Anda di halaman 1dari 7

Manajemen Pemupukan untuk Pembuatan Hutan Tanaman

Acacia mangium sebagai Pengalaman PT. Musi Hutan Persada


dalam Pengelolaan Hutan Tanaman Industri, di Sumatera Selatan
Oleh:
*
Maydra Alen Inail , Bambang Supriadi** , Rachmat Wahyono***
*
Peneliti, Divisi Litbang, PT. Musi Hutan Persada, Muara Enim, Sumatera
Selatan 31171, Indonesia. Telp: +62 713 324108 Email:
alen_inail@yahoo.co.id
**
Menejer Research and Pest Control,, PT. Musi Hutan Persada, Muara Enim,
Sumatera Selatan 31171, Indonesia. Telp: +62 713 324108 Email:
ba_sprdi@yahoo.com
***
General Menejer, Research and Pest Control,, PT. Musi Hutan Persada, Muara
Enim,Sumatera Selatan 31171, Indonesia. Telp: +62 713 324108 Email:
rchmtw@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pembangunan hutan tanaman merupakan suatu alternatif utama dalam rangka


penyediaan bahan baku perkayuan baik bagi industri maupun bagi kebutuhan
masyarakat. PT. Musi Hutan Persada (PT.MHP) merupakan salah satu perusahaan
yang bergerak dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan spesies
utama A. mangium yang ditujukan untuk memasok bahan baku bagi industri pulp.
Upaya pengelolaan hutan tanaman dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi yaitu meningkatkan produksi
tanaman dengan melakukan pembangunan hutan tanaman pada lahan seluas-
luasnya, sedangkan pola intensifikasi yaitu meningkatkan produksi tanaman
dengan mengoptimalkan berbagai aspek yang dapat menunjang produktivitas
pertumbuhan tanaman persatuan luas hektar. Salah satu aspek penting dalam
pengelolaan hutan industri berbasis intensifikasi adalah pemakaian teknik
budidaya atau silvikultur yang baik, salah satunya manajemen pemupukan. Pada
tanah podsolik merah kuning, pemupukan P umumnya memberikan respons yang
sangat positif, akan tetapi pemupukan nitrogen (N) pada lahan yang telah ditanami
A. mangium tidak memberikan respon karena diduga ketersediaan N di dalam
tanah cukup besar akibat kemampuan fiksasi N yang dilakukan tanaman.
Manajemen pemupukan phosphat yang tepat dan benar akan sangat menentukan
keberhasilan pembangunan hutan tanaman A.mangium.
Kata kunci : A. Mangium, intensifikasi, silvikultur, manajemen pemupukan

PENDAHULUAN
Untuk mendapatkan tegakan tanaman dengan kualitas yang tinggi, tidak
terlepas dari pemakaian benih yang berkualitas tinggi juga. Walaupun demikian,

1
dalam pengelolaan selanjutnya banyak faktor pendukung yang menjadikan
tegakan menjadi berkualitas tinggi. Salah satu aspek yang paling penting adalah
teknik silvikultur yang benar. Silvikultur yang dimaksudkan dalam pengelolaan
hutan tanaman mencakup beberapa aspek, yaitu; manajemen lahan atau tapakan,
manajemen pemupukan, serta manajemen gulma.
Praktik silvikultur sangat menentukan produktivitas hutan tanaman.
Penyiapan lahan yang banyak merusak lapisan permukaan tanah dan serasah
(biasanya dilakukan secara mekanis), menejemen hara dan menejemen vegetasi
yang buruk juga memberikan kontribusi yang sangat signifikan pada produktivitas
hutan tanaman yang rendah.
Di luar Jawa kebanyakan hutan tanaman dikembangkan pada tanah
podsolik merah kuning (Ultisol, Oxisol) yang secara alami memiliki tingkat
kesuburan tanah rendah. Tanah seperti ini umumnya telah mengalami tingkat
pelapukan lanjut karena temperatur dan curah hujan yang tinggi. Reaksi kimia
(pH) umumnya masam, cadangan hara biasanya rendah, kapasitas pertukaran
kation rendah dan kapasitas fiksasi P tinggi. Level N, P, K, Ca dan Mg umumnya
rendah sampai sangat rendah. Dengan demikian pada tanah seperti ini manajemen
hara untuk menunjang produktivitas yang tinggi sangat penting.
Acacia mangium merupakan salah satu spesies penting yang diusahakan
dalam pembangunan hutan tanaman industri di Indonesia. Spesies ini mampu
tumbuh baik dan menghasilkan pulp berkualitas dan kayu pertukangan. A.
mangium diintroduksi di Sumatera Selatan pada tahun 1979. Spesies ini
diusahakan dalam skala luas oleh PT. Musi Hutan Persada (PT. MHP) di
Sumatera Selatan pada tahun 1990 (Arisman dan Hardiyanto 2006).
Kondisi tanah di konsesi PT. Musi Hutan Persada yang didominasi jenis
Podsolik Merah Kuning (Ultisol dan Oxisol) dicirikan dengan rendahnya
ketersediaan unsur hara, pH tanah dan base saturation. Hal ini tentunya
berkebalikan dengan karakter A. mangium yang memerlukan pasokan unsur hara
yan tinggi, terutama unsur Phosphat pada awal pertumbuhannya.
Pemupukan Phosphat (P) merupakan hal krusial untuk mempertahankan
produktivitas hutan A. mangium sedangkan P tersedia cenderung terus menurun
seiring bertambahnya umur tanaman. Pada tahun-tahun awal proses pertanaman,

2
pengaruh pupuk P sangatlah penting untuk menjamin pertumbuhan yang optimal
dari tanaman pokok. Oleh sebab itu teknik manajemen aplikasi pupuk fosfat (P)
pada A. mangium yang efektif dan efisien di PT. MHP, baik itu teknik, tata waktu,
maupun dosis pupuk phosphat yang diaplikasikan sangat penting untuk dipahami.

DOSIS PEMUPUKAN P PADA Acacia mangium

Studi pemupukan variasi pupuk P menunjukan respon yang positif


terhadap pemupukan phosphat. Respon kuat ini terdeteksi pada awal pertumbuhan
A. mangium, yaitu sebelum tanaman menutup kanopi (Gambar 1).

Gambar 1. Pertumbuhan Acacia mangium pada berbagai dosis pemupukan P

7.0 9.0 20.0


6.5 8.0 Volume 1.5 thn
16.0

Volume (m3/Ha)
6.0
Diameter (cm)

7.0
Tinggi (m)

5.5 12.0
6.0
5.0
5.0 8.0
4.5
4.0 4.0 Gemawang
Tinggi 1.5 thn Diameter 1.5 thn 4.0
3.5 3.0
Lagan
3.0 2.0 0.0
0 10 40 100 200 0 10 40 100 200 0 10 40 100 200

P (kg/Ha) P (kg/Ha) P (kg/Ha)

Pertumbuhan tanaman yang diaplikasikan pupuk P menunjukkan


perbedaan yang cukup signifikan dibandingkan tanpa pemupukan P. Pada proses
selanjutnya, setelah kanopi menutup pengaruh pemupukan phosphat mulai
mengalami penurunan. Selanjutnya, jika dilihat pada pertumbuhan antar rotasi.
Pemakaian pupuk P juga cukup berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan A.
mangium (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh Pemupukan P antar rotasi A.mangium


umur 1 tahun
P - Level (g TSP/tan) Tinggi Diameter
Rotasi 2 Rotasi 3 (m) (cm)
70 0 5.66 7.60
70 67.2 5.83 7.93
70 268 5.93 8.24
140 0 5.71 7.64
140 67.2 5.93 8.08
140 268 5.91 8.17

3
TEKNIK PENEMPATAN PUPUK P

P merupakan unsur yang bersifat tidak mobil sehingga pemberiannya


harus sedekat mungkin dengan sistem perakaran. Di samping itu karakter tanah
Ultisol yang dicirikan dengan kandungan Fe/Al yang tinggi menyebabkan unsur P
mudah terfiksasi sehingga tingkat penyerapannya oleh perakaran rendah.
Penempatan pupuk phosphat tidak berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan tanaman, sampai umur 1 tahun (Gambar 2). Walaupun begitu
penempatan pupuk phosphat dalam tanah dianggap sebagai teknik mudah dan
cukup efektif karena pupuk tertumpuk pada satu tempat sehingga mengurangi
risiko bersinggungan dengan tanah dalam jumlah banyak. Sedangkan metode
pupuk dicampur dengan tanah diasumsikan pupuk menyebar dalam lubang tanam
sehingga ketika sistem perakaran tanaman menyebar dapat bersinggungan dengan
pupuk P, walaupun ada risiko unsur P terfiksasi oleh unsur Fe/Al sehingga
mengurangi efektivitas penyerapan oleh perakaran. Metode penempatan pupuk di
samping sistem perakaran merupakan metode yang mengakomodasi dua metode
sebelumnya yaitu dosis pupuk dibagi menjadi dua dan diletakkan di samping
sistem perakaran dengan cara tugal.

Gambar 4. Pertumbuhan Acacia mangium pada berbagai posisi penempatan pupuk P

6.0 10.0
5.0 Tinggi 1 thn Diameter 1 thn
8.0
Diameter (cm)
Tinggi (m)

4.0
6.0
3.0
4.0
2.0
1.0 2.0

0.0 0.0
Tanpa Pupuk Lubang Tanam Samping Campur Tanah Tanpa Pupuk Lubang Tanam Samping Campur Tanah
Lubang Lubang

LUBANG TANAM YANG BAIK UNTUK PEMUPUKAN

Keberhasilan penanaman Acacia mangium dipengaruhi oleh berbagai


faktor, beberapa diantaranya seperti kondisi tapak, teknik penanamannya serta
penambahan berbagai perlakuan yang mendukung pertumbuhannya. Kesesuaian
antara kondisi tanah dengan kondisi bibit yang akan ditanam sangat penting untuk

4
dikaji demi menjamin keberhasilan pertumbuhannya. Pada usia muda, suatu
tanaman sangat membutuhkan kondisi tanah yang gembur untuk mendukung
proses penyebaran akar didalam tanah. Untuk meningkatkan daya adapatasi
tanaman dan penyebaran akar yang maksimal maka dibutuhkan ukuran lubang
tanam yang efektif untuk mendukung pertumbuhan tanaman tersebut.
Dengan posisi pupuk terdapat didalam lubang tanam, maka variasi ukuran
lubang tanam juga dianggap perlu dalam menunjang pertumbuhan A.mangium
yang baik. Hasil pengamatan menunjukkan jika semakin dalam dan semakin lebar
lubang tanam membuat pertumbuhan tanaman lebih baik (Gambar 3). Hal ini
diindikasikan pada saat awal pertumbuhan akar tanaman lebih cepat beradaptasi.

Gambar 5. Pertumbuhan Acacia mangium pada berbagai macam ukuran lubang tanam

5.4
5.4

5.1
Diameter (cm)

5.1
Tinggi (m)

4.8 Tinggi 1 thn 4.8


Diameter 1 thn

4.5 4.5

4.2 4.2
10x10x10 15x15x20 20x20x15 20x20x20 10x10x10 15x15x20 20x20x15 20x20x20

Ukuran Lubang (cm) Ukuran Lubang (cm)

TATA WAKTU PEMUPUKAN P

Aplikasi pupuk P (14 g P per tanaman) pada saat tanam (seluruh dosis
atau hanya setengahnya) mengindikasikan bahwa pemberian pupuk P pada saat
tanam memberikan respons pertumbuhan yang sangat positif, terutama bila
dibandingkan dengan tanpa pemupukan (Gambar 4). Ketika setengah dosis pupuk
P diaplikasikan pada 1, 2 atau 3 bulan setelah tanam sistem perakaran A.
mangium yang bersifat lateral telah berkembang keluar dari lubang tanam dan
diduga sistem perakaran tidak dapat memanfaatkan tambahan pupuk yang diberi
pada radius 15 cm dari batang dengan sistem tugal. Ketika tanaman berumur 3

5
bulan kondisi lahan mulai ditumbuhi oleh gulma sehingga muncul persaingan
memperebutkan unsur hara.

Gambar 4. Pertumbuhan Acacia mangium pada berbagai tata waktu pemupukan P

6.0
4.9
4.7 5.5

Diameter (cm)
4.5
Tinggi (m)

Tinggi 1 thn 5.0 Diameter 1 thn


4.3
4.1 4.5
3.9
4.0
3.7
3.5 3.5
Kontrol SOP 44gr_1bln 44gr_2bln 44gr_3bln Kontrol SOP 44gr_1bln 44gr_2bln 44gr_3bln

Beberapa penelitian menjelaskan bahwa efektivitas pemupukan P


dipengaruhi oleh pengendalian gulma sampai dengan kanopi menutup, di samping
itu efek pemupukan dapat menstimulasi pertumbuhan gulma dibandingkan dengan
pertumbuhan tanaman (Turvey 2006). Pada dasarnya ada empat faktor yang
mempengaruhi absorbsi dan kemungkinan respons terhadap pemupukan: 1)
kebutuhan hara, 2) laju pertumbuhan, 3) efisiensi penggunan hara dalam proses
metabolisme dan 4) kemampuan mengabsorbsi hara dari tanah (Goncalves et a.,
2004).

TANTANGAN MANAJEMEN PEMUPUKAN SELANJUTNYA

Kelestarian hasil dari pertanaman Acacia mangium terancam oleh adanya


serangan hama monyet dengan tingkat kerusakan tanaman yang sangat besar,
salah satu upaya yang diambil dalam mengatasi pemasalahan ini adalah dengan
mengganti spesies menggunakan Eucalyptus pellita. Karena dari beberapa plot
penelitian tanaman Eucalyptus pellita yang telah dimiliki oleh Divisi research
menunjukkan pertumbuhan yang baik.
Tantangan selanjutnya adalah untuk mengetahui manajemen pemupukan
pada pengelolaan Eucalyptus pellita, baik pada lahan ex tanaman Acacia mangium
untuk rotasi pertama maupun rotasi–rotasi berikutnya agar didapatkan
produktivitas tanaman yang maksimal.

6
KESIMPULAN

1. Pemberian pupuk P sangat berpengaruh pada pertumbuhan awal Acacia


mangium.
2. Metode penempatan pupuk P pada dasar lubang tanam lebih efektif
dibandingkan metode penempatan lainnya. Pemberian dosis pupuk P sekaligus
pada saat tanam lebih efektif dibandingkan dengan pemberian setengah dosis
dan ditambahkan setengahnya pada 1,2 atau 3 bulan setelah tanam.

PUSTAKA

Arisman, H. and Hardiyanto, E.B. 2006. Acacia mangium – a historical


perspective of its cultivation. In: Potter, K., Rimbawanto, A., and Beadle,
C. (eds.). Heart rot and root rot in tropical Acacia plantations. Proceedings
of a workshop held in Yogyakarta, Indonesia, 7-9 February 2006. ACIAR
Proceedings No. 124, Canberra. pp.11-15.

Goncalves, J.L.M., Stape, J.L., Benedetti, V., Fessel, V.A.G. and Gava, J.L. 2004.
An evaluation of minimum and intensive soil preparation regarding
fertility and tree nutrition. In : Goncalves, J.L.M and Benedetti, V (Eds).
Forest Nutrition and Fertilization. Institute of Forest Research and Study,
Piracicaba, Sao Paolo. pp. 13-64

Turvey, N. 1996. Growth at age 30 months of Acacia and Eucalyptus species


planted in Imperata grasslands in Kalimantan Selatan, Indonesia. Forest
Ecology and Management 82:185-195.

Anda mungkin juga menyukai