Buku Panduan Tatalaksana 20 Kasus Non-Spesialistik Di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Tatalaksana 20 Kasus Non-Spesialistik Di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
B BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Tingginya rujukan kasus non spesialistik ini disebabkan oleh kompetensi dokter
layanan primer yang masih harus terus ditingkatkan, disamping masih kurang memadainya
sarana dan prasarana di FKTP, seperti obat, alat kesehatan dan sarana prasarana lainnya.
Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan peningkatan mutu layanan kepada
Peserta JKN-KIS khususnya di FKTP, BPJS Kesehatan bersama-sama dengan stakeholder t erkait
terus berupaya untuk meningkatkan kompetensi dokter layanan primer agar dapat
menuntaskan kasus pelayanan kesehatan Peserta JKN KIS sesuai dengan standar kompetensi
dokter layanan primer. Salah satunya adalah dengan menerbitkan Buku Pedoman Tatalaksana
20 Kasus Non Spesialistik ini, hasil kerja sama BPJS Kesehatan dengan Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia (PB IDI). Untuk itu, kami sampaikan apresiasi tinggi dan ucapan terima
kasih kepada PB IDI sehingga buku ini dapat diterbitkan dan dibaca oleh pihak-pihak yang
terkait.
Kami berharap buku ini dapat bermanfaat dalam membantu meningkatkan kompetensi
dokter layanan primer di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama sehingga ke depannya 20 kasus
non spesialistik tersebut dapat ditangani dengan tuntas di seluruh FKTP se-Indonesia. Dengan
demikian, peningkatan kualitas layanan kepada peserta JKN-KIS secara keseluruhan dapat
kita wujudkan bersama.
Fachmi Idris
DAFTAR ISI
..........
.........................................
..............................................................
Anemia... II.
Asma Bronkial...... III. Bronkitis IV.
Tuberculosis V. Demam Dengue... VI.
Demam typhoid.. VII. Dermatitis. VIII. Skabies ....... IX.
Gastritis............ X. Hipertensi.............. .... XI. Infeksi
Saluran Kemih. XII. Impacted Serumen.... XIII. Nasofaringitis akut
(common Cold)....... XIV. Rhinitis........... XV. Lipoma......
110 XVI. Inflamatory of
breast (Mastitis).....
114 XVII. Diabetes Melitus
Tipe 2............
118 XVIII. Dislipidemia.
........... XIX. Tension type
131 138
I. Anemia No.ICD-10:D.64.80 Anemias.unspecified
Definisi
Anemia adalah suatu kondisi dimana nilai hemoglobin dibawah nilai normal
(laki-laki < 13g/dL, perempuan < 12g/dL dan perempuan hamil < 11g/dL). Etiologi
Anemia umumnya disebabkan karena kekurangan zat gizi antara lain zat besi, asam
folat, vitamin B12 dan vitamin C. selain itu juga bisa karena perdarahan akut/kronik,
kelainan genetik, penyakit kronik, kelainan darah, ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk sel-sel darah.
Faktor Risiko
• Pucat
• Lemah . Letih
• Lesu
Sesak napas
Pusing dan/atau rasa berputar
• Tinnitus
• Parestesia
Penglihatan berkunang-kunang Penurunan konsentrasi
Genetik
• Kehamilan
Perdarahan haid berlebihan
Perdarahan gastrointestinal
• Defisiensi gizi
• Penyakit kronis : kanker, gagal ginjal,
tau NSAID dalam
ortikosteroid dan/a
gastritis Konsumsi obat pengencer darah, k
jangka lama
• Riwayat post operasi : bisa dialami semua usia
Usia penderita
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan mulut
: • Pucat, sianotik, ikterik
• Kuku sendok (koilonychias) d
an mudah patah
• Ekstremitas teraba dingin :• Hipertrofi gusi
• Atropi papil lidah
• Stomatitis angularis : • Bunyi bising jantung: murmur sistolik
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
Feses lengkap
1:
•
Infestasi cacing
Diagnosa Banding
Leukemia
Kelainan sel darah putih, gejala pendarahan yang tidak lazim seperti
sering mimisan, gusi bengkak dan berdarah, gampang memar.
Wajah fascies cooley ', splenomegali. : Terasa haus dan lapar, hasil
pemeriksaan
glukosa darah menurun
Thalassemia Hipoglikemi
Pencegahan
Primer : • Konsultasi gizi untuk menerapkan pola
makan yang sehat
• Konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi, asam folat, vitamnin C dan B12.
• Hindari pemberian zat besi bersamaan dengan susu, teh, kopi, minuman ringan mengandung
karbonat dan multivitamin mengandung phosphate dan kalium Skrining : • Ibu hamil, bayi, anak
usia sekolah
3
Terapi Algoritme Tatalaksana Anemia
4
Obat Rentang dosis Frekuensi Keterangan
Sulfas ferrosus Dosis 10
mg/KgBB/hari
Sediaan tablet 200 mg
3 kali sehari
Diminum saat sedang makan, lama pemberian 1-3 bulan. Efek samping mual, muntah, heartburn, konstipasi,
diare, BAB kehitaman
Cyanocobalamin 1000 mcg 1 kali sehari
Absorbsi maksimal saat lambung kosong
Asam folat 1 mg 1-2 kali
sehari
Terapi penunjang
Monitoring Pengobatan
Konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi, asam folat, vitamin C dan B12 secara rutin dan
lakukan pemeriksaan darah yang berhubungan dengan anemia secara rutin agar anemia Anda terkontrol.
Komplikasi
• Pada anak tumbuh kembangnya terhambat
• Pada ibu hamil risiko prematur, pertumbuhan janin terhambat, BBLR, kematian janin
• Gagal jantung
• Gangguan sistem imun
• Mudah terinfeksi penyakit
Daftar Pustaka
1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Halaman 632-659. Jilid II, Edisi IV. Editor : Aru W. Sudoyo, Bambang
Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, Siti Setiati.Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.FKUI-
RSCM
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun 2015 tentang Panduan Praktik Klinis
bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015.
5
II. Asma Bronkhial No. ICPC-2 : R96 Asthma N o. ICD-10 : J45 Asthma D efinisi
Penyakit Asma adalah suatu penyakit inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel
inflamasi dan elemennya yang ditandai dengan obstruksi dan hipereaktivitas b ronkus sehingga
menyebabkan gejala episodik berulang namun biasanya dapat membaik secara spontan ataupun
dengan pengobatan.
Etiologi Faktor yang berperan terjadinya asma adalah faktor genetik dan faktor lingkungan. Ada
beberapa proses sebelum terjadinya asma sebagai berikut: 1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan
risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/ sensitisizer) maka akan
timbul sensitisasi pada dirinya 2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu
menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami terpajan dengan pemicu (echancer) maka
terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau
proses inflamasi yang berat secara klinis berhubungan dengan hiperaktivitas bronkus 3. Setelah
mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus
(trigger) maka akan timbul serangan asma (mengi).
Berikut adalah pemicu terjadinya hiper-responsif pada penyandang asma: 1) Infeksi virus:
rhinovirus, respiratory syncytial virus, v irus influenza 2) Infeksi bakteri: Mycoplasma pneumonia,
Chlamydia pneumonia 3 ) Bahan-bahan di dalam ruangan: tungau, debu rumah, binatang, kecoa 4)
Bahan-bahan di luar ruangan: tepung sari bunga, jamur 5) Makanan-makanan tertentu: bahan
pengawet, penyedap dan pewarna
makanan 6) Obat-obatan tertentu: aspirin, NSAID, ß1 bloker (misalnya propanolol) 7) Iritan: parfum,
bau-bauan merangsang 8) Ekspresi emosi yang berlebihan 9) Asap rokok 10) Polusi udara dari luar
dan dalam ruangan 11) Exercise-induced asthma ( asma kambuh ketika melakukan aktivitas
fisik tertentu) 12) Perubahan cuaca.
6
Penegakan Diagnosis Diagnosis klinis berdasarkan gejala, riwayat, medis, dan pemeriksaan fisis
sangat berarti dalam menegakkan diagnosis asma. Anamnesis
Keluhan (Subjektif) : Lebih dari satu gejala berikut: batuk berulang, sesak napas, rasa berat di
dada, napas berbunyi (mengi). Gejala sering memburuk malam hari atau
menjelang pagi, Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan
intensitasnya, Ada faktor pencetus.
Faktor Risiko : Faktor genetik: alergi, riwayat asma dalam
keluarga Faktor lingkungan: allergen, infeksi pernapasan, pajanan di tempat kerja, polusi udara
Usia penderita : Bisa pada semua umur, biasanya anak-anak
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda vital : Frekuensi napas dan denyut nadi dapat normal pada saat stabil (tidak
eksaserbasi) atau meningkat pada eksaserbasi akut.
Pemeriksaan respirasi 1. Dapat normal
2. Wheezing/mengi pada auskultasi, bilateral dan lebih terdengar pada fase ekspirasi saat terjadi
eksaserbasi akut. 3. Penggunaan otot-otot bantu napas saat
eksaserbasi akut.
7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak expiratory flow rate
meter ( PEFR)
: Perubahan (APE meningkat) ≥ 60 l/menit atau 20% setelah pemberian bronkodilator (short
acting beta 2 agonis/ SABA, contoh: salbutamol) mengindikasikan terdapat respons bronkodilator
atau kemungkinan diagnosis asma.
Pemeriksaan Spirometri (bila tersedia)
: Penilaian obstruksi jalan napas berdasarkan rasio Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1)
dan Kapasitas
Vital Paksa (VEP1/KVP) yang
normal di atas 75%. Di bawah nilai tersebut
dinyatakan sebagai obstruksi jalan napas.
Pemeriksaan Radiologi : Foto toraks bisa tampak normal. Diindikasikan untuk mencari komplikasi
saat eksaserbasi atau memastikan diagnosis banding lainnya.
Diagnosis Banding Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Bronkitis kronik Gagal
jantung kongestif Batuk kronik akibat lain-lain Disfungsi larings Obstruksi mekanis
Emboli paru Disfungsi pita suara Bronkiektasis Kistik fibrosis
8
Klasifikasi
Derajat Asma
Gejala
Gejala Malam
Faal Paru
1. Intermiten
APE > 80%
inggu
Bulanan Gejala< 1x/m
ebulan
<2 kali s
VEP atau APE> 80% prediksi Variabilitas VEP
atau APE <20%
Tanpa gejala diluar serangan Serangan singkat
Harian
3. Persisten
sedang
Gejala setiap hari
Variabiliti APE 20% - 30%
APE 60 - 80% >1 kali VEP160 - 80% seminggu nilai
prediksi
APE 60 - 80% nilai terbaik
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
Membutuhkan bronkodilator setiap hari
Variabiliti APE > 30%
APE < 60%
4. Persisten
berat
Kontinyu Gejala terus menerus Sering
Sering kambuh
VEP < 60% nilai prediksi APE < 60% nilai terbaik Variabiliti APE > 30%
Aktivitas fisik terbatas
Catatan: Nilai (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) VEP1 didapatkan dari
ada prinsipnya penatalaksanaan Asma dibagi
Spirometri (bila alat tersedia) Terapi P
menjadi 2, yaitu: penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan
asma akut/ eksaserbasi. 1. Tatalaksana Asma jangka panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma (pengontrol dan
pelega) dan menjaga kebugaran. a. Edukasi:
encari pertolongan 2)
Edukasi yang diberikan mencakup: 1) Kapan pasien berobat/ m
Mengenali gejala serangan asma secara dini 3) Mengetahui obat-obat pelega dan
pengontrol serta cara dan
waktu penggunaannya 4) Mengenali dan menghindari faktor
pencetus
5) Kontrol teratur
b. Obat:
Terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan saja
dan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan dan diberikan dalam jangka
panjang dan terus menerus. Bila Asma tidak terkontrol diberikan obat pengontrol,
dievaluasi setiap bulan. Bila dalam satu bulan belum juga terkontrol, dosis o bat
ditingkatkan. Bila Asma sudah terkontrol dan berlangsung selama 3 bulan dosis
obat dapat diturunkan. Antibiotik diberikan bila terjadi infeksi bakteri (Pneumonia,
bronkitisakut, sinusitis), ditandai dengan sputum purulen, demam dan
leukositosis. Antibiotik yang diberikan adalah amoksisilin dosis 50 mg/k gBB/h
ari selama
minimal 5 hari.
10
Pasien dianjurkan untuk kontrol teratur/ t erjadwal tidak hanya bila terjadi serangan
akut. Hal tersebut untuk meyakinkan bahwa Asma tetap terkontrol dengan
mengupayakan penurunan terapi seminimal mungkin.
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari Berat Medikasi Alternatif / A
lternatif
ilihan lain
Asma pengontrol P
lain harian Asma Tidak perlu Intermiten
erat
Asma Persisten B
Kombinasi inhalasi gluko kortikosteroid
(>800 ug BB atau ekuivalennya) dan agonis
beta 2 kerja lama. Ditambah > 1 di bawah ini
:
• Teofilin lepas Glukokort ikosteroid
etilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah
Prednisolon/ m
agonis beta-2 k erja lama oral, ditambah teofilin
lepas lambat diperuntukan untuk pasien rujuk
balik (PRB)
oral
Semua tahapan: Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan,
kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan
kondisi asma tetap terkontrol
2. Tatalaksana Serangan Asma pada Dewasa.
a) Tujuan tatalaksana serangan Asma:
1) Mengatasi gejala serangan Asma 2) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum
serangan 3) Mencegah terjadinya kekambuhan 4) Mencegah kematian karena
serangan Asma
b) Tatalaksana Akut:
1) Lakukan pemeriksaan kesadaran dan tanda-tanda vital (frekuensi pernapasan,
frekuensi denyut nadi, dan temperatur), ukur saturasi oksigen dengan puls e oxymeter
kemudian ukur arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow rat e meter. T entukan
klasifikasi berat serangan. 2) Bila saturasi 90-95% berikan oksigen dengan kanul hidung
1-2
1tr/menit. Bila <90% berikan oksigen 4-6 ltr/menit dengan face m
ask, s ehingga
saturasi oksigen >95%. 3) Beri Bronkodilator Salbutamol inhalasi 1 kali nebul (2,5mg/ 2,5ml
untuk sediaan salbutamol nebul) atau injeksi adrenalin 0,1-0,2 ml subkutan atau inhalasi
Salbutamol dan Ipratropium Bromida setiap
20 menit selama 1 jam. 4) Bila serangan berat atau pasien telah memakai obat steroid
sehari
hari beri kortikosteroid sistemik (berikan prednisone 1 tablet atau bila tidak bisa
minum, suntikkan deksametason 1-2 ampul Intra
Vena). 5) Setelah pemberian obat 1 jam, nilai kembali gejala dan saturasi
oksigen. Bila tidak membaik rujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut.
Pemberian oksigen disesuaikan dengan respons pengobatan.
Penanganan Eksaserbasi Asma di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (dewasa, remaja,
anak-anak 6-11 th)
14
Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma
Dosis Medikasi Sediaan obat
Keterangan dewasa
Fenoterol
IDT 100, 200 mcg/ semprot
200 mcg 3-4 x/ hari 10-20 mcg,
Prokaterol
Solutio 100 mcg ml
ari
2-4 x/ hari 2 x 50mcg/ h
2 x 5 ml/hari
IDT 10 mcg/ semprot Tablet 25, 50 mcg Sirup 5 mcg/ml
Rujukan Bila pengobatan tidak berhasil, dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut.
Kriteria pasien yang dirujuk adalah: a. Pada serangan akut yang mengancam jiwa b. Tidak respons
dengan pengobatan c . Tanda dan gejala tidak jelas dalam diagnosis banding, atau adanya
komplikasi atau penyakit penyerta (komorbid): seperti sinusitis, polip hidung, aspergilosis (ABPA),
rhinitis berat, disfungsi pita suara, penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) dan PPOK d.
Dibutuhkan pemeriksaan/ uji lainnya diluar pemeriksaan standar seperti uji kulit (ujialergi),
pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus, uji latih (Cardiopulmonary Exercise Test),
bronkoskopi dan sebagainya.
16
Kriteria rujukan terdiri dari: a. Rujukan rutin
Rujukan Rutin merupakan evaluasi medis secara berkala, rujukan ini lebih bersifat
konsultasi pada spesialis paru atau penyakit dalam dan pemeriksaan penunjang
spirometri dengan tujuan menilai fungsi paru dan mengklasifikasikan tingkat keparahan
asma yang meliputi :
1) Pemeriksaan berkala 1 (satu) tahun sekali untuk menilai
perubahan fungsi saluran napas atau lebih sering bergantung
berat penyakit dan respon pengobatan. 2) Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
darah rutin dan
eosinofil, APE dan spirometri; Pemeriksaan berkala dilakukan satu tahun sekali
untuk menilai fungsi faal paru dan klasifikasi derajat asma dengan spirometri.
b. Rujukan urgent
nt adalah asma persisten sedang
Asma yang dirujuk ke FKTL melalui rujukan urge
dan berat yang tidak terkontrol dan asma pada ibu hamil. Sedangkan asma persisten
dengan komorbid yang tidak terkontrol dirujuk sesuai dengan komorbidnya.
Definisi
Bronkitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada saluran napas bagian
bawah daerah bronkial.
Etiologi
Sebagian besar disebabkan oleh infeksi virus seperti coronavirus, rhinovirus,
respiratory syncytial vi rus, dan adenovirus.
Penegakan Diagnosa
Anamnesis
Keluhan (Subjektif)
: 1. Sering batuk < 30 hari
• Batuk produktif disertai sputum yang berwarna putih,
jernih
• Dada terasa sakit (tidak selalu)
• Sesak napas (tidak selalu)
• Kadang demam (biasanya ringan)
• Tidak ada riwayat penyakit respirasi kronik : • Kontak dekat dengan
penderita penyakit saluran napas
• Cuaca dingin
• Merokok atau pajanan asap rokok
• Pajanan polusi udara : Bisa pada semua usia
Faktor Risiko
Usia penderita
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan : • Tingkat pernapasan dan denyut nadi dapat normal atau tanda vital
meningkat (pada kondisi gawat darurat namun jarang) Saturasi oksigen bisa
normal atau < 90% (pada kondisi
gawat darurat namun jarang) Pemeriksaan : • Bunyi
mengi/wheezing (tidak selalu) respirasi • Ronkhi kering
• Peningkatan gejala respirasi yang berat merupakan
tanda pneumonia
20
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Thoraks
corakan
Rontgen : Dapat normal atau tampak
bronkus meningkat
Diagnosa Banding
Pneumonia
: Demam lebih tinggi, ada ronkhi basah, pemeriksaan
foto thorax terdapat infiltrat Pertusis
: Batuk yang lama dan berat biasanya disertai nafas
dengan cepat dan dalam sehingga terdengar yang
berbunyi melengking (whoop). Influenza
: Sering disertai demam, batuk kering, nyeri otot. Asma
: Sesak selalu dipicu oleh faktor pencetus PPOK (Penyakit : Sesak yang
kronik progresif, biasanya usia>45 Paru Obstruktif tahun, perokok, dapat ditemukan
mengi atau dada Kronik)
bentuk barrel chest. G agal jantung : Dyspnoea, orthopnoea, edema perifer, peningkatan
vena jugularis, ronkhi basah pada pemeriksaan r espirasi
Pencegahan
Primer
Hentikan merokok dan jauhi asap rokok
• Hindari keluar malam
Hindari polusi udara
• Hindari orang-orang yang sedang batuk,
pilek Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan imunitas
Terapi
Algoritma tatalaksana bronkitis
Pasien datang dengan batuk produktif, sputum
berwarna
putihjernih 30 hari
enit
Denyut nadi >120x/m
• Observasi
• Obat simptomatik
• SABA inhalasi
• Obat simptomatik
Saturasi oksigen <90%
Penurunan kesadaran
Batuk menetap > 30 hari: tidak respon terhadap pengobatan,
sputum menjadi purulent
RUJUK !!
• SABA inhalasi
• Plus antibiotik
Obat-Obatan
Obat Rentang dosis Frekuensi Keterangan Antitusif Dekstrometh orfan (DMP)
Dewasa 15-30 mg per oral, maksimal 120 mg/hari Anak 6-12 tahun: 5-15 mg per oral, maksimal 60
mg/hari Anak 2-6 tahun: 2.5- 7.5 mg per oral, maksimal 30mg/hari
3-4 kali sehari
Diberikan selama 5 hari, hati-hati penggunaan pada anak < 6 tahun, tidak diberikan pada
penyandang asma, PPOK
Codein Dewasa 10-20 mg per oral, maksimal 120 mg/hari Anak 6-12 tahun: 5-10 mg per oral,
maksimal 60 mg/hari Anak 2-6 tahun: 2.5-5 mg per oral, maksimal 30mg/hari
3-4 kali sehari
Diberikan selama 5 hari, hati-hati penggunaan pada anak < 6 tahun, tidak diberikan pada
penyandang asma, PPOK
Expektorant dan Mukolitik Guaifenesin/ GG
Dewasa: 200 – 400 mg per oral, maksimal 2.4g/hari Anak 6-12 tahun: 100- 200 mg per oral,
maksimal 1.2g/hari Anak 2-6 tahun: 50- 100mg per oral, maksimal 600 mg/hari
3-4 kali sehari
Diberikan selama 5 hari, hati-hati penggunaan pada anak < 6 tahun
Bromhexin Dewasa 8 mg per oral
Anak 6-12 tahun: 4 mg per oral Anak 2-6 tahun: 4mg per oral
3 kali sehari 2 kali sehari untuk anak 2-6 tahun
Diberikan selama 5 hari, hati-hati penggunaan pada anak < 6 tahun
Ambroxol Dewasa 30 mg per oral, maksimal 120 mg/hari Anak 6-12 tahun: 15
2-3 kali sehari
Diberikan selama 5 hari, hati-hati penggunaan pada anak < 6 tahun
23
mg per oral
Anak 2-6 tahun: 7.5 mg per oral
Definisi Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi mengenai paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex.
Faktor Risiko
Gejala respiratori: Batuk > 2 minggu, batuk darah, sesak nafas dan
nyeri dada. Gejala respirasi bervariasi tergantung dari luas lesi
Gejala sistemik: demam (biasanya subfebris), malaise, keringat
malam, tidak nafsu makan dan berat badan menurun Faktor
lingkungan (ventilasi rumah, kepadatan penduduk, polusi udara)
Riwayat kontak erat terhadap orang sakit
TB
• Berada pada daerah endemik TB
Perokok Memiliki komorbid penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan daya
tahan tubuh seperti diabetes mellitus, HIV, gagal ginjal, dan
mengkonsumsi obat-obatan imunosupresan Bisa dialami semua usia,
terutama usia produktif
Usia penderita
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Tanda Vital
: Tergantung dari luasnya lesi pada paru, bila
kerusakan paru cukup luas maka pasien akan terlihat sesak dengan frekuensi napas dan frekuensi
nadi meningkat Pemeriksaan BMI Dapat ditemukan keadaan gizi kurang atau
malnutrisi Pemeriksaan paru : Kelainan pada pemeriksaan fisis tergantung dari luasnya kelainan
atau kerusakan struktur paru. Pada permulaan penyakit umumnya tidak ditemukan kelainan.
Kelainan paru umumnya pada daerah lobus superior Dapat ditemukan suara napas bronkial,
amforik, melemah, ronki basah
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah : Pemeriksaan darah rutin kurang
menunjukkan indikator spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) yang meningkat kurang spesifik
Pemeriksaan bakteriologik : Bila ditemukan 1 spesimen BTA positif
dari 2 atau 3 spesimen sputum Pemeriksaan/tes uji cepat (bila ada fasilitas) Xpert MTB/Rif: bila
deteksi M.Tb positif : Pemeriksaan kutur M. Tb: tumbuh
kuman M. Tb Pemeriksaan radiologis (foto toraks)
: Bayangan berawan/nodular di segmen
apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah Kavitas, dapat dikelilingi
oleh
bayangan opak berawan atau noduler Bayangan bercak milier
27
Catatan:
Garis putus-putus = bila terdapat fasilitas
Bila terdapat riwayat OAT sebelumnya, selain melakukan pemeriksaan sputum mikroskopis juga dilakukan pemeriksaan Xpert MTB/Rif,
bila Xpert Rifampisin resisten dilanjutkan dengan pemeriksaan biakan M.Tb dan uji kepekaan obat lini 1 dan lini 2 (sesuai fasilitas yang
tersedia).
Bukan TB
Perbaikan
Kasus definitif TB BTA (+)
BTA (+)
Algoritme Diagnosis TB pada Pasien Dewasa
Sputum mikroskopis (BTA)
Tidak perbaikan, klinis sesuai TB
Antibiotik 2 minggu
Tidak sesuai TB
Lihat klinis dan foto toraks
28
BTA (-)
Obati sesuai kasus TB
Kasus TB BTA (-)
Foto toraks
Diagnosa Banding PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
: Biasanya diderita usia > 50 tahun, perokok berat, barrel chest, mengi, hasil spirometry
menunjukkan adanya perlambatan aliran udara atau obstruksi Pneumonia komunitas Peradangan
parenkim paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme yang ditandai dengan demam >40 °C, batuk dengan dahak purulen disertai
dengan sesak napas atau nyeri dada Bronkiektasis Penyakit saluran nafas kronik yang ditandai
dengan dilatasi abnormal permanen akibat rusaknya dinding bronkus. Gejala klinisnya batuk
disertai dahak banyak yang purulen, dapat dijumpai sputum 3 lapis (lapisan busa, lapisan purulen,
dan mukoid) Kanker paru Didapatkan massa pada paru, biasanya pada pasien dengan risiko tinggi
seperti perokok. Gejala klinis batuk dapat disertai darah, penurunan berat badan dan nyeri dada
Abses paru Pengumpulan cairan terinfeksi dalam suatu
rongga. Gejala batuk berdahak biasanya berbau busuk
Pencegahan Primer : Vaksinasi BCG Skrining : Active case finding ( terutama pada orang dengan
risiko tinggi seperti HIV, pengguna narkoba suntik, kontak dekat pada orang dengan TB aktif)
Sekunder : Hindari kontak langsung (pada orang yang mendapat pengobatan, setelah 2 minggu
pengobatan efektif maka infeksius menjadi berkurang) Menutup hidung & mulut saat bersin/batuk
dengan sapu tangan, tisu atau masker Pengawasan minum obat hingga selesai pada orang
dengan TB
29
Terapi
Kategori 1 : 2RHZE/4R3H3 S elama 2 bulan minum obat rifampisin, INH, pirazinamid,
dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat
rifampisin dan INH tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Untuk pasien
dengan HIV sebaiknya menggunakan dosis
angun untuk fase langsRHZE/5Rp tampisin, INH,ma 1 bula
RHZE/5R3H3E3 Selama 2 bulan minum obat
Kategori 2 : 2RHZES/1
rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol, dan suntikan streptomisin setiap
hari, selama 1 bulan minum obat obat rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol
setiap hari (tahap intensif), dan 5 bulan selanjutnya minum obat rifampisin,
INH, dan etambutol tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
600
5
10
300
8-12
4-6 20-30 15-20 15-18
Z Ε
35
25 15
300 150 750 750 Sesuai ВВ
450 3 00 1000 1000 750
600 4 50 1500 1500 1000
Ι
30
15
1000
* Pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari 500mg perhari
Fase Intensif
Harian Harian 3x/minggu
2 Bulan BB T
(RHZE) (RHZ (RHZ)
150/75/400/27
5 150/75/400 150/150/500 30-37 2
2
2 38-54 3
3
04
3 55-7
4
4 >71 5
55
Fase Lanjutan
4 Bulan Harian 3x/minggu
5 150/150 2 2 3 3 4 4 5 5
(RH) (RH) 150/7
Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat,
serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinis Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan Evaluasi: respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit, bila terdapat efek samping berat → Rujuk. Evaluasi
klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis
Evaluasi bakteriologi (0 - 2 - 6 /8 bulan pengobatan) Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya
konversi dahak Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis: sebelum pengobatan,
setelah 2 (dua) bulan pengobatan dan pada akhir pengobatan Bila dahak tidak konversi →
Rujuk.
Evaluasi radiologi (0 - 2 – 6/8 bulan pengobatan) Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks
dilakukan pada sebelum pengobatan, setelah 2 (dua) bulan pengobatan kecuali pada kasus yang
dipikirkan terdapat keganasan dapat dilakukan 1 (satu) bulan pengobatan dan pada akhir
pengobatan. Bila tidak terdapat perbaikan atau terjadi perburukan secara radiologi →
Rujuk.
Evaluasi efek samping secara klinis Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati,
fungsi ginjal
dan darah lengkap Fungsi hati: SGOT, SGPT, bilirubin, fungsi ginjal: ureum, kreatinin, dan gula
darah, serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan Asam
urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila
menggunakan etambutol
(bila ada keluhan) Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan
dan audiometri (bila ada keluhan) Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan
pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek
samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai
pedoman.
32
Komplikasi Atelektasis Bronkiektasis Cor pulmonal Batuk darah masif
Pneumotoraks Empyema TB
Daftar Pustaka 1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun
2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015. 2.
Kemenkes RI. Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan TB, 2013. 3. WHO. TB for Medical
Student 4. WHO. International Standard for Tuberculosis Care. Diagnosis,
treatment and public health.3rd ed.2013 5. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;2014. 6. TBCTA (Tuberculosis Coalitionfor Technical
Assistance). 7. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta: PT. Inoraf;2011.
33
V. Demam Dengue No. ICPC-2:A77 Viral disease
No. ICD-10:A90 Dengue fever
other/NOS
A91 Dengue hemorrhagic fever Definisi Demam Dengue adalah penyakit
infeksi akut yang disebabkan virus d
engue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti
dan Aedes Albopictus d engan manifestasi klinis dari ringan hingga berat. Berdasarkan
kriteria WHO terbaru (2009) demam dengue terdiri dari dengue tanpa tanda bahaya,
dengue dengan tanda bahaya dan dengue berat.
Etiologi Virus dengue mempunyai 4 serotipe yaitu den-1, den 2, den-3, den-4. Virus
dengue serotipe den-3 yang paling banyak di Indonesia. Virus ditularkan oleh nyamuk ke
tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-10 hari. Tempat berkembang biak vektor
nyamuk adalah air. Demam dengue ini termasuk penyakit menular tetapi penularannya
oleh nyamuk yang sudah terinfeksi virus dengue.
34
Faktor Risiko
• Lingkungan sekitar ada yang terkena DBD
• Travelling daerah endemis selama 2 minggu : Bisa dialami semua usia
Usia penderita
35
Demam tiphoid
Disebabkan bakteri, pagi hari demam turun dan sore hari demam
tinggi lagi Disebabkan oleh parasit plasmodium,
demam disertai keringat dingin berlebihan
Malaria
Pencegahan Primer
• Jagalah kebersihan sekitar Anda.
• Menguras bak mandi, bak penampungan air,
tempat minum hewan peliharaan minimal sekali
dalam seminggu.
• Menutup rapat tempat penampungan air agar
nyamuk tidak masuk.
• Mengubur barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan jika sudah tidak terpakai. Jika
ada keluarga atau orang disekitar yang terkena
DBD, segera dibawa ke dokter.
Sekunder
Terapi
Algoritme Tatalaksana Demam Berdarah Dengue
untah, ruam, nyeri
Pasien datang dengan demam tinggi mendadak 3-7 hari, mual/m
kepala, mialgia, leukopenia, uji tourniquet positif
RUJUK !!
• Rehidrasi IV Kristaloid
Monitoring setiap hari tanda bahaya dan
laboratorium
darah rutin
Hematokrit stabil
Perbaikan
36
Obat-Obatan
Obat Rentang dosis
mg/hari
Frekuensi Keterangan
Antipiretik Paracetamol Dewasa : 4000
mg/hari 3 bln – 1 thn: 500 mg/hari 1 – 6 tahun : 1000 mg/hari 6 – 12 tahun: 2000 mg/hari
3-4 kali sehari Jika demam sudah turun stabil hentikan
Monitoring
Lakukan penilaian terhadap tanda bahaya hingga fase kritis dilewati. Sebaiknya lakukan
pemeriksaan laboratorium darah rutin dan serum transaminase saat 4 minggu selesai perawatan
untuk menilai adanya gejala sisa. Komplikasi Dengue Shock Syndrome Efusi pleura Asites
Sianosis Syok irreversible
Daftar Pustaka
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun 2015 tentang Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015 Sudoyo, A.W.
Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S.Eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 4. Vol. III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. WHO. Dengue:
Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and
Control.new ed.2009
37
VI. Demam Typhoid No. ICPC-2:D70 Gastrointestinal infection No. ICD-10:A01.0
Typhoid fever
dalah penyakit yang disebabkan oleh infeksibakteri Salmonella enterica k hususnya
Definisi A
Salmonella typhiyang ditularkanmelaluifaecal-oral.
Etiologi
Salmonella paratyphi A,B,C
Salmonella typhi
PenegakanDiagnosa
1. Diagnosis Kerja:
Diagnosis kerja ditegakkan bila terdapat hal-hal berikut ini:
a. Demam ≥5 hari b. Suhu ≥ 38,5 °C Ditambah salah satu dari hal-hal berikut:
a. Peningkatan LED atau CRP b. Leukosit normal atau leukopenia c. Gejala gastrointestinal antara
lain: mual muntah, nafsu makan
berkurang, nyeri perut, diare, konstipasi 2. Faktor Risiko:
a. Proses mencuci tangan yang kurang baik b . Sanitasi lingkungan yang tidak bersih c . Penyediaan
air bersih yang kurang baik d . Makan dan minum ditempat jualan yang kurang bersih 3. Usia
Penderita:
Bisa dialami semua usia 4. Pemeriksaan Penunjang:
a. Pemeriksaan darah tepi: Leukosit: normal, leukopeni b . Pemeriksaan CRP dan LED: meningkat c .
Pemeriksaan bakteriologis(isolasi & biakan kuman):
Kultur darah : positif (negatif pada pemberian antibiotik) Feses: Positif (dilakukan setelah 1 minggu
demam) d . Uji serologis:
Widal : (+) titer O≥1/320 atau H≥1/640 diagnosa pasti jika terjadi kenaikan widal 2-4 kali lipat pada
pemeriksaan ulang 5- 7 hari Tubex : (+) skor ≥ 5, hanya dapat mendeteksi Salmonella typhi
38
5. Diagnosis Akhir:
a. Demam Tifoid Tanpa Penyulit
Widal meningkat 2-4 kali pada pemeriksaan serial Single Titer: Widal O ≥ 1/320; Widal H ≥
1/640 Kultur Darah Positif Respon pengobatan 3-5 hari setelah terapi empirik b . Demam Tifoid
Dengan Penyulit:
Penurunan kesadaran Bronkopneumonia
Diagnosa Banding Demam berdarah dengue
: Demam tinggi mendadak terus menerus, ditularkan oleh nyamuk, trombositopeni,
hemokonsentrasi. Apendisitis : Disertai nyeri perut terutama dibagian kanan
bawah, perut buncit, sulit buang angin Demam dengue : Demam tinggi mendadak disertai
trombositopeni dan hemokonsentrasi Influenza : Demam tinggi disertai batuk, pilek, sakit
tenggorokan, bersin Malaria : Pola demam hilang timbul disertai keringat
dingin berlebihan
Pencegahan Primer : Jagalah kebersihan badan dan sekitar Anda
Jagalah kebersihan sanitasi lingkungan Cucilah tangan sebelum makan Hindari makan
dan minum ditempat yang tidak
terjaga kebersihannya Sekunder : Pemberian vaksin thyphoid jika ingin bepergian
ke wilayah endemik
39
Terapi
ALGORITMA TATA LAKSANA DEMAM TIFODD
Kriteria Demam Tifoid (Demam, suhu 2 38,5 °C, gejala
gastrointestinal)
Demam s7 hari
Klinis baik
Demam >7 hari atau Klinis buruk
Terdapat penyulit (misal bronkopneumoni)
Rawat Inap
(Rujuk)
Rawat Inap
(Rujuk)
Rawat Jalan: . Antibiotik
Obat simptomatik (mis.antipiretik) . Istirahat tirah baring
ari)
• Minum air putih yang cukup (2-3 L/h
• Cuci tangan bersih . Kebersihan badan dan makanan
Diagnosis Akhir
OBAT-OBATAN
Rentang dosis
Frekuensi
Keterangan
Obat Antibiotik Kloramfenikol
3 kali sehari
50-100 mg/kgBB/hari per oral/IV
Diberikan selama 14 hari. Hati-hati pada nilai hematologi abnormal. Diberikan
selama 10 hari
Ciprofloxacin
Dewasa: 500 mg per 2 kali sehari oral Anak: tidak
diberikan pada usia 18 tahun
40
Monitoring Pengobatan Lakukan kontrol 5 (lima) hari setelah pengobatan
Komplikasi Perforasi usus Ileus paralitik Syok Anemia hemolitik Pleuritis
Hepatitis Pielonefritis Meningitis
Daftar Pustaka
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun 2015 tentang Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015 Sudoyo, A.W.
Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S.Eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 4. Vol. III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. WHO. Guidelines for
The Management of Typhoid Fever. July 2011.
41
VII. Dermatitis
VII.1 Dermatitis No. ICPC-2:S86 Dermatitis seborrhoeic No. ICD-10:L21 Seborrhoeic Dermatitis
Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan Dermatitis seboroik (DS) merupakan istilah yang digunakan untuk kelainan
inflamasi kulit yang didasari oleh faktor konstitusi tertentu. Dermatitis seboroik berhubungan erat
dengan keaktifan glandula sebasea, sehingga mempunyai predileksi di daerah seborea (kulit
kepala, wajah, dada dan punggung atas).
Anamnesis (Subyektif) Pasien datang dengan keluhan munculnya bercak merah dan kulit kasar
pada daerah predileksi. Kelainan awal yang ringan hanya berupa ketombe pada kulit kepala
(pitiriasis sika) sampai keluhan lanjut berupa keropeng yang berbau tidak sedap dan terasa gatal.
Dermatitis bisa berkembang dan meluas menjadi eritroderma. Faktor risiko di antaranya adalah
genetik, kelelahan, stres emosional, infeksi, defisiensi imun, jenis kelamin pria lebih sering daripada
wanita, usia bayi bulan 1 dan usia 18-40 tahun, dan kurang tidur.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda
patognomonis:
Papul sampai plak eritema Skuama berminyak agak kekuningan Berbatas tidak tegas
Lokasi predileksi: kulit kepala, glabela, belakang telinga, belakang leher, alis mata, kelopak mata,
liang telinga luar, lipat naso labial, sternal, areola mammae, lipatan bawah mammae pada wanita,
interskapular, umbilikus, lipat paha, daerah angogenital. Dermatitis seboroik ringan apabila lesi kulit
terbatas dengan eritem ringan dan skuama sedikit. Dikatakan berat bila lesi luas dengan skuama
tebal, sampai menjadi eritroderma. Bentuk klinis berat (pada neonatus): seluruh kepala tertutup
oleh krusta, kotor, dan berbau (cradle cap).
42
Pemeriksaan Penunjang Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.
Dermatitis seboroik pada kulit kepala
Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Diagnosis banding: Psoriasis (skuamanya berlapis-lapis, tanda Auspitz, skuama
tebal seperti mika), Kandidosis (pada lipat paha dan perineal, eritema bewarna merah cerah
berbatas tegas dengan lesi satelit di sekitarnya), Otomikosis (untuk lesi di liang telinga). Komplikasi
Pada bayi dan anak, lesi bisa meluas menjadi penyakit Leiner atau eritroderma.
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan:
Pasien diminta untuk memperhatikan faktor predisposisi terjadinya keluhan, misalnya stres
emosional dan kurang tidur. Diet juga disarankan untuk mengkonsumsi makanan rendah lemak.
Farmakoterapi dilakukan dengan:
Topikal
o Bayi: Diberikan topikal minyak (oleum cocos) pada lokasi skuama, malam hari—esok hari,
segera di cuci dengan shampoo bayi. Gunakan kortikosteroid lemah sampai sedang, lebih baik
dalam bentuk lotion atau solusio (bila ada,) selama beberapa hari.
43
Selama pengobatan, rambut harus tetap dicuci. o Anak dan Dewasa: pada lesi di kulit kepala,
diberikan shampo selenium sulfida 1,8 atau shampo ketokonazol 2%, zink pirition (shampo anti
ketombe), atau pemakaian preparat ter (liquor carbonis detergent) 2-5 % dalam bentuk salep
dengan frekuensi 2- 3 kali seminggu selama 5-15 menit per hari. o Pada lesi di badan diberikan
kortikosteroid topikal lemah sampai
sedang selama maksimal 2 minggu o Pada kasus dengan manifestasi dengan inflamasi yang lebih
berat diberikan kortikosteroid kuat misalnya betametason valerat krim 0,1%. (tidak boleh dipakai di
wajah dan daerah lipatan dan pada pasien bayi) o Pada kasus dengan infeksi jamur, perlu
dipertimbangkan
pemberian ketokonazol krim 2%. Oral sistemik
o Antihistamin sedatif yaitu: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama 2 minggu atau setirizin
1 x 10 mg per hari selama 2 minggu, ATAU o Antihistamin non sedatif yaitu: loratadin 1x10 mg
selama
maksimal 2 minggu. Konseling dan Edukasi
o Memberitahukan kepada orang tua untuk menjaga kebersihan bayi
dan rajin merawat kulit kepala bayi o Memberitahukan kepada orang tua bahwa kelainan ini
umumnya muncul pada bulan-bulan pertama kehidupan dan membaik seiring dengan pertambahan
usia o Memberikan informasi bahwa penyakit ini sukar disembuhkan tetapi dapat terkontrol dengan
mengontrol emosi dan psikisnya.
Kriteria Rujukan: Pasien dirujuk apabila:
1. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan standar selama 2 minggu 2. Pasien dengan komplikasi
eritroderma 3. Dermatitis seboroik berat yang didasari penyakit tertentu, misalnya
infeksi HIV/AIDS Rujukan balik: Pasien yang telah mengalami remisi dan komplikasinya teratasi,
dirujuk balik ke pelayanan primer
44
Peralatan: -
ALGORITME
DERMATITIS SEBOROIK
DS ringan
DS sedang
DS berat
Tx standar 2 minggu
rujuk
Tx standar 2 minggu
TIDAK SEMBUH
SEMBU
KOMPLIKASI
RUJUK
RUJUK
KOMPLIKASI
RUJUK BALIK
Referensi
1. Menaldi, S.L., Bramono, K., Indriatmi, W. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
ketujuh. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. James, W.D.,
th
Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10
Ed. Canada. Saunders Elsevier. 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin.2011.Pedoman
Pelayanan Medik. Jakarta
46
VII.2 Dermatitis Numularis No. ICPC-2: S87 Dermatitis/atopic eczema No. ICD-10: L20.8
Other atopic dermatitis Tingkat Kemampuan: 4A
Masalah Kesehatan Dermatitis numularis adalah dermatitis berbentuk lesi mata uang (koin)
atau lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah
pecah sehingga basah (oozing/madidans). Penyakit ini pada orang dewasa lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita. Usia puncak awitan pada kedua jenis kelamin antara 55
dan 65 tahun, pada wanita usia puncak terjadi juga pada usia 15 sampai 25 tahun. Dermatitis
numularis tidak biasa ditemukan pada anak, bila ada timbulnya jarang pada usia sebelum
satu tahun.
Anamnesis (Subjective) Keluhan:Bercak merah yang basah pada predileksi tertentu
(kebanyakan di ekstremitas) dan sangat gatal. Keluhan hilang timbul dan sering kambuh.
Faktor Risiko: riwayat trauma fisis dan kimiawi (fenomena Kobner: gambaran lesi yang mirip
dengan lesi utama), riwayat dermatitis kontak alergi, riwayat dermatitis atopik pada kasus
dermatitis numularis anak, stress emosional, minuman yang mengandung alkohol,
lingkungan dengan kelembaban rendah, riwayat infeksi kulit sebelumnya.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda patognomonis:
1. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel, berkelompok membentuk plak berukuran
numular seukuran uang logam, eritematosa, sedikit edema, dan berbatas tegas, bentuk lesi
oval.
47
2. Tanda eksudasi karena vesikel mudah pecah, kemudian
mengering menjadi krusta kekuningan 3. Jumlah lesi dapat satu, dapat pula banyak dan
tersebar, bilateral,
atau simetris, dengan ukuran yang bervariasi. Tempat predileksi terutama di tungkai bawah,
badan, lengan, termasuk punggung tangan.
Gambar Dermatitis numularis
Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan.
Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis: diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis Banding: Dermatitis kontak, Dermatitis atopik,
Neurodermatitis sirkumskripta, Dermatomikosis
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan
1. Pasien disarankan untuk menghindari faktor yang mungkin
memprovokasi seperti stres dan fokus infeksi di organ lain 2. Farmakoterapi yang dapat
diberikan, yaitu:
Topikal (2 kali sehari)
a. Kompres terbuka dengan larutan permanganas kalikus 1/10.000, menggunakan 3 lapis
kasa bersih, selama masing-masing 15-20 menit/kali kompres (untuk lesi madidans/basah)
sampai lesi mengering b. Kemudian terapi dilanjutkan dengan kortikosteroid topikal potensi :
sedang sampai kuat selama maksimal 2 minggu
48
c. Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan
golongan Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%) d. Pada kasus
infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan
pemberian antibiotik topikal
Oral sistemik
a. Antihistamin sedatif: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama maksimal 2 minggu
atau setirizin 1 x 10 mg per hari selama maksimal 2 minggu ATAU b. Antihistamin non
sedatif: loratadin 1x10 mg per hari
selama maksimal 2 minggu c. Jika ada infeksi bakteri dapat diberikan antibiotik.
Komplikasi: Infeksi sekunder dan dermatitis autosensitisasi
Konseling dan Edukasi
1. Memberikan edukasi bahwa kelainan bersifat kronis dan berulang sehingga penting untuk
pemberian obat topikal rumatan 2. Mencegah terjadinya infeksi sebagai faktor risiko
terjadinya
relaps 3. Menganjurkan menghindari faktor risiko yang bisa dilakukan
Kriteria Rujukan
1. Apabila kelainan tidak membaik dengan pengobatan topikal
standar selama 2 minggu 2. Terjadi komplikasi dermatitis autosensitisasi atau infeksi
sekunder 3. Apabila diduga terdapat faktor penyulit lain, misalnya fokus infeksi pada organ
lain, maka konsultasi dan/atau disertai rujukan kepada dokter spesialis terkait (contoh: gigi
mulut, THT, obgyn, dan lain-lain) untuk penatalaksanaan fokus infeksi tersebut.
49
Peralatan Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis
numularis.
Prognosis Prognosis pada umumnya bonam apabila kelainan ringan tanpa penyulit, dapat
sembuh tanpa komplikasi, namun bila kelainan berat dan dengan penyulit prognosis menjadi
dubia ad bonam.
Referensi Menaldi, S.L., Bramono, K., Indriatmi, W. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke enam.
Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. James, W.D., Berger,
th
T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10 Ed.
Canada. Saunders Elsevier. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. 2011.
Pedoman
Pelayanan Medik. Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514
tahun 2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer, 2015
50
ALGORITME
51
VII.3 Dermatitis Popok
Definisi: Dermatitis yang terlokalisasi paling tidak pada awalnya, pada daerah yang tertutup
hidrasi kulit, peran feses, urin, friksi, suhu, iritan kimiawi and popok itu sendiri. Faktor yang
mencetuskan pertama kali adalah peningkatan hidrasi kulit dalam jangka waktu lama.
Keadaan ini akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit akibat friksi, penurunan fungsi
sawar kulit, dan meingkatkan reaksi terhadap bahan iritan. Fatkror lain yang berhubungan
adalah kontak dengan urin dan feses, enzimproteolitik feses, enzim lipolitik pencernaan,
multipel, edema dan skuama Lokasi lesi: bagian cembung bokong, paha bagian dalam, mons
pubis, skrotum dan labia mayora. Dermatitis popok yang telah berlangsung lebih dari 3 hari,
perlu dipertimbangkan adanya infeksi jamur (Candida spp). Lesi kulit berupa plak
eritematosa, skuama, berbatas tegas, dan disertai lesi satelit berupa papul dan pustul.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan lesi yang khas dan dapat dikonfirmasi dengan
1. Edukasi: a. perawatan kulit di area popok. b. menggunakan popok sesuai daya
tampungnya. 2. Kortikosteroid topikal potensi ringan dapat diberikan dan dioleskan 2 kali
sehari.
Obat-obatan: (lihat lampiran)
52
Pasien dengan manifestasi lesi kulit dermatitis pada area popok
Diagnosis Banding
Ya
1. Edukasi:
a. Perawatan kulit di area popok:
d soap, keringkan
. Bersihkan dengan mil
sebelum dipakaikan popok baru.
Ganti popok segera setelah bayi BAB b. Gunakan popok sesuai
daya tampungnya. 2. Kortikosteroid topikal potensi ringan:
dioleskan
2 kali sehari. 3. Tindak lanjut / P
engamatan: 5 hari
Tidak
<
EVALUASI
EVALUASI
nerede
membaik
Rujuk ke PPK2:
Pemeriksaan laboratorium dan
terapi
Membaik
*Setelah komplikaiterangani, dirujuk balik ke PPKI
Referensi MIMS Dermatology. 2015. Disease Management Guidelines.
Indonesia. MIMS.
James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical
th
Dermatology. 10 Ed. Canada. Saunders Elsevier. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin. 2014. Panduan Layanan Klinis Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi. Jakarta.
54
VII.4 Dermatitis Atopik Definisi:
Dermatitis atopik (DA) merupakan peradangan kulit yang bersifat kronis berulang, disertai
rasa gatal, timbul pada tempat predileksi tertentu, dan berhubungan dengan penyakit
atopi lainnya, misalnya rhinitis alergik, konjungtivitis alergik, dan asma bronkial.
Manifestasi klinis:
1. Fase bayi (usia 0-2 tahun)
Bentuk lesi: lesi eritematosa, papul, vesikel, erosi, eksudasi/oozing, d an krusta Lokasi lesi:
kedua pipi dan kulit kepala, serta dapat timbul pula di dahi, telinga, leher dan badan. Dengan
bertambah usia, lesia dapat mengenai bagian ekstensor ekstremitas. 2. Fase anak (usia
2 tahun - pubertas)
Bentuk lesi: plak eritematosa, skuama, batas tidak tegas dapat disertai eksudat, krusta
dan ekskoriasi. Lokasi lesi: lesi kering, distribusi lesi simetris, di daerah fleksural:
pergelangan tangan, pergelangan kaki, daerah antekubital, popliteal,
leher dan infragluteal. 3. Fase dewasa
Bentuk lesi: lesi kering, papul/plak eritematosa, skuama, dna Ikenifikasi. Lokasi lesi:
lipatan fleksural, wajah, leher, lengan atas, punggung serta bagian dosal tangan, kaki,
jari tangan dan jari kaki.
Ditambah 3 atau lebih berikut ini: 1. Riwayat keterlibatan kulit daerah lipatan, misalnya
lipat siku, lipat
lutut, punggung kaki, atau sekitar leher (termasuk pipi pada anak usia di bawah 10 tahun).
2. Riwayat asma atau rhinitis alergi (atau riwayat atopi pada first degree
relative pada anak usia < 4 tahun) 3. Riwayat kulit kering dalam satu tahun terakhir 4. Dermatitis
pada daerah lipatan yang telihat (atau dermatitis pada
pipi/dahi dan ekstensor ekstremitas pada anak usia < 4 tahun) 5. Awitan sebelum usia 2 tahun
(tidak digunakan bila anak usia < 4
tahun).
Komplikasi: indikasi rujuk ke PPK Sekunder (Dokter spesialis kulit dan kelamin)
1. Infeksi sekunder 2. Eritroderma 3. DA berat dan rekalsitran
Pengobatan: PPK Primer:
1. Edukasi 2. Menghidari dan memodifikasi faktor pencetus: berdasarkan riwayat 3. Fungsi sawar
kulit yang optimal:
a. Perawatan kulit:
i. Pembersih: sabun berpelembab, pH 5,5-6,0, surfaktan ringan. ii. Mandi: 1-2 kali/hari, air
suam-suam kuku. iii. Lama mandi:10-15 menit b. Memakai pelembap:
i. Tipe pelembap: humektan, emolien, oklusif, kombinasi humektan, emolien & seramid, atau
kombinasi humektan, emolien, antiinflamasi dan antipruritus. ii. Aplikasi: dalam waktu 3 menit
setelah mandi. Penggunaannya bisa seluruh tubuh, dan dapat diulang kapan saja bila diperlukan.
4. Menghilangkan inflamasi:
a. Kompres basah b. Kortikosteroid topikal:
i. potensi terendah yang masih efektif. Dan pertimbangkan
sesuai dengan fase, lesi, lokasi dan usia ii. untuk bayi dan anak: potensi rendah sampai sedang. iii.
Untuk dewasa: potensi sedang, kuat dan sangat kuat.
56
5. Menghilangkan siklus gatal-garuk :
a. Antihistamin sistemik (sebagai ajuvan), intermiten, jangka
pendek. AH1 atau AH2. 6. Tindak lanjut/Pengamatan : akut: 5 hari, dan kronik: 2 minggu.
Obat-obatan: (lihat lampiran)
57
58
59
Referensi
MIMS Dermatology. 2015. Disease Management Guidelines.
Indonesia. MIMS.
James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical
th
Dermatology. 10 Ed. Canada. Saunders Elsevier. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin. 2014. Panduan Layanan Klinis Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi. Jakarta.
60
VIII Skabies
Definisi Skabies adalah penyakit kulit menular, disebabkan oleh Infestasi dan sensitisasi
pada kulit manusia karena Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya
Sumber
gambar:
isa terdapat
kedokteran kesehatan.blogspot.com B
pustul jika terjadi infeksi sekunder
amb
Sumber g ar : Icnce
nter.com
62
. Periksa dibawah
gelas obyek 5. Tutup dengan cover glass 6
mikroskop
Sar coptes s
cabieiT
elur & feces (skibala)
Dipertimbangkan :
• Dermatitis herpetiformis
• Psoriasis
Pemfigoid bullosa
Drug eruption
• Pruritus karena penyakit sistemik
· Dellusion of parasitosis Pencegahan Primer • Jagalah kebersihan badan,
pakaian dan sekitarnya
• Hindari kotak fisik dengan penderita skabies
• Bagi penderita skabies sebaiknya pisahkan tempat tidur,
pakaian, handuk, selimut, sarung bantal, guling, dll Jika ada orang di sekitar
yang terinfeksi skabies, bagi yang belum terkena hendaknya mencuci
pakaian m enggunakan air hangat dan sabun lalu keringkan
sampai benar-benar kering.
Sekunder
:. Pengobatan massal diseluruh penghuni rumah, rumah
63
Terapi
Algoritme Tatalaksana Skabies
Pencegahan sekunder
RUJUK
Obat-obatan
Obat
Frekuensi
keterangan
Level of evidence
Rentang
dosis mg/hari
1 x/hari
Krim 1 B/ permethrin Recommendation 5% Grade A
Penggunaan selama 8-12jam pada malam hari lalu cuci
bersih. Dapat diulang setelah
10-14 hari pemberian pertama. Aman bagi bayi (> 2 bln) dan anak balita
Krim 31
ari, Bersifat neurotoksik pada benzil Recommendation
1x/h
malam hari tungau skabies benzoat Grade B
Cukup efektif pada semua 10%
stadium (tidak
Penggunaan 24 jam Sering tersedia
mengiritasi (dermatitis iritan) dalam
& menambah rasa gatal formula
Diberikan selama 3 hari. rium nasional) Asam Sulfur
ari, | Membunuh tungau & larva, salisilat, Recommendation salisilat 2%,
am 2x/h
1b/ As
pagi-siang tidak membunuh telur sulfur PP Grade A sulfur PP
Penggunaan selama 8 jam, 4%
tiga hari berturut-turut Berbau, lengket, mengotori
pakaian, kadang2 terjadi iritasi (dermatis kontak) Mu rah,
aman untuk neonatus dan bumil D iberikan hingga
penyembuhan Lindane
Bersifat neurotoksik (SSP) 1% lotion
karena diabsorbsi melalui kulit Pada anak2 dapat
menimbulkan kejang,
sebaiknya tidak dipakai untuk bayi, anak kecil, bumil dan buteki Penggunaan selama
8 jam, diulang 7 hari kemudian
Cefadroxil Dewasa:
2x500/hari sampai 2x1000 mg/hari
Anak: 30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis Cefalexin 40-50 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 4 dosis selama 5-7 hari Sefuroxim Dewasa:
2x250 mg/hari sampai 2x500 mg/hari
Anak: 2x125 mg/hari sampai 2x250 mg/hari Klorfeniramin Dewasa:
3x4 mg/h
Anak: 0,35mg/kgBB/h Setirisin Dewasa: 10 mg/h
Anak: 6 bln-2 thn: 2,5 mg 2-5 thn: 2,5-5 mg >5 thn: 5-10 mg Loratadine Dewasa:
10 mg/hari
Anak: 1 thn – 12 kg: 2,5 mg 12-30 kg: 5 mg >30 kg: 10 mg
66
Monitoring Pengobatan Pasien harus diperiksa 4 minggu setelah memulai pengobatan untuk
memastikan bahwa pengobatan berhasil. Jika terjadi resistensi pengobatan maka regimen obat
harus diganti.
Komplikasi
Scabies induced pioderma→
o Impetigo sekunder dan glomerulonefritis poststreptococal o Sterptococcus pyogenes.
Scabies yang berkrusta
o Lymphangitis dan septicemia Pemicu terjadinya bullous pemfigoid
Kriteria Rujuk Balik Jika tidak ditemukan lagi kelainan fisis dan pada pemeriksaan mikroskop tidak
ditemukan scabies maka dirujuk kembali ke PPK 1.
Referensi MIMS Dermatology. 2015. Disease Management Guidelines. Indonesia.
MIMS. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of
th
the Skin: Clinical Dermatology. 10 Ed. Canada. Saunders Elsevier. Perhimpunan Dokter
Spesialis Kulit dan Kelamin. 2014. Panduan
Layanan Klinis Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi. Jakarta. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun 2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015
67
IX. Gastritis No.ICPC-2 :00
7 Dyspepsial/indigestion
No.ICD-10: K29.7 Gastritis, inspecified
Definisi
Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung dengan manifestasi gelala klinis
berupa keluhan nyeri atau tidak nyaman di daerah ulu hati disertai gelala mual, kembung,
sakit perut berulang yang perlu dibuktikan dengan pemeriksaan endoskopi dengan atau
tanpa pemeriksaan h istopatologi.
Etiologi
Gastritis akut maupun kronik non-erosif sering disebabkan oleh infeksi bakteri Helicobacter
pylori astritis erosif akut dapat disebabkan penyalahgunaan alkohol, penggunaan obat
. G
NSAID, kortikosteroid dan antikoagulan dalam jangka waktu lama atau dosis tinggi, refluks
empedu, dan syok sepsis. Gastritis erosif kronik dapat disebabkan oleh penyakit
autoimun, tiroid, vitiligo, HIV/AIDS, DM tipe 1, hipoparatiroid dan insufisiensi adrenokortikal.
Penegakan Diagnosa
Anamnesis
Keluhan (Subjektif)
Faktor Risiko
: • Nyeri dan panas seperti terbakar pada perut
bagian atas
• Mual, muntah, kembung dan selera makan
berkurang
• Pola makan tidak teratur, porsi makan
yang besar dan suka makanan pedas Sering minum kopi
Infeksi bakteri atau parasit
• Riwayat penggunaan obat analgetik,
steroid dan antikoagulan Alkoholisme Stress Pasien kritis Penyakit lain:
penyakit refluks empedu, penyakit autoimun, HIV/AIDS dan Chron
disease
68
Usia penderita
: Pada usia 20-40 dan sering juga pada usia
lanjut
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Utama : Pemeriksaan : Dapat terjadi anemia, pengurangan nilai MCH Darah Lengkap
dan Hct (pada kondisi gastritis autoimun) P emeriksaan
Positif pada infeksi H pylori H elicobacter pylori urea breath test *
Pemeriksaan Feses : Antigen Helicobact er p ylori ( positif pada
infeksi H pylori) Fecal occult blood test (mengetahui adanya
perdarahan pada saluran cerna) Tambahan (Dapat
Dipertimbangkan) * : Pemeriksaan : Rontgent dengan barium enema Radiologi
Endoskopi Dilakukan terutama pada pasien > 45 thn dengan
ai ada keganasan pada lambung, pasien dispepsia
gejala disepsia atau dicurig
yang tidak sembuh dengan pengobatan e mpiris yang diberikan 2-4
minggu, pasien gastritis dengan anemia, H Pylori positif atau
69
tanda bahaya tidak diberikan terapi empirik, melainkan harus dilakukan investigasi
terlebih dahulu dengan endoskopi dengan atau tanpa pemeriksaan
histopatologi sebelum ditangani sebagai dispepsia fungsional. Jika Hasil
pemeriksaan positif ditemukan lesi mukosa (mucosa dam age) t erapi
dilakukan berdasarkan kelainan yang ditemukan. Kelainan yang termasuk
dalam kelompok dispepsia organik antara lain gastritis erosif, duodenitis,
ulkus gaster, ulkus duodenum, atau proses keganasan. Jika hasil
pemerikasaan negatif terapi dapat diberikan sesuai dengan gangguan
fungsional yang ada. Penggunaan prokinetik seperti metoklopramid,
domperidon, cisaprid dapat memberikan perbaikan gejala pada beberapa
pasien dengan dispepsia fungsional
Diagnosa Banding
Ulkus peptik : Konfirmasi dengan endoskopi GERD
ylo
H p ri urea breath
test negative, pemeriksaan endoskopi tampak peradangan
pada esôfagos, atau didapat gejala klinis berupa heart burn d
an
regurgitasi, pada pemeriksaan esofagus bisa atau
tidak ditemukan kelainan. Kanker
Gejala lebih berat seperti perdarahan saluran cerna, lambung anaemia,
perasaan cepat kenyang, penurunan berat
badan >10% tanpa diketahui penyebabnya, disfagi
yang progresif, odinofagi, dan muntah yang persisten Kolelithiasis :
USG abdomen ditemukan batu pada empedu Kholesistitis : Murphy's s
ign positif,
peningkatan alkaline
phosfatase, gamma-GT dan bilirubin Limfoma : Konfirmasi
dengan endoskopi
Pencegahan
Primer
: a. Pola makan yang baik, kurangi makanan pedas,
asam dan tinggi lemak b. Mengurangi atau menghindari penggunaan obat
NSAID, kortikosteroid dan antikoagulan.
70
c. Berikan obat H2 antagonis atau PPI pada pasien
dengan risiko tinggi seperti pasien kritis, pasien dengan
riwayat ulkus atau perdarahan saluran cerna, usia >
60 tahun, menggunakan NSAID dosis tinggi, sedang
menggunakan kortikosteroid atau
obat antikoagulan Pemeriksaan H pylo
ri pada orang Asia meskipun
tidak bergejala membantu eradikasi kuman dan mengurangi
risiko kanker lambung
Skrining*
Terapi
Kronik
Akut (Infeksi Hpylori) 1. PPI +Klaritromisin
**+Amoxicillin 2. Atau PPI + Klaritromisin
+Metronidazol 3. Atau PPI + Colloidal
bismuth subcitrate** +
Metronidazol + Tetrasiklin 4. Pola makan yang baik,
kurangi makanan pedas, asam dan tinggi lemak
Akut Erosif 1. Stop faktor risiko pencetus 2. H2 antagonis atau
PPI 2-4
minggu 3. Antiemetik (jika ada gangguan
motilitas) 4. Pola makan yang baik, kurangi
makanan pedas, asam dan tinggi lemak
Jika ditemukan salah satu kondisi berikut : 1) 5 hari pengobatan tidak ada
perbaikan, 2) terjadi komplikasi, 3) terjadi alarm symptomsseperti
perdarahan, berat badan menurun 10% dalam 6 bulan, dan mual
muntah berlebihan.
Rujuk !!
Tabel 1. Obat-Obatan
Obat Rentang dosis Frekuensi Keterangan Proton Pump Inhibitor Lansoprazole** 30 mg per
oral ,
maksimum 60 mg/hari
1-2 kali sehari
Diberikan antara 7 – 14 hari; sebelum makan
Omeprazole 20 mg per oral,
maksimum 40 mg/hari
1-2 kali sehari
Diberikan antara 7 - 14 hari; sebelum makan
Esomeprazole** 40 mg 1 kali sehari
Diberikan antara 7 - 14 hari; sebelum makan Rapeprazole 20 mg 2 kali sehari
Diberikan antara 7 - 14 hari; sebelum makan Pantoprazole 40 mg 2 kali sehari
Diberikan antara 7 - 14 hari; sebelum makan H2 Antagonis Cimetidin 400 mg per oral,
maksimum 800 mg
2 kali sehari
Diberikan 4-6 minggu; sesudah makanan
Ranitidin 300 mg per oral maksimum 600 mg 50 – 200 mg per IV
2 kali sehari
3-4 kali sehari
Diberikan 4-8 minggu; sebelum/sesudah makan
Antimikroba Klaritromisin** 500 mg per oral 2 kali sehari
Diberikan selama 14 hari
Amoksisilin 500-1000 mg
per oral, maksimal 3000 mg/hari
3- 4 kali sehari
Diberikan selama 14 hari
Metronidazole 500 mg per oral 3 kali sehari
Diberikan selama 14 hari
Tetrasiklin 250-500 mg per
oral
3-4 kali sehari
Diberikan selama 14 hari
72
Tabel 2. Regimen Terapi Eradikasi Hp
Obat Dosis Durasi
Lini Pertama
PPI*
Amoksisilin
Klaritromisin
2x1
1000 mg (2x1)
500 mg (2x1)
7-14 hari
Di daerah yang diketahui resistensi klaritromisin >20%:
PPI*
Bismut subsalisilat
Metronidazole
Tetrasiklin
2x1
2 x 2 tablet
500 mg (3x1)
250 mg (4x1)
7-14 hari
Jika bismuth tidak ada:
PPI*
Amoksisilin
Klaritromisin
Metronidazole
2x1
1000 mg (2x1)
500 mg (2x1)
250 mg (3x1)
7-14 hari
Lini Kedua: Golongan obat ini dipakai bila gagal dengan rejimen yang mengandung klaritromisin
PPI*
Bismut subsalisilat
Metronidazole
Tetrasiklin
2x1
2 x 2 tablet
500 mg (3x1)
250 mg (4x1)
7-14 hari
PPI*
Amoksisislin
Levofloksasin
2x1
1000 mg (2x1)
500 mg (2x1)
7-14 hari
73