Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KUNJUNGAN INDUSTRI

CV. NUSA CITRA MANDIRI


Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

ALPHI PUJIANA 20184010104


HAJAR MAR’ATUSSOLIKAH S 20184010105
AULIA KUSUMA WIJAYA 20184010129
FAHMI FAUZI SUGANDI 20184010131

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
Daftar Isi
A. Latar Belakang ................................................................................................. 3
B. Perumusan Masalah ......................................................................................... 4
C. Tujuan Pengamatan .......................................................................................... 4
D. Manfaat Pengamatan ....................................................................................... 4
E. Pencegahan terhadap Penyakit Akibat Kerja................................................... 5
F. Faktor Penyebab Terjadinya Penyakit Akibat Kerja ....................................... 6
G. Identifikasi Lingkungan Industri...................................................................... 7
H. Jenis Pengamatan ........................................................................................... 10
I. Tempat dan Waktu Pengamatan .................................................................... 10
J. Data Industri .................................................................................................. 10
K. Pembahasan ................................................................................................... 11
L. Saran .............................................................................................................. 14
M. Referensi ......................................................................................................... 14
N. Dokumentasi .................................................................................................. 16

2
A. Latar Belakang
Industri mempunyai peranan yang sangat besar dalam menunjang
pembangunan di Indonesia. Saat ini persaingan industri untuk
memperebutkan pasar, baik pada tingkat regional, nasional maupun
internasional dilakukan oleh setiap perusahaan secara kompetitif. Hal ini
menyebabkan dunia kerja menuntut tersedianya faktor produksi yang
meningkat. Namun seiring dengan kemajuan perkembangan dan tuntutan
faktor produksi tersebut memicu berbagai masalah dalam Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), seperti bertambahnya sumber bahaya, meningkatnya
potensi bahaya, risiko penyakit, dan kecelakaan akibat kerja (Notoatmodjo,
2011).
BPJS Ketenagakerjaan mencatat, sepanjang 2018 terdapat 157.313
kasus kecelakaan kerja. Hal ini dipengaruhi karena pada perusahaan di
Indonesia, khususnya perusahaan swasta menilai bahwa aspek K3 belum
menjadi prioritas. Perusahaan lebih berupaya untuk meminimalkan tenaga
kerja dan pengeluaran dengan meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.
Padahal keselamatan dan kesehatan para pekerja juga penting untuk menjadi
perhatian. Jika tempat kerja aman dan sehat, setiap orang dapat melanjutkan
perkerjaan mereka secara efektif dan efisien. Sebaliknya, jika tempat kerja
tidak terorganisir dan banyak terdapat bahaya, kerusakan dan absen sakit
tidak dapat terhindarkan seperti mengganti biaya pengobatan dan perawatan
mengakibatkan hilangnya pendapatan bagi pekerja dan produktivitas
berkurang bagi perusahaan (Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 2013).
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat atau lingkungan kerja yang aman,
sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau
terbebas dari kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja suatu
perusahaan atau tempat kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menjelaskan bahwa setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
3
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat diambil rumusan masalah yaitu:
1. Apa penyakit dan kecelakaan kerja yang dapat timbul sehubungan dengan proses
industri sarung tangan golf di CV. Nusa Citra Mandiri?
C. Tujuan Pengamatan
1. Mengetahui proses produksi dan mengidentifikasi penyakit yang
mungkin terjadi.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja.
3. Mengetahui beban kerja yang ada.
4. Memberikan solusi jika terdapat faktor resiko yang dapat
menimbulkan kecelakaan kerja.
D. Manfaat Pengamatan
1. Bagi Pengamat
Untuk mengetahui permasalahan kesehatan yang diakibatkan oleh proses
produksi sarung tangan golf.
2. Bagi Pemilik Industri
a. Memberikan masukan terhadap masalah kesehatan, beban kerja
kepada pekerja dan pemecahan permasalahan yang ada.
b. Memberikan informasi kesehatan dan meminimalisasi terjadinya
kecelakaan yang dimungkinkan guna meningkatkan hasil produksi,
kualitas produksi, dan produktifitas kerja.

E. Pencegahan terhadap Penyakit Akibat Kerja


Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit
(five level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni:
1. Peningkatan Kesehatan (Health Promotion).
Penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja (K3), pendidikan kesehatan,
meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan
yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang memadai,
penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, konsultasi tentang
keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
2. Perlindungan Khusus (Specific Protection).
Imunisasi, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi
terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan menggunakan alat
pelindung diri (APD) seperti helm, kacamata kerja, masker, penutup
4
telinga (ear muff dan ear plug) baju tahan panas, dan sarung tangan,
3. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-
titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
4. Membatasi Kemungkinan Cacat (Disability Limitation).
Memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati
tenaga kerja secara sempurna dan pendidikan kesehatan.
5. Pemulihan Kesehatan (Rehabilitation).
Rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita
cacat. Perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di
jabatan yang sesuai (Salawati, 2015).

Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam rangka


pengendalian bahaya untuk mencegah PAK (Penyakit Akibat Kerja)
adalah

1. Eliminasi; menyingkirkan atau mengurangi risiko pada sumbernya,


2. Substitusi; menggantikan bahan kimia yang berbahaya dengan bahan
yang tidak berbahaya.
3. Rekayasa teknik; mengurangi risiko dengan pengaturan mesin atau
menggunakan mesin yang lebih canggih.
4. Pengaturan administratif; menetapkan prosedur kerja secara aman
untuk mengurangi risiko lebih lanjut.
5. Menyediakan, memakai dan merawat APD (Salawati, 2015).
F. Faktor Penyebab Terjadinya Penyakit Akibat Kerja
Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh
pemaparan terhadap lingkungan kerja. Dalam lingkungan kerja biasanya
terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya penyakit akibat
kerja, diantaranya:
1. Faktor fisik, contohnya suara mesin yang keras dapat menyebabkan
gangguan pendengaran bahkan ketulian.
Faktor resiko fisik yang ditemukan pada tempat produksi sarung
tangan golf ini antara lain;
a. Suara mesin kompressor yang dapat mengganggu pendengaran,
b. Penggunaan mesin pemanas untuk mencetak logo yang bila tidak
hati-hati dapat mengenai tangan pekerja.
5
c. Tekanan udara di dalam ruang yaitu 1013 hPa (normal), suhu
ruangan 27°C (meningkat), kelembapan 78% (meningkat).
2. Faktor kimia, contohnya debu, bahan pelarut, dan pewarna dapat
menyebabkan ISPA. Jalan masuk bahan-bahan kimia bisa melalui
pernapasan (inhalasi), kulit, dan tertelan (ingesti).
Faktor risiko kimia yang ditemukan pada pada tempat produksi sarung
tangan golf ini antara lain:
a. Debu dari latex yang dibuka dari pabrik sehingga dapat
menyebabkan ISPA
b. Penggunaan lem kain yang dapat mengiritasi kulit,
c. Bahan-bahan kimia untuk pembuatan logo yang mengganggu
pernafasan.
d. Sumber air berasal dari sumur bor yang diduga mengandung
Fe (besi)
e. Logo yang mudah terbakar
f. Limbah cair berupa cat yang dapat mengiritasi kulit juga dapat
berdampak pada lingkungan (pembuangan) .
3. Faktor biologi, seperti gigitan nyamuk, makanan yang tidak steril,
infeksi menular dari pekerja lain yang sebelumnya sudah terinfeksi
seperti batuk pilek dan lain sebagainya.
Faktor risiko biologi yang ditemukan pada tempat produksi sarung
tangan golf ini diantaranya;
a. Penampung air tumpahan dispenser yang tidak dibuang
sehingga dapat menjadi tempat berkembang biaknya jentik
nyamuk.
b. Tidak tersedianya sabun untuk cuci tangan sehingga dapat
berisiko menimbulkan penularan penyakit.

4. Faktor ergonomis, seperti hubungan pekerjaan dengan tempat bekerja,


misalkan pada sekretaris yang sebagian besar bekerja dengan duduk
maka disesuaikan tempat duduknya agar senyaman mungkin dan tidak
menimbulkan kecelakaan kerja.
Faktor risiko ergonomis yang ditemukan pada tempat produksi sarung
tangan golf yaitu,
a. Kursi pekerja yang terbuat dari plastik dan meja pekerja yang
6
ukurannya tidak sesuai standar sehingga dapat menimbulkan
permasalahan kesehatan akibat pekerjaan.
b. Waktu istirahat para pekerja terdiri dari 3 sesi yaitu pukul 10.00
selama 15 menit, 12.00 selama 60 menit, pukul 14.00 selama
15 menit. Ditambah jika lembur jam istirahat pukul 17.00
selama 1 jam.
c. Tidak tersedianya Ruang UKK dan ruang laktasi karena
sebagian besar 70 pekerja merupakan wanita (melihat siklus
hidup wanita)
5. Faktor psikososial, hubungan antar pekerja lainnya atau antar staf
lainnya, jam bekerja yang terlalu lama, penghasilan yang tidak
berbanding lurus dengan beratnya pekerjaan, masalah-masalah pribadi
baik didalam lingkungan kerja maupun diluar lingkungan kerja yang
dapat mempengaruhi kualitas pekerjaan, adanya hari libur atau cuti pada
kondisi-kondisi tertentu misal cuti hamil, cuti melahirkan dan
sebagainya.
Faktor risiko psikososial yang dapat ditemukan di tempat produksi
sarung tangan golf ini antara lain
a. Pekerja saring lembur karena harus mengejar target produksi
untuk dieksport.
b. Pekerja hanya mendapat libur hari minggu, tanggal merah
mereka tetap diharuskan masuk.
c. Jadwal kerja dimulai jam 08.00 sampai 16.00 jika target
produksi belum tercapai jadwal lembur sampai jam 20.00 .
Durasi jam kerja para pekerja di CV. Nusa Citra Mandiri
berkisar antara 8-12 jam per hari.
6. Faktor kecelakaan kerja, hampir sama dengan faktor-faktor di atas.

G. Identifikasi Lingkungan Industri


1. Spesifikasi Bangunan Tempat Usaha
Bangunan tempat usaha merupakan bangunan permanen, berdinding
tembok tanpa cat dengan beratapkan seng. Lantai bangunan keramik.
pencahayaan cukup dilengkapi dengan lampu. Suhu udara panas
dikarenakan kurangnya ventilasi udara. Ruangan dilengkapi dengan 10
7
kipas angin besar, 4 kipas angin pada ventilasi, 32 kipas angin kecil
disetiap meja pekerja. Tersedia 4 kamar mandi untuk para pekerja, 2
kamar mandi yang berada di dalam bangunan dan 2 kamar mandi yang
berada di luar bangunan. Ruangan ganti tidak tersedia. Tidak ditemukan
cerobong asap karena tidak ada proses pembakaran atau pun pemanasan
pada proses pengolahan.
2. Bahan yang Digunakan
a. Bahan dasar : Kain kulit sintetik
b. Bahan pendamping : Lem kulit, jarum jahit, benang jahit.
c. Peralatan utama : Mesin jahit, alat pencetak logo silicon
d. Peralatan pendamping : Gunting, kompressor, oven
e. Produk atau bahan yang dihasilkan: sarung tangan golf.
3. Proses Industri
Bahan dasar berupa kain kulit sintetik yang sudah di bentuk pola,
kemudian dilakukan perangkaian lalu dilakukan pengeleman dan
selanjutnya dijahit. Setelah proses tersebut selesai dilakukan
pengecekan barang layak ekspor.
Proses produksi logo dilakukan di ruangan yang terpisah, dimulai
dengan mewarnai cetakan untuk logo selanjutnya dimasukan bahan
pembuat logo silicon kedalam cetakan dan dipanaskan di dalam alat
pemanas. Setelah logo tercentak dilakukan proses pengecekan layak
ekspor. Kemudian sarung tangan golf dan logo telah lolos dari proses
pengecekan, dilakukan penempelan logo pada sarung tangan dan masuk
ke tahap packing untuk selanjutnya diekspor ke negara tujuan yaitu
Korea dan Jepang. Dalam sehari perusahaan ini memberi target kepada
karyawan untuk memproduksi sekitar 1400 pasang sarung tangan golf.
4. Alat dan Bahan yang Digunakan
a. Kain kulit sintetik g. Mesin jahit
b. Lem kain h. Jarum
c. Benang jahit i. Gunting
d. Bubuk PVC j. Compressor
e. Pewarna kimia k. Alat pemanas
f. Cetakan logo

5. Limbah Industri dan Pembuangan Limbah


8
a. Limbah industri hanya berupa kain sisa dari bahan utama kain kulit
sintetik.
b. Limbah diangkut oleh petugas kebersihan setiap 3 hari sekali.

6. Karyawan
a. Jumlah: karyawan tetap sebanyak 90 orang terdiri dari 20 pria dan 70 wanita.
b. Tempat tinggal: karyawan tinggal dirumah masing- masing.

7. Sarana Kesehatan dan Alat Pelindung Diri


Industri ini hanya menyediakan alat pelindung diri berupa masker untuk
seluruh pekerja, namun alat pelindung seperti sarung tangan tidak
diberikan, sehingga pekerja yang terpapar dengan alat pemanas, sering
terkena panas dari alat tersebut. Para pekerja juga tidak disediakan
wastafel untuk mencuci tangan dengan sabun. Tempat sampah yang
digunakan adalah trash bag plastic, kardus dan ada beberapa keranjang
sampah plastik yang tersebar di samping meja mesin jahit.

8. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Industri


Pegawai pembuat sarung tangan golf tidak ada yang merokok. Untuk
makan siang, para pegawai membawa bekal yang dibuat sendiri oleh
mereka di rumah. Pegawai jarang berolahraga. Pegawai tidak mencuci
tangan sebelum menyentuh makanan. Sarana air bersih kurang tersedia,
dan belum dilakukan pengecekan secara mikrobiologi dan fisika.
Jamban atau toilet sudah tersedia tapi tidak dijaga kebersihannya.
Sampah belum dikelola dengan baik. APD belum digunakan secara
baik.
9. Penyakit Akibat Kerja
Berdasarkan hasil wawancara terdapat beberapa keluhan yang muncul,
yaitu nyeri pinggang dikarenakan terlalu lama duduk, terkena panas,
tertusuk jarum jahit dan gunting.

H. Jenis Pengamatan
Penelitian yang dilakukan dengan metode observasi dengan alat berupa
wawancara terhadap mandor dan para pekerja serta mengamati langsung
proses pengolahan produksi sarung tangan golf.
I. Tempat dan Waktu Pengamatan
9
Pengamatan dilakukan di CV. Nusa Citra Mandiri yaitu perusahaan
produksi sarung tangan golf di Jalan Imogiri Barat RT 66, Kecamatan
Sewon, Kabupaten Bantul, Propinsi DI. Yogyakarta. Pada hari Selasa, 20
Agustus 2019 jam 08.00 – 09.30 WIB.

J. Data Industri
CV. Nusa Citra Mandiri merupakan perusahaan produksi sarung tangan
golf. Berdiri sejak tahun 2016, produksi sesuai dengan pesanan yang
diterima. Produk dipasarkan diluar negeri, yaitu di negara Korea dan Jepang.
K. Pembahasan
Dari penelitian yang kami lakukan terhadap industri ini, diperoleh
beberapa data yaitu kondisi bangunan yang kurang layak untuk dijadikan
tempat produksi, terdiri dari ventilasi bangunan yang kurang, tidak
terdapatnya ruangan ganti, ruang istirahat dan ruang UKK (Unit Kesehatan
Kerja) dan terdapat faktor resiko fisika, kimia dan biologi.

Untuk mencegah munculnya faktor resiko fisika, kimia dan biologi,


pihak manajemen belum menyediakan penggunaan alat pelindung diri
berupa sarung tangan dan penutup telinga yang sesuai dengan bidang
masing-masing pekerja. Contohnya pekerja bidang produksi logo yang
terpapar bising Compressor dalam waktu yang lama, belum disediakan
earplug. Selain kebisingan, pekerja bagian logo juga tidak menggunakan
masker, karena terpapar dengan aroma menyengat bahan kimia. Selain itu
perlunya pengecekan air agar mengetahui campuran kandungan kimia yang
terdapat pada air tersebut mengingat air terlihat keruh. Sedangkan untuk
mengurangi risiko penyebaran penyakit melalui faktor biologis seperti pada
air tumpahan dispenser yang jarang dibersihkan, dan tidak tersedianya
sabun untuk menghentikan penyebaran kuman, maka perlunya dilakukan
pembersihan secara berkala dari air tumpahan dispenser dan harus
tersedianya sabun untuk cuci tangan.

Walaupun di sudut-sudut ruangan pabrik tersedia kipas angin,


namun suhu ruangan masih terasa panas yaitu 27°C, mengingat nilai normal
suhu ruangan yang direkomendasikan dalam kesehatan adalah 20°-25C.
Pada pengukuran kelembapan didapatkan hasil 78%, sementara rentang
10
normal seharusnya pada 45-65%. Ruangan yang memiliki kelembapan
tinggi dapat menimbulkan jamur, tungau, alergi/asma, nafas sesak, serta
meningkatkan pertumbuhan bakteri dan virus. Maka perlu ditambahkan
kipas angin agar sesuai dengan suhu dan kelembapan yang
direkomendasikan.

Dilihat dari waktu bekerja, para pekerja industri ini sudah bekerja
menurut waktu yang telah ditentukan oleh perundang-undangan yang
berlaku. Para pekerja bekerja selama 8 jam per hari dengan jam istirahat
terbagi kedalam 3 sesi yaitu jam 10.00 sekitar 15 menit, jam 12.00 sekitar
60 menit dan jam 14.00 sekitar 15 menit. Jika selama 6 hari kerja, akumulasi
jam kerja selama 1 minggu adalah ±39 jam. Sementara menurut pasal 79
Undang-Undang Nomer 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa setiap pekerja berhak atas istirahat antara jam kerja
dalam sehari, sekurang-kurangnya 30 menit setelah bekerja 4 jam terus-
menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. Menurut
Undang-Undang Nomer 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, untuk
karyawan yang bekerja 6 hari dalam 1 minggu, jam kerjanya adalah 7 jam
dalam 1 hari dan jam 40 jam dalam 1 minggu. Selain itu, pengusaha wajib
memberikan waktu secukupnya bagi pekerja untuk melaksanakan ibadah
(Pasal 80 Undang-Undang Nomer 13 tahun 2003).

Jika merujuk pada layanan informatif program promotif dan


preventif, industri ini tidak menyediakan berbagai poster tentang
keselamatan dalam bekerja di berbagai sudut ruangan tempat bekerja. Selain
itu, alat pemadam api ringan (APAR) hanya 2 buah dan Kotak P3K pun
tidak terdapat di ruang produksi. Padahal hampir semua bahan produksi
merupakan bahan-bahan yang mudah terbakar. Merujuk pada Undang-
undang Nomer 1 tahun 1970 terdapat 18 butir syarat penerapan keselamatan
kerja di tempat kerja, diantaranya dengan mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran dan memberi P3K untuk pertolongan jika terdapat
kecelakaan kerja. Sehingga pada ruang produksi di industri ini untuk
pencegahan keselamatan kerja kurang sesuai dengan syarat penerapan
keselamatan kerja Undang-Undang.

Jika terjadi cedera yang membutuhkan penanganan lebih lanjut pihak


11
industri akan langsung membawa karyawannya tanpa pertolongan pertama
ke fasilitas layanan kesehatan terdekat dalam hal ini RS Nur Hidayah yang
telah menjadi langganan dari industri ini. Sehingga perlunya advokasi lebih
lanjut mengenai kerja sama antara perusahaan dengan puskesmas dalam hal
ini puskesmas Sewon 1 yang nantinya puskesmas dapat secara aktif
menjadi salah satu fasilitas layanan kesehatan rujukan jika terdapat
kecelakaan kerja pada industri ini.
Pekerja pada industri ini juga tidak melalui proses pemeriksaan
sebelum bekerja dan juga tidak ada pemantauan kesehatan“medical check
up” secara berkala. Pekerja yang sakit biasanya mencari sendiri pelayanan
kesehatan yang dibutuhkannya. Pihak manajemen industri ini hanya
menanggung biaya kesehatan bila terjadi kecelakaan kerja yang terjadi saat
jam kerja.
Selain itu, ternyata seluruh karyawan tidak diikut sertakan kedalam
asuransi BPJS Ketenagakerjaan oleh industri atau perusahaan terkait.
Padahal merujuk pada peraturan perundang-undangan No.24 Tahun 2011
tentang BPJS mengatur bahwa semua penduduk Indonesia wajib menjadi
peserta program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan, termasuk karyawan.
Mengikutisertakan karyawan dalam JKN merupakan bentuk kepedulian
pemberi kerja terhadap kesejahteraan pekerja. Karena itu perusahaan yang
tidak mendaftarkan karyawannya pada BPJS Kesehatan berarti
mengabaikan kesejahteraan karyawan. Dalam Peraturan Presiden RI No.111
Tahun 2013 pasal 6 ayat 3, pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan
pekerjanya sebagai peserta Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan
dengan membayar iuran. Dalam UU BPJS Pasal 17, perusahaan yang lalai
tidak mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS akan dikenai sanki
berupa teguran tertulis, denda dan/atau tidak mendapat pelayanan publik
tertentu seperti masalah perizinan. Dalam hal lain, jika perusahaan
melanggar ketentuan tentang pembayaran dan penyetoran iuran jaminan
sosial, menurut pasal 55, maka dapat dikenakan ancaman pidana paling lama
delapan tahun atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00.
Fasilitas non medis yang disediakan industri untuk para pekerja
dinilai belum memadai. Dibuktikan dengan tidak terjaganya kebersihan dari
kamar mandi, ruang produksi dan tidak tersedianya ruang laktasi.
12
Peningkatan fasilitas untuk pekerja diharapkan dapat memberikan
kenyamanan pada pekerja ketika jam istirahat.

Pada industri ini tidak pernah dilakukan pemeriksaan air baik secara
mikrobiologi maupun fisika secara berkala seperti yang direkomendasikan
oleh Perda no. 14 Tahun 2010 pasal 13 ayat 3. Selain itu merujuk pada
Permen No.27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan, industri ini belum
memiliki izin lingkungan.

Perusahaan tidak ber-PHBS

No Indikator Ya Tidak Ket


1 Tidak merokok di tempat kerja √
2 Membeli dan mengkonsumsi makanan di √
tempat kerja
3 Olahraga secara teratur √
4 Cuci tangan dengan air bersih dan sabun √
sebelum dan sesudah makan, buang air kecil,
buang air besar
5 Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja √
6 Menggunakan air bersih √
7 Membuang sampah pada tempatnya √
8 Menggunakan jamban saat BAK/BAB √
9 Menggunakan APD sesuai jenis pekerjaan √
Jumlah 3 6

L. Kesimpulan
Perusahaan CV. Nusa Citra Mandiri belum sepenuhnya melengkapi
kelengkapan persyaratan K3 dan tidak berperilaku hidup bersih dan sehat.
Perlunya tindak lanjut dan monitoring secara berkala dari Puskesmas
Sewon 1 agar persyaratan dalam upaya tercapainya keselamatan dan
kesehatan kerja dapat terpenuhi.
M. Saran

1. Menyediakan alat kelengkapan pelindung diri seperti masker dan sarung


tangan bagi setiap pekerja dan earplug bagi pekerja di bagian pembuatan
logo.
2. Mengganti kursi pekerja pada bagian proses penjahitan agar sesuai
standar dan lebih ergonomis.

13
3. Menambah Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
4. Menyediakan ruang UKK (Unit Kesehatan Kerja) beserta kotak P3K.
5. Menyediakan tempat yang aman bagi barang-barang karyawan seperti
jaket, tas, helm dan lainnya dan juga ruang laktasi.
6. Mendaftarkan seluruh karyawan untuk mengikuti Jaminan Kesehatan
BPJS dan aktif membayar iuran secara berkala.
7. Memasang poster di sudut ruangan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja.
8. Ikut aktif dalam kegiatan yang diadakan oleh instansi Pemerintahan baik
di tingkat Puskesmas sampai Dinas Kabupaten terkait.
9. Ditambahkan ventilasi udara di ruang produksi, ditambahkan
pepohonan di luar tempat produksi agar tidak terlalu gersang.
10. Meminta izin lingkungan sebagai tindak lanjut mengenai AMDAL
perusahaan.
11. Segera untuk dilakukannya pemeriksaan air sesuai dengan rekomendasi
Perda.
12. Saran untuk penelitian selanjutnya untuk lebih memastikan lagi
bagaimana phbs pada industri seperti melakukan pemeriksaan jentik dan
pemeriksaan langkah cuci tangan pada seluruh karyawan.

14
Referensi

BPJS Ketenagakerjaan. 2019. www.validnews.id%2FInfografis-Jumlah-Kasus-


Kecelakaan-Kerja- 2018.com diakses pada 19 Agustus 2019
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. (2013). Jakarta: International Labour
Organization.

Notoatmodjo, S. (2011) Promosi kesehatan dan ilmu perilaku, Jakarta. PT


Rineka Cipta
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.03 Tahun 1998 tentang Sistem
Manajemen K3
Salawati, L. (2015, Agustus 2). Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan. pp.
Volume 15, 91-95.
Undang Undang No. 01 Tahun 1970 tentang Sistem Manajemen K3

15
Dokumentasi

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
18

Anda mungkin juga menyukai