Case Status Asmatikus
Case Status Asmatikus
Status Asmatikus
PENYUSUN:
Sri Feliciani
030.08.229
PEMBIMBING :
IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : An. A
Tanggal lahir/Umur : 19 Septermber 2010/ 2 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pondok Pelangi No 16
Agama : Kristen
No. RM : 32-91-69
Masuk RS : 7 Mei 2013, jam 12.30 WIB
B. Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Nama Tn. Chairul Andreas Ny. Dwi Kartika Sari
Umur 41 tahun 37 tahun
Alamat Pondok Pelangi No 16 Pondok Pelangi No 16
Agama Kristen Kristen
Suku Bangsa Melayu Melayu
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
Hubungan Pasien dengan orang tua: Pasien anak kandung ( anak ke-2 dari 3 bersaudara)
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada orang tua pasien pada tanggal 07
Mei 2013 pukul 12.30 WIB di kamar perawatan pasien anak ruang Bougenville.
Keluhan Utama
Sesak sejak kurang lebih 30 menit sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan
Batuk sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Pilek sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RS Otorita Batam dengan keluhan sesak setegah jam sebelum
masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus walaupun telah di uap sebanyak 3
kali dengan obat combivent yang telah diberikan dari poli dokter spesialis anak. Sesak
hilang timbul juga dirasakan oleh pasien sejak 2 minggu yang lalu, sesak dirasakan
semakin lama semakin berat, saat sesak terdapat bunyi “ngiik”. Sehingga pasien pernah
dirawat di RSOB pada tanggal 24 April 2013- 25 April 2013. Sebelumnya pasien pernah
mengalami sesak saat umur 1 tahun tapi tidak diobati karena membaik sendiri. Pasien
juga sering mengalami bersin-bersin saat pagi hari. Pasien mengaku ada batuk dan pilek.
Batuk dan pilek dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dan demam mulai
semalam sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, tidak
kejang, tidak menggigil, dan tidak berkeringat dan tidak diobati. Pasien mengalami
penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu dan menyangkal adanya mual, muntah,
dan diare.
3
Cara Persalinan Persalinan normal
Masa Gestasi 38 minggu Cukup bulan
Keadaan Bayi Langsung menangis, warna kulit kemerahan
Berat badan lahir: 2.600 gram
Panjang badan: tidak ingat
Lingkar kepala tidak ingat
Apgar score (-)
Kesimpulan: riwayat kehamilan baik dan kelahiran baik
Riwayat Makanan
Umur/bulan ASI PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim
0-2 + - - - -
2-4 + - - - -
4-6 + - - - -
6-8 + - - - -
8-10 + + + + +
Kesimpulan:.Gizi cukup, bervariasi
Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur)
I II III IV
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan
HepatitisB 0 bulan 1 bulan 5 bulan
Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Perkembangan
-
Tengkurap : 2 bulan
-
Duduk : 10 bulan
-
Bicara : Lancar
Kesimpulan: Perkembangan baik, sesuai usia
Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak ke dua dari dua bersaudara. Saat ini tidak ada keluarga yang
mencret, muntah, demam, dan batuk seperti pasien. Kakak pasien pernah mengalami
sesak nafassatu kali saat umur 1 tahun. Ada riwayat asma pada keluarga yaitu ayahdan
kakak pasien. Terdapat riwayat alergi pada keluarga pasien. Tidak ada riwayat batuk
lama yang tidak sembuh, batuk darah dan penyakit darah dalam keluarga dan tidak ada
yang merokok di dalam rumah.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 07 Mei 2013 pukul 13.30 WIB
Kesadaran : Compos Mentis
4
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Tanda-tanda vital :
- -
Nadi : 128x/ menit Suhu : 37,50
-
Pernafasan : 54 x/ menit
Data antropometri
Berat badan : 10 kg Panjang badan : 85 cm
Kepala : normochepali, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah rontok dan
berwarna hitam, wajah simetris.
Mata : kelopak mata tidak cekung, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil
5
isokor kanan kiri, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung
+/+, mata merah -/-, mata berair -/-.
Telinga: deformitas -/-, sekret dari telinga -/- darah dari telinga -/-.
Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), sekret -/-, pernafasan cuping hidung (+).
Mulut : deformitas (-), bibir kering (-), sianosis perioral (-), mukosa mulut kering
(-) hiperemis (-), lidah kotor (-)
Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
retraksi suprasternal (+).
Thoraks :
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV garis midclavicularis kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, tidak mendengar mumur dan gallop
Paru
Inspeksi : kedua hemitoraks simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi
sela iga (+), retraksi sub costa (-).
Palpasi : vokal fremitus sulit dinilai
Auskultasi : suara napas vesikuler pada hemitoraks kiri dan
kanan. Ronkhi -/-, wheezing +/+
Abdomen :
Inspeksi : datar, tidak tampak peristaltik usus, retraksi epigastrium (+)
Palpasi : abdomen teraba lunak, nyeri tekan (-),hepar tidak teraba membesar,
lien tidak teraba membesar, ballotment -/-, tidak teraba massa,turgor
kulit kembali dalam waktu kurang dari 2 detik.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus 6x/menit
Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, sianosis akral (-) di keempat
ekstremitas, CRT < 2 detik, ptekie (-)
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Nervus Kranial
1. Nervus Olfaktorius (N I): Tidak dilakukan
2. Nervus Optikus (N II) :
Visus bedside : Tidak dilakukan
6
Lapang Pandang konfrontasi : Tidak dilakukan
Pupil : isokor, tepi rata,
o Refleks cahaya langsung OD/OS (+/+)
o Refleks cahaya tidak langsung OD/OS (+/+)
3. Nervus Okulomotorius (N III) :
Rangsang Meningeal
Refleks
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lab darah :-
Pemeriksaan Hasil satuan Nilai rujukan
Hematokrit 33,5 % 33 – 38
8
Rontgen Thorax : Tidak dilakukan
Skin test ( tidak dilakukan)
Uji faal paru (tidak dilakukan)
RESUME
Seorang anak laki-laki usia 2 tahun 8 bulan (BB : 10 kg), datang ke IGD RSOB dengan
keluhan sesak ½ jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus walaupun
telah di uap sebanyak 3 kali dengan obat combivent yang telah diberikan dari poli dokter
spesialis anak. Sesak hilang timbul juga dirasakan oleh pasien sejak 2 minggu yang lalu,
sesak dirasakan semakin lama semakin berat, saat sesak terdapat bunyi “ngiik”. Sehingga
pasien pernah dirawat di RSOB pada tanggal 24 April 2013- 25 April 2013. Sebelumnya
pasien pernah mengalami sesak saat umur 1 tahun tapi tidak diobati karena membaik sendiri.
Pasien juga sering mengalami bersin-bersin saat pagi hari. Pasien mengaku ada batuk dan
pilek. Batuk dan pilek dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dan demam mulai
semalam sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, tidak menggigil,
dan tidak berkeringat dan tidak diobati. Pasien mengalami penurunan nafsu makan sejak 3
hari yang lalu dan menyangkal adanya mual, muntah, BAB dan BAK normal. Ada riwayat
asma pada keluarga dan ada riwayat alergi terhadap makanan yaitu udang, riwayat alergi
terhadap obat-obatan disangkal. Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak
sakit berat, kompos mentis. Tanda-tanda vital HR : 128x/menit, RR : 54x/menit(takipneu),
dan suhu : 37,5o(febris). Pada pemeriksaan fisik ditemukan pernapasan cuping hidung,
retraksi suprasternal,retraksi sela iga, retraksi epigastrium, auskultasi thorax didapatkan bunyi
wheezing di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukositosis
21.420/ul, Ht meningkat.
DIAGNOSA KERJA
Status Asmatikus
DIAGNOSA BANDING:
1. Status Asmatikus
2. Asma Bronkiale
3. ISPA
9
4. Pneumonia
PENATALAKSANAAN
-
IVFD Dextrose 5% 100cc + Aminophilin 40 mg/ 8 jam (mikro)
-
Injeksi Ceftazidine 2 x 500 mg (iv)
-
Tremenza syrup 3 x ½ cth
-
Sanmol 4x 1 cth
-
Terapi inhalasi combiven / 6 jam
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Assessment:
Asma bronkial Status Asmatikus
Planning (07.30)
10
-
IVFD 2A 10 tpm/makro
-
Injeksi Ceftazidime 2 x 500 mg (iv)
-
Tremenza syrup 3 x ½ cth
-
Sanmol 4x 1 cth
-
Terapi inhalasi combiven / 6 jam
Planning (13.30)
-
IVFD Dextrose 5% 100cc + Aminophilin 40 mg/ 8 jam (mikro)
-
Injeksi Ceftazidime 2 x 500 mg (iv)
-
Tremenza syrup 3 x ½ cth
-
Sanmol 4x 1 cth
-
Terapi inhalasi combiven / 6 jam
Tanggal 8 Mei 2013 (perawatan hari kedua)
Subjektif:
Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-)
Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+) banyak
sesak(-) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+) banyak
Objektif:
Kes/KU : compos mentis/tampak sakit ringan
Tanda vital : HR: 120x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,60
Kepala : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH -/-,
bibir kering (-), kelopak matacekung (-)
Leher : retraksi SS (-), KGB ttm
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh -/-, retraksi sela iga (-)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+)
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Assessment:
Status asmatikus
Planning
-
IVFD Dextrose 5% 100cc + Aminophilin 40 mg/ 8 jam (mikro)
-
Injeksi Ceftazidime 2 x 500 mg (iv)
-
Tremenza syrup 3 x ½ cth
-
Sanmol 4x 1 cth
-
Terapi inhalasi combiven / 6 jam
-
Pasien di ijinkan pulang pada tanggal 8 Mei 2013
11
BAB II
ANALISA KASUS
12
3. Thorax : 4. Abdomen:
Auskultasi paru wh +/+
Retraksi epigastrium (+)
4. Abdomen:
Retraksiepigastrium (+)
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium
penunjang 1. Uji provokasi tidak dalam batas normal
2. Uji provokasi : mengalamai
dilakukan
2. Uji faal paru tidak penurunan VEP1 sebesar >
dilakukan 15%, Penurunan APE > 10%
3. Uji faal paru : pada derajat
ringan VEP1 dan APE bisa ≥
80%, Pada derajat sedang-berat
VEP1 dan APE mengalami
penurunan
ANALISA TERAPI:
BB 10 kg pertama 4ml/kgBB/jam
BB sisanya 1 ml/kgBB/jam
Pada pasien ini berat badan nya 10 kg.Maka kebutuhan cairan basalnya.(4x10) = 40 ml/jam
Jumlah tetesan/menit:
24x60
13
Cairan kombinasi : Cairan 2a
Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1 : 1 yang
terdiri dari dextrosa monohidrat 55gr/L, dextrosa anhidrat 50 gr/L, Natrium 150
mmol/L dan klorida 150 mmol/L. Cairan ini digunakan pada diare dengan komplikasi
dan bronkopneumoni dengan komplikasi.
Pada pasien ini diberikan 10 tetes per menit.
ANTIBIOTIK
Besarnya dosis dapat disesuaikan dengan jenis infeksi, derajat infeksi, usia, berat badan,
dan fungsi ginjal dari penderita. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, dosis
dapat disesuaikan dengan cara menurunkan dosis dan atau dengan memperpanjang
interval pemberian obat.
ANTIPIRETIK
Pada pasien diberikan antipiretik Sanmol sirup dengan dosis 10-15 mg/kg/bb per 6-8 jam.
Dosis pada pasien ini: 10x bb pasien(10)= 100 mg per 8 jam. Sediaan obat sirup 120mg/5ml
berarti diberikan 4 x 1 cth.
14
Meringankan gejala flu karena alergi pada saluran nafas atas yang memerlukan dekongestan
dan antihistamin.
Dosis pada pasien ini : (2 tahun 8 bulan) tremenza syrup 3 x ½ cth.
OBAT ASMA
Aminofilin
Jika anak tidak membaik setelah 3 dosis bronkodilator kerja cepat, beri aminofilin IV
dengan dosis awal (bolus) 6-8 mg/kgBB dalam 20 menit. Bila 8 jam sebelumnya telah
mendapatkan aminofilin, beri dosis setengahnya. Diikuti dosis rumatan 0.5-1 mg/kgBB/jam.
Pemberian aminofilin harus hati-hati, sebab margin of safety aminofilin amat sempit.
Hentikan pemberian aminofilin IV segera bila anak mulai muntah, denyut nadi >180
x/menit, sakit kepala, hipotensi, atau kejang.
Jika aminofilin IV tidak tersedia, aminofilin supositoria bisa menjadi alternatif.
Pada pasien ini diberikan 40 mg aminofilin dalam 100cc dextrose 5% / 8 jam. Diberikan
dosis rumatan 0,5 x 10 (8 jam)= 40 mg.
Pada pasien ini diberikan Terapi inhalasi combivent tiap 6 jam.
Combivent mengandung 21 mg Ipropropium Bromida + 125 mg Salbutamol yang fungsinya
adalah sebagai bronkodilator
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA BRONKIAL
Definisi
Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas sehingga menimbulkan gejala
periodik berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi yang menyebabkan obstruksi
jalan napas dengan derajat bervariasi dan bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Inflamasi menyebabkan peningkatan responjalan napas terhadap berbagai rangsangan
(Smeltzer & Bare, 2002).
Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermitten dan reversibel dimana trakea
dan bronki berespon hiperaktif terhadap stimulus tertentu. Asma berbeda dari penyakit
obstruktif lainnya dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel. Serangan asma dapat saja
15
terjadi dan berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam,diselingi oleh periode
bebas gejala (Smeltzer & Bare, 2002).
Penyebab
Penyebab asma sampai sekarang belum diketahui pasti. Telah banyak penelitian yang
dilakukan oleh para ahli dibidang asma untukmenerangkan sebab terjadinya asma, namun
belum ada teori ataupun hipotesis yang dapat diterima atau disepakati para ahli (Tanjung,
2003).
a. Faktor predisposisi
Genetik merupakan faktor pendukung timbulnya asma. Bakat alergi merupakan hal yang
diturunkan, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Bakat
alergi ini membuat penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar
faktor pencetus. Penderita biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita
penyakit alergi (Tanjung, 2003). Apabila kedua orang tua memiliki riwayat penyakit asma
maka hampir 50% dari anak-anaknya memiliki kecenderungan asma, sedangkan jika
hanya salah satu orang tuanya yang menderita asma maka kecenderungannya hanya 35%
(BKPM Semarang, 2009).
b.Faktor Presipitasi
Menurut Tanjung (2003), beberapa faktor yang mencetuskan serangan asma, yaitu :
a.Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.)Inhalan : masuk melalui saluran pernapasan. misal : debu, serbuk bunga, bulu
binatang, polusi, asap rokok.
2.)Ingestan : masuk melalui mulut.misal : makanan dan obat-obatan.
3.)Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit. misal : perhiasan, logam, jam
tangan.
b.Stres atau gangguan emosi
Stres dapat menjadi pencetus serangan asma, bahkan memperberat serangan asma yang
sudah ada.
c.Lingkungan Kerja
Serangan asma yang timbul berhubungan langsung dengan lingkungan kerja penderita,
misalnya polisi lalu lintas, pekerja pabrik asbes, pekerja industri tekstil. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
d.Perubahan Cuaca
16
Cuaca lembab dan udara dingin juga dapat mempengaruhi asma.Terkadang serangan
asma berhubungan dengan musim.
e.Olahraga
Serangan asma timbul pada sebagian besar penderita jika melakukan aktivitas jasmani
atau olahraga berat. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi setelah selesai
aktivitas tersebut.
f.Infeksi saluran pernapasan
KLASIFIKASI ASMA
Parameter klinis, Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
kebutuhan obat
4 Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
PEF=Peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak), FEV1=Forced expiratory volume in
second (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik)
17
Sumber : Rahajoe N, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI, 2004
18
& Bare, 2002).
Patofisiologi
Asma merupakan obstruksi jalan napas yang reversibel. Obstruksi tersebut dapat disebabkan
oleh faktor berikut, seperti penyempitan jalan napas; pembengkakan membran pada bronki;
pengisian bronki dengan mucus kental. Beberapa penderita mengalami respon imun yang
buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast
dalam paru yang menyebabkan pelepasan sel-sel mast, seperti histamin dan prostaglandin.
Pelepasan ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme,
pembengkakan membran mukosa, pembentukan mukus berlebihan (Smeltzer & Bare, 2002).
Penderita asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh
beberapa faktor, seperti udara dingin, emosi, olahraga, merokok, polusi dan infeksi sehingga
jumlah asetilkolin yangdilepaskan meningkat. Peningkatan asetilkolin ini secara langsung
bisa menimbulkan bronkokonstriksi. Penderita dapat mempunyai toleransi rendah terhadap
respon parasimpatis (Smeltzer & Bare, 2002).
Penatalaksanaan
Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi
saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan
controller.Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas .
Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten. Obat yang
termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik,teofilin,dan kortikosteroid sistemik.
Agonis beta-2 adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2
mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler , dan mencegah pelepasan
mediator dari sel mast dan basofil.Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel
mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan hiperresponsif
bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin,
merupakan obat golongan simpatomimetik . Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa
gangguan kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala .
Pemakaian agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang tidak
dapat lepas dari bronkodilator.
Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromide dalam bentuk
inhalasi. Ipratropium bromide mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan
enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping ipratropium inhalasi
19
adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan. Mula kerja obat ini lebih cepat dibandingkan dengan
kerja obat agonis beta- 2 yang diberikan secara inhalasi. Ipratropium bromide digunakan sebagai obat
tambahan jika pemberian agonis beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat ini
terutama bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang ekstrem atau pada
penderita yang disertai dengan bronkitis yang kronis.
Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang lemah,
tetapi jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman , dan harganya murah . Dosis
teofilin peroral 4 mg/kgBB/kali, pada orang dewasa biasanya diberikan 125-200 mg/kali. Efek
samping yang ditimbulkan pada pemberian teofilin peroral terutama mengenai sistem gastrointestinal
seperti mual, muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek samping yang lain ialah
diuresis. Pada pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi ,
takikardi dan aritmia, stimulasi sistem saraf pusat
Obat yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid,
natrium kromoglikat, natrium nedokromil , dan antihistamin aksi lambat. Obat agonis beta-2 aksi
lambat dan teofilin lepas lambat dapat juga digunakan sebagai controller. Natrium kromoglikat dapat
mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita asma.
Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih aman daripada
kortikosteroid . Perkembangan terbaru natrium kromoglikat menghasilkan natrium nedoksomil yang
lebih poten. Obat ini digunakan sebagai tambahan pada penderita asma yang sudah mendapat terapi
kortikosteroid tetapi belum mendapat hasil yang optimal
STATUS ASMATIKUS
Definisi
Status asmatikus adalah suatu serangan eksaserbasi akut asma yang tidak responsif
dengan pengobatan asma pada umumnya yaitu dengan pemberian nebulasi B agonis
(bronkodilator) sebanyak 3 kali tetapi tidak memberikan respon yang baik. Serangan pada
status asmatikus dapat terjadi dari yang ringan sampai yang berat tergantung dari tingkat
obstruksi pada bronkus yang disebabkan oleh bronkokonstriksi, sekresi mukus dan inflamasi
pada saluran pernapasan. Semuanya itu dapat menyebabkan gejala berupa sesak napas,
retensi dari karbondioksida, hipoksemia dan kegagalan pernapasan.2
Asma adalah suatu inflamasi kronik pada saluran pernapasan pada paru yang
menyebabkan terjadinya obstruksi pada bronkus secara episodik, bersifat reversible,
umumnya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam dan secara klinis dapat
pulih secara normal.7
20
Epidemiologi
Di seluruh dunia, insidensi terjadinya asma diperkirakan ada kurang lebih 20 juta
kasus, di mana 15% dari angka tersebut terjadi pada anak-anak. Peningkatan insidens kasus
asma di seluruh dunia adalah akibat dari polusi dan industrialisasi. Dari hipotesis higienis,
perbaikan dalam imunisasi dan kesehatan masyarakat akan berkontribusi dalam peningkatan
insidens kasus asma. Pada bayi, asma pada laki-laki lebih parah dari perempuan. Pada anak-
anak yang lebih tua, keparahan dan insidensi asma kurang lebih sama banyak pada laki-laki
dan perempuan. Tapi pada dewasa, insidens asma lebih banyak pada wanita.2
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300
juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun
dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).
Dalam dua puluh tahun terakhir ini angka kejadian asma cenderung meningkat baik Menurut
data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia, pada
tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas)
bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis
kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau
sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia
sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006). dinegara maju maupun negara berkembang.
Prevalensi asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).
Prevalensi tersebut sangat bervariasi, baik antar negara, bahkan antar daerah disuatu
negara.4Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar
4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial
sebesar 5–15%. 7
Etiologi
1. Ekstrinsik (alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh karena
faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan
21
dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan
mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernapasan, emosi dan aktivitas.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma
jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai
pada saat dewasa (usia > 35 tahun).
3. Asma gabungan
Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering ditemukan. Asma
ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
Asma terjadi akibat sejumlah faktor, termasuklah faktor predisposisi genetik, dan faktor
lingkungan. 1,2.9
Gastroesophageal reflux disease (dari suatu penelitian refluks dari isi lambung,
teraspirasi atau tidak, bisa menginduksi asma pada anak-anak dan dewasa yang
beresiko)
Suhu dingin
22
Iritan (Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2,
dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi
hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi)
Patogenesis
Salah satu yang memegang peranan penting pada patogenesis asma adalah sel mast.
Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetus misalnya alergen, infeksi, excercise, dsb.
Bila alergen sebagai pencetus masuknya alergen ke dalam tubuh akan direspon oleh
makrofag yang berkerja sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang kemudian akan diproses
didalam sel APC dan selanjutnya alergen tersebut akan dipresentasikan ke sel limfosit T
dengan bantuan molekul-molekul Major Histocompatibility Complex ( MHC class II), maka
limfosit T akan membawa ciri antigen tertentu (spesifik), kemudian teraktivasi,
berdiferensiasi dan berploriferasi. Limfosit T spesifik (Th2) dan produknya akan
mempengaruhi dan mengontrol limfosit B atau sel plasma atau sel pembentuk antibodi
lainnya untuk menghasilkan antibodi reagenik yang disebut Imunoglobulin E (IgE).
Selanjutnya IgE akan beredar dan menempel pada reseptor yang sesuai pada dinding sel mast.
Sel mast yang demikian disebut sel mat yang tersensitisasi. Apabila alergen serupa masuk
kedalam tubuh , alergen itu akan menempel pada sel mast yang tersensitisasi dan kemudian
akan terjadi degradasi dinding dan degranulasi sel mast. terjadinya pelepasan mediator
inflamasi, termasuk histamin, prostaglandin D2, leukotriene C4. Semua bahan ini akan
menyebabkan kontraksi dari otot salur pernafasan, peningkatan permeabilitas kapiler, sekresi
mukus, dan aktivasi refleks neuronal. Fase ini ditandai dengan terjadinya bronkokonstriksi
yang biasanya bisa diobati dengan bronkodilator, seperti agen beta-2-agonis.1,2
23
Later inflammatory response
24
Kay membagi obstruksi bronkus atas 3 fase utama yaitu :1,8
3. Fase subakut/kronik.
Asma yang berlanjut yang tidak diobati atau kurang terkontrol berhubungan dengan
inflamasi didalam dan disekitar bronkus. Pada fase subakut, reaksi
inflamasimerupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasieosinofil dan sel
mononuklear. Akhir-akhir ini ditemukan mediator PAF ( Platelet Activating Factor)
yang dihasilkan sel mast, basofil danmakrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi
otot polos dan kerusakan mukosa bronkus. PAF juga menyebabkan bronkokonstriksi
25
yang lebih kuat. Kortikosteroid biasanya memberikan hasil yang baik. Fase lambat
menetap dan fase subakut sangatmempengaruhi terjadinya asma kronis.
Manifestasi klinik
Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada
beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak
dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai
sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang
demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan
terbukti adanya sifat-sifat asma. 5
Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk biasa dan
kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan
bentuk asma. 9
Pemeriksaan fisik1,2
Pemeriksaan awal dilakukan untuk menentukan kondisi pasien dan mencari resiko
untuk terjadinya gagal nafas. Episode akut asma bisa bermula dengan simptom yang ringan
26
seperti dyspnea. Dengan obstruksi saluran pernafasan yang semakin memburuk, respiratory
distress, termasuk retraksi, penggunaan otot abdomen sewaktu ekspirasi, dan tidak bisa
berbicara satu atau dua kata bisa ditemukan. Terjadi gangguan ventilasi dan perfusi
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen dan hipoksia. Tanda vital bisa menunjukkan
takikardia dan hipertensi. Peak flow rate haruslah diperiksa sebagai tanda vital pada anak-
anak yang kooperatif. Jika tidak diberi pengobatan, obstruksi saluran nafas yang lama dan
usaha untuk bernafas yang meningkat bisa menyebabkan bradikardia, hipoventilasi, dan
cardiorespiratory arrest.
Pemeriksaan umum1,2,3,4
o Anak dengan status asmatikus bisa dehidrasi karena asupan makanan atau
minuman buruk, muntah, dan usaha untuk bernafas yang meningkat.
o Pasien dengan asma sedang sampai berat biasanya tidak bisa berbicara dengan
ayat penuh.
o Tingkat kesadaran bervariasi dari sadar penuh sampai koma. Jika hipoksemia
memburuk, pasien yang letargi menjadi agitasi. Dengan meningkatnya
obstruksi pada unit paru, hipoksemia memburuk lalu hiperkarbia terjadi.
Kedua hipoksemia dan hiperkarbia bisa mengakibatkan kejang dan koma, dan
merupakan tanda akhir dari respiratory compromise.
o Suara nafas inspirasi bisa normal, berkurang atau tidak ada tergantung
keparahan penyakit. Silent chest (suara mengi yang lemah)bisa ditemukan
27
pada pasien yang sudah terjadi impending respiratory failure, di mana sudah
terjadi obstruksi yang berat atau terlalu lelah untuk menghasilkan wheezing.
o Pada pasien status asmatikus sedang sampai berat, penggunaan otot abdomen
bisa mengakibatkan sakit abdomen.
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan gambaran klinis (sumber : PDPI, 2006)
3,4
DIAGNOSIS BANDING 2
Bronkiektasis Limfadenopati
28
Trakeomalasia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemilihan jenis pemeriksaan tergantung dari data riwayat penyakit dan kondisi pasien.2
1. Pulse oximetry memberikan evaluasi saturasi oksigen, yang sangat penting karena
penyebab kematian utama pada status asmatikus adalah hipoksia. Keuntungan
penggunaan pulse oximetry adalah ia mudah didapatkan, tidak invasive, menunjukkan
monitoring yang berterusan, dan merupakan indikator yang baik untuk hipoksemia
akibat gangguan ventilasi/perfusi mismatch.
2. Pengukuran elektrolit serum adalah sangat penting, terutama untuk memonitor kadar
kalium serum. Obatan yang digunakan untuk mengobati status asmatikus bisa
menyebabkan hipokalemia. Nilai pH yang rendah bisa menyebabkan peningkatan
transien dari kalium.
3. Kadar glukosa serum bisa meningkat akibat stress, penggunaan agen beta-agonis,
seperti epinefrin, dan penggunaan kortikosteroid. Namun, akibat penyimpanan yang
tidak baik, hipoglikemia bisa terjadi pada anak-anak yang lebih muda.
4. Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengukur kadar oksigen dan karbondioksida
didalam darah yang mengindikasikan terjadinya hipoksia dan hipoksemia. Serta untuk
mengetahui apakah telah terjadi asidosis atau alkalosis dengan mengukur Ph dan
HCO3-.
5. Pemeriksaan darah lengkap, urin kengkap dan feces, bisa mengindikasikan ada infeksi
bakteria; tapi dengan penggunaan beta-agonis dan kortikosteroid bisa mengubah
komposisi dari sel darah putih dengan meningkatkan hitung sel darah putih perifer.
6. Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi ,menilai hasil provokasi
bronkus, menilai hasil pengobatan, dan mengikuti perjalanan penyakit. Pemeriksaan
faal paru yang penting pada asma adalah aliran puncak ekspirasi (APE), Volume
kapasitas paksa (FVC), Volume ekspirasi selama 1 detik (VEP1). Memonitor peak
flow merupakan suatu pengukuran objektif terhadap obstruksi saluran pernafasan pada
anak yang cukup berusia dan kooperatif, dan bisa mentolerir pemeriksaan ini tanpa
memperparah penyakit yang dideritainya.1
7. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masuk diragukan. Tujuannya untuk
menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus. Dapat dilakukan dengan histamine,
metakolin,beban lari, udara dingin, uap air, allergen. Hipereaktivitas bronkus positip
aliran puncak ekspirasi (APE), Volume ekspirasi selama 1 detik (VEP1) menurun >
15% dari nilai uji provokasi sebelumnya dan setelah diberi bronkodilator nilai normal
29
akan tercapai lagi. Bila APE dan VEP1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator
naik >15% berarti hipereaktivitas positip dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.1
PEMERIKSAAN RADIOLOGI2
TINDAKAN/PROSEDUR2
Intubasi trakeal dan ventilasi mekanis diindikasikan pada gagal nafas. Ventilasi non-
invasif bisa dicoba terlebih dulu untuk mengurangi paksaan untuk bernafas dan kelelahan,
agar tidak dilakukan intubasi. Pemasangan chest tube mungkin perlu untuk penanganan
pneumothorax, jika terjadi.
PENATALAKSANAAN
Menurut guidelines yang didapatkan dari National Asthma Education and Prevention
Program (NAEPP) of America Expert Panel, penanganan atau perawatan terhadap seseorang
anak dengan asma termasuklah rawat jalan yang intensif dengan medikasi dan intervensi
lingkungan. Rawat inap di rumah sakit merupakan suatu kagagalan dalam penanganan pasien
rawat jalan. Penanganan pasien dengan status asmatikus adalah seperti berikut:2
Oksigen
Beta-agonis inhalasi
Albuterol atau salbutamol, dan terbutalin merupakan terapi akut untuk asma. Obat-
obat ini menstimulasi cyclic adenosine monophosphate (AMP) untuk memediasi
terjadinya bronkodilatasi. Salur pernafasan mempunyai banyak reseptor beta. Dengan
30
menstimulasi reseptor ini, otot salur pernafasan berelaksasi, pembersihan mukosiliar
meningkat, dan produksi mukus menurun. Administrasi obat ini melalui nebulisasi
inhalasi biasanya merupakan cara yang paling efektif.
Kortikosteroid
Antikolinergik
Protap penanganan status asmatikus di RS Dr. Soetomo Setelah diagnosis ditegakkan segera
diikuti dengan langkah langkah sebagai berikut
Menetapkan beratnya penyakit dan beratnya terapi dengan menggunakan predictor
index scoring system
Tanda-tanda fisik Score 0 Score 1
Nadi < 120 mmHg >120 mmHg
Pernapasan <30x/menit >30x/menit
Pulsus paradoxus <18 mmHg >18 mmHg
PEFR >120l/mnt <120l/mnt
Sesak napas Ringan Berat
Retraksi Tidak ada Ada
Wheezing Ringan Berat
Catatan: bila score lebih dari 4 harus masuk rumah sakit
Bila ada silent chest merupakan tanda bahaya
31
2. Oksigen 2 – 4 l/m melalui kanul nasal.
3. Aminofilin bolus 5-6 mg / kgBB i.v pelan selama 20-30 menit dilanjutkan maintenance
20 mg/kgBB/hari diberikan secara drip.
4. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam subkutan atau I.V. atau orciprenalin 0,25 mg / 6 jam subcutan
atau I.V. pelan (penelitian terakhir tidak berbeda bermakna)
5. Hidrocortison sodium suksinat 4 mg / kgBB / 4 jam I.V ( 200 mg / 4 jam I.V. ) bisa juga
memakai dexamethason 20 mg / 6 jam I.V. selain itu dapat digunakan 160 mg
methilprednisolon dalam dosis terbagi 4 kali per hari, kortikosteroid diberikan sampai
membaik secara klinis dan laboratoris. Disamping parenteral diberikan juga Prednison
peroral 3 x 10 mg per hari sampai keadaan membaik diberhentikan secara tappering off.
Kortikosteroid yang sudah diberikan diteruskan pemberiannya, bila belum harus
diberikan. Kortikosteroid diberikan intravena, karena sangat diperlukan untuk
mempercepat hilangnya udem dan mengembalikan sensitivitas terhadap bronkodilator.
6. Usaha pengenceran lendir dengan obat mukolitik perlu dipertimbangkan karena biasanya
pada keadaan seperti ini terdapat banyak lendir dan lengket di seluruh cabang-cabang
bronkus.
Mengancam jiwa
Tidak respon terhadap pengobatan/memburuk
Gagal napas
Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah
32
Ventilasi diperbaiki
Pemberian Na Bikarbonat
Bedah
Status asmatikus umumnya ditangani dengan terapi medikasi, tapi jika terjadinya
pneumothoraks maka dilakukan thorakostomi atau thorakosentesis.
Diet
Beberapa anak dengan asma biasanya mempunyai beberapa episode asma akibat
alergi terhadap bahan makanan tertentu. Konsultasi dengan ahli nutrisi mungkin akan
membantu dalam menentukan penanganan pasien secara diet.
PENANGANAN LANJUT
o Pasien kelelahan
33
o Adanya faktor resiko
o Kesadaran menurun
o Hipoksemia signifikan, yang berespon buruk atau tidak berespon kepada terapi
oksigen tambahan
Follow-up pasien yang dirawat jalan dan perawatan yang berterusan terhadap pasien
yang pernah dirawat di ICU pediatrik karena status asmatikus yang parah adalah
sangat penting untuk mengoptimalkan hasil jangka panjang dan kualitas hidup dan
meminimalkan episode eksaserbasi asma parah.
Antara yang penting dan harus diperhatikan adalan obat-obatan untuk diambil di
rumah, seperti anti-inflamasi. Kortikosteroid sekarang dianggap sebagai salah satu
terapi utama untuk pengobatan maintenance terhadap asma. Ada studi mengatakan
bahwa penggunaan anti-inflamasi yang kurang berhubungan dengan asma yang lebih
parah. Ini karena terjadinya remodeling dari salur pernafasan, dan perubahan dari
proses inflamasi pada tubuh yang persisten.
34
Perubahan atau kontrol terhadap lingkungan juga perlu pada anak dengan asma yang
berhubungan dengan alergi yang berkaitan dengan lingkungan.
Pindah ruangan2
Anak yang dirawat di ICU karena status asmatikus yang parah bisa dipindah ke ruangan yang
biasa jika pasien telah memenuhi kriteria berikut:
Pasien telah tidak bergantung kepada terapi beta-agonis berterusan secara intravena
(seperti terbutalin, aminofilin) dan kondisinya stabil dengan penggunaan terapi beta-
agonis inhalasi/aerosol secara intermiten.
KOMPLIKASI
Cardiac arrest
Hipoksemia dengan cedera susunan saraf pusat yang hipoksik dan iskemik
EDUKASI PASIEN2
Asma merupakan suatu penyakit kronis. Pasien dan keluarganya haruslah diberi
edukasi mengenai asma yang diderita pasien dan perawatan lanjutan atau follow-up.
Informasi mengenai perawatan atau pengobatan maintenance, monitoring dan kontrol
35
terhadap lingkungan pasien adalah sangat penting, terutama untuk mencegah eksaserbasi dari
asma.
PROGNOSIS
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10
juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas
kesehatan terbatas. 9
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik
ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada
masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis
pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang
menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma
penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma
anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang. 9
Prognosis pada pasien dengan status asmatikus pada umumnya baik apabila dilakukan
penanganan yang tepat dan cepat. 2
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
4. dr. Latief A, dr. Napitupulu, dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal.1203-28.
5. Status Asthmaticus. Author : Constantine K Saadeh, MD; Chief editor : Zab
Mosenifar, MD. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/2129484-
overview. Accessed on 9 Mei 2013
6. UniversitasSumateraUtara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23341/4/C
hapter%20II.pdf. Accessed on 9 Mei 2013
36
7. UniversitasSumateraUtara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23277/4/C
hapter%20II.pdf. Accessed on 10 Mei 2013
8. Asthma UK; Key facts & statistics.
9. Allergy and asthma proceedings : the official journal of regional and state allergy
societies 33Suppl 1: pg S47-50
10. Ariz Pribadi, Darmawan BS. Serangan Asma Berat pada Asma Episodik sering. Sari
Pediatri Vol. 5, No. 4. Maret 2004: 171 - 177
11. Kay AB. Asthma and inflammation. J Allergy Clin Immunol 1991;5:893-910.
12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan
di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.
13. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa : Staf pengajar
Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 1995.
14. Zahorik KJ, Busse WW. Chronic asthma. Hall JB, Corbridge TC, Rodrigo C,
Rodrigo GJ, Acute Asthma. Singapore: McGraw-Hill, 2000 : 232-45
37