Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN SEMENTARA MIKOLOGI

MORFOLOGI JAMUR DIVISI ASCOMYCETES

Nama : Nindias Oktavia Wulandari

NPM : 1625010107

Golongan : AH2

Kelompok :1

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

2018
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jamur adalah organisme bersel tunggal atau bersel banyak yang dinding selnya
mengandung kitin, bersifat eukariotik, dan tidak berklorofil. Jamur multiseluler terbentuk dari
rangkaian sel yang membentuk benang hifa bersekat ataupun tidak bersekat yang akan saling
sambung menyambung membentuk miselium (Kawuri et al., 2016). Secara umum, jamur
dibagi menjadi tiga kelas yaitu divisi Zygomycota merupakan jamur dengan hifa bersekat,
divisi Ascomycota merupakan jamur dengan hifa tidak bersekat dan askuspora terdiri dari 8
spora, serta divisi Basidiomycota yang umumnya berukuran makroskopis, memiliki tudung
(basidiokarp) dan tubuh buah (Hastono, 2003).
Menurut Syamsuri (2007), jamur hidup secara heterotrof yaitu secara saprofit, parasit
atau simbiosis pada makhluk hidup lain atau pada inang tertentu untuk memperoleh nutrisi.
Pada keadaan tertentu, sifat jamur dapat berubah menjadi patogen dan menyebabkan penyakit.
Hal tersebut menyebabkan harusnya manusia berhati-hati dalam menjaga kesehatan termasuk
juga memilih makanan yang sehat dan terhindar dari jamur. Berbagai jenis makanan yang
sudah ditumbuhi jamur umumnya akan busuk dan namun tidak basah (berlendir). Apabila
jamur dibiarkan berkembang biak, maka jamur akan membentuk koloni yang dapat dilihat
secara makroskopik serta merusak host atau inangnya. menurut Tournas et al. (2001) jamur
dapat menyebabkan berbagai tingkat dekomposisi bahan makanan.
Faktor lingkungan sangatlah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari
fungi yang akan menentukan eksistensi kehidupannya di alam yang meliputi faktor biotik dan
abiotik. Fungi memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan organisme lainnya, untuk itu penting
mengetahui segala segi kehidupan dari fungi agar kita dapat memanfaatkan dan mengendalikan
fungi untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

1.2. Tujuan

1. Mengenal jamur ascomycota


2. Mengamati ciri – ciri morfologi beberapa jamur kelas Ascomycota
II. TINJAUAN PUSTAKA

Jamur adalah organisme eukariotik (mempunyai inti sel) tidak mempunyai klorofil,
mempunyai spora, struktur somatik atau talus berupa sel tunggal (uniseluler) dan umumnya
berupa filament atau benang – benang bercabang (multiseluler), berkembang biak secara
aseksual dan seksual, dinding sel umumnya terdiri dari kitin dan selulosa atau keduanya. Jamur
merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga ia tidak mampu untuk
memproduksi makanan sendiri karena jamur tidak bisa memanfaatkan karbondioksida sebagai
sumber karbonnya. Karbon berasal dari sumber anorganik, misalnya glukosa. Oleh karena itu
jamur memerlukan senyawa organik baik dari bahan organik mati maupun dari organisme
hidup sehingga jamur dikatakan heterotoph. Jamur ini ada yang hidup dan memperoleh
makanan dari bahan organik mati seperti sisa – sisa hewan atau tumbuhan. Jamur hidup dan
memperoleh makanan dari bahan organik mati dinamakan saprofit, sedangkan yang hidup dan
memperoleh makanan dari oraganisme hidup dinamakan parasit. Beberapa spesies dapat
menggunakan nitrogen, itulah sebabnya mengapa medium biakan untuk jamur biasanya berupa
pepton, suatu produk protein yang terhidrolisis (Kusnadi, 2003).
Secara morfologis jamur dapat ditentukan dengan melihat bentuk strukturnya
menggunakan mikroskop, dengan demikian identifikasi dan klasifikasi dapat ditentukan,
secara visual jamur dilihat seperti kapas atau benang berwarna/tidak berwarna yang disebabkan
karena adanya miselia dan spora. Miseia terbentuk dengan adanya hifa, baik yang besepta atau
tidak bersepta (Kusnadi, 2003).
Ascomycota, atau jamur kantung, adalah jamur yang hidup paling beragam, dengan
lebih dari 40.000 spesies. Dalam filogeni terakhir, kelompok mencakup tiga subclass,
Taphrinomycotina, Saccharomycotina (ragi), dan Pezizomycotina, yang meliputi sebagian
besar dari ascomycetes multiseluler. Clade ini meliputi baik bersel tunggal (yeats) bentuk
filamen, dan hifa atau yang terakhir septate (Johnston, 1961).
Ciri yang mendefinisikan Ascomycota adalah jamur ini menghasilkan spora seksual
dalam askokarp yang mirip kantung, berbeda dengan zigot, sebagian besar kantung ini
mengandung tahapan seksual mereka dalam badan buah makroskopik, atau askokarp.
Ascomycota bereproduksi secara aseksual dengan cara menghasilkan spora aseksual dalam
jumlah yang amat besar, yang sering kali tersebar oleh angin. Spora aseksual ini dihasilkan
pada ujung hifa, sering kali dalam rantai yang panjang atau dalam kelompok. Spora tersebut
tidak terbentuk di dalam sporangia, seperti halnya pada Zygomycota. Spora aseksual seperti
itu disebut konidia (Campbell, 2003).
Spesies milik Ascomycota dapat ditemukan di semua ekosistem yang mana mereka
menempati beragam ekologis ceruk, bertindak sebagai masalah saprobes yang membusuk mati
organik, patogen tanaman dan hewan, serta mutualists (lumut-membentuk jamur) dan
endophytes. Selain itu, banyak taksa dalam Ascomycota adalah industri, kedokteran dan
ekonomis penting. Sebagian besar dari taksa yang berada dalam Ascomycota dikenal hanya
dari mitosporik atau aseksual, dengan demikian, sehingga sulit untuk menentukan hubungan
filogenetik dan evolusi dalam ini mega berbagai kelompok jamur (Raja et al., 2011).
Ascomycota tubuhnya tersusun atas miselium dengan hifa yang bersekat (bersepta).
Pada umumnya, hidup di lingkungan berair, bersifat parasit pada tumbuhan dan saprofit pada
sampah. Ascomycota memiliki spora yang terdapat pada kantung-kantung penyimpanan yang
disebut askus (konidia). Ciri khas pada jamur jenis Ascomycota adalah pada
perkembangbiakan seksual membentuk askospora. Perkembangbiakan aseksual dilakukan
dengan membentuk konidium, tunas dan fragmentasi. Jenis jamur Ascomycota ada yang
uniseluler, yaitu Saccharomyces cerevisiae atau dikenal dengan (yeast). Berdasarkan bentuk
askokarp yang dihasilkan, jamur Ascomycota terbagi menjadi empat, yaitu (Gandjar, 2006) :
1. Kleistotesium, yaitu kelompok jamur ascomycota yang memiliki askokarp berbentuk
bulat tertutup (ciri dari kelas Plectomyces). Contoh: jamur dari genus Penicillium dan
Aspergillus.
2. Peritesium, yaitu kelompok jamur yang memiliki askokarp berbentuk botol (ciri dari
genus Pyrenomycetes). Contoh: Neurospora, Roselinia arcuata, dan Xylaria tabacina.
3. Apotesium, yaitu kelompok jamur ascomycota yang askokarpnya berbentuk seperti
cawan atau mangkok. Contoh: Peziza aurantia (hidup sebagai saprofit di sampah),
Marshella esculenta dan Tuber sp. yang dimanfaatkan sebagai makanan.
4. Askus telanjang, yaitu golongan jamur Ascomycota yang tidak memiliki askokarp
(tidak membentuk badan buah) dan merupakan ciri dari kelas Protoascomycetes.
Contoh: Saccharomyces cerevisiae, Candida albicans, dan Trichoderma spp.
III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 27 September pada pukul 13.30 –
15.10 di Laboratorium Kesehatan Tanaman Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat
1. Mikroskop
2. Kamera HP
3. Jarum Ose
4. Bunsen
5. Object Glass
6. Cover Glass
7. Pipet
8. Timbangan Analitik
9. Beaker Glass
10. Tabung Erlenmayer
11. Pengaduk
12. LAF
3.2.2. Bahan
1. Yeast
2. Gula
3. Roti Berjamur
4. Aquades
5. Alkohol
6. Tisu

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Pembuatan Larutan Yeast 3% dan 6%


1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Menimbang yeast yang akan digunakan. Pada praktikum ini, konsentrasi
yeast yang digunakan adalah 3% dan 6%. Untuk konsentrasi 3% yeast yang
digunakan sebanyak 3 gram. Sedangkan untuk konsentrasi 6% yeast yang
digunakan adalah 6 gram.
3. Meletakkan semua alat dan bahan yang akan digunakan ke dalam LAF yang
sebelumnya telah disterilkan.
4. Memasukkan aquades 100 ml ke dalam beaker glass. Setelah itu,
memasukkan gula, mengaduk hingga homogen. Memasukkan yeast 3 gram
kedalam beaker glass, mengaduk hingga homogen.
5. Memasukkan aquades 100 ml ke dalam beaker glass. Setelah itu,
memasukkan gula, mengaduk hingga homogen. Memasukkan yeast 6 gram
kedalam beaker glass, mengaduk hingga homogen.
6. Memasukkan masing – masing larutan pada tabung erlenmayer. Kemudian
menginkubasikan larutan kurang lebih 3-4 hari.
3.3.2. Pengamatan Mikroskop Yeast 3%
1. Menyemprot tangan dengan alkohol.
2. Membersihkan object glass dengan alkohol kemudian mengeringkan
dengan tisu.
3. Menetesi object glass dengan larutan yeast 6%.
4. Menutup object glass dengan cover glass yang sudah dibersihkan dengan
alkohol.
5. Mengamati di mikroskop dengan perbesaran terkecil dulu.
6. Mendokumentasikan hasil pengamatan.
3.3.3. Pengamatan Mikroskop Yeast 6%
1. Menyemprot tangan dengan alkohol.
2. Membersihkan object glass dengan alkohol kemudian mengeringkan
dengan tisu.
3. Menetesi object glass dengan larutan yeast 6%.
4. Menutup object glass dengan cover glass yang sudah dibersihkan dengan
alkohol.
5. Mengamati di mikroskop dengan perbesaran terkecil dulu.
6. Mendokumentasikan hasil pengamatan.
3.3.4. Pengamatan Mikroskop Jamur Roti
1. Menyemprot tangan dengan alkohol.
2. Membersihkan object glass dengan alkohol kemudian mengeringkan
dengan tisu.
3. Menetesi object glass dengan aquades
4. Mengambil jamur pada roti menggunakan jarum ose dan meletakkan pada
object glass.
5. Menutup object glass dengan cover glass yang sudah dibersihkan dengan
alkohol.
6. Mengamati di mikroskop dengan perbesaran terkecil dulu.
7. Mendokumentasikan hasil pengamatan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

No Gambar Ciri Morfologi Klasifikasi


1.  Koloni berwarna  Kingdom : Fungi
putih keruh  Divisio :
 Permukaan dan Ascomycota
tepinya rata  Kelas :
 Tepi berbentuk Saccharomycetes
entire  Ordo :
Jamur pada yeast
 Terdiri dari sel Saccharomycateles
konsentrasi 6%
anak, budding, sel  Familia :
(Saccharomyces
induk Saccharomycetaceae
cerevisiae)
 Genus :
Saccharomyces
 Spesies :
Saccharomyces
cerevisiae

Jamur pada yeast


konsentrasi 3%
(Saccharomy
cescerevisiae)

2.  mempunyai hifa  Kingdom : Fungi


bersekat dan  Divisio :
bercabang, Ascomycota
 pada bagian ujung  Kelas :
hifa terutama pada Eurotiomycetes
Jamur pada roti
bagian yang tegak  Ordo : Eurotiales
(Aspergillus flavus)
sebelum diisolasi
membesar  Familia :
Trichocomaceae
merupakan bagian  Genus : Aspergillus
konidiofornya. Spesies : Aspergillus
 Konidiofora pada flavus
bagian ujungnya
membulat menjadi
Jamur pada roti
visikel.
(Aspergillus flavus)
 Pada vesikel terdapat
setelah diisolasi
batang pendek yang
disebut sterigmata.
sterigmata atau
fialida berwarna atau
tidak berwarna dan
tumbuh konodia
yang membentuk
rantai berwarna
hijau, coklat, atau
hitam

4.2. Pembahasan

Praktikum kali ini yaitu mengamati jamur yang terdapat pada larutan yeast. Yeast atau
khamir merupakan jamur bersel satu (uniseluluer) tidak berfilamen, berbentuk oval atau bulat,
tidak berflagela dan berukuran lebih besar dibandingkan sel bakteri dengan lebar berkisar 1-5
mm dan panjang berkisar 5-30 mm (Pratiwi, 2004). Yeast atau khamir tidak berfilamen dan
berreproduksi melalui pertunasan atau pembelahan sel. Bentuk koloni sering kali mirip dengan
bakteri. Khamir digunakan dalam pembuatan roti dan anggur, namun ada pula khamir yang
dapat menimbulkan penyakit (Lay, 1994).
Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa jamur yang terdapat pada larutan yeast
konsetrasi 3% dan konsentrasi 6% adalah Sacchsromyces cerevisiae. Struktur Saccharomyces
cerevisiae terdiri dari sel anak, budding dan sel induk, serta berwarna putih keruh dan bagian
tengah yang berwarna kehitaman. Tepi berbentuk entire, dan permukaan halus. Koloninya
berwarna putih keruh, permukaaan dan tepinya rata. Saccharomyces cerevisiae merupakan
jamur mikroskopis, bersel tunggal dan tidak memiliki badan buah, sering disebut sebagai ragi,
khamir, atau yeast.
Saccharomyces cerevisiae adalah salah satu jenis fungi yang paling dikenal dan sering
digunakan oleh manusia. Karena kemampuannya memetabolisme gula menjadi etanol dan gas
karbondioksida, spesies ini sejak dulu telah digunakan dalam proses pembuatan roti. Dalam
biologi molekuler, Saccharomyces cerevisiae adalah organisme contoh bagi eukariota, yang
peta genetiknya sudah dipahami dengan lengkap. Saccharomyces cerevisiae termasuk dalam
filum Ascomycota (Singleton dan Sainsbury, 2006).
Beberapa kelebihan Saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini
cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu yang
tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat beradaptasi dengan lingkungannya. Beberapa spesies
Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13.01 %. Hasil ini lebih bagus dibanding
genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi
oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh
dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk
fermentasi antara 28 – 30 °C.
Pengamatan yang kedua yaitu jamur pada roti, pada roti kadaluwarsa ditemukan jamur
Aspergillus flavus. Aspergillus flavus mempunyai hifa bersekat dan bercabang, pada bagian
ujung hifa terutama pada bagian yang tegak membesar merupakan bagian konidiofornya.
Konidiofora pada bagian ujungnya membulat menjadi visikel. Pada vesikel terdapat batang
pendek yang disebut sterigmata. sterigmata atau fialida berwarna atau tidak berwarna dan
tumbuh konodia yang membentuk rantai berwarna hijau, coklat, atau hitam.
Aspergillus flavus merupakan jamur yang biasa tumbuh pada hasil panen yang
mengandung minyak, misalnya kacang-kacangan, jagung, cabe, biji kapas dan serealia.
Aspergillus flavus adalah salah satu jenis jamur yang sering mengkontaminasi makanan. Jamur
jenis ini dapat menyebabkan infeksi Aspergillosis dan juga merupakan jamur yang paling
banyak menghasilkan aflatoksin. Aflatoksin adalah jenis toksin yang bersifat karsinogenik.
Aflatoksin dapat mengakibatkan keracunan dengan gejala mual dan muntah, dan bila
berlangsung lama penyakit yang timbul adalah kanker hati dan berakibat meninggal dunia dan
apabila seseorang mengkonsumsi bahan pangan yang terkontaminasi aflatoksin konsentrasi
rendah secara terus-menerus, maka hal itu dapat merusak hati serta menurunkan sistem
kekebalan pada tubuh.
Serangan hama dan infeksi patogen akan mempengaruhi penampilan tanaman dan
kebernasan serta kualitas biji. Biji rusak rentan terhadap infeksi A. flavus dan kontaminasi
aflatoksin. Selain itu, luka makro maupun mikro akibat hama maupun patogen merupakan jalan
masuk bagi A. flavus untuk menginfeksi biji atau bertahan sebagai sumber inokulum yang
terbawa pada periode pasca panen. Salah satu contoh rekomendasi untuk lahan yang endemik
hama uret adalah aplikasi Carbofuran 0,5 – 4 kg/ha tergantung pada stadia dan populasi hama
pada saat kacang tanah berumur 50 hari atau pada saat tanaman memasuki fase pembentukan
polong dan pengisian biji. Aplikasi dilakukan segera sesudah pengairan.
Pengendalian biologi menggunakan A. flavus strain non toksik memiliki prospek yang
menjanjikan untuk mengurangi kontaminasi aflatoksin pra panen. Strain non toksik hidup di
lingkungan (niche) yang sama dengan strain toksik, sehingga strain non toksik mampu
berkompetisi karena menggunakan ruang dan sumber nutrisi yang sama. Keuntungan lain
adalah strain non toksik yang terbawa pada periode panen dan pasca panen tidak beresiko untuk
menghasilkan aflatoksin.
V. KESIMPULAN

Saccharomyces cerevisiae terdiri dari sel anak, budding dan sel induk, serta berwarna
putih keruh dan bagian tengah yang berwarna kehitaman. Tepi berbentuk entire, dan
permukaan halus. Koloninya berwarna putih keruh, permukaaan dan tepinya rata.
Saccharomyces cerevisiae merupakan jamur mikroskopis, bersel tunggal dan tidak memiliki
badan buah, sering disebut sebagai ragi, khamir, atau yeast.
Aspergillus flavus mempunyai hifa bersekat dan bercabang, pada bagian ujung hifa
terutama pada bagian yang tegak membesar merupakan bagian konidiofornya. Konidiofora
pada bagian ujungnya membulat menjadi visikel. Pada vesikel terdapat batang pendek yang
disebut sterigmata. sterigmata atau fialida berwarna atau tidak berwarna dan tumbuh konodia
yang membentuk rantai berwarna hijau, coklat, atau hitam
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A. 2003.Biologi Jilid 2 Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta.


Gandjar, I. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Hastono, S. 2003. Cendawan dan Permasalahannya Terhadap Kesehatan Hewan. Jurnal
Veteriner. 4 (2) : 1 – 4.
Johnston, A. 1961. A Preliminary plant disease survey in Netherlands New Guinea. Bull. Dept.
Econ. Affairs, Agric. Series 4 : 55.
Kawuri, R., Y. Ramona dan I.B.G. Darmayasa. 2016. Penuntun Praktikum Mikrobiologi
Umum. Bali : Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana.
Kusnadi, dkk., 2003. Mikrobiologi. UMY Pres: Yogyakarta
Lay, Bibiana W. 1994. Analisis Mikroba Dilaboratorium. Raja Gratindo Persada: Jakarta.
Pratiwi, Sylvia T. 2004. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga: Jakarta.
Raja, H.A., C.L. Schoch, V.P. Hustad, C.A. Shearer, and A.N. Miller. 2011. Testing the
phylogenetic utility of MCM7 in the Ascomycota. Journal MycoKeys 1: 63–94.
Singleton dan Sainsbury. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular Biology 3rd
Edition. John Wiley and Sons. Sussex, England.
Syamsuri, I., H. Suwono, Ibrohium, Sulisetijono, I.W. Sumberartha, dan S.E. Rahayu. 2007.
Biologi untuk SMA Kelas X Semester 1. Jakarta : Erlangga.
Tournas, V., M.E. Stack, P.B. Misli. 2001. Yeast, Molds, and Myccotoxins. Waashington D.C.
: U.S. Food and Drug Administration. Center for Safety and Applied Nutrition.
Wahyuni, D., 2010, Mikologi Dasar, Jember University Press, Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai