Fatigue
Andree Kurniawan, Audric Albertus
Patogenesis
Mekanisme terjadinya fatigue dapat dibagi menjadi dua, yaitu fatigue sentral dan perifer. Pada
fatigue sentral, terdapat gangguan neurotransmiter pada sistem saraf pusat. (Gambar 21.1)
Sedangkan, pada fatigue perifer terdapat gangguan neuromuskular yang terjadi di luar sistem
saraf pusat yang berhubungan dengan gangguan neurotransmisi pada saraf perifer dan/atau
defek pada kontraksi muskular, kurangnya energi, inflamasi, abnormalitas sendi, dan wasting
otot. (Gambar 21.2)
Pasien yang sedang mengalami stress umumnya berhubungan dengan gangguan sosial,
psikologis, dan fisik. Kondisi tersebut akan mencetuskan respon stress pada sistem saraf pusat.
Sistem saraf pusat akan merespons dengan mengeluarkan corticotropin-releasing hormone
(CRH) dan juga mengaktifkan sistem saraf simpatik. CRH kemudian akan mengaktifkan aksis
hipotalamik-pituitari-adrenal (HPA) dan menstimulasi adenocorticotropic hormone (ACTH)
pada pituitari anterior. CRH yang meningkat akan menderegulasi HPA sehingga terjadi
perubahan pada ritme kortisol diurnal dan penumpukan respon stress kortisol. Hal ini akan
menyebabkan rasa fatigue dan perubahan perilaku.
Respon inflamasi juga berperan dalam gejala fatigue. Saat terjadi proses inflamasi,
respon akut tubuh akan mengeluarkan sitokin-sitokin, seperti interleukin (IL)-1, IL-6, tumour
necrosis factor (TNF), dan interferon gamma (IFN-). Pada sistem saraf pusat khususnya pada
hipotalamus dan pituitary terdapat reseptor sitokin. Sitokin proinflamasi tersebut dapat
mengaktifkan aksis HPA, meningkatkan sekresi CRH pada hipotalamus dan meningkatkan
ACTH dan glukokortikoid. Selain itu sistem neurotransmitter serotonin dan noradrenalin
berperan untuk mengontrol sekresi CRH. Pada pasien fatigue, terjadi gangguan neurotransmisi
serotonergik sentral yang meningkatkan sensitivitas aktivasi hipotalamus yang dimediasi oleh
serotonin.
GABA
TNF-, IL-6, Benzodiazepin
IL-1, IFN Opiat
Serotonin
Asetilkolin
CRH
Hipotalamus Nukleus Sistem Simpatik
Medulla oblongata Arkuata Sentral
NE
CRH NE
Ganglion
SP simpatetik
Kelenjar
NPY
Pituitari
ACTH Norepinefrin
Kelenjar
Epinefrin
Adrenal
Glukokortikoid
Lainnya: obat-obatan,
malnutrisi, nyeri,
kelainan sendi
Gambar 21.2. Patofisiologi fatigue perifer. Titik menandakan efek inhibisi, garis menandakan
efek memperkuat. (Dikutip dari: Jong E, Oudhoff LA, Epskamp C, Wagener MN, van Dujin
M, Fischer S, van Gorp EC. Predictors and treatment strategies of HIV-related fatigue in the
combined antiretroviral therapy era. AIDS. 2010 Jun;24(10):1387-405)
Etiologi
Fatigue merupakan gejala subjektif dan dapat disebabkan oleh banyak faktor. Kebanyakan
pasien yang datang dengan keluhan fatigue pada akhirnya tidak diketahui penyebabnya. Hanya
sekitar 15% pasien fatigue yang disebabkan oleh penyakit organik. Evaluasi fatigue secara
menyeluruh harus dilakukan untuk menyingkirkan penyakit oragnik. Gangguan psikiatrik,
seperti depresi dan ansietas, merupakan diagnosis yang sering ditemukan pada keluhan fatigue.
Etiologi dari fatigue dapat dilihat pada Tabel 21.1.
Tabel 21.1. Etiologi Fatigue
Gangguan psikiatri Masalah endokrin Penyakit infeksi
Stress psikologis Diabetes Mellitus Tuberkulosis
Depresi Penyakit Tiroid HIV
Ansietas Penyakit Addison Hepatitis
Penyalahgunaan zat Sindrom Cushing Endokarditis infektif
Gangguan Makan Hiperparatiroidisme Infeksi mononucleosis
Chronic Fatigue Syndrome Penyakit Lyme
Masalah gastrointestinal
Penyakit kardiak Sindroma malabsorpsi Gangguan neurologis
Gagal Jantung Kongestif Inflammatory bowel disease Myasthenia gravis
Bradiaritmia Sirosis Multiple sclerosis
Onkologis
Penyakit respirologi Masalah reumatologi
Penyakit Paru Obstruktif Fibromialgia Farmakologis
Kronik (PPOK) Rheumatoid artritis Antihistamin
Tidur Apnea Lupus Eritematosus Antidepresan
Sistemik Benzodiazepin
Masalah hematologi Hipnotik
Anemia Narkotik
Leukemia / Limfoma
Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis tentang fatigue, hal-hal yang perlu ditanyakan meliputi
1. Durasi
2. Waktu dan onset
3. Faktor memperingan/memperberat
4. Red flag atau tanda bahaya dan gejala tambahan
5. Medikasi
6. Diagnosis banding
1. Durasi
Keadaan fatigue akut umumnya dihubungkan dengan kondisi fatigue fisiologis, seperti kurang
tidur, dan juga kondisi medis akut. Efek dari fatigue akut umumnya tidak berlangsung lama
dan sering kali membaik dengan istirahat yang cukup. Pada umumnya hanya perlu dilakukan
evaluasi minimal pada fatigue akut. Etiologi menurut lamanya fatigue dapat dilihat pada Tabel
21.4
3. Faktor Memperingan/Memperberat
Dalam melakukan anamnesis keluhan fatigue, pertanyaan mengenai faktor yang dapat
memperingan dan memperberat keluhan fatigue perlu ditanyakan. Pasien dengan penyakit
medis sering kali menjelaskan keluhan fatigue pasien tetap tidak membaik walaupun pasien
sudah melakukan istirahat yang cukup. Pada pasien dengan deskripsi keluhan ini mungkin
membutuhkan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan etiologi. Namun, apabila pasien
membaik sesudah melakukan istirahat yang cukup maka biasanya keluhan fatigue hanya
fisiologis dan tidak membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Aktivitas fisik/mental juga sering kali menjadi faktor yang dapat membedakan etiologi keluhan
fatigue. Keluhan fatigue biasanya memburuk setelah aktivitas pada pasien dengan kelemahan
otot dan penyakit kardiopulmonal. Pada pasien psikogenik sering kali mendeskripsikan
keluhan fatigue yang tidak berubah sepanjang hari, bahkan setelah aktivitas. Apabila keluhan
fatigue memberat dan disertai dengan sesak napas setelah melakukan aktivitas, maka etiologi
seperti penyakit kardiopulmonal berat, anemia, dan hipertiroidisme harus dipikirkan dan pasien
perlu dievaluasi lebih lanjut.
Tabel 21.8. Red flag dan gejala tambahan pada fatigue kronik dan etiologinya
Gejala Etiologi Serius Etiologi Ringan
Demam, keringat malam Infeksi Penyakit viral
Limfoma
Neoplasma
Penurunan berat badan Infeksi
Keganasan
Malabsorpsi
Penyakit Tiroid
Depresi
Gangguan Makan
Nyeri tenggorok Infeksius mononucleosis Penyakit viral
Faringitis streptokokal
Pembesaran getah bening HIV Penyakit viral
Infeksius mononucleosis
Limfoma
Sifilis
Sesak napas Gagal jantung Ansietas
PPOK
Anemia
Aritmia jantung
Palpitasi Aritmia kardiak Ansietas
Tirotoksikosis
Nyeri sendi, kaku Artritis rheumatoid Penyakit viral
Penyakit Lyme
Nyeri punggung Karsinoma metastatik Nyeri punggung bawah
Multiple myeloma mekanik
Haus berlebih, urinasi Diabetes mellitus Irritable bowel syndrome
Diabetes insipidus Dispepsia nonulkus
Nyeri abdomen Penyakit ulkus peptikum
Inflammatory bowel disease
Keganasan intra-abdomen
Iskemia mesenterik
Jaundice Hepatitis Sindroma Gilbert
Kanker pancreas
Sirosis
Reaksi obat
Nyeri Dada Penyakit arteri koroner Gangguan ansietas atau
panic
Penyakit refluks
gastroesofageal
Diare Inflammatory bowel disease Irritable bowel syndrome
Malabsorpsi Penggunaan laksatif
Parasit intestinal
Perdarahan rektum Inflammatory bowel disease Hemoroid
Penglihatan ganda, kesulitan Myasthenia gravis
berbicara atau mengunyah; Temporal arteritis
sakit ketika mengunyah Multiple sclerosis
Gangguan tidur Depresi
Sleep apnea
5. Medikasi
Evaluasi mengenai riwayat medikasi pasien, baik yang diresepkan maupun beli sendiri, sangat
perlu dilakukan. Beberapa medikasi dapat menyebabkan perubahan pada neurotransmitter
yang menyebabkan pasien mengalami insomnia maupun kantuk. Keluhan fatigue akan
dikeluhkan pasien selama pasien tetap mengkonsumsi medikasi tersebut. Daftar obat yang
dapat menyebabkan insomnia dan kantuk dapat dilihat pada Tabel 21.9.
6. Diagnosis banding
Keluhan fatigue pada pasien dapat memiliki makna yang beragam. Praktisi sering salah
mengartikan makna dari istilah fatigue yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pendekatan
diagnosis pasien. Beberapa istilah harus dibedakan dari fatigue, seperti exertional dyspnea,
kelemahan otot, kantuk berlebih, hilangnya motivasi, general debility, dan concealed concerns.
Istilah yang menyerupai fatigue tersebut dapat dilihat pada Tabel 21.2. Etiologi yang menjadi
diagnosis banding dari fatigue dapat dilihat pada Tabel 21.3.
Tabel 21.2. Daftar beberapa istilah yang menyerupai fatigue
Diagnosis Banding Fatigue
Exertional Dyspnea
Exertional dyspnea adalah sensasi kesulitan bernafas saat melakukan aktivitas. Pemeriksaan
seberapa jauh pasien dapat melakukan aktivitas biasa, seperti berjalan, mungkin diperlukan
Kelemahan Otot
Kelemahan otot didefinisikan sebagai penurunan kekuatan neuromuskular. Tes kekuatan
otot langsung pada pasien yang memiliki keluhan fatigue terkadang diperlukan untuk
menentukan apakah terdapat penurunan kekuatan otot pada pasien.
Excessive Sleepiness
Excessive Sleepiness merupakan tidak terkontrolnya keinginan untuk tidur secara tiba-tiba.
Epworth Sleepiness Scale dapat membantu untuk mendiagnosis gangguan tidur. Beberapa
pertanyaan dapat diajukan pada pasien atau orang sekitar pasien, seperti riwayat
apnea/hipoapnea saat tidur dan riwayat mendengkur.
Hilangnya Motivasi
Keluhan fatigue dapat dimaksudkan pasien sebagai hilangnya motivasi. Pasien dengan
maksud tersebut biasanya merasakan hilangnya minat pada hobi dan aktivitas normal.
Anamnesis yang hati-hati harus dilakukan untuk membedakan antara keterbatasan fisik dan
kurangnya kehendak atau minat.
General Debility
General Debility merupakan keadaan kelemahan pada seluruh tubuh akibat dari kondisi
medis. Pertanyaan mengenai perubahan penampilan, berat badan, dan ukuran baju
diperlukan.
Concealed Concerns
Pasien yang memiliki masalah yang tersembunyi, seperti masalah pekerjaan, penggunaan
alckhol, dan masalah hubungan seksual, sering kali mengeluhkan fatigue sebagai keluhan
utama.
Persisten? Tidak
Mengganggu fungsi sosial atau Fatigue idiopatik
pekerjaan? Evaluasi periodik
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Fatigue idiopatik:
Pengobatan suportif
dan follow up berkala
Gambar 21.3. Algoritma pendekatan diagnosis: Fatigue. (Dikutip dari: Avellaneda Fernández
A, Pérez Martín Á, Izquierdo Martínez M, et al. Chronic fatigue syndrome: aetiology, diagnosis
and treatment. BMC Psychiatry. 2009;9(Suppl 1):S1.)
Daftar Pustaka
1. Simons RJ, Swallow NA. Fatigue. Dalam: Henderson MC, Tierney LM, Smetana GW,
editors. The Patient History: An Evidence-based Approach to Differential Diagnosis
2nd edition. Stamford: Appleton & Lange; 2013. h 47 – 56
2. Japp A, Robertson C, Wright R, Reed M, Robson A. Macleod’s Clinical Diagnosis 2nd
edition. Edinburgh: Elsevier; 2018. h 128 – 35
3. Stern SC, Cifu AS, Altkorn D. Symptom to Diagnosis: An Evidence-based Guide 2nd
edition. New York: McGraw-Hill Education/Medical; 2015. h 266 – 274
4. Jong E, Oudhoff LA, Epskamp C, Wagener MN, van Dujin M, Fischer S, van Gorp
EC. Predictors and treatment strategies of HIV-related fatigue in the combined
antiretroviral therapy era. AIDS. 2010 Jun;24(10):1387-405
5. Markowitz AJ, Rabow MW. Palliative management of Fatigue at the close of life: “ it
feels like my body is just worn out”. JAMA. 2007 Jul: 298(2):217
6. Avellaneda Fernández A, Pérez Martín Á, Izquierdo Martínez M, et al. Chronic fatigue
syndrome: aetiology, diagnosis and treatment. BMC Psychiatry. 2009;9(Suppl 1):S1.
7. Wilson J, Morgan S, Magin PJ, van Driel ML. Fatigue—a rational approach to
investigation. Aust Fam Physician. 2014 Jul;43(7):457-61