Anda di halaman 1dari 52

PANDUA​N ​T​ATA​LAKSANA ​20 KASUS NON

SPESIALISTIK ​DI FASILITAS ​KESEHATAN TINGKAT


P​ERTAMA

B ​BPJS ​Kesehatan
Badan ​Penyeleng​g​ara ​Jaminan Sosial

P​A​NDUAN TATALAKSAN​A ​20 ​KASUS NON


SPESIALISTIK ​DI ​FASILITAS KESEHATAN ​TINGKAT
PERTAMA
KAT​A PENGANTAR DIREKTUR UTAMA
BPJS KESE​HAT​AN
P​uji syukur tiada hentinya k​a​mi panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan izin-Nya, Buku Pedoman Tatalaksana 20 Kasus Non Spesialistik pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama ini dapat diterbitkan. Buku ini berisikan ​pedoman
tatalaksana 20 kasus non spesialistik yang paling sering dirujuk oleh Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertam​a ​(​F​KT​P) ke ​Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (rumah sakit)
dalam skema Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

FKTP merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan kepada ​masyarakat


khususnya ​bag​i Pese​r​ta JKN-KIS, sehingga FKTP ​diharapkan d​a​pat memberikan
pelayanan y​ang ​bermutu dan ​komprehensif kepada peserta, meliputi promotif, preventif,
kuratif d​a​n rehabilitatif. ​A​kan tetapi, selama hampir ti​ga ​tahun penyelenggaraan Program
JKN-​KI​S, masih ditemukan permasalahan ​tingg​i​nya rujukan kasus ​non ​spesialistik dari
pelayanan tingkat ​pertama ke pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Sehingga banyak
k​asus yang s​eh​arusnya dapat ditangani dengan tuntas di ​FKTP, ​pad​a ak​h​irnya menjadi
b​e​b​a​n ​pelayana​n k​esehatan di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan. Hal ini
tentunya s​an​gat berpengaruh terhadap ​k​ualitas layan​an di ​Fasilitas ​Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjuta​n dan j​ug​a t​erhadap ​sustainabilitas Program
JKN-KIS.

Tingginya rujukan kasus non spesialistik ini disebabkan oleh ​kompetensi dokter
layanan primer yang masih harus ​te​r​us ​ditingkatkan, disamping masih kurang ​memadainya
sarana da​n ​prasarana di ​FK​TP, seperti o​b​a​t​, alat ke​sehatan d​a​n sarana prasaran​a lainnya.
Oleh karena itu, dalam rangka mewu​j​udkan peningkatan mutu ​layanan kepada
Peserta JKN-KIS khususnya di FKTP, BPJS Kesehatan ​bersama-sama dengan ​st​akeholder t​ erkait
terus berupaya untuk ​meningkatkan kompetensi dokter layan​an ​prime​r aga​r d​a​pat
menuntask​a​n ​kasu​s pelayan​an ​kesehatan Peserta JKN KIS sesuai dengan standar kompetensi
dokter layanan primer. Salah satunya adalah dengan menerbitkan Buku Pedoman Tatalaksana
20 Kasus Non Spesialistik ini, hasil kerja sama BPJS Kesehatan dengan Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia (PB IDI). Untuk itu, kami ​sampaikan apresiasi tinggi dan ucapan terima
kasih kepada PB IDI ​sehingga buku ini dapat diterbitkan dan dibaca oleh pihak-pihak yang
terkait.

Kami berharap buku ini dapat bermanfaat dalam membantu ​meningkatkan kompetensi
dokte​r ​layanan primer di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama sehingga ​k​e depannya 20 kasus
non spesialistik tersebut dapat ditangani dengan tuntas di se​lu​ruh FKTP se-Indonesia. Denga​n
demikian, peningkatan kualitas layanan ​kepada peserta JKN-KIS seca​r​a keseluruhan dapat
kita wujudkan ​bersama.

Jakarta, Desember 2016 ​Direktur Utama

Fachmi Idris
DAFT​AR ISI

Kata Pengantar Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia .​.......​..

Kata Pengantar Direktur Utama BPJS Kesehatan....​...... ​.​........ Daftar Isi


..........................................
........................

..........
.......................................​.​.

....​.​...........​.​..............​.​..............................

Anemia... ​II​.
Asma Bronk​ial.....​. ​III. ​Bronkitis IV.
Tuberculosis ​V​. ​Demam Dengue... ​VI.
Demam typhoid.. ​VII. ​Dermatitis. ​VIII. Skabies ..​..... ​IX.
Gastritis...​.​..​....​.. ​X. ​Hipertensi.....​...​......​ .... ​XI. Infeksi
Saluran Kemih. ​XII. ​Impacted Serumen.... ​XIII. Nasofaringitis akut
(common Cold)....... ​XIV​. Rhinitis........​... ​X​V​. Lipoma......
110 ​XV​I​. Inflamatory ​of
breast (Mastitis)....​.
114 ​XVII. Diabetes Melitus
Tipe 2...​.........
118 ​XVIII. Dislipidemia.
........... ​XIX. Tension type

headache...​.....​..​.. ​XX. Bell's Palsy...​......


144
Daftar Kontributor Buku Panduan Tatalaksana 20 Kasus Non Spesialistik di ​FKTP
.......

131 ​1​38
I. Anemia ​No.ICD-​10​:D.64.​80 ​Anemias.unspecified
Definisi

Anemia adalah suatu kondisi dimana nilai hemoglobin dibawah n​ilai ​normal
(laki-laki < 13g/dL, perempuan < 12g/dL dan perempuan hamil < ​11​g​/dL). ​Etiologi
Anemia umumnya disebabkan karena kekurangan zat gizi antara lain zat ​besi, asam
folat, vitamin B12 dan vitamin C. selain itu juga bis​a karena ​perdarahan akut​/​kr​onik,
kelainan genetik, penyakit kronik, kelainan darah, ​ketidakmampuan sumsum tul​ang
membentuk sel-sel darah.

Penegakan Diagnosa ​Anamnesis ​Keluhan


(Subjektif)

Faktor Risiko
• ​Pucat
• ​Lemah ​. Letih
• Lesu
Sesak napas
Pusing dan/atau rasa berputar
• Tinnitus
• Parestesia
Penglihatan berkunang-kunang ​Penurunan konsentrasi
Genetik
• Kehamilan
Perdarahan haid berlebihan
Perdarahan gastrointestinal
• Defisiensi gizi
• ​Penyakit kronis : kanke​r, gag​a​l g​i​njal,
​ tau NSAID dalam
​ ortikosteroid ​da​n​/a
g​astritis ​Konsumsi obat pen​g​encer darah, k
jangka lama
• ​Riwayat post operasi ​: ​bisa ​dialami semua usia
Usia penderita
Pemeriksaan Fisik

:. Hipotensi, takikardi, takipneu


Pemeriksaan Tanda ​Vital ​Pemeriksaan kulit

Pemeriksaan mulut
: ​• ​Pucat​, ​sianotik​, ​ikterik
• Kuku sendok ​(koilonychia​s) d
​ an mudah patah
• Ekstremitas teraba dingin ​:​• ​Hipertrofi gusi
• ​Atropi papil lidah
• ​Stomatitis angularis ​: • ​Bunyi ​bising ​jantung: murmur ​sistolik
Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah lengkap


​ B​<11 g/di
• H
• H​ T < 30%
Trombosit bisa tinggi dan bisa rendah ​MCV dan MCH b​isa normal (anemia ​akibat
perdarahan), rendah (anemia defisiensi zat besi), tinggi
​ efisiensi asam folat atau vit B12)
(​anemia d
Ferritin rendah atau tinggi ​: ​• ​No​rmositik ​normokrom
• ​Makrositik normokrom
• Mikrositik hipokrom
• F​o​t​o thoraks normal / kardiomegali
Morfologi darah tepi

Radiologi

Feses lengkap
1​:

Infestasi cacing

Diagnosa Banding

Leukemia
Kelainan sel darah putih, ​ge​j​ala pendarahan ​yang tidak lazim seperti
sering mimisan, gusi ​bengkak dan berdarah, gampang memar.
Wajah ​fascies cooley​ ​', ​splenomegali​. ​: Terasa haus dan lapar, hasil
pemeriksaan
glukosa darah menurun
Thalassemia ​Hipoglikemi
Pencegahan
Primer : • Konsultasi gizi untuk menerapkan pola
makan yang sehat
• Konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi, asam folat, vitamnin C dan B12.
• Hindari pemberian zat besi bersamaan dengan susu, teh, kopi, minuman ringan mengandung
karbonat dan multivitamin mengandung phosphate dan kalium Skrining : • Ibu hamil, bayi, anak
usia sekolah
3
Terapi Algoritme Tatalaksana Anemia
4
Obat Rentang dosis Frekuensi Keterangan
Sulfas ferrosus ​Dosis 10
mg/KgBB/hari
Sediaan tablet 200 mg
3 kali sehari
Diminum saat sedang makan, lama pemberian 1-3 bulan. Efek samping mual, muntah, heartburn, konstipasi,
diare, BAB kehitaman
Cyanocobalamin ​1000 mcg 1 kali sehari
Absorbsi maksimal saat lambung kosong
Asam folat 1 mg 1-2 kali
sehari
Terapi penunjang
Monitoring Pengobatan
Konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi, asam folat, vitamin C dan B12 secara rutin dan
lakukan pemeriksaan darah yang berhubungan dengan anemia secara rutin agar anemia Anda terkontrol.
Komplikasi
• ​Pada anak tumbuh kembangnya terhambat
• ​Pada ibu hamil risiko prematur, pertumbuhan janin terhambat, BBLR, kematian janin
• ​Gagal jantung
• ​Gangguan sistem imun
• ​Mudah terinfeksi penyakit
Daftar Pustaka
1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Halaman 632-659. Jilid II, Edisi IV. Editor : Aru W. Sudoyo, Bambang
Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, Siti Setiati.Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.FKUI-
RSCM
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun 2015 tentang Panduan Praktik Klinis
bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015.
5
II. Asma Bronkhial ​No. ICPC-2 : R96 ​Asthma N​ o. ICD-10 : J45 ​Asthma D​ efinisi
Penyakit Asma adalah suatu penyakit inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel
inflamasi dan elemennya yang ditandai dengan obstruksi dan ​hipereaktivitas b ​ ronkus sehingga
menyebabkan gejala episodik berulang namun biasanya dapat membaik secara spontan ataupun
dengan pengobatan.
Etiologi ​Faktor yang berperan terjadinya asma adalah faktor genetik dan faktor lingkungan. Ada
beberapa proses sebelum terjadinya asma sebagai berikut: 1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan
risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (​inducer/ sensitisizer)​ maka akan
timbul sensitisasi pada dirinya 2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu
menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami terpajan dengan pemicu (​echancer)​ maka
terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau
proses inflamasi yang berat secara klinis berhubungan dengan hiperaktivitas bronkus 3. Setelah
mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus
(​trigger)​ maka akan timbul serangan asma (mengi).
Berikut adalah pemicu terjadinya hiper-responsif pada penyandang asma: 1) Infeksi virus:
rhinovirus, ​respiratory syncytial virus, v​ irus influenza 2) Infeksi bakteri: ​Mycoplasma pneumonia,
Chlamydia pneumonia 3 ​ ) Bahan-bahan di dalam ruangan: tungau, debu rumah, binatang, kecoa 4)
Bahan-bahan di luar ruangan: tepung sari bunga, jamur 5) Makanan-makanan tertentu: bahan
pengawet, penyedap dan pewarna
makanan 6) Obat-obatan tertentu: aspirin, NSAID, ß1 bloker (misalnya propanolol) 7) Iritan: parfum,
bau-bauan merangsang 8) Ekspresi emosi yang berlebihan 9) Asap rokok 10) Polusi udara dari luar
dan dalam ruangan 11) ​Exercise-induced asthma (​ asma kambuh ketika melakukan aktivitas
fisik tertentu) 12) Perubahan cuaca.
6
Penegakan Diagnosis ​Diagnosis klinis berdasarkan gejala, riwayat, medis, dan pemeriksaan fisis
sangat berarti dalam menegakkan diagnosis asma. ​Anamnesis
Keluhan (Subjektif) :  Lebih dari satu gejala berikut: batuk berulang, sesak napas, rasa berat di
dada, napas berbunyi (mengi).  Gejala sering memburuk malam hari atau
menjelang pagi,  Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan
intensitasnya,  Ada faktor pencetus.
Faktor Risiko :  Faktor genetik: alergi, riwayat asma dalam
keluarga  Faktor lingkungan: allergen, infeksi pernapasan, pajanan di tempat kerja, polusi udara
Usia penderita : Bisa pada semua umur, biasanya anak-anak
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda vital : Frekuensi napas dan denyut nadi dapat normal pada saat stabil (tidak
eksaserbasi) atau meningkat pada eksaserbasi akut.
Pemeriksaan respirasi 1. Dapat normal
2. Wheezing/mengi pada auskultasi, bilateral dan lebih terdengar pada fase ekspirasi saat terjadi
eksaserbasi akut. 3. Penggunaan otot-otot bantu napas saat
eksaserbasi akut.
7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat ​peak expiratory flow rate
meter (​ PEFR)
: Perubahan (APE meningkat) ≥ 60 l/menit atau  20% setelah pemberian bronkodilator (​short
acting beta 2 agonis​/ SABA, contoh: salbutamol) mengindikasikan terdapat respons bronkodilator
atau kemungkinan diagnosis asma.
Pemeriksaan Spirometri (bila tersedia)

: Penilaian obstruksi jalan napas berdasarkan rasio Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP​1​)

dan Kapasitas
​ Vital Paksa (VEP​1​/KVP) yang
​ normal di atas 75%. Di bawah nilai tersebut
dinyatakan sebagai obstruksi jalan napas.
Pemeriksaan Radiologi ​: Foto toraks bisa tampak normal. Diindikasikan untuk mencari komplikasi
saat eksaserbasi atau memastikan diagnosis banding lainnya.
Diagnosis Banding ​ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)  Bronkitis kronik  Gagal
jantung kongestif  Batuk kronik akibat lain-lain  Disfungsi larings  Obstruksi mekanis 
Emboli paru  Disfungsi pita suara  Bronkiektasis  Kistik fibrosis
8
Klasifikasi

Klas​ifi​kasi asma bro​nkia​l berdasar derajat Asma

Der​aj​at As​ma
Gejala
Gejala ​Malam
Faal Paru

1. Intermiten
APE > 80%
​ inggu
Bulanan ​Gejala< 1x​/m
​ ebulan
<​2 kali s
VEP atau ​APE> 80% prediksi Variabilitas ​VEP
atau APE ​<20%
Tanpa gejala diluar ​serangan ​Serangan s​ingkat

A​P​E > 80%


2. Persisten
ringan
​ inggu​, ​tetapi< 1 x/hari
Mingguan ​Gejala> 1 x​/m
>2 kali sebulan
VEP1> 80% ​nilai prediksi ​APE > 80% ​nilai terbaik
Seranga​n dapat ​me​nggang​gu aktivitas ​dan tidur

Harian
3. Persisten
sedang
Gejala setiap hari
Variabiliti APE ​20% - 30%
APE 60 - 80% ​>1 kali ​VEP160 - 80% ​semi​ng​gu nilai
prediksi
APE 60 - 80% ​nilai terbaik
Serangan ​men​gg​anggu aktivitas ​dan tidur
Membutuhkan ​bronkodilator setiap ​hari
Variabiliti APE ​> 30%
AP​E ​< 60%
4. Persist​e​n
berat
Konti​nyu ​Gejala terus menerus Sering

Sering kambuh
VEP < 60% ​nilai prediksi APE < 60% ​nilai terbaik ​Variabiliti APE ​> 30%
Aktivitas fisik terbatas

Catat​an: Nilai (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) VEP1 didapatkan ​dari
​ a​da ​prinsipny​a p​enatalaksana​an ​Asma dibagi
Spirometri (bila alat tersedia) ​Terapi P
menjadi 2, yaitu: ​penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan
asma akut​/ ​eksaserbasi. 1. Tatalaksana Asma jangka panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma ​(pengontrol dan
peleg​a) dan menjaga kebugaran. ​a. Edukasi:
​ encari pertolongan ​2)
Edukasi yang diberikan mencakup: 1) Kapan pasien berobat​/ m
Mengenali gejala ​serangan asma secara dini ​3) Mengetahui obat-obat pelega d​an
p​engontrol serta ca​r​a d​a​n
waktu penggunaannya ​4) Mengenali dan menghindari faktor
pencetus
5) Kontrol teratur

b. Obat:
Terdiri dari obat pelega dan peng​ontrol. Obat pelega diberikan pada ​saat serangan saja
dan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan ​serangan dan diberikan dalam jangka
panjang dan terus menerus. ​Bila Asma tidak terkontrol diberikan obat pengontrol,
dievaluasi ​setiap bulan. Bila dalam satu bulan belum jug​a terkontrol, dosis o ​ bat
ditingkatkan. B​i​la ​Asma sudah terkontrol d​a​n berlangsung ​selama 3 bulan dosis
obat dapat diturunkan. ​Ant​i​biotik diber​i​ka​n ​bila terjadi infe​ksi bakteri (Pneumonia,
bro​nki​tisakut, sinusitis), ditandai dengan sputum purulen, demam ​dan
leukositosis. Antibiotik ya​n​g diberika​n ​adalah amoks​isilin ​dosis 50 mg​/k ​ gBB​/h
​ ari selama
minimal 5 hari.

10

Pasien dian​j​urkan untuk kontrol teratur​/ t​ erjadwal tidak hanya bila terjadi serangan
akut. Hal tersebut untuk meyakinkan bahwa Asma ​tetap terkontrol dengan
mengupayakan penurunan terapi seminim​al ​mungkin.

c​. Menjaga kebu​garan


Selain edukasi dan obat-obata​n diperlukan j​uga menjaga kebugaran antara lain
dengan melakuk​a​n s​ena​m Asma. P​asien diberi tahu ​tempat yang
menyelen​gg​arakan senam asma.

Tatalaksana Asma Berdasarkan Beratnya Keluhan Pada Dewasa

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-​4 ​kali sehari ​Berat ​Medikasi ​Alternatif ​/ A
​ lternatif
​ ilihan lain
Asma ​pengontrol P
lain ​harian ​Asma ​Tidak perlu ​Intermiten

Asma ​Persisten ​Ringan


• Teofilin
lambat
l​e​pas
Gluko ​kortikosteroid
​ ari atau e
inhalasi ​(200-400 ug ​BB​/h ​ kuivalennya)
• Teofilin
Asma ​Persisten ​Sedan​g
lepas
lambat
Kombinasi • G​lu​ko ​inhalasi ​gl​uko- kortikosteroid ​|
kortikosteroid ​inhalasi ​(​400 (​ 400-800 ug ​800 μg BB atau
BB/hari ​ekuivalennya) ​atau
ditambah ​ekuivalennya)
Teofilin lepas ​dan
lambat, atau ​agonis beta • G​luk​o ​2 ​kerja lama
kortikosteroid
inhalasi dosis tin​ggi ​(>800 ​ug ​BB atau
ekuivalennya​)

​ erat
Asma ​Persisten B
Kombinas​i ​inhalasi gluko ​kortikoste​roid
(>800 ug BB ​atau ​ekuivalenny​a) ​dan ​agonis
beta ​2 kerja ​lama. ​Ditambah > 1 di b​a​wah ​ini
:
• Teofilin ​lepas G​luko​kort ikosteroid
​ etilprednisolon ​oral selang sehari ​10 mg ditambah
Predn​i​solon​/ m
agonis beta-2 k​ erja lama oral, ​ditambah teofilin
lepas lambat ​diper​untukan untuk pasien ​rujuk
bali​k (PRB)

oral
Semua t​a​hapan​: ​Bila t​ercapai asma terkontrol​, ​pertahankan ​terapi paling tidak 3 bulan,
kemudian turunkan bertahap sampai ​mencapai terapi seminimal mungkin dengan
kondisi asma tetap ​terkontrol
2. Tata​l​aksana Serangan Asma pada Dewasa.
a) Tujuan tatalaksana serangan Asma:
1) Mengatasi gejal​a serangan Asma 2) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum
serangan ​3) Mencegah terjad​inya kekambuhan 4) Mencegah kematian karena
serangan Asma

b) Tat​alaksana Akut:
1) Lakukan pemeriksaan kesadaran dan tanda-tanda vital (frekuensi pernapasan,
frekuensi denyut nadi, dan temperatur), ukur saturasi oksigen dengan ​puls ​ ​e o​x​ymeter
kemudian u​ku​r arus puncak ​ekspirasi ​(​APE) dengan ​peak flow rat​ e meter. T ​ entukan
klasifikasi ​berat serangan. ​2) Bila saturasi 90-95% berik​an oksigen dengan ka​nul hidung
1-2
1tr​/​menit. Bila <90% berikan oksigen 4-6 ltr/menit dengan ​face m
​ ask, s​ ehin​gg​a
saturasi oks​i​g​en >95%. ​3) Beri Bronkodilato​r Salbutamol inhalasi 1 kali nebul (2,5mg​/ 2​,5ml
untuk sediaan salbutamol ​nebul) atau injeksi adrenalin 0,1-0,2 ml ​subkutan ata​u inhalasi
Salbutamol dan Ipratropium Bromida setiap
20 menit selama 1 jam. ​4) Bi​la ​serangan berat atau pasien telah memakai obat steroid
sehari
hari beri kortikosteroid sistemik (berikan prednisone 1 tablet atau ​bila tid​ak bisa
minum, su​n​tikkan deksametason ​1-2 ampul Intra
Ven​a)​. ​5) Setelah ​pemberian obat 1 jam, nilai kembali gejala dan saturasi
oksigen. Bila tidak membaik ru​ju​k ke Fas​ili​tas Kesehatan R​uju​kan ​Tingkat Lanjut.
Pemberian oksigen disesuaikan dengan respons pengobatan.
Penanganan Eksaserbasi Asma di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama ​(dewasa, remaja,
anak-anak 6-11 th)
14
Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi ge​j​ala asma
Dosis ​Medikasi Sediaan obat
Keterangan ​dewasa

Agonis beta-2 ​kerja singkat


Terbutalin ​IDT 0,25
0,25-0,5 ​mg/semprot ​mg, ​Turbuhaler 0,25 3-4 x/
hari mg;0,5 mg/hirup ​Respule​/s​ o​l​utio 5mg​/2
​ ml ​oral1,5–2,5
Tablet 2,5 mg ​mg, ​Sirup 1,5; 2,​5 ​3-4 x​/ h​ ari ​mg/ 5ml
Penggunaan ​obat pelega ​sesuai ​kebutuhan, bila perlu.
Salbutamol
IDT 100mcg​/ ​inhalasi ​semprot
200 mcg Nebules​/ s​ olutio ​3-4 x​/ ​hari ​2,5 mg/2ml,
​ m​g/m
oral 1-2 5 ​ l
mg, ​Tablet 2mg, 4 mg ​3​-​4 ​x/ hari Sirup lmg, 2mg
5ml
Untuk ​mengatasi
eksaserbasi, dosis ​pemeliharaan ​berkisar 3-4x​/ ​hari

Fenoterol
IDT 100, 200 ​mcg​/ ​semprot
200 mcg ​3-4 x/ hari ​10-20 mcg,

Prokaterol
Solu​ti​o 100 mcg ml
​ ari
2-4 x/ hari 2 x 50mcg​/ h

2 ​x 5 ​ml/hari
IDT 10 mcg/ ​semprot ​Tablet 25, 50 mcg ​Sirup 5 mcg​/​ml
Rujukan ​Bila pengobatan tidak berhasil, dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut.
Kriteria pasien yang dirujuk adalah: ​a. ​Pada serangan akut yang mengancam jiwa ​b. ​Tidak respons
dengan pengobatan c​ . ​Tanda dan gejala tidak jelas dalam diagnosis banding, atau adanya
komplikasi atau penyakit penyerta (komorbid): seperti sinusitis, polip hidung, aspergilosis (ABPA),
rhinitis berat, disfungsi pita suara, penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) dan PPOK ​d.
Dibutuhkan pemeriksaan/ uji lainnya diluar pemeriksaan standar seperti uji kulit (ujialergi),
pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus, uji latih (​Cardiopulmonary Exercise Test​),
bronkoskopi dan sebagainya.
16
Kriteria rujukan terdiri dari: ​a​. Rujukan rutin
Rujukan Rutin merupakan evaluasi medis secara berkala, rujukan ini lebih bersifa​t
konsultasi pada spesialis paru atau penyakit dalam ​d​a​n pemeriksa​an ​penunjang
spirometri dengan tujuan menilai ​fungsi paru dan mengklasifikasikan tingkat ke​parahan
asma yang meliputi :
1) Pemeri​ksaan berkala 1 (satu) tahun se​ka​li untuk menilai
perubahan fungsi saluran napas at​a​u ​lebih sering b​ergantung
berat penyakit dan respo​n pengobatan. ​2) Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksa​an
darah rutin dan
eosinofil, APE dan spirometri; Pemeriksaan berkala dilakukan satu tah​un sekali
untuk menilai fungsi faal paru dan klasifikasi ​derajat asma dengan spirometri.

b. Rujukan ​urgent
​ ​nt ​adalah asma ​persisten sedang
Asma y​ang dirujuk ​k​e FKTL ​melalui rujukan ​urge
dan ​berat yang tidak terkontrol dan asma pada ibu ​hamil. Sedangka​n asm​a persiste​n
d​e​ngan komorbid ya​n​g tidak ​terkontrol dirujuk sesuai dengan komorbidnya.

Krit​er​ia R​ujuka​n Asma ​Derajat Asma ​Kriteria rujukan ​Asma


persiste​n ​t​idak ​Bila ​terdapat ​tiga ​atau ​lebih kelainan ​terkontrol
di bawah ini:

✓ ​Gejala harian >2 kali /minggu


Ada Keterbatasan aktifitas ​Ada gejala malam​/ ​terbangun ​Pemakaian inhaler >2kali
​ inggu A
/m ​ P​E< 80 % prediksi atau
nilai yang terbaik ​Asma pada ibu hamil Asma persisten
pada kehamilan Asma ​persisten ​dg Sesuai ​kriteria rujukan komorbid nya
komorbid ​tidak misal asma dengan DM tidak t​ erkontrol dirujuk terkontrol
kriteria rujukan sesuai ​sesuai komorbidnya kriteria rujukan DM.
c. Rujukan ​emergency
​ sma akut berat dan asma
Rujukan em​erg​ensi diber​ikan pada penderita A
mengancam jiwa yang memerlukan perawatan i​ ntensif di rumah sakit, ​guna
mendapatkan penatalaksanaan yang memadai sehin​gg​a mampu ​menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Krite​ria Rujuk​an Asma Emergensi ​Komplikasi akut Kriteria rujukan


emergensi ​Asma akut akut berat Bicara ​k​at​a ​demi ​k​ata, duduk
membungkuk ke depan, agitasi RR ​>30/min ​HR >120/m​in
SpO2 <90%(bila pu​lse oksimetri ​tersedia)
APE <50% nilai prediksi ​Asma mengancam |
Penurunan kesadaran jiwa
silent chest ​sianosis ​kelelahan ​APE <30% prediksi ​Usaha
bernafas lemah ​S​O2 <92% (bila pulse oksimetri ​tersedia)
Mo​nitoring ​Asma ​k​ontrol harus d​i​monitor rutin teratur oleh petugas ​k​esehatan terutama dokter
dengan melibatkan pasien dan keluarga. Di dalam prakteknya menilai asma kontrol dapat
menggunakan instrumen ACT ​Asthma Control Test, kuesioner ​k​ontrol ​a​sma (ya​n​g valid
d​an terekomendasi) secara berkesinambung​an ​d​a​n teratur pada saat pasien
melakukan kunjungan. Umumnya pasien melakukan kunjungan setiap 1-3 ​bulan ber​gantung
kondisi asma dan yang terkait (misalnya komorbiditas), kemandirian dalam pe​n​angana​n
asma, permasalahan dalam pengobatan ​(efek sa​m​ping, ke​m​ampuan men​gg​unakan
obat pengontrol, kepatuhan, ​dll).
Komplikasi
 Pneumotoraks  Asma resisten terhadap steroid  Atelektasis  Gagal napas
Pencegahan ​Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu : a. Pencegahan
Primer
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan orang tua penyandang
asma dengan cara yaitu: 1) Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan
masa perkembangan bayi/anak 2) Pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan b. Pencegahan
Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersensitisasi
dengan cara menghindar pajanan asap rokok, serta alergen dalam ruangan terutama tungau debu
rumah. c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit dengan menghindari pencetus
Daftar Pustaka ​1. Global initiative for asthma. Global Strategy for asma management and
prevention (revised 2015). 2. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan asma di Indonesia. Jakarta: PDPI;2016 3. Pedoman Tatalaksana Asma. Dewan
asma Indonesia. Jakarta. 2011. 4. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Asma di Fasilitas
Kesehatan
Tingkat Pertama Kemenkes. 2015. 5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
514 tahun 2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer, 2015.
19
III. Bronkitis ​No. ICD-10:J.20

Definisi

Bronkitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada saluran ​napas bagian
bawah daerah bronkial.

Etiologi
Sebagian besar disebabkan oleh infeksi virus seperti coronaviru​s, ​rhinovirus,
respiratory syncytial vi​ rus, dan adenovirus.

Penegakan Diagnosa
Anamnesis

Keluhan (Subjektif)
: ​1​. ​Sering batuk < ​30 ​hari
• ​Batuk produktif disertai sputum yang berwarna p​u​tih,
jernih
• Dada terasa sak​it (tidak se​lalu)
• S​esak napas (tidak selalu)
• Kadang demam (biasanya ringan)
• Tidak ada riwayat penyakit respirasi kronik ​: ​• ​Kontak dekat dengan
penderita ​penyakit saluran napas
• Cuaca dingin
• ​Merokok atau pajanan asap rokok
• ​Pajanan polusi udara ​: Bisa pada semua u​sia
Faktor ​Risiko

Usia ​penderita

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ​: • ​Tingkat pernapasan dan denyut nadi dapat normal atau ​tanda vita​l
meningkat (pada kondisi gawat darurat namun jarang) ​Saturasi oks​i​gen bisa
normal atau ​< 90% (pada kondisi
gawat darurat namun jarang) ​Pemeriksaan : • Bunyi
mengi/wheezing (tidak ​selalu) ​respirasi ​• ​Ronkhi kering
• Peningkatan ge​j​ala respirasi ​yan​g berat merupakan
tanda pneumonia
20
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Thoraks
co​rakan
Rontgen : Dapat normal ​ata​u ​t​ampak
bronkus meningkat

Diagnosa Banding
Pneumonia
: Demam lebih tinggi, ada ronkhi basa​h, pemeriksaan
foto thorax terdapat infiltrat ​Pertusis
: Batuk ya​n​g lama dan berat bi​asanya disertai nafas
dengan cepat dan dalam seh​in​gg​a terdengar yang
berbun​yi melengking (whoop). ​Influenza
: Sering disertai demam, batuk kering, nyeri otot. ​Asma
: Sesak selalu dipicu oleh faktor pencetus ​PPOK (Penyakit : Sesa​k y​an​g
k​ronik ​pr​ogresif, biasanya usia>45 ​Paru Obstruktif tahun, perokok, dapat ditemukan
mengi atau dada Kr​onik)
bentuk ​barrel chest. G ​ agal jantung ​: Dyspnoea, orthopnoea, edema perifer, peningkatan
ve​n​a jugularis, ronkhi ​ba​sah pada p​e​meriksaan r​ espirasi

Pencegahan

Primer
Hentikan merokok dan jauhi asap rokok
• Hindari kel​uar malam
Hindari polusi ud​ara
• ​Hindari orang-orang ​yang ​sedang b​a​tuk,
pilek ​Maka​n m​akan​an ​ya​ng b​ergizi untuk ​meningkatkan imunitas
Terapi
Algoritma tatalaksana bronkitis
Pasien datang dengan batuk ​produktif, sputum
berwarna
putihjernih 30 hari

Keadaan Umum Baik


Kegawatdaruratan:

Nafas cuping hidung


Sianosis
Tidak ada bunyi mengi, ​batuk tidak memberat ​sa​a​t aktivitas
ataupun pada malam hari :
Ada bunyi mengi, batuk ​tidak membera​t ​saat
ak​t​ivitas ataupun pada ​malam hari:
​ enit
Tingkat pernapasan ​>30x​/m

​ enit
Denyut nadi >120x​/m
• Observasi
• Obat simptomatik
• SABA inhalasi
• Obat simptomatik
Saturasi oksigen <90%

Penurunan kesadaran
Batuk menetap > 30 hari: tidak respon terhadap pe​n​gobatan,
sputum menjadi purulent
RUJUK !!

• SABA inhalasi
• Plus antib​iotik
Obat-Obatan
Obat Rentang dosis Frekuensi Keterangan Antitusif ​Dekstrometh orfan (DMP)
Dewasa 15-30 mg per oral, maksimal 120 mg/hari Anak 6-12 tahun: 5-15 mg per oral, maksimal 60
mg/hari Anak 2-6 tahun: 2.5- 7.5 mg per oral, maksimal 30mg/hari
3-4 kali sehari
Diberikan selama 5 hari, hati-hati penggunaan pada anak < 6 tahun, tidak diberikan pada
penyandang asma, PPOK
Codein Dewasa 10-20 mg per oral, maksimal 120 mg/hari Anak 6-12 tahun: 5-10 mg per oral,
maksimal 60 mg/hari Anak 2-6 tahun: 2.5-5 mg per oral, maksimal 30mg/hari
3-4 kali sehari
Diberikan selama 5 hari, hati-hati penggunaan pada anak < 6 tahun, tidak diberikan pada
penyandang asma, PPOK
Expektorant dan Mukolitik ​Guaifenesin/ GG
Dewasa: 200 – 400 mg per oral, maksimal 2.4g/hari Anak 6-12 tahun: 100- 200 mg per oral,
maksimal 1.2g/hari Anak 2-6 tahun: 50- 100mg per oral, maksimal 600 mg/hari
3-4 kali sehari
Diberikan selama 5 hari, hati-hati penggunaan pada anak < 6 tahun
Bromhexin Dewasa 8 mg per oral
Anak 6-12 tahun: 4 mg per oral Anak 2-6 tahun: 4mg per oral
3 kali sehari 2 kali sehari untuk anak 2-6 tahun
Diberikan selama 5 hari, hati-hati penggunaan pada anak < 6 tahun
Ambroxol Dewasa 30 mg per oral, maksimal 120 mg/hari Anak 6-12 tahun: 15
2-3 kali sehari
Diberikan selama 5 hari, hati-hati penggunaan pada anak < 6 tahun
23
mg per oral
Anak 2-6 tahun: ​7​.5 ​mg per oral

Antipiretik Paracetamol Dewasa​: ​500-1000mg 3-4 kali Hat​i-​hati pada


p​er or​al, ​m​aksimal sehari p
​ enderita penyakit ​4000 mg/hari
6​-12 tahun : 10 15 mg​/k​ gBB peroral,
hati ​Anak
​ nak ​< 6 tahun : 10-15 ​mg/kgBB ​peroral,
mak​simal 2000mg/hari A
maksimal 1000mg/hari ​Bronkodilator (Gol. SABA​/s ​ hort
acting beta2 agonis) ​Salbutamol ​Dewasa ​2​-​4mg​/​kali, ​3​-​4 kali
dos​is maksim​al ​3​2 sehar​i m​ ​g/​hari
Anak ​< 6 ​tahun: ​0,3mg​/​k​g/h
​ ari (6 ​mg/hari)
Anak 6-1​2 tahun: dosis
​ ari 1 kali
maks​imal 24 m​g​/hr ​Antibiotik Azitromisin ​Dewasa 500 mg​/h
Diberikan selama 3
An​ak ​6-12 tahun: sehari ​10mg​/​kgBB/hari ​Ana​k ​< ​6 ​tahun:
​ gBB​/ ​hari ​Eritromisin ​Dewasa ​250-500 mg ​3​-​4 kali Diber​ikan selama 5
5mg​/k
peroral
sehari
hari ​Anak ​< 12 tahun: 30 ​50mg​/​kgBB per oral,
maksimu​m 2g/hari ​Trimethoprim/ Dewasa​: 160/800 mg 2 kali Diberikan
selama ​sulfametho per oral
s​e​hari ​7-​ 14 hari ​xazole ​Ana​k 6​-12 tahun:
80​/​400 mg per oral ​Anak ​< 6 tahun: 40​/​200 ​mg per oral
hari
Monitoring
Biasanya jarang diperlukan karena bronkitis dapat sembuh dalam beberapa minggu. Pada pasien
yang masih memberikan sisa gejala lakukan evaluasi kemungkinan adanya penyakit kronik seperti
asma, GERD, PPOK, infeksi TB, dll.
Komplikasi ​ Bronkitis Kronis  Pneumonia  Atelektasis
Daftar Pustaka ​1. Balter MS, La Forge J, Low DE, Mandell L, Grossman RF. Canadian
Guidelines for the Management of acute exacerbations of chronics bronchitis; executive summary.
Can Respir J. Aug 2003. 248-58. 2. Michigan manajement of uncomplicated acute bronchitis in
adult. May
2016. Smith SM, Fahey T, Smucny J, Beckey LA. The Cochrane Collaboration, 2012, Issue 4; and
inhaled corticosteroids for stable chronic obstructive pulmonary disease(review), Yang IA, Clarke
MS, Sim EHA, Fong KM. The Cohrane Collaboration, 2012, Issue 7; 3. Knutson D, Braun C.
Diagnosis and Management of acute bronchitis.
American Family Physician. Available at www.aafp.org/afp. May 2002. Vol65. 2039-44 4. Harris,
AM, Hicks LA, Qaseem A. Appropriate Untibiotics Use for
Acute Respiratory Tract Infection in Adults: Advice for High Value Care From the American College
of Physicians and The Centers for Disease Control and Prevention. Ann Intern
Med.2016;164:425-434 5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun
2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015.
25

IV. Tuberkulosis Paru ​No. ICPC-2:A70 Tuberkulosis No. ICD-10:A15


Respiratory Tuberkulosis, bacteriologically and
histologically confirmed

Definis​i ​Tuberkulosis paru (TBC) a​dal​ah penyakit infeksi mengenai paru yang
disebabkan oleh M​ycobacterium tuberculosis complex.

​ dalah bakteri ta​han asam, berbentuk batang ​lurus


Etiologi ​M​ycobacterium tuberculosis a
atau ​sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ​ini berukuran 0.3
-0.6 um dengan dinding yang komp​leks, terdiri dari ​lapisan lemak yang c​ukup tin​ggi ​(60%).
Tuber​kulosis paru adalah penyakit ​menular dengan penyebaran melalui udara
(airborne)​ melalui partikel percikan dahak atau droplet saat seseorang yang
dengan penyakit TB paru ​batuk, bersin, ber​bicara, berteriak, atau bernyanyi.

Penegakan Diagnosa ​Anamnesis ​Keluhan


(Subjektif)

Faktor Risiko
Gejala respiratori: Batuk > 2 min​gg​u, batuk ​darah, sesak nafas dan
nye​ri dada. Gejala ​respirasi bervariasi tergant​ung dari luas lesi
Gejala sistem​i​k: demam (biasanya ​subfebris), malaise, keringat
ma​lam, tidak nafsu makan dan berat badan menurun Faktor
lingkungan (ventilasi rumah, kepadatan penduduk, polusi udara​)
Riwayat kontak e​r​at terhadap orang sakit
TB
• ​Berada pada daerah endemik TB
Perokok ​Memiliki komorbid pe​n​yakit y​an​g d​a​pat ​mengakibatkan penurunan daya
tahan tubuh ​seperti diabetes mellitus, HIV, gagal ginjal, ​dan
mengkonsumsi obat-obatan ​imunosupresan ​Bisa dialami semua usia,
terutama usia ​produktif
Usia penderita
Pemeriksaan Fisik ​Pemeriksaan Tanda Vital
: Tergantung dari luasnya lesi pada paru, bila
kerusakan paru cukup luas maka pasien akan terlihat sesak dengan frekuensi napas dan frekuensi
nadi meningkat Pemeriksaan BMI Dapat ditemukan keadaan gizi kurang atau
malnutrisi Pemeriksaan paru :  Kelainan pada pemeriksaan fisis tergantung dari luasnya kelainan
atau kerusakan struktur paru. Pada permulaan penyakit umumnya tidak ditemukan kelainan.
Kelainan paru umumnya pada daerah lobus superior  Dapat ditemukan suara napas bronkial,
amforik, melemah, ronki basah
Pemeriksaan Penunjang ​Pemeriksaan darah ​: ​Pemeriksaan darah rutin kurang
menunjukkan indikator spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) yang meningkat kurang spesifik
Pemeriksaan bakteriologik ​: ​Bila ditemukan 1 spesimen BTA positif
dari 2 atau 3 spesimen sputum Pemeriksaan/tes uji cepat (bila ada fasilitas) Xpert MTB/Rif: bila
deteksi M.Tb positif ​: ​Pemeriksaan kutur M. Tb: tumbuh
kuman M. Tb Pemeriksaan radiologis (foto toraks)
: ​ Bayangan berawan/nodular di segmen
apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah  Kavitas, dapat dikelilingi
oleh
bayangan opak berawan atau noduler  Bayangan bercak milier
27
Catatan:
Garis putus-putus = bila terdapat fasilitas
Bila terdapat riwayat OAT sebelumnya, selain melakukan pemeriksaan sputum mikroskopis juga dilakukan pemeriksaan Xpert MTB/Rif,
bila Xpert Rifampisin resisten dilanjutkan dengan pemeriksaan biakan M.Tb dan uji kepekaan obat lini 1 dan lini 2 (sesuai fasilitas yang
tersedia).
Bukan TB
Perbaikan
Kasus definitif TB BTA (+)
BTA (+)
Algoritme Diagnosis TB pada Pasien Dewasa
Sputum mikroskopis (BTA)
Tidak perbaikan, klinis sesuai TB
Antibiotik 2 minggu
Tidak sesuai TB
Lihat klinis dan foto toraks
28
BTA (-)
Obati sesuai kasus TB
Kasus TB BTA (-)
Foto toraks
Diagnosa Banding ​PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
: Biasanya diderita usia > 50 tahun, perokok berat, ​barrel chest​, mengi, hasil spirometry
menunjukkan adanya perlambatan aliran udara atau obstruksi Pneumonia komunitas Peradangan
parenkim paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme yang ditandai dengan demam >40 °C, batuk dengan dahak purulen disertai
dengan sesak napas atau nyeri dada Bronkiektasis Penyakit saluran nafas kronik yang ditandai
dengan dilatasi abnormal permanen akibat rusaknya dinding bronkus. Gejala klinisnya batuk
disertai dahak banyak yang purulen, dapat dijumpai sputum 3 lapis (lapisan busa, lapisan purulen,
dan mukoid) Kanker paru Didapatkan massa pada paru, biasanya pada pasien dengan risiko tinggi
seperti perokok. Gejala klinis batuk dapat disertai darah, penurunan berat badan dan nyeri dada
Abses paru Pengumpulan cairan terinfeksi dalam suatu
rongga. Gejala batuk berdahak biasanya berbau busuk
Pencegahan ​Primer : Vaksinasi BCG Skrining : ​Active case finding (​ terutama pada orang dengan
risiko tinggi seperti HIV, pengguna narkoba suntik, kontak dekat pada orang dengan TB aktif)
Sekunder : Hindari kontak langsung (pada orang yang mendapat pengobatan, setelah 2 minggu
pengobatan efektif maka infeksius menjadi berkurang) Menutup hidung & mulut saat bersin/batuk
dengan sapu tangan, tisu atau masker Pengawasan minum obat hingga selesai pada orang
dengan TB
29
Terapi
Kategori 1 : 2RHZE​/​4R3H3 S​ elama 2 bulan minum o​bat rifampisin, INH, p​irazinamid,
dan ​etambutol setiap hari (tahap intensi​f), dan 4 bulan selanjutnya ​minum obat
rifampisin dan INH t​i​ga kali dalam semin​gg​u (tahap ​lan​j​utan). Untuk pasi​en
dengan HIV sebaiknya menggunakan dosis
angun untuk fase langsRHZE/5Rp tampisin, INH,ma 1 bula
​ RHZE​/​5R3H3E3 ​Selama ​2 ​bula​n m​inum obat
Kategori 2 ​: ​2​RHZES​/1
rifampisin, INH, ​p​irazinamid, ​etambutol, dan suntikan streptomisin setiap
hari, selama 1 bulan minum obat obat rif​ampisin, INH, pira​zinamid, etam​butol
setiap hari ​(tahap intensif), dan 5 bulan ​selanjutnya minum obat rifampisin,
INH, dan etambutol tiga kali dalam semin​g​gu (tahap lanjutan).

Dosis OA​T ​Dewasa Obat


Dosis
Dosis Dosis Berdasarkan
BB (m​g​) ​Maks < 40 ​kg ​40- >​6​0 ​kg
(mg)
(m​g/k​ ​g ​BB​/ ​hari)
60kg
Harian Intermiten (​ mg​/k​ ​g (​mg​/kg ​BB​/​hari​)
BB/kali)
10
10
R​L
I​V

60​0
5
10
300
8-12
4​-6 20-30 ​15-20 ​15-18
Z ​Ε
35
25 ​15
300 ​150 ​750 ​750 Sesua​i ​ВВ
45​0 3 ​ 00 ​1000 ​1000 750
600 4 ​ 50 ​1500 ​1500 1000
Ι
30
15
1000

* Pasien berusia leb​i​h dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari 500mg perhari

Pengembanga​n p​engobatan TB Paru y​an​g efektif merupakan hal yang ​penting


untuk menyembuhkan p​a​sien untuk menghindari TB MDR. ​P​en​ge​mbangan
strategi DOTS untuk mengontrol epidemic TB merupakan prioritas utama WHO.
International Union Against Tuberc​ulosis and Lung ​Disease (IUATLD) ​dan WHO
menyarankan untuk men​g​gantikan paduan ​obat tu​ngga​l dengan dosis tetap
dalam pengobatan TB Primer pada Tahun ​1998. Dosis obat tuber​kulosis kombinasi
dosis tetap berdasarkan WHO ​sepeti terlihat pada tabel.
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain: ​1. Penatalaksanaan sederhan​a
dengan kesalahan pembuatan resep
minimal. ​2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien de​n​gan
penurunan
kesalahan pengobatan yang tidak disen​gaj​a. ​3. Peningkatan kepatuhan tenaga
kesehatan terhadap pe​natalaksanaan
yang benar dan standar. ​4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.
5. Menurunkan resiko penyalahgu​naan obat tun​g​gal dan MDR akibat
penurunan penggunaan monoterapi.

Fase ​Intensif
​ ​Harian ​Harian 3x​/minggu
2 Bulan ​BB T
(​RHZE​) ​(​RHZ ​(​RHZ​)
150​/75/​4​00/27
​ 5 1​50/75/​400 150/150/500 30-37 ​2
2
2 ​38-54 3
3
​ 04
3 55​-7
4
4 ​>71 5
55
Fase Lanjutan
4 Bulan ​Harian 3x/minggu
​ 5 150​/​150 ​2 ​2 ​3 3 4 4 ​5 5
(RH) (RH) ​150​/7

Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pasien m​eliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek ​samping obat,
serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinis ​ Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan  Evaluasi: respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit, bila terdapat efek samping berat → ​Rujuk. ​ Evaluasi
klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis
Evaluasi bakteriologi (0 - 2 - 6 /8 bulan pengobatan​)  Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya
konversi dahak  Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis: sebelum pengobatan,
setelah 2 (dua) bulan pengobatan dan pada akhir pengobatan  Bila dahak tidak konversi →
Rujuk.
Evaluasi radiologi (0 - 2 – 6/8 bulan pengobatan) ​ Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks
dilakukan pada sebelum pengobatan, setelah 2 (dua) bulan pengobatan kecuali pada kasus yang
dipikirkan terdapat keganasan dapat dilakukan 1 (satu) bulan pengobatan dan pada akhir
pengobatan.  Bila tidak terdapat perbaikan atau terjadi perburukan secara radiologi →
Rujuk.
Evaluasi efek samping secara klinis ​ Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati,
fungsi ginjal
dan darah lengkap  Fungsi hati: SGOT, SGPT, bilirubin, fungsi ginjal: ureum, kreatinin, dan gula
darah, serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan  Asam
urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid  Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila
menggunakan etambutol
(bila ada keluhan)  Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan
dan audiometri (bila ada keluhan)  Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan
pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek
samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai
pedoman.
32
Komplikasi ​ Atelektasis  Bronkiektasis  Cor pulmonal  Batuk darah masif 
Pneumotoraks  Empyema TB
Daftar Pustaka ​1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun
2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015. 2.
Kemenkes RI. Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan TB, 2013. 3. WHO. TB for Medical
Student 4. WHO. International Standard for Tuberculosis Care. Diagnosis,
treatment and public health.3​rd ​ed.2013 5. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;2014. 6. TBCTA (Tuberculosis Coalitionfor Technical
Assistance). 7. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta: PT. Inoraf;2011.
33
V. Demam Dengue ​No. ICPC​-2​:A77 Viral disease
​ ​No. ICD-10:A90 Dengue fever
other/NOS
A91 Dengue hemorrhagic fever ​Defi​nisi ​Demam Den​gu​e ​adalah penyakit
inf​e​ksi ​aku​t yang disebab​ka​n ​virus d
​ engue yang ditularkan oleh nyamuk ​Aedes Ae​g​ypti
dan ​Aedes Albopictus d ​ engan man​ifestasi klinis dari ringan hingga berat. Berdasarkan
kriteria WHO terbaru (2009) demam de​n​gue terdiri dari ​dengue tanpa tanda ​bahaya,
dengue dengan tanda bahaya dan dengue berat.

Etiologi ​Virus dengue mempunyai 4 serotip​e yaitu den-1, den 2, den-3, den-4. ​Virus
dengue serotipe den-3 ya​n​g paling ba​n​yak di Indonesia. Virus ​ditularkan oleh nyamuk ke
tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-10 hari. ​Tempat berkembang biak vektor
nyamuk adalah air. Demam dengue ini termasuk penyakit menular tetapi penularannya
oleh nyamuk yang sudah ​terinfeksi virus dengue.

Penega​k​an Diagnosa ​Anamnesis ​Keluhan


(​Subjektif​)
Dem​am bifasik ​2-7 ​har​i​, ​demam mendadak ​tinggi selama beberapa
hari (fase demam), ​kemudian suhu mendadak turun pada hari ​ke-3
atau 4 (fase kritis) dan naik kembali ​pada hari ke-5 atau 7 (fase
pemulihan). ​Hati-hati pada saat suhu turun, perhatikan ​tanda-tanda
ke​g​awatan. Ruam kulit (biasanya pada hari ke-3 atau ​ke-4 sejak
demam)
Nyeri kepala
• Nyeri retro orbital
• Gusi berdarah
M​yalgia
• ​Mimisan
​ untah
• ​Mua​l/M
• ​Melena
Nyeri perut
• Kejang (biasanya ​pada anak ​akibat p​an​as
tinggi)

34
Faktor Risiko
• ​Lingkungan sekitar ada yang terkena DBD
• ​Travelling daerah endemis selama 2 min​g​gu ​: ​Bisa dialami semua usia
Usia penderita

Pemeriksaan Fisik ​Pemeriksaan Tanda ​Vi​ ta​l


Kesadaran: normal​/​menurun (kondisi syok​) ​Suhu: fase demam 39.4​°C-40.5°C, fase
​ .5oC, fase pemul​ih​an <38°C T
kritis < ​37 ​ ekanan darah: normal atau turun
Nadi: normal/takikardia​/​tidak teraba (pada kondisi ​syok). Hati-hati jika
takikardi terjadi pa​d​a saat ​suhu tubuh turun. ​Bintik​-​bintik merah di badan jika
ditekan bintik ​mer​ah tidak hilang ​: ​Bisa terjadi d​ehidrasi pada fase demam
Pemeriksa​an Kulit

Pemeriksaan status ​dehidrasi ​Uji torniquet


Pemeriksaan ​Abdomen
: Positif ​(​pada ​1 ​inci persegi terdapat petekie ​> ​20​) ​: Pembesaran hepar ​> ​2cm
(hepatom​eg​ali​)
Nyeri abdomen ​Tekanan intra abdomen meningkat
Asistes

Pemeriksaan Penunjang ​Laboratorium dar​ah : Trombositopenia (hati-hat​i


pada nilai ​tepi
​ m) ​Hematokrit
trombos​it < 100.000 se​l/m m​eningkat
(hati-hati ​peningk​atan 20% dari nilai normal) ​Leukopeni
​ m")
(< 5000 sel​/m
Neutropeni ​Pemeriksaan serum ​SGOT, SGPT meningkat
(hati-hati ​j​ika transaminase
rasio SGOT​/S ​ GPT >2, bisa pe​rtanda
DHF​/​DSS) P ​ emeriksaan NS1 ​: ​P​ositif pada 1-5 hari
demam ​F​oto thoraks
: ​Bisa terjadi efusi pleura​, ​e​mfisema

Diag​no​sa Banding Cikungunya


| ​Tidak ada kebocoran plasma dan gangguan
hemodinamik ​Disebabkan ​ u​bella, r​ uam timbul setelah ​demam
virus R
turun
Campak

35
Dem​am tiphoid
Disebabkan bakteri, pagi hari demam turun dan sore hari dema​m
tinggi lagi ​Disebabkan oleh parasit pl​asmodium,
demam disertai k​eringat dingin berlebihan
Ma​l​aria

Pencegahan ​Primer
• ​Jagal​ah kebersihan sekitar Anda​.
• Menguras ​bak ​mandi, bak penampungan air,
tempat minum hewan peliharaan minimal sekali
dalam semin​ggu​.
• Menutup rapat tempat penamp​ungan air agar
nyamuk tidak masuk.
• Mengubur barang-barang beka​s y​an​g d​apat
menam​pung air hujan jika sudah tidak terpakai. ​Jik​a
ada kel​ua​r​ga ​ata​u orang disekitar ​yan​g ​terkena
DBD, segera dibawa ke dokter.
Sekunder

Terapi
Algoritme Tatalaksana Demam Berdarah Dengue
​ untah, ruam, nyeri
Pasien datang dengan demam tinggi mendadak 3-7 hari, mual​/m
kepala, mialgia, ​leukopenia, uji tourniquet positif

Tanpa Tanda Bahaya


Dengue Berat: ​Tanda ​syok ​dengan ​gan​gguan
pernapasan
• P​erdarahan berat
Gang​guan ​organ ​berat (SGOT​/​SGPT
Tanpa kondisi
P​enyerta
Dengan Tanda Bahaya:
• Nyeri abdomen
• Muntah persisten
• Efusi pleura​/​asites
• P​erdarahan mukosa
• ​K​esadaran menurun
• Pembesaran ​hat​i > 2
cm
• Hemokonsentrasi
disertai penurunan ​trombosit secara ​cepat < 100.000
Ada ​kondisi Pe​nyerta:
• ​Wanita ha​mil
• Вауі ​. L​ansia

Diabetes Mellitus ​Tinggal s​e​ndiri/jauh dari


fasilitas pelayanan ​kesehatan
• ​Dapat intake oral
• Dapat BAK dalam 6
jam
RUJUK 11
• ​R​ehidrasi IV
Kristaloid
• Transfusi darah
Rawat Jalan ​Istirahat tirah ​baring
Rehidrasi oral
• Paracetamol
RUJUK !!

RUJUK !!

• Rehidrasi IV Kristaloid
Monitoring setiap ​hari tanda bahaya ​dan
laboratorium
darah rutin

Hematok​rit stabil

Perbaikan
36
Obat-Obatan
Obat Rentang dosis
mg/hari
Frekuensi Keterangan
Antipiretik ​Paracetamol Dewasa : 4000
mg/hari 3 bln – 1 thn: 500 mg/hari 1 – 6 tahun : 1000 mg/hari 6 – 12 tahun: 2000 mg/hari
3-4 kali sehari Jika demam sudah turun stabil hentikan
Monitoring
Lakukan penilaian terhadap tanda bahaya hingga fase kritis dilewati. Sebaiknya lakukan
pemeriksaan laboratorium darah rutin dan serum transaminase saat 4 minggu selesai perawatan
untuk menilai adanya gejala sisa. ​Komplikasi ​Dengue Shock Syndrome  Efusi pleura  Asites
 Sianosis  Syok irreversible
Daftar Pustaka
 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun 2015 tentang Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015  Sudoyo, A.W.
Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S.Eds. ​Buku ajar ilmu penyakit dalam.​ Ed 4. Vol. III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.  WHO. Dengue:
Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and
Control.new ed.2009
37
VI. Demam Typhoid ​No. ICPC-2:D70 Gastrointestinal infection No. ICD-10:A01.0
Typhoid fever
​ dalah penyakit yang disebabkan oleh infeksibakteri ​Salmonella enterica k​ hususnya
Definisi A
Salmonella typhi​yang ditularkanmelaluifaecal-oral.
Etiologi
​ ​Salmonella paratyphi A,B,C
 ​Salmonella typhi 
PenegakanDiagnosa
1. Diagnosis Kerja:
Diagnosis kerja ditegakkan bila terdapat hal-hal berikut ini:
a. ​Demam ≥5 hari ​b. ​Suhu ≥ 38,5 °C Ditambah salah satu dari hal-hal berikut:
a. ​Peningkatan LED atau CRP ​b. ​Leukosit normal atau leukopenia ​c. ​Gejala gastrointestinal antara
lain: mual muntah, nafsu makan
berkurang, nyeri perut, diare, konstipasi ​2. Faktor Risiko:
a. ​Proses mencuci tangan yang kurang baik b ​ . ​Sanitasi lingkungan yang tidak bersih c​ . ​Penyediaan
air bersih yang kurang baik d​ . ​Makan dan minum ditempat jualan yang kurang bersih ​3. Usia
Penderita:
Bisa dialami semua usia ​4. Pemeriksaan Penunjang:
a. ​Pemeriksaan darah tepi: Leukosit: normal, leukopeni b ​ . ​Pemeriksaan CRP dan LED: meningkat c​ .
Pemeriksaan bakteriologis(isolasi & biakan kuman):
Kultur darah : positif (negatif pada pemberian antibiotik) Feses: Positif (dilakukan setelah 1 minggu
demam) d​ . ​Uji serologis:
Widal : (+) titer O≥1/320 atau H≥1/640 diagnosa pasti jika terjadi kenaikan widal 2-4 kali lipat pada
pemeriksaan ulang 5- 7 hari Tubex : (+) skor ≥ 5, hanya dapat mendeteksi Salmonella typhi
38
5. Diagnosis Akhir:
a. ​Demam Tifoid Tanpa Penyulit
 Widal meningkat 2-4 kali pada pemeriksaan serial  Single Titer: Widal O ≥ 1/320; Widal H ≥
1/640  Kultur Darah Positif  Respon pengobatan 3-5 hari setelah terapi empirik b​ . ​Demam Tifoid
Dengan Penyulit:
 Penurunan kesadaran  Bronkopneumonia
Diagnosa Banding ​Demam berdarah dengue
: Demam tinggi mendadak terus menerus, ditularkan oleh nyamuk, trombositopeni,
hemokonsentrasi. Apendisitis : Disertai nyeri perut terutama dibagian kanan
bawah, perut buncit, sulit buang angin Demam dengue : Demam tinggi mendadak disertai
trombositopeni dan hemokonsentrasi Influenza : Demam tinggi disertai batuk, pilek, sakit
tenggorokan, bersin Malaria : Pola demam hilang timbul disertai keringat
dingin berlebihan
Pencegahan ​Primer :  Jagalah kebersihan badan dan sekitar Anda
 Jagalah kebersihan sanitasi lingkungan  Cucilah tangan sebelum makan  Hindari makan
dan minum ditempat yang tidak
terjaga kebersihannya Sekunder : Pemberian vaksin thyphoid jika ingin bepergian
ke wilayah endemik
39
Terapi
ALGOR​I​TM​A TATA LAKSA​N​A DE​MA​M TIFODD
Kriteria Demam Tifoid ​(Demam, s​uhu 2 38,5 °C, geja​la
gastrointes​tinal)

Demam s7 hari
Klinis baik
Demam >7 hari ​atau Klinis buruk
Terdapat p​enyulit ​(misal bronkopneumoni)

Rawat Inap
(Rujuk)
Rawat Inap
(Rujuk)
Rawat ​Jalan: ​. An​t​ibiotik
Obat simptomatik (m​is.antipiretik) ​. Istirahat tirah baring
​ ar​i)
• ​Minum air putih yang c​ukup (2-3 L​/h
• Cuci tangan bersih . Kebersihan badan dan makanan

Diagnosis Akhir

O​B​AT-OBATA​N

Rentang dosis
Frekuensi
Keterangan
Obat ​Antibiotik ​Kloramfenikol
3 kali sehari
50​-​100 mg/kgBB​/​hari per ​ora​l​/IV
Diberikan ​selama 14 ​hari. Hati-hati ​pada nilai ​hematolo​gi ​abnormal​. ​Diberikan
selama 10 hari
Ciprofloxacin
Dewas​a: 500 mg per 2 kali sehari ​oral Anak: tidak
diberikan pada usia ​18 tahun

40
Monitoring Pengobatan ​Lakukan kontrol 5 (lima) hari setelah pengobatan
Komplikasi ​ Perforasi usus  Ileus paralitik  Syok  Anemia hemolitik  Pleuritis 
Hepatitis  Pielonefritis  Meningitis
Daftar Pustaka
 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun 2015 tentang Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015  Sudoyo, A.W.
Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S.Eds. ​Buku ajar ilmu penyakit dalam.​ Ed 4. Vol. III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.  WHO. Guidelines for
The Management of Typhoid Fever. July 2011.
41
VII. Dermatitis
VII.1 Dermatitis ​No. ICPC-2:S86 Dermatitis seborrhoeic No. ICD-10:L21 Seborrhoeic Dermatitis
Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan ​Dermatitis seboroik (DS) merupakan istilah yang digunakan untuk kelainan
inflamasi kulit yang didasari oleh faktor konstitusi tertentu. Dermatitis seboroik berhubungan erat
dengan keaktifan glandula sebasea, sehingga mempunyai predileksi di daerah seborea (kulit
kepala, wajah, dada dan punggung atas).
Anamnesis (Subyektif) ​Pasien datang dengan keluhan munculnya bercak merah dan kulit kasar
pada daerah predileksi. Kelainan awal yang ringan hanya berupa ketombe pada kulit kepala
(pitiriasis sika) sampai keluhan lanjut berupa keropeng yang berbau tidak sedap dan terasa gatal.
Dermatitis bisa berkembang dan meluas menjadi eritroderma. Faktor risiko di antaranya adalah
genetik, kelelahan, stres emosional, infeksi, defisiensi imun, jenis kelamin pria lebih sering daripada
wanita, usia bayi bulan 1 dan usia 18-40 tahun, dan kurang tidur.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) ​Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda
patognomonis:
 Papul sampai plak eritema  Skuama berminyak agak kekuningan  Berbatas tidak tegas
Lokasi predileksi: kulit kepala, glabela, belakang telinga, belakang leher, alis mata, kelopak mata,
liang telinga luar, lipat naso labial, sternal, areola mammae, lipatan bawah mammae pada wanita,
interskapular, umbilikus, lipat paha, daerah angogenital. Dermatitis seboroik ringan apabila lesi kulit
terbatas dengan eritem ringan dan skuama sedikit. Dikatakan berat bila lesi luas dengan skuama
tebal, sampai menjadi eritroderma. Bentuk klinis berat (pada neonatus): seluruh kepala tertutup
oleh krusta, kotor, dan berbau (​cradle cap​).
42
Pemeriksaan Penunjang Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.
Dermatitis seboroik pada kulit kepala
Penegakan Diagnostik (Assessment) ​Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Diagnosis banding: Psoriasis (skuamanya berlapis-lapis, tanda Auspitz, skuama
tebal seperti mika), Kandidosis (pada lipat paha dan perineal, eritema bewarna merah cerah
berbatas tegas dengan lesi satelit di sekitarnya), Otomikosis (untuk lesi di liang telinga). Komplikasi
Pada bayi dan anak, lesi bisa meluas menjadi penyakit Leiner atau eritroderma.
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) ​Penatalaksanaan:
 Pasien diminta untuk memperhatikan faktor predisposisi terjadinya keluhan, misalnya stres
emosional dan kurang tidur. Diet juga disarankan untuk mengkonsumsi makanan rendah lemak. 
Farmakoterapi dilakukan dengan:
Topikal
o ​Bayi: Diberikan topikal minyak (oleum cocos) pada lokasi skuama, malam hari—esok hari,
segera di cuci dengan shampoo bayi. Gunakan kortikosteroid lemah sampai sedang, lebih baik
dalam bentuk lotion atau solusio (bila ada,) selama beberapa hari.
43
Selama pengobatan, rambut harus tetap dicuci. ​o ​Anak dan Dewasa: pada lesi di kulit kepala,
diberikan shampo selenium sulfida 1,8 atau shampo ketokonazol 2%, zink pirition (shampo anti
ketombe), atau pemakaian preparat ter (liquor carbonis detergent) 2-5 % dalam bentuk salep
dengan frekuensi 2- 3 kali seminggu selama 5-15 menit per hari. ​o ​Pada lesi di badan diberikan
kortikosteroid topikal lemah sampai
sedang selama maksimal 2 minggu ​o ​Pada kasus dengan manifestasi dengan inflamasi yang lebih
berat diberikan kortikosteroid kuat misalnya betametason valerat krim 0,1%. (tidak boleh dipakai di
wajah dan daerah lipatan dan pada pasien bayi) ​o ​Pada kasus dengan infeksi jamur, perlu
dipertimbangkan
pemberian ketokonazol krim 2%.  Oral sistemik
o ​Antihistamin sedatif yaitu: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama 2 minggu atau setirizin
1 x 10 mg per hari selama 2 minggu, ATAU ​o ​Antihistamin non sedatif yaitu: loratadin 1x10 mg
selama
maksimal 2 minggu.  Konseling dan Edukasi
o ​Memberitahukan kepada orang tua untuk menjaga kebersihan bayi
dan rajin merawat kulit kepala bayi ​o ​Memberitahukan kepada orang tua bahwa kelainan ini
umumnya muncul pada bulan-bulan pertama kehidupan dan membaik seiring dengan pertambahan
usia ​o ​Memberikan informasi bahwa penyakit ini sukar disembuhkan tetapi dapat terkontrol dengan
mengontrol emosi dan psikisnya.
Kriteria Rujukan: Pasien dirujuk apabila:
1. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan standar selama 2 minggu 2. Pasien dengan komplikasi
eritroderma 3. Dermatitis seboroik berat yang didasari penyakit tertentu, misalnya
infeksi HIV/AIDS Rujukan balik: Pasien yang telah mengalami remisi dan komplikasinya teratasi,
dirujuk balik ke pelayanan primer
44
Peralatan: -

Prognosis: ​Prognosis pada umumnya bonam, t​etapi


bisa kambuh berulang

ALGORI​TME

DERMATITIS ​SEBOROIK

DS ​ringan
DS ​sedang
DS ​berat

Tx ​standar ​2 ​minggu
rujuk
Tx ​standar ​2 ​minggu

TIDAK ​SEMBUH
SEMBU
KOMPLIKASI

RUJUK
RUJUK

SEMBUH​/ ​MEMB​AI​ K​/

KOMPLIKASI

RUJUK ​BALIK
Referensi
1. Menaldi, S.L., Bramono, K., Indriatmi, W. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
ketujuh. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. James, W.D.,
th
Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10​
Ed. Canada. Saunders Elsevier. 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin.2011.Pedoman
Pelayanan Medik. Jakarta
46
VII.2 Dermatitis Numularis ​No. ICPC-2: S87 Dermatitis/atopic eczema No. ICD-10: L20.8
Other atopic dermatitis Tingkat Kemampuan: 4A
Masalah Kesehatan ​Dermatitis numularis adalah dermatitis berbentuk lesi mata uang (koin)
atau lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah
pecah sehingga basah (oozing/madidans). Penyakit ini pada orang dewasa lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita. Usia puncak awitan pada kedua jenis kelamin antara 55
dan 65 tahun, pada wanita usia puncak terjadi juga pada usia 15 sampai 25 tahun. Dermatitis
numularis tidak biasa ditemukan pada anak, bila ada timbulnya jarang pada usia sebelum
satu tahun.
Anamnesis (Subjective) ​Keluhan:Bercak merah yang basah pada predileksi tertentu
(kebanyakan di ekstremitas) dan sangat gatal. Keluhan hilang timbul dan sering kambuh.
Faktor Risiko: riwayat trauma fisis dan kimiawi (fenomena Kobner: gambaran lesi yang mirip
dengan lesi utama), riwayat dermatitis kontak alergi, riwayat dermatitis atopik pada kasus
dermatitis numularis anak, stress emosional, minuman yang mengandung alkohol,
lingkungan dengan kelembaban rendah, riwayat infeksi kulit sebelumnya.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) ​Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda patognomonis:
1. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel, berkelompok membentuk plak berukuran
numular seukuran uang logam, eritematosa, sedikit edema, dan berbatas tegas, bentuk lesi
oval.
47
2. Tanda eksudasi karena vesikel mudah pecah, kemudian
mengering menjadi krusta kekuningan 3. Jumlah lesi dapat satu, dapat pula banyak dan
tersebar, bilateral,
atau simetris, dengan ukuran yang bervariasi. Tempat predileksi terutama di tungkai bawah,
badan, lengan, termasuk punggung tangan.
Gambar Dermatitis numularis
Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan.
Penegakan Diagnostik (Assessment) ​Diagnosis Klinis: diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis Banding: Dermatitis kontak, Dermatitis atopik,
Neurodermatitis sirkumskripta, Dermatomikosis
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) ​Penatalaksanaan
1. Pasien disarankan untuk menghindari faktor yang mungkin
memprovokasi seperti stres dan fokus infeksi di organ lain 2. Farmakoterapi yang dapat
diberikan, yaitu:
Topikal (2 kali sehari)
a. Kompres terbuka dengan larutan permanganas kalikus 1/10.000, menggunakan 3 lapis
kasa bersih, selama masing-masing 15-20 menit/kali kompres (untuk lesi madidans/basah)
sampai lesi mengering b. Kemudian terapi dilanjutkan dengan kortikosteroid topikal potensi :
sedang sampai kuat selama maksimal 2 minggu
48
c. Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan
golongan Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%) d. Pada kasus
infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan
pemberian antibiotik topikal
Oral sistemik
a. Antihistamin sedatif: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama maksimal 2 minggu
atau setirizin 1 x 10 mg per hari selama maksimal 2 minggu ATAU b. Antihistamin non
sedatif: loratadin 1x10 mg per hari
selama maksimal 2 minggu c. Jika ada infeksi bakteri dapat diberikan antibiotik.
Komplikasi: Infeksi sekunder dan dermatitis autosensitisasi
Konseling dan Edukasi
1. Memberikan edukasi bahwa kelainan bersifat kronis dan berulang sehingga penting untuk
pemberian obat topikal rumatan 2. Mencegah terjadinya infeksi sebagai faktor risiko
terjadinya
relaps 3. Menganjurkan menghindari faktor risiko yang bisa dilakukan
Kriteria Rujukan
1. Apabila kelainan tidak membaik dengan pengobatan topikal
standar selama 2 minggu 2. Terjadi komplikasi dermatitis autosensitisasi atau infeksi
sekunder 3. Apabila diduga terdapat faktor penyulit lain, misalnya fokus infeksi pada organ
lain, maka konsultasi dan/atau disertai rujukan kepada dokter spesialis terkait (contoh: gigi
mulut, THT, obgyn, dan lain-lain) untuk penatalaksanaan fokus infeksi tersebut.
49
Peralatan Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis
numularis.
Prognosis Prognosis pada umumnya bonam apabila kelainan ringan tanpa penyulit, dapat
sembuh tanpa komplikasi, namun bila kelainan berat dan dengan penyulit prognosis menjadi
dubia ad bonam.
Referensi ​ Menaldi, S.L., Bramono, K., Indriatmi, W. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke enam.
Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.  James, W.D., Berger,
th ​
T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10​ Ed.
Canada. Saunders Elsevier.  Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. 2011.
Pedoman
Pelayanan Medik. Jakarta.  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514
tahun 2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer, 2015
50
ALGORITME
51
VII.3 Dermatitis Popok

Definisi​: ​Dermatitis yang terlokalisasi paling tidak pada awalnya, pada daerah yang tertutup

popok. Keadaan ini hanya terjadi setelah pemakaian popok.


Etiologi: ​Etiologi dermatitis popok multifaktorial. Faktor penyebab yang berperan antara lain:

hidrasi kulit, peran feses, urin, friksi, suhu, iritan kimiawi and popok itu sendiri. Faktor yang

mencetuskan pertama kali adalah peningkatan hidrasi kulit dalam jangka waktu lama.

Keadaan ini akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit akibat friksi, penurunan fungsi

sawar kulit, dan meingkatkan reaksi terhadap bahan iritan. Fatkror lain yang berhubungan

adalah kontak dengan urin dan feses, enzimproteolitik feses, enzim lipolitik pencernaan,

peningkatan pH, serta superinfeksi dengan ​Candida spp.​ atau bakteri.


Manifestasi klinis: ​Bentuk lesi: eritema konfluens, berkilat, disertai papul eritematosa

multipel, edema dan skuama Lokasi lesi: bagian cembung bokong, paha bagian dalam, mons

pubis, skrotum dan labia mayora. Dermatitis popok yang telah berlangsung lebih dari 3 hari,

perlu dipertimbangkan adanya infeksi jamur (​Candida spp​). Lesi kulit berupa plak

eritematosa, skuama, berbatas tegas, dan disertai lesi satelit berupa papul dan pustul.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan lesi yang khas dan dapat dikonfirmasi dengan

pemeriksaan KOH dari kerokan kulit.


Komplikasi: indikasi rujuk ke PPK Sekunder (Dokter spesialis ​kulit dan kelamin) ​-

Dermatitis popok dengan infeksi sekunder (jamur)


Pengobatan: ​PPK Primer​:

1. Edukasi: ​a. perawatan kulit di area popok. b. menggunakan popok sesuai daya

tampungnya. 2. Kortikosteroid topikal potensi ringan dapat diberikan dan dioleskan 2 kali

sehari.
Obat-obatan: ​(lihat lampiran)
52
Pasien ​dengan manifestasi lesi kulit dermatitis ​pada ​area ​popok

DIAGNOSIS ​Anamnesis & ​pemeriksaan


ficik
Tidak

Diagnosis Banding

Ya

Dermatitis popok tanpa komplikasi


​ ​3 hari​)​: k​ omplikasi ​infeksi jamur
Dermatitis ​popok ​(>
(kandidiasis​)​?

1​. Edukasi:
a​. Perawatan kulit di ​area popok:
​ d ​soap,​ ​keringkan
. ​Bersihkan dengan ​mil
sebelum ​dipakaikan popok baru.
G​a​nti popok segera setelah ​bayi ​BAB ​b​. ​Gunakan popok sesuai
daya ​tampungnya​. ​2​. Kortikosteroid topikal potensi ringan​:
dioleskan
2 ​kali sehari. ​3​. ​Tindak lanjut ​/ P
​ engamatan​: 5 ​hari

Tidak

<
EVALUASI

EVA​LUAS​I
nerede
membaik
Rujuk ​ke ​PPK2​:
Pemeriksaan ​laboratorium dan
terapi

Membaik
*​Setelah komplikaiterangani, dirujuk balik ​ke ​PPKI
Referensi ​ MIMS Dermatology. 2015. Disease Management Guidelines.
Indonesia. MIMS.
 James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical
th ​
Dermatology. 10​ Ed. Canada. Saunders Elsevier.  Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin. 2014. Panduan Layanan Klinis Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi. Jakarta.
54
VII.4 Dermatitis Atopik ​Definis​i:

Dermatitis atopik ​(D​A) merupakan peradangan kulit yang bersi​fat kronis ​berulang, disertai
rasa gatal, timbul pada tempat predileksi tertentu, dan berhubun​gan dengan penyakit
atopi lainnya, misalnya rhinitis alergik, ​konjungtivitis alergik​, dan asma bronkial.

Etiologi: ​Penyebab terjadinya DA merupak​an ​hasil interaksi kompleks a​nt​ara ​ke​lai​na​n


g​enetik yang menyebabkan ter​gang​gunya sawar kulit, disregulasi ​sistem imun, dan
faktor lingkungan (bahan iritan & alergen).

Manifestasi klinis:
1. Fase bayi (usia ​0-2 tahun)
Bentuk lesi​: lesi eritematosa, papul, vesikel, erosi, e​ksudas​i/oozing, d​ an ​krusta ​Lokasi les​i:
kedua pipi dan kulit kepala, serta dapat timbul pula di dahi, ​teli​nga, leher dan badan. Dengan
bertambah usia, lesia dapat ​mengenai ​bagian ekstensor ekstremitas. ​2. Fase anak (usia
2 tahun - pubertas​)
Bentuk lesi: ​plak eritematosa, skuama, batas tidak tegas dapat disertai eksudat, krusta
dan ekskoriasi. ​Lokasi lesi: ​lesi kering, distribusi lesi simetris, di daerah fleksural:
pergelangan tangan, pergelangan kaki, daerah antekubital, popliteal,
leher dan infragluteal. ​3. Fase dewasa
Bentuk lesi: ​lesi kering, papul/plak e​ritematosa, skuama, d​n​a Ikenifikasi. ​Lokasi lesi​:
lipatan fleksural, wajah, leher, lengan atas, pun​ggu​ng serta ​bagian dosal tan​gan, kaki,
jari tangan dan jari kaki.

Diagnosis: ​Diagnosis ditegakkan berd​asarkan Kriteria Williams (​untuk PPK Primer):


Harus ada: ​Kulit yang ​g​atal (atau laporan orangtua bahwa a​na​k terlihat men​gg​aruk
atau men​gg​osok kulit)

Ditambah 3 atau lebih berikut ini: ​1. Riwayat ket​erlibatan kulit daerah lip​a​tan, ​m​isalnya
lipat siku, lipat
lutut, punggung kaki, atau sekitar leher (termasuk pipi pad​a anak usia ​di b​a​wah ​10 tahun).
2. Riwayat asma atau rhinitis alergi (atau riwayat atopi pada first degree
relative pada anak usia < 4 tahun) 3. Riwayat kulit kering dalam satu tahun terakhir 4. Dermatitis
pada daerah lipatan yang telihat (atau dermatitis pada
pipi/dahi dan ekstensor ekstremitas pada anak usia < 4 tahun) 5. Awitan sebelum usia 2 tahun
(tidak digunakan bila anak usia < 4
tahun).
Komplikasi: indikasi rujuk ke PPK Sekunder (Dokter spesialis kulit dan kelamin)
1. Infeksi sekunder 2. Eritroderma 3. DA berat dan rekalsitran
Pengobatan: PPK Primer​:
1. Edukasi 2. Menghidari dan memodifikasi faktor pencetus: berdasarkan riwayat 3. Fungsi sawar
kulit yang optimal:
a. Perawatan kulit:
i. Pembersih: sabun berpelembab, pH 5,5-6,0, surfaktan ringan. ii. Mandi: 1-2 kali/hari, air
suam-suam kuku. iii. Lama mandi:10-15 menit b. Memakai pelembap:
i. Tipe pelembap: humektan, emolien, oklusif, kombinasi humektan, emolien & seramid, atau
kombinasi humektan, emolien, antiinflamasi dan antipruritus. ii. Aplikasi: dalam waktu 3 menit
setelah mandi. Penggunaannya bisa seluruh tubuh, dan dapat diulang kapan saja bila diperlukan.
4. Menghilangkan inflamasi:
a. Kompres basah b. Kortikosteroid topikal:
i. potensi terendah yang masih efektif. Dan pertimbangkan
sesuai dengan fase, lesi, lokasi dan usia ii. untuk bayi dan anak: potensi rendah sampai sedang. iii.
Untuk dewasa: potensi sedang, kuat dan sangat kuat.
56
5. Menghilangkan siklus gatal-garuk :
a. Antihistamin sistemik (sebagai ajuvan), intermiten, jangka
pendek. AH1 atau AH2. 6. Tindak lanjut/Pengamatan : akut: 5 hari, dan kronik: 2 minggu.
Obat-obatan: ​(lihat lampiran)
57
58
59
Referensi
 MIMS Dermatology. 2015. Disease Management Guidelines.
Indonesia. MIMS.
 James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical
th ​
Dermatology. 10​ Ed. Canada. Saunders Elsevier.  Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin. 2014. Panduan Layanan Klinis Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi. Jakarta.
60
VIII Skabies

Definis​i ​Skabies adalah penyakit kulit menular, disebabkan oleh Infestasi dan ​sensitisasi
p​ada kulit ​manusia karena S​arcoptes scabiei var homini​s dan ​produknya

Etiologi ​Sarcoptes scabiei

Penegakan Diagnosis ​Anamnesis ​Keluhan


• Kulit ter​asa s​a​nga​t ​g​atal pada sela-sela jari, ​(subjektif)
pergelangan tangan dan ​kaki​, ak​sila, umbilikus, ​areola mammae, dan di
ba​w​ah payudara, serta genitalia eksterna pria ​Pruritus nokturna (gatal
h​ebat pada malam hari)
atau saat berker​ingat ​Faktor risiko
Kebersihan badan dan sekitar yang kurang ba​i​k ​Ada yang terinfeksi
tungau di dalam satu rumah, ​rumah sakit, panti asuhan, asrama atau di
dalam
suatu kelompok
• Hubungan seksual dengan b​anyak pasangan
• Imunosupresi ​Usia penderita : Lebih sering pada bayi, ​anak ​dan lansia
Pemeriksaan Fisik
| Pemeriksaan
Kulit
• Tampak garis berkelok dengan panjang >1 cm
dan ​pada ujungnya ada papul atau vesikel (disebut ​terowongan
tungau/kunikulus) ​Ekskoriasi

​ r​: heal​ thool.com ​Bisa ​terdapat ​krusta ​(​Norwegian scabies​)


Sumber gamba

Sumber
gambar:
​ isa terdapat
kedokteran ​kesehatan.blogspot.com B
pustul ​jika terjadi infeksi sekunder

​ amb
Sumber g ​ ar​ :​ ​Icnce
​ nter.com

Pemeriksaan Penunjang ​Pemeriksaan ​mikroskopik


Kerokan k​u​lit untuk m​e​nemuka​n ​tungau. ​Cara melakukan
pemeriksaan ​scrapping pada ​skabies : 1. Tentukan lesi yang
patognomonis 2. Teteskan minyak emersi pada lesi 3 ​ . S​crapping
dengan skalpel nomer
​ ​uli​t y​an​g ​di​curigai, ​sebaiknya
15 sepanjang d​ari jalur lia​ng atau pada k
hati-hati ​a​gar ​t​idak
berdarah ​4​. Letakkan/hap​us s ​ pesimen ​p​ada

6​2

​ ​. ​Periksa dibawah
gelas obyek ​5. Tutup ​dengan ​cover glass 6
mikroskop

S​ar​ coptes s
​ cabieiT
​ elur & ​feces (skibala)

Diagnosis Banding ​Tersering :


• Dermatitis atopi​k
• Dermatitis dishidrotik
• Pioderma
Dermatitis kontak
Insect Bite
• Pedikulos​i​s

Dipertimbangkan :

• Dermatitis herpetiformis
• Psoriasis
Pemfigoid bullosa
Drug eruption
• ​Pruritus karena penyakit sistemik
· Del​l​usion of parasitosis ​Pencegahan ​Primer ​• ​Jagalah kebersihan badan,
pakai​an dan sekitarnya
• Hindari kotak fisik dengan penderita skabies
• Bagi penderita skabies sebaiknya pisahkan tem​pat tidur,
pak​aian, handuk, selimut, sarung bantal, guling, dll ​Jika ada orang di sekitar
yang terinfeksi skabies, bagi ​yang belum terkena hendakny​a ​mencuci
pakaian m​ enggunakan air hangat dan sabun lalu keringkan
sampai benar-benar kering.

Sekunder
:. ​Pengobatan massal diseluruh penghuni rumah, rumah

63

sakit, panti asuhan dan lain-lain


• Tidak me​ng​gunaka​n p​eralatan pribadi
secara bersama
d​a​n alas tid​u​r d​ig
​ anti bil​a ​pernah
digunaka​n ​oleh
penderita skabies
• Menghindari kontak langsung dengan
penderita skabies

Terapi
Algoritme Tatalaksana Skabi​es

Pasien datang dengan 2 dari 4 tanda berikut: 1) pruritus nokturna, 2)


menyerang berkelompok, 3) ada ​terowonga​n​/​kuni​kulus dengan papul atau vesikel,
4) ditemuka​nn​ya t​un​gau dengan pemeriksaan mikroskopik
Tanpa krusta
dengan krusta
Terjadi infeksi sekunder (ruam kulit menjadi
polimorf: pustul, ekskoriasi

Topikal: ​1. Permethrin topical 5% ​2. Sulfur PP dan


sulfur PP ​(salep 2-4)
Topikal: ​Pilihan anti​s​kabies: ​1. Permethrin topical
5% ​2​. Sulfur presi​pitatum ​3. Lindane 1% lotion ​4.
Benzil be​n​zoat 10%
Topikal: 1. Permethrin topical 5%
Asam salisilat dan ​sulfur PP (salep 2-4)
Kompres Nacl 0,9% ​untuk menghilangkan krusta
Sistemik: 1​ . Antihistamin
. ​Klorfeniramin
• ​Loratadin
• ​Setirisin
Sistemik: ​Pilihan ​Antihistamin
Klorfeniramin ​Loratadin ​Setiris​i​n
Sistemik : Antihistamin ​. K​lorfeniramin
Loratadin Setirisin
2. Antibiotik
Linil: Cefalosporin generasil:
Cefadroxil
Cefalexcin Cefalosporin generasi Il :
• Sefuroksim ​Lini II: Azithromycin
Clindamycin ​Eritromisin

Pencegahan sekunder

Masih ada keluhan setelah 1 bulan pe​ngo​batan

RUJUK
Obat-oba​tan
Obat
Frekuensi
keterangan
Level of ​evidence
Rentang
dosis ​mg/hari
1 x/hari
Krim 1 B/ ​permethrin Recommendation ​5% Grade A
Penggunaan selama 8​-12jam ​pada malam hari lalu cuci
bersih. Dapat diulang setelah
1​0​-14 hari pemberian ​pertama. ​Aman bagi bayi (> 2 bln) dan ​anak balita

Krim 31
​ ari, Bersifat neurotoksi​k ​pad​a benzil Recommendation
1x​/h
mala​m hari tun​gau skabies benzoat Grade B
Cukup efektif pa​da semua ​10%
stadium ​(ti​d​ak
Pen​g​gunaan 24 jam Sering ​tersedia
mengiritasi (dermatitis iritan) ​dalam
& menambah rasa gatal ​formula
Diberikan selama 3 ​h​ari. ​rium ​nasio​nal​) ​Asam Sulfur
​ ari, ​| Membunuh tun​gau & larva, salisilat, Recommendat​ion salisilat 2%,
​ am ​2x/h
1b/ ​As
pagi-siang tidak membunuh telur sulfur PP Grade A sulfur PP
Pen​g​gunaan selama 8 jam, ​4%
t​i​ga ​hari berturut-turut Berbau, lengket, mengotori
pak​aian, kadang2 terjadi iritasi (dermatis kontak) ​Mu​ rah,
aman untuk neonatus ​da​n bumil D ​ iberikan hin​gg​a
penyembuhan ​Lindane
Bersifat neurotoksik (SSP) 1% lotion
karena d​iabsorbsi melalui kulit ​Pada anak2 dapat
menimbulkan kejang,
seba​iknya tidak dipakai untuk ​bayi, anak kecil, bumil dan buteki ​Pen​gg​unaan selama
8 jam, ​diulang 7 hari kemudian
Cefadroxil Dewasa:
2x500/hari sampai 2x1000 mg/hari
Anak: 30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis Cefalexin 40-50 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 4 dosis selama 5-7 hari Sefuroxim Dewasa:
2x250 mg/hari sampai 2x500 mg/hari
Anak: 2x125 mg/hari sampai 2x250 mg/hari Klorfeniramin Dewasa:
3x4 mg/h
Anak: 0,35mg/kgBB/h Setirisin Dewasa: 10 mg/h
Anak: 6 bln-2 thn: 2,5 mg 2-5 thn: 2,5-5 mg >5 thn: 5-10 mg Loratadine Dewasa:
10 mg/hari
Anak: 1 thn ​– ​12 kg: 2,5 mg 12-30 kg: 5 mg >30 kg: 10 mg
66
Monitoring Pengobatan ​Pasien harus diperiksa 4 minggu setelah memulai pengobatan untuk
memastikan bahwa pengobatan berhasil. Jika terjadi resistensi pengobatan maka regimen obat
harus diganti.
Komplikasi
 Scabies induced pioderma→
o ​Impetigo sekunder dan glomerulonefritis poststreptococal ​o ​Sterptococcus pyogenes. 
Scabies yang berkrusta
o ​Lymphangitis dan septicemia  Pemicu terjadinya bullous pemfigoid
Kriteria Rujuk Balik ​Jika tidak ditemukan lagi kelainan fisis dan pada pemeriksaan mikroskop tidak
ditemukan scabies maka dirujuk kembali ke PPK 1.
Referensi ​ MIMS Dermatology. 2015. Disease Management Guidelines. Indonesia.
MIMS.  James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of
th ​
the Skin: Clinical Dermatology. 10​ Ed. Canada. Saunders Elsevier.  Perhimpunan Dokter
Spesialis Kulit dan Kelamin. 2014. Panduan
Layanan Klinis Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi. Jakarta.  Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun 2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015
67
IX. Gastritis ​No.ICPC-2​ ​:00
​ 7 ​Dyspepsial​/​indigestion
No.ICD-10: ​K​29.7 Gastritis, inspecified

Definisi
Gastritis adalah per​adangan pada mukosa lambung deng​an m​anifestasi gelala klinis
berupa keluhan nyeri atau tidak nyaman di daerah ulu hati ​disertai gelala mual, kembung,
sakit perut berulang yang perlu dibuktikan ​deng​an pe​meriksaa​n e​ndoskopi deng​an a​t​a​u
tan​pa ​pemeriksaan h​ istopatologi.

Etiologi

Gastritis akut maupun kronik non-erosif sering d​isebabkan oleh infeksi bakteri ​Helicobac​ter
py​lori ​ astritis ​e​rosif ​akut ​dapat disebabkan ​penyalahgunaan alkohol, pe​ngg​unaan obat
​ ​. G
NSAID, kor​tikosteroid dan ​ant​ikoagulan dalam jangka waktu lama atau dosis tinggi, r​ef​lu​ks
empedu, ​dan syok sepsis. Gastritis erosif kronik dapat disebabkan oleh penyakit
autoim​un, tiroid, vitiligo, HIV/AIDS, DM ​t​i​pe ​1, hipoparatiroid dan ​insufisiensi adrenokort​ika​l.

Penegakan Diagnosa

Anamnesis

Keluhan (​Subjektif​)

Faktor Risiko
: ​• Nyeri dan panas seperti terbakar pada perut
bagian atas
• Mual, muntah, kembung dan seler​a makan
berkurang
• Pola makan tidak teratur, po​rsi makan
yang besar dan suka makanan pedas Sering minum kopi
Infeksi bakteri atau parasit
• Riwaya​t p​enggunaan obat analgetik,
steroid dan antikoagulan ​Alkoholisme ​Stress ​Pasien kritis ​Penyakit lai​n:
penyakit refluks empedu, ​penyakit autoimun, HIV/AIDS dan ​Chron
disease

68
Usia penderita
: ​Pada usia 20-40 dan sering juga p​ada usia
lanjut

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ​Tanda Vita​l


: • ​Demam (jarang)
Hipotensi (jarang kecual​i ada perdarahan saluran
cerna) ​Dapat terjadi penurunan berat badan

Dapat terjadi anemia (pada gastritis k​ronik​)


Mengukur
Tinggi Badan ​Dan Berat Badan
Pemeriksaan ​Ko​njungtiva ​dan Kulit
Pemeriksaan Abdomen Pemeriksaan ​colok
dubur
: ​Nyeri tekan epigastrium

: ​Men​ge​tahui ​adanya perdarahan

Pemeriksaan Penunjang

Utama : Pemeriksaan ​: Dapat terjadi ​anemia, pengurangan nilai MCH Darah Lengkap
dan Hct (pada kondisi gastrit​is autoimun) P ​ emeriksaan
Positif pada infek​si H pylori H ​ elicobacter pylori ​urea breath test *​
Pemer​i​ksaan Feses ​: ​Antigen ​Helicobact ​ ​er p​ y​lori (​ p​ositif pada
infeksi ​H pylor​i) ​Fecal occult blood ​ te​st ​(mengetahui a​da​nya
perdarahan pada saluran cerna) ​Tambaha​n (Dapat
Dipertimbangkan) * : ​Pemeriksaan ​: ​Rontgent dengan ba​rium enema ​Radi​ologi
Endo​skopi ​Dilakukan terutama pa​d​a pasien > 45 thn dengan
​ ai ada ​k​eganasan pada lambung, pasien dispepsia
gejala diseps​ia atau dicur​ig
yan​g tidak sembuh d​engan pengobatan e ​ ​mpiris y​an​g di​b​erikan 2-4
minggu, ​pasien gastritis dengan anemia, H Pylori positi​f atau

69
tanda ​b​ahaya ​t​idak diberikan terapi empirik, ​melainkan ha​rus dilakukan investigasi
terlebih dahulu ​dengan endoskopi de​n​ga​n ​atau tanp​a p​emeriksaan
histopatologi sebelum d​i​tanga​ni ​s​eb​agai dispepsia ​fungsional. Jika Hasil
pemeriksaan positif ditemukan ​lesi mukosa ​(mucos​a dam ​ age) t​ erapi
dilakukan ​berdasarkan kelainan yang ditemukan. Ke​lai​nan yang ​termasuk
d​alam kelompok dispepsia ​organik antara ​lain gastritis erosif, duodenitis,
ulku​s gaster, ulkus duodenum, ​ata​u pros​es k​eganasan. Jik​a h​asil
pemerikasaan negatif t​erapi dapat diberi​kan sesuai ​dengan gangguan
fungsional yang ada. Pen​gg​unaan prokinetik ​se​perti metoklopramid,
domperidon, ​cisaprid dapat memberikan perbaikan ge​j​ala pada ​beberapa
pasien dengan dispeps​ia fungsional

Diagnosa B​andi​ng
Ulkus peptik : Konfirmasi dengan endoskopi ​GERD
​ ylo
H p ​ ri ure​a ​breath
​ ​test ​negative, pemeriksaan ​endoskopi tampak peradang​an
p​ada e​sôfagos, atau ​didapat ge​j​al​a ​k​lini​s berupa ​hea​rt ​burn d
​ an
regurgitasi, pada ​pe​meriksa​a​n esofagu​s ​bisa atau
tidak ditemukan kelainan​. ​Kanker
Gejala lebih berat sep​erti perdarahan saluran cerna, lambung anaemia,
perasaan cepat kenyang, penurunan berat
badan >10% tanpa diketahui penyebabnya, disfagi

yang progresif, odinofagi, dan muntah yang persisten ​Ko​le​li​thiasis :
USG abdomen ditemukan batu pada empedu ​Kholesistitis ​: M​urphy's s
​ ​ign positif,
peningkatan alkaline
phosfatase, gamma​-GT dan bilirubin ​Limfoma ​: ​Konfirmasi
dengan endoskopi

Pencegahan

Primer
: a​. Pola ​makan yang baik, kurangi makana​n ​pedas,
asam dan tin​gg​i lemak ​b. Mengu​rangi ​ata​u menghindari penggunaan obat
NSAID​, ​kortikosteroid dan antikoagulan​.
70
c. Berikan obat H​2 ​antagonis atau PPI pada pasien
dengan risiko tinggi seperti pasien kritis, pasien ​denga​n
r​iwayat ulkus ​ata​u perdarah​an ​sa​l​uran ​cerna, us​i​a >
60 tahun, menggunakan NSA​ID ​dosis ​tin​ggi​, sedang
me​ngg​unaka​n ​kortikosteroid atau
obat antikoagulan ​Pemeriks​a​an ​H pylo
​ ri ​p​a​d​a orang A​s​ia meskipun
tidak bergej​ala membantu eradikasi kuman dan ​mengurangi
risiko kanker lambung
Skrining*

Terapi

Pasien dengan sindrom epigastric discomfort


Tatalaksana
Algoritme ​Gastritis
Evaluasi Penyebab Gastritis

Kronik
Akut (Infeksi Hpylori) ​1​. ​PP​I +Klaritromisin
*​*​+Amox​icillin 2. Atau PPI + Klaritromisin
+Metronidazol ​3​. Atau PPI + Colloidal
bismuth subci​trate** +
Metronidazol + Tetras​iklin ​4. Pola mak​an yang b​aik,
kurangi ​m​aka​nan p​edas, ​asam dan tinggi lemak
Akut Erosif ​1. Stop faktor risiko pencetus ​2​. H2 antagonis at​au
PPI 2-4
min​gg​u ​3. Antiemetik (jika ada gangguan
motilitas​) ​4. Pola makan yang baik, kurangi
maka​nan pedas, asam dan ​tinggi lemak

Jika ditemukan salah satu kondisi berikut : 1) 5 hari pengobatan ​tidak ada
perbaik​an, 2) terjadi komplikasi, 3) terjadi alarm ​symptomsseperti
perdara​h​an, berat badan menurun 10% dalam ​6 bulan, dan mual
muntah berlebihan.
Rujuk !!
Tabel 1. Obat-Obatan
Obat Rentang dosis Frekuensi Keterangan Proton Pump Inhibitor ​Lansoprazole** 30 mg per
oral ,
maksimum 60 mg/hari
1-2 kali sehari
Diberikan antara 7 – 14 hari; sebelum makan
Omeprazole 20 mg per oral,
maksimum 40 mg/hari
1-2 kali sehari
Diberikan antara 7 - 14 hari; sebelum makan
Esomeprazole** 40 mg 1 kali sehari
Diberikan antara 7 - 14 hari; sebelum makan Rapeprazole 20 mg 2 kali sehari
Diberikan antara 7 - 14 hari; sebelum makan Pantoprazole 40 mg 2 kali sehari
Diberikan antara 7 - 14 hari; sebelum makan ​H2 Antagonis ​Cimetidin 400 mg per oral,
maksimum 800 mg
2 kali sehari
Diberikan 4-6 minggu; sesudah makanan
Ranitidin 300 mg per oral maksimum 600 mg 50 – 200 mg per IV
2 kali sehari
3-4 kali sehari
Diberikan 4-8 minggu; sebelum/sesudah makan
Antimikroba ​Klaritromisin** 500 mg per oral 2 kali sehari
Diberikan selama 14 hari
Amoksisilin 500-1000 mg
per oral, maksimal 3000 mg/hari
3- 4 kali sehari
Diberikan selama 14 hari
Metronidazole 500 mg per oral 3 kali sehari
Diberikan selama 14 hari
Tetrasiklin 250-500 mg per
oral
3-4 kali sehari
Diberikan selama 14 hari
72
Tabel 2. Regimen Terapi Eradikasi ​Hp
Obat Dosis Durasi
Lini Pertama
PPI*
Amoksisilin
Klaritromisin
2x1
1000 mg (2x1)
500 mg (2x1)
7-14 hari
Di daerah yang diketahui resistensi klaritromisin >20%:
PPI*
Bismut subsalisilat
Metronidazole
Tetrasiklin
2x1
2 x 2 tablet
500 mg (3x1)
250 mg (4x1)
7-14 hari
Jika bismuth tidak ada:
PPI*
Amoksisilin
Klaritromisin
Metronidazole
2x1
1000 mg (2x1)
500 mg (2x1)
250 mg (3x1)
7-14 hari
Lini Kedua: ​Golongan obat ini dipakai bila gagal dengan rejimen yang mengandung klaritromisin
PPI*
Bismut subsalisilat
Metronidazole
Tetrasiklin
2x1
2 x 2 tablet
500 mg (3x1)
250 mg (4x1)
7-14 hari
PPI*
Amoksisislin
Levofloksasin
2x1
1000 mg (2x1)
500 mg (2x1)
7-14 hari
73

Anda mungkin juga menyukai