Anda di halaman 1dari 5

PERKEMBANGAN TRADISI RASULAN DALAM PEMBENTUKAN

KARAKTER MASYARAKAT GUNUNGKIDUL


Ikhlas Nur Halim
Email: hallalinnur@gmail.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan tradisi Rasulan di Gunungkidul. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara, observasi, dan studi
pustaka. Proses wawancara ditujukan kepada masyarakat yang paham dengan jelas mengenai
tradisi rasulan. Hasi penelitian yang dilakukan dari bulan April sampai Mei 2019
menunjukkan bahwa rasulan sebagai sarana untuk menyatakan ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan atas segala nikmat yang telah diberikan selama satu tahun dan sebagai sarana untuk
menumbuhkan semangat kekeluargaaan, serta menjadi salah satu wadah untuk melestarikan
kesenian daerah Gunungkidul. Dalam tradisi Rasulan terkandung nilai-nilai karakter yang
dapat dipraktikkan oleh setiap orang dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai ini mencakup
tanggung jawab, rasa terima kasih, ketulusan, kerja sama, menyetujui, dan peduli. Sebagai
manusia yang berbudaya, sudah sewajarnya manusia dewasa untuk melestarikan tradisi yang
telah diwariskan oleh nenek moyang. Menghormati tradisi dengan selalu menjaga dan
memelihara tradisi tersebut dan bagi generasi muda sebaiknya agar dapat lebih memahami
memahami makna di balik pelaksanaan Rasulan atau adat dan tradisi di daerahnya sendiri
serta lebih antusias lagi dalam pelaksanaannya.
Kata Kunci : Tradisi Rasulan, Kabupaten Gunungkidul

PENDAHULUAN

Di daerah Gunungkidul, Yogyakarta ada sebuah ritual tradisional yang disebut


dengan Rasulan. Kata rasulan itu sendiri tidak selalu sesuai dengan kegiatan yang berkaitan
dengan momen peringatan kehidupan Nabi Muhammad, seperti Mawlid Nabi atau Isra
'Mi'raj. Namun, Rasulan untuk masyarakat Gunungkidul adalah kegiatan yang
diselenggarakan oleh petani setelah masa panen tiba. Rasulan di tempat lain biasa dikenal
sebagai bersih dusun desa. Rasulan adalah bentuk rasa terima kasih dari petani kepada Sang
Pencipta atas kelimpahan hasil panen selama setahun.
Mengapa pembahasan tentang tradisi Rasulan ini penting? Hal Ini disebabkan karena
makna tradisi Rasulan sebagai nilai dalam kepercayaan masyarakat semakin memudar,
terutama bagi generasi muda. Meskipun masih dilaksanakan, tidak jarang bagi mereka yang
tidak mengerti arti di balik pelaksanaan Rasulan ini. Tidak mengherankan tradisi ini hanya
formalitas dan tidak diartikan dengan sungguh - sungguh, bahkan nilai-nilai budaya dan nilai-
nilai karakter di dalamnya tidak lagi sepenuhnya dipahami. Selain itu, seiring dengan
perkembangan dan modernnya zaman, manusia belum percaya pada hal-hal yang tidak ghaib.
Hal-hal yang di luar nalar dan logika secara bertahap dihilangkan, sehingga tradisi terkadang
hanya dilihat sebagai, warisan, atau kebiasaan yang tidak berarti. Laporan ini membahas
bagaimana tradisi Rasulan dapat bertahan di tengah derasnya arus modernitas dengan melihat
hubungan peran dan posisi masyarakat dalam tatanan sosial.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara,


observasi, dan studi pustaka. Pada proses wawancara ditujukan kepada masyarakat yang
paham dengan jelas mengenai tradisi rasulan. Selanjutnya, observasi bertujuan untuk
memahami dan mengetahui bagaimana semangat masyarakat dalam mengikuti tradisi
Rasulan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2019 di Desa Kepek, Kota
Wonosari, Gunungkidul.

PEMBAHASAN

Dalam Gunungkidul tradisi Bersih Desa tradisi telah ada sejak zaman nenek moyang
dan secara rutin diadakan setiap tahun. Masyarakat di Kabupaten Gunungkidul mengartikan
tradisi Desa Bersih dengan istilah Rasulan. Hampir semua dusun di Gunungkidul merayakan
tradisi tahunan ini. Meskipun waktu dan tempat penyelenggaraannya berbeda, inti dari
kegiatan ini tetap sama, yaitu sebagai rasa syukur kepada Tuhan YME. Tradisi Rasulan
sebagai usaha masyarakat untuk lebih dekat dengan Tuhan, sehingga orang tidak lupa untuk
bersyukur atas karunia yang diberikan Tuhan, dan selalu membangun hubungan dan
komunikasi dengan Sang Pencipta. Sebagai sebuah tradisi, Rasulan sebagai bentuk rasa
terima kasih kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas berkah dan rahmat yang diberikan kepada
semua warga masyarakat, atas hasil panen yang berlimpah, dan bentuk penghormatan
terhadap Dewi Padi dan Dhayang penunggu tempat-tempat suci. Dengan menjalankan tradisi
ini, warga berharap hasil panen juga akan berlimpah di musim berikutnya, dan dijauhkan dari
semua jenis bencana.

Tradisi kebanggaan masyarakat Gunungkidul ini berlangsung selama 2 hari. Tempat


pelaksanaannya ada di sekitar balai dusun dan resan. Tradisi Rasulan ini melibatkan semua
masyarakat Gunungkidul tanpa kecuali, baik pejabat desa maupun penduduk desa terlibat.
Meski kedudukan sosial yang berbeda - beda, tetapi dalam perayaan Rasulan ini posisi
mereka sama. Masyarakat Gunungkidul menganggap tradisi Rasulan sebagai pesta rakyat
atau hajat dusun, di mana semua biaya operasional ditanggung oleh semua warga
Gunungkidul. Untuk alasan ini, upaya untuk menjaga dan menjamin perayaan ini agar tidak
punah bisa dilakukan dengan selalu melaksanakan tradisi Rasulan setiap tahunnya,
bagaimanapun keadaan ekonomi penduduknya.

Tradisi Rasulan juga diartikan sebagai hari raya ketiga selain Idul Fitri dan Idul Adha
oleh masyarakat Gunungkidul. Rasulan ini mirip dengan tradisi Lebaran, di mana seseorang
datang ke tempat kerabat untuk bersilahturahmi dan menikmati hidangan spesial yang
disediakan oleh sang pemilik rumah. Kegiatan makan bersama untuk para tamu di rumah
pemilik adalah salah satu wadah bagi orang-orang Gunungkidul untuk menumbuhkan
semangat kekeluargaan dan memperkuat persaudaraan antar warga.

Semangat kebersamaan dan gotong royong terlihat dalam tradisi Rasulan di mana
semua kebutuhan mereka ditanggung bersama. Mulai dari persiapan hingga pelaksanaan
serangkaian kegiatan dikerjakan bersama-sama dan saling membantu demi kelancaran tradisi
Rasulan ini. Masyarakat Gunungkidul bersedia mempraktikkan rasa senasib
‘sepenanggungan’, sehingga rasa kebersamaan ini mampu mengatasi semuanya termasuk
beban biaya perayaan Rasulan. Keluarga di Gunungkidul, terutama di desa-desa dan dusun
selalu mengingatkan kepada anaknya untuk selalu berbagi, dengan cara menggundang
teman-temannya untuk makan di rumahnya saat perayaan tradisi Rasulan tersebut
diselenggarakan. Nilai karakter yang dapat diperoleh dari sini adalah ketulusan, penerimaan,
dan kepedulian terhadap orang lain.
Sikap toleransi antar masyarakat itu diwujudkan dalam pelaksanaan tradisi rasulan,
seperti saat umat Islam mengadakan pengajian yang dilaksanakan sebelum kegiatan tradisi
rasulan. Kemudian bagi umat beragama lain diberikan waktu atau kesempatan untuk
mengadakan renungan. Hal tersebut merupakan sikap toleransi masyarakat. Masyarakat
saling menghormati perbedaan diantara mereka dengan memberikan kesempatan bagi
masyarakat lainnya untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan agamanya. Sehingga
pelaksanaan tradisi Rasulan menjadi tali pengikat masyarakat yang memiliki berbagai
perbedaan karena Rasulan tidak dimiliki oleh umat Islam saja, melainkan milik masyarakat
yang beragama lain juga.

Perayaan Rasulan di Gunungkidul hanya sederhana, tetapi suasananya sangat meriah


dengan adanya pertunjukan seni Jathilan dan wayang kulit serta hadirnya beberapa pedagang
mainan anak dan kuliner yang turut menyemarakkan perayaan tradisi Rasulan. Tradisi
Rasulan juga berfungsi sebagai sarana hiburan dengan adanya pertunjukan kesenian, seperti:
jathilan, reog, kethoprak, dan sebagainya, serta perlombaan olahraga, seperti sepak bola,
volley. Adanya tradisi Rasulan ini, bisa dijadikan sarana untuk bersenang-senang serta
mengurangi stress bagi masyarakat Gunungkidul.

SIMPULAN

Tradisi rasulan dilaksanakan hampir di hampir di semua wilayah Gunungkidul.


Namun, masyarakatnya memiliki latar belakang yang berbeda di setiap tempat pelaksanaan.
Meskipun demikian, masing-masing pelaksanaannya memiliki tujuan yang sama yaitu
sebagai sarana untuk menyatakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas segala nikmat
yang telah diberikan selama satu tahun ini. Bagi masyarakat Gunungkidul, tradisi ini adalah
sarana untuk menumbuhkan semangat kekeluargaaan, serta menjadi salah satu wadah untuk
melestarikan kesenian daerah Gunungkidul. Sedangkan bagi masyarakat luar, selain
menyajikan tontonan yang menarik, ritus sekaligus even budaya ini menjadi salah satu sarana
untuk untuk memahami dan mengenal seni dan budaya masyarakat Gunungkidul.

Dalam tradisi Rasulan terkandung nilai-nilai karakter yang dapat dipraktikkan oleh
setiap orang dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai ini mencakup tanggung jawab, rasa
terima kasih, ketulusan, kerja sama, menyetujui, dan peduli. Nilai karakter diwariskan kepada
individu dalam masyarakat melalui pemasyarakatan warganya.

DAFTAR PUSTAKA

Sulastri, Dewi. 2015. Pengantar Hukum Adat. Bandung: CV PUSTAKA SETIA

Anda mungkin juga menyukai