Anda di halaman 1dari 40

List penyakit

1. Hipertensi Essensial
2. Hipertensi Emergensi
3. Hipertensi Sekunder
4. Iskemik tungkai akut
5. Tromboflebitis
6. Trauma Vascular
7. Peripheral artery disease
8. Aneurisma aorta
9. Hipertensi pada anak

STEP 6 : Belajar Mandiri


—---

STEP 7 : Sintesis

Definisi dan klasifikasi


Epidemiologi, Etiologi dan faktor risiko
Patogenesis dan patofisiologi
Diagnosis (Manifestasi klinis, pemfis, pemeriksaan penunjang)
Tatalaksana, prognosis, komplikasi, dan rujukan
A. Hipertensi esensial (4)

No LO Pembahasan

1 Definisi dan Hipertensi didefinisikan sebagai kondisi tekanan darah sistolik


klasifikasi
130 mmHg atau diastolik 80 mmHg.4 Sekitar 80 – 95%
Hipertensi esensial
Aqis merupakan hipertensi esensial yang berarti tidak ada penyebab
spesifik. Kondisi ini umumnya jarang menimbulkan gejala
dan sering tidak disadari, sehingga dapat menimbulkan
morbiditas lain seperti gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, stroke, gagal ginjal stadium akhir, atau bahkan
kematian.

Ketika tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, pada usia 18


tahun ke atas dengan penyebab yang tidak diketahui.
Pengukuran dilakukan 2 kali atau lebih dengan posisi duduk,
kemudian diambil reratanya, pada 2 kali atau lebih kunjungan.

JNC 7 merekomendasikan intervensi yang bersifat


spesifik untuk kesehatan masyarakat berupa penurunan asupan
kalori, asam lemak jenuh dan garam, terutama untuk jenis
makanan olahan, serta meningkatkan aktivitas fisik di
lingkungan sekolah dan masyarakat pada berbagai komunitas.
Strategi ini diharapkan dapat menurunkan populasi penderita
hipertensi yang akhirnya dapat menurunkan risiko mortalitas
dan morbiditas penderita hipertensi.

2 Epidemiologi,
Etiologi dan faktor
risiko Hipertensi
esensial Nayas

3 Patogenesis dan
patofisiologi
Hipertensi esensial
Rio

Bersifat multifaktorial, yang timbul akibat dari interaksi


berbagai macam risiko.
1. Faktor risiko : diet dan asupan garam, stres, ras,
obesitas, merokok dan genetik.
2. Mekanisme neural :
Aktivitas berlebihan sistem saraf simpatis=>
peningkatan denyut jantung, kontraktilitas jantung,
kadar norepinefrin (NE) plasma dan urin, vasokontriksi
di sirkulasi perifer. Untuk mengukur aktivitas NE yang
berlebih di tingkat regional dapat digunakan radiotracer
dan mikro neurografi.
3. Mekanisme renal :
Menurunnya kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan kelebihan Na pada diet tinggi garam.
Retensi Na dapat meningkatkan TD melalui 2 cara :
- Volume-dependent mechanism : autoregulasi
dan produksi dari endogenous quabain-like
steroid.
- Volume-independent mechanism :
angiotensin-> stimuli SSP-> >>aktivitas saraf
simpatisà >>kontraktilitas sel otot polos blood
vessels, hipertrofi mioblas jantung
4. Mekanisme vaskular :
Perubahan struktur pembuluh darah kecilà peningkatan
tahanan periferàprogresivitas hipertensi.
- Vasokontriksi (>>cytosolic calcium pathwayà
>>kontraksi otot polos pembuluh darah
- Disfungsi endotel. Gangguan pada
keseimbangan tonusà <<NO (vasodilatasi) dan
>>Faktor proinflamasi, growth factor
(vasokontriksi)
- Remodelling vaskular. Memperberat
hipertensi. (menebalnya dinding media arteri
(dipengaruhi oleh RAAS)
5. Mekanisme hormonal :
Aktivasi RAASà retensi Na oleh ginjal, disfungsi
endotel, inflamasi,, dan remodelling pembuluh darah,
juga hipertensi. Renin akan berikatan dengan
angiotensinogen (dari hati) menghasilkan AT I,
selanjutnya oleh angiotensin converting enzyme (ACEà
dari paru, jantung, pembuluh darah) diubah jadi AT II.
Bisa juga lewat jalur alternatif, Cymose (enzim
protease). Interaksi antara AT II dan reseptor AT I akan
mengaktivasi beberapa mekanisme di tingkat seluler
yang ikut berperan dalam terjadinya hipertensi dan
percepatan kerusakan pada organ target karena
hipertensi itu sendiri.

4 Diagnosis Anamnesis : Pada umumnya, penderita hipertensi esensial


(Manifestasi klinis, tidak memiliki keluhan. Keluhan yang dapat muncul antara
pemfis, lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi, pusing, leher kaku,
penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan impotensi.
pemeriksaan
Nyeri kepala umumnya pada hipertensi berat, dengan ciri khas
penunjang) nyeri regio oksipital terutama pada pagi hari.Anamnesis
Hipertensi esensial identifikasi faktor risiko penyakit jantung, penyebab sekunder
Tata hipertensi, komplikasi kardiovaskuler, dan gaya hidup pasien.

Pemeriksaan Fisik :
inspeksi : Penderita dapat terlihat sakit ringan hingga berat jika
terjadi komplikasi.
Tekanan darah meningkat. Pemeriksaan lain seperti status
neurologis dan pemeriksaan fisik jantung.

pemeriksaan tekanan darah : melebihi normal


atau lebih dari 130 untuk sistolik. bila melebihi 140 berarti
derajat satu. sedangkan lebih dari 160 derajat 2.

dapat digunakan ABPM maupun HBPM juga.

Pemeriksaan Penunjang :
1. Mencari komplikasi Kardiovaskuler
- Kelainan jantung : foto toraks, EKG
- Kelainan ginjal : fungsi ginjal ( ureum,
kreatinin, urinalisis, protein serum)

2. Mencari faktor resiko


- Kolesterol serum, trigliserida
- Gula darah
- Pada yg dicurigai, mencari faktor penyebab
hipertensi sekunder

5 Tatalaksana, 1.3.1.Non-Farmakologis
prognosis,
JNC 7 merekomendasikan : menurunkan BB berlebih
komplikasi, dan
rujukan Hipertensi atau kegemukan, pembatasan asupan garam </= 100 eq/L/hari
esensial Sandra
(2,4 g Na/ 6 g NaCl), meningkatkan konsumsi buah dan sayur,
menurunkan konsumsi alkohol tidak lebih dari 2x minum/hari,
meningkatkan aktivitas fisik paling tidak berjalan 30 menit/hari
selama 5 hari/minggu serta menghentikan merokok.
1.3.2.Farmakologis
1. Diuretika : Thiazide, Aldosterone Antagonist
2. Beta Blocker
3. Calcium Channel Blocker/ Calcium Antagonist
4. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
5. Angiotensin II Receptor Blocker
6. Direct Renin Inhibitor
B. Hipertensi Emergensi (3B)

No LO Pembahasan

1 Definisi dan
klasifikasi
Hipertensi
Emergensi Nayas

2 Epidemiologi, penyebab dari hipertensi intinya adalah karena adanya


Etiologi dan faktor perubahan vaskular berupa disfungsi endotel, remodelling, dan
risiko Hipertensi arterial stiffness. namun, untuk faktor penyebab hipertensi
Emergensi Tata emergensi ini masih belum dipahami. diduga karena adanya
peningkatan tekanan darah secara cepat disertai dengan
resistensi vaskular.
3 Patogenesis dan Patofisiologi pasti dari krisis hipertensi belum diketahui secara
patofisiologi jelas. Secara umum diketahui ada 2 teori yang menyebabkan
Hipertensi krisis hipertensi yaitu Hipotesis Tekanan dan Hipotesis Faktor
Humoral. Kedua teori ini menjelaskan bahwa krisis hipertensi
Emergensi Aqis
terjadi karena adanya perubahan keseimbangan tekanan dalam
pembuluh darah dan faktor humoral yang mempengaruhi
tekanan darah. Berikut ini adalah beberapa penyebab yang
mungkin mempengaruhi terjadinya krisis hipertensi.

● Amplifikasi dari gen RAS atau terjadinya mutasi


genetik yang menimbulkan kerusakan dari endotelium
pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya deposisi
dari fibrin dan thrombus.
● Reaksi vaskular yang meningkat dan terjadinya
peningkatan kadar agen vasoaktif seperti nor-epinefrin,
angiotensin II, dan vasopressin yang akan menimbulkan
natriuresis sehingga terjadi hipovolemia yang akan
memberikan umpan balik peningkatan kembali kadar
agen vasoaktif. Akibatnya terjadi nekrosis fibroid pada
arteriolar karena terjadi kerusakan endothelial yang
akan menimbulkan deposisi di jaringan pembuluh darah
dan anemia hemolitik mikroangiopati. Hal ini memicu
terjadinya iskemia dan menimbulkan pelepasan agen
vasoaktif kembali. Begitu seterusnya siklus ini akan
terus berputar.
● Peningkatan dari arginine dimetil asimetrik dan
penghambat sintesis nitric oxide (NO) endogen. Hal ini
juga ditemukan pada kasus preeklampsia.

4 Diagnosis
(Manifestasi klinis,
pemfis,
pemeriksaan
penunjang)
Hipertensi
Emergensi Sandra

5 Tatalaksana,
prognosis, Kasus hipertensi emergensi harus diterapi dengan lebih agresif
komplikasi, dan daripada hipertensi urgensi menggunakan antihipertensi
rujukan Hipertensi parenteral dan dirawat di ruang rawat intensif. Target
Emergensi Agnes penurunan tekanan darah mencapai 20-25% dalam waktu 1 jam
kemudian dilanjutkan dengan target tekanan darah 160/100
atau 160/110 mmHg dalam 2-6 jam selanjutnya. Penurunan
tekanan darah hingga mencapai normal dilakukan bertahap
dalam 24-48 jam selanjutnya.

Strategi penurunan tekanan darah ini berbeda pada kasus


diseksi aorta, edema paru kardiogenik, kejadian koroner akut,
dan krisis hipertensi pada feokromositoma. Pada kasus ini
umumnya tekanan darah sistolik ditargetkan mencapai <140
mmHg pada 1 jam pertama, bahkan hingga < 120 mmHg pada
diseksi aorta.
Kriteria rujukan :

Pasien HT emergensi segera dirujuk ke RS bila datang ke


layanan kesehatan primer. Pastikan kondisi pasien sudah stabil
sebelum dirujuk. Berikan obat antihipertensi oral dengan onset
kerja cepat yang tersedia di fasilitas kesehatan primer
(misalnya ACE-I) sebagai pertolongan awal.

Prognosis :
Pasien dengan hipertensi emergensi memiliki prognosis yang
lebih buruk dengan angka mortalitas 4,6% dibandingkan
hipertensi urgensi dengan angka mortalitas 0.8%

Komplikasi :

Kerusakan organ target :

- Neurologi : ensefalopati hipertensi, perdarahan


intraserebral, stroke

- Mata : perdarahan, eksudat, papilledema

- Jantung : infark miokard akut, diseksi aorta, edema


paru akut

- Ginjal : gagal ginjal akut

- Eklamsia

C. Hipertensi Sekunder (3A)

No LO Pembahasan

1 Definisi dan Secondary high blood pressure (secondary hypertension)


klasifikasi
is high blood pressure that's caused by another medical
Hipertensi
Sekunder Tata condition. Secondary hypertension can be caused by
conditions that affect your kidneys, arteries, heart or
endocrine system. Secondary hypertension can also
occur during pregnancy.

Secondary hypertension differs from the usual type of


high blood pressure (primary hypertension or essential
hypertension), which is often referred to simply as high
blood pressure.

Klasifikasi :
-Renal Hypertension : merupakan jenis hipertensi sekunder
yang paling banyak ditemukan dan merupakan penyebab dari
penyakit ginjal. Onset <30 hingga >55 tahun

-Endocrine
- vascular
- neurogenic

2 Epidemiologi,
Etiologi dan faktor
risiko Hipertensi
Sekunder Sandra

3 Patogenesis dan
patofisiologi
Hipertensi
Sekunder Nayas

4 Diagnosis
(Manifestasi klinis, Kecurigaan hipertensi sekunder dipikirkan bila :
pemfis,
- Hipertensi pada anak, derajat berapapun
pemeriksaan
penunjang) - Hipertensi grade 2/lebih pada usia < 40 tahun
Hipertensi
Sekunder Agnes - Hipertensi resisten

- Kerusakan organ target ekstensif

- Temuan klinis atau biokimia sugestif kelainan


endokrin atau PGK

- Gejala/riwayat keluarga dengan feokromositoma

- Kecurigaan OSA

- Peningkatan tekanan darah yang tiba” pada pasien


hipertensi yang sebelumnya terkontrol
Diagnosis hipertensi sekunder biasanya tidak dapat
dilakukan dalam sekali pertemuan. Untuk membedakan
hipertensi sekunder dan primer, diperlukan informasi
mengenai riwayat penyakit penderita dan riwayat
kesehatan keluarga. Kemudian dalam pemeriksaan fisik,
diperiksa tekanan darah, berat badan, ada-tidaknya
penimbunan cairan, serta tanda khas lain yang bisa
mengindikasikan adanya penyakit yang menjadi
penyebab.

Pemeriksaan pendukung yang dapat dilakukan untuk


membantu menentukan diagnosis adalah sebagai
berikut:

1. Pemeriksaan darah. Untuk memeriksa kadar kalium,


glukosa, kreatinin, sodium, kolestrol, trigliserida,
dan nitrogen urea (BUN) dalam darah.

2. Pemeriksaan urine. Untuk memeriksa adanya


kondisi kesehatan lain yang memicu naiknya
tekanan darah.

3. Ultrasonografi. Untuk mendapatkan gambaran


ginjal dan arterinya menggunakan gelombang suara.

4. Elektrokardiogram. Untuk memeriksa fungsi


jantung, apabila ada kecurigaan bahwa gangguan
jantung merupakan penyebab hipertensi.
5 Tatalaksana, Pengobatan hipertensi sekunder adalah mengobati penyebab
prognosis, penyakit yang mendasarinya. Jika hipertensi sekunder
komplikasi, dan disebabkan oleh tumor atau kelainan pada pembuluh darah,
rujukan Hipertensi maka tindakan operasi bisa dilakukan.
Sekunder Rafly
Obat antihipertensi juga akan diberikan untuk menurunkan
tekanan darah. Beberapa obat antihipertensi tersebut adalah:

● ACE inhibitor, seperti captopril dan lisinopril.


● ARB, seperti candesartan dan valsartan.
● Obat antagonis kalsium, misalnya amlodipin.
● Diuretik, seperti furosemide.
● Obat penghambat beta, seperti atenolol dan carvedilol.
● Obat penghambat renin, misalnya aliskiren.

Hipertensi sekunder dapat menimbulkan komplikasi jika


penanganan terhadap hipertensi atau penyakit yang
mendasarinya tidak tepat. Berikut ini adalah beberapa
komplikasi yang dapat terjadi:

● Penebalan pembuluh darah arteri atau aterosklerosis


● Aneurisme otak
● Gangguan fungsi ginjal
● Gagal jantung
● Gangguan penglihatan
● Penurunan fungsi otak
● Sindrom metabolik

Komplikasi
Stoke
● Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di
dalam otak atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh nonotak. Stroke bisa terjadi pada hipertensi
kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertrofi dan penebalan pembuluh darah
sehingga aliran darah pada area tersebut berkurang.
Arteri yang mengalami aterosklerosis dapat melemah
dan meningkatkan terbentuknya aneurisma.
2) Infark Miokardium
● Infark miokardium terjadi saat arteri koroner
mengalami arterosklerotik tidak pada menyuplai cukup
oksigen ke miokardium apabila terbentuk thrombus
yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh
tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi
ventrikel maka kebutuhan okigen miokardioum tidak
dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infark.
Gagaal ginjal
ensefalopati
D. Iskemik tungkai akut (3B)

No LO Pembahasan

1 Definisi dan
klasifikasi Iskemik
tungkai akut Sandra

2 Epidemiologi,
Etiologi dan faktor Acute limb ischemia (ALI) atau iskemik tungkai akut termasuk
risiko Iskemik salah satu kasus yang jarang ditemukan di Indonesia. ALI
tungkai akut Agnes merupakan suatu kondisi penurunan perfusi ekstremitas secara
mendadak yang dapat menyebabkan gangguan pada
kemampuan pergerakan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemia
berat dalam jangka waktu 2 minggu dan biasanya disebabkan
karena tromboemboli. Insidensi penyakit ini 1,5 kasus per
10.000 orang per tahun. Data tahun 1988-2007 National
Hospital Discharge Survey dianalisis, terdapat 1.76 kasus
tromboemboli arteri tungkai bawah. Insidennya menurun
signifikan dari 42,4 per 100.000 orang pada tahun 1988-1997
ke angka 23.3 per 100.000 orang pada tahun 1998-2007.
Insiden mortalitas pada survey ini menurun signifikan dari
8.28% pada tahun 1988-1997 ke 6.34% pada tahun 1998-2007.

Etiologi dan faktor resiko

- Penyebab aterosklerosis

· Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi :


usia tua, laki”, faktor genetic

· Faktor resiko yang bisa dimodifikasi :

- mayor : merokok, hipertensi, DM,


dyslipidemia

- minor : obesitas, hiperkoagulasi, gaya hidup,


hiperhomosisteinemia, jarang berolahraga

- Penyebab non aterosklerosis : tromboangitis obliterans,


sindrom penekanan arteri popliteal, degenerasi dinding
pembuluh darah, trauma, autoimun.
3 Patogenesis dan acute limb ischemia disebabkan oleh penghentian suplai darah
patofisiologi dan nutrisi yang tiba-tiba ke jaringan metabolik yang aktif pada
Iskemik tungkai tungkai, termasuk kulit, otot, dan saraf. dan hal ini berbeda
dengan iskemik tungkai yang kronis dimana pembuluh darah
akut Tata
kolateral itu menghindari bagian arteri yang tersumbat. iskemik
akut ini nantinya akan mengancam viabilitas tungkai, karena
tidak cukupnya pembuluh darah baru untuk tumbuh dan
mengkompensasi terjadinya perfusi, oleh karena itu
mengakibatkan kondisi kondisi klinis terkait seperti kelemahan
otot pada tungkai, kemudian nyeri hingga paralisis pada
tungkai yang terkena.

4 Diagnosis Gejala umum yang timbul akibat reduksi suplai darah


(Manifestasi klinis, mendadak meliputi 6P : pain (nyeri), pallor (pucat), paralysis
pemfis, (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas), paresthesia
(tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas),
pemeriksaan
pulselessness (menurunnya/tidak ada denyut nadi), dan
penunjang) Iskemik poikilothermia (akral dingin).
tungkai akut Rafly
yang dirasakan di distal dari lokasi oklusi, misalnya di
bokong, pinggul, dan otot paha jika oklusi di aortoiliaka.
Sedangkan sakit di betis dirasakan jika oklusi di arteri
femoral poplitea.

Pemeriksaan Fisik
Menurunnya atau tidak terabanya nadi di distal dari
oklusi, terdengarnya bruit, dan otot tampak atrofi. Pada
kasus berat terdapat penebalan kuku, kulit tampak
halus dan mengkilap, menurunnya suhu kulit, bulu kaki
rontok, pucat atau sianosis. Ulkus atau gangren dapat juga
ditemui. Pemeriksaan refleks tungkai juga dapat menurun
karena neuropati iskemia

Modalitas pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara


lain pemeriksaan yang untuk menyaring faktor-faktor risiko
dan penyakit komorbiditas. Untuk menegakkan diagnosis
sebagai standar baku yaitu menggunakan arteriografi.
5 Tatalaksana,
prognosis,
komplikasi, dan 1. Oksigen
rujukan Iskemik
tungkai akut Aii 2. Obat
- Oral : Bic Nat 3 x 500 mg, Alupurinol 3 x 500 mg,
Asam mifenamat 3x500mg
- Intravena: Pentoksifilin 1200 mg/24 jam, NaCl 0.9%
500 ml/24jam, Pethidine 12-25 mg bolus atau morphine
2 mg bolus (dapat diulang) bila nyeri hebat dapat
diberikan Heparinisasi pada semua stadium

3. Stadium I, IIA/B: Revaskularisasi - fibrinolitik,


mekanikal trombektomi, embolectomy surgical

4. Stadium III : amputasi

5. Pasca revaskularisasi diberikan warfarin 3-6 bulan atau


lebih

6. Bila penggunaan antikoagulan jangka panjang


menimbulkan perdarahan dipertimbangkan anti platelet/

E. Tromboflebitis (3A)

No LO Pembahasan

1 Definisi dan
klasifikasi Tromboflebitis adalah peradangan pada pembuluh darah balik
Tromboflebitis (vena) yang memicu terbentuknya gumpalan darah pada satu
Agnes vena atau lebih. Umumnya, tromboflebitis terjadi pada vena di
kaki, tetapi tidak menutup kemungkinan kondisi ini juga bisa
terjadi pada vena di lengan.

Klasifikasi tromboflebitis :

1. Pelvio Tromboflebitis/ tromboflebitis pelvis

Pelvio Tromboflebitis mengenai vena-vena dinding


uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina
dan vena hipogastrika. Vena yang paling terkena ialah vena
ovarika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta
terletak dibagian atas uterus; proses biasanya unilateral.
Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah ke vena
renalis, sedang perluasan dari vena ovarika dekstra ialah ke
vena cava inferior. Perluasan infeksi dari vena uterina ialah ke
vena iliaka komunis.

2. Tromboflebitis femoralis (flegmasia alba dolens)

Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada


tungkai, misalnya vena femoralis, vena poplitea, dan vena
safena.

2 Epidemiologi, Data epidemiologi menunjukkan bahwa tromboflebitis


Etiologi dan faktor superfisial memiliki insidensi yang lebih tinggi, tetapi
risiko mortalitasnya lebih rendah daripada deep vein thrombosis.
Tromboflebitis Global
Rafly Insidensi tromboemboli vena pada populasi barat adalah sekitar
1 per 1.000 orang per tahun. Insidensi tromboemboli vena yang
tidak bergejala dinilai lebih rendah daripada yang bergejala,
yaitu 0,5 per 1.000 versus 1,6 per 1.000.[1,10]

Insidensi tromboflebitis superfisial masih tidak diketahui


secara pasti dan berbagai data menunjukkan hasil yang
bervariasi. Suatu studi di Perancis telah menunjukkan bahwa
insidensi tromboflebitis superfisial adalah 0,64%, tetapi studi
lain menunjukkan bahwa insidensi adalah separuh dari deep
vein thrombosis dan mirip dengan emboli paru. Insidensi
tromboflebitis superfisial dinilai 2–6 kali lebih tinggi daripada
insidensi deep vein thrombosis.[4,10]
Usia lanjut diduga merupakan suatu faktor risiko yang dapat
menyebabkan tromboflebitis superfisial dan deep vein
thrombosis. Usia rerata dari sebuah registri tromboemboli vena
di Eropa adalah 66,3+16,9 tahun. Tromboflebitis juga dinilai
lebih sering terjadi pada wanita akibat tingkat estrogen yang
lebih tinggi (50-70%).[1,3,4]

Indonesia
Tidak terdapat data yang secara luas menilai epidemiologi
tromboflebitis di Indonesia. Walau demikian, insidensi
tromboemboli vena diduga lebih rendah pada populasi Asia
daripada populasi barat. Namun, pernyataan ini dapat dinilai
berasal dari underdiagnosis dan kurangnya data di Asia. Oleh
sebab itu, terdapat juga sumber yang menyatakan bahwa tidak
terdapat perbedaan bermakna pada insidensi tromboemboli
antar ras.[1,11]

Mortalitas
Jika sudah pernah mengalami tromboflebitis superfisial, maka
risiko untuk menderita thrombosis vena dalam akan meningkat
menjadi 4–6 kali. Mortalitas tromboemboli vena dalam adalah
9,4–32,3 per 100,000, sedangkan mortalitas untuk
tromboflebitis superfisial adalah di bawah 1%.
Hal ini diduga disebabkan oleh seseorang dengan deep vein
thrombosis biasanya juga memiliki penyakit komorbid yang
lebih parah, jika dibandingkan dengan tromboflebitis
superfisial

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Tromboflebitis disebabkan oleh terbentuknya gumpalan darah.


Hal ini dapat terjadi akibat beberapa hal, seperti:

● Gangguan pembekuan darah yang diturunkan dari


orang tua, misalnya defisiensi protein C
● Cedera pada vena akibat pemasangan kateter pembuluh
darah atau alat pacu jantung
● Tidak bergerak dalam waktu lama, misalnya duduk di
mobil atau pesawat dalam perjalanan panjang, atau
terlalu lama berbaring karena menderita sakit (misalnya
stroke)
faktor risiko
● Berusia 60 tahun ke atas
● Sedang hamil atau baru saja melahirkan
● Pernah mengalami tromboflebitis sebelumnya
● Menggunakan alat pacu jantung atau kateter yang
terpasang di vena sentral
● Mengalami perubahan hormon, misalnya karena
menjalani terapi penggantian hormon atau
mengonsumsi pil KB
● Mengalami dehidrasi (kekurangan cairan), sehingga
pembuluh darah menjadi menyempit dan darah
mengental
● Memiliki riwayat gangguan pembekuan darah, baik
pada diri sendiri maupun dalam keluarga
● Memiliki berat badan berlebih
● Merokok
● Pernah terkena stroke
● Menderita kanker

3 Patogenesis dan
patofisiologi
Tromboflebitis
Sandra

4 Diagnosis
(Manifestasi klinis,
pemfis,
pemeriksaan
penunjang)
Tromboflebitis Aii

5 Tatalaksana,
prognosis, Tromboflebitis yang terjadi di bawah permukaan kulit
komplikasi, dan (superficial) dapat diobati secara mandiri di rumah.
rujukan Caranya adalah dengan melakukan langkah-langkah
Tromboflebitis Dini sederhana berikut:

● Mengonsumsi obat antiinflamasi nonsteroid


(OAINS)
● Mengompres area yang sakit dengan air hangat
sebanyak 2–3 kali sehari
● Menempatkan tungkai yang sakit pada posisi lebih
tinggi saat sedang tidur atau duduk
● Menggunakan stoking kompresi untuk
melancarkan aliran darah kaki dan meredakan
pembengkakan

Namun, jika dalam 1 minggu kondisi tidak membaik atau


bertambah parah, dokter dapat menyarankan beberapa
metode pengobatan berikut:

● Pemberian obat pengencer darah (antikoagulan),


seperti heparin atau warfarin, untuk mencegah
gumpalan darah semakin membesar
● Pemberian obat penghancur gumpalan darah atau
trombolisis, seperti alteplase
● Pemasangan filter atau saringan di vena besar
(vena cava) yang berada di perut, untuk
mencegah emboli paru
● Bedah untuk mengangkat vena yang mengalami
varises, untuk meredakan nyeri dan mencegah
tromboflebitis kambuh

Komplikasi Tromboflebitis

Meskipun jarang, tromboflebitis dapat menyebabkan


sejumlah komplikasi berikut:

● Emboli paru, yaitu gumpalan darah yang


menyumbat pembuluh darah arteri di paru-paru
dan menyebabkan kondisi yang mengancam
nyawa
● Post thrombotic syndrome (PTS), yaitu kondisi
yang muncul beberapa bulan atau tahun setelah
pasien terserang tromboflebitis, ditandai dengan
nyeri parah yang disertai bengkak dan rasa berat
pada tungkai yang terserang

F. Trauma Vascular (3B)

No LO Pembahasan

1 Definisi dan Trauma vaskular adalah cedera pada pembuluhdarah, dapat


klasifikasi Trauma terjadi pada pembuluh darah arteri yang mana membawa darah
Vascular Rafly keekstremitas atau organ penting lain, dapat terjadi pada vena
yang mana membawadarah kembali ke jantung

Trauma vaskuler dapat melibatkan pembuluh darah arteri dan


vena. Perdarahan yang tidak terdeteksi atau tidak terkontrol
dengan cepat akan mengarah kepada kematian pasien, atau bila
terjadi iskemia akan berakibat kehilangan tungkai, stroke,
nekrosis, dan kegagalan organ multiple. Bentuk trauma
vaskuler biasanya tangensial atau transeksi komplit.
Perdarahan akan menjadi lebih berat pada lesi arteri inkomplit,
sedangkan pada pembuluh yang putus seluruhnya akan terjadi
retraksi dan konstriksi pembuluh darah sehingga dapat
mengurangi atau menahan perdarahan.

2 Epidemiologi, Secara keseluruhan, risiko kematian yang disebabkan trauma


Etiologi dan faktor
akibat kecelakaan adalah tujuh kali lipat lebih tinggi pada
risiko Trauma
Vascular Aii populasi pria daripada wanita. Trauma vaskuler perifer
mencakup 80% dari total kasus trauma vaskular. Dan
kebanyakan trauma vaskular perifer tersebut terjadi pada
ekstremitas bawah. Kasus-kasus trauma vaskular tersebut
terutama disebabkan oleh luka tembak kecepatan tinggi (70-
80%), luka tusuk (10-15%), dan luka tumpul (5-10%).
Disebabkan oleh luka tajam, luka tumpul, dan luka iatrogenik.
Penyebab paling sering trauma pada pembuluh darah
ekstremitas adalah luka tembak, luka tusuk, dan luka akibat
pecahan kaca. Selain itu trauma pada pembuluh darah yang
disebabkan oleh truma tumpul seperti pada korban kecelakaan
atau seorang atlet yang cedera biasanya jarang (5-10%).
Penyebab iatrogenik sekitar 10% dari semua kasus yang
diakibatkan oleh prosedur endovaskular seperti kateterisasi
jantung.

3 Patogenesis dan
patofisiologi Trauma yang dapat mengakibatkan kerusakan pada pembuluh
Trauma Vascular darah adalah trauma tumpul dan trauma tembus. Kerusakan
intimal dan hematoma subintimal dengan oklusi sekunder
Agnes disebabkan oleh trauma tumpul. Sementara kerusakan dinding
pembuluh darah, transeksi total dan fistula arteriovena
disebabkan oleh trauma tembus. Spasme pembuluh darah dapat
terjadi baik akibat trauma tumpul maupun trauma tembus.

4 Diagnosis Trauma vaskuler harus dicurigai pada setiap trauma yang


(Manifestasi klinis, terjadi pada daerah yang secara anatomis dilalui pembuluh
darah besar. Hal ini terjadi terutama pada kejadian luka tusuk,
pemfis, luka tembak berkecepatan rendah, dan trauma tumpul yang
pemeriksaan berhubungan dengan fraktur dan dislokasi. Keparahan trauma
penunjang) Trauma arteri bergantung kepada derajat invasifnya trauma,
mekanisme, tipe, dan lokasi trauma, serta durasi iskemia.
Vascular Dini
Gambaran klinis dari trauma arteri dapat berupa perdarahan
luar, iskemia, hematoma pulsatil, atau perdarahan dalam yang
disertai tanda-tanda syok. Gejala klinis paling sering pada
trauma arteri ekstremitas adalah iskemia akut. Tanda-tanda
iskemia adalah nyeri terus- menerus, parestesia, paralisis,
pucat, dan poikilotermia. Pemeriksaan fisik yang lengkap,
mencakup inspeksi, palpasi, dan auskultasi biasanya cukup
untuk mengidentifikasi adanya tanda-tanda akut iskemia.
Adanya trauma vaskular pada ekstremitas dapat diketahui
dengan melihat tanda dan gejala yang dialami pasien. Tanda
dan gejala tersebut berupa hard sign dan soft sign.

Semua pasien trauma dengan mekanisme yang signifikan dan


menunjukkan gejala soft signs harus dilakukan evaluasi
sirkulasi distal. Salah satu cara yang praktis adalah dengan ABI
(ankle-brachial index). Jika ABI < 1, hal tersebut menandakan
adanya trauma arteri. Adanya psudoaneurisma atau fistula
arteriovena harus dipikirkan pada kasus trauma penetrasi
ekstremitas yang didapati hematoma pulsatil dengan disertai
bruit atau thrill.

Adanya tanda trauma vaskular disertai fraktur terbuka


merupakan suatu indikasi harus dilakukan eksplorasi untuk
menentukan adanya trauma vaskular. Kesulitan untuk
mendiagnosis adanya trauma vaskular sering terjadi pada
hematoma yang luas pada patah tulang tertutup. Tanda lain
yang bisa menyertai trauma vaskular adalah adanya defisit
neurologis baik sensoris maupun motoris seperti rasa baal dan
penurunan kekuatan motoris pada ekstremitas. Aliran darah
yang tidak adekuat dapat menimbulkan hipoksia sehingga
ekstremitas akan tampak pucat dan dingin pada perabaan.
Pengisian kapiler tidak menggambarkan keadaan sirkulasi
karena dapat berasal dari arteri kolateral, namun penting untuk
menentukan viabilitas jaringan

Diagnosis dapat menggunakan alat penunjang seperti pulse


oxymetry, doppler ultrasound atau duplex ultrasound untuk
menentukan lesi vaskular, tapi belum memberikan hasil yang
memuaskan. Selain itu ada arteriografi intra-operatif yang
berguna dalam mengetahui hasil rekonstruksi secara langsung,
apakah masih ada lesi vaskular yang tertinggal.

Arteriografi bukan prosedur rutin karena akan memperlama


penanganan sehingga akan menyebabkan iskemia pada
ekstremitas lebih lama lagi. Arteriografi dilakukan bila terdapat
keraguan diagnosis pada reeksplorasi atau pasca operasi.
Arteriografi juga dianjurkan pada trauma luas untuk
mengetahui lesi vaskular yang multiple dan kondisi kolateral
yang ada.

Angiografi berguna untuk mengevaluasi


luasnya trauma, sirkulasi distal, dan
perencanaan operasi. Akurasi angiografi
cukup tinggi, yakni 92-98%. Alat ini terutama
berguna untuk mendiagnosis trauma arteri
minimal yang dapat luput dari pengamatan
karena minimalnya gejala klinis yang
ditampilkan. Indikasi untuk melakukan
angiografi di antaranya trauma tumpul yang
signifikan pada ekstremitas yang
berhubungan dengan dislokasi dan fraktur,
tanda-tanda iskemia atau ABI < 1, trauma
penetrasi multipel pada ekstremitas, dan
adanya tanda defisit neurologis. Berdasarkan
laporan yang telah dipublikasikan, pasien
dengan luka tembus maupun tumpul yang
pulsasi ektremitasnya tidak terganggu,
dengan nilai ankle-brachial indeks (ABI)
yang ≥1, tidak memerlukan pemeriksaan
angiografi namun tetap perlu dilakukan
pengawasan selama 12 – 24 jam.

Pemeriksaan ultrasonografi Doppler dapat merekam pantulan


gelombang suara yang ditimbulkan oleh sel darah merah
sehingga dapat menilai aliran darah. Selain untuk diagnosis
awal, pemeriksaan ini dapat menilai hasil sesudah anastomosis
arteri. Ultrasonografi color-flow duplex (CFD) telah
disarankan sebagai pengganti ataupun tambahan pemeriksaan
arteriografi. Keuntungannya adalah sifatnya yang noninvasif
dan tidak menimbulkan nyeri. Alat ini portabel sehingga dapat
dibawa ke sampai tempat tidur pasien, unit gawat darurat,
maupun ruang operasi.pemeriksaan ulangan dan tindak lanjut
dapat dilakukan dengan mudah tanpa adanya angka kecacatan
dan alat ini relatif lebih murah.
5 Tatalaksana, Pada dasarnya, semakin cepat tindakan semakin baik hasilnya.
prognosis, Bila ada perdarahan yang banyak dan atau memancar yang
komplikasi, dan akan membahayakan jiwa, tentunya pertolongan pertama
rujukan Trauma adalah menghentikan perdarahan sedangkan tindakan definitif
Vascular Rio dilakukan setelah perdarahan berhenti. Perdarahan diatasi
dengan penekanan di atas daerah perdarahan. Pemasangan
turniket tidak boleh dilakukan karena dapat merusak sistem
kolateral yang ikut terbendung.

PENATALAKSANAAN OPERASI (Rekonstruksi)


Cara rekonstruksi arteri tergantung dari luas dan mekanisme
trauma. Reparasi cedera pembuluh darah dapat dilakukan
dengan lateral suture patch angioplasty, end-toend
anastomosis, interposition graft, dan bypass graft. Extra-
anatomic bypass graft berguna pada pasien dengan cedera
jaringan lunak ekstensif atau sepsis.
Tujuan akhir dari rekonstruksi pada trauma vaskular adalah
untuk menurunkan angka amputasi. Untuk mencegah hal ini
yang dapat kita lakukan adalah:
a. Secepat mungkin mengenal dan memberikan perawatan
b. Arterigrafi preoperatif dan intraoperatif dipertimbangkan
sebaik mungkin
c. Mengerjakan trombektomi ke bagian proksimal dan distal
d. Pemakaian heparin yang sepantasnya
e. Mengutamakan vena autogen sebagai graft.

Komplikasi
1. Trombosis
2. infeksi
3. stenosis
4. fistula arteri vena
5. aneurisma palsu
6. sindrom kompartemen

G. Peripheral artery disease (3A)

No LO Pembahasan

1 Definisi dan PAP adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah
klasifikasi
setelah keluar dari jantung dan aorta. Penyakit arteri
Peripheral artery
disease Aii ekstremitas bawah yang paling sering ditemukan di
masyarakat.prevalensi tertinggi PAP didapatkan pada individu
dengan usia tua, ras kulit hitam non hispanik, dan wanita.
Penyebab utama dari penyumbatan arteri adalah aterosklerosis,
tromboemboli, dan vaskulitis. Tampilan klinis yang terjadi
merupakan hasil dari menurunnya perfusi ke ekstremitas
terkait.

2 Epidemiologi, Dari data epidemiologi diperkirakan lebih dari 200 juta


Etiologi dan faktor penduduk di seluruh dunia menderita peripheral artery
risiko Peripheral disease (PAD), termasuk sekitar 55 juta orang di Asia
artery disease Dini Tenggara. Penderita ini berada dalam spektrum
keparahan penyakit asimtomatis hingga dengan gejala
berat. Lebih dari 50% penderita PAD umumnya tidak
bergejala. Proporsi kejadian PAD lebih semakin banyak
ditemukan seiring dengan pertambahan usia.

Etiologi peripheral artery disease (PAD) dihubungkan


dengan proses aterosklerosis. Terdapat beberapa faktor
risiko PAD yang sama dengan penyakit arteri koroner
dan penyakit serebrovaskular seperti usia diatas 65
tahun, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus dan
merokok. Ras dan penyakit ginjal kronik (PGK) juga
dihubungkan dengan PAD.[1–3,6]

Faktor Risiko

Faktor risiko penyakit peripheral artery disease (PAD) di


antaranya adalah hipertensi, diabetes melitus, gagal
ginjal kronis, hiperlipidemia dan merokok. Studi
menemukan bahwa mereka dengan 1 faktor risiko
memiliki kemungkinan 1,5 kali mengalami PAD,
sedangkan pasien dengan 3 atau lebih faktor risiko
memiliki kemungkinan 10 kali untuk mengalami PAD.[1–
3]

PAD pada ekstremitas bawah harus dicurigai pada


kondisi berikut ini:

■ Pasien berusia 65 tahun atau lebih


■ Pasien berusia 50-64 tahun dengan faktor risiko
aterosklerosis (diabetes melitus, riwayat merokok,
hiperlipidemia, dan hipertensi) atau riwayat
keluarga dengan PAD
■ Pasien berusia kurang dari 50 tahun dengan
diabetes melitus dan satu faktor risiko
aterosklerosis lainnya
■ Pasien dengan penyakit aterosklerosis yang
sudah diketahui sebelumnya di lokasi lain seperti
stenosis arteri koroner, karotis, renalis, dan
mesenterika atau aneurisma aorta
abdominalis[1,5]

3 Patogenesis dan Patofisiologi peripheral artery disease (PAD) pada umumnya


patofisiologi sama dengan patofisiologi aterosklerosis. PAD terjadi karena
Peripheral artery proses aterosklerosis dan trombosis yang terjadi karena proses
tersebut. Selain itu, pada PAD juga dapat terjadi akibat
disease Rafly
vaskulitis atau trombosis in situ akibat hiperkoagulasi.
Patofisiologi pembentukan aterotrombosis pada PAD
melibatkan berbagai sel seperti sel endotel vaskular, sel otot
halus vaskular, fibroblas, trombosit, perisit, dan sel-sel
proinflamasi.[3,9]

Proses aterosklerosis secara sederhana terdiri atas 3 fase, yakni


fase inisiasi, fase progresif dan fase pembentukan plak. Fase
inisiasi dimulai dari penarikan leukosit mononuklear menuju
tunika intima yang dimediasi oleh selectin dan vascular cell
adhesion molecule-1 (VCAM-1). Setelah leukosit berada di
tunika intima melalui diapedesis, leukosit kemudian akan
mengakumulasikan lemak dan membentuk foam cells.
Kumpulan foam cells ini selanjutnya membentuk garis-garis
lemak (fatty streak). Seiring dengan akumulasi sel otot polos,
makromolekul ekstraseluler, termasuk kalsium, terjadi
pembentukan ateroma pada pembuluh darah. Selanjutnya, fase
akhir dari proses aterosklerosis adalah pembentukan plak yang
tidak stabil.[9]

Pada proses penyempitan pembuluh darah akibat pembentukan


aterosklerosis, terjadi proses adaptasi pada guna mengatasi dan
mengkompensasi hipoksia yang terjadi. Proses adaptasi ini
dilakukan dengan perubahan hemodinamika dan proses
angiogenesis dan/atau arteriogenesis. Proses angiogenesis
dan/atau arteriogenesis adalah respons adaptasi makrovaskular
yang dimediasi oleh proses inflamasi dan apoptosis.
Selanjutnya, seiring dengan perburukan hipoksia, terjadi proses
adaptasi mikrovaskular yang dimediasi oleh sel endotelial,
leukosit dan trombosis. Pada proses ini terjadi disfungsi
endotelial.

4 Diagnosis Anamnesis
(Manifestasi klinis,
pemfis, Pada anamnesis pasien peripheral artery disease (PAD) dapat
ditemukan tanda khas berupa klaudikasio intermiten.
pemeriksaan
Klaudikasio intermiten adalah keluhan pada otot betis berupa
penunjang) kelelahan, rasa tidak nyaman, kram atau nyeri yang diinduksi
Peripheral artery oleh aktivitas dan membaik dengan istirahat selama 10 menit.
disease Rio Namun demikian, gejala khas ini hanya ditemukan pada 10%
pasien dengan PAD dan 40% lainnya tidak mengeluhkan
adanya gejala. Sedangkan, 50% sisanya mengeluhkan gejala
yang tidak khas seperti nyeri yang tidak melibatkan betis, nyeri
yang tidak mengganggu atau nyeri yang tidak membaik setelah
beristirahat. Keluhan lain yang harus ditanyakan pada pasien
adalah adanya gejala lain yang berhubungan dengan aktivitas
namun tidak berlokasi di sendi seperti rasa lemas, adanya
gangguan saat berjalan atau adanya nyeri pada tungkai saat
pasien beristirahat. Pertanyaan yang dapat diajukan ke pasien :
● Apakah pasien mengalami nyeri saat ambulasi? Jika ya,
seberapa jauh pasien dapat berjalan sebelum nyeri
timbul? Apakah nyeri menyebabkan pasien berhenti
berjalan? Jika ya, setelah berapa lama pasien dapat
melanjutkan berjalan? Apakah rasa sakitnya kambuh
setelah berjalan kaki yang sama? Apakah kemampuan
pasien untuk berjalan berkurang seiring waktu atau
mengubah gaya hidup pasien dengan cara apa pun?
● Apakah pasien mengalami nyeri pada ekstremitas yang
membangunkannya dari tidur? Jika ya, dimana letak
nyerinya? Apakah nyeri berkurang setelah kaki
digantung di sisi tempat tidur? Apakah nyeri
menyebabkan pasien tidur sambil duduk di kursi?
● Apakah pasien memperhatikan adanya luka atau borok
yang tidak sembuh-sembuh di jari kaki? Jika ya, sudah
berapa lama luka atau bisul itu muncul? Jika luka
pernah terjadi di masa lalu, tindakan apa yang
digunakan untuk mempercepat penyembuhan?

Pemeriksaan Fisik

Beberapa temuan pemeriksaan fisik pada peripheral artery


disease di antaranya adalah menghilangnya pulsasi ekstremitas
bawah dan adanya bruit vaskular. Pada pasien dengan PAD
ekstremitas bawah dapat ditemukan hilangnya rambut, kulit
yang mengkilap, dan atrofi otot. Pada kasus yang lebih parah
ditemukan adanya dependent rubor dan elevation pallor akibat
gangguan autoregulasi pada arteriol dan kapiler kulit. Pada
beberapa kasus dapat juga ditemukan luka yang sulit membaik
atau gangren. Ulkus arterial ditandai dengan lesi punched-out
dengan batas yang tegas.[1,2]

Tanda vital dan kelainan pada pasien harus dicatat. Suhu dan
tekanan darah pasien di setiap ekstremitas atas harus
didokumentasikan dan yang lebih tinggi dicatat untuk
perhitungan indeks pergelangan kaki-brakialis atau ankle-
brachial index (ABI). Demam dapat menunjukkan adanya
ulkus yang terinfeksi, dan adanya takikardia dan takipnea dapat
mendukung diagnosis infeksi ruang dalam kaki yang mungkin
tidak mudah terlihat pada pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan ankle-brachial index (ABI)

Pemeriksaan fisik yang penting pada kasus PAD adalah


pemeriksaan ankle-brachial index (ABI). Pemeriksaan ini
membandingkan sistolik tertinggi dari kedua kaki
(pemeriksaan pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior)
dibandingkan dengan sistolik tertinggi pada kedua lengan
(pemeriksaan pada arteri brakialis).
An ABI ratio between 1.0 and 1.4 is normal. An ABI ratio
between 0.9 and 1.0 is borderline. An ABI ratio of 0.9 or less
means you have PAD. An ABI ratio between 0.4 and 0.7
means you have moderate PAD.

Pemeriksaan latihan treadmill


Pemeriksaan ankle-brachial index (ABI) berulang pasca latihan
dapat menegakkan diagnosis. Pasien tanpa PAD biasanya
mampu melakukan 2 mil per jam dengan peningkatan 12%
selama 5 menit tanpa adanya peningkatan atau dengan
peningkatan minimal tekanan sistolik pergelangan kaki

Pemeriksaan Penunjang

Kasus peripheral artery disease (PAD) umumnya tidak


membutuhkan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang
dilakukan terutama pada pasien yang akan dilakukan tindakan
operasi. Pemeriksaan penunjang terutama dilakukan untuk
mengetahui lokasi dan beratnya stenosis arteri yang terjadi.
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan adalah CT
angiografi, MRI angiografi dan angiografi dengan kontras.
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah pemeriksaan
USG doppler. Pemeriksaan angiografi invasif terutama
diindikasikan pada pasien dengan keluhan yang mempengaruhi
aktivitas yang tidak respons terhadap terapi dan direncanakan
tindakan operatif.

5 Tatalaksana, 5.1. Modifikasi gaya hidup


prognosis, Beberapa penelitian merekomendasikan olahraga 3 kali
komplikasi, dan seminggu dengan berjalan kaki selama 30 menit dalam jangka
rujukan Peripheral waktu selama 6 bulan. Secara keseluruhan dijumpai
artery disease Aqis peningkatan dalam kemampuan berjalan sekitar 50-200%. Pada
pasien dengan claudication, olahraga direkomendasikan karena
dapat memperbaiki status fungsional, kualitas hidup, dan
mengurangi gejala pada tungkai.

5.2. Berhenti merokok


Rokok merupakan faktor risiko yang dominan dalam
perkembangan dan perburukan PAD, selain itu rokok juga
meningkatkan risiko amputasi, oklusi graft dan mortalitas.
Trans-Atlantic inter-society consensus (TASC II)
merekomendasikan untuk berhenti merokok sebagai bagian
dalam tatalaksana PAD. AHA/ACC 2016 merekomendasikan
pasien dengan PAD yang merokok harus disarankan untuk
berhenti.

5.3. Hiperlipidemia
Terapi menggunakan statin dapat memperbaiki outcome
kardiovaskular dan tungkai pada pasien dengan PAD, sehingga
penggunaan statin diindikasikan pada semua pasien dengan
PAD.

5.4. Hipertensi
Target tekanan darah pada pasien PAD adalah <140/90 mmHg
(<130/80 mmHg pada pasien DM atau gagal ginjal). Terapi
antihipertensi harus diberikan kepada pasien dengan hipertensi
dan PAD untuk menurunkan risiko infark miokard, stroke,
gagal jantung, dan kematian akibat kardiovaskular.
Penggunaan ACE-I atau ARB dapat digunakan untuk
menurunkan risiko kejadian iskemik kardiovaskular pada
pasien PAD.

5.5. Diabetes mellitus


Diabetes mellitus meningkatkan risiko PAD sebanyak 3 sampai
4 kali, dan meningkatkan risiko claudication menjadi 2 kali.
Diabetes mellitus juga meningkatkan risiko outcome yang
lebih buruk pada pasien PAD, termasuk perburukan menjadi
CLI, amputasi dan kematian. Tatalaksana DM pada pasien
dengan PAD harus dikoordinasikan antar sesama tim
kesehatan.

5.6. Antiplatelet
Terapi antiplatelet dengan aspirin (75-325
mg per hari) atau clopidogrel (75 mg per hari)
direkomendasikan pada pasien PAD yang
simptomatik. Pada pasien PAD (ABI ≤0,90)
yang
tidak memiliki gejala, antiplatelet masih dapat diberikan untuk
menurunkan risiko MI, stroke / kematian akibat vaskular.

5.7. Antikoagulan
Manfaat penggunaan antikoagulan untuk mempertahankan
patensi setelah bypass, dan tidak direkomendasikan untuk
menurunkan risiko kejadian MI pada pasien dengan PAD.

5.8. Cilostazol
Cilostazol merupakan terapi yang efektif untuk memperbaiki
gejala dan meningkatkan jarak dalam berjalan pada pasien
dengan claudication.

5.9. Revaskularisasi
Revaskularisasi pada claudication direkomendasikan bagi
setiap pasien untuk mengoptimalkan outcome. Pasien yang
akan direncanakan untuk menjalani revaskularisasi harus
berdasarkan tingkat keparahan dari gejala yang mereka miliki
karena gejala tungkai iskemik yang bervariasi dan dampak
gejala-gejala ini terhadap status fungsional dan kualitas hidup.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan termasuk disabilitas yang
signifikan, respon yang adekuat terhadap terapi medis dan
program latihan, dan kondisi komorbid.

Revaskularisasi dapat dilakukan sebagai pilihan tatalaksana


bagi pasien dengan claudication yang tidak memiliki respon
adekuat terhadap GDMT (guideline-directed management and
therapy).
Prosedur endovaskular merupakan pilihan revaskularisasi yang
efektif terhadap pasien dengan claudication dan secara
hemodinamik mengalami penyakit oklusi aortoiliaca yang
signifikan. Prosedur endovaskular juga dapat menjadi pilihan
revaskularisasi terhadap pasien dengan claudication dan secara
hemodinamik mengalami penyakit femoropopliteal yang
signifikan. Tetapi, prosedur endovaskular tidak
direkomendasikan untuk dilakukan pada pasien dengan PAD
dengan tujuan hanya untuk mencegah perburukan menjadi
CLI.

Ketika revaskularisasi secara pembedahan dilakukan, bypass


terhadap arteri popliteal dengan menggunakan vena
autogenous direkomendasikan daripada prosthetic graft
material. Pasien dengan CLI memiliki risiko yang tinggi
terhadap amputasi dan kejadian iskemik kardiovaskular. Hal
yang perlu diperhatikan pada pasien dengan CLI termasuk
didalamnya evaluasi terhadap tindakan revaskularisasi dan
terapi perawatan luka dengan tujuan untuk meminimalkan
kehilangan jaringan, penyembuhan luka yang sempurna, dan
mempertahankan fungsi tungkai. Evaluasi terhadap pilihan
revaskularisasi harus dilakukan sebelum tindakan amputasi
dilakukan pada pasien dengan CLI, dengan menggunakan
duplex ultrasound, CTA, MRA, atau catheter based angiogram.
Tujuannya adalah untuk meminimalkan kehilangan jaringan
dan mempertahankan fungsi tungkai dengan revaskularisasi.
Prosedur endovaskular direkomendasikan untuk memperbaiki
aliran darah ke kaki pada pasien dengan luka yang tidak
sembuh atau gangrene. Pendekatan yang bertahap terhadap
prosedur endovaskular dapat dilakukan pada pasien dengan
ischemic rest pain. Ketika revaskularisasi dengan pembedahan
dilakukan terhadap pasien dengan CLI, bypass terhadap arteri
popliteal atau arteri infrapopliteal (seperti tibialis atau pedal)
harus dilakukan dengan menggunakan vena autogenous yang
sesuai. Prosedur pembedahan juga direkomendasikan untuk
memperbaiki aliran darah ke kaki pada pasien dengan luka
yang tidak sembuh atau gangrene. Perawatan luka harus
dilakukan setelah tindakan revaskularisasi dengan tujuan
mencapai penyembuhan luka yang menyeluruh.

H. Aneurisma aorta (2)

No LO Pembahasan
1 Definisi dan Aneurisma aorta merupakan penyakit degeneratif
klasifikasi vaskular berupa dilatasi arteri, baik terlokalisir maupun
Aneurisma aorta
Dini difusa, hingga mencapai diameter setidaknya 50% lebih
besar dari diameter normal. [1]

Terdapat 2 jenis aneurisma aorta, yakni:

1. Aneurisma Aorta Abdominalis: aneurisma aorta


tersering. 95% muncul di segmen infrarenal.
Aneurisma aorta abdominalis bila diameter aorta
>3 cm [1,2]
2. Aneurisma Aorta Torakalis: diameter normal lebih
besar dibanding aorta abdominalis, pada aorta
torakalis mid-descending 26-28 mm, pada celiac
axis 20-23 mm. Aneurisma aorta torakalis jika
ukuran aorta >150% ukuran normal tersebut [1]

2 Epidemiologi, Menurut data epidemiologi, aneurisma aorta terjadi pada 1-2%


Etiologi dan faktor populasi di seluruh dunia, di mana 10% di antaranya terjadi
risiko Aneurisma pada kelompok usia lanjut. Namun, data epidemiologi
aorta Rio aneurisma aorta di Indonesia hingga saat ini masih belum ada.

Epidemiologi Aneurisma Aorta Abdominalis


Prevalensi aneurisma aorta abdominalis asimtomatik pada pria
yaitu 8.2% di Inggris, 8.8% di Italia, 4.2% di Denmark, dan
8.5% di Swedia. Sementara prevalensi pada wanita jauh lebih
rendah; 0.6-1.4%. Frekuensi pecahnya aneurisma aorta
abdominalis adalah 6.9 kasus per 100.000 orang di Swedia, 4.8
kasus per 100.000 orang di Finlandia, dan 13 kasus per
100.000 orang di Inggris. [3]

Mortalitas

Rupturnya aneurisma aorta abdominalis menjadi penyebab


kematian urutan ke-13 di Amerika Serikat, dengan angka
mortalitas mencapai 15.000 per tahun. [3] Ruptur aneurisma
dapat menyebabkan stroke.

Epidemiologi Aneurisma Aorta Torakalis


Meskipun hasil otopsi bervariasi, prevalensi aneurisma aorta
torakalis diduga >3-4% pada individu >65 tahun dengan
perkiraan 6 kasus per 100.000 orang-tahun. Insidensi ruptur
aneurisma aorta torakalis yaitu 3.5 per 100.000 orang, dan
angka ini bisa jadi lebih tinggi pada populasi lanjut usia.

Mortalitas

Kematian akibat pecahnya aneurisma aorta torakalis adalah


salah satu dari 15 penyebab utama kematian. [1] Mortalitas
akibat ruptur pada aneurisma aorta torakalis yang tidak
ditatalaksana secara adekuat sangat tinggi, bisa mencapai
74%. Mortalitas pada operasi emergensi mencapai 57%,
sementara pada operasi elektif 5-9%. [7]

3 Patogenesis dan Berbagai kondisi klinis berhubungan dengan aneurisma aorta


patofisiologi antara lain penyakit : degeneratif, infeksi, kongenital,
Aneurisma aorta Aii vaskulitis, dan trauma. Determinan penting dari pembentukan
aneurisma aorta adalah inflamasi, gaya mekanik, dan degradasi
enzim proteolitik jaringan ikat. Proses terjadinya aneurisma
berbeda dengan aterosklerotik. Pada aneurisma terjadi
penipisan tunika adventisia dan media, bukan proliferasi intima
seperti pada aterosklerosis. Hal ini menyebabkan terjadinya
penurunan ketahanan dan daya tarik aorta sehingga berujung
pada penipisan, dilatasi dan peningkatan tekanan pada dinding
aorta yang dapat mengakibatkan ruptur.

Secara histologis, aneurisma ditandai dengan destruksi jaringan


elastin dan kolagen di tunika media, neovaskularisasi dan
penurunan jumlah sel otot polos serta infiltrasi sel-sel
inflamasi.

4 Diagnosis Gejala Aneurisma Aorta


(Manifestasi klinis, Gejala aneurisma aorta berbeda-beda dan tergantung lokasinya.
pemfis, Aneurisma aorta dapat muncul di pembuluh aorta perut
pemeriksaan (abdominal), dada (torakal) ataupun keduanya (torako-
penunjang) abdominal). Aneurisma aorta di perut lebih sering terjadi
dibandingkan aneurisma di dada atau di perut dan dada.
Aneurisma aorta
Aqis Beberapa kasus aneurisma dengan penggelembungan yang
kecil dan tidak membesar sering kali tidak memunculkan
gejala apapun. Namun seiring dengan membesarnya
aneurisma akan muncul keluhan dan gejala sesuai dengan
lokasinya.

Pada aneurisma aorta perut (abdominal), beberapa gejala yang


dapat dirasakan oleh penderitanya adalah:
● Nyeri yang terus menerus dari dalam perut atau di
bagian samping perut
● Nyeri punggung
● Sensasi berdenyut di sekitar pusar

Pada aneurisma aorta dada (torakal), beberapa gejala yang


dapat muncul adalah:
● Batuk
● Suara menjadi serak
● Napas pendek
● Nyeri dada atau rasa tertekan di dada
● Nyeri punggung

Pembuluh aorta yang mengalami penggelembungan dapat


pecah atau robek. Tanda-tanda bahwa aneurisma pecah atau
robek (diseksi) adalah:
● Nyeri yang parah dan muncul secara tiba-tiba di perut,
dada, rahang, lengan, atau punggung
● Kepala berkunang-kunang
● Sulit bernapas
● Denyut jantung sangat cepat
Kondisi ini merupakan kondisi gawat darurat yang harus
segera ditangani. Jika tidak, aneurisma yang pecah dapat
berakibat fatal.

Diagnosis Aneurisma Aorta


Untuk mendiagnosis aneurisma aorta, dokter akan menanyakan
riwayat kesehatan pasien dan gejala yang dirasakan. Setelah
itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik.

Jika mencurigai pasien menderita aneurisma aorta, dokter akan


melakukan pemindaian untuk memastikan lokasi, ukuran, serta
tingkat keparahan aneurisma aorta. Metode pemindaian yang
dapat dilakukan antara lain CT scan, Rontgen dada atau perut,
MRI, dan USG.
Jika diperlukan, dokter dapat menyarankan pasien untuk
menjalani tes genetik. Tes ini dilakukan untuk memastikan ada
tidaknya kelainan genetik yang meningkatkan risiko terjadinya
aneurisma.

5 Tatalaksana,
prognosis,
komplikasi, dan
rujukan Aneurisma
aorta Nayas

I. Hipertensi pada anak (3A)

No LO Pembahasan

1 Definisi dan
klasifikasi
Hipertensi pada
anak Rio

2 Epidemiologi, Hipertensi pada anak dan remaja merupakan masalah


Etiologi dan faktor kesehatan yang bermakna, bukan saja karena angka
risiko Hipertensi kejadiannya yang meningkat, namun morbiditas dan mortalitas
pada anak Aqis yang diakibatkannya juga makin substansial. Secara umum,
kejadian hipertensi pada anak berkisar 1-2%, bahkan sebuah
penelitian di Amerika Serikat terhadap 5100 anak sekolah
mendapatkan kejadian hipertensi sebesar 4,5%. Peningkatan
angka kejadian hipertensi pada anak dan remaja dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain peningkatan kejadian
obesitas/kegemukan pada anak dan perubahan gaya hidup,
seperti anak kurang beraktivitas, terlalu banyak bermain gadget
atau menonton televisi, asupan makanan yang tinggi kalori,
tinggi garam, serta minuman yang mengandung alkohol dan
kafein, kebiasaan merokok, stres mental, dan kurang tidur.
Anak dengan hipertensi mempunyai risiko hampir 4 kali lebih
besar untuk menderita hipertensi pada masa dewasa
dibandingkan anak normal. Hipertensi pada anak memberikan
dampak pada kesehatan kardiovaskular pada masa dewasa,
karena pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis) telah
berlangsung sejak masa anak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah anak

Tekanan darah dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan


ukuran/massa otot tubuh. Dalam keadaan normal, makin tua
seorang anak, makin tinggi tekanan darahnya; tekanan darah
anak lelaki lebih tinggi dibandingkan tekanan darah anak
perempuan seusianya, dan makin banyak massa otot seorang
anak maka makin tinggi tekanan darahnya. Berdasarkan faktor-
faktor tersebut, maka batasan tekanan darah normal pada anak,
berbeda-beda untuk setiap kelompok umur, jenis kelamin, dan
tinggi badan anak. Hal ini berbeda dengan dewasa yang
menggunakan satu batasan tekanan darah normal untuk semua
umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh. Di samping itu,
tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, stres
(misalnya anak menangis), dan rangsangan yang lain. Oleh
karena itu pengukuran tekanan darah memerlukan kondisi anak
yang tenang, dilakukan di dalam ruang yang menyenangkan
anak, setelah anak beristirahat sejenak.

Apakah penyebab hipertensi pada anak?

Ditinjau dari penyebabnya, hipertensi pada anak dapat dibagi


menjadi dua kelompok, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit tertentu dan hipertensi yang tidak disebabkan oleh
penyakit, yang dikenal sebagai hipertensi primer/esensial. Pada
anak kecil dan pra-remaja sebagian besar merupakan hipertensi
yang disebabkan oleh penyakit; penyakit ginjal dan pembuluh
darah ginjal merupakan penyebab tersering, contohnya seperti
peradangan ginjal, infeksi ginjal kronik, penyumbatan aliran
urin, batu ginjal, kelainan kongenital saluran kemih,
penyempitan pembuluh darah ginjal, dan sebagainya.
Hipertensi primer atau esensial lebih sering ditemukan pada
remaja, meliputi 85-90% kasus. Hipertensi primer sangat
jarang ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun.
Faktor risiko yang dikaitkan dengan terjadinya hipertensi
esensial adalah riwayat hipertensi dalam keluarga dan
kegemukan/obesitas.
3 Patogenesis dan
patofisiologi
Hipertensi pada
anak Dini

• Renin dilepaskan dari sel juxtaglomerulus yg berhub dgn


arteriol aferen yg masuk ke glomerulus (pelepasan dirangsang
oleh penurunan TD di arteriol aferen)
• Renin menyebabkan pembentukan angiotensinogen dalam
sirkulasi untuk membentuk angiotensin yang tidak memiliki
aktivitas biologis dikenal. Angiotensin I selanjutnya dipecah
menjadi angiotensin II oleh ACE. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor ampuh, konstriksi arteri dan vena akan
meningkatkan BP
• Angiotensin II bekerja pada korteks adrenal untuk
merangsang sekresi aldosteron. Aldosteron bekerja pada ginjal
untuk meningkatkan reabsorpsi natrium dan retensi cairan,
yang dapat membantu mempertahankan TD dan menyebabkan
penekanan sekunder pelepasan renin. Aldosteron menstimulasi
ekskresi kalium pada tubulus distal yang menyebabkan
hipokalemia.

4 Diagnosis
(Manifestasi klinis,
pemfis,
pemeriksaan
penunjang)
Hipertensi pada
anak Nayas
5 Tatalaksana, tatalaksana
prognosis,
komplikasi, dan Penanganan anak dengan hipertensi ditujukan pada
rujukan Hipertensi penyebab naiknya tekanan darah dan mengurangi
pada anak Tata gejala.
Kerusakan organ target, kondisi patologi lain , serta faktor
risiko juga mempengaruhi keputusan terapi.
Terapi non farmakologis dan terapi farmakologis
direkomendasikan
berdasarkan usia anak, tingkatan hipertensi, dan
respons terhadap terapi.

terapi non farmakologis : Pada anak dengan kondisi


prahipertensi atau hipertensi tingkat 1 dianjurkan terapi
berupa perubahan gaya hidup. Terapi
ini meliputi pengendalian berat badan, olahraga yang
teratur, diet rendah lemak dan garam, pengurangan
kebiasaan merokok pada anak remaja yang merokok,
dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Korelasi yang kuat terdapat pada anak yang berat
badannya berlebih dengan peningkatan tekanan darah.
Pengurangan berat badan telah terbukti efektif pada anak
obese disertai hipertensi. Pengendalian berat badan
tidak hanya menurunkan tekanan darah, tetapi juga
menurunkan sensitivitas tekanan darah terhadap garam,
menurunkan risiko kardiovaskular lain seperti dislipidemia
dan tahanan insulin. Pada penelitian tersebut
disebutkan bahwa penurunan indeks massa tubuh 10%
menurunkan tekanan darah dalam jangka waktu pendek
sebesar 8 sampai 10 mmHg.

terapi farmakologis : Indikasi penggunaan antihipertensi


pada anak dan remaja adalah jika ditemukan keadaan
hipertensi yang bergejala, kerusakan organ target (seperti:
hipertrofi ventrikel kiri, retinopati, proteinuria), hipertensi
sekunder, hipertensi tingkat 1 yang tidak berespon dengan
perubahan gaya hidup,dan hipertensi tingkat 2. Tujuan
terapi adalah mengurangi tekanan darah kurang dari
persentil 95. Jika terdapat kerusakan organ target atau
ada penyakit yang mendasari, tujuan terapi adalah tekanan
darah kurang dari persentil 90.
Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI) (kaptopril,
enalapril, lisinopril, ramipril) dan Calcium Channel Blocking
Agents (nifedipin, amlodipin, felodipin, isradipin) adalah
antihipertensi yang sering digunakan karena frekuensi efek
sampingnya yang rendah. Diuretika seperti (diuretik tiazid,
loop diuretic, diuretik hemat kalium biasanya digunakan
sebagai terapi tambahan. Obat baru seperti penghambat
reseptor angiotensin (irbesartan) juga digunakan pada
hipertensi yang terjadi pada anak dan remaja. Obat ini
mungkin bisa menjadi pilihan pada anak yang menderita
batuk kronik akibat penggunaan penghambat ACE.
Penghambat reseptor adrenergik β (propanolol, atenolol,
metoprolol, labetalol), penghambat reseptor adrenergik α,
agonis reseptor α, vasodilator langsung, agonis reseptor
adrenergik perifer jarang digunakan pada pasien anak
karena efek samping yang mungkin ditimbulkannya, akan
tetapi obat-obatan ini dapat menjadi pilihan bila terjadi
kegagalan terapi dengan obat lini pertama.

prognosis dan komplikasi :

Hipertensi dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi


bila tidak dilakukan deteksi dini, pengawasan, dan terapi
yang tepat. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari
hipertensi antara lain hipertensi ensefalopati, gagal ginjal
akut, gagal jantung kongestif, kelainan serebrovaskular,
dan retinopati hipertensif yang dapat menimbulkan
kebutaan.

Anak-anak dengan obesitas memiliki risiko sekitar 3 kali


lipat lebih tinggi untuk menderita hipertensi daripada anak-
anak yang tidak obesitas. Sebanyak 41% anak dengan
tekanan darah tinggi memiliki kelainan hipertrofi ventrikel
kiri. Hampir 60% anak dengan peningkatan tekanan darah
yang persisten memiliki berat badan yang relatif lebih besar
dari rata-rata anakanak lain berdasarkan jenis kelamin,
tinggi badan, dan usia. Prognosis pada hipertensi sekunder
tergantung pada penyakit yang
mendasarinya.

Anda mungkin juga menyukai