Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRASI AB MIX

DAN JENIS SUMBU HIDROPONIK SISTEM WICK


TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
SELEDRI (Apium graveolens L.)

USULAN PENELITIAN

Disusun oleh:
Vivi Liviani
4442160022

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani. Maka sebagian besar di Indonesia banyak lahan yang
digunakan untuk proses produksi pertanian. Namun pada zaman sekarang ini, lahan
pertanian di Indonesia semakin sempit untuk pertanian, karena dialih fungsikan untuk
pembangunan yang bersifat industri. Salah satu metode yang di gunakan sekarang ini
adalah bercocok tanam dengan media non tanah, di antara salah satu metodenya
adalah hidroponik, yaitu metode tanam tanpa menggunakan media tanah sebagai
pengikat berbagai nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Hidroponik adalah cara
menanam buah atau sayuran dengan menggunakan media tumbuh selain tanah.
(Sitompul dan Guritno, 1995).
Tingginya permintaan seledri dalam bentuk segar oleh masyarakat Indonesia
belum terpenuhi selain itu sifat tanaman seledri bersifat aditif dalam bahan makanan
sehingga dipergunakan dalam jumlah sedikit tapi penting dalam beberapa menu
masakan di Indonesia. Produksi seledri di Indonesia terkendala oleh terbatasnya luas
lahan produktif sehingga pilihan teknologi yang tepat untuk mengatasi masalah ini
adalah teknologi hidroponik sistem sumbu. Tanaman seledri merupakan salah satu
sayuran daun yang memiliki banyak manfaat, antara lain dapat digunakan sebagai
pelengkap masakan dan memiliki khasiat sebagai obat. Tanaman seledri juga banyak
mengandung vitamin A, vitamin C, dan zat besi serta zat gizi lainnya yang cukup
tinggi. Dalam 100 g bahan mentah, seledri mengandung 130 IU vitamin A, 0,03 mg
vitamin B, 0,9 g protein, 0,1 g lemak, 4 g karbohidrat, 0,9 g serat, 50 mg kalsium, 1
mg besi, 0,005 mg riboflavin, 0,003 mg tiamin, 0,4 mg nikotinamid, 15 mg asam
askorbat, dan 95 ml air (Permadi, 2006). Seledri dapat ditanam di dataran rendah
maupun di dataran tinggi (pegunungan), terutama di daerah yang berhawa sejuk
(dingin) dan lembab. Waktu tanam yang baik ialah pada awal musim hujan atau akhir
musim hujan (Sunarjono, 2004). Namun, budidaya seledri secara hidroponik dapat
dilakukan sepanjang waktu, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi.
Keberhasilan produksi seledri pada sistem hidroponik sumbu dipengaruhi oleh jenis
kain sumbu, media tanam atau substrat, komposisi nutrisi, nilai electrical conductivity
(EC), pH larutan dan iklim mikro. Kualitas sumbu berperan penting dalam
mengalirkan air dan unsur hara dari bak larutan nutrisi ke media tanam, jenis sumbu
yang memiliki daya kapilaritas rendah dapat menghambat suplai larutan nutrisi.
Selain itu media tanam yang digunakan dalam hidroponik harus terbebas dari zat
yang berbahaya bagi tanaman, bersifat inert, daya pegang air (water holding capacity)
baik, drainase dan aerasi baik (Susanto, 2002).
Wick system atau sistem sumbu merupakan metode hidroponik paling sederhana
karena hanya memanfaatkan prinsip kapilaritas air. Larutan nutrisi dialirkan dari bak
penampung menuju perakaran tanaman yang berada di atas dengan perantara sumbu,
mirip cara kerja kompor minyak. Sistem ini memiliki kelebihan yaitu tidak
memerlukan perawatn khusus, mudah dirakit, portabel serta murah. Namun sistem ini
juga memiliki kekurangan yaitu keterbatasan jenis tanaman, hasil panen yang relative
sedikit dan larutan nutrisi mudah mengendap. Kekurangan tersebut menjadi
permasalahan yang dapat diatasi dengan mengaduk larutan nutrisi, setidaknya tiga
kali sehari. Dengan mengaduknya secara rutin, larutan akan tercampur merata
kembali dengan air sehingga mudah di serap oleh sumbu (Trintondp, 2015).
Pemupukan merupakan suatu keagiatan yang bertujuan untuk menambah hara
pada tanaman. Pupuk yang dapat diberikan pada tanaman dapat berupa pupuk organik
atau pupuk anorganik. Penggunaan pupuk anorganik yang cukup tinggi pada tanaman
mengakibatkan tingginya biaya yang dibutuhkan mengingat harga pupuk anorganik
cukup mahal. Penggunaan pupuk organik merupakan salah satu solusi agar
mengurangi kebutuhan akan pupuk anorganik sehingga unsur hara yang diperlukan
tanaman tercukupi. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahanbahan
organik berupa sisa tanaman, manusia dan hewan, yang banyak di temukan
dilingkungan sekitar kita.
Ketersediaan nutrisi bagi tanaman seledri sangat penting karena seledri
merupakan jenis tanaman yang sangat sensitif terhadap ketidakseimbangan nutrisi
dan petani seringkali mengalami sejumlah masalah kualitas seledri yang berkaitan
dengan kekurangan nutrisi, kelebihan maupun ketidak seimbangan (Tremblay et al.,
1993). Menurut (Jensen, 2007) nutrisi yang biasa digunakan dalam teknik hidroponik
adalah AB Mix. Permasalahan saat ini adalah nutrisi AB Mix sulit ditemui dan
harganya mahal. Nutrisi AB Mix mengandung 16 unsur hara esensial yang diperlukan
tanaman, dari 16 unsur tersebut 6 diantaranya diperlukan dalam jumlah banyak
(makro) yaitu N, P, K, Ca, Mg, S, dan 10 unsur diperlukan dalam jumlah sedikit
(mikro) yaitu Fe, Mn, Bo, Cu, Zn, Mo, Cl, Si, Na, Co (Agustina, 2004). Nutrisi AB
mix adalah nutrisi yang digunakan dibagi menjadi dua stok yaitu stok A dan stok B.
Stok A berisi senyawa yang mengan di Ca, sedangkan Stok B berisi senyawa yang
mengandung sulfat dan fosfat. Pembagian tersebut dimaksudkan agar dalam kondisi
pekat tidak terjadi endapan, karena Ca jika bertemu dengan sulfat atau fosfat dalam
keadaan pekat menjadi kalsium sulfat atau kalsium fosfat dan membentuk endapan
(Sutiyoso, 2004). Kendala yang dihadapi petani untuk memulai usaha hidroponik saat
ini adalah nutrisi AB mix masih jarang dijumpai di pasaran, biasanya nutrisi AB mix
diproduksi sendiri oleh perusahaan atau farm yang bergerak dibidang pertanian
hidroponik. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai uji
pertumbuhan dan hasil tanaman seledri (Apium graveolens L.) dengan pemberian
pupuk organik cair dan jenis sumbu hidroponik sistem wick

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pemberian nutrisi AB mix dan
jenis sumbu hidroponik sistem terhadap pertumbuhan serta hasil tanaman seledri
(Apium Graveolens L.)

1.3 Rumusan Masalah


1. Berapakah konsentrasi pemberian AB mix secara hidroponik sistem sumbu (wick
system) yang memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman seledri yang baik?
2. Manakah jenis sumbu yang menunjukkan respons pertumbuhan dan hasil
tanaman seledri yang baik secara hidroponik sistem sumbu (wick system)?
3. Apakah terdapat interaksi pemberian AB mix dan dan jenis sumbu hidroponik
sistem sumbu (wick system) terhadap pertumbuhan serta hasil tanaman seledri
(Apium Graveolens L.)

1.4 Hipotesis
1. Konsentrasi pemberian AB mix 1300 ppm pada hidroponik sistem sumbu (wick
system) memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman seledri yang terbaik
2. Jenis sumbu flanel merupakan jenis sumbu yang paling baik untuk pertumbuhan
dan hasil tanaman seledri secara hidroponik sistem sumbu (wick system)
3. Terdapat interksi antara pemberian AB mix dan jenis sumbu hidroponik sistem
sumbu (wick system) terhadap pertumbuhan serta hasil tanaman seledri (Apium
Graveolens L.)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Seledri


Seledri (Apium graveolens L.) adalah tanaman sayuran bumbu berbentuk
rumput yang berasal dari benua Amerika, Seledri dapat tumbuh pada dataran rendah
sampai tinggi, dan optimal pada ketinggian tempat 1.000-1.200 m dpl, suhu udara 15-
240C. Tanaman seledri juga dapat dikembangkan pada daerah tropis seperti di
Indonesia. Sebagai tanaman subtropis seledri membutuhkan sinar matahari yang
cukup sekitar 8 jam/hari (Susila, 2006).
Tanaman seledri merupakan salah satu sayuran daun yang memiliki banyak
manfaat, antara lain dapat digunakan sebagai pelengkap masakan dan memiliki
khasiat sebagai obat. Tanaman seledri juga banyak mengandung vitamin A, vitamin
C, dan zat besi serta zat gizi lainnya yang cukup tinggi. Dalam 100 g bahan mentah,
seledri mengandung 130 IU vitamin A, 0,03 mg vitamin B, 0,9 g protein, 0,1 g lemak,
4 g karbohidrat, 0,9 g serat, 50 mg kalsium, 1 mg besi, 0,005 mg riboflavin, 0,003 mg
tiamin, 0,4 mg nikotinamid, 15 mg asam askorbat, dan 95 ml air. Kemudian seledri
juga mengandung gizi berupa air, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium,
besi, riboflavin, nikotinamida dan asam askorbat (Permadi, 2006).
Seledri dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran tinggi
(pegunungan), terutama di daerah yang berhawa sejuk (dingin) dan lembab. Waktu
tanam yang baik ialah pada awal musim hujan atau akhir musim hujan (Sunarjono,
2004). Tanaman ini memiliki prospek yang cerah, baik di pasar dalam negeri
(domestik) maupun luar negeri sebagai komoditas ekspor dengan harga yang relatif
tinggi dan stabil. Selain itu seledri dapat dipanen berkalikali. (Wibowo dan Ngatidjah,
1996).
Seledri (Apium graveolens L.) merupakan sayuran daun yang kaya akan manfaat,
antara lain dapat digunakan sebagai bumbu masakan, obat-obatan dan kosmetik
(Dyah et al., 2012). Seledri mengandung minyak atsiri yang berperan memberi aroma
pada makanan dan senyawa flavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Selain itu,
seledri merupakan komoditas penting dengan permintaan yang selalu ada sepanjang
tahun. Salah satu cara pemenuhan kebutuhan seledri yaitu melalui penanaman dengan
sistem hidroponik terapung (Sowbhagya, 2014).
Daun seledri mempunyai manfaat yang digunakan sebagai penyegar masakan
soto, bakmi, sop dan makanan Cina. Selain itu, daun seledri pun berguna untuk
mengobati penyakit rematik, darah tinggi, dan sukar tidur. Akan tetapi, penderita
sakit kencing protein (hysteria) tidak baik makan seledri (Sunarjono, 2004).

2.2 Botani dan Sistematika Tanaman Seledri


Seledri dikenal dengan nama ilmiah Apium graveolans linn. Menurut (Ria dan
Aseo, 2016) kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Umbelliferales
Family : Umbelliferae (Apiaceae)
Genus : Apium
Species : Apium graviolens L.
Morfologi dari tanaman seledri terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan
buah. Tanaman seledri berakar tunggang dengan banyak akar samping yang dangkal.
Sistem perakaran seledri menyebar dan berongga dengan banyak akar adventif yang
mendekati permukaan tanah, sehingga akar-akar ini akan kelihatan dari luar. Akar
tanaman seledri (Apium graveolens L.) mempunyai sistem perakaran serabut yang
bewarna putih dengan banyak akar yang menyebar kesamping dan dangkal dengan
radius sekitar 5-9 cm dari pangkal batang sehingga akar dapat menembus tanah
sampai kedalaman 30 cm (Juarni, 2017). Batangnya pendek karena dauannya
terkumpul pada leher akar seperti wortel. Daunnya mempunyai aroma yang harum
spesifik. Batang Seledri (Apium graveolens L.) merupakan batang yang pendek
karena terkumpul pada leher akar dan merupakan batang yang tidak berkayu,
memiliki bentuk bersegi, beralur, beruas, tidak berambut, bercabang banyak,
mempunyai bentuk tegak dan berwarna hijau pucat (Juarni, 2017). Daun tanaman
seledri menjari, melekuk-lekuk dan tidak teratur, serta memiliki tangkai yang
panjang. Tepi daun seledri umumnya bergerigi dengan pangkal maupun ujungnya
runcing. Tulang-tulang daun menyirip dengan ukuran panjang 2-7,5 cm, dan lebar 2-5
cm. daun 3-7 helai, anak daun bertangkai yang panjangnya 1-2,7 cm, tangkai daun
berwarna hijau keputih- putihan, helaian daun tipis, ujung daun runcing, tepi daun
beringgit, panjang kira-kira 2-7,5 cm, lebar kira-kira 2-5 cm, pertulangan daun
menyirip dan daun berwarna hijau muda sampai hijau tua. Seledri juga mempunyai
daun yang beraroma harum spesifik (Juarni, 2017). Bunganya berkumpul dalam
bonhkol bertangkai panjang. Warna bunganya putih kekuning-kuningan. Memiliki
tangkai kelopak yang panjangnya 2,5 cm. mahkota berbagi lima. Bunga seledri
(Apium graveolens L.) adalah bunga majemuk berbentuk payung berjumlah 8-12
buah kecil-kecil, yang terkumpul dalam bongkol bertangkai panjang berwarna putih
kekuning-kuningan yang tumbuh dipucuk tanaman yang telah tua. Pada setiap ketiak
daun dapat tumbuh sekitar 3-8 tangkai bunga, pada ujung tangkai bunga ini
membetuk bulatan (Juarni, 2017). Buahnya panjang berusuk dan keras. Seledri
memiliki buah yang sangat kecil dengan ukuran 1 mm, berdaun buah ganda
(skizokarp) yang membelah ketika matang menjadi dua merikarp, berbiji tunggal. Biji
berbentuk oval dan sangat kecil, sekitar 2500 biji per gramnya. Tanaman seledri
merupakan tanaman penghasil biji terbanyak (Juarni, 2017).

2.3 Syarat Tumbuh


Cahaya matahari sangat berperan penting dalam pertumbuhan tanaman seledri
yang optimal. Tanaman memerlukan cahaya agar dapat berfotosintesis, jika suatu
tanaman kekurangan cahaya matahari, maka akan berdampak pada proses
pertumbuhan tanaman tersebut (Juarni, 2017).
Seledri memerlukan suhu 9-20 °C untuk berkecambah dan untuk pertumbuhan
selanjutnya diperlukan suhu antara 15-24 °C. Sementara kelembaban berkisar 80-
90% karena kadar air di dalam udara dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan normal . Seledri (Apium graveolens L.) dapat tumbuh dan berkembang
baik di daerah dataran rendah maupun pegunungan. tumbuhan, tempat yang lembab
menguntungkan bagi tumbuhan dimana tumbuhan mendapatkan air cukup. cocok
untuk dikembangkan ke daerah yang mempunyai ketinggian tempat 1000-1200 meter
di atas permukaan laut, suhu harian 18-24 °C, udara sejuk dengan kelembaban antara
80-90%, serta cukup mendapat sinar matahari (Juarni, 2017).
Syarat pertumbuhan tanaman seledri sangat bergantung pada keadaan dan
kondisi tanah, tanah yang baik untuk pertumbuhan adalah tanah yang banyak
mengandung humus (subur), gembur, mengandung garam dan mineral, kandungan
bahan organik tinggi, berdrainase baik, tekstur lempung berpasir atau lempung
berdebu, dan derajat keasaman tanah yaitu 5,5-6,5 (Juarni, 2017).
Unsur hara yang terkandung di dalam tanah juga perlu diperhatikan untuk
mendukung pertumbuhan seledri, seledri membutuhkan tanah yang mengandung
kalsium, natrium dan unsur boron untuk mendukung pertumbuhannya, Jika tanaman
seledri kekurangan natrium maka seledri akan menjadi kerdil, kekurangan kalsium
menyebabkan kuncup seledri menjadi kering, dan apabila kekurangan unsur boron
menyebabkan batang dan tangkainya menjadi retak-retak (Juarni, 2017).
Penanaman biji seledri dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi
(pegunungan) terutama di daerah yang berhawa sejuk (dingin) dan lembap dan waktu
yang baik dalam menanam seledri adalah pada awal musim hujan atau pada akhir
musim hujan (Juarni, 2017).

2.4 Tinjauan Umum Hidroponik


Teknologi hidroponik merupakan cara yang tepat untuk menghasilkan tanaman
yang memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
tanaman yang ditanam secara konvensional. Nutrisi yang diberikan pada tanaman
hidroponik dapat langsung diserap sempurna dan waktu panen lebih cepat. Tanaman
yang diproduksi dengan teknologi hidroponik biasanya merupakan tanaman yang
memiliki nilai jual tinggi atau sering disebut juga dengan sayuran eksklusif (Malinda,
2018).
Hidroponik merupakan sebutan untuk sebuah teknologi bercocok tanam tanpa
menggunakan tanah. Media untuk menanam digantikan dengan media tanam lain
seperti rockwool, arang sekam, zeolit, dan berbagai media yang ringan dan steril
untuk digunakan. Hal yang terpenting pada hidroponik adalah penggunaan air sebagai
pengganti tanah untuk menghantarkan larutan hara ke dalam akar tanaman.
Hidroponik sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu hydroponick. Kata
hydroponic merupakan gabungan dari dua kata yaitu hydro yang artinya air dan
ponos yang artinya bekerja. Jadi dapat dikatakan hidroponik merupakan proses
pengerjaan dengan air atau sistem penanaman degan media tanam yang banyak
mengandung air (Indriasti, 2013).
Sistem hidroponik dapat memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang lebih
terkontrol. Dengan pengembangan teknologi , kombinasi sistem hidroponik dengan
membran mampu mendayagunakan air, nutrisi, pestisida secara nyata lebih
efisien (minimalys sistem) dibandingkan dengan kultur tanah , terutama untuk
tanaman berumur pendek. Penggunaan sistem hidroponik tidak mengenal musim
dan tidak memerlukan lahan yang lua dibandingkan dengan kultur tanah untuk
menghasilkan satuan produktivitas yang sama (Lonardy, 2009).
Penerapan penggunaan teknik hidroponik ini karena hasil dan kualitas tanaman
lebih tinggi, lebih terbebas dari hama dan penyakit, penggunaan air dan pupuk lebih
hemat, dapat untuk mengatasi masalah tanah, dapat untuk mengatasi masalah
keterbatasan lahan. Syarat budidaya teknik hidroponik sendiri, antara lain: faktor
tumbuh esensial seperti air, cahaya, nutrisi, CO2; nutrisi esensial in mutlak
diperlukan tanaman; Pembagian unsure hara berdasarkan kebutuhan seperti Makro :
kandungan besar (%) – diperlukan banyak (kg/ha) – N, P, K, Ca, Mg, S dan Mikro
kandungan kecil (ppm) – diperlukan sedikit (g/ha) – Fe, Mn, Zn, Cu, Co, B, Mo, Cl;
budidaya tanah misalnya dari tanah dan pupuk; dan tambahan bahan yg mengandung
nutrisi. Sumber pupuknya seperti pupuk hidroponik, bahan kimia murni (pa), atau
teknis, pupuk, dan pupuk daun (Lonardy, 2009).
Jenis hidroponik dapat dibedakan dari media yang digunakan untuk berdiri
tegaknya tanaman. Media tersebut biasanya bebas dari unsur hara (steril), sementara
itu pasokan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dialirkan ke dalam media tersebut
melalui pipa atau disiramkan secara manual. Media tanam tersebut dapat berupa
kerikil, pasir, gabus, arang, zeolite atau tanpa media agregat (hanya air). Penggunaan
media tanam harus bersih dari hama sehingga tidak menumbuhkan jamur atau
penyakit lainnya. Didalam sistem hidroponik terdapat beberapa jenis hidroponik
berdasarkan media yang digunakan (Roidah, 2014).

2.5 Larutan AB Mix


Selama berbudidaya hidroponik, pemberian nutrisi bagi tanaman juga harus
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Salah satu nutrisi yang
umum digunakan dalam sistem budidaya hidroponik adalah AB Mix. Nutrisi AB Mix
merupakan pupuk yang terdiri dari dua kemasan berbeda. Kemasan pertama
merupakan “pupuk A” yang secara umum berisi unsur hara makro. Kemasan lainnya
merupakan “pupuk B” yang secara umum telah mengandung unsur hara mikro (Bunt,
1988).
Nutrisi AB Mix mengandung 16 unsur hara esensial yang diperlukan tanaman,
dari 16 unsur tersebut 6 diantaranya diperlukan dalam jumlah banyak (makro) yaitu
N, P, K, Ca, Mg, S, dan 10 unsur diperlukan dalam jumlah sedikit (mikro) yaitu Fe,
Mn, Bo, Cu, Zn, Mo, Cl, Si, Na, Co (Agustina, 2004). Nutrisi AB mix adalah nutrisi
yang digunakan dibagi menjadi dua stok yaitu stok A dan stok B. Stok A berisi
senyawa yang mengan di Ca, sedangkan Stok B berisi senyawa yang mengandung
sulfat dan fosfat. Pembagian tersebut dimaksudkan agar dalam kondisi pekat tidak
terjadi endapan, karena Ca jika bertemu dengan sulfat atau fosfat dalam keadaan
pekat menjadi kalsium sulfat atau kalsium fosfat dan membentuk endapan (Sutiyoso,
2004).
Pencampuran “pupuk A” dan “pupuk B” pada nutrisi AB Mix tidak dilakukan
dalam keadaan pekat, karena dapat menyebabkan terjadinya pengendapan. Akibatnya,
unsur hara pada nutrisi hara tidak dapat diserap oleh tanaman. Menurut (Hidayat,
2009), unsur Ca2+ pada “pupuk A” tidak boleh bertemu dengan unsur SO4 2- dan
PO4 3- pada “pupuk B” dalam keadaan pekat. Jika Ca2+ bertemu dengan SO4 2-,
maka akan terbentuk CaSO4 (gips) yang mengendap dan sulit larut. Kondisi tersebut
menyebabkan unsur Ca dan S tidak dapat diserap oleh tanaman. Kondisi yang sama
terjadi apabila Ca bertemu dengan PO4 3-, maka akan terbentuk TSP (triple super
fosfat) yang sulit untuk larut. Akibatnya, unsur Ca dan P tidak dapat diserap oleh
tanaman.

2.6 Sistem Sumbu (Wick System)


Teknik hidroponik sistem wick merupakan salah satu sistem hidroponik yang
paling sederhana dan digunakan oleh kalangan pemula. Sistem ini menggunakan
tangki yang berisi larutan nutrisi yang besar. Nutrisi mengalir ke dalam media
pertumbuhan dari dalam wadah menggunakan sejenis sumbu yang biasanya adalah
kain flanel. Prinsip yang diterapkan pada sistem ini adalah kapilaritas. Keuntungan
dari tipe ini adalah semua tanaman mampu menyerap nutrisi yang sama dengan
kualitas nutrisi yang sama karena tanaman berada pada wadah hidroponik yang sama
(Puspasari, dkk, 2018).
Hidroponik sistem sumbu menggunakan sumbu sebagai penyalur larutan nutrisi
bagi tanaman dalam media tanam dan memanfaatkan prinsip kapilaritas (Soeseno,
1985). Sistem ini bersifat pasif karena tidak ada bagian-bagian yang bergerak. Sumbu
yang digunakan harus memiliki daya kapilaritas tinggi dan tidak cepat lapuk sehingga
dapat berfungsi dengan baik (Karsono, 2013). Proses kapilarisasi pada sistem ini
hanya terjadi dari larutan nutrisi ke media tanam saja sehingga tidak terjadi
resirkulasi (Kurniawan, 2013).
Beberapa macam sumbu yang digunakan seperti, tali fibrosa, jenis propylene,
sumbu obor tiki, tali rayon atau mop helai kepala, benang poliuretan dikepang, wol
tebal, tali wol atau strip, tali nilon, tali kapas, stripe kain dari pakaian atau selimut tua
dan yang lainnya (Kurniawan, 2013).
Kelebihan hidroponik sistem sumbu yaitu tanaman mendapat suplai nutrisi secara
terus menerus. Kekurangan sistem ini yaitu tidak semua tanaman dapat berkembang
baik karena ketahanan akar tanaman berbeda terhadap kelebihan air serta perawatan
yang lebih intensif karena diperlukan pengontrolan terhadap kondisi larutan pada
media tanam. Media tanam benih pada persemaian yang digunakan pada hidroponik
sistem sumbu ini yaitu rockwool. Rockwool merupakan metan anorganik berbentuk
busa dengan serabut halus. Rockwool dibuat dari batuan basil yang dipanaskan.
Media tanam benih ini sangat baik dan cocok untuk sayuran (Kurniawan, 2013).
Kelemahan terbesar dari sebuah sistem sumbu hidroponik adalah bahwa mereka
tidak benar-benar bekerja dengan baik untuk tanaman besar yang harus minum lebih
banyak air. Mereka benar-benar lebih cocok untuk tanaman tumbuh yang berbuah
lebih kecil, seperti selada dan herbal. Sementara sumbu tidak menyedot (ke atas)
kelembaban ke akar tanaman, semakin besar tanaman ini, semakin banyak air akan
perlu diserap (Kurniawan, 2013).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis, Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dan eksploratif. Penelitian ini
akan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Januari 2019, bertempat di Link.
Pengairan Baru No.018 Rt.06 Rw.08 Kelurahan Kotabumi Kecamatan Purwakarta
Cilegon.

3.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, gelas ukur plastic
1000 ml, penggaris, timbangan, baki, styrofoam, netpot, seedtray, TDS, dan gunting.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air, nutrisi AB mix, benih
seledri, rockwoll,flannel, sumbu kompor, wol,

3.3 Rancangan Penelitian


Rancangan yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok yang terdiri
dari 2 faktor. Faktor yang pertama adalah pupuk organik cair (P) dan faktor yang
kedua yaitu perbedaan sumbu (S).
Faktor pertama konsentrasi nutrisi AB mix terdiri dari 4 taraf percobaan, yaitu:
1) N1 = 1200 ppm
2) N2 = 1300 ppm
3) N3 = 1400 ppm
4) N4 = 1500 ppm
Faktor kedua sumbu terdiri dari 3 taraf, yaitu:
1) S1 = Flanel
2) S2 = Wol
3) S3 = Sumbu kompor
Kombinasi dari 2 faktorial tersebut diulang sebanyak sebanyak 3 kali
sehingga diperoleh 30 satuan percobaan. Setiap satu percobaan terdiri dari 4 tanaman
seledri, sehingga diperoleh dengan banyaknya tanaman seledri yang diperlukan 120
tanaman seledri.

3.4 Rancangan Analisis


Rancangan analisis yang digunakan dengan model linier penelitian sebagai
berikut :

𝑌𝑖𝑗𝑘 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 +(𝛼𝛽)𝑖𝑗 + 𝛴𝑖𝑗𝑘

Keterangan :
𝑌𝑖𝑗𝑘 = Nilai pengamatan pengaruh faktor konsentrasi ab mix pada taraf ke-
i, faktor perlakuan jenis sumbu pada taraf ke-j, dan ulangan ke-k
𝜇 = Nilai rataan umum
𝛼𝑖 = Pengaruh perlakuan konsentrasi ab mix ke-i (I = 1,2,3)
𝛽𝑗 = Pengaruh perlakuan jenis sumbu ke-j (j = 1,2,3)
(𝛼𝛽)𝑖𝑗 = Pengaruh interaksi antara konsnetrasi ab mix dan jenis sumbu ke-j
𝛴𝑖𝑗𝑘 = Nilai galat percobaan pada perlakuan konsentrasi ab mix ke-i, jenis
sumbu ke-j, dan ulangan ke-k
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan, data yang di peroleh dianalisis dengan
sidik ragam dan apabila sidik ragam menunjukkan perbedaan nyata sampai sangat
nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian


3.4.1 Persiapan Wadah Hidroponik
Wadah yang digunakan untuk hidroponik sistem wick ini yaitu baki berbentuk
persegi dengan ukuran 35x25x10 cm sebanyak 45 buah baki. Setiap satu baki berisi
empat tanaman dan unutk satu konsentrasi pupuk organik cair. Pembuatan wadah
hidroponik yaitu dengan membuat 4 lubang melingkar di lembar Styrofoam untuk
menempatkan netpot. Masukkan netpot dengan flannel, wol dan sumbu kompor.
3.4.2 Penyemaian Benih
Benih seledri yang ditanam diseleksi terlebih dahulu dengan cara direndam
dengan air, benih yang terapung di buang dan benih yang tenggelam diambil untuk di
tanam. Benih yang tenggelam kemudian dipindahkan ke dalam rockwoll sampai
muncul kecambah. Benih di semai selama 21 hari dan tumbuh 4 daun.

3.4.3 Penanaman
Setelah bibit muncul daun maka dilakukan pemindahan bibit ke dalam netpot
yang sudah terdapat sumbu di bagian bawahnya. Pada bagian bawah netpot sumbu
yang digunakan yaitu flannel, wol, dan sumbu kompor. Penanaman seledri dilakukan
60 hari.

3.5.4 Pemberian AB mix


Pemberian AB mix diberikan pada saat tanaman pindah tanam. Konsentrasi
yang akan digunakan yaitu 1200 ppm, 1300 ppm, 1400 ppm dan 1500 ppm.
Pemberian nutrisi diberikan dengan cara menuangkan 5 ml larutan A dan 5 ml larutan
B kemudian menggabungkan larutan A dan B yang campurkan dengan 1 liter air ke
dalam bak sesuai dengan masing-masing konsentrasi.

3.5.5 Pemeliharaan
Melakukan pengontrolan nutrisi secara rutin pada semua wadah, pengendalian
hama dan penyakit dilakukan secara mekanik yaitu bila dijumpai ada hama,
mengambil dan mematikan hama

3.6 Rancangan Respon


3.6.1 Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman seledri dilakukan dengan cara mengukur dari
pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi. Pengukuran dilakukan pada saat seledri
berumur 7,14,21,28,32,49,52,59 HST. Pengamatan dilakukan pada sore hari.

3.6.2 Jumlah Daun (helai)


Jumlah daun tanaman seledri dihitung daun yang sudah membuka sempurna
dan masih menempel pada batang tanaman seledri. Jumlah daun dihitung berumur
77,14,21,28,32,49,52,59 HST. Pengamatan dilakukan pada sore hari.

3.6.3 Bobot Basah Tanaman (g)


Bobot basah tanaman seledri ditimbang dengan menggunakan timbangan
analitik yang dilakukan pada saat tanaman sudah di panen. Tanaman ditimbang untuk
setiap perlakuan dan penimbangan bobot basah dilakukan di akhir penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, R, Jumiati. 2007. Pengaruh Konsentrasi dan waktu Penyemprotan Pupuk


Organik Cair super Aci Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis.
Skripsi Universitas Udayana
Aldhita, T, R. 2013. Persepsi Petani Peternak terhadap Penggunaan Pupuk Organik
Cair dari Urin Sapi Potong di Desa Pattallasang Kecamatan Sinjai Timur
Kabupaten Sinjai. Skripsi. Universitas Hasanuddin
Arisandi, Ria dan Asep Dukohar, 2016. Seledri (Apium graveolens L) sebagai Agen
Kemopreventif bagi Kanker. Jurnal Majority. Vol. 5 (2)
Bunt, A. C. 1988. Media and Mixes for Countainer Grown Plants. Unwin Hyman.
London.
Dyah, I., H.R. Tuti, and K. Latifah. 2012. In vitro inhibition of celery (Apium
graveolens. L) extract on the activity of xanthine oxidase and
determination of its active compound. J. Chem. 12(3): 247–254.
Mas’ud, Hidayat. 2009. Sistem Hidroponik Dengan Nutrisi dan Media Tanam
Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada. Program Studi Budidaya
Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Tduloku, Palu
Indriasti, R. 2013. Analisis Usaha Sayuran Hidroponik pada PT Kebun Sayur Segar
Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor
Juarni, 2017. Pengaruh Pupuk Cair Eceng Gondok (Eichornia crassipess) Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Seledri (Apium graveolens) Sebagai Penunjang
Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry
Jensen, M.H. 2007. Hydroponics. J. Hort. Sci. 32(6): 1018-1020
Kurniawan A. 2013. Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda. Pangkalpinang: UBB
Press
Lonardy, M.V. 2006. Respons Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)
Terhadap Suplai Senyawa Nitrogen Dari Sumber Berbeda Pada Sistem
Hidroponik. Skripsi. Universitas Tadulako.
Malinda, Gitta. 2018. Pengaruh Komposisi Nutrisi Dan Pupuk Daun Pada
Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.var. chinensis)
Sistem Hidropinik Rakit Apung. Skripsi. Universitas Brawijaya
Permadi, A. 2006. 36 Resep Tumbuhan Obat Untuk Menurunkan Kolesterol. Jakarta:
Penebar Swadaya
Puspasari, Ira, dkk. 2018. Otomasi Sistem Hidroponik Wick Terintegrasi pada
Pembibitan Tomat Ceri. Jurnal JNTETI. Vol. 7 (1)
Roidah, I.S. 2014 . Pemanfaatan Lahan dengan Menggunakan Sistem Hidroponik.
Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo. 1(2):43 - 50.
Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Sowbhagya, H.B. 2014. Chemistry, technology, and nutraceutical functions of celery
(Apium graveolens L.): an overview. Crit Rev Food Sci Nutr.,
54(3):389-98.
Suhedi., P , Bambang. 1995. Jurnal. Kandungan Zat Hara pada Pupuk Organik Cair.
Pengolahan Lahan Sempit. Jurnal Agronomi. Vol. 3 (2)
Sunarjono, H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya
Susanto, S. 2002. Budidaya Tanaman Hidroponik. Modul Pelatihan Aplikasi
Teknologi Hidroponik Untuk Pengembangan Agribisnis Perkotaan.
Bogor: Kerjasama CREATA-IPB dan Depdiknas
Susila, A.D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Bogor: Institut pertanian
Bogor.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik.Yogyakarta: Kanisius
Sutiyoso, S. 2004. Meramu Pupuk Hidroponik. Jakarta: Penebar Swadaya
Tremblay, N., P. Auclair, L.E. Parent, and A. Gosselin. 1993. A multivariate
diagnosis approach ap
Trintondp, 2015. Hidroponik Wick System. Jakarta: PT Agromedia Pustaka
Wibowo, S., dan Ngatidjah. 1996.Tumbuhan Obat, Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan
Penggunaan, 44-54. Yogyakarta: Pusat Penelitian Obat dan Tanaman,
UGM
Yuliarti, Nurheni. 2010. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Yogyakarta: Andi
Offset

Anda mungkin juga menyukai