Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

ANSIETAS, DEPRESI, BIPOLAR, MANIA

DISUSUN OLEH :

Ahmad Rendy Saputra (PO 0320117001)


Andre Saputra (PO 0320117003)
Endi Diatama (PO 0320117012)
Riyan Aditya Pratama (PO 0320117032)

DOSEN PEMBIMBING :

Mulyadi, M. Kep
NIP.196407121986031005

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI
DIPLOMA III CURUP
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Ansietas, Depresi,
Bipolar, Mania” ini dapat terselesaikan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Curup, Agustus 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
A. Latar Belakang ...................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................2
C. Tujuan .................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................3
A. Ansietas ..............................................................................................3
B. Depresi................................................................................................15
C. Bipolar ................................................................................................26
D. Mania ..................................................................................................34
BAB III PENUTUP ...........................................................................................43
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................43
3.2 Saran .........................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik sekalipun tidak bisa
bebas dari kecemasan dan perasaan bersalah. Dia tetap mengalami kecemasan
dan perasaan bersalah tetapi tidak dikuasai oleh kecemasan dan perasaan
bersalah itu. Ia sanggup menghadapi masalah-masalah biasa dengan penuh
keyakinan diri dan dapat memecahkan masalah-masalah tersebut tanpa adanya
gangguan yang hebat pada struktur dirinya.
Dengan kata lain, meskipun ia tidak bebas dari konflik dan emosinya tidak
selalu stabil, namun ia dapat mempertahankan harga dirinya. Keadaan yang
demikian justru berkebalikan dengan apa yang terjadi pada orang yang
mengalami kesehatan mental yang buruk.
Mengingat semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi dan
industrialisasi yang mengakibatkan semakin kompleknya masyarakat, maka
banyak muncul masalah-masalah sosial dan gangguan/disorder mental di kota-
kota besar. Makin banyaklah warga masyarakat yang tidak mampu melakukan
penyesuaian diri dengan cepat terhadap macam-macam perubahan sosial.
Mereka itu mengalami banyak frustasi, konflik-konflik terbuka/eksternal dan
internal, ketegangan batin dan menderita gangguan mental.
Banyak orang mengalami gangguan pada keseahtan mentalnya akibat
berbagai persoalan hidup. Jika tidak segera ditangai, kondisi ini beresiko
berkembang menjadi sakit jiwa. Sakit jiwa banyak jenisnya, mulai dari
kecanduan obat, hingga gangguan kepribadian.
Sakit jiwa adalah gangguan mental yang berdampak kepada mood, pola
pikir hingga tingkah laku secara umum. Seseorang disebut mengalami sakit
jiwa, jika gejala yang dialami membuatnya tertekan dan tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari secara normal.
Masalah kejiwaan bermacam-macam, dalam kesempatan ini kami akan
membahas mengenai masalah kejiwaan yaitu ansietas, depresi, bipolar, dan
mania.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ansietas, penyebab dan penatalaksanaannya?
2. Apa yang dimaksud dengan depresi, penyebab dan penatalaksanaannya?
3. Apa yang dimaksud dengan bipolar, penyebab dan penatalaksanaannya?
4. Apa yang dimaksud dengan mania, penyebab dan penatalaksanaannya?

C. Tujuan
1. Menjelaskan berbagai jenis gangguan jiwa dianataranya adalah mengenai
ansietas, depresi, bipolar dan mania.
2. Mengetahui perawatan yang dilakukan untuk penderita ansietas, depresi,
bipolar dan mania.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANSIETAS
1. Pengertian
Kata ansietas berasal dari bahasa latin, angere yang berarti tercekik
atau tercekat. Gangguan ansietas adalah keadaan tegang yang berlebihan
atau tidak pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak
menentu atau takut. (Maramis, 2009)
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar,
berkaitan dengan perasaan tak berdaya dan tidak pasti, tidak memiliki
objek yang spesifik, dialami secara subyektif dan dikomunikasikan secara
interpersonal. Ansietas merupakan suatu sensasi distress psikologis (buku
keperawatan jiwa edisi 5 hal 144).
Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau
kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas
sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas,
non spesifik. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang
menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki seseorang
pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya
(Rivai,2000). Kecemasan adalah perasaan individu dan pengalaman
subjektif yang tidak diamati secara langsung dan perasaan tanpa objek
yang spesifik dipacu oleh ketidak tahuan dan didahului oleh pengalaman
yang baru (Stuart dkk,1998)
Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak,
khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik,
dialami secara subjektif dipacu oleh ketidak tahuan yang didahului oleh
pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.

3
2. Penyebab
Gangguan ansietas pada dasarnya mempunyai penyebab
multifaktorial, baik dari diri sendiri, faktor biologis, faktor sosial,
psikologis, penyalahgunaan/pemakaian obat tertentu secara berlebihan,
maupun gejala yang timbul dari suatu penyakit lain. (Fracchione:2004).
a. Faktor Predisposisi :
1) Dalam pandangan psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional
yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id
mewakili dorongan insting dan implus primitif seseorang.
Sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau Aku.
Berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan,
dan fungsi ansietas adalah mengigatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan
takut terdapat tidak adanya pnerimaan dan penolakan interpersonal.
Ansitas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik.
Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami
perkembanag ansietas yang berat.
3) Menurut pandanagan prilaku ansietas merupakan produk frustasi
yaitu segala sesuatu yang menggangu kemampuan seseorang utuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Ansietas dapat disebabkan
karena frustasi, konflik, tekanan, krisis, ketakutan yang terus
menerus yang disebabkan oleh kesusahan dan kegaglan yang
bertubi-tubi, adanya kecenderungan-kecenderungan harga diri yang
terhalang, respressi terdapat macam-macam masalah emosional,
akan tetapi bisa berlangsung secara sempurna(incomplete repress),
atau dorongan-dorongan seksual yang tidak terdapat kepuasan dan
terhambat,sehingga mengakibatkan banyak konflik batin
(Cameroon,2004).

4
4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas
merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada
tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan
ansietas dengan depresi. Ansietas juga dapat disebabkan karena ada
pengaruh faktor genetik dari keluarga. Penelitian telah melaporkan
bahwa dua pertiga sampai tiga perempat pasien yang tertekan
ansietas memiliki sekurang-kurangnya satu anak saudara derajat
pertama dengan ansietas spesifik tipe spesifik yang
sama(Brust,2007)
5) Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor
khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu
mengatur ansietas. Penhambat asam aminobutirik-gamma
neroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama
dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas,
sebagaimana halnya dengan endorfin.
6) Penyalahgunaan atau penggunaan obat/zat tertentu yang berlebihan
juga merupakan salah satu penyebab utama ansietas. Seperti
alkoholisme, intoksikasi kafein, hipertiroidisme, dan
feokromositoma harus disingkirkan dalam mengatasi gejala
ansietas ini (Brust, 2007). Karena sebagai besar orang akan berlari
ke hal-hal tadi untuk menhadapi ansietas yang timbul pada dirinya.

b. Menurut Teori neurobiology


1) Kimia otak dan factor perkembangan Penelitian menunjukkan
bahwa sistem syaraf otonom atau noradrenergic yang
menyebabkan seseorang mengalami kecemasan lebih besar
tingaaktannya dari orang lain.
2) Abnormalitas regulasi substansia kimia otak seperti serotonin dan
GABA (gamma-aminobutyric acid) berperan dalam perkembangan
cemas

5
3) Amygdala sebagai pusat komunkasi antara bagian otak yang
memproses input sensori dan bagian otak yang
menginterpretasikan input (amygdala mengidentfikasi informasi
sensori yang masuk sebagai ancaman dan kemudian menimbulkan
perasaan cemas/takut). Amygdala berperan dalam phobia,
mengkoordiasikan rasa takut, memory, dan emosi, dan semua
respon fisik terhadap situasi yang penuh dengan stressor
4) Locus ceruleus, adalah satu area otak yang mengawali respon
terhadap suatu bahaya dan mungkin respon tersebut berlebihan
pada beberapa individu sehingga mneyebabkan seseorang mudah
mengalami cemas khususnya PTSD (post traumatic sindrom
disorder)
5) Hippocampus, bertanggung jawab terhadap stimuli yang
mengancam dan berperan dalam pengkodean informasi ke dalam
memori
6) Striatum, berperan dalam control motorik, terlibat dalam OCD
(obsessive compulsive disorder)
7) Jaras saraf assendens yang mengandung noradrenalin dan 5-
hidroksitriptamin menginervasi lobus limbic dan neokorteks.
Meningkatnya aktivitas saraf noradregenik akan menimbulkan
meningkatnya keterjagaan; meningkat nya aktivitas saraf 5-
hidroksitriptamin akan meningkatkan respon terhadap stimulus
yang bersifat aversif. (Maramis, 2009)
8) Penyakit fisik
9) Exposure of subsntace
10) Paparan bahaya/trauma fisik dan psikologis.

c. Menurut Teori psikologi


1) Harga diri rendah
2) Pemalu pada masa kanak-kanak
3) Orang tua yang pemarah, terlalu banyak kritik

6
4) Ketidaknyamanan dengan agresi
5) Sexual abuse
6) Mengaami peristiwa yang menakutkan
7) Teori kognitif : cemas sebagai manifstasi dari penyimpangan
berpikir dan membuat persepsi/kebiasaan/perilaku individu
memandang secara berlebihan terhaap suatu bahaya.

d. Beberapa Faktor Resiko Ansietas


1) Wanita 2x lebih besar dari pada laki-laki
2) Etnik
3) Perpisahan
4) Pernah mengalami kekerasan fisik saat anak-anak, sexual abuse
5) Status sosial dan ekonomi rendah
6) Riwayat keluarga (pernah adanya penyimpangan yang hampir
sama)
7) Substance or stimulant abuse

3. Gangguan Terkait Ansietas


Ciri utama sindrom ansietas terdiri atas meningkatnya keterjagaan
(Hyperarousal), meningkatnya aktivitas simpatetik dan perasaan subjektif
ketakutan serta kecemasan.
a. Gangguan Ansietas Fobik
Fobia adalah ketakutan yang berlebihan yang disebabkan oleh
benda, binatang ataupun peristiwa tertentu. sifatnya biasanya tidak
rasional, dan timbul akibat peristiwa traumatik yang pernah dialami
individu. Fobia juga merupakan penolakan berdasar ketakutan
terhadap benda atau situasi yang dihadapi, yang sebetulnya tidak
berbahaya dan penderita mengakui bahwa ketakutan itu tidak ada
dasarnya. Fobia simpel: sumber binatang, ketinggian, tempat tertutup,
darah. Yang menderita banyak wanita, dimulai semenjak kecil.

7
b. Gangguan Panik
Gangguan panik ditandai dengan serangan ansietas atau teror yang
berkala (serangan panik) setiap episode berlangsung sekitar 15 – 30
menit, meskipun efek sisa dapat berlangsung lebih lama. Selama
serangan panik, penderita merasakan sangat ketakutan atau tidak
nyaman yang disertai oleh jantung berdebar, nyeri dada, perasaan
tercekik, berkeringat, gemetar, mual, pusing, perasaan yang tidak riil,
dan takut mati atau takut menjadi gila.
Serangan panik dapat terjadi secara spontan ataupun sebagai
respon terhadap situasi tertentu. Frekuensi serangan sangan bervariasi,
ada yang sering (setiap minggu), tetapi berlangsung berbulan-bulan.
Ada juga yang mengalami serangkaian serangan tetapi diikuti periode
tenang selama berminggu-minggu. Serangan panik juga dapt terjadi
pada gangguan ansietas lain seperti pada fobia dan gangguan stres
pascatrauma. Kerena itu diperlukan ketelitian dalam membedakan
cirri-ciri gangguan tersebut dengan gangguan panik.
c. Gangguan campuran anxietas dan depresif
Gangguan ini merupakan penyakit tersendiri dan dinamakan
demikian karena secara bersamaan didapati gejala-gejala depresi dan
ansietas pada penderita. Perlu diperhatikan bahwa baik gejala-gejala
depresi maupun gejala-gejala anxietas yang ada tidak memenuhi
kriteria diagnosis untuk periode depresi dan gangguan anxietas.
Apabila gejala-gejala yang ada memenuhi kriteria untuk episode
depresi dan gangguan anxietas, maka hal itu adalah komordibitas
antara keduanya.
e. Gangguan stress pascatrauma (post-traumatic stress disorder (PTSD)).
Ciri penting dari gangguan ini adalah pikiran dan perasaan yang
terjadi berulang-ulang berkaitan dengan trauma tertentu yang buruk
(missal pengalaman berperang, perkosaan, kecelakaan yang serius,
deprivasi atau penyiksaan yang buruk).

8
Karakteristik Gangguan Stres Pascatrauma yaitu dapat berupa
respons akut atau lambat, dapat juga menjadi kronik, gejala-gejalanya
meliputi respons terkejut yang berlebihan, gangguan tidur, rasa
bersalah (rasa bersalah dari orang yang berhasil bertahan hidup),
mimpi buruk dan kilasan-kilasan ingatan, rasa merah dengan
penumpulan emosi-emosi lain selain itu penderita sering menggunakan
obat-obatan, alcohol, atau keduanya untuk mengobati sendiri gejala
yang mereka rasakan.
f. Gangguan obsesif-kompulsif
Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea atau bayangan mental
yang mendesak ke dalam pikiran secara berulang. Pikiran atau
bayangan obsesif dapat berupa kekhawatiran yang bisa tentang apakah
pintu sudah di kunci atau belum, sampai fantasi yang aneh dan
menakutkan tentang bertindak kejam terhadap orang yang disayangi.
Istilah kompulsif menunjukkan pada dorongan atau impuls yang
tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Sering suatu pikiran
obsesif mengakibatkan suatu tindakan kompulsif. Tindakan kompulsif
dapat berupa berulang kali memeriksa pintu yang sudah terkunci.
Kompor yang sudah mati atau menelpon orang yang dicintai untuk
memastikan keselamatannya. Sebagian orang sangat terdorong untuk
berulang kali mencuci tangan setiap beberapa manit atau
menghabiskan sangat banyak untuk membersihkan sekelilingnya
dengan tujuan untuk mengurangi rasa takut akan terkontaminasi.
Lebih dari separuh pasien gangguan obsesif konpulsif (GOK)
mempunyai pemikiran obsesif tanpa perilaku kompulsif yaang
ritualistik. GOK sering menyertai depresi atau gangguan aaxietas laen.
Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa gejala akan membaik
dengan waktu dan ha,pir separuhnya akan pulih atau hanya menderita
gejala yang ringan.

9
g. Gangguan Disosiatif (Konversi)
Gangguan ini disebut disosiatif karena dahulu dianggap terjadi
hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas
pribadi dan memori, sensori dan fungsi motorik. Ciri utama adalah
hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara medis.
Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan dan
anxietas dikonversikan menjadi gejala-gejala dengan akibat
terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer) atau didapatkan
keuntungan praktis atau perhatian dari orang lain (keuntungan
sekunder).
Gangguan disosiatif ini dahulu juga disebut histeria atau berasal
dari istilah dan keyakinan zaman dahulu bahwa penyebabnya adalah
uterus yang berkeliaran (wandering uterus).
Hal ini yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan dibuat-
buatnya gejala tersebut. Disini ada 2 kemungkinan, gangguan buatan
atau berpura-pura . pada gangguan buatan, gejala-gejala disebut
dengan sengaja untuk mendapatka perawatan medis, sedangkan pada
berpura-pura untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Menentukan hal
ini tidaklah mudah dan mungkin memerlukan bukti bahwa ada
inkonsistensi dalam gejalanya.
Penderita mungkin tampak acuh tak acuh akan penyakitnya.
Penampilan acuh ini mungkin juga terjadi pada gangguan organik dan
tidak spesifik untuk penyakit ini. Yang penting dalam penatalaksanaan
adalah menerima gejala pasien sebagai hal yang nyata, tetapi
menjelaaskan bahwa itu reversible. Diupayakan untuk kembali
kefungsi semula dengan bertahap. Apabila ada depresi komorbid, hal
ini harus diobati dengan baik.psikoterapi dapat bermanfaat untuk
gangguan disosiatif dan dalam beberapa kasus kronis yang mengenai
fungsi motorik mungkin diperlukan rehabilitasi medis.

10
h. Gangguan Somatoform
Ini mencangkup pasien-pasien yang terutama menunjukkan
keluhan somatis yang tidak dapat dijelaskan dengan adanya gangguan
depresif, anxietas atau penyakit medis. Ada dua gangguan yang
termasuk dalam kelompok gangguan somatoform: pertama, yang
gambaran utamanya adalah kekhawatiran bahwa gejala yang ada
merupakan bukti adanya penyakit (hipokondriasis) atau deformitas
(dismorfofobia), dan kedua, yang gambaran utamanya adalah
kekhawatiran tentang gejala somatik itu sendiri (antara lain gangguan
somatisasi, disfungsi autonomik persisten, dan gangguan nyeri
somatoform persisten)
Keluhan somatif yang ada atau kekhawatirannya tidak dapat
dijelaskan atau tidak proporsional secara medis dan cukup berat
sehingga menimbulkan distres, serta telah berlangsung setidaknya 6
bulan. Apabila didapatkan gejala depresi atau anxietas, gejala-gejala
tersebut tidak cukup berat untuk dapat didiagnosis sebagai gangguan
depresi atau anxietas.
Gejala-gejala bukan merupakan waham, harus dibedakan dengan
waham atau halusinasi somatik pada gangguan psikotik. Gejal-gejala
itu juga tidak dengan sengaja dibuat-buat. Penganiayaan atau
penelantaran anak merupakan faktor resiko bagi gangguan
somatoform.
Penanganan gangguan somatoform harus berhati-hati karena bukan
hanya pasien tetapi seringkali dokter juga yakin bahwa gejala-gejala
yang ada merupakan tanda penyakit fisik dan bukan merupakan
gangguan psikistrik.
Kekhawatiran pasien akan keluhan somatiknya harus ditanggapi
dengan serius, jangan dengan sikap meremehkan sebagai “hanya psikis
saja”, juga tidak terbawa oleh keyakinan yang tidak berdasar mengenai
penyebab medik yang tidak terbukti, atau bahkan dengan ucapan-

11
ucapan dan cara-cara pemeriksaan yang tambah menakut-nakuti
pasien.
Pemeriksaan medis harus ditentukan berdasarkan penilaiian dokter
terhadap gejala yang ada, bukan oleh permintaan pasien. Yakinkan
bahwa penjelasan yang benar dan gamblang diberikan secara konsisten
oleh semua dokter yang menangani. Untuk penanganan yang efektif
diperlukan liaison yang erat antara para dokter yang terlibat.
Obat antidepresan bermanfaat dalam sebagian besar kasus
meskipun tidak ada depresi yang menyertai. Tetapi penggunaannya
harus disertai penjelasan yang memadai agar tidak dianggap mengada-
ada.
Terapi perilaku kognitif (CBT, Cognitif Behaviour Therapy) akan
bermanfaat jika diadaptasi untuk keluhan somatis utama. Pasien
mungkin perlu dibantu untuk mengenali dan mengatasi stresor sosial
yang dialami, juga perlu didorong untuk kembali ke fungsi normal dan
mengurangi perilaku sakit (illnes behaviour) secara bertahap.
a. Hipokondriasis dan Dismorfofobia
Ciri utama dari kedua gangguan ini adalah kekhawatiran atau
preokupasi terhadap kemungkina menderita penyakit fisik atau deformitas
yang serius.
Pasien dengan hipokondriasis mempunyai preokupasi bahwa ia
menderita penyakit medis yang serius padahal tidak. Hal ini dapat
dianggap sebagai suatu bentuk anxietas dan obsesi-kompulsi. Pasien
berulang-kali mencari pemeriksaan atau keterangan medis, tetapi tetap
tidak dapat diyakinkan. Gejala yang ditampilkan sering berupa permintaan
pemeriksaan medis yang berulang-ulang.
Obat antidepresan dan terapi perilaku kognitif dalam kasus ini
efektif. Mungkin perlu membantu pasien membatasi permintaan
pemeriksaan berulang-ulang. Prognosisnya berfariasi dan cenderung
menjadi kronis.

12
Dismorfobia juga dikenal dengan istilah gangguan dismorfik tubuh
(body dysmorphic disorder). Preukupasinya adalah terhadap penampilan
fisik yang tidak normal padahal kenyataannya tidak demikian. Hal ini
berakibat penghindaran terhadap interaksi sosial.
Penatalaksanaan mengikuti prinsip gangguan somatoform. Pasien
sering meminta operasi bedah kosmetik, yang kadang kala dapat
menolong, tetapi sering membawa kepada ketidakpuasan berikutnya.
Penilaiian spesialis dianjurkan sebelum dilakukan operasi.
Diagnosis banding kedua gangguan ini adalah gangguan depresif,
yang sering terdapat kekhawatiran hipokondriaka dan kekhawatiran
terhadap penampilan, dan gangguan psikotik dengan waham
hipokondriaka atau halusinasi somatik.

Diagram Obat - Obat Terpilih untuk Klien Gangguan Ansietas


Dosis
Nama Dewasa
Klasifikasi Rasional Penggunaan
Generik/Dagang (mg/hari
)
Benzodiazepin Alprazolam (Xanax) 0,25-1,5 Meningkatkan kadar GABA,
e Klonazepam 0,5-6 yang akan menurunkan
(Klonopin) 0,5-2 stimulasi system limbic
Lorazepam (Ativan) 5-25 sehingga mengurangi
Klordiazepoksid ansietas. Digunakan untuk
(Librium) pengobatan jangka pendek
5-15 gangguan ansietas umum,
Azapirones Buspiron (BuSpar) gangguan panik, dan fobia
sosial
Bekerja pada reseptor
75-300 serotonin, menyebabkan
Antidepresan Imipramin (Tofranil) neuron prasinapsis
trisiklik melepaskan serotonin lebih

13
sedikit. Penurunan serotonin
Klompramin dianggap dapat mengurangi
(Anafranil) ansietas. Digunakan untuk
gangguan ansietas umum,
gangguan panik, fobia sosial
Menghambat ambilan
neurotransmitter (serotonin
dan norepinefrin) sehingga
20-50 memungkinkan peningkatan
Selective 20-80 kadarnya pada sinaps.
serotonin 100-300 Kekurangan serotonin di
reuptake Paroksetin (Paxil) 50-150 amandel dianggap signifikan
inhibitor Fluoksetin (Prozac) dalam terjadinya gangguan
(SSRI) Fluvoksamin (Luvox) 45-90 ansietas. Digunakan untuk
Sertralin (Zoloft) mengobati gangguan ansietas
umum, gangguan panik,
Inhibitor Fenelzin (Nardil) fobia sosial dan OCD.
monoamina Secara selektif menghambat
oksidase 50-100 ambilan serotonin di sinaps
80-240 sehingga terjadi peningkatan
serotonin. Digunakan untuk
Bloker beta Ateronol (Tenormin) gangguan panik (Paxil) dan
Propranolol (Inderal) OCD.

Sifat menghambat dari enzim


(monoamina oksidasi) yang
memecah serotonin, dapat
meningkatkan kadar
serotonin. Digunakan untuk
gangguan panik, dan
agoraphobia

14
Mendorong blockade
adrenergic-beta perifer,
karenanya mengurangi
fisiologik dari ansietas.
Digunakan untuk fobia
sosial, PTSD

* Dosis ini adalah dosis dewasa biasa untuk dosis tunggal setiap obat. Dosis
ini bukan dosis harian biasa. Dosis harian biasa disajikan pada Bab 15. GABA =
gamma-aminobutyric acid (asam gamma aminobutirat); OCD = obsessive-
compulsive disorder (gangguan obsesif kompulsif), PTSD = post-traumatic stress
disorder (gangguan pascatrauma).

B. DEPRESI
1. Pengertian
Depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat mendalam yang
terjadi setelah mengalami suatu peristiwa dramatis atau menyedihkan,
misalnya kehilangan seseorang yang disayangi. Seseorang bisa jatuh
dalam kondisi depresi jika ia terus-menerus memikirkan kejadian pahit,
menyakitkan, keterpurukan dan peristiwa sedih yang menimpanya dalam
waktu lama melebihi waktu normal bagi kebanyakan orang.1
Depresi dapat terjadi pada siapa pun, golongan mana pun, keadaan
sosial ekonomi apa pun, serta pada usia berapa pun. Tetapi umumnya
depresi mulai timbul pada usia 20 sampai 40 tahun-an. Depresi biasanya
berlangsung selama 6-9 bulan, dan sekitar 15-20% penderita berlangsung
sampai 2 tahun atau lebih. Episode depresi cenderung berulang sebanyak
beberapa kali dalam kehidupan seseorang.
Menurut National Institute of Mental Health (dalam Siswanto,
2002), gangguan depresi dipahami sebagai suatu penyakit tubuh yang
menyeluruh (whole-body), yang meliputi tubuh, suasana perasaan dan

15
pikiran. Ini berpengaruh terhadap cara makan dan tidur, cara seseorang
merasa mengenai dirinya sendiri dan cara orang berpikir mengenai
sesuatu. Gangguan depresi tidak sama dengan suasana murung (blue
mood). Ini juga tidak sama dengan kelemahan pribadi atau suatu kondisi
yang dapat dikehendaki atau diharapkan berlaku. Orang dengan penyakit
depresi tidak dapat begitu saja “memaksa diri mereka sendiri” dan menjadi
lebih baik.

2. Penyebab
a. Faktor Biologis
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan
yang penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat
substansi biokimia yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai
pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmitter
ini berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara
harmonis. Berdasarkan riset, kekurangan neurotransmitter serotonin,
norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi. Disatu sisi, jika
neurotransmitter ini berlebihan dapat menyebabkan gangguan manik.
Selain itu antidepresan trisiklik dapat memicu mania.
Serotonin adalah neurotransmitter aminergic yang paling sering
dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan
depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi
metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada
penggunaan antidepresan jangka panjang terjadi penurunan jumlah
tempat ambilan kembali serotonin.
Norepinefrin. Korelasi yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah
dasar antara regulasi turun (down-regulation) reseptor adrenergic-beta
dan reseptor antidepresan klinik kemungkinan merupakan bagian data
yang paling memaksakan yang menyatakan adanya peranan langsung
sistem noradrenergik dalam depresi. Jenis bukti lain juga telah
melibatkan reseptor adrenergic-alfa2 dalam depresi, karena aktivasi

16
reseptor tersebut menyebabkan penurunan jumlah norepinefrin yang
dilepaskan. Reseptor adrenergik-alfa2 juga berlokasi pada neuron
serotonergic dan mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan. Adanya
noradrenergik yang hampir murni, obat antidepresan yang efektif
secara klinis sebagai contohnya, desipramine (norpramine) mendukung
lebih lanjut peranan norepinefrin di dalam patofisiologi sekurangnya
gejala depresi.
Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan
depresi. Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada
depresi dan meningkat pada mania. Obat yang menurunkan kadar
dopamin seperti reserpine dan pada penyakit yang mengalami
penurunan dopamin seperti Parkinson disertai juga dengan gejala
depresi. Obat – obat yang meningkatkan kadar dopamin seperti
tyrosin, amphetamine, bupropion menurunkan gejala depresi.
Disfungsi jalur dopamin mesolimbic dan hipoaktivitas reseptor
dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada depresi.

Gambar 1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter

17
b. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi
adalah kehilangan objek yang dicintai. Ada sejumlah faktor
psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada
lanjut usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan.
Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya
otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan,
peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi
kognitif3 Sedangkan menurut Kane, faktor psikososial meliputi
penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan hubungan
intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan
penyakit fisik. Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi
peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian,
psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan
sosial.
Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan
yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama
gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai
bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi,
klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki
peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling
berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan
pasangan. 3 Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan
orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial
yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman
keamanan dapat menimbulkan depresi.
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang
terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik,
histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi.
Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang

18
memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko
yang rendah.
Faktor psikodinamika dan psikoanalitik. Berdasarkan teori
psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan objek yang
3
dicintai dapat menimbulkan depresi. Dalam upaya untuk mengerti
depresi, Sigmud Freud mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan
objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan
pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan
objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin
merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk melepaskan suatu objek,
ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar
bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda
dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri,
sedangkan orang yang berkabung tidak demikian.
c. Formulasi Lain Depresi
Ketidakberdayaan yang dipelajari (Learned helplessness).
Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak
bisa dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah
tidak melakukan usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses
belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang menderita
depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip.
Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu,
menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman
hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan.
Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi. 2
d. Faktor genetic
Faktor genetik dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif
melalui riwayat keluarga atau keturunan. Hal ini disepakati bahwa
faktor keturunan dan lingkungan memegang peranan penting dalam
beberapa gangguan mood. Gangguan tipe Bipolar dan Mayor depresif

19
terjadi pada keluarga, tetapi fakta menunjukkan bahwa yang
diturunkan adalah tipe bipolar, dengan kecenderungan sebagai berikut:
1) Salah satu orang tua menderita gangguan mood tipe bipolar;
kecenderungan terjadi 25% pada anak
2) Dua orang tua menderita gangguan mood tipe bipolar;
kecenderungan terjadi 50-75% pada anaknya
3) Satu monozygote kembar mengalami bipolar; 40-70%
kecenderungan terjadi pada kembarannya
4) Satu dizygote kembar mengalami bipolar; kecenderungan 20%
terjadi pada saudara kembarnya
5)
Satu orang tua mengalami kelainan tipe depresif; 10-13%
kecenderungan terjadi pada anaknya.

3. Penatalaksanaan
Kini pengobatan depresi tidak harus sampai dirawat di rumah sakit.
Penderita harus dirawat di rumah sakit apabila:
a. Memiliki kecenderungan untuk bunuh diri atau merencanakan tindakan
bunuh diri.
b. Penurunan ekstrim nafsu makan sehingga penderita terlalu lemah
karena berat badan turun drastis.
c. Memiliki resiko terjadinya keadaan gawat, misalnya penyakit jantung
atau stroke perdarahan karena penderita sangat gelisah.

Dewasa ini terapi depresi dengan pemberian obat-obatan sangat


menolong dan merupakan pilihan utama, atau dikombinasi dengan
pengobatan lainnya seperti psikoterapi dan terapi elektro konvulsif. Jika
diperlukan dapat menggunakan kombinasi dari ketiga jenis terapi tersebut.

OBAT – OBATAN

Antidepresan merupakan obat yang paling sesuai untuk pasien depresi


dengan gangguan vegetative yang jelas, gangguan tidur, nafsu makan

20
menurun, penurunan berat badan dan penurunan libido. Mekanisme obat
antidepresan adalah menghambat ambilan neurotransmitter aminergic dan
menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxidase (MAO)
sehingga terjadi peningkatan jumlah neurotransmitter aminergic pada
celah sinaps neuron yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.

Obat antidepresan yang ideal harus memenuhi kriteria berikut:

a. Efektif pada berbagai gangguan depresi


b. Efektif dalam perawatan jangka pendek dan jangka panjang
c. Efektif dalam berbagai kelompok umur
d. Memiliki onset cepat
e. Dosis sekali sehari
f. Biaya yang terjangkau
g. Ditoleransi tubuh dengan baik
h. Tidak mempengaruhi perilaku
i. Toleransi terhadap berbagai penyakit fisik
j. Bebas dari interaksi dengan makanan atau obat – obatan
k. Aman

Dewasa ini telah tersedia beberapa jenis obat yang dapat digunakan
untuk terapi depresi. Obat biasanya harus diminum secara teratur, minimal
selama beberapa minggu, sampai obat mulai bekerja dan dipertahankan
pada dosis dengan efek yang optimal.

Beberapa obat yang dapat digunakan untuk terapi depresi, diantaranya:

a. Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik


Trisiklik mudah diabsorbsi peroral dan bersifat lipofilik sehingga
mudahmasuk SSP. Pada dosis tinggi dapat memperlambat aktivitas
gastrointestinal dan memperpanjang waktu pengosongan lambung
sehingga penyerapan obat menjadi lebih lama. Konsentrasi puncak
dalam serum dicapai setelah beberapa jam. Obat ini di metabolisme di
hati dan dikeluarkan sebagai metabolit non aktif melalui ginjal.

21
Mekanisme kerja dari trisiklik adalah menghambat ambilan
neurotransmitter monoamine (norepinefrin atau serotonin) ke terminal
saraf parasimpatik yang menyebabkan peningkatan konsentrasi
neurotransmitter monoamine pada celah sinaptik sehingga berefek
antidepresan, dan menghambat reseptor serotonin, α-adrenergik,
histamin, dan muskarinik.
Contoh obat golongan trisiklik adalah:
 Amitriptiline (generik, Elvail)
Dosis :75 – 150 mg/hari
Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet
Parenteral: 10 mg/mL injeksi
 Imipramine (generik, Tofranil)
Dosis : 75 – 1500 mg/hari
Oral : 25;50 tablet
Parenteral : 25mg/2mL IM injeksi
 Clomipramine (generik, Anafranil)
Dosis : 75 – 150 mg/hari
Oral : 25; 50; 75 mg kaspul
 Tianeptine (Stablon)
Dosis : 25 – 50 mg/hari; oral : 12,5 tablet
Contoh obat antidepresi tetrasiklik adalah
 Maprotiline (generik, Ludiomil)
Dosis : 75 – 150 mg/ hari
Oral : 25; 50; 75 mg tablet
 Amoxapine (generik, Asendin)
Dosis : 200 – 300 mg/hari
Oral : 25; 50; 100; 150 mg tablet
Efek samping obat ini adalah mengantuk dan penambahan berat
badan. Obat ini juga menyebabkan peningkatan denyut jantung,
penurunan tekanan darah ketika penderita berdiri, pandangan kabur,

22
mulut kering, linglung, kesulitan untuk memulai berkemih, dan
orgasme yang tertunda.
b. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
SSRI bekerja dengan cara menghambatan bersifat selektif terhadap
neurotransmitter serotonin (5HT2). Dibanding TCA, SSRI memiliki
efek antikolinergik dan kardiotoksik lebih rendah.6
Contoh golongan obat ini adalah:
 Sertraline HCl Zoloft)
Dosis : 50 – 100 mg/hari
Oral : 25; 50 tablet
 Paroxetine HCl (Seroxat)
Dosis : 20 – 40 mg/hari
Oral : 20 mg tablet
 Fluoxetine (Prozac)
Dosis :20 -40 mg/hari
Oral : 20 mg kapsul
 Duloxetine (Cymbalta)
Dosis :30 – 60 mg/hari
Efek sampingnya lebih sedikit dan biasanya lebih aman digunakan
pada penderita depresi yang disertai kelainan jiwa. Efek samping yang
terjadi berupa mual, diare dan sakit kepala ringan dan akan segera
menghilang jika pemakaian obat dilanjutkan. SSRIs efektif digunakan
pada depresi yang disertai oleh kelainan jiwa seperti penyakit obsesif-
kompulsif, penyakit panik, fobia sosial, bulimia.
Efek samping utama dari SSRIs adalah sering menyebabkan
penurunan gairah seks/libido.

c. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)


Obat ini mudah diabsorbsi dalam bentuk oral. Regenerasi enzim
yang dinonaktifkan secara irreversible biasanya terjadi beberapa
minggu setelah penghentian pengobatan. Obat ini dimetabolisme dan

23
diekskresi dengan cepat melalui ginjal. MAOI bekerja di presinaps
dengan menghambat enzim yang memecah serotonin sehingga jumlah
serotonin yang dilepaskan di celah sinaps bertambah dan dengan
demikian yang diteruskan ke pasca sinaps juga bertambah.
Contoh obat MAOI adalah Moclobomide (Aurorix) dengan dosis 300 –
600 mg/hari. Efek samping yang mungkin terjadi pada kelompok
MAOI yang klasik adalah
- Hipotensi dan hipertensi
- Gangguan hepar
- Gangguan otonom
- Gangguan sistem saraf
- Gangguan hematologi
MAOI dan SSRI jangan diberikan bersamaan karena dapat terjadi
bahaya sindrom serotonin yang dapat mematikan. Diperlukan waktu
enam minggu sebelum menggunakan obat lain.
Cara Kerja
Depresi terjadi karena rendahnya kadar serotonin di pasca sinaps.
Secara umum anti depresan bekerja pada sistem serotonin dengan
meningkatkan jumlah serotonin di pasca sinaps. Golongan trisiklik dan
tetrasiklik bersifat serotonergic dengan menghambat ambilan kembali
(reuptake) neurotransmitter yang dilepaskan di pasca sinaps tetapi tidak
selektif sehingga kemungkinan muncul berbagai efek samping yang tidak
diharapkan semakin besar. Sementara SSRI bekerja dengan cara yang
sama tetapi hambatan bersifat selektif terhadap neurotransmitter serotonin
(5HT2). Kelompok MAOI bekerja di presinaps dengan menghambat
enzim yang memecah serotonin sehingga jumlah serotonin yang
dilepaskan di celah sinaps bertambah dan dengan demikian yang
diteruskan ke pasca sinaps juga bertambah.

24
PSIKOTERAPI
Pengobatan psikoterapi yang diberikan bersamaan dengan
pemberian obat antidepresan memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan psikoterapi secara sendirian. Psikoterapi individual
maupun kelompok bisa membantu penderita secara bertahap untuk
memulai kembali kehidupan dan tanggung jawabnya, serta menyesuaikan
diri dengan beban hidup yang wajar dan biasa. Banyak penelitian
menyatakan bahwa kombinasi psikoterapi dengan farmakoterapi adalah
terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis
psikoterapi jangka pendek seperti terapi interpersonal, terapi kognitif, dan
terapi perilaku telah diteliti manfaatnya dalam terapi gangguan depresi
berat.
Pada psikoterapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald
Klerman, penderita diberikan dukungan oleh lingkungannya untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan dalam hidupnya. Terapi ini
memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal yang sekarang
dialami oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal
sekarang ini memiliki hubungan dengan awal yang disfungsional dan
masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau
memperberat gejala depresi sekarang. Beberapa percobaan menyatakan
bahwa terapi interpersonal efektif dalam pengobatan gangguan depresi
berat. Program terapi interpersonal biasanya terdiri dari 12 sampai 16
sesion.
Terapi kognitif awalnya dikembangkan oleh Aaron Back. Tujuan
terapi ini adalah menghilangkan episode depresif dan mencegah
rekurensinya dengan membantu pasien mengidentifikasi uji kognitif
negatif, mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel, bisa membantu
mengubah pikiran negatif dan rasa putus asa dengan pikiran dan perilaku
yang positif sehingga meningkatkan daya juang dan semangat hidup.
Untuk depresi yang lebih ringan, psikoterapi saja bisa memberikan hasil
yang baik dan efektif sama dengan terapi obat – obatan. Untuk pasien

25
dengan gangguan depresif yang parah, menurut NIHM Treatment of
Depression Collaboration Research Program menemukan bahwa
kombinasi terapi kognitif dengan farmakoterapi atau hanya farmakoterapi
saja, merupakan terapi terpilih.
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku
maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik
positif dari masyarakat dan kemungkinan menerima penolakan. Dengan
memusatkan terapi pada perilaku maladaptif ini, pasien akan belajar untuk
berfungsi dengan cara tertentu sehingga mereka akan mendapat dorongan
yang positif. Data saat ini menyatakan terapi perilaku adalah modalitas
pengobatan yang efektif untuk gangguan depresif berat.

C. BIPOLAR
1. Pengertian
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik
dan ditandai oleh gejala – gejala manik, hipomanik, depresi dan campuran,
biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Setiap episode
dipisahkan sekurangnya dua bulan tanpa gejala penting mania dan
hipomania. Tetapi pada beberapa individu, gejala depresi dan mania dapat
bergantian secara cepat yang dikenal dengan rapid cycling. Episode mania
yang ekstrim dapan menunjukkan gejala – gejala psikotik seperti waham
dan halusinasi.
2. Penyebab
Penyebab pasti dari gangguan bipolar belum diketahui secara tepat.
Gangguan bipolar dianggap sebagai penyakit genetik yang kompleks yang
mempengaruhi lingkungan dan disebabkan oleh berbagai kelainan
neurobiologic. Diperkirakan beberapa faktor dapat dapat menjadi
penyebab terjadinya seseorang mendapat gangguan bipolar, antara lain :
a. Faktor genetik
Sebanyak 80%-90% pasien dengan gangguan bipolar memiliki
riwayat keluarga yang juga memiliki gangguan mood (misal,gangguan

26
bipolar, depresi, siklotimia atau dysthymia). Keluarga derajat pertama
pasien dengan gangguan bipolar memiliki prevalensi sebesar 15%-35%
berawal dari gangguan mood dan 5%-10% memiliki risiko langsung
mengalami gangguan bipolar.
b. Faktor biokimia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan
di dalam metabolit amin biogenic di dalam darah, urin, dan cairan
serebrospinalis pada pasien gangguan mood. Aminbiogenic
(Norepinefrin dan serotonin) merupakan dua neutransmiter yang paling
berperan dalam patofisiologis gangguan mood. Apabila Norepinefrin
(NE) dan epinefrin mengalami penurunan kadar NE dan epinefrin
menyebabkan depresi, sebaliknya peningkatan kadar keduanya
menyebabkan mania. Serotonin merupakan neurotransmiter aminergic
yang paling sering dihubungkan dengan depresi.
Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi. Pada
beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit
serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Selain kedua
senyawa diatas, ada dopamine yang memiliki peranan dalam depresi
dan mania pula. Data menunjukkan aktivitas dopamine yang menurun
pada depresi dan meningkat pada mania Ketidakseimbangan hormonal
dan gangguan dari sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terlibat
dalam homeostatis dan respon stress juga dapat berkontribusi pada
gambaran klinis gangguan bipolar.
c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan
psikososial dari pasien dapat menyebabkan stres yang dipicu oleh
faktor lingkungan. Stres yang menyertai episode pertama dari
gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan biologik otak yang
bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmiter dan sistem
pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk

27
hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil
akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada
resiko yang lebih tinggi untuk menderita gangguan mood selanjutnya,
bahkan tanpa adanya stressor eksternal.

3. Gejala Klinis
Terdapat dua pola gejala dasar pada gangguan bipolar yaitu, episode
depresi dan episode mania.
a. Episoden mania
Paling sedikit satu minggu ( bisa kurang, bila dirawat) pasien
mengalami mood yang elasi, ekspansif atau iritabel. Pasien memiliki
secara menetap tiga atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila
hanya mood iritabel) yaitu:
 Grandiositas atau percaya diri berlebihan
 Berkurangnya kebutuhan tidur
 Cepat dan banyaknya pembicaraan
 Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
 Perhatian mudah teralih
 Peningkatan sosial dan hiperaktivitas psikomotor
 Meningkatnya aktivitas bertujuan (sosial, seksual, pekerjaan dan
sekolah)
 Tindakan – tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa
perhitungan yang matang)

b. Episode Hipomanik
Hipomania ialah derajat yang lebih ringan daripada mania, yang
kelainan suasana perasaan (mood) dan perilakunya terlalu menetap dan
menonjol sehingga tidak dapat dimasukkan dalam siklotimia, namun
tidak disertai halusinasi atau waham. Yang ada ialah peningkatan
ringan dari suasana perasaan (mood) yang menetap (sekurang-
kurangnya selama beberapa hari berturut-turut), peningkatan enersi dan

28
aktivitas, dan biasanya perasaan sejahtera yang mencolok dan efisiensi
baik fisik maupun mental. Sering ada peningkatan kemampuan untuk
bergaul, bercakap, keakraban yang berlebihan, peningkatan enersi
seksual, dan pengurangan kebutuhan tidur, namun tidak sampai
menjurus kepada kekacauan berat dalam pekerjaan atau penolakan oleh
masyarakat. Lebih sering ini bersifat pergaulan sosial pasien dan orang
lain, serta adanya gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien
hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania
justru memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi.
Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik (halusinasi,
waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan
hospitalisasi.

c. Episode Depresi
Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum
di bawah ini : ringan, sedang, dan berat, individu biasanya menderita
suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan
kegembiraan, dan berkurangnya enersi yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja.
Gejala lazim lainnya adalah :
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada
episode tipe ringan sekali pun)
 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
 Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
 Tidur terganggu
 Nafsu makan berkurang

29
d. Tipe campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan
depresi yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi
(lebih sering mood disforik), iritabel, marah, serangan panik,
pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat
berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang
bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan
perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai
gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, social dan
pekerjaan.
 Siklus Cepat
Siklus cepat yaitu bila terjadi paling sedikit empat episode –
depresi, hipomania, atau mania – dalam satu tahun. Seseorang
dengan siklus cepat jarang mengalami bebas gejala dan biasanya
terdapat hendaya berat dalam hubungan interpersonal atau pekerjaan.
 Siklus Ultra Cepat
Mania, hipomania, dan episode depresi bergantian dengan
sangat cepat dalam beberapa hari. Gejala dan hendaya lebih berat
bila dibandingkan dengan siklotimia dan sangat sulit diatasi.

Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang
paling sering yaitu :
 Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
 Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania
sedangkan waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada
kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood. Pasien dengan
gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri
psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi
pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah

30
dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode
yang lama, disosiasi temporal antara gangguan mood dan gejala
psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid yang buruk.
Adanya ciri-ciri psikotik yang memiliki penerapan terapi yang
penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan
obat anti psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau
mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk mendapatkan
perbaikan klinis.

4. Terapi
a. Farmakoterapi
Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar
yang dialami penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang
tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur.
Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik
akut dan sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat
digunakan untuk episode depresi akut (contoh, depresi berat).
Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga
harus diberikan.
Pengalaman klinis menunjukkan bahwa jika diterapi dengan obat
mood stabilizer, penderita gangguan bipolar akan mengalami lebih
sedikit periode manik dan depresi. Obat ini bekerja dengan cara
menstabilkan mood penderita (sesuai namanya), juga dapat
menstabilkan manik dan depresi yang ekstrim. Antipsikosis atipikal
seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone, aripiprazole dan olanzapine,
kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manik akut, bahkan
untuk menstabilkan mood pada depresi bipolar.
b. Non Farmakoterapi
 Psikoterapi
Disamping pengobatan medikamentosa, psikoterapi adalah
salah satu terapi yang efektif untuk gangguan bipolar. Terapi ini

31
memberikan dukungan, edukasi, dan petunjuk untuk seorang
dengan gangguan bipolar. Beberapa jenis psikoterapi yaitu:
1. Cognitive behavioral therapy (CBT) membantu penderita
gangguan bipolar untuk mengubah pola pikir dan perilaku
negative.
2. Family-focused therapy melibatkan anggota keluarga. Terapi
ini juga memfokuskan pada komunikasi dan pemecahan
masalah.
3. Interpersonal and social rhythm therapy membantu penderita
gangguan bipolar meningkatkan hubungan sosial dengan orang
lain dan mengatur aktivitas harian mereka.
Psychoeducation mengajarkan pada penderita gangguan bipolar
mengenai penyakit yang mereka derita beserta dengan
penatalaksanaannya. Terapi ini membantu penderita mengenali gejala
awal dari episode baik manik maupun depresi sehingga mereka bisa
mendapatkan terapi sedini mungkin.
 Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors
(MAOIs), tidak ada diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan
untuk tidak merubah asupan garam, karena peningkatan asupan garam
membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan efikasinya,
sedangkan mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium
serum dan menyebabkan toksisitas.
 Aktivitas
Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan
olahraga/aktivitas fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat.
Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan kunci untuk
bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan
dengan peningkatan respirasi dapat meningkatkan kadar litium serum
dan menyebabkan toksisitas litium.

32
o Edukasi
Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal
dan lanjutan. Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada
penderita, namun juga melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta
menunjukkan edukasi tidak hanya meningkatkan ketahanan dan
pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.
 Penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini
mengurangi perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan
yang adekuat.
 Memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit
terutama tanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan
terhadap adanya perubahan memudahkan langkah-langkah
pencegahan yang baik.
 Membantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di
dalam kehidupannya
 Informasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.

5. Prognosis
Prognosis tergantung pada penggunaan obat-obatan dengan dosis
yang tepat, pengetahuan komprehensif mengenai penyakit ini dan efeknya,
hubungan positif dengan dokter dan therapist, kesehatan fisik. Semua
faktor ini merujuk ke prognosis bagus. Akan tetapi prognosis pasien
gangguan bipolar I lebih buruk dibandingkan dengan pasien dengan
gangguan depresif berat. Kira-kira 40%-50% pasien gangguan bipolar I
memiliki episode manik kedua dalam waktu dua tahun setelah episode
pertama. Kira-kira 7% dari semua pasien gangguan bipolar I tidak
menderita gejala rekurensi, 45% menderita lebih dari satu episode, dan
40% menderita gangguan kronis. Pasien mungkin memiliki 2 sampai 30
episode manik, walaupun angka rata- rata adalah Sembilan episode. Kira-
kira 40% dari semua pasien menderita lebih dari 10 episode.

33
D. MANIA
1. Pengertian
Mania adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
adanya alam perasaan yang meluas, meningkat, bersemangat, atau mudah
tersinggung. Respon diri dapat ditunjukkan dengan perilaku hiperaktif,
banyak bicara, tertawa berlebihan dan penyimpangan seksual
(Riyadi, 2009: 140).
Mania adalah respon emosional yang berat dan dapat dikenali
melalui intensitas dan pengaruhnya terhadap fisik individu dan fungsi
sosial (Purwaningsih, 2009: 130).
Mania adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
perasaan kegembiraan yang berlebihan, arus berpikir yang cepat, mudah
tersinggung dan kegiatan motorik meningkat, sehingga menyebabkan
energi banyak yang keluar (Standar Asuhan Keperawatan Jiwa,
DEPKES, biru blogspot).
Jadi, mania adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan adanya alam perasan yang meningkat dimana kondisi ini
dapat diiringi dengan perilaku yang berlebihan berupa peningkatan
kegiatan motorik, banyak bicara, ide-ide yang meloncat, tertawa
berlebihan, penyimpangan seksual yang berpngaruh terhadap fungsi fisik
dan sosial individu.

2. Penyebab
Mania dapat timbul karena adanya factor predisposisi dan factor
presipitasi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor genetik
Faktor genetik mengemukakan, transmisi gangguan alam
perasaan diteruskan melalui garis keturunan. Frekuensi gangguan
alam perasaan meningkat pada kembar monozigote.

34
2) Teori Agresi Berbalik pada Diri Sendiri
Mengemukakan bahwa depresi diakibatkan oleh perasaan
marah yang dialihkan pada diri sendiri. Freud mengatakan bahwa
kehilangan objek/orang, ambivalen antara perasaan benci dan
cinta dapat berbalik menjadi perasaan menyalahkan diri sendiri
dan dimunculkan dengan perilaku mania (sebagai suatu mekanisme
kompensasi)
3) Teori Kehilangan
Berhubungan dengan faktor perkembangan, misalnya
kehilangan orang tua yang sangat dicintai. Individu tidak berdaya
mengatasi kehilangan.
4) Teori Kepribadian
Mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu
menyebabkan seseorang mengalami mania.
5) Teori Kognitif
Mengemukakan bahwa mania merupakan msalah kognitif
yang dipengaruhi oleh penilaian terhadap diri sendiri, lingkungan
dan masa depan.
6) Model Belajar Ketidakberdayaan
Mengemukakan bahwa mania dimulai dari kehilangan
kendali diri lalu menjadi aktif dan tidak mampu menghadapi
masalah. Kemudian individu timbul keyakinan akan
ketidakmampuannya mengendalikan kehidupan sehingga ia tidak
berupaya mengembangkan respons yang adaptif.
7) Model Perilaku
Mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya
reinforcemant positif selama berinteraksi dengan lingkungan.
8) Model Biologis
Mengemukakan bahwa dalam keadaan depresi/mania
terjadi perubahan kimiawi, yaitu defisiensi katekolamin, tidak
berfungsinya endokrin dan hipersekresi kortisol.

35
b. Faktor Presipitasi
Stresor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan
meliputi factor biologis, psikologis, dan sosial budaya. Faktor biologis
meliputi perubahan fisiologis yang disebabkan oleh obat-obatan atau
berbagai penyakit fisik seperti infeksi, neoplasma dan
ketidakseimbangan metabolism. Faktor psikologis meliputi
kehilangan kasih sayang, termasuk kehilangan cinta, seseorang, dan
kehilangan harga diri. Faktor osial budaya meliputi kehilangan peran,
perceraian, dan kehilangan pekerjaan.
Menurut Riyadi, terdapat stressor pencetus gangguan alam
perasaan yang meliputi:
a) Kehilangan keterkaitan individu mempunyai hubungan yang
sangat actual atau penting dengan seeorang atau obyek kehilangan
sehingga menimbulkan stress. Misalkan kehilangan orang yang
dicintai, fungsi fisik, harga diri dan peran.
b) Peristiwa besar dalam kehidupan, pengalaman terdahulu tentang
hal-hal menyakikan atau menyenangkan yang tidak terlupakan
mempengaruhi masalah individu saat ini dan kemampuannya
dalam menyelesaikan masalah.
c) Ketegangan Peran, yang meliputi konflik peran, peran yang tidak
jelas, atau peran yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan
alam perasaan depresi atau mania
d) Perubahan fisiologis akibat penyakit dan obat-obatan penyakit
fisik seperti infeksi, neoplasma, dan ketidakseimbangan
metabolic dan berbagai macam obatantihipertensi serta
penyalahgunaan obat dapat mencetuskan gangguan alam perasaan.
3. Proses Terjadinya Mania
Mania adalah gangguan afek yang ditandai dengan
kegembiraan yang luar biasa dan disertai dengan hiperaktivites, agitasi
serta jalan pikiran dan bicara yang cepat dan kadangkadang sebagai
pikiran yang meloncat-loncat (flight of ideas).

36
Pada dasarnya pasien mania sama dengan pasien depresif yang
merasa tidak berharga dan tidak berguna. Karena tidak dapat menerima
perasaan ini, mereka menyangkalnya dan mengakibatkan timbulnya
kecemasan. Pasien memperlihatkan sikap banyak bicara, banyak
pikiran dan cepat berpindah topiknya tetapi tidak dapat memusatkan pada
satu topik. Meskipun mereka menunjukkan kegembiraan yang
berlebihan, sebenarnya pasien penuh dengan kebencian dan rasa
permusuhan terutama terhadap lingkungannya. Ia melontarkan
perasaannya secara kasar dalam cetusan-cetusan yang pendek dan cepat
beralih ke topik yang lain.
Pada pasien depresif tampak menonjol perasaan bersalah dan
kebutuhan akan hukuman atas tingkah laku yang buruk, sedangkan pada
pasien dengan mania rasa permusuhannya timbul, ia bertindak seolah-
olah mempunyai kekuasaan yang penuh dan tidak pernah membiarkan
rasa bersalah menguasai dirinya. Dari luar pasien tampak
memilikikepercayaan diri yang penuh dan membesarkan diri untuk
menutupi perasaan tidak berharga, yang pada dasarnya bersifat depresif.
Pasien membutuhkan cinta kasih dan perlindungan. Untuk
mendapatkan ini pasien berusaha menguasai orang lain agar memenuhi
dan memberi kepuasan kepadanya. Karena kebutuhan ini tidak nampak
orang tidak melihatnya, bahkan menolak karena sikapnya yang
mengganggu orang lain. Penolakan ini menimbulkan kecemasannya
bertambah yang mengakibatkan gejala manianya lebih menonjol.
Rentang Respon
Adaptif Maladaptif

Responsif Reaksi supresi Reaksi Mania


kehilangan kehilangan depresi
yang wajar yang
memanjang

37
Keterangan :
1. Supresi merupakan tahap awal respon emosional yang maladaptive,
individu menyangkal, menekan atau menginternalisasi semua aspek
perasaanya terhadap lingkungan.
2. Reaksi kehilangan yang memanjang
Bila anada merasa sangat marah atau kesal dengan pergi
mengendarai sepeda, biasanya reaksi berduka yang memanjang
merupakan penyangkalan yang menetap dan memanjang, tetapi tidak
tampak emosi emosional terhadap kehilangan. Reaksi berduka yang
memanjang dapat terjadi beberapa tahun.
3. Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
perasaan sedih dan berduka yang berlebihan dan berkepanjangan.
4. Responsif adalah respon emosional individu yang terbuka dan sadar
akan perasaaanya.Pada rentang ini individu dapat berpartisipasi
dengan dunia eksternal dan internal.
5. Reaksi kehilangan yang wajar merupakan posisi rentang yang normall
dialami individu yang mengalami kehilangan. Pada rentang ini
individu menghadapi realita dari kehilangan dan mengalami proses
kehilangan, misalnya sedih, berfokus pada diri sendiri, berhenti
melakukan kegiatan sehari-hari. Reaksi kehilangan tersebut tidak
berlangsung lama.

4. Manifestasi klinis
Pada kondisi mania, beberapa gejala yang muncul antara lain:
a. Euphoria (gembira)
b. Inflated self-esteem (percaya diri berlebihan)
c. Poor judgment (kemampuan menilai menjadi jelek)
d. Bicara cepat
e. Racing thoughts (pikiran saling berkejar-kejaran)
f. Aggressive behavior (perilaku agresif)
g. Agitation or irritation (agitasi atau iritasi)

38
h. Kegiatan fisik meningkat
i. Risky behavior (perilaku yang berbahaya)
j. Spending sprees or unwise financial choices (tidak mampu
mengelola uang, mengeluarkan uang tanpa perhitungan)
k. Meningkatnya dorongan untuk berprestasi atau mencapai tujuan
l. Meningkatnya dorongan seksual
m. Berkurangnya dorongan untuk tidur, tidak merasa mengantuk.
n. Gampang terganggu konsentrasi
o. Berlebihan dalam mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan
p. Sering bolos sekolah atau kerja
q. Mempunyai waham atau keluar dari realitas
r. Prestasi kerja atau sekolah menurun

5. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan mania.
b. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mania.
c. Gangguan komunikasi: verbal berhubungan dengan mania.
d. Gangguan pola tidur dan istirahat: kurang tidur berhubungan dengan
mania.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan mania.
f. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping
maladaptif.

6. Intervensi Keperawatan
a. Tujuan umum:
Mengajarkan klien untuk berespons emosional yang adaptif dan
meningkatkan rasa puas serta kesenagan yang dapat diterima oleh
lingkungan

39
b. Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,
memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas
tentang topik, tempat, waktu.
2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
3. Bicara dengan tegas, jelas, singkat dan bersahabat.

2) Klien dapat mengungkapkan perasaannya


Tindakan:
1. Beri kesempatan klien unutk mengungkapkan perasaannya.
2. Beri kesempatan klien mengitarakan keinginan dan pikirannya
dengan teknik focusing.
3. Bicarakan hal-hal yang nyata dengan klien.

3) Klien dapat menggunakan koping adaptif


Tindakan:
1. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi
perasaan kesal, marah, dan tak menyenangkan.
2. Bicarakan kerugian cara yang telah digunakan.
3. Jelaskan tentang batas tingkah laku yang wajar.
4. Bantu klien menemukan cara lain yang lebih posistif.
5. Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang
paling tepat dan dapat diterima.
6. Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah
dipilih
7. Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam
menyelesaikan masalah.

40
4) Klien terlindung dari perilaku mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tindakan:
1. Tempatkan klien di ruang yang tenang, tidak banyak
rangsangan, tidak banyak peralatan.
2. Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan oleh pasien
untuk mencederai dirinya,orang lain dan lingkungan, ditempat
yang aman dan terkunci.
3. Temani klien jika nampak tanda-tanda marah / agresif.
4. Lakukan pengekangan fisik jika klien tidak dapat mengontrol
perilakunya.

5) Klien dapat melakukan kegiatan terarah


Tindakan:
1. Anjurkan klien untuk melakukan kegiatan motorik yang
terarah, misal: menyapu, joging dll.
2. Beri kegiatan individual sederhana yang dapat dilaksanakan
dengan baik oleh klien.
3. Berikan kegiatan yang tidak memerlukan kompetisi.
4. Bantu klien dalam melaksanakan kegiatan.
5. Beri reinforcement positif atas keberhasilan pasien.

6) Klien terpenuhi kebutuhan nutrisinya


Tindakan:
1. Diskusikan tentang manfaat makan dan minum bagi kesehatan.
2. Ajak klien makan makanan yang telah disediakan, temani
selama makan.
3. Ingatkan klien untuk minum ½ jam sekali sebanyak 100 cc.
4. Sediakan makanan TKTP, mudah dicerna.

41
7) Klien terpenuhi kebutuhan tidur dan istirahatnya
Tindakan:
1) Diskusikan pentingnya istirahat bagi kesehatan.
2) Anjurkan klien untuk tidur pada jam-jam istirahat.
3) Sediakan lingkungan yang mendukung: tenang, lampu redup dll.
8) Klien terpenuhi kebersihan dirinya
Tindakan:
1) Diskusikan manfaat kebersihan diri bagi kesehatan.
2) Bimbing dalam kebersihan diri (mandi, keramas, gosok gigi).
3) Bimbing pasien berhias.
4) Beri pujian bila klien berhias secara wajar.

9) Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat


Tindakan:
1) Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat).
2) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien,
obat, dosis, cara, waktu)
3) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
4) Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

10) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.


Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien.
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

42
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus dihadapi
oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena
persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri
(Djamaludin, 2001). Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh
faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi,
yaitu :
1. Faktor- Faktor-faktor psikologik ( psikogenik)
2. Faktor somatik (somatogenik)
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)

Hal yang lebih penting dan lebih baik adalah mencegah penyakit tersebut serta
berupaya agar hal itu tidak sampai terjadi atau paling tidak kita berusaha
meminimalkannya dengan usaha-usaha diantaranya sebagai berikut :
1. Memperbaiki kebiasaan makan, bernafas, tidur, dan aktifitas sex.
2. Mengeluarkan dan membicarakan kesulitan
3. Menghindari kesulitan untuk sementara waktu
4. Tidak banyak konflik yang serius dan tidak banyak konflik dengan
lingkungan.
5. Menerima segala kritik dengan lapang dada.
6. Berbuat suatu kebaikan untuk orang lain dan memupuk sosialitas atau
kesosialan
7. Menyalurkan kemarahan
8. Jangan menganggap diri terlalu super
9. Menyadari keterbatasan
10. Bersikap religius

43
B. Saran
Dalam mengatasi masalah kejiwaan tidak hanya terapi farmakologis yang
diberikan akan tetapi efek terepeutik dari perawat sangat membantu dalam
proses kesembuhan klien.

44
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, Willy F. and Maramis Albert A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Airlangga University Press. Surabaya.
Anonim. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. 2004. Surabaya : RS.
Jiwa Menur.
Doengoes, Marlynn E et al. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri
Edisi . Jakarta: EGC
Purwaningsih, Wahyu. 2009. Asuhan Keerawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

45

Anda mungkin juga menyukai