Anda di halaman 1dari 65

KEANEKARAGAMAN JENIS PAKAN DAN POPULASI

MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis Raffles,1821)


DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE
DAN HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK

SHIELA SAFITRI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis


Pakan dan Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis Raffles,1821) di
Kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke dan Hutan Lindung Angke Kapuk
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2017

Shiela Safitri
NIM E34130014
ABSTRAK
SHIELA SAFITRI. Keanekaragaman Jenis Pakan dan Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis Raffles,1821) di Suaka Margasatwa Muara Angke dan Hutan Lindung Angke
Kapuk. Dibimbing oleh NYOTO SANTOSO.

Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) dan Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK) adalah
kawasan hutan mangrove yang tersisa di Teluk Jakarta. Polusi dan degradasi lahan di daerah
tersebut dapat mengancam satwa liar, salah satunya adalah kera ekor panjang (Macaca
fascicularis). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas habitat, jenis pakan, dan
kondisi populasi kera ekor panjang. Berdasarkan kategori makanannya, monyet ekor panjang
di kedua daerah tersebut lebih banyak memakan makanan non alami. Populasi monyet ekor
panjang di SMMA sebanyak 77 individu, sedangkan di HLAK sebanyak 118 individu.

Kata kunci: Macaca fascicularis, pakan, populasi, mangrove

ABSTRACT

SHIELA SAFITRI. Diet Diversity and Population of Long-Tailed Macaque (Macaca


fascicularis Raffles,1821) in Muara Angke Wildlife Reserve and Angke Kapuk Protected
Forest. Supervised by NYOTO SANTOSO.

Muara Angke Wildlife Reserve (SMMA) and Angke Kapuk Protected Forest (HLAK)
are the remaining area of mangrove forest in Jakarta Bay. Pollution and land degradation in
those area can threaten the wildlife, one of them is long-tailed macaque (Macaca fascicularis).
The aims of the study were to analyze the quality of habitat, kind of diet, and population
condition of long-tailed macaque. Based on the categories of diet, long-tailed macaque in both
area eat more non natural food. The population of long-tailed macaque in SMMA were 77
individuals, while in HLAK were 118 individuals.

Keywords: Macaca fascicularis, diet, population, mangrove


Keanekaragaman Jenis Pakan dan Populasi Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis Raffles,1821) di Kawasan Suaka
Margasatwa Muara Angke dan Hutan Lindung Angke Kapuk

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat-
Nya sehingga skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis Pakan dan Populasi Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis Raffles, 1821) di Suaka Margasatwa Muara Angke dan Hutan
Lindung Angke Kapuk ini berhasil diselesaikan. Pengumpulan data lapangan pada penelitian
ini dilakukan pada bulan Maret hingga April 2017.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nyoto Santoso, MS selaku
pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan, dan saran dalam penelitian ini. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada BKSDA DKI Jakarta dan Dinas Kehutanan DKI Jakarta
atas saran, bantuan, dan perizinan selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga penulis, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Terima kasih kepada seluruh dosen dan staf DKSHE, serta rekan-rekan KSHE 50
dan FAHUTAN 50 atas motivasi yang telah diberikan selama penelitian. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan dengan tulus kepada keluarga besar RIMPALA FAHUTAN-IPB atas
kekeluargaan, kebersamaan, pengalaman, dan motivasi yang diberikan selama penulis
berkuliah di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2017

Shiela Safitri
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii


DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN Error! Bookmark not defined.
Latar Belakang Error! Bookmark not defined.
Tujuan Penelitian Error! Bookmark not defined.
Manfaat Penelitian Error! Bookmark not defined.
METODE Error! Bookmark not defined.
Waktu dan Tempat Error! Bookmark not defined.
Alat dan Bahan Error! Bookmark not defined.
Objek Penelitian dan Jenis Data yang DikumpulkanError! Bookmark not defined.
Metode Pengumpulan Data Error! Bookmark not defined.
Analisis Data Error! Bookmark not defined.
HASIL DAN PEMBAHASAN Error! Bookmark not defined.
Kondisi Habitat Error! Bookmark not defined.
Jenis Pakan Error! Bookmark not defined.
Populasi Monyet Ekor Panjang Error! Bookmark not defined.
Wilayah jelajah Error! Bookmark not defined.
SIMPULAN DAN SARAN Error! Bookmark not defined.
Simpulan Error! Bookmark not defined.
Saran Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN 31
RIWAYAT HIDUP 55
DAFTAR TABEL
1. Jenis data yang dikumpulkan Error! Bookmark not defined.
2. Jenis dan metode pengumpulan data Error! Bookmark not defined.
3. Kriteria yang diukur dalam menentukan Indeks NeuError! Bookmark not
defined.
4. Jenis tumbuhan dominan di kawasan SMMA dan HLAKError! Bookmark not
defined.
5. Populasi monyet ekor panjang di SMMA dan HLAK tahun 2015 Error!
Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR
1. Peta lokasi penelitian Error! Bookmark not defined.
2. Plot analisis vegetasi Error! Bookmark not defined.
3. Peta lokasi analisis vegetasi Error! Bookmark not defined.
4. (a) Buah pidada (b) Buah galing Error! Bookmark not defined.
5. Keanekaragaman jenis pakan monyet ekor panjang di SMMA dan HLAKError!
Bookmark not defined.
6. Monyet ekor panjang memakan (a) rumput (b) Canna spError! Bookmark not
defined.
7. (a) Warga sekitar yang singgah untuk melihat monyet (b) Sampah yang menumpuk
di kawasan HLAK Error! Bookmark not defined.
8. Persentase kategori pakan monyet ekor panjang kawasan (a) SMMA (b) HLAK
Error! Bookmark not defined.
9. (a) Tanda dilarang memberi makan monyet (b) Plastik berisi makanan yang
diberikan warga Error! Bookmark not defined.
10. Struktur umur monyet ekor panjang di kawasan SMMA dan HLAK Error!
Bookmark not defined.
11. Monyet betina dewasa yang sedang estrus Error! Bookmark not defined.
12. Peta wilayah jelajah monyet ekor panjang di SMMA dan HLAKError! Bookmark
not defined.

DAFTAR LAMPIRAN
1. Jenis pakan alami dalam kawasan SMMA Error! Bookmark not defined.
2. Jenis pakan alami dalam kawasan HLAK Error! Bookmark not defined.
3. Jenis pakan alami luar kawasan SMMA Error! Bookmark not defined.
4. Jenis pakan alami luar kawasan HLAK Error! Bookmark not defined.
5. Pakan non alami kawasan SMMA Error! Bookmark not defined.
6. Pakan non alami kawasan HLAK Error! Bookmark not defined.
7. Hasil analisis vegetasi di SMMA Error! Bookmark not defined.
8. Hasil analisis vegetasi di HLAK Error! Bookmark not defined.
9. Hasil uji chi-square pada kawasan SMMA Error! Bookmark not defined.
10. Hasil uji chi-square pada kawasan HLAK Error! Bookmark not defined.
11. Hasil uji preferensi menggunakan indeks NeuError! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem hutan yang khas,


terdapat di daerah pasang surut wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Secara
ekologis, ekosistem mangrove berpotensi melindungi wilayah pesisir dan pantai
dari ancaman abrasi, sedimentasi, dan intrusi air laut. Selain itu, ekosistem ini juga
menunjang kehidupan biota laut dan satwaliar sebagai habitat dan sumber pakan.
Hutan mangrove di Teluk Jakarta seluas 9 749 ha terbentang dari pantai
Tangerang hingga Bekasi (Parawansa 2007). Berdasarkan SK Menteri Kehutanan
No. 667/Kpts-II/1995, kawasan hutan mangrove di DKI Jakarta memiliki luas
sebesar 327,70 hektar. Perincian peruntukan kawasan meliputi: 44,76 ha Hutan
Lindung Angke Kapuk, 99,82 ha Taman Wisata Angke Kapuk, 25,02 ha Suaka
Margasatwa Muara Angke, serta hutan dengan tujuan istimewa terdiri dari kebun
pembibitan 10,51 ha, transmisi PLN 23,70 ha, Cengkareng Drain 28,39 ha dan jalan
tol-jalur hijau 95,50 ha. Waryono (2008) mengemukakan bahwa kawasan
mangrove di Teluk Jakarta telah rusak dan terganggu. Hal tersebut disebabkan oleh
peningkatan konversi lahan untuk pemukiman, pembangunan wilayah pesisir, dan
pemanfaatan untuk usaha tambak. Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2006 menginformasikan bahwa kawasan mangrove di DKI
Jakarta sudah tidak efektif peranan dan fungsinya karena kerapatannya terbatas.
Kondisi kerapatan pohon di kawasan mangrove DKI Jakarta sebesar 120 pohon/ha
padahal kerapatan pada kawasan mangrove normal tercatat sebesar 900-1400
pohon/ha (Waryono 2008).
Kawasan Hutan Lindung Angke-Kapuk (HLAK) dan Suaka Margasatwa
Muara Angke (SMMA) yang berfungsi sebagai wilayah perlindungan sistem
penyangga kehidupan dan sebagai kawasan perlindungan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya justru mengalami degradasi. Hal
tersebut dapat menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan kehidupan satwaliar di
dalamnya. Salah satu jenis satwaliar yang terganggu habitatnya akibat degradasi di
kawasan tersebut yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Penurunan
fungsi kawasan di HLAK dan SMMA menyebabkan kawasan tersebut tidak lagi
dapat menunjang kehidupan monyet ekor panjang dengan baik sebagai habitat dan
sumber pakan. Hal tersebut diindikasikan dengan seringnya monyet keluar kawasan
untuk meminta makanan dari manusia.
Monyet ekor panjang dikategorikan sebagai spesies payung karena wilayah
jelajahnya yang luas (Rahayu et al. 2013). Spesies payung merupakan spesies yang
membutuhkan habitat yang luas sehingga perlindungan terhadap spesies tersebut
akan melestarikan spesies lain yang berada di habitat yang sama namun kebutuhan
habitatnya lebih sedikit. Menurut Rizaldy et al. (2016), monyet ekor panjang justru
memiliki peranan penting dalam regenerasi hutan. Oleh karena itu, kajian mengenai
jenis-jenis pakan monyet ekor panjang di HLAK dan SMMA dirasa perlu dilakukan
untuk mengetahui kualitas habitat dan jenis pakan monyet ekor panjang agar dapat
dikelola keberlanjutannya.
Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain:


1. Menganalisis kondisi habitat dan monyet ekor panjang di HLAK dan SMMA
2. Mengidentifikasi jenis-jenis pakan monyet ekor panjang di HLAK dan SMMA
3. Menganalisis kondisi populasi monyet ekor panjang di HLAK dan SMMA

Manfaat Penelitian

Sebagai masukan bagi pengelola HLAK dan SMMA untuk pengelolaan


habitat dan vegetasi sumber pakan monyet ekor panjang dalam rangka
mempertahankan keberlanjutan populasi monyet ekor panjang.
1

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) dan


Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
(Gambar 1). Penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 Maret – 20 April 2017.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan yaitu peta kawasan SMMA dan HLAK,
Global Positioning System (GPS), tally sheet, binokuler, meteran, kamera, plastik
spesimen, buku panduan lapang, dan seperangkat computer dengan software
ArcGIS 10.3, Ms.Excel dan SPSS 20.
Objek Penelitian dan Jenis Data yang Dikumpulkan

Objek dalam penelitian ini adalah monyet ekor panjang dengan spesifikasi
pendataan pakan dan populasi serta habitatnya. Jenis data yang dikumpulkan adalah
data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil secara
langsung di lokasi penelitian. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari
hasil studi pustaka dan hasil penelitian sebelumnya. Berikut rincian mengenai data
primer dan data sekunder dalam penelitian ini (Tabel 1).

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa pengumpulan data primer dan
data sekunder (Tabel 2).

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan


Data primer Data sekunder
1. Populasi monyet ekor panjang 1. Kondisi habitat (komponen fisik)
a. Jumlah individu pada setiap kelas a. Suhu dan kelembaban
umur: anak, muda, dewasa b. Iklim dan curah hujan
b. Jumlah individu dengan pemisahan c. Jenis tanah
jenis kelamin d. Pasang surut air
c. Jumlah total individu e. Salinitas air
d. Jumlah kelompok
2. Pakan monyet ekor panjang
a. Jenis pakan
b. Bagian yang dimakan
c. Frekuensi jenis dan bagian dimakan
3. Kondisi habitat (komponen biotik)

Tabel 2 Jenis dan metode pengumpulan data


Jenis data Metode
1. Populasi monyet ekor panjang Concentration count
Data primer 2. Pakan monyet ekor panjang Scan sampling
3. Jenis vegetasi Analisis vegetasi

Tabel 2 Jenis dan metode pengumpulan data (lanjutan)


Jenis data Metode
1. Kondisi umum habitat Studi pustaka
Data
sekunder 2. Lokasi dan sebaran monyet ekor
Studi pustaka
panjang
Concentration count
Metode concentration count dilakukan untuk menduga jumlah populasi
monyet ekor panjang. Metode pengamatan concentration count merupakan
pengamatan langsung yang dilakukan di lokasi berkumpulnya monyet ekor
panjang. Pengamatan dilakukan pada pukul 06.00-08.00, 11.00-13.00, dan 15.00-
17.00 dengan interval waktu 10 menit. Menurut Yasuma dan Alikodra (1990),
monyet ekor panjang aktif secara periodik dari subuh hingga senja, sehingga waktu
pengamatan tersebut merupakan waktu terbaik untuk melakukan pengamatan.
Menurut Fachrul (2008) jumlah individu terbesar yang ditemui dari seluruh
rangkaian pengamatan diasumsikan sebagai jumlah individu yang mewakili satu
kelompok.

Scan sampling
Metode scan sampling dilakukan dengan cara mengamati individu monyet
yang sedang melakukan aktivitas makan (Zairina et al. 2015). Menurut hasil
penelitian Sussman dan Tattersall (1981), aktivitas makan monyet ekor panjang
meningkat pada pukul 09.00-11.00, 12.00-13.00, dan 14.00-17.00. Berdasarkan hal
tersebut, pengamatan dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari. Interval waktu yang
digunakan adalah 10 menit (Fachrul 2008). Pada tahap pengamatan, diamati jenis
pakan, bagian yang dimakan, dan frekuensi jenis tersebut dimakan.

Analisis vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode petak. Petak
contoh yang dibuat berukuran 10 m x 10 m untuk tingkat tiang dan pohon, 5 m x 5
m untuk tingkat pancang, dan 2 m x 2 m untuk semai dan tumbuhan bawah (Gambar
2). Petak contoh dibuat sebanyak 4 petak yang ditempatkan secara pusposive di
lokasi monyet ekor panjang banyak melakukan aktivitas makan pada tiap wilayah
jelajahnya.

Gambar 2 Plot analisis vegetasi

Analisis Data

Populasi monyet ekor panjang


a. Ukuran dan kepadatan populasi
Jumlah individu terbesar yang ditemui dari seluruh rangkaian pengamatan
diasumsukan sebagai jumlah individu yang mewakili satu kelompok. Jumlah
individu terkecil yang ditemui diasumsikan bahwa individu yang lain tidak terlihat
saat pengamatan (Fachrul 2008). Berdasarkan jumlah populasi, dapat diketahui
kepadatan populasi dengan rumus sebagai berikut:

P
D=
A
Keterangan:
D : Kepadatan populasi
P : Populasi
A : Luas habitat

b. Struktur umur
Struktur umur dapat diketahui dengan mengelompokkan individu monyet
ekor panjang ke dalam kelas umur anak, muda, dan dewasa. Data tersebut kemudian
dijumlahkan dan disajikan dalam bentuk grafik

c. Sex ratio
Sex ratio merupakan perbandingan antara jumlah individu jantan dan betina.
Sex ratio dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Y
S=
X
Keterangan:
S : Sex ratio
Y : Jumlah individu jantan
X : Jumlah individu betina

Pakan
a. Frekuensi relatif pakan
Jenis pakan yang dikonsumsi monyet ekor panjang dihitung jumlahnya dan
frekuensi dimakannya. Penghitungan frekuensi relatif jenis pakan menggunakan
rumus sebagai berikut (Fachrul 2008):
ni
N0 = ( ) ×100%
N

Keterangan:
N0 : Frekuensi relatif jenis pakan
ni : Frekuensi satu jenis pakan yang dimakan
N : Frekuensi seluruh jenis pakan yang dimakan

b. Keanekaragaman jenis pakan


Variabel yang dihitung yaitu jenis dan bagian yang dimakan oleh monyet ekor
panjang (Yeager 1996). Keanekaragaman jenis pakan dihitung menggunakan
indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, dengan rumus sebagai berikut:
𝑛
' ni ni
H = - ∑ [( ) ×ln ( )]
N N
𝑖=1

Keterangan:
H' : Indeks keanekaragaman
ni : Frekuensi satu jenis pakan yang dimakan
N : Frekuensi seluruh jenis pakan yang dimakan

c. Pemilihan jenis pakan


Analisis yang digunakan untuk menduga hubungan antara kelas umur dan
jenis kelamin dengan pemilihan jenis pakan yaitu menggunakan uji chi-square.
Rumus uji chi-square yang digunakan adalah sebagai berikut.
2 ∑ (f0 -fe )2
X =[ ]
fe

Keterangan:
X2 : Nilai chi-square
fe : Frekuensi yang diharapkan
f0 : Frekuensi jenis dan bagian pakan yang dikonsumsi
Adapun hipotesis yang digunakan yaitu:
Ho : X=0, Tidak terjadi pemilihan jenis pakan
Ha : X ≠0, Terjadi pemilihan jenis pakan

Apabila hasil uji chi-square menunjukkan terdapat pemilihan pakan, analisis


dilanjutkan untuk melihat jenis pakan yang disukai dengan menggunakan Indeks
Neu.

d. Preferensi pakan
Preferensi jenis pakan dianalisis dengan melakukan pengujian menggunakan
Indeks Neu. Asumsi bahwa semakin tinggi frekuensi suatu jenis dimakan maka
jenis tersebut semakin disukai. Penentuan Indeks Neu dapat dilihat pada Tabel 3
(Hidayat dan Kayat 2014).
Tabel 3 Kriteria yang diukur dalam menentukan Indeks Neu
Jenis tumbuhan pakan a p pr n u e w b Peringkat
J1 a1 p1 pr1 n1 u1 e1 w1 b1
J2 a2 p2 pr2 n2 u2 e2 w2 b2
... ... ... ... ... ... ... ... ...
Jk ak pk prk nk uk ek wk bk
Jumlah Σa Σp Σpr Σn Σu Σe Σw Σb

Keterangan tabel:
a = Kerapatan jenis tumbuhan pakan
p = Proporsi kerapatan jenis tumbuhan pakan
pr = Persentase proporsi kerapatan jenis tumbuhan pakan
n = Frekuensi suatu jenis tumbuhan dimakan
u = Proporsi suatu jenis tumbuhan dimakan
e = Nilai harapan (pi × Σni)
w = Indeks preferensi (ui × pi)
b = Indeks preferensi yang dibakukan (wi × Σw)

Analisis vegetasi
Indeks Nilai Penting (INP) menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis
dalam komunitas dengan kata lain INP digunakan untuk menetapkan dominansi suatu
jenis terhadap jenis lainnya. Soerianegara dan Indrawan (2005) menjelaskan mengenai
INP yang dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi
Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR).
- Kerapatan (K) = Jumlah individu suatu jenis
Luas unit contoh
- Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis x 100 %
Kerapatan seluruh jenis
- Frekuensi (F) = Jumlah plot ditemukannya suatu jenis
Jumlah seluruh plot dalam unit contoh
- Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis x 100 %
Frekuensi seluruh jenis
- Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu jenis
Luas unit contoh
- Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x 100 %
Dominansi seluruh jenis
- Indeks Nilai Penting = KR + FR + DR (pohon)
= KR + FR (semai, tumbuhan bawah, pancang,
palem)

Kondisi habitat
Kondisi habitat monyet ekor panjang di kedua lokasi penelitian dianalisis
secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan pada setiap faktor-faktor habitat,
yaitu faktor fisik, faktor biologi dan faktor mausia. Faktor fisik meliputi suhu, curah
hujan, kualitas tanah, dan kualitas air serta pasang surut. Faktor biologi yaitu
keanekaragaman flora dan fauna di kawasan tersebut. Faktor manusia yaitu
pengunjung dan aktivitas masyarakat.
1

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Habitat

Letak dan luas


Kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) secara geografis
terletak antara 6o06”-6o10” LS, dan 106o43”-106o48” BT. Secara administratif,
kawasan SMMA terletak di wilayah Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan
Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No 097/Kpts-II/1998 kawasan ini ditetapkan sebagai Suaka
Margasatwa Muara Angke dengan total luas 25,02 ha. Kawasan ini berdampingan
dengan Perumahan Pantai Indah Kapuk pada bagian barat dan pada bagian timur
hanya dibatasi Kali Angke dengam pemukiman nelayan Muara Angke. Pada sisi
utara SMMA terdapat Hutan Lindung Angke Kapuk dan pada sisi selatan
berbatasan dengan areal perumahan Pantai Indah Kapuk (Parawansa 2007).
Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK) berada di wilayah kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara. Berdasarkan surat Keputusan Direktorat Jenderal
Inventarisasi dan Tata Guna Hutan No.08/KPPS/VII-4/1994 Hutan Lindung Angke
Kapuk memiliki luas 44,76 ha. Secara geografis, kawasan ini terletak antara 6o05’-
6o10’ LS dan 106o43’-106o48’ BT. Hutan Lindung Angke Kapuk terbentang mulai
dari hutan wisata Kamal sampai batas muara Sungai Angke. Pada bagian utara,
kawasan ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa sedangkan pada bagian selatan
berbatasan dengan Perumahan Pantai Indah Kapuk dan Suaka Margasatwa Muara
Angke (BKSDA DKI Jakarta, 2016).

Komponen fisik
Kawasan SMMA memiliki tipe iklim A menurut klasifikasi iklim Schmidt
dan Fergusson. Curah hujan tertinggi pada bulan Januari (388 mm) dan terendah
bulan Oktober (60 mm). Suhu udara rata-rata tertinggi pada bulan Oktober (27,3oC)
dan suhu rata-rata terendah pada bulan Februari (25,9oC). Rata-rata kelembaban
nisbi 82,96% dengan kelembaban tertinggi 87% dan kelembaban terendah 79%
(Rahayu et al. 2013).
Jenis tanah di kawasan SMMA tergolong alluvial berwarna kelabu tua
dengan tekstur lempung liat berdebu (PPLH IPB 2000). Kisaran pH tanah di
kawasan ini yaitu 5,50-5,54 (Rahayu et al. 2013). Jenis tanah di kawasan HLAK
adalah halic sulfaquent dengan kisaran pH netral (6-7). Ciri morfologi tanah halic
sulfaquent di daerah ini adalah tekstur tanah liat berdebu pada bagian atas dan liat
sampai liat berdebu pada bagian bawah dengan struktur melumpur (belum matang),
warna kelabu sampai kelabu gelap, tanah digenangi air 30-50 cm (Syah 2011).
Berdasarkan hasil penelitian Achmat dan Nurhayati (2004), kadar logam berat pada
tanah di kawasan SMMA yaitu Pb 1,76 ppm, Cu 3,57 ppm, dan Hg 18,45 ppb,
sedangkan di kawasan HLAK yaitu Pb 0,4 ppm, Cu 2,24 ppm, dan Hg 10,17 ppm.
Kadar logam berat pada tanah di kedua kawasan tersebut berada jauh di atas standar
baku mutu yang ditetapkan, yaitu 0,01 ppm untuk Pb, 0,1 ppm untuk Cu, dan 0,35
ppb untuk Hg. Menurut Hamzah dan Setiawan (2010), kandungan logam berat pada
tanah dan sedimen secara umum akan memiliki nilai yang lebih rendah dibanding
dengan kadar logam berat pada air. Kadar logam berat pada air di kawasan muara
2

angke memiliki nilai kurang dari 0,006 ppm untuk Cu dan Pb, sedangkan logam Zn
memiliki kadar 0,044-0,062 ppm.
Kawasan SMMA dan HLAK termasuk ke dalam tipe ekosistem mangrove.
Salah satu ciri dari ekosistem mangrove yaitu tumbuh di daerah pasang surut yang
tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut (Kusmana et
al. 2013). Pasang tertinggi di kawasan SMMA mencapai 1,8 m dengan pasang rata-
rata 1,4 m dan surut trendah 0,23 m dengan surut rata-rata 0,56 m (Rahayu et al.
2013). Kawasan HLAK memiliki frekuensi pasang surut dalam sehari hanya satu
kali. Oleh karena itu, kawasan ini selalu tertutupi air pada waktu pasang dengan
ketinggian air pasang rata-rata 30-50 cm (Syah 2011). Dinamika pasang surut
berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Salinitas air
menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun selama pasang surut.
Salinitas di Sungai Angke berkisar antara 2-5% pada saat surut dan 5-8% pada saat
pasang. Salinitas di lahan mangrove baik saluran drainase maupun rawa-rawa
sebesar 0% (Rahayu et al. 2013). Pada kawasan HLAK berdasarkan hasil penelitian
Novanistati (2001), salinitas berkisar antara 22-32,5 ppt. Kadar salinitas, pasang
surut, dan genangan air mempengaruhi jenis tumbuhan mangrove di dalamnya.
Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terbentuknya zona mangrove berdasarkan
jenis vegetasi dominannya.

Komponen biotik
Analisis vegetasi dilakukan di lokasi ditemukannya kelompok monyet
ekor panjang. Pada kedua lokasi penelitian masing-masing terdapat 3 kelompok
monyet ekor panjang, sehingga total petak contoh analisis vegetasi yang dibuat
berjumlah 24 petak. Petak contoh ditempatkan secara purposive di lokasi monyet
ekor panjang banyak melakukan aktivitas makan (Gambar 3).

Gambar 1 Peta lokasi analisis vegetasi


3

Hasil analisis vegetasi pada kawasan SMMA ditemukan 29 jenis


tumbuhan yang terdiri atas 10 jenis pohon, 12 jenis tumbuhan bawah, 1 jenis palem-
paleman, dan 6 jenis liana. Pada kawasan HLAK ditemukan 34 jenis tumbuhan
yang terdiri atas 15 jenis pohon, 10 jenis tumbuhan bawah, 1 jenis palem-paleman,
dan 8 jenis liana. Jenis dengan nilai INP tertinggi di wilayah jelajah monyet ekor
panjang di kawasan SMMA yaitu pidada (Sonneratia caseolaris) pada tingkat
pohon, lamtoro (Leucaena leucocephala) pada tingkat semai, ara sungsang
(Asystasia gangetica subsp. micrantha) pada tumbuhan bawah, nipah (Nypa
fruticans) pada palem-paleman, dan galing (Cayratia trifolia) pada habitus liana.
Sedangkan di kawasan HLAK jenis vegetasi dengan nilai INP tertinggi di wilayah
jelajah monyet ekor panjang yaitu api api (Avicennia marina) pada tingkat pohon,
bakau (Rhizophora spp) pada tingkat pancang dan semai, ara sungsang (Asystasia
gangetica subsp. micrantha) pada tumbuhan bawah, nipah (Nypa fruticans) pada
palem-paleman, dan galing (Cayratia trifolia) pada habitus liana (Tabel 4). Indeks
Nilai Penting (INP) digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap
jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting untuk menggambarkan kedudukan
ekologis suatu jenis dalam komunitas (Indriyanto 2006).

Tabel 1 Jenis tumbuhan dominan di kawasan SMMA dan HLAK


Tingkat/ INP
Kawasan No Nama lokal Nama ilmiah
Habitus (%)
Semai 1 Lamtoro Leucaena leucocephala 200
1 Pidada Sonneratia caseolaris 150,40
Pohon 2 Nyamplung Calophyllum inophyllum 60,19
3 Mindi Melia azedarach 19,76
1 Ara sungsang Asystasia gangetica 83,76
subsp. Micrantha
Tumbuhan
2 Mirip 34,89
SMMA bawah
3 meniran Commelina diffusa 12,41
Katangan
Palem- 1 Nipah Nypa fruticans 200
paleman
1 Galing Cayratia trifolia 102,69
Liana 2 Timun tikus Coccinia grandis 39,23
3 Liana A Unidentified 28,46
1 Bakau Rhizophora spp 40,97
Semai 2 Lamtoro Leucaena leucocephala 29,86
3 Bintaro Cerbera manghas 23,61
1 Bakau Rhizophora spp 64,53
Pancang 2 Lamtoro Leucaena leucocephala 47,38
3 Nyamplung Calophyllum inophyllum 19,48
HLAK 1 Api api Avicennia marina 114,59
Pohon 2 Ketapang Terminalia catappa 61,85
3 Sengon Falcataria moluccana 42,26
1 Ara sungsang Asystasia gangetica 47,31
Tumbuhan subsp. Micrantha
bawah 2 Jeruju Acanthus illicifolius 24,93
3 Paku laut Acrostichum aureum 23,43
4

Tabel 2 Jenis tumbuhan dominan di kawasan SMMA dan HLAK (lanjutan)


Tingkat/ INP
Kawasan No Nama lokal Nama ilmiah
Habitus (%)
Palem- 1 Nipah Nypa fruticans 200
paleman
HLAK 1 Galing Cayratia trifolia 51,11
Liana 2 Timun tikus Coccinia grandis 38,57
3 Merambat A Unidentified 37,12
Komposisi jenis vegetasi mangrove sejati pada kedua kawasan memiliki
perbedaan yang signifikan. Pada kawasan SMMA jenis mangrove sejati didominasi
oleh jenis pidada (Sonneratia caseolaris). Jenis tersebut banyak tumbuh di kawasan
SMMA dengan diameter mencapai 70 cm. Jenis pidada dengan diameter besar
tumbuh di dekat aliran sungai Angke dengan kondisi tanah berlumpur. Pada bagian
rawa-rawa di kawasan SMMA, jenis pidada tidak tumbuh tinggi dan diameternya
kecil. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh kondisi tanah dan salinitas, sesuai dengan
pernyataan Kusmana et al. (2013) bahwa jenis pidada tumbuh di bagian yang
kurang asin di hutan mangrove, pada tanah lumpur yang dalam, seringkali di
sepanjang sungai kecil dengan air yang mengalir pelan dan terpengaruh oleh pasang
surut. Tidak pernah tumbuh di daerah pematang/sepanjang karang. Tumbuh di tepi
muara sungai terutama di daerah yang mempunyai salinitas rendah dengan
campuran air tawar. Meskipun banyak terdapat jenis pidada pada tingkat pohon,
pada tingkat semai hanya ditemukan jenis lamtoro. Hal tersebut dikarenakan jenis
pidada tidak toleran di bawah naungan.
Komposisi vegetasi mangrove sejati di kawasan HLAK didominasi oleh
jenis bakau (Rhizophora spp) pada tingkat semai dan pancang sebab jenis tersebut
bersifat vivipari dan berbunga sepanjang tahun. Sifat vivipari merupakan kondisi
dimana biji berkecambah ketika masih menempel pada pohon induknya (Crump et
al. 2013). Kondisi yang demikian akan memudahkan jenis bakau untuk tumbuh di
kawasan yang digenangi air. Menurut Kusmana et al. (2013) habitat jenis ini ialah
daerah muara sungai yang memiliki lumpur halus dan jenis tersebut mudah
beradaptasi dengan daerah yang digenangi pasang yang agak besar. Habitat tersebut
sesuai dengan kondisi di HLAK yang memiliki tanah berlumpur dan selalu
tergenang. Jenis api api mendominasi pada tingkat pohon karena habitatnya yang
juga sesuai. Jenis ini tumbuh di paparan lumpur, tepi sungai, toleran terhadap
salinitas tinggi dan umumnya berada di daerah pertemuan sungai atau teluk.

Jenis Pakan

Jenis pakan monyet ekor panjang di kedua kawasan dibedakan ke dalam


kategori pakan alami dalam kawasan, pakan alami luar kawasan, dan pakan non
alami. Pakan alami dalam kawasan merupakan jenis tumbuhan yang terdapat di
dalam kawasan. Pakan alami luar kawasan merupakan jenis tumbuhan yang
terdapat di luar kawasan seperti tanaman hias di pekarangan perumahan yang
berbatasan dengan kawasan. Pakan non alami merupakan pakan yang tidak berasal
dari tumbuhan di dalam maupun di sekitar kawasan dan makanan pemberian
manusia. Selain kategori pakan, penghitungan frekuensi pakan juga dibedakan pada
tiap kelas umur dan jenis kelamin.
5

Pakan alami dalam kawasan


a. Jenis dan bagian pakan
Jumlah jenis pakan alami monyet ekor panjang di kawasan SMMA yaitu 19
jenis pada kelas umur anak, 18 jenis pada kelas umur muda, 13 jenis pada kelas
umur dewasa betina, dan 12 jenis pada kelas umur dewasa jantan. Pakan alami yang
lebih sering dimakan monyet ekor panjang di kawasan SMMA yaitu buah pidada
(Sonneratia caseolaris) pada kelas umur anak, muda, dan dewasa betina, sedangkan
monyet dewasa jantan lebih sering memakan buah galing (Cayratia trifolia) (Tabel
5).
Tabel 3 Pakan alami dalam kawasan SMMA yang banyak dimakan monyet
ekor panjang
Jenis Pakan dominan
Kelas Total
Nama Bagian Frekuensi
umur pakan Nama ilmiah Persentase
lokal dimakan dimakan
Pidada Sonneratia caseolaris Buah 33 26,4%
Anak 19 Pidada Sonneratia caseolaris Bunga 27 21,6%
Galing Cayratia trifolia Buah 16 12,8%
Pidada Sonneratia caseolaris Buah 21 27,63%
Muda 18 Pidada Sonneratia caseolaris Bunga 10 13,16%
Pidada Sonneratia caseolaris Daun 10 13,16%
Pidada Sonneratia caseolaris Buah 29 35,37%
Dewasa
13 Pidada Sonneratia caseolaris Daun 15 18,29%
betina
Lamtoro Leucaena leucocephala Daun 10 12,20%
Galing Cayratia trifolia Buah 9 18,37%
Dewasa
12 Pidada Sonneratia caseolaris Buah 7 14,29%
Jantan
Pidada Sonneratia caseolaris Bunga 7 14,29%

Menurut hasil analisis vegetasi, kawasan SMMA didominasi oleh jenis


pidada sehingga jenis tersebut dapat dikatakan merupakan sumber pakan utama
monyet ekor panjang di kawasan SMMA. Menurut Kusmana et al. (2013), jenis
pidada berbunga sepanjang tahun dan berbuah pada bulan Mei-Juni serta Oktober-
November. Sejalan dengan pernyataan tersebut, pada saat penelitian berlangsung,
jenis pidada sedang banyak berbunga dan mulai menghasilkan buah yang masih
muda. Bunga dan buah yang masih muda tersebut yang banyak dimakan monyet di
kawasan SMMA (Gambar 4a). Selain pidada, jenis yang juga banyak dimakan oleh
monyet ekor panjang adalah jenis galing. Jenis ini merupakan liana yang banyak
tumbuh di kawasan pesisir, sehingga jenis tersebut banyak ditemukan di kawasan
SMMA (Gambar 4b).
6

(a) (b)
Gambar 2 (a) Buah pidada (b) Buah galing

Lain halnya dengan kawasan SMMA, jumlah jenis pakan alami monyet ekor
panjang di kawasan HLAK yaitu 24 jenis pada kelas umur anak, 25 jenis pada kelas
umur muda, dan 16 jenis pada kelas umur dewasa betina dan jantan. Monyet pada
kelas umur anak lebih sering memakan buah ketapang dan daun lamtoro. Monyet
muda dan dewasa jantan lebih sering memakan buah galing, sedangkan monyet
dewasa betina lebih sering memakan daun api api (Tabel 6).
Tabel 4 Pakan alami dalam kawasan HLAK yang banyak dimakan monyet
ekor panjang
Jenis pakan dominan
Kelas Total
Nama Bagian Frekuensi
umur pakan Nama ilmiah Persentase
lokal dimakan dimakan
Ketapang Terminalia catappa Buah 12 15,38%
Anak 24 Lamtoro Leucaena leucocephala Daun 12 15,38%
Bakau Rhizophora spp Bunga 6 7,69%
Galing Cayratia trifolia Buah 15 17,65%
Muda 25 Api api Avicennia marina Daun 11 12,94%
Lamtoro Leucaena leucocephala Daun 10 11,76%
Api api Avicennia marina Daun 13 28,26%
Dewasa
16 Bakau Rhizophora spp Bunga 8 17,39%
betina
Galing Cayratia trifolia Buah 6 13,04%
Galing Cayratia trifolia Buah 10 24,39%
Dewasa Beringin Ficus benjamina Daun 9 21,95%
16
Jantan Lamtoro Leucaena leucocephala Daun 3 7,32%

Jenis ketapang (Terminalia catappa) bagian buahnya banyak dimakan oleh


monyet kelas umur anak karena jenis tersebut cukup mendominasi di kawasan
HLAK. Jenis api api (Avicennia marina) yang paling mendominasi di kawasan
HLAK tidak banyak dimakan buahnya oleh monyet padahal jenis tersebut banyak
berbuah pada bulan Maret. Hal tersebut dikarenakan buah api api memiliki rasa
yang pahit sehingga bagian yang lebih banyak dimakan yaitu daunnya. Perbedaan
jumlah total jenis pakan, bagian yang dimakan, dan frekuensinya disebabkan oleh
7

beberapa hal, yaitu jenis yang mendominasi, musim berbuah, kebutuhan nutrisi,
kemampuan mencari makan, dan kompetisi dalam satu kelompok monyet ekor
panjang. Jenis yang mendominasi merupakan jenis yang memiliki nilai INP tinggi
pada masing-masing kawasan berdasarkan hasil analisis vegetasi. Kemampuan
mencari makan pada monyet ekor panjang berbeda tergantung pada ukuran
kelompok dan ketersediaan pakan (Dolhinow dan Fuentes 1999). Kompetisi dapat
terjadi ketika jenis dan bagian pakan yang disukai monyet ekor panjang
ketersediannya terbatas atau musiman.
Monyet kelas umur anak di kedua kawasan memiliki total pakan terbanyak.
Monyet anakan lebih aktif bergerak mencari sumberdaya saat aktivitas mencari
makan (foraging) dibanding monyet dewasa. Selain itu, monyet anakan
membutuhkan nutrisi yang lebih banyak dibandingkan monyet dewasa (van Schaik
dan van Noordwijk 1986). Hampir setiap kelas umur monyet ekor panjang di lokasi
penelitian lebih banyak memakan bagian buah. Monyet memakan buah untuk
memenuhi kebutuhan air. Menurut Yeager (1996) pakan utama monyet ekor
panjang adalah buah, namun ketika tidak terdapat buah, mereka akan mencari
alternatif pakan yaitu daun yang masih muda. Ketika pakan utama tidak tersedia
atau terjadi perebutan, monyet ekor panjang akan mencari jenis pakan lain seperti
daun muda dari jenis yang banyak tersedia yaitu api api, dan lamtoro. Monyet ekor
panjang hanya memakan daun muda, hal ini dikarenakan kandungan lignin pada
daun muda kadarnya belum terlalu banyak sehingga tidak menimbulkan masalah
pencernaan pada monyet ekor panjang. Kadar lignin tanaman bertambah dengan
bertambahnya umur tanaman (Tillman et al. 1991).
Menurut van Schaik dan van Noordwijk (1986), kebutuhan nutrisi berupa
protein lebih banyak dibutuhkan oleh monyet anakan dan monyet muda. Buah yang
mengandung protein tinggi merupakan buah yang berukuran kecil. Monyet yang
masih muda cenderung memakan buah yang ukurannya kecil dengan tekstur lunak,
sedangkan monyet dewasa cenderung memakan buah yang ukurannya lebih besar
dengan tekstur yang lebih keras. Namun, hasil pengamatan di SMMA dan HLAK
justru menunjukkan bahwa monyet dewasa lebih banyak memakan buah galing
yang ukurannya kecil dan lunak, sementara monyet anakan banyak memakan buah
pidada dan buah ketapang. Hal ini diduga karena buah galing tumbuh bergerombol
sehingga monyet dewasa yang memang tidak banyak bergerak (van Schaik dan van
Noordwijk 1986) tidak perlu mencari buah lain untuk dikonsumsi dalam jumlah
banyak. Buah pidada yang banyak dimakan oleh anakan merupakan buah pidada
yang masih muda dan ukurannya tidak terlalu besar, sedangkan buah ketapang
meskipun keras namun kulit luarnya masih bisa digigit.
b. Keanekaragaman pakan
Hasil analisis keanekaragaman pakan menggunakan indeks
keanekaragaman Shanon-Wiener di kedua lokasi penelitian disajikan pada Gambar
5. Tingkat keanekaragaman pakan monyet ekor panjang di HLAK lebih tinggi
dibanding dengan tingkat keanekaragaman pakan di SMMA. Keanekaragaman
pakan monyet ekor panjang di SMMA tergolong memiliki nilai 2,38.
Keanekaragaman pakan monyet ekor panjang di HLAK memiliki nilai 3,02. Nilai
keanekaragaman pakan monyet ekor panjang lebih tinggi di kawasan HLAK
dikarenakan jenis vegetasi yang ditemukan di kawasan tersebut lebih banyak
dibanding dengan kawasan SMMA sehingga monyet ekor panjang memiliki banyak
alternatif jenis pakan.
8

3,5
3
2,5
2 SMMA
1,5 HLAK
1
0,5
0

Gambar 3 Keanekaragaman jenis pakan monyet ekor panjang di SMMA dan


HLAK
Menurut Yeager (1996) tingkat keanekaragaman pakan berkaitan erat
dengan fenologi, sehingga tingkat keanekaragaman pakan dapat berubah-ubah
bergantung pada musim berbunga dan berbuah. Hasil penelitian Yeager (1996) di
Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman pakan monyet
ekor panjang berbeda-beda tiap bulannya. Tingkat keanekaragaman pakan tertinggi
ketika musim berbuah pada bulan Juni sebesar 2,20 dan terendah pada bulan
September sebesar 1,41. Dengan semikian, tingkat keanekaragaman pakan di
SMMA dan HLAK dapat meningkat ketika jenis – jenis di kawasan tersebut sedang
musim berbuah.
c. Pemilihan jenis pakan
Pemilihan pakan dianalisis pada struktur umur dan jenis kelamin monyet
ekor panjang di tiap kawasan. Pakan yang dimakan monyet ekor panjang
dikelompokkan berdasarkan jenisnya tanpa memisahkan bagian yang dimakan dari
suatu jenis tersebut. Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan pemilihan jenis
pakan dengan kelas umur dan jenis kelamin monyet, dilakukan uji chi-square
(Hidayat dan Kayat 2014).
Hasil uji chi-square pada kawasan SMMA menunjukkan bahwa tidak
terdapat pemilihan pakan pada tiap kelas umur dan jenis kelamin monyet ekor
panjang dengan nilai X2hitung < X20.05,36, yaitu 43,893 < 50,988, sedangkan pada
kawasan HLAK terdapat pemilihan pakan dengan nilai X2hitung > X20.05,60, yaitu 142
> 79,082. Hasil uji menggunakan Indeks Neu pada kawasan HLAK menunjukkan
bahwa kelas umur anak, muda, dan dewasa betina menyukai pidada (Sonneratia
caseolaris), sedangkan kelas umur dewasa jantan menyukai beringin (Ficus
benjamina) (Tabel 7).

Tabel 5 Jenis pakan yang disukai pada tiap kelas umur dan jenis kelamin
monyet ekor panjang
Jenis pakan
Kelas umur Peringkat
Nama lokal Nama ilmiah
1 Pidada Sonneratia caseolaris
Anak 2 Ketapang Terminalia catappa
3 Timun tikus Coccinia grandis
1 Pidada Sonneratia caseolaris
Muda 2 Beringin Ficus benjamina
3 Ketapang Terminalia catappa
9

Tabel 6 Jenis pakan yang disukai pada tiap kelas umur dan jenis kelamin
monyet ekor panjang (lanjutan)
Jenis pakan
Kelas umur Peringkat
Nama lokal Nama ilmiah
1 Pidada Sonneratia caseolaris
Dewasa betina 2 Sentro Centrosema molle
3 Api api Aviccenia marina
1 Beringin Ficus benjamina
Dewasa jantan 2 Ketapang Terminalia catappa
3 Api api Aviccenia marina

Jenis pakan yang disukai erat kaitannya dengan ketersediaan jenis dan
frekuensi jenis tersebut dimakan (Muslim 2016). Jenis yang ketersediaannya sedikit
namun banyak dimakan merupakan jenis yang disukai. Setiap kelas umur monyet
ekor panjang memiliki peringkat jenis pakan disukai yang berbeda. Namun terdapat
kesamaan pada peringkat pertama jenis pakan yang disukai pada kelas umur anak,
muda, dan dewasa betina yaitu jenis pidada (Sonneratia caseolaris). Pada monyet
dewasa jantan peringkat pertama pakan yang disukai adalah beringin.
Jenis pidada pada lokasi pengamatan di HLAK hanya ditemukan satu
pohon. Meski demikian, pidada memiliki banyak bagian yang dimakan seperti daun
bunga, dan buah. Jenis beringin memang banyak dimakan bagian daun mudanya,
namun hanya pada satu waktu pengamatan saja. Pada waktu pengulangan tidak
ditemukan monyet ekor panjang memakan daun beringin sehingga belum dapat
dipastikan bahwa monyet ekor panjang menyukai jenis tersebut. Hasil uji chi-
square pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian van Schaik dan van
Noordwijk (1986) di Ketambe, Taman Nasional Gunung Leuser. Menurut van
Schaik dan van Noordwijk (1986), tidak terdapat pemilihan jenis pakan berdasarkan
kelas umur dan jenis kelamin. Pemilihan pakan justru terdapat pada ukuran dan
kekerasan buah. Perbedaan hasil analisis dapat terjadi karena perbedaan lama waktu
pengamatan, dan metode pengamatan. Penelitian van Schaik dan van Noordwijk
(1986) dilakukan pada September 1981 - Februari 1983 dengan metode scan
sampling dan focal animal sampling.

Pakan alami luar kawasan


a. Jenis dan bagian pakan
Jumlah jenis pakan alami monyet ekor panjang di luar kawasan SMMA
yaitu 9 jenis pada kelas umur anak, 11 jenis pada kelas umur muda, 4 jenis pada
kelas umur dewasa betina, dan 8 jenis pada kelas umur dewasa jantan. Jumlah jenis
pakan alami monyet ekor panjang di luar kawasan HLAK yaitu 3 jenis pada kelas
umur anak, 8 jenis pada kelas umur muda, 2 jenis pada kelas umur dewasa betina,
dan 7 jenis pada kelas umur dewasa jantan. Jenis pakan alami di luar kawasan
SMMA dan HLAK merupakan jenis tumbuhan yang sengaja ditanam di sekitar
perumahan sebagai tanaman hias dan tanaman di pinggir jalan (Tabel 8).
10

Tabel 7 Pakan alami luar kawasan SMMA yang banyak dimakan monyet ekor
panjang
Kawasan Jenis pakan dominan
Kelas Total
Bagian Frekuensi
umur pakan Nama lokal Nama ilmiah Persentase
dimakan dimakan
Rumput Digitaria Daun 11 31,43%
bicornis
Anak 9 Soka Ixora chinensis Bunga 8 22,86%
Bunga Canna sp. Pangkal 5 14,29%
tasbih batang
Rumput Eleusine indica Daun 12 30%
belulang
Muda 11 Rumput Digitaria Daun 6 15%
Bunga bicornis Pangkal 5 12,5%
tasbih Canna sp batang
Rumput Eleusine indica Daun 20 47,62%
SMMA
belulang
Dewasa Rumput Digitaria Daun 13 30,95%
4
betina bicornis
Cabai Capsicum Buah 5 11,90%
frutescens
Rumput Eleusine indica Daun 25 49,02%
belulang
Dewasa Rumput Digitaria Daun 6 11,76%
8
Jantan bicornis Pangkal 5 9,80%
Bunga Canna sp. batang
tasbih
Akasia Acacia Buah 15 51,72%
auriculiformis
Anak 3 Kersen Muntingia Buah 13 44,83%
calabura
Trembesi Albizia saman Daun 1 3,45%
Kersen Multingia Buah 17 38,64%
calabura
Akasia Acacia Buah 13 29,55%
Muda 8
auriculiformis
Gletang Tridax Daun 6 13,64%
HLAK
procumbens
Akasia Acacia Buah 12 57,14%
Dewasa auriculiformis
2
betina Kersen Muntingia Buah 9 42,86%
calabura
Kersen Muntingia Buah 3 20%
calabura
Dewasa
7 Akasia Acacia Buah 3 20%
Jantan
auriculiformis
Trembesi Albizia saman Bunga 3 20%

Bagian barat kawasan SMMA berbatasan langsung dengan perumahan


Mediterania Boulevard sehingga banyak tanaman hias dan jenis rumput-rumputan
yang dapat dimakan oleh monyet seperti jenis Eleusine indica dan Digitaria
bicornis. Seperti halnya kawasan SMMA, kawasan HLAK pun berbatasan langsung
dengan perumahan Mediterania Boulevard, namun di daerah perbatasan tersebut
cenderung lebih banyak ditanam jenis pohon peneduh dan penghias di pinggir jalan
seperti jenis kersen (Muntingia calabura) dan akasia (Acacia auriculiformis) yang
buahnya banyak dimakan oleh monyet. Monyet ekor panjang di kawasan SMMA
11

banyak memakan jenis rumput-rumputan sebab jenis tersebut banyak tumbuh di


perbatasan kawasan dengan perumahan (Gambar 6a). Selain itu, kandungan lignin
pada rumput hanya 11-20%. Salah satu jenis tanaman hias yang banyak dimakan
oleh monyet ekor panjang yaitu bunga tasbih (Canna sp.). Tumbuhan yang
memiliki nilai estetika pada bunganya ini banyak dimakan oleh monyet pada bagian
pangkal batangnya sebab mengandung air dan bermanfaat sebagai tumbuhan obat.
Bunga tasbih ini ditanam di perbatasan antara kawasan SMMA dengan perumahan
untuk menambah nilai estetika perumahan tersebut. Namun karena jenis tersebut
sering kali dimakan oleh monyet, tanaman tersebut menjadi berantakan dan layu
sehingga mengurangi nilai estetika perumahan dan menyulitkan pekerjaan garden
maintenance untuk menanam kembali tanaman tersebut (Gambar 6b). Berbeda
dengan kelas umur lainnya, monyet dewasa betina lebih banyak memakan buah
cabai daripada bunga tasbih. Buah cabai yang dimakan adalah buah yang masih
muda dan rasanya tidak pedas. Menurut Yohanna (2013), pada dasarnya satwa akan
memilin makanan yang mengandung banyak nutrisi. Buah cabai mengandung
berbagai macam nutrisi seperti vitamin A, vitamin C, kalsium, dan fosfor.

(a) (b)
Gambar 4 Monyet ekor panjang memakan (a) rumput (b) Canna sp
Jenis akasia, kersen, dan trembesi yang banyak dimakan oleh setiap kelas
umur monyet di kawasan HLAK memang sengaja ditanam di pinggir jalan
perbatasan antara kawasan dengan perumahan. Jenis tersebut sengaja ditanam
untuk pakan monyet agar monyet-monyet tersebut tidak masuk ke perumahan. Jenis
gletang (Tridax procumbens) merupakan jenis tumbuhan bawah yang tumbuh
diantara rumput-rumput di pinggir jalan. Monyet ekor panjang di kedua kawasan
seringkali menunggu di perbatasan kawasan agar diberi makan oleh manusia.
Sembari menunggu makanan dari manusia, monyet tersebut memakan tumbuhan
apapun yang ada di dekatnya. Menurut Zairina et al. (2015), makanan utama
monyet ekor panjang adalah buah, namun sangat fleksibel atau mudah beralih
ketika ketersediaan buah terbatas atau tidak ada.

Pakan non alami


a. Jenis pakan
Jumlah jenis pakan non alami monyet ekor panjang di SMMA yaitu 17 jenis
pada kelas umur anak, 20 jenis pada kelas umur muda, 21 jenis pada kelas umur
dewasa betina, dan 18 jenis pada kelas umur dewasa jantan. Jumlah jenis pakan non
alami monyet ekor panjang di HLAK yaitu 20 jenis pada kelas umur anak, 17 jenis
pada kelas umur muda, 9 jenis pada kelas umur dewasa betina, dan 19 jenis pada
kelas umur dewasa jantan. Jenis pakan non alami yang banyak dimakan oleh
12

monyet memiliki kesamaan baik di kawasan SMMA maupun HLAK. Pada kedua
kawasan tersebut monyet ekor panjang banyak memakan sampah, buah pisang, dan
kacang (Tabel 9). Sampah yang dimakan monyet di kawasan SMMA berasal dari
aliran Kali Angke, sedangkan sampah di kawasan HLAK berasal dari laut dan
warga sekitar yang sengaja membuang sampah ke dalam kawasan. Buah pisang dan
kacang yang dimakan monyet ekor panjang merupakan makanan yang sering
diberikan warga sekitar yang sengaja datang ke kawasan untuk melihat monyet.

Tabel 8 Pakan non alami monyet ekor panjang kawasan SMMA dan HLAK
Kawasan Kelas umur Nama lokal Frekuensi dimakan Persentase
Anak Sampah 34 36,56%
Buah pisang 20 21,51%
Kacang 10 10,75%
Muda Sampah 29 31,87%
Buah pisang 15 16,48%
Kacang 9 9,89%
SMMA
Dewasa Buah pisang 25 28,74%
betina Sampah 12 13,79%
Kacang 12 13,79%
Dewasa Buah pisang 29 37,66%
Jantan Sampah 14 18,18%
Kacang 8 10,39%
Anak Sampah 19 26,76%
Buah pisang 14 19,72%
Kacang 6 8,45%
Muda Sampah 20 28,17%
Buah pisang 11 15,49%
Kacang 10 14,08%
HLAK
Dewasa Kacang 18 26,09%
betina Buah pisang 17 24,64%
Sampah 16 23,19%
Dewasa Sampah 16 23,88%
Jantan Kacang 12 17,91%
Buah pisang 8 11,94%
Warga yang tinggal di sekitar kawasan sering kali singgah di perbatasan
antara kawasan dengan perumahan hanya untuk melihat monyet (Gambar 7a).
Keberadaan monyet ekor panjang baik di kawasan SMMA maupun HLAK ini
memang telah menjadi hiburan tersendiri bagi warga sekitar. Biasanya warga
sekitar datang pada pagi dan sore hari sambil membawa anak-anak kecil. Warga
datang sengaja membawa makanan ringan dan buah-buahan seperti pisang, pepaya
dan semangka. Meski demikian, monyet ekor panjang di kedua kawasan juga
banyak memakan sampah. Hal itu karena memang banyak sampah yang menumpuk
di kawasan (Gambar 7b) dan warga datang memberi makan mayoritas pada sore
hari sehingga pada siang hari monyet banyak memakan sampah. Sampah yang
dimakan monyet berupa sampah sisa makanan maupun sampah rumah tangga.
Menurut Kamilah et al. (2013) monyet ekor panjang bersifat oportunis atau
mengeksploitasi segala sumber makanan di habitatnya.
13

(a) (b)
Gambar 5 (a) Warga sekitar yang singgah untuk melihat monyet (b) Sampah
yang menumpuk di kawasan HLAK

Persentase kategori pakan


Secara keseluruhan persentase makanan yang dimakan monyet ekor panjang
di kawasan SMMA 41% merupakan makanan non alami, 39% makanan alami
dalam kawasan, dan 20% makanan alami luar kawasan (Gambar 8a). Demikian pula
halnya makanan monyet ekor panjang di kawasan HLAK memiliki persentase yang
tidak berbeda jauh dengan kawasan SMMA yaitu 44% merupakan makanan non
alami, 39% makanan alami dalam kawasan, dan 17% makanan alami luar kawasan
(Gambar 8b).

Alami dalam kawasan


41% 39% 44% 39%
Alami luar kawasan
Non alami
20% 17%

(a) (b)
Gambar 6 Persentase kategori pakan monyet ekor panjang kawasan (a) SMMA
(b) HLAK
Persentase pakan non alami berkaitan erat dengan keberadaan manusia.
Monyet ekor panjang yang berada di lokasi rawan interaksi dengan manusia akan
memiliki persentase jenis pakan non alami yang tinggi. Hasil penelitian Rizaldy
(2016) di hutan nepa Madura, kelompok monyet yang lebih dekat lokasinya dengan
gapura pintu masuk hutan memiliki persentase pakan non alami yang lebih banyak
dibandingkan kelompok monyet yang berada di dalam hutan. Dilihat dari
bentuknya, kawasan HLAK yang berbentuk memanjang memiliki bagian yang
berinteraksi langsung dengan pemukiman lebih banyak dibanding kawasan
SMMA. Hal tersebut yang menyebabkan persentase pakan non alami di kawasan
HLAK lebih banyak.
Interaksi monyet ekor panjang dengan manusia menyebabkan perubahan
perilaku alami monyet ekor panjang (Elmyta 2015). Monyet ekor panjang di kedua
kawasan tersebut sudah terbiasa menunggu diberi makan oleh manusia dan tidak
14

lagi takut dengan keberadaan manusia. Monyet ekor panjang tersebut lebih banyak
memakan makanan non alami bukan karena jenis pakan alami di dalam kawasan
kurang beragam, namun karena makanan yang diberikan kepada monyet ekor
panjang memiliki rasa yang lebih enak dan mudah didapat. Monyet ekor panjang di
kawasan setiap hari diberi makan oleh warga sekitar. Mereka beranggapan bahwa
di dalam kawasan tidak ada makanan yang dapat dimakan monyet ekor panjang.
Beberapa warga ada yang rutin setiap pagi memberi makan pisang dan ketika
monyet belum keluar dari kawasan, warga sengaja menggantung plastik berisi
makanan (Gambar 9b). Pihak pengelola SMMA bekerja sama dengan YIARI
sebenarnya sudah memberi penyuluhan kepada warga untuk tidak memberi makan
monyet. Selain itu dibuat pula plang bertuliskan larangan untuk memberi makan
monyet (Gambar 9a), namun kedua hal tersebut masih kurang efektif.

Gambar 7 (a) Tanda dilarang memberi makan monyet (b) Plastik berisi
makanan yang diberikan warga

Populasi Monyet Ekor Panjang

Ukuran dan kepadatan populasi


Total populasi monyet ekor panjang yang ditemukan di SMMA adalah
sebanyak 77 individu dari 3 kelompok, yaitu kelompok Dermaga, kelompok Patung
kuda, dan kelompok Gereja. Kelompok Dermaga sebanyak 16 individu, kelompok
Patung kuda sebanyak 24 individu, dan kelompok Gereja sebanyak 37 individu.

Tabel 9 Populasi monyet ekor panjang di SMMA dan HLAK

Kelas Umur
Kawasan Kelompok Jumlah
Anak Muda Dewasa
Dermaga 5 4 7 16
SMMA Patung kuda 8 6 10 24
Gereja 14 10 13 37
Total 27 20 35 77
Pos 2 15 9 14 38
HLAK Pos 3 17 13 18 48
Pos 4 14 7 11 32
Total 46 29 48 118
15

Total populasi monyet ekor panjang yang ditemukan di HLAK yaitu sebanyak 118
individu dari 3 kelompok, yaitu kelompok Pos 2, Pos 3, dan Pos 4. Kelompok Pos
2 sebanyak 118 individu, kelompok Pos 3 sebanyak 38 individu, dan kelompok Pos
4 sebanyak 48 individu (Tabel 10).
Hasil penghitungan populasi di kedua kawasan ini sejalan dengan pernyataan
Nowak (1999), dimana dalam satu kelompok monyet ekor panjang rata-rata terdiri
dari 6-100 individu. Jumlah populasi tersebut dapat berubah seiring dengan waktu.
Karena itu, pihak pengelola bekerja sama dengan YIARI (Yayasan Inisiasi Alam
Rehabilitasi Indonesia) melakukan penghitungan populasi monyet ekor panjang di
tahun 2015. Penghitungan populasi monyet ekor panjang di kawasan SMMA dan
HLAK oleh YIARI pada tahun 2015 memberikan hasil sebagai berikut (Tabel 11).
Tabel 10 Populasi monyet ekor panjang di SMMA dan HLAK tahun 2015

Lokasi Jumlah individu Total


Dermaga 16
SMMA 44
Mediterania 38
Pos 2 28
Pos 3 42
HLAK 96
Pos 4 22
Pos 5 4
Sumber: YIARI (2015)
Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian, terjadi peningkatan populasi
monyet ekor panjang di kedua kawasan. Pada kawasan SMMA terjadi pertambahan
sebanyak 33 individu, sedangkan pada kawasan HLAK terjadi pertambahan
sebanyak 22 individu dalam kurun waktu 2 tahun. Selain pertambahan individu,
perubahan jumlah kelompok juga terjadi. Pada kawasan SMMA jumlah kelompok
bertambah menjadi 3 kelompok. Diduga kelompok Mediterania memisahkan diri
menjadi kelompok Gereja dan kelompok Patung kuda. Pada kawasan HLAK,
kelompok Pos 5 tidak ditemukan ketika pengamatan. Hasil pengamatan populasi
monyet ekor panjang di SMMA dan HLAK termasuk tinggi jika dibandingkan
dengan hasil penelitian Fakhri et al. (2012) di Cagar Alam Ulolanang sebesar 33
individu. Namum populasi monyet ekor panjang pada penelitian ini jauh lebih
sedikit jika dibandingkan dengan penelitian Soma et al. (2009) sebesar 364
individu. Penelitian Sukri (2015) di Cagar Alam Dungus Iwul menemukan populasi
monyet ekor panjang sebesar 85 individu, dan penelitian Sampurna (2014) di Pulau
Peucang menemukan 82 individu. Jumlah individu monyet ekor panjang memang
sangat bervariasi dan pasti berbeda-beda pada tiap habitat. Menurut Crocket &
Wilson (1978) satu kelompok monyet ekor panjang pada hutan mangrove
berjumlah ±15 ekor dan pada daerah terganggu dapat lebih dari 40 ekor.
Kepadatan populasi monyet ekor panjang dihitung berdasarkan akumulasi
jumlah individu kelompok pada setiap kawasan dibagi dengan luas kawasan.
Kepadatan populasi monyet ekor panjang di SMMA sebesar 3,08 individu/ha,
sedangkan kepadatan populasi monyet ekor panjang di HLAK sebesar 2,65
individu/ha. Kepadatan populasi monyet ekor panjang pada tahun 2015 berdasarkan
hasil survey oleh YIARI yaitu sebesar 0,64 individu/ha pada SMMA, dan 2,16
individu/ha pada HLAK. Peningkatan kepadatan akan terus terjadi seiring dengan
pertambahan jumlah individu monyet ekor panjang. Kepadatan populasi monyet
16

ekor panjang di SMMA dan HLAK tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan
penelitian Soma et al. (2009) sebesar 30 individu/ha dan penelitian Subiarsyah et
al. (2014) sebesar 189 individu/ha. Hasil penelitian Sukri (2015) di Cagar Alam
Dungus Iwul juga menemukan kepadatan yang lebih tinggi dibanding dengan
penelitian ini, yaitu sebesar 9 individu/ha namun di Pulau Peucang kepadatan
monyet ekor panjang lebih rendah yaitu 0,18 individu/ha (Sampurna 2014).
Kepadatan populasi monyet ekor panjang dapat bervariasi sesuai dengan ukuran
populasi dan habitatnya.

Struktur umur dan sex ratio


Struktur umur dan sex ratio dibagi ke dalam kategori anak, muda, dewasa
jantan, dan dewasa betina. Kategori tersebut dibedakan berdasarkan perbedaan
morfologi monyet ekor panjang yang dijelaskan pada tabel 15. Hasil penelitian
menemukan 27 individu anak, 20 individu muda, dan 35 individu dewasa di
kawasan SMMA, serta 46 individu anak, 29 individu muda, dan 48 individu dewasa
di kawasan HLAK.
Tabel 11 Karakteristik kelas umur monyet ekor panjang

Kelas umur Karakteristik


Wajah memiliki cambang kurang lebat,
berkumis, bantalan duduk kiri dan kanan
Jantan menyatu, dan adanya skrotum (testes), tubuh
besar dan taring panjang dengan tingkah laku
Dewasa superior (Soma et al... 2009).
Wajah memiliki cambang lebat, berjenggot,
bantalan duduk kiri dan kanan terpisah, dan
Betina
adanya vulva vagina serta puting susu yang
menggelantung (Soma et al... 2009).
Monyet jantan dengan tubuh agak kecil yang
memiliki tingkah laku permisif terhadap jantan
Muda dewasa, dan betina yang belum menunjukkan
puting susu yang menggelantung (Soma et al...
2009)
Monyet yang baru lahir dan monyet yang
Anakan masih memiliki warna hitam pada rambut
kepala (Soma et al... 2009)
Monyet ekor panjang di kawasan SMMA terdiri atas 3 kelompok. Kelompok
pertama yaitu kelompok Dermaga terdiri atas 5 individu anak, 4 individu muda, 5
individu dewasa betina, dan 2 individu dewasa jantan. Kelompok kedua yaitu
Patung kuda terdiri atas 8 individu anak, 6 individu muda, 7 individu dewasa betina,
dan 3 individu dewasa jantan. Kelompok ketiga di kawasan SMMA yaitu kelompok
Gereja yang terdiri atas 14 individu anak, 10 individu muda, 10 individu dewasa
betina, dan 3 individu dewasa jantan. Demikian halnya di kawasan HLAK juga
terdapat 3 kelompok monyet ekor panjang. Kelompok pertama yaitu Pos 2 terdiri
atas 15 individu anak, 9 individu muda, 10 individu dewasa betina, dan 4 individu
dewasa jantan. Kelompok Pos 3 terdiri atas 17 individu anak, 13 individu muda, 14
individu dewasa betina, dan 4 individu dewasa jantan. Kelompok Pos 4 terdiri atas
17

14 individu anak, 7 individu muda, 7 individu dewasa betina, dan 4 individu dewasa
jantan (Gambar 10).

18

16

14

12
Anak
10
Muda
8
Betina
6 Jantan
4

0
Dermaga Patung kuda Gereja Pos 2 Pos 3 Pos 4

Gambar 8 Struktur umur monyet ekor panjang di kawasan SMMA dan HLAK

Berdasarkan hasil tersebut kelompok Dermaga, Patung kuda, Gereja, dan Pos
3 memiliki individu dewasa yang paling banyak. Meski demikian, perbedaan
jumlah individu anak dan dewasa dalam kelompok tersebut tidak terlalu banyak,
hanya 1-2 ekor. Hal ini diduga karena pada saat penelitian monyet ekor panjang
belum memasuki musim kawin. Kelompok monyet ekor panjang yang memiliki
jumlah individu anak paling banyak dapat dikatakan merupakan populasi yang
berkembang. Struktur umur dapat dipakai untuk menilai keberhasilan
perkembangbiakan satwa liar, sehingga dapat digunakan pula untuk menilai
prospek kelestarian satwa liar (Alikodra, 2002). Banyaknya individu anak dan
muda akan meningkatkan populasi dalam jangka panjang, sedangkan banyaknya
individu dewasa akan meningkatkan populasi dalam jangka pendek.
Rasio jantan dan betina secara umum di kawasan SMMA dan HLAK
memiliki nilai yang hampir sama yaitu 1:2.8 dan 1:2.6. Pada kawasan SMMA
kelompok Dermaga memiliki rasio 1:2.5, kelompok Patung kuda 1:2.3, dan
kelompok Gereja 1:3.3. Pada kawasan HLAK kelompok Pos 2 memiliki rasio 1:2.5,
kelompok Pos 3 1:3.5, dan kelompok Pos 4 1:1.8. Menurut Nowak (1999) dalam
sebuah kelompok monyet ekor panjang biasanya terdapat sekitar 2.5 betina untuk
satu ekor jantan, sedangkan pada kelompok Gereja dan kelompok Pos 3 rasio jantan
dan betina mencapai 3.5. Monyet ekor panjang dapat melahirkan sepanjang tahun
terutama pada bulan Mei-Juli dan individu betina dapat mengalami masa estrus
beberapa kali saat musim kawin yang ditandakan dengan bagian genital yang
membesar dan memerah (Nowak 1999). Ketika penelitian berlangsung, terdapat
individu betina yang sedang estrus (Gambar 11) dengan demikian populasi monyet
ekor panjang akan meningkat dalam waktu cepat.
18

Gambar 9 Monyet betina dewasa yang sedang estrus

Wilayah jelajah

Wilayah jelajah atau home range merupakan daerah tertentu dimana satwa
melakukan pergerakan normal dan kegiatan hidupnya (Bailey 1984). Wilayah
jelajah monyet ekor panjang diketahui dengan mengikuti pergerakan monyet ekor
panjang dari bangun tidur sampai tidur kembali. Terdapat perbedaan luas wilayah
jelajah pada tiap kelompok (Gambar 12). Perbedaan luas wilayah jelajah dapat
dipengaruhi oleh ukuran kelompok. Semakin besar kelompok maka semakin luas
pula wilayah jelajahnya. Luas wilayah jelajah kelompok Dermaga diperkirakan
sebesar 1,98 ha, kelompok Patung kuda sebesar 3,21 ha, kelompok Gereja sebesar
5,12 ha, kelompok Pos 2 sebesar 4,43 ha, kelompok Pos 3 sebesar 6,75 ha, dan
kelompok Pos 4 sebesar 2,62. Kelompok Pos 3 yang memiliki ukuran populasi
paling besar memiliki wilayah jelajah yang paling luas, sedangkan kelompok
Dermaga yang memiliki ukuran populasi paling kecil memiliki luas wilayah jelajah
yang paling sempit. Wilayah jelajah kelompok Patung kuda dan kelompok Gereja
beririsan sebesar 0,2 ha. Hal ini menyebabkan terjadinya perselisihan
antarkelompok. Perselisihan terjadi ketika kedua kelompok memperebutkan pohon
sumber pakan yaitu pohon lamtoro.
Gambar 10 Peta wilayah jelajah monyet ekor panjang di SMMA dan HLAK
19
20

Semua wilayah jelajah kelompok keluar dari kawasan hingga ke


perumahan, kecuali pada kelompok Dermaga. Wilayah jelajah kelompok Dermaga
tidak mencapai pemukiman karena dibatasi oleh Sungai Angke dan rawa di dalam
kawasan SMMA serta tidak berbatasan langsung dengan pemukiman seperti
kelompok lainnya. Menurut Elmyta (2015), alasan monyet ekor panjang keluar
kawasan adalah karena daerah tersebut memang wilayah jelajah alaminya, selain
itu juga dikarenakan monyet ekor panjang terbiasa terhadap ketersediaan pakan non
alami yang mudah didapatkan. Monyet ekor panjang yang sering keluar kawasan
tentu akan meningkatkan interaksi dengan manusia yang akan memicu terjadinya
konflik. Konflik terjadi ketika ada interaksi antara manusia dengan monyet ekor
panjang dimana salah satu pihak merasa dirugikan. Berdasarkan hasil survey
YIARI pada tahun 2015, terjadi beberapa konflik antara monyet ekor panjang
dengan manusia seperti monyet yang memasuki hunian manusia, manusia
melempar barang ke monyet, dan monyet merampas makanan dari manusia. Untuk
mengendalikan kondisi yang demikian harus ada strategi pengelolaan yang lebih
baik. Rekomendasi pengelolaan untuk kawasan tersebut yaitu memperbanyak
jumlah tumbuhan pakan yang disukai monyet. Selain itu diperlukan pula
pemantauan rutin pada waktu tertentu ketika banyak warga berkumpul untuk
memberi makan monyet dan memberi teguran yang jelas kepada warga yang
didapati sedang memberi makan monyet. Teguran yang diberikan bukan hanya
dalam bentuk larangan, namun juga dijelaskan tujuan dari teguran tersebut dan hal
yang dapat ditimbulkan jika hal tersebut dilanggar.
1

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kawasan SMMA dan HLAK merupakan kawasan hutan dengan ekosistem


mangrove yang telah tercemar. Vegetasi di SMMA didominasi oleh jenis
Sonneratia caseolaris, Leucaena leucocephala, Asystasia gangetica subsp.
micrantha, Nypa fruticans, dan Cayratia trifolia. Vegetasi di HLAK didominasi
oleh jenis Rhizophora spp, Avicennia marina, Asystasia gangetica subsp.
micrantha, Nypa fruticans, dan Cayratia trifolia.
Pakan monyet ekor panjang di kedua kawasan terbagi menjadi kategori
pakan alami dalam kawasan, pakan alami luar kawasan, dan pakan non alami.
Keanekaragaman pakan alami dalam kawasan SMMA termasuk sedang dengan
nilai 2,38, sedangkan di kawasan HLAK termasuk tinggi dengan nilai 3,02. Meski
demikian, persentase pakan alami dalam kawasan lebih rendah dibandingkan
persentase pakan non alami. Hal ini dikarenakan monyet ekor panjang telah terbiasa
diberi makanan oleh manusia.
Populasi monyet ekor panjang di kedua kawasan terus meningkat setiap
tahun. Jumlah populasi monyet ekor panjang di kawasan SMMA dan HLAK
ditemukan sebanyak 77 dan 118 individu yang terbagi ke dalam tiga kelompok. Sex
ratio pada kawasan SMMA dan HLAK yaitu sebesar 1:2,8 dan 1:2,6. Kepadatan
populasi monyet ekor panjang di SMMA telah mencapai maksimum sebesar 3,08
individu/ha, sedangkan di HLAK belum mencapai maksimum dengan nilai 2,65
individu/ha.
Banyaknya monyet ekor panjang yang keluar kawasan menimbulkan
konflik antara manusia dengan monyet ekor panjang. Untuk menghindari hal
tersebut direkomendasikan untuk memperkaya jenis tumbuhan yang disukai
monyet ekor panjang dan pemantauan rutin di sekitar kawasan pada pagi dan sore
hari.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perubahan perilaku monyet


ekor panjang di kawasan SMMA dan HLAK dan faktor-faktor penyebabnya. Perlu
dilakukan kajian lebih lanjut mengenai kesehatan monyet ekor panjang di kawasan
SMMA dan HLAK.

DAFTAR PUSTAKA

[YIARI] Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia. 2013. Laporan Tahunan


Pusat Rehabilitasi Satwa IAR Ciapus. Bogor (ID): YIARI.
[BKSDA DKI Jakarta] Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. 2016.
Inventarisasi SM Muara Angke. Jakarta (ID): BKSDA.
2

[PPLH IPB] 2000. Penyusunan Rencana Pengelolaan Suaka Margasatwa Muara


Angke DKI Jakarta. Bogor (ID): PPLH IPB.
Achmat, Nurhayati PW. 2004. Genus Fungi Pada Tanah Hutan Mangrove Tercemar
Logam Berat di Muara Angke DKI Jakarta. J Man Hut Trop. 10(2): 14-21.
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Bogor(ID): Yayasan Penerbit
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Bailey J. 1984. Principle of Wildlife Management. Colorado (US): John Wiley and
Sons Inc.
Crocket CM, Wilson WL. 1978. The Ecological Separation of Macaca
nemestrina and Macaca fascicularis in Sumatra. New York.
Crump BC, John W, Kemp WM, Yanez-Arancibia A. 2013. Estuarine Ecology.
Ney Jersey (US): John Wiley and Sons Inc.
Dolhinow P, Fuentes A. 1999. The Nonhuman Primates. California (US): Mayfield
Publishing Company.
Elmyta M. 2015. Laporan Akhir Kajian Konflik Monyet Ekor Panjang di Hutan
Angke Kapuk, Jakarta Utara. Bogor (ID): YIARI.
Fachrul MF. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Fakhri K, Priyono B, Rahayuningsih M. 2012. Studi awal Populasi dan Distribusi
Macaca fascicularis Raffles di Cagar Alam Ulolanang. Unnes J of Life
Science. 1(2): 119-125.
Hamzah F, Setiawan A. 2010. Akumulasi Logam Berat Pb, Cu, dan Zn di Hutan
Mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. JPTK. 2(2): 41-52.
Hidayat O, Kayat. 2014. Karakteristik dan Preferensi Habitat Kakatua Sumba
(Cacatua sulphurea citrinocristata) di Taman Nasional Laiwangi
Wanggameti Provinsi Nusa Tenggara Timur. Widyariset. 17(3): 399-408.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Kamilah SN, Fitria RS, Jarulis, Syarifudin. 2013. Jenis-Jenis Tumbuhan Yang
Dimanfaatkan Sebagai Makanan oleh Macaca fascicularis (Raffles, 1821)
di Taman Hutan Rajolelo Bengkulu. J Ilmiah Konservasi. 9(2): 1-6.
Kusmana C, Valentino N, Mulyana D. 2013. Flora Mangrove di Kawasan Hutan
Angke Kapuk. Bogor (ID): PT Kapuknaga Indah.
Muslim T. 2016. Komposisi dan Preferensi Pakan Labi-Labi (Amyda cartilaginea
Boddaert, 1770) di Penangkaran. Pro Sem Nas Masy Biodiv Indon. 2(1):
93-96.
Novanistati Y. 2001. Aspek Biologi Pertumbuhan, Kebiasaan Makanan dan
Reproduksi Beberapa Jenis Ikan di Perairan Sekitar Hutan Lindung Angke
Kapuk, Jakarta Utara. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nowak RM. 1999. Walker’s Mammals of the World 6th ed. Maryland (US): The
John Hopkins University Press.
Parawansa I. 2007. Pengembangan Kebijakan Pembangunan Daerah dalam
Pengelolaan Hutan Mangrove di Teluk Jakarta Secara Berkelanjutan
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahayu N, Choirunisak, Mubarok F, Prima R. 2013. Ensiklopedia Kawasan
Konservasi Suaka Margasatwa Muara Angke: Seri Fauna. Jakarta (ID):
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta.
Rizaldy MR, Haryono T, Faizah U. 2016. Aktivitas Makan Monyet Ekor Panjang
(Macaca fascicularis) di Hutan Nepa Kabupaten Sampang Madura.
LenteraBio. (1): 66-73.
3

Sampurna B. 2014. Pendugaan Parameter Demografi dan Model Pertumbuhan


Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Pulau Peucang, TN
Ujung Kulon [tesis]. Bogoe (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soma IG, Wandia IN, Suatha IK, Widyastuti SK, Ompis ALT, Arjentinia GY. 2009.
Dinamika populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di hutan
wisata Alas Kedaton Tabanan. Buletin Veteriner Udayana 1(2): 47-53.
Soerianegara I, Indrawan A. 2005. Ekosistem Hutan Indonesia. Laboratorium
Ekologi Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Subiarsyah MI, Soma IG, Suatha IK. 2014. Struktur Populasi Monyet Ekor Panjang
di Kawasan Pura Batu Pageh Ungasan Badung Bali. Indonesia Medicus
Vetrinus. 3(3): 183-191.
Sukri M. 2015. Populasi dan Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
di Cagar Alam Dungus Iwul Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sussman RW, Tattersall T. 1981. Behaviour and Ecology of Macaca fascicularis
in Mauritus: A Preliminary Study. Primates. 22(2): 192-205.
Syah C. 2011. Pertumbuhan Tanaman Bakau (Rhizophora spp) Pada Lahan
Restorasi Mangrove di Hutan Lindung Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, Lebdosopkojo S.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Prees.

van Schaik CP, van Noordwijk MA. 1986. The Hidden Costs of Sociality: Intra-
Group Variation in Feeding Strategies in Sumatran Long-Tailed Macaques
(Macaca fascicularis). Utrecht (NE): Laboratory of Comparative
Physiology University of Utrecht.
Waryono T. 2008. Konsepsi Manajemen Pemulihan Kerusakan Mangrove di DKI
Jakarta. Kumpulan Makalah Periode 1987-2008.
Yasuma S, Alikodra H S. 1990. Mammals of Bukit Soeharto Protection Forest. The
Tropical Rain Forest Research Project JTA. Pusrehut Special Publication
No.1.
Yohanna. 2013. Studi Pakan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) di Pusat
Penyelamatan dan Rehabilitasi Satwa Javan Gibbon Center (JGC)
[skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Yeager CP. 1996. Feeding Ecology of the Long-Tailed Macaque (Macaca
fascicularis) in Kalimantan Tengah, Indonesia. Int J of Primatology.
17(1): 51-62.
Zairina A, Yanuwiadi B, Indriyani S. Pola Penyebaran Harian dan Karakteristik
Tumbuhan Pakan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Hutan
Rakyat Ambender, Pamekasan, Madura. J-PAL. 2015. 6(1): 1-12.
1

Lampiran 1 Jenis pakan alami dalam kawasan SMMA

Kelas Jenis Pakan Frekuensi


Frekuensi
umur Nama lokal Nama ilmiah Bagian relatif

Pidada Sonneratia caseolaris Daun 8 6,40


Pidada Sonneratia caseolaris Bunga 27 21,60
Pidada Sonneratia caseolaris Buah 33 26,40
Nipah Nypa fruticans Tulang daun 2 1,60
Nipah Nypa fruticans Buah 2 1,60
Galing Cayratia trifolia Buah 16 12,80
Kangkung air Ipomoea aquatica Daun 1 0,80
Serangga - - 8 6,40
Bambu Bambusa sp. Pucuk 4 3,20
Anak Makaranga Macaranga tanarius Tangkai daun 1 0,80
Jenis C Jenis C Bunga 8 6,40
Jenis C Jenis C Batang 1 0,80
Jenis C Jenis C Tangkai daun 1 0,80
Leucaena
Lamtoro leucocephala Daun 1 0,80
Leucaena
Lamtoro leucocephala Buah 7 5,60
Semut - - 2 1,60
Johar Senna polyphylla Daun 1 0,80
Akar slemang Merremia umbellata Daun 2 1,60
Pidada Sonneratia caseolaris Daun 10 13,16
Pidada Sonneratia caseolaris Bunga 10 13,16
Pidada Sonneratia caseolaris Buah 21 27,63
Nipah Nypa fruticans Buah 1 1,32
Nipah Nypa fruticans Tulang daun 1 1,32
Nipah Nypa fruticans Bunga 1 1,32
Rumput
dermaga Polygonum barbatum Daun 2 2,63
Kangkung air Ipomoea aquatica Daun 1 1,32
Muda
Galing Cayratia trifolia Buah 6 7,89
Serangga - - 4 5,26
Makaranga Macaranga tanarius Tangkai daun 1 1,32
Bambu Bambusa sp. Pucuk 1 1,32
Leucaena
Lamtoro leucocephala Buah 5 6,58
Leucaena
Lamtoro leucocephala Daun 4 5,26
Jenis C Jenis C Batang 1 1,32
Jenis C Jenis C Daun 2 2,63
2

Lampiran 1 (lanjutan)
Kelas Jenis Pakan
Frekuensi Frekuensi
umur Nama lokal Nama ilmiah Bagian relatif
Jenis C Jenis C Bunga 4 5,26
Muda
Akar slemang Merremia umbellata Pucuk 1 1,32
Pidada Sonneratia caseolaris Daun 15 18,29
Pidada Sonneratia caseolaris Bunga 5 6,10
Pidada Sonneratia caseolaris Buah 29 35,37
Galing Cayratia trifolia Buah 6 7,32
Serangga - - 5 6,10
Bambu Bambusa sp. Pucuk 1 1,22
Leucaena
Dewasa Lamtoro leucocephala Buah 4 4,88
betina
Leucaena
Lamtoro leucocephala Daun 10 12,20
Jenis C Jenis C Bunga 2 2,44
Jenis C Jenis C Batang 1 1,22
Calophyllum
Nyamplung inophyllum Bunga 1 1,22
Johar Senna polyphylla Bunga 1 1,22
Akar slemang Merremia umbellata Daun 2 2,44
Pidada Sonneratia caseolaris Daun 7 14,29
Pidada Sonneratia caseolaris Buah 7 14,29
Pidada Sonneratia caseolaris Bunga 7 14,29
Pidada Sonneratia caseolaris Batang 1 2,04
Galing Cayratia trifolia Buah 9 18,37
Serangga - - 4 8,16
Dewasa Leucaena
jantan Lamtoro leucocephala Buah 5 10,20
Leucaena
Lamtoro leucocephala Daun 4 8,16
Bambu Bambusa sp. Tunas 1 2,04
Nipah Nypa fruticans Buah 1 2,04
Makaranga Macaranga tanarius Tangkai daun 1 2,04
Calophyllum
Nyamplung inophyllum Buah 2 4,08
3

Lampiran 2 Jenis pakan alami dalam kawasan HLAK

Kelas Jenis Pakan Frekuensi


Frekuensi
umur Nama lokal Nama ilmiah Bagian relatif

Bakau Rhizophora spp buah 2 2,56


Bakau Rhizophora spp daun 6 7,69
Bakau Rhizophora spp bunga 6 7,69
Bakau Rhizophora spp Kulit batang 2 2,56
Bakau Rhizophora spp Tangkai daun 2 2,56
Bakau Rhizophora spp Akar 1 1,28
Api api Avicennia marina Daun 5 6,41
Api api Avicennia marina buah 2 2,56
Galing Cayratia trifolia buah 2 2,56
Ketapang Terminalia catappa buah 12 15,38
Ketapang Terminalia catappa Pangkal daun 1 1,28
Anak Waru Hibiscus tiliaceus daun 1 1,28
Lamtoro Leucaena leucocephala daun 12 15,38
Lamtoro Leucaena leucocephala buah 4 5,13
Bintaro Cerbera manghas Kulit buah 1 1,28
Pidada Sonneratia caseolaris daun 5 6,41
Pidada Sonneratia caseolaris buah 3 3,85
Pidada Sonneratia caseolaris bunga 3 3,85
Rumput Echinochloa colonum Daun 3 3,85
Ciplukan Physalis angulata Buah 1 1,28
Timun tikus Coccinia grandis Pangkal bunga 2 2,56
Semut 1 1,28
serangga 1 1,28
Bakau Rhizophora spp buah 3 3,53
Bakau Rhizophora spp batang 2 2,35
Bakau Rhizophora spp bunga 2 2,35
Bakau Rhizophora spp Tangkai daun 3 3,53
api api Avicennia marina daun 11 12,94
Api api Avicennia marina buah 1 1,18
Api api Avicennia marina Pucuk 1 1,18
Nipah Nypa fruticans buah 1 1,18
Ketapang Terminalia catappa buah 8 9,41
Ketapang Terminalia catappa pangkal daun 1 1,18
Lamtoro Leucaena leucocephala daun 10 11,76
Lamtoro Leucaena leucocephala Bunga 2 2,35
Galing Cayratia trifolia buah 15 17,65
Muda Beringin Ficus benjamina daun muda 6 7,06
4

Lampiran 2 (lanjutan)
Kelas Jenis Pakan Frekuensi
Frekuensi
umur Nama lokal Nama ilmiah Bagian relatif

Bintaro Cerbera manghas Kulit buah 1 1,18


Pidada Sonneratia caseolaris Daun 4 4,71
Timun tikus Coccinia grandis Buah 1 1,18
Rumput Echinochloa colonum Daun 2 2,35
Saga pohon Adenanthera pavonina buah 1 1,18
Muda
Passiflora Passiflora foetida Buah 1 1,18
Jayanti Sesbania sesban daun 1 1,18
Jayanti Sesbania sesban bunga 3 3,53
Ciplukan Physalis angulata buah 3 3,53
Semut 2 2,35
Api api Avicennia marina daun 13 28,26
Api api Avicennia marina Bunga 2 4,35
Api api Avicennia marina Buah 1 2,17
Waru Hibiscus tiliaceus daun 2 4,35
Bakau Rhizophora spp bunga 8 17,39
Bakau Rhizophora spp daun 2 4,35
Bakau Rhizophora spp buah 3 6,52
Dewasa Bakau Rhizophora spp batang 1 2,17
betina Bakau Rhizophora spp tangkai daun 1 2,17
Galing Cayratia trifolia Buah 6 13,04
lamtoro Leucaena leucocephala buah 1 2,17
Ketapang Terminalia catappa buah 2 4,35
Pidada Sonneratia caseolaris buah 1 2,17
Mengkudu Morinda citrifolia buah 1 2,17
Sentro Centrosema molle bunga 1 2,17
Rumput Daun 1 2,17
Api api Avicennia marina buah 2 4,88
Api api Avicennia marina daun 2 4,88
Api api Avicennia marina batang 1 2,44
Api api Avicennia marina Bunga 1 2,44
Bakau Rhizophora spp batang 2 4,88
Dewasa
jantan Bakau Rhizophora spp buah 1 2,44
Bakau Rhizophora spp bunga 1 2,44
Galing Cayratia trifolia buah 10 24,39
Pidada Sonneratia caseolaris daun 3 7,32
Lamtoro Leucaena leucocephala daun 3 7,32
Lamtoro Leucaena leucocephala buah 1 2,44
5

Lampiran 2 (lanjutan)
Kelas Jenis Pakan Frekuensi
Frekuensi
umur Nama lokal Nama ilmiah Bagian relatif

Bintaro Cerbera manghas Kulit buah 1 2,44


Ketapang Terminalia catappa buah 2 4,88
Dewasa
jantan Beringin Ficus benjamina daun muda 9 21,95
Rayap 1 2,44
Serangga 1 2,44
6

Lampiran 3 Jenis pakan alami luar kawasan SMMA

Kelas Jenis Pakan Frekuensi


Frekuensi
umur Nama lokal Nama ilmiah Bagian relatif
Anak Cabai Capsicum frutescens Buah 2 5,71
Teh-tehan Duranta repens Buah 2 5,71
Soka Ixora chinensis Bunga 8 22,86
Palem kipas Livistona chinensis Daun muda 3 8,57
Rumput
Eleusine indica Daun muda 1 2,86
belulang
Rumput Digitaria bicornis Daun muda 11 31,43
Soka Ixora chinensis Kulit batang 1 2,86
Pangkal
Bunga tasbih Canna indica 5 14,29
batang
Jenis E Pucuk 2 5,71
Muda Cabai Capsicum frutescens Buah 4 10,00
Teh-tehan Duranta repens Buah 3 7,50
Palem putri Adonidia merrillii Buah 2 5,00
Soka Ixora chinensis Bunga 2 5,00
Bunga ungu Ruellia simplex Bunga 1 2,50
Palem putri Adonidia merrillii Daun muda 1 2,50
Rumput
Eleusine indica Daun muda 12 30,00
belulang
Rumput Digitaria bicornis Daun muda 6 15,00
Soka Ixora chinensis Kulit batang 1 2,50
Pangkal
Bunga tasbih Canna indica 5 12,50
batang
Jenis E Pucuk 3 7,50
Dewasa
Cabai Capsicum frutescens Buah 5 11,90
betina
Rumput
Eleusine indica Daun muda 20 47,62
belulang
Rumput Digitaria bicornis Daun muda 13 30,95
Jenis E Pucuk 4 9,52
Dewasa
Cabai Capsicum frutescens Buah 4 7,84
jantan
Soka Ixora chinensis Bunga 1 1,96
Bunga ungu Ruellia simplex Daun 4 7,84
Rumput
Eleusine indica Daun muda 25 49,02
belulang
Rumput Digitaria bicornis Daun muda 5 9,80
Asystasia gangetica
Rumput israel Daun 3 5,88
subsp. Micrantha
Pangkal
Bunga tasbih Canna indica 6 11,76
batang
Jenis E Pucuk 3 5,88
7

Lampiran 4 Jenis pakan alami luar kawasan HLAK

Kelas Jenis Pakan Frekuensi


Frekuensi
umur Nama lokal Nama ilmiah Bagian relatif

Anak Akasia Acacia auriculiformis buah 15 51,72


Kersen Muntingia calabura buah 13 44,83
Trembesi Albizia saman daun 1 3,45
Muda Akasia Acacia auriculiformis buah 13 29,55
Kersen Muntingia calabura buah 17 38,64
Rumput Tridax procumbens Daun 6 13,64
Rumput belulang Eleusine indica daun 1 2,27
Trembesi Albizia saman Bunga 3 6,82
Trembesi Albizia saman Daun 1 2,27
batang
Trembesi Albizia saman muda 1 2,27
Trembesi Albizia saman batang 2 4,55
Betina Akasia Acacia auriculiformis buah 9 42,86
Kersen Muntingia calabura buah 12 57,14
Jantan Akasia Acacia auriculiformis buah 3 20,00
daun
Akasia Acacia auriculiformis muda 1 6,67
buah
Kelapa Cocos nucifera muda 1 6,67
Kersen Muntingia calabura buah 3 20,00
Peltophorum
Soga pterocarpum buah 3 20,00
Rumput Tridax procumbens 1 6,67
Trembesi Albizia saman bunga 3 20,00
8

Lampiran 5 Pakan non alami kawasan SMMA

Kelas umur Jenis pakan Frekuensi Frekuensi relatif


Anak Buah alpukat 1 1,08
Buah mangga 1 1,08
Buah pepaya 3 3,23
Buah pisang 20 21,51
Buah semangka 4 4,30
Gorengan 3 3,23
Jagung 2 2,15
Kacang 10 10,75
Kerupuk 1 1,08
Kue 1 1,08
Kulit jeruk 2 2,15
Kulit pisang 6 6,45
Makanan ringan 2 2,15
Nasi 1 1,08
Roti 1 1,08
Sampah 34 36,56
Wafer 1 1,08
Muda Biji mangga 2 2,20
Biskuit 1 1,10
Buah jeruk 5 5,49
Buah pepaya 4 4,40
Buah pisang 15 16,48
Buah salak 1 1,10
Buah semangka 1 1,10
Buavita 1 1,10
Gorengan 2 2,20
Jagung 1 1,10
Kacang 9 9,89
Keripik singkong 2 2,20
Kerupuk 1 1,10
Kue 3 3,30
Kulit jeruk 2 2,20
Kulit pisang 6 6,59
Makanan ringan 2 2,20
Nasi 2 2,20
Roti 2 2,20
Sampah 29 31,87
Dewasa betina Biskuit 1 1,16
9

Lampiran 5 (lanjutan)
Kelas umur Jenis pakan Frekuensi Frekuensi relatif
Dewasa betina Buah mangga 1 1,16
Buah melon 1 1,16
Buah pepaya 3 3,49
Buah pisang 25 29,07
Buah salak 2 2,33
Buah semangka 4 4,65
Gorengan 2 2,33
Kacang 12 13,95
Keripik singkong 1 1,16
Kerupuk 2 2,33
Kue 5 5,81
Kulit jeruk 1 1,16
Kulit pisang 6 6,98
Makanan ringan 3 3,49
Nasi 1 1,16
Pepaya 1 1,16
Roti 1 1,16
Sampah 12 13,95
Wafer 2 2,33
Dewasa jantan Buah jeruk 1 1,30
Buah mangga 1 1,30
Buah melon 1 1,30
Buah pepaya 1 1,30
Buah pisang 29 37,66
Buah salak 1 1,30
Buah semangka 3 3,90
Buavita 1 1,30
Gorengan 2 2,60
Kacang 8 10,39
Kerupuk 1 1,30
Kue 4 5,19
Kulit jeruk 1 1,30
Kulit pisang 3 3,90
Makanan ringan 4 5,19
Roti 1 1,30
Sampah 14 18,18
Wafer 1 1,30
10

Lampiran 6 Pakan non alami kawasan HLAK

Kelas umur Jenis pakan Frekuensi Frekuensi relatif


Anak Biskuit 4 5,63
Buah naga 1 1,41
Gorengan 4 5,63
Kacang 6 8,45
Kerupuk 3 4,23
Kue 1 1,41
Buah mangga 1 1,41
Biji mangga 2 2,82
Buah nangka 1 1,41
Biji nangka 1 1,41
Nasi 5 7,04
Daun pepaya 1 1,41
Batang pepaya 1 1,41
Buah pepaya 2 2,82
Kulit pisang 1 1,41
Buah pisang 14 19,72
Roti 1 1,41
Sampah 19 26,76
Tisu 2 2,82
Waluh 1 1,41
Muda Buah belimbing 1 1,41
Biskuit 5 7,04
Gorengan 3 4,23
Kacang 10 14,08
Kerupuk 2 2,82
Biji mangga 2 2,82
Buah mangga 3 4,23
Buah nangka 1 1,41
Nasi 5 7,04
Buah pepaya 3 4,23
Buah pisang 11 15,49
Roti 1 1,41
Sampah 20 28,17
Saos 1 1,41
Susu kental manis 1 1,41
Tisu 1 1,41
Ubi 1 1,41
Dewasa betina Biskuit 3 4,35
11

Kelas umur Jenis pakan Frekuensi Frekuensi relatif


Dewasa betina Gorengan 4 5,80
Kacang 18 26,09
Buah mangga 2 2,90
Nasi 6 8,70
Buah pepaya 2 2,90
Buah pisang 17 24,64
Roti 1 1,45
Sampah 16 23,19
Jantan Biskuit 6 8,96
Gorengan 4 5,97
Jagung 1 1,49
Kacang 12 17,91
Kerupuk 1 1,49
Kue 1 1,49
Buah mangga 3 4,48
Nasi 4 5,97
Daun pepaya 1 1,49
Buah pepaya 1 1,49
Permen 1 1,49
Buah pisang 8 11,94
Pisang 2 2,99
Roti 2 2,99
Buah salak 1 1,49
Sampah 16 23,88
Sayur 1 1,49
Tanah 1 1,49
Tomat 1 1,49
12

Lampiran 7 Hasil analisis vegetasi di SMMA


Tumbuhan bawah
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Ara sungsang Asystasia gangetica subsp. micrantha 101 21041,67 54,89 0,50 27,27 82,16
TB A Unidentified 29 6041,67 15,76 0,33 18,18 33,94
Katangan Commelina diffusa 14 2916,67 7,61 0,08 4,55 12,15
Paku 2 Unidentified 5 1041,67 2,72 0,17 9,09 11,81
Mengkrengan Polygonum barbatum 10 2083,33 5,43 0,08 4,55 9,98
TB 1 Unidentified 7 1458,33 3,80 0,08 4,55 8,35
TB 2 Unidentified 7 1458,33 3,80 0,08 4,55 8,35
Ruelia Ruellia simplex 6 1250,00 3,26 0,08 4,55 7,81
Kangkung air Ipomoea aquatica 1 208,33 0,54 0,08 4,55 5,09
Paku laut Acrostichum aureum 1 208,33 0,54 0,08 4,55 5,09
Pepaya Carica papaya 1 208,33 0,54 0,08 4,55 5,09
Teh-tehan Duranta erecta 1 208,33 0,54 0,08 4,55 5,09
Bambu Bambusa sp. 1 208,33 0,54 0,08 4,55 5,09
TOTAL 184 38333,33 100 1,83 100,00 200,00

Semai
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Lamtoro Leucaena leucocephala 9 1875,00 100 0,17 100 200

Palem-paleman
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Nipah Nypa fruticans 40 1333,33 100 0,83 100 200
13

Pohon
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR D DR INP
Pidada Sonneratia caseolaris 24 200,00 47,06 0,83 45,46 200,29 57,88 150,40
Nyamplung Calophyllum inophyllum 10 83,33 19,61 0,25 13,64 93,24 26,95 60,19
Lamtoro Leucaena leucocephala 1 8,33 1,96 0,08 4,54 5,75 1,66 8,17
Ficus Ficus microcarpa 3 25,00 5,88 0,17 9,09 5,88 1,70 16,67
Mindi Melia azedarach 5 41,67 9,80 0,08 4,54 18,71 5,41 19,76
Jenis C Unidentified 4 33,33 7,84 0,08 4,54 4,27 1,23 13,62
Akasia Acacia auriculiformis 1 8,33 1,96 0,08 4,54 10,17 2,94 9,44
Makaranga Macaranga tanarius 1 8,33 1,96 0,08 4,54 6,17 1,78 8,29
Johar Senna polyphylla 1 8,33 1,96 0,08 4,54 0,77 0,22 6,73
Ficus Ficus benjamina 1 8,33 1,96 0,08 4,54 0,77 0,22 6,73
TOTAL 51 425 100 1,83 100 346,02 100 300

Liana
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Sentro Centrosema molle 1 8,33 1,92 0,08 5 6,92
Galing Cayratia trifolia 30 250,00 57,69 0,75 45 102,69
Liana A Unidentified 7 58,33 13,46 13,46 0,25 28,46
Rambusa Passiflora foetida 3 25,00 5,77 0,17 10 15,77
Timun tikus Coccinia grandis 10 83,33 19,23 0,33 20 39,23
Areuy Merremia umbellata 1 8,33 1,92 0,08 5 6,92
TOTAL 52 433,33 100 1,67 100 200
14

Lampiran 8 Hasil analisis vegetasi di HLAK


Tumbuhan bawah
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Ara sungsang Asystasia gangetica subsp. Micrantha 25 5208,33 37,31 1 10,00 47,31
Jeruju Acanthus ilicifolius 10 2083,33 14,93 1 10,00 24,93
Paku laut Acrostichum aureum 9 1875,00 13,43 1 10,00 23,43
Jeruju Acanthus volubilis 8 1666,67 11,94 1 10,00 21,94
Getih getihan Rivina humilis 7 1458,33 10,45 1 10,00 20,45
Ceplukan Physalis angulata 2 416,67 2,99 1 10,00 12,99
Jayanti Sesbania sesban 2 416,67 2,99 1 10,00 12,99
Rumput Unidentified 2 416,67 2,99 1 10,00 12,99
Piai lasa Acrostichum speciosum 1 208,33 1,49 1 10,00 11,49
Kirinyuh merah Unidentified 1 208,33 1,49 1 10,00 11,49
TOTAL 67 13958,33 100 10 100 200

Semai
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Bakau Rhizophora spp 3 625,00 18,75 2 22,22 40,97
Lamtoro Leucaena leucocephala 3 625,00 18,75 1 11,11 29,86
Bintaro Cerbera manghas 2 416,67 12,5 1 11,11 23,61
Waru Hibiscus tiliaceus 2 416,67 12,5 1 11,11 23,61
Mengkudu Morinda citrifolia 2 416,67 12,5 1 11,11 23,61
Asam jawa Tamarindus indica 2 416,67 12,5 1 11,11 23,61
Akasia Acacia auriculiformis 1 208,33 6,25 1 11,11 17,36
Api api Avicennia marina 1 208,33 6,25 1 11,11 17,36
TOTAL 16 3333,33 100,00 9,00 100,00 200,00
15

Pancang
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Saga pohon Adenanthera pavonina 1 33,33 2,33 1 6,25 8,58
Bakau Rhizophora spp 17 566,67 39,53 4 25 64,53
Mirip kaliandra Calliandra callothyrsus 13 433,33 30,23 1 6,25 36,48
Nyamplung Calophyllum inophyllum 3 100,00 6,98 2 12,5 19,48
Api api Avicennia marina 2 66,67 4,65 2 12,5 17,15
Mahoni Swietenia macrophylla 2 66,67 4,65 2 12,5 17,15
Lamtoro Leucaena leucocephala 2 66,67 4,65 1 6,25 10,90
Beringin Ficus benjamina 1 33,33 2,33 1 6,25 8,58
Ketapang Terminalia catappa 1 33,33 2,33 1 6,25 8,58
Asam jawa Tamarindus indica 1 33,33 2,33 1 6,25 8,58
TOTAL 43 1433,333 100 16 100 200

Palem-paleman
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Nipah Nypa fruticans 1 33,33 100 0,08 100 200
16

Pohon
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR D DR INP
Akasia Acacia auriculiformis 1 8,33 1,28 0,08 4,76 2,82 0,87 6,91
Ketapang Terminalia catappa 16 133,33 20,51 0,50 28,57 41,52 12,77 61,85
Api api Avicennia marina 28 233,33 35,90 0,42 23,81 178,48 54,88 114,59
Bakau Rhizophora spp 12 100,00 15,38 0,25 14,29 25,42 7,82 37,49
Pidada Sonneratia caseolaris 1 8,33 1,28 0,08 4,76 7,19 2,21 8,25
Lamtoro Leucaena leucocephala 1 8,33 1,28 0,08 4,76 13,46 4,14 10,18
Waru Hibiscus tiliaceus 4 33,33 5,13 0,08 4,76 6,98 2,15 12,04
Asam jawa Tamarindus indica 1 8,33 1,28 0,08 4,76 1,24 0,38 6,43
Sengon Falcataria moluccana 14 116,67 17,95 0,17 9,52 48,1 14,79 42,26
TOTAL 78 650 100 1,75 100 325,2087 100 300

Liana
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Galing Cayrathia trifolia 22 183,33 31,88 5 19,23 51,11
Sentro Centrosema molle 2 16,67 2,90 1 3,85 6,74
Timun tikus Coccinia grandis 16 133,33 23,19 4 15,38 38,57
Liana B Unidentified 15 125,00 21,74 4 15,38 37,12
Rambusa Passiflora foetida 3 25,00 4,35 1 3,85 8,19
Liana C Unidentified 2 16,67 2,90 2 7,69 10,59
Climber A Derris trifolia 4 33,33 5,80 4 15,38 21,18
Liana B Unidentified 5 41,67 7,25 5 19,23 26,48
TOTAL 69 575 100 26 100 200
17

Lampiran 9 Hasil uji chi-square pada kawasan SMMA

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelas umur dan jenis kelamin *
328 100,0% 0 0,0% 328 100,0%
Jenis pakan

Kelas umur dan jenis kelamin * Jenis pakan Crosstabulation


Count
Jenis pakan
Pidada Nipah Galing Kangkung Bambu
air
Anak 68 4 16 1 4
Muda 41 3 6 1 1
Kelas umur dan jenis kelamin
Betina 49 0 6 0 1
Jantan 21 1 9 0 1
Total 179 8 37 2 7

Kelas umur dan jenis kelamin * Jenis pakan Crosstabulation


Count
Jenis pakan
Makaranga Jenis C Lamtoro Johar Merremia
Anak 1 10 8 1 2
Muda 1 7 9 0 1
Kelas umur dan jenis kelamin
Betina 0 3 14 1 2
Jantan 1 0 9 0 0
Total 3 20 40 2 5

Kelas umur dan jenis kelamin * Jenis pakan Crosstabulation


Count
Jenis pakan Total
Nyamplung Semut Serangga
Anak 0 2 8 125
Muda 0 0 4 74
Kelas umur dan jenis kelamin
Betina 0 0 5 81
Jantan 2 0 4 48
Total 2 2 21 328
18

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 43,893a 36 ,172
Likelihood Ratio 47,678 36 ,092
Linear-by-Linear Association 1,030 1 ,310
N of Valid Cases 328
19

Lampiran 10 Hasil uji chi-square pada kawasan HLAK

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelas umur dan jenis
241 100,0% 0 0,0% 241 100,0%
kelamin * Jenis pakan

Kelas umur dan jenis kelamin * Jenis pakan Crosstabulation


Count
Jenis pakan
Bakau Api api Nipah Beringin Galing
Anak 19 7 0 0 2
Muda 10 13 1 6 15
Kelas umur dan jenis kelamin
Betina 15 16 0 0 6
Jantan 4 6 0 9 10
Total 48 42 1 15 33

Kelas umur dan jenis kelamin * Jenis pakan Crosstabulation


Count
Jenis pakan
Ketapang Waru Lamtoro Saga Bintaro
pohon
Anak 13 1 16 0 1
Muda 9 0 12 1 1
Kelas umur dan jenis kelamin
Betina 2 2 1 0 0
Jantan 2 0 0 0 0
Total 26 3 29 1 2

Kelas umur dan jenis kelamin * Jenis pakan Crosstabulation


Count
Jenis pakan

Pidada Mengkudu Rumput Jayanti Ciplukan


Anak 11 0 3 0 0

Muda 4 0 2 4 3
Kelas umur dan jenis kelamin
Betina 1 1 1 0 0

Jantan 0 0 0 0 0
Total 16 1 6 4 3
20

Kelas umur dan jenis kelamin * Jenis pakan Crosstabulation


Count
Jenis pakan

Sentro Passiflora Timun tikus Semut Serangga


Anak 0 0 2 1 1

Muda 0 1 1 2 0
Kelas umur dan jenis kelamin
Betina 1 0 0 0 0

Jantan 0 0 0 0 1
Total 1 1 3 3 2

Kelas umur dan jenis kelamin * Jenis pakan Crosstabulation


Count
Jenis pakan Total
Rayap
Anak 0 77
Muda 0 85
Kelas umur dan jenis kelamin
Betina 0 46
Jantan 1 33
Total 1 241

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 142,080a 60 ,000
Likelihood Ratio 147,308 60 ,000
Linear-by-Linear Association 9,669 1 ,002
N of Valid Cases 241
21

Lampiran 11 Hasil uji preferensi menggunakan indeks Neu


Monyet anakan
Jenis Pakan a p pr n u e w b Rangking
Bakau 1291,67 0,05 4,52 19,00 0,25 3,48 5,46 0,01 4
Api api 508,33 0,02 1,78 7,00 0,09 1,37 5,11 0,01 5
Nipah 33,33 0,00 0,12 0,00 0,00 0,09 0,00 0,00 12
Beringin 33,33 0,00 0,12 0,00 0,00 0,09 0,00 0,00 12
Galing 1833,33 0,06 6,42 2,00 0,03 4,94 0,40 0,00 9
Ketapang 166,66 0,01 0,58 13,00 0,17 0,45 28,94 0,05 3
Waru 450,00 0,02 1,58 1,00 0,01 1,21 0,82 0,00 7
Lamtoro 6325,00 0,22 22,14 16,00 0,21 17,05 0,94 0,00 5
Saga pohon 33,33 0,00 0,12 0,00 0,00 0,09 0,00 0,00 8
Bintaro 416,67 0,01 1,46 1,00 0,01 1,12 0,89 0,00 5
Pidada 8,33 0,00 0,03 11,00 0,14 0,02 489,91 0,91 2
Mengkudu 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 1,12 0,00 0,00 6
Rumput 416,67 0,01 1,46 3,00 0,04 1,12 2,67 0,00 3
Jayanti 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 1,12 0,00 0,00 5
Ciplukan 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 1,12 0,00 0,00 5
Sentro 16,67 0,00 0,06 0,00 0,00 0,04 0,00 0,00 5
Rambusa 25,00 0,00 0,09 0,00 0,00 0,07 0,00 0,00 5
Timun tikus 133,33 0,00 0,47 2,00 0,03 0,36 5,57 0,01 2
Semut 5208,33 0,18 18,23 1,00 0,01 14,04 0,07 0,00 2
Serangga 5208,33 0,18 18,23 1,00 0,01 14,04 0,07 0,00 2
Rayap 5208,33 0,18 18,23 0,00 0,00 14,04 0,00 0,00 2
TOTAL 28566,65 1,00 100,00 77,00 1,00 77,00 540,85 1,00
22

Monyet muda
Jenis Pakan a p pr n u e w b Rangking
Bakau 1291,67 0,05 4,52 10,00 0,12 3,84 2,60 0,01 10
Api api 508,33 0,02 1,78 13,00 0,15 1,51 8,59 0,03 7
Nipah 33,33 0,00 0,12 1,00 0,01 0,10 10,08 0,03 5
Beringin 33,33 0,00 0,12 6,00 0,07 0,10 60,50 0,20 2
Galing 1833,33 0,06 6,42 15,00 0,18 5,46 2,75 0,01 9
Ketapang 166,66 0,01 0,58 9,00 0,11 0,50 18,15 0,06 3
Waru 450,00 0,02 1,58 0,00 0,00 1,34 0,00 0,00 17
Lamtoro 6325,00 0,22 22,14 12,00 0,14 18,82 0,64 0,00 15
Saga pohon 33,33 0,00 0,12 1,00 0,01 0,10 10,08 0,03 5
Bintaro 416,67 0,01 1,46 1,00 0,01 1,24 0,81 0,00 14
Pidada 8,33 0,00 0,03 4,00 0,05 0,02 161,38 0,54 1
Mengkudu 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 1,24 0,00 0,00 17
Rumput 416,67 0,01 1,46 2,00 0,02 1,24 1,61 0,01 13
Jayanti 416,67 0,01 1,46 4,00 0,05 1,24 3,23 0,01 8
Ciplukan 416,67 0,01 1,46 3,00 0,04 1,24 2,42 0,01 12
Sentro 16,67 0,00 0,06 0,00 0,00 0,05 0,00 0,00 17
Passiflora 25,00 0,00 0,09 1,00 0,01 0,07 13,44 0,04 4
Timun tikus 133,33 0,00 0,47 1,00 0,01 0,40 2,52 0,01 11
Semut 5208,33 0,18 18,23 2,00 0,02 15,50 0,13 0,00 16
Serangga 5208,33 0,18 18,23 0,00 0,00 15,50 0,00 0,00 17
Rayap 5208,33 0,18 18,23 0,00 0,00 15,50 0,00 0,00 17
TOTAL 28566,65 1,00 100,00 85,00 1,00 85,00 298,94 1,00
23

Monyet dewasa betina


Jenis Pakan a p pr n u e w b Rangking
Bakau 1291,67 0,05 4,52 15,00 0,33 2,08 7,21 0,05 5
Api api 508,33 0,02 1,78 16,00 0,35 0,82 19,55 0,13 3
Nipah 33,33 0,00 0,12 0,00 0,00 0,05 0,00 0,00 11
Beringin 33,33 0,00 0,12 0,00 0,00 0,05 0,00 0,00 11
Galing 1833,33 0,06 6,42 6,00 0,13 2,95 2,03 0,01 7
Ketapang 166,66 0,01 0,58 2,00 0,04 0,27 7,45 0,05 4
Waru 450,00 0,02 1,58 2,00 0,04 0,72 2,76 0,02 6
Lamtoro 6325,00 0,22 22,14 1,00 0,02 10,18 0,10 0,00 10
Saga pohon 33,33 0,00 0,12 0,00 0,00 0,05 0,00 0,00 11
Bintaro 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 0,67 0,00 0,00 11
Pidada 8,33 0,00 0,03 1,00 0,02 0,01 74,55 0,48 1
Mengkudu 416,67 0,01 1,46 1,00 0,02 0,67 1,49 0,01 8
Rumput 416,67 0,01 1,46 1,00 0,02 0,67 1,49 0,01 8
Jayanti 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 0,67 0,00 0,00 11
Ciplukan 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 0,67 0,00 0,00 11
Sentro 16,67 0,00 0,06 1,00 0,02 0,03 37,25 0,24 2
Passiflora 25,00 0,00 0,09 0,00 0,00 0,04 0,00 0,00 11
Timun tikus 133,33 0,00 0,47 0,00 0,00 0,21 0,00 0,00 11
Semut 5208,33 0,18 18,23 0,00 0,00 8,39 0,00 0,00 11
Serangga 5208,33 0,18 18,23 0,00 0,00 8,39 0,00 0,00 11
Rayap 5208,33 0,18 18,23 0,00 0,00 8,39 0,00 0,00 11
TOTAL 28566,65 1,00 100,00 46,00 1,00 46,00 153,89 1,00
24

Monyet dewasa jantan


Jenis Pakan a p pr n u e w b Rangking
Bakau 1291,67 0,05 4,52 4,00 0,12 1,49 2,68 0,01 5
Api api 508,33 0,02 1,78 6,00 0,18 0,59 10,22 0,04 3
Nipah 33,33 0,00 0,12 0,00 0,00 0,04 0,00 0,00 8
Beringin 33,33 0,00 0,12 9,00 0,27 0,04 233,75 0,89 1
Galing 1833,33 0,06 6,42 10,00 0,30 2,12 4,72 0,02 4
Ketapang 166,66 0,01 0,58 2,00 0,06 0,19 10,39 0,04 2
Waru 450,00 0,02 1,58 0,00 0,00 0,52 0,00 0,00 8
Lamtoro 6325,00 0,22 22,14 0,00 0,00 7,31 0,00 0,00 8
Saga pohon 33,33 0,00 0,12 0,00 0,00 0,04 0,00 0,00 8
Bintaro 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 0,48 0,00 0,00 8
Pidada 8,33 0,00 0,03 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 8
Mengkudu 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 0,48 0,00 0,00 8
Rumput 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 0,48 0,00 0,00 8
Jayanti 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 0,48 0,00 0,00 8
Ciplukan 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 0,48 0,00 0,00 8
Sentro 16,67 0,00 0,06 0,00 0,00 0,02 0,00 0,00 8
Passiflora 25,00 0,00 0,09 0,00 0,00 0,03 0,00 0,00 8
Timun tikus 133,33 0,00 0,47 0,00 0,00 0,15 0,00 0,00 8
Semut 5208,33 0,18 18,23 0,00 0,00 6,02 0,00 0,00 8
Serangga 5208,33 0,18 18,23 1,00 0,03 6,02 0,17 0,00 6
Rayap 5208,33 0,18 18,23 1,00 0,03 6,02 0,17 0,00 6
TOTAL 28566,65 1,00 100,00 33,00 1,00 33,00 262,09 1,00
25

Anda mungkin juga menyukai