Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan tradisi Rasulan di Gunungkidul. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara, observasi, dan studi
pustaka. Proses wawancara ditujukan kepada masyarakat yang paham dengan jelas mengenai
tradisi rasulan. Hasi penelitian yang dilakukan dari bulan April sampai Mei 2019
menunjukkan bahwa rasulan sebagai sarana untuk menyatakan ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan atas segala nikmat yang telah diberikan selama satu tahun dan sebagai sarana untuk
menumbuhkan semangat kekeluargaaan, serta menjadi salah satu wadah untuk melestarikan
kesenian daerah Gunungkidul. Dalam tradisi Rasulan terkandung nilai-nilai karakter yang
dapat dipraktikkan oleh setiap orang dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai ini mencakup
tanggung jawab, rasa terima kasih, ketulusan, kerja sama, menyetujui, dan peduli. Sebagai
manusia yang berbudaya, sudah sewajarnya manusia dewasa untuk melestarikan tradisi yang
telah diwariskan oleh nenek moyang. Menghormati tradisi dengan selalu menjaga dan
memelihara tradisi tersebut dan bagi generasi muda sebaiknya agar dapat lebih memahami
memahami makna di balik pelaksanaan Rasulan atau adat dan tradisi di daerahnya sendiri
serta lebih antusias lagi dalam pelaksanaannya.
Kata Kunci : Tradisi Rasulan, Kabupaten Gunungkidul
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
PEMBAHASAN
Dalam Gunungkidul tradisi Bersih Desa tradisi telah ada sejak zaman nenek moyang
dan secara rutin diadakan setiap tahun. Masyarakat di Kabupaten Gunungkidul mengartikan
tradisi Desa Bersih dengan istilah Rasulan. Hampir semua dusun di Gunungkidul merayakan
tradisi tahunan ini. Meskipun waktu dan tempat penyelenggaraannya berbeda, inti dari
kegiatan ini tetap sama, yaitu sebagai rasa syukur kepada Tuhan YME. Tradisi Rasulan
sebagai usaha masyarakat untuk lebih dekat dengan Tuhan, sehingga orang tidak lupa untuk
bersyukur atas karunia yang diberikan Tuhan, dan selalu membangun hubungan dan
komunikasi dengan Sang Pencipta. Sebagai sebuah tradisi, Rasulan sebagai bentuk rasa
terima kasih kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas berkah dan rahmat yang diberikan kepada
semua warga masyarakat, atas hasil panen yang berlimpah, dan bentuk penghormatan
terhadap Dewi Padi dan Dhayang penunggu tempat-tempat suci. Dengan menjalankan tradisi
ini, warga berharap hasil panen juga akan berlimpah di musim berikutnya, dan dijauhkan dari
semua jenis bencana.
Tradisi Rasulan juga diartikan sebagai hari raya ketiga selain Idul Fitri dan Idul Adha
oleh masyarakat Gunungkidul. Rasulan ini mirip dengan tradisi Lebaran, di mana seseorang
datang ke tempat kerabat untuk bersilahturahmi dan menikmati hidangan spesial yang
disediakan oleh sang pemilik rumah. Kegiatan makan bersama untuk para tamu di rumah
pemilik adalah salah satu wadah bagi orang-orang Gunungkidul untuk menumbuhkan
semangat kekeluargaan dan memperkuat persaudaraan antar warga.
Semangat kebersamaan dan gotong royong terlihat dalam tradisi Rasulan di mana
semua kebutuhan mereka ditanggung bersama. Mulai dari persiapan hingga pelaksanaan
serangkaian kegiatan dikerjakan bersama-sama dan saling membantu demi kelancaran tradisi
Rasulan ini. Masyarakat Gunungkidul bersedia mempraktikkan rasa senasib
‘sepenanggungan’, sehingga rasa kebersamaan ini mampu mengatasi semuanya termasuk
beban biaya perayaan Rasulan. Keluarga di Gunungkidul, terutama di desa-desa dan dusun
selalu mengingatkan kepada anaknya untuk selalu berbagi, dengan cara menggundang
teman-temannya untuk makan di rumahnya saat perayaan tradisi Rasulan tersebut
diselenggarakan. Nilai karakter yang dapat diperoleh dari sini adalah ketulusan, penerimaan,
dan kepedulian terhadap orang lain.
Sikap toleransi antar masyarakat itu diwujudkan dalam pelaksanaan tradisi rasulan,
seperti saat umat Islam mengadakan pengajian yang dilaksanakan sebelum kegiatan tradisi
rasulan. Kemudian bagi umat beragama lain diberikan waktu atau kesempatan untuk
mengadakan renungan. Hal tersebut merupakan sikap toleransi masyarakat. Masyarakat
saling menghormati perbedaan diantara mereka dengan memberikan kesempatan bagi
masyarakat lainnya untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan agamanya. Sehingga
pelaksanaan tradisi Rasulan menjadi tali pengikat masyarakat yang memiliki berbagai
perbedaan karena Rasulan tidak dimiliki oleh umat Islam saja, melainkan milik masyarakat
yang beragama lain juga.
SIMPULAN
Dalam tradisi Rasulan terkandung nilai-nilai karakter yang dapat dipraktikkan oleh
setiap orang dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai ini mencakup tanggung jawab, rasa
terima kasih, ketulusan, kerja sama, menyetujui, dan peduli. Nilai karakter diwariskan kepada
individu dalam masyarakat melalui pemasyarakatan warganya.
DAFTAR PUSTAKA