kemoteropi yong Umum Digunokont.2


Cisplotin

Oxoliplolin

muntoh, poru

476
477
Pemetrexed mg/m2 q3 Anemio, n folot/
Thrombositopenio

kolsium
2$O mglm2 q3 minggu Neuropoti, onemio, Wospodo podo
hoti

Relinoids
Tretinoin

Bexorotene Hypercho o
Hyperlriglyceridemio
Kutoneus, lerotogenik
Dokter

Iorgeled loxins
Denileukin diftitox 9-18 mg/kg per hori x Nouseo/munloh, Hypersensitivitos
5 d q3 minggu menggigil/demom okut, hipotensi,

(MI, DVT, CVA)


Penghombol Tyrosine Kinose

Rosh, diore I lom sebelum, 2 jom


sesudoh mokon

400 mg/hori Foligue, diore,

Penghombol mTOR
Temsirolimus 25 mg setiop minggu Stomotitis.

l0 mg setio

480
PENANGANAN KOMPTIKAS! AKUT KEMOTERAPI

Mielosupresi2

Monifeslosi klinik
Febril neutropenia. Neutropenia maksimal muncul 6-L4hari setelah pemberian
kemoterapi.

Tololoksono
1. Rontgen toraks
2. Kultur darah, urin, sputum
3. Resistensi obat
4. Antibiotika empiris sambil menunggu kultur : seftazidim, vankomisin atau
metronidazol / imipenem jika curiga kuman anaerob dari abdomen atau tempat lain.
5. Antibiotika sesuai kuman penyebab

Nouseo don muntoh2


Nausea dan muntah dapat terjadi akut (<24 jam kemoterapi) dan delayed (>24 jam
kemoterapi]. Profilaksis antiemetik pada obat kemoterapi yang sangat menginduksi
muntah:
. Kombinasi 100 mg penghambat 5-HT3 dolasetron (AnzametJ fiv atau oral), L2
mg deksametason, dan 125 mg NK1 antagonist aprepitont (oral), pada hari saat
pemberian agen kemoterapi.
. Pemberian deksametason (B mg) and aprepitant (80 mg) hari ke 2-3 untuk delayed
nausea.
Atau
. 3x0.15 mg/kg antagonis 5-HT3 ; ondansetron (iv), diberikan sebelum dan 4-B
jam setelah kemoterapi

Diore2
. Diare terkait kemoterapi dapat timbul segera atau delayed (48-72 jam setelah
pemberian obatJ.Tatalaksana :

. Hidrasi
. Jaga keseimbangan elektrolit
. Dosis loperamid tinggi, dosis awal 4 mg, lanjutkan 2 mg setiap 2 jam sampai 1'2

jam bebas diare. Maksimal dosis 16 mg/hari.


a Untuk yang tidak respon terhadap loperamid : Oktreotid (100-150 mgJ,
somatostatin analog, atau opiate-based preparations

Mukosilis2
. Terapi anestesi topikal dan barrier-creating preparations
. Mukosistis berat : palifermin atau keratinocyte growth foctor

Alopesio2
. Mulai muncul sekitar awal minggu kedua atau ketiga setelah siklus pertama
. Chemo cops mengurangi temperatur kulit kepala sehingga mengurangi derajat
alopesia
. Kosmetik
. Dukungan psikologis

UN!T YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi -

Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Unit Perawatan Khusus Imunosupresi
. RS non pendidikan Unit Perawatan Khusus Imunosupresi

REFERENSI
l. Solmon, S. E. ond Sortorelli, A. C. Concer Chemotheropy, in Bosic ond Clinicol Phormocology,
(Koizung, B. G., ed) Appleton-Longe, 1998, p. 881-91 I .
2. Principle of concer treotment. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S,
Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. I8rh ed. United Stotes of
Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 l.

482
DIATESIS HEMORAG!K

PENGERTIAN
Diathesis adalah suatu tampilan fisik atau kondisi tubuh yang menyebabkan
jaringan tubuh bereaksi secara khusus terhadap stimulus ekstrinsik tertentu yang
akan membuat seseorang lebih mudah terkena penyakit tertentu. Diatesis hemoragik
(hemorrhagic diathesis/bleeding diathesis/bleeding tendency) merupakan suatu
predisposisi hemostasis abnormal atau kecenderungan perdarahan (bleeding
tendency).1Proses patofisiologis ini terbagi menjadi 3 kategori yaitu kelainan fungsi
atau jumlah trombosit, gangguan faktor koagulasi, dan kombinasi dari keduanya.2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis2-a
. Riwayat perdarahan spontan di masa lalu, perdarahan di berbagai tempat (multiple
sitesJ, perdarahan terisolasi (mis hematuria, hematemesis, hemoptisis)
. Riwayat perdarahan masif pasca operasi atau trauma (immediate atau delayed),
termasuk sirkumsisi, tonsilektomi, melahirkan, menstruasi, pencabutan gigi,
vaksinasi, dan injeksi
. Riwayat penyakit komorbid (gagal ginjal, infeksi HIV penyakit mieloproliferatil
penyakit jaringan ikat, limfoma, penyakit hati)
. Riwayat transfusi
. Riwayat kebiasaan makan, malabsorpsi, dan antibiotik ) predisposisi defisiensi
vitamin K
. Riwayat konsumsi obat seperti aspirin, nonsteroidal anti-inflammatory drugs
INSAIDS)
. Riwayat koagulopati dalam keluarga (hemofilia, dll)

Pemeriksoon Fisik2'5
. Identifikasi tanda perdarahan (perdarahan mukosa, petekia, purpura, ekimosis/common
bruises, perdarahan jaringan lunah saluran cerna, epistaksis, hemoptisis)
a Tanda infeksi
o Tanda penyakit autoimun

Tobel l. Koroklerislik Polo Perdorohon podo Gongguon Hemostosis Sislemika

gos-

Pemeriksoon Penunjong2-s
. Laboratorium:
o Inisial: darah perifer lengkap, prothrombin time (PT), activated partial
thromboplastin time (aPTT) dan morfologi darah tepi
o Skrining pre-operatif : bila riwayat perdarahan negatif ) darah perifer
lengkap, PT aPTT, bleeding time (BT)
o Lainnya (sesuai indikasi): thrombin time (TT), faktor koagulasi, fibrin
degradation products IFDP), agregasi trombosit, serologi virus fDengue,
CMY, Epstein Barr Virus, hepatitis C, HIV rubella), serologi LES, elektroforesis

serum protein, imunoglobulin, fungsi hati, defisiensi IgA atau monoclonal


g ammopathres [selektif), tes Coomb

484
Bleeding time (BT) PT dan/atau
m ema nra ng aPTT memanjang

Riwayat konsumsi obat 1:1 mix


yang mengganggu fungsi trombosit? (skrining inhibitor)

Ya Tidak

Hentikan Gagal gin.ial, penyakit hati,


Terkoreksi Tidak terkoreksi
obat kelainan mieloproliferatif

Ulang BT
te rkore ksi

Ya Ya

Tidak perlu Periksa penyakit von Willebrand; Periksa assay faktor Tes antikoagulan lupus,
Te ra pi
tindak lanjut agregasi trombosit koagulasi individual inhibitor faktor koagulan spesif ik

Gombor 1. Algorilmo Diognosis Posien dengon BT, PT, oPTT Memonjong4

r PT normal (N)
aPTT I

Trombosit (N)
PTi
aPTT (N)
Trombosit (N)

Tanpa perdarahan Perdarahan Tanpa perdarahan

Terkaitjejas : . Detisiensi faktor Xll, HK, atau P( . Defisiensi faktorVll


Defisiensi faktor V ll
defisiensl faktor Xl, . Antikoagulan lupus derajat ringan
derajat berat
hemophilia A . Konsumsi antikoaBUlan
atau B derajat oral
ilngan sampar

c PTT D
Minor berat aPrT (N)
' Hemophilia A atau B derajat
PT1
. vWD tape 3 (berat) Trombosit (N)
aPTT (N)
'inhibitor faktor Vlll didapat Trombosit (N)
. vW0 didapat

Tanpa perdarahan

Dengan /.Ianpa perdarahan

. Hipofibnnogenemia
. Defisiensi faktor ll, V
. XID
X derajat ringan

. AntikoaBulan lupus

. Afibrinogenemia
. Defisiensi hktor ll, V X derajal berat
. (ombinasi defisiensi faktor V dan Vlll
K€leiangan:
HK . l(ombinasi deli5iensr faktor vitamin-K dep€ndpnt
= high molecularweighl kininogen:
PK = prekehkrein;
. lnhibitor faktor ll dan V didapat
vWD = penyakit von Wr lebrand; . lnhibtor f"ktor X didapat (amiloidosis)
KID = koegulasi inlravaskular diseminale

Gombor 2. Algorilmo Diognosis Tentolif Gongguon Hemoslosis3

485
Tobel 2. Penyebob PT don oPTT Memonjong2

DIAGNOSIS BANDING
Sesuai etiologi

TATATAKSANA

L. Gangguan koagulasi : hemofilia A dan B, vWD


- Preventif : hindari olahraga kontak, higiene oral yang baik, teknik imunisasi
yang hati-hati, terapi pengganti segera setelah trauma, tatalaksana episode
perdarahan akut. Terapi profilaksis primer dapat menurunkan insidens
artropati, namun inisiasi terapi dan biaya yang dibutuhkan masih menjadi
kontroversi.2 Hindari juga pemberian aspirin, NSAIDs, dan obat lain yang dapat
mengganggu agregasi trombosit.s
- Terapi pengganti2
o Hemofilia A: recombinant atau plasma-derived factor VIII
L. Plasma ) kriopresipitat (-80 unit faktor VIII dalam larutan 10 cc)5
2. Generasi pertama: Bioclate, Helixate FS, Kogenate, Recombinate
3. Generasi kedua: Kogenate FS dan B-domain deleted recombinant
factor 7111 (BDDTFVIIIJ
4. Karena waktu paruh faktor VIII hanya 1.2 jam, maka kadar faktor
tersebut harus diperiksa tiap 1.2 jam.
5. Dosis pemeliharaan: 1/2 dosis awal dan diberikan setiap hari.
Monitoring kadar faktor pembekuan biasanya dianjurkan setiap
pasca trauma besar, perdarahan, atau operasi.

486
6 Rumus yang digunakan untuk menghitung pengganti dosis faktor
VIII:

Dosis (unit) = (target kadar faktor - baseline) x berat badan lkgl/Z

7. Dosis faktor VIII untuk terapi perdarahan tercantum pada tabel 3.

Tobel 3. Dosis Foktor Vlll unluk Teropi Perdorohon"a

intromuskulor superfisiol
Troktus gostrointestinol -50 -25 t2 7-10
Epistoksis 12 Sompoi sembuh
30-50 2

r00 2

50-l 00 2

Retroperitoneol 50-r 00 12 7-10


Kelerongon :

'Posien dengon perdorohon ringqn otou sedong mungkin merespon desmopressin, yong sehorusnyo digunokon
doripodo doroh otou produk doroh bilo memungkinkon
bFoktor Vlll dopoi diberikon dolom infus kontinu opobilo posien dirowot inop Sete oh bolus inisio , sekitor 150 U
foktor Vlll perjom biosonyo cukup unluk dewoso ukuron rolo roto Dosis diberikon liop 12-24jom
'Frekuensi dosis don durosi teropi dopol disesuoikon, tergontung dori keporohon don durosi episode perdorohon

o Hemofilia B: recombinant atau plasma-derived factor IX


l. Pengganti faktor lX: prothrombin complex concentrates (PCCs) yang
mengandung faktor II, VII, X, dan IX
2. Karena waktu paruh faktor IX hanya sekitar 16 jam, maka level faktor
tersebut harus diperiksa tiap 16 jam.
3. Dosis pemeliharaan: L/2 dosis awal dan diberikan setiap hari.
Monitoring kadar faktor pembekuan biasanya dianjurkan setiap
pasca trauma besal perdarahan, atau operasi.
4. Rumus yang digunakan untuk menghitung pengganti dosis faktor IX:

Dosis (unit) = (target kadar faktor - baseline) x berat badan [kg] x 1,2

Desmopressin [DDAVP): terapi pilihan pada penderita hemofilia A ringan


dengan perdarahan ringan-sedang
Terapi antifibrinolisis pada hemofilia A (asam traneksamat atau asam
e-aminocaproic/EACA): bermanfaat perdarahan gusi dan menoragia. Dosis oral

487
asam traneksamat dewasa 4x1. g/hari, EACA loading dose 4-5 g dilanjutkan 1
g/jam (continuous infusion) pada dewasa atau 4 g tiap 4-6 jam per oral selama
2-B hari tergantung dari derajat perdarahan. Terapi ini dikontraindikasikan
bila ada hematuria.6
- Fibrin glue/fibrin tissue adhesives dapat digunakan untuk terapi adjuvan untuk
faktor VIII.5
- Faktor VIIa rekombinan ) pada pasien hemofilia dengan titer inhibitor tinggi.
Dosis anjuran: 90 llg/kg tiap 2 jam sampai tercapai hemostasis
2. Gangguan inhibisi faktor koagulasi: autoantibodi faktor VIII'z
- Tatalaksana etiologi bila diketahui. Apabila imbas obat ) stop konsumsi maka
perdarahan akan berhenti dalam beberapa bulan. Sebagian besar (inhibitor
post partum) sembuh dalam waktu 2-3 bulan pasca persalinan
- Pasien simptomatik ) mengatasi perdarahan dan menurunkan titer antibodi
o Menurunkan titer antibodi : imunosupresan (steroid, cyclophosphamide,
azathioprine, desmopressin, (in fra v enous immun og I obulin) / lVlG, atat
plasmaferesis)
o Prednison 1 mg/kg/hari selama 3-6 minggu, atau
o Cyclophosphamide 2 mg/kg/hari selama 6 minggu, atau
o Pada pasien dengan kontraindikasi imunosupresan ) IVIG 0,4 g/kg/hari
selama 5 hari
3. Kelainan hematologis terkait abnormalitas fungsi trombositT
- Kelainanmieloproliferatifkronis
o Polisitemia vera ) lihat pada bab Polisitemia Vera
o Trombositosis esensial ) lihat pada bab Trombositosis Esensial
o Leukemia mielogenus kronis ) lihat pada bab Leukemia
o Mielofibrosis dengan metaplasia mieloid
- Terapi sebaiknya diberikan pada pasien simptomatis, usia >60 tahun, individu
yang akan menjalani operasi, meliputi koreksi polisitemia, pemeliharaan massa
eritrosit, tatalaksana penyakit yang mendasari. Reduksi trombosit hingga
<400.000/uL dengan plateletferesis atau agen sitoreduktif.
- Leukemia dan sindrom mielodisplasia) Iihat pada bab Leukemia
Disproteinemia : terapi sitoreduktif, plasmaferesis
- Penyakit von Willebrand didapat: infus DDAVP, vWF-containing foctor VIII
concentrates, IVIG dosis tinggi
4. Kelainan sistemik terkait dengan abnormalitas fungsi trombositT
- Uremia: agregasi trombosit abnormal, dan BT memanjang sering terjadi pada
pasien uremik tapi bukan merupakan indikasi intervensi terapeutik. Terapi:
dialisis, transfusi trombosit, recombinanthuman Epo, DDAVB estrogen konjugasi,
kriopresipitat
Antibodi antitrombosit (lTP, LES, alloimunisasi trombosit, trombositopenia)
) lihat pada bab Immune Thrombocytopenia dan Lupus Sistemik
Eritematosus
Card io p ul m onary by p ass

o Evaluasi preoperatif: riwayat perdarahan pada pasien atau keluarga


o Transfusi profilaksis komponen darah allogenik tidak diindikasikan
o Pada pasien anemia preoperatif, dapat diberikan recombi nant human Epo
dan non-anemis dapat diberikan Epo + donor darah autolog
o Cell savers dan darah yang dikumpulkan dari drainase chest tube dapat
digunakan selama operasi dan di re-infus untuk mengurangi transfusi
allogenik. Keamanan transfusi dalam jumlah besar dengan teknik ini
belum ditetapkan.
o Perdarahan pasca operasi pada pasien dengan BT memanjang dan
kehilangan darah berlebihan dapat merespon terapi DDVAP, dan
perdarahan pasca operasi yang tidak dapat dikontrol dapat diberikan
r e co mb in ant fa cto r Y lla.

o Inhibisi fibrinolisis dengan aprotinin, EACA, asam traneksamat terbukti


mengurangi kehilangan darah mediastinum dan kebutuhan transfusi.
o Apabila perdarahan pasca operasi non-bedah terjadi, pastikan pasien
tidak dalam keadaan hipotermia dan heparin telah fully reversed. Pad.a
tahap ini, administrasi obat dan transfusi trombosit, kriopresipitat, FFP,
dan PRC dapat diberikan.
Kelainan lainnya
o Penyakit hati kronis ) BT memanjang merespon infusan DDVAP
o KID) lihat pada bab Koagulasi Intravaskular Diseminata

KOMPLIKASI
Perdarahan internal profunda, kerusakan sendi, infeksi

PROGNOS!S
Tergantung dari etiologi dan respon terapi

489
UNIT YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-
Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Unit Transfusi Darah
. RS non pendidikan Unit Transfusi Darah

REFERENSI
l. Dorlond's lllustroted Medicol Dictionory. 23'd Edition. Philodelphio: Sounders Elsevier. 20OZ

2. Boz R, Mekhoil T. Bleeding Disorders. ln : Corey W, Abelson A, Dweik R, et ol. Curreni Clinicol
Medicine.2nd Edition. The Clevelond Clinic Foundotion. Philodelphio :Elsevier.20l0.
3. Koushonsky K, Selighson U. Clossiflcotion, Clinicol Monifestotions, ond Evoluotion of Disorders of
Hemostosis: Overview. ln : Lichtmon M, Beutler E, Selighson U, et ol. Willioms Hemotology. 7th
Edition. New York, McGrow-Hill. 2007
4. McMillon R. Evoluotion of the Potient With o Possible Bleeding Disorder. ln: Goldmon, Ausiello.
Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
5. Konkle B. Disorders of Plotelets ond Vessel Woll. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL,
Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rh Edition. New York, McGrow-
Hill. 20r 2.
6. Escobor M, Roberts HR, White ll GC. Hemophilio A ond Hemophilio B. ln : Lichtmon M, Beutler E,

Selighson U, et ol. Willioms Hemotology. 7th Edition. New York, McGrow-Hill. 2007
7. Abroms CS, Bennett JS, Shottil SJ. Acquired Quolitotive Plotelets Disorders: Overview. ln: Lichtmon
M, Beutler E, Selighson U, et ol. Willioms Hemotology. 7th Edition. New York, McGrow-Hill. 2007

490
HEMOGTO NOPAT

PENGERTIAN
Hemoglobinopati adalah kelainan dari struktur, fungsi, atau produksi hemolobin
[Hb) yang diturunkan secara genetik ataupun didapat. Hemoglobin normal pada orang
dewasa (HbA) terdiri dari tetramer polipeptida globin yang mempunyai subunit atau
rantai yaitu 2a dan 2 $.1 Rantai a berhubungan dengan kromosom 16, sedangkan
rantai p (non a) berhubungan dengan kromosom 11. Subunit tidak selalu p tetapi
dapat e (embrionikJ, 5 fnormal minor HbAz) atau y [fetus). Sel darah merah pada
orang dewasa mempunyai 3 tipe yaitu HbA (uZ $2) sebanyak 95 o/o, HbA2 (a2 62)
sebanyak 2.5 o/o, dan HbF (a2 y2) sebanyak 2.5 o/o. Perbedaan pada ketiga tipe rantai
menentukan afinitas oksigen, kelarutan, dan stabilitas. Segera setelah lahiri produksi
rantai B baru dimulai, sedangkan produksi rantai y mulai menurun, Abnormalitas
rantai P tidak bermanifestasi pada bulan pertama kehidupan. Mutasi pada Hb dan
sindroma yang berhubungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:2

Tobel l. Mulosi Hb don Sindrom yong Berhubungon2


Ada 5 golongan dari hemoglobinopati yaitu

Tobel 2. Klosifikosi Hemoglobinopoli'

Pada bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai talasemia


SINDROM TATASEMIA

PENGERTIAN
Kelainan biosintesis rantai q dan p globin yang bersifat diturunkan yaitu
menurunnya kecepatan produksi atau abnormalitas produksi satu atau lebih rantai
globin sehingga menyebabkan menurunnya produksi hemoglobin dan terjadi detruksi
berlebihan. Ada 2 tipe talasemia yaitu:3,a
. Talasemia a: hilang atau berubahnya gen yang berhubungan dengan rantai globin fi
o Paling banyak terjadi pada daerah Asia Tenggara, Timur Tengah, China, dan
keturunan Afrika
o Terbagi menjadi dua subtype yaitu mayor dan minor
. Talasemia p: hilang atau berubahnya gen yang berhubungan dengan rantai globin B
o Paling banyak terjadi pada Mediteranlan
o Terbagi menjadi dua subtipe yaitu mayor (anemia Cooley) dan minor
DIAGNOS!S
Tobel 3. Diognosis Tolosemio

493
p D a-

DIAGNOSIS BANDING
Anemia si deroblastik kongenital, juv enil e chroni c myel og e nous leukemia.

TATATAKSANA
. Transfusi darah:
- Ditransfusi jika Hb terlalu rendah agar pertumbuhan normal
- Jika ditransfusi terlalu dini maka talasemia intermedia dapat terlewatkan.
- Transfusi dilakukan setiap 4 minggu pada pasien rawat jalan.

'494
Anamnesis Ras, riwayat keluarga, usia saat pertama
keluhan pertama muncul, perkembangan

Pemeriksaan fisik Pucat, ikterik, splenomegali, deformitas


skeletal, piomentasi

DPL dan SDT Hb, MCV MCH, retikulosit, inklusi sel darah
merah pada darah dan sumsum tulang

Hb elektroforesis
Adanya Hb abnormal, analisis HbH dan
Hb Bofts pada pH 6-7

Estimasi HbA2 dan HbF Untuk mengkonfirmasi talasemia p

Distri busi Analisis struktural dari variasi


Sintesis rantai
intraselular HbF globin Hb, misalnya Hb Lepore

Gombr l. Algorilme lnvesligosi Pemeriksoon Penunjong podo Kosus Suspek4

Penatalaksanaan umum
- Mengatasi keluhan infeksi, penyakit tulang, atau gagal jantung.
- Jika ada defisiensi folat: diberikan suplementasi asam folat. Suplementasi tidak
diberikan jika sudah menjalani transfusi darah rutin.
- Mengatasi gangguan akibat deformitas tulang tengkorak khususnya pada teliga,
hidung, dan tenggorokan, seperti infeksi sinus kronik dan penyakit telinga
tengah.
. Iron Chelation
- Anak-anak yang mendapat transfusi dapat menyebabkan kelebihan besi
sehingga harus menjalani program chelation pada usia 2-3 tahun kehidupan.
- Deferoxamine diberikan selama B-1,2 jam melalui syringe pump, diinfuskan ke
dalam laringan subkutan pada dinding anterior abdomen.
- Diberikan jika kadar feritin serum mencapai 1000 gram/dl, atau setelah
transfusi ke 12-L5.
- Dosis inisial 20 mg/kg selama 5 malam dalam seminggu, bersamaan dengan
vitamin C 200 mg per oral, atau setelah deferoxamine diberikan. f ika diberikan
sebelum pemberian deferoxamine dapat mencetuskan miokardiopati.
- Jika kelebihan besi berat terutama pada pasien dengan komplikasi kardiak dan
endokrin, infus deferoxamine dapat diberikan sampai 50 mg/kg berat badan
- Feritin serum dijaga < 1500 gram/liter

495
- Komplikasi: eritema lokal, nodul subkutan yang nyeri pada lokasi suntikan,
reaksi alergi, toksisitas neurosensori [30% kasusJ, penurunan pendengaran
sampai kehilangan pendengaran permanen, gangguan penglihatan, buta warna,
perubahan densitas tulang, retardasi mental, nyeri tulang.
- Terapi jika muncul komplikasi: hidrokortison 5-10 mg secara infusan.
a Transplantasi sumsum tulang
- Sebelum dilakukan transplantasi, sebaiknya dilakukan chelation secara adekuat
sampai transplantasi akan dilakukan
a Terapi spesifik talasemia
- Penyakit HbH: tidak ada terapi spesifik, splenektomi mungkin dapat berguna
pada kasus anemia berat dan adanya splenomegali, Obat oksidan sebaiknya
tidak diberikan pada penyakit HbH,
- Talasemia intermedia: observasi ketat pasien selama tahun pertama kehidupan.
lika tanpa keluhan dan tidak ada deformitas pasien tidak perlu ditransfusi.
fika selama observasi ditemui adanya gangguan pertumbuhan [retardasi atau
keterbatasan dalam akivitas karena anemia) harus ditransfusi rutin. Splenektomi
dapat dilakukan sesuai indikasi

KOMPLIKASI5,6
Gagal jantung, gangguan hati, infeksi

PROGNOSIS
Talasemia berat dapat menyebabkan kematian karena gagal jantung terutama
pada usia 20 dan 30. Terapi dengan transfusi darah dan chelation secara adekuat
mempunyai prognosis yang baik dan meningkatkan kualitas hidup. Pencegahan
dengan skrining dan konseling dignostik pada pasangan yang mempunyai riwayat
talasemia dalam keluarga. Diagnosis antenatal dilakukan berdasarkan pemeriksaan
DNA pada amplifikasi PCR DNA fetus yang didapatkan dari amniosentesis atau biopsi
vili korionik.l's'5

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi -
Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

496
UNIT YANG TERKAIT
. RS pendidikan Unit Transfusi Darah
. RS no n pendidikan Unit Transfusi Darah

REFERENSI
l. Benz E. Disorders of Hemoglobin. ln:Longo DL, Kosper DL, Jomeson DL, Fouci AS, Houser SL,
Loscolzo J, editors. Horrison's Principols of Internol Medicine I8rh ed. Mc Grow Hill. Chopter 104
2. Wilson M, Forsyth P. Hoemoglobinopoihy ond sickle cell diseose. Continuing Educotion in
Anoesthesio, Criticol Core & Poin.2012. Diunduh dori http://ceoccp.oxfordjournols.org/ podo
tonggol 26 Mei 2012.
3. Shivoshonkoro A.R, Joilkhoni R, Kini A. Hemoglobinopothies ln Dhonarod. Journol of Clinicol ond
Diognostic Reseorch 2008 Februory:2:593-599. Diunduh dori http://www.jcdr.net/bock_issues.
osp?issn=0973-709x&yeor=2008&month= Februory&volume=2&issue= I &poge=5 &id= 156 podo
tonggol 26 Mei 2012.
4. Weotheroll S.Disorders of Globin Synthesis: The Tholossemios. In: Lichtmon M, Beutler E, Kipps T,

editors. Willioms Hemotology 7rh ed. Mc Grow Hill. Chopter 46.


5. Giordino PJ, Forget BG. Tholossemio syndromes. ln: Hoffmon R, Benz EJ, Shottil SS, et ol.,
eds. Hemotology: Bosic Principles ond Proctice. 5th ed. Philodelphio, Po: Elsevier Churchill
Livingstone; 2008:chop 41 .

6. DeBoun MR, Vichinsky E. Hemoglobinopothies. ln: Kllegmon RM, Behrmon RE, Jenson HB, Stonton
BF, eds. Nelson Textbook of Pediotrics. l8th ed. Philodelphio, Po: Sounders Elsevier; 2007:chop 462.

497
TROMBOS TOPENIA MUN

PENGERTIAN
Immune Thrombocytopenia, atau yang sebelumnya dikenal dengan ldiopathic
Thrombocytopenic Purpurayangkemudian menjadi lmmuneThrombocytopenic Purpura
(lTP), merupakan suatu kelainan autoimun dimana terjadi destruksi imunologis
trombosit yang seringkali menjadi respon dari stimulus yang tidak diketahui. ITP
dapat terisolasi fprimer) atau berkaitan dengan kelainan lainnya [sekunder). Etiologi
sekunder ITP meliputi penyakit autoimun fterutama sindrom antibodi antifosfolipid),
infeksi virus [hepatitis C dan human immunodeficiency virus/HIY), dan beberapa
macam obat (tabel 1).1 ITP primer didefinisikan sebagai hitung trombosit < 100 x 1O'q/L
dan tidak ditemukan kelainan lain yang dapat menjadi penyebab trombositopenia.2

Tobel l. Etiologi Sekunder lTPl

. lnfeksi sitomegolovirus (CMV). Helicobocter pylori, hepotitis C, HlV, voricello zoster

. Efek somping voksinosi


. Lupus eritemotosus sistemik (LES)

Karakteristik ITP yaitu perdarahan mukokutaneus dan hitung trombosit rendah,


seringkali sangat rendah, dengan apusan darah tepi normal. Pasien umumnya datang
dengan ekimosis dan petekia, atau trombositopenia yang secara tidak sengaja
ditemukan pada pemeriksaan darah rutin. ITP juga dapat mengancam nyawa, meskipun
lebih jarang terjadi, misalnya perdarahan pada susunan saraf pusat, purpura basah
(perdarahan di dalam mulut), dan perdarahan pada retina.3
Pada anak-anak, penyakit ini terjadi akut, dan sering terjadi pasca infeksi, dan
bersifat self-limited.3 ITP kronis merupakan manifestasi trombositopenia yang
persisten [> 6 bulanJ akibat kelainan autoimun. Diagnosis ITP kronis merupakan
diagnosis Per eksklusionam (memungkinkan diagnosis yang lain) dan mengacu pada
rekomendas i American Society of Hematology (tabel 2).4

Tobel 2. Krilerio Diognosis ITP Kronis Menurul Americon Sociely of Hemotology: DiognosisEksklusia

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
. Gejala perdarahan terisolasi yang konsisten dengan trombositopenia tanpa gejala
konstitusional (penurunan berat badan signifikan, keringat malam, nyeri tulangJ 1

. Pada kasus akut, perlu ditanyakan riwayat infeksi yang mengawali seperti rubeola,
rubella, atau infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)s
. Pada kasus kronis, perlu ditanyakan riwayat epistaksis berulang, menometrorrhagia,
infeksi hepatitis C, HIV penyakit autoimun [LES)3'4

Pemeriksoon Fisik
. Perdarahan mukokutaneus fpetekia, purpura, ekimosisJ pada mukos a oral (gum
bleeding),saluran cerna3'a
. Tanda infeksi3
. Tanda penyakit autoimun3
. farang ditemukan hepatosplenomegali, limfadenopati, tidak ditemukan jaundice
atau stigmata kelainan kongenitall

Pemeriksoon Penunjong3
. Laboratorium : darah perifer lengkap, morfologi darah tepi, serologi virus (Dengue,
CMY,Epstein BarrVirus,hepatitis C, HIV rubella), serologi LES, elektroforesis serum
protein, imunoglobulin, fungsi hati, defisiensi IgA ataumonoclonal gammopathies
(selektif), tes Coomb.
. Pungsi sumsum tulang, dengan indikasi 6(tidak rutin dikerjakan)
. Usia > 60 tahun dengan manifestasi atipik (lelah, demam, nyeri sendi, makrositosis,
neutropenia
. Sebelum splenektomi pada pasien dengan diagnosis non-definitif

499
DIAGNOSIS BANDING
ITP-like syndrome pada penderita HIV atau hepatitis C, ITP sekunder imbas obat,
hipogamaglobulinemia.a

TATATAKSANA
Prinsip tata laksana ITP ditentukan berdasarkan beratnya trombositopenia
dan terjadinya perdarahan. Tujuan tata laksana awal adalah mencapai keadaan
hemostatik, dengan jumlah hitung trombosit > 30.000x10efL. Gambar 1 di bawah
ini memperlihatkan tata laksana ITP sebelum dilakukan splenektomi. Splenektomi
direkomendasikan pada kasus dimana memerlukan lebih dari 72 bulan untuk
mecapai hitung trombosit yang hemostatik dan kondisi tidak toleran terhadap terapi
sebelumnya
Terapi diindikasikan pada semua pasien dengan keluhan perdarahan dan jumlah
hitung trombosit kurang dari 20.000 x70e/L karena pada kondisi ini kurang dari
1.Oo/o lanfl dapat mencapai remisi spontan. Pada kondisi dimana hitung trombosit
> 50.000 x10'g/L biasanya cukup dilakukan observasi saja meskipun beberapa kasus
memerlukan tata laksana lebih lanjut. Secara umum, pada kondisi hitung trombosit

Emorgoncy'
lV /}1sihyl0Iedrnsol{)rE tl 0 gld r 1,3dI
iVl{i {1 0 s/kgJd fo. ?-3 days)
ilV€nti-D (75 lrg*ql
i lV vincristrE i1-2 mg)
t Pl€lFl€l tranEfusigl
r FE6or Vlla lnltlsl Troatnnentr

Pitt6l.t eount <ZI,UrO r 1O!/L

Pre{lnsone (1 mglkgday p.)


r lVanlr-U {5O-75 tJg,qrqJ
Ptatels{ couni:>20-30.000 r lo'lL
t lVlG {1 E/kglday x ?-3 as nE€dect}
No aeatment s
in tre abssoe of Boecisl O6J(&nslhB6on6 {,lo mg/day po x il
oiromslances dayEJmgnth)

I
ITP *ltr p3rsl.tefit pl6tebt counti <20-i0,OOO, I O
rll Steble plilelst counl:
>30.50.0O0, 'lOtrL
tNdore FBdn.sone {510 mg/day)
IV BntFt] {50-75 ps,rlqddose pnl t,lo therrpy, obserye
lV enti-CD?0 (375 mq/# q,i!Ek l. ,l)
OanBeal (10-15 mglkg/day po)

Trestrnent fcr 3-1 ? moBths lrom dlagnosis

I
rPlalelei oslabh pletelet
count: <20"00Q iloon- squil >30€0.0[0 i loqrl.
lmmunite Na lhe{Fpy, 0[5€q,B
Splentrtomy

Gombor l. Tolo [oksono ITP Dewoso Sebelum SplenektomiT

500
antara 20.000-50.000 x10'/L, tidak diperlukan tata laksana segera pada kondisi tanpa
perdarahan maupun tidaka didapatinya penyakit komorbid lain seperti: hipertensi
tidak terkontrol, ulkus peptik aktif, operasi maupun trauma kepala.

ITP KRONIK
Tigapuluh sampai dengan empat puluh persen pasien tetap memiliki hitung
trombosit kuang dari 50.000 x 1.0'/L meskipun telah dilakukan splenektomi, hal ini
diakibatkan tidak respon maupun kekambuhan. Pada kondisi seperti ini, tujuan dari
pengobatan lebih ke arah mencapai kondisi trombosit hemostatik dengan efek samping
minimal, dibandingkan mencapai kesembuhan.

TERAPI ITP SEKUNDER PADA KEADAAN KHUSUS

Treetrn€nt of Fttient5 Failing SpFenectorny1

Flatelel c*trot: .20-30,000 x I0i/L

First-line Ttrerapf
Thard-tine Ttrrerapy
lV drti-CE2D
of Con'ibinallnn eh&mothorep y
Sanazol + either A76thioprinF l----+ Slem-cel I irafl splEntatio n
od a.4ycophBnolate m016tit

Erparlmanlat Thempy
Tirsm D,ato,Etif li - tors

Gombor 2. Tolo [oksono Posien ITP yong Gogol dengon SpleneklomiT

Berikut adalah terapi ITP sekunder pada keadaan khusus seperti tercantum pada
tabel 3.

Tobel 3. Teropi ITP Sekunder podo Keodoon Khusus'


ITP sekunder terkoit HIV . Totoloksono infeksi HIV dengon ontivirol

ITP sekunder terkoit hepotitis C


KOMPTIKASI
I nfeksi, ITP berat, di ab ete s -indu ce d steroi d, hi pertens i, imunokompromais

PROGNOSIS
Prognosis pada dewasa baik, sebagian besar pasien memiliki hitung trombosit aman
pasca terapi. Dalam studi Italia tahun 2010, 310 anak dan dewasa dengan ITP kronis,
sebanyak 40,3o/o dapat mempertahankan hitung trombositnya > 50 x 70'/L dengan
prednison dosis rendah atau terapi lainnya. Hanya 17o/o yang tetap memiliki hitung
trombosit ren dah (< 3 0x 1 0'g/L) dal am follow-up selama 12 1 bulan; dan 560/o diantaranya
menjadi ITP beratkarena tidakditerapi. Dari 109 pasien pasca splenektomi,660/omerespon
dengan baik dan 34o/olainnya dilaporkan relaps.sRisiko perdarahan fatal pada dewasa
dengan ITP kronis pada analisis tahunan sebanyak t,6-3,9 kasus per 1-00 pasien dalam 1
tahun. Risiko ini lebih rendah pada usia < 40 tahun dan lebih tinggi pada usia > 60 tahun.e

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-
Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Unit Transfusi Darah
. RS non pendidikan Unit Transfusi Darah

REFERENSI
L Neunert C, Lim W, Crowther M, et ol. The Americon Society of Hemotology 201 1 evidence-bosed
proctice guideline for immune thrombocytopenio. Blood 2011:117:4190-4207 . Diunduh dori http://
bloodiournol.hemotologylibrory.org/contenl/117/16/4190.full.pdf podotonggol 17 Mei2012.
2. Rodeghiero F, Stosi R, GernsheimerT, et ol. Stondordizotion of terminology, definitions ond outcome
criterio in immune thrombocytopenic purpuro of odults ond children: report from on internotionol
working group. Blood. 2009; I I 3 ( I 1 l:2386-2393
3. Konkle B. Disorders of Plotelets ond Vessel Woll. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL,
Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rh Edition. New York, McGrow-
Hil.2012.
4. McMillon R. Hemonhogic Disorders:Abnormolities of Plotelet ond Vosculor Function. ln:Goldmon,
Ausiello. Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
5. Purwonto l. Trombositopenio Purpuro lmun. Dolom :Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku
Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid ll. 2009. Hol 1 165-73.
6. Boz R, Mekhoil T. Disorder of Plotelet Function ond Number. ln : Corey W, Abelson A, Dweik R,

et ol. Current Clinicol Medicine. 2nd Edition. The Clevelond Clinic Foundotion. Philodelphio:
Elsevier. 2010. tlol 577-8

502
7. Cines DB, Bussel JB.How I treot ldiopothic Trombocytopenio purpuro. Blood.2005;106:2244-9.
8. Vionelli N, Voldrd L, Fiocchini M, et ol. LongJerm follow-up of idiopoihic thrombocytopenic
purpuro in 310 potients. Hoemotologico. 2001;86:504-509. [Abstrok]
9. Cohen YC, Djulbegovic B, Shomoi-Lubovitz O, Mozes B. The bleeding risk ond noturol history of
idiopothic thrombocytopenic purpuro in potients with persistent low plotelet counts. Arch lntern
Med. 2000;l 60:l 530-l 638. [Abstrok]

(
I

503
KOAGULAS T AVASKUTA
SE TA

PENGERTIAN
Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC), juga dikenal dengan sebutan consumptive coagulopathy atau
defibrination, merupakan suatu sindrom klinikopatologis yang ditandai dengan
pembentukan fibrin intravaskular yang menyebar akibat aktivitas protease darah
berlebihan yang mengganggu mekanisme antikoagulan alami. Beberapa kondisi yang
berkaitan dengan KID seperti tercantum pada tabel 1.1'2

Tobel l. Beberopo Kondisi yong Berkoiton dengon KlDr

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Diagnosis KID dapat ditegakkan dengan sistem skoring The International Society
for Thrombosis and Haemostasis (ISTH) seperti tercantum pada tabel 2. Skoring ini
memberikan 5-tahap diagnosis KID dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium
sederhana yang tersedia di hampir semua laboratorium rumah sakit. Skoring ini juga
dapat digunakan pada KID akut fmisalnya sepsis) maupun kronis (mis. malformasi
vaskular dan aneurismaJ dan memiliki sensitivitas 9'l.o/o dan spesifisitas 97% untuk
KID nyata (overt DIC).3

Tobel 2. Sislem Skoring KID menurul ISTH3

[okukon pemeriksoon

Morker librin (D-dimer


degrodosi fibrin)

Pemeriksoon penunjong loinnyor,2,a


. Laboratorium: activated partial thromboplastin time IaPTT), thrombin time (TT),
antitrombin III, morfologi darah tepi [dapat ditemukan fragmentasi eritrosit/
schistocytes)

DIAGNOSIS BANDING
Fibrinolisis primeri penyakit hati berat, kelainan mikroangiopati.l'2

TATAIAKSANA
Tatalaksana KID terdiri dari 2'6

l. Identifikasi dan tata laksana penyakit komorbid yang mendasari terjadinya KID
dan terapi suportiftanda vital
2. Terapi tidak dibutuhkan apabila gejala ringan, asimptomatik, dan sembuh sendiri
(self-limited)
3. Menjaga keseimbangan hemodinamik

505
4. Terapi komponen darah Qebih Iengkap Iihat pada bab prosedur Transfusi Darah)
- Indikasi transfusi trombosit :

i. Perdarahan aktif atau


ii. Risiko tinggi perdarahan (mis. pasien pasca operasi atau akan menjalani
prosedur invasif dengan hitung trombosit < 50 x 10e/LJ3 atau
iii, Pasien tanpa perdarahan dengan hitung trombosit 1,0-20 x 10e f L.3

- Fresh-frozen plasma (FFPJ3


i. Dapat diberikan pada pasien KID dengan perdarahan dan aPTT dan PT
I memanjang, atau level fibrinogen < 50 mg/dL
ii. Dosis inisial : 15-30 ml/kg
iii. Apabila transfusi FFP tidak memungkinkan [mis. karena adanya fluid
overload) ) pertimbangkan faktor konsentrat seperti konsentrat
kompleks protrombin
- Trombosit jika :

L. Trombosit < 10.000/mm2 atau 20.000 /mm2 dengan infeksi berat


2. Terdapat perdarahan dengan jumlah trombosit < 50.000/mm2
- Pada kasus dengan defisiensi fibrinogen spesifik ) koreksi dengan purified
fibrinogen concentrates atau kriopresipitat.3 l kantung kriopresipitat/L0 kg
BB dapat meningkatkan kadar fibrinogen 100 mg/dl.
- Pada kasus tertentu, pertimbangkan kriopresipitat (mis. pada hipofibrinogenemia
berat <1 g/L)3, antitrombin III
5. Terapi obat
- Antikoagulan diberikan pada KID dengan manifestasi predominan trombosis
seperti tromboemboli arteri atau vena, purpura fulminan berat yang berkaitan
dengan iskemi atau infark kulit akral, atau pada pasien KID kritis tanpa
perdarahan dapat diberikan antikoagulan profilaksis unfractioned heparin
[UFH) diberikan 10 unit/kg/jam tanpa target aPTT sampai 1,5-2,5 x kontrol
atau LMWH.3
- Konsentrat faktor koagulan : recombinant human activated protein C (Drotrecogin
alfa) infus selama 96 jamz ) terbukti efel<tif pada pasien KID dengan sepsis berat
dan dalam seting ICU karena adanya risiko perdarahan.s
- Antifibrinolisis pada umumnya merupakan kontraindikasi kecuali pada
perdarahan yang mengancam nyawa dan kegagalan terapi komponen darah

s06
KID PADA KEADAAN KHUSUS6

a Kehamilan
- Solusio plasenta
Derajat keparahan berbeda-beda,dari ringan hingga syok dan kematian janin.
Penggantian volum secara cepat dan evakuasi uterus merupakan terapi
terpilih. Transfusi kriopresipitat, trombosit sebaiknya diberikan
FFP, dan
bila perdarahan masif terjadi. Akan tetapi, bila tidak ada perdarahan berat,
pemberian komponen darah tidak perlu karena deplesi faktor koagulasi
meningkat secara cepat saat persalinan. Heparin atau antifibrinolisis tidak
diindikasikan.
- Emboli cairan ketuban
Pemicu KID adalah adanya faktor jaringanf tissue factor (TFJ pada cairan
ketuban. Oklusi ekstensif pada arteri pulmonalis dan respon anafilaktoid akut
merupakan tanda dari SIRS fsystem ic inflammatory response syndrome) berat
yang memicu dispneu tiba-tiba, sianosis, kor pulmonal akut, disfungsi ventrikel
kiri, syok, dan kejang. Gejala ini terjadi dalam hitungan menit sampai beberapa
jam diikuti perdarahan berat yang disebabkan oleh atonia uteri, tempat
tusukan, saluran cerna, dan organ lainnya. Cara terbaik untuk menurunkan
mortalitas adalah terminasi dini pada pasien risiko tinggi dan pencegahan uteri
tetani dan hipertonus saat persalinan. Saat sindrom dikenali, sangat penting
untuk terminasi kehamilan segera dengan support paru dan kardiovaskular.
- Preeklampsia dan eklampsia
Pemberian heparin tidak menunjukkan manfaat bermakna
- Sindrom HELLP
Sindrom hemolisis (H), peningkatan enzim hati IEJ, trombositopenia (LP),
dan nyeri epigastrium akut merupakan komplikasi dari hipertensi kehamilan.
Tatalaksana meliputi terapi suportif, observasi ketat, dan terapi komponen
darah. Dengan beberapa pengecualian, persalinan tidak harus dilakukan per
abdominam. Sindrom HELLP cenderung berulang.
- Sepsis
Terapi untuk semua kasus KID terkait sepsis termasuk antibiotik, dukungan
fungsi vital, dan intervensi bedah untuk membuang sarang infeksi lokal. Dapat
dipertimbangkan aborsi atau bahkan histerektomi.

507
Dead Fetus Syndrome
Beberapa minggu setelah kematian janin, sekitar 1-/3 pasien menunjukkan
tanda laboratorium KID, yang biasanya diikuti dengan perdarahan. Komplikasi
jarang terjadi karena induksi persalinan dilakukan segera setelah diagnosis
ditegakkan. Namun apabila induksi persalinan harus ditunda, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan serial koagulasi darah. Apabila kasus kematian janin
pada kehamilan multipel aterm, terapi dimulai menurut diskusi. Namun bila
terjadi saat preterm, pemberian heparin jangka panjang dapat bermanfaat.
Perlemakan hati akut
Terapi primer pada pasien ini adalah persalinan lebih awal dan terapi suportif.
Komplikasi yang berpotensi letal adalah pankreatitis.

KOMPTIKASI
Gagal organ, trombosis vena dalam, KID fulminan

PROGNOSIS
Tergantung penyebab dan respon terhadap terapi

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-
OnkologiMedik
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Unit Transfusi Darah
. RS non pendidikan Unit Transfusi Darah

REFERENSI
1. Anudo V, High KA. Coogulotion Disorders. ln : Longo DL, Fouci AS. Kosper DL, HouserSL, Jomeson
JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of Internol Medicine. I Bth Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.

2. Schofer Al. Hemorrhogic Disorders : Disseminoted lntrovosculor Coogulotion, Liver Foilure, ond
Vitomin K Deflciency. In: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine.23rd Edition. Philodelphio. Sounders,
Elsevier. 2008.
3. Levi M, Toh CH, Thochil J, Wotson HG. Guidelines for the diognosis ond monogement of
disseminoted introvosculor coogulotion. British Journol of Hoemotology 2009;145:24-33
4. Sukrismon L. Koogulosi Introvoskulor Diseminoto. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol
Buku Afor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid ll. 2009. Hol 1319-22.
5. Vincent JL, Bernord GR, Beole R, et ol. Drotrecogin olfo (octivoted) treotment in severe sepsis from
the globol open-lobel triol ENHANCE: further evidence for survivol ond sofety ond implicotions
for eorly treotment. Crit Core Med. 2005;33:2266-2277.
6. Levi M, Selighson U. Disseminoted lntrovosculor Coogulotion. ln: Koushonsky K, Lichtmon M, Beuller
E, et ol. Willioms Hemotology. 8th Edilion. Chino, McGrow-Hill. 2012

509
LEUKE A

PENGERTIAN
Leukemia merupakan penyakit proliferasi neoplastik yang sangat cepat dan
progresif sehingga susunan sumsum tulang normal digantikan oleh sel primitif dan
sel induk darah.l Leukemia akut dibagi dua berdasarkan sel yang mendominasi yaitu:
1.. Leukemia seri mieloid: akut dan kronik
2. Leukemia seri limfoid: akut dan kronik
Berikut akan dijelaskan satu persatu mengenai jenis leukemia tersebut diatas.

TEUKEMTA MTELOBTASTTK AKUT (rMA)


PENGERTIAN
Leukemia mieloblastik akut adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid.l

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Mudah lelah, dapat ditemukan gusi berdarah, mimisan, anoreksia, berat badan
turun.2

Pemeriksoon Fisik
Peteki atau purpura yang biasanya terdapat pada ekstremitas bawah, tanda-tanda
infeksi tenggorokan, paru-paru, kulit, daerah perirektal, dll, demam, gejala leukostatis:
gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada, dan priapismus, hepatomegali,
splenomegali.l'2

to
Loborolorium
. Pemeriksaan morfologi sel: tampak blast, banyak granul, auer rods (eusinofil
batang-seperti inklusi)
. Pengecatan sitokimia (sudan black b dan mieloperoksidase): hasil pengecatan
sitokimia pada setiap tipe LMA dapat dilihat pada tabel 1.
. lmmunofenotip: CDL3 dan CD33, CD41 berkaitan dengan M7.

Tobel l. Hosil Pengecolon Silokimio mosing-mosing Subgroup IMA Berdosorkon Klosifikosi


France Americon 8rr'fish (FAB).1

MO difere
MI LMA tonpo moturosi (25-30%) + +
M2 LMA dengon motu + +
M3 + +
M4 okut + +
M4EO + +

M5
M6
M7 +

DIAGNOSIS BANDING
Leukemia mieloblastik kronik, sindrom dismielipoetik.3

TATALAKSANAI
1. Tatalaksana standar 7+3: kemoterapi induksi dengan sitarabin 100mg/m'z
diberikan secara infuse kontinyu selama 7 hari dan daunorubisin 45-60mg/m'z/
hari iv selama 3 hari
2. Tatalaksana pasca remisi dapat dilihat pada tabel 2.

Tobel 2. Pilihon Totoloksono LMA1 2

Fovoroble Stondor 7+3 HDACx 3-412-3 siklus diikuti


HSCT otolog

Unf avoroble
KOMPTIKASI
Leukostatis dan akibatnya

PROGNOSIS
Sekitar B0-90% pasien dibawah 60 tahun dan 50-60% pasien usia lanjut mengalami
remisi komplit dengan terapi sitarabin dan daunorubisin yang diberikan obat tunggal.3
Sedang bila diberikan sebagai kombinasi remisi komplit dicapai oleh Iebih dari 6o0/o
pasien. Durasi median remisi komplit kedua umumnya kurang dari 6 bulan bila tanpa
HSCT dengan disease free survival kurang dari 10 bulan.l

TEUKEMTA MTELOSTTTK KRONTK (LMK)

PENGERIIAN
Leukemia mieloblastik kronik ganguan mieloproliferatif dari primitive hemapoieti c
stem cell yang dikarakteristikan dengan produksi berlebihan sel seri myeloid.a LMK
diidentifikasi dengan ditemukannya ekspansi klonal dari hematopoietic stem cell dengan
translokasi resiprokal antara kromosom 9 dan22.2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomneso
Fatigue, malaise, beratbadan turun, demam, dapat ditemukan nyeri kuadran kiri atas.2

Pemeriksoon Fisik
Splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, perdarahan (jarang), dapat ditemukan
arthritis gout, tanda leukositosis berat seperti infark miokard, vasoocclusive disease,
cerebrovoscular accidenfs, trombosis vena, gangguan penglihatan, insufisiensi
pulmonal, tanda-tanda infeksi.a

Ioborotorium4
. Leukositosis [10.000-500.000/m3) didominasi oleh neutrofil, basofil dan eusinofil
meningkat. Level Leukosit alkaline phosphatase (LAP) rendah. Hemoglobin
> 1,1-go/o ditemukan padaL/3 kasus. Level serum vitamin Bl2,laktat dehidrogenase,
asam urat, lisosim,

512
o Pada sumsum tulang tampak hiperselular dengan hiperplasia mieloid, meningkatnya
retisulin atau fibrosis kolagen.
o Kronis: < 'L}o/o blast (perifer atau sumsum tulang)
o Akselerasi: 10-20% blast
o Blastik: >20o/oblas (2/3 mieloid, 1/3 limfoid)
a Sitogenetik ditemukan abnormalitas t(9; 2 2) (q3 4; qL1..2).

DIAGNOSIS BANDING
Polisitemia rubra vera3

IAIA[AKSANA2
. Non transplantasi: imatinib mesylate
. Transplantasi: (allogenic stem cell transplantation)
. HSCT otologi
. Interferon a
. Kemoterapi:hidroksiurea
. Leukapharesis dan splenektomi

PROGNOSIS
Dengan terapi imatinib, perkiraan angka bertahan 5 tahun . 90o/o. Dengan
(allogeneic stem cell transplantation), angka kesembuha n 40-800/o pada pasien dalam
fase kronik dari LMK, 15-40% pada pasien dalan fase akselerasi LMK,2-20o/o pada
pasien fase blastik LMK.4

LEUKEM At MFOBTASTTK AKUT (rrA)


PENGERTIAN
Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid.
Dapat terjadi pada limfosit T maupun limfosit B.s

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisa
. Gejala anemia: rasa lemas/lemah, pucat, pusing, sesak napas/gagal jantung,
berkunang-kunang

5r3
a Tanda-tanda infeksi: sering demam
a Akibat trombositopenia: perdarahan (menstruasi lama, epistaksis, perdarahan
gusi, perdarahan di bawah kulit, hematuria, buang air besar campur darah, muntah
darahJ

Pemeriksoon Fisik
Pucat, demam, pembesaran kelenjar getah bening IKGB) superfisial, organomegali,
petekie/purpura/ekimosis.s

Pemeriksoon Penunjongs
. Laboratorium: darah tepi lengkap (termasuk retikulosit dan hitung jenis), LDH,
asam urat, fungsi ginjal, fungsi hati, serologivirus [hepatitis, HSV EBV CMV)
. Morfologi : tidak ada granul
. Sitologi aspirasi sumsum tulang tampak hiperselular dengan limfoblas yang sangat
banyak, hitung jenis sel blas dan/atau progranulosit > 30%
. Pengecatan sitokimia, sudan black dan mieloperoksidase negatif, pewarnaan asam
fostase positif pada Iimfosit T ganas, pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS) akan
positif pada limfosit B.
. Sitogenetik: pada LLA sel B ditemukan t[B;1a), {2;B), dan t[B;22J.

DIAGNOSIS BANDING
Leukemia limfositik kronik, hairy cell leukemiq,limfoma, atypical lymphocytosis
of mononucleosrs dan pertussis.a

IATATAKSANA
. Kombinasi kemoterapi dengan daunorubisin, vinsristin, prednison dan
asparaginase.3
. Transplantasi sumsum tulang bagi pasien yang memiliki risiko tinggi unuk kambuh
[kromosom Philadelphia, perubahan susunan gen MLL, hiperleukositosis, gagal
mencapai remisi komplit dalam 4 mingguJ.s

KOMPTIKASI
Sindrom lisis tumo6 infeksi neutropenia dan perdarahan trombopenia/koagulasi
intravaskular diseminata.s

514
PROGNOSIS
Kebanyakan pasien dewasa mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi
saja, dan hanya 30o/o yang bertahan hidup lama. (Overall disease free survival rate)
untuk pasien dewasa kira-kira 30%. Pasien usia > 60 tahun mempunyai (disease free
survival rate) 70o/o setelah remisi komplit.s

TEUKEMTA UMFOSTTTK KRONTK (rrK)


PENGERTIAN
Leukemia limfoblastik kronik (LLK) adalah suatu keganasan hematologik yang
ditandai oleh proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam darah,
sumsum tulang, limfonodi, limpa, hati, dan organ-organ lain.6

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Hilangnya nafsu makan, menurunnya kemampuan latihan/olahraga, demam,
keringat malam, dapat juga tanpa gejala.3

Pemereiksoon Fisik
Limfadenopati terlokalisir atau generalisata, hepatosplenomegali.3

Ioboroforium6
. Hapus darah tepi: peningkatan jumlah leukosit dengan limfositosis kecil sekitar
95% (kriteria diagnostik).
. Imunofenotip khas limfosit (CD5+, CD19+, CD20+, CD23+,CD22-/+)
. Sumsum tulang: normal atau hiperselular, infiltrasi limfosit pada sumsum tulang
> 30o/o
. Sitogenetik 1,Lq22-23 & 77p1,3 unfavorable, trisomy 12 neutral, 13q14 favorable

DIAGNOSIS BANDING
Pertussis, (Waldenstrom macroglobulinemia), hairy cell leukemia, mantle cell
lymphoma,leukemia limfoplasmasitik, leukemia sel T kronik.3

5r5
KOMPTIKASI
Infeksi, hipogamaglobulinemia, transformasi menjadi keganasan limfoid yang
progresif, komplikasi akibat penyakit autoimun, keganasan.6

PROGNOSIS
Prognosis tergantung stadium, lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 3

Tobel 3. Slodium ILK dengon Prognosisnyo

Slodium

0 Limfosiiosis doroh lepid on sumsum tufong


I

il

lll

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu PenyakitDalam Divisi Hematologi - Onkologi
Medik
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNII TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
'I
. Kurniondo, Johon, Leukemio mieloblostik okut. Dolom Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi,
ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto
:Boloi Penerbit FKUI;2009.p. 1 234-40.
2. Acute ond chronic myeloid leukemio. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser
S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSrh ed. United Stotes
of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 l.
3. Generol opprooch io onemio. Dolom : McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine A. Current
Medicol Diognosis ond Treotment. The Mccrow Hills Componies 201 I
4. The ocute Leukemio. Dolom : Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'd edition. Sounders :

Philodhelphio. 2007.
5. Fionzo, Ponji lroni. Leukemio limfoblosyik okut. Dolom :Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi,
ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku ojor llmu Penyokit Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot
lnformosi don Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI-RSCM;2009. Holomon 1266-1275.
6. Rotty, Lindo W.A. Leukemio Limfositik Kronik. Dolom :Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi,
ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku ojor llmu Penyokit Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot
lnformosi don Penerbiton Deporiemen llmu Penyokit Dolom FKUI-RSCM;2009. Holomon 1276-82.

5r6
LIMFOMA

PENGERTIAN
Limfoma adalah keganasan sel limfoid yang terjadi pada jaringan limfoid.l Limfoma
dibagi menjadi 2 macam; 1. Limfoma non Hodgkin, dan 2. Limfoma Hodgkin.

TIMFOMA NON HODGK'N

PENGERIIAN
Limfoma non Hodgkin adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat
berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang berasal dari sel NK fnatural Killer).l
Klasifikasi Limfoma non Hodgkin dapat dilihat pada tabel 1.

Tobel l. Klosifikosi Limfomo non Hodgkin menurul WH02


Tobel 2. Stodium Limfomo non Hodgkin berdosorkon Ann Horbor2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesist
Umum
. Pembesaran kelenjar getah bening dan malaise umum : berat badan menurun
10% dalam waktu 6 bulan, demam tinggi . 38" dalam waktu L minggu tanpa sebab,
keringat malam.
. Keluhan anemia
. Keluhan organ
. Penggunaan obat (diphantoine)
Khusus
. Penyakit infeksi (toksoplasma, mononukleosis, tuberkulosis luasJ dan lain-lain

Pemeriksoon Fisik
Limfadenopati yang sangat besar dan cepat berkembang, hepatomegali,
splenomegali, masa abdomen yang besar (biasanya pada limfoma burkitt),2 masa
testikular; lesi kulit.3

toborotorium
Darah lengkap, morfologi darah tepi, urine lengkap, SGOT/SGPT LDH, protein total,
albumin, asam urat, alkali fosfatase, gula darah puasa dan glukosa darah 2 jam post
prandial, elektrolit: natrium, kalium, klorida, Kalsium, fosfat. Gamma GT, cholinesterase
(CHE), LDH/fraksi, serum protein elektroforesis [SPE), Tes HIV imuno elektroforese
(lEP), tes coombs, B, mikroglobulin. Biopsi sumsum tulang.2

5r8
DIAGNOSIS BANDING
Limfoma Hodgkin,limfadenitis, tuberkulosis, toksoplasmosis, filariasis, tumor
padat yang lain.1

TATALAKSANA4
Tatalaksana yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Tatalaksana
yang dapat dilakukan adalah:
L. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik
. Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP
(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)
. Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk
lokal dan paliatif.
. Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy saja.
2. Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif limfoma
. Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU)+radioterapi CHOP
(Cyclophosphamide, Hydroxydounomycin, Oncovin, Prednisone)
. Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk
tujuan paliasi.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
. Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLAJ
Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
1. setelah siklus kemoterapi kedua dan keempat
2. setelah siklus pengobatan lengkap

KOMPLIKASI4
Akibat langsung penyakitnya:
. Penekanan terhadap organ khususnya jalan napas, usus, dan saraf
. Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
Akibat efek samping pengobatan:
. Aplasia sumsum tulang
. Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
. Gagal ginjal oleh obat cisplatin
. Neuritis oleh obat vinkristin

5r9
PROGNOSIS
Indolen : respon kemoterapi turun, tapi medion survival panjang

Tobel 3. Folliculor Lymphomo lntenolionol Prognoslic Index.6

Agresif : kemungkinon sembuh meningkot topi prognosis buruk

Tobel 4. lnlernolionol Prognostic lndex (lPl) for Aggressive NH[.

Tobel 5. Jenis- jenis Non Hodgkin lymphomo.2

Sel B
TIMFOMA HODGK'N

PENGERTIAN
Limfoma Hodgkin adalah keganasan limforetikularyaitu limfoma malignum dimana
secara histopatolo gis ditemuka n sel re e d-sternb erg.1

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomneso
Demam, berkeringat pada malam hari, penurunan berat badan, lemah badan,
pruritus, pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri, dapat dijumpai nyeri
abdomen atau nyeri tulang.l

Pemeriksoon Fisik2
. Limfadenopati dengan konsistensi rubbery dan tidak nyeri
. Demam, tipe pel-ebstein
. Hepatosplenomegali
. Neuropati

[oborotorium
Darah : anemia, eosinofilia, peningkatan LED,padaflow-cytometry dapat terdeteksi
limfosit abnormal atau Iimfositosis dalam sirkulasi, peningkatan ureum kreatinin,
hiperkalsemia, hiperurikemia, biopsi sumsum tulang, CT scan.

DIAGNOSIS BANDING
Limfoma Hodgkin, limfadenitis, tuberkulosis, toksoplasmosis, filariasis, tumor
padat yang Iain.1

TATALAKSANA
Target tatalaksana limfoma Hodgkin adalah menghancurkan sebanyak mungkin
sel kanker menuju remisi penyakit. Pengobatan limfoma Hodgkin adalah dengan
radioterapi meliputi Extended Field radiotherapy IEFRT) ,lnvolved Field Radiotherapy
(IFRT) dan radioterapi IRTJ ditambah dengan kemoterapi. Regimen kemoterapi yang
paling banyak digunakan adalah doxorubicin, bleomycin,vinblastine,dan dacarbazine
(ABVDJ dan mechlorethamine, vincristine, procarbazin, dan prednisone (MOPP), atau
kombinasi obat dari kedua regimen ini.s
KOMPTIKASI
Efusi perikardial, metastasis ke tulang.

PROGNOSIS
Ada 7 faktor risiko independen untuk memprediksi masa bebas progesi penyakit
FFR (Freedom From Progression), yaitu : 1. Jenis kelamin, 2. Usia > 45 tahun, 3. Stadium
IV 4. Hb <\0 gro/0,5. Leukosit > 15000/mm3, 6. Limfosit < 600/mm3 atau < B%o leukosit,
7. Serum albumin < 4 gro/o. Pasien tanpa faktor risiko FFR = B4o/o, dengan 1 faktor risiko
FFR= 77o/o, dengan dia faktor risiko FFR = 67o/o, dengan tiga faktor risiko = 60%, dengan
empat faktor risiko = 51%0, dengan lima atau lebih faktor risiko = 420lo.s

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi -

OnkologiMedik
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS pendidikan Departemen THT Patologi Anatomi, Radiologi/Radioterapi
. RS non pendidikan Bagian THT, Patologi Anatomi, Radiologi/Radioterapi

REFERENSI
L Reksodiputro, AH lrowon C. Limfomo non Hodgkin. ln: Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong.
Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V.
Jokorto:Boloi Penerbit FKUI;2009.p. I 251 -61.
2. Molignoncies of Limphoid cells. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S,
Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of
Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 )
3. Hsio CC, Howson-Jon K, Rizkollo KS. Hodgkin lymphomo with cutoneous involvement. Dermotol
Online J. Moy l5 2009;15(5):5. fMedline].
4. Abdulmutholib. Limfomo non-Hodgkin. ln: Simodibroto M, Setioti S, Alwi l, Oemordi M, Goni RA,
Monsjoer A, editors. Pedomon diognosis don teropi di bidong ilmu penyokit dolom. Jokorto:
Pusot lnformosi don Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI-RSCM; 1999. p. 113-4.
5. Blood Disorder. Dolom : Mcphee, Stephen J. Popodokis, Moxine A. Curret Medicol Diognosis ond
Ttreotment. The MocGrow Hill Componies.2011
6. Celiqny P, Solol. Et oll. Folliculor lymphomo internotionol prognostic index. Blood 2004
Sep l;104(5):1258-65. Epub 2004 Moy 4. Diunduh podo : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pubmed/l 51 26323 podo tonggol 29 mei 2012.

522
POLSTEMAVERA

PENGERIIAN
Polisitemia adalah kelainan sistem hemopoesis yang merupakan bagian darr
penyakit mieloproilferatif yang dihubungkan dengan peningkatan jumlah dan volume
sel darah merah (eritrosit) di atas ambang batas nilai normal dalam sirkulasi darah,
tanpa memperdulikan jumlah leukosit dan trombosit. Disebut polisitemia vera bila
sebagian populasi eritrosit berasal dari suatu klon sel induk darah yang abnormal
(tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya). 1
Perjalanan klinis :2

1,. Fase eritrositik atau fase polisitemia


Berlangsun g 5-25 tahun, membutuhkan flebotomi teratur untuk mengendalikan
viskositas darah dalam batas normal.
2. Fase burnoutatau spentout
Kebutuhan flebotomi menurun jauh, kesannya seperti remisi, kadangtimbul anemia.
3. Fase mielofibrotik
Bila terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, menyerupai mielofibrosis dan
metaplasia mieloid
4. Fase terminal
Berbeda dengan polisitemia sekunder [eritrositosis sekunder) yang kadar eritropoetin
(
meningkat secara fisiologis sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat
atau eritropoetin meningkat secara non fisiologis pada sindrom paraneoplastik sebagai
manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin. Polisitemia sekunder ditandai
dengan peningkatan hanya pada jumlah eritrosit dalam darah, tanpa peningkatan sel
darah putih dan splenomegali. Keadaan ini dapat disebabkan karena penyakit lain seperti
infeksi paru pada penyakit paru obstruktif kronis dengan cor pulmonale.3

PENDEKAIAN D!AGNOSIS

I
Anomnesis
Gejala klinis berjalan lambat dan tidak terdeteksi, umumnya pada decade ke 6,
meskipun mungkin terjadi pada usia anak atau usia tua. Gejala klinis terbagi menjadi
1'3
3 fase :
a Gejala awal: gejala sangatminimal dan dapatasimptomatikwalaupun telah diketahui
melalui tes laboratorium. Gejala awal biasanya sakit kepala (48o/o), telinga berdenging
(470/o),mudah lelah(47o/o),gangguan daya ingat, susah bernapas(260/o), darah tinggi
(72o/o), gangguan penglihatan (3lo/o), rasa panas pada tangan atau kaki (29o/o), gatal
(43o/o), perdarahan dari hidung, lambung (24o/o), atau sakit tulang (260/o)
o Gejala akhir dan komplikasi: perdarahan atau thrombosis
o Fase splenomegali: sekitar 30 % dari gejala akhir berkembang menjadi fase
spelnomegali. Pada fase ini terjadi kegagalan sumsum tulang sehingga timbul
anemia, kebutuhan transfusi meningkat, pembesaran hati dan limpa.

Pemeriksoon Fisik
Berkeringat, pembesaran limpa, gangguan neurologis seperti gangguan penglihatan
dan transient ischemic attacks UtAs). Tekanan darah sistolik dapat meningkat karena
peningkatan masa sel darah merah. Dapat dijumpai perdarahan [bruising, epistaksis,
perdarahan saluran cerna). Eritromelalgia yang terdiri dari eritema, rasa terbaka4 dan
nyeri pada ekstremitas merupakan komplikasi dari trombositosis.l'3

Pemeriksoon Penunjong3
. Eritrosit dan hematokrit: meningkat
. Leukosit: neutrofilia absolut, basofilia (pada kasus tidak terkontrol)
. Trombosit: meningkat pada sebagian pasien saat didiagnosis, dapat melebihi
L000 x 1Oe/liter
. Leukosit alkalin fosfat: meningkat pada70 o/o

. Serum besi, TIBC (Total lron Binding Capacity), Ferritin serum : jika ada perdarahan
atau setelah plebotomi.
. B'J.Z serum: meningkat karena peningkatan pemecahan leukosit
. Hiperurisemia: timbul sebagai akibat mielopoiesis hiperproliferatif
. Eritropoietin plasma: normal atau rendah. Digunakan untukmembedakan kelainan
polisitemia lain.
. Saturasi oksigen arteri: < 63 mmHg (10 o/o pasien)
. Pemeriksaan massa sel darah merah (Red Cell Mass) : mahal dan membutuhkan
keahlian pemeriksan. Tidak dapat membedan polisitemia primer dan sekunder.
. Kultur bone marrow: melihat koloni eritroid endogen spesifik dansensitif untuk
diagnosis polisitemia vera.
. Bone Marrow: hiperselular; tidak adanya cadangan besi, menyingkirkan kelainan
mieloproliferatif lain

524
International Polycythemia Study Group II1
Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria
a. A1+A2+A3 atau
b. AL+A2+ 2 kategori B

KotegoriAr
1. Meningkatnya massa seldarah merah diukur dengan krom radioaktif Cr-51. Pada
pria 36 ml/kg dan pada wanita 32 ml/kg.
2. Saturasi oksigen arterial 92o/o {padapolisitemia vera, saturasi oksigen tidak menurun)
3. Splenomegali

Kolegori Br
1.. Trombositosis: trombosit 400.000/ml
2. Leukositosis: leukosit 12.000/ml[tidak ada lnfeksi)
3. Leukosit alkali fosfatase ILAFJ score meningkat > 100 (tanpa ada panas/infeksiJ
4. Kadar vitamin 812 > 900 pg/ml dan atau UB12BC dalam serum 2200 pg/ml
Klasifikasi berdasarkan WHO [World Health Organization) : 2
Peningkatan masa sel darah merah tanpa adanya pertumbuhan spotan eritroid pada
kultur dan :

. Satu di antara kriteria berikut: splenomegali, abnormalitas kariotipik selain t9:22,


adanya formasi koloni eritroid endogen; atau
. Dua di antara berikut: f umlah trombosit > 400 x 10'q/liter, sel darah putih > 12 x
L0'/liter, aspirasi sumsum tulang menunjukkan panmielosis, dan eritropoietin
serum menurun

DIAGNOSIS BANDING
Polisitemia sekunder akibat saturasi oksigen arterial rendah atau eritropoetin
meningkat akibat manifestasi sindrom paraneoplastika

IATATAKSANA

Prinsip pengoboton 2

1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengendalikan


eritropoesis dengan fl ebotomi
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/polisitemia yang belum
terkendali

525
3. Menghindari pengobatan berlebihan
4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien
usia muda
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi
sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
- Trombositosis persisten di atas 800.000/Ml terutama jika disertai gejala
trombosis
- Leukositosisprogresif
- Splenomegali simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematic
- Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

A. HIDRASI
Dehidrasi dapat mencetuskan terjadinya trombosis, sehingga berikan pasien
hidrasi yang cukup, terutama dengan kelainan saluran cerna. 3

B. FTEBOTOMI
Pada PVtujuan prosedur flebotomi adalah mempertahankan hematokrit 42o/opada
wanita dan 47o/o pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan
shear rate.lndikasi flebotomi terutama untuk untuk semua pasien pada permulaan
penyakit dan yang masih dalam usia subur. Indikasi:2,a
1. Polisitemia vera fase polisitemia
2. Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55o/o (target Ht 55%)
3. Psolisitemia sekunder nonfisiologis bergantung pada derajat beratnya gejala yang
ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan shear rate

C. KEMOTERAPI SITOSTATIKA
Tujuannya adalah sitoreduksi. Indikasi:2
. Hanya untuk polisitemia rubra primer (PV)
. Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan
. Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis
. Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin
. Splenomegalisimtomatik/mengancamrupturlimpa

Coro pemberion:2,3
. Hidroksiurea 800-1200 mg/mZ/hari atau 10-15 mg/kg/kali diberikan dua

526
kali sehari. Bila tercapai target dilanjutkan pemberian secara intermiten untuk
pemeliharaan
a Klorambusil dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kg/hari selama 3-6 minggu dan
dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu.
a Busulfan 0,06 mg/kgBB/hariatau 1,8 mg/m2/hari (2 atau 4 mgsetiap hariJ selama
beberapa minggu. Bila tercapai target dilanjutkan pemberian secara intermiten
untuk pemeliharaan.

D. FOSFOR RADIOAKTIF
P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3 mCi/m2 intravena, bila per oral
dinaikkan 25o/o. Selanjutnya bila setelah 6-8 minggu pemberian P32 pertama::j
. Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Dapat diulang jika diperlukan
. Tidak berhasil, dosis kedua dinaikkan 25o/o dari dosis pertama, diberikan setelah
10-12 minggu dosis pertama, Pasien diperiksa setiap2/3 bulan setelah keadaan stabil

E. KEMOTERAPT BTOTOG! (SrrOKrN)

3
F. PENGOBATAN SUPORTIF
. Hiperurisemia: allopurinol 100-600 mg/hari
. Pruritus dengan urtikaria: antihistamin kurang bermanfaat, fotokemoterapi dengan
psoralen dan PUVA, aspirin telah direkomendasikan, interferon a juga bermanfaat.
. Gastritis/ulkus peptikum: antagonis reseptor H2
. Antiagregasi trombosit: anagrelid, aspirin

G. SPLENEKIOMI
Indikasi jika ada trombositopenia berat atau pembesaran limpa yang mengganggu.3

H. JAK2 IARGEIED INHIBITORS


Menghambat aktivitas JAK2 tirosin kinase karena mutasi fAKZ berperan dalam
terjadinya polisitemia vera3'a

I. TRANSPTANTASI SUMSUM TUTANG


Transplantasi stem nonmieloablatif merupakan prosedur transplantasi yang
ce1l
dapat dilakukan pada penderita usia dekade ke 6 dan 7.3
Berbagai macam terapi dapat digunakan untuk mengatasi polisitemia vera, akan
tetapi banyak kelebihan dan kekurangan dari masing-masing terapi tersebut yaitu : 3

527
Tobel l. Kelebihon don Kekurongon teropi3

risiko /eukemogenic rendoh, pruritus Tidok nyomon, mohol, efek somping

KOMPTIKASI
Trombosis pada vena hepatik (Budd-Chiari Syndrome) terjadi pada 10 o/o dari 1-40
pasien, stroke iskemik dan transient ischemic afiacks (TIAJ, perdarahan, mielofibrosis,
peningkatan asam urat sekitar 10% berkembang menjadi gout, peningkatan risiko
ulkus peptikum [10%), infark miokard, tombosis vena dalam (deep vein thrombosis
/DVf), emboli paru. Dari 164 kematian, 4\o/o karena thrombosis dan 7o/o karena
perdarahan. 1'3

PROGNOS!S
Angka harapan hidup setelah terdiagnosis tanpa diobati yaitu 1,5-3 tahun, sedangkan
dengan pengobatan lebih dari 10 tahun. Pasien yang diterapi dengan flebotomi
mempunyaiangka harapan hidup 13,9 tahun, 8.9 tahun pada pasien yang diterapi dengan
klorambusil. Polisitemia vera meningkatkan resiko menjadileukemia. Dalam 10 tahun,
40-600/o kasus menjadi trombosis. Kematian terjadi paling banyak karena trombosis
(3L0/o),leukemia akut (19%), keganasan lain (15%), perdarahan [5%).'

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen PenyakitDalam - Divisi Hematologi - Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNII YANG IERKAIT


. RS pendidikan :-
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

528
REFERENSI
l. Prenggono M. Dorwin. Polisitemio vero. Dolom:Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioti,
Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010.
S.
Hol.1214-1219.
2. Polycythemio vero. Hemotologie Klopper. 8th ed. Leids Universitqir Medisch Centrum Leiden.
Juni I 999:48-9.
3. Beutler Ernest. Primory don Secondory Polycythemios (Erythrocytosis). ln : Lichtmon M, Beutler E,
Kipps T, editors. Willioms Hemotology 7rh ed. Mc Grow Hill. Chopter 56
4. Spivok JL. Polycythemio Vero ond Other Meloproliferotive Diseose. ln: Longo Fouci Kosper,
Honison's Principles of lnternol Medicine l8th edition.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill.2012

529
S NDROM ANT FOSFOL PID

PENGERTIAN
Sindrom antibodi antifosfolipid (antiphospholipid antibody syndrome/APS),
merupakan suatu trombofilia autoimun didapat dengan karakteristik trombosis arteri
atau vena berulang dan/atau adanya morbiditas kehamilan; dengan adanya antibodi
terhadap protein plasma yang mengikat fosfolipid.l
Sindrom antifosfolipid ditandai dengan trombosis arteri dan vena, abortus spontan
berulang fakibat trombosis), trombositopenia, dan sejumlah variasi manifestasi
neuropsikiatri.2
Sindrom antibodi antifosfolipid didefinisikan sebagai penyakit trombofilia
autoimun yang ditandai dengan adanya 1J antibodi antifosfolipid (antibodi cardiolipin
dan/atau antikoagulan lupus) yang menetap [persisten) serta 2J kejadian berulang
trombosis vena/arteri, keguguran, atau trombositopenia.3
Sindrom antifosfolipid didiagnosis pada seorang pasien dengan trombosis dan/
atau morbiditas kehamilan yang memiliki antibodi antifosfolipid [aPL). Trombosis
vena dalam pada ekstremitas bawah dan/atau emboli paru merupakan trombosis
vena yang paling sering terjadi pada APS, namun semua sistem vena dapat terlibat,
termasuk vena superfisial, portal, renal, mesenterika, dan intrakranial. Sedangkan
tempat yang paling sering menjadi trombosis arteri adalah pembuluh darah serebral
yang berakibat pada iskemi serebral sementara (transient ischemic attack/TIA) atau
stroke. Trombosis mikrovaskular pada APS jarang terjadi namun dapat berpotensi
fatal yang dikenal dengan catastrophic antiphospholipid syndrome [CAPS), dimana
terdapat kegagalan fungsi multiorgan termasuk paru, otak, dan ginjal.a

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis3
Difokuskan pada kejadian dan frekuensi terjadinya tromboemboli
. Mata: penglihatan kabur atau ganda, melihat kilatan cahaya, kehilangan sebagian
atau seluruh Iapang pandang
a Kardiorespirasi: nyeri dada, menjalar ke lengan, napas pendek
a Gastrointestinal: nyeri perut, kembung, muntah
a Pembuluh darah perifer : nyeri atau bengkak tungkai, klaudikasio, ulserasi jari/
tungkai, nyeri jari tangan atau kaki yang dicetuskan oleh dingin
a Muskuloskeletal: nyeri tulang, nyeri sendi
a Kulit : purpura dan/atau petekia, ruam livedo retikularis temporer atau menetap,
jari-jari tangan/kaki kehitam-hitaman atau terlihat pucat
Neurologi dan psikiatri: pingsan, kejang, migrain, parestesi, paralisis, ascending
weakness,tremoI gerakan abnormal, hilangnya memori, masalah dalam pendidikan
(sulit berkonsentrasi, sulit mengerti yang dibaca dan berhitung)
a Endokrin: rasa lemah,lelah, artralgia, nyeri abdomen (gambaran penyakitAddison)
a Urogenital: hematuria, edema perifer
a Riwayat kehamilan: riwayat abortus berulang, kelahiran prematur, pertumbuhan
janin terhambat (PJTJ
a Riwayat keluarga: risiko APS meningkat pada pasien yang memiliki anggota
keluarga dengan abortus berulang, kelahiran prematur, oligohidramnion, khorea
gravidarum, infark plasenta, preeklampsia, PJI tromboembolisme neonatorum,
infark miokard atau stroke pada anggota keluarga yang berusia < 50 tahun,
trombosis vena dalam, flebitis, atau emboli paru, penyakit Raynaud, TIA
a Riwayat kontrasepsi oral

Pemeriksoon Fisik3

h
Pemeriksoon Penunjong',3
. Laboratorium (sesuai indikasiJ : darah perifer lengkap, LDH, bilirubin, haptoglobin,
tes Coomb direk/indirek urinalisis, immunoassays (tes serologis sifilis positif palsu,
antibodi antifosfolipid, antibodi anticardiolipin, antibodi antiplatelet, antibodi
antiprotrombin, antibodi antifosfatidil serine), polimorfisme genetik, tes koagulasi
. Radiologis [sesuai indikasiJ : USG DoppleS, venografi, ventilation/perfusionscan (pada
emboli paru), CT scan, MRI, arteriografi, ekokardiografi, angiografi dengan kateterisasi
. Biopsi dari organ yang terkena seperti pada kulit atau ginjal
Kriteria diagnosis sindrom antifosfolipid menggunakan kriteria Sapporo (juga
dikenal dengan kriteria Sydney) tahun 2006. Menurut kriteria Sapporo, diagnosis
definitif APS dipertimbangkan apabila terdapat sedikitnya satu kriteria klinis dan
sedikitnya satu kriteria laboratoris :s
. Kriteria Klinis - adanya trombosis vaskular atau morbiditas kehamilan, dengan
penjelasan sebagai berikut :
o Trombosis vaskular didefinisikan sebagai satu episode atau lebih dari
trombosis vena, arteri, atau pembuluh darah kecil, dengan temuan radiologis
atau histologis trombosis jaringan atau organ yang jelas. Trombosis vena
superfisial saja tidak cukup untuk memenuhi kriteria trombosis untuk APS.
o Morbiditas kehamilan didefinisikan sebagai kematian janin pada usia gestasi
>10 minggu dengan morfologi normal sebelumnya, yang tidak dapat dijelaskan
atau satu atau lebih kelahiran prematur sebelum usia gestasi 34 minggu akibat
eklampsia, preeklampsia, insufisiensi plasenta, atau keguguran pada usia
gestasi <10 minggu sebanyak tiga kali atau lebih yang tidak dapat dijelaskan
dengan kelainan kromosom maternal atau paternal atau anatomi maternal
atau penyebab hormonal.
. Kriteria Laboratoris - adanya aPL, dalam dua kondisi atau lebih dalam selang
waktu sedikitnya 12 minggu dan tidak lebih dari 5 tahun sebelum muncul
manifestasi klinis :

532
o Titer sedang atau tinggi dari IgG dan/atau IgM antibodi anticardiolipin (aCL)
) > 40 unit IgG antifosfolipid atau IgM antifosfolipid atau > persentil 99
o IgG atau IgM isotype antlbodi p2-glikoprotein (anti-p2GPI) pada titer > persentil 99

o Aktivitas antikoagulan lupus (LA) yang terdeteksi dalam plasma

DIAGNOSIS BANDING
Berdasarkan eksklusi penyebab trombofilia didapat atau diturunkan
lainnya.l Banyak kelainan genetik dan didapat yang berakibat pada keguguran,
penyakit tromboemboli, atau keduanya (mis. trombositopenia diinduksi heparin,
homosisteinemla, kelainan mieloproliferatif, dan hiperviskositas). Penyakit lain yang
berhubungan dengan APS adalah immune thrombocytopenia (ITP), kelainan autoimun
sekundec keganasan, penyakit infeksi, sirosis hati, sindrom hemolitik, thalassemia,
inkompatibilitas ibu dan bayi (ABO, Rh, HLA).3

TATATAKSANA
Setelah trombosis pertama kali, pasien APS sebaiknya diberikan warfarin seumur
hidup untuk mencapai INR finfernational normalized ratio) antara 2,5-3,5 atau
kombinasi dengan aspirin B0 mg/hari. Morbiditas kehamilan dapat dicegah dengan
kombinasi heparin dengan aspirin B0 mg/hari. Intravena immunoglobulin (IVIG) 1
x 400 mg/kg selama 5 hari dapat juga mencegah aborsi, sementara glukokortikoid
tidak efektif. Terapi evidence-based pada pasien dengan aPL tanpa gambaran klinis
tidak tersedia; akan tetapi aspirin B0 mg/hari melindungi pasien dengan lupus
eritematosus sistemik dengan antibodi aPL positif dari berkembangnya trombosis.
Beberapa pasien APS dan CAPS sering mengalami trombosis rekuren meskipun telah
mendapat antikoagulan sesuai. Dalam kasus ini IVIG 1 x 400 mg/kg selama 5 hari atau
antibodi monoklonal anti-CD20 375 mg/m2 per minggu selama 4 minggu bermanfaat.
Pasien CAPS yang dirawat didalam ICU, tidak dapat menerima warfarin; pada situasi
ini dosis terapeutik low molecular weight heparin/LMWH dapat diberikan. Pada
kasus trombositopenia imbas heparin dan sindrom trombosis, inhibitor faktor X yang
mengikat fosfolipid linhibitors of phospholipid-bound activatedfactor X f FXaJ seperti
fondaparinux 7,5 mg SC per hari atau rivaroxaban L0 mg PO per hari terbukti efektif.
Obat-obatan tersebut diberikan dalam fixed dose dan tidak memerlukan observasi
ketat; namun keamanannya dalam trimester pertama kehamilan belum ditentukan.l

KOMPLIKASI
Kegu guran, koagulasi intravaskular diseminata.l

533
PROGNOSIS
Bahaya serangan kedua terbesar pada pasien dengan antibodi yang mengenali p2
glikoprotein I yang memiliki hemolisis autoimun pada serangan pertama, dan terkecil
pada pasien tanpa antibodi tersebut yang mengalami aborsi berulang sebagai serangan
pertama mereka, Penyesuaian terapi pada pasien yang mengalami serangan dua kali,
tingkat efek samping serius yang mengikuti 6,86 kali Iebih tinggi, pada pasien dengan
presentasi hemolisis autoimun 1,56 kali lebih tinggi, dan pada pasien dengan antibodi
anti-B2-glikoprotein-l sebesar 1,69 kali lebih tinggi, dan 460/o lebih rendah pada
presentasi trombositopenia. Gambaran klinis inisial APS menentukan evolusi jangka
panjang, dan kumpulan manifestasi klinis tipe spesifik selama perjalanan penyakit.6

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-
Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
1 . Moutsopoulos HM, Vlochoyionnopoulos PG. Antiphospholipid Antibody Syndrome. ln : Longo DL,
Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine.
lSth Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.

2. SchoferAl. Thrombotic Disorders: Hypercooguloble Stoies. ln :Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine.


23'd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
3. Effendy S. Sindrom Antibodi Antifosfolipid: Aspek Hemotologik don Penotoloksonoon. Dolom :

Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V..Jilid 11.2009. Hol 1345-53.
4. Keeling D, Mockie l, Moore GW, et ol. Guidelines on the investigotion ond monogement of
ontiphospholipid syndrome. British Journol of Hoemotol ogy 201 2:1 57 :47 -58
5. Miyokis S, Lockshin MD, Atsumi I, et ol. lnternotionol consensus stotement on on updote of the
clossiflcotion criterio for definite ontiphospholipid syndrome (APS). J Thromb Hoemost 2006; 4:295.
6. Tektonidou MG, loonnidis JPA, Boki KA, et ol. Prognostic foctors ond clustering of serious clinicol
outcomes in ontiphospholipid syndrome. Q J Med 2000;93:523-530. Diunduh dori http://qjmed.
oxfordjournols.org/content/93/81 523.tull.pdf podo tonggol 30 Mei 20 I 2.

534
S N OM LIS S TUMOR

PENGERTIAN
Sindrom lisis tumor adalah suatu kelainan metabolikyang mengancam jiwa, akibat
pelepasan sejumlah zat interseluler ke dalam aliran darah akibat tingkat penghancuran
sel tumor yang tinggi karena pemberian kemoterapi. Sindrom ini ditandai dengan:
hiperurisemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Faktor risiko ;
peningkatan LDL, ukuran tumor yang besar (bulky tumor) dengan tingkat ploriferasi
yang tinggi, tumor yang sangat sensitif, hiperurisemia yang sudah ada sebelum
pengobatan, penurunan fungsi ginjal.l

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Dapat ditemukan pembengkakan pada sendi, otot melemah, konstipasi, Riwayat
mendapat kemoterapi dalam 1-5 hari terakhir; jenis tumor yang diderita (limfoma
burkitt, leukemia limfoblastik akut dan Iimfoma derajat tinggi lainnya)

Pemeriksoon Fisik
Tidak khas, sesuai dengan kelainan yang terjadi [misalnya: pernapasan kussmaul
pada asidosis laktat, oliguria/anuria bila terjadi gagal ginjal, aritmia ventrikel pada
hiperkalemia)1

Loborotorium
Peningkatan LDH, asam urat darah, kalium darah, fosfat darah, penurunan
kalsium darah, analisis gas darah (AGD) menunjukkan asidosis metabolik, urinalisa
menunjukkan pH urin < 7 dan/terdapat kristal asam urat.2

DIAGNOSIS BANDING
Gagal ginjal akut karena penyebab yang lain.
TATALAKSANAI
. Mencegah dan mendeteksi faktor risiko lebih penting
. Hidrasiadekuat 2000-3000 ml/m2 per hari
. Mempertahankan pH urin > 7 dengan pemberian Na bikarbonat
. Allopurinol 2x300 mg/m2 per hari
. Natrium bikarbonat 50-100 mEq/L cairan intravena
. Monitor fungsi ginjal, elektrolit, AGD dan asam urat
. Bila secara konservatif tidak berhasil dan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut
(K > 6 meq/I, asam urat > L0 mg/dl, kreatinin > 10 mg/dl, F>10 mg/dl atau semakin
meningkat, hipokalsemia simtomatik) maka dilakukan hemodialisa

KOMPTIKAS!
Gagal ginjal akut, aritmia ventrikel, kematian mendadak.2

PROGNOSIS
Mengenali gejala dini pada pasien dengan risiko sindrom lisis tumor, termasuk
mengidentifikasi abnormalitas manifestasi klinis dan Iaboratorium, dapan mencegah
komplikasi yang mengancam jiwa.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi -

Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan : Departemen Penyakit dalam - Konsultan Hemato
Onkologimedik
a RS non pendidikan : Departemen Penyakit dalam - Konsultan Hemato
Onkologi medik

REFERENSI
l. Jock, Zokifmon. Diognosis don Penoioloksonoon Sindrom Lisis Tumor. Dolom: Sudoyo, Aru W.
Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibrolo, Morcellus. Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit
Dolom. Jilid l. Edisi V. Jokorto:Boloi Penerbit FKUI;2009.p.311-12.
2. Oncologies Emergency. Dolom: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J,
Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. 'l 8rh ed. United Stotes of Americo;
The McGrow-Hill Componies 20ll

s35
537

T RAPI SUPO T PA A PAS E KA KER

PENGERTIAN
Terapi suportif pada pasien kanker merupakan terapi yang diberikan pada
pasien kankef, yang menunjang pengobatan kanker. Pengobatan suportif ini tidak
hanya diperlukan pada pasien kanker yang menjalani pengobatan kuratif tetapi juga
pada pengobatan paliatif, Terapi suportif ini meliputi semua aspek kesehatan dan
terdiri dari berbagai prosedur yang bertujuan untuk meningkatkan atau setidaknya
mempertahankan kondisi kesehatan pasien sehingga ia dapat menerima pengobatan
kuratif (bedah, radiasi, kemoterapi, atau kombinasi) tanpa efek samping yang berarti.l
Beberapa aspek yang termasuk dalam terapi ini antara lain :2
1. Nyeri terkait kanker (cancer-related pain)
2. Lelah terkait kanker (cancer-related fatigue)
3. Dispneu
4. Delirium
5. Anoreksia dan cachexia
6. Depresi dan ansietas

PENDEKATAN DIAGNOSIS

l. NYERI TERKAIT KANKER (CANCER-RELATED PA'N)

Anomnesis
Perlu ditanyakan tipe nyeri [berdenyut, kram, seperti terbaka4 dll), periodisitas
[terus-menerus, dengan ftanpa eksaserbasi, atau tiba-tiba), lokasi, intensitas, faktor
yang memperberat/memperingan, efek terapi, dampak fungsional, dampak terhadap
pasien.3 Beberapa penilaian kualitas nyeri yang dapat digunakan alat bantu seperti
Visual Analogue Sca/e (VAS) , the Brief Pqin Inventory, atau sistem klasifikasi nyeri
kanker Edmonton.2'3 Untuk menentukan mekanisme nyeri apakah termasuk nyeri
nosiseptif (somatik, viseral) atau neuropatik ftabel L).
Tobel l. Mekonisme Nyeri Konker don lololoksononyo2

Neuropolik

Kelerongon: NSAIDs = nonsferoido/ onti-inflommotory drugs; TCAs = iricyclic onfidepressonls

Pemeriksoon Fisik
Umum dan status neurologis

Pemeriksoon Penunjong
. Laboratorium (sesuai indikasi): darah perifer lengkap, elektrolit
. Radiologis [sesuai indikasi): foto polos abdomen 3 posisi, CT scan, MRI

il. rErAH TERKATT KANKER (CANCER-RELATED FATTGUE)

Anomnesis
Karena lelah terkait kanker bersifat subyektif, maka evaluasi klinis dilakukan
berdasarkan keluhan pasien sendiri. Alat bantu untuk menilai skala lelah seperti the
Edmonton Functional Assessment Tool, the Fatigue Self-Report Scales, dan the Rhoten
Fatigue Scale umumnya hanya dapat digunakan untuk keperluan penelitian, bukan
evaluasi klinis. Pada praktik klinis, evaluasi performa sederhana dapat menggunakan
Karnofsky Performance Status atau the Eastern Cooperative Oncology Groups. Perlu
juga diidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan lelah seperti gangguan
tidur, anemia, nyeri, depresi, ansietas, gangguan elektrolit, anoreksia-cachexia,
hipotiroidisme, hipogonadisme, dan penyakit komorbid lainnya.2

Pemeriksoon Fisik
. Umum, status gizi, dan status psikiatri
. Konjungtiva anemis, tanda Chovstek, tanda Trousseau

s3B
Pemeriksoon Penunjong
. Laboratorium (sesuai indikasi]: darah perifer lengkap, elektrolit, fungsi kelenjar
tiroid, fungsi hati, profil lipid

III. DISPNEU'.3

Anomnesis
Dokumentasi dan nilai episode dispneu beserta intensitasnya. Derajat keparahan
dan efek terapi dapat dinilai melalui skala dispneu visual atau analog. Perlu juga
dievaluasi penyebab dispneu lain yang berpotensi reversibel atau dapat diobati
seperti infeksi, efusi pleura, emboli paru, edema paru, asma, atau tumor yang berada I

di jalan napas.

Pemeriksoon Fisik
. Takipneu, restriksi gerakan dada ipsilateral, stem fremitus, bunyi napas, ronki,
mengi, ada/tidaknya distensi vena jugularis
. Tanda infeksi

Pemeriksoon Penuniong
. Laboratorium: darah perifer lengkap, D-dimer, analisa gas darah
. Radiologis: foto toraks PA/lateral

IV. DEIIRIUM

Anomnesis
Disorientasi onset baru, gangguan kognitif, restlessness, somnolen, tingkat fluktuasi
kesadaran.2

Pemeriksoon Fisik
. Umum, status psikiatri, dan status neurologis
. Tanda infeksi

Pemeriksoon Penunjong
. Laboratorium [sesuai indikasi): darah perifer lengkap

539
V. ANOREKSIA DAN CACHEXIA

Anomnesis
Kehilangan berat badan yang tidak dikehendaki, laju kehilangan berat badan, berat
badan sebelum sakit, penurunan nafsu makan dari biasanya, pola diet terakhir. Apabila
penurunan berat badan >5% dari biasanya [sebelum sakitJ dalam 6 bulan maka harus
dicurigai cachexia, terutama apabila terdapat muscle wasting. Sedangkan bila terjadi
penurunan berat badan >l0o/o menunjukkan adanya malnutrisi berat dan sindrom
cachexia-anoreksia mulai ditegakkan. Untuk mendapatkan informasi hilangnya nafsu
makan secara kuantitatif, dapat digunakan skor 0-7 dengan penjelasan 0 = tidak ada
nafsu makan, 1 = nafsu makan sangat kecil, 2 = nafsu makan kecil, 3 = nafsu makan
cukup, 4 = nafsu makan baik, 5 = naflsu makan sangat baik, 6 = nafsu makan luar biasa,
7 = selalu lapar).4

Pemeriksoon Fisik
Umum dan antropometri secara keseluruhan; berat badan, tinggi badan, tebal
lemak subkutis, wasting jaringan, edema atau asites, tanda-tanda defisiensi vitamin
dan mineral, serta status fungsional pasien. Harus diperhatikan apabila ditemukan
adanya muscle wasting dan hilangnya jaringan lemak merupakan tanda lanjut dari
malnutrisi.a

Pemeriksoon Penunjonga
. Laboratorium : albumin, prealbumin, transferrin, imbang nitrogen 24 jam, kadar
Fe, pemeriksaan sistem imun seperti limfosit total, fungsi hati dan ginjal, elektrolit,

dan mineral serum, C reactive protein (CRP).

VI. DEPRESI DAN ANSIETAS

Anomnesis
Karena lelah terkait kanker bersifat subyekti[, diperlukan alat bantu untuk menilai
skala lelah seperti the Edmonton Functional Assessment Tool, the Fatigue Self-Report
Scales, dan the Rhoten Fatigue Scale.

Pemeriksoon Fisik
. Umum, status psikiatri, dan status neurologis
. Tanda infeksi

540
Pemeriksoon Penunjong
. Laboratorium (sesuai indikasiJ: darah perifer lengkap

TAIATAKSANA

I. NYERI TERKAII KANKER'


. Manajemen analgetik WHO tahun 1987 merekomendasikan acetaminophen dan
nonsteroidal anti-inflammatory drugs [NSAIDs) sebagaiterapi linipertama, opioid
lemah seperti kodein dan hydrocodone sebagai lini kedua, dan opioid kuat untuk
lini ketiga.
. Opioid kuat yang sering digunakan yaitu morfin, hydromorphone, oxycodone,
oxymorphone, fentanyl, dan methadone. Ketika memulai terapi opioid, formulasi
short-acting sebaiknya digunakan untuk dosis titrasi; apabila nyeri sudah terkontrol
dengan dosis stabil, maka formulasi long-acting dapat digunakan. Formulasi long-
acting lebih nyaman dengan dosis dua kali dalam sehari, namun formulasi short-
acting jauh lebih murah. Dosis dan rute pemberian tercantum pada tabel 2.

Tobel 2. Dosis Opioid Kuol yong Sering Digunokon2

Morfln I PO, PR, SC, Gonti ke morfin /ong-


4lom
PR
phone tiop 4 jom hydromorphone
long-octing

4 jom

3 PO, IV, SC Gonti ke

Methodone 2-20 PO, PR, IV Lonjutkon


dosis

Potch Lihot cototon TD


fentonyl**** dibowoh

Kelerongon: lV, introveno: PO, per oro i PR, per rectol; PRN, bi o perlu; SC, subkutonj TD, tronsdermol
*Rotio ekuionolgesik disediokon untuk opioid orol vs morfln oro Contoh, hydromorphone 5x ebih polen doripodo morfin orol
Potensi methodone meningkot dengon dosis lni seboiknyo dipertimbongkon dengon input spesiolis
**Morfrn, hydromorphone, oxycodone, don oxymorphone sekitor 2 3 koli lebih poten doripodo sedioon orol/rektol
***Apobilo nyeri stobil, dopol dipertimbongkon formulo long-ocfing untuk kenyomonon
***'Potchfentonylseboiknyodimuloisetelohposienmencopoikontrolnyeriyongboikdengondosisslobilopioid Untukmenggonti
potch fentonyl dengon morf n orol, bogi dosis loto ekuivolen morfin per hori dolom milligrom dengon 3,6 unluk mendopot dosls
polch fentonyl do om mikrogrom Contoh, 360 mg morfn/hori ekuivolen dengon potch fenionyl 100 mg

541
a Terapi adjuvan non-opioid : NSAIDs, bisfosfonat, gabapentin, TCA, karbamazepin,
venlafaksin

II. tEtAH TERKAIT KANKER2


. Terapi terdiri dari stimulan fmethylphenidate), wakefulness-promoting agents
[modafinil), dan suplementasi makanan [ginseng)
. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka waktu pendek sebagai terapi
sementara, namun memiliki efek samping yang berpotensi serius
. Identifikasi dan terapi faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan lelah seperti
gangguan tidur, anemia, nyeri, depresi, ansietas, gangguan elektrolit, anoreksia-
cachexia, hipotiroidisme, hipogonadisme, dan penyakit komorbid Iainnya

III. DISPNEU2
. Intervensi bedah pada obstruksi jalan napas akibat pertumbuhan tumor: reseksi
bronkoskopik, elektrokauter, dilatasi balon, krioterapi, laser; brakiterapi
. Torasentesis terapeutik: pada efusi pleura besar. Hindari mengambil >1,5 L per
seting karena risiko reekspansi edema paru. Pleurodesis dan indwelling kateter
jangka panjang dapat menjadi pilihan bagi pasien dengan efusi pleura berulang
dengan ekspektasi harapan hidup 3 bulan.
. Suplementasi oksigen: meredakan hipoksemia
. Opioid,kortikosteroid,bronkodilator

!V. DETIRIUM
. Neuroleptik: haloperidol, chlorpromazine, olanzapine, danquetiapine
. Golongan benzodiazepine disarankan karena memiliki efek sedasi dan amnesia,
namun juga berpotensi memperburuk delirium

V. ANOREKSIA DAN CACHEXIA4


. Terapi nutrisi tergantung dari kondisi pasien, status nutrisi, dan lokasi tumor serta
indikasi terapi untuk pasien.
. Kebutuhan energi: mempertahankan status gizi:25-35 kal/kgBB, sedangkan untuk
menggantikan cadangan tubuh dianjurkan 40-50 kal/kgBB.
. Kebutuhan protein: t,5 - 2 g/kgBB
. Kebutuhan lemak: 20-50o/o dari kebutuhan kalori total
. Cara pemberian: oral, enteral (selang nasogastrik), parenteral

542
VI. DEPRESI DAN ANSIETAS
. Depresi ) lihat pada bab Depresi
. Ansietas ) lihat pada bab Ansietas

KOMPTIKASI
Hati-hati dengan efek samping morfin

PROGNOSIS
Tergantung etiologi dan respon terapi

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-
Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian llmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
1. Reksodiputro AH. Pengoboton Suportif podo Posien Konker. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi B,
Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid ll. 2009. llol 1482-97.
2. Bruero E, Hui D. Pollioiive ond Supportive Core. Diunduh dori http://www.clinicoloptions.com/
inProctice/Oncology/Supportive_Core/ch51_SuppCore-Polliotive.ospx podo tonggol 2l Mei
2012.
3. Emonuel EJ. Polliotive ond End-of-Life Core. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson
lnternol Medicine. lSth Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of
4. Sutondyo N. Teropi Nutrisi podo Posien Konker. Dolom :Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku
Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid l.2OO9. Hol342-6.

543
TRO BOS S VENA DALA

PENGERTIAN
Tromboemboli vena merupakan suatu spektrum kondisi yang mencakup trombosis
vena dalam (deep venous thrombosislDvT) dan emboli paru (pulmonary embolismf
PE).1 Sedangkan DVT merupakan suatu kondisi yang dikarakteristikkan oleh bekuan
darah pada vena, dan paling sering terjadi pada ekstremitas bawah, seringkali naik
menjadi emboli dan jaringan nekrosis.2 Trombosis vena dalam dibagi menjadi 2
kategori prognosis yaitu 1) trombosis vena betis, dimana trombus tetap berada di
vena betis dalam, dan2) trombosis vena proksimal, yang melibatkan vena popliteal,
femoral, atau iliaka.3
Triad Virchow untuk trombogenesis terdiri dari: 1) gangguan pada aliran darah
yang menyebabkan stasis, 2) gangguan pada keseimbangan antara prokoagulan dan
antikoagulan yang menyebabkan aktivasi faktor pembekuan, dan 3) gangguan pada
dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan.a Faktor risiko
tromboembolisme tercantum pada tabel 1.

Tobel l. Foktor Risiko Tromboembolisme3

Veno vorikosus / vorlces


Obesitos
Sindrom ontibodi onlifosf olipid
Hiperhomosisteinemio
PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesisa,s
. Kram pada betis bagian bawah yang menetap selama beberapa hari dan
memberikan ketidaknyamanan sei ring berj alannya waktu
. Kaki bengkak, nyeri tungkai bawah
. Riwayat trombosis sebelumnya
. Riwayat trombosis dalam keluarga

Skoring Wells untuk memprediksi DVT tercantum pada tabel 2.

Tobel 2. Skoring Wells unluk Memprediksi DVTxto


Gomborqn Klinis Niloi
Konker oktif (sedong teropi dolom l-6 bulon, otou poliotif)
Porolisis, poresis, otou imobilisosi ekstremitos bowoh
Terboring selomo > 3 hqri otou operosi besor (dolom 4 minggu)
Nyeri tekon terlokolisir seponiong distribusi veno dolom
Seluruh koki bengkok
Pembengkokon betis uniloterol 3 cm lebih dori sisi yong osimtomotik (diukur
'10
cm di bowoh tuberositos iibio)
Pitting edemo uniloterol (podo tungkoi yong simtomotik)
Veno superflsiol koloterol
Diognosis olternotif yong lebih mungkin dori DVT
Kelelqngon:
lnterpretosi lPretesl probobilily DVI) :>3 = risiko linggi(75%); I 2 =risikosedong (17%)j<0= risikorendoh (3%) Podo posien yong
gejolonyo podo keduo tungkoi, tungkoi yong ebih bergejolo dlgunokon

Pemeriksoon Fisik3'5
. Rasa tidak nyaman pada palpasi ringan betis bagian bawah
I
. Edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superfisial dapat
teraba, Homan's sign (+), distensi vena, diskolorasi, sianosis

Pemeriksoon Penunjong:4,6
. Laboratorium:
- Kadar antitrombin lll menurun
- Kadar fibrinogen degradation product (FDP) meningkat
- Titer D-dimer meningkat: indikator adanya trombosis yang aktif, sensitif tapi
tidak spesifik

545
a Radiologis :

- Compression USG (CUS): sensitivitas 95Vo dan spesifisitas 96% untuk DVT
proksimal simptomatik, sensitivitas 11-100o/o dan spesifisitas 90-100% untuk
DVT distal simptomatik. Kriteria diagnostik USG dapat dilihat pada tabel 3.

Tobel 3. USG Veno Dolom Tungkoi Bowohs

betis

bei s

CT scan dengan injeksi kontras: sensitivitas 960/o dan spesifisitas 95%


(predominan DVT proksimal)
Magnetic resonance (MR) venografi dengan kontras, apabila tidak
memungkinkan dapat menggunakan MRI (mis. pada kasus alergi kontras dan
insufisiensi ginjalJ: sensitivitas 96% (lebih rendah pada DVT distal, sekitar
620/o) dan spesifisitas 9370
Venografi: teknik standar terpilih, dapat mendeteksi DVT distal terisolasi dan
trombosis vena iliaka dan vena cava inferior

Algoritma diagnostik bagi tersangka DVT dapat dilihat pada gambar 1. 10

DIAGNOSIS BANDING
Ruptur kista Baker, selulitis, sindrom pasca phlebitis/insufisiensi vena.2

TATATAKSANA

Formokologis
7. Terapiantikoagulan3,s
. Merupakan terapi terpilih bagi sebagian besar pasien dengan trombosis vena
proksimal atau emboli paru
. Kontraindikasi absolut: perdarahan intrakranial, perdarahan aktifberat, pasca
operasi otak, mata, atau medula spinalis, dan hipertensi maligna

546
Gejolo lungkoi bowoh don klinis
'lersongko DVT

Probobililos klinis sedong


Probobilitos klinis rendoh
otou tinggi

Tes D-dlmer
USG Doppler veno
ekslremitos tungkoi
USG Doppler veno
Negolif Posilif otou
ekstremilos lungkoi
tidok tersedio Negotif Positif

Negotif Posilif Tes D-dimer Konfrrmosi


diognosis DVT

Konllrmosi
diognosis DVT Teropi
Eksklusi DVT Negolif Positif

Teropi Follow-up lonjuton (USG


Eksklusi DVT
ke -2 I seriol, veno grofi )

Negotif Positif

Eksklusi DVT Diognosis DVT

Gombor l. Algorilmo Diognosis DVTr

. Kontraindikasi relatif: pasca bedah mayoI, pasca insiden serebrovaskular,


perdarahan saluran cerna aktil hipertensi berat, gagal hati atau ginjal berat,
trombositopenia berat (trombosit <50.000/pL)
. Pilihan antikoagulan dapat dilihat pada tabel 4.
Tobel 4. Anlikoogulon podo Tromboemboli Ven05

otou Dolleporin 1x 200 U/kg otou 2

ginjol

pemeriksoon berturutjurut (intervol t hori) tercopoi

547
. Regimen low-moleculor-weight heparin ILMWH] dan fondaparinux dapat
dilihat pada tabel 5.
Tobel 5. Regimen Low-Moleculor-Weight Heporin (LMWH) don Fondoporinux podo Teropi
Tromboemboli Veno3

2x1

Kelerongon:
oRegimen I x 1,5 mg/kg/hori dopol diberikon nomun kurong efektif podo posien dengon konker
'Seteloh I buion, dopot diikuti dengon dosis I x l50 lU/kg/hori sebogoi olternotif onlogonis vilomin K orol unluk leropi
jongko ponjong
'Regimen ini dopol jugo digunokon untuk teropijongko ponjong sebogoi ollernotif onlogonis vitomin K orol
d2x 4100 lu/horl bilo berot bodon posien <50 kg otou 2x92OOlUlho(i bilo berot bodon posien >70 kg
"2 x 3500 lU/hori bio berot bodon posien 35-45 kg otou 2 x 6300 lu/hori bio berot bodon posien >60 kg
'l x 5 mg/hori bilo berot bodon posien <50 kg olou I x l0 mg/hori bilo berol bodon posien >100 kg

a
Jika diperlukan, dosis LMWH disesuaikan untuk mencapai target anti faktor
Xa: 0,6 - 1 IU/ml - 4 jam setelah pemberian LMWH.1o
a Apabila unfractionated heparin digunakan sebagai terapi inisial, sangat penting
untuk mencapai efek antikoagulan adekuat yaitu aPTT di atas batas bawah
therapeutic range dalam24 jam pertama. Regimen heparin dapat dilihat pada
tabel 6.

Tobel 6. Regimen Heporin Berdosorkon oPTTT

a Warfarin diberikan pada hari pertama atau kedua dengan dosis awal 5 mS/
hari - untuk mencapai target INR 2-3 dalam 4-5 hari. Pada pasien usia lanjut,
berat badan rendah, warfarin diberikan dengan dosis awal yang lebih rendah
Q-a mg/ hari).10

548
2. Trombolisis
. Terapi ini tidak dianjurkan pada DVT karena risiko perdarahan intrakranial
yang besar; kecuali kasus tertentu seperti trombus ileofemoral masif atau
bagian dari protokol penelitian.B
3. Antiagregasi trombosit (aspirin, dipiridamol, sulfinpirazon)
. Bukan merupakan terapi utama
. Pemakaiannya dapat dipertimbangkan 3-6 minggu setelah terapi standar
heparin atau warfarin

DVT PADA KEADAAN KHUSUS KEHAMITAN


. Warfarin merupakan kontraindikasi pada kehamilan.s'7
. Terapi terpilih: unfractionated heparin subkutan dan LMWH jangka panjang- mis.
Tinzaparin L x775lU /kg/hari SC.s,10
. Pilihan terapi unfractionated heparin atau LMWH merupakan keputusan klinis
berdasarkan kondisi pasien.s

KOMPTIKASI
Perdarahan akibat antikoagulan/antiagregasi trombosit, trombositopenia imbas
heparin, osteoporosis imbas heparin (biasanya setelah terapi >3 bulan).s

PROGNOSIS
Sekitar 50% pasien dengan DVT proksimal simptomatis yang tidak mendapat
diterapi akan berkembang menjadi emboli paru simptomatis dalam waktu 3 bulan.
Meskipun telah mendapat terapi adekuat, DVT dapat berulang. Sekitar L0% pasien
dengan DVT simptomatis berkembang menjadi sindrom post-trombosis berat dalam
5 tahun.e

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-
Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan Departemen Radiologi, Bedah/Vaskular
. RS non pendidikan Bagian Radiologi, Bedah
REFERENSI
I. Romzi DW. Leeper KV. DVT ond Pulmonory Embolism: Port l. Diognosis. Am Fom Physicion
2004;69:2829-36. Diunduh dori http://wvwv.oofp.org/ofp 12004/0615lp2829.pdf podo tonggol 29
Mei 2012.
2. McGrow-Hill Concise Dictionory of Modern Medicine. New York, McGrow-Hill. 2002
3. Hull RD, Pineo GF, Roskob GE. Venous Thrombosis. ln : Lichtmon M, Beutler E, Selighson U, et ol.
Willioms Hemotology. 7th Edition. New York, McGrow-Hill. 2007
4 Sukrismon L. Trombosis Veno Dolom don Emboli Poru. Dolom :Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et
ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid ll. 2009. Hol 1354-8.
5. Goldhober SZ. Deep Venous Thrombosis ond Pulmonory Thromboembolism. ln : Longo DL, Fouci
AS, Kosper DL, HouserSL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles ot lnternol Medicine. l8rh
Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
6. Ho WK. Deep vein thrombosis: risks ond diognosis. Austrolion Fomily Physicion July 2010;39:7
7. Romzi DW. Leeper KV. DVT ond Pulmonory Embolism: Port ll. Treotment ond Prevention. Am Fom
P hysicion 20O 4; 69 :28 41 -8.

8. Kovocs MJ, Rodger M, Anderson DR, Morrow B, Kells G. Kovocs J, et ol. Comporison of 10-mg ond
5-mg worforin initiotion nomogroms togeiher with low-moleculor-weight heporin for outpotient
treotment of ocute venous thromboembolism. A rondomized, double-blind, controlled kiol. Ann
lntern Med 2003;l 3B:71 6.
9 . Keoron C. Noturol history of venous thromboembolism. Circulotion 2003;107 (23 suppl 1 ):i22-30.
lO. Hirsh J, Lee AYY. How we diognose ond treot deep vein thrombosis. Blood 2002; 99;3102-10.

550
TROMBOSITOS S ESENSIAL

PENGERTIAN
Trombositosis esensial/TE (nama lainnya antara lain trombositosis primer,
trombositemia esensial, trombositosis idiopatik, trombositemia hemoragik) termasuk
dalam klasifikasi penyakit keganasan mieloproliferatif. TE merupakan kelainan klonal
dengan etiologiyang belum diketahui, yang melibatkan sel progenitor hematopoiesis
multipoten dengan manifestasi klinis produksi trombosit berlebihan tanpa penyebab
yang jelas.l Istilah trombositosis esensial Iebih banyak dipakai di Amerika Serikat,
sedangkan di Eropa dikenal dengan trombositemia vera.2 Macam-macam etiologi
trombositosis dapat dilihat pada tabel L.

Iobel l. Etiologi Trombositosis3

Mieodisplosio Schlsfocyles

Perdorohon

odrenolin)
Perhimpunon Dokler Spesiolit Penyokii Dolom ndonesio

PENDEKAIAN D!AGNOSIS

Anomnesisr.2
. Tidak ada tanda dan gejala spesifik, 1/3 pasien tidak memiliki gambaran klinis
. Acroparesthesis: sensasi gatal pada kaki yang diikuti dengan rasa nyeri / terbakar,
kemerahan, berdenyut, cenderung timbul kembali disebabkan panas, pergerakan
jasmani dan hilang bila kaki ditinggikan (eritromialgiaJ.
. Riwayat mudah memar
. Riwayat gangguan penglihatan sementara, klaudikasio intermiten, infark / gangren
pada jari kaki dengan pulsasi arteri perifer masih baik, perdarahan spontan dari
hidung atau ginggiva, genitourinarius, saluran cerna
. Pada wanita hamil ditemukan riwayat abortus berulang, pertumbuhan janin
terhambat

Pemeriksoon Fisik',2
. Splenomegali (70o/o), hipertensi (300/o), tanda-tanda perdarahan atau trombosis
sesuai lokasi yang terkena

Pemeriksoon Penunjongr -4
. Laboratorium : darah perifer lengkap, morfologi darah tepi
. Pemeriksaan genetik molekuler
. Tes sitogenetika
. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang : peningkatan selularitas dengan hiperplasia
megakariositik

Kriteria diagnosis trombositosis esensial :a

. Hitung trombosit > 600.000/pL (yang telah dikonfirmasi > 1x)


. Hemoglobin 13 g/dl atau massa eritrosit normal (pria <36 ml/kg, wanita <32 ml/kgJ
. Besi yang terlihat pada pewarnaan sumsum atau kegagalan uji besi (kenaikan
hemoglobin <7 g/dl setelah terapi besi 1 bulanJ
. Tidak ditemukan kromosom Philadelphia
. Fibrosis kolagen sumsum : aJ tidak ada, atau bJ <'J.f 3 area biopsitanpa splenomegali
dan reaksi leukoeritroblastik
. Tidak ditemukan penyebab trombositosis reaktif
. Megakariosit dalam gumpalan

552
DIAGNOSIS BANDING
Seperti tercantum pada tabel 1.

TATALAKSANA4
Tujuan pengobatan untuk menurunkan jumlah trombosit dan menurunkan fungsi
trombosit
. Untuk menurunkan trombosit:
o PThombopheresis ) pada trombositosis akut dan gangguan hemostasis yang
mengancam nyawa
o Hydroxyurea : L0-30 mg/kgBB/hari. Hitung darah harus diperiksa dalam 7 hari
setelah terapi dimulai dan diperiksa secara rutin karena hydroxyurea dapat
menyebabkan mielosupresi dengan cepat
o Anagrelide: dosis awal 4 x 0,5 mg/hari atau 2 x L mg/bari [maksimal 10 mg/
hari), dosis disesuaikan dengan interval tiap minggu. Dosis pemeliharaan 2-3 mg/
hari
o Rekombinan interferon alfa: 3 juta IU subkutan sebanyak 3x/minggu
. Untuk menurunkan fungsi trombosit (terapi adjuvan):
o Aspirin dosis rendah (100 mg/hariJ masih menjadi kontroversi

KOMPT!KASI
Risiko klinis komplikasi trombohemoragik pada trombositosis esensial tercantum
pada tabel 2.

Tobel 2. Risiko Klinis Komplikosi Trombohemorogik podo Trombosilosis Esensiola

PROGNOSIS
Tergantung usia dan riwayat trombosis. Angka harapan hidup 10 tahun pada 640/o-
B0%o terutama pada pasien usia muda. Kurang dari1,00/o pasien dengan trombositosis

5s3
esensial berubah menjadi leukemia mieloid akut dan kurang dariSo/o berubah menjadi
mielofibrosis dengan metaplasia meiloid.s

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-
Onkologi Medik
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REffRENSI
1 . Spivok JL. Polycythemio Vero ond Other Myoproliferotive Diseoses. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper
DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8ih Edition. New
York, McGrow-Hll. 201 2.
2. Wohid L Trombositosis Esensiol. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit
Dolom. Edisi V. Jilid ll. 2009. Hol 1220-4.
3. Horrison CN, Boreford D, Butt N, et ol. Guideline for investigotion ond monogement of odults
ond children presenting with o thrombocytosis. British Journol of Hoemotology 2010;149:352-375.
4. Schofer Al. Essentiol Thrombocythemio ond Thrombocytosis: Overview. In : Lichtmon M, Beutler
E, Selighson U, et ol. Willioms Hemotology. 7th Edition. New York, McGrow-Hill. 2007

5. Cieslo B. Hemotology in Proctice. Philodelphio, FA Dovis. 2007

554
PI Ir[1il(S[ltII
I I G 1 UPHIYII(I [1I
PAA ,!!x. rl

P AKTK
rus 'r t1
a
*t

KARD O
Angino Pektoris Stobil
Angino Pektoris Tidok Stobil/
Non Sf Elevotion Myocordiolln
SI E/evotio n Myocordiol lnforction ( : :"'
Penyokit Jontung Koroner
Brodiortimo ........
Tokioritmio
Cordioc Aresf ...
Ekstrosistol Ventrikulor
Gogol Jontun9...........
Endokorditis lnfektif ....
Penyokit Kotup Jontung
Periport um Cordiomyopothy .... )
Perikorditis
Penyokit Jontung Kongenitol ...
Hipertensi Pulmonol .....
Penyokit Arteri Perifer
Keloinon Sistem Veno don Limfotik
A G AP KTORISSTA L

PENGERIIAN
Angina pektoris stabil adalah nyeri dada atau chest discomfortyang terjadi karena
keadaan seperti olahraga atau stres emosional yang meningkatkan kebutuhan oksigen
miokard. Karakteristik nyeri dada khas angina yang mengarah ke infark miokard/
iskemia miokard akut adalah: 1

1. Lokasi di dada/substernal/sedikit di kiri, dengan penjalaran ke leher; rahang, bahu kiri,


sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulna4 punggung/pundak kiri.
2. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri tumpul seperti rasa tertindih, terdesak,
diremas-remas, dada mau pecah. Seringkali disertai keringat dingin, sesak napas.
3. Nyeri pertama kali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai < 20
menit.
Nyeri dada ada yang memiliki ciri-ciri iskemik miokardium yang lengkap, sehingga
tak diragukan lagi diagnosisnya disebut nyeri dada (angina) tipikal, sedangkan nyeri
dada yang meragukan tidak memiliki ciri yang lengkap dan perlu dilakukan pendekatan
yang hati-hati disebut, nyeri dada (angina) atipik. Nyeri dada lain yang sudah jelas
berasal dari luar jantung disebut nyeri non kardiak.l Klasifikasi angina pektoris stabil
dapat dilihat pada tabel 1.

Tobel l. Klosifikosi Angino Pekloris Stobil'?

il otou
Terdapat 3 kriteria untuk membantu menentukan jenis Angina: 1. Nyeri dada
substernal, 2. Dicetuskan oleh aktifitas/ emosi, 3. Membaik dengan istirahat atau NTG.
Pasien disebut non anginal chest pain bila hanya ada < 1 gejala, disebut angina atipik
bila terdapat 2 gejala, dan angina tipikal bila ada 3 gejala. Kemungkinan penyakit
arteri koroner berdasarkan kombinasi usia, jenis kelamin dan gejala dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tobel 2. Probobilitos PenyokitArleri Koroner Berdosorkon Usio don Gejolo (NEJM 1979:300:1350)3

ngon
Gejolo : nyeri dodo substernol, nyeri dodo koreno oktivitos, nyeri dodo hilong soot istirohot

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Biasa muncul pada pria >50 tahun atau wanita > 60 tahun dengan keluhan chest
discomfort (seperti berat, tertekan, diremas, terdesak, dan jarang nyeri yang nyata),
biasanya lokasi di dada, crescendo-decrescendo, berlangsung 2-5 menit (dapat
menjalar ke bahu maupun kedua lengan, punggung, interscapular, leher; rahang, gigi,
dan epigastrium). Biasanya episode angina muncul karena latihan atau emosi, dapat
juga saat istirahat dan membaik setelah istirahat. Pasien dapat terbangun pada malam
hari karena chest discomfort dan dispnea.2

Pemeriksoon Fisik
Auskultasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi lateral dekubitus. Pada
auskultasi dapat ditemukan bruit arteri, bunyi jantung III atau IV jika iskemi akut
atau infark sebelumnya merusak fungsi otot papilar maka dapat ditemukan murmur
sistolik di apikal karena regurgitasi mitral, meskipun tidak khas untuk iskemi miokard.2

Pemeriksoon Penunjon92
. Elektrokardiografi (EKGJ: tidak spesifik, dapat ditemukan hipertrofi ventrikel
. Stress testing dengan EKG
. Rontgen dada: pembesaran jantung, aneurisma ventrikular (tidak khas)

556
a Darah (untuk mengetahui faktor yang memperberat seperti DM, gangguan ginjal,
dan lain-lainJ: GDS, profil lipid, hemoglobin A1C, fungsi ginjal
a Pencitraan jantung: SPECT MSCT
a Arteriografi koronet dipertimbangkan pada : pasien yang tetap pada kelas III-lV
meskipun telah mendapat terapi yang cukup, pasien dengan risiko tinggi tanpa
mempertimbangkan beratnya angina, pasien-pasien yang pulih dari serangan
aritmia ventrikel yang berat sampai cardiac orrest, yang telah berhasil diatasi,
dan pasien-pasien yang diketahui mempunyai disfungsi ventrikel kiri (fraksi
ejeksi < 45%)

DIAGNOSIS BANDING NYERI DADA3


. Kardiovaskular: infark miokard, unstable angina,perikarditis, mioperikarditis,
diseksi aorta.
. Paru: pneumonia, pleuritis, pneumotoraks, efusi pleura, hipertensi pulmonal
. Saluran cerna: refluk esofagus, spasme esofagus, Mallory-weis, pankreatitis,
penyakit bilier.
. Muskuloskeletal dan Iainnya: costochondrifis, herpes zoster, ansietas.

TATALAKSANA

a Non farmakologis: stop rokok, stop alkohol, kurangi berat badan, olahraga 30-60
menit setiap hari.a
a Farmakologis:2'a
- Aspirin 75-162 mg/hari
- Hipertensi: ACE inhibitor, Renin-Angiotensin-Aldosterone System Blockers,
Penyakit Beta.
- Kontrol gula darah,lipid
Untuk obat-obatan nirat, nitrogliserin, penyakit beta dan calcium channel blocker
dapat dilihat pada tabel 3, 4 dan 5.

KOMPTIKASI
Aritmia jantung, regurgitasi mitral, gagal jantung kongestif, perikarditis, emboli
paru, renjatan kardiogenik, stroke.

557
lndonesio

Tobel 3. Teropi Nilrol don Nihoglycerin'?

Nitroglycerin de 5mg

2% (15 xl5 cm)


7.5-40 mg
m

lsosorbide dinitrote

Tobel 4. Teropi Penyokil Beto'?

50-200
l0-20 mg/hori
2,5-10 mg/hori

Tobel 5. Teropi Anlogonis kolsium2

Non Dihydropyridines
Diltiozem

PROGNOSIS
Prognosis menggunakan bantuan tes Treadmill, akan didapatkan Dukes Treqdmill
score seperti tercantum pada tabel 6.
Tobel 6. Duke Treodmill ScoreT

Kelerongon :
Duke Treodmill Score = lomo lotihon (menit) - (5 x mox ST deviosi (mm)) - (4 x indeks ongino)
lndek5 Angino = 0 : tidok odo ongino
I : ongino non limiting
2 : limiting ongino

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan :-
. RS non pendidikan :-

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Departemen Penyakit dalam - Divisi Kardiovaskular
. RS non pendidikan Departemen Penyakit dalam - Divisi Kardiovaskular

REFERENSI
l. Rohmon, A Muin. Angino pektoris stobil. Dolom : Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi,
ldrus Simodibroto, Morcellus Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot
lnformosi don Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI-RSCM;2009. Holomon 1735-39.
2. lschemic heort diseose in odult. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S,
Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of
Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 l.
3. Diomond GA, Forrester JS. Anolysis of Probobility os on Aid in the Clinicol Diognosis of Coronory-
Artery Diseose. N Engl J Med 1979:300: 1350-8.
4. Theroux, Piene. Angino Pectoris. Dolom : Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'o edltion. Sounders
:Philodhelphio. 2007.
5. Froker, Theodore D.2OO7 Chronic Angino Focused Updote of the ACC/AHA2002 Guidelines for
the Proctice Monogement of Potients With Chronic Stoble Angino: A Report of the Americon
College of Cordiology/Americon Heort Associotion Tosk Force on Guidelines Writing Group to
Develop the Focused Updote of the 2002 Guidelines forthe Monogement of Potients With Chronic
Stoble Angino. .i. Am. Coll. Cordiol. 2007;50;2264-227 4: originolly published online Nov 12, 2007
5. Horris, lon S. Foster, Elyse. Congenitol Heort Diseose in Adults. Dolom : Crowford, Michoel H.
Current Diognosis & Treotment Cordiology 3'd Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009.
6. Wornes, Corole A et ol. ACC/AHA 201 1 Guidelines for the monogement of odults with congenitol
heort diseose : executive summory. Circulotion. 2008; ll8:2395-2451;originolly published online
November 7, 2008; doi : l0.l l6l / ClRCULATIONAHA.l08.l90Bl l.
7 . Fox, Kim. Et oll. Guldelines on the monogement of stoble ongino pectoris: full text{The Tosk Force on
the Monogement of Stoble Angino Pectoris of the Europeon Society of Cordiology. Diunduh dori
: http://www.escordio.org/guidelines-surveys/esc-guidellnes/GuidelinesDocuments/guidelines-
ongino-FT.pdf . podo tonggol l0 juni 20,l2.
ANG NA PEKTOR S T DAK STAB L/
NON SI EI.EVATION YOCARD'AI.
,NFARCflON ( TS/NSTE )

PENGERIIAN
lJnstable angina (UA) adalah angina pektoris setara dengan ischemic discomfort
dengan L diantara 3 kriteria: 1. Muncul saat istirahat (atau Iatihan ringan), biasanya
berlangsung > L0 menit, 2. Gejala berat dan baru pertama kali timbul, dan atau 3.

Muncul dengan pola crescendo (lebih berat, panjang, dan sering daripada sebelumnya).
Diagnosis Non ST Elevation lvlyocardial Infarction (NSTEMI) ditegakkan jika pasien
dengan UA memiliki nekrosis miokard, yang terlihat pada peningkatan cardiomarkers.l

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr
. Nyeri dada : lokasi regio substernal atau kadangkala epigastrium, yang menjalar
ke leher; bahu kiri, dan atau tangan kiri
. Sesak napas, epigastric discomfort

Pemeriksoon Fisikr
Jika iskemi miokard luas, dapat ditemukan diaphoresis, pucat, kulit dingin, sinus
takikardi, bunyi jantung ketiga atau keempat, ronki basal paru, terkadang ditemukan
hipotensi.

Pemeriksoon Penunjongl
. EKG : depresi segmen Sl peningkatan transien segmen ST dan atau inversi
gelombang T ) tampak pada 30-50% pasien.
. Cardiac Biomarkers: CK-MB dan Troponin meningkat
. Sfress testing
. CT angiography
Tobel l. Kemungkinon Sindrom Koroner Akut2

Pendekatan untuk triage :

. )ika hasil anamnesis PE, EKG, dan biomarker tidak mengarah diagnosis, ulangi EKG
dam biomarker 72 jam kedepan.
. fika tetap normal dan kemungkinan kecil sindrom koroner akut, cari penyebab
nyeri dada lain.
. Jika tetap normal dan nyeri hilang ) singkirkan infark miokard,
. Jika curiga sindrom koroner akut berdasarkan anamnesis PF, singkirkan NSTEMI
dengan tes treadmill. Jika risiko rendah (usia > 70 tahun, tidak memiliki penyakit
jantung koroneL penyakit serebrovaskulari penyakit arteri perifer sebelumnya,
tidak ada sisa angina), pasien dapat dipulangkan dalam 72 jam. Jika tidak risiko
rendah ) rawat inap dan evaluasi iskemi ftes treadmill atau kateter)
. Jika EKG atau biomarker abnormal atau kemungkinan tinggi sindrom koroner
akut ) rapat inap dan terapi

Risiko nendoh Rlsiko Tinggi


Troponin {-), depresi ST (-), TlMl Risk Score Troponin (+), depresi ST > 0,5mm, TlMl Risk
0-2, gogol jontung kongestif (-) Score >3, curigo gogol jonlung kongestif

Aspirin don clopidogrel EF turun, PCI Aspirin, clopidogrel (upslreom otou soo't PCI)
X, fondo, otou unfroctioned sebelum UFH, ENOX, olou bivol (tergontung hosil koleter
heporin (UFH) CABG sebelumnyo)
+ GP llo/llb inhibitor lGPl)
lskemi
Skolegi Konservolif rekurent
Slrolegi lnvosif
Tes lreodmill ketiko stobil don + GPI
sebelum pulong ronop
Angiogrofl

Risiko Risiko tinggi


rendoh Treodmill score< ll dengon GP lnhibilor mes
k perfusi besor (lerutom bivolen : perlimbongkon
Teropi clopidogrel vs dopi CABG
onterior), def ek perf usi
medikomentoso
Teropi medikomenloso jongko ponjong

Gombor l Algoritme Pendekoton NSTEMI'


DIAGNOSIS BANDING
ST elevation myocardial infarction (STEMIJ.

TATALAKSANA3
. Nitrat diberikan sublingual atat buccal spray (0,3-0,6 mg). fika telah diberikan
3 dosis dengan jeda 5 menit tetapi nyeri tetap ada, maka berikan nitroglycerin
intravena (5-10 g/menit), titer infus dapat dinaikkan 10 gram/menit setiap 3-5
menit sampai gejala hilang atau tekanan darah sistol turun jadi < 100 mmHg.
Setelah 72-24 jam bebas nyeri, ganti nitroglycerin iv dengan oral/topikal.
. Beta Adrenergik Bloker : Metoprolol 4x25-50 mg po. fika diperlukan dan tidak
ada gagal jantung dapat dinaikkan bertahap 5 mg setiap L-2 menit.
. Atorvastatin 20-80 mg
. Calcium channel blockers: verapamiI atau diltiazem. Direkomendasikan untuk
pasien yang memiliki gejala persisten atau rekuren setelah terapi beta bloker
dan nitrat dosis penuh, atau pada pasien yang kontaindikasi ca channel blocker
. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) inhibitor
. Morfin (bila diperlukanJ ; 2-5 mg IV dapat diulang setiap 5-30 menit
. Antitrombotik

Tobel l. Obol Anlilrombotik podo NSTEMIT

Aspirin

Looding dose 300-600 mg lolu 7

Abciximob inf us

T rofibon

562
PROGNOSIS

Prognosis NSTEMI berdasarkan TIMI Risk Score dapat dilihat pada tabel 1

Tobel 2. Iimi Risk Score.4

Usio > 65 lohun

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
: Departemen
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam Divisi Kardiovaskular

UNIT TERKAII
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Unstoble Angino ond Non ST Elevotion Miocord Infork. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D,
Brounwold E, HouserS, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of lnternol medicine.
lSrh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 20l 1 .
2. L. Et oll. ACC/AHA 2007 Guidelines for the Monogement of Potients With Unstoble
Anderson, Jeffrey
Angino/Non-ST-Elevotion Myocordiol Inforction. Vol. 50, No. 7, 2007.
3. Wright, R. Scott. 201 I ACCF/AHA Focused Updote of the Guidelines for the Monogement of
Potients With Unstoble Angino/Non-ST-Elevotion Myocordiol Inforction (Updoting the 2007
Guideline). J Am Coll Cordiol, 2011:57 1920-1 959, doi:10. 1016/i.iocc.2011.02.009.
4. Goncolves, Pedro de Aroulo. Et oll. TlMl, PURSUIT, ond GRACE risk scores : sustoined prognostic
volue ond interoction with revosculorizotion in NSTE-ACS. Europeon Heort.Journol (2005) 26, 865-
872. Doi: I 0. I 093/euheortj/ehil 87.
SI EI.EV ATION M Y OC ARD'A I,
,NFARCflON (STEM )

PENGERIIAN
Menurut.ACC/AHA STEMI Guidelines 2004, STEMI adalah elevasi segmen ST >1mm
pada 2lead berturut-turut (baik prekordial atau limb leads). Progresifitas infark
miokard dibagi menjadi 1. akut (beberapa jam pertama-7 hari), 2. healing (7 -28hari),
dan 3. Sembuh (29 hari).1

DIAGNOSIS

Anomneso
Nyeri visera seperti terbakar atau tertusuk, letaknya biasanya di dada tengah atau
epigastrium, biasanya terjadi pada saat istirahat, terkadang menjalar ke lengan, dapat
juga ke perut, punggung, rahang bawah, dan leheq nyeri dibarengi dengan lemah,
nausea, keringat, muntah, ansietas.l

Pemeriksoon Fisik
Pucat, eketremitas teraba dingin, dapat ditemukan takikardi dan atau hipertensi
(pada anterior infark), bradikardi dan atau hipotensi (posterior infarc). Terdapat
bunyi jantung III dan IV, penurunan intensitas bunyi jantung, paradoxical splitting
pada bunnyi jantung II, dapat juga ditemukan transient midsystolic atau late systolic
apical systolic murmur karena disfungsi katup mitral. Pericardial friction rub dapat
ditemukan pada transmural STEMI. Pulsasi karotis seringkali menurun dalam volume. 1

[oboroloriumr
L. EKG: elevasi segmen ST dengan gelombang Q
Tobel l. Lokosi lnfork Miokord2

LAD
Distol LAD, lell coronory circumflex ortery (LCx), otou

1s%l
Ventrikel konon
Posterior

2. Serum Cardiac Biomarkers'.


. Cardiac-specific troponin 7 [cTnT) and cardiac-specific troponin I (cTnl)
meningkat >20 kali dari nilai normal tertinggi dan bertahanT -10 hari setelah
STEMI.

45

40

35

E30
o
;2s
(E

E20
(,
o
t 15
Y
't0

0
0 5 10 24
Waktu setelah onset nyeri dada
Keterongon: > = GPBB, o = mioglobin, r = Troponin T, segitigo penuh: CKMB

Gombor l. Diogrom Perbondingon Konsentrosi


Cordiocmotker.r

3. Pencitraan jantung
. Ekokardiografi: infark ventrikel kanan, aneurisma ventrikel, efusi perikardial ,
dan trombus ventrikel kiri. Doppler ekokardiografi untuk deteksi dan kuantitas
defek septum ventrikel dan regurgutasi mitral.
. Cardiac MRI
DIAGNOSIS BANDING
Unstable angina, Non ST Elevation Myocardial lffirction, gambaran EKG elevasi
segmen ST: perikarditis dengan miokard infark, kor pulmonal akut, kontusio miokard,
dressler's syndrome.

TATATAKSANA
Pada ruang emergensi
1. Aspirin: 160-325-mg tablet buccal, Ianjutkan 75-1.62 mg/hari.1
2. Jika hipoksemia, berikan suplementasi 02 2-4|/menit selama 6-72 jam
3. Kontrolketidaknyamanan
. Nitrogliserin sublingual 3x0,4 mg dengan jeda 5 menit. Bila gejala tidak hilang,
berikan nitrogliserin intravena.
. Morfin 2-4 mg intravena, dapat diulang sampai 3 kali dengan jeda 5 menit.
. Betablockeriv: Metoprolol5 mg. 2-5 menitsebanyak 3 kali. 15 menitsetelah dosis
ke-3, berikan 4x50 mg p.o selama Zhari,lalu 2x100mg. atenolol: 2,5-5 mg selama
2 menit, total 10 mg selama 10-15 menit. bisoprolol 1x2,5-10 mg. Percutaneous
Coronary Intervention (PCI): jika diagnosis meragukan, kontraindikasi terapi
fibrinolisis, ada renjatan kardiogenik, risiko perdarahan meningkat, atau gejala
tidak tertangani dalam 2-3 jam.
4. Terapi revaskularisasi
. Jika tidak tersedia sarana Intervensi Koroner Perkutan (lKP) atau tidak
mungkin mengerjakan IKP primer <2jam
a. Terapi Fibrinolisis s

. Waktu pemberian: efektifitas menurun dengan lamanya waktu, terutama


bila > 3 jam setelah onset
. Indikasi: serangan < 1,2 jam, elevasi segmen ST > 0,1 mV (>1mm) dalam 2
lead bertunlt-turut atau adanya Left Bundle Brqnch Block (LBBBJ
. Kontraindikasi:
- Absolut: neoplasma intrakranial, aneurisma, malformasi arteri vena,
strok non hemoragik atau trauma kepala tertutup dalam
3 bulan terakhic

perdarahan internal aktif atau adanya perdarahan diastesis, curiga


diseksi ;rorta
- Relatif: hipertensi berat dengan tekanan darah sistol > 180 atau diastol
> 1L0 mmHg, strok iskemik, resusitasi kardiopulmonal yang lama > l-0
menit, trauma atau operasi besar dalam 3 minggu terakhil, perdarahan
interna dalam 2-4 minggu terakhir, noncompressible vascular puncture,
kehami lan, menggunakan antikoagulan.
. Tissue Plasminogen Activator [tPA): 15 mg bolus iv, lanjutkan 50 mg selama
30 menit,lalu 35 mg selama 60 menit
. Streptokinase: 1,5 juta unit iv selama 1- jam
. Tenecteplase ITNK): 0,53 mg/kg iv bolus
. Reteplase (rPA): 2x10 juta unit bolus dalam 2-3 menit, jeda 30 menit antara
dosis pertama dan kedua.
b. Intervensi Koroner Perkutan [lKP): jika tersedia sarana ikp dan ikp bisa
dikerjakan <2 jam. jika tidak bisa berikan fibrinolitik
5. Tienopiridin2
. Clopidogrel300-600mg
. Prasugrel 60 mg
6. Glycoprotein IIb/llla Inhibitors (GP Ilb/llla inhibitors): bekerja menghambat
agregasi trombosit.2
7. ACE Inhibitor untuk hipertensi, akut miokard infark anteriot atau disfungsi
ventrikel kiri: captopril 3x6,25 mg, mulai dalam waktu 24 jam atau ketika stabil
(tekanan darah sistolik > L00 mmHg).3
8. Lipid-lowering agent (jika LDL > 70-L00 mg/dL, total cholesterol > 135 mg/dl):
Atorvastatin 10-80mg/hari, rosuvastatin 20-40 mg/hari.a

KOMPTIKASI
Disfungsi ventrikel, hipovolemia, gagal jantung kongestif, renjatan kardiogenik,
infark ventrikel kanan, aritmia, ventrikel takikardi dan fibrilasi.l

PROGNOSIS
Terapi jangka panjang dengan antiplatelet agent (biasanya aspirin) mengurangi
angka kekambuhan STEMI sebesar 25o/o.1

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
. RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan: Departemen Rehabilitasi Medik
. RS non pendidikan: Departemen Rehabilitasi Medik

567
IKP bisa dilaksanakan
Lebih baik <120 menit
<60 menit

Segera kirim ke RS
dengan fasilitas PCI

Lebih baik
< 90menit
Lebih baik
<30menit

Segera kirim
ke RS dengan
fasilitas PCI

.The tine point lhe diagnosis incomfirmed with patient


history and ECG ideally within 10 min from lhe firsl medical contacl(FMc)
All delay are related lo FMC (first medical contact)

FMC = firsl medical conlact, IKP = lnteruensi Koroner Perkutan, SIE /r/ = Sf Segment Elevalion ilyocardial ln[arclion

Algorilme Totoloksono STEMI

REFERENSI

1. ST Elevotion Miocord lnfork. Dolom: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson
J, Loscolzo J, editors. Horrlson's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo;
The McGrow-Hill Componies, 201 l.
2. Boyle, Andrew J. Joffe, Allon S. Acute Myocordiol lnforction. Dolom:Crowford, Michoel H. Current
Diognosis & Treotment Cordiology 3'd Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009.
3. Jois, Preeti. NSTEMI ond STEMlTheropeutic Updotes 201 l. Emergency Medicine Reports / Volume
32, Number 1 / Jonuory 1,2011.
1

4. Anderson, Jeffrey L.ST Segment Elevotion Acute Myocordiol Inforction ond Complicotions
of Myocordiol Inforction. Dolom: Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'd edition. Sounders:
Philodhelphio. 2007.
5. Wright,R Scott. 201 I ACCF/AHA Focused Updote of the Guidelines for the Monogement of Potients
With Unstoble Angino/Non-ST-Elevotion Myocordiol Inforction (Updoting the 2007 Guideline).
6. http://en.wikipedio.org/wiki/File:CordiocMorkerComporison.JPG

568
PENYAKIT JANTUNG KORONER

PENGERTIAN
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyempitan atau blokade arteri yang
mensuplai oksigen dan nutrisi ke jantung. Penyempitan itu dapat disebabkan
ateroskeloris yaitu akumulasi zat lemak pada bagian dalam arteri yang menyebabkan
keterbatasan aliran darah ke jantung.l

Faktor risiko Pf K:
7. Yang tidak dapat dimodifikasi: usia, riwayat keluarga, riwayat penyakit jantung
koroner sebelumnya, jenis kelamin (laki-lakiJ
2. Yang dapat dimodifikasi: merokok, obesitas, dislipidemia, hipertensi, diabetes
mellitus.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Nyeri dada, napas pendek, letih, Iemah, berkurangnya kapasitas aktivitas, palpitasi,
kaki bengkak, berat badan turun, gejala yang berkaitan dengan faktor risiko seperti
DM dan hipertensi.3

Pemeriksoon Fisik
Dapat ditemukan hipo/hipertensi, S4/S3 gallop, murmur, edema tungkai, dan
pemeriksaan fisik lain yang berkaitan dengan faktor risiko.3

Pemeriksoon Penunjong
. Darah: Darah lengkap, profil lipid, hemoglobin4r., gula darah I
. Elektrokardiografi : inversi gelombang T pada lead aVL
. Sfress testing
. Ekokardiografi
. Arteriografi jika ditemukan hasil tes risiko tinggi yaitu pada Tes Treadmill
ditemukan depresi ST > 2 mm atau > 1 mm pada stage 1 atau di > 5 lead atau
recovery > 5 menit, menurunnya tekanan darah, angina selama latihan, duke score
< -11, serta fraksi ejeksi <35o/o.

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit jantung hipertensi, angina pektoris stabil dan tidak stabil, infark miokard.
Gambaran EKG T inverted: miokarditis, kardiomiopati.

TATAIAKSANA4
Tujuan terapi: tekanan darah < 1.40/90 mmHg, Hbo,. . 7%, kolesterol LDL < 100
mg/dL(<70 mg/dL pada pasien dengan DM).
Non farmakologis : stop rokok, olahraga 30-60 menit/hari, kurangi berat badan
(BMI21.-25 ke/m')
. Hipertensi: ACE inhibitor, beta blocker, calcium channel blocker, diuretik
. Aspirin 8L-1.62 mgfhari, clopidogrel TS mg/hari, prasugrel
. Nitrat
. Hiperkolesterolemia : statin

KOMPTIKASI
Strok, infark miokard, aritmia

PROGNOSIS
Prognosis tergantung beratnya penyakit.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
1. Coronory ortery diseose definition. Diunduh dori : http://medicol-diciionory.thefreedictionory.
com/coronory+ortery+diseose podo tonggol 10 juni 2012.
2. Crowford, MH. Chronic lschemic Heort Diseose. Dolom :Crowford, Michoel H. Current Diognosis
& Treotment Cordiology 3d Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009.

570
3. lschemic heort diseose in odult. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S,
Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of
Americo; The McGrow-Hill Componies, 201'l .
4. The UCLA Comprehensive Atherosclerosis Treotment Progrom Clinicol Proctice Guideline. Diunduh
dori : vwwv.med.uclo.edu/chomp/CHAMPOSb.pdf podo tonggol l0 juni 201 2

5. Cordiovosculor Diseose (ASCVD) Prevention, Screening, ond Treotment Guideline. Diunduh dori
: http://www.ghc.org/oll-sites/guidelines/oscvd.pdf podo tonggol I0 juni 201 2.
BRA ART A

PENGERTIAN
Bradikardia adalah laju denyut jantung kurang dari 60 kali/menit. Pada orang yang
sering berolahraga, laju denyut jantung 50 kali/menit saat terjaga dapat merupakan
hal yang normal. Sinus bradikardia yang penting secara klinis umumnya didefinisikan
sebagai laju denyut jantung kurang dari 45 kali/menit yang menetap saat terjaga.
Disfungsi nodus sinus/ sinus node dysfunction (SND), atau Iebih dikenal dengan sick
sinus syndrome (S-SS), dapat juga merupakan manifestasi dari kegagalan akselerasi
laju sinus [kurangnya respons kronotropikJ dalam situasi seperti olahraga, gagal
jantung, demam, obat simpatomimetik, atau parasimpatolitik. Sangat penting untuk
menentukan bahwa SND termasuk sinus bradikardia pada seorang individu bukanlah
akibat sekunder dari obat kardioaktif seperti p-blockers atau calcium-channel blockers
non dihydropyridine.lKlasifikasi bradiaritmia secara umum dapat dilihat pada tabel 1.

Tobel l. Klosifikosi Brodikordiol

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anamnesisl'2
. Gejala bradikardia: pusing, lelah, exertional dyspnea, perburukan gagal jantung,
I ig htheade dness (presinkopJ, atau pingsan/sinkop
. Sindrom nervus vagus: episode vasovagal, muntah, bedah abdomen, prosedur
invasif saluran cerna atas dan bawah
. Penyakit komoabid: penyakit jantung koroner, iskemik atau infark miokard,
tumor intrakranial, tumor servikal dan mediastinum, peningkatan tekanan
intrakranial, hipoksia berat, myxedema, hipotermia, perubahan fibrodegeneratif,
fase konvalesens dari infeksi tertentu, depresi mental, sepsis gram negatif
a Riwayat konsumsi obat digitalis, antiaritmra
Riwayat penyakit infeksi (mis. Penyakit Chagas, meningitisJ
o Pasca bedah jantung dengan trauma pad.a sinus node
o Riwayat operasi mata, arteriografi koroner

Pemeriksoon Fisikl,2
. Tekanan darah, nadi: dapat ditemukan bradikardia, takikardia (padabradycardio-
ta c hy cardi a sy n dr o m e).
. Stimulasi sinus karotis: masase karotis dilakukan saatpasien supine dan nyaman,
dengan kepala menengok ke arah yang berlawanan dengan sisi yang distimulasi.
Auskultasi bruit karotis perlahan-lahan sebelum dilakukan masase karena dapat
terjadi emboli akibat masase. Palpasi sinus karotis pada bifurkasio arteri dengan 2
jari, pada sudut rahang sampai pulsasi yang bagus teraba. Dengan tekanan minimal
dapat menginduksi reaksi hipersensitivitas pada individu yang terkena. Apabila
tidak ada efek inisial, gerakan jari memutar atau sisi-demi-sisi (side-by-side) di
atas bifurkasio arteri dilakukan selama 5 detik. Respons negatif adalah kurangnya
efek pada EKG setelah penekanan adekuat selama 5 detik yang menyebabkan rasa
tidak nyaman yang ringan (tidak ada penurunan laju denyut nadi>20o/o). Karena
respons masase dapat berbeda pada kedua sisi, maneuver ini dapat dilakukan pada
sisi kontralateral, akan tetapi kedua sisi tidak boleh dirangsang secara bersamaan.
. Temuan fisik Iain sugestif penyakit struktural jantung.

Pemeriksoon Penuniongl -3
. EKG L2 sadapan. Interpretasi EKG dapat dilihat pada tabel 2.
. Ambulatory monitoring, Holter monitors (lebih lengkap lihat pada bab prosedur
Holter Monitoring), event monitors, implantoble loop recorders
. Tilt table testing: untuk menyingkirkan diagnosis sinkop neurokardiogenik
. Sulphate Atropine test
. Studielektrofisiologis
. Ekokardiografi
. Exercise testing

573
Tobe 2. nlerprelosi EKG podo brodiorilmiot-3

De

DIAGNOSIS BANDING
Sinus bradikardia fungsional, peningkatan rangsang vagal, kondisi gastrointestinal
dan neurologis, sinkop neurokardiogenik, hipersensitivitas sinus karotis (carotid sinus
syndrome/ collar syndrome, inflamasi (perikarditis, miokarditis, penyakit jantung
reumatik, penyakit Lyme), iatrogenik, pasca operasi, penyakit jantung kongenital,
penyakit infeksi.L3,a

TAIATAKSANA
. Apabila tanpa gejala [asimptomatik) ) terapi tidak diperlukanl
. Manajemen SND dan blok AV derajat II dan III : atropine 1 mg IV atau isoproterenol
1,-2 pg/menit infusan, pacu jantung sementara mungkin dibutuhkanl
. Sinus bradikardia : apabila curah jantung tidak cukup atau bila aritmia berkaitan
dengan laju denyut jantung pelan, berikan atropine 0,5 mg IV sebagai dosis inisial,
dapat diulang bila perlu. Pada episode sinus bradikardia simtomatik yang lebih dari

574
sesaat atau rekuren fmis. saat infark miokardJ, pacu jantung sementara mela]ui
elektroda transvena lebih disukai daripada terapi obat yang Iama atau berulang.
Pada sinus bradikardia kronis, pacu jantung permanen mungkin dibutuhkan bila
ada gejalaz
a Sinus aritmia: terapi biasanya tidak diperlukan. Meningkatkan laju denyut jantung
dengan olahraga atau obat-obatan umumnya menghilangkan sinus aritmia, Pada
pasien simtomatik, palpitasi dapat reda dengan sedatif/penenang, sedangkan
atropin, efedrin, atau isoproterenol untuk terapi sinus bradikardia2
a Blok AV: pacu jantung buatan sementara atau permanen. Eksklusi penyebab blok
AV reversibel berdasarkan kondisi hemodinamik pasien. Terapi farmakologis
adjuvan seperti atropin atau isoproterenol mungkin dibutuhkan bila blok berada
di AY node. Pacu jantung transkutaneus sangat efektifpada serangan akut, namun
durasi pemakaian sangat tergantung dari kenyamanan pasien dan kegagalan
menangkap ventrikel pada penggunaan jangka panjang. Bila pasien memerlukan
dukungan pacu jantung lebih dari beberapa menit ) gunakan pacu jantung
transvena. Sadapan pacu jantung sementara dapat diletakkan pada sistem vena
jugularis atau subklavia dan diteruskan ke ventrikel kanan. Pada kebanyakan kasus
blok AV node distal tanpa adanya resolusi ) pacu jantung permanen.3 Rekomendasi
implantasi pacemaker pada disfungsi SA node dapat dilihat pada tabel 3.

BRADIARITMIA PADA USIA TANJUT


SND paling sering terjadi pada dekade ketujuh atau kedelapan kehidupan akibat
penuaan dari sinus node. Chronotropic incompetence (CI) merupakan suatu kegagalan
peningkatan laju denyut jantung saat olahraga.3 Diagnosis CI dapat dipertimbangkan
pada pasien yang memiliki keluhan lelah atau dispneu saat berolahraga tanpa laju
denyut jantung meningkat menjadi >100x/menit (atau lebih tinggi pada pasien usia
mudaJ. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan formal menggunakan standar Protokol
Bruce, modifikasi Protokol Bruce atau Protokol Naughton. Penegakan diagnosis CI

didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk mencapai B5% laju denyut


jantung maksimal yang diprediksi sesuai umur dan jenis kelamin pada dosis maksimum
dobutamin @0 Vg/kg/menitJ yang digunakan pada studi dobutamine stress fesf.s

575
Tobel 3. Rekomendosi lmplonlosi Pocemoker podo DiSfungsi SA Node3

l.
2. loju

Kelelongon :

Kelos I : keuntungon jouh melebihi risiko prosedur don prosedur diniloi efektif sebogoi teropi
Kelos llo : keuntungon melebihi risiko prosedur don prosedur kemungkinon besor efektil sebogoi teropi
Keios llb :keuntungon mungkin melebihi risiko prosedur don kegunoon prosedur sebogoi teropi lidok tentu efektif
Kelos lll : Iisiko mungkin melebihi keuntungon prosedur don prosedu|tidok direkomendosikon untuk dikerjokon

KOMPTIKASI
Pacemaker syndrome, takikardia terkait pacu jantung.3

PROGNOSIS
Beberapa penelitian6'7 mengevaluasi morbiditas dan mortalitas pasien dengan SSS

yang menggunakan berbagai mode pacu jantung. Bila dibandingkan dengan pacu ventrikel,
pacu atrium berkaitan dengan insidens komplikasi tromboemboli, atrial fibrilasi, gagal
jantung, mortalitas kardiovaskulac dan morbiditas total lebih rendah.s,e Pasien dengan
SSS dengan gejala sinus bradikardia saja, memiliki prognosis yang lebih baik.a

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

576
REFERENSI
l. Akhtor M. Cordioc Arrythmios with Suproventriculor Origin. In: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine.
23rd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
2. Olgin J. Speciflc Arrhythmios: Diognosis ond Treotment. ln : Libby P, Bonow RO, Monn DL, Zipes
DP. Brounwold's Heort Diseose. 9th Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2012.
3. Sprogg D. The Brodyorrythmios. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo
J. Horrison's Principles of Internol Medicine. l8th Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
4. Adon V, Crown L. Diognosis ond Treotment of Sick Sinus Syndrome. Am Fom
Physicion. 2003 Apr I 5;57(B):1 725-1732.
5. Elhendy A, Domburg RT, Box JJ, et ol. The functionol signiflconce of chronotropic incompetence
during dobutomine siress test. Heort 1999;81:398-403
6. Lomos GA, Lee K, Sweeney M, Leon A, Yee R, Ellenbogen K, et ol. The mode selection triol
(MOST) in sinus node dysfunction: design, rotionole, ond boseline chorocteristics of the flrst 1000
potients. Am Heort J. 2000;140:54,)-5,l.
7. Tong CY, Kerr CR, Connolly SJ. Clinicol triols of pocing mode selection. Cordiol Clin. 2000;18:l-23.
8. Mongrum JM, DiMorco JP. The evoluotion ond monogement of brodycordio. N Engl J

Med. 2000;342:703-9.
9. Andersen HR, Nielsen JC, Thomsen PE, Thuesen L, Mortensen PT, Vesterlund T, et ol. Long-
term follow-up of potients from o rondomised iriol of otriol versus ventriculor pocing for sick-sinus
syndrome. Loncet. 1997;350:1210-6.

577
TAK AR TMIA

PENGERIIAN
Sinus takikardia didefinisikan sebagai peningkatan Iaju denyut sinus >100x/menit
sebagai respons stimulus fisiologis sesuai (mis. olahraga) atau stimulus berlebihan
(mis. hipertiroidisme). Kegagalan mekanisme yang mengatur laju denyut sinus dapat
menyebabkan sinus takikardia yang tidak sesuai. Penyebabnya antara lain pireksia,
hipovolemia, atau anemia, yang dapat berasal dari infeksi. Obat-obatan yang dapat
menginduksi sinus takikardia termasuk stimulan (kafein, alkohol, nikotin); komponen
yang diresepkan (salbutamol, aminofilin, atropine, katekolamin); terapi antikanker
(doxorubicin/adriamycin, daunorubicin); dan beberapa obat rekreasional/ilisit
(amfetamin, kokain, kanabis, "ecstasy').1
Istilah takiaritmia umumnya merujuk pada bentuk takikardia berkelanjutan
(sustained) atau tidak (nonsustained), yang berasal dari fokus miokardial atau sirkuit
reentrant.z Takiaritmia supraventrikular dapat terjadi tunggal atau sebagai kompleks
prematur berturut-turut atau dalam bentuktakikardiasustained ataunonsustarned, Definisi
nonsustained tachycardia adalah suatu aritmia dengan laju denyut jantung >100x/menit
yang berlangsung > 3x namun bertahan <30 detik. Sustained tachycardia adalah episode
pemanjangan takikardiayang berlangsung sedikitnya 30 detik atau diterminasi lebih awal
dengan intervensi, seperti obat-obatan intravena, overdrive pacing, atau direct current
electrical cardioversion karena situasi yang mendesak (urgent).3
Penting untuk membedakan takikardia ventrikular (VT) dari SVT dengan konduksi
intraventrikular abberant karena (a) VT umumnya lebih berat (meskipun SVT dapat
juga mencetuskan iskemia akut atau gagal jantungJ, dan (b) terapi Iini pertama SVT
seperti p-blocker dan calcium-channel blocker (CCBJ dapat mencetuskan kolaps
hemodinamik pada pasien VT. SVT pada pasien dengan bundle branch block (BBB)
dapat diidentifikasi dengan ketidaksesuaian QRS pada sadapan dada (kompleks
positif predominan pada VL-V2 hanya dengan right bundle branch b/ock IRBBB), dan
left bundle branch b/ock ILBBBJ hanya pada V5-V6. Sementara takikardia pacemaker-
dependent diidentifikasi berdasarkan pacemaker spikes dan adanya generator
pacemaker pada pemeriksaan klinis dan radiologis.a
PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr-3,s,6
. Palpitasi, melambatnya nadi atau pusing akibat denyut prematur, dengan
takiaritmia cepat dapat terjadi gangguan hemodinamik seperti pusing atau pingsan
akibat penurunan curah jantung atau sulit bernapas.
. Terkadang dapat terjadi rasa tidak nyaman pada dada yang menyerupai gejala
iskemi miokard.
. Kegagalan hemodinamik dengan berkembangnya fibrilasi ventrikel dapat
menyebabkan kematian mendadak/ sudden cardiac death (SCD).
. Kondisi jantung komorbid umumnya menentukan derajat keparahan gejala pada
laju jantung tertentu.
. Riwayat penyakit komorbid seperti hipertiroidisme.
. Perlu juga ditanyakan riwayat konsumsi obat-obatan stimulan (kafein, alkohol,
nikotin); komponen yang diresepkan [salbutamol, aminofilin, atropine,
katekolamin); terapi antikanker [doxorubicin/Adriamycin, daunorubicin); dan
obat adiktif (amfetamin, kokain, kanabis, "ecstasy')

Pemeriksoo n Fisik3.5-6
. Maneuver fisik saat takikardia : manewer Valsava atau masase sinus karotis
dapat menyebabkan peningkatan tonus vagal sementara; takiaritmia yang
bergantung pada nodus AV untuk kontinuasi dapat berhenti atau melambat
dengan maneuver ini, namun dapat juga tidak ada perubahan. Takikardia atrium
fokal sesekali berhenti karena respons stimulasi vagal, begitu juga takikardi
ventrikel yang jarang. Takikardia sinus sedikit melambat mengikuti stimulasi
vagal, dan kembali ke laju semula langsung setelahnya; respon ventrikel saat
fluter dan fibrilasi atrium dan takikardia atrium lainnya dapat menurun dengan
jelas. Selama takikardia QRS lebar 1:1 hubungan antara gelombang P dengan
kompleks QRS, pengaruh vagal dapat menggentikan atau memperlambat takikardia
supraventrikular (SVT) yang tergantung pada nodus AV; sebaliknya efek vagal
pada nodus AV dapat memblok konduksi retrograd sementara dan menegakkan
diagnosis VT yang menunjukkan disosiasi AV. Efek dari maneuver ini hanya
bertahan beberapa detik; sehingga pemantauan adanya perubahan pada EKG saat

maneuver ini dilakukan seringkali tidak dianggap


. Stimulasi sinus karotis (lebih lengkap lihat pada bab BradiaritmiaJ
. Temuan fisik sugestif penyakit struktural iantung (lebih lengkap lihat pada
bab Bradiaritmia)

579
Pemeriksoon Penunjottgz'3's
. Laboratorium (sesuai indikasi) : tes fungsi tiroid, elektrolit, urinalisis untuk obat ilisrt
. EKG 12 sadapan untuk mengkonfirmasi aritmia. Hasil ritme sinus harus dinilai
secara hati-hati pada pasien tanpa penyakit jantung struktural untuk bukti adanya
elevasi segmen ST pada V, dan V2yang konsisten dengan Brugada syndrome,
perubahan interval QT yang konsisten dengan long or short QT syndromes, atau
interval PR pendek dan gelombang delta yang konsisten dengan Wolff-Parkinson-
White (WPW) syndrome. Pola EKG ini mengidentifikasi kemungkinan substrat
aritmogenik yang dapat mengancam nyawa dan membutuhkan evaluasi dan terapi
lebih lanjut. Interpretasi EKG pada SVT dapat dilihat pada tabel 1.
. Holter onitoring selama 24 jam sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan
m

gejala harian, event monitor (King of Hearts) apabila gejala mingguan


. Rawat inap dan pemeriksaan elektrofisiologis pada pasien dengan penyakit jantung
struktural dan sinkop yang dicurigai takikardia ventrikel dengan pertimbangan
kuat alat implantable cardioverter/defibrillator (lCD).
. Penilaian ukuran dan fungsi ventrikel kiri dan kanan dengan ekokardiografi pada
pasien takikardia ventrikel.

Tobel l. lnlerprelosi EKG podo Tokikordio Suprovenlrikulor3

nyo

s80
siow

Kelerongon : *lokosi osol biosonyo berosol dori infronodol, AV = otriovenlrikulor

Evoluosi posien dengon polpilosi, pre-sinkop, don/olou sinkop

Penyokit jontung sirukturol? (PJK, Rujuk ke studi elektrofisiologi


kordiomiopoti, penyokit kotup) (EP study)
Anomneso, EKG, echo, exercise iesling Kemungkinon ICD

Tidok
Tilltoble lesting,
ombulolory Ya Tidak
Bose/ine EKG Bogoimono
moniloring, keloinonnyo?
rujuk ke studi EP normol?
bilo rekuren

Long QI (LQTS)
Pre-eksitosi I otou 2 AV block Tondo Brugodo lnfork lomo
(wPW) otou QRS lebor Epsilon wove/R' V1

{ARVD)

Mungkin SVT Mungkin Mungkin sindrom


brodioritmio SCD yong
diturunkon

Rujuk ke studi EP Rujuk ke studi EP Rujuk ke studi EP

Ablosi Pocu jontung Kemungkinon ICD

Keterongon : Echo = ekokordiogrofi, WPW = Wolff-Porkinson-White, ICD = implontoble cordioverter-deflbrilloior,


p-.11= penyokit iontung koroner, ARVD= orrythmogenic righl ventriculor dysplosio, AV = otrioventikulor, SCD = sud-

den cordioc deoth, LQTS = Long QT syndrome

Gombor l. Algorilmo evoluosi posien dengon gejolo polpitosi, pusing, don/olou sinkop4
Kriterio diognosis tokikordio sinus berdosorkon melode invosif don non-invosif
(Acc/AHA/ESC 2003) :1
. Adanya takikardia sinus persisten 0aju denyut jantung >100x/menit) saat
siang hari dengan peningkatan laju berlebihan dalam merespons aktivitas dan
normalisasi lalu denyut jantung pada malam hari yang dikonfirmasi dengan
monitor Holter selama 24 jam.
. Takikardia dan gejalanya bersifat non-paroksismal.
. Morfologi gelombang P dan aktivasi endokardium identik dengan ritme sinus.
. Eksklusi penyebab sekunder sistemik (mis. hipertiroidisme, feokromositoma,
p hy s i c al d e c ond iti o n i ng)

DIAGNOSIS BANDING
Hipertiroidisme, tirotoksikosis, feokromositoma, sindrom Brugada, sindrom Wolff-
Parkinson-White, sindrom long QT.1'2

TATATAKSANA
Tatalaksana primer takikardia sinus yaitu identifikasi penyebab serta
mengeliminasi atau mengobatinya. Beta blocker dapat menjadi sangat berguna dan
efektif pada takikardia sinus simptomatis fisiologis yang dipicu oleh stres emosional,
dan gangguan lain terkait ansietas; manfaat prognostik pasca infark miokard;
simptomatis dan manfaat prognostik pada kondisi lain dengan etiologi sinus takikardia
ireversibel seperti gagal jantung kongestif; dan tirotoksikosis simptomatis yang
dikombinasikan dengan carbimazole atau propylthiouracyl (PTU). Nondihydropyridine
calcium-channel blockers, seperti dilitiazem atau verapamil, dapat bermanfaat pada
pasien tirotoksikosis simptomatis apabila beta blocker dikontraindikasikan.l Terapi
SVT dapat dilihat pada tabel 2. Tatalaksana AF dapat dilihat pada tabel 3.

Tobel 2. Totoloksono SVT]3.5

sinus

AVNRT

N PJT

582
Kelerongon:
*Hindori odenosin don ogen nodus podo WPW koreno dopot menceiuskon fibrilosi otrium. siopkon defibrilotor
**Ablosi koleler memiliki lingkot kesukseson tinggi podo fluter otrium/AVNRT
-95%, fibriiosi otrium -80%
n/o - tidok iersedio, CCB = co/cium-chonne/ blockers, RFA= rodiofrequency oblotion, AVNRT = ofriovenlriculor nodolreenlront
tochycordio, AVRT = olriovenlriculor reciprocoting tochycordio, NPJT = nonporoxysmol iunclionol tochycordio, prn = bilo perlu

Tobel 3. Tololoksono Fibrilosi Atrium (AF) podo seting okut6

Podo

Kelerongon:
*Onset bervoriosi don beberopo efek terjodi lebih owol Obot disusun berdosorkon susunon olfobel
r*Amiodoron dopot digunokon untuk mengontrol loju denyul jontung podo AF opobio tindokon loinnyo tidok berhosil olou
dikontroindikosikon
.*.Apobilo rilme lidok dopot dikonversi otou dioblosi, nomun konlrol loju denyut jonlung diperlukon, omiodoron lV dionjurkon
6BP = hipotensi , HB = heort block, 6HR = brodikordio, HF = gogol jonlung, n/o = nat opplicoble

583
Tobel 4. Teropi Pemelihoroon AF Kronis don pc!!e Non-okul6

Kelerongon:
'Onset bervoriosi don beberopo efek terjodi lebih owol Obot disusun berdosorkon susunon olfobe't
*'Amiodoron dopot digunokon untuk mengonlrol loju denyul jontung podo AF opobilo tindokon loinnyo lidok berhosil otou
dikonlroindikosikon
JBp = hipotensi , HB = heorl b/ock, JHR = brodikordio, HF = gogol joniung

Pencegohon lromboemboli podo AF6


. Terapi antitrombotik diberikan pada semua pasien dengan AF, kecuali pasien
dengan lone AF atau memiliki kontraindikasi
. Pemilihan agen antitrombotik sebaiknya berdasarkan risiko absolut stroke dan
perdarahan, dan risiko relatif dan manfaat pemberian bagi pasien
. Pada pasien tanpa katup jantung mekanis dengan risiko tinggi stroke, terapi
antikoagulan kronis dengan antagonis vitamin K dianjurkan pada dosis penyesuaian
untuk mencapai target INR 2,0-3,0 kecuali dikontraindikasikan
. Pada pasien dengan katup jantung mekanis, target intensitas antikoagulan
)
sebaiknya berdasarkan tipe prostetik dengan pemeliharaan INR sedikitnya2,5
. INR sebaiknya diperiksa sedikitnya setiap minggu selama inisiasi terapi dan
bulanan setelah antikoagulasi stabil

584
. Aspirin 81-325 mg/hari dianjurkan sebagai alternatif antagonis vitamin K pada
pasien risiko rendah atau pada pasien dengan kontraindikasi oral antikoagulasi

Tobel 5. Pilihon Teropi podo VT4

Elektrik

Kelerongon:
rBiosonyo bukon merupokon teropi pilihon perlomo
?Alropin, odrenolin unluk cordioc orresl; mognesium su/fote, isoproterenol unluk lorsodes des poinfes
38iosonyo VT tidok merespon teropi medis sojo, don memerlukon revoskulorisosi koroner emergensi otou RFA
DCC = direcf cunent cordioversion; ICD = imploniob/e cordioverter defibrillolor

KOMPTIKASI
Tromboemboli, gagal jantung, kematian mendadak.6

PROGNOSIS
Tergantung penyebab, berat gejala dan respons terapi

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
: Departemen
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT IERKAII
. RS Pendidikan Departemen Patologi Klinik, Medical High Care / ICCU
. RS non Pendidikan Bagian Patologi Klinik, ICCU

REFERENSI
'I
. Blomsirom-Lundqvist C, et ol. ACC/AHA/ESC guidelines for ihe monogement of potients with
suproventriculor orrhythmios: o report of the Americon college of cordiology/Americon heort
ossociotion tosk force on proctice guidelines ond the Europeon society of cordiology committee
for proctice guidelines (writing committee to develop guidelines for the monogement of potients
with suproventriculor orrhythmios) Developed in Colloborotion with NASPE-Heort Rhythm Society
J Am Coll Cordiol, 2OO3: 42:1493-1531

585
2. Morchlinski F. The Tochyonythmios. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL,
Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8th Edition. New York, Mccrow-Hill. 2012.
3. Akhtor M. Cordioc Arrythmios with Suprovenkiculor Origin. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine.
23rd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
4. Adelmonn GA. Rhythm ond Conduction Disorders. ln : Cordiology Essentiols in Clinicol Proctice.
London. Springer-Verlog. 20l I

5. Olgin J. Approoch to the Potient With Suspected Arrythmio. ln:Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine.
23rd Edition. Philodelphio. Sounders, EIsevier. 2008.
6. Olgin J, Zipes DP. Speciflc Anhythmios: Diognosis ond Treotment. ln : Libby P, Bonow RO, Monn
DL, Zipes DP. Brounwold's Heort Diseose.9th Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier.20l2.
7. Fuster V, et ol.20ll ACCF/AHA/HRS Focused Updotes lncorporoted Into the ACC/AHA/ESC
2005 Guidelines for the Monogement of Potients With Atriol Fibrillotion: A Report of the Americon
Coilege of Cordiology Foundotion/Americon Heort Associotion Tosk Force on Proctice Guidelines.
Circulotion 2O11;123:e269 - e367 .
CARD'A C ARREST

PENGERIIAN
Cardiac arrest didefinisikan sebagai berhentinya fungsi mekanis jantung secara
mendadak, yang mungkin dapat reversibel dengan intervensi cepat namun dapat
menyebabkan kematian apabila tidak ada intervensi.l

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr
Didapatkan secara aloanamnesis. Dapat diawali dengan riwayat peningkatan
angina, dispneu, palpitasi, mudah Ielah, dan keluhan tidak spesifik lainnya. Akan tetapi
gejala prodromal umumnya prediktif untuk penyakit jantung, namun tidak spesifik
untuk memprediksi sudden cardiac death (SCD).

Pemeriksoon Fisik''2
. Nadi tidak teraba

Pemeriksoon Penunjong',2
. EKG : dapat ditemukan fibrilasi ventrikel, takikardia ventrikel, artifak EKG yang
mirip dengan fibrilasi ventrikel, left bundle branch blockbaru

DIAGNOSIS BANDING
Hipovolemia, hipoksia, asidosis, hipokalemia/hiperkalemia, hipotermia, tension
pneumothora& tamponade jantung, toksin, trombosis paru, trombosis koroner.2

TATALAKSANA
Tatalaksana cardiac arrest dapat dilihat pada gambar 1.
Perhlmpunon DolJe. Spesio l Penyok;l Dolonr lndoneslo

Cordioc orrest dewasa


1
Teriak untuk bantuan/ Kuolitos CPR
respons emergensr . Tekon 5 cm don cepot (>100x/
menit), o/iow comp/ele chest
recoil
Mulai CPR berikan
oksigen, tempelkan monitor/defibrilator
. Kurongi interupsi soot kompresi
. Hindori ventilosi berlebihon
. Rotosi kompresor tiop 2 menit
2 Ya
Tidak 9 . Bilo tidok odo odvonced oirwoy,
Rhythm gunokon rosio kompresi-ventilosi
shockob/e?
Asistol / PEA
30:2

R . Kopnogrofi kuontitotif: bilo


PETCO2 <10 mmHg, tingkotkon
kuolitos CPR
4
CPR 2 mnt
. Tekonon introorteri: bilo tekonon
Akses lVllO fose reloksosi (diostolik) <20
mmHg, tingkotkon kuolitos CPR
Relurn of Sponloneous Circulolion
10
,Tidak (Rosc)
Rhythm CPR 2 mnt . Nodi don tekonon doroh
shockoble? Akses lV/lO, Epinefrin . Kenoikon PETCO2 >40 mmHg
tiap 3-5 mnt, berkelonjuton
pertimbangkan odvo nced . Gelombong tekonon orteri spon-
oirwoy, copnogrophy
ton dengon monitor introorteriol
CPR 2 mnt Shock energy
Epinefrin tiap 3-5 . Bifosik: dosis inisiol 120-200 J: bilo
mnt, pertimbangkan tidok diketohui, gunokon dosis
odvonced oirwoy, moksimum yong tersedio. Dosis
copnogrophy Ya keduo don selonjutnyo seboi-
Rhythm
knyo ekuivolen otou lebih tinggi
shockoble? . Monofosik: 360 J
Rhythm Teropi obol
shockob/e? Tidak . Epinefrin lV/lO I mg per 3-5 menit
11 . Vosopressin lV/lO 40 unit dopot
Ya
CPR 2 mnt menggontikon dosis epinef rin
Tatalaksana etiologi pertomo don keduo
CPR 2 mnt
reversibel . Amiodoron lV/lO Dosis pertomo
Amiodarone, 300 mg bolus, dosis keduo l50
tatala ksa na mg
etiologi reversibel
Advonced oirwoy
Tida
. lntubosi endotrokeol otou supro
Rhythm YA
glotlic odvonced oirwoy
shockob/e? . Kopnogrofi wovef orm untuk kon-
firmosi don monitor pemosongon
ETT
12
. RR: 8-lOx/menit dengon kompresi
Tanda kembalinya sirkulasi dodo kontinu
Lanjut ke 5 atau 7
spontan / ROSC (-) ) lanjut ke Eliologi reversibel
10 atau 11 Bila ROSC (+) ) post-
)lihot podo diognosis bonding
cordioc orrest core

Gombor l. Algoritmo Penongonon Cordioc Aresf (ACLS 2010),

588
PERAWAIAN PASCA RESUSITASI
Fase tatalaksana ini ditentukan oleh seting klinis cardla c arrest. Fibrilasi ventrikel
primer pada infark miokard akut (tidak diikuti dengan keadaan low-output) umumnya
sangat responsif terhadap resusitasi dan mudah dikontrol setelah peristiwa inisial.
Dalam seting rumah sakit (RSJ, dukungan respirator umumnya tidak diperlukan
atau hanya diperlukan dalam waktu singkat, dan stabilisasi hemodinamik dilakukan
segera setelah defibrilasi atau kardioversi. Pada fibrilasi ventrikel sekunder pada
infark miokard akut [abnormalitas hemodinamik yang berpotensi aritmia fatalJ, usaha
resusitasi jarang berhasil, dan pasien yang sukses diresusitasi memiliki rekurensi
tinggi. Gambaran klinis dan prognosis didominasi oleh instabilitas hemodinamik
dan kemampuan untuk mengontrol disfungsi hemodinamik. Bradiaritmia, asistole,
dan pulseless electrical activity (PEA) seringkali merupakan peristiwa sekunder pada
pasien dengan hemodinamik tidak stabil. Fase rawat inap dari korban selamat dari
cardiac arrest di luar RS ditentukan oleh masalah klinis spesifik. Yang paling sulit
adalah adanya ensefalopati anoksia, yang merupakan prediktor kuat kematian dalam
RS, Tambahan manajemen terkini dari kondisi ini adalah hipotermia yang diinduksi
untuk menurunkan kebutuhan metabolik dan edema serebral.l

KOMPTIKASI
Ensefalopati pasca resusitasi, kematian

PROGNOS!S
Prognosis cardiac arrest di dalam RS terkait penyakit non-kardiak buruk, dan
perawatan pasca resusitasi didominasi oleh penyakit komorbid. Pasien dengan kanker
stadium akhiq, gagal ginjal, penyakit sistem saraf pusat akut, infeksi tidak terkontrol,
memiliki survival rate <1,0o/o.r

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
: Departemen
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Medical High Care / ICCU
. RS non pendidikan ICCU

REFERENSI
l. Costellonos A, Myerburg RJ. Cordiovosculor Collopse, Cordioc Arrest, ond Sudden Cordioc
Deoth. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles
of Internol Medicine. l8 h Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
2. Novorro K, et ol. Port 5: Monoging VFlPulseless
Sinz E, VT. Advonced Cordiovosculor Life Support
Provider Monuol. Americon Heort Associotion. 201 I
EKSTRASISTOL VENT IKULAR

PENGERTIAN
Ekstrasistol ventrikular f premature ventricular contractions (PVC) merupakan
suatu aritmia yang terlihat jelas pada elektrokardiogram dengan lebar [umumnya
>120 milidetikJ dan morfologi QRS unik, yang terjadi akibat aktivasi atrium secara
independen (gelombang P). PVS dapat terjadi akibat peningkatan automatisitas,
aktivitas yang dipicu, atau re-entry.1 Macam-macam PVC dapat dilihat pada tabel 1.

Tobel 1. Mocom-mocom PVC2

Kelerongon:
'Seringkoli PVC lidok menyebor secoro retrogrod ke sinus node, sehinggo 2 gelombong P konsekutif
gogol mengoklivosi ventrikel: perlomo okibol PVC, don keduo, koreno PVC mencopoi ventrikel podo
periode refrokler posl-PVC. Honyo gelombong P ke-3 yong dopol mencopoi venirikel; sehinggo jedo
post-PVC somo dengon 2x siklus lontung normol (onloro gelombong P pertomo donk e-3). Ini odoloh ful/
compensotory pouse Apobilo PVC berjolon retrogrod don depolorisosi sinus, selonjutnyo okon di-resef,
don compensolory pouse menjodi ,ncomp/efe (nomun lebih ponjong dori normol, dengon durosi konduksi
re'frogrod); ini merupokon inlerpolosi dori PVC
VT = tokikordio ventrikel; VF = fibrilosi ventrikel: HR = heortrote
PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesisl,3
. Umumnya asimptomatik
. Palpitasi, rasa tidak nyaman pada leher atau dada, sinkop
. Pasien akan merasa jantungnya seolah-olah berhenti berdenyut setelah suatu PVC
. Pada pasien dengan penyakit jantung dan PVC frekuen jangka panjang, dapat
menyebabkan angina, hipotensi, atau gagal jantung
. Riwayat penyakit komorbid seperti penyakit jantung struktural fiskemia atau
penyakit katup j antung)
. Perlu juga ditanyakan riwayat konsumsi obat-obatan digitalis, kebiasaan
mengonsumsi tembakau, kafein, alkohol berlebihan

Pemeriksoon Fisikl,3
. Tekanan darah (dapat ditemukan hipotensi), nadi [dapat ditemukan denyut ektopik
yang diikuti dengan long pause), dapat diikuti dengan menurunnya intensitas bunyi
jantung, pulse oxymetry fhipoksia dapat memicu PVC)
. Gelombang A atau giant A pada pulsasi vena jugularis, splitting bunyi jantung II,
dapat juga terdapat bunyi jantung S3 dan ronki [pada gagal jantung kongestif),
hipertensi dan 54 pada PVC dengan hipertensi lama
. Temuan neurologis : agitasi dan temuan aktivasi simpatis (dilatasi pupil, kulit kering
dan hangat, tremo(, takikardia, hipertensi) sugestif katekolamin sebagai penyebab
PVC

Pemeriksoon Penunjongl,3
. Laboratorium (sesuai indikasi): elektrolit [terutama kalium dan magnesiumJ,
kadar obat digitalis dalam serum darah, skrining obat-obatan
. EKG 12 sadapan selama 2 menit dapat membantu untuk menentukan frekuensi
ektopi dan merekam PVC infrekuen. Pada EKG dapat ditemukan hipertrofi ventrikel
kiri, iskemia jantung aktif (ST depresi atau elevasi, T-inverted), infark miokard
sebelumnya fgelombang Q atau hilangnya gelombang R, bundle branch block),
gangguan elektrolit IQT memanjang, gelombang T hiperakutJ, efek obat IQRS
melebar, QT memanjangJ, gambaran morfologi PVC. Derajat keparahan PVC dapat
diukur dengan skoring Lown yaitu nilai 0 = tidak ada PVC, 1 = sesekali [<30/jam),
2 = frekuen (>30/iam), 3 = multiform,4 = repetitif (A= couplets, B = Salvos atau
>3J, 5 = pola R-on-T. Semakin tinggi nilai Lown, maka PVC makin serius.
a Holter monitoring selama 24 jam untuk menentukan kuantitas dan karakteristik
PVC.
a Ekokardiografi berguna untuk evaluasi fraksi ejeksi, yang berguna untuk
menentukan prognosis dan juga mengidentifikasi penyakit katup atau hipertrofi
ventrikel.

DIAGNOSIS BANDING
Sindrom koroner akut, infark miokard, miokarditis, fibrilasi ventrikel, takikardia
ventrikel

TATALAKSANAIs
. Secara umum tidak perlu diterapi, terutama pada pasien yang tidak memiliki
penyakit jantung struktural.
. Indikasi terapi primer adalah meredakan gejala.
. Terapi lini pertama adalah B-blocker: atenolol 25-100 mg/hari atau metoprolol
50-200 mg/hari. Apabila tidak efektif, amiodaron dapat dipertimbangkan.
. Obat antiaritmia kelas I atau kelas III dapat dipertimbangkan, namun potensi untuk
proaritmia dan toksisitas organ harus menjadi pertimbangan. Alternatif pada
pasien simptomatis, terutama yang tidak memiliki penyakit jantung struktural,
adalah ablasi kateter radiofrekuensi (RFA).
. PVC yang mengikuti denyut ventrikel lambat dapat dihilangkan dengan
meningkatkan Iaju denyut jantung dasar dengan atropine atau isoproterenol atau
dengan pacu jantung, sementara menurunkan HR pada pasien dengan takikardia
sinus dapat menghilangkan PVC.
. PVC frekuen, meskipun dalam seting rnfark miokard akut, tidak perlu diterapi,
kecuali memberi kontribusi hemodinamik kompromais. Pada pasien rawat inap
dapat diberi lidokain. Apabila dosis maksimum lidokain maksimal tidak berhasil,
procainamide IV dapat diberikan. Propranolol dianjurkan bila obat lain tidak
berhasil.
. Koreksi gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan hipoksia

KOMPTIKASI
Takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel, kematian mendadak

PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

s92
UNIT YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
. RS non pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
I . Lermon BB. Ventriculor Arrythmios. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio.
Sounders, Elsevier. 2008.
2. Adelmonn GA. Rhythm ond Conduction Disorders. In :Cordiology Essenliols in Clinicol Proctice.
London. Springer-Verlog. 201 1

3. Olgin J, Zipes DP. Ventriculor Rhythm Disturbonces. ln : Libby P, Bonow RO, Monn DL, Zipes DP.
Brounwold's Heort Diseose. 91h Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2012

s93
GAGAT JANTUNG

PENGERTIAN
Merupakan sindrom klinis yang terjadi karena abnormalitas struktur dan/atau
fungsi jantung yang diturunkan atau didapat sehingga mengganggu kemampuan
pompa jantung. Ada beberapa istilah gagal jantung :1'a
. Berdasarkan onset tejadinya:
o Gagal jantung akut : adalah suatu kondisi curah jantungyang menurun secara
tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifeq,
disebabkan sindrom koroner akut, hipertensi berat, regurgitasi katup akut.
o Gagal jantung kronik/kongestif: adalah suatu kondisi patofisiologis terdapat
kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan,
terjadi sejak lama.
. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan keluhan hipoperfusi. Gagal
jantung diastolik yaitu gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel atau
disebut juga gagal jantung dengan fraksi ejeksi > 50o/o.
. Gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri disebabkan
kelemahan ventrikel kiri, sehingga meningkatkan tekanan vena pulmonalis
dan paru, sedangkan gagal jantung kanan terjadi akibat kelebihan melemahnya
ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekundeI tromboemboli
paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik.
. Low output dan high output heartfailure fsecara klinis tidak dapat diebdakan)
o Low output heartfailure adalah gagal jantung yang disertai disebabkan oleh
hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikardium.
o High output heort failure adalah gagal jantung yang disertai penurunan
resistensi vaskular sistemik seperti pada hipertiroidisme, anemia, kehamilan,
fistula A-V beri-beri, dan penyakit Paget.
. Berdasarkan klasifikasi NYHA :
Tobel l. Klosifikosi Gogol Jontung berdosorkon NYHA3a

Tobel 2. Penyebob Gogol Jonlung Akut5

595
Klosifi kosigogol jontung okul2'5
Klasifikasi Killip
o, Stage l: tidak ada gagal jantung, tidak ada tanda klinis yang menunjukkan
dekompensasi kardiak
b. Stage lI: gagal jantung, kriteria diagnosis : ronki di basal paru, S3 gallop, dan
hipertensi vena pulmonal
c. Stage lll: gagal jantung berat yang ditandai adanya edema pulmonal dengan ronki
di seluruh lapangan paru.
d. Stage lY : rejatan kardiogenik yang ditandai hipotensi [tekanan darah sistolik
< 90 mmHG), vasokontriksi perifer seperti oligouria, sianosis, dan diaforesis.

Klasifikasi ini dikembangkan untuk pasien dengan infark miokard akut, terdiri dari:
1,. Klasifikasi Forrester
Pasien diklasifikasikan berdasarkan hipoperfusi perifer, kongesti pulmonal,
hemodinamik, dan meningkatnya tekanan kapiler pulmonal, dikembangkan untuk
infark miokard akut
2. Klasifikasi berdasarkan perfusi dan kongesti (Klasifikasi Stevenson):
a. Kategori Forrester 1 fgrup A) : warm and dry. Berisiko tinggi menderita gagal
jantung tetapi tanpa kelainan struktur jantung atau tanpa adanya keluhan gagal
jantung
b. Kategori Forrester 2 [grup B) : warm and wet. Adanya penyakit struktur jantung
tanpa keluhan atau tanda gagal jantung, PCWP > 1B mmHg
c. Kategori Forrester 3 (grup C) : cold and dry. Adanya penyakit struktur jantung
dengan keluhan atau tanda gagal jantung, hipoperfusi: cardiac index < 2,2
d. Kategori Forrester 4 (grup D) : cold and wet. Gagal jantung refrakteq, kongesti
paru dan hipoperfusi
3. Klasifikasi berdasarkan Framinghom
a. Kriteria major:
o Paroxysmal nocturnal dyspnea
o Distensi vena leher
o Ronki paru
o Kardiomegali
o Edema paru akut
o Gallop 53
o Peninggian tekanan vena jugularis
o Refluks hepatojugular

596
b. Kriteria minor;
o Edema ekstremitas
o Batuk malam hari
o Dispnel d'effort
o Hepatomegali
o Efusi pleura
o Penurunan kapasitas vital 1,/3 dari normal
o Takikarida (> 120 kali/menit)
4. Klasifikasi berdasarkan dominasi jantung yang kiri atau kana yaitu :

a. Forward acute heart failure_


b. Left heart backward failure : yang dominan gagal jantung kiri
c. Rightheartbackwardfailure: berhubungan dengan disfungsi paru dan jantung
sebelah kanan.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Fatigue, dyspnea, shortness of breath. Keluhan dapat berupa keluhan saluran
pencernaan seperti anoreksia, nausea, dan rasa penuh. fika berat dapatterjadi konfusi,
disorientasi, gangguan pola tidur dan mood.1

Pemeriksoon Fisik
Posisi pasien dapat tidur terlentang atau duduk jika sesak. Tekanan darah dapat
normal atau meningkat pada tahap awal, selanjutnya akan menurun karena disfungsi
ventrikel kiri, Penilaian perfusi perifer, suhu kulit, peninggian tekanan pengisian vena,
adanya murmur sistolik, murmur diastolik, dan irama gallop perlu dideteksi dalam
auskultasi jantung. Kongesti paru ditandai dengan ronki basah pada kedua basal paru.
Penilaian vena jugular dapat normal saat istirahat tetapi dapat meningkat dengan
adanya tekanan pada abdomen (abdominojugular reflux positif). Pada abdomen
adanya hepatomegali merupakan tanda penting pada gagal jantung, asites, ikterus
karena fungsi hepar yang terganggu. Edema ekstremitas yang umumnya simetris
dapat ditemukan.l

Pemeriksoon Penunjong
. Laboratorium : DPL, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin, enzim hati
. Analisa gas darah

597
a Natriuretic peptide (B type natriuretic peptides/BNP atau NT-pro BNP)
a Elektrokardiografi
a Foto toraks
a Ekokardiografi
a Exercise Testing

Dicurigoi gogol jontung okut

joniung?
Pemeriksoon EKG/BNP/Rontgen

Abnormol Normol

e kokordiogrofl/pemeriksoon Pikirkon diognosis loin


loin

Abnormol Normol

Pemeriksoon loin
Gogol jontung ditentukon
(ongiogrofi, monitor
dori ft
hemodinomik, PAC)

Menentukon tipe
don derojot keporohon

Gombor l. Algorilmo Pendekolon Diognosis Podo Gogol Jonlung Akuls

Menentukon fungsi ventrikel


ILVEF /left ventriculor ejection froction)

LVEF berkurong Preserved LVEF


( < 40%) (> 40%)

Disfungsi sistolik
ventrikel kiri

Disfungsi Disfungsi Penyebob loin dori


dioslolik sistolik tronsien gogol jontung
Kesolohon dolom diognosis
/pemeriksoon

Gombor 2. Algorilmo Pendekoton Gogol Jonlung dori Fungsi Venlrikels

598
Dicurigoi gogol jontung

Anomnesis, pemeriksoon fi sik,


pemeriksoon penunjong

Diognosis Gogol jontung Diognosis


tidok tepot equivocol post

Pikirkon Pemeriksoon Gogol


diognosis loin NP, ekokordiogrof) jontung

Niloi NP Niloi NP Niloi NP


normol sedong tingi

Ekokordiogrofi Ekokordiogrofi Ekokordiogrof) Ekokordiogrofi Ekokordiogrofi Ekokordiogrofi


normol obnormol normol obnormol normol obnormol

Kemungkinon Kemungkinon Kemungkinon


Kemungkinon gogol jonlung Kemungkinon gogol jontung
bukon gogol gogol jontung
jontung lopi pikirkon gogol jontung lopi pikirkon
diognosis loin diognosis loin

Gombor 3. Algoritmo Pendekoton Diognosis podo Gogol Jonlung6

DIAGNOSIS BANDING
Acute respiratory distress syndrome, gagal ginjal.

TATALAKSANA

Gogoljonlung okut7,8
Oksigen
. Ventilasi non invasif (dengan PEEP/positive end-expiratory pressure)
o Indikasi : Edema paru kardiogenik, gagal jantung akut hipertensif.
o Kontraindikasi : pasien tidak kooperatif, diperkirakan perlu segera pemakaian
intubasi endotrakial karena hipoksia yang progresif
o Penyakit obstruksi saluran napas berat leih hati-hati dalam pemberian
. Morfin : jika pasien gelisah atau ada nyeri dada. Dosis 2.5-5 mg IU bolus intravena
(iv).
. Diuretika loop
. Vasodilator [tabel 5J

599
o diberikan jika tidak ada tanda-tanda hipotensi yang simptomatik, tekanan
sistolik < 90 mmHg atau penyakit valvuler yang serius
o Nitrat/nitroprusside iv bila tekanan darah > 110 mmHg,
Nesiritide : menurunkan tekanan pengisisan ventrikel kiri.
Obat-obat inotropik (tabel 6)
o Indikasi: tekanan sistolikrendah, cardiacindexrendah dengan adanyatanda-
tanda hipoperfusi atau kongesti.
o Dobutamin
o Dopamin
o Milrinone dan enoximone
o Levosimendan

Tobel 4. Jenis Diuretiko podo Gogol Jontung Akul67

Bumetonide olou 0.5-r Dosis dititrosi

Berot 00

Refroktor terhodop

Tobel 5. Jenis Vosodilolor podo Gogol Jonlung Aku| 6

kt
edemo dengon TD n sompoi 200 kepolo
0

Tobel 6. Jenis lnohopik podo Gogol Jontung Akutr6

tl

GAGAT JANTUNG KRONIK

Non formokologisa,s
a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam: 2 gpada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan L liter pada gagal jantung berat dan 1,5
liter pada gagal jantung ringan.
b. Hentikan rokok
c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang Iainnya
d. Aktivitas fisik flatihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/ minggu selama 20 menit dengan beban 70-BOo/o denyut jantung
maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang)
e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut

t,r,e
Formokologis
a. Druretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit
diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis
normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretic
atau tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan
diuretik intravena, atau kombinasiloop diuretik dan tiazid. Diuretik hemat kalium,
spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada
pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat [klas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada
gagal jantun gyangdisebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai
dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambatACE. Pemberian mulai dosis
kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom
gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung
klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol
atau metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasi
penggunaan penghambat ACE
e. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat memberi hasil yang baik pada
pasien yang intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan
f. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi
sistolikventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-
sama diuretik, penghambat ACE , penyekat beta. Dosis : 0.1,25 qd dengan dosis
maksimal 0.375 qd.
g. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli
serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang
buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan
riwayat emboli, trombosis dan transient ischemic attacks, trombus intrakardiak
dan aneurisma ventrikel.
h. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau
aritmia ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali
pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia kelas III terutama amiodaron
dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.
i. Antagonis kalsium dihindari. fangan menggunakan kalsium antagonis untuk
mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.
j. Pemakaian alat dan tindakan bedah :

o Revaskularisasi
o Operasi katup mitral

602
o Aneurismektomi
o Kardiomioplasti
o External cardiac support
o Pacu jantung konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular
o lmplantable carioverter defibrillators (lCD)
o Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
o Ultrafiltrasi,hemodialisis

Tobel 7. Jenis Diuretik podo Gogol Jonlung Kongeslifts

Tobel. 8. Jenis Obot yong Digunokon podo Gogol Jonlung KongestiftaB

603
KOMPT!KASI
Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit

PROGNOSIS
Angka kematian dalam 1 tahun setelah terdiagnosis mencapai 30'40o/o, sedangkan
angkan dalam 5 tahun 60-70 %0. Kematian disebabkan karena perburuhkan klinis
mendadakan yang kemungkinan disebabkan karena arimia ventrikel. Berdasarkan
klasifikasi, NYHA kelas IV mempunyai angka kematian 30-70 %0, sedangkan NYHA
kelas II 5-1.0 o/o.1

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS Pendidikan ICCU medical High Care
. RS non Pendidikan rccu / rcu

REFERENSI
I . Anil Chondroker A. Heort Foilure. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwqld E, Houser S, Jomeson
J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo;
The McGrow-Hill Componie s, 201 2.chopl er 234.
2. Ponggobeon M. Gogol Jontung. . Dolom:Alwi l, Setioti S, Seiiyohodi B, Simodibroio M, Sudoyo
AW, editors. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll Edisi lV. Jokorto: lnferno Publishing; 2005: Hol
l5t3-1514
3. Gory S. Froncis, Theodore G. Goniots, Morvin A. Konstom. 2009 Focused Updote: ACCF/AHA
Guidelines for the Diognosis ond Monogement of Heort Foilure in Adults: 2009 Wrint Group to review
new evidence ond updote the 2005 guideline for the monogement of potients with chronic heort
foilure witingonbeholf the2005heortfoilurewriting.Circulotion.2OO9:119:1977-20l6.Diunduhdori
http://circ.ohojournols.org/content/1 19/1411977 podo tonggol 19 Juni2O12.
4. Shoron Ann Hunt, Williom T. Abrohom, Morsholl H Chin. ACC/AHA 2005 Guideline Updote for the
Diognosis ond Monogement of Chronic Heort Foilure in the Adult : A Report of the Americon
College of Cordiology/Americon Heort Associotion Tosk Force on Proctice Guidelines (Writing
CommitteetoUpdotethe200l GuidelinesfortheEvoluotionondMonogementof HeortFoilure):
Developed in Colloborotion With the Americon College of Chest Physicions ond the lnternotionol
Society for Heort ond Lung Tronsplontotion: Endorsed by the Heort Rhythm Society. Circulotion.
2005; I 1 2:e I 54-e235. hllp: I I circ.ohojournols.orglcontent / | 1 2/ 1 2l el 54

5. Nieminen MS, Bohm M, Cowie MR et oll. Executive summory of the guidelines on the diognosis
ond treotment of ocute heort foilure :The Tosk Force on Acute Heort Foilure of the Europeon
Society of Cordiology. Europeon Heort Journol 12005} 26, 384-416.
6. Greenberg B, Kohn AM. Clinicol Assessment of Heort Foilure. In : Bonow RO, Monn DL, Zipes DP,
Lib P, editors. Brounwold's Heort Diseose. A Textbook of Cordiovosculor Medicine.9ih ed. United
Stotes of Americo; Elsevier, 2012. P.517-542

604
7 . Ponggobeon MM. Dolom BAB 248: Gogoljontung okut. Alwi l, Setioii S, Setiyohodi B, Simodibroto
M, Sudoyo AW, editors. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid ll Edisi V. Jokorio: Interno Publishing;
2010: Hol 1583-1585
8. Ghonie A. Gogol jontung kronik. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo
AW, editors. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid ll Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010: Hol
1 596-t 501

605
ENDOKARDTS FEKTF

PENGERTIAN
Definisi endokarditis infektif (EI) menurut modifikasi kriteria Duke ad,alah:1
. Kriteria patologis :

o Kultur atau pemeriksaan histologis adanya vegetasi yang telah menjadi emboli,
atau spesimen abses intrakardiak menunjukkan mikroorganisme [+), atau
o Lesi patologis; vegetasi atau abses intrakardiak yang dikonfirmasi dengan
pemeriksaan histologis menunjukkan endokarditis aktif
. Kriteria klinis
o 2 kriteria mayol atau
o 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor, atau
o 5 kriteria minor
. Kemungkinan EI
o 1 kriteria mayor dan 1 atau 2 kriteria mino4 atau
o 3 kriteria minor
. Bukan EI
o Tegaknya diagnosis alternatif yang menjelaskan bukti EI atau
o Resolusi sindrom EI dengan terapi antibiotik dalam < 4 hari, atau
o Tidak ada bukti patologis EI pada saat operasi atau autopsi, dengan terapi
antibiotik dalam < 4 hari, atau
o Tidak memenuhi kriteria kemungkinan EI seperti diatas
Penjelasan kriteria mayor dan minor dapat dilihat pada tabel L.

Klasifikasi dan definisi EI menurut European Society of Cardiology tahun 2009


dapat dilihat pada tabel 2.
Beberapa kondisi jantung terkait peningkatan risiko prognosis buruk dari
endokarditis ketika profilaksis tindakan dental diperlukan dapat dilihat pada tabel 3.
Tobel l. Modifikosi krilerio Duker

Kelerongon : *lidok lermosuk kultur (+) untuk stofilokokus yong tidok memproduksi enzim koogulose don orgonisme yong tidok
menyebobkon El TEE : fronsesophogeoi echocordiogtophy, IIE : tronslhorocic echocordiogrophy, HACEK lHoemophilos,
Aclinobocii/us, Cordioboclerium, Eikenello, don Kinge//o; Hoemophiius ophrophilus don Aclinobociilus ocfinomycelemcomifons
teloh direklosifikosikon ke dolom genus Aggregolibocler)

Tobel 2. Klosifikosi don Definisi El Menurut Europeon Sociely of CotdiologY Tohun 2009'?

o Non-nosokomiol

607
a

Kelerongon :
*Kecuoli kondisi yong disebutkon diotos, ontibiolik profiloksis tidok logi direkomendosikon
**Profiloksis dionjurkon koreno endoteliolisosi moleri prostetik terjodi
dolom 6 bulon posco tindokon

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis2,3
. Demam : akut dan subakut, menggigil, keringat, sepsrs of unknown origin
. Anoreksia, penurunan berat badan, malaise
. Mialgia, artralgia
. Nyeri punggung
. Riwayat EI sebelumnya, penyakit jantung bawaan [P]B), atau penyakit katup
jantung

Pemeriksoon Fisik2.3
. Febris (dapat absen pada usia lanjut, setelah pre-terapi antibiotik, pasien
imunokompromais, dan EI virulensi rendah atau organisme atipikal)
. Manifestasi kardiak: takikardi, murmur regurgitasi baru atau perburukan fpada

508
murmur dapat absen namun pada akhirnya akan terdeteksi), gagal jantung
EI akut
kongestif akibat disfungsi katup atau fistula intrakardiak. Abses perivalvular
dapat menimbulkan perikarditis atau masuk ke dalam septum ventrikel atas dan
mengganggu sistem konduksi menimbulkan berbagai derajat blok jantung. Emboli
arteri koroner dapat menyebabkan infark miokard.
a Manifestasi non-kardiak
o Perdarahan subungual, nodus osler (pada EI S. aureusJ, lesi ]aneway, Roth's
spofs, petekia
o Nyeri muskuloskeletal, nyeri dada pleuritis, batuk (akibat emboli sepsis),
infiltrat paru nodulal piopneumotoraks
o Splenomegali

Pemeriksoon Penunjong3
. Laboratorium : anemia, leukositosis, hematuria mikroskopis, peningkatan LED
dan protein C-reaktifl faktor rheumatoid, kompleks imun sirkulasi, penurunan
komplemen serum, tes serologis Brucella, Bqrtonella, Legionella, Chlamydophila
psittaci, dan C. burnetii
. Kultur darah
. Ekokardiografi : konfirmasi anatomis EI, ukuran vegetasi, deteksi komplikasi
intrakardiak, dan penilaian fungsi jantung. Definisi anatomis dan ekokardiografi
dapat dilihat pada tabel 4.
Tobel 4. Definisi onolomis don ekokordiogrofi2

609
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Klinis EI

TTE

Katup prostetik TTE kualitas Positif Negatif


lntracordioc rendah
device
Klinis curiga EI

Tinggi Rendah
TEE

TEE Stop

Jika TEE pertama (-) tapi masih curiga EI, ulang TEE setelah 7-10 hari

Kelerongon: TTE = ,ronsfhorocic echocordiogrophy,IEE = lrons esophogeol echocordiogrophy

Gombor l. Algoritmo Pendekolon Diognosis El'1

Tigo sompel kultur doroh independen


diinkubosi dolom kondisi oerob don
onoerob

kuliur (+) Kultur (-) dolom 48 jom


v
Tidok Yo
Gomboron klinis/echo
teropi ontibiotik menunjukkon lE
yong sesuor

Yo
Tidok

Observosi posien don Memerlukon Kerjosomo dengon lob


pertimbongkon diqgnosis loin operoSr mikrobiologi, Perlimbongkon
penunjong lombohon

Tidok Teropi sebogoi kultur (-) lE


Yo
regimen yong menutup
kemungkinon orgonisme
potongon (gonti ke regimen sesuoi ketiko
Teropi kotup otou moteri orgonisme sudoh teridentifr kosi)
medikomentoso emboli ke potologi &
cryopreservolion untuk Observosi posien don
kemungkinon PCR pertimbongkon diognosis
loin

Gombor 2. Algorilmo Pendekolon Diognosis Mikrobiologis El,

6r0
D!AGNOSIS BANDING
Demam reumatik, atrial myxoma, endokarditis Libman-Sacks, non-bacterial
th romb oti c endo card itis (NTB EJ.

IATATAKSANA

Tobel 5. Teropi Antibiotik El Akibot Sfueptokokus Orol don Slreptokokus Grup D2


Kelerongon :
'Teropi 6 minggu podo PVE
bHonyo podo NVE lonpo komplikosi

Tobel 6. Teropi onlibiotik El okibot Slophylococcus spp2

612
entro serum voncomyctn

2 Gentomicin tetop dionjurkon


Tobel 7. Teropi Anlibiotik El Akibot Enlerococcus spp2

o ikosido

Kelerongon :

'Resisiensi tingkot tinggi lerhodop gentomisin (MlC >500 mg/L): bilo sensitif terhodop slreptomycin, gonti
genlomicin dengon slreptomycin l5 mg/kg/hori dibogi dolom 2 dosis. Jiko tidok, gunokon teropi beloJoctom
jongko ponjong. Kombinosi ompicillin dengon ceftrioxone dionjurkon podo E foecolis yong resisten lerhodop
genlomicin
bResistensi belo-/ocfom: (i) bilo okibol produksi betoloctomose, gonli ompicillin dengon ompicillin-sulboctom

otou omoxicillin dengon omoxicillin-clovulonole; (ii) bilo okibot PBPS, gunokon rejimen berbosis voncomycin
'Bilo multiresisiensi terhodop ominoglikosido, betoloctom, don voncomycin ) ollernotif : (i) linezolid 2 x
600 mg lVlhori olou PO selomo >8 minggu (monitor toksisilos hemotologis); (ii) quinupristin-dofopristin 3 x
7,5 mg/kg/ho(i selomo >8 minggu; (iii) kombinosi betoloctom dengon imipenem dilomboh ompicillin olou
ceftrloxone ditomboh ompicillin selomo 28 minggu

614
Tobel 8. Teropi Antibiotik El dengon Kullur Doroh Negolif,

Bruce//o spp.

6r5
EVATUASI DAN TINDAK TANJUT TERAP!
Panduan evaluasi dan tindak lanjut terapi dapat dilihat pada tabel 9

Tobel 9. Ponduon Evoluosi Selomo don Seleloh Tetopi Anlimikrobo Selesoit

PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROF!IAKSIS


Rekomendasi pemberian antibiotik profilaksis dapat dilihat pada tabel L0

Tobel 10. Rekomendosi Profiloksis podo Tindokon Denlol dengon Risiko'?

Kelerongon:Sefolosporin seboiknyo tidok digunokon podo posien dengon onofiloksis, ongioedemo, otou urtikorio seteloh
intoke penisilin don ompisilin *Alternotif cepholexin 2 g lV olou 50 mg/kg lV uniuk onok, cefozolin olou ceftrioxone I g lV unluk
dewoso otou 50 mg/kg lV unluk onok

KOMPT!KASI
Kerusakan lokal pada endokardium atau miokardium, perforasi katup atau fistula
rntrakardiak, abses paravalvulal abses miokardium , gagaljantung, abses ginjal, emboli
serebrovaskular.3

616
PROGNOSIS
Studi menunjukkan EI dengan komplikasi gagal jantung, operasi katup dapat
menurunkan tingkat mortalitas sebesar L tahun.a Tingkat mortalitas NVE bervariasi
sebesar \6-270/o, sedangkan PVE lebih tinggi. Lebih dari 50% kasus menunjukkan
infeksi dalam 2 bulan pasca operasi. Tingkat fatalitas pacu jantung EI dapat mencapai
34o/o.s Prediktor prognosis buruk pada pasien EI dapat dilihat pada tabel.

Korokteristik posien : diqbetes m komorbiditos


(kelemohon, pe ginjol, poru sebel
Adonyo komplikosi El ginjol, stroke, syok perionulor
Mikroorgonisme :S. grom negotif
Temuon ekokordiogrof : komplikosi perionulor, regurgitosi berot kotup sebeloh kiri, froksi
e.ieksi ventrikel kiri rendqh, hipertensi pulmono l, vegetosi besor, disfungsi prostetik berot,
penutupon kotup mikol premotur don tondo loin dqri meningkotnyo tekonon diostolik

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNII TERKAII
. RS pendidikan : Departemen Patologi Klinik
. RS non pendidikan : Bagian Patologi Klinik

REFERENSI
l. Boddour LM, Toubert KA, Gewitz MH, Wilson WR. lnfective Endocorditis. In : Fuster V. The AHA
Guidelines ond Scientiflc Stotements Hondbook. Americon Heort Associotion. Texos: Willey-
Blockwell. 2009. Hol 312-35.
2. Hobib G, Hoen B, Tornos P, et ol. Guidelines on the prevention, diognosis, ond treotment of
infective endocorditis (new version 2009). The Tosk Force on the Prevention, Diognosis, ond
Treotment of Infective Endocorditis of the Europeon Society of Cordiology (ESC). Europeon Heort
Journol 2009:30; 2369-241 3.
3. Korchmer AW. lnfective Endocorditis. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL,
Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rh Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
4. Kiefer T, Pork L, Tribouilloy C, Cortes C, Cosillo R, Chu V, et ol. Associotion between volvulor surgery
ond mortolity omong potients with infective endocorditis complicoted by heort foilure. JAMA.
Nov 23 201 t ;306(201 :2239 -47 .

5. Wolloce SM, Wolton Bl, Khorbondo RK, Hordy R, Wilson AP, Swonton RH. Mortolity from infective
endocorditis: clinicol predictors of outcome. Heort. Jul 2002;88(1):53-60.

617
PENYAKIT KATUP JA TUNG

PENGERTIAN
Penyakit katup jantung adalah gangguan dari katup jantung, yaitu jaringan yang
mengatur aliran darah melalui bilik jantung.l Pada bab ini akan dibahas mengenai
stenosis Mitral dan regurgitasi, aorta stenosis dan regurgitasi.

Area Pulmonal

Area Mitral

I
Area Tricuspid

STENOS!S MITRAT

PENGERIIAN
Stenosis Mitral adalah penyempitan atau konstriksi dari katup mitral, yaitu katup
yang memisahkan atrium kiri dengan ventrikel kiri.2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Sesak napas yang diperberat aktivitas, paroxysmal nocturnal dyspnea, orthopnea,

fatique.:l
Pemeriksoon Fisik
Opening snap,loud 57 (closing snap), diastolic rumbling murmur dengan hrpertensi
puf monal, a parasternal lift with a loud P2.3

Pemeriksoon Penunjong3.4.s
. Elektrokardiogram: pembesaran atrium kiri, fibrilasi atrial, hipertrofi ventrikel
kanan
. Rontgen thorax: pembesaran atrium kiri dan ukuran ventrikel normal
. Echokardiografi dua dimensi: penebalan katup mitral dengan keterbatasan gerakan
katup dan berkurangnya diameter katup.
. Doppler echokardiografi: peningkatan tekanan trasmitral dan pressu re half-time
memanjang
. Kateter jantung: peningkatan tekanan baji kapiler paru, gradient transmitral
biasanya > 10 mmHg, pada kasus berat di area katup mitral < 1 cm2.

DIAGNOSIS BANDING,
Atrial septal defect dalam klinis, EKG dan rontgen thorax seringkali mirip dengan
stenosis Mitral yaitu ditemukannya pembesaran ventrikel kanan dan peningkatan
vaskularisasi paru, left atrial myxoma dapat menghalangi pengosongan atrium kiri
menyebabkan dyspnea dan murmur diastolika

TATA[AKSANA3
. Nor farmakologis: diet rendah natrium, olahraga
. Farmakologis
. Beta bloker, kalsium channel bloker, diuretik, digoksin
. Perkutaneus BMV
. Pembedahan: closed commissurotomy, open commissurotomy, dan mitral valve
replacement

Algoritme terapi stenosis mitral dapat dilihat pada gambar 1


Stenosis Milrol simptomotik

Anomnesis, pemeriksoon fisik, EKG, echo/doppler

Stenosis ringon, oreo Stenosis sedong-berot,


kotup mitrol > 1,5 cm oreo kotup mitrol < 1,5 cm2

Lotihon

PASP > 60 mmHg


PAWP > 25 mmHg Morfologi kotup
MVG > I5 boik untuk PMBV

tidok yo yo k

Hipertensi pulmonol berot,


Follow up boik untuk PMBV
per tohun tekonon orteri poru > 60 mml

tidok yo yo tidok

Follow up
P Follow up
per 6 bulon PMBV per 6 bulon
Pertimbongkon
commisurotomy otou mitrol
volve replocement
Kelerongon:
PASP = Puimonory Arlery Sisto/ic Pressure
PA\NP = Pulmonory Atery Wedge Pressure
MVG = Meon Mitrol Volve Pressure crodient
PMBV = Perculoneous MitrolBolloon Volvofomy

Gombor l. Algoritmo Tololoksono Slenosis Mikol 4

Tobel l. Peniloion Anolomi Kotup Milrol Berdosorkon Wilkins Scoree

I Kotup bebos Penebolon ujung Podo echo tompok I Sedikil penebolon,


bergerok dengon mendekoti normol (4-5 oreo terong honyo podo
ujungnyo sedikit

podo
tengoh kotup
Kotup Areo

4 Mobilitos minimol Bonyok penebolon oreo


otou tidok odo podo joringon kotup terong
pergerokon kotup (>8-10 mm) kotup
selomo diostol.

Peniloion:
Karakterislik yong boik unluk PMBV odoloh jiko wi/kins score <8
>8 = keberhosilon rendoh untuk PMBV

620
STENOSIS MITRAL PADA KEHAMITAN

Pada kehamilan, wanita dengan stenosis Mitral ringan sampai sedang dapat
diterapi dengan diuretik dan beta bloker. Obat antiaritmia yang disarankan adalah
quinidine atau procainamide. Jika memerlukan antikoagulan, sebaiknya berikan
heparin, hindari warfarin. Pada stenosis Mitral berat, bila anatomi katup mitral baik,
pertimbangkan p ercuta neu s b allo on valvul opl a sty.3

REGURGITASI MITRAT

PENGERTIAN
Regurgitasi mitral (RM) adalah aliran balik darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri
karena insufisiensi dari katup mitral.6

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Dyspnea karena latihan, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea.s

Pemeriksoon Fisik
Holosistolik murmur menjalar ke aksila, S3, pergeseran apex jantung.s

Pemeriksoon Penunjong4,s
. EKG: pembesaran atrium kiri, hipertrofi ventrikel kiri
. Rontgen thorax: pembesaran jantung ktn
. Echokardiografi: pada mitral regurgitasi yang kronis dan berat dapat ditemukan
pembesaran atrium dan ventrikel kiri
. Doppler echokardiografi: pada MR berat dapat ditemukan jet regurgitasi yang besar
. Kateter jantung: peningkatan tekanan baji kapiler paru (PCWPJ, ventrikulografi:
regurgitasi kontras ke atrium kiri

DIAGNOSIS BANDING
Stenosis aorta ) murmur pada stenosis aorta dapat menyerupai mitral regurgitasi,
terutama bila murmur mitral regurgitasi atipik atau menjalar ke areaaorta,ventriculqr
septal defect, prolaps katup mitral.3
TATALAKSANA4,5
. RM asimptomatik tanpa pembesaran ventrikel kiri, ritme sinus: hindari olahraga
atau latihan isometrik, ekokardiografi ulang setiap 6 bulan
. RM kronik: antikoagulan, ACE inhibitor, pembedahan
. RM akut: vasodilator nitropruside, jika terjadi hipotensi: intra-aortic balloon
counterpulsation
. Pembedahan:valvuloplasti
. Indikasi:
o Regurgitasi mitral kronik, berat, atau non iskemik.
o Hipertensi pulmonal: tekanan arteri pulmonal > 50 mmHg saat istirahat atau
> 60 mmHg saat aktivitas.

PROGNOSIS
Mitral regurgitasi kronik memiliki prognosis lebih baik daripada akut.3

MITRAL REGURGITASI PADA KEHAMITAN

Regurgitasi mitral pada kehamilan biasanya ditoleransi dengan baik meskipun


berat, tetapi disfungsi ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal jantung, Manajemennya
adalah pemberian diuretik, dan pembedahan jika dibutuhkan. Pembedahan yang
disarankan adalah mitral valve repair diindikasikan bila mitral regurgitasi berat, akut
atau ruptur chordae dan gejala gagal jantung tidak terkontrol.

STENOS!S AORTA

PENGERTIAN
Stenosis aorta adalah penyempitan pada katup aorta yaitu katup antara ventrikel
kiri dengan aorta,

PENDEKATAN D!AGNOSIS

Anomnesis
Angina pektoris, sinkop, gejala gagal jantung kongestif .. dyspnea saat aktivitas,
orthopnea, paroxysmal noctu rnal dyspnea.T

622
Pemeriksoon Fisik
Murmur ejeksi sistolik; medium pitched, baik terdengar pada area aorta menjalar
sampai arteri karotis, carotid upstroke ; volume rendah, keterlambatan mencapai
amplitudo puncak.T

Pemeriksoon Penunjong3,s
. EKG: pembesaran atrium kiri, hipertrofi ventrikel kiri
. Rontgen thorax: boot-shaped heart,pada foto lateral tampak kalsifikasi katup aorta
. Echokardiografi: penebalan katup aorta, berkurangnya mobilitas katup, hipertrofi
ventrikel kiri konsentris. Doppler echokardiografi: meningkatnya tekanan gradient
transvalvular dan menurunnya area aorta, gradient rata-rata > 50 mmHg (pada
kasus berat),
. Kateter jantung: meningkatnya left ventricular end-diastolic pressure, gradient
transaorta 50 mmHg, area katup aorta < 0,7cmz.

DIAGNOSIS BANDING
Sindrom koroner akut, mitral regurgitasi, stenosis Mitral , prolaps katup mitral,
miokard infark.

IATA[AKSANA3,4
. Hindari aktivitas berat
. Terapi simptomatik
o Hiperten si ACE inhibifor [perlu hati-hati dalam penggunaannya karena dapat
menyebabkan hipotensi, penggunaan ACE inhibitor pada pasien asimptomatik
tidak direkomendasikan), beta bloker
o Angina: nitogliserin
o Statin untuk memperlambat kalsifikasi katup aorta
. Transcateter Aortic Valve Implantation ITAVIJ
. Pembedahan: aortic valve replacemen
Indikasi:
o Stenosis aorta berat: area katup < L cm2 atau 0,6 cmz f m2 area permukaan tubuh
o Disfungsi ventrikel kiri
o Aneurisma atau expanding aortic roof [dimensi maksimal >4.5 cm atau
peningkatan ukuran >0,5 cm/tahunl.
o Hipertrofi ventrikel kiri dengan ketebalan dinding >15 mm

623
PROGNOSIS
Rata-rata kematian sebesar 5% dalam 3 bulan setelah gejala muncul, 75o/o dalam
3 tahun setelah gejala muncul, bila tidak dilakukan intervensi pembedahan.3

AORTA STENOSIS PADA KEHAM!tAN

Bila aorta stenosis berat, lakukan balloon valvuloplasty atau valve replacement.

REGURGITASI AORTA

PENGERIIAN
Regurgitasi aorta adalah aliran balik darah dari aorta ke dalam ventrikel kiri karena
insufisiensi katup semilunaris aorta.6

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Dyspnea, orthopnea, proxismal nocturnal dyspnea, angina, sinkop.s

Pemeriksoon Fisik
Kronik: Diastolic blowing murmurpada batas kiri sternum, sirkulasi hiperdinamik,
perubahan point maximal impulse. Akut: shorf diastolic blowing murmur, soft S1.s

Pemeriksoon Penunjong4,s,8
. EKG: pembesaran atrium kiri, hipertrofi ventrikel kiri
. Rontgen thorax: kronik ) pembesaran jantung, uncoiling of the eorte, akut )
kongesti paru dengan ukuran jantung normal.
. Echokardiografi: kronik ) pembesaran ventrikelkiri, Iarge Doppler jet pressure
half time < 400 ms, akut )
ventrikel kiri belum membesar
. Kateter jantung tekanan pulsasi leba4, aortografi: regurgitasi kontras ke ventrikel
kiri

DIAGNOSIS BANDING
Mitral stenosis , regurgitasi pulmonal, stenosis tricuspid.

624
IATAtAKSANA4,5,8
. Kronik:
Vasodilator jika asimptomatik dan fungsi ventrikel kiri normal
Pembedahan
. Akut: vasodilator
. Pembedahan: aortic valve replacement
Indikasi:
o Kronik: adanya gejala, ejection fraction < 0,55, end-systolic diameter > 55 mm
o Akut: gagaljantung fwalaupun ringan)

PROGNOSIS
Dengan aortic valve replacement, rata-rata kematian 3-4o/o dan bertahan selama
5 tahun sebesar 85o/o.3

REGURGITASI AORTA PADA KEHAMILAN

Regurgitas aorta kronik tanpa disfungsi ventrikel kiri biasanya ditoleransi dengan
baik, bahkan yang dengan gejala. Manajemen dengan vasodilatoC diuretik, dan restriksi
garam. Indikasi pembedahan yaiutu pada aorta regurgitasi akut atau yang gejalannya
tidak dapat dikontrol.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
: Departemen
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKA!T
. RS pendidikan Departemen Bedah )antung, Departemen Rehabilitasi Medik
. RS non pendidikan Departemen Bedah Jantung, Departemen Rehabilitasi Medik

REFERENSI
1. Mosby's Medicol Dictionory, 8th edition. O 2009, Elsevier.
2. TheAmericon Heritoge@ Medicol Dictionory Copyright @ 2007,2004by Houghton Mifflin Compony.
Published by Houghton Mifflin Compony.
3. Bryg, Robert J. Stenosis Mitrol . Dolom: Crowford, Michoel H. Current Diognosis & Treotment
Cordiology 3'd Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009.
4. Volvulor Heort Diseose. Dolom: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J,
Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. I Brh ed. United Stotes of Americo;
The McGrow-Hill Componies, 20l l.

625
5 Corobello, Blos6 A. Volvulor Heort Diseose. Dolom: Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'd edition.
Sounders: Philodhelphio. 2007.
6 Dodond's Medicol Dictionory for Heolth Consumers. @ 2007 by Sounders, on imprint of Elsevier.
7. Corobello, blos6 A. Crowford, Michoel H. Aortic stenosis. Dolom: Crowford, Michoel H. Current
Diognosis & Treotment Cordiology 3'd Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009.
8. Zoghbi, Williom A. Crowford, Michoel H. Aortic Regurgitotion. Dolom:Crowford, Michoel H. Cunent
Diognosis & Treotment Cordiology 3'd Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009.
9. Bonser, Robert. Pogono, Domenico. Hoverich, Axel. Stenosis Mikol Surgery. Springer. 201 1 .

626
PERIPARTUM CARD'OMYOPA Y

PENGERIIAN
Peripartum cardi omyopathy (PP CM) merupakan suatu kardiomiopati idiopatik
dengan gagal jantung sekunder akibat disfungsi sistolik ventrikel kiri pada akhir masa
kehamilan atau dalam bulan menjelang persalinan, dan merupakan suatu diagnosis
eksklusi.l Kriteria diagnosis PPCM yaitu:2
1. Berkembangnya gagal jantung pada akhir bulan masa kehamilan atau dalam 5

bulan pasca persalinan


2. Disfungsi sistolikventrikel kiri [fraksi ejeksi ventrikel kiri <45o/o)
3. Penyebab gagal jantung tidak dapat diidentifikasi, dan
4. Tidak ditemukannya penyakit jantung sebelum bulan terakhir masa kehamilan
PPCM berkembang selama trimester akhir atau dalam 6 bulan pertama kehamilan,
dengan frekuensi 1:3.000 dan 1:15.000 kelahiran. Faktor risikonya antara lain
meningkatnya usia maternal, paritas, kehamilan kembaL malnutrisi, penggunaan
terapi tokolitik pada kehamilan prematur, dan preeklampsia.3

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr,3,a
. Tanda dan gejala awal PPCM seringkali menyerupai fisiologis normal kehamilan
dan dapat meliputi kelelahan, edema perife4 sesak napas terutama saat beraktivitas
(dyspnea on exertion), orthopnea, paroxysmol nocturnal dyspnea, dan batuk kering
persisten.
. Gejala tambahan: rasa tidak nyaman pada abdomen akibat kongesti hati, pusing,
nyeri prekordial, palpitasi, pada stadium lanjut dapat terjadi hipotensi postural,
anemla
. Riwayat PPCM pada kehamilan sebelumnya
. Riwayat gagal jantung, miopati skeletal, gangguan konduksi dan takiaritmia,
kardiomiopati, sudden death dalam keluarga
. Riwayat kebiasaan minum alkohol, narkoba, kemoterapi, atau terapi radiasi
Pemeriksoon Fisik',1
. Konjungtiva anemis, takikardia, tekanan darah dapat normal atau meningkat,
peningkatan tekanan vena jugularis (fVPJ
. Bunyi jantung ke-lll (+), pergeseran impuls apeks (displaced apical impulse),
murmur baru yang konsisten dengan regurgitasi mitral dan trikuspid
. Ronki basal paru [+)
. Bunyi jantung ke-ll yang loud atau sp/rf, ronki [+) ) tanda hipertensi pulmonal

Pemeriksoon Penunjongr,a
. Laboratorium: darah perifer lengkap, parameter biokimia, fungsi tiroid, skrining
sepsis, serologi virus, marker molekular
. Marker jantung: troponin T (ditentukan dini setelah onset PPCMJ, peningkatan
B-type natriuretic peptide (BNP) dan N-terminal pro-BNP [NT-proBNP)
. EKG: umumnya tidak spesifik. Dapat menunjukkan gambaran ritme sinus atau
sinus takikardia, dapat terjadi atrial fibrilasi atau ventrikel takikardia terutama
bila disfungsi sistolik ventrikel kiri menjadi kronis
. Radiologis:
o Foto toraks: dapat ditemukan kardiomegali, edema paru/kongesti, efusi pleura
o Ekokardiografi: tidak diagnostik untuk PPCM, namun penting untuk
menyingkirkan penyebab gagal jantung lainnya, melihat EE besar ventrikel
kiri
o Cardiac magnetic resonance imaging (MRI): menilai struktur dan fungsi jantung,
deteksi fibrosis miokard
. Biopsi endomiokard: tidak rutin dilakukan karena pola mikroskopik spesifik
PPCM tidak ada

DIAGNOSIS BANDING

Pre-existing idiopathic dilated cardiomyopathy (IDC) yang terungkap saat hamil,


pre-existing familial dilated cardiomyopathy (FDC) yang terungkap saat hamil, HIV/
AIDS cardiomyopathy, pre-existing valvular heart disease yang terungkap saat hamil,
penyakit jantung hipertensi (hypertensive heart disease), pre-existing unrecognized
congenital heart disease, infark miokard terkait kehamilan, emboli paru.a

628
TATA[AKSANA'

a Gagal iantung akut pada PPCM


o Inisial:
7. Suplementasi oksigen hingga saturasi oksigen arteri > 95olo
2. Furosemid 20-40 mg IV bolus bila ada kongesti atau volume overloqd
3. Nitrogliserin 10-20 hingga 200 pg/menit IV pada pasien dengan tekanan
sistolik > 110 mmHg dan diberikan dengan hati-hati pada sistolik 90-110
mmHg.
4. Pertimbangkan agen inotropik (mis. dobutamin) bila ada tanda hipoperfusi
jaringan (akral dingin, kulit lembab, vasokonstriksi, asidosis, gangguan
ginjal, disfungsi hati, gangguan kesadaran) atau pada kongesti persisten
setelah administrasi vasodilator dan/atau diuretik
o Dukungan ventilator mekanik dan transplantasi jantung: apabila pasien
bergantungpada agen inotropikatau intra-qorticballoonpump counterpulsation,
meskipun telah mendapat terapi medis optimal.

a Gagal iantung stabil pada PPCM


o Farmakologis
- Pasca persalinan ) mengikuti tatalaksana gagal jantung
- Antepartum: kombinasi hydralazine/diuretik dannitratlong-acting,diuretik
[furosemid, hidroklortia zid / HCT), b eta b Io cker, terapi antitrombosis
[warfarin, heparin). Kontraindikasi: ACE inhibitDr, ARB, antagonis aldosterone.
o Cardiac resynchronization therapy and implantable cardioverters/defibrillators
sesuai indikasi
o Strategi terapeutik baru
- Bromocriptine 2x2,5 mg /hari selama 2 minggu, dilanjutkan dengan 1x
2,5 mg /hari selama 4 minggu
Skrining awal PPCM dapat dilihat pada tabel L.

menonjok 2

629
lnlerprelosi skoring: <4 - monitor BNP don protein C+eoktif; 4 - perlu investigosi lebih lonjut; 25 - selolu
berhubungon dengon disfungsi sistolik venlrikel kiri

KOMPTIKASI
Gagal jantung kronis, kematian.l'3'a

PROGNOSIS
Pemulihan fungsi sistolik terjadi pada 23-47o/o dan biasanya terjadi dalam 6 bulan
setelah onset gejala. Pemulihan fraksi ejeksi cepat seringkali terlihat pada pasien
setelah diagnosis inisial dan diuresis. Fraksi ejeksi >45% pada2 bulan setelah diagnosis
memberikan prognosis pemulihan fungsional secara penuh padaTSo/o wanita. Akan
tetapi suatu studi melaporkan mortalitas 29o/o dapat terjadi hingga 2 tahun setelah
terdiagnosis meskipun telah terjadi pemulihan fungsional. Sekitar 50%o wanita tanpa
pemulihan fungsi sistolik sempurna, sebagian memperoleh perbaikan fraksi ejeksi
atau status fungsional, sementara lainnya mengalami disfungsi sistolik persisten
atau progresif sehingga membutuhkan transplantasi atau berakibat pada kematian.a

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
: Departemen
. RS non pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan : Medical High Care / ICCU
. RS non pendidikan : ICCU

630
REFERENSI
1 Sliwo K, Hilfiker-Kleiner D, Petrie MC, et ol. Current stote of knowledge on oeiiology, diognosis,
monogement, ond theropy of periportum cordiomyopothy: o position stotement from the
Heort Foilure Associotion of the Europeon Society of Cordiology Working Group on periportum
cordiomyopothy. Europeon Journol of Heort Foilure (2010) 12,767-778. Diunduh dori http://eurjhf.
oxford,iournols.org/ podo tonggol 6 Joni 2012
2. Moroles A, Pointer T, Li R, et ol. Rore Voriont Mutotions in Pregnoncy-Associoted or Periportum
Cordiomyopothy. Circulotion 2010;121:2176-2182. Diunduh dori http://circ.ohojournols.org/
content/l2l 12012176 podo tonggol 6 Juni2012.
3. Loscolzo J, Stevenson LW. Cordiomyopothy ond Myocorditis. ln: Longo DL, Fouci AS, Kosper DL,
Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. I 8'h Edition. New York,
McGrow-Hill. 2012.
4. Aursulesei V, Dotcu MD. Periportum Cordiomyopothy: A Systemotic Review. In: Veselko J.
Cordiomyopothies - From Bosic Reseorch to Clinicol Monogement. Crootio, lntech. 201 l. Hol
83- I 16. Tersedio di http://www.intechopen.com/books/cordiomyopothies-from-bosic-reseorch-
to-c linic o l-m o n og em e nt
PE KARD T S

PENGERTIAN
Perikardium adalah lapisan avaskular yang melapisi jantung, terdiri dari 2 bagian

yaitu perikardium viseralis dan parietalis. Perikardium viseralis merupakan membran


serosa yang terdiri dari satu Iapisan tersusun atas sel mesotelial dan menempel pada
jantung, sedangkan perikardium parietalis merupakan membran fibrosa dengan tebal
< 2 mm yang banyak mengandung kolagen dan sedikit elastin. Perikardium viseralis
dan parietalis dipisahkan oleh cairan yang berasal dari ultrafiltrasi plasma dalam
jumlah sedikit t15-35 ml. Fungsi dari perikardium yaitu :1'2
. Mencegah dilatasi jantung tiba-tiba terutama pada atrium dan ventrikel kanan
selama aktivitas dan hipervolemia.
. Menjaga posisi anatomis jantung dan mencegah terlipatnya pembuluh darah besar
. Mengurangi gesekan antara jantung dan struktur sekitarnya
. Mencegah perpindahan letak jantung
. Mengurangi risiko penyebaran infeksi dari paru-paru dan rongg pleura
Walaupun perikardium mempunyai fungsi yang penting, tidak adanya perikardium
karena kelainan kongenital ataupun operasi, tidak menrmbulkan keluhan klinis. Salah
satu kelainan yang dapat terjadi pada perikardium yaitu perikarditis. Perikarditis
adalah peradangan pada perikardium viseralis dan/atau parietalis yang dapat
diklasifikasikan berdasarkan keadaan klinis dan etiologi.l

Tobel l. Klosifikosi Perikordilis Berdosorkon Keodoon Klinis'


Tobel 2. Klosifikosi Perikordilis berdosorkon Etiologi',
Perikorditis infeksi . Virus (coxsockievrrus A ond B, echovirus, mumps, odenovirus,

. Tuberkulosis

. Uremio

. Troumo ( penekosi dinding dodo don

. Perikorditis fomiliol (Mulibrey nonism)

Perikorditis berhubungon . Demom reumotik


kit LElsyslemrc US

t-o prokoin
minoksidil, ontikoogulon, meiisergid

Perikarditis rekurens adalah perikarditis yang memenuhi kriteria :3

. Intermiten fgejala yang bervariasi disertai ada interval bebas gejala tanpa terapiJ
. Terjadi terus-menerus (penghentian OAINS /ObatAnti InflmasiNon Steroid pasti
menyebabkan relaps
Perikarditis rekurens terjadi karena insufisiensi dosis dan/atau durasi yang tidak
cukup dari kortikosteroid pada penyakit perikard autoimun, terapi kortikosteroid
yang terlalu dini menyebabkan bertambahnya replikasi virus DNA/RNA pada jaringan
perikard, reinfeksi, dan eksaserbasi panyakit jaringan ikat.
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Tobel 3. Diognosis perikordilis'!

dodo .T ubfe- Lo
bril, sinus tokikordio sis, limf osistosis ringon

Podo ouskultosi : bunyi

gor
rub
bunyi nopos podo

dori

634
Gombor l. Gontboron EKG podo Perikorditis Akuls
Gombor 2. Gomboron EKG podo Repolorisosi Dini Normol6

Pendekoton podo suspek perikordilis okul :4


. Jika dicurigai tetapi diagnosis perikarditis akut belum pasti, lakukan auskultasi
jantung untuk mencari adanya pericardial rub dan dilakukan elektrokardiografi
lebih sering,
. Jika dicurigai atau sudah pasti terdiagnosis, Iakukan pemeriksaan penunjang
berikut ini untuk menentukan apakah etiologi spesifik berhubungan dengan
kondisis klinis atau komplikasinya :

o Rontgen thoraks
o Hemogram
o Ekokardiografi
o Kreatinin kinase dengan fraksi MB dan Troponin I
o Ekokardiogram
o fika wanita muda, periksa antibodi antinuklear serum
. Jika diagnosis sudah pasti, terapi inisial dengan OAINS (obat anti inflamasi non
steroidJ dapat diberikan.

Pendekoton podo posien dengon efusiperikord :4


. Menentukan apakah ada tamponade jantung dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan ekokardiogram
. lika tidak ada tamponade jantung
o fika penyebab diketahui, lakukan pemeriksaan penunjang seperti pada
perikarditis akut
o fika efusi banyak, berikan OAINS atau kortikosteroid. Jika tidak ada respon,
lakukan perikardiosentesis tertutup.

636
Efusi perikord sedong-berot

ompo
otou infeksi

Yo Tidok

Droinose efusi Efusi mosif (> 20 mm)

Tidok Yo

Teropi Terjodi selomo < 1

perikorditis bulon otou odonyo


kolops bogion konon

Yo
Tero rdilis Droinose efusi

Gombor 3. Algoritmo Penongonon Posien dengon Efusi Perikord Sedong-BerolT

Tobel 4. Hemodinomik don Ekokordiogrofi podo Perikordilis Konstriklivo Dibondingkon dengon


Kordiomiopoli RestriktiF

% kosus

Jorong

Berlebihon

Normol

Meningkot Normol

637
Jika ada tamponade jantung:
o Lakukan perikardiosentesis tertutup emergensi atau observasi pasien
secara ketat jika efusi berkurang setelah diberikan terapi percobaan dengan
farmakologis

DIAGNOSIS BANDING
. Perikarditis akut: infark jantung akut, emboli paru, pleuropneumonia, diseksi
aorta, pneumonia, penumonitis, kostokondritis, gastroesophageal reflux disesase,
akut abdomen.a
. Efusi perikard/tomponade: kardiomiopati dilatasi atau gagaljantung, emboli paru,
. Perikarditiskonstriktiva: kardiomiopatirestriktif

Tobel 5. Perbedoon Perikordilis dori lskemi/lnfork Miokord don Emboli PoruT

Tidok odo Tidok odo

Pemeriksoon Fiction rub Ado podo 85 % Jorong. Pleuro/


fisk

EKG Konkof. luos Terbotos di leod

Sering Tidok odo

segmen ST normol

638
I
TATATAKSANA

Perikorditis Akutr.a
. Cari etiologi/kausal
. Pasien harus dirawat inap dan istirahat baring untuk memastikan diagnosis dan
diagnosis banding serta melihat kemungkinan terjadinya tamponade
. OAINS:
o Ibuprofen 600-800 mg (3x sehari) setiap hari secara oral,
o Aspirin 2-4 gram/hari
o Indometasin 25-50 mg (3x sehari)
o Diberikan sampai gejala menghilang atau tidak demam selama seminggu lalu
dosis di- tapering off.
. Kolkisin 2-3 mg per oral dilanjutkan dengan 1 mg setiap hari selama 10-14 hari
jika respon terhadap OAINS tidak adekuat.
. Kostikosteroid sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan risiko rekurensi.
o Indikasi : onset akut, perikarditis karena kelainan jaringan ikat dan gagal
ginjal, respon terhadap OAINS dan/atau kolkisin tidak adekuat.
o Prednison 40-80 mg setiap hari per oral selama 2hari,lalutapering off selama
selama

Perikorditis Rekurena
. OAINS selama 2 minggu
. Kolkisin 2-3 mg per oral dilanjutkan dengan 1 mg
. Predniosn 0.2-0.5 mg/kg berat badan/hari
. Perikardiotomi

Efusi Perikorda
. OAINS atau kolkisin : dapat mengurangi cairan efusi
. Pungsi perikardi untuk diagnostik

Tomponode Jontung4
. Perikardiosentesisperkutan
. Bila belum bisa dilakukan perikardiosentesis perkutan, infus normal salin 500
ml dalam 10 menit disertai dobutamin 2-70 ug/kgBB/menit, untuk memperbaiki
hemodinamik atau isoproteren ol 2-20 ug/menit
. Kalau perlu membuat jendela perikardial dengan :

639
o Dilatasi balon melalui perikardiostomi jarum perkutan
o Pembedahan fdengan mortalitas sekitar 15%) untuk membuat jendela
perikardial dapat dilakukan bila: tidak ada cairan yang keluar saat
perikardiosentesis, tidak membaik dengan perikardiosentesis, kasus trauma
a Pembedahan yang dapat dilakukan :

o Bedah sub-xyphoidperikardiostomi
o Reseksi perikard lokal dengan bantuan video
o Reseksi perikard anterolateral jantung
a Pengobatan kausal : bila sebabnya antikoagulan, harus dihentikan; antibiotik,
antituberkulosis, atau steroid tergantung etiologi, kemoterapi intraperikard bila
etiologinya tumor.

Perikordilis Konslriktivoa
. Bila ringan diberikan diuretika atau dapat dicoba OAINS
. Bila progresif, dapat dilakukan perikardiektomi

KOMP[IKAS14
. Perikarditis akut: chronic relapsing pericarditis, efusi perikard, tamponade,
perikarditis konstriktiva
. Efusi perikard/ tamponade: henti jantung, aritmia : fibrilasi atrial atau flutterl
perikarditis konstriktiva.

PROGNOSIS
Tergantung beratnya gejala dan komplikasi yang terjadi. Perikarditis akut idiopatik
umumnya akan sembuh sendiri atau rekuren pada 70-90 %o kasus. Pada perikarditis

konstrikitiva, kematian saat dilakukan perikardiektomi terjadi pada 5-15 %o kasus.


Kematian dini terjadi karena curah jantung yang rendah, sepsis, perdarahan masil
insufisiensi ginjal, dan insufisiensi pernapasan.a

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNII TERKAIT
. RS pendidikan ICCU / medical High Care, Departemen Bedah
. RS non pendidikan ICCU / ICU, Bagian Bedah

640
REFERENSI
I . Brounwold Pericordiol Diseose. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson
E.
J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol
medicine. l8th ed. United Siotes of Americo;
The McGrow-Hill Componies, 2012.chopter 239.
2. Little W, Freemon G. Pericordiol Diseose. Circulotion. 2006;l l3:l 622-1632. Diunduh dori http://
circ.ohojournols.org/content/11311211622.full.pdf+html podo tonggol 3 Juni2O12.
3. Moisch B, Seferovi PM, Ristic A et oll. Guidelines on the Diognosis ond Monogement of Pericordiol
Diseoses Full Text: The Tosk Force on the Diognosis ond Monogement of Pericordiol Diseoses of
lhe Europeon Socieiy of Cordiology. 2004. Diunduh dori http://www.nvvc.nl/UserFiles/Richtlijnen/
ESC/Pericordiol%2Odiseoses%2O20O4.pdt podo tonggol 2 Juni 201 2.
4. LeWinter M, Tischler M. Pericordiol Diseoses. ln : Bonow R, Monn D, Zlpes D, Lib P, editors.
Brounwold's Heort Diseose. A Textbook of Cordiovosculor Medicine.9h ed. United Stotes of
Americo; Elsevier, 2012. P .1 551-1 671
5. Diunduh dori http://www.cordiocedu.com/ecg/pericorditis.jpg podo tonggol 21 )uni 2012.
6. Diunduh dori www.emedu.org podo tonggol 12 Juni 2012.
7. Little WC, Freemon GL. Pericordiol Diseose. Circulotion. 2006;l I 3: I 622-1 632. Diunduh dori http://
circ.ohojournols.org/content / 1 1 3/ 1 2/ 1 622 podo tonggol 2 Juni 201 2.
PENYAK T JANTUNG KONGEN TAL

PENGERTIAN
Penyakit jantung kongenital adalah defek pada struktur jantung atau fungsi
dari sistem kardiovaskular yang sudah ada saat lahir, walaupun dapat ditemukan di
kemudian hari. Berdasarkan lesi, Penyakit jantung kongenital dapat diklasifikasikan
menjadi: 1. Sianosis: membran mukosa berwarna kebiruan karena peningkatan
pengurangan (saturasi oksigen yang rendah) hemoglobin, sianosis sentral terjadi
karena bercampurnya sirkulasi karena right-to-left shunt, dan2. Asianosis.l Pada bab
ini hanya akan dibahas Atrial Septal Defect [ASD), Ventricular Septal Defect (VSD),
Patent Ductus Arterrosus (PDA), Tetralogy of Fallot [TOF).

Tobel l. Pembogion Penyokil Jonlung Kongenilol'?


ATR AL SEPTAT DEFECT (ASD)

PENGERIIAN
Atrial Septal Defect (ASD) adalah keadaan adanya defek pada bagian septum antar
atrium sehingga terjadi komunikasi langsung antara atrium kiri dan kanan.
Berdasarkan lokasi anatomi, ASD diklasifikasikan menjadi: L. 0stium Sekundum
ASD: kelainan pada bagian tengan septum interatrium yang disebabkan karena
pembesaran foramen ovale atau resorpsi berlebihan dari septum primum,2. Ostium
primum ASD: kelainan pada bagian bawah septum atrium, 3. Sinus venosus ASD:
kelainan pada superior dari hubungan antara vena cava superior dengan atrium kanan.l

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Jika tekanan arteri pulmonal normal, biasanya tanpa gejala. Dapat ditemukan sesak
napas setelah latihan dan nyeri dada yang atipik yang frekuensinya makin meningkat.2

Pemeriksoon Fisik
Impuls ventrikel kanan yang menonjol pada batas dada kiri bawah, arteri pulmonal
teraba, sistolik ejeksi murmur; bunyi jantung II dengan fixed split fpatognomonik).
Pada pasien dengan ostium primum ASD ditemukan holosistolik murmur. Jika terdapat
hipertensi pulmonal, dapat ditemukan peningkatan P2 dengan high-pitched murmur.
Tanda gagal jantung kanan: peningkatan tekanan vena jugular.2

Pemeriksoon Penunjon92
. Elektrokardiografi(EKG):
. Pada 90% kasus ditemukan incomplete right bundle branch block
. Pada ostium secundum dan sinus venosus ASD: aksis QRS tampak vertikal pada
lead VI atau rightward
. Rontgen thorax: cabang arteri pulmonalis tampak menonjol, small aortic knob,
pembesaran ventrikel kanan.
. Ekokardiografi: pembesaran jantung kanan, meningkatnya aliran arteri pulmonal,
ada shunt
. Kateter jantung kanan: oxygen step up dari vena kava ke atrium kanan. Semakin
besar saturasi oksigen arteri pulmonal, semakin besar shunt nya.

643
IAIA[AKSANA3
. Shunt kecil (rasio sirkulasi pulmonal: sirkulasi sistemik (Qp;Qs) . 1,5) , ASD kecil
[<5mm) dan tidak ada pembesaran jantung kanan: observasi, ulangi ekokardiogram
setiap 2-3 tahun untuk memantau fungsi dan ukuran jantung kanan serta tekanan
pulmonal.
. Penutupan defek baik bedah maupun perkutaneus: bila ada pembesaran ventrikel
maupun atrium kanan dengan atau tanpa gejala, adanya komplikasi. Sinus venosus,
sinus coronary atau primum ASD sebaiknya dikoreksi dengan pembedahan.

KOMPTIKASI
Gagal jantung kanan, hipertensi pulmonal, para doxi cal embolization.2

PROGNOSIS
Ostium secundum ASD yang tidak dikoreksi, harapan hidup sebesar 50o/o dibawah
usia 40 tahun. Rata-rata kematian sebesar 60/o per tahun setelah usia 40 tahun.2

ASD DAN KEHAMILAN


Kehamilan dapat menyebabkan paradoxical embolization pada ibu dan kematian
pada fetus.3

yENIR'CUI.AR SEPTAI DEFECT (VSD)

PENGERTIAN
Ventricular Septal Defect $SDJ adalah defek kongenital pada septum di antara ventrikel,
biasanya disebabkan karena kegagalan septum spiral menutup foramen interventrikular.
VSD diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi: 1,. Membranous: supracristal,
perimembranous, malalig nment. 2. Muscular: inlet dan oulet.r

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Jika tekanan arteri pulmonal normal, biasanya tanpa gejala. Dapat ditemukan
sesak napas setelah latihan.2

644
Pemeriksoon Fisik2.4
. Murmur holosistolik, kadangkala sistolic thrill,terdengar jelas di ruang interkostal
IV atau V sepanjang batas sternum kiri, menjalar ke regio parasternal kanan
. Bunyi jantung II dengan/xed split.
. Dapat ditemukan S3 gallop dan diastolic rumble karena peningkatan aliran melalui
katup mitral.
. Jika ada komplikasi insufisiensi trikuspid akan ditemukan prominent jugular venous
v wave dan murmur sistolik.
. Jika ada komplikasi regurgitasi katup aorta akan ditemukan disstolic blowing
murmur, peningkatan pulsasi arteri

Pemeriksoon Penunjong2
. EKG: jika shunt besar, dapat ditemukan pembesaran ventrikel kiri atau kedua
ventrikel.
. Rontgen thorax lateral: pembesaran atrium kiri
. Ekokardiografi
. Color-flow Doppler: jet sistolik berkecepatan tinggi melintasi septum ventrikular
ke ventrikel kanan
o Kateter jantung kanan ; menilai saturasi oksigen ventrikel kanan [untuk mengetahui
besarnya shunt dari ratio Qp:Qs), tekanan arteri pulmonal, dan resistensi vascular.

IATA[AKSANA3
. Observasi: jika Op:Qs < 2, tidak ada gejala, tidak ada overload volume ventrikel
kiri, tidak ada regurgitasi aorta yang berhubungan dengan VSD.
. Pembedahan: jika Qp'Qs > 2 atau bila Op:Qs > 1-,5 dengan disfungsi sistolik atau
diastolik ventrikel kiri atau dengan tekanan arteri pulmonal < 2/3 dari tekanan
sistemik.
. Terapi vasodilatasi pulmonal dapat dipertimbangkan pada pasien VSD dengan
penyakit vaskular pulmonal berat.
. Percutaneus device closure dapat dipertimbangkan pada VSD muskular

PROGNOSIS
VSD yang tidak dikoreksi, rata-rata bertahan 10 tahun sejak gejala muncul adalah
7 5o/o.3

645
VSD DAN KEHAMITAN
Pada pasien dengan VSD ringan, kehamilan biasanya ditoleransi dengan baik, tanpa
peningkatan risiko kematian ibu maupun bayi meskiptn left-to-right shunt meningkat
karena meningkatnya cardiac output selama kehamilan. Pada pasien dengan VSD berat
(large shunt) dapat mengalami aritmia, disfungsi ventrikel.3

PATENI DUCTUS ARIER'OSUS (PDA)

PENGERTIAN
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah sisa dari sirkulasi normal fetus. Pada
neonatus normal, PDA akan menutup dalam 10-15 jam setelah lahir.2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Riwayat ibu terinfeksi rubela ketika hamil, sesak napas karena latihan, nyeri dada,
palpitasi.2

Pemeriksoon Fisik
Pulsasi nadi teraba lebar dan kolaps, murmur yang terdengar paling jelas dibawah
klavikula kiri dan bunyinya meningkat pada late systole. Jika shuntnya besari dapat
ditemukan S3 gallop dan diastolic murmur.a Continous machinery murmur

Pemeriksoon Penunjon92
. EKG: Pada shuntyang besar dapat ditemukan hipertrofi atrium dan ventrikel kiri,
jika ada hipertensi pulmonal, dapat ditemukan P-pulmonale, right-axis deviation,
dan hipertrofi ventrikel kanan.
. Rontgen thorax: jika shunt besar, dapat ditemukan bayangan jantung membesar
dan vaskular pulmonal yang berlebihan. fika ada hipertensi pulmonal, dapat
ditemukan ; pembuluh darah paru perifer berkurang, arteri pulmonalis sentral
menonjol. Pada pasien dewasa tampak duktus mengalami kalsifikasi.
. Ekokardiografi
. Color-flow Doppler: aliran berkecapatan tinggi yang kontinu didalam arteri
pulmonalis utama dekat cabang kiri.
. Kateter jantung kanan

646
TATALAKSANA3
. Observasi dengan/ollow-up rutin setiap 3-5 tahun pada PDA ringan tanpa bukti
overload volume jantung kiri
. Penutupan PDA secara perkutaneus lebih disarankan karena tingkat keberhasilan
tinggi dan komplikasi kecil.

KOMPTIKASI
Gagal jantung kongestif, hipertensi pulmonal.a

PROGNOSIS
Sekitar 157o pasien > 40 tahun memiliki kalsifikasi dan aneurismal dilatation dari
duktus yang menyulitkan operasr.

TETRALOGY OF FALLOT (TOF)

PENGERTIAN
Empat komponen tetralogy of fallot adalah malaligned VSD, obstruksi aliran
ventrikel kanan, aortic override of the VSD, dan hipertrofi ventrikel kanan karena
respon ventrikel kanan terhadap tekanan aorta lewat VSD besar.a

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Riwayat sianosis ketika lahir, intoleransi latihan.2

Pemeriksoon Fisik
Sianosis, clubbing, pulmonic flow murmur,

Pemeriksoon Penunjong4
. EKG: hipertrofi ventrikel kanan
. Rontgen thorax: boot shaped heart dengan ventrikel kanan yang menonjol dan
cekung di daerah konus paru.
. Echokardiografi dua dimensi: malaligned USD dengan overriding aorta
. MRI
. Kateter jantung: tekanan pulmonal normal

647
TATALAKSANA
Pembedahan; angioplasty dan stenting of branch pulmonory stenosis.3

PROGNOSIS
Hanya L1% individu yang lahir dengan TOF dapat bertahan hidup tanpa operasi
paliatif sampai usia 20 tahun, dan hanya 3o/oyang dapat hidup sampai usia 40 tahun.2

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
. RS non pendidikan : Depatemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan Departemen Bedah fantung, Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Divisi Kardiologi
o RS non pendidikan Departemen Bedah, Departemen Anak, Departemen
Rehabilitasi Medik

REFERENSI
l. Morelli, Arione J. Congenitol Heort Diseose. Dolom:Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'd edition.
Sounders: Philodhelphio. 2007.
2. Congenitol Heort Diseose in Adults. Dolom: Crowford, Michoel H. Current
Horris, lon S. Foster, Elyse.
Diognosis & Treotment Cordiology 3'd Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009
3. Wornes, Corole A. Et oll. ACC/AHA 2008 Guidelines for the monogemenf of odults with congenitol
heort diseose: executive summory. Circulotion. 2008;l l8:2395-2451;originolly published online
November 7, 2008 ; doi: l0.l l6l / ClRCULAT|ONAHA.l0S.l90Sl 1.
4. Congenitol heort diseose in odult. Dolom: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S,
Jomeson J, Loscolzo J, editors. Honison's principles of internol medicine. lSrh ed. United Stotes of
Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 l.

648
PE TENS PULMONAL

PENGERTIAN
Definisi hipertensi pulmonal/pulmonary hypertension (PH) merujuk pada adanya
tekanan vaskular paru yang tinggi secara abnormal. Sedangkan hipertensi arteri pulmonal/
pulmonary arterial hypertension [PAH) adalah kumpulan gejala akibat dari restriksi aliran
melalui sirkulasi arteri pulmonal, yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskular
paru dan pada akhirnya gagal jantung kanan. PAH merupakan suatu kategori PH, oleh
karena itu keduanya bukan merupakan sinonim.l Pada individu yang sehat, tekanan darah
pada arteri pulmonal lebih rendah daripada arteri lainnya didalam tubuh. Apabila tekanan
darah yang melewati seluruh tubuh berkisar 120/80 mmHg, maka tekanan arteri pulmonal
berkisar 25/1,0 mmHg. Apabila tekanan arteri pulmonal mencapai 40/20 mmHg, atau
tekanan rata-rata melebihi 25 mmHg, maka terjadi PH. Apabila PH menjadi persisten atau
sangat tinggi, maka ventrikel kanan jantung yang menyuplai darah ke arteri pulmonal tidak
dapat memompa secara efektif sehingga pasien akan mengeluh napas pende[ kehilangan
energi, dan edema, yang merupakan tanda gagal jantung kanan.2 Berbagai kondisi dan
penyakit juga dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonal tercantum pada tabel 1.

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis2,3
. Sesak, lelah, angina pektoris, sinkop, hampir sinkop
. Riwayat penyakit komorbid

Pemeriksoon Fisikt
. Mencerminkan deraiat keparahan PH :

o Aksentuasi komponen pulmonal S, (terdenBar pada apeks >90%)


o Bunyi klik pada awal sistolik (early systolic click)
o Ejeksi murmur midsistolik
o Left parasternal lift
o 54 ventrikel kanan (38%)
o Meningkatnya gelombang "a" jugular

Tobel 'l . Mekonisme Penyokit yong dopol menyebobkon Hiperlensi Pulmonol2

. Penyokit kotup (stenosis kolup mitrol olou oorto. otou regurgitosi)

do

Klasifikasi revisi PH menurut WHO dapat dilihat pada tabel 2.

6s0
a Sugestif PH deraiat sedang-berat :

o Deraiat sedang-berat : murmur holosistolik yang meningkat saat inspirasi,


meningkatnya gelombang "v" jugular, pulsatile liver, murmur diastolik,
hepatojugular reflux
o PH stadium laniut dengan kegagalan ventrikel kiri : S, ventrikel kanan
(23o/o), distensi vena jugular, hepatomegali, edema perifer (32o/o), asites,
tekanan darah rendah, hilangnya tekanan nadi, akral dingin
a Sugestif kemungkinan penyebab lain atau kaitan dengan PH :

o Sianosis sentral, clubbing


o Temuan pada auskultasi jantung (murmur sistolik, diastolik, opening snap,
gallopJ
o Ronki, perkusi redup atau menurunnya bunyi napas
o Ronki basah halus, penggunaan otot aksesorius, mengi, ekspirasi protraksi,
batuk produktif
o Obesitas, kifoskoliosis, pembesaran tonsil
o Sklerodaktili, artritis, teleangiektasis, fenomena Raynaud, ruam
o Insufisiensi vena perifer atau obstruksi
o Ulkus vena stasis
o Bruit vaskular paru
o Splenom egali, spider angiomota, palmar eritem, ikterus, kaput medusa, asites

Pemeriksoon Penunjongt,3
. Laboratorium : darah perifer lengkap, ANA, HIV TSH, fungsi hati, biomarker
jantung (BNP, NT-proBNP, troponin TJ
. EKG : right axis deviation, hipertrofi ventrikel kanan, hipertrofi atrium kanan
. Radiologis:
o Foto toraks : pembesaran arteri pulmonalis sentral, hipertrofi ventrikel kanan,
hipertrofi atrium kanan
o Ekokardiogram: pembesaran ventrikel dan atrium kanan, penurunan fungsi
ventrikel kanan, regurgitasi trikuspid, pergeseran septum intraventrikular,
efusi perikardial
o MRI jantung: menilai ukuran dan fungsi ventrikel kanan secara akurat

DIAGNOSIS BANDING
Lihat tabel 2
PENDEKATAN DIAGNOSIS

Tes pivotal Tes kontingen Penilaian

Anamnesis,
pemeriksaan fisik, lndex kemungkinan PH
rontgen thorax,
EKG

RVE, RAE, naiknnya RSVP


TEE fungsi RV
Penyakit jantung kiri
Echocardiogram Excersice Echo VHD CHD

Angiografi pulmonal
VQ scan PE kronis
Chest CT angiogram

Profil

PFTs ABGs Fungsi ventilator


Pertukaran gas

Overnight
oxymetri Gangguan tidur
Polysomnogrophy

HIV
lnfeksi HIV

ANA Serologis CTD lainnya Skleroderma, SLE, RA

LFTs Hipertensi portopulmonar

Tes fungsional Data dasar


(6MWT, CPEI) prognosrs

Tes vasodilator

Excersice Rh cath Konfirmasi PH


Rh Cath
Volume loading Profil hemodinamik

Kateterjantung kiri Respon vasodilator

Gombor l. Algoritmo Pendekoton Diognosis PHr

652
TATALAKSANA3
Prinsip terapi :

1. Memastikan diagnosis dengan benar : pasien sebaiknya melakukan kateterisasi


jantung sebelum terapi dimulai
2. Menilai kondisi baseline penyakit : untuk menilai efektivitas terapi
3. Tes vasoreaktivitas :sebaiknya diperiksa saat didiagnosis untuk memandu terapi
4. Pasien reaktif sebaiknya diterapi dengan calcium channel blockers dosis tinggi
(drug ofchoice)
5. Pasien non-reaktif sebaiknya ditawarkan terapi lain, namun tidak ada terapi
spesifik yang ditawarkan sebagai terapi lini pertama
6. Follow-up periodik manfaat obat sangat penting : Iakukan penilaian ulang dalam
B minggu setelah obat baru dimulai, karena pasien yang tidak merespon pada
awalnya mungkin dapat merespon setelah paparan lebih lama. Efektivitas terapi
dapat menghilang seiring berjalannya waktu
7 . Terapi yang tidak efektif sebaiknya diganti daripada ditambah. Pasien yang gagal
pada semua terapi sebaiknya dipertimbangkan transplantasi paru
B. Manfaat dan risiko terapi kombinasi tidak diketahui : hanya tambahan sildenafil
pada epoprostenol yang terbukti bermanfaat

Tobel 3. Agen unluk Pemeriksoon Vosodilolor Akutl

KOMPTIKASI
Gagal jantung kanan (cor pulmonaleJ, bekuan darah, aritmia, perdarahan

553
IATATAKSANA PH

Antikoogulon + diuretik Acute vosore oclwily tesling


+ oksigen + digoksin
(-)
(*)

Risiko rendoh Risiko tinggi


Orol CCB
ERAs otou PDE-5 ls (orol) Epoprostenol otou
Tidok Epoprostenol otou treprostinil (iv)
Treprostinil (iv) lliprost (inholosi)
Respon lliprost (inholosi) Treprostinil (Sc)
berkelonjuton Treprostinil (Sc) ERAs otou PDE-5 ls
(orol)
Yo
U
Lonjutkon CCB pertim bongkon
combo
Atrio/ seplosomy
lung tronsplont
lnvestigosi protokol

Gombor 2. Algorilmo Penololoksonoon PHr

PROGNOSIS
Determinan prognosis PH dapat dilihat pada tabel 4

Tobel 4. Delerminon Prognosis PHt

Kelerongon :
*Kelos WHO merupokon klosifikosi fungsionol PH don merupokon modifikosi kelos fungsionol NYHA
**Jorok 6-minule-wo/k jugo dopot dipengoruhi oleh usio, jenis kelomin, don tinggi bodon
..*Soot ini penelltion BNP dolom mempengoruhi prognosis mosih terbotos, oleh koreno itu ongko obsolu'l tidok
diberikon podo voriobel ini
Cl = cordioc index; CPET = cordiopulmonory exercise fesfing; peok VOz = overoge peok oxygen uptoke during
exercrse; RAP = righf orriol pressure; WHO = World Heolth Orgonizotion

654
UNIT YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
. RS non pendidik :

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
1. Mcloughlin V, Archer S, Bodesch D, et ol. ACCF/AHA 2009 Expert Consensus Document on
Pulmonory Hypertension: A Report of the Americon College of Cordiology Foundotion Tosk
Force on Expert Consensus Documents ond the Americon Heort Associotion Developed in
Colloborotion With the Americon College of Chest Physicions; Americon Thorocic Society, lnc.;
ond the Pulmonory Hyperiension Associotion. J. Am. Coll. Cordiol. 2009;53;1573-1619. Diunduh
dori http://content.onlinejocc.org/cgilreprintfromed/53117 11573 podo tonggol 14 Junt2O12.
2. Newmon JH, Hemnes AR. Pulmonory Hypertension. In :Schrougnogel DE. Breothing in Americo :

Diseoses, Progress, ond Hope. Americon Thorocic Society. 2010. Hol 175-84. Diunduh dori http://
www.thorocic.org/educotion/breothing-in-omerico/resources/breothing-in-omerico.pdf podo
tonggol 23 Mei 2012.
3. Rich S. Pulmonory Hypertension. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo
J. Honison's Principles of lnternol Medicine 1.8th Edition. New York, McGrow-Hi\I.2072

655
P NYAK T ARTER PE FER

PENGERTIAN
Penyakit arteri perifer (PAP) adalah kelainan klinis karena adanya stenosis atau
oklusi di aorta atau arteri ekstremitas. Stenosis atau oklusi pada usia > 40 tahun paling
banyak disebabkan karena aterosklerosis, sisanya disebabnya trombosis, emboli,
vaskulitis, displasia fibromuskular, tekanan organ sekitat cystic adventitial disease,
dan trauma. Lokasi primer terjadi di aorta abdominalis dan arteri iliaka (30 o/o pada
pasien dengan gejala), arteri femoral dan poplitea (80-90 % pasienJ, dan arteri tibia
dan peroneus (40-50 o% pasien).1'2
Ada berbagai macam PAP yaitu :
. Vaskulitis : arteritis Takayasu, arteritis sel giant (temporal)
. Oklusi arteri akut
. Arteroemboli
. Thoracic Outlet Compression Syndrome
. Popliteal Artery Entrapment
. Aneurisma arteri poplitea
. Fistula arteriovena
. Raynaud's Phenomenon
. Akrosianosis
. Livedo Reticularis
. Pernio (Chilblains)
. Eritromelalgia
. Frostbite

Foklor Risiko PAP podo Ekslremitos lnferior2


. Usia < 50 tahun, dengan diabetes melitus dan satu faktor risiko arterosklerosis
(merokok, dislipidemia, hipertensi, atau hiperhomosisteinemia)
. Usia 50-69 tahun dan riwayat merokok atau diabetes melitus,
. Usia > 70 tahun
. Abnormalitas pulsasi ekstremitas bawah
. Diketahui adanya aterosklerotik koroner, carotid, atau penyakir arteri renalis.
PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Keluhan terjadi pada < 50 % pasien yaitu klaudikasio intermiten (rasa nyeri,
ache,keram, baal, atau kelelahan pada otot selama aktivitas dan menghilang dengan
istirahatJ yang dirasakan di distal dari lokasi oklusi, misalnya di bokong, pinggul,
dan otot paha jika oklusi di aortoiliaka, sedangkan sakit di betis dirasakan jika oklusi
di arteri femoral-poplitea. Keluhan dirasakan lebih sering pada ekstremitas bawah
dibandingkan ekstremitas atas. Keluhan lain yaitu pasien merasakan dingin atau baal
pada kaki dan ibu jari kaki yang seringkali dirasakan pada malam hari ketika posisi
tungkai horizontal dan meningkat ketika tungkai pada posisi menggantung. Pada kasus
1'2
iskemia berat, nyen dapat tetap ada pada saat istirahat.

Pemeriksoon Fisik
Menurunnya atau tidak terabanya nadi di distal dari oklusi, terdengarnya bruit,
dan otot ampak atrofi. Pada kasus berat terdapat penebalan kuku, kulit tampak halus
dan mengkilap, menurunnya suhu kulit, rambut kaki rontok, pucat atau sianosis. Ulkus
atau gangren dapat ditemui pada pasien dengan criticol limb ischemia. Pemeriksaan
r'3
refleks tungkai juga dapat menurun karena neuropati iskemia.

Pemeriksoon Penunjongr,3
. Laboratorium: darah lengkap, PT (prothrombine time), APTT (activated partial
thromb oplastin ti me), trombosit
. Elektrolit, ureum, kreatinin, gula darah, profil lipid
. Urin lengkap
. Rontgen toraks
. Elektrokardiografi
. Ankle brachial index (ABI) (lebih lengkap pada bab ABI)
. Pengukuran tekanan segmental
. Segmental pulse volume recordings
. Ultrasonografi dupleks: gambaran B-mode dan pengukuran kecepatan aliran darah
dengan Doppler
. Oksimetritranskutaneus
. Tes stress (treadmill)
. Arteriogram
. Magnetic resonance angiography (MRA), computed tomographic angiography rcfA),
da n angiografi kontras konvensional

657
o tidak dilakukan secara rutin untuk mendiagnosis PAP
o Dilakukansebelumrevaskularisasi

Ada 2 klasifikasi penyakit arteri perifer:2

Tobel I. Klosifikosi Fonloine unluk Penyokil Arteri Perifer2

llo
ilb
ilt

Tobel 2. Klosifikosi Rulheilord unluk penyokil orteri perifer2

Berisiko PAP tonpo ke uhon

Pemeriksoon ABl

ABt>130 ABt 0 9t-t 30 ABt<090


(obnormol) (normol) (obnormol)

Pulse volume recording


Ioesw-brochro/ index Pengukuron ABI
seteloh treodmill
lultrosonogrof dupleks)

Hosil normol : Hosil Hosil normol : Hosil obnormol


tidok odo PAP obnormol tidok odo PAP (menurun)

Evoluosi
penyebob loin

Konfirmosi
diognosis PAP

Memperboiki foktor risiko :

stop rokok, otosi hipedensi,


hiperlipidemio, diobetes melitus

Teropi formokologik :

ontiplotelet, inhibitor ACE

Gombor l. Algoritmo Pendekqlon Berisiko PAP Tonpo Keluhon2


Keluhon klosik kloudikosio

Anomnesis gongguon
berjolon don keterbotoson

Pemeriksoon nodi

ABI seteloh treodmill (TBl,


tekonon segmentol, otou
ABI ABI > 0.9
ultrosonogrofi dupleks)

ABt < 0.9 Hosil Hosil


obnormol normol

Konfirmosi diognosis PAP


Tidok odo PAP otou
pikirkon odonyo
sindromo entropmenl
Mengotosi foktor risiko : stop rokok, orteri
mengontrol tekonon doroh, kodor
lemok doroh, don gulo doroh

Teropi formokologik :
ontiplotelet, inhibitor ACE

Algortime 3

Gombor 2. Algorilmo pendekolon berisiko PAP dengon keluhon klosik'

DIAGNOSIS BAND!NG
Pseudoklaudikasio (nyeri jika berdiri/posisi lordosis dan menghilang dengan
duduk, tidur terlentang, membungkuk ke depan, atau meregangkan spinalJ, penyakit
obstruksi vena berat, kompartemen sindrom kronik, penyakit lumbar dan stenosis
spinal, penyakit muskular infl amasi.

659
Diognosis posii PAP

Keterbotoson oktivitos Keterbotoson oktivitos


Tidok odo disobilitos
disertoi bukti odonyo PAP

Tidok perlu teropi.


Perikso secoro Progrom Formokologik : Pemeriksoon ongiogrofi k
rutin soot kontrol lotihon H Ci/oslozo/ otou untuk membontu
opokoh odo Pentoxifylline n
tondoJondo

Percoboon Teropi endovoskulor


Percoboon
selomo 3 bul otou operosi byposs
selomo 3 bulon
per onotomy

Tes eflkosi
sebelum
don sesudoh
rom

Perboikon klinis. bilitos yong signiflkon woloupu


Follow up secoro dengon teropi medis don/otou
rutin soot kontrol teropi endovoskulor.

Evoluosi kebutuhon operosi


revoskulorisosi otou endovoskulor

Gombor 3. Algorilmo Penongonon PAP2

TATA[AKSANAI,2
. Tul'uan: menurunkan risiko kardiovaskular; meningkatkan fungsi ekstremitas,
mencegah progresifitas menjadi iskemia, dan menjaga viabilitas ekstremitas.
. Modifikasi faktor risiko :

o Menghentikan rokok
o Mengontrol tekanan darah dengan Angiotensin converting-enzyme inhibitors
dan penghambat B adrenergik
o Mengatasi hiperkolesterolemia : statin. Target penurunan LDL < 100 mg/dl.
. Antiplatelet:
o Aspirin Bl-325 mg/hari per oral
o Klopidogrel 75 mg/hari per oral
o Menurunkan risiko kardiovaskular pada pasien dengan aterosklerosis

660
a Antikoagulan : warfarin
o Sama efektif dengan antiplatelet, tetapi meningkatkan risiko perdarahan
sehingga tidak direkomendasikan pada PAP kronik.
a Suportif
o Perawatan kaki, menjaga kebersihan, dan menjaga kelembapan kulit kaki
o Mengurangi trauma dengan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai
o Menghindari pemakaian kaus kaki [berbahan karet) karena dapat menurunkan
aliran darah ke kulit
Olahraga:
o Secara teratur dan meningkat secara progresif
o Olahraga dengan pengawasan dilakukan 30-45 menit, 3-5 kali seminggu selama
12 minggu
o Olahraga dilakukan dengan berjalan kaki sampai muncul klaudikasio hampir
maksimal, lalu beristirahat sampai gejala menghilang sebelum mulai berjalan
Iagi.
a Obat-obatan:
o Cilostazol: inhibitor fosfodiesterase dengan efekvasodilator dan antiplatelet,
meningkatkan durasi olahraga. Dosis 100 mg (2 kali sehari), hati-hati
pemberian pada gagal jantung [dosis menjadi 50 mg 2 kali sehariJ
o Pentoxifylline : derivate xantin, meningkatkan aliran darah ke mikrosirkulasi
dan oksigenasi jaringan, meningkatkan durasi olahraga. Dosis 3x400 mg/hari
minimal B minggu.
a Revaskularisasi
o Indikasi : keluhan klaudikasio intermiten progresif atau berat, adanya diabilitas,
critical limb ischemia.
o Sebelum revaskularisasi sebaiknya dilakukan angiografi kontras konvensional.
o Operasi:
- Indikqsi : pasien dengan keluhan klaudikasio dengan disabilitas fungsi
yang tidak membaik dengan farmakoterapi atau olahraga, pasien yang
berisiko keluhan klaudikasio bertambah berat. Tidak diindikasikan
untuk mencegah progresivitas critical limb ischemia pada pasien dengan
klaudikasio intermiten.
- Tergantung lokasi oklusi, luasnya oklusi, dan komorbid.
- f enis operasi untuk penyakit aortoiliaka: aortobifemoral bypass,
axillofemoral bypass,femoro-femoral bypass, and aortoiliac endarterectomy
lenis operasi untuk penyakit arteri femoralis-poplitea '. autogenous
saphenou s vein by p a s s g r afts, p enemp atan P T F E (p o ly tetr aflu oro ethy I ene ),
dan tromboendarterektomi.

Tobel 3. Jenis operosi untuk revoskulorisosir

o Non-operasi :

- Percutaneous transluminal angiography (PTA),pemasangan stent,


arterektomi
- Angka keberhasilan pada PTA iliaka sebesar 90-95 o/o, dan ketahanan
selama 3 tahun sebesar > 75o/o
- Angka keberhasilan pada PTA dan pemasn gan stentpada femoral-poplitea
sebesar B0 %, dan ketahanan selama 3 tahun sebesar 60%o

KOMPTIKASI
Critical limb ischemia, amputasi, ulkus, gangren

PROGNOSIS
Pada 1,/3-1,/2 pasien PAP dengan keluhan, berdasarkan klinis dan EKG juga
mengidap penyakit arteri koroner (CAD/coronary artery disease), sedangkan > %
pasien terdeteksi dengan angiografi koroner. Angka harapan hidup 5 tahun pada
pasien dengan PAP sebesar 75-30 o/o, dan meningkatkan risiko kematian akibat CAD
sebesar 2-6 kali. Angka kematian meningkat seiring dengan derajat beratnya PAP.

Sebanyak 75-80 %o pasien dengan PAP tanpa diabetes mellitus mempunyai keluhan
yang stabil, sedangkan l-2 o/oberkembang men jadi critical limb ischemia setiap tahun.
Pada kasus critical limb ischemia,25-30 %o kasus menjalani amputasi dalam 1 tahun,
dan mempunyai prognosis buruk pada yang merokok dan diabetes mellitus. 1

662
REFERENSI
1. Creoger MA. Vosculor Diseoses of the Extremities. In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E,
Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Honison's principles of internol medicine. lSth ed. United
Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2Ol2.chopter 249
2. Hirsch AT, Hoskol ZJ, Hertzer NR et ol. ACC/AHA 2005 Proctice Guidelines for the Monogement
of Potients With Peripherol Arteriol Diseose (Lower Exiremity, Renol, Mesenteric, ond Abdominol
Aortic) : A Colloborotive Report from the Americon Associotion for Vosculor Surgery/Society
for Vosculor Surgery,* Society for Cordiovosculor Angiogrophy ond Interventions, Society for
Vosculor Medicine ond Biology, Society of Interventionol Rodiology, ond the ACC/AHA Tosk
Force on Proctice Guidelines (Writing Committee to Develop Guidelines for the Associotion of
Cordiovosculor ond Pulmonory Rehobilltoiion; Notionol Heort, Lung, ond Monogement of Potients
Wilh Peripherol Arteriol Diseose): Endorsed by the Americon Blood lnstitute; Society for Vosculor
Nursing; TronsAtlontic lnter-Society Consensus; ond Vosculor Diseose Foundotion. Circulotion.
2006:113:e463-e654. Diunduh dori http://circ.ohojournols.org/ podo tonggol 2 )uni 2012.
3. Antono D, lsmoil D. Penyokit orteri perifer. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M,
Sudoyo AW, ediiors. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid ll Edisi V. Jokorto: Interno Publishing;
2010: Hol 1831-1841

663
KEIA AN S STE VE A DAN L MFAT K

KEIA!NAN SISTEM VENA


PENGERT!AN
Penyakit vena kronik (chronic venous disease) yaitu kelainan yang ditimbulkan
akibat abnormalitas struktur dinding vena, katup dan/atau abnormalitas sehinggga
menyebabkan refluks dan/atau obstruksi. Pembuluh darah vena pada ekstremitas
terbagi atas superfisial dan profundus. Pada ekstremitas inferiol vena superfisial
terdiri dari vena safena magna dan parfa, sedangkan vena profundus berjalan
bersamaan dengan permbuluh darh arteri besar. Vena superfisialis dan profundus
dihubungkan dengan vena perforantes. Sistem vena disertai dengan katup bikuspid
yang mengatur aliran darah vena. Beberapa kelainan sistem vena yaitu :1

. Trombosis vena
o Trombosis vena dalam (deep venous thrombosis/DVT) dan tromboemboli
pulmonal
- Akut (bila gejala < L0 haril
- Kronik (bila gejala > 10 hari)
o Trombosis vena superfisial
o Faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya trombosis vena :

- Operasi: prosedur ortopedik, thoracic, abdominal, dan genitourinarius


- Keganasan: pankreas, paru-paru, ovarium, testis, traktus urinarius,
payudara, lambung
- Trauma
- Imobilisasi
- Kehamilan
- Pemakaian kontrasepsi atau preparat estrogen
- Hiperkoaguabilitas
- Venulitis
- Riwayat DVT sebelumnya
Vena varikosa (varicose veins)
o Primer: berasal dari sistem vena superfisial, terjadi lebih banyak pada wanita
daripada laki-laki, disertai riwayat dalam keluarga.
o Sekunder: berasal dari insufisiensi sistem vena dalam dan oklusi vena dalam
yang menyebabkan pelebaran vena supersial
o Insufisiensi vena kronik
o Dapat berasal dari DVT dan/atau inkompetensi katup. Setelah DVI katup
menjadi menebal dan berkontraksi sehingga tidak dapat mencegah aliran
darah balik. Dinding vena menjadi kaku dan tebal.
o Klasifiaksi berdasarkan CEAP (clinical, etiologic, anatomic, pathophysiologic)
untuk memperkirakan derajat keparahan klinis.

Tobel l. Klosilikosi lnsufisiensi Kronik Berdosorkon CEAPr

Pn
Kelerongon:diognosis horus mencokup keempol klosiikosi di otos

665
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

Tobel 2. Anomnesis don Pemeriksoon Fisik podo Keloinon Venol4

Anomnesis

Pemeriksoon Penuniongs
. Ultrasonografi: Continuous-wave (CW) Doppler, duplex scan, echocardiografi
Doppler:
o Tujuan: melihat adanya refluks, mencari sumber lokasi dan morfologr,
pemeriksaan preoperatif
. Imajing: angiografi-CTscan,angiografi-MRI
. P I ethy smog raphy: quantitative photoplethy sm og raphy, phleb og raphy (v enog raphy)
o Indikasi phlebography: mempunyai anomali anatomis atau malformasi, atau
jika ada indikasi operasi sistem vena dalam.
Tobel 3. Kriterio Diognosis DVT4
Skor
Konker oktif
Porolisis, poresis, otou menggunokon cost

I
a

Kelerongon :

> 0 : kecil kemungkinon odonyo DVT


l -2 : kemungkinon DVT
> 3 : kemungkinon besor DVT

Pendekolon diognosis untuk DVT

Pemeriksoon imojing

Ultrosonogrofi veno

Diognostik Non diognostik

Ultrosonogrofi veno MRI CT scon Phlebogrophy

Gombor l. Algoritmo Pendekoton Diognoslik unluk DVT4

DIAGNOSIS BANDING
Ruptur kista Baker, selulitis, sindroma postflebitis, sumbatan arteri menahun.4

TATAtAKSANAI,3.5

Irombosis veno dolom/DVI


. Antikoagulan :

o Indikasi:untuk mencegah perluasan trombos ke vena dalam dan mencegah


emboli paru.
72 jam sejak gejala prtama.
o Streptokinase 250.000 IU, dilanjutkan 100.000 lU /jam selama 1-5 hari.
o ]arang dipakai karena risiko perdarahan lebih besar
a Anti agregasi trombosit:
o Golongan vasoaktif
a Operasi:
o Indikasi: jika terapi antikoagulan dan trombolitik tidak berhasil serta ada
bahaya gangrene
o Ligasi vena, trombektomi vena, femorofemoral grafts, atatt saphenopoliteal
byp ass: sesuai indikasi

Trombosis veno supemsiol


. Suportif
. Bed rest dengan elevasi tungkai dan kompres hangat
. OAINS (obat anti steroid non inflamasi )
. Obat antikoagulan: untuk mencegah perluasan trombos ke vena dalam dan
mencegah emboli paru. Diberikan jika trombosis berada di vena safena magna
pada daerah paha dan meluas sampai perbatasan dengan femoral (saphenofemoral
junction).

Veno vorikoso
. Menghindari posisi berdiri terlalu lama
. Memakai kaus kaki elastis atau compression stocking
. Elevasi tungkai secara periodik
. Prosedur:
o Indikasi: jika keluhan tetap ada, trombosis vena superficial yang rekuren, danf
atau adanya
o Skleroterapi: jika varikosa kecil
o Radiofrekuensi endovenus:untuk mengatasi vena safena magna inkompeten
o Ablasi laser.
o Operasi: berupa ligasi dan stripping vena safena magna dan parva.

lnsufisiensi veno kronik


. Menghindari posisi berdiri dan duduk terlalu lama
. Elevasi tungkai secara periodik
. Memakai kaus kaki elastic atau compression stocking setiap hari

668
a Ulkus: kompres dan ditutup dengan occlusive hydrocolloid
a Operasi:
o Indikasi: jika ulkus berulang dan edema berat
o SEPS (Subfascial endoscopic perforator surgeryJ: untuk memutuskan vena yang
inkompeten.
o Valvuloplasty dan bypass ofvenous occlusions

Tobel 3. Prosedur operosi podo keloinon veno2

r.3-6.3

FemorolJibiol vein

Kelerongon:AK :obove knee BK:be/ow knee

KOMPTIKASI
Tromboemboli, emboli paru, ruptur vena, perdarahan, gangguan sistem limfatik.l

PROGNOSIS
Komplikasi tromboemboli dapat meningkatkan morbiditas ada DVT dan
meningkatkan angka kematian sebesar 30% dalam L bulan. Pada25 %o kasus dengan
emboli paru akan menyebabkan kematian mendadak. Angka rekurensi DVT sebesar
30% dalam 10 tahun.6

KELAINAN SISTEM TIMFAT!K

PENGERT!AN
limfatik juga dikenal sistem limfe tepi dan dalam. Sistem limfe tepi
Pada sistem
menerima cairan limfer dari dermis dan jaringan di bawah kulit, sedangkan sistem
limfe dalam menerima cairan limfe dari otot dan sendi. Cairan limfe akan didorong

669
dari dalam ke arah tepi. Cairan limfe diperoleh dari cairan interstitial yang berasal
dari darah arterial melalui proses ultrafiltrasi pada dinding kapiler serta adanya
perbedaan tekanan onkotik. Kelainan sisrem limfatik yaitu kelainan yang ditimbulkan
akibat abnormalitas sistem limfatik sehingga menyebabkan gangguan drainase cairan
pada jaringan dan organ.l
Pada bab ini akan dibahas mengenai limfedema.

TIMPEDEMA
Limfedema adalah akumulasi cairan berlebihan dari cairan ekstraseluler yang
dapat disebabkan oleh :

Lymphedemo proecox Filoriosis

Teropi rodiosi

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Asimptomatik atau tungkai terasa berat, chronic dull.ll

Pemeriksoon Fisik
Edema yang dimulai dari kaki dan menyebar sampai tungkai atas. Awalnya edema
bersifat halu s dan pitting, selanjutnya men jadi indurasi dan fibrosis. Dermatitis stasis
dan hiperpigmentasi dapat ditemui, 1'7

Pemeriksoon Penunjongr,T
. Ultrasonografivena:sesuaiindikasi
. Ultrasonografi abdomen dan pelvis:untuk mendeteksi lesi obstruksi seperti
keganasan.
. MRI atau CT scan: sesuai indikasi
. Lymphoscintigraphy dan lymphangiographyt
o Tujuan: untuk mendiagnosis atau membedakan antara limfedema primer atau
sekunder.

670
o Ly m p h os cintig raphy : menyuntikkan plasma protein radioakti f yang berl abel
technetium ke distal dari jaringan subkutaneus pada ekstremitas yang terkena.
o Lymphangiography:
- Tujuan: mencari penyebab, melihat kelainan anatomis dari saluran limfe.
- kontras disuntikkan ke distal saluran linfe yang sudah dikanulasi.

DIAGNOSIS BANDING
DYT, myxe de ma p retib i al, lip edema.

IAIA[AKSANA',?
. Edukasi perawatan kaki pada pasien, menjaga kebersihan tungkai
. Fisioterapi: massage untuk meningkatkan drainase
. Konservatif: elevasi tungkai, kompresi dengan kaos kaki elastis, pemakaian
pelembab jika kulit kering
. Obat vasoaktif seperti flavonoid:memperbaiki mikrosirkulasi dinding pembuluh
darah.
. Antibiotikprofilaksis:sesuai indikasi
. Terapi bedah: Iimfangioplasti, transposisi flap omentum, eksisi radikal dan graft
kulit, ly mp hov e n o u s s hunts.

KOMPLIKASI'
. Komplikasi dermatologis:inflamasi (erysipelas, selulitis, dermatitis, limfangitis),
onkolo gi (angiosarko ma f Sin drom o Stewo r-Trev e s).
. Komplikasi terlibatnya sistem saraf, otot, dan skeletal:artropati, ligamentoses,
tendinoses, dan periostases.

PROGNOSIS
Limfedema menyebabkan keterbatasan dalam aktivitas yang dapat mengakibatkan
distress psikis. Selain itu dapat menjadi limfangiosarkoma, dengan insiden sebesar L0
o/o pada penderita limfedema selama 10 tahun.B'e

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan :Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi
. RS non Pendidikan :Bagian IImu Penyakit Dalam
UN!T IERKAIT
. RS Pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi
Onkologi Medik, ICCU / medicql High Care, Departemen
Bedah
a RS non Pendidikan : ICCU / ICU, Departemen Bedah

REFERENSI

l. Creoger MA. Vosculor Diseoses of the Extremities. In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E,
Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8ih ed. United
Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,20l2.chopter 249.
2. Hirsch AT, Hoskol ZJ, Hertzer NR et oll. ACC/AHA 2005 Proctice Guidelines for the Monogement
of Potients With Peripherol Arteriol Diseose (Lower Extremity, Renol, Mesenteric, ond Abdominol
Aortic):A Colloborotive Report from the Americon Associotion for Vosculor Surgery/Society
for Vosculor Surgery,* Society for Cordiovosculor Angiogrophy ond Interventions, Society for
Vosculor Medicine ond Biology, Society of lnterventionol Rodiology, ond the ACC/AHA Tosk
Force on Proctice Guidelines (Writing Committee to Develop Guidelines for the Associotion of
Cordiovosculorond Pulmonory Rehobilitotion; Notionol Heort, Lung, ond Monogement of Potients
With Peripherol Arteriol Diseose): Endorsed by the Americon Blood lnstitute; Society for Vosculor
Nursing; TronsAtlontic lnter-Society Consensus; ond Vosculor Diseose Foundotion. Circulotion.
2006;113:e463-e554. Diunduh dori http://circ.oho.iournols.org/ podo tonggol 2 Juni2012
3. Agus GB, Allegro C, . Arpoio G et oll. Guidelines for the diognosis ond theropy of diseoses of
the veins ond lymphotic vessels. Evidence-bosed report by the ltolion College of Phlebology.
INTERNATIONAL ANGIOLOGY vol. 2l - suppl 2 to issue 2 - JUNE 2005
4. Goldhober SZ. Deep Venous Thrombosis ond Pulmonory Thromboembolism. . ln: Fouci A, Kosper
D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol
medicine. 18th ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2Ol2.chopler 262.
5. Jusi HD. Flebolofl. Dolom:Jusi HD. Dosor-Dosor llmu Bedoh Voskuler.edisi lV.Jokorio:Boloi Penerbit
FKUI 2008. Hol 2l O-31 6

6. CDC Division of Blood Disorders:Public Heolth Reseorch Activities in Venous Thromboembolism.


Michele G. Beckmon, Soro E. Critchley, W. Croig Hooper, Altheo M. Gront ond Roshni Kulkorni.
Arterioscler Thromb Vosc Biol. 2008:28:394-395.Diunduh dori http://otvb.ohojournols.org/
conlenl /28/31394.full.pdf+html podo tonggol 4 -)uni 201 2.
7 . Jusi HD.Limfologi. Dolom:Jusi HD. Dosor-Dosor llmu Bedoh Voskuler.edisi lV.Jokorto:Boloi Penerbit
FKU1.2008. Hol 317-343

8. Chopro, S; Ors, F; Bergin, D (2007). "MRl of ongiosorcomo ossocioted with chronic lymphoedemo:
Stewort Treves syndrome". British Journol of Rodiology 80 (960): e310-3.DOl:10.1259/
dr I 19 441948. PMID I 8055640.
9. Stopple mS. Lymphedemo.Diunduh dori http://www.emedicineheolth.com podo tonggol 22
Juni 2012.

672
PI II[1il{S[]tAI
ilBr I Gll Uff Y[ lI fll

PAA
a

PA K
K1
'>f
PS KOSO
-' | |
\
Ansietos.
Depresi..
Dispepsio Fungsionol
Nyeri Psikogenik..
Penyokit Jontung Fungsionol (Neurosis rd
Sindrom Kolon lritobel......
Sindrom Leloh Kronik
Sindrom Hiperventilosi .............
Pengeloloon Poliotif podo Pe
'rr
t\
I
a

I
L
ANS ETAS

PENGERIIAN
Ansietas merupakan kecemasan yang berlebihan dan lebih bersifat subyektif.
Pada umumnya pasien datang ke poliklinik penyakit dalam dengan keluhan somatik.
Sindrom ansietas menurut Dfag nostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth
Edition Text Revision [DSM IV-TR) dibedakan menjadi beberapa macam yaitu: ansietas
GAD (Generalized Anxiety Disorder), ansietas panik (Panic Disorder), ansietas OCD
(Obsessive Compulsive Disorder), Fobia, PTSD fPost Traumatic Srress Disorder), dan
ansietas lainnya.l
Pada bab ini akan lebih dibahas mengenai Generalized Anxiety Disorder (GAD)
karena kasusnya yang lebih sering ditemukan. Pada beberapa penelitian menyebutkan
adanya pengaruh dari agen anxiogenic sebagai penyebab.l

PEN DEKAIAN DIAGNOSIS3,4

Kriterio Diognosis GAD menurut DSM IV-TR


a. Rasa cemas berlebihan mengenai beberapa aktivitas atau kejadian, lebih sering
dialami daripada tidak selama paling tidak 6 bulan.
b. Orang tersebut mengalami kesulitan untuk mengontrol rasa cemas tersebut.
c. berikut
Rasa cemas tersebut berhubungan dengan setidaknya tiga atau lebih gejala
(paling tidak selama 6 bulan): (1) tidak bisa istirahat; (2) gampang lelah; (3)
kesulitan berkonsentrasi; (4) mudah tersinggung; (5) otot tegang; (6) gangguan
tidur.
d. Fokus ansietas dan kecemasan tidak berhubungan dengan kelainan Axis I. contoh:
ansietas tidak berhubungan dengan serangan panik (seperti pada kelainan panik),
merasa malu di depan umum fseperti pada fobia sosial), merasa terkontaminasi
(seperti pada kelainan obsesif kompulsifJ. Rasa cemas dan ansietas juga tidak
terjadi pada posttraumatic stress disorder (PTSD).
e. Ansietas, rasa cemas, atau keluhan fisik menyebabkan adanya penurunan kualitas
hidup.
f. Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh efek langsung penggunaan obat atau
kondisi medis (contoh: hipertiroid), dan tidak muncul saat terdapat gangguan
mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervastve.

Pemeriksoon Penunjong
Pemeriksaan penunjang dilakukan bila dicurigai adanya kelainan organik.
. Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, gula darah, tes fungsi hati, urin Iengkap
. Analisa gas darah, Na., K*, Ca2',T3, T4, TSH sesuai indikasi.
. Foto toraks, bila perlu.
. EKG, elektromiogram, elektroensefalogram, bila perlu.
. Endoskopi, kolonoskopi, USG bila perlu.
. Stress analyzer / Heart rate variability untuk menilai vegetative imbalance

DIAGNOSIS BANDING
Ansietas panik, fobia, PTSD, gangguan campuran ansietas dan depresi, depresi,
gangguan somatisasi, kelainan organ yang ditemukan (koinsidensi).

TATA[AKSANA'6
. Nonfarmakologis : Edukasi, Reassurance, psikoterapi
. Farmakologis
a. Benzodiazepin : Diazepam, alprazolam, clobazam
b. Nonbenzodiazepin : Buspiron, penyekat beta bila gejala hiperaktivitas
menonjol
c. SSRI : Sertraline, fluoxetine, citalopram
d. SNRI : Duloxetine, venlafaxine
e. Simtomatik : Sesuai indikasi

KOMPT!KASI
Kurang atau tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari

PROGNOSIS
Angka remisi kurang dari 50% dalam rentang 5 - Lz tahun. Penurunan angka
remisi dapat disebabkan oleh:
7. Hubungan keluarga yang tidak harmonis.
2. Komorbid dengan kepribadian menghindar.
3. Komorbid dengan kepribadian dependent.

674
4. Komorbid dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif.
5. Komorbid dengan gangguan Axis I.
6. Jenis kelamin perempuan.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Semua Divisi di Iingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Mudjoddid E. Pemohomon don penongonon psikosomotik gongguon onsietos don depresi: di
bidong ilmu penyokit dolom. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW.
Buku ojor ilmu penyokit dolom .iilid lll edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010:2105-8.
2. Reus Vl. Mentol disorders. ln: Brounwold E, Fouci AS, Houser SL, Jomeson JL, Kosper DL, Longo
DL. Horrison's rinciples of Internol Medicine lTth Edition. New York: McGrow-Hill Componies;
2O10:2547-61.
3. Diognostic ond stotisticol monuolof mentol disorders 4 h ed. Woshington DC. Americon Psychiokic
Associotion. 2000
4. Yonkers A. Foctors predicting the clinicol course of generolised onxiety disorder.The British Journol
of Psychiotry.2OOl; 1 7 6: 544-9.
5. Boldwin DS, Anderson lM, Nutt DJ, et ol. Evidence-bosed guidelines for the phormocologicol
ireotment of onxiety disorders: recommendotions from the British Associotion for
Psychophormocology. J Psychophormocol, Nov 2005; 19'.567 - 596.
6. Kendoll T, Cope J, Chon M, Toylor C .Monogement of generolised onxiety disorder in odults:
summory of NICE guidonce. BMJ;201 1:342: c7460.

675
DEP RES

PENGERTIAN
Depresi merupakan gangguan afektif yang ditandai adanya mood depresi [sedih),
hilang minat, dan mudah lelah. Pada umumnya pasien datang ke klinik penyakit dalam
dengan keluhan somatik. Pada pembahasan berikut, depresi berat dengan gejala
psikotik tidak termasuk didalam nya.'''

I,3,4
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Depresi mayor ditegakkan apabila pasien mengalami gejala-gejala di atas selama
minimal 2 minggu. Adapun kriteria diagnosis episode depresi mayor berdasarkan
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth Edition Text Revision (DSM
IV-TR) adalah sebagai berikut:

Tobel l. Kriterio Diognosis Depresi Moyor Berdosorkon DSM IV-TRl

(t) (2) hilong minoi otou

I
{misolnyo terlihot menongis)

tersebut tonpo medis

preokuposi
Depresi minor ditegakkan apabila pasien mengalami minimal dua gejala depresi
selama dua minggu namun tidak memenuhi kriteria depresi mayor. Pemeriksaan
penunjang dilakukan sesuai indikasi, Stress analyzer / Heart rate variability untuk
m e nila i v eg etativ e im b al an ce.

Terdapat beberapa alat penapisan untuk depresi:


. Beck Depression lnventory
. Beck Depression Inventory-PC
. Center for Epidemiological Studies Depresston
. Edinburgh Postnatal Depression Scale
. Zung Depression Rating Scale

DIAGNOSIS BANDING
Gangguan campuran ansietas dan depresi, ansietas, gangguan somatisasi, kelainan
organ yang ditemukan (koinsidensi), kelainan karena pengaruh obat-obatan.1

TATATAKSANA
Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, psikoterapi2's'5
Farmakologis: 1'2
. Antidepresan:
o antidepresan trisiklik (nortriptilin, imipramin, desipramin, amineptin)
o penghambat reversibel MAO (moklobemid)
o antidepresan generasi dua [amoksapin, maprotilin, trazodon, bupropion)
o golongan SRRI (sertralin, paroksetin, fluoksetin, sitalopram, esitalopram)
. Simtomatik, sesuai indikasi
Berikut ini adalah algoritma penatalaksaan depresi mayor menggunakan terapi
farmakologis.

KOMPLIKASI
Berkurangny a / tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (bekerj aJ, bunuh
diri, komplikasi akibat pengobatan.s

PROGNOSIS
Di antara individu dengan depresi mayor dengan pengobatan, T60/o mencapai
remisi dengan angka rekurensi mencapai 70o/o dalam waktu 5 tahun dan setidaknya
B0% dalam B tahun.l

677
n

678
UNIT YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
. RS non pendidikan

REFERENSI
1. Mudjoddid E. Pemohomon don penongonon psikosomotik gongguon onsietos don depresi: di
bidong ilmu penyokit dolom. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors.
Buku o,ior ilmu penyokit dolom edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2009:2105 -10
2. Reus V.Mentol disorders. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D. Brounwold E, Houser S, Jomeson J,
Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine l8'ed. New York: McGrow-Hill Medicol
Publishing Division; 2012:3529 - 43.
3. Diognostic ond stotisticol monuol of mentol disorders 4'ed. Woshington DC. Americon Psychiotric
Associotion. 2000
4. Shorp L, Lipsky M. Screening for depression ocross the lifespon: o review of meosures for use in
primory core settings. Am Fom Physicion.2002:66161:1001 -9.
5. Current depression omong odults---United Stotes, 2005 ond 2008. MMWR Morb Mortol Wkly Rep.
201 0;59(38): I 229-35

6. Eisendrolh S, Lichtmocher J. Psychiokic disorders. ln: McPhee S, Popodokis M, Robow M, editors.


Current medicol diognosis ond treotmenl 2012.51'ed. Asio; The McGrow -Hill Educotion.
2012:1034-47
7. Qoseem A, Snow V, Denberg, TD, et ol. Using Second-Generotion Antidepressonts to Treot
Depressive Disorders: A Clinicol Proctice Guideline from the Americon College of Physicions.
Ann lntern Med. 2008; 1 49:725-733

679
D SPEPSIA FUNGS ONAL

PENGERIIAN
Dispepsia merupakan gejala atau kumpulan gejala berasal dari regio
gastroduodenum yang dapat berupa nyeri epigastrium, rasa terbakal rasa penuh
setelah makan, perasaan cepat kenyang, dan lainnya termasuk rasa kembung pada
area abdomen atas, mual, muntah, dan berdahak. Keluhan dispepsia kronik dapat
terjadi terus-menerus, intermiten, atau kambuhan yang dirasakan minimal 6 bulan
1'2'3
atau Iebih.
Berdasarkan kriteria Roma III, dispepsia fungsional adalah adanya satu atau lebih
dari:
. Rasa penuh (kekenyangan) setelah makan (bothersome postprandial fullness)
. Perasaan cepat kenyang
. Nyeri ulu hati
. Rasa terbakar di ulu hati
. Tidak ditemukan kelainan struktural yang dapat menjelaskan keluhan saat
dilakukan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas (SCBA).
Keluhan berlangsung > 3 bulan terus menerus, atau dimulai sejak 6 bulan sebelum
diagnosis ditegakkan. Dispepsia fungsional dibagi kedalam dua kategori diagnostik,
yaitu:1'2'3
1. Postprandial distress syndrome (PDS)
2. Epigastric Pain Syndrome (EPS)
Penyebab dispepsia fungsional bersifat multifaktorial, diduga dapat timbul karena
keterlambatan pengosongan lambung, hipersensitif aferen visera terhadap zat asam
dan lemak sehubungan dengan rangsang sentral maupun perifeq, status inflamasi
ringan, serta predisposisi genetis. Rangsang psikis atau emosi dapat mempengaruhi
fungsi saluran cerna melalui jalur neurogenik atau jalur neurohormonal. 2,3

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakkan berdasarkan klinis dan pemeriksaan endoskopi saluran cerna
bagian atasl,a
Anomnesist'a
Rasa sakit dan tidak enak di ulu hati. Perih, mual, muntah, cepat kenyang,
kembung, seringbersendawa, regurgitasi. Keluhan dirasakan umumnya berhubungan /
dicetuskan dengan adanya stres, berlangsung lama dan sering kambuh. Sering disertai
gejala - gejala ansietas dan depresi (misalnya dysphoric state)

Pemeriksoon Fisikr.a
. Evaluasi sistem kardiovaskuler, hepatobilieri ginjal, tiroid: dalam batas normal
. Turgor kulit, berat badan

Pemeriksoon Penunjongr,a
. Laboratorium : Hb, Ht, leukosit, gula darah, faal ginjal, tes fungsi hati, urin lengkap,
darah samar feses, dan pemeriksaan laboratorium lain sesuai indikasi untuk
menyingkirkan diagnosis banding (misal hormon tiroid, kalsium, dsb)
. EKG
. Radiologi : Foto Iambung dan duodenum dengan kontras
. Pemeriksaan endoskopi bagian atas IEGDJ :

. Pemeriksaan untuk Helicobacter Pylori


. Sfress analyzer / Heart rate variability untuk menilai vegetative imbalance

Dispepsio yong tldok terotosi minimol 3 bulon

Menyingkirkon penyebob dispepsio loin dori onomneso

Teropi empiris
Respon seteloh
Tondo "olorm" 4 minggu
Tes don teropi untuk H.pylori
Tidok
Yo

Tidok
Endoskopi SCBA

Yo
Tidok
Etiologi keluhon

Jiko odo lndikosi klinis : pemeriksoon feses untuk porosit


Yo don doroh somor, kimio doroh, don/otou imoging obdomen

Yo Hosil dopot menjeloskon Tidok


Dispepsio orgonik Dispepsio fungsionol
keluhon

Algoritmo l. Diognoso Dispepsio Fungsionolr


Sebelum mendiagnosa dispepsia fungsional, hendaknya diperhatikan terlebih
dahulu apakah ada tanda-tanda bahaya seperti : ( lebih lanjut lihat di bab Dispepsia ).2
. Penurunan berat badan
. Disfagia yang progresif
. Muntah yang berulang atau menetap
. Perdarahan saluran cerna
. Anemia
. Demam
. Mempunyai riwayat keluarga menderita kanker lambung
. Dispepsia pertama kali dirasakan pada kasus keganasan
. Usia > 45 tahun atau > 50 tahun pada populasi yang prevalensinya rendah

TAIAtAKSANAI,4,s
. Pendekatan psikosomatik terhadap aspek fisik, psikososial dan lingkungan:
psikoterapi suportif dan psikoterapi perilaku
. Pengaturan diet untuk mencegah pencetus gejala
. Simptomatik; diberikan antasida, antagonis H2 (simetidin, ranitidin), penghambat
pompa proton (omeprazol, lansoprazol) dan obat prokinetik (metoklopramid,
domperidon, cisapride).
. Bila jelas terdapat ansietas atau depresi diberikan anti cemas atau anti depresan
yang sesuai.
. Eradikasi Helicobacter pylori bila terbukti ada infeksi penyerta.
. Obat relaksan fundus gaster (nitrat, sildenafil (phosphodiesterase-5 inibitor) dan
sumartiptan (antagoni reseptor 5-HT1J

DIAGNOSIS BANDING6
. Dispepsia organik, misalnya ulkus peptikum, gastritis erosif, infeksi saluran cerna,
GERD
. Gangguan pada sistem hepato-bilier dan pankreas
. Intoleransi laktosa atau karbohidrat Iain (fruktosa, sorbitol), sindrom kolon iritabel
. Dispepsia yang disebabkan penyakit kronik seperti gagal ginjal, diabetes melitus,
keganasan, dsb
. Iskemia jantung, gagal jantung kongestif, tuberkulosis
. Gangguan psikologis (ansietas dengan ataupun tanpa aerofagia, gangguan
penyesuaian, somatisasi pada depresi, hipokondriasisJ
Dispepsio fungsionol

Tes don erodikosi H.pylori opobilo


belum pernoh dilokukon sebelumnyo

Modifikosi diet

Keluhon yong menonjol

Roso penuh seteloh mokon, muol, Nyeri epigostrium


muntoh, cepot kenyong, kembung otou teroso perih

Prokinetik 1 PPI PPI t prokinetik

Respon seteloh Anti depresi, Respon seteloh


4 otou 8 minggu onti cemos, herbol 4 otou B minggu

Rujuk spesiolis

Stop obot /
sesuoi kebutuhon

Gombor 2. Algoritmo Penotoloksonoon Dyspepsio Fungsionolr

KOMPTIKASI
. Dehidrasi bila muntah berlebihan
. Gangguan gizi
. Berat badan turun

PROGNOSIS
Dispepsia fungsional merupakan penyakit kronis dan keluhan dapat menyerupai
gangguan gastrointestinal Iainnya. Pada beberapa pasien, keluhan akan tetap dirasakan
L0 % kasus akan mempunyai keluhan menyerupai gangguan gastrointestinal lain,

583
sedangkan 10 % kasus akan remisi spontan. Walaupun perjalanan penyakit ini tidak
stabil, tetapi hanya 2 % kasus akan berkembanga menladi ulkus peptikum dalam 7
tahun, belum terbukti penyakit ini menyebabkan kematian.7

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi, Divisi Ginjal-Hipertensi,
Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
a RS non pendidikan

REFERENSI
l. Asion Consensus Report on Functionol Dyspepsio, J Neurogostroenterol Motil. 2012 April; 18(2):
I 50-l 68. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/orticles/PMC3325300/
2. Mudjoddid E. Dispepsio Funsionol. Dolom :Sudoyo AW, et ol editor. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom
jilid ll edisi lV. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI, 2006. hlm 9,)6
3. Hosler, W L. Nousseo, Vomiting ond lndigestion. ln : Kosper D L, et ol ediors. Horrison's Principol
of lnternol Medicine l5th ed. Mc Grow-Hill Componies: 2005. p222-223.
4. Djojoningrot Dhormiko. Dispepsio fungsionol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom jilid I edisi lV. Jokorto:
Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI, 2006. Hol 354-356.
5. Koromonolis Georgios P, Tock Jon. Current monogement of functionol dyspepsio:impoct of Rome
lll subdivision, Annols of gostroenterology. Volume 25. No 2 (2012]. htlp:l /www.onnolsgostro.grl
index.php/onnolsgostro/orticle/view/l 1 l0/81 9

6. HANNAH VU, D.O. Ferri Fred F. lrritoble bowel syndrome. ln: Ferri's Clinicol Advisor 2008, l Oth ed.
Mosby. 2008.
7. Bhotio Shobno, Grover Anumeet Singh. Noturol History of Functionol Dyspepsio. SUPPLEMENT
TO JAPI . morch 2012.VOL.60. http://www.jopi.org/morch_2012_speciol_issue dyspepsio/O5_
n oturol_history_of pdf
.
NYERI PSIKOGEN K

PENGERTIAN
Nyeri psikogenik adalah keluhan nyeri yang penyebabnya bukan penyebab penyakit
organik. Faktor psikologis berperan dalam persepsi, awitan, keparahan, eksaserbasi
dan lamanya nyeri. Nyeri psikogenik tidak pura-pura diciptakan atau dibuat-buat.
Nama lainnya adalah pain disorder.t,3

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis2,3
Faktor yang harus ditanyakan adalah lokasi nyeri, intensitas sifatnya terus-menerus
atau hilang timbul, karakteristik nyeri, faktor-faktor pemberat dan peringan nyeri,
faktor penyebabnya, akut atau kronik, riwayat penggunaan analgetik sebelumnya,
dan keadaan lain yang berhubungan dengan nyerinya, Perlu juga dilakukan penilaian
status psikis.l
Nyeri psikogenik pada umumnya bersifat difus, tidak jelas hubungannya dengan
struktur jaringan, intensitasnya berubah-ubah, terdapat disparitas antara mekanisme
yang mencetuskan dengan jenis dan beratnya nyeri. Pasien umumnya memiliki riwayat
sudah berulang kali mengunjungi petugas kesehatan, riwayat telah mengonsumsi
berbagai obat penghilang nyeri, dan riwayat memiliki stresor psikososial, antara lain
masalah pernikahan, pekerjaan, atau keluarga. Sering disertai komorbid depresi atau
ansietas atau penyalahgunaan obat. Pemeriksaan status psikis menunjukkan bahwa
keluhan utama akan memburuk bila terdapat stres.

Pemeriksoon Fisikt'3
Diperlukan pemeriksaan yang teliti pada area nyeri dan sekitarnya, sistem saraf,
fungsi motoris dan sensoris serta fungsi organ-organ dalam,
Pada nyeri psikogenik tidak terdapat temuan fisis, atau temuan fisis tidak adekuat
untuk menjelaskan keparahan nyeri.
-3
Pemeriksoon Penunjongr
. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi dan diagnosis banding nyeri
organik. Untuk menilai nyeri secara obyektif dapat dilakukan metode visual analog
scale [VAS). Untuk menilai deskripsi nyeri secara terperinci dapat digunakan
McGill Pain Questionnaire (MPQ). Untuk menilai nyeri kronik dapat digunakan
The Westhave-Yale Multidimensional Pain Inventory (WHYMPIJ. Stress analyzer /
Heart rate variability untuk menilai vegetative imbalance.

Kriterio Diognosis
Kriteria diagnosis nyeri psikogenik menurut Diagnostic and Statisticql Manual of Mental
Disorder Fourth Edition Text Revision (DSM-|V-TR)i
1. Nyeri pada satu atau lebih daerah anatomis dengan keparahan yang cukup sehingga
membutuhkan perhatian klinis.
2. Menyebabkan distres atau gangguan pada bidang sosial, pekerjaan, atau bidang
fungsional lain yang signifikan secara klinis
3. Faktor psikologis dinilai memiliki peran penting dalam awitan, keparahan,
eksaserbasi atau lamanya nyeri.

D!AGNOS!S BANDING
Nyeri organik sesuai dengan lokasi nyeri

3-6
TATATAKSANA

Nonformokologis
istirahat, cognitive behavior therapy (CBT)

Formokologis
1. Antidepresan: Fluoxetin, citalopram, fluvoxamin, mianserin, clomipramin
2. Antiansietas : benzodiazepin
3. Antinyeri

KOMPIIKASI3
Kurang/tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (bekerja), bunuh diri

686
PROGNOSIS
Belum ada studi yang melaporkan prognosis nyeri psikogenik

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Semua Divisi di lingkungan Departemen IImu Penyakit Dalam
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Shotri H, Setiyohodi B. Nyeri psikogenik. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M,
Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; lnternoPublishing; 2009. hol.
2143-7.
2. Reus Vl. Mentol disorders. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo
J, penyunting Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 2012.
Hol. 3529-3545
3. Oyomo O, Poltoo C, Greengold J. Somotoform disorders. Am Fom Physicion 2007:76:1333-8.
4. Kroenke K. Efflcocy of treotment for somotoform disorders: o review of rondomized controlled
triols. Psychosomotic Medicine 69:881-888 (2007)
5. Diognostic ond stotisticol monuol of mentol disorders.4ih ed. Woshington DC. Americon Psychiotric
Associotion. 2000
6. Fishboin DA, Cutler RB, Rosomoff HL., et ol. Do ontidepressonts hove on onolgesic effect in
psychogenic poin ond somotoform poin disorder? A meto-onolysis. Psychosom Med 1998;
6: 503.
PENYAK T JANTUNG FUNGS O AL
(NEUROS'S RD'A'0

PENGERTIAN
Penyakit jantung fungsional adalah kelainan dengan keluhan seperti penyakit
jantung tanpa disertai kelainan organik. Etiologi berhubungan dengan keadaan
psikiatri, paling sering disebabkan ansietas, biasanya berhubungan dengan depresi
aktif dan tidak jarang dengan gejala histerik.l
Menurut ICD 10, Penyakit jantung fungsional dikategorikan dalam gangguan
somatisasi.3

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis2
1. Nyeri dada menyerupai angina pectoris, biasanya dicetuskan suatu stressor tertentu
2. Berdebar-debar/palpitasi, sesak nafas, nafas terasa berat
3. Keluhan vegetatif: kesemutan, tremoI sakit kepala, tidak bisa tidur; dan sebagainya
4. Keluhan psikis: rasa takut, risau/was-was, gelisah, dan sebagainya
5. Keluhan-keluhan umum lainnya seperti pandangan mata gelap, berkunang-kunang
6. Terdapat stressor psikososial
7. Pemeriksaan penunjangl
8. EKG, echocardiography, maupun tes Treadmill normal
9. Stress analyzer / Heart rate variability untuk menilai vegetative imbalance

DIAGNOS!S BANDING
Penyakit jantung Koroner (angina pectoris, infark miocard)1

TATAIAKSANA2,4

Nonformokologis
. Memberikan edukasi dan bimbingan, menjelaskan tentang gejala yang timbul
dengan tepat tanpa menakuti pasien, meluruskan pola pikir pasien yang salah
tentang penyakit j antung.
a Terapi Kognitif dan Perilaku (Cognitive Behaviourql Therapy/ CBT)

Formokologis
. Analgetik untuk rasa nyeri
. Vasodilator koroner
. Psikotropik golonganbenzodiazepine untuk mengurangi kecemasan
. Terapi simptomatik lain dapat diberikan sesuai indikasi.

KOMPLIKASI'
. Merasa memiliki penyakit jantung organik sehingga menghindari aktivitas /
kegiatan sehari-hari.
. Pada pasien usia tua dengan faktor psikis yang menonjol dapat mencetuskan
timbulnya penyakit jantung organik.
. Aritmia.

PROGNOSIS
Gangguan ini bersifat kronis, hilang timbul dan jarang sembuh secara sempurna.
Sangat jarang seseorang dengan gangguan ini dapat bebas dari gejala selama lebih
dari 1 tahun.3

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam
. RS nonpendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS pendidikan Divisi Kardiovaskular - Departemen Penyakit Dalam
. RS nonpendidikan

REFERENSI
l. Shotri H. Gongguon .lontung fungsionol. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M,
Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll Edisi V. Jokorto: Interno Publishing:2010:21222126.
2. Wood P. Refresher Course for Generol Proctitioners Cordioc Neurosis British Medicol Journol
I 9sO; 2(4669):33-s.
3. Sodock BJ, Sodock VA. Somotizotion disorders. ln: Koplon & Sodock's Synopsis of Psychiotry
Behoviourol sciece/Clinicol Psychiotry lOth Edition. Lippincott Willioms & Wilkins; 2007.

689
potient: rehobilitotion
4. Thompson DR, Lewin R.JP. Monogement of the post-myocordiol inforction
-.105
ond cordioc neurosis. Heort 2000;84:l0l

690
S NDROM KOLON R TABEL

PENGERTIAN
Berdasarkan Rome III, Sindrom Kolon Iritabel (SKI) merupakan nyeri abdomen
berulang atau ketidaknyamanan abdomen (sensasi tidak nyaman yang tidak bisa
dikatakan sebagai nyeri) paling tidak 3 hari dalam satu bulan pada 3 bulan terakhir
yang berhubungan dengan 2 atau lebih hal berikut:
. Perbaikan gejala setelah defekasi
. Onset berhubungan dengan perubahan frekuensi defekasi
. Onset berhubungan dengan perubahan bentuk feses
Dikatakan positif jika kriteria terpenuhi pada 3 bulan terkahir dengan onset paling
tidak 6 bulan sebelum didiagnosis.l,3
Sindrom kolon iritabel dibagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan konsitensi
feses yaitu tipe konstipasi, tipe diare, tipe campuran, dan tipe lainnyal'3

Tobel 'l . Subtipe Sindrom Kolon lritobelr3

Penyebab sindrom ini belum diketahui pasti, diperkirakan karena beberapa faktor
pencetus seperti: 1

. Gangguan Motilitas
Kemungkinan terdapat gangguan intestinal inhibitory reflexkarena distensi kolon
tidak dapat mengurangi motilitas duodenal.
. Hipersensitivitasviseral
Yaitu sensitivitas terhadap nyeri yang meningkat pada stimulasi usus. Hal ini yang
menyebabkan nyeri kronik pada pasien rnr.
. Post Infeksi
Biasa terjadi setelah infeksi Shigella, Salmonella dan Campylobacter, ditandai
dengan meningkatnya jumlah limfosit dan sel mast pada mukosa usus.
a Faktor dalam lumen yang merangsang kolon
Komponen dalam makanan feksogen) atau faktor kimiawi [endogen) yang terlibat
dalam proses pencernaan, Faktor endogen seperti hormon kolesistokinin (CCK)
dapat mempercepat motilitas sigmoid
a Respon terhadap stress
Stress yang berasal dari lingkungan dan riwayat penyiksaan masa kanak-kanak
adalah faktor predisposisi.

PENDEKATAN DIAGNOSIS2

Anomnesis
Pasien mengeluhkan nyeri pada abdomen bagian bawah dengan kelainan pola
defekasi selama periode waktu tertentu tanpa progresivitas penyakit. Keluhan muncul
selama stress atau perubahan emosional tanpa disertai keluhan sistemik. Apakah nyeri
dirasakan hanya pada satu tempat atau berpindah-pindah, seberapa sering merasakan
nyeri, berapa lama nyeri dirasakan, bagaimana keadaan nyeri jika pasien defekasi
atau flatus; memenuhi kriteria Rome IIL Pada anamnesis juga perlu menyingkirkan
tanda-tanda "alarm" seperti: usia > 55 tahun, riwayat gejala yang progresif atau sangat
berat, riwayat keluhan pertama kali kurang dari 6 bulan, berat badan menurun, gejala
nokturnal, laki-laki, riwayat kanker kolon pada keluarga, anemia, anoreksia, perdarahan
rektal, anemia, distensi abdomen, demam. 1'2

Pemeriksoon Fisik
Perut tampak kembung atau distensi, kadang dapat teraba kolon pada fosa
iliaka kiri (860/o) disertai nyeri tekan (7Bo/o), bising usus meningkat pada fosa iliaka
kanan(36%1. Pada colok dubur didapatkan adanya rasa nyeri (520/o), rectum kosong
(640/o), feses yang keras dalam rectum (680/o), dan lendir yang banyak.2

Pemeriksoon Penunjong2.4
. Laboratorium: dilakukan untuk mencari etiologi lain misalnya pemeriksaan darah
lengkap,
. Pemeriksaan hormon TSH dan serologis sesuai indikasi.
. Pemeriksaan feses: melihatadanya darah samal bakteri atau parasit jika dicurigai
pada kasus diare kronik
. Rontgen abdomen:jika dicurigai adanya penyakit Crohn atau ada obstruksi
. Kolonoskopi atau sigmoidoskopi: dilakukan sesuai indikasi.
. Stress analyzer / Heart rate variability untuk menilai vegetative imbalance

592
DIAGNOSA BANDING2,3
. Intoleransi laktosa ) diperiksa dengan hydrogen breath test
. Intoleransi makanan ) contohnya MSG
. Infeksi
. Penyakit Celiac ) diidentifikasi dengan analisis kadar IgA, antibodi anti
transglutaminase
. Pertumbuhan bakteri usus halus berlebih ) ditandai malabsorpsi nutrient
. Inflammatory bowel disease ) ditandai anemia, leukositosis. Kolonoskopi:
inflamasi, eritema, eksudat, ulserasi
. Kolitis mikroskopik
. Divertikulitis
. Obstruksi mekanis pada usus halus
. Iskemia
. Maldigesti
. Malabsorbsi
. Penyakit hati dan kandung empedu
. Pankreatitis kronik
. Endometriosis.

TATATAKSANA

Ieropi Non formokologi; t,z,s

o Penjelasan mengenai penyakit yang diderita dapat disembuhkan


o Menjaga asupan tinggi serat dan menghindari makanan yang menjadi pencetus
keluhan. Menghindari kafein, produk olahan, makanan berlemak, gandum,
bawang, coklat.
o Terapi perilaku: terutama pada pasien usia muda yang stressor psikososial
cukup tinggi.
o Olah raga teratur dan menjaga asupan cairan yang cukup

r,z,o-e
Teropi Formokologi:
o Anti spasmodik yang bersifat anti kolinerglk: dicyclomine 10-20 mg [ 1-3 x
sehari), hyosin N-butilbromida 3x10 mg.
o Obat anti d iare: loperamid 2-16 mg seh ari, , diphenoxylate hydrochlorideatropine
sulfate, cho Ie sty ramrne resin

693
o Obat memperbaiki konstipasi: laksatif osmotif seperti laktulosa , tegaserod
o Obat anti ansietas: antidepresan trisiklik, Selective Serotonin Re-uptake
Inhibitors [SSR/./
o Probiotik

Tobel 2.Teropi Formokologi'?

KOMPTIKASI
Sindrom kolon irritabel tidak menyebabkan komplikasi yang berbahaya. Beberapa
gangguan akibat Sindrom Kolon Iritabel seperti menurunnya kualitas hidup, dan waktu
cuti dari sekolah dan kerja yang memanjang, masalah psikologis seperti ansietas dan
depresi, malnutrisi. s

PROGNOSIS
Keluhan akan membaik dan hilang setelah 12 bulan pada 50 %o kasus, dan hanya
kurang dari 5 % yang akan memburuk, dan sisanya dengan gejala menetap.6

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

694
UNII YANG TERKAIT
. RS pendidikan Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
hepatologi, Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Metabolik
Endokrin
a RS non pendidikan

REFERENSI
l. Owyong C. Initoble bowel syndrome. ln: Kosper, Brounwold, Fouci et ol. Horrison's Principles of
lnternol Medicine vol ll l Tth ed. McGrowHill. 2008 pg I899-)903.
2. Mudjoddid E. Sindrom kolon iritobel. In: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti
S,eds. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 4 ed. Vol. ll. lokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu
Penyokit Dolom FKUI. 2006; hol 2115-2118 .
3. Ferri Fred F. Initoble bowel syndrome. Ferri's Clinicol Advisor 2008, lOth ed. Mosby. 2008.
4. Hoy Dovid W. lrritoble bowel syndrome. The Little Block Book of Gostroenterology. 2nd ed. Jones
ond Bortlett Publishers. 2006; hol 154-162.
5. Friedmon S. lrritoble bowel syndrome. ln:Greenberger NJ, Blumberg RS, Burokoff R. Longe Current
Diognosis &Treotment, Gostroenterology, Hepotology, Endoscopy. McGrowHill. 2009.
6. Monon Chudohmon, Ari Fohriol Syom. Irritoble bowel syndrome. Buku ojor ilmu penyokit dolom.
4 ed. Vol. l. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI. 2006; hol 383-385.
7. R Spiller, Q Aziz, F Creed, A Emmonuel, L Houghton, P Hungin, R Jones, D Kumor, G Rubin, N
Trudgill, ond P Whorwell. Guidelines on the irritoble bowel syndrome: mechonisms ond procticol
monogement. Gut. 2007 December; 56(1 2): I 770-1798.
8. Arogon G, Grohom DB, Borum M, Domon DB. Probiotic Theropy for lrritoble Bowel Syndrome.
Gostroenterol Hepotol (N Y). 2010 Jonuory; 6(1):39-44.

695
SI DROM L LAH KRO K

PENGERTIAN
Suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan keluhan rasa Ielah yang berlangsung
terus-menerus atau berulang dalam waktu enam bulan atau lebih, dapat disertai
gejala demam tidak tinggi, mialgia, artralgia, sefalgia, nyeri tenggorok (faringitisJ
yang kadang-kadang disertai pembesaran kelenjar, gejala psikis terutama depresi
dan gangguan tidur. Kelelahan yang tidak berkurang dengan istirahat dan mungkin
akan bertambah berat saat melakukan aktifitas fisik atau mental, sehingga sering
menurunkan tingkat aktivitas seseorang. Keluhan pasien dapat bervariasi dan
tidak spesifik, seperti kelemahan, nyeri otot, gangguan daya ingat atau konsentrasi,
gangguan tidur; dan kelelahan setelah aktifitas yang berlangsung minimal 24 jam
atau lebih, bahkan bertahun-tahun. Beberapa keluhan-keluhan pada sindrom lelah
kronik seperti : 1'2'3 a

Tobel '1. Keluhon podo Sindrom teloh Kronik2


PENYEBAB
Belum diketahui penyebab pastinya, ada kemungkinan bahwa sindrom lelah kronik
menggambarkan tingkat akhir dari beberapa penyakit, Beberapa kemugkinan seperti
infeksi, gangguan imunologi, faktor stres yang mengaktifkan jalur hipotalamik-pituitari,
hipotensi neural, dan/atau defisiensi nutrisi.a

Tobel 2. Foklor Predisposisi2

Troumo moso konok (seksuol,fisik,penyolohgunoqn emosionol;pengoboion fisik don emosio

Hiperokiivitos premorbid

Stres Psikososiol.kejodion hidup

do
Negotifitos efl kosi diri

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Kriteria untuk diagnosis bila memenuhi 2 kriteria dan tidak memenuhi kriteria
eksklusi (Tabel 3)'z

Tobel 3. Kriterio diognostik sindrom leloh kronik'z

697
Pemeriksoon Penunjong
. Tidak ada pemeriksaan spesifik yang dapat mendiagnosa atau mengukur tingkat
keparahanpenyakit. Stressanalyzer/Heartratevariabilityuntukmenilaivegetative
imbalance. Pemeriksaan lain dapat dilakukan tergantung pada hasil anamnesa
2'3
dan pemeriksaan fisik.

DIAGNOSIS BANDING3
. Depresi psikososial, dysthymia, gangguan cemas, dan penyakit psikiatrik lainnya.
. Penyakit infeksi (SBE, penyakitLyme,janu4 mononucleosis, HIV hepatitis B kronik
atau C, TB, parasit kronik.
. Autoimun : SLE, miastenia gravis, multipel sklerosis, tiroiditis, rheumatoid arthritis
. Kelainan endokrin : hipotiroid, hipopituari, insufisiensi adrenal, sindroma Cushing,
diabetes mellitus, hiperparatiroid, kehamilan, hipoglikemia reaktif
. Penyakit keganasan tersamar
. Ketergantungan obat
. Gangguan sistemik : gagal ginjal kronik, penyakit kardiovaskula4 anemia, kelainan
elektrolit, penyakit hati.
. Lain-lain : kurang istirahat, sleep apnea, narcolepsy, fibromyalgia, sarkoidosis,
medikasi, paparan bahan toksik, granulomatosis Wegener.

IATALAKSANA

Teropi Non formokologlz,s'a


. Menyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidak berbahaya dan dapat membaik
seiring waktu
. Latihan fisik dapat meningkatkan daya tahan dan kekuatan pasien sehingga mengurangi
keluhan atau cognitive behaviour theropy (CBT) dan g raded exercise therapy (GET)

Teropi Formokologi
Umumnya bersifat paliatil seperti anti depresi, anti inflamasi non steroid, terapi
alternatif (multivitamin, suplemen nutrisi). 2,3

KOMPTIKAS!
Isolasi sosial,tidak mampu kerja

698
PROGNOSIS
Perbaikan sempurna dari sindrom lelah kronik yang tidak diobati jarang: tingkat
pemulihan median adalah 5% (rentang 0-31o/o) dan tingkat perbaikan dan39o/o (rentang
8-630/o). Hasil akan lebik buruk bila pasien dengan latar belakang gangguan psikiatri
dan kondisi gejala yang berlanjut tanpa ditangani secara medis ,Keluhan berkurang
pada > 50 % kasus Penyembuhan total dalam 1 tahun terjadi pada22 - 60 o/o kasus.2'3

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNII IERKAIT
. RS pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : -

REFERENSI
I Mudjoddid E, Shotri H. Sindrom Leloh Kronik. dolom: Sudoyo,Setiyohodi, Buku Ajor llmu Penyokit
Dolom. Edisi V. Jokorto. lnterno Publishing. 201 1.
2. Bleijenberg G.Chronic Fotigue Syndrome. In: Longo Fouci Kosper, Horrison's principles of internol
medicine l8rh edition.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill.
3. Ferri Fred F. Chronic Fotigue Syndome. ln: Ferri's Clinicol Advisor 2008, lOth ed. Mosby. 2008.
4. CDC (http://vwvw.cdc.gov/cfs/generol/index.html)
5. Fernondez AA, Mortin AP, Mortinez Ml, Bustillo MA, Hern6ndez FJB, Lobrodo JC, et ol. Pefros RD,
Chronic fotigue syndrome: oetiology, diognosis ond treotment. BMC Psychioiry.2009:9 (Suppl
l):Sl
6. White PD, Goldsmith KA, Johnson AL, Potts L, Wolwyn R, DeCesore JC, et ol. Comporison of
odoptive pocing theropy, cognitive behoviour theropy, groded exercise theropy, ond speciolist
medicol core for chronic fotigue syndrome (PACE): o rondomised triol. Loncet.20lI Morch
s: 377 197 68): 823-€36..

699
SI DROM PERVENT IASI

PENGERIIAN
Hiperventilasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi ventilasi
berlebihan yang mengakibatkan menurunnya PaCO r.l'2 Ketika hiperventilasi
berlangsung lama (kronis) atau terjadi episode berulang dan berkaitan dengan
gejala somatik (respirasi, neurologis, intestinal) ataupun psikologis fansietas), maka
kumpulan gejala ini dinamakan sindrom hiperventilasi (SH). Etiologi dan mekanisme
terjadinya hiperventilasi belum diketahui dengan jelas, namun SH erat kaitannya
dengan gangguan panik (panic disorder), karena sebagian besar pasien menunjukkan
karakteristik dari kedua kelainan tersebut namun tidak ditemukan kelainan organik
pada keduanya.t'o
Pada level fisiologis, hiperventilasi murni merupakan gangguan pernapasan. Hal
ini hampir tidak pernah menjadi masalah hingga saatnya bermanifestasi sebagai gejala
menjadi kunci penting dalam memahami mengapa hiperventilasi menjadi masalah
besar bagi sebagian pasien. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencari faktor
pencetus terjadinya SH pada pasien.s

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Cari faktor pencetus :s'5
7. Fisiologis: setelah berolahraga, nyeri. dispnea, pireksia, efek progesteron pada
wanita hamil
2. Organik: asma, pireksia, obat/alkohol, hipertiroid, gagal jantung, emboli paru,
hipertensi pulmonal, alveolitis fibrosa, gangguan metabolik (contoh: diabetes
ketoasidosis), dll
3. Psikogenik: pura-pura, depresi/ansietas, gangguan panik, fobia

Gomboron Klinis6
1. Kesulitan bernapas intermiten yang bersifat episodik dan tidak berkaitan dengan
olahraga, meskipun dapat diperburuk dengan olahraga.
2. Dapat berkaitan dengan gejala alkalosis respiratorik, seperti kebas/mati rasa
(numbness), kesemutan pada daerah ekstremitas (tingling of the extremities),
perasaan 'kiamat sudah dekat', dan rasa melayang (light-headedness), biasanya
sampai hilang kesadaran [vasokonstriksi serebral karena hipokapnia).
3. Sensasi tidak dapat bernapas dengan lega.
4. Tidak ada riwayat sugestif gangguan pernapasan sebelumnya, meskipun terkadang
juga dapat ada.
5. Riwayat stres dalam kehidupan pasien.
6. Episode sebelumnya.

Pemeriksoon Penunjong2
. Saturasi oksigen SaO,
. Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi hati, urin lengkap, Elisa
D-dimer
. Analisa gas darah (AGDJ, K, Na, Ca
. Foto toraks, EKG (interval QT memanjang, ST depresi atau elevasi, gelombang T
inversi), sesuai diagnosis banding
. Hormon paratiroid
. V/Q scan, computed tomography pulmonary ongrcgram
. .Sfress analyzer / Heart rate voriability untuk menilai vegetative imbalance

Krilerio Diognosis6
Untuk menegakkan diagnosis SH, pada dasarnya menggunakan kriteria diagnosis
ekslusi namun tetap diperlukan pemeriksaan penunjang tambahan lain, antara lain:6
1. Tidak ditemukannya etiologi kardiak pada kesulitan bernapas
2. Tidak ditemukannya etiologi respirasi pada kesulitan bernapas ffungsi paru
normal, rontgen thorax paru normal, dan SaO, normal dalam keadaan istirahat
maupun olahraga)
3. Pola napas ireguler dalam keadaan istirahat maupun olahraga
4. Tidak ada bukti adanya hipertensi pulmonal
5. Tidak ada bukti yang cukup kuat untuk menegakkan emboli paru
6. Tidak ada bukti hipertiroidisme
7. PaCO, rendah, pH meningkat pada AGD fdan gradien A-a normal)
8. Tidak ditemukannya asidosis metabolik pada AGD (contoh: ketoasidosis,
laktoasidosisJ
9. Masalah psikologis yang belum sembuh, atau fobia sosial/agorafobia
Selain itu, juga dapat digunakan skoring hiperventilasi Nijmegen

Tobel l. Skoring Hipervenlilosi Nijmegen6

Kelerongon:
Formulir in diisi oleh posien, don niloi>22 sugestif ke oroh SH

DIAGNOSIS BANDING
Sangat penting untuk menyingkirkan penyebab patologis yaitu :6

7. Penyakit paru interstitial dengan rontgen thorax normal ) pertimbangkan CT scan


2. Asma ringan dengan fungsi paru normal ) pertimbangkan monitoring peak
expiratory flow rate [PEFR), provokasi olahraga, atau tes provokasi bronkus
3. Hipertensi pulmonal / penyakittromboembolus ) pertimbangkan ekhokardiografi
atau CT pulmonary angiogram ICTPA)
4. Hipertiroidisme
5. Asidosis yang tidak terduga: misalnya pada gagal ginjal, laktoasidosis, ketoasidosis
TATALAKSANA2,6,7
Pada penatalaksanaan pada pasien dengan SH, sangat penting untuk tidak
melupakan gejala pasien hanya karena beranggapan "ini hanya pikiran saja". Pasien
memiliki gejala, yang membutuhkan penjelasan sebenarnya. Belum ada rekomendasi
untuk manajemen pada pasien SH, namun sebagian besar klinisi akan memberikan
penjelasan berdasarkan sensasi napas berlebihan yang diperburuk dengan ansietas.
Rekomendasi lama untuk bernapas di dalam paper bag belum sepenuhnya terbukti
dan tidak praktis, Penjelasan dengan hati-hati mungkin dirasakan cukup, atau dapat
digunakan anxiolitik jangka pendek (contoh: diazepam 2 x2-5 mg/hari). Penanganan
dari bagian psikologis atau fisioterapi untuk latihan pernapasan mungkin dibutuhkan
untuk mengontrol gejala. Apabila pasien gagal merespon, selalu pikirkan penyakit
yang menyertai.

KOMPI.IKASI
Sesuai dengan penyakit organik yang menyertai.

PROGNOSI54-6
Baik pada serangan akut. Pada kasus kronik,650/o mengalami perbaikan dan260/o
keluhannya hilang dalam 7 tahun. Sindrom ini sangat jarang menyebabkan kematian,

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UN!T IERKAIT
o f,$ pendidikan DMsi Pulmonologi, DMsi Kardiologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. McConville J, Solwoy J. Chopter 264: Disorders of Ventilotion. ln: Longo D, Fouci A, Kosper D, et
ol. Horrison's Principles of lnternol Medicine. 18th ed. New York: McGrow-Hill. 2011.
2. Mudjoddid E, Putronto R, Shotri H. Sindrom Hiperventilosi. ln: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l,
Simodibroto M, SetiotiS. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokortq: Interno Publishing; 2009.p. 2130-32.
3. Molmberg L, Tomminen K, Sovijorvi A. Orthostotic increose of respirotory gos exchonge in
hyperventilotion syndrome. Thorox 2000;55:295-30 L
4. Cowley DS, Roy-Byrne PP. Hyperventilotion ond ponic disorder. Am J Med 1987:83t929-37.
5. Gordner W. The Pothophysiology of Hyperventilotion Disorders. Chest 1995;109;5,)6-534. DOI
I 0.1 378/chest .109 .2.51 6

703
6. Chopmon S, Robinson G, Strodling J, et ol. Chopter 29: Hyperventilotion Syndrome. Oxford
Hondbook of Respirotory Medicine. 2"d Ed. Oxford University Press. 201 I
7. Kern B. Hyperventilotion Syndrome. Emedicine(seriol online) lost updotes April 2012 (cited 2012,
Jun 2) Avoiloble from: URL: http://www.emedicine.com.
8. Meuret AE, RitzT. Hyperventilotion in Ponic Disorder ond Asthmo: Empiricol Evidence ond Clinicol
Skotegies. Int J Psychophysiol. 201 0 October; 7811]l: 68-79.

704
PENGELOLAAN PAL AT F PA A
PENY KTKRO S

PENGERTIAN
Organisasi kesehatan dunia, World Heolth Organization (WHOJ mendefinisikan
palliative care sebagai suatu intervensi yang dapat memperbaiki kualitas hidup pasien
dan keluarganya yang sedang mengalami pengalaman penyakit yang berat. Tujuan
intervensi ini adalah mengurangi keluhan nyeri dan gejala lain termasuk dukungan
psikososial dan spiritiual. Karakteristik penyakit kronis adalah perjalanan penyakit
yang fluktuatif dengan prognosis yang kadang tidak jelas. Menurut Centers for Disease
Control, yang termasuk penyakit kronis adalah heart disease, stroke, kankeri diabetes
dan arthritis. Klasifikasi lain penyakit kronis adalah depresi, diabetes, penyakit paru
obstruksi kronis,gagal ginjal kronis dan HIV/AIDS. Penyakit kronis menyebabkan
kecacatan dan kematian utama di Amerika serikat.
Murray dkk menyatakan bahwa pengelolaan pasien dengan penyakit kronis
progresif sering terlupakan aspek paliatif sehingga pengelolaan pasien tidak
holistik. Beberapa studi menunlukkan bahwa pasien dengan penyakit kronis non
kanker menunjukkan penderitaan yang lebih berat dalam hal nyen dan kualitas hidup
dibanding pasien kanker yang penilaiannya lebih baik. Pengelolaan paliatif dapat
digunakan sebagai model pelayanan kesehatan pasien penyakit kronis termasuk
kankerl sejak pasie terdiagnosis dan bukan saat pasien menjelang fase terminal.
Kementerian kesehatan telah mengeluarkan surat keputusan menteri yang
menegaskan bahwa seluruh rumah sakit diharapkan dapat menerapkan model
pelayanan paliatif bagi pasiennya. (SK Menkes Nomor: 812/Menkes/SK/Vll/2007)

RUANG TINGKUP
1. lnisiasi diskusi tentang paliatif
2. Penapisan dan penilaian paliatif (lihat lampiran) serta tujuan pengelolaan
3. Pengelolaan aspek fisik, seperti :

' Nyeri

Oo om
. Ansietas dan depresi
. Anoreksia dan kaheksia
. Konstipasi
. Delirium
. Diare
. Sesak nafas
. Fatik
. Gastroesophageal reflux disease
. Hypodermoclysis
. Malignant ascites and pleural effustons
. Mual dan muntah
4. Pengelolaan aspek psikis : ansietas, depresi (lihat ansietas, depresi)
5. Pengelolaan aspek kultural, psikologi, sosial, spiritual, religious, etika, dan legal
6. Hospis dan Rawatan rumah (Home care)
7. Konsultasi dan rujukan ke spesialis
8. Pengelolaan fase kritis (last day) dan masa duka cita

PENGETOTAAN (Berdosorkon Rekomendosi Americon College of


Physicions,2008)

Rekomendasi 1: Setiap pasien rawat inap dengan penyakit serius/berat pada fase
terminal, maka dokter harus secara reguler menilai adanya nyeri, sesak nafas, dan
depresi.
Recomendasi 2: Setiap pasien dengan penyakit berat pada fase terminal, dokter
harus melakukan pengelolaan nyeri dengan baik. Pada pasien kanker dapat anti-
inflammatory, opioid, dan bisphosphonate.
Recomendasi 3: Setiap pasien dengan penyakit berat pada fase terminal , dokter
harus dapat mengelola keluhan sesak napas dengan baik termasuk menggunakan
opioid pada pasien yang tidak perbaikan dengan terapi standar dan pemberian oksigen
jangka pendek bila terjadi hipoksemia
Recomendasi 4: Setiap pasien dengan penyakit berat pada fase terminal, dokter
harus mengelola depresi dengan efektif, termasuk pasienkanker dengan trsiklik
antidepresan, selective serotonin reuptake inhibitors [SSRI), atau psikoterapi
Recomendasi 5: Para klinisi harus memastikan perencanaan lanjut (advance care
planning) pada setiap pasien penyakit berat.

706
UNIT YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
. RS non pendidikan :-

REFERENS!
1. Efflong A Effiong Al. Polliotive core for the monogement of chronic illness: o systemoiic review
study protocol. BMJ Open. 2012:2(3)
2. Keputuson Menteri Kesehoton Rl No 812 Menkes/Vll/ 2007 tentong kebijokon perowoton poliotif
3. Qoseem A, Snow V, Shekelle P, Cosey Jr DE., Cross Jr JT., Owens DK, for the Clinicol Efflcocy
Assessment Subcommittee of the Americon College of Physicions. Evidence-Bosed Interventions to
lmprove the Polliotive Core of Poin, Dyspneo, ond Depression of the End of Life:A Clinicol Proctice
Guideline from the Americon College of Physicions. Ann lntern Med Jonuory I 5, 2008 1 48:1 41-1 46
4. Lo B, Quill T, Tulsky J. Discussing polliotive
core with potients. ACP-ASIM End-of-Life Core Consensus
Ponel. Americon College of Physicions-Americon Society of Internol Medicine. Ann Intern
Med. 1999 Moy 4:13Ol9l:744-9.
5. Beynon T, Hodson F,Coody K, Kinirons K, Selmon L, Higginson l. Provision of polliotive core for
chronic heort foilure inpotients: how much do we need? BMC Polliot Core. 2009; 8: 8.

707
Lampiran. Penapisan pasien paliatif

Tabel 1. PENAPISAN PASIEN PALLIATIVE CARE


Kriteria - Silakan membuat skor bila anda akan menetukan pasien dalam kriteria paliatif

1. Penyokit Dosar SKORING


a Kanker(Metastatis/Rekuren) d Penyakit Ginjal Kronis
b PPOK lanjut e Penyakit Jantung Berat - ie CHF, skor 2, Tiop poin
c Stroke (dengan penurunan severe CAD, CM (LVEF < 25%)
fungsional > 50%) f Hrv/ArDs

2 Penyokit Ko Morbiditas Skor 7, poin


a Penyakit hati Kronis d Gagal Jantung Kongestif
b Penyakit Ginjal Moderat e Kondisi/Komplikasi lain
c PPOK Moderat

3. Stotus Fungsionol Posien skot spesilik


Menggunakan status Performa ECOG (Eastern Cooperative oncology Group) dibowoh ini

ECOG Dera iat Skala


0 Aktif penuh, dapat melakukan kegiatan tanpa hambatan seperti
sebelum ada penyakit Skor 0
1 Terdapat hambatan dalam aktifitas berat tetapi dapat melakukan
pekerjaan ringan seperti pekerjaan rumah dan kantor yang ringan,
rawat jalan Skor 0
2 rawat jalan, dapat mengurus diri sendiri, tetapi tidak dapat
melakukan semua aktifitas ,lebih dari 50% jam bangun Skor 1
I
3 Dapat mengurus diri sendiri secara terbatas; lebih banyak
waktunya di tempat tidur atau dikursi roda dengan wakti Skor 2
4 Tidak dapat mengurus diri sendiri, sebagian besar waktu di tempat
tidur, kondisi berat/cacat Skor 3

4. Kriteria Loin yong peilu dipertimbongkon skot 7 untuk tiop kondisi


Pasien:
a Tidak akan menjalani pengobatan kuratif
b Kondisi penyakit berat dan memilih untuk tidak melanjutkan terapi
c Nyeri tidak teratasi lebih dari 24 jam
d Memiliki keluhan yang tidak terkontrol (contoh; mual dan muntah) -
e Memiliki kondisi psikososial dan spiritual yang perlu perhatian
f Sering berkunjung ke unit gawat darurat/dirawat di rumah sakit (lebih dari 1. kali /bulan
untuk diagnosis yang sama )

g Lebih dari satu kali untuk diagnosis yang sama dalam 30 hari
h Memiliki lama perawatan tanpa kemajuan yang bermakna
i Lama rawat yang panjang di lcU tanpa kemajuan
j Memiliki prognosrs yang jelek
TOTAL Skor
-
TOTALSKoR =3 Obseruasi

TOTAL SKOR = > 4 Perlu Konsultasi Paliatif

708
PE II[1[ S[ [[]t
I t[[ Gtl UP nflll
PAA
A1[

P AKTK
KS
)r.
Ac ut e Respirotory Disfress
Bronkiektosis..............
-il
Emboli Poru..........
Flu Burung
Gogol Nopos...........
Mosso Mediostinum
Penyokit Poru Kerjo
Penyokit Poru Obstruktif Kronik (PPOK)
Penyokit Pleuro
Pneumonio Atipik.....
Pneumonio Didopot Di Ru okit
l

Pneumonio Didopot Di Mosyoro


Sindrom Veno Kovo Superior
)
l

Keloinon Nopos Soot Tidur


(S/eep-Diso rdere d Breothing / p
Tuberkulosis Poru
Tumor Poru
ACUTE RESP'R ATORY D'STRESS SYNDROME

PENGERTIAN
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu kondisi ketika paru
mengalami jejas berat yang tersebar, sehingga mempengaruhi kemampuan untuk
mengambil oksigen. Rendahnya kadar oksigen dalam darah dan ketidakmampuan
untuk mengambil oksigen pada tingkat normal merupakan gejala khas ARDS. Jejas
paru akut (acute lung injury/ALI) merupakan istilah baru yang saat ini digunakan,
yang meliputi ARDS dan juga jejas paru yang lebih ringan. Penyakit yang dapat
menyebabkan ARDS banyak sekali, dan dapat merusak organ lain selain paru, namun
jejas paru biasanya mendominasi gambaran klinis.l Gangguan klinis yang umumnya
berkaitan dengan ARDS dapat dilihat pada tabel L.

Tobel 1. Gongguon Klinis yong Umumnyo Berkoiton dengon ARDS2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr,2
Identifikasi penyakit yang mendasari: sepsis, pneumonia, aspirasi isi lambung,
pankreatitis, transfusi darah, atau trauma berat

Pemeriksoon Fisikr.2
. Demam, takipneu, takikardi, ronki difus
Pemeriksoon Penunjongt.2
. Laboratorium: darah perifer lengkap, analisa gas darah, elektrolit, plasma brain
n atriuretic p e ptid e (BNP)

. EKG, ekokardiografi
. Radiologis: foto toraks menunjukkan infiltrat bilateral yang konsisten dengan
edema paru, CT scan tidak rutin dilakukan
Kriteria diagnosis ALI dan ARDS dapat dilihat pada tabel 2.

Tobel 2. Kriterio Diognosis AU don ARDS'?

ALI : Akut <'l 8 Hg


mmHg

Keterongon: ALI = oc ufe lung injury: ARDS = oc ule respirolory disfress syndrome; FIO- = persenlose inspirosi Or; PoO, = tekonon
porsiol O, orleri; PCwP = pulmonory copiliory wedge pressure

Pendekoton Diognosis',2
. Pendekatan umum - ALI/ARDS merupakan suatu diagnosis eksklusi; sehingga
sebaiknya penegakan diagnosis dilakukan setelah penyebab infiltrat bilateral akut,
hipoksemia berat, dan distres pernapasan lain telah disingkirkan.
. Edema paru kardiogenik adalah satu penyakit yang harus selalu disingkirkan,
karena sering terjadi dan seringkali sulit dibedakan secara klinis. Setelah edema
paru kardiogenik disingkirkan, pertimbangan Iainnya termasuk pneumonia,
perdarahan alveolar difus, pneumonia eosinofilik idiopatik akut, cryptogenic
org an izing pneumonia (COP), pneumonia interstitial akut fHamman-Rich
syndrome), dan kanker progresif. Untuk menyingkirkan diagnosis edema paru
kardiogenik Dibutuhkan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu plasma BNP,
-
ekokardiografi, dan kateterisasi jantung kanan.
. Menyingkirkan penyebab gagal napas lainnya - Apabila penyakit tersebut
tidak bisa disingkirkan berdasarkan gambaran klinis dan tanda dan gejala yang
menyertai, pemeriksaan diagnostik tambahan (mis. bronkoskopi) sebaiknya
dilakukan. Biopsi paru sebaiknya dilakukan pada beberapa pasien dengan etiologi
gagal napas akut yang masih belum pasti setelah bronkoskopi nondiagnostik dan
pada pasien yang memiliki kemungkinan diagnosis: perdarahan alveolar difus,
COP, metastasis kankeS vaskulitis, atau penyakit paru difus yang tidak terdiagnosis.
. Diagnosis akhir - ALI/ARDS ditegakkan setelah semua diagnosis banding
disingkirkan.
DIAGNOSIS BANDING
Edema paru kardiogenik, pneumonia difus, perdarahan alveolar, penyakit paru
interstitial akut [misalnya pneumonitis interstitial akut), jejas imunologis akut (mis.
pneumonitis hipersensitivitas), jejas toksin (mis. pneumonitis radiasiJ, dan edema
paru neurogenik.2

TATA[AKSANA',2
. Prinsip umum: [1) identifikasi dan tatalaksana penyakitprimer dan kelainan bedah
(mis. sepsis, aspirasi, traumaJ; (2) meminimalisir tindakan dan komplikasinya; (3J
profilaksis terhadap tromboemboli vena, perdarahan saluran cerna, aspirasi, sedasi
berlebihan, dan infeksi kateter vena sentral; [4) identifikasi infeksi nosokomial;
dan (5) nutrisi adekuat.
. Dukungan ventilasi mekanik : tidal volum rendah, kurangi tekanan pengisian
atrium kiri ) lebih lengkap lihat pada bab Ventilasi Mekanik
. Kebutuhan cairan : restriksi cairan dan diuretik digunakan untuk mengurangi
tekanan pengisian atrium kiri, monitor tanda hipotensi dan hipoperfusi organ
seperti ginjal
. Glukokortikoid: beberapa studi menunjukkan adanya penurunan mortalitas dan
perbaikan prognosis pada pemberian kortikosteroid dosis rendah.3'a

KOMPTIKASI
Fibrosis paru, pneumotoraks, emboli paru, infeksi akibat pemasangan ventilator.2-a

PROGNOSIS
Mortalitas diperkirakan26-44o/o. Pasien usia >75 tahun memiliki mortalitas lebih
tinggi (-600lo) dibandingkan dengan <45 tahun (-20o7o1.',0

UNIT YANG MENANGAN!


. RS Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi
: Departemen
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNII TERKAII
. RS Pendidikan Departemen Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi Klinik
. RS non Pendidikan Bagian Patologi Klinik, Radiologi
REFERENSI
l. Hudson LD. Acute Respirotory Distress Syndrome. ln : Schrougnogel DE. Breothing in Americo :

Diseoses, Progress, ond Hope. Americon Thorocic Society. 2010. Hol l5-24.
2. Choi AMK, Levy BD. Acute Respirotory Distress Syndrome. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL,
Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rhEdition. New
York, McGrow-Nll. 201 2.
3. Tong BMP, Croig JC, Eslick GD, Seppelt l, Mcleon AS. Use of corticosteroids in ocute lung injury
ond ocute respirotory distress syndrome: A systemotic review ond meto-onolysis. Crit Core Med
2009 Vol. 37. No. 5
4. Amin Z. Sindrom Gongguon Respirosi Akut (ARDS). Dolom:Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds).
Ponduon Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.

712
BRONK EKTAS S

PENGERTIAN
Dilatasi jalan napas yang ireversibel dan melibatkan paru-paru lokal atau difus,
dengan gambaran pelebaran alveoli dapat berupa silindris atau tubular, varicose,
atau kistik. Etiologi bronkiektasis pada banyak kasus tidak diketahui, kemungkinan
penyebabnya dapat dilihat di tabel 1 :1

Tobel l. Etiologi Bronkieklosisr.2

Fokol

podo

tidok

tumor
Difus lnfeksi mikobokterium non
tuberkulosis lMycobocteriu m ovium
inlrocellulore complex (MAC) l

lopongon menelon don


Tes fungsi
bowoh kekuoton neuromuskulor
pqru
PENDEKATAN DIAGNOS!S

Anomnesis
Pada pasien bronkiektasis dapat ditemukan riwayat batuk produktif persisten
dengan sputum yang purulen [jika ada infeksi sekunderJ atau mukoid (jika tidak ada
infeksi sekunder) dengan jumlah banyak terutama pada pagi hari sesudah perubahan
posisi tidur. Bau mulut yang tidak sedap (fetor ex oreJ ditemukan jika ada infeksi
sekunder. Batuk darah, sesak napas, demam berulang dapat dikeluhkan pasien.l-3 Pada
kasus bronkiektasis harus dicari kemungkinan penyebab seperti kelainan kongenital,
aspirasi cairan lambung, riwayat infeksi saluran napas bawah yang disebabkan bakteri
atau virus pneumonia, pertusis, atau tuberkulosis, kelainan imunitas seperti pada
tabel 1. Pada orang dewasa jika tidak ditemukan penyebab bronkiektasis, riwayat
asma harus ditanyakan.a

Bronkiektasis harus dicurigai jika ada gejala:a


. Batuk produktif persisten, terutama jika ada satu dari kriteria di bawah ini
o Usia muda
o Riwayat keluhan selama beberapa tahun
o Tidak ada riwayat merokok
o Jumlah sputum yang banyak dan purulen setiap hari
o Batuk darah
o Pada sputum ditemukan kolonisasi P. aeruginosa
. Batuk darah yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya atau batuk tidak produktif
. Pasien yang dicurigai mempunyai Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dapat
terjadi pula bronkiektasis, dan membutuhkan pemeriksaan lanjutan jika :

o penyembuhan infeksi saluran napas bawah yang lambat


o eksaserbasi rekuren
o tidak ada riwayat merokok

Pemeriksoon fisik
Pada kasus bronkiektasis dapat ditemukan sianosis, retraksi dinding dada dan
berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena disertai pergeseran mediastinum
akibat bagian paru yang terkena luas, ronki, mengi, jari tabuh, serta dapat disertai
demam. 1 Pada kasus berat dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonal kronik maupun
gagal jantung kanan,

714
Sindrom kartagener terdiri atas gejala: bronkiektasis kongenital, sering disertai
dengan silia bronkus imotil, situs invertus, sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya
sinus frontalis.

Pemeriksoon Penunjong r,2,5


. Pemeriksaan sputum: kultur dan uji sensitivitas antibiotik. Untuk memperbesar
kemungkinan menemukan kuman H.influenzae dan S. pneumonia, spesimen
hendaknya diperiksa di laboratorium dalam waktu 3 jam setelah spesimen
didapatkan.3
. Imunoglobulin serum (lg G, Ig A, Ig M) dan elektroforesis serum : sesuai indikasi
. Ig E serum, tes skfn prick : untuk mencari kemungkinan aspergilus
. Bronkoskopi dilakukan bila:a
o Pada kasus kelainan lokal : untuk menyingkirkan adanya obstruksi proksimal
o Pemeriksaan sputum negatif dan tidak membaik dengan pengobatan
o f ika pada pemeriksaan HRCT (hrgrh -resolution CT scanning) dicurigai adanya
infeksi mikobakterium atipikal dan kultur sputum yang negatif.
o Bronkoskopi saluran napas bawah dengan pengambilan sampel, tidak
dianjurkan dilakukan secara rutin pada pasien dengan bronkiektasis.
. Pemeriksaan fungsi silia :a
o Dilakukan jika ada riwayat kelainan kronik pada saluran napas atas, otitis
media, atau adanya riwayat otitis media kronik saat anak-anak, bronkiektasis
di lobus medius, infertilitas, atau dekstrokardia.
o Tes sakarin dan/atau NO ekspirasi dari hidung dapat digunakan untuk
menyingkirkan kelainan yang tidak membutuhkan pemeriksaan fungsi silia.
. Rontgen thoraks : dapat menunjukkan tram trackyang menandakan adanya dilatasi
jalannapas,gambaransaranglebah,kista-kistakecildengan airfluidlevel(1.3o/o),
bercak-bercak pneumonia, fibrosis, kolaps, bahkan dapat menunjukkan gambaran
paru normal (7o/o).3
. Pemeriksaan Faal paru: 3

o Tergantung pada luas dan beratnya penyakit


o Bronkiektasis ringan : fungsi ventilasi masih normal
o Keadaan berat dan difus: VC (vital capacity) danFEYT (forced expiratory volume
in L s) cenderung menurun karena obstruksi aliran udara pernapasan.
. CT scan toraks: lebih spesifik untuk bronkiektasis. Bronkiektasis pada CT scan
toraks dapat menunjukkan adanya dilatasi jalan napas (tram track atau signet
ring yang merupakan area cro.s.s sectional dengan diameter minimal 1,5 kali dari

715
pembuluh darah sekitarnyaJ, tidak adanya bronchial tapering ftermasuk adanya
struktur tubular 1 cm dari permukaan pleura), penebalan dinding bronkus, fhe
"tree-in-bud" pattern, serta adanya kista yang berasal dari d inding bronkus (cystic
bronchiectasis)

Tobel 2. Jenis Pemeriksoon Fungsi Poru Yong Horus Dilokukon Podo Orong Dewoso 4

FVC, FEVI 4 koil dolom seiohun


Volume poru, gos tronsfer

ontibiotik introveno
Antibiotik orol otou nebulisosi

Pemeriksaan untuk menyingkirkan cystic fibrosis dilakukan terutama pada :a

. Usia > 40 tahun dan tidak ditemukan penyebabnya


. Ditemukannya S.aureus persisten pada sputum
. Adanya malabsorbsi
. Infertilitas primer pada laki-laki
. Bronkiektasis pada lobus atas
. Riwayat steatorrhoea padaanak-anak
. Penapisan (screening) mencakup pemeriksaan kadar klorida pada keringat dan
CFTR genetic mutation analysis.

Bronkiektosis koreno infeksi mikoboklerium non tuberkulosisl


Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
yaitu:
. Pemeriksaan kultur sputum minimal 2 menunjukkan hasil positif dengan minimal
1 pemeriksaan BAL (bronchoalveolar lavage] cairan sampel positif pada kultur.
. Atau pemeriksaan kultur sputum atau cairan pleura minimal L hasil positif
disertai sampel biopsi histopatologik menunjukkan adanya mikobakterium non
tuberculosis [granuloma atau pewarnaan asam-basa positif].

DIAGNOSIS BANDING3
. Bronkitis kronik
. Tuberkulosis paru
o Abses paru
a Karsinoma paru, adenoma paru
a Fistula bronkopleural dengan empiema

IATALAKSANA'2
. Mengontrol infeksi dan meningkatkan sekresi sputum dan higienitas bronkus
untuk menurunkan jumlah mikroba dalam jalan napas dan risiko infeksi berulang
. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien :3
o Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering
o Menghentikan merokok
o Mencegah/meghindari debu, asap
. Memperbaiki drainase sekret bronkus dan menjaga higienitas bronkus3
o Drainase postural: dikerjakan 10-20 menit2-4kali setiap hari, atau sampai
sputum tidak keluar lagi, dibantu dengan memberikan tepukan pada punggung
pasren.
o Mencairkan sputum yang kental: hidrasi, mukolitik, inhalasi uap air panas/
dingin
o Mengatur posisi tempat tidur pasien
o Nebulisasi dengan bronkodilator dan cairan hiperosmolar (saline hipertonik):
Ketika nebulisasi dengan cairan saline hipertonik, sebelumnya diberikan
bronkodilator pada pasien yang mempunyai hipereaktivitas bronkus. Sebelum
dan 5 menit setelah dilakukan nebulisasi, FEVL atau PEF harus diperiksa untuk
menilai adanya bronkokonstriksi.a-5
o Fisioterapidada:drainaseposturaf chestflapping,oscillatorypositiveexpiratory
pressureflutter valve, atau high-frequency chest wall oscillation vest.
o Sebelum dilakukan fisioterapi dapat diberikan nebulisasi dengan B2 agonis
untuk meningkatkan pengeluaran sputum.3
o Setiap 3 bulan harus dinilai keefektifan terapi.
. Latihan rehabilitasi paru
o Jika ada kesulitan bernapas ketika melakukan aktivitas sehari-hari
o Latihan kekuatan otot pernapasan
. Antiinflamasi
o Glukokortikoid oral/sistemik: jika disebabkan ABPA, kondisi autoimun
o Glukokortikoid inhalasi: tidak dianjurkan secara rutin, kecuali pada pasien
asma.a'6

717
o Anti jamur
o Jika disebabkan ABPA: itrakonazol
a Antibiotik
o Eksaserbasi akut: patogen terduga paling sering adalah Haemophilus influenzae
dan P. aeruginosa. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari.
o Pada kasus infeksi MAC dan HIV negatif : makrolid dengan rifampisin dan
etambutol
o Kombinasi antibiotik tidak diberikan jika infeksi disebabkan H. influenza,
Moraxella catarhalis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia.
o P.aeruginosa yang sensitif terhadap siprofloksasin dapat diberikan
siprofloksasin secara oral sebagai antibiotik lini pertama, dan diganti ke
intravena jika tidak membaik.
o Nebulisasi dengan antibiotik: jika eksaserbasi > 3 kali setahun atau episode
eksaserbasi yang jarang tetapi diperkirakan menyebabkan morbiditas yang
signifikan. Antibiotik drsesuaikan dengan hasil kultur sensitivitas.a
a Operasi :3'a'6

o Tujuan : mengangkat/reseksi segmen atau lobus paru yang terkena


o Indikasi :

- Bronkiektasis terbatas dan dapat tereseksi, yang tidak berespon terhadap


tindakan-tindakan konservati f yan g adekuat
- Bronkiektasis terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau
hemoptisis yang berasal dari derah tersebut.
o Kontraindikasi:
- Bronkiektasis dengan PPOK (penyakit paru obstruksi kronikJ
- Bronkiektasis berat
- Bronkiektasis dengan komplikasi kor pulmonal kronik dekompensata
o fenis operasi: elektif dan paliatif (pada keadaan gawat darurat dan tidak
terdapat kontraind i kasi)
o Persiapan operasi:
- Pemeriksaan faal paru : spirometri, analisa gas darah, bronkospirometri
- CT scan atau USG
- Meneliti ada tidaknya kontraindikasi operasi
- Memperbaiki keadaan umum paslen
a Ventilasi non-invasif::r
o Meningkatkan kualitas hidup pasien dengan gagal napas kronik akibat
bronkiektasis

718
a Pada kasus refrakter:
o Operasi dengan reseksi bagian paru yang mengalami supurasi.
o Transplantasi paru: sesuai indikasi
a Pada kasus eksaserbasi (3 episode dalam setahun) :

o Antibiotik oral: siprofloksasin selama 1-2 minggu/bulan


o Merotasi jadwal pemberian antibiotik untuk menurunkan risiko resistensi
o Makrolid setiap hari atau 3 kali seminggu
o Inhalasi antibiotik: tobramycin inhqlation solution (fOBI) dengan jadwal rotasi
30 hari pemakaian, 30 hari penghentian
o Antibiotik intravena intermiten: pada kasus bronkiektasis berat dan/atau
resistensi kuman.

KOMPTIKASI
Perdarahan sampai hemoptisis masif karena kerusakan mukosa pembuluh darah
akibat infeksi berulang. Resistensi terhadap antibiotik karena infeksi berat, berulang,
atau pemakaian antibiotik terlalu sering.l Pneumonia dengan/atau tanpa atelektasis,
pleuritis, efusi pleura atau empiema, abses metastasis di otak, hemoptisis, sinusitis,
kor pulmonal kronik, kegagalan pernapasan, amiloidosis.3'6

PROGNOSIS
Prognosis tergantung etiologi penyebab dan frekuensi eksaserbasi. FEVl menurun
50-55 ml/tahun, sedangkan pada orang sehat 20-30 ml/tahun. Risiko infeksi berulang
dapat diturunkan dengan memberikan vaksinasi pada kasus infeksi pernapasan kronik
(seperti influenza, pneumokokus).1 Pada kasus berat dan tidak diobati lama harapan
hidup <5-15 tahun. Penyebab kematian dikarenakan pneumonia, empiema, gagal
jantung kanan, hemoptisis,3'6

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Pulmonologi
. RS non Pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam

UN!T TERKAII
. RS Pendidikan Departemen Radiologi, Bedah/toraks, Departemen
Rehabilitasi Medik
a RS non Pendidikan Bagian Radiologi, Bedah

719
REFERENSI
l. Boron R. Bronchiectosis ond Lung Abscess. In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser
S,Jomeson J, Loscolzo J, editors Horrison's principles of internol medicine. l8th ed. United Stotes
of Americo; The McGrow-Hill Componies, 20l2.chopter 258.
2. lsemon M. Bronchiectosis. ln : Moson: Murroy & Nodel's Textbook of Respirotory Medicine, 4rh ed.
United Stotes of Americo : Sounders 2005. chopter 39.
3. Rohmotulloh P. Bronkiektosis. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW.
Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010: Hol 2297-2304.
4. Thorocic Society. BTS Guideline for non-CF Bronchiectosis A Quick Reference Guide.2Ol0.
British
Diunduh dori www.brit-thorocic.org.uk podo tonggol 30 mei 2012.
5. O'Donnell A. Bronchiectosis. Chest 2008;,)34;815-823. Diunduh dori http://chestjournol.chestpubs.
org/conient/l 341 4/B15.full.html podo tonggol 30 Mei 20l 2.
6. Pronggono E. Mikobokteriosis Non-TB. Dolom:Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon
Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.

720
EMBOL PARU

PENGERIIAN
Emboli paru adalah kelainan jaringan paru yang disebabkan oleh embolus pada arteri
pulmonalis paru. Bekuan vena sistemik yang menyangkut di percabangan arteri
pulmonalis,merupakankomplikasi DeepVeinThrombosis(DVT)yangumumnyaterjadi
pada kaki atau panggul. Faktor predisposisi trombosis vena yaitu:1'2
. Trias Virchow, yaitu
o Stasis: Imobilitas, tirah baring, anestesi, gagal jantung kongestif/kor pulmonal,
trombosis vena sebelumnya
o Hiperkoagulabilitas: keganasan, antibodi antikardiolipin, sindrom nefrotik,
trombositosis esensial, terapi estrogen, heparin-induced thrombocytopenia,
inflammatory bowel disease, Paroxysmal nocturnal hemoglobinurr4 koagulasi
intravaskular diseminata, defisiensi protein C dan S, defisiensi antitrombin III
o Kerusakan dinding pembuluh darah: trauma, pembedahan
. Keganasan
. Riwayat trombosis
. Preparat estrogen

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Pada 50 %o kasus dapat asimptomatik

Tobel l. Anomnesis don Pemeriksoon Fisik podo Emboli Porur'3

k n p k o k
Pn Pm HIns

Pemeriksoon Penunjong3
. Laboratorium: DPL, hemostasis (PT aPTT INR, aktivitas protrombin, kadar
fibrinogen), kadar protein C dan S, ACA
. Urin lengkap
. Analisa gas darah/AGD: hipoksemia, alkalosis respiratorik
. D-dimer plasma: meningkat (sensitif, tidak spesifik). Bila > 500 ng/mL, dilanjutkan
dengan pemeriksaan
. Foto toraks: menyingkirkan penyebab lain berupa emboli paru infiltrat, efusi,
atelektasis, gambaran khas emboli paru Hampton's sign,Westermark's sign, Palla's
sign, pada sebagian kasus: tidak tampak kelainan
. EKG: terutama menyingkirkan penyakit lain, perubahan ST-T tidak spesifik. Inversi
gelombang T di V1 - V4, kadang-kadang dijumpai RBBB, fibrilasi atrium. Dapat
dijumpai perubahan aksis tiba-tiba. Pada emboli paru masif dapat dijumpai RAD,
P pulmonal, S1 Q3 T3 (Mcginn White Pattern).
. Ekokardiografi: jika terlihat adanya peningkatan tekanan atau volume ventrikel
kanan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, maka dapat dicurigai adanya
emboli paru. Ekokardiografi trans esophageal mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas mencapai 90 % untuk mendeteksi emboli paru proksimal.
. Ventilation/Perfusion Lung Scan: (sensitil tidak spesifik)
o Pada emboli paru: kelainan perfusi tidak disertai kelainan ventilasi, atau
kelainan perfusi lebih menonjol
o Berdasarkan adanya, ukuran, dan hubungan defek ventilasi-perfusi, hasil
dibagi atas: high-probability lung scan, non-high probablity lung scan (= low
dan intermediate probability lung scan), normal lung scan.
. USG [ultrasonografi) tungkai.
o Indikasi: jika hasil scan menunjukkan non-high probablity lung scan, sedangkan
klinis sangat mengarah ke emboli paru, mencari adanya trombosis vena dalam.
o fika hasil scan adalah high-probability lung scan, atau USG kaki positif DVT:
diterapi sebagai emboli paru.
. Angiografi pulmoner: baku emas.
o Indikasi: hasil diagnostik lain tidak jelas, dan dibutuhkan diagnosis pasti
(seperti pada pasien yang tidak stabil, atau yang memiliki risiko tinggi bila
diterapi antikoagulan atau trombolitik).
Terdapat 2 cara penilaian klinis untuk memprediksi adanya emboli paru :1

722
Tobel 2. Peniloion klinis Berdosorkon Skor Genevor

Usio > 65 tohun

Kegonoson

Botuk doroh
Klinis

> 95 koli/menit

Kelerongon :
Kemungkinon emboli poru : rendoh :skorO-3
sedong : skor 4-10
tinggi :skor)ll

DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia, bronkitis, asma bronkial, bronkitis kronis eksaserbasi akut,
infark miokard, sindrom koroner akut, edema paru, kanker paru, pneumotoraks,
kostokondritis, aorta dissekans, tamponade, fraktur iga, hipertensi pulmoner primer;
nyeri muskukoskeletal, ansietas.2

723
Risiko tinggi suspek emboli poru
dengon hipolensi oiou renjoton

CT scon segero

Tidok tersedio Tersedio

Ekokordiogrof:
overlood ventrikel konon

CT scon tersedio
Tidok Yo CT scon
don posien stobil

Positif Nego'lif

Cori penyebob Pemeriksoon oin Teropi embo i poru Cori penyebob


loin tidok tersedio don Pertimbongkon trombolisis oin
posien tidok stobil otou embolektomi

Gombor l. Algorilmo Pendekolon Diognosis Berisiko Tinggi Emboli Poru dengon Gongguon
Hemodinomikt

Risiko rendoh suspek emboli poru


tonpo hipotensi otou renjoton

Menentukon kemungkinon
klinis emboli poru

Kemungkinon Kemungkinon
emboli poru rendoh emboli poru tinggi

Pemeriksoon
D-dimer

Negotif Positif

Tido k Mulfidetector Multidetector


diieropi CT scon CT scon

Tidok odo Ado Tidok odo Ado


emboli poru embo i poru embo i poru embo i poru

Tidok Tidok diteropi otou


Teropi Teropi
diteropi pemeriksoon lonjut

Gombor 2. Algoritmo Pendekolon Diognosis Berisiko Rendoh Emboli Poru Tonpo Gongguon
Hemodinomikl

724
IATATAKSANA

TeropiSuportifa
. Oksigen
. Infus cairan
o Inotropik: dobutamin drip, bila hipotensi, atau tanda-tanda gagal jantung akut lain
. Vasopresor sesuai indikasi
. Anti aritmia sesuai indikasi
. Analgetik

Teropi Emboli Poru Akut5,6


. Unfractionated heparin (UFH)
o Bolus inisial intravena B0 IU/kgBB atau sekitar 5.000 IU, dilanjutkan dengan
drip 18 IUlkgBB/jam IV
o Pemantauan dengan pemeriksaan aPTT setiap 6 jam: target <1.2 kali kontrol

Tobel 4. Perubohon Dosis Berdosorkon Niloi oPTT'l

< 35-45 detik .2-1.5 koli kontrol) 40 bolus,

3 U/kg/jom

o Low Molecular Weight Heparin (LMWHJ


o Diberikan subkutan tiap 12 jam
o Enoxaparin 1 mg/kgBB subkutan
o Dalteparin 200 IU/kgBB subkutan
o Nadroparin 0,L mL/kgBB
o Tinzaparin 175 U/kg satu kali sehari
o Fondaparinux fdiberikan sekali sehari). Berat badan < 50 kg dosis 5mg, berat
50-100 kg dosis 7.5 mg, dan berat > 100 kg dosis 10 mg.

Ieropi Emboli Porua-e


. Trombolitik:
o Indikasi: emboli paru masif, pemberian dipertimbangkan jika emboli paru
tanpa gangguan hemodinamik, tetapi berisiko tinggi (emboli paru submasifJ,

725
adanya trombois vena dalam, adanya penyakit jantung atau paru yang belum
mengalami perbaikan dengan pemberian heparin, dan risiko perdarahan rendah
o Streptokinase: dosis loading 250.000 IU dalam larutan garam fisiologis atau
glukosa 5% drip IV dalam 30 menit. Dilanjutkan 100.000 IU per jam drip IV,
selama total24-72 jam. Perbaikan biasanya terlihat dalam 24 jam.
o Urokinase 4400 unit/kgBB/jam selama 72-24 jam. Perbaikan biasanya terlihat
dalam L2 jam.
o Recombinant tissue plasminogen activator IrTPA) 100 mg dalam 2 jam atau
0.6 mg/kgBB dalam 15 menit. Dosis maksimum 50 mg.
o Terapi trombolitik terbukti mengurangi obstruksi dan memperbaiki
hemodinamik.
o Kontraindikasiabsolut:
- Stroke hemoragik atau stroke yang tidak diketahui penyebabnya
- Stroke iskemik yang terjadi dalam 6 bulan
- Kerusakan susunan saraf pusat atau keganasan
- Baru saja terkena trauma/operasi/trauma kepala (dalam waktu 3 minggu)
- Perdarahan saluran cerna dalam waktu 1 bulan
- Adanya perdarahan
o Kontraindikasirelatif:
- Transient ischaemic attack dalam 6 bulan
- Mengkonsumsi antikoagulan oral
- Kehamilan atau L minggu setelah melahirkan
- Non-compressiblepunctures
- Hipertensi refrakter ftekanan darah sistolik > 180 mmHg)
- Penyakit hati lanjut
- Endokarditisinfektif
- Ulkus peptikum aktif
- Traumaticresuscitation
a Percutaneous catheter embolectomy and fragmentotion :

o Tujuan: menghilangkan obstruksi dari arteripulmonal


o Indikasi: sebagai alternatif jika ada kontraindikasi absolut terapi trombolitik,
jika ada kegagalan terapi trombolitik untuk memperbaiki hemodinamik, atau
sebagai alternatif operasi jika akses bypass kardiopulmonal tidak tersedia.
a Trombektomi
a IVC filter: jika ada kontraindikasi atau tidak ada perbaikan hemodinamik setelah
pemberian antikoagulan

726
Ieropi Prevenlif

Tobel 5. Teropi Tromboprofiloksis podo Emboli PoruT'e

IeropiJongko Ponjong
. Warfarin: dimulai bersamaan dengan pemberian heparin dengan dosis awal 5
mg/hari. Pemantauan dengan pemeriksaan INR tiap 1-3 hari : target INR 2 - 3.
Bila INR < 2: dosis dinaikkan 1/ztablet /hari, bila INR > 3: dosis diturunkan, bila
INR 2-3: dosis dipertahankan

Menentukon risiko don


klinis emboli poru

Normotensi don Normotensi don


Hipotensi
ventrikel konon normol venlrikel konon hipokinesis

Pencegohon Teropi disesuoikon


Teropi primer
sekunder mosing-mosing individu

Antikoogulon Embolektomi
Antikoogulon Filter IVC
don trombolisis koteter/operosi

Gombor 3. Algoritmo Penotoloksonoon Emboli Poru2

KOMP[IKASI
Sindroma posttrombotik (25%) berupa nyeri dan edema. Emboli paru berulang
(1o/opada emboli paru pertama kali- 5% dalam setahun pada emboliparu berulang),
gagal napas, gagal jantung kanan akut, hipotensi / renjatan kardiogenik. Komplikasi
diagnostik: reaksi alergi terhadap zat kontras. Komplikasi terapi: perdarahan
[termasuk intra-kranial), heparin-induced thrombocytopenia, nekrosis kulit, warfarin
embriopati.

727
PROGNOS!S
Prognosis baik jika terapi yang tepat dapat segera diberikan. Prognosis luga
tergantung pada penyakit yang mendasarinya, ketepatan diagnosis, dan pengobatan
yang diberikan. Umumnya prognosis emboli paru kurang baik. Angka kematian karena
emboli paru mencapai 1.5o/o dalam 6 bulan. Sedangkan pada emboli paru masif 700/o

mengalami kematian dalam waktu 2 jam sesudah serangan akut. Prognosis juga buruk
pada pasien emboli paru kronik dan sering mengalami serangan ulangan. Resolusi
komplit dapat tercapai dalam waktu 7-19 hari, tergantung dari waktu mulai terapi,
adekuat tidaknya terapi, dan derajat emboli paru.a'8'e

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi,
KardiovaskulaL Hematologi-Onkologi Medik.
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS Pendidikan Divisi Hematologi-Onkologi Medik, Departemen Radiolog,
Patologi Klinik, Bedah / toraks
a RS non Pendidikan Bagian Bedah, Patologi Klinik, Radiologi

REFERENSI
l. Torbicki A, Penier A, Konstontinides S. Guidelines on the diognosis ond monogement of ocute
pulmonory embolism. Europeon Heort Journol (2008) 29,227 6-2315.Ditlnduh dori www.escordio.
org/guidelines podo tonggol 23 Juni2012.
2. Goldhober SZ. Deep Venous Thrombosis ond Pulmonory Thromboembolism. ln: Fouci A, Kosper
D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol
medicine. 18th ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2Ol2.chopler 262.
3. Fedullo PF, Morris TA. Pulmonory Thromboembolism. ln : Moson: Murroy & Nodel's Textbook of
Respirotory Medicine, 4th ed. United Stotes of Americo : Sounders .2005. chopter 48
4. Rohmotulloh P. Tromboemboli Poru. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo
AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid ll Edisi lV. Jokorto: lnterno Publishing; 2006: Hol 1050-1056.
5. Diunduh dori Chest 2008;133;4545 podo tonggol23 Juni 2012.
6. Diunduh dori NEJM 2008:359:2804 podo tonggol23 )uni2012.
7. Diunduh dori Chest 2008;133:381S podo tonggol 23.)uni2012.
8. Diunduh dori Circ 2OO3;107:1-4 podo tonggol23 Juni 2012.
9. Rosyid A. Emboli Poru. Dolom :Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/Prosedur
Respirologi don Penyokit Kritis Poru.

728
FL BURUNG

PENGERTIAN
Flu burung (avian influenza) merupakan penyakit infeksi akibat virus influenza
tipe A yang biasa mengenai unggas. Subtipe virus influenzayang lazim mengenai
manusia adalah dari kelompok H1-, H2,H3, serta N1 dan N2 dan disebut sebagai human
influenza. Secara ringkas virus ini dikenal dengan virus A (H5N1J.1

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesisr'2
. Gejala sistemik mendadak: sakit kepala, demam, menggigil, mialgia, malaise, batuk,
radang tenggorokan
. Keluhan gastrointestinal: diare
. Identifikasi untuk kelompok risiko tinggi: pekerja peternakan/pemrosesan unggas
(termasuk dokter hewan/insinyur peternakan), pekerja laboratorium yang memproses
sampel pasien, pengunjung peternakan/pemrosesan unggas dalam 1 minggu terakhir;
pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/mati mendadak yang belum
diketahui penyebabnya dan/atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari terakhir
atau pernah kontak dengan penderita flu burung dalam 7 hari terakhir.

Pemeriksoon Fisikl'2
. Febris, takipneu, takikardi
. Konjungtivitis
. Ronkhi kasar pada kedua lapang paru

Pemeriksoon Penunjongt'2
. Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, kreatin kinase,
analisa gas darah
. Uji konfirmasi :

o Kultur dan identifikasi virus H5N1


o Uji Real Time Nested PCR untuk H5
o Serologis immunofluorescence fesr (lFA), uji netralisasi, uji penapisan dengan
rapid test,Hl test, atau ELISA
. Radiologis (tidak ada gambaran khasJ : foto toraks PA/lateral ditemukan gambaran
infiltrat bilateral luas, difus, multilokal, atau tersebar (patchy), atau dapat berupa
kolaps lobar
Krilerio diognosis flu burung menurut Deportemen Kesehoton Rl (2005) :

. Pasien dalam observasi


Demam >38"C disertai L atau lebih gejala berikut :

o Batuk,
o Sakit tenggorokan,
o Pilek,
o Napas pendek/sesak napas (pneumonia) dimana belum jelas ada/tidaknya
kontak dengan unggas sakit/mati mendadak yang belum diketahui
penyebabnya dan produk mentahnya.
Pasien masih dalam observasi klinis, epidemiologis, dan pemeriksaan laboratorium.
. Kasus suspekAl HSNl (dalam pengawasan)
Demam >38"C disertai 1 atau lebih gejala berikut :

o Batuk, sakit tenggorokan, pilek, napas pendek/sesak napas, pneumonia dan


diikuti salah satu atau lebih keadaan:
l. Pernah kontak dengan unggas sakit/mati mendadak yang belum diketahui
penyebabnya dan/atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari terakhir;
2. Pernah tinggal di daerah yang terdapat kematian unggas yang tidak biasa
dalam L4 hari terakhir sebelum timbulnya gejala,
3. Pernah kontak dengan penderita flu burung konfirmasi dalam 7 hari
terakhir sebelum timbulnya gejala,
4. Pernah kontak dengan spesimen AI H5N1 dalam 7 hari terakhir sebelum
timbulnya gejala (pekerja lab),
5. Ditemukannya leukopeni <3000/pL,
6. Ditemukan adanya titer antibodi H5 dengan pemeriksaan HI test menggunakan
eritrosit kuda atau ELISA untuk influenza A tanpa subtipe.
ATAU
o Kematian akibat acute respiratory distress syndrome IARDS) dengan 1 atau
lebih keadaan dibawah ini: 1) leukopenia atau limfopenia dengan /tanpa
trombositopenia (trombosit < 1 5 0.00 0 / VL), 2) gambaran pneumonia atipikal
atau infiltrat di kedua sisi paru yang makin meluas pada foto toraks serial

730
. Kasus probabelAl HSN1
Kriteria kasus suspek ditambah dengan 1 atau lebih keadaan dibawah ini :

o Ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4x terhadap H5 dengan


pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau ELISA
o Hasil laboratorium terbatas untuk influenza H5 (dideteksi dengan antibodi
spesifik H5 dalam spesimen serum tunggalJ menggunakan tes netralisasi
(dikiri m ke referensi laboratorium)
o Dalam waktu singkat menjadi pneumonia berat/gagal napas/meninggal dan
terbukti tidak ada penyebab lain
. Kasus konfirmasi AI HSN1
Kasus suspek atau probabel dengan 1 atau lebih keadaan dibawah ini :

o Kultur virus influenza A/H5N1 (+)


o PCR influenza A/H5N1 [+)
o IFA test ditemukan antigen (+) menggunakan antibodi monoklonal influenza A/
H5N1.
o Kenaikan titer antibodi spesifik influenza A/H5N1 sebanyak 4x dalam paired
serum dengan uji netralisasi
Kriteria rawat
. Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu 1) sesak napas dengan frekuensi
napas >30x/menit,2) nadi >100x/menit, gangguan kesadaran (*1, 3l kondisi
umum lemah
. Suspek dengan leukopenra
. Suspek dengan gambaran radiologis pneumonia
. Kasus probabel dan konfirmasi

DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia

TAIALAKSANA'-3
. Prinsip penatalaksanaan adalah istirahat, peningkatan daya tahan tubuh,
pengobatan antiviral, antibiotik, perawatan respirasi, antiinflamasi, dan
imunomodulator
. Antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yaitu 48 jam pertama
o Penghambat M2 : amantadine, rimantidin dengan dosis 2 x 100 mg/hari atau
5 mg/kgBB selama 3-5 hari
o Penghambat neuramidase [WHOJ : zanamivi4 oseltamivir (tamiflu) dengan
dosis 2 x 75 mg selama 1 minggu
a Pedoman Departemen Kesehatan RI :

o Kasus suspek : oseltamivir [tamiflu) 2x75 mgselama 5 hari, simptomatik dan


antibiotik jika ada indikasi
o Kasus probabel : oseltamivir (tamiflu) 2 x 75 mg selama 5 hari, antibiotjk
spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika ada
indikasi fpneumonia berat, ARDS). Respiratory care di ICU sesuai indikasi.
a Profilaksis pada kelompok risiko tinggi : oseltamivir 1 x 75 mg selama 1-6 minggu

KOMPTIKASI
Pneumonia dan manifestasi ekstrapulmonal seperti diare dan keterlibatan sistem
saraf pusat. Kematian berkaitan dengan disfungsi sistem multipel, termasuk gagal
jantung dan ginjal.2

PROGNOSIS
Berkaitan dengan derajat dan durasi hipoksemia. Angka mortalitas dari semua
kasus sampai saat ini mencapai 60%. Risiko mortalitas tergantung dari derajat penyakit
respirasi daripada komplikasi bakteri (pneumonia). Hanya sedikit bukti yang tersedia
yang menunjukkan efek jangka panjang dari korban selamat.3

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi
. RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan: Radiologi/Radiodiagnostik, Patologi KIinik
. RS non pendidikan: Bgian Radiologi, Bagian Patologi Klinik

REFERENSI
1. Noinggolon L, Rumende CM, Pohon HT. Influenzo Burung. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi
l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid lll. 2009. Hol2786-9.
2. Keliot EN. Pneumonio Virus. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/
Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
3. Dolin RD. lnfluenzo. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's
Principles of lnternol Medicine. l8ih Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.

732
GAGAT N PAS

PENGERTIAN
Gagal napas adalah suatu kondisi kegagalan sistem pernapasan pada fungsi
pertukaran gas seperti oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida dari darah
vena. Gagal napas juga didefinisikan tekanan oksigen arteri (Pa O2J <60 mmHg (8.0
kPa) dan/atau tekanan karbondioksia arteri (Pa COr) >45 mmHg (6.0 kPa). Sistem
pernapasan terdiri dari :1

Paru-paru: sebagai organ pertukaran gas


Sistem pompa yang memventilasi paru-paru : terdiri dari dinding dada, otot pernapasan,
pusat pernapasan di susunan saraf pusat (SSP), dan jalur yang menghubungkan SSP

dengan otot pernapasan (saraf spinalis dan saraf perifer)


Gagal napas dapat terjadi karena 2 mekanisme yaitu :

Gogol nopos

Kegogolon poru Kegogolon pompo

Kegogolon pertukoron udoro Kegogolon ventilosi yong


yong ditondoi dengon hipoksemio ditondoi dengon hiperkopnio

Gombor l. Algorilmo Tipe Gogol Nopos'

Penyabab gagal napas yaitu :

Tobel l. Penyebob Gogol Nopos Berdosorkon Onsel Kejodion'


Kronik

Gagal napas mempunyai beberapa tipe yaitu

Tobel 2. Tipe Gogol Noposr-{


Tipe I

Tipe ll Gogol nopos

734
DIAGNOSIS

Tobel 3. Diognosis Gogol Nopost-4

Pemeriksooon penunjong
. Laboratorium: DPL.
. Analisis gas darah
. Foto toraks
. Kateter Swan Ganz dengan monitor - tekanan kapiler paru IPCWPJ
. EKG
. CT (computed tomographic) angiography toraks: sesuai indikasi
. Bronkoskopi: sesuai indikasi

D!AGNOSIS BANDING
Edema paru, ARDS

IATATAKSANA

Tipe I

. Mengobatai penyakit dasar


. Oksigen
. Ventilasi mekanik: pada penyakit berat (ARDSI
. Bronkodilator
o Agonis beta adrenergik: terbutalin, albuterol
o Antikolinergik: diberikan kobinasi dengan agonis beta adrenergik
. Antibiotika: sesuai indikasi
. Kortikosteroid oral atau parenteral
. Ekspektoran dan nukleonik
. Fisioterapi dada

735
Tipe ll3.a
. Tujuan: memperbaiki ventilasi alverolar menjadi normal, hingga penyakit dasar
dapat diobati
. Menjaga patensi jalan napas: penyedotan secret, drainase postural, stimulasi batuk,
perkusi dada, atau dengan pemasangan selang endotrakea atau trakeostomi.
. Alat napas buatan: ventilator mekani
. Oksigen: jika ada hipoksemia, diberikan secara hati-hati

KOMPTIKASI
. Komplikasi paru: emboli paru, barotrauma, fibrosis pulmonal.
. Komplikasi kardiovaskular: hipotensi, cardiac output menurun, aritmia,
perikarditis, infark miokard akut

PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari penyakit penyebab dan komorbid. Kematian pada kasus
gagal napas umumnya disebabkan karena kegagalan multiorgan. Angka kematian pada
gagal napas yang disertai kegagalan kardiovaskula4, ginjal, atau neurologis sebesar
55.4 o/o, 57.4 o/o, dan 48.1 %0. Sedangkan angka kematian pada gagal napas dengan
kegagalan satu organ sebesar 20.7 o/o.3'a

UNII YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan : Departemen Patologi Klinih Radiologi, Anestesi/lCU
. RS non Pendidikan : Bagian Patologi Klinik, Radiologi, Anestesi/lCU

REFERENSI
L C. Roussos, A. Koutsoukou. Respirotory foilure. Eur Respir J 2003:22: Suppl. 47, 3s-14s. Diunduh dori
http://erj.ersjournols.com/contenl/22/47_suppl/3s.full.pdf podo tonggol 20 Juni2012.
2. Amin Z, Punwoto J. Gogol Nopos Akut. Dolom :Simodibroto M, Setioti S, Alwi l, Moryontoro, Goni
RA, Monsjoer A, editors. Pedomon Diognosis don Teropi di Bidong llmu Penyokit Dolom. Jilid I

Edisi IV Jokorto: Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI; 2006.p.170-75.
3. Vincent JL, de Mendonco A, Controine F, Moreno R, Tokolo J, Suter PM, Sprung CL, Colordyn F,
Blecher S: Use of the SOFA score to ossess the incidence of orgon dysfunction/foilure in intensive
core units: results of o multicenter, prospective study. Working group on 'sepsis-reloted problems'
of the Europeon Society of lntensive Core Medicine. Crit Core Med 1998, 26:1793-1800.
4. Amin Z, Pitoyo CW. Gogol Nopos. Dolom:Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon
Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.

736
MASSA MED ASTINUM

PENGERIIAN
Mediastinum adalah regio di dalam rongga dada di antara rongga pleura yang di
dalamnya terdapat jantung dan organ lain, kecuali paru-paru. Batas-batas mediastinum
yaitu sebelah lateral dibatasi oleh pleura parietalis, anterior oleh sternum, posterior
oleh kolum vertebra, superior oleh thorocic inlet, dan inferior oleh diafragma. Daerah
mediastinum terbagi menjadi 3 yaitu :1'2
. Mediastinum anterior
. Mediastinum media
. Mediastinumposterior
Massa mediastinum adalah lesi spesifik yang ditemukan di dalam mediastinum,
baik dari metastasis atau tumor dari lokasi intratorakal lain yang menginvasi ke dalam
mediatinum, seringkali ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan. Etiologi
dari massa mediastinum dapat dibagi berdasarkan lokasi dari massa :

Tobel l. Etiologi dori Mosso Mediostinum'?

Ada banyak jenis massa mediastinum, yangtersering ditemukan

Tobel 2. Jenis Mosso Mediostinum yong Tersering Dilemukon'?


PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Keluhan dapat disebabkan karena efek lokal atau gejala sistemik sesuai dengan
jenis tumo4 yaitu :2
. Keluhan sesuai tirotoksikosis pada gondok intratoraks
. Sindroma cushing pada timoma dan tumor karsinoid
. Diare pada ganglioneuroma

Pemeriksoon fisik don Pemeriksoon Penunjong

Tobel 3. Pemeriksoon Fisik Don Pemeriksoon Penunjong Berdosorkon Jenis Tumor 2,3

Somoloslofin recepfor scin fi gro phy

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosis


massa mediastinum:
. Rontgen toraks: menentukan Iokasi, karakteristik tumor [ukuran, bentuk, densitas,
dan invasinya)

738
o CT (computed tomography) scan toraks: s

o Tujuan:
- menentukan lokasi massa fanteriori media, atau posteriorJ
- karakteristik tumor (ukuran, bentuk, densitasJ
- memperkirakan asal tumor (neural, esophagus, atau dari jalan napas)
- Penyebaran dan kompresi ke struktur sekitar
o Dengan kontras dapat terlihat jelas: gondo( adenoma paratiroid, penyakit
castleman, Iesi vaskularl paraganglioma, dan beberapa lesi metastasis.
o Berdasarkan densitas massa:
- Massa yang mengandung cairan: gondok, kista timus, timoma, teratoma,
limfoma, nodus nekrotik dari inflamasi atau keganasan (kista perikardium,
bronkogenik, dan oesophageal duplication cysts)
- Mengandung lemak (densitas rendah): timolipoma, teratoma
- Mengandung kalsifikasi: gondok, timoma, limfoma, tumor karsinoid, massa
inflamasi (tuberkulosis, histoplasmosis, sarkoid), aneurisma
o Kelebihan CT scan dibandingkan MRI:
- Spatial resolution.
- Dapat mendeteksi kalsifikasi dan destruksi tulang
- Skrining hati, paru-paru, dan metastasis adrenal dalam sekali pemeriksaan
- Dapat digunakan sebagai pemandu aspirasi jarum untuk biopsi massa
- Alat lebih banyak dijumpai
o Kekurangan:
- Paparan terhadap radiasi
- Pemakaian kontras (iodinated contrast agent)
a MRI (magnetic resonance imaging) s

o Kegunaan:
- Memberikan informasi mengenai sumber massa, lokasi, dan penyebaran
ke struktur sekitar,
- Mengkonfirmasi adanya lesi kistik pada mediastinum yang tampak solid
pada CT scan.
- Menggambarkan adanya jaringan lemak intralesi yang jumlahnya sedikit
- Mendiagnosis : hemangioma, teratoma, atau hematopoiesis ekstramedular.
- Tumor neurogenik (75 o/o kasus massa mediastinum posteriorJ
o Kelebihan :

- Potongan lebih banyak


- Resolusi tinggi
- Tidak menggunakanzat kontras

739
o Kekurangan:
- Keterbatasan alat
- Lebih mahal
a PET (positron emission tomog raphy) s

o Memberikan informasi mengenai abnormalitas mediastinum, informasitentang


metabolism dan penyebaran penyakit.
o Sensitivitas dan spesifisitas mencapai 90-95 o/o

o Kerugian: biaya mahal dan keterbatasan fasilitas.


a Angiografis
o Indikasi:
- jika ada kecurigaan adanya keterlibatan vaskular (aneurisma,
haemangioma, dan malformasi arteriovenosus)
- Memastikan invasi ke vaskular oleh tumor
- Embolisasi pada lesi vaskular sebelum operasi
a Biopsi jaringans
o Kegunaan: untuk diagnosis definitif dan tatalaksana lanjut
o Komplikasi: perdarahan,pneumotoraks
o Dapat dilakukan dengan endoscopic ultrasonography (EUS):
- Menggambarkan secara akurat aortopulmonal, nodus subkarina,
mediastinum posterior dan inferior yang tidak dapat terdeteksi dengan CT

SCAN,

- Dapat digunakan untuk pemandu aspirasi jarum hahs (free needle


aspiration/ FNA) massa mediastrnum,
- Sensitivitas dan Spesifitas EUS: 84,7 o/o dan84,6 %
- Sedangkan jika EUS dikombinasi dengan FNA, sensitivitas dan spesifisitas
menjadi 88 %o dam 96,4 o/o.

o Endobronchial ultrasound [EBUS) dan EBUS transbronchial needle aspiration


(EBUS-TBNA).
- Menggambarkan lesi paratrakeal dan peribronkial utama
- Digunakan untuk panduan FNA
o Transthoracic atau transesophageal needle biopsy: untuk lesi yang mudah
diakses yang tidak dapat dilakukan reseksi primer.
o Mediastinoscopy atau mediastinotomy: untuk lesi yang mudah diakses jika
pemeriksaan lain tidak berhasil.
a Operasi reseksi primer
o Pendekatan diagnosis terakhir dan dapat digunakan sebagai pilihan terapi

740
DIAGNOSIS BANDING
Sesuai etiologi tabel 1.6,7

TATA[AKSANA
Tergantung etiologi

KOMPTIKASI
Obstruksi trakea, sindroma vena kava superio4 invasi vaskular dan perdarahan
katastropik, serta ruptur esofagus.a,T

PROGNOSIS
Prognosis tumor mediastinum jinak umumnya cukup baik, terutama jika tanpa
gejala. Sedangkan tumor mediastinum ganas tergantung dari keparahan penyakit dan
komorbid. Umumnya penyakit infeksi berespon baik terhadap terapi konvensional,
sedangkan penyakit infeksi berespon baik dan cepat terhadap pemberian antibiotik
yang tepat dan tindakan bedah.5,7

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Pulmonologi
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Departemen Radiologi, Radioterapi, Bedah / toraks
. RS non Pendidikan Bagian Radiologi, Bedah

REFERENSI
l. Light RW. Disorders of the Pleuro ond Mediostinum. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E,
Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. 1 8th ed. United
Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 20l2.chopter 263.
2. Pork D, Vollieres E.Tumorsond Cysts of the Mediostinum. In : Moson: Murroy & Nodel's Textbook
of Respirotory Medicine, 4th ed. United Stotes of Americo : Sounders .2005. chopter 7l.
3. Diunduh dori www.chestjournol.chestpubs.org podo tonggol 30 Mei 2012.
4. Amin Z. Penyokil Mediotinum. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW.
Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid ll Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010: Hol 2249-2253.
5. Amin Z. Tumor Mediostinum. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/
Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
6. Diognostic lmoging Pothwoys : suspected mediostinol moss. 2011 Diunduh dori http://vwvw.
imogingpothwoys.heolth.wo.gov.ou/includes/pdf/med_moss.pdf podo tonggol 30 Mei 20'l 2.
7. Hoos C, Hoop M. A mediostinol moss. The journol of fomily proctise vol 59, no 6. Juni 2010.
Diunduh dori http://www.jfponline.com/Poges.osp?AlD=8696&issue=June%2020, 6ag1p= podo
tonggol 30 Mei 2012.
PENYAK T PARU KERJA

PENGERTIAN
Penyakit paru interstitial merupakan istilah klinis bagi sekelompok gangguan
traktus respiratorius bagian bawah yang meninggalkan jejas pada parenkim paru,
dan memberikan gambaran klinis, radiologis, dan manifestasi fisiologis atau patologis
yang sama.t'3
Penyakit paru kerja adalah sekumpulan diagnosis yang disebabkan oleh inhalasi
debu, zat kimia, atau protein. "Pneumokoniosis" merupakan istilah yang digunakan
untuk penyakit yang berkaitan dengan inhalasi debu mineral. Keparahan penyakit
ini berkaitan erat dengan materi yang dihirup, intensitas, dan durasi dari paparan
terhadap materi tersebut, Bahkan beberapa orang yang tidak bekerja di industri pun
dapat terkena penyakit ini melalui paparan tidak langsung.a Berikut daftar penyakit
paru kerja, zat paparan, dan waktu terpapar sampai onset timbul gejala tercantum
pada tabel 1.

Tobel l. Doftor Penyokit Poru Kerjo, Zol Poporon, don Woklu Poporon sompoi Onsel Gejoloa

Siliko Silikosis

Botu boro
PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr-3,s.7
o Tempat tinggal pasien
. Manifestasi pulmonal dan ekstrapulmonal
o kering/
Sesak napas terutama setelah beraktivitas (dyspnea on exertion), batuk
non-produktif yang semakin memburuk pada usia pertengahan atau usia lanjut
yang tidak diketahui penyebabnya
. Tempo perjalanan penyakit
. Kebiasaan merokok
. Obat-obatan
. Riwayat penyakit dahulu dan komorbid
. Riwayat penyakit keluarga
. Riwayat pekerjaan, paparan lingkungan dalam waktu Iama

Pemeriksoon Fisik5-7
. Auskultasi paru: crackles (ronki) pada kedua basal paru, terutama saat akhir
lnsplrasl
. Jari tabuh
. Tanda ekstrapulmonal

Pemeriksoon Penunjongr -3's'7


. Laboratorium : darah perifer lengkap, panel kimia, urinalisis
o Kasus tertentu :tes serologis (pneumonitis hipersensitivitas, penyakit jaringan
ikatJ, antibodi antinetrofil sitoplasmik, kadar brain natriuretic peptide (BNP)
. Radiologis : foto toraks, CT scan toraks dengan resolusi tinggi, foto toraks dan CT
scan toraks sebelumnya, ekokardiografi (bila ada indikasi)
. Bilas bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage): identifikasi dan hitung badan
asbestos dan seratnya
. Tes fungsi paru : spirometri, volum paru, kapasitas difusi, dan oksimetri, analisis
gas darah arteri, cardiopulmonary exercise testing (bila ada indikasi)
. Bronkoskopi [bila ada indikasi)
. Biopsiparu (bila ada indikasi)

DIAGNOSIS BANDING
Bronkitis kronis, penyakit paru obstruktif kronis / PPoK,fibrosis paru, kanker paru.1

743
TATALAKSANAI-3
. Silikosis
o Prinsip: mencegah progresifitas penyakit dan timbulnya komplikasi
o Terapi suportif, rehabilitasi, oksigen
o Pada pasien positif silikosis dengan tes tuberkulin (+), pertimbangkan untuk
terapi infeksi TB laten, misalnya profilaksis INH 300 mg/hari
. Asbestosis
o Tidak ada terapi spesifik yang efektif, terapi umumnya bersifat suportif (sama
dengan fibrosis interstitial difus yang tidak diketahui penyebabnya)
o Vaksinasi influenza dan pneumococcus
o Terapi oksigen
o Transplantasi paru dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu
o Konseling untuk berhenti merokok karena adanya peningkatan risiko kanker
paru
. Pneumokoniosis
o Terapi suportifdan rehabilitasi untuk gangguan fungsi paru
o Konseling untuk berhenti merokok
. Pneumonitishipersensitivitas

KOMPTIKAS!
Emfisema paru, infeksi tuberkulosis laten, PPOK, kanker paru, mesothelioma,
kanker lambung.1,3

PROGNOSIS
Tergantung lamanya paparan, usia saat onset gejala, dan komplikasi yang muncul

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi
: Departemen
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UN!T TERKAIT
. RS pendidikan Radiologi, Patologi Klinik, Mikrobiologi klinik, Patologi
Anatomi
a RS non pendidikan Radiologi, Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Mikrobiologi
klinik

744
REFERENSI
l. King Jr. TE. lnterstitiol Lung Diseoses. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL,
Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rh Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
2. Roghu G. lnierstitiol Lung Diseoses. ln:Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine.23'd Edition. Philodelphlo.
Sounders, Elsevier. 2008.
3. King Jr. TE, Schwoz Ml. lnfrltrotive ond lnterstitiol Lung Diseoses. ln : Moson, Murroy, Brooddus,
Nodel. Murroy ond Nodel's Textbook of Respirotory Medicine. 4th Edition. Philodelphio. Sounders,
Elsevier. 2005.
4. Boylon AM, Brooddus VC. Pleurol Diseoses. ln :Schrougnogel DE. Breothing in Americo : Diseoses,
Progress, ond Hope. Americon Thorocic Socieiy.20l0. Hol I45-54. Diunduh dori http://www.
thorocic.org/educotion/breothing-in-omerico/resources/breothing-in-omerico.pdf podo tonggol
23 Mei 2012.
5. Guidotti TL, Miller A, Christioni D, et ol. Americon Thorocic Socieiy Documents : Diognosis ond
Initiol Monogement of Nonmolignont Diseoses Reloted to Asbestos. Am J Respir Crit Core Med
2004;170:691-7 1 5.
6. Ryu JH, Doniels CE, Hortmon TE, Yi ES. Diognosis of Interstiiiol Lung Diseoses. Moyo Clin
Proc.2007;82181:976-986. Diunduh dori http://www.cchil.org/hospitolmedicine/imoges/
resources/O9,1 408-024700om-lLD.pdf podo tonggol I Juni 2012.
7. Posiyon R, Arsyod Zulkornoin, Tondjung A. Penyokit Poru okibot Kerjo don Lingkungon . Dolom
:Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit
Kritis Poru.

745
P NYAK T A U OBST UKTIF KRO K
(PPOK)

PENGERTIAN
Penyakit paru obstruktif kronik IPPOK) ada]ah penyakit yang ditandai dengan
adanya keterbatasan aliran udara kronis dan perubahan patologis pada paru-paru,
beberapa memiliki efek ekstra pulmonal.l Ditandai dengan keterbatasan aliran udara
yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara biasanya progresif
dan berhubungan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel
berbahaya atau gas.z Faktor risiko yaitu perokok aktif atau pasif, tinggal di daerah
berpolusi, lingkungan kerja) industri kapas, pertambangan batu bara, pertambangan
emasJ defisiensi a1 antitripsin,l

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Sesak napas yang diperberat oleh latihan, batuk-batuk kronis, sputum yang
produktif, faktor risiko [+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala,l

Pemeriksoon Fisik3
. Laju napas meningkat > 20 kali/menit, bila sesak napas berat : sianosis fhipoksia
berat), retraksi intercostal.
. Pemeriksaan paru : barrel chest : meningkatnya diameter anteroposterior
[merupakan tanda hiperinflasi), diafragma letak rendah, suara napas melemah,
dapat ditemukan ronki dan wheezing.
. Suara jantung melemah. Pada PPOK berat dapat ditemukan gagal jantung kanan,
kor pulmonal : bunyi jantung kedua meningkat, distensi vena jugulal, kongesti
hati, edema mata kaki.
Pemeriksoon Penunjong
. Uji spirometri (standard baku)
- Volume Ekspirasi Paksa (VEP)1 / Kapasitas Vital Paru [KVP) atau FEV,/FVC
< 70 o/o.3

- Meningkatnya kapasitas total paru-paru, kapasitas residual fungsional, dan


volume residual.l
. Rontgen Thorax : paru hiperinflasi, diafragma mendatar.3
. Analisis gas darah
. Level serum a1 antitripsin sesuai indikasil

PPOK EKSASERBASI AKUT1


- Gejala eksaserbasi: bertambahnya sesak napas, kadang-kadang disertai mengi,
bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum dan sputum menjadi lebih
purulen atau berubah warna.
- Gejala non-spesifik: malaise, insomnia,/atigue, depresi
- Spirometri: fungsi paru sangat menurun

Etiologi Eksoserbosi
Infeksi mukosa trakeobronkial, terutam a Streptococcus pneumonie, Haemophilus
influenzae, Moraxella catarrhalis, pajanan polusi udara.l

Tobel l. Klosifikosi Derojol Sumboton PPOK'?

747
DIAGNOSIS BANDING
Asma dapat berbarengan dengan PPOK. Beda asma dan PPOK dapat dilihat pada
asma terjadi peningkatan eosinofil dan obstruksi saluran napas yang terjadi biasanya
reversibel, sementara pada PPOK tampak peningkatan neutrofil dan obstruksi
saluran napas yang terjadi tidak sepenuhnya reversibel. Akan tetapi asma yang sudah
berlangsung lama dapat saja menyebabkan terbatasnya aliran udara yang menetap.2
Diagnosis banding lain: Bronkiektasis, gagal jantung kongestif.3

TATATAKSANA

Teropi PPOK Stobil2


. Terapi Farmakologis
a. Bronkodilator
- Secara inhalasi (MDI/ metered dose inhalation), kecuali preparat tak
tersedia/ tak terjangkau
- Rutin (bila gejala menetap, kapasitas fungsional rendah atau sering
kambuh sesak) atau hanya bila diperlukan (kapasitas fungsional baik dan
kambuh kurang dari 2 kali / tahunJ
- 3 golongan:
o agonis o-2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,
salmeterol,
o antikolinergik: ipratropiumbromid, oksitropriumbromid
o metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi agonis b-2 dansteroid
belum memuaskan
- Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis
bronkodilator monoterapi
b. Steroid, pada:
- PPOK yang menunjukkan respons pada uji steroid
- PPOK dengan golongan C dan D
- Eksaserbasi akut
c. Obat-obat tambahan lain
- mukolitik (mukokinetik, mukoregulator): ambroksol, karbosistein, gliserol
iodida
- antioksidan:N-asetil-sistein
- imunoregulator [imunostimulator,imunomodulator): tidakrutin
- antitusif: tidak rutin
- vaksinasi: influenza, pneumokok

748
a Terapi Non-farmakologis :1'2

a. Berhenti merokok
b. Rehabilitasi : Iatihan fisik, Iatihan endurance,latihan pernapasan, rehabilitasi
psikososial.
c. Terapi oksigen jangka panjang ( > 15 jam sehari ): Pada PPOK stadium IV
- PaO2 < 55 mmHg, atau SaO2 < 88 o/o dengan/tanpa hiperkapnia
- PaO255 - 60 mmHg, atau SaO2 <BBo/o disertai hipertensi pulmonal, edema
perifer karena gagal jantung, polisitemia.
d. Nutrisi
e. Pembedahan: bullectomy, transplantasi paru, lung volume reduction surgery
(LVRS).

Ieropi PPOK Eksoserbosi Akut


Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah: bronkodilator seperti pada
PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama
70-14 hari. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasukS pneumonie,
H influenzae, M catarrhalis).2
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:1,2
. Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask.
. Bronkodilator: inhalasi agonis o-2 [dosis dan frekuensi ditingkatkan) +

antikolinergik. Pada eksserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgbb/jam)


. Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 70-74 hari. Steroid intra vena: pada
keadaan berat.
. Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenzae, M catarrhalis.
. Ventilasi mekanik pada: gagal napas akut atau kronik dengan PaCO, >45 mmHg.

Tobel 1. Teropi formokologis yong umum digunokon podo PPOK slobil.,

4-6

749
6-8

6-8

Aminofilin

Prednlson

Metil-prednisolon

Tobel 2. Teropi Formokologis yong Umum Digunokon podo Ppok Eksoserbosi Akul3

Bronkodilotor
Tobel 3. Teropi Antibiolik podo PPOK Eksoserbosi Akul2,4
KOMPTIKASI
Bronkitis akut, pneumonia, tromboemboli pulmo, gagal jantung kanan, kor
pulmonal, hipertensi pulmonal, gagal napas kronik, pneumotoraks spontan.s

PROGNOSIS
Prognosis berdasarkan BODE index, dapat dilihat pada tabel 4 dan 5

Tobel 4. Ihe BODE lndex.6'8

Tobel 5. lnlerpretosi BODE lndex.7,8

752
UNIT YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Departemen Rehabilitasi Medik, Radiologi/Radiodiagnostik,
Anestesi/lCU
a RS non pendidikan Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Anestesi / ICU

REFERENS!
I . Chronic Obstructive Pulmonory Diseose. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser
S,Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSrh ed. United Stotes
of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 l.
2. Globol strotegy for the diognosis, monogement, ond prevention of chronic obstructive pulmonory
diseose. Globol initiotive for Chronic Obsiructive Lung Diseose. 2006.
3. Chronic Obstructive Pulmonory Diseose. Dolom :Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'd edition.
Sounders : Philodhelphio. 2007.
4. Hunter, Melliso. King, Dono E. COPD: Monogement of Acute Exocerbotions ond Chronic Sioble
Diseose. Am Fom Physicion. 2001 Aug 15;64(4):603-613.
5. Pulmonory disorders. Dolom : McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine A. Current Medicol Diognosis
ond Treotment. The McGrow Hills Componies. 201 l.
6. Bortolome, R. Et oll. The Body-Moss Index, Airflow Obstruction, Dyspneo, ond Exercise Copocity
Indexin Chronic Obstructive Pulmonory Diseose. N Engl J Med 2004; 350:1005-l0l2Morch 4,2004
7 . Childers, Julie Wilson. Arnold, Ronold. Curtis, J Rondoll. Prognosis in End Stoge COPD. Diunduh
dori : http://www.eperc.mcw.edu/EPERC/FostFoctslndex/ff_14,l .htm podo tonggol 10 juni 2012.
B. Yuwono A. Penyokit Poru Obstruksi Kronik. Dolom :Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon
Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.

753
P Y KT t URA

PENGERIIAN
Penyakit pleura merupakan suatu gangguan yang mempengaruhi lebih dari
3000 orang dalam 1 juta populasi setiap tahunnya. Penyakit ini berasal dari berbagai
kelainan patologis dan sering merupakan efek sekunder dari proses penyakit lain, oleh
karena itu dibutuhkan pendekatan sistematis untuk identifikasi dan tatalaksana lebih
Ianjut.1,2 Penyebab tersering penyakit pleura adalah kankerl dan diperkirakan efusi
pleura maligna terjadi pada 150.000 orang per tahun di Amerika Serikat.l Penyakit
pleura terdiri dari efusi pleura dan pneumotoraks.3

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

I. EFUSI PTEURA
Efusi pleura adalah akumulasi cairan berlebihan dalam rongga pleura.3 Hal ini
dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme seperti tercantum pada tabel 1.

Tobel 1. Berbogoi Mekonisme Penyebob Akumulosi Cqiron Pleuro4

Anomnesis3,a
. Nyeri unilateral, tajam, bertambah parah saat inspirasi atau batuk, dapat menjalar
ke bahu,lehel atau abdomen
. Sesak napas, batuk
. Riwayat trauma dada
. Riwayat penyakit komorbid (gagal jantung kongestif, sirosis, sindrom nefrotik,
tuberkulosis/TB, emboli paru, tumor mediastinum, dll)
. Riwayat penggunaan obat [nitrofurantoin, dantrolen, metisergid, bromokriptin,
prokarbazin, amiodaron, dasatinib)
Pemeriksoon Fisika
. Paru: restriksi ipsilateral pada pergerakan dinding dada, fremitus taktil menghilang,
perkusi redup, bunyi napas menurun, splinting (pada daerah paru yang terkena).
Kadang ditemukan egobronkofoni pada batas cairan atas bila terjadi kompresi
parenkim paru.

Pemeriksoon Penunjong
. Radiologis :

o Foto toraks :a

- Gambaran sudut kostofrenikus tumpul dan bergeser ke arah medial


menggambarkan efusi pleura
- Peningkatan nyata hemidiafragma atau perluasan bayangan lambung
yang terisi gas dan batas paru kiri bawah membawa kecurigaan efusi
subpulmonal
- Bila efusi > 300 mL akan terlihat pada foto toraks PA
- Bila efusi 150-300 mL akan terlihat pada foto toraks lateral dekubitus
o USG : menentukan adanya efusi, lokasi cairan di rongga pleura, membimbing
aspirasi efusi bersepta/terlokulasi.'z
o CT Scan, dengan indikasi :2
- Efusi pleura eksudatif yang tidak terdiagnosis, untuk membedakan
penebalan pleura benigna dari maligna
- Sebelum dilakukan drainase cairan pleura, pertimbangkan CT scan dengan
kontras
- Infeksi pleura dengan komplikasi saat drainase awal gagal dan
dipertimbangkan untuk operasi
. Torakosentesis (pungsi pleura) dan analisis cairan pleura : melihat komposisi
cairan pleura dan membandingkan komposisi cairan pleura dengan darah.3'a
Tentang ini lebih lengkap lihat pada bab prosedural Pungsi Cairan Efusi Pleura
. Biopsi pleura perkutaneusa lebih lengkap lihat pada bab prosedural Biopsi Pleura
. Torakoskopi : merupakan prosedur invasif terpilih pada efusi pleura eksudatif
dimana aspirasi cairan pleura tidak konklusif dan dicurigai keganasan.2'a

755
PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis, PF, Foto loroks

Apokoh gomboron
klinis sugestif lronsudol? Yo Totoloksono
Sembuh Stop
(gogollonlung kiri, penyebob
hipoolbumin. diolisis)

Tidok Tidok
Rujuk ke
konsulton pulmonologi

Aspirosi pleuro dengon


bontuon USG
Perikso silologi, protein, LDH,
Grom, kultur don

Yo
Apokoh tronsudot? Totoloksono penyebob

Tidok

Apokoh klinis don onolisis Yo


coiron pleuro Berikon teropi yonO sesuoi
memberikon diognosis?

T dok
Lokukon CT scon toroks d
engon konlros

Perlimbongkon kondisi yong dopot diteropi


Pedimbongkon lorokoskopi
mis Edemo poru, TB, gogoljontung kronis,
oiou bedoh VATS
don limfomo Observosi

Etiologi diketohui? Berikon teropi yong sesuoi

Pertimbongkon biopsi pleuro dengon


bonluon rodiologis +/- droinose chesl lube
bilo simptomotik
Keterongon: VATS = video ossisled fhorocoscopic surgery

Gombor l. Pendekolon Diognosis Efusi Pleuro Uniloterol,

756
DIAGNOSIS BANDING
Tergantung etiologi seperti tercantum pada tabel 2. Kriteria Light untuk
membedakan efusi eksudat dari transudat yaitu apabila memenuhi >1 kriteria berikut
: (1J ratio kadar protein cairan pleura : kadar serum protein >0,5; (2J ratio kadar LDH

cairan pleura:kadarserum LDH >0,6; (3) kadar LDH cairan pleura >2f3batasatas
nilai normal untuk kadar serum LDH.5

Tobel 2. Diognosis Bonding Efusi Pleuro3

7. Miksedemo
TATA[AKSANA6

Efusi karena gagal iantung


. Menurunkan afterload, diuretik, dan inotropik sesuai indikasi
. Torakosentesis diagnostik bila:
- Efusi menetap dengan terapi diuretik
- Efusi unilateral
- Efusi bilateral, ketinggian cairan berbeda bermakna
- Efusi + febris
- Efusi + nyeri dada pleuritik

Efusi Poropneumonio/Empiemo
. Torakosentesis diagnostik, torakosentesis terapeutik, tube thoracostomy, tube
thoracostomy dengan trombolitik, torakoskopi, dan torakotomi dengan dekortikasi,
drainase
. Antibiotika sesuai tatalaksana pneumonia bakteri

Efusi pleuro koreno pleurilis tuberkulosis


. Obat anti Tuberkulosis [minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis 0,7 5 - 1. mg/kgBB /
hari selama 2-3 minggu, setelah ada respons diturunkan bertahap + torakosentesis
terapeutik, bila sesak atau efusi lebih tinggi dari sela iga III

Efusi pleuro kegonoson


Tatalaksana efusi pleura keganasan dapat dilihat pada gambar 2

Chylothorox
Chesttube/thoracostomy sementara, selanjutnya dipasangpleuroperitoneal shunt

Hemoloroks
Chest tube/thoracostomy, bila perdarahan > 200 mL/jam, pertimbangkan
torakotomi

Efusi koreno penyebob loin


Atasi penyakit primer

7s8
Efusi pleuro kegonoson

Yo Tidok
Rujuk ke konsulton Pulmonologi Simptomotik? Observosi

Aspirosi 500 - 1500 mL Aspirosi sebonyok yong


untuk meredokon gejolo diperlukon untuk mengontrol gejolo

Prognosis > I bulon l- T,"*.d;*;-1


Yo I loorloelum tohu

I I
Tidok
Lengkop?* Droinose efusi t pleurodesis

Iube interkostol Torokoskopi


don to/c poudroge

Pleurodesis mungkin gogol


'pertimbongkon indwelling Tropped lung
pleurol colheter
Tidok

Tolc slurry Pleurodesis berhosil

Tidok Ycl

Pertimbongkon indwelling STOP


pleurol cotheter
otou
ulongi pleurodesis

'Aposisi pleuro <50% cenderung membuot pleurodesis tidok berhosil

Gombor 2. Algorilmo Penololoksonoon Efusi Pleuro Kegonoson2

KOMPTIKASI
Efusi pleura berulang, efusi pleura terlokalisir, empiema, gagal napas.4'6

PROGNOSIS
Tergantung etiologi yang mendasari dan respon terapi

II. PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks adalah akumulasi udara dalam rongga pleura, yang dapat
disebabkan oleh 1J perforasi pleura viseral dan masuknya gas dari paru-paru,2)
penetrasi dinding dada, diafragma, mediastinum, atau esofagus, atau 3) produksi gas
oleh mikroorganisme dalam empiema.a Pneumotoraks spontan dapat terladi tanpa

759
trauma dada sebelumnya. Pneumotoraks spontan primer dapat terjadi tanpa adanya
penyakit komorbid, sedangkan pneumotoraks sekunder terjadi karena adanya penyakit
komorbid. Pneumotoraks traumatik merupakan akibat dari jejas dada denganf tanpa
penetrasi, sedangkan tension pneumothorax adalah suatu keadaan pneumotoraks
dengan terbentuknya tekanan positif dalam rongga pleura selama siklus respirasi.3

Anomnesis3,a
. Onset mendadak atau dalam waktu beberapa jam
. Sesak/sulit bernapas, nyeri dada terlokalisir, batuk
. Riwayat trauma dada
. Riwayat penyakit paru komorbid

Pemeriksoon Fisik3,a
. Takipneu
. Pada area paru yang terkena: gerakan dada tertinggal, fremitus taktil menghilang,
perkusi hipersonoq, bunyi napas menghilang
. Tanda pneumotoraks tension:
o Keadaan umum sakit berat
o Denyut jantung > 1-40 x/m
o Hipotensi
o Takipneu, pernapasan berat
o Sianosis
o Diaforesis
o Deviasi trakea ke sisi kontralateral
o Distensi vena leher

Pemeriksoon Penunjong3,4
. Radiologis
o Foto toraks:
- Tepi luar pleura viseral terpisah dari pleura parietal oleh ruangan lusen
- PA tegak pneumotoraks kecil: tampak ruangan antara paru dan dinding
dada pada apeks,
- Bila perlu foto saat ekspirasi: mediastinum bergeser, depresi diafragm4
pelebaran rongga toraks dan sela iga.
o USG: Dapat mendiagnosis pneumotoraks secara cepat, bed side sebelum hasil
radiologis
o pneumotoraks terlokulasi dari kista atau bullae
CT Scan'. membedakan
o Analisis gas darah (AGD): hipoksemia, mungkin disertai hipokarbia (karena
hiperventilasi) atau hiperkarbia fkarena restriksiJ

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit tromboemboli paru, pneumonia, infark miokardium, PPOK eksaserbasi
akut, efusi pleura, kanker paru.3,a

PNEUMOTORAKS SPONIAN
Apobrlo biloterol/hemodinomik tidok siobi
)lokukon droinose dodo

Yo l.lsio > 50
tohun don riwoyot merokok signifikon Tidok
Ukuron > 2 cm
Bukt odonyo pe^yo. it po,u pnmer Pneumoloroks sekunder
don/olou sulit bernopos podo k inis otou foto toroks?

Yo Yo
Aspirosi dengon konul I 6-l 8G Ukuron > 2 cm
Pneumoioroks primer
Aspirosi <2,51 don/oiou sulil bernopos

Tidok
T dok Aspirosi dengon
(<2 cm don nopos memboik) konu l6-l8G Ukuron l -2 cm
Aspirosi <2,51
T dok

Yo

Tldok
lollo||- 2-4 ukuron menjodi <l cm
Yo

Droinose dodo Rowoi inop, suplemenlosi oksigen


ukuron 8-l 4F (kecuoli suspek sensitif oksigen),
Rowol inop observosi selomo 24 jom

'Podo beberopo posien dengon pneumoloroks besor nomun gejolo mlnimo tololoksono konservotil mungkln sesuol

Gombor 3. Tololoksono Pneumoloroks Sponlon2

TATA[AKSANA4-'
. Tatalaksana pneumotoraks spontan dapat dilihat pada gambar 3.
. ]ika pneumotoraks rekurens:
o Pleurodesis kimiawi dengan zat iritan terhadap pleura, atau:
o Konsul Bagian Bedah/Subbagian Bedah Toraks untuk pertimbangan:
- Pleurodesis mekanik (abrasi permukaan pleura parietal atau stripping
pleura parietal ), atau
- Torakoskopi, atau torakotomi terbuka.
Indikasi:
- Kebocoran udara memanjang,
- Reekspansi paru tidak sempurna
- Bullae besar
- Risiko pekerjaan
Indikasi relatif:
- Pneumotoraks tension
- Hemopneumotoraks
- Bilateralpneumotoraks
- Rekurens ipsilateral/kontralateral

KOMPTIKASI
Gagal napas, pneumotoraks tension,hemopneumotoraks, infeksi/piopneumotoraks,
penebalan pleura, atelektasis, pneumotoraks rekurens, emfisema mediastinum, edema
paru reekspansi.4'6'7

PROGNOSIS
Tergantung etiologi dan respon terapi

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi
: Departemen
. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS Pendidikan Departemen Bedah/Toraks, Radi ologi/Radiodiagnostik,
Patologi Klinik, mikrobiologi klinik, Patologi Anatomi
a RS non Pendidikan Bagian Bedah, Patologi Klinik, Radiologi, Patologi Anatomi,
Mikrobiologi klinik

REFERENSI
I. Boylon AM, Brooddus VC. Pleurol Diseoses. ln :Schrougnogel DE. Breoihing in Americo : Diseoses,
Progress, ond Hope. Americon Thorocic Society.2010. Hol 145-54.
2. Rond lD, Moskell N. British Thorocic Society Pleurol Diseose Guideline 2010. Thorox Vol 65 Suppl 2.
3. Holim H, Budiono E, Wibisono BH. Penyokit Pleuro. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds).
Ponduon Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
4. Light RW. Disorders of the Pleuro. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL,
Loscolzo.J. Horrison's Principles of Internol Medicine. l8rhEdition. New York, McGrow-Hill.20l2.
5. Celli BR. Diseoses of the Diophrogm, Chest Woll, Pleuro, ond Mediostinum. ln: Goldmon, Ausiello.
Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
6. Light RW. Pleurol Effusion. N Engl J Med 2002; 346:1971-1977
7. Brooddus VC, Light RW. Disorders of the Pleuro. ln :Moson, Murroy, Brooddus, Nodel. Murroy ond
Nodel's Textbook of Respirotory Medicine. 4ih Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2005.

762
763

PN UMONAATPK

PENGERIIAN
Pneumonia atipik adalah pneumonia yang disebabkan infeksi bakterial, tapi
mempunyai gambaran klinis radiologis tersendiri yang berbeda dari pneumonia
umumnya, yakni onset yang perlahan, demam ringan sampai berat, batuk tanpa
produksi sputum, dan tidak berespons dengan terapi antibiotik u-laktam.Etiologi:
Mycoplasma pneumoniae, chlamydia pneumoniae, legionella spp, influenza virus tipe
A dan B.1 Pneumonia ini disebut juga walking pneumonia.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis2
Pada pneumonia yang disebabkan oleh mikroba atipik, gejala sistem pernapasan
dapat tidak khas (umumnya tampak seperti faringitis dan trakeobronkitisJ, sedangkan
gejala sistemik seperti sakit kepala, nyeri otot/sendi dapat lebih menonjol.
. Batuk tanpa sputum, kecuali bila penyakit memberat/infeksi sekunder'
. Demam ringan, dapat dengan cepat meningkat hingga menggigil
. Malaise, kelemahan seluruh anggota tubuh
. Sakit kepala, nyeri otot (seringJ
. Nyeri dada (iarang), sesak napas (bila berat)

Pemeriksoon Fisik2
. Tanda-tanda radang dan konsolidasi paru: suara napas bronkial, ronkhi
. Efusi pleura, abses paru [bila berat)
. Gejala gangguan ekstra paru (terutama oleh Legionella dan Mycoplasma)'-
- Infeksi saluran napas atas: laringitis, faringitis, rinitis
- Saluran gastrointestinal: diare, muntah, nyeri perut, hepato-splenomegali
Sistem kardiovaskular: bradikardia relatil miokarditis, perikarditis
- Gangguan sistem saraf: gangguan kesadaran, ensefalitis, meningismus, paralisis
Guillain Barre, kelumpuhan saraf kranial, neuropati perifer
Gangguan dermato-muskuloskeletal: rash, eritema, myalgia, artritis, arthralgia,
Gangguan sistem urogenital: glomerulonefritis, gagal ginjal akut, abses tubo-
ovarlan
Mata'. bullous myringiti s
Telinga: otitis media

Ioborolorium
Leukositosis [jarang), biasanya < 15.000/mL, trombositopenia, anemia hemolitik
(kadang-kadang), LED meningkat, SGOT SGPT meningkat

Foto Thoroks
. Legionella: infiltrat pada lobus bawah paru, adenopati hilus
. Mycoplasma: infiltral dapat uni/bilateral, dapat multilobus, adenopati hilus
. Chlamydia: infiltrat subsegmen

D!AGNOSIS BANDING
. Pneumonia didapat di masyarakat Comunity Aqcuired Pneumonio (CAP): CAP
memiliki onset lebih cepat dan keadaan umum pasien Iebih buruk sementara gejala
pneumonia atipik lebih ringan dan lebih menonjol gejala sistemiknya.
. Bronkitis kronik

TATATAKSANA
Antibiotik: pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin:3 .
. Makrolid:
- Eritromisin 4 x 250-500 mg
- Claritomisin 2 x 500 mg
- Azitromicin 1 x 500 mg
- Roksitromisin 2 x 500 mg
. Doksisiklin 2 x 100 mg
. Respirasi - Fluorokuinolon
. Bila penyebabnya terkonfirmasi Legionello pertimbangkan Rifampisin 2 x 300-600 mg

Tatalaksana umum pneumonia atipik sama dengan tata laksana umum CAP):a,s

764
Rowol jolon
. Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan
. Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
. Ekspektoran/mukolitik
. Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan
. Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan
. Bila tidak membaik dalam 48 jam: dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit,
atau dilakukan foto toraks

Keputuson merowot posien di RS ditentukon oleh


. Derajat berat
. Penyakit terkait
. Faktor prognostik lain
. Kondisi dan dukungan orang di rumah
. Kepatuhan, keinginan pasien

Rowot inop di RS

. Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inspirasi. Tujuannya: mempertahankan PaO2> 60 mmhg dan SaO2 >90 o/o.

. Terapi oksigen pada pasien dengan penyakitdasar PPOKdengankomplikasi gagal


napas dituntun dengan pengukuran AGD berkala
. Cairan: bila perlu dengan cairan intravena
. Nutrisi
. Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
. Ekspektoran/mukolitik
. Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang
memuaskan

Rowot di ICU
. Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel
untuk kultur guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan
endobronkial.

KOMP[IKAS15
Efusi pleura, empiema, abses paru, atelektasis, gagal napas, kor pulmonal,
pneumotoraks, septikemia, herpes labialis, penyakit tromboemboli

765
PROGNOSI55
Tergantung derajat berat penyakit dan penyakit terkait.

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi
: Departemen
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS Pendidikan Departemen Radiologi/Radiodiagnostik, Patologi Klinik,
Mikrobiologi Klinik
a RS non pendidikan Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Mikrobiologi klinik

REFERENSI
l. McGrow-Hill Concise Dictionory of Modern Medicine. @2002 by The McGrow-Hill Componies.
2. Bohor A. Diognosis Pneumonio Atipik. Mokoloh Siong Klinik Penyokit Dolom FKUI/RSUPN CM, 25
Moret 1999.
3. Suwondo A. Penotoloksonoon Pneumonio Atipik. Mokoloh Siong Klinik Penyokit Dolom FKUI/
,l999.
RSUPN CM, 25 Moret

4. Americon Thorocic Society. Guidelines for the Monogement of Adults with Community-Acquired
Pneumonio: Diognosis, Assessment of Severity, Antimicrobiol Theropy, ond Prevention. Am J Respir
Crit Core Med, 2001 ;163:1730-54.
5. Dohlon Z. Pneumonio Bokteriol. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/
Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.

766
PNEUMO IA DAPAT RUMAH SAK T

PENGERTIAN
Pneumonia didapat dirumah sakit atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah
pneumonia yang muncul > 48 jam setelah dirawat di Rumah Sakit IRSJ dan tidak
diintubasi saat masuk. HAP dapat dibagi menjadi: 1. onset dini : muncul 4-5 hari
setelah masuk RS, 2. onset lambat : muncul setelah > 5 hari dirawat di RS.1

PENDEKATAN D!AGNOS!S

Anomnesis
Gambaran klinis HAP tidak begitu jelas dan tidak bisa dijadikan kriteria diagnosis
HAP. Dapat ditemukan demam, sputum purulen.l

Pemeriksoon Fisik (PF)


Suhu tubuh > 38,30C, pemeriksaan paru dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi
seperti perkusi yang pekak.l

Pemeriksoon Penunjongr
. Darah: leukositosis > 10,000/mm3, atau leukopenia < 4000/mm3
. Rontgen thorax: infiltrat alveolar
. Broncho alveolar lavage (BAL)
. Kultur darah

DIAGNOSIS BAND!NG
Eksaserbasi PPOK tromboemboli paru, pendarahan paru, acute respiratory dtsfress
syndrome (ARDS).
TATA[AKSANA'
. Suplementasi O, jika perlu
. Berikan terapi cairan yang adekuat
. Jika ada nyeripleuritik berikan analgetik : diklofenak 3 x 80 mg
. Terapi antibiotik seperti pada tabel 1. Antibiotik diberikan selama 8 hari.
. Tidak ada kriteria khusus untuk mengubah terapi antibiotik intravena menjadi
terapi per oral, hal ini disesuaikan dengan kondisi perbaikan pasien yang
diobservasi setiap hari.
. Pada pasien yang imunokompromais, terutama yang neutropenia (hitung neutrofil
< 0,5 x 10e/L selama > 2 minggu atau < 0,1 x 10e/L selama 1 minggu) yang sering

mengunjungi RS secara teratur atau dirawat di RS, disarankan untuk diberikan


profilaksis anti jamur.

Tobel l. Rekomendosi Teropi Anlibiolik podo HAP.'?3

Kelerongon :
Foktor risiko MDR :leropi onfibio'lik dolom 90 hori ferokhir. insiden linggi MDR podo komunitos olou RS terkoit, rowoi inop selomo >
5 hori, teropi otou penyokit imunosupresif '

768
KOMPLIKASI
Syok septik

PROGNOSIS
Mortalitas yang berhubungan dengan HAP atau attributqble mortality diperkirakan
sebesar 33-50%. Rata-rata mortalitas meningkat berkaitan dengan infeksi Pseudomonas
aeruginosa atau Acinetobacter spesies, dan terapi antibiotik tidak adekuat.s Rata-rata
mortalitas pada patogen risiko tinggi dapat dilihat pada tabel 2.

PNEUMONIA TERKAIT VENTITATOR

PENGERTIAN
Pneumonia terkait ventilator atau ventilator associated pneumonta (VAP) adalah
pneumonia yang muncul > 48 lam setelah intubasi trakea dan pemasangan ventilasi
mekanik yang belum muncul sebelumnya. VAP dapat dibagi jadi : 1) Onset dini :

muncul pada 4 hari pertama setelah intubasi / pemakaian ventilasi mekanik, dan 2J

Onset lambat : muncul > 5 hari setelah intubasi atau pemasangan ventilasi mekanik.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Pemasangan intubasi atau ventilasi mekanik > 4B iam, demam.a

Pemeriksoon Fisik
Suhu tubuh >38,30C, tachypnea, takikardi, perburukan oksigenasi, meningkatnya
minute ventilation,pemeriksaan paru dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi seperti
perkusi yang pekak.a
Pemeriksoon Penunjonga
. Darah: leukositosis >10.000/mm3, atau leukopenia < 4000/mm3
. Rontgen thorax: infiltrat alveolar
. Kultur aspirasi trakea
. Kultur darah
Untuk mendiagnosis VAP dapat digunakan Modified Clinical Pulmonary Infection
Score (CPIS) seperti tampak pada tabel 3. apabila CPIS > 6 e VAP.?

Tobel 3. Moditied Clinicol lnfeclion Pulmonory Score.8-ro

Suhu 38.4 2a

Gomboron klinis curigo VAP

ctPS > 6 Yo Antibiotik 10-21 hori

Tidok

Ciprofloxocin iv selomo 3 hori

Re-evoluosi 3 hori berikutnyo CPIS <5 Yo Teropi sebogoi pneumonio

Tidok

Stop ciprofloxocin

Gombor l. Strolegi Totoloksono podo Posien VAP Berdosorkon CPlS.7.to

770
Diognosis VAP) kultur Potensiol MDR Yo

Pilih soloh sotu Agen ontipseudomonos (A,B,C)


Celtriozone. levofl oxocin, Tidok Jiko hipotensi (-), dopol dipilih regimen A sojo
moxifl oxocin otou ciprofl oxocin,
ompicillln/sulboctom, ertopenem A
Cepholosporin (cefepime, ceftozidime)
Corbopenem (imipenem, meropenem)
b-loctom/ b-loctomose inhibifor (piperocillin-tozoboctom)
Perboikon klinis podo
hori ke-2 otou 3 B

CPIS berkurong, perboikon PF Flouroquinolone (ciprofl oxocin)


Tidok Jiko slroin ESBL, dgunokon corbopenem don fluoroquinolone
demom turun, leukosit turun,
sputum purulen otou temuon Aminoglycoside (omikocin, gentomicin, tobromycin)
rontgen thorox)
C (jiko curigo MRSA)
Voncomycin, linezoid

( Hosil kultur Yo (- Hosil kultur

Stop ontibiotik (+) lnfeksl penyebob (*)


demom don infrltrot

Tingkotkon ontibiotik, Yo Tidok Berikon ontibiotik


observosi ulong yong sesuor,
7-8 hori kedepon cori penyebob infeksi
Teropi yong lebih lomo Ulong kultur otou noninfeksi tombohon
dlpertimbongkon podo Empiemo, sinusilis, loin
infeksi P oeruginoso, obses poru,
Acinetobocter, clostridium dillcile,
cepocro, infeksi soluron kemih
mottophilio
Atelektosis, tromboemboli veno,
gogol jontung kongestif ,

fose fi broinflltrot ARDS, poncreotitis,


pneumonitis kimio, drug fever

Gombor 2. Algorilmo Skotegi Tololoksono podo VAP.'r0


DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia aspirasi.

TAIATAKSANA
Suportif: cairan adekuat, oksigenasi yang cukup, bersihkan jalan napas dari sekret,
antipiretik.
Antibiotik; dapat dilihat pada gambar 2. Dosis obat dapat dilihat pada tabel 1.

KOMPTIKASI
Pemasangan ventilator mekanik dan perawatan ICU yang semakin lama.a

PROGNOSIS
Crude mortality rate adalah 50-70o/o, tapi sebenarnya adalah mortalitas yg
disebabkan karena penyakit lain. Banyak pasien dengan VAP, memiliki penyakit
lain yang mendasari yang menyebabkan kematian bahkan jika VAP tidak timbul.
Attributable mortal ity melebihi 25o/o.a

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Departemen Rehabilitasi Medik, Radiologi/Radiodi agnostik,
Anestesi /lCU
a RS non pendidikan Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Anestesi/lCU

REFERENSI
I . Mosterton, RG. Et oll. Guidelines for the monogement of hospitol-ocquired pneumonio in the UK:
Report of the Working Porty on Hospitol-Acquired Pneumonio of the British Society for Antimicrobiol
Chemotheropy.Journol of Antimicrobiol Chemotheropy(2008) 62,5-34doi:10.1093/joc/dkn162
2. Tores. Et oll. Treotment Guidelines ond Outcomes of Hospitol-Acquired ond Ventiloior-Associoted
Pneumonio. Clin Inlect Dis. 201 0 Aug I ;51 Suppl 1 :548-53.

3. Pneumonio. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J,


editors. Horrison's principles of internol medicine. lBih ed. United Stotes of Americo; The McGrow-
Hill Componies, 201 l.
4. Overview of Pneumonio. Dolom : Ausiello. Goldmon Cecil Medicine 23'd edition. Sounders :

Philodhelphio 2007.
5. Guidelines for the Monogement of Adults with Hospitoi-ocqulred, Ventilotor-ossocioted, ond
Heolthcore-ossocioted Pneumonio Americon thorocic society. Am J Respir Crit Core Med Vol
1 7l pp 3BB-41 6, 2005.

772
6. Emine, Alp. Et oll. Incidence, risk foctors ond mortolity of nosocomiol pneumonio in Intensive Core
Units: A prospective study. Ann Clin Microbiol Antimicrob. 2004;3: \7.
7. Luyt, Chorles-Edouord. Chostre Jeon. Fogon, Jeon Yves. Volue of the clinicol pulmonory infection
score for the identiflcotion ond monogement of ventilotor-ossocioted pneumonio. lntensive Core
Med (2004) 3O'.8 44-852 DOI I 0. I 007/s00 1 34-003-2 1 25-0
8. Schurink, Corolino A.M. Clinicol pulmonory infection score for ventilotor-ossocioted pneumonio:
occurocy ond inter-observer voriobility. lntensive Core Med 12004) 30:217-224 DOI 1O.10O7 I
s00134-003-2018-2.
9. Koenig, Steven M. Truwit, Jonothon D. Ventilotor-Associoted Pneumonio: Diognosis, Treotment,
ond Prevenlion. Clin Microbiol Rev. 2006 October; 1914): 637-657.
10. Dohlon Z. Pneumonio Bokteriol. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/
Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.

773
PNEUMONIA D APAT DI MASYARAKAT

PENGERTIAN
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidas jaringan paru dan pertukaran gas setempat.l Pneumonia
dikelompokan menjadi2:
L. Pneumonia didapat di masyarakat atau Community-Acquired Pneumoniq (CAPJ :

Pneumonia pada individu yang menjadi sakit di luar rumah sakit, atau dalam 48
jam sejak masuk rumah sakit.l
2. Pneumonia di dapat di rumah sakit atau Hospital-Acquired Pneumonia (HAP),
3. Pneumonia terkait pelayanan kesehatan atau Health Care Associated Pneumonia
(HCAP)
4. Pneumonia karena pemakaian ventilator atau Ventilator-associated Pneumonia
[vAP).
Di bab ini akan dibahas mengenai PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT dan
PNEU MONIA TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN.

ETIOtOGT
Etiologi pneumonia dibagi menjadi 4 kelompok pasien berdasarkan tempat dirawat,
ada tidaknya penyakit kardiopulmonal dan faktor modifikasinya. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada tabel 1.

Tobel l. Etiologi Pneumonio.3,a.5


Grup ll : Rowot jolon. penyokil kordiopulmonol, don / olou foktor

Kelerongon
Krilerio rowot inop :jiko'ferdopol kriterio CURP 65 > 2 (Kriterio CURB 65 : eonfusion, !!.emio, &espiroiory rofe, low B)ood pressure, oge
65yeots or greofer), otou tidok mendopol perowoton yong boik dirumoh:

775
Kriterio rowol ICU :4

1. Ditemukan 1 diantara 2 kriteria mayor:


- Memerlukan ventilasi mekanik
- Syok septik dan memerlukan obat vasopresor
2. Atau ditemukan 3 kriteria minor;
- Laju napas > 30x/menit
- PaO2/FiO2 rasio < 250
- Infiltrat multilobus
- Konfusi
- Blood Urea Nitrogen (BUN) > 20 mg/dl
- Leukopenia (leukosit < 4.000/mm3)
- Trombositopenia ftrombosit < 100.000/mm3J
- Hipotermi (suhu tubuh < 36oC)
- Hipotensi, memerlukan terapi cairan agresif
Faktor modifikasi : penyakit jantung, hati, atau ginjal yang kronis, diabetes mellitus,
alkoholik, keganasan, asplenia, imunokompromais, menggunakan antibiotik dalam 3

bulan terakhir; adanya risiko streptococcus pneumonia resisten obat.

Tatalaksana
CAP

Tanpa Penyakit Riwayat penyakit


Sakit ringan-sedang Seyere CAP
Kardiopulmonal, Kardiopulmonal,
tanpa faktor + / atau
modifikasi faktor modifikasi
Penyakit Tampa penyakit Tanpa Tanpa
Kardiopulmonal Kardiopulmonal, risiko risiko
Grup I Grup ll
+/ atau tanpa faktor Paeruginosa Paeruginosa
faktor modikasi modifikasi

Grup lllA Grup lll B Grup lV A Grup lV B

Gombor l. Slrotifikosi Posien CAP.s

DIAGNOSIS

Anomnesis
produktif/tidak
Demam, fatique, maloise, sakit kepala, mialgia, athralgia, batuk
produktif dengan sputum purulen, bisa disertai darah. Dapat dijumpai keluhan sesak
napas, nyeri dada.2
Pemeriksoon fisik
Demam, sesak napas (berbicara dengan kalimat terpengal), perkusi paru pekak,
ronki nyaring, suara pernapasan bronchial,l

Pemeriksoon penunjongr,2
. Rontgen thoraks
. Pulse oxymetry
. Laboratorium Rutin: DPL, hitung jenis, LED/laju endap darah, glukosa darah,
ureum, kreatinin, SGOT, SGPT
. Analisis gas darah, elektrolit
. Pewarnaan Gram sputum
. Kultur sputum
. Kultur darah
. Pemeriksaanserologis
. Pemeriksaan antigen
. Pemeriksaan polymerase chain reaction ( PCR )
. Tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum
transtorakal, biopsi paru terbuka dan thorakoskopi

DIAGNOSIS BANDING
Bronkitis akut, bronchitis kronis eksaserbasi akut, gagal jantung, emboli paru,
pneumonitis radiasi.2

IATALAKSANA4,6

Tololoksono Umum

Rowot jolon
. Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan
. Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
. Ekspektoran/mukolitik
. Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan
. Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan
. Bila tidak membaik dalam 4B jam: dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit,
atau dilakukan foto toraks

777
Rowot lnop di RS
. Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inspirasi.
. Terapi oksigen pada pasien dengan penyakitdasar PPOK dengan komplikasi gagal
napas dituntun dengan pengukuran analisis gas darah berkala
. Cairan: bila perlu dengan cairan intravena
. Nutrisi
. Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
. Ekspektoran/mukolitik

Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan

Rowot di ICU
. Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel
untuk kultur guna penelusuran mikrobiologi Iain dan menyingkirkan kelainan
endobronkial.

Tololoksono Anlibiotiko
. Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin, berdasarkan perkiraan
etiologi yang menyebabkan CAP pada kelompok pasien tertentu seperti tercantum
pada tabel 1.
. Terapi antibiotik diberikan selama 5 hari.
. Syarat untuk alih terapi antibiotik intravena ke oral (ATS 2007) : Hemodinamik
stabil dan gejala klinis membaik.
. Kriteria pasien dipulangkan: klinis stabil, tidak ada masalah medis aktil memiliki
lingkungan yang sesuai untuk rawat jalan.
. Kriteria klinis stabil; suhu < 37,6,laju nadi < 10Ox/menit,laju napas <24xfmenit,
tekanan darah sistolik > 90 mmHg saturasi oksigen arteri > 90%o atau PaO, > 60 mmHg
pada udara ruangan, dapat memelihara asupan oral, status kesadaran compos mentis.

KOMPLIKASI
. CAP berat:a
Bila memenuhi satu kriteria mayor atau dua kriteria minor
Kriteria Mayor
o Memerlukan ventilasi mekanik
o Syok septik dan memerlukan obat vasopresor

778
Kriteria minor;
o Laju napas > 30x/menit
o PaO2/FiO2 rasio < 250
o Infiltrat multilobus
o Konfusi
o Blood Urea Nitrogen (BUN) > 20 mg/dl
o Leukopenia (leukosit < 4.000/mm3J
o Trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3)
o Hipotermi fsuhu tubuh < 36oC)
o Hipotensi, memerlukan terapi cairan agresif
a Gagal napas, syok, gagal multiorgan, koagulopati, eksaserbasi penyakit komorbid.2

PROGNOSIS
Mortalitas pasien CAP yang dirawat jalan < 1o/o, lang dirapat inap di rumah sakit
5,7 -1.4o/o, yang dirawat di ICU > 30o/o (penelitian di United KingdomJ.a Mortalitas pasien

dengan nilai CURB-65=0 adalah 1.2o/o,3-4 adalah 31%.s

PNEUMONIA PADA KEHAMITAN

DIAGNOSIS

Anomnesis
Batuk (90o/o), sesak napas (65%o), sputum produktif, nyeri dada, malaise.T

Pemeriksoon Fisik
Laju napas meningkat.T

Pemeriksoon Penunjong
. Rontgen thorax
. Kultur sputum, tes serologis, identifikasi cold agglutinin, dan tes antigen bakteri
tidak direkomendasikan.T

TATALAKSANA?,8
7. Tanpa faktor risiko komplikasi atau kematian ; Erythromycin, 500-1000 mg IV
q6h, diberikan dalam 10-14 hari.
2. Jika ditemukan faktor risiko seperti tercantum dalam tabel, maka pasien perlu di
rawat inap dan berikan tambahan cefotaxime (1 gram iv q24h) atau ceftriaxone
[1 gram iv qBh) selain erithromycin. Monoterapi dengan obat antipneumococcal
seperti fluoroquinolone fciprofloxacin, ofloxacin, Ievofloxacin) juga dapat
diberikan.
3. )ika dicurigai penyebabnya adalah virus (biasanya paparan infeksi terjadi pada
bulan Oktober-MeiJ: Oseltamivir 2x75 mg oral, Zanamivir 2x1-0mg inhalasi

Tobel 2. Foklor Risiko Komplikosi olou KemotionT

keterliboton ekstropulmo.

KOMPLIKASI
Persalinan prematul sepsis dan asfiksi neonatal.T

PNEUMONIA PADA GERIATRI

Gejala pneumonia pada geriatri cenderung lebih samar dari pada pneumonia
umumnya, dan terkadang dapat muncul delirium. Hal ini disebabkan karena
kapasitas paru pada usia lanjut cenderung menurun sehingga kemampuan untuk
batuk berkurang. Produksi sputum dapat banyak tapi kemampuan membersihkannya
berkurang, dan juga karena respon imum pasien usia lanjut telah menurun.e
Faktor risiko pneumonia pada geriatri: kondisi komorbid, usia >70 tahun, status
nutrisi yang buruk, imunosupresi, curiga aspirasi, level serum albumin yang rendah,
gangguan menelan, kualitas hidup yang buruk, konsumsi alkohol dan merokok.
Terapi pneumonia pada geriatri sesuai dengan penyebab sama seperti pada umumnya
dapat dilihat pada tabel 1. Terapi antibiotik empiris adalah fluoroquinolon karena
kebanyakan CAP pada geriatri disebabkan oleh streptococcus pneumonia.e Pasien
usia lanjut disarankan untuk melakukan vaksinasi pneumococcal dan influenza untuk
mencegah te rjadinya pneumonia.l0
PNEUMONIA TERKAIT PETAYANAN KESEHATAN

PENGERIIAN
Pneumonia terkait pelayanan kesehatan atau Health Care Associates Pneumonia
(HCAP) adalah pneumonia yang terjadi pada pasien setelah >48 jam masuk ke pelayanan
kesehatan.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Demam, batuk dengan sputum purulen.ll

Pemeriksoon Fisik
Suhu tubuh > 38,3"C, pemeriksaan paru dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi
paru.11

Pemeriksoon Penunjongr I

. Darah: leukositosis
. Rontgen thorax: bervariasi dari infiltrat samar sampai konsolidasi lobus dengan
air bronchogram sampai infiltrat alveolar atau interstitial difus.
. Kultur darah, analisa gas darah, elektrolit, fungsi hati dan ginjal
. Aspirasi endotrakeal menggunakan kateter steril dan fibreoptic bronchoscopy
dengan broncholalveolar lavage untuk mengambil spesimen sehingga dapat di
analisis.

DIAGNOSIS BAND!NG
Gagal jantung kongestif, atelektasis, aspirasi, tromboemboli paru, perdarahan paru,
dan reaksi obat.11

TATALAKSANA

Suportif
. Terapi O, jika diperlukan, untuk mencapai PaO, B0-100 mmHg atau saturasi 95-
960/o.
a Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak
o Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak
o Terapi cairan
a Antipiretik

Antibiotik: dapat dilihat pada tabel 3

Tobel 3. Teropi Antibiotiko Empiris podo HCAP.'

otou

Kelerongon
Foktor risiko MDR: teropi ontibiolik dolom 90 hori terokhir, rowol inop selomo > 5 hori, immonokompromois, dio isis kronik dolom 30
hori terokhir, leropi infus di rumoh (termosuk onlibiotik), perowoton luko di rumoh, insiden tinggi MDR podo komunilos olou podo
peloyonon keseholon terkoit, riwoyot keluorgo MDR ? !

PROGNOSIS
Prognosis berdasarkan Pneumonia Severity /ndex (PSI) Bila nilai PSI < 90 (risiko
rendah, rata-rata mortalitas sebesar 3,3o/o.Bila nila PSI >130 (risiko tinggiJ, maka
rata-rata mortalitas sebesar 34o/o. Detail PSI dapat dilihat pada tabel 4.13,14

Tobel 4. Pnevmonio Severily lndex

782
Penyokit loin

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi
: Departemen
. RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Divisi Tropik - Infeksi, Departemen Radiologi/
Radiodiagnostik, Patologi Klinik, mikrobiologi klinik,
Parasitologi, Anestesi/lCU
a RS non pendidikan Bagian Paru, Patologi Klinik, Radiologi, Parasitologi,
Mikrobiologi klinik, Anestesi/lCU

REFERENSI
l. Dohlon, Zul. Pneumonio. Dolom : Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto,
Morcellus. Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid lll. Edisi V. .Jokorto :Boloi Penerbit FKU l;
2009. p 2196-2206.

783
2. Dohlon Z. Pneumonio Bokteriol. Dolom :Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/
Prosedur Respirologi don Penyokit Kriiis Poru.
3. Pneumonio. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J,
editors. Horrison's principles of internol medicine. lBth ed. United Stotes of Americo; The McGrow-
Hill Componies, 201 1

4. Americon Thorocic Society. Guidelines for the Monogement of Adults with Community-Acquired
Pneumonio: Diognosis, Assessment of Severity, Antimicrobiol Theropy, ond Prevention. Am J Respir
Crit Core Med, 2001;153:1730-54.
5. Mondell, Lionel A. Et oll. Infectious Diseoses Society of Americo .Americon Thorocic Society
Consensus Guidelines on the Monogement of Community-ocquired Pneumonio in Adults. CID
2OO7:44 (Suppl 2). Diunduh dori : http://www.thorocic.org/stotements/resources/mtpi/idsoots-
cop.pdf . podo tonggol29 Mei 2012.
6. Lutfiyyo, M. Nowol. Et oll. Diognosis ond Treoiment of Community-Acquired Pneumonio. Americon
Fomily Psycion.2006. Diunduh dori :http://www.oofp.org/ofp. podo tonggol 29 Mei2O12.
7. British Thorocic Society Stondords of Core Committee. British Thorocic Society Guidelines for the
Monogement of Community Acquired Pneumonio in Adults. Thorox 2001 ;56 (suppl lV) :1 -64.
8. Pulmonory Disorders. Dolom : Cunninghom, Gory F. Et oll. Williom Obstekic 22nd Edition. The
MocGrow Hills Componies. 2007.

9. Infectious Complicotions. Dolom:Evons, ArthurT. Monuol of Obstretic. Lippincotl Willioms &


Wilkins.2007.
lO. Morie, Thomos J. Community-Aquired Pneumonio in Elderly. Clinicol Infectious Diseoses
2000;31:1066-78 q 2000 by the lnfectious Diseoses Society of Americo.
1 1. Fung HB. Chu MO, Monteoqudo. Community-ocquired pneumonio in the elderly. Am J Geriotr
Phormocother. 201 0 Feb;8( I ):47 -62.
12. Pulmonory disorders. Dolom :McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine A. Current Medicol Diognosis
ond Treotment. The McGrow Hills Componies. 201 l.
13. Tuberculosis. Dolom : Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23rd edition. Sounders : Philodhelphio.
2007
14. Seymonn, Gregory B. Heolth core-ossocioted pneumonio : Meeting the clinicol chollenges.
The Journol Of Respirotory Diseoses . Yol.29, No. 5 . Moy 2008

784
S N ROM VENA KAVA SUPERIOR

PENGERTIAN
Sindrom vena kava superior (svKsl adalah kumpulan gejala yang disebabkan
obstruksi pada dinding vena kava superior yang tipis, sehingga terjadi penurunan
venous return dari kepala, leher; dan ekstremitas atas. Obstruksi dapat disebabkan
2 hal yaitu keganasan dan non-keganasan. Penyebab keganasan seperti kanker paru
(small cell dan squamous cell pada B5 % kasus), limfoma (pada usia muda), dan tumor
metastasis. Sedangkan penyebab non-kegansan yaitu aneurisma aorta, thyromegaly,
trombosis, mediastinitis fibrosing akibat radiasi, histoplasmosis, atau sindroma Behcet,
dan alat intravaskular [seperti permanent central venous access catheters , pacemaker/
defibrillator leads) angka kejadian SVKS semakin meningkat (40% kasus). 1,2

DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan keluhan klinis

Anomnesis
Onset keluhan terjadi tanpa diketahui (insidrous] dan berkembang menyebabkan
sesak nafas (63% kasusJ, batuk dapat berdarah (hemoptysrs) pada 24%o kasus, suara
serak, sakit kepala, hidung tersumbat, epsitaksis, kesulitan menelan (dysphagia pada
9%o kasusJ, nyeri dada [15% kasus) , dizziness, sinkop. Keluhan dapat diperberat dengan
membungkukkan tubuh ke depan atau tidur terlentang. 1'2

Pemeriksoon Fisik
Pasien tampak lethargy, ditemukan adanya pembengkakan tangan ('18 o/o kasus),
distensi vena leher (66 o/o), dinding dada (54 %o), edema wajah terutama pada daerah
mata [46 o/o), plethora (46 o/o), sianosis (19 o/o) pembengkakan Iidah dan laring, nasal
congestion. Keluhan terjadi progresif dan dapat lebih ringan jika obstruksi terjadi di
atas vena azygos. Adanya edema serebral dan/atau laring walaupun jarang terjadi
tetapi menandakan prognosis buruk dan membutuhkan penanganan segera. Kejang
terladi lebih sering karena metastasis ke serebral daripada edema serebral akibat
oklusi vena. Adanya keluhan kardiorespiratori yang dipicu dengan perubahan posisi
menandakan adanya obstruksi jalan napas dan pembuluh darah disertai keterbatasan
cadangan fisiologis. Pada pasien yang mendapat sedatif atau anestesi umum dapat
terjadi cqrdiac arrest atau gagal napas. Jika obstruksi vena kava superior terjadi di
proksimal vena azygos dapat menyebabkan terjadinya varises esofagus pada 1./3
bagian atas, sedangkan jika mengenai distal dari vena azygos maka varises akan terjadi
di sepanjang esofagus,

Pemeriksoon Penunjong'
. Rontgen dada: pelebaran mediastinum superior terutama pada sisi kanan, adanya
efusi pleura eksudat dan chylous (hanya 25 % kasus) terutama pada sisi kanan.
Jika rontgen normal (16 0/o) kembali melihat pada keluhan.klinis.
. CT scan: melihat mediastinum lebih jelas. Diagnosis ditegakkan bila tidak adanya
opasifikasi pada struktur vena sentral dengan sirkulasi vena kolateral yang
dominan.
. Venography: mengetahui sumber obstruksi dari dalam lumen atau luar lumen,
jika akan dilakukan operasi bypass. Tidak dilakukan jika ada peningkatan tekanan
intralumen karena dapat merusak integritas dinding pembuluh darah sehingga
berisiko perdarahan masif pada daerah penyuntikan.
. Galium single photo emission CT: sesuai indikasi
. Bronchoscopy, percutaneous needle biopsy, mediastinoscopy, dan thoracotomy:
dilakukan sesuai indikasi dan dilakukan oleh tenaga profesional.
. Percutaneous transthoracic CT guided fine needle biopsy: sesuai indikasi

Modalitas diagnostik pada SVKS dapat dibagi menjadi :a'6

Tobel l. Modolilos Diognoslik podo SVKS4'6

786
Penololoksonoon SVKS :a

SVKS

segero
oksigen, diuretik,
deksomoteson 16 mg
sekoli

NSCLC Rekuren, tidok


Tumor Diognosis
(non smoll cell responsive terhodop
kemosensitif belum posti
lung concer) kemoteropi don XRT

Poliotif. Externol beom Kemoteropi lnisiol externol beom Stent. Antikoogulon


XRT (rodiotion theropy, XRT woktu singkot jiko odo komplikosi
single froction) Diognosis histologis edemo pulmonol
sebelum teropi defl nitif

Gombor l. Algorilme Penololoksonoon SVKSa'6

DIAGNOSIS BANDING
. Tumor mediastinum: tumor ganas, teratoma, limfoma malignum
. Tumor paru

TATALAKSANA3
. Elevasi kepala
. Menjaga patensi jalan napas
. Bed rest
. Oksigen
. Diet rendah garam
. Cairan infus: diberikan secara hati-hatr
. Diuretik : furosemid 40 mg intravena (lV) untuk menghilangkan gejala
. Glukokortikoid: metilprednisolon 125 mg IV dekstametason 16-20 mg IV; untuk
mengecilkan masa limfoma. Tidak berguna pada kasus kanker paru.
. Radioterapi: jika obstruksi disebabkan oleh non-small cell lung cancer dan
metastasis tumor solid lainnya. Pada kasus darurat dapat meringankan gejala
pada 70o/o kasus, dosis harian dimulai dengan dosis tinggi [>3Gy/hari) untuk
mendapatkan pengecilan masa tumor yg dibutuhkana

787
a Kemoterapi: jika obstruksi disebabkan small cell carcinoma of the lung,lymphoma,
atau germ cell tumor.
a Kombinasi radioterapi dan/atau kemoterapi: keluhan berkurang pada waktu 2-4
minggu, efek samping seperti mual, muntah, nekrosis tumor, dan fibrosis radiasi.3
o Antikoagulan: mencegah trombosis dan embolisasi pada pasien dengan kateter
vena sentraljangka panjang. Jika trombosis ditemukan secara dini dapat diberikan
fibrinolitik tanpa pencabutan kateter.
t Pemasangan stenf: untuk kasus berulang, kasus berat.
a Operasi: jika obstruksi disebabkan oleh non-keganasan, dilakukan setelah pasien stabil

KOMPTIKASI
Trombosis vena jugularis dan otak

PROGNOSIS
Angka rekurensi terjadi pada 10-30% kasus. Tanpa diterapi, pasien SVKS karena
keganasan dapat bertahan sekitar 1 bulan. Angka rekurensi terjadi pada 1.7o/o pasien
yang diterapi dengan radiasi dan 19 %o kasus yang diterapi dengan radiasi dan
kemoterapi. Rekonstruksi vena kava superior menunjukkan patensi B0-90 % dengan
angka kematian pada operatif mencapai 5o/o.s'6 Kematian pada SVKS dikarenakan
penyakit penyebabnya, tidak berhubungan dengan obstruksi.l Efek samping serius
SVKS jarang terjadi dan berhubungan dengan obstruksi jalan napas atau edema
serebral. Pada 1986 pasien dengan SVKS, kematian hanya terjadi pada 1 kasus.a'6

UNIT YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi -

Onkologi Medik, Pul monologi


. RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS Pendidikan Departemen Radiologi, Radioterapi, Bedah/toraks
. RS non Pendidikan Bagian Radiologi, Bedah

REFERENSI

Dutcher J Oncologic Emergencies. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S,


Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l Sth ed. United Stotes
of Americo; The McGrow-Hill Componies,20l2.choplet 276.

788
2. Yoholom J. Superior Veno Covo Syndromes In: Debvito V, Hellmon S, Rosenberg S. Concer:
Principles ond Proclice of Oncology . 6th ed. Lippincott 2001 . Chopter 51.
3. Romon M. Emergency Complicotions of Molignoncy. In : Tintinolli J, Kelen G, Stopczynski.
Emergency Medicine. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies. 2004. Chopter 18.
4. Shoh A, Kennedy M. Oncologic Emergencies. ln: .Johnston P, Spence R. Cordiovosculor
Emergencies. USA : Oxford University Press lnc. 2009.chopter 1.
5. Gront J, Lee J, Lee E. Superior Veno Covo Syndrome An updote on couses ond treotments. 2009.
Diunduh dori http://bmctodoy.net/evtodoy/pdfs/EVTO709_09.pdf podo tonggol 30 Mei 2012.
6. Amin Z. Sindrom Veno Covo Superior. Dolom:Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon
Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kriiis Poru.

789
KELA A NAPAS SAAT T DUR
(st EEP-D'SORDERED BR THING I
SI.EEP APN

PENGERTIAN
Sleep-disordered breathing atau sleep apnea merupakan merupakan istilah bagi
beberapa kondisi kronis berupa hilangnya napas parsial atau seluruhnya, yang terjadi
beberapa kali sepanjang malam, yang mengakibatkan ngantuk atau kelelahan di siang
hari sehingga mempengaruhi fungsi kehidupan seseorang dan menurunkan kualitas
hidup. Obstructive sleep apnea (OSAJ merupakan bentuk sleep-disordered breathing
yang paling sering terjadi, dan berkaitan dengan meningkatnya risiko kematian.l
Obstructive sleep apnea/hypopnea syndrome (OSAHS) didefinisikan sebagai
koeksistensi dari ngantuk berlebih pada siang hari yang tidak dapat dijelaskan dengan
sedikitnya 5 kali obstruksi napas (apneu atau hipopneu) per jam waktu tidur. Apneu
pada dewasa merupakan jeda napasf breathing pauses selama >10 detikdan hipopneu
sebagai momen > 10 detik dimana napas berlanjut tetapi ventilasi berkurang sedikitnya
50% dari baseline sebelumnya saat tidur.lndikator klinis pada pasien ngantuk dapat
dilihat pada tabel 1.2

Tobel 'l . lndikotor Klinis podo Posien Ngontuk2

Umur 35-60 l0-30


Tidok Yo Tidok
Tidur
Durosi Normol
Terbongun Kodong-kodong Sering
Mengorok Yo, keros Kodong-kodong
Mobuk pogi hori Kodong-kodong Kodong-kodong
Tidur siong
Frekuensi Biosonyo Sedikit
beberopo
Woktu Siong/molom Pogi
Durosi < 1 jom >ljom
Kelerongon: HIS = idiopofhic hypersomnalence
DIAGNOSIS

Anomnesisr-a
. Aloanamnesis oleh pasangan tidur pasien: mengorok saat tidur, pausef jedasaat
bernapas, tidur terganggu
. Somnolen berlebihan di siang hari, gangguan kewaspadaan, performa kognitif dan
menyetir, hubungan interpersonal terganggu
. Kesulitan berkonsentrasi, sakit kepala di pagi hari, tidur malam tidak puas, rasa
tercekik di malam hari, libido menurun

Pemeriksoon Fisik2'4
. Hipertensi
. Obesitas
. Kelainan saluran napas atas: kongesti nasal, rhinitis, sinusitis kronis, kelainan
anatomis nasofaringeal, pembesaran tonsil atau adenoid, lidah besar
. Kelainan kraniofasial: mikrognatia,retrognatia
. Tanda hipotiroidisme atau akromegali

Pemeriksoon Penunjong
. Tes tidur (polisomnografi): mengukur beberapa parameter fisiologis saat tidur.
Salah satu parameter penting adalah napas dan hilangnya napas saat tidur. Jeda
napas (breathing pause) >10 detik disebut sebagai apnea.
. EEG[ElectroencephalographyJ
. EKG[Elektrokardiogram)

DIAGNOSIS BANDING
Tidur tidak cukup, kerja shift, penyebab psikologis, obat-obatan, narkolepsi, IHS,
p has e al te rati on syn dromes.2

TATA[AKSANA3,4
Tujuan tatalaksana adalah mengurangi fragmentasi tidur dan repetisi asfiksia,
stress kardiovaskulac dan meningkatnya usaha napas yang berkaitan dengan OSAHS.
. Umum
o Posisi tidur: posisi lateral dekubitus lebih baik daripada supinasi atau pronasi
o Penurunan berat badan
o Terapi mekanis

791
o Ventilasi tekanan positif
o Oksigen
o Cara mekanis lain untuk meredakan atau bypass obstruksi
a Operasi
o Trakeostomi
o Uvulopalatofaringoplasti
a Medikamentosa
o Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI):/uoxetine dan paroxetine 20 mg/
hari selama 4-6 minggu

KOMPTIKASI
Hipertensi, gagal jantung, stroke, penyakit jantung koroneI hipertensi pulmonal,
sampai kematian.3

PROGNOSIS
Indeks Apnea/Hypopnea (AHI) tidur 5 per jam berkaitan dengan meningkatnya
risiko hipertensi arterial, gagal jantung, stroke, penyakit jantung koroner, dan
hipertensi pulmonal. Data menunjukkan bahwa OSAHS yang tidak diterapi berkaitan
dengan meningkatnya mortalitas, terutama pada pasien dengan indeks apneu
sedikitnya 20 kali per jam tidur. Pasien dengan OSAHS memiliki risiko lebih tinggi
untuk kematian mendadak saat tidur dan morbiditas dan mortalitas dari kecelakaan
lalu lintas 3 kali lebih tinggi.3

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi
. RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Prosod B, Croft JB, Liu Y. Sleep-Disordered Breothing. In :Schrougnogel DE. Breothing in Americo
: Diseoses, Progress, ond Hope. Americon Thorocic Society. 2010. Hol 237-48. Diunduh dori http://
www.thorocic.org/educotion/breothing-in-omerico/resources/breothing-in-omerico.pdf podo
tonggol 23 Mei 2012.
2. Douglos NJ. Sleep Apneo. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J.
Horrison's Principles of Internol Medicine. I8ih Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.

792
3. Bosner RC. Obstruciive Sleep Apneo-Hypopneo Syndrome. In:Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine.
Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
23'd Edition.
4 Sumordi. Sleep Studies. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/Prosedur
Respirologi don Penyokit Kritis Poru.

793
TUBE KULOS S PARU

PENGERT!AN
Tuberkulosis paru (TB parul adalah infeksi paru yang menyerang Jarrngan
paren kim paru, disebabkan bakteri My cob a cterium tub e rculosls.'

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Demam biasanya subfebril, batuk (dapat ditemukan batuk darah), sesak napas,
nyeri dada, malaise, berat badan menurun, keringat malam, riwayat kontak penderita
T8.2,3

Pemeriksoon Fisik
Demam, konjungtiva anemis, berat badan berkurang, auskultasi suara napas
bronkial, dapat ditemukan ronki basah/kasar /nyaring. Bila infiltrat diliputi penebalan
pleura, suara napas jadi vesikuler melemah, bila terdapat kavitas besar ditemukan
perkusi hipersonor ertimpani, auskultasi suara amphorik.l

Loborotorium2'3'a
. Darah: LED meningkat
. Mikrobiologis
. BTA sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS
. Kultur Mycobacterium tuberculosrs positif (diagnosis pasti)
. Foto toraks PA t lateral (hasil bervariasiJ : infiltrat, pembesaran kelenjar getah
bening (KGB) hilus/ KGB paratrakeal, milier, atelektasis, efusi pleura, kalsifikasi,
bronkiektasis, kavitas, destroyed lung.:'
. Imuno- Serologis
. Uji tuberculin'. sensitivitas 93,60/o, spesifisitas 98, o/o.a Kriteria positif uji tuberculin
dapat dilihat pada tabel 1.
. Tes PAP, ICT-TB: positif
a PCR- TB dari sputum (hanya menunjang klinis)
a Pemeriksaan adenosine deaminasepada tuberkulosis di cairan pleura, perikardial dan
peritoneal. Kriteria positif adalah 100U/L untuk pleuralTB,92U /L untuk peritoneal
dan 90 U/L untuk efusi perikardial. Sensivisitas 100% dan spesifisitas 94,60/o.

Tobel l. Krilerio Positif Uji luberkulin3

DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia, tumor/keganasan paru, jamur paru, penyakit paru, akibat kerja.

TATATAKSANA
Suportif: istirahat, stop merokok, hindari polusi, tata laksana komorbiditas, nutrisi,
vitamin.
Medikamentosa : obat anti tuberkulosis ( OAT )6'?
1. Kategori 1. Pasien baru yaitu pasien yang belum pernah mendapatkan terapi
OAT atau pernah mendapatkan OAT sebelumnya selama <L bulan, maka regimen
terapinya adalah ?HRZE/4HR. Dosis obat dapat dilihat pada tabel 2.Pada pasien
baru yang diketahui resisten isoniazid atau diketahui lingkungan sekitar risiko
ri n ggi re s isten isonia zid, maka b erik an ZHRZE / 4HRE.
2. Kategori 2. Pasien yang sebelumnya pernah mendapat terapi OAT
. Kultur dan resistensi OAT atau drug susceptibility fesr (DSTJ
. Jika hasil DST belum ada
o Pasien yang gagal terapi [sputum BTA atau kultur tetap positif pada
akhir bulan ke-5 pengobatan) Pasien yang putus berobat (pasien yang
putus berobat selama >2 bulan berturut-turutJ atau kambuh, berikan
ZHRZES/1.HRZE/sHRE
. fika hasil DST sudah ada, sesuaikan terapi dengan antibiotik spesifik patogen.

795
Tobel 2. Dosis don Efek Somping OAT''6

3. Indikasi kortikosteroidT
. Meningitis TB
. TB milier dengan atau tanpa meningitis
. TB dengan Pleuritis eksudativa
. TB dengan Perikarditis konstriktiva.
. Manifestasi klinis insufisiensi adrenal karena TB

Pemeriksoon Teropi6
. Pada pasien yang sebelumnya telah mendapat OAI periksa hasilDST pada bulan
kedua pengobatan, bila terdapat resistensi ganti obat sesuai protokol MDR-TB
. Cek sputum BTA pada akhir fase intensif (akhir bulan ke-2 terapi pada pasien baru
dan akhir bulan ke-3 pada pasien yang sebelumnya telah mendapat OAT)
. f ika masih positif, cek ulang sputum BTA pada akhir bulan ke-3 terapi pada pasien
baru dan akhir bulan ke-4 pada pasien yang sebelumnya telah mendapat OAT
. fika masih positif, pasien dinyatakan gagal terapi. Pada pasien baru yang belum
pernah mendapat OAT stop kategori 1 atau mulai terapi kategori 2. Cek kultur dan
DST pada pasien baru cek bulan dan DST pasien yang sebelumnya telah mendapat
oAr)
. fika hasil kultur dan DST positif ditemukan resistensi, maka pasien mulai dulu
protokol MDR-TB.

796
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS
Multi Drug-Resistant TB (MDR-TB) dan Extensively Drug-Resistant TB (XDR-TB)
MDR-TB adalah resisten terhadap 2 jenis OAT lini pertama yang paling efektif yaitu
Isoniazid dan Rifampisin. XDR-TB adalah resiten terhadap Isoniazid, Rifampisin dan
OAT lini kedua.T Faktor risiko MDR; tidak patuh berobat, hasil monitoring sputum BTA
tetap positifpada akhir bulan ke-2 dan ke-3 setelah terapi, riwayat perburukan dengan
terapi OAI terpajan pada lingkungan atau instansi yang prevalensi tinggi MDR, gagal
terapi sebelumnya, kondisi komorbid seperti malabsobsi, atau rapid-transit diare,
memiliki diabetes mellitus tipe 2.6
Prinsip terapi MDR TB :

. Terapi dengan setidaknya 4 obat yang masih efektif berdasarkan hasil kultur
International Standars for Tuberculosis Care (ISTC)
. Pengobatan paling sedikit selama 18 bulan (ISTC)
. Monitoring kultur/sputum BTA setiap bulan, sampai terjadi konversi
. Bila sudah terjadi konversi, monitoring kultur/sputum BTA dilakukan tiap 2-3 bulan
. Terapi dilanjutkan selama 18 bulan setelah konversi. Tetapi agen injeksi dilanjutkan
4-6 bulan setelah konversi.
Pemilihan terapi MDR TB:
. Pemilihan obat berdasarkan hierarki seperti yang tercantum pada tabel 3.
. Pilihlah obat yang paling efektif (berdasarkan hasil DST) pada kelompok 1 terlebih
dahulu, baru kemudian kelompok2,3, dan 4.
Tobel 3. Kelompok Obol unluk Teropi MDR T86,8

owol

797
12

rom Amx

grom

TB ekslro poru
TB ekstra paru diterapi sama seperti TB paru. Pada meningitis TB, disarankan
terapi berlangsung selama 9-12 bulan sementara pada TB tulang dan sendi, disarankan
terapi selama 9 bulan. Kortikosteroid ditambahkan pada terapi meningitis TB dan
perikarditis, Dosis kortikosteroid pada meningitis TB dan efusi perkardial dapat dilihat
pada tabel 4.Pada meningitis TB, etambutol diganti streptomisin.6

Tobel 4. Rekomendosi dosis korlikosleroid podo TB ekslropulmonol.l0rr

798
Kehomilon
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidakberbeda dengan pengobatan
TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan,
kecuali streptomisin, Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena
bersifat ototoksik permanen dan dapat menembus sekat plasenta. Keadaan ini dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap
pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan
pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar
dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.6'7,11

Ibu menyusui don boyinyo


Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan
pada umumnya, Semua jenis OAT relatif aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui
yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang
tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya.
Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan
pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.6

Posien TB dengon infeksi HIV/AIDS


Tatalaksana pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama
seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien
TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV (antiretroviral) dimulai berdasarkan
stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO, Penggunaan suntikan Streptomisin
harus memperhatikan Prinsip-prin sip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan
Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam
satu UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko
tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayananVCT (Voluntary Counceling and
Testing = Konsul sukarela dengan test HIVJ.7
Rekomendasi ARV pada pasien dengan TB adalah evafirenz (EFVJ dan 2 nukleoside.6

KOMPLIKASI PENYAKIT
. Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks, gagal
napas,
. TB ekstra paru: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe,
. Kor Pulmonal

799
PROGNOSIS
Dengan terapi INH dan rifampisin selama 6 bulan dan pyrazinamide selama 2 bulan,
sekitar 96-990/o sembuh fbagi pasien HIV negatif).8 Angka kambuh <5o/o.3

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi
. RS non pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS Pendidikan : Divisidi Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait
dengan keterlibatan organ/komplikasi TB, Departemen
Radiologi/Radiodiagnostik, Patologi Klinik, mikrobiologi
klinik, Patologi Anatomi, Bedah/toraks dan Bagian lain yang
terkait dengan keterlibatan organ/komplikasi TB
a RS non pendidikan : Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Patologi
Anatomi, Mikrobiologi klinik dan Bagian lain yang terkait
dengan keterlibatan organ/komplikasi TB

REFERENSI
l. Amin, Zulkifli. Bohor, Asril. Tuberkulosis Poru. Dolom : Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi,
ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid lll. Edisi V. Jokorto
:Boloi Penerbit FKU l; 2009. P2230-39.
2. Achmod Y. Tuberkulosis Poru. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/
Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
3. Tuberculosis. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J,
editors. Honison's principles of internol medicine. l Bth ed. United Stotes of Americo;The McGrow-
Hill Componies, 201 l.
4. Pulmonory disorders. Dolom : McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine A. Cunent Medicol Diognosis
ond Treotment. The McGrow Hills Componies. 20l 1.
5. EA, Tolbot. D, Horlond. W, Wielond-Alter. S, Burrer. LV, Adoms. Specificity of the tuberculin skin
test ond the T-SPOT.TB ossoy omong students in o lowJuberculosis incidence setting. Jom Coll
Heolth. 2012:60ll ):94-5. Diunduh dori : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22171735 podo
tonggol 3 Juni2012.
6. Tuberculosis Coolition for Technicol Assistonce. Internotionol Stondords for Tuberculosis Core
(ISTC). Ihe Hogue: Tuberculosis Coolition for Technicol Assistonce, 2006.

7. Treotment of Tuberculosis Guidelines 4th Edition. World Heolth Orgonizotion. 2010.


8. Pedomon Nosionol Penonggulongon Tuberkulosis Edisi Keduo Cetokon Pertomo. Depotemen
Kesehoton Republik Indonesio. 2007.
9. Froncis J. Curry Notionol Tuberculosis Center ond Colifornio Deportment of Public Heolth, 2009:
Tuberculosis Drug Informotion Guide

800
10. Tuberculosis. Dolom : Ausiello Goldmon. Cecil Medicine 23rd edition. Sounders : Philodhelphio.
2007.
I l. Kodhirovon, Tomilorosu Deeponjoli, Surendron. Role of Corticosteroids in ihe Treotment of
http://medind.nic.in/ioe/tl0/i3lioetl0i3p l53.pdf podo
Tuberculosis: An Evidence-bosed Updote.
tonggol l0juni 2012.

801
TUMOR PARU

Pembagian tumor paru berdasarkan klasifikasi WHO

Tobel l. Klosifikosi pembogion lumor berdosorkon WHOr'2

Pada bab ini akan dibahas mengenai karsinoma paru.


KARSINOMA PARU

PENGERTIAN
Merupakan sel kanker yang tumbuh dan berasal dari jaringan paru. Pembagian
praktis karsinoma paru untuk tujuan pengobatan yaitu :1

. small cell lung cancer (SCLCI


. non small cell lung cancer (NSCLCJ

Foktor risikor,3
. Merokok [aktifl pasif J,
. Polusi lingkungan kerja:
- asbestis (galangan kapal, konstruksi, pertambangan)
- arsenik (kebun anggu4 gembala kambing, tambang emas, pelapis logam),
- hidrokarbon aromatik polisiklik (industri baja)
- kromat dan kromium (pekerja industri, pelapis krom)
- silika (penemuan baja),
- pabrik gas beracun, penyulingan nikel
- tambang uranium, radon, dan turunannnya
. Polusi udara: gas buangan kendaraan bermotor mengandung hidrokarbon aromatik
polisiklik
. Radiasi non-ionisasi (telepon selular),
. Radiasi prosedur diagnostik

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Asimptomatis, batuk, hemoptisis, nyeri dada, dyspnea karena efusi pleura. f ika
sudah ada metastasis dapat memberikan keluhan nyeri tulang, sakit kepala, suara
serak, sulit menelan, dan sesak napas. 1

Pemeriksoon Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan wheezing,stridor; abses, atelektasis, aritmia

finvasi ke pericardium), sindrom vena kava superior, sindrom Horner (facial anhidrosis,
ptosis, miosis), suara serak (penekanan pada N.laryngeal recurrenfJ, sindrom Pancoast
(invasi pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis). Jika sudah ada metastasis dapat
ditemukan ikterus, perubahan neurologis, pembesaran kelanjar getah bening. 1

803
Pemeriksoon Penunjongt,3
. Pemeriksaan serologif tumor marker: karena spesifisitas yang rendah dalam
mendiagnosis karsinoma paru, maka lebih banyak digunakan untuk evaluasi hasil
pengobatan.
o CEA (carcinoma embryonic antigen)
o NSE (neuron-spesific enolase)
o Cyfra 2l-2 (cytokeratin fragments 19)
. Foto rontgen dada
. CT scan atau MRI
. Bone scanning
o Indikasi:jika diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang
. Pemeriksaan sitologi sputum: dilakukan rutin dan sebagai skrining untuk diagnosis
dini
o Hasil pemeriksaan tergantung: letak tumor terhadap bronkus, jenis tumoq, teknik
mengeluarkan sputum, jumlah sputum yang diperiksa, dan waktu pemeriksaan
sputum.
. Pemeriksaan histopatologi: standar emas diagnosis karsinoma paru. Cara
mendapatkan spesimennya:
o Bronkoskopi
o Trans torakal biopsi (TTB)
o Torakoskopi
o Mediastinoskopi
o Torakotomi
Sindrom paraneoplastik terdapat pada 10 %o karsinoma paru, terdiri dari :

. Gejala sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam


. Hematologi: leukosistosis, anemia, hiperkoagulasi
. Neurologik: demensia, ataksia, tremol neuropati perifer
. Endokrin: sekresi PTH (hiperkalsemiaJ
. Dermatologi: eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
. Renal: SIADH (Syndrome Of Inappropriate Antidiuretic Hormone)
. Osteoartropatihipertrofi

804
SIAGING KARSINOMA PARU

Tobel 2. Stoging Korsinomo Porur3

TI NOMO

T3NI MO

T4 ony N M0

Stoge lV
KETERANGAN
Tx : Tumor terbukti gonos didopoi dori secret bronkopulmonor, topi iidok terlihol secoro bronkoskopis don rodiologis Tumor tidok
dopol diniloi podo sloging relreolmenl
Tl : Tumordengon diometer< 3cm
T2 : Tumor dengon diometer > 3 cm olou lerdopot otelektosis podo disto hilus
T3 : Tumor ukuron opopun meluos ke p euro, dinding dodo, diofrogmo, perikordium, < 2 cm dori corino,
terdopot otelektosis totol
T4: Tumor ukuron opopun invosi ke mediostinum otou ierdopot efusi pleuro molignqn
N0: Tidok odo kelenjor getoh bening (KGB) yong lerlibot
N I : Metostosis KGB bronkopulmoner otou ipsiloterol hilus
N2 : Metostqsis KGB mediostinol olou sub corino
N3: Metostosis KGB mediostino kontroloterol o'fou hilus otou KGB skoleneus otou suproklovikulor
M0 : Tidok odo melostosis jinok
M I : Metostosis jinok podo orgon lotok, hoti)

Pendekoton diognosis podo nodul soliler poru

nodul boru podo SCOn

Kolsif]kosi jinok podo CT scon otou


Yo Tidok perlu pemedksoon lebih lonjut
stobil se omo 2 tohun podo ronlgen

Tidok

Apokoh kemungkinon

Yo

kemungkinon konker kemungkinon konker Ado foktor risiko operosi


Tidok
rendoh

Cl scon seriol
3,6,12.24 bulo^
Pemeriksoon lombohon:
. PET jlko ukuron nodul > I cm
Vldeo ossiled lhorocoscopic surgeri,
. Aspirosi lorum holus trons torosik
emeriksoon klenjor getoh bening
Hosil negoiif jiko letok nodul dl perifer Hosil Posilif mediosiinum don frozen seclion
. Bronkoskopi liko udoro bronkus
diikuti lobektomijiko sel gonos
posilif
. CT scon

Gombor'1. Algoritmo Pendekoton Diognosis podo Nodul Soliler Poru4's


DIAGNOSIS BANDING
Tumor metastasis dari kanker primer di tempat lain, tumor jinak paru

TATATAKSANA

scrc
. Limited stage lstatls tampilan baik J kemoterapi kombinasi dan radioterapi
toraks
a Extensive sfage [status tampilan baik J kemoterapi kombinasi
Respons tumor komplit (semua stage) radioterapi kranial profilaktik
Status tampilan buruk (semua stage) kemoterapi kombinasi dengan
modifikasi dosis radioterapi paliatif
Tobel 3. Teropi untuk NSCLC],3.s

Kemoleropi :
Lini perlomo : siklofosfamid, doksorubisin, meto'lroksol, prokorbosin
Lini keduo : dacet'oxel, pemelrexed, and erlolinib, vinorelbine, gemcilobine. paciiloxel, gisplofin, corboplotin

Pendekoton Tololoksono podo Korsinomo Poru


Anomnesis, pemeriksoon lsik, don pemeriksoon penunjong
Menentukon slolus performqnce, odokoh penurunon berol bodqn

Tidok odq gejqlo otou Ditemukon lesisingle Diiemukon esi multipe


hosi pemeriksqon yong menunjukkon podo imoling podo imojing
qdonyo metostosis

Biopsi lesi

Tidqk odo kontroindikosi Ado kontroindikosi Tidok qdq Ado


kemoteropi kombinosi kemoteropi kombinqsi Kemoteropi don/otou
metostosls melqstosis rodioteropi unluk poliotif
don rodioterqpi don rqdioteropi

Teropi kombinosi dengon Teropi dengon


p/olinum bosed teropi, kemoteropi don
eioposide, dqn rqdioteropi rqdioteropi

Gombor 2. Algorilmo Teropi podo SC[C4

806
Anomnesis, pemerlksoon fsik, don pemeriksoon penunjong
Menentukon stolus performonce, odokoh penurunon berot bodon

Tidok odo gejolo otou Ditemukon lesi sing e Ditemukon lesi multipel
hosi pemeriksoon yong menunjukkon podo imojing podo imojing
odonyo metostosis
TidoI odo kontroindikosi operosi.
kemoteropi kombinosi , otou rodioteropi

Biopsi lesi

Tes fungsi poru, Iidok odo Ado Lihot


pemeriksoon imojing untuk metoslosis metostosis Gombor I
melihot odonyo metoslosis
Tes kordiopulmonor Tes koogulosi

Rujuk ke bedoh untuk evoluosi


mediostinum don rencono reseksi

N0 olou NI N2 olou N3

Stoge lA Sloge ll otou lll : Sloge lB : Tidok dioperosi


Operosi Operosi diikuti Ukurcn < 4cm operosi Teropi kemoteropi
kemoteropi odjuvon Ukuron>4cmoperosi komblnosi
don kemoleropl odjuvon

Gombor 3. Algoritmo Teropi podo NSCLC4,5

KOMPTIKASI
Obstruksi jalan napas, gagal napas, perdarahan / hemoptisis, abses, atelektasis,
metastasis ke organ: otak,

PROGNOSIS
Tergantung tipe histologi, staging, resektabilitas dan operabilitas. Pada SCLS
kemungkinan harapan hidup rata-rata yaitu 1 tahun. Pada kelompok limited stage
kemungkinan hidup rata-rata yaitu 1,-2 tahun. Sebesar 30 % kematian terjadi karena
komplikasi Iokal dari tumot 70% meninggal kareka karsinomatosis. Pada NSCLC yang

dilakukan tindakan bedah, kemungkinan hidup 5 tahun setelah operasi adalah 30 %.


Survival setelah tindakan bedah yaitu 30-40 o/opada stadium I, 10-15 o/opada stadium
II, dan < L0 o/o pada stadium III. Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis
berwariasi, dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun tergantung dari p erformance sfofus (skala
Karnofsky),luasnya penyakit, adanya penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir.l'3

807
UNIT YANG MENANGANI
. RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Pulmonologi
. RS non Pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam

UN!I IERKAIT
. RS Pendidikan Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Departemen Radiologi, Radioterapi, Bedah/
toraks
o RS non Pendidikan Bagian Radiologi, Bedah

REFERENSI
l. Amin Z Konker poru. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW, editors.
Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll Edisi V Jokorto: Interno Publishing; 2010: Hol 2254-62.
2. Brombillo E, Trovis WD, Colby TV et oll. The new World Heolth Orgonizotion clossificotion
of lung tumours. Eur Respir J 2O0l; lB: l059-1068. Diunduh dori http://erj.ersjournols.com/
conl enl I 1 8 I 6 I I 059 f ull.pdf +html podo tonggol 22 Juni 201 2.
3. Tokohoshi T, Sidronsky D. Neoplosms of the Lungln : Moson: Munoy & Nodel's Textbook of
Respirotory Medlcine, 4th ed. United S1o1es of Americo : Sounders .2005. chopter 42.
4. Horn L. Neoplosms of the Lung.ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J,
Loscolzo J, editors. Horrison's principles of iniernol medicine. l8th ed. United Stotes of Americo;
The McGrow-Hill Componies, 2012.chopter 89
5. Amin Z. Konker Poru. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds) . Ponduon Totoloksono/Prosedur
Respirologi don Penyokit Kritis Poru.

808
PI II[1il(S[ [[
Dt I I GIl P nffi [U

PAA
P AKTK
Kl S

Artritis Reumotoid.
Artritis Gout D." H;;;;rr'r"r'"
Artritis Septik.......
Fibromiolgio
Lupus Eritemotosus Sistemik . 826
Nyeri Pinggong ..........
Osteoporosis ..............
Osteoortritis...............
Reumotik Ekstroortikulor .......
Sklerodermo .....
Spondiloortropoti
ARTRIT S R MATOID

PENGERTIAN
Artritis reumatoid [AR) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi
sistemik kronik dan progresif dimana sendi merupakan target utama selain organ
lain, sehingga mengakibatkan kerusakan dan deformitas sendi, bahkan disabilitas
dan kematian. Walaupun etiologi yang sebenarnya belum dapat diketahui dengan
pasti, ada beberapa faktor yang diperkirakan berperan dalam timbulnya penyakit ini
seperti kompleks histokompatibilitas utama kelas II dan faktor infeksi seperti virus
Epstein Barr (EBV).1

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisl,2
. Radang sendi fmerah, bengkak, nyeri) umumnya menyerang sendi-sendi kecil,
lebih dari empat sendi [poliartikularJ dan simetris.
. Kaku pada pagi hari yang berlangsung Iebih dari 1 jam atau membaik dengan
beraktivitas
. Terdapat gejala konstitusional seperti kelemahan, kelelahan, anoreksia, demam
nngan

Pemeriksoon Fisik
Dalam keadaan dini AR dapat bermanifestasi sebagai palindromic rheumatismyaitu
timbulnya gejala monoartritis yang hilang timbul antara 3-5 hari dan diselingi masa
remisi sempurna sebelum bermanifestasi sebagai AR yang khas. AR awal juga dapat
bermanifestasi sebagai pauciarticular rheumatrsm yaitu gejala oligoartikuler yang
melibatkan 4 persendian atau kurang. Kedua gambaran ini seringkali menyulitkan
dalam menegakkan diagnosis AR dalam masa dini. 1
Tobel l. Keloinon yong Dilemukon podo Pemeriksoon Fisik 12

Pemeriksoon Penunjong2.3
. Darah perifer lengkap: anemia, trombositosis
. Rheumatoid Factor [RF), anti-cyclic citrullinated peptide antibodies (ACPA/anti-
CCP/anti-CMVJ
. Laju endap darah atau C-reactive protein [CRP) meningkat
. Fungsi hati, fungsi ginjal
. Analisis cairan sendi fpeningkatan leukosit > 2.000/mm3 J.
. Pemeriksaan radiologi [foto polo/sUSG Doppler): gambaran dini berupa
pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis juxta-articular dan erosi
pada bare area tulang.
. Biopsisinovium/nodulreumatoid.

Tobel 2. Krilerio Diognosis Artritis Reumoloid berdosorkon ACR 2010 a


Kelerongon:
* Woloupun skor posien <6/10 tidok dionggop menderito ortritis reumotoid, okon tetopi stotus mereko dopot
diniloi ulong don kriterio dopot dipenuhi secoro kumulotlf sepon.iong woktu
Keterliboton sendi meru.iuk podo odonyo pembengkokon otou roso nyeri sendi podo pemeriksoon
yong dikonflrmosi dengon gomboron sinovitis podo pencitroon Sendi interfolongeol distol,
korpometokorpofolongeol pertomo don metoiorsofolongeol periomo iidok dionggop bermokno Kotegori
sendi yong terlibot berdosorkon podo lokosi don jumloh sendi yong terlibot dengon
Sendi besor merujuk podo bohu, siku, poho, lutut don pergelongon koki
*+** Sendi kecil merujuk podo sendi metokorpofolongeol, interfolongeol proksimol, melotorsofolongeol
duo hinggo limo, lnterfolongeol ibu .jori, pergelongon tongon don sendi-sendi tidok spesiflk seperti
'lemporomondibulor, okromioklovikulor, sternoklovikulor
" Niloi negotif meru.iuk podo niloi lU lebih kecil otou somo dengon niloi botos olos normol untuk loborotorium,
posilif lemoh merujuk podo nlloi lU lebih tinggi dori niloi botos otos normol nomun < 3 koli botos oios niloi
normol, positif kuot merujuk podo niloi lU >3 koli bolos otos niloi normol Apobllo pemeriksoon foktor
reumotoid honyo terdiri dori positif don negotif, moko niloi positif dionggop sebogoi positif lemoh ACPA=
onli citrulinoted prolein ontibody
=' Niloi normol memokoi potokon niloi loborotorium setempot
+hB Durosi gejolo odoloh durosi posien mengolomi keluhon sinovilis yong diniloi secoro klinis podo soot
pemeriksoon
*ACR: Americon Coiiege of Rheumotology

ACR juga menilai sensitivitas dan spesifisitas baik dari pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan penunjang guna mengarah pada diagnosis AR.

Artritis >3 tohun

DIAGNOSIS BANDING
Lupus eritematosus sistemik, gout, osteoartritis, spondiloartropati seronegatil
sindrom Sjogren2'6

TAIATAKSANA
Nonfarmakologis
Edukasi, proteksi sendi pada stadium akut, foot orthotic/splint (jika perlu], terapi
spa, latihan fisik (dynamic strength trainingJ 30 menit setiap latihan 2-3 kali seminggu
dengan intensitas sedang, suplemen minyak ikan, suplemen asam lemak esensial.2,4

811
Formokologist,z,e
. Disease modifying anti rheumatic drugs (DMARDJ konvensional: MTX,
hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomid, azatioprin,
siklosporin
. Agen biologik: infliksimab, etanersep, tocilizumab, golimumab, adalimumab
. Glukokortikoid
. OAINS: non-selektif atau selektif COX-2

Tobel 4. Dosis Obot unluk Penotoloksonoon Arlritis Reumotoid (DMARD konvensionol) 6

Pirimidin, synlhesis inhibitors

Azotioprin

Alkyloting ogents

Ieropi Bedoh
Dilakukan bila terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi
yang ekstensif, nyeri persisten pada sinovitis yang terlokalisasi, keterbatasan gerak
yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat, kompresi saraf dan adanya
ruptur tendonl'2

KOMPTIKASI
Anemia, komplikasi kardiak, gangguan mata, pembentukan fistula, peningkatan
infeksi, deformitas sendi tangan, deformitas sendi lain, komplikasi pernapasan, nodul
reumatoid, vaskulitis, komplikasi pleuroparenkimal primer dan sekunder; komplikasi
akibat pengobatan.6
Osteoporosis lebih sering terjadi pada penderita AR yang berkaitan dengan
aktivitas penyakit AR dan pemakaian glukokortikoid, sehingga perlu terapi terhadap
pencegahan osteoporosis dan patah tulang.

812
PROGNOSIS
Kriteria remisi pada artritis reumatoid dapat menggunakan ACR/EULAR yaitu
apabila pasien memenuhi seluruh kriteria berikut:2
1. f umlah sendiyang nyeri < 1
2. fumlah sendi yang bengkak < 1
3. Nilai CRP < 1.mg/dL
4. Penilaian global pasien < 1 [dalam skala 0 - L0)
Sejumlah 10% pasien yang memenuhi kriteria AR akan mengalami remisi spontan
dalam 6 bulan. Akan tetapi kebanyakan pasien akan mengalami penyakit yang persisten
dan progresif. Tingkat kematian pada AR dua kali lebih besar dari populasi umum dengan
penyakit jantung iskemik yang menjadi penyebab utama kematian terbanyak diikuti
dengan infeksi. Median harapan hidup lebih pendek dengan rata-rata 7 tahun untuk laki-
laki dan 3 tahun untuk perempuan dibandingkan populasi kontrol.l'2

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
: Departemen
. RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Semua Sub-Bagian Di Lingkungan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, Departemen Ortopedi, Departemen Rehabilitasi
Medik
a RS non pendidikan Bagian Ortopedi, Bagian Rehabilitasi Medik

REFERENSI
1. Suorjono l. Artritis reumotoid. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors.
Buku ojor ilmu penyokit dolom.5h ed. Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu
Penyokit Dolom FKUI, 2009:2495 - 513
2. Shoh A, StCloir E. Rheumotoid orthritis. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S,
Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of
Americo; The McGrow-Hill Componies, 2012:2738 - 52
3. MercierLonnie R. Rheumoloid Nthritis.ln: Ferri: Ferri's Clinicol Advisor2008, lOth ed. Mosby.2008.
4. Atetoho C, Neogi I, Si/mon A, Funovils J, Fe/son D, Binghom C, el ol. 2010 rheumotoid orlhritis
c/ossificofion criterio. Arthrttis & Rheumolism. 2010;62(9): 2569 - 8l
5. Beers MH, Berkow R, editors.Crystol-lnduced Conditions. ln: The Merck Monuol of Diognosis ond
Theropy I7th ed.
6. USA: Merck Reseorch Loborotories, 1999. p 460 - 4.
7. Hellmonn D, lmboden J. Musculosceletol ond immunologic disorders. ln: McPhee S, Popodokis
M, Robow M, editors.
B. Current medicol diognosis ond treotment 20,l 1 . 50h ed. Colifornio; The McGrow -Hill Educotion.
2010:779 - 840 .

813
ARTR TIS GOUT AN H PERUR SEM A

PENGERTIAN
Hiperurisemia adalah meningkatnya kadar asam urat darah diatas normal [pria
>7 mg/dL, wanita >6mg/dL) yang bisa disebabkan oleh peningkatan produksi asam
urat, penurunan ekskresi asam urat pada urin, atau gabungan keduanya. Hiperurisemia
yang berkepanjangan dapat menyebabkan gout, namun tidak semua hiperurisemia
menimbulkan patologi berupa gout.1
Gout atau pirai adalah penyakit metabolik yang sering ditemukan pada laki-laki
> 40 tahun dan perempuan pasca menopause, karena penumpukan kristal monosodium
urat (MSU) pada jaringan akibat dari hiperurisemia, Biasanya ditandai dengan episode
artritis akut dan kronis, pembentukan tofus, serta risiko untuk deposisi di interstitium
ginjal [NefropatiJ dan saluran kemih (nefrolitiasisJ.l
Artritis gout adalah peradangan akut yang hebat pada jaringan sendi disebabkan
oleh endapan kristal-monosodium urat dan mengakibatkan satu atau beberapa
manifestasi klinik. 2'3

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Diognosis Hiperurisemio
Anomnesis
Perjalanan alamiah gout terdiri dari tiga periode yaitu: periode hiperurisemia
tanpa gejala klinis, episode artritis gout akut diselingi interval tanpa gejala klinis, dan
artritis gout kronis. Serangan artritis gout akut yang pertama paling sering mengenai
tungkai bawah (80-90% kasus) umumnya pada sendi metatarsofalangeal I (MTP I)
yang secara klasik disebut podagra, onsetnya tiba-tiba, sendi terkena mengalami
eritema, hangat, bengkak dan nyeri tekan, serta biasanya disertai gejala sistemik,
seperti demam, menggigil, dan malaise.1,2
Pada beberapa pasien hanya mengalami satu kali episode serangan aku! namun pasien
pada umumnya akan mengalami serangan artritis akut kedua dalam 6 bulan sampai dengan
2 tahun. Serangan akut artritis berikutnya dapat mengenai beberapa sendi, menyebar
ke tungkai atas terutama lengan dan tangan. Serangan akut artritis yang tidak terobati
dengan baik akan mengakibatkan artritis gout kronis yang ditandai destruksi kronis
beberapa sendi yang telah sering mengalami serangan akut, disertai inflamasi ringan pada
sendi, deformitas sendi dan terdapat tofi (kristal MSU dikelilingi sel mononuklear dan sel
raksasa). artritis gout Kronis berkembang dalam 5 tahun dari onset pertama akut artritis
gout pada sekitar 30% pasien yang tidak terobati dengan baik.1'2
Anamnesis arthritis, perjalanan penyakit ditujukan untuk mencari adanya riwayat
keluarga, penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia, riwayat minum
minuman beralkohol, obat-obatan tertentu.l

Pemeriksoon Fisik
Keadaan sendi harus dievaluasi apakah terdapat tanda-tanda inflamasi, seperti
eritema, hangat, bengkak, dan nyeri tekan, serta tanda deformitas sendi dan tofi (tanda
khas gout). Sendi yang terkena biasanya pada tungkai bawah, umumnya pada sendi
metatarsofalangeal I [MTP I].
Faktor lain perlu juga dicari kelainan atau penyakit sekunder seperti tanda-tanda
anemia, pembesaran organ limfoid, keadaan kardiovaskula[ tekanan darah, tanda
kelainan ginjal.l

Pemeriksoon Penunjongr -3
. Pemeriksaan darah rutin, asam urat, kreatinin
. Ekskresi asam urat urin 24 jam
. Bersihan kreatinin
. Radiologis sendi [iika perlu)

Diognosis Arlritis Goul


Berdasarkan Kriteria ACR (American College Rheumatology), diagnosis ditegakkan
a's
bila salah satu dari poin [A), (B) dan [C) berikut terpenuhi.
A. Didapatkan kristal MSU di dalam cairan sendi, atau
B. Didapatkan kristal MSU pada tofus, atau
C. Didapatkan 6 dari 72 kriteria berikut:
. Inflamasi maksimal pada hari pertama
. Serangan artritis akut lebih dari 1 kali
. Serangan artritis monoartikular
. Sendi yang terkena berwarna kemerahan

81s
a Pembengkakan dan sakit pada sendi metatarsofalangeal (MTP) I
a Serangan pada sendi MTP unilateral
a Serangan pada sendi tarsal unilateral
Tofus (atau suspek tofus)
a Hiperurisemia
a Pembengkakan sendi asimetris [radiologisJ
a Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)
a Kultur bakteri cairan sendi negatif

DIAGNOSIS BANDING4
. Pseudogout [penimbunan kristal kalsium piro fosfat dehydrogenase/CPPD)
. Artritis septik
. Artritis reumatoid
. Palindromicrheumatism

Tobel l. Perbondingon Goul don Pseudogoul:4

TATATAKSANA
Prinsip pengelolaan hiperurisemia maupun gout, yaitu:
1. Non-farmakologis: 1,2,6

. Penyuluhan diet rendah purin [hindari jerohan, seafood)


. Hidrasi yang cukup
. Penurunan berat badan [target BB ideal)

816
. Menghindari konsumsi alkohol dan obat-obatan yang menaikkan asam urat
darah (etambutol, pirazinamid, siklosporin, asetosal, tiazid)
. Olahraga ringan
2. Farmakologis:2
. Pengobatan fase akut:
- Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) kerja cepat, baik yang non selektif
maupun yang selektif.
- Kortikosteroid (glukokortikoid) per oral dosis rendah, parenteral, atau
injeksi lokal IA fseperti triamsinolon 5-10 mg untuk sendi kecil atau
20-40 mguntuk sendi besar) terutama bila ada kontraindikasi dari OAINS.
- Kolkisin dapat menjadi terapi efektif namun efeknya lebih lambat
dibandingkan OAINS dan kortikosteroid. Manfaat kolkisin lebih nyata
untuk pencegahan serangan akut, terutama pada awal pemberian obat
antihiperurisemik, dengan dosis 0,5-1 mg/hari.
- Obat antihiperurisemik seperti alopurinol tidak boleh diberikan pada fase
akut kecuali pada pasien yang sudah rutin mengkonsumsinya.
. Obatantihiperurisemik:
a. Obat penghambatxantin oksidase (untuktipe produksi berlebih), misalnya
allopurinol
b. Obat urikosurik funtuk tipe ekskresi rendahJ, misal probenesid,

KOMPTIKASI
Tofus, deformitas sendi, nefropati gout, gagal ginjal, batu saluran kencing (obstruksi
dan/atau infeksi).

PROGNOSIS
Angka kekambuhan gout akut: 60% dalam satu tahun pertama; B0 % dalam 2

tahun; 90% dalam 5 tahun. Perjalanan penyakit gout akan lebih buruk bila: onset
gejala muncul pada usia muda (<30 tahun), serangan sering berulang, kadar asam urat
darah tinggi (tidak terkontrol), dan mengenai banyak sendi. Sekitar 20 % pasien gout
akan timbul urolitiasis dengan batu asam urat atau batu kalsium oksalat. T

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
. RS non pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam

817
UNIT TERKAIT
o RS pendidikan Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Ginjal Hipertensi,
Departemen Bedah Urologi, Departemen Ortopedi
RS non pendidikan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Bedah/
Ortopedi

REFERENSI
l. Tjokordo RP. Hiperurisemio. Dolom: Sudoyo AW, et ol editor. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom jilid
ll edisi lV. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI, 2006. Hlm 1213 7.
2. Edword ST. Artritis Piroi. Dolom: Sudoyo AW, et ol editor. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom jilid ll
edisi lV. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI, 2006. Hlm 1218 - 20.
3. Chen Lon X. Primory lmmune Deficiency Diseoses. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of
lnternol Medicine lBrh edition.United Stotes of Americo:Mcarow Hill. 2012
4. Schlesinger N. Diognosis of Gout: Clinicol, Loborotory, ond Rodiologic Findings. Am JMonogCore.
2005 Nov;l 1 (15 suppl):s443-50.http://www.ojmc com/publicotions/supplement/2005/2005-l 1-vol
I 1 -n1 5Suppl/Nov05-22l. ZpS443-5450

5. Hodi S. Gomboron Klinik don Diognosisi Gout. Dolom:Setiyohodi B, Kosjmir Yl, editor. Kumpulon
Mokoloh Temu llmioh Reumotologi 2010. Nlm 94 - 7 .

6. Koropong K. Penotoloksonoon Artritis Gout. Dolom:Setiyohodi B, Kosjmir Yl, editor. Kumpulon


Mokoloh Temu llmioh Reumotologi 201l' . Nlm 17 - 21

7. Thompson AE. Toroscon Pocket Rheumotologico,4th ed. Mossochusetts: Jones ond Bortlett
Publishers. 201 0, p 39 - 42.

818
ARTRTSSEPTK

PENGERTIAN
Artritis septik adalah infeksi pada sendi, yang umumnya disebabkan oleh bakteri
gonokokal maupun nongonokokal. Penyakit ini disebut juga artritis bakterialis,
artritis supuratif, atau artritis infeksiosa. Penyebab nongonokokal tersering adalah
Staphylococcus aureus, diikuti oleh Streptococcus sp. Selain itu, Escherichia coli dan
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif paling sering ditemukan
pada dewasa. Artritis septikyang disebabkan Neisseria gonorrhoeaemerupakan entitas
yang terpisah dari dr'ssem inated gonococcal infection.Faktor risiko artritis septik antara
lain adalah sebagai berikut:1'2
. Prostesis sendi lutut dan sendi panggul disertai infeksi kulit
. Infeksi kulit dengan prostesis
. Prostesis panggul dan lutut tanpa infeksi lutut tanpa infeksi kulit
. Umur >80 tahun
. Diabetes Melitus
. Artritis reumatoid yang mendapat imunosupresif
. Tindakan bedah persendian atau prosedur injeksi intra-artikular
. Lupus eritematosus sistemik (merupakan faktor risiko ke-5 di Filipina)

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis3
. Keluhan Utama: nyeri sendi akut, nyeri tekan, hangat, gerakan terbatas, gangguan
fungsi. Pada 90o/o pasien umumnya hanya terkena satu sendi, yaitu sendi lutut.
Lokasi lainnya dapat luga terjadi pada sendi panggul, bahu, pergelangan tangan
atau siku meskipun lebih jarang. Selain itu, keluhan demam ditemukan pada
rentang suhu tubuh 38.3'-38.9"C (101'-1-02oFJ, namun dapat pula ditemukan
suhu tubuh yang lebih tinggi pada keadaan, seperti: artritis reumatoid, insufisiensi
renal atau hepatik, dan kondisi yang membutuhkan terapi imunosupresi[.
. Riwayat Penyakit Dahulu: prostesis sendi, injeksi intra-artikulal trauma sendi.
Pemeriksoon Fisik2
Demam pada sepertiga pasien, pemeriksaan sendi yang terlibat: hangat, merah
dan bengkak, Sebagian besar kasus mengenai L sendi (Boo/o-90o/o).

Pemeriksoon Penunjong
1. Evaluasi cairan Sinovial:1'3
. Dapat ditemukan cairan sinovial yang keruh, serosanguin, atau purulen.
. fumlah sel dan diferensiasi
. Jumlah sel leukosit, yang berkisar 100,000/L (50,000-250,000/L), dengan >900/o

neutrofil, merupakan karakterisitik infeksi bakteri akut. Pada Crystal-induced,


reumatoid, dan inflamasi artritis lainnya biasanya <30,000-50,000 sel/L. Sedangkan,
hitung sel 10,000-30,000/L,50-70o/o neutrofil dan sisanya limfosit, merupakan
gambaran yang paling umum dari infeksi mikobakterial dan infeksi fungal.
. Pewarnaan gram dan kultur untuk antibiotik
. Organisme yang ditemukan pada infeksi dengan S. aureus dan streptokokus hampir
mendekati tiga per empat kasus dan sisa 30-50% infeksi disebabkan oleh gram-
negatif bakteri lain. Kultur cairan sinovial positif pada >90% kasus.
. Mikroskopi polarisasi untuk mengeksklusi kristal artritis.
2. Pemeriksaan darah:
Kultur darah bisa positif walaupun kultur cairan sinovial negatif. fumlah sel darah
putih dan diferensiasinya, protein c reaktif, laju endap darah juga dapat membantu
monitoring terapi. 1,3

3. Gambaran rontgen
Pada orang dewasa pencitraan tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik artritis
septik, tetapi dapat membantu sebagai dasar penilaian kerusakan sendi. Rontgen
polos dapat digunakan untuk melihat jaringan lunakyang membengkak, pelebaran
ruang sendi, dan pergeseran jaringan oleh kapsul yang mengalami distensi. Gambaran
penyempitan ruang sendi dan erosi tulang menunjukkan bahwa telah terjadi infeksi
lanjut dan prognosis yang buruk. Ultrasonografi dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya efusi sendi dan bisa sebagai pemandu pada tindakan aspirasi. CT scan dan
MRI dapat digunakan untuk membantu menilai luasnya infeksi1,3,s

DIAGNOSIS BANDING
Selulitis, bursitis, osteomielitis akut, artritis reumatoid, still disease, gout dan
pseudogout

820
TATATAKSANA
A. Aspirasi sendi yang adekuatl'2
B. Pengobatan empiris dengan obat antibiotik intravena dapat dimulai setelah sampel
kultur dan jenis gram didapatkan 1'3,4-s

1. Bila pada hasil pemeriksaan gram didapatkan gram positif maka antibiotik
empirik yang dapat diberikan adalah Oxacillin atau Cefazolin
2. Bila pada hasil pemeriksaan gram didapatkan gram negatif maka antibiotik
empirik yang dapat diberikan adalah sefalosporin generasi ketiga seperti
ceftriaxon atau cefotaxim
3. Antibiotik definitif intravena diberikan sesuai dengan hasil kultur selama dua
minggu dan dilanjutkan dengan antibiotik oral selama empat minggu.
C. Latihan sendi segera setelah infeksi teratasi untuk mencegah deformitas sendi

KOMPIIKASI
Kerusakan kartilago atau tulang, osteomielitis, syok septik, gagal organ

PROGNOSIS
Angka mortalitas rawat inap mencapai 7-\5o/o meski dengan penggunaan antibiotik.
Pada usia tua, angka kematian ditemukan lebih tinggi. Angka mortalitas pada pasien
dengan sepsis poliartikular dapat mencapai30o/o. Dari 335 pasien yang datang ke rumah
sakit dengan artritis septik, ditemukan data angka kematian sebagai berikut: 5

- 0.70/o dari B7 pasien dengan umur < 60 tahun


- +.8% dari 206 pasien dengan umur 60-79 tahun
- 9.5% dari 42 pasien dengan umur > 80 tahun

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
. RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan Divisi Tropik Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Departemen Ortopedi, Departemen Rehabilitasi Medik,
Departemen Patologi Klinik/Departemen M ikrobiologi Klinik
o RS non pendidikan Bagian Ortopedi, Bagian Rehabilitasi Medik, Departemen
Patologi KIinik/Departemen Mikrobiologi Klinik

821
REFERENSI
l. FischerA.Primory lmmune Deficiency Diseoses. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of
Iniernol Medicine I8th edition.United Stotes of Americo:Mcgrow Hill. 2012
2. Setiyohodi B, Tombunon A. Infeksi Tulong don Sendi. dolom: Sudoyo,Setiyohodi,Buku Ajor llmu
Penyokit Dolom. Edisi V. Jokorto. lnterno Publishing. 201 I
3. McPhee, Current Medicol Diognosis ond Treotment 201 l. 50h ed. United Stote of Americon. 20,1

4. Kelley. Septic orthriiis. 1701-45.


5. Primer 271-6.
6. Govet F, et ol. Septic orthritis in potients oged B0 ond older: o comporison with younger odults J
Am GeriotrSoc 2005 Jul;53(7):1210). Diunduh dori http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16108940
podo tonggol 3 Mei 201 2.

822
FIBROM ALG A

PENGERTIAN
Sindrom kronik yang ditandai dengan nyeri otot dan sendi yang menyebar luas. Sering
terkait dengan kelelahan, kesulitan tidu4 gangguan kognitif, ansietas, dan depresi.l-3

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Diagnosis fibromialgia ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis.4m erican College
of Rheumatology (ACR) tahun 2010 (tabel1J.3

*gejoo somotik yong dopot diperlimbongkon: nyeri olot, itritoble bawel syndrome, kelelohon, mosoloh dolom bepikir olou
mengingot, ke emohon oto1, sokit kepo o, krom perut, bool/ kesemulon, pusing, insomnio, depresi, konstiposi, nyeri perut bogion
otos, muo, gugup, nyeri dodo, pondongon kobur, demom, diore, mulut kering, gotol, mengi, fenomeno Roynoud s, berdering di
ielingo, muntoh, roso terbokor di dodo, ulkus di mu ut, hilongnyo / perubohon pengecopon, kejong, moio kering, sesok nopos,
hilongnyo nofsu mokon, ruom, sensitif terhodop motohori, kesuliton mendengor, mudoh memor, rombut rontok, urinosi serlng,
don sposme kondung kemih
DIAGNOSIS BANDING',2
Sindrom nyeri regional miofasial, miopati karena kelainan endokrin (hipotiroid,
hipertiroid, hiperparatiroid, insufisiensi adrenal), miopati metabolik, neurosis,
metastasis karsinoma, sindrom lelah kronik.

TAIATAKSANA
. Nonfarmakologisl,2,a
Edukasi, olahra ga aerob ik, pemanasan, cog nitive-b ehavi orial the rapy, terapi kolam
panas, relaksasi, fisioterapi.
. Farmakologisl,2,a
1,. Antinyeri: tramadol, parasetamol, opioid lemah lainnya.
2. Antidepresan: amitriptilin, fluoxetin, duloxetin
3. Antikonvulsan: pregabalin. gabapentin

KOMPTIKASI
Depresi, penurunan kualitas hidup

PROGNOSIS
Pada usia muda dengan gejala ringan, prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk
pada pasien dengan ansietas atau depresi. Kebanyakan pasien terus mengalami nyeri
kronik dan kelelahan namun sebagian pasien masih dapat bekerja penuh dan hanya
sedikit mengganggu kehidupan mereka.2'a

UNII YANG MENANGAN!


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
. RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik,
Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Psikiatri
o RS non pendidikan : Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Psikiatri

REFERENSI
t. Sjoh OKM. Fibromiolgio don nyeri miofosiol. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto
M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; lnternoPublishing; 2009.
Hol.2709-13

824
2. Crofford LJ. Fibromyolgio. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo
J, penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 2012.
Ho|.2849-51
3. Wolfe F, Clouw DJ, Fitzchorles MA, Goldenberg DL, Kotz RS, Meose P, et ol. The omericon college
of rheumotology preliminory diognostic criterio for fibromyolgio ond meosurement of symptom
severity. Arthritis Core ond Reseorch 2010: 62 (5): 600-610.
4. Corville SF, Arendt-Nielsen
S, Bliddol H, Blotmon F, Bronco JC, Buskillo D. Eulor evidence
bosed recommendotions for the monogement of fibromyolgio syndrome. Ann Rheum Dis.
2007;67 (41:536-41 .

825
TUPUS ER TEMATOSUS S STEM K

PENGERTIAN
Lupus eritematosus sistemik (SLEJ adalah penyakit reumatik autoimun yang
ditandai adanya inflamasi sistemik, yang dapat mengenai beberapa organ atau sistem
dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks
imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. Etiopatologi dari SLE belum
diketahui secara pasti. Diduga melibatkan interaksi yang kompleks antara faktor
genetik dan lingkungan.l

DIAGNOSIS
Diagnosis mengacu pada kriteria dariAmerican College of Rheumatology
SLE

(ACR) yang direvisi pada tahun 7982 dan kriteria Systemic Lupus International
Berdasarkan kriteria ACR, diagnosis SLE
Collaborating Clinics (SLICCJ 2012.
dapat ditegakkan lika memenuhi 4 dari l- 1 kriteria tersebut yang terjadi secara
bersamaan atau dengan tenggang waktu fTabel 1).1'2 Berdasarkan kriteria
SLICC 2012, diagnosis SLE dapat ditegakkan jika memenuhi 4 dari kriteria klinis
dan imunologis (Tabel 2), memiliki biopsi terbukti nefritis kompatibel dengan
ataLir

SLE dengan adanyaANA (antinuclear antibody) dan antibodi anti-dsDNA (anti-double-


stranded DNA).3

Tobel l. Kriterio Diognosis Lupus Erilemotosus Sistemik Berdosorkon ACRr'2


nyen otou ple fiction rub didengor

b. Cetokon selulor-dopot eritrosit, hemoglobin, gronulor, tobulor, oiou

otou
c lerhod bodi yong n otos

tidok bulon
onemo otou
obsorpsi ontibodi treponemol.

Pemeriksoon Penunjong2
. Darah perifer lengkap: Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hematokrit, LED
. Ureum, kreatinin, fungsi hati dan profil lipid
. Urinalisis
. ANA,Anti dsDNA
. Foto toraks
. C3 dan C4[untuk menilai aktifitas penyakit)
Pemeriksaan berikut dilakukan jika ada indikasi:
. Protein urin kuantitatif 24 jam
. Profil ANA: Anti Sm, Anti-Ro/SS-A, anti La/SS-B dan anti-RNP
Dokter

a antiphospholipid antibodies, lupus anticoagulant, anticardiolipin, anti-p2-


g ly co p rotein lbila ada kecurigaan sindroma anti-fosfolipid

a Coomb fest, bila ada kecurigaaan AIHA


a EKG, ekokardiografi
o Biopsi kulit

Tobel 2. Kriterio Diognosis Lupus Eritemolosus Sislemik berdosorkon SLICC 2012*3

Longit-longit

Rosio protein kreotinin


ATAU cosl eritrosit

828
8

Keterongon: *Kriterio SLICC bersifot kumulotif don iidok horus timbul podo woktu yong bersomoon SLICC:Sysfemic Lupus lnlernoliono/
Colloboroting C/inics; ANA: onflnuc/eor onlibody: ontidsDNA: onlr-doub/e-stronded DNA; ELISA: enzymelinked immunosorbenl ossoy

DIAGNOSIS BANDING3
Undifferentiated connective tissue disease (UCfD), artritis reumatoid, sindrom
vaskulitis, sindrom sjogren primer, sindrom anti-fosfolipid primer, fibromyalgia,lupus
imbas obat,

Derojot Berol Ringonnyo Penyokit tES


Seringkali terjadi kebingungan dalam proses pengelolaan LES, terutama
menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan pemantauan
efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang dilakukan
untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah dengan ditetapkannya
gambaran tingkat keparahan LES.

829
Penyakit LES dapat dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa.
a Kriteria untuk dikatakan LES ringan adalah:3
7. Secara klinis tenang
2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal,
susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
4. Tidak ditemukan tanda efek samping atau toksisitas pengobatan
Contoh LES dengan manifestasi artritis/atralgia dan kulit.
a Penyakit LES dengan tingkat keparahan sedang apabila ditemukan.3
1.. Nefritis ringan sampai sedang (Lupus nefritis kelas I dan III
2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)
3. Serositis mayor
a Penyakit LES berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan
sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu3:
1. Jantung: endokarditis Libman-Socks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis,
tamponade jantung, hipertensi maligna.
2. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru,
infark paru, fibrosis interstisial, shrinking lung.
3. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika,
4. Ginjal: nefritis persisten, RPGN (rapidly progressive glomerulo nephritis),
sindroma nefrotik.
5. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
6. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa,
mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.
7. Otot: miositis.
8, Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3J,
trombositopenia <20.000 /mm,3 purpura trombotik trombositopenia,
trombosis vena atau arteri.
9. Konstitusional: demam tinggiyang persisten tanpa bukti infeksi.

Peniloion Aktifitos Penyokit IES


Perjalanan penyakit LES yang ditandai dengan eksaserbasi dan remisi, memerlukan
pemantauan yang ketat akan aktifitas penyakitnya. Untuk itu dapat digunakan berbagai
indeks aktifitas penyakit seperti SLEDAI, MEX-SLEDAI, SLAM, BILAG Score, LAM-6
dsb. Dianjurkan untuk menggunakan MEX-SLEDAI atau SLEDAL MEX-SLEDAI lebih

830
mudah diterapkan pada pusat kesehatan primer yang jauh dari tersedianya fasilitas
laboratorium canggih, dengan cara sebagai berikut: a

Masukkan bobot MEX SLEDAI bila terdapat gambaran deskripsi pada saat
pemeriksaan atau dalam 10 hari ini.

n n

IOIAI, SKOR MEX-SI.EDA'


I,5,6
PENGELOTAAN
Pengelolaan pasien SLE harus dilakukan secara komprehensif dengan
memperhatikan berbagai faktor seperti jenis organ yang terlibat dan derajat berat
ringannya, aktifitas penyakit, komorbiditas, dan komplikasi.
Pengelolaan ini terdiri dari:
7. Edukasi dan konseling: penjelasan tentang penyakit Lupus, perjalanan penyakit,
program pengobatan yang direncanakan, komplikasi dan perlunya upaya
pencegahan termasuk menghindari paparan sinar matahari (ultraviolet)
2. Rehabilitasi: istirahat, terapi fisik, terapi dengan modalitas, ortosis
3. Medikamentosa berdasarkan keterlibatan organ dan derajat aktifitas penyakit:
- SLE ringan: parasetamol, OAINS, kortikosteroid topikal, klorokuin,
kortikosteroid oral dosis rendah, tabir surya
- SLE sedang: kortikosteroid dosis sedang-tinggi, beberapa imunosupresan
seperti azatioprin dan mikofenolat mofetil (MMFI
- SLE berat atau mengancam nyawa: kortikosteroid pulse dose, siklofosfamid
Terapi lain yang dapat digunakan pada kondisi respons steroid yang tidak adekuat
atau diperlukan sferord sporing qgent antara lain: MMF, siklosporin, azatioprin,
metotreksat, klorokuin, rituximab. 2

KOMPTIKAS!
Anemia hemolitik, trombosis, lupus serebral, neflritis lupus, infeksi sekunder.l'2

PROGNOSIS
Angka harapan hidup pasien dengan SLE di Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan
Cina sekitar 950/o dalam 5 tahun, 90% dalam 10 tahun, 78o/o dalam 20 tahun. Ras
Afrika-Amerika dan Hispanik-Amerika keturunanmestizo mempunyai prognosis lebih
buruk daripada ras kaukasia. Prognosis di negara berkembang lebih buruk daripada
negara maju yaitu dengan angka kematian 50% dalam 10 tahun; seringkali berkaitan
dengan saat pertama kali terdiagnosis, antara lain: pasien dengan nilai kreatinin serum
>124 mol/L atau >1.4 mg/dL, hipertensi, sindroma nefrotik (ekskresi protein urin
>2.6 g/24 jam), anemia (hemoglobin <724 g/L atau <1.2.4 g/dL), hipoalbumin, jenis
kelamin laki-laki, dan ras fAfrika-Amerika dan Hispanik-Amerika keturunan mestizo).
Disabilitas pada pasien SLE karena kelelahan kronis, artritis, nyeri, adanya penyakit
ginjal. Remisiterjadi pada25 %o kasus selama hanya beberapa tahun. Kematian pada
dekade pertama karena penyakit sistemik, gagal ginjal, tromboemboli, dan infeksi.2

832
UNIT YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
. RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan Departemen Ilmu Penyakit Dalam - DivisiAlergi Imunologi,
Divisi Ginjal Hipertensi, Divisi Pulmonologi, Divisi
Hematologi dan Departemen Ilmu Penyakit Kulit-Kelamin
a RS non pendidikan Departemen Ilmu Penyakit Kulit-Kelamin

REFERENSI
1 . lsbogio H, Albor Z, Kosjmir Yl, Setiyohodi B. Lupus Eritemotosus Sistemik. ln:Sudoyo AW, Setiyohodi
B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokorto: lnterno Publishing;
2009.p. 2s6s-77.
2. Hohn BH. Systemic Lupus Erythemotosus. ln:Longo DL, Kosper DL, Jomeson JL, Fouci AS, Houser
SL,Loscolzo J. Horrisons Principles of Internol Medicine l8th ed. USA: The McGrow Hill componies;
2012.p.2724-3s
3. Petri M, Orboi AM, Alorcon GS, et ol. Derivotion ond volidotion of the systemic lupus internotionol
colloboroting clinics clossificotion criterio for systemic lupus erythemotosus. Arthritis Rheum.
2012;64(81:2677-86.
4. Americon College of Rheumotology Ad Hoc Committee on systemic lupus erythemotosus
guidelines. Arthritis Rheum 1 999 ;a2p 11 7 85-9 6
5. Guzmon J, Cordiel MH, Arce-solinos, et ol. Meosurement of diseose octivity in systemic lupus
erythemotosus. Prospective volidotion of 3 clinicol indices. J Rheumotol 1992;19:155,l-1558
6. Petri M. Systemic Lupus Erythemotosus. ln: lmboden J, Hellmonn DB, Stone JH. Current
Rheumotology Diognosis ond Treotment. Singopore: McGrow Hill; 2005. P.171-178
7. Rekomendori IRA 20,l I

833
NYER PI GGANG

PENGERTIAN
Nyeri pinggang diartikan sebagai nyeri pada daerah pinggang atau punggung
bagian bawah (low back pain) yaitu daerah di daerah lumbal antara tulang rusuk
paling bawah dan garis pinggang. Identifikasi faktor risiko penting untuk memahami
penyakit dasarnya, umumnya berhubungan dengan radikulopati, fraktur, infeksi,
tumor, atau nyeri alih visera.l'2
Klasifikasi nyeri pinggang (LBP):3
- Akut : durasi 0-3 bulan
- Kronik: durasi >3 bulan

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
. Deskripsi nyeri pinggang: sifat, tingkat beratnya nyeri, onset, durasi, frekuensi,
lokasi nyeri, distribusi/penjalaran, serta faktor pencetus atau yang memperberat.
. Adakah tanda bahaya (red flags) atau tanda waspada $tellow flags).1'2
. Adakah defisit neurologis

Tobel l. Tondo-londo olorm nyeri pinggong2s'6


Red Flogs (tondo bohoyo) Yellow Floqs (londo wospodo)
Pemeriksoon Fisika
. Inspeksi bentuk tulang belakang dengan posisi pasien berdiri, terlentang, atau
telungkup:adakah kifosis/skoliosis/hiperlordosis/gibbus/deformitas Iain
. Palpasi untuk menilai kelainan struktur anatomis, Iokasi dan adanya nyeri tekan
. Perkusi daerah sekitar tulang belakang seperti pemeriksaan nyeri ketok pada
daerah kostovertebra untuk menyingkirkan kemungkinan sumber nyeri dari ginjal
. Pemeriksaan persendian sakroiliaka: tes Fabere atau Patrick yaitu abduksi dan
rotasi eksternal panggul; pelvic rock test dengan cara meletakkan jari-jari pada
krista iliaka bilateral dan ibu jari pada spina iliaka anterior superior dan kemudian
dilakukan tekanan kea rah garis tengah.
. Pemeriksaan neurologis sesuai dermatom keluhan nyeri, tes Laseque atau straight
leg raising fStR_/atau reverse.Sl& serta pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas
inferior.
. Pemeriksaan pergerakan tulang belakang: Schober test, Iateral flexion.
. Sindrom kauda ekuina ditandai dengan kesulitan miksi, berkurangnya tonus
sphincter ani atau inkontinensia alvi, saddle anaesthesia, gangguan berjalan,

DIAGNOSIS ETIO[OGI',2,4

Berosol doritulong belokong don sekitornyo


. Mekanis: herniasi diskus, spondilolistesis, stenosis spinalis, hiperostosis skeletal
difus idiopatik, fraktur; idiopatik (lumbago, sprain and strain)
. Neoplasma
. Infeksi (spondilitis TB)
. Inflamasi (spondilitis ankilosa)
. Metabolik

Berosol dorivisero
. Nefrolitiasis
. Pielonefritis
. Pankreatitis
. Kolelitiasis
. Endometriosis

83s
Nyeri pinggang
(di luor seblb trouno, non-spinol, otou penyokit sistemik)

Anamnesis dan pemeriksaan fisik :

. Lama gejala
. Fahor risiko yanB mengarah ke kondisi berat ( RED FI-AG )
. Gejala-gejala yang mengarah pada radikulopati atau stenosis spinal
. Adanya tanda dan Keparahan defis t neurogis
. Fahor risiko psikososial

Konsul ke spesralrs
KecuriBaaan kuat adanya keganasan, nfeksi/inflamasi, sindrom Ya N4Rl atau CT scan
kauda eku na, atau defisit neurologis berat/progreslf

Tidak

r PertimbanBkan pemeriksaan
Tidak mengarah kuat pada keganasan, infeksi/inflamasi, atau radiologi/foto polos awa (pada
fraktur kompres vertebra, atau kondisi spesifik ain, tetapi Ya banyak kasus)
terdapat satu atau lebih faktor risiko . Pertimbangkan pemeriksaan LED

untuk evaluasi keganasan, infeksi


Tidak atau inflamasi
. .lika faktor risiko lemah ke arah
Tidak diperlukan pemeriksaan radiologi rutin atau tes diatnosis kondisi berat ) pertimbangkan
lain Berikan informasi dan nasehat perawatan diri kepada pasien teraDi aw al
. Berikan informasi tentanB tarBet yang diharapkan serta
perawatan diri yang efektif
o Sarankan sebisa mungkin melanjutkan aktifitas, tidak dianjurkan Terdapat kondisi spesifi k
bed rest
Tidak
. lelaskan indikasi pemeriksaan kembali dan untuk diagnosis Ya

Evaluasi dan berikan terapi yanB sesuai

Nyeri pinggang sedang dan tdak ada gangguan fungsi yang Ya Lanjutkan perawatan dlri
signifikan Je askan indikasi pemeriksaan kembali

Tidak

PertimbanBkan terapi farmakologl, non-farmakologi/non-invasi[, sebagai terapi awal


Terapi farmakologi : asetaminofen, NSAID, opioid, tramadol, benzodiazepin, obat pelemas otot (nyeri pinggang akut),

antidepresan trisiklik (nyeri pinggang kronik)


Terapi non-farmakologi (untuk nyeri pinggang kronik): akupuntur, labhan fisik, mossoge, yoBa, terapi behavioral,
manipulasi spinal (juga untuk nyeri pinggang akut), rehabilitasi fisik yang holistik

Terapi inisial
Pasien bersedia menerima risrko dan manfaat terap
Evaluasi respon terapi
Ya
Tidak

Lanl!tkan perawatan diri, pasien konhol setelah satu bu an

Lanjutkan perawatan diri


Nyeri pingganB teratasi atau memberat dengan tanpa
le askan indikasi untuk kontrol
disertai gangguan f ungsl

836
KOMPLIKASII
Kerusakan sarafpada ganglion nervus dorsalis

PROGNOSI53

Sebagian besar nyeri pinggang mekanik sembuh spontan dengan penjelasan,


reassurance, dan analgesik sederhana. Setelah 2hari,30%o mengalami perbaikan, dan
dalam 6 minggu, 90% sembuh. Akan tetapi nyeri berulang sering terjadi, dan pada 10-
L5% pasien dengan nyeri pinggang akut yang menjadi kronis, 85% merupakan nyeri
punggung.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
: Departemen
. RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan Departemen Ilmu Penyakit Dalam - DivisiGinjal Hipertensi,
Departemen Neurologi, Departemen Bedah Saraf,
Departemen Bedah Orthopedi
o RS non pendidikan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

REFERENS!
I . Bock ond Neck Poin. ln: Longo DL, Kosper DL, Jomeson DL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, editors.
Horrison's Principols of Internol Medicine l8rh ed. McGrow Ht|.2012
2. Kosjmir Yl. Nyeri Spinol. Dolom: Sudoyo AW, e.t ol editor. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom jilid ll edisl
V. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI, 201 I hlm 1314 - 6.
3 Huddleston J. Hip ond Knee Poin. ln: Firestein G, Budd R, Horris Jr E et ol. Kelley's Textbook of
Rheumotology. 8th Edition. Vol L Philodelphio: Elsevier Sounders. 2008
4. Colledge NR, Wolker BR, Rolston SH, editors. Presenting Problems ln Musculoskeletol Diseose. ln:
Dovidson's Principles ond Proctice of Medicine 2l* ed. Churchill Livingstone-Elsevier: 20l0.Poge
1072 - 4.

5. The Peterborough Bock Rules chort templote. G. Powell ond The Peterborough Bock Rules Working
Group. September, 1997.
6. Guide to Assessing Psychosociol Yellow Flogs in Acute Low Bock Poin: Risk Foctors for Long-Term
Disobility ond Work Loss. Jonuory 1997

837
OSTEOPOROSIS

PENGERTIAN
Osteoporosis didefinisikan sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
compromised bone strength sehingga tulang mudah patah. Meningkatnya aktivitas
resorpsi tulang (bone resorption) melebihi aktivitas pembentukan tulang (bone
formation) merupakan patogenesis utama terjadinya osteoporosis. Pada wanita
post-menopausehaltersebutterjadi karena adanya defisiensi estrogen. Osteoporosis
merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur dan densitas tulang
merupakan faktor risiko osteoporosis yang berhubungan erat dengan risiko terjadinya
fraktur osteoporotik.l'2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr'3
. Keluhan utama: Seringkali pasien tidak disertai keluhan sampai timbul fraktur.
Apabila sudah terjadi fraktur maka akan memberikan gejala sesuai lokasi fraktur
fleher femuL vertebra torakal dan lumbal, distal radius) misalnya nyeri pinggang
bawah, penurunan tinggi badan, kifosis.
. Faktor risiko osteoporosis atau penyebab osteoporosis sekunder:
- Riwayat konsumsi obat-obatan rutin: kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan

ffenitoin, fenobarbital, karbamazepin, pirimidon, asam valproat), warfarin.


- Penyakit-penyakit lain yang berkaitan dengan osteoporosis: penyakit ginjal
kronik, saluran cerna, hati, hipertiroidisme, hipogonadisme, sindrom Cushing,
insufisiensi pankreas, artritis reumatoid.
- Faktor-faktor lain: merokok, peminum alkohol, riwayat haid, menarche,
menopause dini, penggunaan obat-obat kontrasepsi, riwayat keluarga dengan
osteoporosis, asupan kalsium kurang.

P ndu nPra!fiill( nis


Perh mpunan Dokter Spesralir Penlak t Da.m lndones a
Pemeriksoon Fisik''3
. Keadaan umum, tinggi dan berat badan, gaya berjalan, deformitas tulang, leg-
length inequality.
. Evaluasi gigi geligi
. Tanda-tanda goiteq, atau adanya jaringan parut pada leher dapat menandakan
riwayat operasi tiroid.
. Protuberansia abdomen yang dapat disebabkan oleh kifosis
. Kifosis dorsal (Dowager's Hump), spasme otot paravertebra
. Nyeri tulang atau deformitas yang disebabkan oleh fraktur
. Kulit yang tipis (tanda McConkey)

Pemeriksoon Penunjong
. Radiologis
o Foto polos (untuk kecurigaan fraktur osteoporosis misalnya pada fraktur
vertebra atau panggul)
o Dual Energy X-Ray Absorptiometry [D)G) untuk mengukur Bone Mineral Density
(BMD).46
- Indikasi: wanita premenopause dengan risiko tinggi, laki-laki dengan satu
atau lebih faktor risiko [hipogonadisme, pengguna alkohol, osteoporosis
pada radiografi, fraktur karena trauma ringan), imobilisasi lama flebih
dari 1 bulan), masukan kalsium yang rendah lebih dari 10 tahun, artritis
reumatoid atau spondilitis ankilosa selama lebih dari 5 tahun terus
menerus, awal pengobatan kortikosteroid atau methotrexat dan setiap 1-2
tahun pengobatan, menggunakan terapi antikonvulsan dengan dilantin atau
fenobarbital selama lebih dari 5 tahun, kreatinin klirens < 50 mililiter/
menit atau penyakit tubular ginjal, osteomalasia, hiperparatiroidisme,
penggunaan terapi pengganti tiroid lebih dari 10 tahun, evaluasi terapi
osteoporosis, wanita postmenopause dengan 2 atau lebih faktor risiko.
- Pada wanita postmenopause dan laki-laki > 50 tahun tanpa adanya fraktur
patolo gis men ggunakan T- s core'.
- Nilai T-score > -1 dikatakan normal
- Nilai T-score -1 sampai dengan -2,5 dikatakan osteopenia
- Nilai T-score < -2,5 dikatakan osteoporosis
r Pada wanita premenopause dan laki-laki < 50 tahun, dan anak-anak
menggunakan Z-score:

839
- Nilai Z-score > -2 dikatakan within expected range for age
- Nilai Z-score s -2 dikatakan low BMD for chronological age
tr Keterangan:
Bagian tulang yang diperiksa adalah: tulang belakang (L1,-L4), tulang
panggul (femoral neck, total femoral neck),lengan bawah (diperiksa bila
tulang belakang dan/atau panggul tidak dapat diukur; hiperparatiroidisme,
obesitasJ.

. Petanda biokimia tulang3


Tabel 1 memuat semua petanda biokimia tulang yang dapat diperiksa dari sampel
darah atau urin, yang terbagi dalam kelompok petanda pembentukan/formasi dan
resorpsi tulang.

Tobel l. Pelondo Biokimio Tulong3

Pemeriksaan petanda biokimia tulang ini ditujukan untuk menil ai turnover tulang.
Pada osteoporosis high bone turnover pemeriksaan petanda biokomia tulang bisa
digunakan untuk menilai respon terapi secara lebih dini.

DIAGNOSIS BAND!NG
Osteomalasia, tumoI osteonekrosis, metastasis, osteogenesis imperfekta, renal
osteodystrophy, sickle cell anemia, fraktur patologis sekunder yang disebabkan metastasis.l'3

TATA[AKSANAI.3

Non formokologis
. Edukasi dan pencegahan
. Latihan dan program rehabilitasi

840
- Belum terkena osteoporosis: sifat latihan adalah pembebanan terhadap tulang
- Pasien osteoporosis: latihan dimulai dengan latihan tanpa beban, kemudian
ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai latihan beban yang adekuat.
a Memenuhi kebutuhan kalsium > L200 mg/hari dan Vitamin D 800 - 1000 U/hari.
a Paparan sinar matahari yang cukup

Formokologis
. Bifosfonat:
Alendronat, dosis 10 mg/hari atau 70 mg/minggu peroral
Risendronat, dosis 5 mg/hari atau 35 mg/minggu atau 150 mg/bulan peroral
Ibandronat, dosis 150 mg/bulan peroral atau 3 mg/3bulan intravena
Asam Zoledronat, dosis 5 mg/tahun intravena
. Selective Estrogen Receptor Modulator (SERM): Raloxifene, dosis 60-120 mg/hari
. Terapi lainnya
- Kalsitriol
- Hormon Paratiroid
- Strontium Ranelat
- Kalsitonin injeksi [untuk pencegahan acute bone loss pada pasien dengan
imobilisasi, diberikan paling lama empat mingguJT
- Denosumab (belum tersedia di Indonesia)

Bedoh
Tindakan pembedahan dilakukan bila terjadi fraktur; terutama fraktur panggul.
Beberapa hal yang harus diperhatikan:
L. Penderita osteoporosis usia lanjut dengan frakturl bila diperlukan tindakan
bedah, sebaiknya segera dilakukan untuk menghindari imobilisasi yang lama dan
komplikasi fraktur,
2. Tujuan pembedahan adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga
mobilisasi dapat dilakukan sedini mungkin.
3. Asupan kalsium harus tetap diperhatikan, sehingga mineralisasi kalus menjadi
sempurna.
4. Walaupun dilakukan pembedahan, terapi medikamentosa tetap diberikan.

KOMPTIKASI
Kifosis, penurunan tinggi badan, nyeri punggung, nerve entrapment syndrome,
peningkatan risiko jatuh, dan fraktur.l'3
tidok
Froklur pod

sool ini iidok


Glukokortikoid Pilih YAopobilo soot ini posien sedong mengonsumsi glukokortikoid orol otou
teloh terpopor glukokortikoid orol selomo > 3 bulon podo dosis ekuivolen
dengon prednisolon 5 mg per hori
teloh
YAo n yong erot
osteoporosis uk diobetes tipe l, imperfekto podo

UNII YANG MENANGANI


. RS Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
. RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

842
UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Bagian bedah - ortopedi, Rehabilitasi Medik
. RS Non Pendidikan Bagian bedah - ortopedi, Rehabilitasi Medik

REFERENSI
1 . Lindsoy R, Cosmon F. Osteoporosis.ln: Longo Fouci Kosper, Honison's Principles of lnternol Medicine
l8th Edition United Stotes of Americo. McGrow Hil.2012
2. Setiyohodi B. Osteoporosis. Dolom:Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku
Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010:2650-76
3. Soog G, Sombrook P, Wotts N. Osteoporosis. In: Klippel J, Stone J, Crofford L, White P. Primer on
the Rheumotic Diseose. l3th Edition. Springer.2008
4. Curtis JR, Delzell E, Kilgore M, Potkor NM, Sooq K, Worriner AH. Which Froctures Are Most Attributoble
to Osteoporosis? J Clin Epidemiol 2011 )on:64(11:46
5. Qoseem A, Snow V, Shekelle P, Hopkins R Jr, Forcieo MA, Owens DK, Clinicol Efficocy Assessment
Subcommittee of the Americon College of Physicions. Phormocologic treotment of low bone
density or osteoporosis to prevent froctures: o clinicol proctice guideline from the Americon
College of Physicions. Ann lntern Med. 2008 Sep l6;1 4916):404-15
6. Botes D, Block DM, Cummings SR. Clinicol Use of Bone Densitometry: Scientiflc Review. JAMA
2002 Ocl I 6;288( I 5); I 889
7. FRAX. WHO Frocture Assessment Tool. Diokses melolui http://www.shef.oc.uk/FRAX/tool.
jsp?country=46 podo ionggol 5 Mei 2012

843
OSTEOART TIS

PENGERTIAN
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dan inflamasi yang ditandai
dengan perubahan patologik pada seluruh struktur sendi. Keadaan patologis yang
terjadi adalah hilangnya rawan sendi hialin, diikuti penebalan dan sklerosis tulang
subkondral, pertumbuhan osteofit pada tepi sendi, teregangnya kapsul sendi, sinovitis
ringan, dan kelemahan otot yang menyokong sendi.l'2
Secara etiopatogenesis, osteoartritis adalah kegagalan perbaikan kerusakan sendi
yang disebabkan oleh stres mekanik yang berlebih. Faktor mekanik yang mendasari
OA adalah peningkatan stres intra-artikular patologis, yang terjadi akibat peningkatan
kuantitatif dari pembebanan sendi (misalnya pembebanan impulsif berulangJ. Beban
impulsif menyebabkan jejas mikro pada tulang subkondral dan rawan sendi yang
melebihi kemampuan sendi untuk memperbaiki kerusakan. Inflamasi pada osteoartritis
timbul sekunder akibat produk degradasi rawan sendi dan tulang.3's
Faktor risiko osteoartritis adalah faktor genetik, faktor konstitusional [usia, jenis
kelamin perempuan, obesitas), dan faktor biomekanik (jejas sendi, penggunaan pada
pekerj aan, berkurangnya kekuatan otot, m al al ig nme nt sendiJ.2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Tobel l. Krilerio diognosis osteoorlrilis lutul berdosorkon ACR lohun 19866,7

don
berikut:
L Usio > 50 tohun l. Usio > 50 tohun
2. Koku sendi < 30 menit
3. Krepitus
4. Nyeri tulong
5. Pembesoron tulong
6. Tidok terobo hongot podo
polposi polposi
7. LED < 40 mm/jom

inis
Kriteria diagnosis osteoartritis tangan berdasarkan kriteria ACR tahun 19906'8
1,. Nyeri tangan atau kaku, dan
2. Tiga dari empat dari kriteria berikut:
a) Pembesaran jaringan keras pada >2 dari 10 sendi tangan tertentu [sendi DIP II
dan III, sendi PIP II dan III, serta sendi CMC I pada tangan kiri dan kananJ
b) Pembesaran jaringan keras pada > 2 sendi DIP
c) Pembengkakan pada < 3 sendi MCP
d) Deformitas pada minimal 1 dari l-0 sendi tangan tertentu.
Kriteria diagnosis osteoartritis sendi pinggul berdasarkan kriteria ACR tahun
L99le
7. Nyeri pinggul, dan
2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut:
al LED < 20 mm/jam
b) Radiologi: terdapat osteofit pada femur atau asetabulum
c) Radiologi: terdapat penyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medialJ

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding perlu dipikirkan terutama pada osteoarthritis dengan efusi
sendi atau inflamasi minimal. Diagnosis banding pada kasus tersebut adalah: Reumatik
ekstraartikuler [bursitis, tendinitis), artritis gout, artritis reumatoid, artritis septik,
spondilitis ankilosa, dan hemokromatosis. 10

TATALAKSANA

Nonformokologis
Edukasi, menghindari aktivitas yang menyebabkan pembebanan berlebih pada
sendi, olahraga untuk penguatan otot lokal dan olahraga aerobik, penurunan berat
badan jika berat badan berlebih atau obes, aplikasi lokal panas atau dingin, peregangan
sendi, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), penggunaan penyokong sendi,
penggunaan alat bantu pada yang mengalami gangguan dalam aktivitas sehari-hari. 2,10

845
Formokologisz,to
1,. Antinyeri: Parasetamol, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) topikal atau sistemik

fbaik yang nonspesifik maupun spesifik COX II), opioid, tergantung derajat nyeri dan
inflamasi
2. Pertimbangkan injeksi kortikosteroid intraartikular terutama untuk OA lutut
dengan efusi.
3. Injeksi hialuronat atau yiscosupplement intra-artikular untuk OA lutut

Bedoh
Tindakan bedah dilakukan jika terapi farmakologis sudah diberikan dan tidak
memberikan hasil misalnya pasien masih merasa nyeri, disabilitas, dan mengurangi
kualitas hidup mereka. Tindakan bedah yang diindikasikan untuk osteoartritis lutut
dan sendi panggul adalah total joint arthroplasty.2

KOMPLIKASI
Deformitas sendi

PROGNOSIS
Osteoartritis tangan memiliki prognosis yang baik. Keterlibatan dasar ibu
jari memiliki prognosis yang lebih buruk. Osteoartritis lutut memiliki prognosis
yang bervariasi. Osteoartritis sendi pinggul memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan osteoartritis pada tempat lain. Faktor risiko untuk total hip replacement
adalah usia >60 tahun, kaku pagi, nyeri pada kemaluan atau paha sisi medial,
berkurangnya ekstensi/ adduksi, rotasi internal yang nyeri, IMT <30 kg/m2.11

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
. RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNII TERKAIT
. RS pendidikan Departemen Bedah - Orthopedi, Rehabilitasi Medik
. RS non pendidikan Departemen Bedah

846
REFERENSI
1. Soeroso J, lsbogio H, Kolim H, Broto R, Promudiyo R. Osteoortritis. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi
B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto;
lnternoPublishing; 2009. Hol. 2538-49
2. Felson DT. Osteoorthritis. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo
J,penyunting. Honison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 2012.
Hol.2828-36
3. Brondt KD, Dieppe P, Rodin EL. Etiopothogenesis of osteoorthritis. Rheum Dis Clin N Am 2008;34:531-59
4. Notionol Colloboroting Centre for Chronic Conditions. Osteoorthritis: notionol clinicol guideline
for core ond monogement in odults. London: Royol College of Physicions, 2008
5. Abromson SB, Attur M. Developments in the scientific understonding of osteoorhtritis. Arthritis
reseorch ond theropy 2009 , 11:227
6. Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH, penyunting. Primer on the rheumotic diseoses. Edisi
Xlll. New York: Springer Science;2008. Hol 669-82
7. Altmon R, Asch E, Block G, et ol. Development of criterio for the clossiflcoiion ond reporting of
osteoorthritis: clossificotion of osteoorthritis of the bone. Arthritis Rheum 1986:29. 1039-49.
8. Altmon R, Alorcon G, Appelrouth D, Bloch D, Borenstein D, Brondt K. The omericon college of
rheumotology criterio for the clossificotion ond reporting of osteoorthritis of the hip. Arthritis ond
Rheumotism I 991 ;34:5:505-14
9. Altmon R, Alorcon G, Appelrouth D, et ol. The Americon College of rheumotology for the
clossificotion o nd reporting of osteoorthritis of the bone. Arthritis Rheum 1 990; 33: I 601 - I 0.
10. Conoghon PG, Dickson J, Gront RL. Core ond monogement of osteoorthritis in odults: summory
of nice guidonce. BMJ 2008;336:502-3
I l. Lievense AM, Koes BW, Verhoor JAN, Bohnen AM, Biermo-Zeinstro SMA. Prognosis of hip poin in
generol proctice: o prospective followup study. Arthritis ond rheumotism200T:57 (8): 1368-1374

847
EU AT K KST AA T KULA

PENGERTIAN
Reumatik ekstraartikular adalah sekelompok penyakit dengan manifestasi klinik
umumnya berupa nyeri dan kekakuan jaringan lunak, otot atau tulang tanpa hubungan
yang jelas dengan sendi bersangkutan ataupun penyakit sistemik serta tidak semuanya
dapat dibuktikan penyebabnya. Terdapat tiga faktor yang diduga menjadi penyebab
REA antara lain mekanikal, inflamasi dan deposisi kristal. Beberapa penyakit reumatik
ekstraartikular yang penting dan sering ditemui adalah periartritis kalsifik, entesopati,
tenosinovitis, bursitis. Pada bab ini, reumatik ekstraartikular yang akan dibahas adalah
berdasarkan lokasi bagian tubuh yang terkena.l'2

PENDEKAIAN DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Keloinon Reumotik podo Bohur,3,4


L. Rotator cuff tendinitis
Anamnesis: nyeri saat abduksi aktifterutama pada sudut 600 - 1200, nyeri hebat
pada otot deltoid lateral, nyeri biasanya dijumpai pada malam hari. Pada kasus
yang lebih berat, nyeri dirasakan mulai awal abduksi dan sepanjang Iingkup gerak
sendi (LGSJ. Nyeri bertambah hebat apabila lengan dalam posisi menjangkau,
mendorong, menarik, mengangkat, meluruskan lengan setinggi bahu atau
berbaring ke sisi yang sakit.
Pemeriksaan fisik: pemeriksaan LGS aktif dengan tahanan akan menimbulkan rasa
nyeri sesuai dengan tendon yang terlibat, misalnya supraspinatus untuk gerakan
abduksi.
Diagnosis banding: robekan rotator cuff, angina pektoris, tendinitis bisipital,
radikulopati servikal,
2. Frozen shoulder syndrome
Anamnesis: Nyeri pada bagian atas humerus dan menjalar ke lengan atas bagian
ventral, scapula, lengah bawah serta terutama bila lengan atas digerakkan dan
kambuh pada malam hari, gerakan abduksi, elevasi dan rotasi eksternal terbatas,
umumnya menyerang usia di atas 40 tahun.
Pemeriksaan fisik: nyeri pada palpasi, pemeriksaan LGS aktif dan pasif terbatas
ke semua arah
Diagnosis banding: artritis glenohumeral.
3. Tendinitis bicipital
Anamnesis: nyeri difus pada anterior bahu, nyeri bersifat kronis dan berkaitan
dengan penjepitan tendon bisep oleh akromion.
Pemeriksaan fisik: palpasi daerah bisipital, terdapat nyeri pada manuver supinasi
lengan bawah melawan tahanan (Yergason's srgnJ, fleksi bahu melawan tahanan
(speed's fesf), ekstensi bahu.
Diagnosis banding: robekan labral, osteoartritis, robekan rotator cuff, rotator cuff
ten dinitis, bursitis subakromial.

Keloinon Reumotik podo Siku'.2


1. Epikondilitis lateral (tennis elbow) dan epikondilitis medial (golfer's elbow)
Anamnesis: nyeri lokal subakut atau kronik pada bagian medial (golfer's elbow)
atau lateral sendi siku (tennis elbow), menyerang lengan yang dominan, kadang-
kadang dapat timbul bilateral, tidak ditemukan adanya hambatan sendi.
Pemeriksaan fisik: nyeri tekan pada atau sekitar (epicondylusJ lateral atau medial,
Diagnosis banding: radikulopati servikal, fibromialgia, robekan pronator teres,
neuritis ulnar.
2. Bursitis olekranon
Anamnesis: pembengkakan pada daerah posterior siku, nyeri yang memberat dengan
adanya tekanan, adanya riwayat trauma terisolasi atau mikrotrauma berulang.
Pemeriksaan fisik: Pembengkakan, nyeri dan hangat pada palpasi olekranon dan
sering disertai efusi

Keloinon Reumolik podo Joridon Tongopt,z,n


L, Stenosing tenosinovitis (trigger finger)
Anamnesis: nyeri lokal pada basis jari yang terkena, gerakan makin lama makin
kaku hingga suatu saat jari tak dapat diluruskan kembali yang terasa terutama
malam hari, sensasi 'pop' atau 'klik' bila jari digerakkan, bengkak, bila terkena >

3 jari tangan cari kaitan dengan diabetes dan hipotiroid.


Pemeriksaan fisik: nodul yang terasa nyeri pada telapak tangan distal yang bergerak
dengan fleksi dan ekstensi jari dan bunyi 'klik'.
2. Tenosinovitis De Quervain
Anamnesis: nyeri lokal pada bagian punggung pergelangan tangan menjalar ke ibu
jari dan lengan atas sisi radial, benda yang dipegang terlepas sendiri dari genggaman.
Pemeriksaan fisik: nyeri dan pembengkakan tendon di daerah prosesus stiloideus
radii, tes Finkelstein positif (nyeri bertambah dengan adduksi ibu jari dan deviasi
ulnar).
3. Carpal Tunnel Syndrome
Anamnesis: parastesia atau mati rasa pada ibu jari, telunluk dan jari tengah, dapat
menjalar hingga telapak tangan, keluhan semakin bertambah pada saat mengetuk,
memeras, menggerakkan pergelangan tangan, nyeri bertambah hebat pada malam
hari, pergelangan tangan terasa diikat ketat dan kaku gerak.
Pemeriksaan fisik: kekuatan tangan menurun, atrofi tena4 tes provokasi (phalen
test), Tinnel's sign.
Diagnosis banding: sindrom nyeri servikobrakial, mononeuritis multipleks.

Keloinon Reumotik podo Ponggulr.2,8

trokonterik
Bursitis
Anamnesis: nyeri di daerah trokanter mayor, pembengkakan lokal, rasa nyeri
terutama malam hari, nyeri dirasakan intensif bila berjalan, gerakan yang bervariasi
dan berbaring pada sisi yang terkena.
Pemeriksaan fisikr nyeri tekan di atas daerah panggul lateral dan dapat menjalar
ke bawah, ke kaki atau ke lutut, nyeri bertambah pada rotasi eksternal dan abduksi
melawan tahanan, tenderness point pada daerah trokanterik.
Diagnosis banding: radikulopati, osteoartritis panggul.

Keloinon Reumotik podo Lulul


L. Kista popliteal (Baker's cyst)l'z
Anamnesis: bengkak ringan pada lutut bagian belakang, rasa tidak nyaman di lutut
terutama dalam keadaan fleksi dan ekstensi penuh,
Pemeriksaan fisik: tampak kista apabila pasien berdiri dan diperiksa dari belakang,
pembengkakan yang difus dari betis bila terjadi ruptur kista.
Diagnosis banding: tromboflebitis [bila ruptur kista),
2. Bursitis pes anserinaT
Anamnesis: nyeri, kadang-kadang bengkak dan terasa panas di bagian medial
inferior dan distal garis sendi lutut, nyeri bertambah berat apabila naik tangga.
Pemeriksaan fisik: nyeri tekan dan pembengkakan pada daerah bursa anserine
[anteromedial dari tibia proksimal), nyeri memberat dengan kontraksi otot
sartorius, grasilis dan semitendinosus
3. Bursitis prepatelar (Housemaid's knee)t2
Anamnesis: nyeri saat berlutut, terasa kaku.
Pemeriksaan fisik: bengkak superfisial dan merah pada bagian anterior lutut.
Diagnosis banding: infeksi, gout, pseudogout, frakturi dislokasi patella, robekan
ligamen, bursitis infrapatella.
4. Tendinitis patellarr'2'6
Anamnesis: nyeri di daerah tendon patella, nyeri saat melompat, naik tangga atau
jongkok
Pemeriksaan fisik: nyeri tekan pada tendon patellar.

Keloinon Reumotik podo Koki don Pergelongon',2


1,. Tendinitis Achilles
Anamnesis: nyeri tumit posteriol, nyeri tajam di atas tumit terutama pada saat
awal melangkah setelah duduk, nyeri dan kaku terlokalisasi pada distal tendon
Achilles, fl eksibilitas pergelangan kaki terbatas saat berjalan.
Pemeriksaan fisik: pembengkakan, nyeri tekan tendon Achilles, nyeri pada
pergerakan aktif dan pasif dorsofleksi.
2. Fasciitis plantoris
Anamnesis: nyeri pada area plantar tumit, serangan biasanya bertahap atau diikuti
beberapa trauma atau penggunaan berlebihan pada aktivitas atletik, berjalan
terlalu lama atau memakai sepatu yang tidak sesuai, nyeri timbul pada pagi hari
dan bertambah berat saat awal berjalan.
Pemeriksaan fisik: nyeri tekan pada palpasi di anteromedial pada tuberkel
kalkaneus medial dari fasia plantaris

Pemeriksoon Penunjong
Pemeriksaan-pemeriksaan penunjangyangbisa dilakukan antara Iain ultrasonografi
muskuloskeletal, MRI, foto polos untuk menyingkirkan diagnosis banding, artrografi,
aspirasi bursa untuk mencari etiologi (pada bursitisJ, elektromiografi.l'B Pemilihan
pemeriksaan penunjang untuk penyakit Reumatik ekstraartikular harus disesuaikan
dengan kecurigaan klinis. Misalnya pada kasus dengan nyeri bahu yang diduga
tendinitis rotator cuff disertai dengan ruptur tendon, maka diperlukan pemeriksaan
USG atau MRI bahu.

IATA[AKSANAI-5,8
Nonfarmakologis: edukasi, menghindari faktor pencetus, istirahat, latihan,
rehabilitasi, fisioterapi (kompres air dingin, pemanasan, ultrasound, diatermi),
pemasangan bidai,
Farmakologis: OAINS, Analgesik, Injeksi intralesi (kortikosteroid, lidokain lokal)
Bedah: apabila dengan terapi konservatiI tidak menunjukkan perbaikan

KOMPTIKASI
Kontraktur, jepitan saraf

PROGNOSIS
Pada u mu mnya penyakit Reum atik ekstraartikular bersifat self- limiting,

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
: Departemen
. RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
. RS non pendidikan

REFERENSI
1. Morpoung B. Reumotik ekstro ortikulor. In: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti
S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5th ed. Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion
llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:2698 - 2704
2. Longford C, Gillilond B. Periorticulor disorders of the extremities. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D,
Brounwold E, HouserS, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine.
l8lh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies.2012:2860-3
3. Woodword T, Best T. The poinful shoulder. Am Fom Physicion. 2000;6'l (10):3079 - 3088
4. Mokkouk AH, Oetgen M, Swigort C, Dodds S. Trigger finger: etiology, evoluotion ond treotment.
Curr Rev Musculoskelet Med. 2008;l l2l: 92 - 96
5. Hellmonn D, lmboden J. Musculosceletol ond immunologic disorders. ln: McPhee S, Popodokis
M, Robow M, editors. Current medicol diognosis ond treotment 201 l. 50rh ed. Colifornio; The
McGrow -Hill Educotion.2010:779 - 840

852
6. Visentini PJ, Khon KM, Cook JL, Kiss ZS, Horcourt PR, Work JD. The VISA score: on index of severity
of symptoms in potients with jumper's knee (potellor tendinosis). Victorion lnstitute of Sport Tendon
Study Group. J Sci Med Sport.i998;1(11:22-B
7. Hondy JR. Anserine bursitis: o brief review. South Med J. 1997;90(4):376 -7
8. Storr M, Kong H. Recognition ond monogement of common forms of tendinitis ond bursitis.
Conodion J CME. 2001 :155 - 63

853
SKLERODE MA

PENGERTIAN
Sklerosis sistemik (skleroderma) adalah penyakit jaringan ikat yang tidak
diketahui penyebabnya yang ditandai oleh fibrosis kulit dan organ viseral serta
kelainan mikrovaskuler. Penyakit ini merupakan penyakit autoimun , yang dimediasi
oleh limfosit.l'2

DIAGNOSIS
Pada tahun 1980, American Rheumatism Association (ARA) mengajukan kriteria
pendahuluan untuk klasifikasi sklerosis sistemik progresif. Kriteria ini terdiri atas:3
L. Kriteria Mayor:
Skleroderma proksimal: penebalan, penegangan dan pengerasan kulit yang
simetrik pada kulit jari dan kulit proksimal terhadap sendi metakarpofalangeal
atau metatarsofalangeal, Perubahan ini dapat mengenai seluruh ekstremitas, muka,
leher dan batang tubuh (toraks dan abdomen).
2. Kriteria Minor:
. Sklerodaktil: perubahan kulit seperti disebut diatas, tetapi hanya terbatas
pada jari.
. Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari terjadi akibat iskemia. Daerah
yang mencekung pada ujung jari atau hilangnya substansi jari terjadi akibat
iskemia,
. Fibrosis basal dikedua paru. Gambaran linier atau lineonodular yang retikuler
terutama dibagian basal kedua paru tampak pada gambaran foto dada standar.
Gambaran paru mungkin menimbulkan bercak difus atau seperti sarang lebah.
Kelainan ini bukan merupakan kelarnan pnmer paru.
Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan bila didapatkan 1 kriteria mayor atau
> 2 kriteria minor. Namun kriteria ARA ini sudah mulai ditinggalkan dan tidak lagi
ditujukan untuk diagnosis karena banyak pasien dengan sklerosis sistemik terbatas
(limited systemic sclerosis) tidak memenuhi kriteria ini.a
Pada tahun 2013, American College of Rheumatology/European League Against
Rheumatism (ACR/EULAR) menetapkan kriteria untuk klasifikasi sklerosis sistemik
(Tabel 2). Berdasarkan kriteria ini, diagnosis dapat ditegakkan apabila skor total
pasien >9.

Tobel 2. Kriterio Sislemik Sklerosis Berdosorkon ACR/EULAR 2013

Penebolon kulit jori podo 9

Telongieklosio
Kopiler obnormol podo lipoton kuku

sklerosis sistemik /skor moksimo/: 3/ Anti-topoisom erose I (onli-Scl-70

Secara klinis, sklerosis sistemik dibagi dalam 5 kelompok, yaitu:1'2's


. Sklerosis sistemik difus, dengan penebalan kulit terdapat di ekstremitas distal,
proksimal, muka dan seluruh batang tubuh.
. Sklerosis sistemik terbatas, penebalan kulit terbatas pada distal siku dan
lutut, tetapi dapat juga mengenai muka dan leher. Sinonimnya adalah
CREST syndrome (C = Calsinosis subkutan; R= Raynaud phenomenon',
E = Oesophagus dismotility; S = Sklerodaktili; T = TelengiektasisJ.
. Sklerosis sistemik sine scleroderma, secara klinins tidak didapatkan kelainan
kulit, walaupun terdapat kelainan organ dan gambaran serologis yang khas untuk
sklerosis sistemik.
. Sklerosis sistemik pada overlap sindrom, artritis reumatoid atau penyakit otot
inflamasi.

855
. Penyakit jaringan ikat yang tidak terdiferensial, yaitu bila didapatkan fenomena
raynaud dengan gambaran klinis dan/atau laboratorik sesuai dengan sklerosis
sistemik.
Selain itu terdapat varian skleroderma lokal yang hanya mengenai kulit tanpa
disertai kelainan sistemik:6
. Morfea adalah perubahan skleroderma setempat yang dapat ditemukan pada
bagian tubuh mana saja. Fenomena raynaud sangat jarang didapatkan.
. Skleroderma linier umumnya didapatkan pada anak-anak, ditandai oleh
perubahan skleroderma pada kulit dalam bentuk garis-garis dan umumnya disertai
atrofi otot dan tulang dibawahnya.
. Skleroderma en coupe de sabre. Merupakan varian skleroderma linier, dengan
manifestasi berupa garis sklerotik pada ekstremitas atas atau bawah atau daerah
frontoparietal yang dapat menyebabkan deformitas muka dan kelainan tulang.

Pemeriksoon Penunjong',2

Loborolorium
Autoantibodi ditemukan hampir pada semua pasien dengan skleroderma
(sensitivitas >95%). ANA merupakan antibodi yang paling sering ditemukan, tetapi
tidak cukup spesifik untuk skleroderma.a

Tobel l. Auloonlibodi yong Berhubungon dengon Sklerodermor

Anti-Th/To

Pemeriksoon Pololog
biopsi kulit

8s6
Pemeriksoon Penunjong loinnyor.2
. oesophagus maag duodenum [OMD): untuk menilai adanya dismotilitas saluran
cerna bagian atas
. Ekokardiografi: untuk mendeteksi kelainan kardiologi, seperti efusi perikard, dan
hipertensi pulmonal
. Spirometri: untuk menilai adanya restriksi paru
. Urinalisis dan kadar kreatinin serum: untuk menilai keterlibatan ginjal
. Kapilaroskopi: untuk menilai status mikrovaskuler pasien, pada skleroderma
didapatkan gambaran kapiler-kapiler yang berdilatasi dengan area pembuluh
yang dropour tampak jelas.
. Esofagogastroduodenoskopi dilakukan sesuai indikasi.

DIAGNOSIS BANDINGI.2
N ephrogenic sistemik fibrosis, eosinofilic fasciitis, sclerodema diabeticorum dan

scleremyxedema

TATALAKSANAs
. Penyuluhan dan dukungan sosial
. Penanganan Fenomena raynaud dan kelainan kulit
- Menghindari merokok dan udara dingin.
- Pada keadaan berat, bila disertai ulkus pada ujung jari atau mengganggu
aktivitas sehari-hari dapat dicoba vasodilato4misalnya nifedipin,prazosin,atau
nitrogliserin topikal.
- Obat lain adalah iloprost suatu analog protasiklin, diberikan secara intravena
dengan dosis 3ng/kgBB/mnt, 5-B jam/hari selama 3 hari berturut-turut. Selain
itu obat ini juga digunakan untuk mengobati ulkus pada jari.
- Perawatan kulit dapat dipertimbangkan bila ada infeksi sekundet bila luka
cukup dalam dibutuhkan perawatan secara bedah,nekrotomi dan pemberian
antibiotik parenteral.
. Pemberian obat remitif
. D-penisilamin,kolkisin, metotreksat,siklofosfamid dan obat-obat imunosupresif
lainnya.
. Penanganankelainanmuskuloskeletal
- Obat anti inflamasi non-steroid (OAINSJ dapat diberikan. Bila nyeri menetap
dipertimbangkan injeksi steroid lokal atau steroid sistemik dosis kecil dalam
waktu singkat. Fisioterapi untuk mencegah dan mengatasi kontraktur.

857
a Penanganan kelainan gastrointestinal
- Pasien dengan dismotilitas esofagus disarankan meninggikan kepalanya pada
waktu berbaring, makan pada posisi tegak dengan porsi kecil dan sering.
- Antasida ,antagonis H2 dan obat sitoprotektif pada kasus ringan sedang, pada
kasus berat dianjurkan PPI.
- Obat prokinetik pada keadaan disfagia dan hipomotilitas usus.
- Bila terdapat striktur esofagus dilakukan dilatasi secara berkala.
- Bila konstipasi diberikan pelunak tinja dan diet serat tinggi.
a Penanganan kelainan paru
Pneumonitis interstitial diterapi menggunakan kortikosteroid atau siklofosfamid.
Bila terjadi hipertensi arteripulmonal,pengobatan dimulai dengan oral endothelin-1
receptor antagonist atau phosphodiesterase inhibitor seperti sildenafil, selain itu
pasien mungkin membutuhkan diuretik,antikoagulan dan digoksin.
Penanganan kelainan ginjal
Krisis renal dengan hipertensi berat merupakan komplikasi yang serius dan angka
kematian yang cukup tinggi, yang dapat diturunkan dengan menggunakan obat
penghambat enzim pengkonversi angiotensin. fika diperlukan dapat dilakukan
dialisis.

KOMPLIKASI
Hipertensi pulmonal, krisis renal sistemik, Barret's esofhagitis. ulkus dan gangren
ujung jari.1'2's

PROGNOSIS
Angka harapan hidup 5 tahun pasien sklerosis sistemik adalah sekitar 68%.
Penelitian Altman dkk, mendapatkan beberapa prediktor yang memperburuk
prognosis sklerosis sistemik adalah:s
. Usia lanjut (>64tahun) penurunan fungsi ginjal (BUN<16mg/dlJ anemia (Hb<11g/dl)
. Penurunan kapasitas difusi CO2 pada paru (<50% prediksiJ
. Penurunan kapasitas difusi CO2 pada paru (<500/o prediksiJ
. Penurunan kadar protein serum total [6mg/dlJ
. Penurunan cadangan paru (kapasitas vital paksa <80o/o pada Hb >74g/dl atau
kapasitas vital paksa <650/o pada Hb <1.4g/dl).

8s8
UNII YANG MENANGANI
. RS pendidikan Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
: Departemen
. RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen IImu Penyakit Dalam ,

Departemen Bedah Vaskuler


a RS non pendidikan : Departemen Bedah

REFERENSI
l. Vorgo J. Systemic Sclerosis (Sclerodermo) ond Reloted Disorders. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's
Principles of Internol Medicine l8th Edition. United Stotes of Americo. McGrow Hll.2012
2. Setiyohodi B. Sklerosis Sistemik. Dolom: Sudoyo, Setiyohodi, Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi
V. Jokorio. lnterno Publishing. 201 1

3. Subcommittee for Sclerodermo Criterio of the Americon Rheumotism Associotion Diognostic


ond Theropeutic Criterio Committee. Preliminory criterio for the clossificotion of systemic sclerosis
(sclerodermo). Arthritis Rheum I 980;23:581-90
4. Houslein U. Systemic Sclerosis - sclerodermo. Dermotology Online Journol 8(1 ):3. 2002. Diokses
melolui http://dermotology.cdlib.org/DOJvolBnum I /reviews/sclerodermo/houstein.html podo
tonggol 4 Mei2012.
5. Hummers L, Wigley F. Sclerodermo. In: lmboden J, Hellmonn D, Stone J. Current Rheumotology
Diognosis & Treotment. 2"d Edition. United Stotes of Americo. McGrow Hill. 2004
6. Folongo V, Killoron C. Chopter 62: Morpheo. ln: Wolff K, Goldsmith L, Kotz S, et ol. Fitzpotricks's
Dermotology in Generol Medicine. 7rh Edition. United Stotes of Americo. McGrow Hill. 2008 p543-6

859
SPOND LOARTROPAT

PENGERTIAN
Spondiloartropati adalah sekelompok penyakit radang sendi yang mempunyai
faktor predisposisi dan tampilan klinis yang mirip. Yang termasuk spondiloartropati
adalah spondilitis ankilosa, artritis reaktif [termasuk Reiter's syndrome), artritis
psoriatik, inflammatory bowel disease-associated spondyloarthropathy,dan
undifferentiated spondyloarthropathy. Penyakit-penyakit ini mempunyai kesamaan
yaitu berhubungan dengan gen HLA-B27 dan adanya entesitis sebagai lesi patologi
dasar. Tampilan klinis lain diantaranya adalah inflammatory back parn, daktilitis,
manifestasi ekstraartikular seperti uveitis dan ruam kulit.l'2

DIAGNOSIS SPON D! TOARTROPAII


Spondiloartropati dicurigai pada setiap kasus dengan nyeri pinggang inflamasi >3
bulan (spondiloartritis aksial), maupun artritis perifer yang asimetris, dan/atau yang
predominan di ekstrimitas bawah (spondiloartritis perifer). Kriteria nyeri pinggang
inflamasi mengikuti kriteria ASAS tahun 2009 (tabel 1J.3 Selanjutnya penegakan
diagnosis spondiloartropati berdasarkan kriteria menurutASAS tahun 20L0 (gambar 1J.a

Tobel l. Krilerio Nyeri Pinggong lnflomosi menurul ASAS (2009)

(diodoplosi dori Sieper J, dkk Ann Rheum Dis 2009;68:784-a)


Pada pasien nveri oinssans bawah=3 bulan Pada pasien dengan
(dengan/ta npa man ifestasi perifer) @!!gslgr!-@Jsaja
dengan onset usia pasien <45 tahun

Sakroiliitis pada H LAB27 PTUS Artritis atau entesitis atau daktilitis


pencitraaan PLUS =2 gambaran SpA PLUS
=1 baran S yang lain

Gambaran SpA yang dimaksud: =1 gambaran spA:


. Nyeri pinggang inflamasi o Uveitis
. Aftritis . Psoriasis
. Entesitis (tumit)
. PenyakitCrohn/ColitisUlseratif
. Uveitis
. Daktilitis
. lnfeksi yang mendahului
. Psoriasis
o H LAB27
. PenyakitCrohn/ColitisUlseratif o Sakroiliitis pada pencitraan
. Respon baik dengan OAIN5
. Riwayat keluarga dengan 5pA
o H LAB27
. Peningkatankadaf-Reoctive Protein
(cRP)

{dlodopfosi dori Rudwoleit M, dkk Ann Rheum Dis 201 l;70:25-31)

(elerongon:
I Nyeri pinggong innomosi: odonyo gejolo sool ini otou riwoyol nyeri spinol (pinggong, dorsol otou servikol), dengon 4 doriS gejolo,
yoiiu onse't <45 tohun, onsel insidious, perboikon dengon lotihon. koku pogi hori don durosi > 3 bulon
2 Sinovitis: odonyo gejolo soot ini otou riwoyot ortritis osimetris otou ortri'lis yong predominon di ekstrimitos bowoh
3 Riwoyot keluorgo podo tingkot sotu otou duo, berupo spondilitis onkiloso, psoriosis, uveltis okut, ortritis reoktif, IBD
4 Psoriosis: odonyo gejolo soot ini olou riwoyot psoriosis yong didiognosis oleh dokter
5 IBD: odonyo gejolo soot ini otou riwoyot penyokit Crohn oiou colilis ulserotif yong didiognosis oleh dokfer don dikonfirmosi dengon
pemeriksoon rodio ogi don endoskopi
6 Nyeri gluteus yong bergontion: odonyo gejolo soot ini otou riwoyot nyeri bokong yong bergontion ontoro regio gluteus konon don kiri
/ Entesopoti: odonyo gejolo sool ini oiou riwoyoi nyeri sponton olou nyeri tekon podo insersi tendon ochilles don fosio plonloris
sool pemeriksoon flsik
I Diore okut: diore yong terjodi dolom solu bulon sebelum limbulnyo ortritis
9 Urethritis/servisitis: uretritis otou servisilis non-gonokokol yong terjodi dolom sotu bulon sebelum timbulnyo ortrilis
lO Sokroilitis: sokroilitis dengon grode 2-4 (biloterol) olou grode 3-4 luniloterol) berdosorkon pemeriksoon rodiogroR,
(0= normol. l=suspek, 2=minimol, 3=sedong, 4=ankilosis)

Gombor 1. Krilerio Diognosis Spondiloorlropoti ASAS 2010

SPONDITITIS ANKITOSA
Nyeri pinggang pada spondilitis ankilosa timbul secara bertahap dan sifat nyerinya
tumpul, dengan penjalaran ke arah gluteal. Nyeri pinggang memberat pada pada pagi
hari dan membaik dengan aktivitas dan serta mempunyai komponen nyeri nokturnal. Hal
tersebut sesuai dengan kriteria nyeri pinggang inflamasi, seperti yang telah dijelaskan
di subtopik Spondiloartropati. Seiring dengan berjalannya waktu, artritis aksial dapat
berkembang dari sendi sakroiliak, menuju ke vertebra Iumbalis/servikalis. Mobilitas
tulang belakang menjadi terbatas karena adanya deformitas spinal seperti lordosis
lumbar yang mendata6 kifosis dada yang berlebih, hiperekstensi vertebra servikalis, dan
adanya sindesmofit di antara ruas-ruas tulang belakang. Pemeriksaan tulang belakang
seperti tes Schober dan tes jarak occiput ke dinding memberikan hasil positif terutama
yang sudah lanjut.s-B

Pemeriksoon Penunjongs'8
. DPL, LED, dan CRP
. HLA-827 fdapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis tetapi tidak
direkomendasikan dilakukan secara rutinJ
. Pemeriksaan radiologis: foto polos sendi sakroiliaka dan vertebra serta sendi lain
yang terlibat, bila diperlukan dapat dilakukan MRI pada sendi sakroiliaka, terutama
pada awal perjalanan penyakit

DIAGNOSIS
Diagnosis AS dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria modifikasi New
York 1984 seperti pada tabel 2.e

Tobel 2. Krilerio Diognosis Ankilosing Spondilitis (AS), New York 1984

(diodoptosi dori von der Linden S, dkk Arthritis Rheum 1984;27: 36'l-8)

TATAtAKSANAT0,''

Non formokologis
Edukasi, terapi fisik, program latihan di rumah, sikap tubuh yang tepat dan sesuai.
Rehabilitasi pasien rawat mungkin dibutuhkan pada pasien-pasien tertentu.

Formokologis
. OAINS adalah pilihan utama untuk mengatasi nyeri dan kaku. Analgesik Iain seperti
asetaminofen dan tramadol bisa dipertimbangkan untuk kombinasi.

862
a Injeksi steroid lokal dapat digunakan untuk mengontrol inflamasi lokal, sedangkan
pemberian sistemik tidak dianjurkan.
a DMARD konvensional seperti metotreksat dan sulfasalazine tidak terbukti
bermanfaat, kecuali sulfasalazin yang bisa digunakan pada kasus yang disertai
artritis perifer.
a Agen biologikyang saat ini direkomendasikan untuk terapi AS adalah golongan anti-
TNFa. Agen biologik sebaiknya diberikan pada kasus dengan aktifitas penyakit yang
tinggi dan menetap serta kurang respon dengan terapi konvensional.

Tindokon Bedoh
. Artroplasti panggul dilakukan pada nyeri panggul yang refrakter disertai dengan
kerusakan struktural secara radiologis.
. Spinal corrective osteotomy dipertimbangkan pada pasien dengan deformitas
tulang belakang berat.

3
ARTRIIIS REAKTI FI,'2

Anomnesis
Artritis reaktif terjadi satu sampai empat minggu setelah infeksi saluran pencernaan
atau genitourinarius. Organisme penyebab diantaranya adalah Chlamydia, Ureaplasma,
Shigella, Salmonella,Yersinia, dan Campylobacter sp. Diare akut seringkali merupakan
manifestasi yang terlihat jika artritis reaktif terjadi setelah infeksi Shigella, Yersinia
dan Salmonella. Beberapa studi menunjukkan adanya bukti bahwa Chlamydophila
(Chlamydia) pneumoniae yang menimbulkan infeksi saluran nafas dapat menimbulkan
artritis reaktil meskipun angka kejadiannya lebih jarang. Pada 20% pasien laki-laki
dengan artritis reaktif didapatkan balanitis sirsinata.

Pemeriksoon Fisik
Oligoartritis akutterjadi dalam beberapa hari, dengan distribusi asimetris, terutama di
ekstrimitas bawah. Entesitis seringterjadi, terutama pada tumit. Manifestasi ekstraartikuler
dapat berupa konjungtivitis (50%), atau uveitis (akut, unilateral, dan berulangJ.

Pemeriksoon Penunjong
. Laboratorium: darah perifer lengkap, LED, CRB dan analisa cairan sendi (gambaran
inflamasi). Pemeriksaan mendapatkan sumber infeksi pemicu seperti dengan

863
kultur atau serologi, dapat membantu penegakan diagnosis (terutama untuk
Chlamydiae), namun tidak dianjurkan untuk dilakukan secara rutin.
a Radiologi: Pada kasus artritis reaktif yang kronik, pemeriksaan radiologis foto polos
dapat memberikan gambaran sakroiliitis, periostitis, sindesmofit non-marginal,
erosi sendi dan penyempitan celah sendi. Pemeriksaan USG dan MRI pada sendi
terutama sendi sakroiliak akan sangat membantu deteksi dini perubahan tersebut.

Totoloksono
. Non farmakologis: edukasi, terapi fisik/rehabilitasi medik
. Farmakologis
- Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS)
- Injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat digunakan pada artritis yang
mengenai 1-2 sendi atau monoartritis yang berat
- Pada arthritis reaktif yang kronik dan berat dapat diberikan DMARD, seperti
sulfasalazin dan metotreksat, atau steroid sistemik
- Terapi terhadap infeksi pemicu hanya diindikasikan pada infeksi Chlamydia
trachomatis, antara lain dengan kombinasi terapi sinovektomi dan azitromisin
selama 3 bulan.

Prognosis
Pada umumnya prognosis baik, dan sebagian besar sembuh total setelah beberapa
bulan, dan hanya didapatkan l4-20o/o pasien yang menetap dan menjadi artritis kronik.

ARTRITIS PSORIATIK I,I4,I5, I6

Anomnesis
Pada kebanyakan kasus, manifestasi kulit mendahului keterlibatan sendi.
Walaupun dapat terjadi sebaliknya pada l5-20o/o kasus. Ada beberapa tipe, yaitu tipe
oligoartikular (empat atau kurang sendi terlibat), tipe poliartikuler (lima atau lebih
sendi terlibat), pola dengan predominan keterlibatan sendi interfalangeal distal,
artritis mutilan, dan spondilitis psoriatik. Lebih dari 70o/o kasus merupakan tipe
oligoartikular.

864
Tobel 2. Krilerio CASPAR"

Kelerongon:
'Spesititos 99% don sensitivilos 9l%
bPsoriosis soot ini mendopot poin 2, sedongkon yong loin
bernilai I poin
'Penyokil kulit otou kulit kepolo psoriolik yong odo podo soot pemedksoon, ditentukon oleh ohli Reumotologi otou ohli kulit
dRiwoyot psoriosis podo keturunon pertomo don keduo
'Onil,olisis. pitting. otou hiperkerolosis
lPembengkokon podo seluruh jori
oOsifikosi didekot botos sendi, nomun tidok lermosuk pembentukon osteofit

Pemeriksoon Fisik
Manifestasi klinis dapat ringan hingga berat fdestruktif). Selain di tempatnya yang
khas, permukaan ekstensor lutut, psoriasis dapat pula terdapat pada bagian kecil
pada kulit kepala, telinga, celah anus, perineum, atau umbilikus. Lesi kuku, termasuk
pitting dan onikolisis, terdapat pada lebih dari B0% pasien dengan artritis psoriatik,
Pada artritis psoriatik, uveitis cenderung kronik dan terjadi bilateral.

Tempol Predileksi
Asimetris, pada sendi distal. Jika akan dibuat diagnosis artritis psoriatik, maka
kulit diperiksa secara hati-hati untuk mencari lesi psoriatik.

Rodiologi
Gambaran radiografi pasien dengan artritis psoriatik memperlihatkan adanya artritis
erosil dengan tersering terjadi pada sendi DIP dan terjadi perubahan pencil-in-cup akibat
resorpsi tulang. Temuan lain diantaranya adalah enthesitis dengan reaksi periosteal,
sakroiliitis, dan spondilitis, sama seperti yang ditemukan pada artritis reaktif

Totoloksono
. Non farmakologis
. Farmakologis:
- Manifestasi Kulit
. Terapi topikal kortikosteroid, retinoid
. Terapi UV

865
Perhrmpunan Dokter Spesralis P€nyakrt Dalam ndon$ra

Manifestasi Sendi
. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS)
. Kortikosteroid oral
. Injeksi kortikosteroid intraartikular
. Metotreksat, sulfasalazin, dan inhibitor TNF-q

Prognosis
Riwayat keluarga adanya artritis psoriatik, onset penyakit dibawah 20 tahun,
adanya HLA DR3 atau DR4, kelainan sendi poliartikuler atau erosif dan kelainan kulit
yang luas diduga berkaitan dengan prognosis yang buruk.

SPON DI LOARTROPATI YAN G BE RH U BU NGAN DENGAN IN F LAM MATORY


BOWEL DISEASE1

Anomnesis
Penyakit ini berhubungan dengan penyakit Crohn atau kolitis ulseratif. Pada
beberapa pasien, manifestasi artritis terjadi sebelum manifestasi penyakit usus.

Pemeriksoon Fisik
Penyakit ini biasanya terjadi tiba-tiba dan pola nyeri berpindah-pindah. Artritis
secara umum berkurang dalam waktu enam hingga delapan minggu. Walaupun
rekurensi sering terjadi, 1,0% pasien terjadi artritis kronik. Pada 20o/o pasien,
manifestasi spondiloartropati yang berhubungan dengan inflammatory bowel disease
tidak berbeda dengan spondilitis ankilosa idiopatik.

Tempol predileksi
Artritis terjadi pada ekstremitas bawah secara asimetris

Totoloksono
. Non farmakologis: edukasi, terapi fisik/rehabilitasi medik.
. Farmakologis
- Obat anti inflamasi non-steroid harus digunakan secara hati-hati, karena dapat
men geksaserbasi penyakit usus
- Sulfasalazin, metotreksat, dan azatroprln
- TNF-c{ inhibitor.

866
U N DIFFERENTIATED SPON DYTOARTH RITIS',2

Krilerio Diognosis
Kebanyakan pasien mempunyai gejala yang tidak spesifik termasuk nyeri
punggung, nyeri pada bokong unilateral atau bergantian, entesitis, daktilitis, dan
kadang-kadang terdapat manifestasi ekstraartikular. Undifferentiated spondyloarthritis
merupakan diagnosis ekslusi, dimana terdapat manifestasi spondiloartritis tanpa
adanya spondilitis ankilosa, infeksi yang mendahului, psoriasis, kolitis ulseratil
ataupun penyakit Crohn.

Iotoloksono (sesuoi klinis yong muncul)


. Obat anti inflamasi non-steroid IOAINS)

Sulfosolozin, Metolreksol
. Injeksi intraartikularkortikosteroid
. TNF-q inhibitor.

Ringkoson
Tobel 3. Korokleristik Spondiloorlropoli Seronegolifr {

867
Jorong

KOMPTIKASI
Deformitas

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
. RS Non Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Departemen Rehab Medik
. RS Non Pendidikan Bagian Rehab Medik

REFERENS!
1. Tourog JD. The Spondyloorthritides. In: Longo DL, Kosper DL, Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL,
Loscolzo J. Horrisons Principles of lnternol Medicine. Singopore: The McGrow Hill componies;
2012.p.277 4-85

868
2. Yu D, McGonogle D, Morzo-Ortego M et ol. Undifferentioted Spondyloorthritis ond Reoctive
Firestein G, Budd R, Honis Jr E et ol. Kelley's Texlbook of Rheumotology. 8th Edition.
Arthritis. ln:
Vol l. Philodelphio: Elsevier Sounders. 2008
3. Sieper J, von der Heijde D, Londewe R, Brondt J, Burgos-Vogos R, Co//ontes-Estevez E, ef o/. New
kriterio for inflommotory bock poin in polienfs with chronic bock poin - o reol potient exercise
of lhe Assessmenf in SpondyloArthritisinlernotionolSocieiy IASAS/. Ann Rheum Dis2009;68:784-8
4. Rudwoleit M, von der Heijde D, Londew6 R, Lisfing J, Akkoc N. Brondt J, ef o/. Ihe development of
Assessmenl of SpondyloArlhrilis internofionoi Sociely c/ossificot'ion kriterio for oxiol spondyloorthritis
@on ll): volidotion ond finolse/ection. Ann Rheum Dis 2009;68;777-83
5 Rudwo/eit M, von der Heijde D, Londew5 R, Listing J, Akkoc N, Brondl J, el oi. Ihe deveiopmenl of
Assessmenl of SpondyloArthritis infernolionoi Sociely ciossificotion kriterio for oxiolspondyloorthritis
@on il): voltdotion ond finolse/ection. Ann Rheum Dis 2009;68;777-83
6 Kotorio RK Brent LH. Spondyioorfhropolhies. Am Fom Physicion. 2004. 2853-60
7. Zochling J, von der Heijde D, Burgos-Vorgos R, Co//ontes E, Dovis JC, Dijkmons B. ASAS/EULAR
recommendotton for the monogemenl of onkylosing spondy/ifis. Ann Rheum Dis 2006;65: 444-52
B. Glodmon DD Psoriolik orthritis:clinicolfeoture.ln:Klippel JH, et ol. (eds) Primer on fhe Rheumofic
Diseoses. 13"' ed. New York; Springer Science, 2008.pp.170-7
9 . von der Linden S, Volkenburg HA, Cots A. Evoluotion of diognostic criterio for onkylosing spondylitis:
A proposol for modificotion of the New York kriterio. Arthritis Rheum 1984;27:361-B
10. Kiltz U, von der Heijde D, Mielonts H, et ol., ASAS/EULAR recommendotions for the monogement
of onkylosing. spondylitis - the potient version, Ann Rheum Dis 2009;68:l381-6
ll. BrounJ,vonderBergR,BoroliokosX,BoehmH,Burgos-VorgosR,Collontes-EsievezE,etol.20l0
updote of the ASAS/EULAR recommendotions for the monogement of onkylosing spondylitis.
Ann Rheum Dis 201l:70:896-904
12. Corter JD, Hudson AP. Reoctive orthritis: clinicol ospects ond medicol monogement. Rheum Dis
Clin N Am 2009:35:2\-44
13. Sieper J, Rudwoleit M, Broun J, von der Heijde D. Diognosing Reoctlve Arthritis: Role of Clinicol
Setting in the Volue of Serologic ond Microbiologic Assoys. Arthritis Rheum 2002; 46121:319-327
14. AlborZ.ArtritisPsoriotik. ln: SudoyoAW,Setiyohodi B,Alwi l,SimodibrotoM,Setioti S.BukuAjor
llmu Penyokit Dolom. Jokorto: Interno Publishing; 2009.p.2532-34
15. HidoyoiR.ReoctiveArthritis. ln: SudoyoAW,Setiyohodi B,Alwi l,SimodibrotoM,Setioti S.Buku
Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokorto: lnterno Publishing; 2009.p.2535-37
16. Fitzgerold O. Psoriotic Arthritis. In: Firestein G, Budd R, Honis Jr E et ol. Kelley's Textbook of
Rheumotology. Bth Edition. Vol l. Philodelphio: Elsevier Sounders. 2008
17. Toylor W, Glodmon D, Helliwell P, Morchesoni A, Meose P, Mielonts H; CASPAR Study Group.
Clossiflcotion kriterio for psoriotic orthritis: development of new kriterio from o lorge internotionol
study. Arthritis Rheum 2006:5a$l:2665-73

869
PI II[1il($[ [[
lBllrl G 11 PI nflr [1[

PAA
P AKTI
KS
T KNEKS i,.
Chikungunyo..
Demom Berdoroh Dengue.......
Demom Neutropenio
Demom Tifoid
Diore lnfeksi
Diore Terkoit Antibiotik (lnfeksi Clostridium Diffic
Fever Of Unknown Origin....
Filoriosis I
li,''
Leptospirosis
Humon lmmunodeficiency Wrus (H|v)/ l

Acqute d lmm unodeficie ncy


lnfeksi Jomur
lnfeksi Oportunistik Podo Aids...
'\.1:
lnfeksi Podo Kehomilon
lntoksikosi Orgonofosfot..........
";"11;'" -''lj,'.,'
lntoksikosi Opiot
Kerocunon Mokonon
Molorio
Penotoloksonoon Gigiton U1or...... 970
Penggunoon Antibiotiko Rosionol 976
Robies...... 98r
Sepsis Don Renjoton Septik 986
CH KUNGUNYA

PENGERTIAN
Demam chikungunya merupakan suatu infeksi akutyang disebabkan oleh alfavirus
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk,4. aegypti dan 1. albopictus.l'2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr'3
Penyakit ini dapat bersifat akut, subakut, maupun kronis. Fase akut berlangsung
3-10 hari, ditandai dengan demam tinggi mendadak (390-400C) dan nyeri sendi berat.
Nyeri sendi ini terkadang membuat seseorang menjadi terbaring lemah, namun
biasanya sembuh dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Infeksi chikungunya
dapat juga disertai gejala lain seperti sakit kepala, nyeri seluruh punggung, mialgia,
mual, muntah, poliartritis, bintik merah (rash), dan konjungtivitis. Pada fase subakut
dan kronis, dapat memberikan gejala klinis pembengkakan tangan disertai deskuamasi
halus, hiperpigmentasi wajah, tenosinovitis pada tangan, mata kaki, higroma siku,
bengkak dan kaku pada jari-jari tangan.

Monifeslosi Atipiko13
Meskipun sebagian besar infeksi virus chikungunya (CHIKV) bermanifestasi
sebagai demam dan artralgia, manifestasi atipikal dapat muncul seperti yang
digambarkan pada tabel L. Manifestasi ini dapat terjadi akibat efek langsung dari
virus, respon imunologis tubuh terhadap virus, atau toksisitas obat.

Tobel 1. Monifeslosi otipik dori infeksi CHIKV3


Dermotologis hiperpigmentosi fotosensitivitos, ulkus inteririginoso (bentukseperti soriowon),

Pemeriksoon Fisik
Demam 390-400C berlangsung beberapa hari - 1 minggu, bersifat kontinu atau
intermiten, terkadang dapat disertai bradikardi relatif.3
Nyeri sendi biasanya simetris dan sering mengenai sendi-sendi kecil pada tangan
dan kaki. Pembengkakan sendi sering dikaitkan dengan tenosinovitis.l'2'3
Bintik merah biasanya muncul 2-3hari setelah onset demam, dengan karakteristik
makulopapular pada batang tubuh dan ekstremitas, namun juga dapat ditemukan
pada telapak tangan, telapak kaki, dan wajah. Bintik merah juga dapat bermanifestasi
sebagai eritema difus, yang menghilang pada penekanan. Pada bayi, lesi vesikulobulosa
sering ditemukan.3

Pemeriksoon Penunjong
Pemeriksaan darah dapat ditemukan :3

. Trombositopenia
. Leukopenia
. Peningkatan tes fungsi hati
. Peningkatan LED dan CRP
. Ig M Chikungunya

Krilerio Diognosis3
. Kasus suspek
Pasien dengan onset demam akut >38,50C dan artralgia berat atau artritis yang tidak
dapat dijelaskan oleh kondisi medis lain, dan telah tinggal atau berkunjung ke daerah
endemis atau epidemis dalam dua minggu terakhir sebelum munculnya gejala.
. Kasus terkonfirmasi (confirmed case)
Pasien kasus suspek dengan salah satu hasil pemeriksaan spesifik CHIKV :

7. Isolasi virus
2. Deteksi virus RNA dengan RT-PCR
3. IgM positif pada satu sampel serum yang diambil pada fase akut atau
convqlescent

872
4. Kenaikan titer antibodi spesifik CHIKV sebanyak 4x lipat dari sampel yang
diambil dengan selang waktu 2 atau 3 minggu
Catatan :3
Apabila terjadi epidemi, semua pasien tidak wajib dikonfirmasi dengan pemeriksaan
diatas. Evaluasi sensitivitas dan spesifisitas dari kriteria klinis infeksi CHIKV
dilakukan saat KLB terjadi. Kombinasi demam dan poliartralgia memiliki sensitivitas
dan spesifisitas terbaik dengan nilai 84% dan 89o/o. Kriteria klinis tersebut mampu
menegakan diagnosis padaBTo/o individu dengan infeksi CHIKV yang konfirm secara
serologis.
Pemeriksaan penunjang yang saat inidapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis :3

a. Isolasi virus chikungunya (CHIKV)


Isolasi CHIKV dapat diambil dari nyamukyang didapat dari lapangan atau spesimen
serum akut yang diambil dari darah pasien pada minggu pertama demam. Setelah
spesimen ini didapat, harus segera dikirim ke laboratorium dalam waktu 48 jam
setelah pengambilan dengan suhu 2 - BoC atau dry ice.lsolasi CHIKV ini kemudian
harus dikonfirmasi dengan immunofluorescence assay IFA), antiserumspesifik
CHIKV atau dengan kultur supernatan reverse transcriptase-polymerase chain
reaction (RT-PCR), atau suspensi otak tikus.
b. RT-PCR
Deteksi RNA CHIKV menggunakan metode RT-PCR sudah beberapa kali
dipublikasikan. Penggunaan sistem assay tertutup dan real fime untuk
meningkatkan sensitivitas dan menurunkan resiko kontaminasi. Serum yang
digunakan sama dengan isolasi CHIKV.
c. Tes serologis
Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)dan plaque reduction neutralization
testing IPRNT) untuk memeriksa serum darah digunakan untuk diagnosis
serologis. Pengiriman spesimen ke laboratorium dengan suhu 2 - B0C, tidak boleh
dibekukan.
Diagnosis serologis fase akut dan pemulihan ditegakkan dengan hasil titer IgM
antibodi spesifik CHIKV yang positif atau kenaikan titer PRNT sebanyak 4x lipat.
antibodi IgG dan IgM anti-chikungunya. Level antibodi IgM mulai muncul pada
akhir minggu pertama demam, tertinggi pada 3-5 minggu setelah onset penyakit
dan bertahan selama 2 bulan. OIeh karena itu, untuk menyingkirkan diagnosis
chikungunya, sampel fase pemulihan (convalescent)harus tetap diperiksa apabila
hasil pemeriksaan sampel fase akut negatif.

873
Apabila PRNT tidak tersedia, pemeriksaan serologis lain seperti hemaglutination
inhibition (HI) dapat digunakan untuk mengidentifikasi infeksi alfavirus yang baru
saja terjadi (recent infecfionJ. Namun PRNT tetap diperlukan untuk mengkonfirmasi
rece nt infection CHIKV.
Spesimen lain yang dapat digunakan untuk pemeriksaan laboratorium :

7. Cairan serebrospinal pada kasus meningoensefalitis


2. Cairan sinovial pada kasus artritis disertai efusi
3. Materi autopsi - serum atau jaringan yang tersedia
Sebelum mengidentifikasi CHIKV di sebuah negara, survailans laboratorium harus
mengambil 3 set sampel untuk memeriksa :

7. Spesimen dengue negatifpada pasien dengan keluhan nyeri sendi berat


2. Sampel dari penyakit yang gambaran klinisnya serupa dari area geografis baru
tanpa sirkulasi dengue aktif
3. Sekumpulan (clusters) penyakit demam dengan nyeri sendi berat
Berikut adalah tabel yang menunjukkan pemeriksaan ideal yang sebaiknya
dilakukan dalam setting epidemiologis yang bervariasi :

Tobel 2. Survoilons Loborotorium untuk CHIKV menurut Voriosi Epidemiologis3

Tidok odo tondo penuloron/ ELISA osten


tronsmisi yong

Tobel 3. lnlerprelosi Hosil Pemeriksoon CHIKV menurul woktu poscoinfeksi3

874
Berikut adalah hasil pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi recent
infection CHIKV :3

- Isolasi CHIKV termasuk identifikasi konfirmasi (lFA, RT-PCR, atau sequencing)


- Deteksi RNA CHIKV dengan RT-PCR reol time
- Identifikasi hasil IgM positif pada pasien dengan gejala akut CHIKV diikuti dengan
adanya antibodi spesifik CHIKV yang ditentukan oleh PRNT dengan virus lain yang
ada didalam serogrup Semliki Forest virus (SFV]
- Adanya serokonversi atau kenaikan titer 4x lipat pada PRNI HI, atau ELISA (sekali
lagi, dengan menggunakan virus lain yang ada di dalam serogrup SFV) antara
spesimen fase akut dan convalescent.

DIAGNOSIS BANDING
Malaria, demam dengue, leptospirosis, demam rematik3, demam typoid, influenza

Tobel 4. Perbondingon Gomboron Klinis dengon loborolorium lnfeksi CHIKV dengon Dengue'3

+
+++
Peningkoton hemqtokrit

. Rolo-roto frekuensi gejolo yong muncul podo posien terhodop keduo penyokil ini dibondingkon dengon
penelition; +++ = diolomi oleh 70-100% posien; ++ = 40-69% posien; + = 10-39% posien; +/-= <lO% posien; - = O%
b Lebih sering berupo nyeri retroorbi'to

TATALAKSANA
Tidak ada terapi spesifik, tatalaksana ditujukan untuk meringankan gejala,
termasuk nyeri sendi.

875
Tobel 5. Totoloksono Demom Chikungunyo3

* Perholion :tidok dionjurkon memberikon ospirin koreno resiko perdorohon don sindromo Reye podo onok <12 tohun
**Podo fose subokut don kronis, dopot dipertimbongkon bilo leropi loin lidok odekuot untuk mengolosi keluhon orlrolgio
berulon g (ref r o c tory joint sy mptams)

PROGNOSIS
Sebagian besar pasien sembuh sempurna, namun pada beberapa kasus, nyeri sendi
dapat persisten untuk beberapa bulan sampai beberapa tahun. Tingkat mortalitas
pada individu >65 tahun lebih tinggi 50 kali lipat dibandingkan dengan dewasa muda
<45 tahun.3

UNII YANG MENANGANI


. . RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam
. . RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UN!T TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENS!
l. Peters CJ. lnfections Coused by Arthropod- ond RodenlBorne Viruses. ln: Longo Fouci Kosper,
Horrison's Principles of lnternol Medicine lTth edition.United Stotes of Americo. McGrow Hill. 2OO8
2. WHO. Foct sheets: Chikungunyo. Diunduh dorihttp://www.who.int/mediocentre/foctsheets/
1s327 /en/ podo tonggol26 Aprit 2012
3. Sloples CJ ei ol. Preporedness ond Response for Chikungunyo Virus: lntroduction in the Americos.
cDC.20r I

876
DEMAM BE DARAH DENGUE

PENGERTIAN
Merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan melalui gigitan nyamttkAedes aegypty danAedes albopictus serta memenuhi
kriteria WHO untuk demam berdarah dengue.l

PENDEKATAN DIAGNOSIS'

Anomnesis
Demam mendadaktinggi dengan tipe bifasik disertai oleh kecenderungan perdarahan

[perdarahan kulit, perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis, melena, hematuria), sakit


kepala, nyeri otot dan sendi, ruam, nyeri di belakang mata, mual-muntah, pemanjangan
siklus menstruasi. Riwayat penderita DBD di sekitar tempat tinggal, sekolah atau di
tempat bekerja di waktu yang sama. Pasien dapat juga datang disertai dengan keluhan
sesak, Iemah hingga penurunan kesadaran.

Pemeriksoon Fisik
- Demam
- Gejala infeksi viral seperti: injeksi konjungtiva, mialgia, artalgia
- Tanda perdarahan: ptekie, purpura, ekimosis
- Hepatomegali
- Tanda-tanda kebocoran plasma: efusi pleura, asites, edema, kandung empedu

Pemeriksoon Penunjong
- Pemeriksaan darah rutin: lekopenia, trombositopenia, hemokonsentrasi
- Serologi: IgG-lgM antidengue (+), pemeriksaan protein virus NS-1 Dengue,
- Foto toraks: penumpulan sudut kostofrenikus
- USG abdomen: double layer pada dinding kandung empedu, atau asites
Kriterio Diognosis3,4
Definisi Kosus unluk Demom Dengue
Probqble - demam akut disertai dua atau lebih gejala berikut:
. sakit kepala
. nyeri retro-orbital
. myalgia
. artralgia
. ruam
. manifestasiperdarahan
. leukopenia; dan
. Hasil pemeriksaan serologi (+) atau adanya demam dengue di lokasi dan waktu
yang sama
Confirmed - kasus di konfirmasi dengan kriteria laboratorium
. Isolasi virus dengue dari serum atau sampel otopsi
. Kenaikan > 4 kali titer antibodi IgG atau IgM pada sampel plasma
. Terdapatnya antigen virus dengue pada sampel otopsi jaringan, plasma, atau LCS
dengan teknik imunihistokimia, imunofluoresens, atau ELISA
. Deteksi sekuens genom virus dengue di sampel jaringan atau LCS dengan cara PCR
Reportable - setiap kejadian kasus probable atau confirmed harus dilaporkan

Kriteria Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue (DBD) WHO 1997


'J.. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
. Uji bendung positif.
. Ptekie, ekimosis, atau purpura.
. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
. Hematemesis atau melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/mlJ.
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut:
. Peningkatan hematokrit >20010 dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin.
. Penurunan hematokrit >20o/o setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, atau
hiponatremia

878
Derojot Keporohon Demom Berdoroh Dengue
. Deraiat I: Demam disertai gejala-gejala konstitusional yang tidak spesifik; satu-
satunya manifestasi perdarahan adalah hasil uji tourniquet yang positif.
. Deraiat II: Sebagai tambahan dari manifestasi pasien derajat I, terdapat perdarahan
spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan/atau perdarahan lainnya.
. Deraiat III: Kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang lemah dan cepat,
menyempitnya tekanan nadi [20 mmHg atau kurang ) atau hipertensi, serta gelisah
dan kulit teraba dingin
. Deraiat IV: Renjatan / syok berat dengan nadi dan tekanan darah yang tidak
terdeteksi

DENGUE SHOCK SyNDROME (DSS)

Diognosis Dengue Shock Syndrome (DSS)


Semua gejala kriteria DBD ditambah bukti adanya kegagalan sirkulasi seperti:
- Nadi lemah dan cepat
- Tekanan nadi sempit (< 20 mmHg)
Atau adanya manifestasi:
- Hipotensi
- Akral dingin,lembab dan gelisah

Diognosis Bonding
Demam akut lain yang disertai trombositopenia seperti demam tifoid, malaria,
chikungunya

Pemeriksoon Penuniqng
Hemoglobin (HbJ, hematokrit [Ht), lekosit, trombosit, serologi dengue, foto toraks.
Evaluasi Ht dan trombosit setiap L2 /24jam sesuai keadaan klinis, USG abdomen sesuai
indikasi atau bila perlu.

DIAGNOSIS BANDING
Demam akut lain yang disertai trombositopenia seperti demam tifoid, malaria,
chikungunya.

879
TATALAKSANA4

Nonforomokologis
. Istirahat, makanan lunak, tingkatkan asupan cairan oral
. Pantau tanda-tanda syok, terutama pada transisi fase febris [hari 4 - 6)
- Klinis: tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah
- Laboratorium: Hb, Ht, Trombosit, Lekosit

Formokologis
. Simtomatis: antipiretik parasetamol bila demam
. Tatalaksana terinci pada lampiran protokol tatalaksana DBD
- Cairan intravena: Ringer Laktat atau ringer asetat 4-6 jam/kolf. Evaluasi jumlah
cairan, kondisi klinis, perbaikan/perburukan hemokonsentrasi. Koloid/plasma
ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan.
- Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi
- Pertimbangan heparinisasi pada DBD stdadium III dan IV dengan Koagulasi
intravaskular diseminata (KID)

Kriterio Merujuk Posien ke RS/lCU:


- Takikardi
- Capillary refill time [< 2 detik )
- Kulit dingin,lembab dan pucat
- Nadi perifer lemah atau hilang
- Perubahan status mental
- Oliguria
- Peningkatan mendadak Ht atau peningkatan kontinyu Ht setelah terapi cairan
diberikan
- Tekanan nadi sempit [< 20 mmHg)
- Hipotensi

Prolokol penololoksonoon DBD podo posien dewoso:


Protokol 1: Penanganan Tersangka(Probable ) DBD dewasa tanpa syok
Protokol 2: Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
Protokol 3: Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht> 20 o/o
Protokol 4: Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
Protokol 5: Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa

880
Protoko! l: Penongonon Tersongko (Proboble) DBD dewoso tonpo syok

Keluhon DBD
(Kriterio WHO 1997)

Hb, Ht, Hb, Ht normol, Hb, Ht normol, Hb, Hi meningkot,


trombo normol trombo I 00.000- I 50.000 bo <l trombo normol/turun

Observosi Observosi Rowot Rowot


Rowot jolon Rowot jolon
Perikso Hb, Perikso Hb,
Penongonon protocol
Ht, Leuko, Ht, Leuko,
rowot inop untuk
lrombol24 trombol24 j DBD (protokol2)

Prolokol2: Pemberion coiron podo tersongko DBD dewoso diruong rowot

Suspek DBD
Perdorohon Sponton don Mosif (-)
syok (-)

Hb, Ht meningkol 10-20%


Hb, HtTrombo < 100.000
Trombo < 100.000 Hb, Ht meningkol > 20%
lnfus Kristoloid Hb, Ht,
Trombo tiop 24 jom
lnfus Kristoloid Hb, Ht, Trombo < 100.000
Trombo tiop 121om

Protocol pemberion
coiron DBD dengon
Ht meningkot >20%

Kelerongon
. Volume coiron kristoloid per hori yong diperlukon:
:

Sesuoi rumus berikut 1500 + 20 x (berol bodon dolom kg - 20)


Contoh volume rumolon untuk berot bodon 55 kg : 1500 + 20 x (55-20) = 22OO ml
"* Pemonlouon disesuoikon dengon fose/hori perjolonon penyokit don kondisi klinis

Setelah cairan diberikan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 iam:


. Bila Hb,Ht meningkat 10 -20 o/o dantrombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan
tetap sperti rumus di atas tapi pemantauan Hb, Ht, trombosit dilakukan tiap 12 jam
. Bila Hb, Ht meningkat > 20 o/o dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan
sesuai protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht> 20o/o.
Protokol 3: Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht> 20 o/o

5% defisit coiron

Teropi owol coiron introveno


kristoloid 6-7 ml lkgljom

Evoluosi
3-4 jam
PERBAIKAN TIDAK MEMBAIK
Ht dan frekuensi nadi Ht don frekuensi nodi meningkot,
turun, tekanan darah tekonon doroh menurun < 20
membaik, produksi urin mmHg, produksi urin menurun
meningkat

Kurongi infus TANDA VITAL DAN lnfus kristoloid


kristoloid HEMATOKRIT l0 ml/kg/jom
5 ml/kg/jom A/,lEMBURUK

PERBAIKAN PERBAIKAN TIDAK MEMBAIK

Kurongi infus lnfus kristoloid


kristoloid 10 ml/kg/jom
3 ml/kg/jom

PERBAIKAN
KONDISI
MEMBURUK
Tondo syok
Teropi coiron
dihentikon 24-48
lom
Totoloksono sesuoi
protocol syok don
PERBAIKAN
perdorohon

Membaik: penurunan hematokrit, stabilnya pulsasi dan tekanan darah, urine output
meningkat
Tidak membaik: hematokrit dan pulsasi meningkat, tekanan darah menurun dibawah
20 mmHg, menurunnya urine output
Tanda -tanda vital tidak stabil: menurunnya urine output, tanda-tanda syok

882
Protoko!4: Penotoloksonoon Perdorohon Sponton podo DBD dewoso

Kosus DBD :

Perdorohon sponton mosif :

Epistoksis tidok terkendoli,Gross hemoturio,


Hemotemesis don otou meleno, Hemotokezio,
Perdorohon otok

Syok ( )

Hb, Ht, Leukosit, Trombosit,


Pemeriksoon hemostosis (KlD)
Golongon doroh. uji cocok serosi

KID (+)
Tronsfusi komponen doroh : KrD (-)
PRC (Hb <l0g%) Tronsfusi komponen doroh :

FFP PRC (Hb <l0s%)


TC (Trombosit <l 00.000) FFP
Heporinisosi 5000- I 0000/24 jom drip TC (Trombosit < I 00.000)
Pemontouon Hb, Ht, Trombosit tiop 4-6 jom Pemontouon Hb, Ht, Trombosit tiop 4-6 jom
Ulong pemeriksoon hemostosis 24 jom kemudion Ulong pemeriksoon hemostosis 24 jom kemudion
Cek APTT tiop hori, torget 1,5-2,5 koli kontrol
Prolokol5: Totoloksono Sindromo Syok Dengue podo dewoso
Jolon nopos
Pernoposon : 021-zLlmenit dengon nosol kote'ler
Bilo lebih memokoi sungkup wojoh
Sirkulosi : coiron kristoloid don otou koloid l0-20 ml/kg
secepotnyo (bilo mungkin < 10 menil)
Perhotikon : tondo londo hipovolemio, hipervolemio/
avetlood don respon pemberion coiron

Perboikon Telop syok

Krisloloid 7ml/kg/jom Kristoloid guyur 30ml/kg/jom


Perburukon
dolom 1 jom dolom 20 30 menil

Perboikon Ht noik Tetop syok Hl turun

Kristoloid 5ml/kg/jom doroh l0 mukg,


Tronsfusi
Perhitungon Koloid l0-20 ml/kg
dolom 1 jom dopot diulong sesuoi
nuirisi seteloh dolom l0-15 menil
l2 jom kebutuhon
(dextrose 5%
bilo tidok odo
24-48 jom seteloh kontro indikosi) Perboikon Teiop syok
syok lerotosi,
tondo vitol / Ht stobil,
dieresis cukup
Koloid
moksimol 30 ml/kg

Stop infus
Perboikon Telop syok

Posong koleter
veno senlrol

Koloid, bilo dosis moksimol belum dicopoi


otou kristoloid/gelotin {bilo koloid sebelumnyo
teloh mencopoi dosis moksimol) l0 ml/kg
dolom I0 menil, dopot diulong sompoi 30 menit
sosoron lek veno senlrol (TVS) l5-18 smH,O

Hipovolemik Normovolemik

Telop syok

Perboikon Kristoloid dipontou


Koreksi gongguon
l0-l 5 menit
osom boso, elektrolit,
hipoglikemio, onemio,
KlD. infeksi sekunder

Kombinosi bertohop lnotropik, vosopresor,


koloid -krisloloid vosodilotor

884
UNII YANG MENANGANI
. RS pendidikan : DivisiTropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan :-
. RS non pendidikan :-

KOMPLIKASI
Renjatan (syok), ensefalopati dengue, perdarahan saluran cerna, KID (koagulasi
intravaskular diseminata)

REFERENS!
I . Brounwold E, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Longo DL, Jomeson JL. lnfection coused by orthropod
ond rodent-borne viruses. Horrisson's: Principle of Internol Medicine.lTth ed.New York: McGrow-
Hill Componies; 2009: 1230,1239.
2. Suhendro LN, Khie C, Herdimon TP. Demom Berdoroh Dengue. Dolom: Buku ojor ilmu penyokit
dolom edisi 5. Jokorto: Interno Publishing; 2009:2773-9.
3. World Heolth Orgonizotion. Dengue hemonhogic Fever: Diognosis, treotment, prevention, ond
control. 2nd ed. Genevo: World Heolth Orgonizotlon Publicotion; l997.
4. Deportemen Kesehoton Republik Indonesio.
DEMAM NEUTROPEN A

PENGERIIAN
Demam didefinisikan bila ditemukan suhu oral > 38,3oC pada satu kali pengukuran
atau suhu > 3BoC bertahan lebih dari satu jam. Neutropenia didefiniskan sebagai
penurunan jumlah netrofil absolut <500 sel/mm3 atau jumlah netrofil diperkirakan
akan menurun <500 sel/mm3 selama 48 iam kemudian.l'2

PENDEKATAN D!AGNOS!S

Anomnesis
Gejala dan tanda inflamasi seringkali kurang tampak atau tidak tampak sama sekali
pada pasien neutropenia pada keadaan klasik adanya. Infeksi bakteri pada kulit dan
jaringan lunak jarang menimbulkan indurasi, eritema, panas, dan pustulasi. Infiltrat
pada infeksi paru dapat tidak terlihat pada radiografi. Infeksi pada meningen dapat
hanya ditemukan pleiositosis ringan di cairan serebro spinal (CSSI. Infeksi traktus
urinarius dapat menunjukkan piuria ringan atau bahkan tidak ada sama sekali.
Demam seringkali merupakan satu-satunya tanda infeksi. Adanya kondisi komorbid
yang mendasari seperti diabetes, penyakit paru obstruktifkronik, dan/atau prosedur
bedah harus dievaluasi. Pemeriksaan fisik pasien demam neutropenia membutuhkan
ketelitian untuk mendeteksi gejala dan tanda yang minimal, khususnyapada lokasi
yang paling sering terkena infeksi seperti di kulit (khusunya tempat pemasangan
katetel seperti tempat masuk atau keluarnya kateter atau tempat aspirasi sumsum
tulang), orofaring (termasuk periodontium), saluran cerna, paru, dan perineum.2

Pemeriksoon Fisik
Pemeriksaan fisik pasien demam neutropenia membutuhkan ketelitian untuk
mendeteksi gejala dan tanda yang minimal, khususnya pada lokasi yang paling sering
terkena infeksi seperti di kulit fkhususnya tempat pemasangan kateter, seperti
tempat masuk atau keluarnya kateter atau tempat aspirasi sumsum tulang), orofaring
ftermasuk periodontium), saluran cerna, paru, dan perineum.2
Pemeriksoon Penunjong
. Laboratorium sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah lengkap dengan hitung
jenis leukosit dan jumlah trombosit, mengukur kreatinin serum d,an blood urea
nitrogen, elektrolit, enzim transaminase hati, dan bilirubin total.2
. Kultur : sebaiknya dilakukan sesuai dengan gejala dan tanda klinis tetapi tidak
secara rutin.2
- Feses: diambil untuk memeriksa Clostridium dfficile toxin assay pada pasien
yang mengalami diare
- Urin: dilakukan pemeriksaan jika ditemukan gejala dan tanda infeksi saluran
kemih, terpasangnya kateter saluran kemih, atau ditemukannya hasil urinalisis
yang abnormal.
- CSS: Pemeriksaan dan kultur cairan spinal diindikasikan jika dicurigai meningitis
- Kulit: biopsi dari lesi kulit yang terinfeksi sebaiknya dilakukan pemeriksaan
sitologi, pewarnaan gram, dan kultur.
- Spesimen respiratori: sampel sputum untuk kultur bakteri rutin dikirim jika
pasien mengalami batuk produktif. Spesimen traktus respiratori bawah diambil
dengan cara bilasan bronkus direkomendasikan pada pasien dengan infiltrat
yang penyebabnya tidak jelas pada foto thoraks. Nasal wash atau spesimen BAL
direkomendasikan untuk mengevaluasi gejala infeksi virus respirasi.
. Pencitraan
Pasien dengan gejala dan tanda respiratori sebaiknya dilakukan foto thoraks untuk
mengeksklusi pneumonia. Pneumonia selama neutropenia biasanya perjalanan
penyakitnya berlangsung progresif sehingga disarankan untuk segera dilakukan
perawatan di ruang rawat inap.2

DTAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding berdasarkan etiologi yang menyebabkan demam neutropenia yaitu:2

Tobel l. Etiologi Demom Neulropenio

spp

BB7
TAIATAKSANA
Penilaian risiko komplikasi infeksi berat sebaiknya dinilai pada saat demam.
Penilaian resiko dapat menentukan jenis antibiotik empiri (oral atau IV), jenis
perawatan (rawat inap atau rawat jalan), dan durasi terapi antibiotik,2
Sistem skoring MASCC (Multinational Association for Supportive Care in Cancer
Risk-lndex Score) merupakan hasil penjumlahan skor faktor risiko, termasuk umur
pasien, riwayat, status rawat inap atau rawat jalan, tanda klinis akut, adanya kondisi
komorbid, dan deratnya demam dan neutropenia yang dinilai oleh beratnya beban
penyakit. Penilaian risiko dengan sistem skor MASCC ini dapat membantu menilai
kondisi pasien untuk menentukan regimen dan tempat perawatan yang sesuai untuk
pemberian antibiotik empiris, juga waktu pemulangan dari rumah sakit.2'3

Tobel 2. The Multinolionol Associolion for Supporlive Core in Concer Risk-lndex Score (opendiks)'?

Cololon: Niloi skor moksimum 26


o Demomneulropeniamerujukkepodostolusklinisumumyongdipengoruhiepisodedemomneutropenio Seboiknyodievoluosi
podo skolo: gejolo lidok odo olou ringon (skor 5); gejolo moderole (skor 3); don gejolo berot (skor 0)
b Penyokit Poru Obstruktif Kronis berorti bronkitis oktif kronis, emflsemo, penurunon FEV, memb,utuhkon oksigen don/olou steroid
don/olou bronkodilotor podo soot epsode demom neutropento
c Riwoyot infeksijomur sebelumnyo berorti terkeno infeksiiomur olou secoro empiris mengoboti posien suspek jomur

888
Posien Risiko Tinggi'?
Pasien dengan kriteria di bawah ini dipertimbangkan menjadi risiko tinggi untuk
komplikasi serius selama demam dan neutropenia. Sebagai alternatif, skor MASCC
<21 dapat digunakan sebagai panduan. Pasien risiko tinggi sebaiknya mendapatkan
terapi antibiotik empiris di rumah sakit:
. Profound neutropenia (Jumlah neutrofil absolut <L00 sel/mm3] diperkirakan bertahan
>7hari
. Adanya penyakit komorbiditas dibawah rnt:
- Instabilitashemodinamik
- Mukositis oral atau gastrointestinal yang menganggu proses menelan atau
yang mengakibatkan diare berat
- Gejala gastrointestinal, termasuk nyeri abdomen, mual, muntah,atau diare
- Perubahan neurologis atau status mental
- lnfeksi kateter intravaskular
- Infiltrat paru baru atau hipoksemia, atau penyakit paru kronis yang mendasari
. Bukti adanya insufisiensi hepatik (didefinisikan sebagai peningkatan aminotransferase
>5x batas atas normal] atau insufisiensi ginjal (didefinisikan sebagai bersihan
kreatinin <30 ml/minl.

Posien Risiko Rendoh2


Pasien risiko rendah adalah pasien dengan neutropenia yang diharapkan membaik
dalam 7 hari dan tidak ada penyakit komorbid, secara klinis stabil, serta fungsi hepar
dan renal yang adekuat. Kebanyakan pasien ini ditemukan dengan tumor solid. Pasien
dengan risiko rendah mempunyai kriteria MASCC skor >21.

Penololoksonoon Pengoboton Anlimikrobo


Adapun prinsip pengobatan empirik pada neutropenia febris adalah sebagai
berikut:3
. Prompt atau secepatnya, karena cepat dan tingginya angka kematian.
. Empirik yang didasarkan pada surveillqnce, kondisi pasien dan kondisi setempat.
. Bakterisidal lebih dipilih daripada antibiotik bakteriostatik pada keadaan netrofil
rendah.
. Spektrum luas untuk mencakup semua bakteri patogen.
Regimen antibakterial sebaiknya diberikan sesuai dengan hasil kultur. Kultur darah
merupakan pemeriksaan yang paling relevan terhadap dasar terapi, sedangkan kultur
permukaan kulit dan membran mukosa dapat terjadi salah interpretasi.l

889
Demom 2 38,3oC don neutropenio < 500 sel/mm'

Reslko rendoh Resiko tlnggi


Anticipoted neutropenio < 7 hori Anticipoled neulropenio > 7 hori
don secoro klinis stobil don tidok olou secoro klinis tdk stobil olou
odo komorbiditos Penyokit komorbiditos loin

Antibiolik rowol Jolon Antibiotlk lv rowol inop


. Regimen oroljiko mompu Antibiotlk lv rowot inop Antibiotik empiris monoteropi:
. lnfeksi yong membutuhkon . Piperocilin/tozoboclom otou
mentoleronsi don mengobsorbsi
. Tersedionyo coregiver, lelefon, ontibiolik lV . Corbopenem
. lnloleronsi Goslrointestinol . Ceflozidime
tronsporlosi . Keputuson poslen don dokler
. Keputuson posien don dokter . Cefepime

Jiko respon don mosuk


kriterio rowot jolon

Ciprofloxociin orol Sesuoikon pemberion onlimiklobo


+ berdosorkon londo klinls speslfik,
omoxicillin/c ovulonot rodlogrofi don/ olou dolo kullur.
Conloh
'Voncomycin olou linezolid unluk
selulilis otou pneumonio
. Tombohkon ominoglikosid don gonti
Observosi 4-24 jom di klinik untuk ke corbopenem untuk pneumonio
memostikon ontibiotik empiris otou bokteremio grom negotif
dopot ditoleronsi don posien . Melronidozol untuk gejolo obdomen
lelop slobil sebelum rowol jolon otou suspek infeksi C diff cile

Gombor l. Algorilme monojemen inisiol demom neulropenio2

Pengoboton Antijomur don Dekonlominosi Antibiotik Porsiol


Sebelum dilakukan pemberian kemoterapi, beberapa pusat pengobatan termasuk
Indonesia, terlebih dahulu memberikan PAD (Partial Antibiotic Decontamination)
dengan tujuan sterilisasi usus atau saluran cerna. Regimen PAD dapat berupa
kolistin, neomisin, pipemidic acid ditambah dengan anti jamur profilaksis seperti
flukonazol, itrakonazol, atau amfoterisin B, atau dapat juga regimen lain seperti
kuinolon-siprofloksasin, bahkan yang sederhana dengan kotrimoksazol. Pengobatan
standar sampai saat ini masih menggunakan flukonazol, itrakonazol, amfoterisin B

atau liposomal amfoterisin B. Pada risiko rendah penggunaan obat antijamur tidak
direkomendasikan.

Pengoboton Antivirus
Pengobatan antivirus tidak dipergunakan sebagai pengobatan empirik. Obat
antivirus hanya diindikasikan bila terbukti secara klinis atau laboratoris dengan
adanya penyakit virus.l'3

890
Pengoboton Loin
Pengobatan growth factor dn imunomodulator serta empirikal immunoglobulin
tidak direkomendasikan secara rutin, karena belum ada bukti nyata.1,3

KOMPTIKASI
Bakteriemia.l,a

PROGNOSIS
Demam neutropeni terjadi pada 1,0o/o - 50o/o pasien dengan tumor solid dan B0%
pada keganasan hematologi, dan biasanya membutuhkan waktu pengobatan 7-1,Zhari
dengan angka kematian 10ol0. Angka kematian rata - rata sebesar 1,5o/opadakelompok
risiko tinggi dan pada kelompok risiko rendah. Demam neutropenia, jika tidak
1.o/o

ditangani dalam 48 jam pertama, maka angka kematian mencapai 50 o/o.a

UNII YANG MENANGAN!


. RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi - Departemen penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNII TERKAIT
. RS pendidikan Divisi Hematologi-Onkologi Medik, Divisi Alergi Imunologi
- Departemen Penyakit Dalam
a RS non pendidikan Bagian Penyakit Dalam

REFERENS!
l. Kosten T. Infections in Potients with Concer. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of lnternol
Medicine l8th edition.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill. 20l2
2. Clinicol Proctice Guideline forthe Use of Antimicrobiol Agents in Neutropenic potientswith Concer:
2010 Updote by the InfectiousDiseoses Society of Americo
3. Ronuhordy D. Neutropeni Febril podo Konker. dolom:Sudoyo,setiyohodi. Buku Ajor llmu penyokil
Dolom. Edisi V Jokorto. lnferno publishing. 201I
4. Klostersky Jeon. Monogement of Fever in Neutropenic Potients with Different Risks of
Complicotions. Diunduh dori http://cid.oxfordjournols.org/content/39/Supplement_l/S32.full
podo tonggoll Mei2012.
D AMTFO

PENGERIIAN
Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi
kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.l

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Gejala yang paling menonjol adalah prolongedfever (38.8"-40.5'C), dan berlanjut
hingga 4 minggu jika tidak ditangani. S.paratyphi.4 dapat mengakibatkan gejala
penyakit yang Iebih ringan daripada S.typhr, dengan predominan gejala gastrointestinal.
Pada minggu pertama, gejala yang ditemukan adalah sakit kepala, menggigil, batuk,
berkeringat, mialgia, malaise, dan artralgia. Gejala gastrointestinal yang ditemukan
yaitu: anoreksia, nyeri abdomen, mual, muntah, diare, konstipasi.l

Pemeriksoon Fisik
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Dalam minggu kedua gelala-gejala menjadi jelas berupa demam, bradikardia relatif
(peningkatan suhu 1"C, tidak diikuti peningkatan denyut nadi Bx/menitJ, lidah yang
berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremorJ, hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupol koma, delirium
atau psikosis. Roseola jarang ditemukan pada orang Indonesia.l

Pemeriksoon Penunjong
Pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, dapat
pula terjadi kadar leukosit normal, atau leukositosis walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder. Selain itu dapat ditemukan anemia dan trombositopenia. Nilai SGOT dan
SGPT seringkali meningkat. 1,2
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji Widal dan kultur organisme.
Kuman tifoid yang mengandung antigen (O and H) dapat menstimulasi host untuk
terbentuknya antibodi. Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai aglutinin
yang bermakna diagnostik untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya
kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di
berbagai laboratorium setempat. 1,2

Pada uji Widal, bila terjadi kenaikan 4 kali


titer antibody O dan H pada spesimen
yang diambil dalam jarak2 minggu, maka kemungkinan tinggi terjadi proses infeksi
S.typhi. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam,
kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat, dan
tetap tinggi selama beberapa minggu. Bagaimanapun juga, pemeriksaan ini mempunyai
persentase sensitivitas sekitar 70o/o dan mempunyai nilai spesifitas yang rendah;
banyak strain Salmonella non typhoidal terjadi reaksi silang, dan sirosis hepatis dapat
m en gakibatkan fa I s e -p ositif. 1'2

Kultur merupakan standar baku dalam menegakkan diagnosis. Kultur darah,


feses dan urin sebaiknya dilakukan. Kultur darah biasanya positif pada awal 2 minggu
pertama, tapi kultur feses biasanya positif selama minggu ke 3 hingga ke 5. Sedangkan
kultur urin pada minggu ke 4. Jika kultur tersebut negatif tetapi secara klinis suspek
kuat demam tifoid, maka kultur biopsi spesimen sumsum tulang belakang dapat
dijadikan pertimbangan untuk mencari kuman Salmonella. Tingkat sensitivitas kultur
sumsum tulang mencapai 55-900/o, dan tidak seperti kultur darah, hasil kultur tidak
berkurang walaupun setelah 5 hari pemberian antibiotik sebelumnya. Akan tetapi,
metode ini memakan waktu lama dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang
relatif rendah, dan juga memerlukan fasilitas laboratorium yang khusus.l'2
Selain uji Widal, terdapat beberapa metode pemeriksaan lain yang dapat
dilakukan dengan cepat, mudah serta memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih
baik antara lain uji TUBEX, Typhidot dan dipstik. Uii TUBEX merupakan uji semi-
kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan,
Uji ini digunakan untuk mendeteksi antibodi anti-S.typhi 09 pada serum pasien.
Deteksi terhadap anti 09 dapat dilakukan lebih dini,yaitu pada hari ke 4-5 untuk
infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Pada penelitian tahun 2006,
di Jakarta, Surya H dkk, didapatkan sensitivitas uji Tubex sebesar 100o/o, spesifitas
90o/o.Uji Typhidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein
membran luar Salmonella Typhi. Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan
dapat mengidentifikasi secara spesifik IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat
50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.3

893
Tobel l. lnlerprelosi Hosil Uji Tubex2

<2 Ti,

4-5 Posilif Menunjukon infeksi tifoid oktif


>6

Saat ini, metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISAI telah banyak
digunakan dalam membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dari serum dan urin.
Meskipun metode ELISA dengan mengambil cairan tubuh memiliki tingkat sensitivitas
dan spesifisitas yang lebih tinggi dibanding uji Widal, teknik yang invasif serta
kesulitan mengambil dan mempertahankan sampel hingga waktunya untuk diperiksa
telah mengurangi manfaat metode ini. Oleh karena itu, saat ini telah dikembangkan
ELISA untuk mendeteksi antibodi IgA lipopolisakarida anti-S.typhi pada sampel air
liur pasien yang dicurigai menderita demam tifoid. Dari hasil penelitian, metode ini
mampu mendeteksi demam tifoid pada fase akut dan paling efisien selama minggu
ke-2 dan ke-3 demam, yaitu saat dimana pasien datang untuk dirawat.3

Tobel 2. Perbedoon Niloi Sensilivitos don Spesifisilos dori Pemeriksoon EUSA, Iubex-TF, Typhidot
lgG don lgM.

Ioksik Iifoid
Demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis
lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal.2

894
Tifoid Korier
Seseorang yang kotorannya (feses atau urinJ mengandung S.typhi setelah satu
tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinik.'z

DIAGNOSIS BAND!NG6
Demam dengue, malaria, enteritis bakterial

TATATAKSANA
Trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
1. Diet dan terapi penunjang [simtomatik dan suportifJ
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu
(menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman.2'3
2. Pemberian antimikrobal'2
- Pilihan utama: Kloramfenikol4 x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam.
Alternatif lain:
- Tiamfenikol 4 x 500 mg [komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
kloramfenikolJ
- Kotrimoksazol 2 x960 mg selama 2 minggu
- Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu
- Sefalosporin generasi III; yangterbukti efektifadalah seftriakson 3-4 gram dalam
dekstrosa 100 cc selama lz jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari.
- Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2 x 1 gram
- Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV):
. Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
. Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
. Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
. Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
. Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

Kosus Toksik lifoid3


Pada kasus toksik tifoid langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg
dengan ampisilin 4 x L gram dan Prednison 20 hingga 40 mg sekali sehari PO [atau
yang ekuivalen) selama 3 hari pertama dari pengobatan biasanya cukup. Dosis tinggi
kortikosteroid (dexametason 3 mg/kg IV awal, diikuti dengan L mg/kg per 6 jam selama

48 jam), digunakan pada pasien dengan delirium, koma, syok.

89s
KOMBINASI ANIIBIOTIKA3
Kombinasi antibiotika hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis atau
perforasi, dan renjatan septik.

Kosus Tifoid Korier2


. Tanpa kolelitiasis ; pilihan rejimen terapi selama 3 bulan:
- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari
- Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari+ Probenesid 30 mg/kgBB/hari
- Kotrimoksazol 2 x2 tablet/hari
. Dengan kolelitiasis -; kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 2B hari
atau kolesistektomi + salah satu rejimen berikut:
- Siprofloksasin 2 x750 mg/hari
- Norfloksasin 2 x 400 mg/hari
. Dengan infeksi Schistosoma haematobium pada traktus urinarius ;eradikasi
S ch i sto soma haem atob ium:
- Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau
- Metrifon at 7 ,5-1.0 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu
- Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti
di atas
Perhatian: Pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidakboleh digunakan.
Kloramfenikol dan tiamfenikol tidak dianjurkan pada kehamilan.

KOMPTIKASI

Komplikosi lnteslino12
Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis

Komplikosi Ekstrqintestinoi 2
. Komplikasi kardiovaskuler: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis
. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, trombosis,
. Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis.
. Komplikasihepatobilier:hepatitis,kolesistitis.
. Komplikasi ginlal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis.
. Komplikasi neuropsikiatrik atau tifoid toksik

896
PROGNOSIS
Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10-20%, sedangkan pada
kasus yang diobati angka mortalitas demam tifoid sekitar 2o/o. Kebanyakan kasus
kematian berhubungan dengan malnutrisi, balita dan lansia. Pasien lanjut usia atau
pasien debil prognosisnya Iebih buruk, Bila terjadi komplikasi, maka prognosis semakin
buruk. Relaps terjadi pada250/o kasus.6

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT IERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Peters CJ. lnfections Coused by Arthropod- ond Rodent-Borne Viruses. In: Longo Fouci Kosper,
Horrison's Principles of lnternol Medicine l Tth edition.Uniied Stotes of Americo. McGrow Hill.2008
2. Widodo D. Demom Tifoid. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi 5. Jokorto: Pusot Penerbiton llmu
Penyokit Dolom; 2009 :2797 - 2805.
3. Porry Christopher M, Hien Trons tinh. Thyphoid Fever. N Engl J Med 2OO2;347'.1770-1782.
4. Heroth. Eorly diognosis of typhoid fever by the detection of solivory lgA. J Clin Pothol 2003;56:694-
698.
5. Utoh Public Heolth
- Diseose lnvestigotion Plons. Thypold Fever (Enteric Fever, Typhus Abdominolis).
2010. Diunduh dori http://heolth.utoh.gov/epi/diseoses/typhoid/plon/TyphoidPlon08l5l0.pdf
podo tonggol2Mei20l2.
D ARE INFEKS

PENGERTIANl,2,3
Diare didefinisikan sebagai perubahan frekuensi buang air besar menjadi lebih
sering dari normal/ lebih dari 3 kali per hari disertai perubahan konsistensi feses
menjadi lebih encer. Diare juga dapat diartikan sebagai keluarnya feses lebih dari
200 gram per hari [pada populasi barat), atau kandungan air pada feses lebih dari
200 mL per hari.
Berdasarkan durasinya, diare dibagi menjadi tiga: diare akut fkurang dari 14 hari),
diare persisten (berlangsung selama 2 - 4 minggu), dan diare kronis (berlangsung
lebih dari 4 minggu). Diare disebut sebagai diare infeksi bila etiologinya adalah karena
infeksi bakteri, virus, parasit, jamul atau toksin dalam makanan

Penyebob Gostroenteritis Koreno lnfeksi


Toksin dalam makanan finkubasi < 6 jam) :

. Bacillus cereus
. Staph. aureus
. Clostridium spp. enterotoxin
Bakteri (inkubasi 1.2-72 jam) :

. Vibrio cholerqe . Salmonella*


. E. colienterotoksigenik (ETEC) . Shigella*
. Shiga toxin-producing E. coli (EHEC)* . Campylobacter*
. E. colienteroinvasif (EIEC)* . Clostridiumdifficile*

Virus (inkubasi singkatJ : Rotavirus, N orovirus


Protozoa [inkubasi lama): Giardiasis, Cryptosporidium, Microsporidiosis, disentri
amuba*, Isosporiasis
Keterangan: *diare berdarah
PENDEKAIAN DIAGNOSIS4

Anomnesis
Onset, durasi, frekuensi, progresivitas, kualitas diare (konsistensi feses, adakah
disertai darah atau lendirJ, gejala penyerta (muntah, nyeri perut, demamJ, riwayat
makanan/minuman yang dikonsumsi 6 - 24 jam terakhir, adakah keluarga atau
orang disekitarnya dengan gejala serupa, kebersihan/ kondisi tempat tinggal, apakah
wisatawan atau pendatang baru, riwayat seksual, riwayat penyakit dahulu, penyakit
dasar/komorbid.

Pemeriksoon Fisik
Keadaan umum, tanda vital, status gizi, tanda dehidrasi, tanda anemia, kualitas
dan lokasi nyeri perut, colok dubur (dianjurkan untuk usia > 50 tahun, dan feses
berdarah), identifikasi penyakit komorbid.

Pemeriksoon Penunjong
Darah Perifer Lengkap (DPLJ, elektrolit, ureum, kreatinin, Analisa Gas Darah
(AGD) bila dicurigai ada kelainan asam basa, analisa tinja, kultur dan resistensi feses,
immunoassay toksin bakteri (C. difficile)/antigen virus (rotavlrusJ, antigen protozoa
(Giardi a, E. Histo lytica)

DIAGNOSIS BANDING
. Gastroenteritis (non infeksil
. Infeksi C. difficile
. Divertikulitis akut
. Sepsis
. Pelvic inflammatory disease (PID)

TAIA[AKSANA4

A. IeropiSuporlif
7. Rehidrasi cairan dan elektrolit
Per oral: larutan garam gula, oralit, Larutan Rehidrasi Oral ILROJ
Intravena: ringer laktat, ringer asetat, normal salin, ringer dekstrosa, dsb
fumlah kebutuhan cairan disesuaikan dengan status hidrasi (menggunakan
klasifikasi berdasarkan CDC AS 2008J atau dengan menggunakan skor Daldiyono.

899
Tobel l. Klosifikosi Dehidrosi menurut WHO

Kebutuhan cairan per hari menggunakan metode ini adalah :

. Dehidrasi minimal - 40 ml/kgBB/hari


: 103/100 x 30
. Dehidrasi ringan sedang :109/L00 x 30 - 40 ml/kgBB/hari
. Dehidrasi berat : 172/100 x 30 - 40 ml/kgBB/hari

Tobel 2. Peniloion Derojol Dehidrosi menurul WHO

Mu ul

Skor >6 Tonpo dehidrosi


dehidrosi ringon-sedong
>13 Dehidrosi berot

900
Kebutuhan cairanf 2 jam pertama melalui metode ini adalah=

Skor/15 X 70o/o X KgBB X l liter

a Terapi nutrisi sesuai kebutuhan: nutrisi oral, enteral, parenteral, ataupun kombinasi

l. Teropi Etiologis lnfeksi


. Bakteri
. E.Colipatogen (EPEC), toksigenik (ETEC), hemoragik (EHEC); Enterobacter
aerogenes; Shigella sp:
- Kuinolon: siprofloksasin 2 x 500 mg p.o, norfloksasin 2 x 400 mg p.o,
levofloksasin L x 500 mg p.o selama 3 hari
- Kotrimoksazol forte 2 x (160 mg + 800 mgJ tab p.o selama 5 hari
. Salmonella sp:
. Kloramfenikol 4 x 500 mg p.o, Tiamfenikol 50 mg/kgBB (qid) p.o selama
10-14 hari
- Kuinolon: siprofloksasin 2 x 500 mg p.o, norfloksasin 2 x 400 mg p.o,
Ievofloksasin L x 500 mg p.o selama 3-5 hari
- Kotrimoksazol forte 2 x [160 mg + 800 mg) tab p.o selama L0 - 14 hari
. Vibrio cholera:
- Tetrasiklin 4 x 500 mg p.o selama 3 hari
- Doksisiklin 4 x 300 mg p.o, dosis tunggal
- Fluorokuinolon [siprofloksasin 2 x 500 mg p.o, norfloksasin/levofloksasin
1x500 mg p.o)
. Clostridium difficile:
- Metronidazol (POJ 4 x 250-500 mg selama 7 - 74hari
- Vankomisin (PO) 4 x t25 mg selama 7- 1,4 hari (Bila resistensi
metronidazole)
- Probiotik
. Yersiniaenterocolytica :

- Aminoglikosida : streptomisin IM) 30mg/kgBB/hari p.o bid, selama 10 hari


- Kotrimoksazol forte 2 x (160 mg + 800 mg) tab p.o
- Fluorokuinolon (siprofloksasin 2 x 500 mg p.o, norfloksasin 2 x 400 mg
p.o, levofloksasin 1 x 500 mg p.o
. Shigela dysentrase:
- Kuinolon
- Cephalosporine generasi III
- Aminoglikosida
. Campylobacterjejunii:
- kuinolon: siprofloksasin 2 x 500 mg p.o, norfloksasin/levofloksasin 1 x
500 mg p.o
- makrolid: eritromisin 2x500 mg p.o selama 5 hari
. Virus: tidak diberikan antivirus, hanya terapi suportif dan simptomatik
a Parasit:
. Giardia lamblia: metronidazol 4 x 250-500 mg p.o selama 7 -1.4 hari
. Cryptosporidium'. paromomisin(4g/harip.o dosis terbagi) plus azitromisin
(500 mg p.o dosis tunggal dilanjutkan 1 x 250 mg p.o selama 4 hari)
. Entamoebahistolytica:
- Metronidazol4 x 250-500 mg p.o selama 7 - 1-4 hari
- Tinidazol2 g/hari p.o selama 3 hari
- Paromomisin 4 g/hari p.o, dosis terbagi
. Isospora belii:
- Kotrimoksazol forte2 x [1-60 mg + 800 mg) tab p.o, selama 7 - ]-0 hari
. famur (pada pasien dengan HIV/AIDS): Candida sp,Cryptococcus sp,
Coccidiomycosis sp.
a Biasanya diberikan intravena dulu, dilanjutkan oral, tergantung keadaan umum
. Flukonazol 2 x 50 mg; itrakonazol2 x 200 mg; vorikonazol 2 x 200 mg;
amfoterisin B 1mg/kgBB/hari; nistatin 4 x 1 mL atau 1 tab

902
2. IeropiSimptomotik
. aktil kolestiramin): bekerja
Adsorbenf [kaolin, attapulgite, smectite, karbon
dengan cara mengikat dan inaktivasi toksin bakteri atau zat lain yang
menyebabkan diare.
. Probiotik:terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces
boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan
memiliki efek yang positif karena berkompetisi dengan bakteri patogen untuk
nutrisi dan reseptor saluran cerna.
. Antimotilitas (loperamid hidroklorida, difenoksilat dengan atropin, tinktur
opium, tinktur opium camphor, paregoric, kodein): mengurangi frekuensi
BAB pada orang dewasa, tetapi tidak mengurangi volume tinja. Tidak boleh
diberikan pada bayi dan anak-anak dengan diare karena dapat menyebabkan
ileus paralitik berat dan memperpanjang durasi infeksi karena menghambat
eliminasi organisme penyebab. Pada dosis tinggi dapat menyebabkan toksik
megakolon. Antimotilitas yg membuat spasme, tidak boleh diberikan pada
wanita hamil (komplikasi abortus).
. Bismuth subsalisilat: mengurangi volume tinja dan keluhan subyektif. Diberikan
setiap 4 jam, dapat mengurangi volume tinja pada diare akut sampai 30%.
Obat antidiare: kontraindikasi bila feses berdarah, immunocompromise, atau pada
risiko sepsis

KOMPLIKASI'
Komplikasi sistemik: hipovolemia, hiponatremia, hipoglikemia, sepsis, kejang dan
ensefalopati, sindroma uremik hemolitik (HUS), pneumonia, kurang energi protein.
Komplikasi saluran cerna: perforasi, toksik megakolon,

PROGNOSt55.6
. akut, diare cai4 tipikal berlangsung 5-7 hari
. kebanyakan kasus membaik dalam 2 mrnggu
. bila ada komplikasi serius seperti dehidrasi dan syok hipovolemik: prognosis
umumnya baik bila rehidrasi berhasil
. faktor-faktor yang memiliki prognosis yang lebih buruk, diantaranya:
- diare disertai darah'dehidrasi dan hipovolemia
- syok hipovolemik, gejala diare berulang
- malnutrisi'immunodefisiensi,termasukinfeksi HIV
- usia > 65 tahun'diare karena antibiotika

903
infeksi nosokomial atau wabah diare
tanda - tanda peritonitis

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Infeksi Tropik, Divisi Gastroenterologi - Departemen
Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT YANG TERKAIT


. RS pendidikan Divisi Ginjal Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam,
Bagian Parasitologi, Bagian Mikrobiologi,
a RS non pendidikan

REFERENSI
l. Mokmun D, Simodlbroto M, Abdulloh M, Syom AF, Fouzi A, editors. Konsensus penoioloksonoon
diore okut podo dewoso di lndonesio. Perkumpulon Gostroenterologi lndonesio (PGl), 2009
2. Comilleri M, Murroy JA. Diorrheo ond constipotion. In: Longo DL, Kosper DL, Jomeson DL, Fouci
AS , FouciAS,HouserSL,LoscolzoJ, editors. Horrison's Principols of Internol Medicine l8ih ed. New
York: McGrow-Hill Medicol Publishing Division; 2012. Chopter4O, p308-19.
3. Colledge NR, Wolker BR, Rolston SH, editors. Presenting problems in infectious diseoses. In :

Dovidson's Principles ond Proctice of Medicine 2l st ed. Churchill Livingstone-Elsevier;201O. Poge


302- 4

4. Setiowon B. Diore okut koreno infeksi. Dolom: Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokorto: Pusot
Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom Fokultos Kedokteron Indonesio, 20,) l. Holomon
1794 - 8
5. WorldHeolthOrgonizotion.Thetreotmentofdiorrhoeo:omonuolforphysicionsondothersenior heolth
workers. WHO 2005 PDF
6. Monotsothit S, Dupont HL, Forthing M, et ol; Working Porty of the Progrom Committee of the
Bongkok World Congress of Gostroenterology 2002. Guideline for the monogement of ocute
diorrheo in odults.

904
D ARE TERKA T ANTIBIOT K
(,NFEKS' C[OSIR'D'U M DtFFtCtLE)

PENGERIIAN
Diare terkait antibiotik/pseudomembran adalah peradangan pada kolon akibat
toksin A maupun toksin B dari Clostridium dfficile yang ditandai dengan terbentuknya
Iapisan eksudatif (pseudomembran) yang melekat di permukaan mukosa, yang
umumnya timbul setelah menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik menyebabkan
terganggunya kolonisasi flora normal di kolon sehingga Clostridium difficile tumbuh
berlebihan. Antibiotik yang paling sering dikaitkan dengan keadaan ini adalah
klindamisin, ampisilin dan sefalosporin generasi 2 dan 3.1'2

PENDEKATAN D!AGNOSIS

Anomnesisr-3
. Diare cair atau berlendir 1.0 - 20 x sehari
. Diare berdarah
. Kram perut
. Demam
. Riwayat penggunaan antibiotik minimal 72 jam sebelumnya

Pemeriksoon Fisikl,3
. Febris
. Nyeri tekan abdomen bawah

-3
Pemeriksoon Penunjongl
. Darah tepi lengkap ) leukositosis, sering hingga 50.000/mm3
. Hipoalbuminemia
. Kolonoskopi )diawali lesi kecil (2 - 5mm) putih atau kekuningan, diskret, timbul,
mukosa di antaranya terlihat normal atau eritema, granularitas, kerapuhan. fika lesi
membesaL terbentuk pseudomembran yang Iuas berwarna kuning keabu-abuan
dan jika diambil dengan forsep biopsi terlihat mukosa di bawahnya mengalami
ulserasi.
a Histopatologi
a ELISA, PCR ) mencari toksin A ataupun toksin B, antigen C.difficile

D!AGNOSIS BANDING
Diare akibat kuman patogen lain, efek samping obat non-antibiotik, kolitis non-
infeksi, sepsis intra abdominal.l

TATATAKSANA

Nonformokologisr,2,a
. Menghentikan antibiotik yang diduga sebagai penyebab, obat-obatan yang
mengganggu peristaltik, opiat
. Mencegah penyebaran nosokomial
. Pemberian cairan dan elektrolit (lebih lengkap lihat di bab Diare Infeksi)

Formokologisr,z,a
. Metronidazol ) pada kasus ringan-sedang (leukosit < 15.000/mm3 atau kreatinin
< 1,5 kali kreatinin awalJ diberikan peroral dengan dosis 4 x250 - 500 mg selama
7-10 hari
. Vankomisin ) digunakan pada kasus berat dengan dosis peroral 4 x 125-500
mg selama 7-1,4 hari. Pada kasus berat dengan komplikasi atau fulminan, dosis
vankomisin yang digunakan adalah 500 mg per oral atau per NGT ditambah dengan
metronidazol iv 3 x sehari selama > 2 minggu. Tigesiklin iv 2 x 50 mg setelah dosis

awal l-00 mg dapat menggantikan metronidazol


. Kasus rekurensi pertama menggunakan dosis yangsama dengan kasus baru. Kasus
rekurensi kedua menggunakan vankomisin per oral dengan dosis tapering yaitu 4
x 125 mg selama 1.0-1.4 hari lalu 2 x sehari selama 1 minggu lalu 1x sehari selama
1 minggu lalu setiap 2-3 hari selama 2-B minggu
. Kolestiramin ) untuk mengikat toksin, dosis 3 x 4 gram selama 5 - 10 hari
. Kuman laktobasilus atau ragi (Saccharomyces boulardil selama beberapa minggu
. Imunoglobulin iv ) antiboditerhadap toksin C.difficile
Bedah: operasi kolektomi subtotal untuk menyelamatkan nyawa dan apabila dengan
terapi farmakologis tidak berhasil2'a

906
KOMPLIKASI
Dehidrasi, gangguan elektrolit, syok, edema anasarka, megakolon toksik, perforasi
kolon, gagal ginjal, sepsis, kematianl

PROGNOSIS
Sebanyak l5-35o/o kasus akan kambuh dalam beberapa minggu atau bulan.
Rekurensi dapat timbul sebagai relaps atau reinfeksi oleh sfrain baru. Rekurensi lebih
sering pada pasien geriatri, pasien yang tetap melanjutkan pemakaian antibiotik
penyebab saat terapi Clostridium difficile, pasien yang tetap dirawat di rumah sakit
setelah pengobatan pertama selesai dan pasien yang menggunakan proton pump
inhibitor. Pasien yang telah mengalami rekurensi pertama memiliki kemungkinan
rekurensi kembali sebesar 33-650/o. Pada kasus rekuren, risiko timbulnya komplikasi
serius meningkat sebesar 11%. Angka mortalitas meningkat hingga 6,9% dan lebih
tinggi pada usia tua.2'3

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi, Divisi Gastroenterologi - Departemen
Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu PenyakitDalam
. RS non pendidikan

REFERENSI
I . Oesmon N. Kolitis infeksi. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibrolo M, Setioti S, editors. Buku
ojor ilmu penyokit dolom. 5th ed. Jokorto; Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit
Dolom FKUI, 2009:560 - 6
2. Gerding DN, Johnson S.Clostridium difficile infection, including pseudomembronous colitis. In: Fouci
A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, HouserS, Jomeson J, Loscolzo J, editors Horrison's principles of
internol medicine. I8th ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2Ol2:1091 - 4
3. Bortlett JG, Gerding DN. Clinicol recognition ond diognosis of clostridium difflcile infection. Clin
lnfect Dis. 2008:46 Suppl 1:S12 -
4. Cohen SH, Gerding DN, Johnson S, et ol. Clinicol proctice guidelines for clostridium difficile infection
in odults: 20,lO updote by the society for heolthcore epidemiology of Americo (SHEA) ond the
infectious diseose society of omerico (IDSA). Infect Control Hosp Epidemiol. 2010;31 (5):43,l - 55

907
FEVER OF UNKNOI,VN OR'G'N

PENGERTIAN'2
Fever of Unknown Origin [FUO) dibagi menjadi empat macam, yaitu :

. FUO klasik adalah demam>3B,3oC selama lebih dari 3 minggu, kemudian dirawat
selama 1 minggu untuk dicari penyebabnya, namun tidak ditemukan penyebabnya.
Penyebab bisa merupakanundetermined infection, malignancy, autoimmune disease.
. FUO pada pasien HIV adalah demam > 3B,3oC selama lebih dari 4 minggu pada
rawat jalan atau lebih dari 3 hari pada pasien rawat inap
. FUO pada pasien netropenia adalah demam > 38,3'C pada pasien dengan jumlah
lekosit PMN<500/pL atau diperkirakan akan turun mencapai nilai tersebut dalam
L-2hari (dibahas lebih lanjut pada bab demam neutropenia)
. FUO pada pasien nosokomial demam > 38,3"C timbul pada pasien yang dirawat
di RS dan pada saat mulai dirawat tidak timbul gejala atau dalam masa inkubasi,
penyebab demam tak diketahui dalam waktu 3 hari, termasuk 2 hari telah diperiksa
kultur.

ETtOtOGT
FUO disebabkan karena infeksi (30-40o/o), neoplasma (20-30o/o), penyakit kolagen
vaskular (LO-Z}o/o), dan beberapa penyakit Iainnya (1,5-20o/o). FUO yang menetap
selama lebih dari 1 tahun cenderung disebabkan oleh infeksi atau neoplasma dan
kebanyakan adalah penyakit granulomatosa.

PENDEKATAN DIAGNOSI53

Anomnesis don Pemeriksoon Fisik


Keluhan utamanya adalah demam berkepanjangan tanpa sebab yang jelas. Hal
yang perlu ditanyakan diantaranya : onset demam, durasi demam, pola demam.
Riwayat pengobatan yang berhubungan dengan FUO diantaranya adalah antimikroba
(carbapenem, cephalosporin, erythromycin, isoniazid, minocycline, nitrofurantoin,
penicillin G, penicillin V, rifampin, sulfonamidesJ, antileptik (carbamazepine, phenytoin),
obat kardiovaskular (captopril, clofibrate, heparin, hydralazine, methyldopa, nifedipine,
procainamide, quinidine), allopurinol, barbiturate, cimetidine, meperidina pil diet,
obat herbal.
Riwayat penyakit terdahulu : keganasan, penyakit inflamasi, riwayat operasi
sebelumnya (terutama yang berhubungan dengan benda asing), infeksi HIV. Riwayat
pada keluarga (kondisi keluarga ke arah FUOJ: demam periodik,/amilial Mediterranian

fever (FMF), penyakit reumatik, kondisi inflamasi sistemik (seperti inflammatory bowel
disease, polimialgia rematika, temporal arteritis, atau vaskulitis lainJ. Riwayat sosial:
mengenai paparan ke hewan peliharaan atau binatang lain, terpapar dengan orang
dengan mempunyai gejala yang sama, riwayat bepergian, tempat tinggal sebelumnya,
riwayat pekerjaan, ketergantungan obat injeksi, aktivitas seksual. Selain itu, perlu
ditanyakan lagi gigitan kutu,

Pemeriksoon Penunjong
Sesuai mikroorganisme dan organ terkait. Pemeriksaan hematologi, kimia darah,
urine Lengkap, mikrobiologi, imunologi, radiologi, EKG, biopsi jaringan tubuh,
pencitraan, sidikan (scanning), endoskopi/peritoneoskopi, angiografi, limfografi,
tindakan bedah flaparatomi percobaan), uji pengobatan, PET scan.

DIAGNOSIS BANDING
Infeksi, penyakit kolagen, neoplasma, efek samping obat

IAIATAKSANA
Tidak ada pengobatan untuk FUO sampai penyakityang mendasari teridentifikasi.
Obat-obatan untuk mengurangi demam tidak didukung bukti yang kuat. Pengobatan
empirik dengan menggunakan antibiotik, antituberkulosis, atau kortikosteroid tidak
direkomendasikan bila belum ditegakkan diagnosis pasti

KOMPLIKASI
Efek samping dari tes diagnostik untuk mencari etiologi FUO

PROGNOSIS
. 1,9-34o/o pasien dengan FUO tidak pernah mengetahui diagnosisnya
. Pasien dengan FUO idiopatik mempunyai prognosrs yang baik sebab pada sebagian
besar kasus, penyakit dapat sembuh dengan spontan.

909
UNIT YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Divisi Tropik dan Infeksi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Divisi Pulmonologi, Divisi Hematologi-Onkologi Medik,
Divisi Reumatologi - Departemen Penyakit Dalam
a RS non pendidikan

REFERENSI
1. Ergonul O, Willke A, Azop A, et ol. Revised deflnition of 'fever of unknown origin': limilotions ond
opportunities J Infect. 2005;50(l ):l-5.
2. Cunho BA. Fever of Unknown Origin. New York, NY: lnformo Heolthcore; 2007.
3. Arnow PM, Floherty JP. Fever of unknown origin. Loncet. l997;350:575-80.
4. http://medicol-mostermind-community.com/uploods/Fever-of-Unknown-Origin.pdf
FILARIAS S

PENGERI!AN
Filariasis adalah infeksi pada saluran limfe atau kelenjar limfe yang disebabkan
oleh cacing Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, atau B. timori, dengan klinis bervariasi
mulai dari infeksi subklinis,limfedema, sampai hidrokel, dan kaki gajah(elephantiasis).
Toksin yang dilepaskan oleh cacing dewasa menyebabkan limfangiektasia, apabila
cacing dewasa telah mati dapat mengakibatkan limfangitis filaria akut dan obstruksi
saluran limfe.l'2

PENDEKAIAN DIAGNOSIS2
Filariasis dapat berlangsung selama beberapa tahun dengan gambaran klinis yang
berbeda-beda.
Infeksi filaria, dibagi 3 stadium:
1,. Bentuk tanpa gejala / asimptomatik
. Pembesaran kelenjar limfe terutama daerah inguinal
. Dalam darah ditemukan banyak mikrofilaria, disertai eosinofilia.
2. Filariasis dengan peradangan [akut)
. Demam, menggigil [bila ada infeksi sekunder karena bakteri), sakit kepala,
muntah, lemah, mialgia, hematuria mikroskopik, proteinuria
. Saluran limfe/kelenjar getah bening (KGB) yang terkena: aksila, inguinal,
tungkai, epitrokleari genitalia (funikulitis, epididimis, orkitis)
. Pembengkakan epididimis, jaringan retro peritoneal, kelenjar ari-ari, dan
iliopsoas
. Infeksi kulit, plak edematosa, disertai vesikel, ulkus steril Icairan
serosanguineusJ, dan hiperpigmentasi,
. Lekositosis dengan eosinofilia
. Sindroma eosinofilia paru tropik (tropical pulmonary eosinophilia), kejadian
<1o/o dari seluruh kasus filariasis, ditandai dengan:
- kadar eosinofil darah tepi yang sangat tinggi,
- gejala mirip asma, mengi, batuk
- penyakit paru restriktif (dan kadang obstruktif)
- kadar antibodi spesifik antifilaria sangat tinggi
- respon pengobatan yang baik dengan terapi antifilaria [DEC]
. Berlangsung selama satu bulan atau lebih
3. Filariasis dengan penyumbatan
Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai, dapat
dibagi dalam 4 tingkat, yaitu:
- Tingkat 1: edema pitting pada tungkai, hilang bila tungkai diangkat
- Tingkat 2: edema pitting / non-pitting, tidak hilang bila tungkai diangkat
- Tingkat 3: edema non-pitting, tidak hilang bila tungkai diangkat, kulit menjadi tebal
- Tingkat 4: edema non-pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephantiasis)

Pemeriksoon Penunjong
. Pemeriksaan parasitologi mikroskopik, ditemukan mikrofilaria dalam darah
(kapiler lebih baik daripada venaJ, cairan hidrokel, atau cairan tubuh lainnya.
Kesulitan penegakan diagnosis sering dialami, karena mikrofilaria menghilang
setelah cacing dewasa mati, dan cacing dewasa hidup yang ada di pembuluh limfe
atau KGB sulit dijangkau.
. Limfoskintigrafi dengan radionuklir pada sistem limfatik ekstremitas
. USG Dopler pada skrotum atau payudara, terlihat cacing dewasa aktif
. ELISA dan ICT untuk antigen W. bancrofti yang bersirkulasi (sensitivitas
96-100 %, spesifisitas hampir 100%J
. Polymerase chain reaction(PCR) untuk deteksi DNA I4l Bancrofti

DIAGNOSIS BANDING'
Pada episode akut: tromboflebitis, infeksi, keganasan, gagal jantung kongestif,
trauma, abnormalitas sistem limfatik.

TATAtAKSANAI,2,3
. Umum: tirah baring, penggunaan stocking e/asfrs untuk kompresi edema, antibiotik
bila ada infeksi sekunder atau abses.
. Spesifik:
. Pengobatan infeksi:
- Dietilkarbamazin (DEq, 6 mg/kgBB /hari selama 1.2 hari, dapat diulangi
1 - 6 bulan kemudian bila perlu, atau selama 2hari per bulan (6 - B mg/
kgBB/hari)

912
- Ivermektin, 200 mcg/ kgBB, efektif untuk mikrofilaremia
- Albendazol,'). - 2 x 400 mg setiap hari selama 2 - 3 minggu
a Pengobatan penyakit:
- Aspirasi dan operasi, untuk drainase cairan limfe
- Psikoterapi
- Fisioterapi

KOMP[IKAS12
. Abses pelvis renalis sampai kerusakan ginjal
. Fibrosis interstisial paru kronik dan gagal nafas
. Rejeksi sosial, disabilitas seksual, depresi

PROGNOSIS
Prognosis baik pada kasus yang terdeteksi dini dan sedang, sedangkan prognosis
lebih buruk pada kasus yang sudah lanjut terutama dengan edema genitalia (skrotumJ
2,4
dan tungkai f elephantiasis, dapat menyebabkan kecacatan permanen.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi InfeksiTropik - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT YANG TERKAIT


. RS pendidikan Bagian Parasitologi, Bagian Bedah, Bagian Rehabilitasi Medik
. RS non pendidikan

REFERENSI
1. Colledge NR, Wolker BR, Rolston SH, editors. lnfections coused by helminths. ln: Dovidson's
Principles ond Proctice of Medicine 21* ed. Churchill Livingstone-Elsevier: 2010. poge 356 - 8.
2. Herdimon T Pohon. Filoriosis. Dolom: Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokorto: Pusot Penerbiton
Deportemen llmu Penyokii Dolom Fokultos Kedokteron lndonesio, 201 l.
3. Filoriol ond Reloted lnfections. In:Longo DL, Kosper DL, Jomeson DL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo
J, editors. Horrison's Principols of lnlernol Medicine lSrh ed. Mc Grow Hill. Chopter 218

9r3
LEPTOSP ROS S

PENGERTIAN
Adalah penyakit zoonotikyang disebabkan spirochoeta dari genus Leptospira. Dalam
tubuh hewan, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak
di dalam epitel tubulus ginjal dan secara terus-menerus ikut mengalir dalam filtrat urin.
Leptospira menginfeksi manusia melalui mukosa atau melalui abrasi kulit, memasuki
aliran darah dan berkembang. Masa inkubasi berkisar antara2-26 hari, rata-rata 10 hari.
Leptospira dapat melewati rongga interstisial ginjal, menembus membran basal tubulus
proksimal ginjal dan sel tubuloepitel proksimal ginjal dan menempel pada brush border
tubulus proksimal ginjal, sehingga dapat diekskresikan ke urin.1-3
Penyakit Weil's merupakan bentuk berat leptospirosis yang ditandai oleh demam,
ikterus, gagal ginjal akut, syok refrakter dan perdarahan (terutama perdarahan paru).2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesisr-3
- Riwayat paparanf kontak dengan urin serta air, tanah, atau makanan yang
terkontaminasi urin dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak, babi, kuda, anjing,
kucing, hewan pengerat, atau hewan liar)
- Riwayat pekerjaan risiko tinggi, mencakup tukang potong hewan, petani, peternak,
pekerja limbah, dan pekerja kehutanan
- Demam yang muncul mendadak, bersifat bifasik yaitu demam remiten tinggi pada
fase awal leptospiremia [berlangsung antara 3-10 hari) kemudian demam turun
dan muncul kembali pada fase imun.
- Sakit kepala, terutama di bagian frontal
- Anoreksia
- Nyeri otot
- Mata merah/ fotofobia
- Mual, muntah
- Nyeri abdomen
Pemeriksoon Fisikt-3
- Demam
- Injeksi konjungtiva tanpa sekret purulen
- Bradikardi
- Eritema faring tanpa eksudat
- Nyeri tekan otot, terutama pada betis dan daerah lumbal
- Ronki pada auskultasi paru
- Redup pada perkusi dada di atas area perdarahan paru
- Ruam (dapatberupa makula, makulopapula, eritematos4 petekia, atau ekimosis)
- Ikterus
- Meningismus
- Hipo- atau arefleksia, terutama pada tungkai.
- Penyakit Weil's ditandai oleh ikterus, gagal ginjal akut, hipotensi dan perdarahan
fterutama perdarahan paru namun juga dapat mengenai sa]iran cerna,
retroperitonium, perikardium dan otakJ. Sindrom lainnya mencakup meningitis
aseptik, uveitis, kolesistitis, akut abdomen, dan pankreatitis. Hepar dapat
membesar dan nyeri. Splenomegali dapat terjadi pada sebagian kecil kasus.

Pemeriksoon Penunjongt -3

- Leukositosis atau leukopenia disertai gambaran netrofilia dan laju endap darah
yang meninggi.
- Anemia hemolitik
- Trombositopeni
- Urinalisis: proteinuria, leukosituria, sedimen abnormal fleukosit, eritrosit, casf
hialin dan granular)
- Diagnosis definitif: pemeriksaan langsung urin atau darah dengan mikroskop
lapang gelap.
- Microscopic Agglutinqtion Test (MATI atau Macroscopic Slide Agglutination Test
(MSAr)
- Kultur ganda darah atau LCS pada 7-10 hari pertama, kultur urin mulai minggu
kedua.
- Peningkatan kreatin kinase isoform nonkardiak, menunjukkan kerusakan otot
rangka
- Penyakit Weil ditandai dengan peningkatan blood urea nitrogen dan kreatinin
serum, campuran hiperbilirubinemia terkonjugasi dan tak terkonjugasi, serta
peningkatan aminotransferase sampai kurang dari 5 kali batas atas normal.

9r5
DIAGNOSIS BANDING
Influenza, malaria, infeksi dengue, chikungunya, demam tifoid, hepatitis virus

IATATAKSANA

Nonformokologist-3
Tirah baring

Formokologis
L. Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mengatasi dehidrasi, hipotensi,
perdarahan, gagal ginjal 1-3

2. Antibiotik:1-a
a. Leptospirosis ringan:
- Doksisiklin oral 2 x 700 mg selama 7 hari
- Amoksisilin oral 4 x 500 mg selama 7 hari
- Ampisilin oral 4 x 500-750 mg selama 7 hari
- Azitromisin oral 1 x L gram pada hari pertama, selanjutnya 1x 500 mg
pada hari kedua dan ketiga.s
b. Leptospirosissedang-berat:
- Penisilin intravena 1,5 juta unit/6 jam selama 7 hari
G

- Seftriakson intravenal, graml24 jam selama 7 hari


- Doksisiklin intravena 100 mg/12 jam selamaT hari
- Amoksisilin intravena 1. gramf 6 jam selama 7 hari
- Ampisilin intravena 1. gram/6 jam selama 7 hari
- Sefotaksim intravenal. gram/6 jam selama 7 hari

KOMPTIKASI
Gagal ginjal, meningitis aseptik, pankreatitis, perdarahan masif, hepatitis,
miokarditis

PROGNOSIS
Usia lanjut, keterlibatan paru, peningkatan kadar kreatinin serum, oliguria,
dan trombositopeni terkait dengan prognosis yang buruk. Faktor independen yang
terkait dengan keparahan penyakit meliputi hipertensi kronik, alkoholisme kronik,
keterlambatan pemberian antibiotik, hasil pemeriksaan auskultasi dada yang abnormal,
ikterus, oligoanuria, gangguan kesadaran, peningkatan ASI hiperamilasemia, dan

916
Leptospira interrogans serovar icterohemorrhagiae. Oliguria, ikterus dan aritmia
merupakan prediktor kuat munculnya komplikasi gagal ginjal akut atau miokarditis.
Angka kematian yang dilaporkan bervariasi antara <5%o sampa i >20o/o.6-8

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi - Departemen penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNII IERKAIT
. RS pendidikan DivisiGi njal-Hipertensi - DepartemenPenyakitDalam
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Zein U Leptospirosis.Dolom:Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting.
Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. .iokorto; InternoPublishing; 2009. Hol 2807-12
2. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, penyunting. Horrison's
principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 2012. Hol.
3. Levett PN, Hooke DA. Leptospiro species. Dolom: Mondell GL, Bennett JE, Dolin R, penyunting
Mondell, douglos, ond bennett's principles ond proctice of infectious diseoses. Edisi Vll.
Philodelphio: Churchill Livingstone Elsevier; 201 0.

4. Gilbert DN, ei ol. The sonford guide to ontimicrobiol theropy. Edisi ke-40.2010
5. Phimdo K, Hoontrokul S, Suttinont C, Choreonwot S, Losuwonoluk K, Chueosuwonchoi S, et ol.
Doxycycline versus ozithromycin for treotment of leptospirosis ond scrub typhus. Antimicrob
Agents Chemother 2007: 51 l9):3259-63
6. Ko Al. Leptospirosis. Dolom: Goldmon L, Schofer Al, penyunting. Goldmon's cecil medicine. Edisi
XXIV. Philodelphio: Elsevier. 201 2
7. Herrmonn-Storck C, Louis MS, Foucond T, Lomoury l, Deloumeoux J, Boronton G, et ol. Severe
leptospirosisin hospitolized potients, guodeloupe. Emerging Infectious Diseoses 2O1O:16 (2):331-4
8. Dossonoyoke DLB, Wimolorotno H, Nondodewo D,NugoliyoddoA,RotnotungoCN,Agompodi
SB.Predictors of the development of myocorditis or ocute renol foilure in potients with leptospirosis:
on observotionol study. BMC lnfectious Diseoses 2012:12:4

917
HIJ MAN'MM UNOD EFICIENCY Y'RUS
(H rv)/AcQU'RED t M MUNOD EFtCtENCv
SyNDRO E (AIDS)

PENGERTIAN
Infeksi HIV adalah suatu spektrum penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan
tubuh (dari infeksi primer; dengan atau tanpa sindrom akut, stadium asimtomatik,
hingga stadium lanjutJ yang disebabkan oleh Humqn lmmunodeficiency Virus.l'2

-4
PENDEKATAN DIAGNOSIS'

Anomnesis
. Kemungkinan sumber infeksi HIV
. Gejala dan keluhan pasien saat ini
. Riwayat penyakit sebelumnya, diagnosis dan pengobatan yang diterima termasuk
infeksi oportunistik
. Riwayat penyakit dan pengobatan tuberkulosis (TB) termasuk kemungkinan
kontak dengan TB sebelumnya
. Riwayat kemungkinan infeksi menular seksual (lMS)
. Riwayat dan kemungkinan adanya kehamilan
. Riwayat penggunaan terapi anti retroviral (Anti Retrovirql Therapy (ARTI)
termasuk riwayat rejimen untuk PMTCT f,prevention of mother to child transmissron)
sebelumnya
. Riwayat pengobatan dan penggunaan kontrasepsi oral pada perempuan
. Kebiasaan sehari-hari dan riwayat perilaku seksual
. Kebiasaan merokok
. Riwayat Alergi
. Riwayat vaksinasi
. Riwayat penggunaan NAPZA suntik

Pemeriksoon Fisik
Pemeriksaan Fisik meliputi tanda-tanda vital, berat badan, tanda-tanda yang
mengarah kepada infeksi oportunistik sesuai dengan stadium klinis HIV seperti yang
terdapat pada tabel di bawah ini. Pemeriksaan fisik juga bertujuan untuk mencari
faktor risiko penularan HIV dan AIDS seperti needle track pada pengguna NApzA
suntik, dan tanda-tanda IMS.

Pemeriksoon Penunjong
Pemeriksaan Darah untuk Skrining HIV
. Anti HIV rapid
Pemeriksaan Darah untuk Diagnosis HIV
. Anti-HIV ELISA 3 X
. Anti-HIV Western Blot 1 X
Pemeriksaan Darah lainnya
. DPL dengan Diff Count.
. Total Limfosit Count (TLC) atau hitung limfosit total: % limfosit x jumlah Leukosit
(dengan catatan jumlah leukosit dalam batas normal)
. Prediksi Hitung CD4+ Berdasarkan Hitung Limfosit Total

CD4+ = 0,3 limfosit - 8,2

Persamaan ini digunakan bila tidak didapatkan faktor perancu seperti infeksi CMV
dan Tuberkulosis.

CD4+ = 0,3 limfosit - 41 CMV + 37 antiretrovirus - 16

Persamaan di atas dapat membantu dokter untuk mengestimasi hitung CD4+ pada
penderita infeksi HIV dimana sudah diketahui ada infeksi oportunistik seperti
infeksi CMV atau tuberculosis.
. Hitung CD4
. Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR
Pemeriksaan HIV dipertimbangkan pada keadaan dibawah ini :

. Infeksi menular secara seksual (lMS)


. Pasangan atau anak:
- diketahui positif HIV
- mengidap HIV atau penyakit yang terkait dengan HIV
. Kematian pasangan muda yang tidak jelas penyebabnya
. Pengguna NAPZA suntikan

919
a Pekerjaan yang berisiko tinggi
a Aktif secara seksual dan mempunyai banyak mitra seksual.

Berikut merupakan strategi penyaring tes HIV menurut WHO dan UNAIDS (tabel 1J.

Tobel l Strolegi Penyoring Tes HIV menurul WHO don UNAIDS Berdosorkon Tujuon Pemeriksoon
don Prevolens lnfeksi podo Populosi Sompel3

Stodium WHO'?
. Stadium 1: asimtomatik, limfadenopati generalisata
. Stadium 2
- Berat badan turun <10%o
- Manifestasi mukokutan minor [dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur
kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis)
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
- Infeksi saluran napas atas rekuren
. Stadium 3
- Berat badan turun >10%o
- Diare yang tidak diketahui penyebab, >1 bulan
- Demam berkepanjangan (intermiten atau konstan), >1 bulan
- Kandidiasis oral
- Oral hairy leucoplakia
- Tuberkulosis paru
- Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
. Stadium 4
- HIV wasting syndrome
- Pneumonia Pneumocystis carinii
- Toksoplasma serebral
- Kriptosporidiosis dengan diare >1 bulan

920
Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening
(misalnya retinitis CMV)
Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan] atau viseral
P ro g ressiv e multifu cal I euco e ncephal op athy

Mikosis endemic diseminata


Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus
Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru
Septikemia salmonela non-tifosa
Tuberkulosis ekstrapulmonar
Limfoma
Sarkoma kaposi
Ensefalopati HIV

DIAGNOSIS BANDING',2
Penyakit imunodefisiensi primer

IATALAKSANAI-4
. Konseling
. Suportif
. Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik (dapat dilihat
pada bab Infeksi Oportunistik)
. Terapi antiretrovirus (ARV) kombinasi, efek samping dan penanganannya

Tobel 2. Obot ARV yong digunokon'?{


922
Tobel 3. Rekomendosi Rejimen Lini Pertomo podo Torget Populosi yong belum pernoh Teropi ARVr s

Pada ODHA yang mengalami resistensi pada lini pertama maka kombinasi obat yang
digunakan adalah :

[TDF atau ZDV) + 3TC atau FTC+(LPV/RTV)

Tobel 4. Rekomendosi Pemeriksoon loborolorium unluk Memonilor Posien dolom Teropi ArV
(Modifikosi Depkes)3

Podo soot kegogolon klinis

923
Tobel 5. Efek Somping ARV don Subsilusinyor''z

R= rekomendosi; RT= rekomendosi pqdq orqng terlentu; D = diperlimbongkon podo orong tertentu
Tobel 6. Jodwol Voksin podo Posien HIV Dewoso6

Kelerongon:

**Dionjurkon opobilo odo foktor resiko loin (riwoyol kesehoton, pekerjoon, goyo
hidup, dll)

Penotoloksonoon Penongonon Pojonon HIV di Tempot Kerjqz'r


. Pertolongan pertama diberikan segera setelah cedera: luka dan kulit yang terkena
darah atau cairan tubuh dicuci dengan sabun dan ail dan permukaan mukosa
dibilas dengan air.
. Penilaian pajanan tentang potensi penularan infeksi HIV (berdasarkan cairan
tubuh dan tingkat berat pajanan).
. PPP (profilaksis pasca pajanan) untuk HIV dilakukan pada pajanan bersumber
dari ODHA (atau sumber yang kemungkinan terinfeksi dengan HIVJ.
. Sumber pajanan perlu dievaluasi tentang kemungkinan adanya infeksi HIV.
Pemeriksaan HIV atas sumber pajanan hanya dapat dilaksanakan setelah diberikan
konseling pra-tes dan mendapatkan persetujuan (informed consent), dan tersedia
rujukan untuk konseling, dukungan selanjutnya serta jaminan untuk menjaga
konfidensialitas.
. Evaluasi klinik dan pemeriksaan terhadap petugas yang terpajan hanya
dilaksanakan setelah diberikan konseling dan dengan persetujuan (informed
consent).
. Edukasi tentang cara mengurangi pajanan yang berisiko terkena HIV perlu
diberikan oleh konselor yang menilai urutan kejadian pajanan dengan cara yang
penuh perhatian dan tidak menghakimr.
. Harus dibuat laporan pajanan.

925
Pemberion PPP dengon ARV2-a
PPP harus dimulai sesegera mungkin setelah pajanan, sebaiknya dalam waktu
2-4 jam. Pemberian PPP setelah 72 jam dilaporkan tidak efektif. Direkomendasikan
pengobatan kombinasi dua atau tiga jenis obat ARV.

Pilihan jenis obat ditetapkan berdasarkan pengobatan ARV pada sumber pajanan
sebelumnya dan informasi tentang kemungkinan resistensi dari obat yang pernah
digunakan. Pilihan juga berdasarkan tingkat keseriusan pajanan dan ketersediaan ARV.
Pemberian ARV tersebut didasarkan pada pedoman yang ada, dan disediakan satu
"kit" yang berisi ARV yang direkomendasi, atau berdasarkan konsultasi dengan dengan
dokter ahli. Konsultasi dengan dokter ahli sangat penting dalam hal adanya resistensi
terhadap ARV. Perlu tersedia jumlah ARV cukup untuk pemberian satu bulan penuh
sejak awal pemberian PPP,

Tobel 7. Peniloion Pojonon unluk Profiloksis Poscopojonon HlVa

tebih berolr

mumnyo

Kelerongon:
o HIV Asimlomolis otou dikelohutvirol lood rendoh (yoilu <1500 RNA/mL)
b HIV Simlomotis, AIDS, serokonversi okul, olou diketohui virol lood tinggi, bilo dikhowolirkon odonyo resistensi
obot, konsultosikon kepodo ohlinyo. Pemberion PPP tldok boleh dilundo don perlu tersedio sorono unluk
melokukon perowoton lonjulon secepolnyo
c conloh, posien meninggol & tidok dopol dilokukon pemeriksoon doroh

926
d contoh, jorum dori tempot sompoh
e y i jorum buntu, luko di permukoon
f y.i jorum besor berlubong, luko tusuk dolom, nompok doroh podo olot, olou jorum bekos dipokoi podo orteri
otou veno
g Pernyotoon "Perlimbongkon PPP" menunjukkon bohwo PPP merupokon pilihon tidok mutlok don horus
diputuskon secoro individuol tergonlung dori orong yong terpojon don keohlion doklernyo. Nomun,
pertimbongkonloh pengoboton dosor dengon 2-obol PPP bilo ditemukon foktor risiko podo sumber pojonon,
otou bilo terjodi di doeroh dengon risiko tinggi HIV
h Bilo diberikon PPP don diterimo, don sumber pojonon kemudion diketohui HIV negotif, moko PPP horus
dihentikon.
i Podo pojonon kulit, tindok lonjut honyo diperlukon bilo odo tondoJondo kulit yong tidok uluh (seperli, dermotitis,
obrosi otou luko)

Tobel 8. Rejimen ARV unluk Profiloksis Poscopojonon4

Kelerongon:
I Rejimen PPP perlu disesuoikon dengon menggunokon obot yong lidok resislen lerhodop sumber pojonon
(bilo dikelohui)
2 Efovirenz lebih boik dori podo NVP topi tidok dionjurkon untuk perempuon homil. Teloh diloporkon 2 kemotion
dori pelugos keseholon dengon loksisitos hoti yong'terkoit dengon PPP yong mengondung NVP, oleh koreno
itu lidok dionjurkon

Efek Somping'?'a

Efek samping yang paling sering terjadi pada pemberian ARV adalah mual dan rasa
tidak enak. Pengaruh yang lainnya kemungkinan sakit kepala, lelah, mual dan diare.
Efek samping lain yang berat pada pemberian ARV adalah seperti di bawah ini
. NVP: pernah dilaporkan hepatotoksisitas berat pada PPP (NVP tidak dianjurkan
untuk rejimen kombinasi pada PPPJ
. ddl: pankreatitis yang fatal
. IDV/NFV: diare, hiperglikemia, lipodistrofi

Pemeriksoon Tindok Lonjul don Konselinga


Orang yang mendapatkan ARV untuk PPP perlu dievaluasi dan ditindak lanjuti
dalam 72 jam setelah paianan serta perlu dipantau terhadap timbulnya gejala toksisitas
obat untuk sedikitnya selama 2 minggu. Pemeriksaan antibodi HIV sebagai data
dasar dapat dilakukan dalam B hari pascapajanan dan untuk selanjutnya dievaluasi

927
secara berkala setidaknya selama 6 bulan pascapajanan, misalnya pada minggu ke 6,
bulan ke 3 dan bulan ke 6, namun apabila timbul gejala penyakit yang sesuai dengan
sindrom retroviral akut maka pemeriksaan antibodi HIV perlu dilakukan segera.
Perlu diberikan konseling dukungan dan juga anjuran untuk melakukan pencegahan
terhadap penularan sekunder HIV sedapat mungkin selama masa pemantauan.

Tobel 9. Pemontouon Loborotorium podo Profiloksis Poscopojonon'?'a

Kelerongon:
HIV : pemeriksoon ontibodi HIV
HCV : pemeriksoon diognoslik untuk hepotilis C
HBV : pemeriksoon diognostik untuk hepotilis B
DL : Pemeriksoon doroh lengkop

PENATAIAKSANAAN INFEKSI HIV PADA KEHAMITANs


Semua ARV diketahui memiliki toksisitas terhadap kehamilan, namun tetap
diperlukan dalam keadaan seperti :

. Terapi kombinasi poten bagi penyakit HIV maternal; atau


. Sebagai profilaksis untuk mencegah infeksi HIV ke janin.

Stotus HIV
dori wonito

Sudoh didiognosis HIV Tes HIV (+) Tes HIV (-)


sebelumnyo don sudoh
mendopotkon teropi

ZDV+3TC+NVP otou
TDF+3TC+EFC otoU TDF+3TC
(otou FTC)+EFV

Lonjutkon teropi ARV

Gombor l. Algorilmo Totoloksono HIV Podo Wonilo Homil

928
KOMPTIKAS!
Infeksi oportunistik, kanker terkait HIV dan manifestasi HIV pada organ lain.1-a

PROGNOSIS
Pemberian terapiARV kepada orang dengan HIV/AIDS [ODHA) dapat menurunkan
penyebaran virus Human Immunodefficiency l/irus (HIVJ hingga 92o/o.1'a

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : DivisiTropik Infeksi, Divisi Alergi Imunologi - Departemen
Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Divisi Pulmonologi, Divisi Hematologi - Departemen Penyakit
Dalam
o RS non pendidikan

REFERENSI
l. Fouci AS, Lone HC. Humon lmmunodeflciency Virus: AIDS ond reloted disorders. ln: Fouci A,
Brounwold E, Kosper D. Horrison's Principles of Internol Medicine. lTth ed. New York: McGrow-
Hill; 2009: I 138-1204
2. HlV. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S. Buku Ajor llmu Penyokit
Dolom. Jokorto: Interno Publishing; 2009.p. 2130-32.
3. Deportemen Kesehoton Rl. Toto Loksono HIV/AIDS. 2012
4. World Heolth Orgonizotion. Antiretrovirol theropy for hiv infection in odults ond odolescent. 2010
revision. [Updote 2010; cited 201 I Mor 11] Avoiloble from http://www.who.int
5. Antiretrovirol Drugs for Treoting Pregnont Women ond Preventing HIV Infections in lnfonts:
Guidelines on core, treotment ond support for women living with HIV/AIDS ond their children in
resource-constroined settings. World Heolth Orgonizotion. Switzerlond. 2004
6 Centers for Diseose Control ond Preveniion. Recommended Adult lmmunizotion Schedule. United
Stotes. 2012. Diunduh dori http://www.cdc.gov/voccines/recs/schedules/downloods/odult/
odult-schedule.pdf podo tonggol 2 Mei 2O12
NFEKS JAMUR

PENGERTIAN
Mayoritas jamur tidak patogenik bagi orang yang imunokompeten, namun
beberapa jamur dapat menginfeksi orang sehat, diantaranya dermatofita (trikofiton,
epidermofiton, dan mikrosporum), histoplasma, blastomyces, cryptococcus,
coccidioides, dan paracoccidioides.l
Pada individu dengan imunokompromis berisiko terkena infeksi oportunistik
oleh jamur seperti kandida, aspergillus, fusarium atau mukor. Mereka yang terkena
diantaranya adalah infeksi HIV, terapi imunosupresan, kemoterapi kanker, pasien
netropenik, pasien dengan diabetes melitus yang tidak terkontrol. Pada keadaan
tertentu, jamur dapat menginfeksi hampir semua organ atau dapat terjadi diseminasi
dan menyebabkan sepsis fungal.

KAND!DlASIS

Definisir
Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme dari genus Candida,
yang paling s eringCandida albicans.lnfeksi kandida pada penderita imunokompromais
dapat dilihat pada bab Infeksi Oportunistik.

Foktor Risiko
Faktor risiko untuk infeksi kandida adalah netropenia, imunosupresi, antibiotik
spektrum luas, terpasang infus, pengguna jarum suntik, operasi abdomen, DM, gagal ginjal

Monifestosi Klinis
Tergantung dari lokasi terkenanya, kandidiosis memiliki manifestasi klinis :

. Mukokutan : kutan [merah, lesi maserasi,zona intertriginosa)


. Candidiuria : kolonisasi karena antibiotik spektrum luas dan atau indwelling
catheter
. Candidemia : [nosocomial bloodstream infection)
a Hepatosplenik : intestinal seeding of portal and venous circulation; ditemukan
pada leukimia akut
a Diseminasi hematogenus : paru-paru, otak, meningen

Diognosis4
Untuk menegakkan diagnosis candidiasis dengan menemukan pseudohifa atau
hifa spesies candida pada kultur spesimen.
Sebelum menunggu hasil kultur, kondisi pasien dapat kita nilai dengan
menggunakan scoring kandida untuk menentukan apakah ia memiliki kecenderungan
menderita infeksi jamur. Skoring kandida secara lengkap dibahas pada appendiks.

Totoloksono2,3

Teropi empirik

Mukokuton klotrimozol, nistotin, fl u

Kondidurio zol 200 mg/hori u introvesikol


B. Jiko simptomotik, okon melokukon
genitourinori
Kondididemio tonpo Flukonozol 400m9/hori otou otou ompho B

Febril netropenio Ekinokondin (micofungin 100m9/hori iv selomo 2 minggu otou


sompoi hosil kultur negotif) , otou ompho B

Prognosis
Pada pasien sehat dengan kandidiosis superfisial, terapi yang tepat dapat
sembuh sempurna tanpa meninggalkan kerusakan permanen. Candidiosis tidak akan
kambuh bila pasien tetap sehat dan asupannya baik. Pada pasien immunokompromis,
kandidiosis lebih persisten dan lebih resisten terhadap terapi.

ASPERGITTOSIS

Definisir
Aspergilosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur Aspergillus.

Monifestosi Klinis
Beberapa bentuk aspergillosis

93r
il Do om lndonesio

a Aspergilloma: biasanya didahului adanya kavitas [dari TB); kebanyakan


asimptomatik tapi dapat menyebabkan hemoptisis
a Necrotizing tracheitis: pseudomembran nekrotik putih pada pasien dengan AIDS
transplan paru
a Necrotizing kronik : pada pasien dengan PPOK; imunosupresi ringan
a Diseminata/invasif : pada pasien dengan imunosupresi (neutropenia, post
transplant, steroid, AIDS dengan steroid atau neutropeniaJ

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Laboratorium: Kultur; pemeriksaan antibodi, deteksi antigen (histo urin/serum
Ag, 1,3-B-D-glucan, Galactomannan, Crypto.AgJ, pemeriksaan histopatologik.

IATA[AKSANA4

Nonformokologis
Lepaskan akses intravaskular, menj aga higienitas

Formokologis
Fungus ball biasanya tidak diterapi dengan antijamur kecuali ada perdarahan pada
jaringan paru-paru. Pada kasus tersebut, diperlukan tindakan operasi. Aspergillosis
invasiv diterapi dengan antijamur voriconazole oral atau intravena. Dapat juga
menggunakan Amphotherisin B, Ekinokandin, atau Itraconazole. Endokarditis yang
disebabkan Aspergillus diterapi dengan tindakan operasi mengambil katup jantung
yang terinfeksi serta terapi antijamur dalam jangka panjang.

PROGNOSIS
Invasif aspergilosis sulit membaik dengan terapi farmakologis, dapat menyebabkan
kematian.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS Pendidikan Divisi Pulmonologi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan
REFERENSI
1. In: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom.
Jokorto: lnterno Publishing; 2009.p. 21 30-32.
2. Chorlier C, Hort E, Lef ort A, el ol. Fluconozole for the monogemenl of invosive condidiosrs: where
do we slond ofter l5 yeors?. J Antimicrob Chemother. Mor 2006:57(3):384-410. [Medline].
3. Kuse FR, Chetcholisokd P, do Cunho CA, et ol. Micof ungin versus /iposomo/ omphotericin B for
condidoemio ond invosive condidosis: o phose lll rondomised double-blind trioi. Loncet. Moy 5
2007 :369 (9572): I 5 l9-27. [Medltne].
4. Founci et oll. Horrison'sPrincipol of Internol Medicine lBrh Edition.
INFEKS OPORTUNISTIK PA A A DS

PENGERTIANI
Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan kekebalan
tubuh. Infeksi ini dapat timbul karena mikroba yang berasal dari luar tubuh, maupun
yang sudah ada dalam tubuh manusia namun dalam keadaan normal terkendali
oleh kekebalan tubuh. Infeksi oportunistik pada ODHA dihubungkan dengan tingkat
kekebalan tubuhnya (kadar CD4).
Berikut akan dibahas infeksi oportunistik yang sering terjadi pada ODHA di
Indonesia.

PENDEKATAN DIAGNOSIS DAN TATATAKSANA


Berikut adalah diagnosis dan tatalaksana beberapa infeksi oportunistik tersering:

TU BERKU TOSIS

Pendekoton Diognosis
a Anamnesis: demam diurnal, keringat malam, batuk kronik lebih dari 3 minggu,
hemoptisis, penurunan berat badan, penurunan napsu makan, rasa letih, dan
nyeri dada pleuritik.
a Pemeriksaan fisik: febris, kakeksia, takipnea, suara napas bronkial, amorfik, suara
napas melemah, ronki basah yang terdengar jelas saat inspirasi.
a Pemeriksaan penunjang: sputum BTA yang positif minimal2 dari 3 spesimen SPS
pada waktu yang bersamaan, foto rontgen toraks (infiltrat, pembesaran KGB hilus/
paratrakeal, milier, kavitasi, efusi pleura), laju endap darah meningkat, kultur
Mycobacterium tuberculosis yang positif, tes Mantoux positif, tes IGRA positif.

Diognosis Bonding
Pneumonia, tumor/keganasan paru, bronkiektasis, abses paru.
Tololoksono
. Obat antituberkulosis [OAT) yang diberikan pada pasien ODHA tidak berbeda
pada pasien biasa.
. Semua pasien ODHA harus menerima terapi antiretroviral (ARV). OAT diberikan
lebih dahulu, disusul pemberian ARV sesegera mungkin selambat-lambatnya B
minggu setelah dimulainya OAT.
. ARV yang dianjurkan adalah zidovudin atau tenofovir disoproksil fumarat (NRTI/
Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor) dikombinasikan dengan lamivudin atau
emtrisitabin. Untuk NNRTI/ Non-Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor,WHO
merekomendasikan efavir enz atau nevlrapln.

MYCOBACTER UM AVTUM COMPTEX (MAC)


Pendekoton Diognosis

a Anamnesis: demam, penurunan berat badan, keringat malam, rasa letih, diare.
a Pemeriksaanfisik: limfadenopati, hepatosplenomegali, anemia.
a Pemeriksaan penunjang: gangguan fungsi hati, peningkatan alkali fosfatase serum,
leukopenia, anemia, kultur darah atau cairan lain yang steril, pemeriksaan sputum
yang menunjukkan MAC positif sebanyak 2 kali, biopsi sumsung tulang atau hati.

Diognosis Bonding

Tuberkulosis

Totoloksono

a Klaritromisin 2x500 mg + etambutol L5 mg/kgBB atau azitromisin 1x600 mg +


etambutol 15 mg/kgBB.
a Obat tambahan untuk kuman resisten makrolid: Moksifloksasin 1x400 mg atau
levofloksasin 1x500-750 mg + etambutol 15 mg/kgBB + rifabutin 1x300 mg +

amikasin iv 10-15 mg/kgBB.


a CDC menganjurkan penghentian terapi kronis dapat dihentikan setelah 12 bulan
terapi jika tidak ditemukan gejala dan tanda infeksi MAC disertai peningkatan CD4
> L00 sel/pL yang menetap selama Iebih6bulandenganpemberian ARV.

93s
KANDIDIASIS
Pendekatan Diagnosis
. Anamnesis:

- Kandidiasis orofaring: rasa terbakar, gangguan mengecap, sulit menelan


makanan cair atau padat.
- Kandidiasis esophagus: disfagia, odinofagia, nyeri retrosternal, nyeri seperti
ada yang terhambat di kerongkongan.
- Kandidiasis vulvovagina: gatal, keputihan, kemerahan di vagina, dispareunia,
disuria, pembengkakan vulva dan labia, gejala memburuk seminggu sebelum
menstruasi.
- Kandidiasis kulit: gatal dan kemerahan.
. Pemeriksaan Fisik
- Plak putih 1 - 2 cm atau lebih di mukosa mulut, jika dilepaskan akan
meninggalkan bercak merah atau perdarahan.
- Plak kemerahan halus di palatum, mukosa bukal atau permukaan dorsal lidah.
- Kemerahan, fisura atau keretakan di sudut bibir.
- Inflamasi vulvolabia,duhtubuh berwarna putih kekuningan,lesi pustulopapuler
diskrit.
- Maserasi kulit, paronikia, balanitis, lesi pustular diskrit pada kulit.
. Pemeriksaan penuniang: Pemeriksaan spesimen jaringan/ sekret dengan KOH,
endoskopi.

Diognosis Bonding
. Kandidiasis orofaring: lik-en planus, karsinoma sel skuamosa, leukoplakia,
aspergilosis invasif, mukormikosis, blastomikosis, histoplasmosis,
. Kandidiasis esofagus: esofagitis radiasi, GERD, infeksi CMV, esofagitis herpes
simpleks.
. Kandidiasis vulvovagina: trikomoniasis, vaginosis bakterialis.
. Kandidiasis kulit: eritroderma, infeksi jamur lainnya.

Tololoksono
. Kandidiasisorofaring:
Terapi pilihan:
- Nistatin drop 4 - 5x kumur 500.000 U hingga lesi hilang (10 - 14hari)
- Flukonazol oral l-x100 mg selama 10 - 14hari

936
Terapi alternatif:
- Itrakonazol suspensi2}}mg/hari saat perut kosong
- Amfoterisin B iv 0,3mg/kgBB
a Kandidiasis esofagus:
Terapipilihan:
- Flukonazol oral 200mg/hari hingga 800 mg/hari selama 14 - 2lhari
- Itrakonazol suspensi 2|Umg/hari selama 1.4 - 21. hari
Terapi alternatif: Amfoterisin B iv 0,3 mg/kgBB
a Kandidiasis vulvovagina:
Terapi pilihan:
- Klotrimazol krim lo/o Smg/hari selama 3 hari atau tablet vagin
- MikonazolkrimZo/oSmg/hari selamaThari Tiokonazolkrim0,S%5mg/hari
selama 3 hari
Terapi alternatif:
- Flukonazol oral 1x150 mg tunggal
- Itrakonazol oral 1. - 2x 200 mg selama 3 hari
- Ketokonazol oral 1x200 mg selamaS -7hariatauZx200mg selama 3 hari
a Kandidiasis kulit:
Krim atau losio klotrimazol, mikonazol, ekonazol, ketokonazol, sulkonazol,
oksikonazol.

KRTPTOKOKOS S (TNFEKS OrEH CRyPTOCOCCUS


NEOFORMANS)

Pendekolon Diognosis:
. Anamnesis
- Meningitis kriptokokus: gejala prodromal 2 - 4 minggu, mual, muntah,
gangguan kesadaran dan perilaku, sakit kepala.
- Kriptokokosis paru: Demam, batuk dengan sputum tidak terlalu produktif.
. Pemeriksaan Fisik
- Meningitis kriptokokus: kaku kuduk, edema papil, parese.
- Pada infeksi C.neoformans juga dapat ditemukan lesi kulit yaitu kelainan serupa
akne, papul, vesikel, nodul, tumor, abses, ulkus dan granuloma.
- Kriptokokosis juga dapat terjadi pada mata dan menimbulkan konjungtivitis,
korioretinitis, endoftalmitis, kebutaan.

937
a Pemeriksaan penuniang
- CT scan /MRI otak: hidrosefalus, edema difus, atrofi, penyangatan meningen
dan pleksus koroideus.
- Isolasi jamur (pewarnaan tinta India) dari darah, cairan serebrospinal, urin,
cairan pleura, sputum, bilasan bronkus, lesi kulit.
- Histopatologi.
- Serologi antigen C.neoformans.

Diognosis Bonding
Tuberkulosis, tuberkul oma,sifilis sistem saraf pusat

Tololoksono
. Meningitiskriptokokus
- Menurunkan tekanan intrakranial/ TIK hingga <200mmHg dengan: punksi
lumbal fbila TIK >250 mmHg), pemasangan drain lumbal (bila TIK > 400
mmHg), VP shunt (bila kedua terapi di atas gagalJ.
- Antijamur pilihan pertama:
Induksi: amfoterisin B iv 0,7 - 1mg/kgBB/hari dan S-fluorositosin oral
100 mg/ kgBB/hari selama 2 minggu.
Konsolidasi:flukonazol oral4O0 mg/hari selama 8 minggu atau hingga cairan
serebrospinal steril.
- Pilihan kedua:
Induksi: amfoterisin B iv 0,7 - 1mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
Konsolidasi:flukonazol oral400 mg/hariselama 10 minggu atau hingga cairan
serebrospinal steril.
- Pilihan ketiga:
Flukonazol oral 400 - 800mg/ hari dan fluorositosin oral 100 mg/kgBB/hari
selama6-10minggu
. Kriptokokosis paru, kriptokokosis diseminata dan antigenemia:
Flukonazol 200 - 400mg/hari secara oral hingga nilai CD4 >200sel/pL.

938
ENSEFAHTTS TOKSOPTASMA (ET) & KORIORETINtTtS
TOKSOPTASMA

Pendekoton Diognosis
. Anamnesis
- Ensefalitis toksoplasma: demam, rasa letih,sakit kepala, defisit neurologi fokal
[hemiparese, kejang, ataksia, afasia, parkinsonism, koreaatetosisJ, penurunan
kesadaran, gangguan perilaku.
- Korioretinitis toksoplasma: demam, rasa letih, penglihatan kabuC skotoma,
nyeri mata, fotofobia, epifora
. Pemeriksaan Fisik
- Penemuan umum: pembesaran KGB kenyal, tidak nyeri, berkonfluens, umumnya
di daerah servikal, hepatosplenomegali, ruam kulit.
- Ensefalitis toksoplasma: parese saraf cranial, heimparese, gangguan lapang
pandang rubral tremor, gangguan sensorik daerah tungkai.
- Korioretinitistoksoplasma: penurunanvlsus
. Pemeriksoonpenunjong
- Pemeriksaan umum: serologi toksoplasma.
- Ensefalitis toksoplasma :

. CTscan/MRI: lesi tunggal/ multipel hipodens pada CT atau hipointens pada


MRI menyangat kontras berbentuk cincin disertai edema dan efek masa.
. Histopatologi jaringan otak.
- Korioretinitistoksoplasma:
. Funduskopi: nekrosis multifocal atau bilateral, bercak multiple yellowish
white di daerah kutub posterior.

Diognosis Bonding
. Ensefalitis toksoplasma: limfoma sistem saraf pusat, tuberkuloma, progressive
mu ltifoca I le uco e nc ep halop athy.
. Korioretinitis toksoplasma: korioretinitisTB, sifilis, Iepra, histoplasmosis.

Totoloksono
. Pilihan pertama
Fase akut: pirimetamin oral 20Omg hari pertama, selanjutnya 50 - 75 mg/hari +

Ieukovorin oral l-0 - 20 mg/ hari + sulfadiazin oral 1000 - 1500mg/hari.


Rumatan: pirimetamin oral25 - 50 mg/hari + Ieukovorin oral l0 -20 mg/hari
+ sulfadiazine oral 500 - 1000mg/hari.

939
a Pilihan kedua
Fase akut: pirimetamin +leukovorin+klindamisin oral atauiv4x600mg
Rumatan: pirimetamin+leukovorin(dosis rumatan)+ klindamisinoral4x300-450mg
a Pilihan ketiga:
Fase akut: pirimetamin + Ieukovorin + salah satu: atovaquone oral 2x1500 mg,
azitromisin oral 1x900 - 1200mg,klaritromisinoral2x500 mg, dapson oral 1x100
mg, minosiklinoral2xl 50-2 00mg.
Fase rumatan: pirimetamin + leukovorin [dosis rumatan) + salah satu antibiotik
tersebut dosis sama.
a Di Indonesia tidak terdapat sulfadiazin dan pirimetamin tunggal karena itu dapat
digunakan fansidar (pirimetamin 25mg dan sulfadoksin 500mg) dengan dosis
pirimetamin seperti di atas.

P NEU MOCYSI'S PNEUM ON'A

Pendekolon Diognosis
. Anamnesis: demam tidak tinggi, batuk kering,nyeri dada retrosternal (tajam atau
seperti terbakar)yang memburuk saat inspirasi, sesak napas subakut (2 minggu
atau lebih).
. Pemeriksaanfisik: takipnea, takikardi, sianosis akral, sentral, dan membran
mukosa. Tidak ditemukan ronki pada auskultasi paru.
. Pemeriksaanpenunjang:
- Roentgen dada: infiltrat interstitial bilateral di daerah perihiler yang kemudian
menjadi lebih homogen dan difus sesuai dengan perjalanan penyakit.
Kadang ditemui nodul soliter atau multipel, infiltrat di lobus bawah, abses,
pneumatokel, pneumotoraks .

- CTscan:gambaran "ground glas.s"atau lesi kistik. Peningkatan LDH (umumnya


>220 tu /L).
- Peningkatan gradient oksigen alveolar-arterial [AaDO ), pO <70 mmHg pada
analisis gas darah.
- Peningkatan LED >50 mm/jam
- Leukositosis ringan
- Serum (1-3J beta-D-glukan positif
- Pemeriksaan mikroskopik sputum, lavase bronkoalveolar atau jaringan paru
me n un j ukkan ad anya kista Pn eum o cy s ti s j i r ov e c i

940
Diognosis Bonding
Pneumonia bakterialis, pneumonitis interstitial nonspesifik

Tololoksono
. Derajat sedang - berat (sesak napas saat istirahat/PaO <70mmHg dalam udara
kamar atau AaDO2 >3SmmHg):
- Rawat inap, oksigen, ventilator bila perlu.
- Kotrimoksazol iv atau trimetoprim oral 15 - 20 mg/kgBB/hari dan 75 - L00
mg/kgBB/hari sulfametoksazol dibagi 4 dosis selama 21. hari.
- Prednison oral 2x40 mg 5 hari pertama, 1x40 mg 5 hari berikutnya dilanjurkan
20mg/ hari hingga terapi selesai atau metilprednisolon iv dosis 75% dosis
prednison atau hidrokortison iv dosis awal 4x100mg.
- Alternatif: primakuin 30mg/hari + klindamisin 3x600 mg atau pentamidin
4mg/kgBB/hari.
. Derajat ringan - sedang (sesak napas pada latihan, PaO >70 mmHg dalam udara
kamarl AaDO >35mmHg):
- Trimetoprim oral 1.5 - 20 mg/ kgBB/hari dan 75 - 100 mg/ kgBB/hari
sulfametoksazol dibagi 4 dosis selama 21- hari.
- Alternatif: primakuin pral 30mg/ hari+klindamisin3x600mg/hari atau
atovaquone 2x750 mg selama 2lhart.
. Repons pengobatan dapat dilihat setelah hari ke-5 sampai ke-7.

CYTOMEGALOy'RUS (CMV)

Pendekolon Diognosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang:
. Korioretinitis:
- Gangguan penglihatan unilateral, penglihatan floater, fotopsia, skotoma,
gangguan lapang pandang unilateral,
- Funduskopi: perdarahan retina brush-fire, catchup-sauce appearance,
pigmentasi granuler atau eksudat kekuningan seperti pizza pie appearance,
cotton-wool spot pada daerah perifer atau fundus.
- Pemeriksaan antigen CMV secara serologis.
. CMV saluran cerna:
- Diare, sariawan, nyeri epigastrium, ulkus pada sfinkter esofagus, ulkus rectum,
perforasi ileum.
- Biopsi mukosa saluran cerna: tanda inflamasi dan CMV rnclusion body.
- Pemeriksaan antigen CMV secara serologis.
a Pneumonitis CMV:
- Sesak napas yang memburuk perlahan, sesak saat aktivitas, batuk non-
produktif, ronki minimal.
- Roentgen dada: infiltrat difus interstitialis seperti PCP.
- Biopsi paru/makrofag dari bilasan bronkoalveoler: CMV inclusion body
intraselular.
- Pemeriksaan antigen CMV secara serologis.
a Ventrikuloen sefalitis CMV:
- Letargi, gangguan mental, delirium, demam, sulit konsentrasi, sakit kepala,
somnolen, gangguan saraf kranial.
- Pemeriksaan cairan serebrospinal: ditemukan antigen atau DNA CMV dan
kultur.
- Pemeriksaan antigen CMV secara serologis.

Iotoloksono
. Mata
- GansiklovirivZx5mg/kgBB/hari dalam infus 1 jam selama 2 - 3 minggu,
dilanjutkan dengan dosis rumatan iv 5mg/kgBB/hari sekali sehari.
- Valgansiklovir oral2x900 mgselama 2tharidilanjutkan dosis rumatan1x900mg.
- Foscarnet iv 2x60 mg/kgBB atau 2x90 mg/kgBB selama 2 - 3 minggu
d ilan j utkan d osis rumat aniv2x9 0 - 12 0 mg/kgB B.
- Pada ancaman gangguan penglihatan berat dan pemulihan sistem imun
sulit diharapkan, dipasang implant gansiklovir intraokuler per 6-8 bulan
dikombinasi dengan valgansikloviroral 1-x900mg.
. Saluran cerna
- Gansiklovir iv 2x5 mg/kgBB selama 2 - 3 minggu.
- Valgansiklovir2x900mgselama 2 -3 minggu,
- Foscarnetiv3x60mg/kgBBatau 2x90 mg/kgBB selama 2 - 3 minggu.
- Tidak diperlukan terapi rumatan kecuali relaps selama atau setelah terapi
. Paru
- Gansiklovir iv 2x5 mg/kgBB selama >21 hari.
- Valgansiklovir2x900mgselama 21hari.
- Foscarnetiv3x60mg/kgBBatau 2x9lmg/kgBBselama>21hari.

942
a Sistem saraf
- Gansiklovir iv 2x5 mg/kgBB kombinasi dengan foscarnet iv 3x60 mg/kgBB
atau 2x90 mg/ kgBB selama 3 - 6 minggu, dilanjutkan dengan dosis rumatan
seperti pada mata.
- Gansiklovir iv 2x5 mg/kgBB selama3-6minggudilanjutkan dengan rumatan
gansiklovir iv atau valgansiklovir seperti dosis pada mata.

DIARE KARENA PROTOZOA


Pendekolon Diognosis
. Anamnesis: Infeksi cryptosporidia sp., microsporidia, isospora bellr menunjukkan
gejala yang sama yaitu:diarenon-inflamasi,kram perut, mual, muntah, demam,
sakit kepala, penurunan berat badan. Dapat menyebabkan kolesistitis, kolangitis,
pankreatitis. Microsporidia dapat menyebar di luar usus yaitu pada mata, otak,
otot, hati dan dapat menyebabkan konjungtivitis dan hepatitis.
. Pemeriksaan penunjang: analisis tinja (mencari ookista), pemeriksaan tinja dengan
mikroskop elektron, aspirasi usus atau biopsi usus.

Diognosis bonding
Diare karena parasit lain, amebiasis, infeksi Campylobacter, colitis CMV,
gastroenteritis virus, gastroenteritis bakteri, giardiasis.

Tololqksono
. Cryptosporidia sp,;Tidak ada terapi spesifik untuk infeksi Cryptosporidia sp.lnfeksi
ini akan mengalami resolusi dengan sendirinya apabila kadar CD4>L0Osel/pL.
Alternatif: paramomisin 500 mg peroral3xsehariselama 14hari.
. Microsporidia'.
- Albendazol 400 mg2x sehari selama 14 hari. Untuk infeksi diseminata,
albendazol dapat dikombinasikan dengan itrakonazol 200 - 400mg/hari.
- Infeksi okular dapatmendapatterapi tambahan fumagilin bisiloheksilammonium
topikal
. Isospora belli:
- Kotrimoksazoll60mg TMP/B00mg SMX oral atau iv 2 - 4x sehari selama 10
hari, dapat diperpanjang hingga 3 - 4 minggu bila gejala menetap.
- Alternatif: pirimetamin 50 - 75 mg/hari (+asam folat 5 - 1-0 mg/ hari) atau
siprofloksasin 500mg oral 2x sehari selamaThari.
- Terapi rumatan: kotrimoksazol 320mgTMP/1.600 SMX 1x sehari atau 3x
seminggu bila CD4 < 200sel/pl atau pirimetamin 25 mg/hari.
KOMPLIKASI
Kematian, komplikasi sesuai organ yang terlibat, komplikasi akibat pengobatan

PROGNOSIS
Sebagian besar infeksi oportunistik dapat diobati, namun jika kekebalan tubuh
tetap rendah, infeksi oportunistik dapat kambuh kembali atau juga timbul infeksi
oportunistik yang lain.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi, Divisi Alergi Imunologi - Departemen
Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAII
. RS pendidikan Semua Divisi di lingkungan Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Yunihostuti E, D.jouzi S, Djoerbon Z, editors. lnfeksi oportunistik podo AIDS. Jokorto; Boloi Penerbit
Fokultos Kedokteron Universitos lndonesio, 2005.
2. Nosronudin. Infeksijomur. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku
ojor ilmu penyokit dolom 5th ed. Jokorto; Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit
Dolom FKUI, 2009:287 1 - 80
3. Pohon HT.. Toksoplosmosis. In: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors.
Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5th edition. Jokorto; Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu
Penyokit Dolom FKUI, 2009:2881 - 8
4. FouciAS, LoneHC.Humonimmunodeficiencyvirusdiseose:AlDSondreloteddisorders.ln:FouciA,
S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of
Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser
internolmedicine.lSthed.UnitedStotesofAmerlco;TheMcGrow-HillComponies,20'l 2:150&47
5. World Heolth Orgonizotion. Treotment of tuberculosis guidelines. 4th edition. 2010:65-74
6. Koplon JE, Benson C, Holmes KH, Brooks JT, Pou A, Mosur H. Guidelines for prevention ond
treotment of opportunistic infections in HIV-infected odults ond odolescents: recommendotions
from CDC, the Notionol lnstitutes of Heolth, ond the HIV Medicine Associotion of the lnfectious
Diseoses Society of Americo. MMWR Recomm Rep. 2009;58(RR-4):1-207.
7 . LimperAH,KnoxKS,SorosiGA,AmpelNM,BennettJE,CotonzoroA.AnofflciolAmericonthorocic society
stotement: treotment of fungol infections in odult pulmonory ond criticol core potients. Am J
Respir Crit Core Med.2Ol l;183:95 - 128

944
NFEKS PADA KEHAMILAN

PENGERIIAN
Infeksi telah lama diketahui sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas
ibu dan janin di seluruh dunia, dan infeksi ini masih menjadi masalah di abad 21.
Faktor-faktor seperti status serologis maternal, waktu terjadinya infeksi saat hamil,
cara penularan, dan status imunologis mempengaruhi manifestasi penyakitnya.t lnfeksi
akut selama kehamilan yang sering seperti infeksi kulit atau infeksi saluran nafas,
biasanya bukan merupakan masalah yang serius, namun pada beberapa kasus dapat
mempengaruhi persalinan ataupun pemilihan cara persalinan, dan meningkatkan
resiko kejadian abortus, ketuban pecah dini, kelahiran prematur, dan stillbirth.2-+

PENDEKATAN
Berikut merupakan beberapa infeksi yang sering ditemukan selama kehamilan
(tabel 1).

Tobell. Diognosis, Pencegohon, Teropi, don Komplikosi podo mocom-mocom lnfeksi dolom
Kehomilonr,s.rl

CMV Simptomotik,
Herpes
simplex

Simptomotik

lihol pembohoson podo bob lnleksi Menulor Seksuol

Brucellosis
Tuberkulosis Uhol podo bob Tuberkulosis PoIU

947
PROGNOSIS
Tergantung infeksi

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Infeksi Tropik - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT YANG TERKAIT


. RS pendidikan Departemen Obstetri dan Ginekologi
. RS non pendidikan

REFERENS!
1 . Cunninghom, Leveno, Bloom ei ol. Willioms Obstetrics 23'd Ed. United Stotes of Americo. McGrow-
Hill. 201 0;58:l 2l 0-34.
2. Brocklehurst P. lnfection ond preterm delivery. BMJ 1999;318:548e9.
3. Goldenberg RL, Houth JC, Andrews WW. lntrouterine infection ond preterm delivery. N Engl .J
Med 2000;342: I 500e7.
4. Goldenberg RL, McClure EM, Soleem S, et ol. lnfection-reloted stillbirths. Loncet 2010;375:l 482e90.
5. Gershon A. Chopter 186: Rubello (Germon Meosles). In: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles
of Internol Medicine l Trh edition. United Stotes of Americo. McGrow Hill. 2008
6. Yinon Y, Forine D, Yudin M et ol. Cytomegolovirus lnfection in Pregnoncy. Society of Obsletricions
ond Gynoecologists of Conodo (SOGC) Clinicol Procticol Guideline no 240, April 2010. Diunduh
dori http://www.sogc.orglguidelines/documents/gui240CPG 1004E.pdf podo tonggol 2Mei2O12.
7. Anzivino E, Fioriii D, Mischitelli M et ol. Herpes simplex virus infection in pregnoncy ond in neonote:
stotus of ort of epidemiology, diognosis, theropy ond prevention. Virology Journol 2009,6:40
doi:10. 118611743-422X-5-4O.Diunduhdori http://www.virologyj.com/content/pdf/1743-422X-6-40.
pdf podo tonggol 2Mei2O12.
8. Porvovirus Bl9 Infection in Pregnoncy: lnformotion Pock. Diunduh dori http://www.flfthdiseose.
orglcmsFiles/porvovirus bl9_ond_pregnoncy_informotion_booklet.pdf podo tonggol 2Mei2O12.
9. Poppos G, Akritidis N, Bosilkovski M, et ol. Brucellosis. N Engl J Med 2005; 352:2325-2336. Diunduh
dori http://www.nejm.org/doi/full/ lO.l055/NEJMro050570 podo tonggol2 Mei 2012.
'10. Khon M, Moh M, Memish Z. Brucellosis in Pregnont Women.
Clinicol lnfectious Diseoses 20Ol;
32:1172-7. Diunduh dori http://cid.oxfordjournols.org/content/32/8/1172.full.pdf podo tonggol
2 Mei 2012.

948
NTOKS KAS ORGANOFOSFAT

PENGERTIAN
Adalah intoksikasi akibat zat yang mengandung organofosfat. Organofosfat
digunakan sebagai insektisida. Mekanisme kerjanya adalah melalui inhibisi enzim
asetilkolinesterase, menyebabkan akumulasi asetilkolin pada sinaps-sinaps kolinergik,
baik perifer maupun sentral. Asetilkolin berlebih menyebabkan triggering reseptor
asetilkolin secara konstan, stimulasi berlebih pada sinaps kolinergik di sistem saraf
pusat, sistem saraf otonom , dan neuromuscular junction.l'3
Intoksikasi organofosfat bermanifestasi dalam 3 flase, yaitu krisis kolinergik akut,
intermediate neurotoxic syndrome, dan delayed polyneuropathy.3

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesis don Pemeriksoon Fisik2'3


. Riwayat minum/kontak dengan zatyangmengandung organofosfat, bau pestisida
. Gambaran klinis khas krisis kolinergik akut:
a. Gejala dan tanda muskarinik: Diare, banyak berkemih, Miosis, Bradikardi,
Bronchorrhoeo, Bronkokonstriksi, Emesis, Lakrimasi, Salivasi [DUM BELS),
hipotensi, aritmia jantung
b. Gejala dan tanda nikotinik: fasikulasi, tremor, kelemahan otot dengan gagal
napas, hipertensi, takikardi, berkeringat, midriasis
c. Gejala SSP: gangguan kesadaran, ke;ang
. Gambaran klinis intermediate neurotoxic syndrome
. Cranial nerve palsies, kelemahan leher dan ekstremitas proksimal, dan gagal napas
tipe II
. Gambaran klinis delayed polyneuropathy
. Gangguan neurologis L-3 minggu setelah paparan akut, terutama gangguan
motorik, namun juga dapat sensorik

Pemeriksoon Penunjong3'4
. Berkurangnya aktivitas kolinesterase darah atau butirilkolinesterase plasma
a <BOo/o menunj ukkan paparan si gnifikan
o EKG: bradikardi, pemanjangan QT, torsade de pointes ventricular tachycardia,
ventricular fibrillation

DIAGNOSIS BANDING
Intoksikasi karbamat, perdarahan pontin

TATATAKSANA

Nonformokologis5,6
. Membebaskan jalan napas
. Melepas pakaian yang terpapar
. Dekontaminasi kulit dengan air dan sabun
. Menempatkan pasien pada posisi lateral dekubitus kiri

Formokologiss
1. Resusitasi adekuat: oksigen, cairan normal saline (NS) 0,9%
2. Antagonis muskarinik: Atropin; untuk memperbaiki tanda dan gejala muskarinik
- Dosis awal L-3 mg bolus
- 5 menit setelahnya, periksa nadi, tekanan darah, ukuran pupil, keringat dan
auskultasi dada. Jika belum ada perbaikan, gandakan dosis pertama
- Pantau setiap 5 menit, gandakan dosis jika respon masih belum muncul. Jika
terjadi perbaikan, hentikan penggandaan dosis. Gunakan dosis yang sama
atau lebih kecil.
- Berikan atropin bolus sampai denyut jantung >80 kali/menit, dan tekanan
darah sistolik >80 mmHg dan lapang paru bersih.
- Setelah pasien stabil, berikan infus atropin setiap jam sebesar 10-20% total
dosis yang dibutuhkan untuk menstabilkan pasien.
3. Reaktivator kolinesterase: pralidoxime (2-PAM), obidoxime, trimedoxime,
metohoxime, dll untuk memperbaiki tanda dan gejala nikotinikT,B
2 g IV selama 20-30 menit dilanjutkan dengan 0,5-1. g/ jam dalam NS 0,9%. Berikan
pralidoxime sampai atropin tidak digunakan lagi selama 12-24 jam dan pasien
telah diekstubasi
4. Diazepam jika agitasi dan kejang
Dosis awal 2-L0 mg, dosis maksimal 30 mg.
5. Kumbah lambung

950
Hanya dilakukan setelah pasien stabil, biasanya dilakukan < jamsetelah keracunan,
yaitu dengan cara memberikan dan mengaspirasi 5 ml cairan/ kgBB melalui French
orogastric tube (oGT). Dapat menggunakan air atau NS.
6' Pemberian activated charcoal 50 mg dalam bentuk suspensi secara oral melalui
cangkir, sedotan, atau nasogostric tube (NGT)
7. Ventilasi mekanik jika terjadi gagal napas

KOMPTIKASI
Hipoksia, asidosis, pneumonia, gagal napas, aritmia jantung. e,10

PROGNOSIS
Angka kematian lebih dari 15%. Skor APACHE II awal dapat digunakan sebagai
indikator prognostik. Nilai GCS juga dapat digunakan untuk memprediksi outcome.
Hipoksemia, asidosis, dan gangguan elektrolit merupakan faktor predisposisi komplikasi
jantung.e'10

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : DivisiTropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Divisi Pulmonologi, Divisi Psikosomatik, Divisi
Gastroenterologi - Departemen Penyakit Dalam, Unit
Perawatan ICU
a RS non pendidikan Unit Perawatan ICU

REFERENSI
l. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu
penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; InternoP ublishing; 2009. Hol
2, Poisoning ond drug overdose Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser
penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill
SL, Loscolzo J,
Componies; 2012.Hol.
3. Aordemo H, Meertens JHJM, Ligtenberg JJM, Peters-Polmon OM, Tulleken JE, Zijlstro JG.
Orgonophosphorus pestlcide poisoning: coses ond developmenis. The Netherlonds Journol of
Medicine 2008: 66 (a) : 149-153
4. Korki P, Ansori JA, Bhondory S, Koirolo S. Cordioc ond electrocordiogrophicol monifestotions of
ocute orgonophosphote poisoning. Singopore Med J 2004; 45(B): 385
5. Eddlestone M, Buckley NA, Eyer P, Dowson AH. Monogement of ocute orgonophosphorus
pesticide poisoning. Loncet 2008; 37119612): 597-607
6. Roberts MD, Aoron CK. Monoging ocute orgonophosphorus pesticide poisoning. BMJ 2007:334:
629-34
7. Eddleston M, Eyer P, Worek F, Juszczok E, Alder N, Mohomed F, et ol. Prolidoxime in ocute
orgonophosphorus insectiside poisoning - o rondomised controlled triol. PLoS Med 2009;6(6)
8. BojgorJ. Treotment ond prophyloxis of nerve ogent. Orgonophosphotes intoxicotion. Theropeutics
phormocology ond clinicol toxicology 2OO9;l 3(3):hol 247-253
9. Kong EJ, Seok SJ, Lee KH, Gil HW, Yong JO, Lee EY, et ol. Foctors for determining survivol in ocute
orgonophosphorus poisoning. Koreon J lntern Med 2OO9;24:362-267
10. Conder B, Dur A, Yildiz M, Koyuncu F, Girisgin AS, Gul M, et ol. The prognostic volue of the glosgow
como scole, serum ocetylcholinesterose ond leukocyte levels in ocute orgonophosphorus
poisoning. Ann Soudi Med 2011;31(2):163-6

952
NTOKSIKASI OP AT

PENGERTIAN
Intoksikasi opiat merupakan intoksikasi akibat penggunaan obat golongan opiat
yaitu morfin, petidin, heroin, opium, pentazokain, kodein, loperamid, dekstrometorfanl

PATOFISIO[OGI
Opiat akan berikatan dengan reseptor opiat pada sistem sarafpusat, menyebabkan
inhibisi jalur nyeri ascending, menyebabkan perubahan persepsi dan respons terhadap
stimulus nyeri. Opiat juga bekerja pada sistem neurotransmitter SSP lain seperti
dopamine, GABA, dan glutamate, menyebabkan depresi SSP secara umum.2

PENDEKATAN DIAGNOSISI,2

Anomnesis
Informasi mengenai seluruh obat yang digunakan, sisa obat yang ada

Pemeriksoon Fisik
Perubahan status mental (somnolen, konfusi, stupol koma), miosis pupil, hipotensi,
sinus bradikardia, bising usus menurun, kelemahan otot, depresi napas, apneu, koma,
kejang flebih sering karena overdosis propoksifen dan meperidinJ

Pemeriksoon Penunjong
Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks

Pemeriksoon Loin
Penemuan needle track sign, respon cepat terhadap pemberian nalokson
menunjang diagnosis intoksikasi opiat

DIAGNOSIS BANDING
1'2
I ntoksikasi obat se datif: b arbiturat, b enzo diazep in, etano l.
IATALAKSANA
A, Penanganan kegawatan: resusitasi A-B-C (airway, breathing, circulation) dengan
memperhatikan prinsip kewaspadaan universal. Bebaskan dan proteksi jalan
napas, berikan oksigen sesuai kebutuhan, pemasangan infus dan pemberian cairan
sesuai kebutuhan.2's
B. Pemberian antidot nalokson 2'3'6
1,. Glukosa (Dswl, tiamin 100 mg dan nalokson 2 mg harus diberikan pada semua
pasien dengan perubahan kesadaran dan ada kecurigaan keracunan.a
2. Tanpa hipoventilasi: dosis awal nalokson 0,4 mg intravena pelan-pelan atau
diencerkan
3. Dengan hipoventilasi: dosis awal nalokson 1-2 mg intravena pelan-pelan atau
diencerkan
4. Bila tak ada respon, diberikan nalokson 7-2 mg intravena tiap 5 -L0 menit hingga
timbul respons (perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pernapasan, dilatasi
pupil) atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg. Bila tetap tak ada respon,
diagnosis intoksikasi opiat perlu dikaji ulang,
5. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam
keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital,
kesadaran, dan perubahan pupil selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat diberikan
drip nalokson satu ampul dalam 500 ml D5% atau NaCl 0,9olo diberikan dalam
4-6 jam.
6. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan foto toraks
7. Pertimbangan pemasangan pipa endo trakeal bila: pernapasan tak adekuat setelah
pemberian nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup, atau
hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang optimal
B. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik, bila
diperlukan dapat dipasang NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung pada
intoksikasi opiat oral
9. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan memberikan
240 ml cairan dengan 30 gram charcoal, dapat diberikan sampai L00 gram
10. Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam intravena 5-10 mg dan dapat diulang
bila perlu
Pasien dirawat untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi.

KOMPTIKASI
Pneumonitis aspirasi, gagal napas, edema paru akut1,2
PROGNOSIS
Dubia

UNII YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Infeksi Tropik - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Divisi Psikosomatik, Divisi Pulmonologi - Departemen
Penyakit Dalam, Departemen Psikiatri, Departemen
Anestesi/Unit Perawatan ICU
a RS non pendidikan Bagian Psikiatri

REFERENSI
l. Grifflth CH. Hoellein AR. Feddock CA. Horrell HE. First Exposure to lnternol Medicine: Hospitol
Medicine. Edisi. McGrow-Hill Componies:2007. Hol: 451-2
2. Toxicology in odults. Dolom: Holl JB. Schmidt GA. Hogorth DK, penyunting. Criticol Core Medicine
just the focts. Edisi. McGrow-Hill Componies; 2007. Lol:377

3. Clorke SFJ, Dorgon Pl, Jones AL. Noloxone in opioid poisoning: wolking the tightrope. Emerg
Med J 2005:22:612-616
4. Poisoning ond drug overdose. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser
SL, Loscolzo J, penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. Mccrow-Hill
Componies; 2O12.Hol
5. The Americon Heort Associotion. Guidelines 2005 for cordiopulmonory resuscitotion ond
emergency cordiovosculor core. Circulotion. 2005; I l2(Suppl l): lVl-211
6. Endo Phormoceuticols. Norcono(noloxone hydrochloride injection, USP) prescribing informotion.
Chodds Ford, PA;2003 Jul
KERACUNAN MAK NAN

PENGERTIAN
Adalah penyakit yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi
bakteri, toksin bakteri, parasit, virus, atau zat kimia.l-3 Yang dibahas di sini adalah
keracunan makanan oleh bakteri atau toksin bakteri.

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Halyang perlu ditanyakan adalah makanan yang dikonsumsi; periode waktu antara
konsumsi makanan dengan awitan gejala; gejala klinis yang dominan; jumlah orang
yang mengonsumsi makanan dan berapa banyak yang menjadi sakit; cara penyiapan
dan penyimpanan makanan yang dicurigai3

Tobel l Kerocunon Mokonon Akibol Bokleri'z'4


Kultur feses rutin

DIAGNOSIS BANDING
Keracunan makanan akibat penyebab lain, gastroenteritis non-infeksi

IATATAKSANA

Tobel 2. Tololoksono Kerocunon Mokonon Akibot Bokteri}s

957
Ieropi Suportif Mencokup
1. Rehidrasi, baik oral ataupun intravena flebih lengkap lihat di bab Diare Infeksi)
2. Koreksi gangguan elektrolit dan asam basa
3. Simtomatik: antiemetik
4. Ventilasi mekanik jika terjadi gagal napas (pada kasus botulisme)

KOMPTIKASI
. Dehidrasi
. Gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa
. Perforasi, perdarahan dan sepsis (kasus C, perfringens tipe C)
. Gagal napas (kasus botulisme]

PROGNOSIS
Sebagian sembuh sendiri. Mortalitas akibat C. perfringens tipe C 40%. Mortalitas
akibat C. botulinum 10-460/o

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi, Divisi Gastroenterologi - Departemen
Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNII IERKAIT
. RS pendidikan : Bagian Mikrobiologi, ICU
. RS non pendidikan

REFERENSI
l. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu
penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; InternoPublishing; 2009. hol
2. Acute infectious diorrheol diseoses ond bocteriol food poisoning. Dolom: Longo DL. Kosper DL.
Jomeson JL, Fouci AS, HouserSL, Loscolzo J, penyunting. Horrison's principle of internol medicine.
Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 201 2. Nol.
3. Gionnello RA. lnfectious enteritis ond proctocolitis ond bocteriol food poisoning. Dolom: Feldmon
M, Friedmon LS, Brondt LJ, penyunting. Sleisenger ond fordtron's gostrointestinol ond liver diseose:
pothophysiology/ diognosis/ monogement. Edisi lX Philodelphio: Sounders Elsevier. 2010
4. CDC. Diognosis ond monogement of foodborne ilnesses. MMWR 2004; 53(RR04): l-33
5. Lowrence DT, Dobmeier SG, Bechtel LK, Holstege CP. Food poisoning. Emerg Med Clin N Am
2007; 25:357-373
MALARIA

PENGERTIANI.4
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit genus Plasmodium
falsiparum, Pvivax, Povale, atal Pmalariqe, Pknowlesr.) yang hidup dan berkembang
(P.

biak dalam sel darah merah manusia (eritrositik) atau jaringan fstadium ekstra
eritrositik). Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina. (WHO 2010)

PENDEKATAN DIAGNOSIS
. Klinis :demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri
otot, penurunan kesadaran.
. Parasitologi: Sediaan Apus Darah Tepi (SADT) tebal dan tipis dijumpai parasit malaria
Tanda dan gejala klinis malaria sangat tidak spesifik. Secara klinis, kecurigaan
malaria sebagian besar berdasarkan riwayat demam. Diagnosis berdasarkan gambaran
klinis sendiri memiliki spesifisitas yang sangat rendah dan dapat berakibat pada
tatalaksana yang berlebihan.3

ANAMNESIS
Riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi ke daerah
endemis malaria, dan trias malaria (keadaan menggigil yang diikuti dengan demam dan
kemudian timbulkeringatyangbanyalq pada daerah endemis malaria, trias malaria mungkin
tidak ada, diare dapat merupakan gejala utama).1'2
Kriterio diognosis menurul lekomendosiWHO lohun 2010s
. Pada daerah resiko rendah, diagnosis klinis malaria inkomplikatal sebaiknya
berdasarkan kemungkinan terpapar malaria dan riwayat demam dalam 3 hari
terakhir tanpa ada tanda penyakit akut lain.
. Pada daerah resiko tinggi, diagnosis klinis sebaiknya berdasarkan keluhan demam
dalam 24 jam terakhir dan/atau adanya anemia, yang pada anak-anak, telapak
tangan yang pucat merupakan tanda yang sangat jelas.

Molorto tonpo komplikosididefinisikon sebogoi molorio simptomotik tonpo odonyo tondo molorio berot otou bukti klinis/loboroloris
odonyo disfungsi orgon vitol 5
Tobel l. Survoilons [oborolorium untuk Molorio menurul Voriosi Epidemiologis6

Pemeriksoon Fisik
Demam >37,50C, konjungtiva atau telapak tangan pucat, sklera ikterik, hepato/
splenomegali.l'2'a's

Pemeriksoon Penunjong
Sediaan darah tebal dan tipis ditemukan plasmodium, serologi malaria (+).t,2,+'s

Pada tersangka malaria falciparum berat, kriteria diagnosis berdasarkan


P.

ditemukannya P falciporum stadium aseksual disertai satu atau lebih gejala klinis
atau laboratorium berikut' 1'2,4,s

Kriterio Diognosis
1. Malaria Berat:
- Klinis
- Parasitologik
2. Malaria Ringan :

- Klinis
- ParasitologikIWHO,2010)

960
Gejolo Klinis
1. Gangguan kesadaran atau koma yang tidak dapat dibangunkan
2. Prostrasi, contoh kelemahan menyeluruh (generalized weakness) sehingga pasien
tidak dapat duduk atau berjalan tanpa bantuan
3. Tidak dapat makan (failure to feed)
4. Kejang berulang - lebih dari 2 episode dalam 24 jamsetelah pendinginan pada
hipertermia
5. Napas dalam, distres pernapasan (napas Kussmaul)
6. Gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70 mmHg pada dewasa dan <50 mmHg
pada anak-anakdisertai keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >1oC
7. Ikterik disertai tanda disfungsi organ vital
8. Hemoglobinuria
9. Perdarahan spontan dan disertai abnormaldari hidung, gusi, saluran cerna, dan/
atau disertai gangguan koagulasi intravaskular
10. Edema paru fradiologis)/acute respiratory distress syndrome IARDS)

Loborotorium
1. Hipoglikemia (gula darah <2.2 mmol/L atau <40 mg/dL)
2. Asidosis metabolik (pH 7,25,plasma bikarbonat <15 mEq/L)
3. Anemia normositik berat pada keadaan hitung parasit >10.00O/ul(Hb <5 gr/dL
atau Ht<15%)
4. Hemoglobinuri amakroskopik oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena efek
samping obat antimalaria pada pasien dengan defisiensi G6PD)
5. Hiperparasitemia (> 2o/o/L00 000/pl pada area transmisi rendah atau 5%o atau
250 000/pl pada area transmisi tinggiJ
6. Hiperlaktatemia flaktat > 5 mmol/l)
7. Gangguan ginjal (urin <4O0ml/24jam pada orang dewasa, atau <1.2m\/kgBB pada
anak-anak setelah dilakukan rehidrasi disertai kreatinin >3 mg/dl).
B. Ditemukannya P Falciparum yang padat pada pembuluh darah kapiler jaringan
otak apabila dilakukan otopsi
Beberapa keadaan yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan
gambaran klinis daerah setempat:2'a
1. Gangguan kesadaran
2. Kelemahan otot tanpa kelainan neurologis (tak bisa duduk/jalan)
3. Hiperparasitemia >5%o pada daerah hipoendemrs atau daerah tak stabil malaria
4. Ikterus [bilirubin >3 mg/dl)
5. Hiperpireksia [suhu rektal >40"C)
Krilerio Diognosis2.s
1, Konfirmasi ditemukannya parasit malaria dibawah mikroskop atau alternatif
lainnya dengan rapid diagnostrc tesf (RDTJ dianjurkan bagi semua pasien tersangka
malaria sebelum dimulainya pengobatan.
2. Tatalaksana hanya berdasarkan kecurigaan klinis sebaiknya hanya dipertimbangkan
apabila diagnosis parasitologis tidak tersedia.

Pemeriksoon Penunjong
Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes fungsi ginjal, tes fungsi
hati, gula darah, urin lengkap, AGD, elektrolit, hemostasis, foto toraks, EKG.1,2'4,s

DIAGNOSIS BANDING
Infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan, Ieptospirosis,
meningoensefalitis.2'a s

TATAtAKSANA2,4,5

A. Pengobolon molorio lonpo komplikosi


1. Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks
Metode pengobatan saat ini:
Dihid roartemisin-Primakuin (DHP)/Artesunat-Amodiakuin + Primakuin
. Pengobatan malaria falsiparum:
Pada malaria tipe ini, metode pengobatan yang diberikan adalah:

ACT 1 kali/hari selama 3 hari + Primakuin 0,7Smg/kgBB pada hari


pertama saja

Dosis obat diberikan sesuai dengan berat badan atau kelompok umur penderita
(lihat Tabel 1, dan 2).

Tobel l. Pengoboton dengon DHP don Primokuin

DHP I 3 4
1 3

ATAU

962
Tobel 2. Pengobolon dengon Arlesunot+Amodiokuin don primokuin

IJ a

. Pengobatan malaria vivaks:


Pada malaria tipe ini, metode pengobatan yang diberikan adalah:
ACT Lkali/hariselama 3 hari + Primakuin 0,2Smg/kgBB
selama 14 hari
Dosis pengobatan malaria vivaks juga diberikan sesuai dengan berat badan atau
kelompok umur penderita (Tabel 3 dan 4).

Tobel 3. Pengobolon dengon DHP don Primokuin

v, 1V, 3

ATAU
Tobel 4. Pengobolon dengon Arlesunot+Amodiokuin don Primokuin

l-14

. Pengobatan malaria vivaks yang relaps (kambuh):


Dugaan relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian primakuin dosis
0,25mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan pasien sakit kembali
dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah
pengobatan. Pada kasus seperti ini regimen yang diberikan adalah ACT lkali/
hari selama 3 hari ditambah dengan primakuin yang ditingkatkan menjadi
0,5mg/kgBB.
2. Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT (DHP atau kombinasi
Artesunat+Amodiakuin) dengan dosis pemberian obat yang sama dengan untuk
malaria vivaks.
3. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan Pmalariae cukup dengan pemberian ACT lkali/hari selama 3 hari
dengan dosis yang sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin.
4. Pengobatan infeksi campur P.faciparum + Pvivaks/Povale
Metode pengobatan yang digunakan adalah:
ACT 1 kali/hari selama 3 hari + Primakuin 0,2Smg/kgBB
selama L4 hari
Pemberian obat pada kasus seperti ini disesuaikan berdasarkan berat badan atau
kelompok umur penderita [Tabel 5 dan 6).

Iobel 5. Pengoboton dengon DHP don Primokuin

ATAU
Tobel 6. Pengobolon dengon Arlesunol+Amodiokuin don Primokuin

t-3

,h

Dosis obot: Artesunot: 4mSlkSBB don Amodiokuin boso: lOmg/kgBB


Cototon
. Apobiloodoketidoksesuoionontoroumurdonberolbodon(podolobelpengoboton),mokodosisyongdipokoiberdosorkon
berot bodon
. Untuk onok dengon obesiios, gunokon dosis berdosorkon berot bodon ideol

B. Pengoboton molorio podo ibu homil


Metode pengobatan pada ibu hamil prinsipnya sama dengan pengobatan pada
orang dewasa lainnya. Perbedaannya adalah pemberian obat malaria disesuaikan
berdasaran umur kehamilan. ACT tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester 1

dan Primakuin tidak boleh diberikan sama sekali pada ibu hamil.

Tobel 7. Pengoboton molorio folsiporum

964
Tobel L Pengobolon molorio vivoks

Dosis klindomisin lomg/kgBB diberikon 2 koli sehori

C. Pengoboton molorio berot


1,. Pengobatan di puskesmas/klinik non-perawatan
. Berikan artemeter intramuskular 3,2mg/kgBB.
. Rujuk ke fasilitas dengan rawat inap.
2. Pengobatan di puskesmas/kliik perawatan/rumah sakit
. Pilihan pertama: Artesunat intravena
- Dosis: Z,4mg/kgBB sebanyak 3 kali [jam ke 0,L2,24) dilanjutkan dengan
dosis yang sama setiap 24jam sehari sampai penderita mampu minum
obat. Apabila penderita sudah bisa minum obat, berikan ACT 3hari dan
Primakuin [sesuai jenis plamodiumnya).
- Kemasan dan cara pemberian: Artesunat parenteral tersedia dalam vial
yang berisi 60mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul
yang berisi natrium bikarbonat 5%. Keduanya dicampur untuk membuat
1 ml larutan sodium artesunat. Kemudian diencerkan dengan Dextrose
5o/o atau NaCl 0,9% sebanyak 5ml sehingga didapat konsentrasi 60mg/6ml
[10mg/ml). Obat diberikan secara bolus perlahan-lahan.
. Alternatif:Artemeterintramuskular
- Dosis: 3,2 mg/kgBB pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 1,6mg/kgBB
satu kali sehari sampai penerita mampu minum obat. Apabila penderita
sudah bisa minum obat, berikan ACT 3hari dan Primakuin [sesuai
jenis plamodiumnya).
- Kemasan dan cara pemberian:Artemeter diberikan secara intramuskular. Obat
ini tersedia dalam ampul yang berisi B0mg artemeter dalam larutan minyak.
. A]tq[atif ]ain: Kina drip
- Dosis pemberian kina pada dewasa:
. Loading dose:2\mg/kgBB dilarutkan dalam 500m1 Dextrose 5%o atau
NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam pertama.
. 4 jam kedua hanya diberikan cairan Dextrose 50lo atau NaCl 0,9%.
. 4 )am berikutnya diberikan kina dengan dosis rumatan 1Omg/kgBB
dalam Iarutan 500m1 Dextrose 5%o atau NaCI0,9%.
. 4 jam selanjutnya hanya diberikan cairan Dextrose 5o/o atau NaCl 0,9%.
. Setelah itu diberikan lagi dosis rumatan seperti diatas sampai penderita
dapat minum kina per-oral.
. Bila sudah dapat minum obat, pemberian kina IV diganti dengan kina
tablet per-oral dengan dosis 10mg/kgBB/kali diberikan tiap B jam.
Kina oral diberikan bersama doksisiklin atau tetrasiklin pada orang
dewasa atau klindamisin pada ibu hamil. Dosis total kina selama 7 hari
dihitung sejak pemberian kina perinfus yang pertama.
Dosis pemberian kina pada anak:
Kina HCI 25% perinfus dosis 10mg/kgBB (bila umur <2bulan: 6-8mg/
kgBB) diencerkan dengan Dextrose 5o/o atal NaCl 0,9% sebanyak 5-1,0cc/
kgBB diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita dapat
minum obat.
Kemasan: Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%,
Satu ampul berisi 500mg/ZmL
Catatan:
. Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena, karena toksik bagi
jantung dan dapat menimbulkan kematian.
. Dosis kina maksimum dewasa: 2000mg/hari.

D. Pengobolon molorio berot podo ibu homil


Pengoboton molorio berot untuk ibu homil dilokukon dengon memberikon
kino HCI drip introveno podo trimester I don ortesunot/ortemeter injeksi untuk
trimester 2 don 3

PEMANTAUAN PENGOBATAN
Hitung parasit minimal tiap 24 jam, target hitung parasit pada H1 50% H0 dan
H3 <25o/o H0. Pemeriksaan diulang sampai dengan tidak ditemukan parasit malaria
dalam 3 kali pemeriksaan berturut-tu1s1.2,4's

PENCEGAHAN2,4,5
WHO menetapkan langkah ABCD untuk pencegahan malaria, yakni dengan:
A. Aworeness (Pengetohuon)
Mengetahui segala hal yang berisiko untuk terkena malaria, habitat nyamuk
Anopheles, sadari masa inkubasi dan gejala utamanya.

966
B. Bile prevenfion (Pencegohon gigiton nyomuk)
. Hindari gigitan nyamuk terutama menjelang senja hingga fajar dengan cara:
- Membatasi aktivtas luar saat menjelang senja hingga fajar.
- Memakai pakaian yang sesuai, misalnya dengan memakai baju lengan panjang
dan celana panjang.
- Tutup jendela dan pintu rapat-rapat atau menggunakan kelambu yang
menggunakan insektisida.
- M enggu nakan sp ray atau losio n anti nyamuk yang me ngan dung d i ethy I tolua m i d e
(DEEr)
. Bersihkan daerah-daerah yang memungkinka untuk menjadi sarang nyamuk:
- Menutup rapat tempat penampungan arr.
- Menguras bak mandi dan membuang/mengganti genangan-genangan air
secara rutin.
- Mengubur kaleng bekas atau wadah kosong ke dalam tanah.

C. Chemo prophyloxis (Kemoprofi loksis)


Doksisiklin: diberikan 1-2hari sebelum keberangkatan, diminum pada waktu yang
sama pada setiap harinya, sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut.
Obat ini tidak boleh diberikan kepada anak-anak <B tahun dan ibu hamil.
- Dosis dewasa: 1x100mg
- Dosis anak >B tahun: 2mg/kgBB/hari, maksimum 100mg
. Untuk daerah dengan infeksi P.vivax:
Primakuin dengan cara pemberian yang sama dengan pemberian obat malaron. Obat
ini tidakboleh diberikan pada pasien defisiensi G6PD, ibu hamil dan menyusui (kecuali
bayi yang disusui mempunyai bukti dokumen dengan level G6PD yang normal).
- Dosis dewasa: primakuin basa 1x3Omg
- Dosis anak: primakuin basa 0,5mg/kgBB/hari, maksimum 30mg/hari,
dikonsumsi saat makan.
. Sebagai terapi anti relaps pada infeksi P.vivax dan P.ovale:
Primakuin diberikan pada orang-orang yang telah terkena eksposur yang
lama terhadap P.vivax dan P.ovale,Obat ini diberikan selama L4 hari setelah
meninggalkan daerah endemis malaria dan tidak boleh diberikan pada pasien
defisiensi G6PD, ibu hamil dan menyusui (kecuali bayi yang disusui mempunyai
bukti dokumen dengan level G6PD yang normal).
- Dosis dewasa: primakuin basa Lx3Omg
- Dosis anak: primakuin basa 0,5mg/kgBB/hari, maksimum 30mg/hari

967
D. Diognosis
. Segera dapatkan diagnosis dan terapi apabila mengalami gejala malaria yang
muncul 1 minggu setelah memasuki daerah rawan malaria sampai 3 bulan setelah
meninggalkan daerah tersebut.

KOMPTIKASI
Malaria berat, renjatan, gagal napas , gagal ginjal akut.1'2'4's Pada kehamilan, dapat
menimbulkan abortus spontan, pertumbuhan janin terhambat (IUGR), BBLR, malaria
kongenital (<5% pada bayi dari ibu terinfeksi), malaria berat pada ibu, kematian ibu
dan janin.T

PROGNOSISI,2,4
. Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria ovale: bonam.
. Malaria berat: dubia ad malam. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan
ketepatan diagnosis serta pengobatan. Apabila tidak ditanggulangi, dilaporkan
bahwa mortalitas pada anak-anak 15%, dewasa 20o/o,danpada kehamilan meningkat
sampai 50%. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ adalah 50ol0, kegagalan

968
4 fungsi organ atau Iebih adalah 75o/o. Adanya korelasi antara kepadatan parasit
dengan mortalitas yaitu :

- Kepadatan parasit < 100.000/ul, maka mortalitas < L %o


- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > L o/o
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 o/o

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Pulmonologi - Departemen
Penyakit Dalam dan Departemen Neurologi, ICU
a RS non pendidikan Bagian Neurologi

REFERENSI
l. Whlte NJ, Bremon Molorio Introduction.In:Kosper, Brounwold, Fouciet ol.
JG.
Medicine vol I I 7 th ed. McGrowhill. 2OO9: 1280-1293
Horrison's Principles of Internol
2. Horijonto PN. Molorio. Dolom: Sudoyo K, Setiyohodi B, et ol., ed. Buku Ajor llmu Penyokit
Dolom. Edisi ke-4. Jokorto: Pusot Penerbiton llmu Penyokit Dolom Fokultos Kedokteron
Universitos lndonesio; 2006: 1 7 32-\ 7 44.
3 Treimon M, Worberg J. Chopter 33: lnfectious Diseoses. ln: Pouiev PE, Textbook
in Medicol Physiology ond Pothophysiology: Essentiols ond clinicol problems
Copenhogen Medicol Publishers. 1999-2000. Chopter 33.
4. Buku sokupenotoloksonoon kosus molorio. Ditjen Pengendolion Penyokit don Penyehoton
Lingkungon Kementrion Kesehoton Rl. 2012
5. Pedomon Penotoloksonoon Molorio di Indonesio. Deportemen Kesehoton Rl. 2008
6. WHO. Guidelines for the treotment of Molorio. 2nd Edition. 2010. Diunduh dori http:/ /
whqlibdoc.who.int,/publicotions,/2010/9789241 547925 eng.pdf podotonggol 26April
2012.
7 . WHO Expert Committee on Molorio. Twentieth report. Genevo, World Heolth Orgonizotion,
2000 in WHO Technicol Report Series, No. 892.
8. Morchesini P, Crowley J. Reducing the burden of molorio in pregnoncy. Roll Bock
Molorio Deportment. Genevo, World Heolth Orgonizotion,2004. Dlunduh dorihttp:,/,/www.
who.intlmolorio,/ publicalions/otoz/ merojon2003.pdf podo tonggol I Mei 2012.

969
PENATALAKSANAAN G G TAN ULAR

PENGERTIAN
Merupakan penyakit akibat gigitan ular. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular
dapat diklasifikasikan ke dalam 4 famili utama yaitu Famili Elapidae (ular sendok, ular
wereg), Famili Viperidae (ular tanah, ular hijau), Famili Hydrophidae (ular lautJ, dan
Famili Colubridae (ular pohon). Ciri-ciri ular tidak berbisa yaitu bentuk kepala segi
empat panjang, gigi taring kecil, bekas gigitan berupa luka halus berbentuk lengkungan.
Sedangkan ciri-ciri ular berbisa yitu kepala segi tiga, dua gigi taring besar di rahang
atas, dua luka gigitan akibat gigi taring. 1

Sedangkan berdasarkan dampak yang ditimbulkan yang banyak di Indonesia yaitu:1


. Hematotoksik:menyebabkan perdarahan spontan dan kerusakan endotel [racun
prokoagulan memicu kaskade pembekuan)
. Neurotoksik: neurotoksin pasca sinaps seperti a-bungarotoxindan dan cobratoxin
terikat pada reseptor asetilkolin pada motor end-plate, sedangkan neurotoksin
prasinaps seperti p-bungarotoxin, crotoxin, taipoxin, dan notexln merupakan
fosfolipase A-2yangmencegah pelepasan asetilkolin padaneuromuscular junction.

MANIFESTASI K[INIS',2
. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis Idalam
30 menit-24 jam)
. Gejala sistemik: hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, menggigil, mual,
hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur
. Gejala khusus gigitan ular berbisa:
- Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritoneum,
otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit, hemoptoe, hematuria,
koagulasi intravascular diseminata (KID)
- Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan, ptosis,
oftalmoplegi, paralisis otot laring, refleks abnormal, kejang, koma.
- Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
- Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda 5P (pain, pallor,
p aresthe sia, p araly sis, pul se sl e sn e ss).
Tobel l. Klosifikosi Gigiton Ulor Menurul Schworlz3

+ +l- < 3 cm /12 jom 0

+l- + 3-l2cm ll2jom 0

+ + +++ 12-25 cm llAom Neurotoksik, muol, pusing, syok


+ + +++ > 25 cm/ 12 jom Petekie, syok, ekimosis
+++ + +++ >ekstremitos Gogol ginjol okut, komo.
perdorohon

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anomnesis
Identitas individu, waktu dan tempat kejadian, memastikan bahwa benar digigit
oleh ular, jenis, dan ukuran ula4 riwayat penyakit sebelumnya. Perlu ditanyakan lokasi
yang tergigit, jarak dan waktu dari tergigit sampai ke pusat kesehatan, keberadaan
ular tersebut saat ini apakah sudah mati dan dibawa hal ini dapat mempermudah
mengetahui jenis spesies. Menanyakan bagaimana keadaan pasien saat ini, apakah
ada yang dirasakan nyeri, apakah pasien cenderung mengantuk.2

Pemeriksqon Fisik
Pemeriksaan meliputi status umum dan lokal, serta perkembangannya setiap 12 jam.

Pemeriksoon Slotus Lokol podo Bekos Gigiton


Luasnya pembengkakan, nyeri tekan, pembesaran getah bening, ekimosis,
suhu kulit apakah dingin, pergerakan bebas atau terbatas dan palpasi nadi arteri.
Hal ini untuk mencari adakah tanda-tanda trombosis intravascular atau sindrom
kompartemen. fika memungkinkan dapat dilakukan pengukuran tekanan dalam
kompartemen, aliran darah, dan patensi arteri maupun vena [menggunakan Doppler
ultrasound). Mencari tanda-tanda nekrosis seperti blister; warna kulit menghitam
atau pucat, sensorik menurun.2

Pemeriksoon Slotus Umum


Memeriksa tekanan darah pasien saat duduk dan tiduran untuk menilai adakah
hipotensi postural yang mengarah ke hipovolemia; mengukur denyut jantung.
Pemeriksaan seluruh tubuh untuk melihat adanya ptekie, purpura, ekimosis
konjungtiva, kemosis, perdarahan gusi, epistaksis. Nyeri tekan abdomen perlu dicurigai
adanya perdarahan saluran cerna atau retroperitoneal. Nyeri punggung bawah
dapat mengarah ke iskemia ginjal akut. Jika ada gangguan neurologis seperti pupil
anisokot kejang, atau gangguan kesadaran; perlu dibuktikan apakah ada perdarahan
intrakranial.2

Pemeriksoon Penunjongt
. Laboratorium: Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit, waktu
perdarahan, waktu pembekuan, waktu protrombin, fibrinogen, APTT D-dimer, uji
faal hepari golongan darah dan uji cocok silang.
. Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria
. EKG
. Foto dada

DIAGNOSIS BANDING
Gigitan hewan lain seperti binatang laut, sengatan lebah2

IATALAKSANA
1. Penatalaksaan sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan yaitu:1'2'a
. Penderita diistarahatkan dalam posisi horisontal terhadap luka gigitan
o Jangan memanipulasi daerah gigitan
. Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang mengandung
alkohol.
. Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa, ikat
daerah proksimal dan distal dari gigitan. Tindakan ini kurang berguna jika
dilakukan lebih dari 30 menit setelah gigitan. Tujuan ikatan adalah untuk
menahan aliran limfe, bukan menahan aliran vena atau arteri,
2. Penatalaksanaan setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif:1'2'a
. Penatalaksanaan jalan napas, fungsi pernapasan, sirkulasi (beri infus cairan
kristaloid)
. Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas di atas luka,
imobilisasi dengan bidai
. Cekpemeriksaan laboratorium: ambil 5-10 ml darah untukpemeriksaanwaktu
protrombin, APTT D-Dimer; fibrinogen, Hb, Leukosit, trombosit, kreatinin,
urea, elektrolit (terutama kalium), CK. fika waktu pembekuan > 10 menit
menunjukkan kemungkinan adanya kogulopati.
. Apus tempat gigitan dengan venom detection.

972
a Berikan SABU (Serum Anti Bisa Ular; merupakan serum kuda yang dikebalkan)
polivalen 1 ml.
- Indikasi: adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian
luka.
- Kontraindikasi: tidak ada kontraindikasi absolut. Perhatian diberikan
pada individu yang mempunyai riwayat alergi terhadap serum kuda atau
domba, seperti pada anti tetanus serum, anti rabies serum. Serta pada
individu yang mempunyai riwayat dermatitis atopi, misalnya asma berat;
atau diperkirakan akan mengalami reaksi berat. Pada kasus seperti ini,
pemberian antivenom ditunda sampai muncul gejala sistemik.
- Cara pemberian: 2 vial [@ 5 ml) dalam 500 ml NaCl0.9% atau Dekstrosa 5%
diberikan melalui intravena dengan kecepatan 40-80 tetes/menit. Jumlah
maksimal 100 ml (20 vial). Tidak boleh diberikan secara infiltrasi pada luka.

Pedomon teropiSABU berdosorkon Schwortz don Woyt,3


. Derajat 0 dan I : tidak memerlukan SABU, evaluasi dalam 12 jam,jika ditemukan
peningkatan derajat maka diberikan SABU
. Derajat II : 3-4 vial SABU
. Derajat III : 5-15 vial
. Derajat IV : berikan penambahan 6-8 vial SABU

Pedomon leropiSABU berdosorkon luck I


. Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
. Pedoman terapi SABU menurut Luck berdasarkan derajat gigitan
Tobel 2. Pedomon teropi SABU menurul Luck3

a Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberian antivenom.l


- fika koagulopati tidak membaik yang ditandai dengan fibrinogen tidak
meningkat dan waktu pembekuan darah tetap memanjang, maka ulangi
pemberian SABU Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya.

973
- Jika koagulasi membaik yang ditandai dengan peningkatan fibrinogen dan
penurunan waktu pembekuan, maka monitor ketat diteruskan dan ulangi
pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikannya. Monitor dilakukan hingga
2x24 jam untuk mendeteksi koagulasi berulang. Pada penderita yang digigit
ular dari spesies Vipiridae hendaknya tidak menjalani operasi minimal 2

minggu setelah gigitan


o Terapi suportif lainnya pada keadaan: 1,

- Gangguan koagulasi berat: berikan plasma/resh-frozen dan antivenom


- Perdarahan: beri transfusi darag segar atau komponen darah, fibrinogen,
vitamin K, transfusi trombosit
- Hipotensi: beri infus cairan kristaloid
- Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat
- Monitor pembengkakan lokal setiap jam dengan ukuran lilitan lengan atau
anggota badan
- Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi
- Gangguan neurotoksik: beri sulfas atropin 0.6 mg IV, diikuti edrophonium: 10 mg
IV [children,0.25 mg/kg) atau neostigmin 1.5-2.0 mg IM (asetilkolinesterase).

f ika ada perbaikan dalam 5 menit, neostigmin dapat dilanjutkan dengan dosis
0.5 mg setiap 30 menit sesuai indikasi, dilanjutkan pemberian sulfas atropin
0.6 mg selam 8;am melalui infus.
- Beri tetanus profilaksis jika diperlukan.
- Analgetik: aspirin atau kodein, jangan memberikan obat narkotik depresan.
o Terapi profi laksi s
1,2,4

- Antibiotika spektrum luas. Kuman yang banyak dijumpai adalah Paeroginosa,


Proteus sp., Clostridium sp., B. fragilis
- Ampisillin/sulbaktam 1.5-3.0 gram IV setiap 6 jam. Klindamisin 2 x 150-300
mg PO ditambah TMP-SMX (2x1 tablet PO) atau siprofloksasin 2x500 mg PO.
- Berikan tetanus toksoid
- Pemberian serum anti tetanus sesuai indikasi.

KOMPLIKASI'
. Kehilangan permanen fungsi ekstremitas yang terkena gigitan
. Hipotensi dan syok
. Gagal ginjal akut
. Gangguan pembekuan darah
. Sindrom kompartemen

974
PROGNOSIS
Angka kematian karena gigitan ular berbisa rendah pada area yang dekat dengan
pusat kesehatan dan tersedianya antivenom. Pada individu yang mendapat antivenom,
kematian hanya terjadi <1%o kasus. a

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi InfeksiTropik - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidrkan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT YANG IERKAIT


. RS pendidikan Bagian Parasitologi, Departemen, Bedah, Departemen
Rehabilitasi Medik
o RS non pendidikan

REFERENSI
1. Djoni D. Penotoloksonoon Gigiton Ulor Berbiso. Buku ojor llmu Penyokit Dolom. Edisi lV jilid l.
Jokorto: Pusot Penerbiton llmu Penyokii Dolom; 2006: Hol 210-212.
2. Worrell Dovid A. WHO: Guideline for the monogement of snoke-bites 2010. Diunduh dori
hitp://www.seoro.who.inl/LinkFiles/BCT_snoke_bite_guidelines.pdf podo tonggol2 Mei 2012.
3. Depkes. 2001 . Penotoloksonoon gigiton ulor berbiso. Dolom SlKer. Ditjen POM Depkes Rl. Pedomon
penotoloksonoon kerocunon untuk Rumoh Soit: 253-259.
4. Norris Robert L. Disorders coused by reptile bites ond morine onlmol exposures: Introduction.
Honison's Principles of lnternol Medicine l8rh edition.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill.2008

975
PENGGUNAAN ANTIB OTIKA RAS ONAI

Pertimbangan penting dalam memberikan antibiotik rasional mencakup:1'2


1. Indikasi yang tepat sesuai dengan pertimbangan medis.
2. Obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien dan memperhitungkan efektifitas,
keamanan, dan biaya.
3. Dosis obat, cara administrasi, dan durasi terapi yang tepat.
4. Pasien yang tepat, yaitu tanpa adanya kontraindikasi dan dengan kemungkinan
efek samping yang minimal.
5. Pemberian obat yang tepat, termasuk pemberian informasi terkait mengenai obat
tersebut.
6. Ketaatan pasien terhadap terapi.

MEMITIH DAN MEMULAI TERAPI ANTIBIOTIK


t. Diagnosis Penyakit Infeksi yang Tepat
Diagnosis penyakit infeksi ditegakkan dengan menentukan lokasi infeksi, status
pejamu [imunokompromais, diabetes, atau usia lanjutJ, dan menetapkan diagnosis
mikrobiologi. Untuk mengoptimalkan diagnosis, spesimen diagnostik harus
diambil dengan benar dan dikirimkan ke laboratorium mikrobiologi, sebaiknya
sebelum pemberian terapi antibiotik.2
2. Waktu untuk Memulai Terapi Antibiotik
Waktu untuk terapi awal tergantung pada urgensi situasi. Pada pasien kritis,
seperti syok septik, netropenia febris, dan pasien dengan meningitis bakteri, terapi
empirik harus diberikan segera sesudah atau bersamaan dengan pengambilan
spesimen diagnostik. Pada kondisi klinis yang lebih stabil, terapi dapat ditunda
sampai spesimen diagnostik telah diambil, sebagai contoh endokarditis bakterial
subakut, dan osteomielitis vertebral.
3. Terapi Empirik vs Terapi Definitif
Karena hasil kultur resistensi mikrobologi belum tersedia dalam 24-72 jam,terapi awal
untuk infeksi adalah terapi empirik. Terapiyang inadekuat pada pasien kritis di rawat
inap terkait dengan outcome yang buruk, peningkatan morbiditas dan mortilitas, dan
juga peningkatan length of stay. Antlbiotik empirikawal yang dipilih biasanya antibiotik
spektrum-luas (atau antibiotik kombinasi) dengan tujuan untuk mencakup patogen
multipel yang paling mungkin menginfeksi, dengan mempertimbangkan apakah
infeksinya didapat dari komunitas atau nosokomial. Pemilihan antibiotik dilakukan
berdasarkan pola kuman rumah sakit setempat, lokasi infeksi, serta uji klinis, Rejimen
antibiotik sebaiknya mengikuti pedoman penggunaan antibiotik IPPAB) setempat
kecuali ada pertimbangan khusus, antara lain riwayat memakai antibiotik yang sama
dalam waktu dekat, sudah ada hasil kultur yang resisten terhadap antibiotik tersebut,
serta alergi terhadap antibiotik tersebut.
Setelah hasil mikrobiologi keluar, terapi untuk infeksi merupakan terapi
definitif. Pemberian antibiotik definitif ini mengikuti hasil kultur resistensi pada
spesimen yang didapatkan sesuai lokasi infeksi, dengan perhatian khusus yaitu
mempertimbangkan pola kultur dari sumber infeksiyang paling berat, dan waspada
kolonisasi atau flora normal. Antibiotik yang dipilih harus merupakan drug of
choice bakteri yang diisolasi, dengan spektrum paling sempit dan diutamakan
monoterapi. Jika kuman resisten, optimalisasi dilakukan dengan dosis yang lebih
besar atau terapi kombinasi.
4. Strategi eskalasi vs strategi de-eskalasi
Strategi eskalasi adalah strategi terapi awal dengan satu antibiotik. fika pendekatan
ini gagal setelah 72 jam, digunakan antibiotik yang lebih poten. Terapi eskalasi
dilakukan dengan pertimbangan spektrum antibiotikyang digunakan sebelumnya;
jika spektrum antibiotik yang sebelumnya sudah luas, gunakan antibiotik dengan
spektrum yang Iebih luas dari antibiotik tersebut. Strategi ini umumnya digunakan
pada infeksi ringan.
Strategi menggunakan terapi kombinasi antibiotik empirik spektrum luas
kemudian setelah hasil kultur resistensi keluar, dilakukan pengurangan jumlah
antibiotik dan penyempitan spektrum disebut terapi de-eskalasi. Terapi de-eskalasi
umumnya dilakukan pada pasien kritis atau sepsis, dan jika lokasi infeksi berisiko
tinggi dan memiliki dampak besar jika terapi gagal [contoh: infeksi pada sendi,
prostesis, mata, dan meningoensefalitis). Antibiotik yang paling sering dide-
eskalasi adalah aminoglikosida.
5. Interpretasi Hasil Kultur Resistensi
Data hasil kultur resistensi dilaporkan dalam bentuk minimum inhibitory
concentration (MIC) dan diinterpretasikan laboratorium sebagai "sensitif",
"resisten", atau "intermediet". Hasil ini memiliki beberapa keterbatasan. Yang
pertama, klinisi dan petugas lab harus waspada terhadap lokasi infeksi karena
suatu antibiotik, walaupun sensitif secara in vitro, belum tentu mencapai

977
konsentrasi terapeutik pada lokasi infeksi tertentu. Kemudian, beberapa bakteri
memiliki enzim yang ketika diekspresikan secara in vivo, dapat menginaktivasi
antibiotik yang sensitif secara in vitro.
6. Terapi Bakterisidal vs Terapi Bakteriostatik
Antibiotik bakterisidal lebih dipilih pada kasus infeksi berat seperti endokarditis
dan meningitis untuk cepat mencapai kesembuhan (lihat Tabel 1)

Tobel l. Conloh Golongon Anlibiotik Boklerisidol don Bokleriostolik26

Cotolon: pembogion ini tidok obsolul. beberopo ogen boklerisidol 'terhodop mikroorgon- isme tertentu
dopot bersifol bok'terostotik lerhodop bokteri loinnyo don seboliknyo

7. Penggunaan Antibiotik Kombinasi


Walapun monoterapi lebih dipilih, kombinasi 2 atau lebih antibiotik dibutuhkan
pada beberapa keadaan:
a. Ketika antibiotik menunjukkan aktivitas sinergistik
Kombinasi antibiotik B-laktam tertentu dan aminoglikosida menunjukkan
aktivitas sinergistik terhadap berbagai bakteri gram positif dan negatif dan
digunakan pada infeksi berat. Pada streptokokus tertentu, kombinasi sinergistik
yang sama juga dapat memperpendek durasi terapi antibiotik.
b. Ketika pasien kritis membutuhkan terapi empirik sebelum hasil kultur resistensi
keluar
Kombinasi antibiotik digunakan sebagai terapi empirik pada infeksi nosokomial
yang sering disebabkan multi-drug resistant organisms (MDRO).
c. Untuk memperluas spektrum antibiotik pada infeksi polimikrobial
d. Untuk mencegah munculnya resistensi
Penggunaan terapi kombinasi dapat memberikan kesempatan yang lebih tinggi
untuk setidaknya satu antibiotik akan efektif, sehingga mencegah munculnya
populasi mutan resisten.
B. Faktor Penjamu yang Dipertimbangkan pada Pemilihan Antibiotik
a. Fungsi ginjal dan hati
b. Usia
c. Variasi genetik
d. Kehamilan dan laktasi
e. Riwayat alergi atau intoleransi
f. Riwayat penggunaan antibiotik dalam waktu dekat
9. Terapi Oral vs Terapi Intravena
Pasien umumnya menggunakan terapi intravena berdasarkan keparahan
penyakitnya. Pasien dengan infeksi ringan-sedang yang dirawat dan memiliki
fungsi saluran pencernaan normal dapat diberikan terapi oral. Pasien yang awalnya
mendapat terapi intravena juga dapat diganti ke terapi oral jika sudah stabil secara
klinis.
1 0. Karakteristik Farmakodinamik
Karakteristik farmakodinamik yang penting dipahami adalah konsep frme-
dependent dan concentration-dependent killing. Antibiotik dengan aktivitas time-
dependent (contoh: p-laktam dan vankomisin) lebih baik diberikan secara infus
kontinu atau frekuensi pemberian yang sering. Sedangkan antibiotik dengan
aktivitas concentration-dependenf (contoh: aminoglikosida, fluorokuinolon,
metronidazol, dan daptomisin) lebih mengutamakan konsentrasi serum "puncak"
daripada frekuensi pemberian.
11. Efikasi pada Lokasi Infeksi
Efikasi antibiotik juga bergantung pada kapasitasnya untuk mencapai konsentrasi
yang sama dengan atau di atas MIC pada lokasi infeksi. Pada beberapa lokasi,
konsentrasi antibiotik sering lebih rendah daripada konsentrasi di serum.
12. Pemilihan Antibiotik pada Terapi Antibiotik Parenteral Pasien Rawat falan
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah:
a. Antibiotik dengan frekuensi pemberian yang lebih jarang lebih dipilih
b. Antibiotik harus memiliki stabilitas kimia dan harus stabil selama sekitar 24
jam setelah mixing
c. Antibiotik dengan toksisitas minimal lebih dipilih
d. Harus dipertimbangkan pemberian antibiotik oral
5. Therapeutic Drug Monitoring
Pemantauan konsentrasi serum diperlukan pada antibiotik dengan therapeutic index
sempit.

PERTIMBANGAN UNTUK METANJUIKAN TERAPI ANTIBIOTIK


1. Durasi Terapi Antibiotik
Antibiotik diberikan dengan durasi sesingkat mungkin, sesuai dengan PPAB
dan uji klinis. Durasi yang lebih lama diperlukan pada infeksi sistem saraf pusat

979
(SSP), prostesi dan infeksi vaskular. Pemberian antibiotik yang terlalu lama akan
meningkatkan resistensi dan menurunkan efikasi.
2. Pengkajian Respons Terapi
Respon terapi dapat dinilai dengan parameter klinis dan mikrobiologi. Parameter
klinis mencakup gejala dan tanda, nilai laboratorium, dan temuan radiologik.
Parameter mikrobiologi antara lain hilangnya bakteremia.
3. Efek Samping
Efek samping yang dapat timbul antara lain:
a. Efek langsung
- Alergi
- Toksisitas
- Interaksi obat
- Kegagalan terapeutik
b. Efek tidak langsung
- Efek terhadap flora komensal: infeksi Clostridium difficile, meningkatnya
kemungkinan terinfeksi oleh MDRO
- Efek terhadap flora lingkungan

REFERENSI
l. World Heolth Orgonizotion. Monoging for rotionol medicine use. Monogement Sciences for
Heolth. 2012. Chopter 27, p27.1-27.6.
2. Leekho S, Tenell CL, Edson RS. Generol principles of ontimicrobiol theropy. Moyo Clin Proc 201 l;
86 (2): 1 56-1 67
3. Morel J, Cosoetto J, Jospe R, Aubert G, Terrono R, Dumont A, et ol. De-escolotion os port of o
globol strotegy of empiric ontibiotheropy monogement: o retrospective study in o medico-surgicol
intensive core unit. Criticol Core 20l0; 14:R225
4. Mouton JW, Ambrose PG, Conton R, Drusono GL, Horborth S, MocGowon A, et ol. Conserving
ontibiotics for the future: new woys to use old ond new drugs from o phormocokineticond
phormocodynomic perspective. Drug Resistonce Updotes 2O1 1 : 1 4: 107 -1 17
5. Rodloff AC, Goldstein EJC, Tones A. Two decodes of imipenem theropy. Journol of Antimicrobiol
Chemotheropy 2006: 58:9 1 6-929
6. Kohonski MA, Dwyer DJ, Collins JJ. How ontibiotics kill bocterio:from torgets to networks. Not Rev
Microbiol 20l 0; 8(6) :423-35

980
RABIES

PENGERTIAN
Rabies adalah infeksi virus akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang ditransmisikan
dari hewan yang terinfeksi ke manusia dan dapat bermanifestasi sebagai ensefalitis
bahkan dapat menyebabkan koma dan kematian.l

ETtOtOGt
Infeksi disebabkan virus rabies yang termasuk dalam genus Lyssavirus danfamili
Rhabdoviridae. Virus menular melalui gigitan hewan yang tertular, seperti anjing yang
merupakan reservoir pertama dan vektor untuk rabies.l

MANIFESTASI KTINIS

Tobel L Monifestosi klinisr

I -3 bulon Tidok odo

1-7 hori

t Pemeriksaan cairan serebro spinal (CSS): bisa ditemui peningkatan ringan sel
mononuklear; peningkatan kadar protein, dan pleositosis. Pleositosis berat ( >
1000 sel/pl ) sangat jarang ditemui dan harus dicari penyebab lain. Infeksi virus
rabies dicurigai jika ditemukan antibodi spesifik virus rabies pada CSS.
a Isolasi Virus: dari saliva, CSS, atau serum.
a CT Scan kepala: umumnya normal pada kasus rabies.
a MRI kepala: abnormalitas pada batang otak dan area lain, tetapi sangat bervariasi.
a Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR): mendeteksi RNA virus
rabies dan membedakan variasi virus. Dapat ditemukan pada saliva, CSS, dan jaringan
a Pemeriksaan Direct Fluorescent Antibody (DFA): antibodi dikon jugasikan ke bahan
pewarna flouresens, dapat dilakukan pada jaringan otak, biopsi kulit dari leher,
saraf kutaneus pada dasar folikel rambut. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas
dan spesifisitas yang tinggi.

PENDEKAIAN DIAGNOSIS

Anomnesio
Riwayat tergigit binatang, adanya saliva binatang yang mengenai membran mukosa,
bekas garukan, atau luka terbuka. Diagnosa rabies dicurigai pada kasus ensefalitis akut
atau dengan ascending paralysis yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.l

Pemeriksoon Fisik
Pada fase prodromal belum ada tanda-tanda yang spesifik. Jika memasuki fase
neurologik akut dapat ditemukan kelainan neurologi seperti hidrofobia, paresis,
disfagia. Jika selama pemeriksaan tidak ditemukan perubahan neurologi dan penyakit
sudah berlangsung selama > 2-3 minggu makan dapat dipikirkan penyebab lainnya.3

Pemeriksoon Penunjong
. Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap. Pada fase awal pemeriksaan mungkin
dalam batas normal.l'2
. Antibodi virus rabies: ditemukannya antibodi neutralizing serum merupakan
diagnostik untuk kasus rabies. Antibodi mungkin dideteksi dalam beberapa hari
setelah muncul gejala. Beberapa pasien meninggal tanpa antibodi yang terdeteksi.

DIAGNOSA BANDINGI,2
. Fase awal: penyebab lain ensefalitis, seperti infeksi virus herpes simpleks tipe 1

atau virus herpes lainnya, enterovirus, virus yang menular melalui arthropoda.
. Ensefalitis setelah vaksinasi rabies fcontohnya: Semple vaccine).
. Reaksi obat
. Vaskulitis
. Rabies histeria: kelainan karena rasa ketakutan berlebihan terhadap rabies
yang bermanifestasi perilaku agresif, kehilangan kemampuan menelan atau
berkomunikasi.
. Guillain-Barrd syndrome: fase paralitik.
. Poliomielitis
. Delirium tremens

982
TATAI.AKSANA

Nonformokologis2
. Isolasi pasien untuk mencegah transmisi virus ke orang lain.
. Terapi suportif

Formokologis',2
. Tidak ada terapi spesifik untuk rabies.
. Profilaksis pada individu yang terpapar seperti pembersihan dan irigasi luka secepat
mungkin, imunisasi aktif dan pasif efektif dalam 72 jam setelah terpapar.
Tobel 2. Voksinosi Virus Robies3,a

a Penatalaksanaan setelah terpapar virus rabies pada individu yang belum


3'a's
divaksinasi:
- Merupakan kasus emergensi sehingga penatalaksanaan harus dimulai secara
dini baik pembersihan luka maupun pemberian vaksinasi tanpa menunggu hasil
laboratorium atau mengobservasi binatang jika dicurigai terinfeksi virus rabies.
- Sebaiknya luka tidak dijahit terlebih dahulu, jika akan menjahit luka pastikan
sudah memberikan RIG terlebih dahulu pada luka tersebut.
- WHO membagi kategori paparan dan penatalaksanaannya menjadi 3 yaitu:

983
Tobel 3. Kolegori Poporon don Penololoksonoon3

a Penatalaksanaan setelah terpapar virus rabies pada individu yang sudah


divaksinasi:
- Pembersihan luka, lalu vaksinasi 1 dosis pada hari 0 dan 3. Tidak perlu
diberikan RIG.4's
a Pencegohon virus robies podo individu beresiko tinggi.a's
- Profilaksis sebelum terpapar dengan HDCV atau RNA (1 ml intramuscular pada
hari 0, 7 , dan21, atau 2BJ pada individu yang beresiko tinggi, seperti pada dokter
hewan, pekerja Iaboratorium,anak dan balita pada daerah endemis, rencana
berkunjung ke wilayah endemis.
- Individu yang beresiko tinggi hendaknya melakukan pemeriksaan rutin setiap
tahun dan dapat diberikan vaksinasi booster jika titer < 0.5 IU/ml.
- Individu yang berhubungan dengan virus rabies hidup dilakukan pemeriksaan
setiap 6 bulan dan diberikan vaksinasi booster jika titer < 0.5 IU/ml.

PROGNOSIS
Rabies merupakan penyakit yang fatal. Pada umumnya pasien dengan rabies
meninggal dalam beberapa hari meskipun sudah mendapat perawatan pada unit
internsif. Akan tetapi, hal ini dapat dicegah dengan penanganan yang tepat setelah
terkena infeksi dan pemberian profilaksis setelah terpapar. Vaksinasi akan efektif jika
diberikan dalam waktu 2 hari setelah terpapar, seiring bertambahnya hari makan
tingkat efekttvitasnya akan menurun. Walaupun demikian selama belum ada gejala,
vaksinasi akan tetap efektif diberikan dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan
setelah terpapar.l
Jika gejala sudah muncul, koma dan kematian akan terjadi dalam 3-20 hari setelah
awal mulai gejala. Hampir 100o/o individu yang menunjukkan gejala akan meninggal.
Hanya kurang dari 10 kasus yang sembuh dan 2 diantaranya tidak ada riwayat
profilaksis sebelum maupun sesudah terpapar. s,6

984
UNIT YANG MENANGANI
o RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi- Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
. RS pendidikan
. RS non pendidikan

REFERENSI
L Jockson Alon C. Robies ond Other Rhobdovirus lnfections. In: Horrison's lnternol Medicine lTrh
ed.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill.
2. Opol Steven M, Policor Mourice. Robies. ln: Feni's Clinicol Advisor 2008, lOth ed. Mosby. 2008.
3 WHO. Current WHO Guide for Robies Pre ond Post-exposure Treotment in Humon. Diunduh
dori http://www.who.int/robies/enlWHO_guide_robies_pre_posi_exp treot_humons.pdf podo
tonggol 2Mei2O12.
4. Notionol Guidelines for Robies Prophyloxis ond lntro-dermol Administrotion of Cell Culture Robies
Voccine. 2007. Notionol Institute of Communicoble Diseoses. New Delhi. Diunduh dori htto://
www.ncdc.gov.in/Robies_Guidelines.pdf podo tonggol 2 Mei 2012.
5. CDC. Robies. Diunduh dori http://www.cdc.gov/robies/symptoms/index.html podo tonggol 2
Mei2O12.
6. MDGuidelines. Robies. Diunduh dori http://www.mdguidelines.com/robies/prognosis podo
tonggol 2Mei2O12.

985
S PS S DAN RENJATAN SEPTIK

PENGERT!AN1
Systemic Inflammatory Response Syndrome [SIRSJ adalah pasien yang memiliki
dua atau lebih kriteria sebagai berikut:
a) suhu >3Bo C atau <360C,
b) denyut jantung >90 denyut/menit,
c) respirasi >20f menit atau PaCO, < 32mmHg,
d) hitung leukosit >12.000/mm3 atau >10%o selimatur (band).
Sepsis adalah SIRS ditambah sumber infeksi yang diketahui fditandai dengan
biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut).
Sepsis berat adalah sepsis ditambah dengan satu atau lebih disfungsi organ seperti
berikut:
. Tekanan sistolik darah < 9OmmHg atau MAP < 70 mmHg yang berespon terhadap
pemberian cairan intravena,
. keluaran urin <0,5 mL/kg/iam untuk selama 1 jam dengan resusitasi cairan,
. Paoz/FIoz < 300,
. Trombosit < 100.000,
. pH <7,30 atau defisit basa >5,0 mEq/L dan laktat plasma >1,5 kali batas atas nilai
normal, (> / mmol / LJ
. adanya resusitasi cairan yang adekuat ditandai dengan tekanan arteri paru
>12mmHg atau tekanan vena sentral >BmmHg.
Renjatan septik adalah sepsis dengan hipotensi [tekanan darah sistolik
<90 mmHg atau 40 mmHg lebih rendah dari tekanan darah pasien yang biasa) selama
kurang lebih satu jam dengan resusitasi cairan adekuat atau pasien memerlukan
vasopresor untuk mempertahankan tekanan sistolik >90 mmHg atau MAP >70 mmHg.

PENDEKATAN DIAGNOSI53

Anomnesis
. Menentukan apakah infeksi didapat dari komunitas atau nosokomial atau apakah
pasien imunokompromais
a Demam
o Sesak napas
a Disorientasi, bingung, perubahan status mental
a Perdarahan
a Mual, muntah, diare, ileus

Pemeriksoon Fisik
. Hipotensi
. Sianosis
. Nekrosis iskemik jaringan perifer; umumnya jari
. Selulitis, pustul, bula atau Iesi hemoragik pada kulit
. Ikterik
. Pemeriksaan fisik lengkap untuk mencari sumber infeksi

Pemeriksoon Penunjong
. Darah perifer lengkap dengan hitung diferensial
. Urinalisis
' Gambaran koagulasi
. Glukosa darah
. Urea darah, kreatinin
. Tes fungsi hati
. Kadar asam laktat
. Analisis gas darah
. Kadar asam laktat
. Biakan darah (minimal 2 set dalam 24 jam), sputum, urin dan tempat lain yang
dicurigai terinfeksi

DIAGNOSIS BANDING
Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

TATALAKSANA2,4,5

Nonfqrmokologis
. Stabilisasi pasien (pemulihan airway, breathing, circulation)
. Perawatan ICU
. Dialisis

987
a Nutrisi, pemantauan glukosa hingga <150 mg/dl setiap 'J.
- 2 jam hingga 4 hari
a Transfusi darah PRC apabila Hb<7 g/dL, TC apabila trombosit < 5000 tanpa
perdarahan atau 5.000 - 30.000 dengan perdarahan
Menghilangkan fokus infeksi fpenyaluran eksudat purulen, nekrotomi, drainase absesJ

Formokologis
. Cairan kristaloid atau koloid
. Obat-obatan vasoaktif untuk kondisi renjatan: dopamin (> 8 mcg/kg/menit),
norepinefrin (0,03 - 1.,5 mcg/kg/menitJ, epinefrin (0,1 - 0,5 mcg/kg/menit) atau
fenilefrin ( 0,5 - 8 mcg/kg/menit)
. Obat-obatan inotropik: dobutamin (2 - 28mcg/kg/menit), dopamin (3 - 8 mcg/
kg/menit), epinefrin (0,1 - 0,5/kg/menit) atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon
dan milrinon).
. Dalam 6 jam pertama, target resusitasi adalah: tekanan vena sentral 8 - 12mmHg,
MAP >65mmHg, keluaran urin >0,5mI/kg/jam, saturasi oksigen vena sentral
atau campuran berturut-turut >70o/o atau >65%0. Target tekanan vena sentral
pada penggunaan ventilasi mekanik atau penurunan compliance ventrikel adalah
12 - 1SmmHg.
. Sodium bikarbonat bila pH <7,2 atau bikarbonat serum <9meq/L
. Antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton pada sepsis berat untuk
mencegah stress ulcer
. Kortikosteroid dosis rendah (hidrokortison 200 - 300 mg/hariterbagi dalam 3 - 4
dosis selama 7 hariJ bila terbukti insufisiensi adrenal
. Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat diberikan
heparin dengan dosis 100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25lU /kgBB/jam dengan
infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai target aPTT 1,5-2 kali
kontrol atau antikoagulan lainnya
. Antimikroba empirik diberikan sesuai dengan tempat infeksi, dugaan kuman
penyebab, profil antimikroba (farmakokinetik dan farmakodinamik), keadaan
fungsi ginjal dan fungsi hati. Antimikroba definitif diberikan bila hasil kultur
mikroorganisme telah diketahui, antimikroba dapat diberikan sesuai hasil uji
kepekaan mikroorganisme. Antimikroba yang dipakai adalah yang dianggap
tidak menyebabkan pelepasan lebih banyak lipopolisakarida (LPSJ sehingga
menimbulkan masalah yang lebih banyak. Antimikroba yang dianggap tidak
menyebabkan perburukan adalah: karbapenem, seftriakson, sefepim, glikopeptida,
ami noglikosida, kuinolon.
Berikut adalah pilihan antimikroba sesuai sumber infeksi;
- Pneumonia komuniti: 2 regimen obat, yaitu sefalosporin generasi 3 (seftriakson
1x1 gram selama 2 minggu) atau keempat [sefepim 2xz gramselama 2 minggu)
dan aminoglikosida [gentamisin iv atau im 2mg/kgBB dilanjutkan dengan
3x1,7 mg/ksBB atau 1x5 mg/kg BB selama 14 - zl hari atau amikacin 1x15
mg/kgBB atau tobramisin 1x1,7 mg/kgBB l
- Pneumonia nosokomial: sefepim (2x2 gram selama 2 minggu) atau imipenem
- silastatin [4x0.5 gramJ dan aminoglikosida
- Infeksi abdomen: imipenem - silastatin (4x0.5 gram) atau piperasilin -
tazobaktam (4 - 6x3,37Sgram) dan aminoglikosida
- Infeksi abdomen nosokomial: imipenem - silastatin (4x0.5 gram) dan
aminoglikosida atau piperasilin - tazobaktam (4-6x3,37 SgramJ dan amfoterisin
B (dosis inisial 0,25 - 0,3 mg/kgBB/hari, tingkatkan perlahan-lahan hingga
mencapai dosis biasa 0,5 - 1 mg/kgBB atau hingga 1,5 mg/kgBB, pada keadaan
mengancam nyawa dosis inisial dapat langsung diberikan 0,6 - 0,7 mg/kgBB)
- Kulit/ jaringan lunak: vankomisin (2x15 mg/kgBB) dan imipenem - silastatin
(4x0.5 gram) atau piperasilin - tazobaktam (4 - 6x 3,37Sgram)
- Kulit/ jaringan lunak nosokomial: vankomisin [2x15 mg/kgBB) dan sefepim
(2x2 gram selama 2 minggu)
- Infeksi traktus urinarius: siprofloksasin (2x400 mg) dan aminoglikosida
- Infeksitraktus urinarius nosokomial: vankomisin (2x15 mg/kgBB) dan sefepim
(2x2 gram selama 2 mingguJ
- Infeksi SSP: vankomisin (2x15 mg/kgBBJ dan sefalosporin generasi ketiga atau
meropenem [3xL gram)
- Infeksi SSP nosokomial; meropenem (3x1 gram) danvankomisin (2x15 mg/kgBB)

KOMPLIKASI6
. Sindrom distres pernapasan dewasa (ARDS)
. Koagulasi intravascular diseminata (DICJ
. Gagal ginjal akut (ARF)
. Perdarahan usus
. Gagal hati
. Disfungsi sistem saraf pusat (SSP)
. Gagal jantung
. Kematian

989
PROGNOSI56
Sekitar 20 - 3So/opasien dengan sepsis berat dan 4O - 600/o pasien dengan renjatan
septik meninggal dalam 30 hari. Sistem stratifikasi prognosis seperti APACHE II
menunjukkan bahwa usia pasien, penyakit dasar dan berbagai variabel fisiologi
menentukan risiko kematian pada sepsis berat. Pada pasien tanpa penyakit morbiditas
sebelumnya , case-fatality rate dibawahL0o/ohingga usia dekade keempat, dan setelahnya
meningkat hingga 35%.

UNIT YANG MENANGANI


. RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam
. RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNII IERKAII
o ft$ pendidikan : Semua Divisi di Iingkungan Departemen IImu Penyakit Dalam
. RS non pendidikan :-

REFERENSI
I . Bone RC, Bolk RA. Ceno FB, et ol. Definitions for sepsis ond orgon foilure ond guidelines for the use
of innovotive theropies in sepsis. The ACCP/SCCM Concensus Conference Committee. Americon
College of Chest Physicions/Scoiety of Criticol Core Medicine. Chest. 1992. 1Ol:1 644 - 55
2. Chen K, Pohon HT. Penotoloksonoon syok setiks. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M,
Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5rh ed. Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton
Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:252 - 7
3. Guntur A. Sirs & sepsis. 1'r edition. Surokorto; Sebelos Moret University Press, 2006:l - 66
4. Dellinger P, Corlet J, Molur H, Gerloch H, Colondro T, Cohen J, et ol. Surviving sepsis compoign
guidelines for monogement of severe sepsis ond septic shock. Crit Core Med.2004:32'.858 - 7.
5. Dellinger P, Levy M, Corlet J, Bion J, Porker M, Joeschke R. Surviving sepsis compoign: internotionol
guidelines formonogement of severesepsis ond septic shock:2008. Intensive Core Med.2008;34:17 -60.
6. Reus V. Severe sepsis ond septic shock, In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S,
Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l81h ed. United Stotes of
Americo; The McGrow-Hill Componies, 2012:2710 - 23

990

Anda mungkin juga menyukai