Anda di halaman 1dari 6

Menu

Search

Suminar

Buat Rencanamu Sendiri, Jangan Jadi Bagian Dari Rencana Orang Lain

Toshiba Corporation Accounting Scandal

Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan nama Toshiba, produknya telah banyak menghiasi perkakas
rumah dengan berbagai produk elektroniknya. Toshiba Corporation merupakan perusahaan elektronik
asal Jepang dengan reputasi yang sangat baik awalnya. Dikenal sebagai perusahaan dengan laju
inovasinya yang terdepan serta banyak mewarnai referensi buku bisnis dengan berbagai prestasi. Salah
satunya karya firma hukum Mori Hamada & Matsumoto yang menceritakan tentang bagusnya tata kelola
dalam perusahaan. Toshiba menduduki peringkat sembilan dari 120 perusahaan publik di Jepang dalam
Good Governance Practice. Mencerahkan para pelaku bisnis sehingga ingin melakukan hal serupa di
perusahaan mereka.

Namun reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan hanya karena pressure yang sangat tinggi untuk
memenuhi target performance unit. Kasus ini terjadi baru-baru ini yaitu tahun 2015. Toshiba terbukti
melakukan pembohongan publik dan investor dengan cara menggelembungkan keuntungan di laporan
keuangan hingga overstated profit 1,2 Miliar US Dollar sejak tahun fiskal 2008. Dan yang lebih
memprihatinkan skandal tersebut melibat top management dari Toshiba Corporation.

Sejak laporan audit penginvestigasian resmi dirilis dua bulan setelah komite yang diketuai Koichi Ueda
dan beranggotakan beberapa pakar akuntansi Jepang menginvestigasi Toshiba dan sampai pada
kesimpulan telah terjadi penyimpangan. Pada 21 Juli 2015, delapan dari 16 petinggi Toshiba yang terlibat
skandal akuntansi resmi mengundurkan diri. Termasuk diantaranya Presiden Direktur Hisao Tanaka,
Wakil Presdir Norio Sasaki dan Chief Executive Atsutoshi Nishida.

Analisis Kasus

Guna mempercantik kinerja keuangannya, Toshiba melakukan berbagai cara baik mengakui pendapatan
lebih awal atau menunda pengakuan biaya pada periode tertentu namun dengan metode yang menurut
investigator tidak sesuai prinsip akuntansi,. Seperti kesalahan penggunaan percentage-of-completion
untuk pengakuan pendapatan proyek, cash-based ketika pengakuan provisi yang seharusnya dengan
metode akrual, memaksa supplier menunda penerbitan tagihan meski pekerjaan sudah selesai, dan lain
semisalnya.

Besarnya angka, rentang waktu yang tidak sebentar, juga keterlibatan Top Management memberi
gambaran kepada kita betapa kronis dan kompleksnya penyakit dalam tubuh Toshiba. Penyelewengan
dilakukan secara berjamaah, sistematis dan cerdas. Sekian lapis sistem kontrol dari mulai divisi
akuntansi, keuangan, internal audit, tidak berfungsi sama sekali. Bagaimana akan berfungsi, bahkan
oknumnya dari staff senior mereka yang sudah hafal seluk beluk perusahaan. Seiya Shimaoka, seorang
internal auditor, mencurigai kecurangan dan berusaha melaporkan tapi malah dianggap angin lalu oleh
atasannya sendiri seperti yang dilansir jurnalis Financial Times. Sedemikian rapi dan cerdasnya hingga
tim auditor eksternal sekelas Ernst & Young (EY) tak mampu mencium aroma busuk dari laporan
keuangan Toshiba. Belum ada dugaan kantor akuntan itu terlibat dalam skandal.

CEO memang tidak menginstruksikan langsung untuk melakukan penyimpangan tetapi memasang
pencapaian target yang tinggi. Ini yang membuat karyawan pusing kepala. Apalagi ditambah budaya
Toshiba yang kurang baik: tidak bisa melawan atasan. Maksudnya melawan adalah koreksi atas kesalahan
manajemen mengambil keputusan. Dalam kasus Toshiba, bawahan tidak bisa mengkoreksi penetapan
target oleh CEO yang bahkan tidak realistis dengan kondisi bisnis dan perusahaan. Bahasa mudahnya,
CEO berkata, “Terserah kamu mau ngapain, pokoknya akhir tahun harus profit!”

Selain itu, sistem kompensasi karyawan yang dihitung dari kinerja keuangan juga turut andil di dalamnya.
Maka muncullah ide-ide kreatif dari karyawannya untuk mencapai target yang ditetapkan. Celakanya
kreatifitas kali ini bukan dalam riset pengembangan atau pemasaran namun dalam hal perlakuan
akuntansi. Dibuatlah laporan keuangan dengan profit tinggi padahal tidak mencerminkan keadaan yang
sebenarnya.

Solusi

Dalam kasus skandal akuntansi di dalam Toshiba Corporation ini menunjukan perilaku bisnis yang kurang
baik. Dilihat dari etika pada kasus ini adanya tindakan kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan
dengan menaikan laba operasional. Dalam menciptakan etika bisnis yang baik dikasus ini ada hal-hal
yang perlu diperhatikan antara lain:

Pengendalian Diri
Pencapaian target dalam suatu perusahaan sangatlah penting untuk meningkatkan laba bagi
perusahaan. Akan tetapi jika belum mencapai target seharusnya Hisao Tanaka dan pihak yang terkait
dalam kasus ini harusnya menahan diri untuk melakukan niat tersebut, Agar kasus yang salah ini dapat
terhindari.

Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Sosial Responsibility)

Dilihat dari pengembangan tanggung jawab sosialnya, para pihak yang terkait dalam penyimpangan
pencatatan ini tidak dapat memegang tanggung jawab sosialnya yang telah diberikan masyarakat kepada
perusahaan toshiba karena hanya mementingkan dirinya pribadi sehingga berani melakukan
penyimpangan pencatatan keuntungan pada perusahaan.

Mempertahankan Jati Diri Tidak Mudah Untuk Terombang-Ambing Oleh Pesatnya Perkembangan
Informasi Dan Teknologi.

Dalam kasus ini penyimpangan pencatatan toshiba selaku CEO dan presiden Hisao Tanaka seharusnya
dapat mempertahankan jadi dirinya sebagai CEO dan Presiden yang seharusnya dijalankan dengan benar
dengan tidak memanipulasi data laporan keuangan.

Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”

Pada kasus ini Hasao Tanaka tidak memikirkan karir yang dimiliki toshiba selama 140 tahun yang
dpercaya banyak masyarakat bahkan karir untuk pelakunya sendiri pun tidak memikirkan nantinya
bagaimana dimasa yang akan datang, mereka hanya melihat masalah sekarang yang terpenting
terselesaikan walaupun dengan cara yang salah.

Menghindari Sifat 5K (katabelece, kongkalikong, koneksi, kolusi dan komisi)

Dalam kasus penyimpangan pencatatan 5k ini pasti tidak dapat terhindari dikarenakan tidak adanya jalan
lain untuk pencapaian target yang diharapkan agar tidak mendapatkan kerugian yang besar maka
mereka bekerja sama dengan koneksi dilingkungan yang berhak memegang laporan keuangan tersebut
dengan cara memperbesar laba operasional dan bekerjasma dengan berbagai pihak dalam melakukan
tindakan 5K tersebut.

Mampu Menyatakan Yang Benar Itu Benar


Pada kasus ini CEO dan Presiden Hisao Tanaka memanipulasi data toshiba dikarenakan persyaratan untuk
memenuhi performance unit yang tidak bisa terpenuhi, Maka dari itu CEO dan Presiden Hisao Tanaka
bekerja sama untuk memanipulasi data laporan keuangan dan memaksakan diri untuk mencapai profit
yang tinggi, tanpa memandang benar atau salah cara yang dilakukannya.

Konsekuen dan Konsisten Dengan Aturan Main Yang Telah Disepakati Bersama.

Pada kasus ini tidak adanya etika bisnis yang konsekuen dan konsisten dari para pihak karena CEO dan
presiden Hisao Tanaka sudah melakukan kecurangan demi kepentingan pribadi walaupun tujuannya baik
untuk menyelamatkan perusahaan toshiba dari performance unit yang tidak terpenuhi.

Menumbuhkan Kesadaran Dan Rasa Memiliki Terhadap Apa Yang Disepakati

Apabila pada kasus ini para pihak yang terkait mempunyai kesadaran bahwa dirinya ikut andil dalam
perusahaan untuk memajukan dan mematuhi apa yang telah disepakati, maka akan menghasilkan profit
seperti yang ditargetkan dan tetap akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Perlu Adanya Sebagian Etika Bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan
perundang-undangan.

Dalam setiap profesi pasti memiliki aturan atau pedoman yang harus di patuhi. Pada kasus ini para pihak
yang bersalah mungkin belum telalu mengenal etika bisnis yang baik jadi mereka belum paham dengan
aturan dan pedoman yang telah ditetapkan, sehingga apa yang dilakukan mereka menurutnya hanyalah
hal biasa dan tidaknya ketegasan aturan yang ada maka banyak orang yang melakukan terus menurus
keslaahan pada kasus ini.

Kesimpulan

Di dalam dunia bisnis pentingnya menerapkan etika bisnis yang baik untuk pencapaian tujuan yang ingin
dicapai dengan cara halal sesuai dengan tahap-tahap yang seharusnya, bukan dengan cara menghalalkan
segala cara agar dapat pencapaian tujuan tersebut.
Advertisements

Report this ad

Share this:

TwitterFacebook2

Related

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Perbandingan Sejarah Profesi Akuntansi 3 Fase (Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi)

May 8, 2016Leave a reply

Advertisements

Report this ad

« Previous

Advertisements

Report this ad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *
Comment

Name *

Email *

Website

Notify me of new comments via email.

Advertisements

Report this ad

Advertisements

Report this ad

View Full Site

Blog at WordPress.com.

:)

Anda mungkin juga menyukai