E17 Ssa
E17 Ssa
SHIELA SAFITRI
Shiela Safitri
NIM E34130014
ABSTRAK
SHIELA SAFITRI. Keanekaragaman Jenis Pakan dan Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis Raffles,1821) di Suaka Margasatwa Muara Angke dan Hutan Lindung Angke
Kapuk. Dibimbing oleh NYOTO SANTOSO.
Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) dan Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK) adalah
kawasan hutan mangrove yang tersisa di Teluk Jakarta. Polusi dan degradasi lahan di daerah
tersebut dapat mengancam satwa liar, salah satunya adalah kera ekor panjang (Macaca
fascicularis). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas habitat, jenis pakan, dan
kondisi populasi kera ekor panjang. Berdasarkan kategori makanannya, monyet ekor panjang
di kedua daerah tersebut lebih banyak memakan makanan non alami. Populasi monyet ekor
panjang di SMMA sebanyak 77 individu, sedangkan di HLAK sebanyak 118 individu.
ABSTRACT
Muara Angke Wildlife Reserve (SMMA) and Angke Kapuk Protected Forest (HLAK)
are the remaining area of mangrove forest in Jakarta Bay. Pollution and land degradation in
those area can threaten the wildlife, one of them is long-tailed macaque (Macaca fascicularis).
The aims of the study were to analyze the quality of habitat, kind of diet, and population
condition of long-tailed macaque. Based on the categories of diet, long-tailed macaque in both
area eat more non natural food. The population of long-tailed macaque in SMMA were 77
individuals, while in HLAK were 118 individuals.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat-
Nya sehingga skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis Pakan dan Populasi Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis Raffles, 1821) di Suaka Margasatwa Muara Angke dan Hutan
Lindung Angke Kapuk ini berhasil diselesaikan. Pengumpulan data lapangan pada penelitian
ini dilakukan pada bulan Maret hingga April 2017.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nyoto Santoso, MS selaku
pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan, dan saran dalam penelitian ini. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada BKSDA DKI Jakarta dan Dinas Kehutanan DKI Jakarta
atas saran, bantuan, dan perizinan selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga penulis, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Terima kasih kepada seluruh dosen dan staf DKSHE, serta rekan-rekan KSHE 50
dan FAHUTAN 50 atas motivasi yang telah diberikan selama penelitian. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan dengan tulus kepada keluarga besar RIMPALA FAHUTAN-IPB atas
kekeluargaan, kebersamaan, pengalaman, dan motivasi yang diberikan selama penulis
berkuliah di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Shiela Safitri
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
1. Peta lokasi penelitian Error! Bookmark not defined.
2. Plot analisis vegetasi Error! Bookmark not defined.
3. Peta lokasi analisis vegetasi Error! Bookmark not defined.
4. (a) Buah pidada (b) Buah galing Error! Bookmark not defined.
5. Keanekaragaman jenis pakan monyet ekor panjang di SMMA dan HLAKError!
Bookmark not defined.
6. Monyet ekor panjang memakan (a) rumput (b) Canna spError! Bookmark not
defined.
7. (a) Warga sekitar yang singgah untuk melihat monyet (b) Sampah yang menumpuk
di kawasan HLAK Error! Bookmark not defined.
8. Persentase kategori pakan monyet ekor panjang kawasan (a) SMMA (b) HLAK
Error! Bookmark not defined.
9. (a) Tanda dilarang memberi makan monyet (b) Plastik berisi makanan yang
diberikan warga Error! Bookmark not defined.
10. Struktur umur monyet ekor panjang di kawasan SMMA dan HLAK Error!
Bookmark not defined.
11. Monyet betina dewasa yang sedang estrus Error! Bookmark not defined.
12. Peta wilayah jelajah monyet ekor panjang di SMMA dan HLAKError! Bookmark
not defined.
DAFTAR LAMPIRAN
1. Jenis pakan alami dalam kawasan SMMA Error! Bookmark not defined.
2. Jenis pakan alami dalam kawasan HLAK Error! Bookmark not defined.
3. Jenis pakan alami luar kawasan SMMA Error! Bookmark not defined.
4. Jenis pakan alami luar kawasan HLAK Error! Bookmark not defined.
5. Pakan non alami kawasan SMMA Error! Bookmark not defined.
6. Pakan non alami kawasan HLAK Error! Bookmark not defined.
7. Hasil analisis vegetasi di SMMA Error! Bookmark not defined.
8. Hasil analisis vegetasi di HLAK Error! Bookmark not defined.
9. Hasil uji chi-square pada kawasan SMMA Error! Bookmark not defined.
10. Hasil uji chi-square pada kawasan HLAK Error! Bookmark not defined.
11. Hasil uji preferensi menggunakan indeks NeuError! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manfaat Penelitian
METODE
Alat dan bahan yang digunakan yaitu peta kawasan SMMA dan HLAK,
Global Positioning System (GPS), tally sheet, binokuler, meteran, kamera, plastik
spesimen, buku panduan lapang, dan seperangkat computer dengan software
ArcGIS 10.3, Ms.Excel dan SPSS 20.
Objek Penelitian dan Jenis Data yang Dikumpulkan
Objek dalam penelitian ini adalah monyet ekor panjang dengan spesifikasi
pendataan pakan dan populasi serta habitatnya. Jenis data yang dikumpulkan adalah
data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil secara
langsung di lokasi penelitian. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari
hasil studi pustaka dan hasil penelitian sebelumnya. Berikut rincian mengenai data
primer dan data sekunder dalam penelitian ini (Tabel 1).
Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa pengumpulan data primer dan
data sekunder (Tabel 2).
Scan sampling
Metode scan sampling dilakukan dengan cara mengamati individu monyet
yang sedang melakukan aktivitas makan (Zairina et al. 2015). Menurut hasil
penelitian Sussman dan Tattersall (1981), aktivitas makan monyet ekor panjang
meningkat pada pukul 09.00-11.00, 12.00-13.00, dan 14.00-17.00. Berdasarkan hal
tersebut, pengamatan dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari. Interval waktu yang
digunakan adalah 10 menit (Fachrul 2008). Pada tahap pengamatan, diamati jenis
pakan, bagian yang dimakan, dan frekuensi jenis tersebut dimakan.
Analisis vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode petak. Petak
contoh yang dibuat berukuran 10 m x 10 m untuk tingkat tiang dan pohon, 5 m x 5
m untuk tingkat pancang, dan 2 m x 2 m untuk semai dan tumbuhan bawah (Gambar
2). Petak contoh dibuat sebanyak 4 petak yang ditempatkan secara pusposive di
lokasi monyet ekor panjang banyak melakukan aktivitas makan pada tiap wilayah
jelajahnya.
Analisis Data
P
D=
A
Keterangan:
D : Kepadatan populasi
P : Populasi
A : Luas habitat
b. Struktur umur
Struktur umur dapat diketahui dengan mengelompokkan individu monyet
ekor panjang ke dalam kelas umur anak, muda, dan dewasa. Data tersebut kemudian
dijumlahkan dan disajikan dalam bentuk grafik
c. Sex ratio
Sex ratio merupakan perbandingan antara jumlah individu jantan dan betina.
Sex ratio dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Y
S=
X
Keterangan:
S : Sex ratio
Y : Jumlah individu jantan
X : Jumlah individu betina
Pakan
a. Frekuensi relatif pakan
Jenis pakan yang dikonsumsi monyet ekor panjang dihitung jumlahnya dan
frekuensi dimakannya. Penghitungan frekuensi relatif jenis pakan menggunakan
rumus sebagai berikut (Fachrul 2008):
ni
N0 = ( ) ×100%
N
Keterangan:
N0 : Frekuensi relatif jenis pakan
ni : Frekuensi satu jenis pakan yang dimakan
N : Frekuensi seluruh jenis pakan yang dimakan
Keterangan:
H' : Indeks keanekaragaman
ni : Frekuensi satu jenis pakan yang dimakan
N : Frekuensi seluruh jenis pakan yang dimakan
Keterangan:
X2 : Nilai chi-square
fe : Frekuensi yang diharapkan
f0 : Frekuensi jenis dan bagian pakan yang dikonsumsi
Adapun hipotesis yang digunakan yaitu:
Ho : X=0, Tidak terjadi pemilihan jenis pakan
Ha : X ≠0, Terjadi pemilihan jenis pakan
d. Preferensi pakan
Preferensi jenis pakan dianalisis dengan melakukan pengujian menggunakan
Indeks Neu. Asumsi bahwa semakin tinggi frekuensi suatu jenis dimakan maka
jenis tersebut semakin disukai. Penentuan Indeks Neu dapat dilihat pada Tabel 3
(Hidayat dan Kayat 2014).
Tabel 3 Kriteria yang diukur dalam menentukan Indeks Neu
Jenis tumbuhan pakan a p pr n u e w b Peringkat
J1 a1 p1 pr1 n1 u1 e1 w1 b1
J2 a2 p2 pr2 n2 u2 e2 w2 b2
... ... ... ... ... ... ... ... ...
Jk ak pk prk nk uk ek wk bk
Jumlah Σa Σp Σpr Σn Σu Σe Σw Σb
Keterangan tabel:
a = Kerapatan jenis tumbuhan pakan
p = Proporsi kerapatan jenis tumbuhan pakan
pr = Persentase proporsi kerapatan jenis tumbuhan pakan
n = Frekuensi suatu jenis tumbuhan dimakan
u = Proporsi suatu jenis tumbuhan dimakan
e = Nilai harapan (pi × Σni)
w = Indeks preferensi (ui × pi)
b = Indeks preferensi yang dibakukan (wi × Σw)
Analisis vegetasi
Indeks Nilai Penting (INP) menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis
dalam komunitas dengan kata lain INP digunakan untuk menetapkan dominansi suatu
jenis terhadap jenis lainnya. Soerianegara dan Indrawan (2005) menjelaskan mengenai
INP yang dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi
Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR).
- Kerapatan (K) = Jumlah individu suatu jenis
Luas unit contoh
- Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis x 100 %
Kerapatan seluruh jenis
- Frekuensi (F) = Jumlah plot ditemukannya suatu jenis
Jumlah seluruh plot dalam unit contoh
- Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis x 100 %
Frekuensi seluruh jenis
- Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu jenis
Luas unit contoh
- Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x 100 %
Dominansi seluruh jenis
- Indeks Nilai Penting = KR + FR + DR (pohon)
= KR + FR (semai, tumbuhan bawah, pancang,
palem)
Kondisi habitat
Kondisi habitat monyet ekor panjang di kedua lokasi penelitian dianalisis
secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan pada setiap faktor-faktor habitat,
yaitu faktor fisik, faktor biologi dan faktor mausia. Faktor fisik meliputi suhu, curah
hujan, kualitas tanah, dan kualitas air serta pasang surut. Faktor biologi yaitu
keanekaragaman flora dan fauna di kawasan tersebut. Faktor manusia yaitu
pengunjung dan aktivitas masyarakat.
1
Komponen fisik
Kawasan SMMA memiliki tipe iklim A menurut klasifikasi iklim Schmidt
dan Fergusson. Curah hujan tertinggi pada bulan Januari (388 mm) dan terendah
bulan Oktober (60 mm). Suhu udara rata-rata tertinggi pada bulan Oktober (27,3oC)
dan suhu rata-rata terendah pada bulan Februari (25,9oC). Rata-rata kelembaban
nisbi 82,96% dengan kelembaban tertinggi 87% dan kelembaban terendah 79%
(Rahayu et al. 2013).
Jenis tanah di kawasan SMMA tergolong alluvial berwarna kelabu tua
dengan tekstur lempung liat berdebu (PPLH IPB 2000). Kisaran pH tanah di
kawasan ini yaitu 5,50-5,54 (Rahayu et al. 2013). Jenis tanah di kawasan HLAK
adalah halic sulfaquent dengan kisaran pH netral (6-7). Ciri morfologi tanah halic
sulfaquent di daerah ini adalah tekstur tanah liat berdebu pada bagian atas dan liat
sampai liat berdebu pada bagian bawah dengan struktur melumpur (belum matang),
warna kelabu sampai kelabu gelap, tanah digenangi air 30-50 cm (Syah 2011).
Berdasarkan hasil penelitian Achmat dan Nurhayati (2004), kadar logam berat pada
tanah di kawasan SMMA yaitu Pb 1,76 ppm, Cu 3,57 ppm, dan Hg 18,45 ppb,
sedangkan di kawasan HLAK yaitu Pb 0,4 ppm, Cu 2,24 ppm, dan Hg 10,17 ppm.
Kadar logam berat pada tanah di kedua kawasan tersebut berada jauh di atas standar
baku mutu yang ditetapkan, yaitu 0,01 ppm untuk Pb, 0,1 ppm untuk Cu, dan 0,35
ppb untuk Hg. Menurut Hamzah dan Setiawan (2010), kandungan logam berat pada
tanah dan sedimen secara umum akan memiliki nilai yang lebih rendah dibanding
dengan kadar logam berat pada air. Kadar logam berat pada air di kawasan muara
2
angke memiliki nilai kurang dari 0,006 ppm untuk Cu dan Pb, sedangkan logam Zn
memiliki kadar 0,044-0,062 ppm.
Kawasan SMMA dan HLAK termasuk ke dalam tipe ekosistem mangrove.
Salah satu ciri dari ekosistem mangrove yaitu tumbuh di daerah pasang surut yang
tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut (Kusmana et
al. 2013). Pasang tertinggi di kawasan SMMA mencapai 1,8 m dengan pasang rata-
rata 1,4 m dan surut trendah 0,23 m dengan surut rata-rata 0,56 m (Rahayu et al.
2013). Kawasan HLAK memiliki frekuensi pasang surut dalam sehari hanya satu
kali. Oleh karena itu, kawasan ini selalu tertutupi air pada waktu pasang dengan
ketinggian air pasang rata-rata 30-50 cm (Syah 2011). Dinamika pasang surut
berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Salinitas air
menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun selama pasang surut.
Salinitas di Sungai Angke berkisar antara 2-5% pada saat surut dan 5-8% pada saat
pasang. Salinitas di lahan mangrove baik saluran drainase maupun rawa-rawa
sebesar 0% (Rahayu et al. 2013). Pada kawasan HLAK berdasarkan hasil penelitian
Novanistati (2001), salinitas berkisar antara 22-32,5 ppt. Kadar salinitas, pasang
surut, dan genangan air mempengaruhi jenis tumbuhan mangrove di dalamnya.
Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terbentuknya zona mangrove berdasarkan
jenis vegetasi dominannya.
Komponen biotik
Analisis vegetasi dilakukan di lokasi ditemukannya kelompok monyet
ekor panjang. Pada kedua lokasi penelitian masing-masing terdapat 3 kelompok
monyet ekor panjang, sehingga total petak contoh analisis vegetasi yang dibuat
berjumlah 24 petak. Petak contoh ditempatkan secara purposive di lokasi monyet
ekor panjang banyak melakukan aktivitas makan (Gambar 3).
Jenis Pakan
(a) (b)
Gambar 2 (a) Buah pidada (b) Buah galing
Lain halnya dengan kawasan SMMA, jumlah jenis pakan alami monyet ekor
panjang di kawasan HLAK yaitu 24 jenis pada kelas umur anak, 25 jenis pada kelas
umur muda, dan 16 jenis pada kelas umur dewasa betina dan jantan. Monyet pada
kelas umur anak lebih sering memakan buah ketapang dan daun lamtoro. Monyet
muda dan dewasa jantan lebih sering memakan buah galing, sedangkan monyet
dewasa betina lebih sering memakan daun api api (Tabel 6).
Tabel 4 Pakan alami dalam kawasan HLAK yang banyak dimakan monyet
ekor panjang
Jenis pakan dominan
Kelas Total
Nama Bagian Frekuensi
umur pakan Nama ilmiah Persentase
lokal dimakan dimakan
Ketapang Terminalia catappa Buah 12 15,38%
Anak 24 Lamtoro Leucaena leucocephala Daun 12 15,38%
Bakau Rhizophora spp Bunga 6 7,69%
Galing Cayratia trifolia Buah 15 17,65%
Muda 25 Api api Avicennia marina Daun 11 12,94%
Lamtoro Leucaena leucocephala Daun 10 11,76%
Api api Avicennia marina Daun 13 28,26%
Dewasa
16 Bakau Rhizophora spp Bunga 8 17,39%
betina
Galing Cayratia trifolia Buah 6 13,04%
Galing Cayratia trifolia Buah 10 24,39%
Dewasa Beringin Ficus benjamina Daun 9 21,95%
16
Jantan Lamtoro Leucaena leucocephala Daun 3 7,32%
beberapa hal, yaitu jenis yang mendominasi, musim berbuah, kebutuhan nutrisi,
kemampuan mencari makan, dan kompetisi dalam satu kelompok monyet ekor
panjang. Jenis yang mendominasi merupakan jenis yang memiliki nilai INP tinggi
pada masing-masing kawasan berdasarkan hasil analisis vegetasi. Kemampuan
mencari makan pada monyet ekor panjang berbeda tergantung pada ukuran
kelompok dan ketersediaan pakan (Dolhinow dan Fuentes 1999). Kompetisi dapat
terjadi ketika jenis dan bagian pakan yang disukai monyet ekor panjang
ketersediannya terbatas atau musiman.
Monyet kelas umur anak di kedua kawasan memiliki total pakan terbanyak.
Monyet anakan lebih aktif bergerak mencari sumberdaya saat aktivitas mencari
makan (foraging) dibanding monyet dewasa. Selain itu, monyet anakan
membutuhkan nutrisi yang lebih banyak dibandingkan monyet dewasa (van Schaik
dan van Noordwijk 1986). Hampir setiap kelas umur monyet ekor panjang di lokasi
penelitian lebih banyak memakan bagian buah. Monyet memakan buah untuk
memenuhi kebutuhan air. Menurut Yeager (1996) pakan utama monyet ekor
panjang adalah buah, namun ketika tidak terdapat buah, mereka akan mencari
alternatif pakan yaitu daun yang masih muda. Ketika pakan utama tidak tersedia
atau terjadi perebutan, monyet ekor panjang akan mencari jenis pakan lain seperti
daun muda dari jenis yang banyak tersedia yaitu api api, dan lamtoro. Monyet ekor
panjang hanya memakan daun muda, hal ini dikarenakan kandungan lignin pada
daun muda kadarnya belum terlalu banyak sehingga tidak menimbulkan masalah
pencernaan pada monyet ekor panjang. Kadar lignin tanaman bertambah dengan
bertambahnya umur tanaman (Tillman et al. 1991).
Menurut van Schaik dan van Noordwijk (1986), kebutuhan nutrisi berupa
protein lebih banyak dibutuhkan oleh monyet anakan dan monyet muda. Buah yang
mengandung protein tinggi merupakan buah yang berukuran kecil. Monyet yang
masih muda cenderung memakan buah yang ukurannya kecil dengan tekstur lunak,
sedangkan monyet dewasa cenderung memakan buah yang ukurannya lebih besar
dengan tekstur yang lebih keras. Namun, hasil pengamatan di SMMA dan HLAK
justru menunjukkan bahwa monyet dewasa lebih banyak memakan buah galing
yang ukurannya kecil dan lunak, sementara monyet anakan banyak memakan buah
pidada dan buah ketapang. Hal ini diduga karena buah galing tumbuh bergerombol
sehingga monyet dewasa yang memang tidak banyak bergerak (van Schaik dan van
Noordwijk 1986) tidak perlu mencari buah lain untuk dikonsumsi dalam jumlah
banyak. Buah pidada yang banyak dimakan oleh anakan merupakan buah pidada
yang masih muda dan ukurannya tidak terlalu besar, sedangkan buah ketapang
meskipun keras namun kulit luarnya masih bisa digigit.
b. Keanekaragaman pakan
Hasil analisis keanekaragaman pakan menggunakan indeks
keanekaragaman Shanon-Wiener di kedua lokasi penelitian disajikan pada Gambar
5. Tingkat keanekaragaman pakan monyet ekor panjang di HLAK lebih tinggi
dibanding dengan tingkat keanekaragaman pakan di SMMA. Keanekaragaman
pakan monyet ekor panjang di SMMA tergolong memiliki nilai 2,38.
Keanekaragaman pakan monyet ekor panjang di HLAK memiliki nilai 3,02. Nilai
keanekaragaman pakan monyet ekor panjang lebih tinggi di kawasan HLAK
dikarenakan jenis vegetasi yang ditemukan di kawasan tersebut lebih banyak
dibanding dengan kawasan SMMA sehingga monyet ekor panjang memiliki banyak
alternatif jenis pakan.
8
3,5
3
2,5
2 SMMA
1,5 HLAK
1
0,5
0
Tabel 5 Jenis pakan yang disukai pada tiap kelas umur dan jenis kelamin
monyet ekor panjang
Jenis pakan
Kelas umur Peringkat
Nama lokal Nama ilmiah
1 Pidada Sonneratia caseolaris
Anak 2 Ketapang Terminalia catappa
3 Timun tikus Coccinia grandis
1 Pidada Sonneratia caseolaris
Muda 2 Beringin Ficus benjamina
3 Ketapang Terminalia catappa
9
Tabel 6 Jenis pakan yang disukai pada tiap kelas umur dan jenis kelamin
monyet ekor panjang (lanjutan)
Jenis pakan
Kelas umur Peringkat
Nama lokal Nama ilmiah
1 Pidada Sonneratia caseolaris
Dewasa betina 2 Sentro Centrosema molle
3 Api api Aviccenia marina
1 Beringin Ficus benjamina
Dewasa jantan 2 Ketapang Terminalia catappa
3 Api api Aviccenia marina
Jenis pakan yang disukai erat kaitannya dengan ketersediaan jenis dan
frekuensi jenis tersebut dimakan (Muslim 2016). Jenis yang ketersediaannya sedikit
namun banyak dimakan merupakan jenis yang disukai. Setiap kelas umur monyet
ekor panjang memiliki peringkat jenis pakan disukai yang berbeda. Namun terdapat
kesamaan pada peringkat pertama jenis pakan yang disukai pada kelas umur anak,
muda, dan dewasa betina yaitu jenis pidada (Sonneratia caseolaris). Pada monyet
dewasa jantan peringkat pertama pakan yang disukai adalah beringin.
Jenis pidada pada lokasi pengamatan di HLAK hanya ditemukan satu
pohon. Meski demikian, pidada memiliki banyak bagian yang dimakan seperti daun
bunga, dan buah. Jenis beringin memang banyak dimakan bagian daun mudanya,
namun hanya pada satu waktu pengamatan saja. Pada waktu pengulangan tidak
ditemukan monyet ekor panjang memakan daun beringin sehingga belum dapat
dipastikan bahwa monyet ekor panjang menyukai jenis tersebut. Hasil uji chi-
square pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian van Schaik dan van
Noordwijk (1986) di Ketambe, Taman Nasional Gunung Leuser. Menurut van
Schaik dan van Noordwijk (1986), tidak terdapat pemilihan jenis pakan berdasarkan
kelas umur dan jenis kelamin. Pemilihan pakan justru terdapat pada ukuran dan
kekerasan buah. Perbedaan hasil analisis dapat terjadi karena perbedaan lama waktu
pengamatan, dan metode pengamatan. Penelitian van Schaik dan van Noordwijk
(1986) dilakukan pada September 1981 - Februari 1983 dengan metode scan
sampling dan focal animal sampling.
Tabel 7 Pakan alami luar kawasan SMMA yang banyak dimakan monyet ekor
panjang
Kawasan Jenis pakan dominan
Kelas Total
Bagian Frekuensi
umur pakan Nama lokal Nama ilmiah Persentase
dimakan dimakan
Rumput Digitaria Daun 11 31,43%
bicornis
Anak 9 Soka Ixora chinensis Bunga 8 22,86%
Bunga Canna sp. Pangkal 5 14,29%
tasbih batang
Rumput Eleusine indica Daun 12 30%
belulang
Muda 11 Rumput Digitaria Daun 6 15%
Bunga bicornis Pangkal 5 12,5%
tasbih Canna sp batang
Rumput Eleusine indica Daun 20 47,62%
SMMA
belulang
Dewasa Rumput Digitaria Daun 13 30,95%
4
betina bicornis
Cabai Capsicum Buah 5 11,90%
frutescens
Rumput Eleusine indica Daun 25 49,02%
belulang
Dewasa Rumput Digitaria Daun 6 11,76%
8
Jantan bicornis Pangkal 5 9,80%
Bunga Canna sp. batang
tasbih
Akasia Acacia Buah 15 51,72%
auriculiformis
Anak 3 Kersen Muntingia Buah 13 44,83%
calabura
Trembesi Albizia saman Daun 1 3,45%
Kersen Multingia Buah 17 38,64%
calabura
Akasia Acacia Buah 13 29,55%
Muda 8
auriculiformis
Gletang Tridax Daun 6 13,64%
HLAK
procumbens
Akasia Acacia Buah 12 57,14%
Dewasa auriculiformis
2
betina Kersen Muntingia Buah 9 42,86%
calabura
Kersen Muntingia Buah 3 20%
calabura
Dewasa
7 Akasia Acacia Buah 3 20%
Jantan
auriculiformis
Trembesi Albizia saman Bunga 3 20%
(a) (b)
Gambar 4 Monyet ekor panjang memakan (a) rumput (b) Canna sp
Jenis akasia, kersen, dan trembesi yang banyak dimakan oleh setiap kelas
umur monyet di kawasan HLAK memang sengaja ditanam di pinggir jalan
perbatasan antara kawasan dengan perumahan. Jenis tersebut sengaja ditanam
untuk pakan monyet agar monyet-monyet tersebut tidak masuk ke perumahan. Jenis
gletang (Tridax procumbens) merupakan jenis tumbuhan bawah yang tumbuh
diantara rumput-rumput di pinggir jalan. Monyet ekor panjang di kedua kawasan
seringkali menunggu di perbatasan kawasan agar diberi makan oleh manusia.
Sembari menunggu makanan dari manusia, monyet tersebut memakan tumbuhan
apapun yang ada di dekatnya. Menurut Zairina et al. (2015), makanan utama
monyet ekor panjang adalah buah, namun sangat fleksibel atau mudah beralih
ketika ketersediaan buah terbatas atau tidak ada.
monyet memiliki kesamaan baik di kawasan SMMA maupun HLAK. Pada kedua
kawasan tersebut monyet ekor panjang banyak memakan sampah, buah pisang, dan
kacang (Tabel 9). Sampah yang dimakan monyet di kawasan SMMA berasal dari
aliran Kali Angke, sedangkan sampah di kawasan HLAK berasal dari laut dan
warga sekitar yang sengaja membuang sampah ke dalam kawasan. Buah pisang dan
kacang yang dimakan monyet ekor panjang merupakan makanan yang sering
diberikan warga sekitar yang sengaja datang ke kawasan untuk melihat monyet.
Tabel 8 Pakan non alami monyet ekor panjang kawasan SMMA dan HLAK
Kawasan Kelas umur Nama lokal Frekuensi dimakan Persentase
Anak Sampah 34 36,56%
Buah pisang 20 21,51%
Kacang 10 10,75%
Muda Sampah 29 31,87%
Buah pisang 15 16,48%
Kacang 9 9,89%
SMMA
Dewasa Buah pisang 25 28,74%
betina Sampah 12 13,79%
Kacang 12 13,79%
Dewasa Buah pisang 29 37,66%
Jantan Sampah 14 18,18%
Kacang 8 10,39%
Anak Sampah 19 26,76%
Buah pisang 14 19,72%
Kacang 6 8,45%
Muda Sampah 20 28,17%
Buah pisang 11 15,49%
Kacang 10 14,08%
HLAK
Dewasa Kacang 18 26,09%
betina Buah pisang 17 24,64%
Sampah 16 23,19%
Dewasa Sampah 16 23,88%
Jantan Kacang 12 17,91%
Buah pisang 8 11,94%
Warga yang tinggal di sekitar kawasan sering kali singgah di perbatasan
antara kawasan dengan perumahan hanya untuk melihat monyet (Gambar 7a).
Keberadaan monyet ekor panjang baik di kawasan SMMA maupun HLAK ini
memang telah menjadi hiburan tersendiri bagi warga sekitar. Biasanya warga
sekitar datang pada pagi dan sore hari sambil membawa anak-anak kecil. Warga
datang sengaja membawa makanan ringan dan buah-buahan seperti pisang, pepaya
dan semangka. Meski demikian, monyet ekor panjang di kedua kawasan juga
banyak memakan sampah. Hal itu karena memang banyak sampah yang menumpuk
di kawasan (Gambar 7b) dan warga datang memberi makan mayoritas pada sore
hari sehingga pada siang hari monyet banyak memakan sampah. Sampah yang
dimakan monyet berupa sampah sisa makanan maupun sampah rumah tangga.
Menurut Kamilah et al. (2013) monyet ekor panjang bersifat oportunis atau
mengeksploitasi segala sumber makanan di habitatnya.
13
(a) (b)
Gambar 5 (a) Warga sekitar yang singgah untuk melihat monyet (b) Sampah
yang menumpuk di kawasan HLAK
(a) (b)
Gambar 6 Persentase kategori pakan monyet ekor panjang kawasan (a) SMMA
(b) HLAK
Persentase pakan non alami berkaitan erat dengan keberadaan manusia.
Monyet ekor panjang yang berada di lokasi rawan interaksi dengan manusia akan
memiliki persentase jenis pakan non alami yang tinggi. Hasil penelitian Rizaldy
(2016) di hutan nepa Madura, kelompok monyet yang lebih dekat lokasinya dengan
gapura pintu masuk hutan memiliki persentase pakan non alami yang lebih banyak
dibandingkan kelompok monyet yang berada di dalam hutan. Dilihat dari
bentuknya, kawasan HLAK yang berbentuk memanjang memiliki bagian yang
berinteraksi langsung dengan pemukiman lebih banyak dibanding kawasan
SMMA. Hal tersebut yang menyebabkan persentase pakan non alami di kawasan
HLAK lebih banyak.
Interaksi monyet ekor panjang dengan manusia menyebabkan perubahan
perilaku alami monyet ekor panjang (Elmyta 2015). Monyet ekor panjang di kedua
kawasan tersebut sudah terbiasa menunggu diberi makan oleh manusia dan tidak
14
lagi takut dengan keberadaan manusia. Monyet ekor panjang tersebut lebih banyak
memakan makanan non alami bukan karena jenis pakan alami di dalam kawasan
kurang beragam, namun karena makanan yang diberikan kepada monyet ekor
panjang memiliki rasa yang lebih enak dan mudah didapat. Monyet ekor panjang di
kawasan setiap hari diberi makan oleh warga sekitar. Mereka beranggapan bahwa
di dalam kawasan tidak ada makanan yang dapat dimakan monyet ekor panjang.
Beberapa warga ada yang rutin setiap pagi memberi makan pisang dan ketika
monyet belum keluar dari kawasan, warga sengaja menggantung plastik berisi
makanan (Gambar 9b). Pihak pengelola SMMA bekerja sama dengan YIARI
sebenarnya sudah memberi penyuluhan kepada warga untuk tidak memberi makan
monyet. Selain itu dibuat pula plang bertuliskan larangan untuk memberi makan
monyet (Gambar 9a), namun kedua hal tersebut masih kurang efektif.
Gambar 7 (a) Tanda dilarang memberi makan monyet (b) Plastik berisi
makanan yang diberikan warga
Kelas Umur
Kawasan Kelompok Jumlah
Anak Muda Dewasa
Dermaga 5 4 7 16
SMMA Patung kuda 8 6 10 24
Gereja 14 10 13 37
Total 27 20 35 77
Pos 2 15 9 14 38
HLAK Pos 3 17 13 18 48
Pos 4 14 7 11 32
Total 46 29 48 118
15
Total populasi monyet ekor panjang yang ditemukan di HLAK yaitu sebanyak 118
individu dari 3 kelompok, yaitu kelompok Pos 2, Pos 3, dan Pos 4. Kelompok Pos
2 sebanyak 118 individu, kelompok Pos 3 sebanyak 38 individu, dan kelompok Pos
4 sebanyak 48 individu (Tabel 10).
Hasil penghitungan populasi di kedua kawasan ini sejalan dengan pernyataan
Nowak (1999), dimana dalam satu kelompok monyet ekor panjang rata-rata terdiri
dari 6-100 individu. Jumlah populasi tersebut dapat berubah seiring dengan waktu.
Karena itu, pihak pengelola bekerja sama dengan YIARI (Yayasan Inisiasi Alam
Rehabilitasi Indonesia) melakukan penghitungan populasi monyet ekor panjang di
tahun 2015. Penghitungan populasi monyet ekor panjang di kawasan SMMA dan
HLAK oleh YIARI pada tahun 2015 memberikan hasil sebagai berikut (Tabel 11).
Tabel 10 Populasi monyet ekor panjang di SMMA dan HLAK tahun 2015
ekor panjang di SMMA dan HLAK tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan
penelitian Soma et al. (2009) sebesar 30 individu/ha dan penelitian Subiarsyah et
al. (2014) sebesar 189 individu/ha. Hasil penelitian Sukri (2015) di Cagar Alam
Dungus Iwul juga menemukan kepadatan yang lebih tinggi dibanding dengan
penelitian ini, yaitu sebesar 9 individu/ha namun di Pulau Peucang kepadatan
monyet ekor panjang lebih rendah yaitu 0,18 individu/ha (Sampurna 2014).
Kepadatan populasi monyet ekor panjang dapat bervariasi sesuai dengan ukuran
populasi dan habitatnya.
14 individu anak, 7 individu muda, 7 individu dewasa betina, dan 4 individu dewasa
jantan (Gambar 10).
18
16
14
12
Anak
10
Muda
8
Betina
6 Jantan
4
0
Dermaga Patung kuda Gereja Pos 2 Pos 3 Pos 4
Gambar 8 Struktur umur monyet ekor panjang di kawasan SMMA dan HLAK
Berdasarkan hasil tersebut kelompok Dermaga, Patung kuda, Gereja, dan Pos
3 memiliki individu dewasa yang paling banyak. Meski demikian, perbedaan
jumlah individu anak dan dewasa dalam kelompok tersebut tidak terlalu banyak,
hanya 1-2 ekor. Hal ini diduga karena pada saat penelitian monyet ekor panjang
belum memasuki musim kawin. Kelompok monyet ekor panjang yang memiliki
jumlah individu anak paling banyak dapat dikatakan merupakan populasi yang
berkembang. Struktur umur dapat dipakai untuk menilai keberhasilan
perkembangbiakan satwa liar, sehingga dapat digunakan pula untuk menilai
prospek kelestarian satwa liar (Alikodra, 2002). Banyaknya individu anak dan
muda akan meningkatkan populasi dalam jangka panjang, sedangkan banyaknya
individu dewasa akan meningkatkan populasi dalam jangka pendek.
Rasio jantan dan betina secara umum di kawasan SMMA dan HLAK
memiliki nilai yang hampir sama yaitu 1:2.8 dan 1:2.6. Pada kawasan SMMA
kelompok Dermaga memiliki rasio 1:2.5, kelompok Patung kuda 1:2.3, dan
kelompok Gereja 1:3.3. Pada kawasan HLAK kelompok Pos 2 memiliki rasio 1:2.5,
kelompok Pos 3 1:3.5, dan kelompok Pos 4 1:1.8. Menurut Nowak (1999) dalam
sebuah kelompok monyet ekor panjang biasanya terdapat sekitar 2.5 betina untuk
satu ekor jantan, sedangkan pada kelompok Gereja dan kelompok Pos 3 rasio jantan
dan betina mencapai 3.5. Monyet ekor panjang dapat melahirkan sepanjang tahun
terutama pada bulan Mei-Juli dan individu betina dapat mengalami masa estrus
beberapa kali saat musim kawin yang ditandakan dengan bagian genital yang
membesar dan memerah (Nowak 1999). Ketika penelitian berlangsung, terdapat
individu betina yang sedang estrus (Gambar 11) dengan demikian populasi monyet
ekor panjang akan meningkat dalam waktu cepat.
18
Wilayah jelajah
Wilayah jelajah atau home range merupakan daerah tertentu dimana satwa
melakukan pergerakan normal dan kegiatan hidupnya (Bailey 1984). Wilayah
jelajah monyet ekor panjang diketahui dengan mengikuti pergerakan monyet ekor
panjang dari bangun tidur sampai tidur kembali. Terdapat perbedaan luas wilayah
jelajah pada tiap kelompok (Gambar 12). Perbedaan luas wilayah jelajah dapat
dipengaruhi oleh ukuran kelompok. Semakin besar kelompok maka semakin luas
pula wilayah jelajahnya. Luas wilayah jelajah kelompok Dermaga diperkirakan
sebesar 1,98 ha, kelompok Patung kuda sebesar 3,21 ha, kelompok Gereja sebesar
5,12 ha, kelompok Pos 2 sebesar 4,43 ha, kelompok Pos 3 sebesar 6,75 ha, dan
kelompok Pos 4 sebesar 2,62. Kelompok Pos 3 yang memiliki ukuran populasi
paling besar memiliki wilayah jelajah yang paling luas, sedangkan kelompok
Dermaga yang memiliki ukuran populasi paling kecil memiliki luas wilayah jelajah
yang paling sempit. Wilayah jelajah kelompok Patung kuda dan kelompok Gereja
beririsan sebesar 0,2 ha. Hal ini menyebabkan terjadinya perselisihan
antarkelompok. Perselisihan terjadi ketika kedua kelompok memperebutkan pohon
sumber pakan yaitu pohon lamtoro.
Gambar 10 Peta wilayah jelajah monyet ekor panjang di SMMA dan HLAK
19
20
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
van Schaik CP, van Noordwijk MA. 1986. The Hidden Costs of Sociality: Intra-
Group Variation in Feeding Strategies in Sumatran Long-Tailed Macaques
(Macaca fascicularis). Utrecht (NE): Laboratory of Comparative
Physiology University of Utrecht.
Waryono T. 2008. Konsepsi Manajemen Pemulihan Kerusakan Mangrove di DKI
Jakarta. Kumpulan Makalah Periode 1987-2008.
Yasuma S, Alikodra H S. 1990. Mammals of Bukit Soeharto Protection Forest. The
Tropical Rain Forest Research Project JTA. Pusrehut Special Publication
No.1.
Yohanna. 2013. Studi Pakan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) di Pusat
Penyelamatan dan Rehabilitasi Satwa Javan Gibbon Center (JGC)
[skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Yeager CP. 1996. Feeding Ecology of the Long-Tailed Macaque (Macaca
fascicularis) in Kalimantan Tengah, Indonesia. Int J of Primatology.
17(1): 51-62.
Zairina A, Yanuwiadi B, Indriyani S. Pola Penyebaran Harian dan Karakteristik
Tumbuhan Pakan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Hutan
Rakyat Ambender, Pamekasan, Madura. J-PAL. 2015. 6(1): 1-12.
1
Lampiran 1 (lanjutan)
Kelas Jenis Pakan
Frekuensi Frekuensi
umur Nama lokal Nama ilmiah Bagian relatif
Jenis C Jenis C Bunga 4 5,26
Muda
Akar slemang Merremia umbellata Pucuk 1 1,32
Pidada Sonneratia caseolaris Daun 15 18,29
Pidada Sonneratia caseolaris Bunga 5 6,10
Pidada Sonneratia caseolaris Buah 29 35,37
Galing Cayratia trifolia Buah 6 7,32
Serangga - - 5 6,10
Bambu Bambusa sp. Pucuk 1 1,22
Leucaena
Dewasa Lamtoro leucocephala Buah 4 4,88
betina
Leucaena
Lamtoro leucocephala Daun 10 12,20
Jenis C Jenis C Bunga 2 2,44
Jenis C Jenis C Batang 1 1,22
Calophyllum
Nyamplung inophyllum Bunga 1 1,22
Johar Senna polyphylla Bunga 1 1,22
Akar slemang Merremia umbellata Daun 2 2,44
Pidada Sonneratia caseolaris Daun 7 14,29
Pidada Sonneratia caseolaris Buah 7 14,29
Pidada Sonneratia caseolaris Bunga 7 14,29
Pidada Sonneratia caseolaris Batang 1 2,04
Galing Cayratia trifolia Buah 9 18,37
Serangga - - 4 8,16
Dewasa Leucaena
jantan Lamtoro leucocephala Buah 5 10,20
Leucaena
Lamtoro leucocephala Daun 4 8,16
Bambu Bambusa sp. Tunas 1 2,04
Nipah Nypa fruticans Buah 1 2,04
Makaranga Macaranga tanarius Tangkai daun 1 2,04
Calophyllum
Nyamplung inophyllum Buah 2 4,08
3
Lampiran 2 (lanjutan)
Kelas Jenis Pakan Frekuensi
Frekuensi
umur Nama lokal Nama ilmiah Bagian relatif
Lampiran 2 (lanjutan)
Kelas Jenis Pakan Frekuensi
Frekuensi
umur Nama lokal Nama ilmiah Bagian relatif
Lampiran 5 (lanjutan)
Kelas umur Jenis pakan Frekuensi Frekuensi relatif
Dewasa betina Buah mangga 1 1,16
Buah melon 1 1,16
Buah pepaya 3 3,49
Buah pisang 25 29,07
Buah salak 2 2,33
Buah semangka 4 4,65
Gorengan 2 2,33
Kacang 12 13,95
Keripik singkong 1 1,16
Kerupuk 2 2,33
Kue 5 5,81
Kulit jeruk 1 1,16
Kulit pisang 6 6,98
Makanan ringan 3 3,49
Nasi 1 1,16
Pepaya 1 1,16
Roti 1 1,16
Sampah 12 13,95
Wafer 2 2,33
Dewasa jantan Buah jeruk 1 1,30
Buah mangga 1 1,30
Buah melon 1 1,30
Buah pepaya 1 1,30
Buah pisang 29 37,66
Buah salak 1 1,30
Buah semangka 3 3,90
Buavita 1 1,30
Gorengan 2 2,60
Kacang 8 10,39
Kerupuk 1 1,30
Kue 4 5,19
Kulit jeruk 1 1,30
Kulit pisang 3 3,90
Makanan ringan 4 5,19
Roti 1 1,30
Sampah 14 18,18
Wafer 1 1,30
10
Semai
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Lamtoro Leucaena leucocephala 9 1875,00 100 0,17 100 200
Palem-paleman
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Nipah Nypa fruticans 40 1333,33 100 0,83 100 200
13
Pohon
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR D DR INP
Pidada Sonneratia caseolaris 24 200,00 47,06 0,83 45,46 200,29 57,88 150,40
Nyamplung Calophyllum inophyllum 10 83,33 19,61 0,25 13,64 93,24 26,95 60,19
Lamtoro Leucaena leucocephala 1 8,33 1,96 0,08 4,54 5,75 1,66 8,17
Ficus Ficus microcarpa 3 25,00 5,88 0,17 9,09 5,88 1,70 16,67
Mindi Melia azedarach 5 41,67 9,80 0,08 4,54 18,71 5,41 19,76
Jenis C Unidentified 4 33,33 7,84 0,08 4,54 4,27 1,23 13,62
Akasia Acacia auriculiformis 1 8,33 1,96 0,08 4,54 10,17 2,94 9,44
Makaranga Macaranga tanarius 1 8,33 1,96 0,08 4,54 6,17 1,78 8,29
Johar Senna polyphylla 1 8,33 1,96 0,08 4,54 0,77 0,22 6,73
Ficus Ficus benjamina 1 8,33 1,96 0,08 4,54 0,77 0,22 6,73
TOTAL 51 425 100 1,83 100 346,02 100 300
Liana
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Sentro Centrosema molle 1 8,33 1,92 0,08 5 6,92
Galing Cayratia trifolia 30 250,00 57,69 0,75 45 102,69
Liana A Unidentified 7 58,33 13,46 13,46 0,25 28,46
Rambusa Passiflora foetida 3 25,00 5,77 0,17 10 15,77
Timun tikus Coccinia grandis 10 83,33 19,23 0,33 20 39,23
Areuy Merremia umbellata 1 8,33 1,92 0,08 5 6,92
TOTAL 52 433,33 100 1,67 100 200
14
Semai
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Bakau Rhizophora spp 3 625,00 18,75 2 22,22 40,97
Lamtoro Leucaena leucocephala 3 625,00 18,75 1 11,11 29,86
Bintaro Cerbera manghas 2 416,67 12,5 1 11,11 23,61
Waru Hibiscus tiliaceus 2 416,67 12,5 1 11,11 23,61
Mengkudu Morinda citrifolia 2 416,67 12,5 1 11,11 23,61
Asam jawa Tamarindus indica 2 416,67 12,5 1 11,11 23,61
Akasia Acacia auriculiformis 1 208,33 6,25 1 11,11 17,36
Api api Avicennia marina 1 208,33 6,25 1 11,11 17,36
TOTAL 16 3333,33 100,00 9,00 100,00 200,00
15
Pancang
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Saga pohon Adenanthera pavonina 1 33,33 2,33 1 6,25 8,58
Bakau Rhizophora spp 17 566,67 39,53 4 25 64,53
Mirip kaliandra Calliandra callothyrsus 13 433,33 30,23 1 6,25 36,48
Nyamplung Calophyllum inophyllum 3 100,00 6,98 2 12,5 19,48
Api api Avicennia marina 2 66,67 4,65 2 12,5 17,15
Mahoni Swietenia macrophylla 2 66,67 4,65 2 12,5 17,15
Lamtoro Leucaena leucocephala 2 66,67 4,65 1 6,25 10,90
Beringin Ficus benjamina 1 33,33 2,33 1 6,25 8,58
Ketapang Terminalia catappa 1 33,33 2,33 1 6,25 8,58
Asam jawa Tamarindus indica 1 33,33 2,33 1 6,25 8,58
TOTAL 43 1433,333 100 16 100 200
Palem-paleman
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Nipah Nypa fruticans 1 33,33 100 0,08 100 200
16
Pohon
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR D DR INP
Akasia Acacia auriculiformis 1 8,33 1,28 0,08 4,76 2,82 0,87 6,91
Ketapang Terminalia catappa 16 133,33 20,51 0,50 28,57 41,52 12,77 61,85
Api api Avicennia marina 28 233,33 35,90 0,42 23,81 178,48 54,88 114,59
Bakau Rhizophora spp 12 100,00 15,38 0,25 14,29 25,42 7,82 37,49
Pidada Sonneratia caseolaris 1 8,33 1,28 0,08 4,76 7,19 2,21 8,25
Lamtoro Leucaena leucocephala 1 8,33 1,28 0,08 4,76 13,46 4,14 10,18
Waru Hibiscus tiliaceus 4 33,33 5,13 0,08 4,76 6,98 2,15 12,04
Asam jawa Tamarindus indica 1 8,33 1,28 0,08 4,76 1,24 0,38 6,43
Sengon Falcataria moluccana 14 116,67 17,95 0,17 9,52 48,1 14,79 42,26
TOTAL 78 650 100 1,75 100 325,2087 100 300
Liana
Nama lokal Nama ilmiah Jumlah ind K KR F FR INP
Galing Cayrathia trifolia 22 183,33 31,88 5 19,23 51,11
Sentro Centrosema molle 2 16,67 2,90 1 3,85 6,74
Timun tikus Coccinia grandis 16 133,33 23,19 4 15,38 38,57
Liana B Unidentified 15 125,00 21,74 4 15,38 37,12
Rambusa Passiflora foetida 3 25,00 4,35 1 3,85 8,19
Liana C Unidentified 2 16,67 2,90 2 7,69 10,59
Climber A Derris trifolia 4 33,33 5,80 4 15,38 21,18
Liana B Unidentified 5 41,67 7,25 5 19,23 26,48
TOTAL 69 575 100 26 100 200
17
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 43,893a 36 ,172
Likelihood Ratio 47,678 36 ,092
Linear-by-Linear Association 1,030 1 ,310
N of Valid Cases 328
19
Muda 4 0 2 4 3
Kelas umur dan jenis kelamin
Betina 1 1 1 0 0
Jantan 0 0 0 0 0
Total 16 1 6 4 3
20
Muda 0 1 1 2 0
Kelas umur dan jenis kelamin
Betina 1 0 0 0 0
Jantan 0 0 0 0 1
Total 1 1 3 3 2
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 142,080a 60 ,000
Likelihood Ratio 147,308 60 ,000
Linear-by-Linear Association 9,669 1 ,002
N of Valid Cases 241
21
Monyet muda
Jenis Pakan a p pr n u e w b Rangking
Bakau 1291,67 0,05 4,52 10,00 0,12 3,84 2,60 0,01 10
Api api 508,33 0,02 1,78 13,00 0,15 1,51 8,59 0,03 7
Nipah 33,33 0,00 0,12 1,00 0,01 0,10 10,08 0,03 5
Beringin 33,33 0,00 0,12 6,00 0,07 0,10 60,50 0,20 2
Galing 1833,33 0,06 6,42 15,00 0,18 5,46 2,75 0,01 9
Ketapang 166,66 0,01 0,58 9,00 0,11 0,50 18,15 0,06 3
Waru 450,00 0,02 1,58 0,00 0,00 1,34 0,00 0,00 17
Lamtoro 6325,00 0,22 22,14 12,00 0,14 18,82 0,64 0,00 15
Saga pohon 33,33 0,00 0,12 1,00 0,01 0,10 10,08 0,03 5
Bintaro 416,67 0,01 1,46 1,00 0,01 1,24 0,81 0,00 14
Pidada 8,33 0,00 0,03 4,00 0,05 0,02 161,38 0,54 1
Mengkudu 416,67 0,01 1,46 0,00 0,00 1,24 0,00 0,00 17
Rumput 416,67 0,01 1,46 2,00 0,02 1,24 1,61 0,01 13
Jayanti 416,67 0,01 1,46 4,00 0,05 1,24 3,23 0,01 8
Ciplukan 416,67 0,01 1,46 3,00 0,04 1,24 2,42 0,01 12
Sentro 16,67 0,00 0,06 0,00 0,00 0,05 0,00 0,00 17
Passiflora 25,00 0,00 0,09 1,00 0,01 0,07 13,44 0,04 4
Timun tikus 133,33 0,00 0,47 1,00 0,01 0,40 2,52 0,01 11
Semut 5208,33 0,18 18,23 2,00 0,02 15,50 0,13 0,00 16
Serangga 5208,33 0,18 18,23 0,00 0,00 15,50 0,00 0,00 17
Rayap 5208,33 0,18 18,23 0,00 0,00 15,50 0,00 0,00 17
TOTAL 28566,65 1,00 100,00 85,00 1,00 85,00 298,94 1,00
23