Anda di halaman 1dari 60

2008

Pedoman Penilaian Bandar Udara

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT, karena dengan perkenan-Nya buku


Pedoman Penilaian Bandar Udara dapat diselesaikan. Buku ini disusun
sebagai upaya untuk mendukung pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN) khususnya Direktorat Penilaian Kekayaan Negara
sehingga penilai DJKN di seluruh Indonesia memiliki pedoman/panduan
dalam melaksanakan tugas penilaian atas properti khusus bandar udara.
Dengan tersusunnya buku pedoman ini diharapkan akan dapat
memperkaya bahan/referensi bagi para penilai internal DJKN tentang
penilaian properti khususnya penilaian bandar udara di Indonesia sehingga
hasil penilaian yang dilakukan memiliki kesamaan konsep dan metodologi
yang selanjutnya akan menghasilkan nilai yang memenuhi konsep dan
prinsip-prinsip umum penilaian dan memenuhi Standar Penilaian Indonesia
(SPI) atau standar penilaian lainnya yang relevan sehingga hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan kepada pemberi tugas, rekan satu profesi maupun
masyarakat umum.
Buku ini dapat terwujud setelah melalui berbagai kajian dan diskusi
intensif serta kerjasama dari berbagai pihak terutama dari Direktorat Penilaian
Kekayaan Negara, DJKN, khsusnya Sub Direktorat Penilaian Properti Khusus
dan Alumni IASTP Phase III Australia Tahun 2007 serta bantuan konsultansi
dari Queensland University of Technology dan Brisbane Australian Property
Institute atas mediasi dari Indonesia Australia Specialised Training Program
(IASTP III). Untuk itu kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan
dan kerja sama yang telah terjalin. Kami sadari bahwa karena terbatasnya
waktu penyusunan, buku ini belum sempurna dan memerlukan perbaikan-
perbaikan berkelanjutan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat kami harapkan.
Akhirnya, kami berharap buku ini dapat bermanfaat dan digunakan
sebagai panduan dalam penilaian properti bandar udara khususnya bagi
penilai internal DJKN.

Jakarta, Juli 2008

Tim Penyusun

2
Daftar Isi

Halaman Judul ....................................................................................... 1


Kata Pengantar ....................................................................................... 2
Daftar Isi ................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 4


A. Pengantar ...................................................................................... 4
B. Dasar Hukum Penilaian Properti Khusus Bandar Udara ................ 6
C. Kumpulan Definisi ......................................................................... 8
D. Gambaran Umum .......................................................................... 11
E. Ruang Lingkup Penilaian ............................................................... 27

BAB II PENILAIAN BANDAR UDARA ........................................................ 31


A. Persiapan Penilaian Bandar Udara ................................................. 31
B. Pelaksanaan Penilaian ................................................................... 33
C. Metode Penilaian ............................................................................ 36
D. Laporan Penilaian .......................................................................... 46

BAB III PENUTUP .................................................................................... 49


Daftar Pustaka ........................................................................................ 50
Lampiran ................................................................................................ 52

3
BAB I PENDAHULUAN

A. PENGANTAR

Mengingat kompleksitas dan sifat specialised property dari suatu Bandar


Udara, maka tidak berlebihan kiranya jika dibuat suatu buku pedoman
terhadap penilaian kekayaan negara terutama untuk properti khusus yang
diberi nama Buku Pedoman Penilaian Bandar Udara.
Bahwa dengan adanya Buku Pedoman ini diharapkan dapat membantu
proses penilaian terhadap kekayaan negara terutama terhadap penilaian
properti khusus dalam hal ini penilaian terhadap Bandar Udara.
Buku Pedoman Penilaian Bandar Udara ini terdiri atas 10 (sepuluh)
bagian yaitu:

I. Pendahuluan;
II. Dasar hukum penilaian properti khusus bandar udara yaitu peraturan
perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum dan pedoman bagi
penilai dalam melakukan penilaian bandar udara;
III. Kumpulan definisi yaitu kumpulan istilah-istilah dan pengertiannya
yang sering dijumpai dalam melakukan penilaian bandar udara;
IV. Gambaran umum yaitu bagian yang menjelaskan bandar udara secara
umum sebagai pengantar bagi penilai sebelum melakukan penilaian
bandar udara sehingga penilai mempunyai pengetahuan dasar tentang
bandar udara seperti sejarah tentang pesawat terbang dan bandar udara
pertama, klasifikasi bandar udara, kepemilikannya, dan lain-lain;
V. Ruang lingkup penilaian yang tujuannya membatasi penilaian atas
bandar udara sehingga tidak terjadi over lapping dengan bidang
penilaian lainnya seperti penilaian real properti atau penilaian usaha;
VI. Persiapan penilaian bandar udara yang tujuannya memberikan
gambaran kepada penilai hal-hal apa yang perlu dipersiapkan sebelum
turun ke lapangan termasuk persiapan administratif dan persiapan
teknis penilaian;
VII. Pelaksanaan penilaian;
VIII. Metode penilaian;
IX. Pembuatan laporan;
X. Penutup.

Buku pedoman ini hanyalah merupakan salah satu panduan bagi


penilai dalam melakukan penilaian atas suatu bandar udara, yang diharapkan
dapat mempermudah penilai nantinya pada saat penilaian. Buku pedoman ini
bukanlah suatu peraturan yang harus dipatuhi sepenuhnya, dan tidak ada
sanksi apabila ternyata penilai tidak dapat memenuhi segala petunjuk yang
ada dalam buku pedoman ini, dengan tidak terlepas dari kode etik penilai dan
peraturan perudang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain penilai dalam
melakukan penilaian suatu bandar udara haruslah tetap mengacu kepada

4
Standar Penilaian Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang mengatur tentang penilaian.
Buku pedoman ini dapat terselesaikan dengan bantuan banyak pihak
dan banyak sumber, untuk itu pada kesempatan ini kami tim penyusun buku
pedoman mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya buku pedoman ini. Dan tentu saja setiap buah
karya manusia, tidak ada yang sempurna, oleh karena itu diharapkan
kesediaan semua pihak untuk memberikan kritik, saran, masukan dan
perbaikan atas segala kekurangan yang ada pada buku pedoman ini untuk
perbaikan pembuatan buku pedoman yang lebih sempurna. Akhir kata,
kiranya buku pedoman penilaian bandar udara ini ada manfaatnya.

5
B. DASAR HUKUM PENILAIAN PROPERTI KHUSUS BANDAR UDARA

Setiap penilaian yang dilakukan oleh seorang Penilai harus sesuai


dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak melanggar
kode etik penilaian. Berikut akan disampaikan beberapa peraturan-
perundang-undang yang berlaku di Indonesia yang berhubungan dengan
proses pelaksanaan penilaian yang dilakukan oleh DJKN, antara lain:

(1) Pasal 23 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945;
(2) Peraturan Lelang (Vendu-reglement), S. 1908 - 189 dan Instruksi Lelang
(Vendu-instructie), S. 1908 - 190
(3) Undang-undang No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang
Negara;
(4) Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Kebandarudaraan;
(5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
(6) Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara;
(7) Undang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
(8) Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan;
(9) Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2001 tentang Kebandarudaraan;
(10) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah;
(11) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran negara Nomor
4609);
(12) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 49 tahun 2006;
(13) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 7 tahun 2007;
(14) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen
Keuangan;
(15) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum;

6
(16) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Keuangan;
(17) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
(18) Keputusan Menteri Perhubungan No. 43 tahun 2005
(19) Pedoman Pembuatan Laporan K euangan Pemerintah Pusat (LKPP)

Peraturan atau kebijakan lain yang terkait dengan penilaian bandar udara
yang juga harus dicermati oleh penilai, antara lain :
 Kebijakan transportasi udara, untuk di Indonesia ditentukan oleh
Departemen Perhubunan cq. Dirjen Perhubungan Udara.
 Untuk skala internasional pengaturan kebijakan penerbangan sipil adalah
International Civil Aviation Organization (ICAO) yang berkedudukan di
Montreal Canada sedangkan untuk pengaturan bandar udara secara
internasional dilakukan oleh International Civil Airport Association (ICAA)
berkedudukan di Paris, Perancis.
 Dalam melakukan penilaian bandar udara, penilai juga harus memahami
tentang perencanaan bandar udara, khususnya harus dapat memahami
tentang desain dan pengembangan bandar udara (master plan) dikaitkan
dengan klasifikasi maupun konfigurasi bandar udara dan Tata guna lahan
bandar udara (airport zoning).
Jika satu dan lain hal dalam Buku Pedoman ini terjadi pertentangan
dengan satu atau lebih peraturan perundang-undangan di atas maka
dikembalikan kepada asas hukum tentang hirarki peraturan perundang-
undangan.

7
C. KUMPULAN DEFINISI

Beberapa definisi atau istilah-istilah yang sering didapati dalam


melakukan penilaian terhadap bandar udara antara lain (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan):
(1) Penerbangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan
wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, keamanan
dan keselamatan penerbangan, serta kegiatan dan fasilitas penunjang lain
yang terkait;
(2) Wilayah udara adalah ruang udara di atas wilayah daratan dan perairan
Republik Indonesia;
(3) Pesawat udara adalah setiap alat yang dapat terbang di atmosfer karena
daya angkat dari reaksi udara;
(4) Pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang didaftarkan dan
mempunyai tanda pendaftaran Indonesia;
(5) Pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara,
bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaganya sendiri;
(6) Helikopter adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, dapat terbang
dengan sayap berputar, dan bergerak dengan tenaganya sendiri;
(7) Pesawat udara negara adalah pesawat udara yang dipergunakan oleh
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan pesawat udara instansi
Pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan untuk
menegakkan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
(8) Pesawat udara sipil adalah pesawat udara selain pesawat udara negara;
(9) Pesawat udara sipil asing adalah pesawat udara yang didaftarkan dan/atau
mempunyai tanda pendaftaran negara bukan Indonesia;
(10) Pesawat udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah pesawat
udara negara yang dipergunakan dalam dinas Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia;
(11) Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk
mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang,
dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar
moda transportasi;
(12) Pangkalan udara adalah kawasan di daratan dan/atau di perairan dalam
wilayah Republik Indonesia yang dipergunakan untuk kegiatan
penerbangan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
(13) Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat
udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu
perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain
atau beberapa bandar udara;
(14) Angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan
memungut pembayaran;

8
(15) Kelaikan udara adalah terpenuhinya persyaratan minimum kondisi pesawat
udara dan/atau komponen-komponennya untuk menjamin keselamatan
penerbangan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

Selain Undang-Undang Penerbangan, beberapa definisi juga dapat ditemukan


dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2001
Tentang Kebandarudaraan antara lain:
(1) Kebandarudaraan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan
fungsi bandar udara untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan
ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo dan/atau pos,
keselamatan penerbangan, tempat perpindahan intra dan/atau antar moda
serta mendorong perekonomian nasional dan daerah;
(2) Tatanan Kebandarudaraan Nasional adalah suatu sistem kebandar-
udaraan nasional yang memuat tentang hirarki, peran, fungsi, klasifikasi,
jenis, penyelenggaraan, kegiatan, keterpaduan intra dan antar moda serta
keterpaduan dengan sektor lainnya;
(3) Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah wilayah daratan
dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang
dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka
menjamin keselamatan penerbangan;
(4) Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara adalah wilayah daratan dan/atau
perairan yang dipergunakan secara langsung untuk kegiatan bandar udara;
(5) Bandar Udara Umum adalah bandar udara yang dipergunakan untuk
melayani kepentingan umum;
(6) Bandar Udara Khusus adalah bandar udara yang penggunaannya hanya
untuk menunjang kegiatan tertentu dan tidak dipergunakan untuk umum;
(7) Penyelenggara Bandar Udara Umum adalah Unit Pelaksana Teknis/Satuan
Kerja Bandar Udara atau Badan Usaha Kebandarudaraan;
(8) Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja Bandar Udara adalah unit organisasi
Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
(9) Badan Usaha Kebandarudaraan adalah Badan Usaha Milik Negara
dan/atau Badan Usaha Milik Daerah yang khusus didirikan untuk
mengusahakan jasa kebandarudaraan;
(10) Badan Hukum Indonesia adalah badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, swasta, dan koperasi;

Selain di dalam dua peraturan perundang-undangan di atas, secara


umum penilaian bandar udara didefinisikan sebagai suatu proses kegiatan
yang dilakukan oleh penilai untuk memberikan suatu opini nilai yang
didasarkan pada data/ fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan
metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai Bandar udara sebagai barang
milik negara/kekayaan negara pada saat tanggal penilaian.

Disamping istilah-istilah yang telah disebutkan, terdapat definisi peralatan-


peralatan teknis yang harus ada dalam suatu bandar udara yang akan

9
disebutkan lebih lanjut dalam bagian-bagian berikutnya, seperti peralatan
pendukung komunikasi, peralatan alat bantu pendaratan, dll, guna
keselamatan penerbangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan,

10
D. GAMBARAN UMUM

Sejarah perkembangan Bandar Udara dimulai pertamakali pada tanggal


17 Desember 1903 yaitu pada saat Wright bersaudara berhasil tinggal landas
di Kitty Hawk dengan kondisi areal pendaratan yang sangat sederhana dan
tidak dapat dikatakan sebagai bandar udara yang layak. Dengan
ditemukannya mesin terbang yang menjadi cikal bakal pesawat terbang seperti
yang ada sekarang ini, secara otomatis mendorong juga ditemukannya tempat
untuk lepas landas, tempat untuk mendarat, tempat memperbaiki pesawat
yang kemudian akhirnya berkembang menjadi sebuah bandar udara seperti
sekarang ini dimana tidak lagi menjadi sekadar tempat lepas landas dan
mendarat tapi sudah menjadi sebuah kompleks bandar udara yangdilengkapi
dengan areal bisnis lengkap dan modern.
Bandar udara di Indonesia pada umumnya dimiliki oleh Pemerintah,
baik Pemerintah Pusat maupun Daerah (Government Owned), yang otoritas
pengelolaanya diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT
(Persero) Angkasa Pura; serta bandar udara yang pengelolaannya ada dibawah
pengawasan Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan
Udara berbentuk Unit Pelaksana Teknis. Beberapa bandar udara yang dimiliki
dan dikelola oleh Pemerintah Daerah pada umumnya sudah berkembang
untuk kepentingan komersial. Disamping itu ada beberapa bandar udara
yang dimiliki dan dikelola oleh suatu komunitas/perusahaan, umumnya
berupa bandar udara kecil (privat airstrips). Beberapa bandar udara di
Indonesia berawal dari lapangan terbang militer baik angkatan udara, darat
maupun laut dan sampai saat beberapa bandara udara tersebut masih ada
yang beroperasi.

Bandar udara merupakan kawasan yang sangat luas dengan


penggunaan lahan yang beragam dari tanah kosong approach airspace, landing
area, terminal, jaringan jalan dan parkir, taman dan tanah kosong untuk
pengembangan. Dengan penggunaan lahan yang berbeda-beda tentu akan
memberikan manfaat dan nilai yang berbeda. Agar dapat mencari
perbandingan data yang tepat bagi lahan bandar udara yang dinilai, maka
penilai harus paham tata guna lahan dari bandar udara yang dinilai. Sehingga
dengan demikian perhitungan indikasi nilai tanah dapat dilakukan dengan
perbandingan data yang lebih akurat

Bandar udara modern adalah infrastruktur penting pada kota besar,


merupakan komponen kritikal pada jaringan transportasi nasional. Bandar
udara jika dikembangkan dan dikelola dengan baik dapat memberikan
dampak ekonomi dan sosial yang signifikan terhadap daerah dimana bandar
udara berada. Bandar udara modern dan komersial tidak hanya sebatas
landing strips (pendaratan), bangunan terminal, fasilitas gudang dan menara
kontrol, tetapi didukung juga oleh desain dan pengembangan yang canggih,
sehingga suatu bandar udara komersial adalah meliputi real property,
business enterprise dan infrastruktur publik. Bandar udara adalah properti

11
yang unik (unique properties) yaitu merupakan suatu business enterprise dan
real estate investment yang lengkap serta dapat berdiri sendiri, akan tetapi
tetap merupakan infrastruktur publik.

Bandar udara pada dasarnya mempunyai sifat monopolistic dalam


pengelolaanya, pada suatu kota atau negara, atau bisa disebut Spesialized
Operational Properties (Properti Khusus). Dengan alasan politik dan kedaulatan
sangat jarang adanya transaksi pasar bandar udara komersial atau
internasional antar daerah atau negara. Konsekuensi dalam penilaian bandar
udara, nilai dari bandar udara dan fasilitasnya tidak mudah dinilai dengan
pendekatan perbandingan data pasar.

4.1. Kepemilikan Bandar Udara di Indonesia


4.1.1. Dimiliki oleh Pemerintah,
a. Pemerintah Pusat, yang otoritas pengelolaannya diberikan kepada
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT. (Persero) Angkasa Pura
I dan II; serta bandar udara yang berada dibawah pengawasan
Departemen Perhubungan, Dirjen Perhubungan Udara sebagai Unit
Pelaksana Teknis;
b. Pemerintah Daerah, pada umumnya bandara yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah sudah berkembang untuk kepentingan komersial;
c. Bandar Udara Militer.
4.1.2. Dimiliki oleh komunitas/perusahaan tertentu, pada umumnya berupa
bandar udara kecil (privat airstrips). Kepemilikan bandar udara oleh
pihak swasta di Indonesia, belum terlalu banyak, biasanya hanya
dimiliki oleh perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di wilayah-
wilayah terpencil Indonesia untuk memperlancar sistem pengangkutan
perusahaan swasta mereka.

4.2. Klasifikasi Bandar Udara


Klasifikasi bandar udara dilakukan oleh ICAO (International Civil Aviation
Organization), untuk mengadakan penyeragaman ditunjukkan dengan kode
A,B,C,D dan E. Dasar dari klasifikasi tersebut adalah panjang dari runway
suatu bandar udara, tidak berdasarkan fungsinya.

Tabel Kualifikasi Bandara ICAO

Klasifikasi Panjang Runway


Feet Meter
A > 7.000 2.134
B 5.000 – 7.000 1.524 – 2.133
C 3.000 – 5.000 915 – 1.523
D 2.000 – 3.000 762 – 914
E 2.000 – 2.500 610 – 761

12
4.2.1. Klasifikasi Bandar Udara Berdasarkan Fungsinya
a. Bandar Udara Internasional
1. Melayani angkutan langsung para penumpang dan barang dari/ke luar
negeri. Bandar udara ini juga merupakan tempat transit untuk menuju
ke tempat lain.

2. Ciri-ciri Bandar Udara Internasional :


a. Yang utama adalah memiliki Customs (Bea Cukai), Immigration
(Imigrasi) dan Quarantine (Karantina);
b. Kapasitas pesawat sampai dengan pesawat type Boeing B-747 atau
Airbus 300 (pesawat berbadan lebar);
c. Mempunyai daerah komersil dan terminal yang luas dengan
pertokoan dan perkantoran;
d. Mempunyai fasilitas pemeliharaan;
e. Mempunyai tempat parkir yang luas;
b. Bandar Udara Domestik
1. Melayani angkutan penumpang dan barang dari/ke daerah yang
merupakan pusat untuk menuju daerah sekitar. Biasanya langsung
berhubungan dengan bandar udara internasional. Bandar udara ini juga
sebagai tempat transit untuk menuju daerah yang terpencil
2. Ciri-ciri Bandar Udara Domestik
a. Kapasitas pesawat sampai dengan pesawat type boeing B-737 atau
Airbus
b. Mempunyai bangunan terminal cukup luas
c. Ada beberapa daerah komersil dengan pertokoan
d. Mempunyai fasilitas pemeliharaan kecil
c. Bandar Udara Perintis
1. Melayani angkutan penerbangan untuk daerah yang terpencil, kadang-
kadang hanya digunakan oleh perusahaan perindustrian (seperti
industri pertambangan)
2. Ciri-ciri Bandar Udara Perintis:
a. Kapasitasnya hanya untuk pesawat ringan seperti CN-235, F-27,
Casa-212
b. Mempunyai landasan pacu (runway) sempit dan pendek, kadang-
kadang landasan pacu tersebut hanya berupa lapangan rumput.
c. Mempunyai terminal kecil atau tidak ada terminal
d. Terdapat beberapa bangunan untuk pelayanan
3. Sebagai tambahan, sekarang ini bandar udara perintis tidak lagi dikenal
di Dirjen Perhubungan Udara karena pengklasifikasiannya telah direvisi
menjadi Bandar Udara Utama, Kelas I, II, III, IV, V dan Bandar Udara
Satuan Kerja (Satker).

4.2.2. Bagian-Bagian Utama Bandar Udara:


1. Tanah areal bandar udara
2. Runway (Landasan Pacu)

13
Jalan khusus untuk pesawat yang digunakan untuk berangkat
(take off) dan mendarat (landing).
3. Taxiway
Jalan khusus untuk pesawat (jalan penghubung) antara runway
(landasan pacu) dan appron (landasan parkir).
4. Appron (Landasan Parkir)
Daerah antara runway (landasan pacu) dengan bangunan terminal
atau hangar yang digunakan untuk parkir pesawat, sebagai
tempat untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, barang
atau untuk perbaikan pesawat.
5. Turning Area
Daerah akhir dari runway yang digunakan untuk perputaran
pesawat. Konstruksi yang digunakan sama dengan konstruksi
untuk runway.
6. Paved Shoulders (Bahu Jalan)
Perkerasan di sebelah runway dan taxiway yang berfungsi sebagai
jalur dalam keadaan darurat.
7. Glide Slope
Beberapa pondasi dengan lampu-lampu yang dibangun di sebelah
runway yang berfungsi sebagai penunjuk pada saat pesawat akan
landing.
8. Midle Marker
Ruang teknik dengan radar yang dibangun di depan runway yang
berfungsi sebagai penunjuk pada saat pesawat menuju runway.
9. Terminal
Bangunan utama dengan fasilitas lengkap untuk melayani arus
penumpang dan bagasi. Di dalam terminal terdapat ruangan-
ruangan untuk :
- Tempat untuk kedatangan atau keberangkatan penumpang;
- Tempat untuk pengecekan keberangkatan;
- Pemeriksaan barang-barang bawaan;
- Ruang tunggu untuk penumpang yang akan berangkat;
- Kantor-kantor perusahaan penerbangan;
- Kantor Bea dan Cukai;
- Pertokoan.
10. Bangunan-bangunan pendukung lain yang berada baik di dalam
maupun diluar areal bandar udara yang sifatnya mendukung
pelaksanaan lalu lintas pesawat udara yang akan mendarat dan
tinggal landas pada sebuah bandar udara.
11. Fasilitas-fasilitas bandar udara sebagaimana diatur dengan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 43 Tahun 2005 yaitu:

A. Kelompok Peralatan Komunikasi Penerbangan:


Fasilitas Komunikasi Penerbangan dapat dikelompokkan atas 2
(dua) kelompok, yaitu :

14
1. Peralatan Komunikasi Antar Stasiun Penerbangan (Aeronautical
Fixed Services/AFS).
Komunikasi Antar Stasiun Penerbangan, yaitu hubungan/
komunikasi antara tempat-tempat yang tetap dan tertentu (point-to-
point). Peralatan-peralatan yang digunakan adalah :
a. Automatic Message Switching Centre (AMSC)
Sarana komunikasi teleprinter antar unit-unit ATS (point to
point) dengan memakai sistem transmisi satelit (VSAT), dimana
berfungsi sebagai pengontrol berita.
b. Teleprinter Machine
Peralatan komunikasi yang digunakan untuk mengirim dan
menerima berita-berita penerbangan dalam bentuk berita
tertulis, dimana peralatan ini terhubung dengan suatu jaringan
yang mencakup seluruh dunia yang ditetapkan berdasarkan
ketentuan ICAO (Aeronautical Fixed Telecommunication
Network/AFTN).
c. HF SSB Transceiver
Peralatan komunikasi yang digunakan untuk melakukan
pertukaran berita penerbangan melalui suara (untuk koordinasi
antar unit-unit ATS/Air Traffic Services), dalam bentuk Single
Side Band.
d. Very Small Aperture Terminal (VSAT).
Fasilitas transmisi dimana pemancar dan penerimanya pada
frekuensi yang berbeda sehingga komunikasi dapat berlangsung
secara full duplex dengan menggunakan media satelit.
e. Radio Link
Suatu pemancar dan penerima dengan frekuensi yang berbeda
sehingga komunikasi dapat berlangsung secara full duplex.
Dalam system Transmisi dengan Radio Link, data awal dirubah
oleh suatu interface/modem kemudian dimodulasikan ke
pemancar dan oleh penerima diproses sebaliknya.
f. Direct Speech
Peralatan komunikasi yang digunakan untuk melakukan
pertukaran berita secara langsung khusus untuk koordinasi
antar unit–unit Air Traffic Services (ATS).
g. ATS Message Handling System (AMHS)
Sistem di dalam ATN yang digunakan untuk menggantikan AFTN
(suatu struktur jaringan hubungan komunikasi seluruh dunia
yang ditetapkan berdasarkan ketentuan ICAO (Annex 10,
Volume II), dimana berita secara tertulis (printed) disimpan dan
disalurkan dengan menggunakan prosedur yang berorientasi

15
pada karakter) dalam melakukan pertukaran berita-berita
penerbangan.
h. ATN System (Ground – Ground)
Jaringan global yang menyediakan komunikasi digital untuk
sistem automasi yang mencakup Air Traffic Service
Communication (ATSC), Aeronautical Operational Control (AOC),
Aeronautical Administrative Communication (AAC) dan
Aeronautical Passenger Communication (APC).
i. HF Data Link
Untuk komunikasi darat - udara, digunakan di daerah oceanic
dan ruang udara dengan lalu lintas sedikit. Kombinasi
penggunaan HF Data Link dengan AMSC akan meningkatkan
availabilitas (karena dual redundant).
2. Peralatan Komunikasi Lalu Lintas Penerbangan (Aeronautical
Mobile Services/AMS).
Komunikasi Lalu Lintas Penerbangan, yaitu hubungan/komunikasi
timbal balik antara pesawat udara dengan unit – unit ATS di darat.
Peralatan–peralatan yang digunakan adalah :
a. High Frequency Air/Ground Communication (HF A/G)
Peralatan tranceiver (pemancar dan penerima) yang digunakan
untuk komunikasi antara pilot (pesawat udara) dengan unit –
unit ATS (FSS, FIC) dalam bentuk suara yang bekerja pada
frekuensi HF. Ditujukan untuk melayani suatu daerah tertentu
yang dibagi atas 2 (dua) wilayah, yaitu:
1) RDARA (Regional and Domestic Air Route Area), untuk
pelayanan penerbangan domestik, dengan menggunakan
pemancar sebesar 1 KW atau lebih kecil.
2) MWARA (Major World Air Route Area), untuk pelayanan
penerbangan International, dengan menggunakan pemancar
sebesar 3 – 5 KW.

b. VHF A/G (AFIS, ADC, APP)


Peralatan tranceiver (pemancar dan penerima) yang digunakan
untuk komunikasi antara pilot (pesawat udara) dengan pemandu
lalu lintas udara (unit ATS) dalam bentuk suara yang bekerja
pada frekuensi VHF.
c. VHF - ER (ACC)
Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan ACC yang mempunyai
wilayah tanggung jawab yang sangat luas, maka dibeberapa
tempat dipasang peralatan VHF- Extended Range (VHF-ER).
Pemancar penerima serta tiang antenna VHF yang sangat tinggi

16
ditempatkan di daerah pegunungan atau di daerah dataran
tinggi. Selanjutnya dibangun stasiun radio untuk penempatan
peralatan dimaksud, sehingga dapat menjangkau daerah yang
sangat luas sesuai kebutuhan.

d. ATIS
Fasilitas di bandara – bandara yang broadcast (secara terus –
menerus menyiarkan) informasi – informasi penting seperti
cuaca, R/W in use & terminal area. Rekaman informasi yang
dibroadcast secara terus menerus (30 menit sekali di upgrade)
ini membantu untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi
beban kerja ATC dengan repetitive transmisi untuk informasi
penting secara rutin.
e. Voice Switching and Control System (VSCS)
Mengorganisir semua komunikasi yang berhubungan dengan
tugas ATC menggunakan tombol simulasi pada layar sentuh.
f. Recorder
Perangkat perekam yang dihubungkan dengan seluruh
perangkat komunikasi yang ada, sehingga proses pengendalian
penerbangan yang dilaksanakan oleh petugas pengontrol
penerbangan selalu ada bukti jika suatu saat diperlukan.
g. VHF Data Link
Atau disebut VDL, menggunakan protokol Bit Oriented dan
memakai model referensi OSI (Open Systems Interconnection),
dirancang sebagai subnetwork dari ATN untuk komunikasi
digital aeronautika guna kebutuhan Air Traffic Service/ATS dan
Airline Operation Centre/AOC.
h. Mode S
Format Mode S tersedia 24 bit untuk menyatakan alamat dari
pemakai. Berarti dengan kombinasi 24 bit tersebut dapat
melayani 16.777.216 pemakai. Sehingga diharapkan dapat
memberikan system surveillance untuk terminal area dan ruang
udara kontinental yang sangat padat.
i. ATN System
Adalah jaringan global yang menyediakan komunikasi digital
untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi yang bertambah
dari pelayanan komunikasi air traffic, kontrol operasi
penerbangan dan komunikasi adminitrasi penerbangan.

17
B. Fasilitas Navigasi dan Pengamatan, adalah salah satu prasarana
penunjang operasi bandara, dibagi menjadi dua kelompok peralatan,
yaitu:
1. Pengamatan Penerbangan
2. Rambu Udara Radio

1. Peralatan Pengamatan Penerbangan


Peralatan pengamatan penerbangan terdiri dari :
a. Primary Surveillance Radar (PSR)
PSR merupakan peralatan untuk mendeteksi dan mengetahui
posisi dan data target yang ada di sekelilingnya secara pasif,
dimana pesawat tidak ikut aktif jika terkena pancaran sinyal RF
radar primer. Pancaran tersebut dipantulkan oleh badan pesawat
dan dapat diterima di sistem penerima radar.
b. Secondary Surveillance Radar (SSR)
SSR merupakan peralatan untuk mendeteksi dan mengetahui
posisi dan data target yang ada di sekelilingnya secara aktif,
dimana pesawat ikut aktif jika menerima pancaran sinyal RF radar
sekunder. Pancaran radar ini berupa pulsa-pulsa mode, pesawat
yang dipasangi transponder, akan menerima pulsa-pulsa tersebut
dan akan menjawab berupa pulsa-pulsa code ke sistem penerima
radar.
c. Air Traffic Control Automation (ATC Automation) terdiri dari RDPS,
FDPS, ADS-B Processing dan ADS-C Processing.
d. Automatic Dependent Surveillance Broadcast (ADS-B) dan
Automatic Dependent Surveillance Contract (ADS-C) merupakan
teknologi pengamatan yang menggunakan pemancaran informasi
posisi oleh pesawat sebagai dasar pengamatan.
e. Airport Survace Movement Ground Control System (ASMGCS)
f. Multilateration
g. Global Navigation Satellite System

2. Peralatan Rambu Udara Radio


Peralatan Rambu Udara Radio, yaitu Peralatan navigasi udara yang
berfungsi memberikan signal informasi berupa Bearing (arah) dan
jarak pesawat terhadap Ground Station peralatan dan memberikan
informasi berupa IDENT.

18
a. Non Directional Beacon (NDB)
Fasilitas navigasi penerbangan yang bekerja dengan menggunakan
frekuensi rendah (low frequency) dan dipasang pada suatu lokasi
tertentu di dalam atau diluar lingkungan Bandar udara sesuai
fungsi.
b. VHF Omnidirectional Range (VOR)
Fasilitas navigasi penerbangan yang bekerja dengan menggunakan
frekuensi radio dan dipasang pada suatu lokasi tertentu di dalam
atau di luar lingkungan Bandar udar sesuai fungsinya.
c. Distance Measuring Equipment (DME)
Alat Bantu navigasi penerbangan yang berfungsi untuk
memberikan panduan/informasi jarak bagi pesawat udara dengan
stasiun DME yang dituju (Stant range distance).
Penempatan DME pada umumnya berpasangan (collocated)
dengan VOR atau Glide Path ILS yang ditempatkan di dalam atau
diluar lingkungan bandara tergantung fungsinya.

C. Fasilitas Bantu Pendaratan, adalah salah satu prasarana penunjang


operasi bandara, dan dibagi menjadi dua kelompok peralatan, yaitu :

1. Alat Bantu Pendaratan Instrumen/ILS (Instrument Landing System)


2. Alat Bantu Pendaratan Visual/AFL (Airfield Lighting System)

1. Alat Bantu Pendaratan Instrument terdiri dari :


1) Instrument Landing Syatem/ILS adalah alat bantu pendaratan
instrumen (non visual) yang digunakan untuk membantu
penerbang dalam melakukan prosedur pendekatan dan
pendaratan pesawat di suatu bandara.
Peralatan ILS terdiri atas 3 (tiga) subsistem :
a. Localizer, yaitu pemancar yang memberikan sinyal pemandu
azimuth, mengenai kelurusan pesawat terhadap garis tengah
landasan pacu, beroperasi pada daerah frekuensi 108 MHz
hingga 111,975 MHz
b. Glide Slope, yaitu pemancar yang memberikan sinyal pemandu
sudut luncur pendaratan, bekerja pada frekuensi UHF antara
328,6 MHz hingga 335,4 MHz.
c. Marker Beacon, yaitu pemancar yang menginformasikan sisa
jarak pesawat terhadap titik pendaratan. dioperasikan pada
frekuensi 75 Hz.

19
Marker Beacon terdiri dari 3 buah, yaitu :
Outer Marker (OM) terletak 3,5 - 6 nautical miles dari
landasan pacu. Outer Marker dimodulasikan dengan sinyal
400 Hz.
Middle Marker (MM) terletak 1050 - 150 meter dari landasan
pacu dan dimodulasikan dengan frekuensi 1300 Hz.
Inner Marker (IM) terletak 75 – 450 meter dari landasan pacu
dan dimodulasikan dengan sinyal 3000 Hz. Di Indonesia
tidak di pasang IM mengingat ILS dioperasikan dengan
kategori I.
2) Runway Visual Range (RVR) adalah suatu sistem/alat yang
digunakan untuk memperoleh informasi meteorologi (cuaca) yaitu
jarak tembus pandang (visibility) di sekitar runway

2. Airfield Lighting System (AFL) adalah alat bantu pendaratan visual


yang berfungsi membantu dan melayani pesawat terbang selama
tinggal landas, mendarat dan melakukan taxi agar dapat bergerak
secara efisien dan aman.
Airfield Lighting System (AFL) meliputi peralatan-peralatan sebagai
berikut :
a. Runway edge light, yaitu rambu penerangan landasan pacu, terdiri
dari lampu-lampu yang dipasang pada jarak tertentu di tepi kiri
dan kanan landasan pacu untuk memberi tuntunan kepada
penerbang pada pendaratan dan tinggal landas pesawat terbang
disiang hari pada cuaca buruk, atau pada malam hari.
b. Threshold light, yaitu rambu penerangan yang berfungsi sebagai
penunjuk ambang batas landasan, dipasang pada batas ambang
landasan pacu dengan jarak tertentu memancarkan cahaya hijau
jika dilihat oleh penerbang pada arah pendaratan.
c. Runway end light, yaitu rambu penerangan sebagai alat bantu
untuk menunjukan batas akhir/ujung landasan, dipasang pada
batas ambang landasan pacu dengan memancarkan cahaya merah
apabila dilihat oleh penerbang yang akan tinggal landas.
d. Taxiway light, yaitu rambu penerangan yang terdiri dari lampu-
lampu memancarkan cahaya biru yang dipasang pada tepi kiri
dan kanan taxiway pada jarak-jarak tertentu dan berfungsi
memandu penerbang untuk mengemudikan pesawat terbangnya
dari landasan pacu ke dan atau dari tempat parkir pesawat.
e. Flood light, yaitu rambu penerangan untuk menerangi tempat
parkir pesawat terbang diwaktu siang hari pada cuaca buruk atau
malam hari pada saat ada pesawat terbang yang menginap atau
parkir.
f. Approach light, yaitu rambu penerangan untuk pendekatan yang
dipasang pada perpanjangan landasan pacu berfungsi sebagai

20
petunjuk kepada penerbang tentang posisi, arah pendaratan dan
jarak terhadap ambang landasan pada saat pendaratan.
g. PAPI (Precision Approach Path Indicator) dan VASIS (Visual
Approach Slope Indicator System), yaitu rambu penerangan yang
memancarkan cahaya untuk memberi informasi kepada
penerbangan mengenai sudut luncur yang benar, dan memandu
penerbang melakukan pendekatan menuju titik pendaratan pada
daerah touch down.
h. Rotating Beacon, yaitu rambu penerangan petunjuk lokasi bandar
udara, terdiri dari 2 (dua) sumber cahaya bertolak belakang yang
dipasang pada as yang dapat berputar, sehingga dapat
memancarkan cahaya berputar dengan warna hijau dan putih
pada umumnya Rotating Beacon dipasang diatas tower.
i. Turning area light, yaitu rambu penerangan untuk memberi tanda
bahwa didaerah ini terdapat tempat pemutaran pesawat terbang.
j. Apron Light, yaitu rambu penerangan yang terdiri dari lampu-
lampu yang memancarkan cahaya merah yang dipasang di tepi
Apron untuk memberi tanda batas pinggir Apron.
k. Sequence Flashing Light (SQFL), yaitu lampu penerangan berkedip
berurutan pada arah pendekatan. SQFL dipasang pada Bar 1 s/d
Bar 21 Approach Light System.
l. Traffic Light, yaitu rambu penerangan berfungsi sebagai tanda
untuk pengaturan kendaraan umum yang dikhawatrikan akan
dapat menyebabkan gangguan terhadap pesawat terbang yang
sedang mendarat.
m. Obstruction Light, yaitu rambu penerangan berfungsi sebagai
tanda untuk menunjukan ketinggian suatu bangunan yang dapat
menyebabkan gangguan/rintangan pada penerbangan.
n. Wind Cone, yaitu rambu penerangan menunjukan arah angin bagi
pendaratan atau lepas landas suatu pesawat terbang.

D. Fasilitas Bantu Pengamanan dan Pelayanan Bandar Udara, adalah


salah satu prasarana penujang operasi bandara, dan dibagi menjadi dua
kelompok peralatan, yaitu :

1. Peralatan Pengamanan Bandara, adalah fasilitas yang digunakan


untuk pengamanan baik yang berfungsi sebagai alat bantu personil
pengamanan bandara dalam melaksanakan pemeriksaan calon
penumpang pesawat udara termasuk barang bawaannya (cabin,
bagasi dan cargo) dengan cepat tanpa membuka kemasannya.
Pemeriksaan secara phisik dengan membuka kemasan hanya akan
dilakukan terhadap barang bawaan yang diindikasi berisi benda yang
membahayakan dalam penerbangan maupun peningkatkan
keamanan kawasan bandar udara.

21
Beberapa peralatan yang termasuk Peralatan Pengamanan Bandara,
adalah :
a. Peralatan X-Ray
Peralatan detector yang digunakan untuk mendeteksi secara
visual semua barang bawaan calon penumpang pesawat udara
yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan dengan
cepat tanpa membuka kemasan barang tersebut. Peralatan X-Ray
dapat diklasifikasikan menurut fungsi dan kapasitasnya yaitu :
X-Ray Cabin;
X-Ray Bagage;
X-Ray Cargo.

b. Peralatan Walktrough Metal Detctor.


Peralatan detector berupa pintu yang digunakan untuk
mendeteksi semua barang bawaan yang berada dalam
pakaian/badan calon penumpang pesawat udara yang terbuat
dari metal dan dapat membahayakan keselamatan penerbangan,
seperti senjata api, senjata tajam dan benda lain yang sejenis.

c. CCTV
Peralatan kamera yang digunakan untuk memantau situasi dan
kondisi secara visual pada semua ruang/wilayah di lingkungan
terminal bandara dalam rangka pengamanan.

d. Explosive Detection System


Peralatan detector yang digunakan untuk mendeteksi bahan
peledak atau barang berbahaya lain yang mudah meledak dan
dapat membahayakan keselamatan penerbangan, seperti bom dan
bahan lain yang sejenis pada semua barang bawaan calon
penumpang pesawat udara.

e. Hand Held Metal Detector


Peralatan detector tangan yang digunakan untuk mendeteksi
posisi/letak semua barang bawaan yang terdapat pada
pakaian/badan calon penumpang pesawat udara yang terbuat
dari bahan metal dan dapat membahayakan keselamatan
penerbangan, seperti senjata api, senjata tajam dan benda lain
yang sejenis.

2. Peralatan Pelayanan Bandara, adalah fasilitas yang berfungsi


memberikan pelayanan operasi dan keselamatan operasi terkait
pelayanan umum. Pelayanan umum yang diberikan mulai dari
informasi berupa audio maupun video kepada pengguna yang ada di
bandar udara ataupun petugas yang terkait langsung dalam kegiatan
kegiatan operasional kantor bandar udara.

22
Beberapa peralatan yang termasuk Peralatan Pelayanan Bandara,
adalah :

i. PABX (Public Address Branch X-Change)


Yang dimaksud dengan peralatan Public Address Branch
Extension (PABX) adalah perangkat peralatan telepon yang
terdiri dari Central unit atau Main Unit, Pesawat cabang, Kabel-
kabel penghubung dan Terminal Box. Central unit adalah
perangkat peralatan utama pengontrol semua sistem operasi
PABX yang berfungsi untuk menghubungkan antar pesawat
cabang dan dengan telephone line PT. TELKOM serta mengatur,
membatasi dan memantau pemakaian masing-masing pesawat
cabang dengan telephone line. Pesawat cabang adalah pesawat
telepon yang dapat berhubungan antara satu pesawat dengan
pesawat-pesawat lain maupun berhubungan melalui telephone
line dalam satu jaringan Central Unit.
ii. FIDS (Flight Information Display System)
Peralatan Flight Information Display System (FIDS) merupakan
integrasi produk teknologi informasi system sebagai perangkat
software dan perangkat hardware yang dapat menyajikan
informasi tentang aktivitas angkutan udara, seperti
pemberitahuan jadwal keberangkatan, kedatangan pesawat,
keterlambatan dan pembatalan penerbangan dan lain-lain.

iii. IGCS (Integrated Ground Communication System)


Sistem komunikasi darat ke darat terpadu yang menggunakan
system trunking sebagai alat bantu komunikasi yang digunakan
oleh seluruh satuan kerja yang beroperasi di bandara.

iv. HT (Handy Talky)


Yang dimaksud dengan peralatan Handy Talky (HT) Transceiver
adalah peralatan UHF-FM Transceiver (Transmitter dan Receiver)
dengan system multi channel dan digunakan sebagai sarana
komunikasi point to point (darat ke darat) dalam bentuk
portable.

v. Public address system ( PAS)


Peralatan Public Address System (PAS) bandara adalah salah
satu peralatan system audio yang fungsinya untuk
menyampaikan informasi-informasi yang berkaitan semua
kegiatan di terminal bandar udara. Informasi ini dapat berupa
kegiatan angkutan udara seperti pemberitahuan jadwal

23
keberangkatan, kedatangan pesawat, keterlambatan termasuk
pembatalan penerbangan dan sebagai pelengkap hiburan audio.

E. Fasilitas Listrik Bandara, adalah salah satu prasarana penujang


operasi bandara, dan dibagi menjadi dua kelompok peralatan, yaitu :
1. Pembangkit dan Jaringan Listrik Bandar Udara
2. Elektromekanikal dan Instalasi Listrik Bandar Udara

1. Peralatan Pembangkit dan Jaringan Listrik Bandar Udara


Pembangkit dan Jaringan Listrik Bandar Udara , yaitu Penyedia
tenaga listrik yang diperlukan bandar udara. Peralatan-peralatan
yang digunakan adalah sebagai berikut :

1) Sistem listrik Bandar Udara


Sistem tenaga listrik di bandar udara pada umumnya terdiri
dari empat unsur yaitu pembangkit, transmisi, distribusi dan
pemakai tenaga listrik. Transmisi digunakan untuk
menyalurkan tenaga listrik dari pembangkit ke pusat-pusat
beban sedangkan distribusi digunakan untuk menyalurkan
tenaga listrik dari pusat beban ke masing-masing pemakai
tenaga listrik.

2) Genset dan sistem kontrol


Generator Set (Genset) adalah Suatu pembangkit listrik tenaga
diesel yang digunakan di Bandar Udara sebagai catu daya
cadangan bila terjadi pemadaman aliran listrik PLN sedangkan
sistem kontrol yang digunakan adalah ACOS (Automatic
Changeover Switch) , suatu alat untuk menghidupkan genset
dan pengambil-alihan beban secara otomatis dari PLN ke
Genset saat terjadi aliran listrik PLN padam atau sebaliknya
saat PLN hidup (ON) kembali dan pengambilan-alihan beban
dari genset ke PLN dan kemudian genset mati secara otomatis.

3) Uninterruptable Power Supply (UPS)


Sistem catu daya listrik yang dapat memberikan tenaga listrik
secara independen dalam jangka waktu tertentu tanpa harus
adanya sumber catu daya primer atau sekunder atau sumber
catu daya tersebut sedang dalam gangguan.

24
4) Solar Cell
Solar Cell adalah suatu pembangkit listrik tenaga surya
digunakan pada daerah-daerah tertentu yang tidak ada jaringn
PLN untuk mensuplai beban peralatan navigasi/komunikasi
penerbangan.

5) Penangkal petir
Suatu alat yang memberikan pengamanan peralatan terhadap
sambaran petir langsung ataupun tak langsung yang terjadi
pada daerah dimana peralatan tersebut berada/terpasang serta
melindungi peralatan tersebut dari dampak kerusakan yang
ditimbulkan sehingga terjaminnya kontinuitas pelayanan
operasional yang ada dibandara.

2. Peralatan Elektromekanikal dan Instalasi Listrik Bandar Udara


Peralatan Elektromekanikal dan Instalasi Listrik Bandar Udara ,
yaitu Penyedia Elektromekanikal dan Instalasi yang dibutuhkan
bandar udara. Peralatan-peralatan yang digunakan adalah sebagai
berikut :

1) Instalasi penerangan gedung, parkir dan jalan


Lampu yang dipasang pada gedung, areal parkir kendaraan
pengunjung, jalan akses dan tempat-tempat lain yang
memerlukan penerangan yang berada di areal bandara.

2) Air Conditioning
Suatu sistem yang menjalankan suatu proses mengkondisikan
udara ruangan sehingga mencapai temperatur dan kelembaban
yang sesuai dengan yang dipersyaratkan terhadap kondisi
udara dari suatu ruangan tertentu.

3) Traction equipments
Peralatan yang berfungsi memberikan kelancaran dan
kenyamanan para pengguna jasa di terminal bandar udara dan
gedung operasi keselamatan penerbangan. Peralatan tersebut
meliputi garbarata, escalator, elevator, conveyor dll.

25
4) Apron Flood Light
Lampu yang dipasang di sekitar apron dengan syarat-syarat
tertentu untuk menerangi wilayah apron apabila apron
memerlukan penerangan.

5) Sirene warning system


Peralatan ini merupakan sirene yang dibunyikan oleh petugas
ATC dari tower yang berfungsi memberikan peringatan kepada
petugas bandara yang bekerja di lapangan bahwa akan ada
pesawat yang akan mendarat atau melakukan tinggal landas.

6) Wind directional indicator light


Lampu yang menunjukkan letak wind sock pada area dekat
runway.

7) Landing direction indicator


Lampu penunjuk arah pendaratan berbentuk huruf “T” yang
dapat dikontrol arahnya dengan menggunakan motor.

Hal penting yang harus diperhatikan oleh penilai sewaktu menilai Bandar
Udara sehubungan dengan peralatan dan fasilitas di atas adalah inventarisasi
objek-objek penilaian tersebut dan harus dipastikan bahwa objek-objek itu
adalah Barang Milik Negara (BMN).

Tidak semua peralatan dan fasilitas yang ada di atas, harus dimiliki oleh
sebuah bandara akan tetapi tergantung dari jenis, tipe dan kapasitas bandar
udara tersebut. Semakin besar suatu bandar udara maka peralatan yang
dimiliki semakin banyak dan lengkap.

26
E. RUANG LINGKUP PENILAIAN

Bandar udara merupakan area yang sangat luas, mencakup tanah dan
pengembangan infrastruktur maupun fasilitas sarananya dalam suatu
kesatuan penggunaan yang beragam.
Pola kepemilikan dan pengelolaan bandar udara akan mempengaruhi
dalam penilaian properti bandar udara. Apakah bandar udara dikuasai dan
dikelola oleh pemerintah (baik sipil atau militer), tanah tetap dikuasai
pemerintah dan pengelolaanya dilakukan otoritas lain (oleh BUMN atau
disewakan kepada swasta) atau kerjasama operasi antara pemerintah dan
swasta. Dalam hal ini penilai harus dapat dengan jelas mengidentifikasi dan
memahami kondisi batasan kepemilikan bandar udara. Penilai harus dapat
menetapkan properti (aset) mana yang dapat dan ikut dinilai sebagai obyek
penilaian dan aset mana yang tidak ikut dinilai. Oleh karena itu perlu
dipelajari dengan jelas pencatatan kepemilikan aset dari pengelola bandar
udara.

Lingkup dan obyek penilaian akan sangat ditentukan dari tata cara
pencatatan kepemilikannya, hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Kondisi Status Lahan Bandar Udara
1. Harus jelas kepemilikan lahan, apakah milik pemerintah pusat
(departemen teknis), pemerintah daerah, militer, aset yang dipisahkan
untuk diberikan kepada badan usaha tertentu atau milik swasta.
2. Status pengelolaan tanah, apakah penyertaan dari pemerintah, sewa
jangka panjang, tetap milik pemerintah dengan kompensasi pembayaran
tertentu.
3. Pada posisi apa pencatatan aset selama ini, apakah dicatat sebagai aset
milik, aset sewa atau sama sekali tidak tercatat karena merupakan aset
pemerintah
b. Pengembangan Infrastruktur dan Sarana Bandara
Pengembangan infrastruktur meliputi airside, sarana ground side dan
ground handling, apakah dikembangkan oleh pemerintah atau pengelola
bandar udara.
c. Land Use (Peruntukan Lahan) Bandara
1. Kondisi lain yang harus diketahui oleh penilai sebelum menetapkan
obyek penilaian (aset yang dinilai), adalah harus mengetahui dengan
pasti land use (peruntukan lahan) bandar udara yang akan dinilai.
2. Dari penjabaran suatu system Bandar udara dapat diketahui
peruntukan suatu lahan Bandar udara yaitu sebagai berikut :
1) Wilayah Airside (Sisi Udara)
Wilayah udara mencakup penggunaaan lahan untuk :
Arrival/Departure Airspace, yaitu ruang kedatangan/
keberangatan pesawat terbang, pada umumnya merupakan
lahan berupa tanah kosong yang ditanami rumput atau
pertanian

27
Runway Componen, komponen runway terdiri dari : runway
pavement, shoulder, runway blast pad, runwai safety area,
extended saefty area
Taxiway componen, terdiri dari taxiway, exit taxiway, taxilane
dan appron (holding appron dan holding bays)

2) Wilayah Ground Side (Sisi Darat)


Wilayah darat adalah semua bagian bandar udara, kecuali daerah
landing area (airside). Biasanya disebut sebagai terminal area, yaitu
merupakan suatu area utama yang mempunyai interface antara
lapangan udara (airfield) dan aktivitas bandar udara lain. Dengan
demikian mencakup fasilitas-fasilitas pelayanan penumpang,
penanganan barang-barang kiriman (cargo handling, perawatan dan
administrasi bandar udara). Sistem Pelayanan Penumpang (Passenger
Handling System) adalah suatu system yang merupakan penghubung
utama antara jalan masuk ke Bandar udara dengan pesawat terbang
(mulai dari jalan masuk sampai ke dalam pesawat). Disamping itu
termasuk dalam ground side adalah aktivitas “vehicular circulation
parking” mencakup seluruh jaringan jalan di lingkungan bandar
udara maupun akses ke jalan raya dan area parking untuk
pengunjung baik untuk mobil pribadi, taksi atau angkutan umum
(public transportation) termasuk transportasi darat berupa kereta api.

Secara garis besar yang menjadi ruang lingkup penilaian Bandar Udara
adalah:
A. Tanah, terdiri dari :
1. Tanah untuk bangunan terminal, bangunan kantor, bangunan utilitas
seperti : pos polisi (keamanan), pemadam kebakaran, depo bahan bakar,
bengkel (maintenance) dan bangunan teknis pendukung bandar udara
lainnya;
2. Tanah untuk area landas pacu beserta bagian-bagiannya seperti
Landing area (runway component) termasuk untuk arrival/departur
airspace, safety area, taxiway dan appron;
3. Tanah untuk area parkir dan jaringan transportasi darat (mobil, bus,
truk dan kereta);
4. Tanah untuk area cadangan.

B. Bangunan, terdiri dari :


Yang dimaksud dengan bangunan adalah : semua pengembangan atas
tanah yang membutuhkan input bahan baku/material, upah tenaga kerja
dan peralatan beserta semua biaya-biaya tidak langsung (tenaga ahli
teknik, desainer, arsitek, pajak, asuransi dsb.)
Berdasarkan Jenisnya bangunan dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Bangunan utama : terminal penumpang dan barang, bangunan gudang
dan kantor, bangunan air traffic control;

28
2. Bangunan utilitas : bangunan pemadam kebakaran, pos keamanan,
fasilitas peribadatan, bangunan teknis bandar udara.

Kategori bangunan bandara Berdasarkan peruntukkannya, dapat


dikelompokkan atas :
1. Bangunan Komersial
Yaitu bangunan yang ditujukan untuk kegiatan yang menghasilkan
pendapatan/income, antara lain :
1) Bangunan Terminal;
2) Pertokoan (airport shop)
3) Perkantoran, biasanya dimanfaatkan sebagai kantor pengelola
bandara, kantor maskapai, kantor kepabeanan, dsb.
2. Bangunan Teknis
Yaitu bangunan yang diperuntukkan untuk mendukung kegiatan
operasional Bandara, antara lain :
1) Menara Kontrol (Tower Control);
2) Hanggar;
3) Fire Station;
4) Bangunan Radar (Radar Tower);
5) Bangunan Meteo (Meteo Tower);
6) Bangunan Cargo
7) Ruang Genset/pompa
8) Tangki Minyak
9) Bengkel
10) Water Treatment
11) Kantor Operasional
3. Bangunan Khusus
Yaitu bangunan-bangunan yang memiliki desain, konstruksi dan
peruntukkan khusus, diluar yang disebut di atas, antara lain :
1) Area Landasan beserta bagian-bagiannya
2) Taxiway;
3) Turning Area, yaitu daerah akhir dari runway guna pendaratan
pesawat, konstruksinya sama dengan runway.
4) Apron, yaitu landasan antara runway dan terminal dan hangar.
Sebagai parker, tempat menaikkan dan menurunkan penumpang
serta barang (cargo)
5) Helipad;
6) Pave Shoulder;
7) Over Run,
8) Inspection Road
4. Fasilitas Bangunan
1) Parkir;
2) Pencahayaan (Lighting);
3) Pagar;
4) Taman;
5) Lift;

29
6) Eskalator;
7) Peralatan Navigasi;
8) Radar, dll.

C. Area Landasan
1. Runway
2. Over run
3. turning area
4. Runway paved shoulder
5. Run way shoulder
6. Runway strip
7. Taxi way
8. Taxi way paved shoulder
9. Apron pavement
10. Marking
11. Resa
12. Clear Way

D. Fasilitas Dan Peralatan Bandar Udara


Fasilitas dan perlengkapan yang harus ada pada sebuah bandara udara
sebagaimana diatur dengan antara lain KM. No. 43 tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan seperti yang telah
diuraikan pada bagian sebelumnya.

E. Jaringan, Drainase dan Jalan


Jaringan terdiri atas jaringan air, jaringan listrik, jaringan gas, jaringan
BBM, Drainase, dan Jalan.

F. Kendaraan
Untuk kendaraan yang biasanya menjadi fasilitas suatu Bandar udara
antara lain Bus Bandara, Kendaraan Cargo dan Bagasi, Kendaraan
Inspeksi, Ambulance, dan Mobil Pemadam Kebakaran.

30
BAB II PENILAIAN BANDAR UDARA

A. PERSIAPAN PENILAIAN BANDAR UDARA

Sebelum melakukan penilaian atas suatu bandar udara, penilai melakukan


beberapa persiapan-persiapan awal termasuk dokumen-dokumen yang awal
yang dibutuhkan antara lain:
1. Surat permohonan penilaian dari pengguna jasa
2. Alamat / posisi dan letak bandar udara;
3. Daftar inventaris bandar udara;
4. Surat-surat perijinan untuk mengakses bandar udara;
5. Contact Person yang dapat dihubungi di bandar udara;
6. Surat tugas;
7. Airport Layout Plan (ALP) sebagai bahan utama dalam menentukan area
suatu bandar udara.
8. Perlengkapan pembantu penilai yaitu: kamera (still camera), alat
pengukur jarak/meter, GPS (global positioning system), alat tulis
menulis, dan alat perekam data lainnya;
9. Kelengkapan Kostum dan peralatan pengaman/pendukung lainnya
seperti helm pengaman, rompi, selalu mengenakan lengan panjang, safety
boots,

Beberapa Perlengkapan Standar keamanan yang sebaiknya penilai


persiapkan sebelum melakukan penilaian bandar udara:

1) Pelindung Kepala (Head Protection)


Helm Pengaman (Hard Hats)
Pelindung Mata (Eye Protection)
Kacamata Pelindung (Safety Glasses)
Pelindung Mata (Goggles)
2) Pelindung Muka dan Mata (Face and Eye Protection)
Kaca Pelindung Muka (Welding Shields / Helmets)
Kaca Pelindung Gas (Gas Welding Shield)
Pelindung Serpihan (Arc Welding Shield)
Helm (Helmets)
Pelindung Muka (Face Shields)
3) Pelindung Pendengaran (Hearing Protection)
Penutup Telinga (Ear Plugs)
Pelindung Telinga (Ear Muffs)
4) Pelindung Pernapasan (Respiratory Protection)
Pendeteksi Gas (Gas Detectors)
Alat Bantu Pernapasan (Respirators)
5) Pelindung Tangan (Hand Protection)
Sarung Tangan (Gloves)
Tahan Panas (Heat Resistant)

31
Sarung Tangan untuk Cairan Kimia (Chemical Resistant and Coated
Gloves)
Pelindung Jari (Finger Guards)
Kream pelindung kulit (Skin Creams)
Penghangat Tangan (Hand Warmers)
6) Pelindung Badan (Body Protection)
Pakaian Anti Air (Waterproof Clothing)
Pakaian Anti Bahan Kimia Beracun (Chemical Clothing)
Pakaian Berwarna Terang (Hi-Visibility Clothing)
Pelindung Tulang Belakang (Back Supports)
7) Pelindung Kaki (Foot Protection)
Sepatu Kulit (Leather Boots)
Sepatu dengan pelindung baja (Metal Foot Guards)
Penghangat Jari Kaki (Toe Warmers)
8) Pengaman Jatuh (Fall Protection Products)
Harnes (Harnesses)
Pengaman Penyerap Tekanan (Energy Absorbers)
Tali Pengaman (Safety Lines)
9) P3K (First Aid Products)
Peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan.

32
B. PELAKSANAAN PENILAIAN

Proses penilaian properti khusus meliputi:


1 Identifikasi permohonan penilaian (jika didahului atas permohonan) yang
dilaksanakan dengan melakukan analisis atas permohonan. Identifikasi
dimaksud antara lain:
1) identifikasi aspek fisik, aspek hukum dan aspek ekonomi atas objek
yang dinilai;
2) basis nilai yang digunakan;
3) tanggal penilaian;
4) uraian ruang lingkup penilaian; dan
5) kondisi yang membatasi lainnya.
2 Menentukan tujuan penilaian yang dilakukan dengan mempertimbangkan
permohonan pengguna jasa.

3 Pengumpulan data awal yaitu mengumpulkan data dan informasi objek


penilaian berupa antara lain:
1) Data tentang komponen-komponan bandara: tanah, bangunan dan
fasilitas-fasilitas pendukung beserta dokumen-dokumen
kepemilikannya;
2) Data teknis bandar udara;
3) Harga satuan bangunan khusus termasuk landasan pacu dan fasilitas
lainnya;
4) Semua data ini dikumpulkan sebelum melakukan survey ke bandar
udara, sehingga pada saat survey nanti penilai tinggal mencocokkan
data awal dengan kenyataan di lapangan;

4 Pembagian tugas survei dan perhitungan penilaian.


Mengingat aset di bandar udara sangat beragam dan berkait satu sama
lain, akan lebih memudahkan penilai apabila dalam pelaksanaan penilaian
dilakukan pembagian tugas sejak survei lapangan. Pembagian sub tim ini
hendaknya mengikuti pembagian yang ada di Departemen
Perhubungan/UPT bandar udara yang akan dinilai. Untuk lebih rincinya,
Tim Penilai dibagi menjadi 4 sub tim yaitu:
- Sub tim yang menangani tanah dan bangunan;
- Sub tim yang menangani area landasan dan bagian-bagiannya;
- Sub tim yang menangani peralatan mekanikal dan elektronik;
- Sub tim yang menangani jaringan dan instalasi.

5 Survey lapangan:
1) Survei lapangan untuk meneliti kebenaran data awal dan melengkapi
data lain yang dianggap perlu.
2) Dalam hal penilai internal tidak dapat melakukan survey lapangan,
harus dinyatakan secara tegas dalam Berita Acara Survey Lapangan.

33
6 Data terdiri atas data umum dan data khusus. Analisis data dilakukan
dengan memperhatikan kaidah-kaidah keilmuan yang terkait. Analisis data
meliputi:
1) analisis pasar;
2) analisis kegunaan tertinggi dan terbaik atas objek penilaian

7 Analisis data antara lain meliputi:


1) analisis pendahuluan;
2) perencanaan kerja;
3) pengumpulan data;
4) analisis data;
5) analisis pasar ;
6) analisis kegunaan tertinggi dan terbaik atas objek penilaian.

8 Menentukan pendekatan penilaian yaitu dengan menggunakan


pendekatan:
1) Pendekatan data pasar;
2) Pendekatan pendapatan;
3) Pendekatan biaya; dan/atau
4) Gabungan dari ketiga pendekatan di atas.

9 Hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan oleh penilai dalam melakukan
penilaian:
1) Penentuan daerah-daerah yang akan disurvey lengkap dengan jadwalnya
masing-masing. Hal ini perlu diperhatikan karena tidak semua area di
bandara dapat diakses begitu saja, akan tetapi membutuhkan perijinan
khusus yang juga harus disesuaikan dengan waktu survey yang
diperbolehkan oleh pihak pengelola.
2) Jika dianggap perlu, penilai dapat meminta pendamping yang
menguasai pengetahuan teknis tentang bandar uara yang dinilai;
3) Pendapat ahli dibidang tertentu yang penilai tidak miliki dalam
melakukan penilaian seperti, pendapat ahli dalam menentukan
ketebalan dan umur landasan pacu, atau umur mesin-mesin
pendukung bandara, dsb.

Dalam Standar Penilaian Indonesia juga memberikan petunjuk kepada


penilai dengan Kerangka Acuan Penugasan Penilaian. Kerangka acuan ini
juga dapat dijadikan pedoman bagi penilai DJKN dalam melaksanakan proses
penilaian. Langkah pertama proses penilaian dalam kerangka tersebut adalah
menetapkan konteks dan ruang lingkup penugasan dan menghindari berbagai
ketidakjelasan yang terkait dengan permasalahan penilaian.. Penilai
memastikan bahwa analisis, informasi dan kesimpulan yang dipresentasikan
dalam laporan adalah sesuai dengan kerangka acuan penugasan. Kerangka
acuan penugasan penilaian meliputi tujuh hal sebagai berikut:
1) Identifikasi real estat, personalti (mesin dan peralatannya; furniture, fixture,
dan equipment), kegiatan usaha/bisnis, atau properti lain dan golongan

34
properti lainnya yang termasuk dalam penilaian selain kategori properti
yang utama.
2) Identifikasi hak kepemilikan properti (pemilikan tunggal, kemitraan, atau
hak kepemilikan parsial) yang dinilai.
3) Maksud dan tujuan penilaian dan batasan-batasan lain yang terkait, dan
identifikasi bantuan dari pihak luar maupun profesi lainnya yang
dilibatkan dalam penilaian serta kontribusinya.
4) Definisi dasar atau jenis nilai yang digunakan.
5) Tanggal penilaian dan pelaporan
6) Identifikasi ruang lingkup penilaian dan laporan; dan
7) Identifikasi kondisi yang tidak pasti dan kondisi pembatas yang mendasari
dilakukannya penilaian.

Satu hal yang perlu ditekankan dalam melakukan identifikasi objek


bandara adalah status kepemilikan tanah bandara. Jika dianggap perlu,
daftar identifikasi tentang kepemilikan atas tanah guna penentuan hak atas
tanah tersebut dibuat secara sepesifik dan sedetail mungkin. Di dalam daftar
identifikasi kepemilikan tanah bandara tersebut sekurang-kurangnya berisi
jumlah bidang tanah beserta sertifikat kepemilikannya yang berada di dalam
bandara tersebut, nama pemilik masing-masing bidang tanah, pembebanan
hak atas tanah tersebut (Hak Tanggungan, Hipotik, Gadai, dll), NJOP masing-
masing bidang tanah, status tanah apakah dalam keadaan sengketa atau
tidak atau apakah ada persoalan hukum lain didalamnya.
Untuk mempermudah, daftar identifikasi tersebut dibuat pada saat melakukan
survei tanah bandar udara. Sebelum melakukan survei dimaksud, terlebih
dahulu dipersiapkan Layout Plan/Site Plan bandar udara yang akan dinilai
yang menunjukkan posisi tanah beserta batas-batasnya dan objek yang ada di
atas tanah tersebut.

35
C. METODE PENILAIAN

Berdasarkan teori untuk penilaian Bandar udara dapat dilakukan


dengan 3 pendekatan yang biasa digunakan dalam penilaian :
1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)
2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
3. Pendekatan Biaya (Cost Approach)
4. Gabungan dari ketiga pendekatan di atas.

1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)


Pendekatan Data Pasar baik digunakan pada saat tersedia data
transaksi bandara dalam jumlah yang cukup dan baik sebagai data
pembanding. Sebagaimana yang lazim digunakan dalam penerapan
pendekatan data pasar, maka dibutuhkan minimal 3 (sedapat mungkin 8) data
transaksi property yang sejenis dan sebanding sebagai data pembanding atas
objek yang dinilai (akan tetapi dalam kondisi yang sangat terbatas/ekstrim, 1
(satu) pembandingpun dapat dilakukan metode data pasar).
Pada kenyataannya sangat jarang terdapat transaksi jual beli atas properti
berupa Bandar udara secara keseluruhan, oleh karena itu hampir tidak
mungkin mendapatkan data transaksinya. Kondisi tersebut menyebabkan
pada prakteknya pendekatan data pasar sangat sulit/tidak mungkin
diterapkan dalam penilaian Bandar udara sebagai satu kesatuan di Indonesia
saat ini. Hal yang mungkin dapat dilakukan dengan pendekatan data pasar
adalah hanya untuk penilaian atas tanah areal bandar udara.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)


Metode pendekatan pendapatan menggunakan konsep dasar dari
kapitalisasi pendapatan, nilai suatu properti memadai atau sama dengan nilai
saat ini (present value) dari semua manfaat dimasa depan. Nilai property
dihitung berdasarkan nilai tunai arus kas netto (Net Present Value), yaitu
diperoleh dengan mengubah keuntungan masa depan dari kepemilikan
properti tersebut menjadi perkiraan saat ini (present value). Disini harus
dipastikan suatu manfaat yang layak di masa depan, untuk memperkirakan
nilai sekarang. Manfaat ini diperoleh dari sewa dan pendapatan lainnya yang
menghasilkan bagi pemilik. Karena bandar udara merupakan suatu aset yang
menghasilkan dan menciptakan pendapatan maka penilaian bandar udara
dapat dikembangkan melalui proses kapitalisasi langsung atau analisis arus
kas yang didiskonto (discount cash flow).

Proyeksi, Analisa Biaya dan Pendapatan


Pendapatan suatu bandar udara bisa dihasilkan dari sisi udara (airside)
maupun landasan (landside).
Sisi Udara (Airside)
 Pembayaran landasan pendaratan (landing fees), merupakan beban
biaya untuk pesawat terbang yang mendarat di bandar udara

36
berdasarkan pada beban maksimum keberangkatan (Maksimum Take
Off Weights/MTOW). Dikaitkan dengan volume penumpang yang
berangkat, MTOW dan tingkat pendapatan dari sumber ini akan sangat
mempengaruhi. Disamping itu juga terdapat income yang bersumber
dari biaya parkir pesawat (ramp parking fee) dan biaya pengisian bahan
bakar.
 Ada lagi pendapatan dari Air Traffic Controller (ATC) yaitu biaya yang
harus dibayarkan setiap perusahaan penerbangan akan memasuki
wilayah bandar udara tertentu dan akan diguide oleh ATC bandar udara
setempat, akan tetapi berdasarkan hukum internasional tentang
penerbangan sipil, biaya yang dibayarkan tersebut harus sesuai dengan
pelayanan yang diberikan dalam artian sebuah operator bandar udara
tidak diperbolehkan untuk mengambil keuntungan dari biaya
memberikan navigasi kepada pesawat tersebut, dan hal ini juga
mengingat keselamatan penumpang untuk tidak diperdagangkan.
Sisi Pendaratan (Landside)
Biaya Terminal Umum (General Terminal Charge/Airport Tax) adalah bagian
dari biaya semua penggunaan operasional terminal, dibebankan pada biaya
tempat duduk dan kemudian dihubungkan dengan volume penumpang.
Sewa Kantor dan ruang (space and office rental), termasuk pendapatan
sewa dari sewa lahan dan ruang kantor di bandar udara. Dihitung
berdasarkan pada space (ruang) yang dapat diperbandingkan di pasar dan
harga wajar pasar untuk tanah.
Pendapatan dari sewa ruang (concession revenue), dimana pembayarannya
adalah persentase dari pendapatan kotor minimum pembayaran tahunan,
toko, retail dan food court, segala yang menyediakan sesuatu kepada para
penumpang adalah yang masuk dalam kategori ini.
Parkir mobil dan transportasi darat (car parking and ground transportation),
sumber dari pendapatan ini diperoleh dari operasi area parkir publik,
garasi, meteran pencatat parkir dan beban biaya dari publik, kendaraan
angkutan barang seperti taksi, limousine dan bus yang sedang
menggunakan bandar udara untuk bisnis.
Pendapatan dari operasi lainnya, dalam kategori ini yang termasuk dalam
pendapatan lain-lain, seperti lalu lintas, biaya perawatan dan perbaikan
bandar udara, telephon, air, listrik dan lain-lain.
Biaya-biaya
Biaya meliputi semua materi yang berhubungan dengan operasi dari
bandar udara, seperti :
o Gaji dan upah, dihitung dan dinyatakan sebagai persen dari total
pedapatan
o Kesejahteraan karyawan : pensiun, asuransi jiwa dan tunjangan lainnya
yag disajikan dalam perjanjian kolektif untuk perserikatan karyawan
dan non karyawan.

37
o Material, persediaan dan jasa (servis), adalah biaya yang berhubungan
dengan seluruh bahan, persediaan dan jasa untuk pemeliharaan dan
operasional dari bandar udara.
o Amortisasi, meliputi penyisihan uang berkala barang-barang modal
seperti landasan terbang, bangunan, jalan kendaraan dan peralatan
operasi.
o Biaya lainnya, dihitung berdasarkan prosentase dari total pendapatan
bandar udara.
o Cadangan piutang tak tertagih, berdasarkan prosentase dari total
pendapatan.

Pendapatan Usaha (Net Operating Income)


Dalam proyeksi pendapatan dan biaya, hal paling sulit adalah dalam
menentukan suatu periode proyeksi, peningkatan dan perputaran penyewa,
tingkat kapitalisasi, discount rate, lalu lintas udara, volume dan
penumpang dari waktu ke waktu. Mengingat perjalanan udara merupakan
sarana transportasi yang paling sensitif dalam hal keamanan yang
berhubungan dengan kesehatan global, situasi ekonomi dan terorisme.
Pendapatan bersih dapat dikapitalisasi dengan kapitalisasi langsung atau
analisis arus kas (discount cash flow). Dalam metode kapitalisasi langsung
mengasumsikan suatu arus biaya dan pendapatan adalah stabil. Dengan
demikian tingkat kapitalisasi yang dipakai adalah perbandingan dengan
bandar udara setara (jika ada data) atau dengan kondisi yang telah
berjalan.
Pada kondisi arus pendapatan dan biaya yang tidak dapat distabilkan
maka penghitungan pendapatan bersih dilakukan dengan teknik
discounted cash flow method.

Beberapa Hal Yang Harus Diperhatikan


Pendapatan dan biaya untuk suatu penilaian property yang menghasilkan
pendapatan biasanya berhubungan kepada kegunaan yang telah ada dari
harta tetap dan bukan operasional bisnis. Tingkat harga sewa (rental rate)
tidak tetap akan tetapi ditetapkan berdasarkan kekuatan yang
mempengaruhi nilai di dalam lingkungan yang kompetitif dimana property
berada.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam aplikasi pendekatan
pendapatan adalah :
 Dalam kaitan dengan pendapatan, bagaimana cara kita untuk
memisahkan suatu yang menghasilkan dari penggunaan real estate yang
ada dengan usaha perusahaan penerbangan dan bisnis travel?
 Pembayaran biaya pendaratan yang sungguh-sungguh menghasilkan
suatu item pendapatan sebagai hasil penggunaan properti berdasarkan
pada pasar atau apakah ”yang diatur” atau ditetapkan oleh otoritas di
suatu negara.

38
 Gaji dan upah, berapa banyak yang seharusnya dialokasikan kepada
bisnis pengembangan bandar udara, manajemen bandar udara dan
bisnis yang berhubungan dengan opersional perusahaan penerbangan,
alokasi tersebut sangat sulit untuk digambarkan.
 Apakah beban biaya untuk memanage pesawat terbang, penanganan
bagasi dan pendapatan/biaya lainya dan non real estate termasuk
bagian dari bisnis bandar udara (biaya ini untuk menunjukkan berapa
yang harus dibayar pemilik diluar investasi)
 Bandar udara sebagai aset khusus maka dalam penerapan metode
pendapatan perlu disadari bahwa tidak tersedia data yang mencukupi
sebagaimana pada properti komersial lainnya seperti hotel dan
perkantoran. Jadi sangat mungkin bahwa asumsi pendapatan/biaya
berdasarkan ketetapan dari otoritas penerbangan di suatu negara. Oleh
sebab itu dapat dikatakan bahwa pendapatan/biaya adalah stabil akibat
monopoli dari adanya kebijakan otoritas penerbangan sebagai
pengendali pengelolaan bandar udara.

Pendekatan pendapatan baik digunakan untuk penilaian property yang


menghasilkan pendapatan (income). Banyak bagian-bagian bandara yang
dimanfaatkan untuk kegiatan komersial (menghasilkan income), seperti
pertokoan, agency, restoran/kantin, charge untuk take-off dan landing
pesawat, pendapatan parkir, dsb. Bandar udara di Indonesia secara umum
diperuntukkan untuk pelayanan public dan militer. Pada kenyataannya,
dalam sebuah bandar udara, bagian-bagian yang diperuntukkan bagi kegiatan
komersial hanya sebagian kecil saja. Bagian terbesar justru diperuntukkan
bagi kegiatan teknis maupun operasional dan cadangan. Sebagai ilustrasi,
sebuah Bandar udara memiliki luas 15.000 m2 space bangunan yang
diperuntukkan bagi kegiatan komersial, sedangkan yang diperuntukkan untuk
kegiatan nan-komersial seperti menara pemancar, ruang tunggu
penumpang/terminal, apron, dsb adalah seluas 85.000 m2.
Kondisi di atas menggambarkan bahwa nilai sebuah bandar udara kurang
tercermin dari besarnya income yang dihasilkannya, sehingga dalam kasus ini
pendekatan pendapatan kurang tepat untuk digunakan. Akan tetapi secara
parsial, pendekatan pendapatan cukup tepat untuk digunakan terhadap
bangunan terminal penumpang dan areal lain yang beroperasi sebagai areal
komersial.
Berdasarkan kondisi tertentu seperti tersebut di atas, maka pendekatan
yang dianggap paling tepat untuk menentukan nilai sebuah Bandar Udara
sebagai satu kesatuan dalam contoh kasus/kondisi seperti ini adalah
Pendekatan Biaya, yang menghitung besarnya Nilai berdasarkan besarnya
biaya yang dikeluarkan untuk membangun sebuah properti dikurangi dengan
penyusutan-penyusutan yang terjadi.
Contoh perhitungan bandara berdasarkan pendekatan pendapatan
dapat dilihat pada contoh lampiran.

39
3. Pendekatan Biaya (Cost Approach)
Secara umum penentuan nilai dalam pendekatan biaya adalah dengan
mengurangkan RCN (Reproduction/Replacement Cost New) dengan
penyusutan-penyusutan.
Langkah-langkah Pendekatan Biaya (Cost Approach):
a) Mengestimasi nilai tanah sebagai tanah kosong dan siap untuk dibangun
sesuai dengan penggunaan tertinggi dan terbaik.
b) Mengestimasi biaya reproduksi/pengganti dari bangunan/pengembangan
pada tahun penilaian (termasuk biaya langsung dan tidak langsung).
c) Mengestimasi biaya lain yang diperlukan untuk menjadikan bangunan itu
baru, kosong dan sesuai dengan kondisi pasar dan tingkat hunian.
d) Mengestimasi tingkat keuntungan pemilik/pengembang.
e) Jumlahkan biaya pembangunan/pengganti yang diestimasi, biaya tidak
langsung dan keuntungan kepemilikan yang sering diekspresikan dalam
presentase dari biaya tidak langsung, untuk menghasilkan total biaya
pembangunan/pengganti struktur utama bangunan.
f) Mengestimasi jumlah penyusutan.
g) Kurangkan estimasi penyusutan dari total biaya reproduksi/pengganti
untuk menghasilkan biaya reproduksi/pengganti yang telah terdepresiasi.
h) Estimasi biaya reproduksi/pengganti dari bangunan tambahan dan
susutkan sehingga diperoleh nilai reproduksi/pengganti yang telah
disusutkan dari bangunan tambahan.
i) Jumlahkan semua biaya reproduksi/pengganti terdepresiasi dari bangunan
utama, bangunan tambahan dan semua pengembangan lain (site
improvement).
j) tambahkan point i dengan poin a sehingga dihasilkan indikasi nilai dari
kepemilikan.
k) Lakukan penyesuaian terhadap indikasi nilai kepemilikan di atas untuk
mencerminkan kepentingan property yang dinilai.

Dari prosedur tersebut dapat diformulasikan :

Nilai Properti = Nilai Tanah + (Biaya Reproduksi atau Pengganti Baru - penyusutan)

Biaya Reproduksi Baru adalah estimasi biaya untuk


membangun/mengadakan sebuah property yang sama/replica dari property
yang dinilai, dengan dasar harga yang berlaku saat ini. Replika property
dimaksud menggunakan material yang sama, standar konstruksi sama
dengan obyek yang dinilai.
Biaya Pengganti baru adalah estimasi biaya untuk
membangun/mengadakan sebuah property yang mirip (tidak sama)dari
property yang dinilai, dengan dasar harga yang berlaku saat ini. Harga
material yang dihitung adalah material yang tidak benar-benar sama dengan

40
bahan material yang dinilai. Hal tersebut diakibatkan karena tidak tersedianya
informasi/daftar harga material objek penilaian, yang dapat terjadi apabila
jenis material atau type property tertentu sudah tidak diproduksi lagi.

RCN Bangunan :
1. Bangunan Komersial
- Bangunan yang dapat disetarakan dengan bangunan dalam DKPB dapat
dihitung dengan DKPB dan Tabel Penyusutan Teknis Bangunannya.
- Untuk penyusutan ekonomis dan penyusutan fungsional disesuaikan
dengan ketentuan yang berlaku.

2. Bangunan Teknis
- Bangunan yang dapat disetarakan dengan bangunan dalam DKPB dapat
dihitung dengan DKPB dan Tabel Penyusutan Teknis Bangunannya.
- Untuk Penyusutan Ekonomis dan Penyusutan Fungsional disesuaikan
dengan ketentuan yang berlaku.
- Bangunan yang belum dapat disetarakan dengan jenis bangunan dalam
DKPB, dihitung berdasarkan metode survey kuantitas.

3. Bangunan Khusus,
- Bangunan yang belum dapat disetarakan dengan jenis bangunan dalam
DKPB, dihitung berdasarkan metode survey kuantitas

Dalam melakukan perhitungan dengan menggunakan metode survey


kuantitas terlebih dahulu harus mengetahui harga satuan dari masing-masing
jenis kegiatan/bahan. Adapun harga satuan kegiatan/bahan tersebut dapat
dikelompokkan sbb:

Perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan metode survey kuantitas


harus mempertimbangkan harga satuan dalam satuannya masing-masing.
Oleh karena itu harga satuan kegiatan / bahan tersebut harus menyesuaikan
dalam satuan tersebut.

PENYUSUTAN
Penyusutan bangunan komersial dan bangunan teknis yang termasuk
ke dalam kategori DKPB dapat dilakukan penghitungannya sesuai Surat
Edaran tentang Tabel Penyusutan Bangunan dan Mesin. Sedangkan untuk
bangunan-bangunan teknis dan bangunan khusus yang tidak termasuk dalam
DKPB dapat dilakukan dengan menggunakan metode penyusutan yang umum
dipakai dalam penilaian. Adapun perhitungan penyusutan bangunan khusus
hanya memperhitungkan penyusutan dari lapisan atas bangunan tersebut.
Penyusutan terhadap bangunan juga berbeda-beda karena ada bagian
dari bandara yang selalu digunakan dan mengalami penyusutan yang besar
sedangkan ada juga bagian yang hanya mengalami penyusutan dalam jumlah
yang kecil. Sebagai contoh, pada runway bandar udara, itu terdiri dari
beberapa lapis, dan bagian atas runway yang paling banyak mengalami

41
penyusutan karena tergesek oleh pesawat udara yang mendarat, sedangkan
bagian bawah dari runway masih tetap utuh kecuali terjadi kerusakan
struktur runway.

4. Metode Penggabungan 3 pendekatan:


Dalam melakukan penilaian atas suatu bandar udara,juga dikenal
adanya penggabungan tiga pendekatan penilaian yang ada yaitu suatu bandar
udara dinilai dengan menggunakan pendekatan data pasar, pendekatan
pendapatan dan pendekatan biaya.
Hal ini banyak dianut oleh negara-negara Commonwealth seperti Inggris,
Australia dan Canada. Sistem ini diyakini lebih akurat dalam merefleksikan
nilai suatu objek yang kompleks seperti sebuah bandar udara (air port),
pelabuhan laut (sea port), dan objek-objek lain yang terdiri atas berbagai
komponen baik bangunan, tanah dan fasilitas-fasilitasnya.
Metode penggabungan ini dilakukan dengan mengelompokkan objek
penilaian berdasarkan sifatnya masing-masing. Misalnya objek yang
menghasilkan pendapatan dipisahkan dengan objek yang tidak menghasilkan
pendapatan, objek yang masih banyak ditransaksikan di pasar dengan objek
yang tidak dapat ditemukan nilai pembandingnya di pasar.
Jadi dalam melakukan penilaian atas suatu bandar udara, perlu
diperhatikan dan dipisahkan menurut penggolongan diatas. Bagian-bagian
dari suatu bandar udara yang harga pembandingnya mudah didapatkan di
pasar maka akan dinilai dengan menggunakan pendekatan data pasar, objek-
objek yang memiliki pendapatan akan dilakukan penilaian dengan
menggunakan metode pendapatan, dan untuk objek yang tidak mempunyai
pendapatan dan tidak ditemukan data pembandingnya akan dinilai dengan
menggunakan pendekatan biaya.
Sebagaimana praktek di negara-negara maju, pendekatan biaya sudah
mulai ditinggalkan karena dianggap kurang akurat dalam merefleksikan nilai
suatu objek dan mengutamakan pendekatan data pasar, maka dalam metode
ini juga mendahulukan pendekatan data pasar terlebih dahulu. Akan sangat
lebih diutamakan jika terdapat data pembanding untuk sebuah bandar udara
secara keseluruhan. Dinegara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris
dan Australia, jual beli suatu bandar udara sudah sangat sering dilakukan
sehingga data pembanding untuk jual beli bandar udara mudah untuk
didapatkan, akan tetapi jika ternyata tidak didapatkan data pembanding
secara keseluruhan maka dilakukanlah pengelompokan-pengelompokan atas
objek-objek yang ada dalam suatu bandar udara untuk kemudian dinilai
dengan menggunakan metode yang paling tepat untuk masing-masing objek
apakah dengan data pasar, pendapatan atau biaya.
Setelah masing-masing objek penyusun suatu bandar udara dinilai
dengan pendekatan yang tepat masing-masing, lalu kemudian nilai-nilai
tersebut digabungkan untuk mendapatkan nilai bandar udara secara
keseluruhan.

42
Untuk lebih lengkapnya, penilaian bandar udara dengan menggunakan
penggabungan metode yang paling mungkin dilakukan di Indonesia dapat
diperinci sebagai berikut:
1. Penilaian tanah bandara, dimana tanah bandara dikategorikan
berdasarkan penggunaannya. Tanah bandara dinilai dengan menggunakan
pendekatan data pasar. Contoh penggunaan yang sering didapati di
Indonesia adalah:
1) Tanah Komersial (untuk areal terminal penumpang/leasing area) dinilai
dengan data pembanding untuk tanah komersial sekitar bandar udara.
2) Tanah Area Landasan dinilai dengan menggunakan pembanding yang
sama dengan tanah komersial tapi dengan penyesuaian yang besar.
Adapun dasar pertimbangannya adalah nilai tanah untuk areal
landasan adalah sedikit lebih rendah dari tanah komersial mengingat
fungsi area landasan adalah fungsi utama sebuah bandar udara,
sehingga walaupun tidak bersifat komersial, tetapi nilainya sedikit lebih
rendah dari tanah komersial.
3) Tanah area parkir dan jalan juga dapat dinilai dengan data pembanding
yang sama karena areal parkir juga menghasilkan pendapatan
walaupun besarnya pendapatan yang dihasilkan tersebut tidak sebesar
gedung terminal. Sehingga penyesuaian yang dipakai lebih besar dari
area landasan dengan nilai yang lebih rendah dari area landasan.
4) Tanah cadangan, dinilai dengan menggunakan data pembanding atas
tanah rawa atau tanah yang belum matang yang terdapat di daerah
sekitarnya. Penyesuaian yang dilakukan harus tetap memperhatikan
potensi nilai yang ada pada tanah cadangan tersebut.
Keempat pembagian tanah di atas sering dijumpai pada bandar udara yang
ada di Indonesia saat ini, terutama untuk bandara yang dikelola oleh PT.
Angkasa Pura. Untuk badar udara yang berada dibawah Ditjen
Perhubungan Udara (yang bersifat UPT) biasanya berkarakteristik berbeda
karena tidak ada areal komersil di dalamnya, seperti bandar udara Curug
di Tangerang, Banten.

2. Bangunan
Penilaian bangunan pada Bandar udara dengan menggunakan gabungan
metode penilaian dapat diperinci sebagai berikut:
1) Untuk bangunan sederhana dan dapat digolongkan sesuai dengan
persyaratan dalam DKPB, maka penilaiannya dapat dilakukan dengan
menggunakan DKPB;
2) Untuk bangunan yang tidak dapat dokategorikan sesuai dengan
presyaratan dalam DKPB, maka penilaiannya dilakukan dengan metode
survei kuantitas dengan pendekatan Rancangan Anggaran Biaya (RAB)
membangun seperti menara pengawas, menara penampungan air, dll.
Apabila RAB pembuatan bangunan tidak diperoleh, maka penilai
menyusun RAB sendiri dengan contoh sebagai berikut:
a. Pekerjaan Persiapan:
o Pembersihan areal

43
o Bekisting
o Direksi keet
o Gudang
b. Pondasi
o Galian
o Tiang Pancang
o Kepala Tiang
o Timbunan kembali
c. Struktur
o Kolom (dengan menghitung dimensinya)
o Balok (dengan menghitung dimensinya)
o Plat lantai/tangga
d. Dinding
o Pasangan bata
o Plesteran
o Penutup Dinding
e. Material Lantai (dapat disesuaikan dengan DKPB)
f. Material Langit-Langit (dapat disesuaikan dengan DKPB)
g. Material Atap (dapat disesuaikan dengan DKPB)
3. Area Landasan
Untuk area landasan dan bagian-bagiannya, saat ini hanya dapat dihitung
dengan menggunakan survei kuantitas dengan menggunakan RAB.
1) Untuk Runway, Over run, turning area, taxi way, run way shoulder dan
apron biasanya komponen bahan penyusunnya adalah:
o Biaya Penggalian
o Sand Gravel Bitumen Mix (base course)
o Cement Bauxit (sub base)
o Bauxite (sub grade)
o Tack Coat
o Aspal Concrete
2) Untuk runway shoulder dan runway strip, biasanya komponen
penyusunnya adalah:
o Pemadatan tanah
o Penutup/rumput
4. Peralatan Komunikasi Penerbangan, Fasilitas Navigasi dan Pengamatan,
Fasilitas Bantu Pendaratan, Fasilitas Bantu Pengamanan dan Pelayanan
Bandar Udara.
1) Untuk peralatan, fasilitas dan jaringan yang sifatnya tidak melekat pada
bangunan dan dikategorikan sebagai barang bergerak, penilaiannya
dilakukan dengan menggunakan Surat Edaran tentang Penilaian Barang
Bergerak.
2) Sedangkan untuk objek penilaian yang melekat pada bangunan dihitung
dengan menggunakan metode pendekatan biaya (NRC) dikurangi
penyusutan (metode penyusutan initial rate)

44
5. Jaringan, Saluran Air (Drainase) dan Jalan
1) Penilaian jaringan listrik, jaringan air, jaringan BBM, jaringan gas
dilakukan dengan menggunakan pendekatan biaya (survei
kuantitas/RAB pembuatan jaringan) dikurangi penyusutan dengan
ketentuan sebagai berikut:
i. Umur ekonomis untuk:
- Jaringan listrik selama 40 tahun
- Jaringan air selama 40 tahun
- Jaringan BBM selama 30 tahun
- Jaringan gas selama 30 tahun
ii. Nilai sisa sebesar 30%
iii. Metode penyusutan dengan menggunakan metode saldo menurun
dengan cara penghitungan initial rate
2) Penilaian saluran air (drainase) dilakukan sesuai surat edaran (SE)
tentang Saluran.
3) Penilaian jalan dapat dilakukan sesuai dengan surat edaran (SE)
tentang Penilaian Jalan.
6. Kendaraan
Untuk kendaraan, penilaiannya dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan data pasar.

45
D. LAPORAN PENILAIAN

Laporan penilaian adalah suatu dokumen yang mencantumkan instruksi


penugasan, tujuan dan dasar penilaian, dan hasil analisis yang menghasilkan
opini nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis
yang dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi yang
penting yang digunakan dalam analisis. Laporan Penilaian dapat berupa lisan
maupun tertulis. Jenis, isi, dan panjangnya laporan dapat bervariasi
tergantung pada pengguna yang dimaksud, persyaratan hukum, jenis properti,
dan sifat dasar serta kompleksitas penugasan.
Laporan Tertulis. Hasil penilaian yang dikomunikasikan kepada Pemberi
Tugas dalam bentuk tulisan, termasuk yang dikomunikasikan secara
elektronik. Laporan tertulis dapat merupakan suatu dokumen narasi terinci
yang berisikan semua materi yang terkait yang diuji dan dianalisis untuk
mendapatkan kesimpulan nilai atau dokumen narasi ringkas, termasuk
pemutakhiran nilai secara periodik (Penilaian Ulang).
Sebagaimana disebutkan pula dalam Standar Penilaian Indonesia, aspek
terpenting dari suatu Laporan Penilaian yang merupakan tahap akhir dalam
proses penilaian adalah terletak pada pengkomunikasian kesimpulan
penilaian, penegasan tujuan penilaian, dasar penilaian, dan asumsi atau
kondisi dan syarat pembatas yang mendasari penilaian. Proses analisis dan
data empiris yang digunakan untuk mendapatkan kesimpulan nilai dapat
dicantumkan dalam laporan penilaian untuk membimbing pembaca melalui
prosedur dan data yang digunakan penilai dalam melaksanakan penilaian.
Laporan Penilaian menghasilkan kesimpulan nilai dengan mencantumkan
nama Penilai dan tanggal penilaian. Laporan penilaian mengidentifikasikan
properti dan hak properti yang dinilai, dasar penilaian, dan tujuan penilaian.
Laporan penilaian mengungkapkan semua asumsi serta kondisi dan syarat
pembatas yang dipergunakan dalam penilaian, menetapkan tanggal penilaian
dan pelaporan, menjelaskan kedalaman inspeksi lapangan, pengungkapan
yang diperlukan, serta mencantumkan tanda tangan penilai.
Dikarenakan peran kunci laporan penilaian dalam pengkomunikasian
kesimpulan penilaian terhadap para penggunanya dan pihak ketiga, maka
buku pedoman ini menetapkan beberapa maksud dan tujuan yang bersifat
prinsip sebagai berikut:
5) Membahas persyaratan pelaporan yang konsisten dengan praktek
profesional terbaik
6) Mengidentifikasikan elemen-elemen penting untuk dicantumkan dalam
laporan penilaian.

Laporan penilaian seharusnya:


1) Menyusun kesimpulan penilaian secara lengkap dan mudah dimengerti
serta tidak menimbulkan kesalahpahaman.
2) Mengidentifikasi Pemberi Tugas, maksud dan tujuan penilaian, tanggal-
tanggal yang relevan dengan penilaian:

46
(1) Tanggal penilaian;
(2) Tanggal laporan penilaian; dan
(3) Tanggal inspeksi lapangan.
3) Menentukan dasar penilaian, termasuk jenis dan definisi nilai.
4) Mengidentifikasi dan menjelaskan:
(1) Hak kepemilikan atau kepentingan properti yang dinilai;
(2) Karakteristik fisik dan legal properti;
(3) Golongan properti lain yang dinilai selain kategori properti yang utama ;
5) Menjelaskan ruang lingkup penugasan penilaian;
6) Menyatakan semua asumsi dan kondisi pembatas yang mendasari
kesimpulan nilai;
7) Mengidentifikasikan asumsi khusus dan menentukan kemungkinan
kondisi tersebut akan terjadi;
8) Memuat deskripsi informasi dan data yang diperiksa, analisis pasar yang
dilaksanakan, pendekatan dan prosedur penilaian yang diterapkan, dan
alasan yang mendukung analisis, opini dan kesimpulan dalam laporan;
9) Memuat pernyataan yang secara khusus melarang publikasi dari laporan
secara keseluruhan atau sebagian, atau referensi didalamnya, atau opini
nilai, atau nama dan afiliasi profesional dari penilai, tanpa persetujuan
tertulis dari penilai;
10) Memuat Pernyataan Penilai (Compliance Statement) yaitu suatu pernyataan
dimana Penilai menegaskan bahwa fakta-fakta yang diungkapkan adalah
benar, analisis-analisis dibatasi oleh asumsi-asumsi yang dilaporkan,
besaran imbalan jasa penilai tidak tergantung pada aspek apapun dari
laporan penilaian. Pernyataan Penilai (Compliance Statement) harus
mengkonfirmasikan bahwa:
o Pernyataan faktual yang dipresentasikan dalam laporan penilaian
adalah benar sesuai dengan pemahaman terbaik dari Penilai;
o Analisis dan kesimpulan hanya dibatasi oleh asumsi dan kondisi yang
dilaporkan;
o Penilai tidak mempunyai kepentingan terhadap properti yang dinilai (jika
terdapat kepentingan tertentu harus disebutkan);
o Imbalan jasa Penilai tidak berkaitan dengan hasil penilaian yang
dilaporkan;
o Penilaian dilakukan dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
o Penilai memiliki pemahaman mengenai lokasi dan/atau jenis properti
yang dinilai;
o Penilai melakukan (atau dalam kondisi tertentu tidak melakukan)
inspeksi terhadap properti yang dinilai; dan
o Tidak seorangpun, kecuali yang disebutkan dalam laporan penilaian,
telah menyediakan bantuan profesional dalam menyiapkan laporan
penilaian;
o Mencantumkan nama, kualifikasi profesional, dan tanda tangan Penilai.

47
Penyajian Laporan Penilaian ditentukan oleh Penilai dan Pemberi Tugas
berdasarkan instruksi dan spesifikasi penugasan. Jenis, isi dan panjangnya
laporan tergantung dari maksud dan tujuan pengguna, persyaratan hukum,
jenis properti, dan sifat serta kompleksitas dari permasalahan penilaian.
Dokumentasi yang cukup untuk semua Laporan Penilaian harus disimpan
dalam arsip kerja untuk mendukung hasil dan kesimpulan dari penilaian dan
harus disimpan dalam jangka waktu setidaknya lima tahun setelah
penyelesaian.

48
BAB III PENUTUP

Dalam melakukan penilaian atas suatu bandar udara perlu diperhatikan


hal-hal antara lain peraturan dan kebijakan menyangkut bandar udara serta
trend-trend yang sedang berkembang sehubungan dengan keberadaan bandar
udara di tengah-tengah sebuah komunitas masyarakat sehingga dengan
demikian seorang penilai dapat mengetahui dan merasakan kondisi sekitar
suatu bandar udara (surroundings) yang tentu saja sangat berpengaruh
terhadap nilai suatu bandar udara.
Sebelum melakukan penilaian bandar udara, seorang penilai terlebih
dahulu memiliki pengetahuan tentang bandar udara secara umum, kemudian
pengetahuan teknis tentang bandar udara yang juga secara umum barulah
kemudian mendalami bandar udara yang akan dinilai. Pengetahuan ini tentu
saja tidak jatuh dari langit, akan tetapi diperlukan usaha dan kerja keras
untuk bisa mengetahui, memahami dan mengaplikasikan serta
menuangkannya ke dalam sebuah laporan penilaian bandar udara.
Pengetahuan khusus tentang bandar udara tertentu yang menjadi objek
penilaian antara lain. Perenacanaan bandar udara itu khususnya tentang
desain dan pengembangan bandar udara (master plan) serta tata guna lahan
bandar udara (air port zoning).
Ada 4 jenis pendekatan yang biasa dilakukan dalam menilai suatu bandar
udara, akan tetapi pendekatan yang dianggap paling dapat mewakili nilai
suatu bandar udara adalah pendekatan gabungan dari 3 macam pendekatan
untuk memperoleh nilai total suatu bandar udara, yaitu dengan menilai objek
yang ada data pembandingnya dengan metode data pasar, objek yang
menghasilkan pendapatan dengan metode pendapatan, dan objek yang tidak
ada data pembanding dan tidak menghasilkan pendapatan dengan
menggunakan metode biaya.
Perlu diperhatikan bahwa bandar udara adalah objek khusus yang sangat
kompleks, dimana penilai tidak menguasai secara keseluruhan tentang bandar
udara tersebut. Penilai tidak semua memiliki kemampuan sebagai quantity
surveyor atau ahli mesin, untuk itu jika penilai yang bersangkutan tidak
memiliki kemampuan itu, maka penilai tersebut seharusnya meminta
pendapat ahli dibidang itu sebelum menentukan nilai akhir suatu bandar
udara.

49
Daftar Pustaka

Alberti, Martha D, Airport Owner’s Guide To Land Acquisition, Wisconsin


Departement of Transportation, Division of Transportation
Infrastructure Development Bureau of Aeronautics, Madison, WI,
1997;

Australian Airline Guide, Airline IntangibleAssets Related to airport Operations,


Sydney, 2005;

Australian Competition and Consumer Commission 2004, Guidelines for


Quality of Service Monitoring at Airports, As Revised March 2004.

Australian Competition and Consumer Commission 2006a, Price Monitoring


and Financial Reporting — Price Monitored Airports,2004-05, ACCC
Publishing Unit, Canberra.

_________, 2006b, Quality of Service Monitoring Report for Price Monitored


Airports,2004-05, ACCC Publishing Unit, Canberra.

Australian Government, Productivity Commission, Price Regulation of Airport


Service, 2006;

Australian Property Institute, Profesional Practice, Fifth Edition, Deakin, ACT,


2006;

Badan Standarisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia SNI 03-7040-2004


ICS 30.060.50 tentang Kriteria Penempatan Pemancar Sinyal ke
segala Arah Berfrekuensi Amat Tinggi (VHF Omnidirectional
Rang/VOR), 2004;

_________, Standar Nasional Indonesia SNI 03-7040-2004, ICS 93.120 tentang


Terminal Kargo Bandar Udara, 2004;

Boyd, Terry, Report On: Valuation Approach and Methodology For Specialised
Airfield Assets (Runway, Taxiways and Aprons), Queensland, 2001;

Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Direktorat Piutang Negara


Perbankan, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Buku
Penilaian Tanah, Bangunan, dan Mesin, Jakarta, 2006;

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan, Pedoman


Pemeliharaan dan Pelaporan Peralatan Fasilitas Elektronika dan
Listrik Penerbangan, Jakarta, 2007;

50
_________, Departemen Perhubungan, Peraturan Perundang-Undangan di
Bidang Penerbangan, Jakarta, 2007;

J.A. Mukomoko, Dasar Penyusunan Anggaran Biaya Bangunan, Gaya Media


Pratama, Jakarta, 2000;

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 3 Tahun 2001 tentang Persyaratan


Teknis Alat dan Perangkat Komunikasi;

Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan;

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.71 Tahun 2006 tentang Petunjuk


Pelaksanaan Penatausahaan Barang Milik Negara Dilingkungan
Departemen Perhubungan;

Pitchford, Rohan, Sydney Airport Land Valuation: An Assessment, Australian


National University, 2005;

Pusat Studi Otonomi Daerah, Manajemen dan Penilaian Aset, Dalam Rangka
Optimalisasi aset dan Revaluasi Aset Daerah, Jakarta, 2003;

Rizal, Syamsu, Anatomi Bandar Udara (Inrastruktur, Teknik dan Fasilitas),


Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan,
2007;

Scottish Assessors Association, Public Buildings Committee, Practice Note 1,


Valuation of Airport, Approved for Publication 03.03.2005;

Supardi, Untung, Materi Kuliah Penilaian Aset Sektor Publik, Universitas


Gadjah Mada, Yogyakarta, 2006;

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;

Wells, Alexander T., Airport Planning and Management, Second Edition, TAB
Books, Blue Ridge Summit, York, PA, 1992;

51
Lampiran

52
Daftar Lampiran

1. Contoh Draft Airport Layout Plan


2. Contoh Denah Bandar Udara
3. Contoh Taxiway dan Runway
4. Contoh Komposisi Terminal
5. Contoh Denah Bandar Udara
6. Contoh Spesifikasi Bandar Udara
7. Contoh Analisis Data Pembanding Tanah Komersial
8. Contoh Analisis Penilaian Area Landasan
9. Contoh Analisis Penilaian Jaringan dan Fasilitas Bandar Udara
10.Contoh Analisis Penilaian Jaringan Pipa Distribusi Air
11.Contoh Analisis Penilaian Jaringan Pipa Distribusi Gas Alam
12.Contoh Analisis Penilaian Jaringan Listrik.

53
Contoh Draft Airport Layout Plan

Dayton International Airport

54
Contoh Denah Bandar Udara

55
Contoh Taxiway dan Runway

56
Contoh Komposisi Terminal

57
Contoh Denah Bandar Udara

58
Contoh Spesifikasi Bandar Udara
BU Hasanuddin - Makassar

1. NAMA Bandara : HASANUDDIN (Bandar Udara Internasional)


Telepon : 0411-550123, 553082, 553083 Hunting
Faksimili: 0411-553183
Alamat: Bandar Udara Hasanuddin – Mandai, Makassar – 90552
Situs: www.hasanuddin–airport.com
E-mail: upg@angkasapura1.co.id & mks@hasanuddin-airport.com
2. KLASIFIKASI BANDARA Kelas IA
3. LOKASI 050.03’39” LS – 1190.33’16” BT
LUAS BANDARA 817,532 Ha
4. ELEVASI 47 Feet
5. KODE ICAO/IATA WAAA / UPG
6. JAM OPERASI 16 Jam ( 07.00 – 23.00 WITA / 23.00 – 15.00 UTC )
7. JARAK DARI KOTA 22 Km ( Kota Makassar )
8. LANDASAN Arah: 13 – 31
Dimensi: 2.500 x 45 m²
PCN: 63 / F / C / X / U
9. TAXIWAY Total Luas : 50.755 m ²

No. T/W Posisi Dimensi PCN


M’xM’
A Exit T/W 158 x 23 63 /F/ C /X/U
B Exit T/W 217 x 26.5 68 /F/ C /X/U
C Exit T/W 800 x 23 34 /F/ C /X/U
D Pararel 784 x 23 68 /F/ C /X/U
10. APRON Luas Apron: 69.147 m²
PCN: 63 /R/C/X/U
Kapasitas Apron
Type Pesawat Pesawat Posisi Parking Stand
Alt.1 Alt.2 Alt.3
Wide Big Body B-747 0 0 0
Wide Body A-300/ 3 2 0
DC-10/
MD-11
Narrow Body B-737/ 9 7 0
F-100
Others CN-212 4 0 0
MD-82 0 2 0
F-27 0 2 0
CN-235 0 3 0
Jumlah 16 16 0
Helicopter 0 0 0

59
11. TERMINAL Terminal Penumpang : Luas: 10.815 m²
Kapasitas :1,5 juta pax pertahun
( Dioperasikan untuk Penerbangan Domestik dan Internasional)
Terminal Kargo: Luas 4.000 m²
12. HANGGAR Tidak Tersedia
13. TELEKOMUNIKASI HF/ VHF, HF SSB, VHF-ER, VSAT, ADC, APP, ACC, MWARA,
PENERBANGAN RDARA
AMSC, TELEPRINTER, RECORDING SYSTEM, TELEX,
FAKSIMILI, RADIOLINK, DIRECT SPEECH, H T, RADIO CAR
Radio VHF Portable : 2 unit
14. NAVIGASI UDARA NDB, DVOR, DME, ILS, RVR, ATIS, PSR, SSR, RDPS, DISPLAY
RADAR
15. PKP – PK Tersedia: CAT – VIII
Jumlah Armada: 8 unit
Konfigurasi;
Foam Tenderr: 5 unit
Nurse Tender: 0 unit
Rescue Tender: 2 unit
Commando Car: 1 unit
Ambulance: 4 unit
Rescue Boat: Tidak tersedia
Salvage: tersedia
16. AIR FIELD LIGHTING Approach Light, Runway Light, PAPI, REILS, SQFL, Taxiway Light,
Apron Flood Light, Rotating Beacon, Signal Area
17. POWER SUPPLY PLN: 4.451,5 KVA
Genset: 3.241 KVA
18. WATER SUPPLY PDAM, Deep Well
19. PERALATAN Timbangan, Conveyor, Gravity Roller, Elevator, Air Conditioner (AC).
MEKANIKAL
20. FASILITAS X-Ray, Walk Trough, Explosive Detector, Handy Metal Detector.
PENGAMANAN
21. PARKIR KENDARAAN Luas:12.272 m²
22. PELATARAN GSE Luas:21.694 m²
23. PELAYANAN METEO Pengamatan: ADA
Prakiraan: ADA
24. FASILITAS CIQ Bea & Cukai: Available
Imigrasi: Available
Karantina: Kesehatan, Hewan, Tumbuhan & Ikan
25. TRANSPORTASI DARAT Taxi Bandara
26. PELAYANAN UMUM Bank, Telepon Umum, Kafetaria, Pos, ATM, Money Changer, Wartel
27. FASILITAS PENUNJANG Gedung EMPU, Gedung VIP, Ruangan CIP
LAIN

60

Anda mungkin juga menyukai