Anda di halaman 1dari 6

4.1. Hubungan Waktu Pengeringan dengan Moisture Content.

Pada percobaan yang telah dilakukan yaitu prosedur pengeringan terhadap


sampel buah bengkoang, apel, dan pisang. Hasil dan data yang didapatkan dari
percobaan tersebut adalah :
100
90
80
70
60
X (%)

50 Apel
40 Pisang
30
Bengkoang
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)

Gambar 4.1 Hubungan Moisture Content terhadap Waktu.

Gambar 4.2 Hubungan Moisture Content terhadap Waktu Buah Apel pada
Literatur. (Seiiedlou et al., 2010)

Gambar 4.3 Hubungan Moisture Content terhadap Waktu Buah Pisang pada
Literatur. (W.P. da Silva et al., 2013)
Gambar 4.4 Hubungan Moisture Content terhadap Waktu Bengkuang pada
Literatur. (Ju et al, 2015)
Dari gambar 4.1 dapat disimpulkan bahwa jumlah kadar air pada sampel
buah akan menurun seiring waktu. Dimulai dari t=0 menit yang menunjukkan
kandungan air tertinggi dari sampel yaitu 86,75% untuk bengkuang; 85,5% untuk
apel; dan 73,15% untuk pisang. Ketiga sampel tersebut mengalami penurunan
kadar air hingga waktu t=45 menit menjadi 62,7% untuk bengkuang; 65,23%
untuk apel; dan 30,52% untuk pisang.
Menurut Ahmed et al. (2013), proses drying secara definisi adalah sebuah
proses untuk menghilangkan air dari makanan dengan mengalirkan udara panas,
dimana proses tersebut menghambat perkembangan enzim dan bakteri. Selain itu,
drying juga membutuhkan energi yang lebih rendah ketika dibandingkan dengan
metode pengawetan lainnya, pembekuan atau pengalengan sebagai contohnya.
Kandungan nutrisi pada makanan juga tidak banyak berubah setelah melalui
proses drying kecuali kandungan vitamin C. Hal ini dikarenakan vitamin C akan
rusak bila terekspos panas. Trayball E.Robert, 1981 dalam Aisyah, 2015
menyebutkan bahwa pengeringan adalah terjadinya penguapan air bahan ke
udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang
dikeringkan. Agar suatu bahan dapat menjadi kering, maka udara harus memiliki
kandungan uap air atau kelembaban yang lebih rendah dari bahan yang akan
dikeringkan.
Apabila dibandingkan data praktis pada gambar 4.1 dengan data teoritis
pada 4.2; 4.3; dan 4.4 dapat disimpulkan bahwa hasil yang kami dapatkan pada
percobaan memiliki kesesuaian dengan hasil yang terdapat pada literatur yang
kami dapatkan. Dimana pada literatur didapatkan bahwa kadar air pada sampel
mengalami penurunan seiring berjalannya waktu. Perbedaan data praktis dengan
teoritis pada literatur dapat diabaikan. Hal ini dikarenakan ada faktor yang
memengaruhi proses pengeringan menurut Brooker, et al., 1974 dalam Aisyah,
2015, seperti suhu udara pengering, kelembapan relatif udara pengering,
kecepatan alir udara pengering, serta variasi kadar air pada sampel.
4.2. Hubungan Moisture Content dengan Drying Rate.
0.009
Laju Pengeringan (gr/cm2.menit)

0.008
0.007
0.006
0.005
Apel
0.004
0.003 Pisang
0.002 Bengkuang
0.001
0
0 20 40 60 80 100
Moisture Content (%)

Gambar 4.5 Hubungan Moisture Content terhadap Drying Rate.

Gambar 4.6 Hubungan Moisture Content terhadap Drying Rate pada Buah Apel
pada Literatur. (Seiiedlou et al., 2010)

Gambar 4.7 Hubungan Moisture Content terhadap Drying Rate pada Buah
Pisang pada Literatur. (Pirnazari, 2014)
Gambar 4.8 Hubungan Moisture Content terhadap Drying Rate pada
Bengkuang pada Literatur. (Ju et al, 2015)
Berdasarkan data yang didapatkan pada gambar 4.5, dimana pembacaan
grafik dibaca dari kanan ke kiri, dapat disimpulkan bahwa terdapat
kecenderungan menurunnya laju pengeringan seiring menurunnya kadar air.
Akan tetapi terdapat fluktuasi pada bagian akhir grafik, khususnya variabel buah
apel dimana terdapat kenaikan laju pengeringan secara drastis.
Pada lampiran literatur, dapat terlihat bahwa seiring menurunnya
kandungan uap air maka laju pengeringan juga akan menurun. Hal ini terjadi
karena bentuk serta fasa dari kurva laju pengeringan itu sendiri. Selama masih
terdapat air yang dapat menjaga permukaan sampel tetap basah maka laju
pengeringannya konstan. Seiring berjalannya waktu maka air yang berada pada
permukaan akan berkurang, sehingga laju pengeringan akan semakin berkurang
secara linear. Kemudian laju pengeringan akan menurun maka kurva pada laju
pengeringan mengalami penurunan yang tidak linear. Hal ini terjadi karena air
yang terdapat pada sampel hanya berupa sisa air yang berada pada bagian dalam
pori. Titik antara penurunan laju kering secara linear dengan yang tidak linear
disebut sebagai titik kritis kedua, dan tanda dimulainya fase second falling.
(McCabe, 1993).
Berdasarkan data yang didapatkan pada percobaan yang sudah disebutkan
sebelumnya, maka dapat kami simpulkan bahwa secara mayoritas data yang kami
dapatkan sudah sesuai dengan konsep kurva laju pengeringan yang sudah
dilampirkan dengan literatur. Akan tetapi, terdapat fluktuasi pada grafik berupa
kenaikan nilai laju pengeringan. Hal ini terjadi karena adanya uap air pada sampel
yang tidak terdistribusi secara merata (Permatasari, 2013). Kejadian tersebut
umumnya disebabkan oleh gaya kohesi-adhesi dan elektrostatik yang terjadi.
Dimana kandungan uap air berpengaruh kepada kelengketan bahan. Kemudia
kenaikan laju kohesi berbanding lurus dengan penurunan kandungan uap air pada
bahan. Hal ini sesuai pada percobaan yang dilakukan pada makanan berkadar
gula atau mengandung maltodekstrin (Goula, 2007 dalam Permatasari, 2013).
Seiiedlou et al. 2010. Convective Drying of Apple: Mathematical Modeling and
Determination of some Quality Parameters. International Journal of Agriculture
& Biology Vol. 12, No. 2, 2010.
W.P. da Silva et al. 2013. Mathematical Models to Describe Thin-Layer Drying
and to Determine Drying Rate of Whole Bananas. Journal of the Saudi Society of
Agricultural Sciences.
Ju, H. et al. 2015. Drying Characteristics and Modeling of Yam Slices under Different
Relative Humidity Conditions. Drying Technology Journal.
Ahmed et al. 2013. Different Drying Methods: Their Applications and Recent Advances.
International Journal of Food Nutrition and Safety, 2013, Vol. 4(1), p 34-42.
Aisyah, N. 2015. Rancang Bangun Alat Pengering Surya Teknologi Dual (Uji Kinerja
Alat Pengering Surya Teknologi Fotovoltaik Termal ditinjau dari Konsumsi
Energi Spesifik pada Pengeringan Kerupuk). Tesis Politeknik Negeri Sriwijawa :
Palembang, Indonesia
Pirnazari, K. et al. 2014. Assessment of Quality Attributes of Banana Slices Dried by
Different Drying Methods. International Journal of Food Engineering 2014; Vol.
10(2), p 251–260.
McCabe, W.L., Julian C.S., dan Peter H. 1993. Unit Operations of Chemical
Engineering Internasional Editions 1993 5th ed. McGraw-Hill Book Company :
Singapore.

Anda mungkin juga menyukai