Anda di halaman 1dari 11

MODUL PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN FIQIH KELAS VII

SHOLAT FARDU DAN SUJUD SAHWI

Penyusun :
TAUFIK NUGRAHA, S.Pd.I

MADRASAH TSANAWIYAH AL HIDAYAH


WARUNGKONDANG-CIANJUR
SHALAT WAJIB LIMA WAKTU DAN SUJUD SAHWI

B. KOMPETENSI DASAR :
1.1. Menghayati ketentuan shalat lima waktu
1.2. Menghayati hikmah shalat lima waktu
1.3.Memahami waktu-waktu shalat lima waktu
1.4.Memahami ketentuan sujud sahwi
1.5. Mempraktikkan azan dan iqamah
1.6. Mempraktikkan shalat lima waktu
1.7. Memperagakan sujud sahwi

C. IIndikator Pencapaian Kompetensi (IPK)


1. Menjelaskan pengertian shalat
2. Menjelaskan sunnah shalat
3. Menjelaskan rukun shalat
4. Menjelaskan hal hal yang membatalkan shalat
5. Menjelaskan waktu shalat lima waktu.
6. Menjelaskan pengertian sujud sahwi
7. Menjelaskan sebab-sebab sujud sahwi
8. Memperagakan salat lima waktu
9. Mendemonstrasikan sujud sahwi
EKSPLORASI
Sebagai umat Islam, diwajibkan melaksanakan shalat wajib satu hari satu malam sebanyak 5 waktu
sehingga shalat lima waktu merupakan salah satu kewajiban yang harus dikerjakan oleh setiap orang
islam dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi bagaimanapun karena shalat lima waktu merupakan
rukun Islam yang paling utama setelah dua kalimahsyahadat.
Shalat juga merupakan tiang agama, barang siapa mengerjakannya berarti ia telah menegakkan
agamanya, sehingga barang siapa meninggalkanya berarti ia telah merobohkan agamanya.
Oleh karena itu shalat yang kita kerjakan haruslah sesuai dengan shalat yang telah dituntunkan
atau dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Oleh karena itu supaya shalat kita dapat lebih baik dan
sempurna maka bacalah dan perhatikan ketentuan- ketentuan sholat sebagaimana diuraikan dalam
meteri berikut ini.
SHALAT WAJIB LIMA WAKTU

A. Tata cara salat lima waktu.


Asal makna Shalat menurut bahasa Arab berarti do’a, kemudian yang dimaksut di sini: yaitu
ibadat yang tersusun dari beberapa perkataan dan beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir
disudahi dengan salam, menurrut beberapa syarat tertetu.
Firman Allah SWT : ‫واقىم الصلوة ان الصلوة تنهى عن الفحشاء والمنكر‬
Artinya: ....Kerjakanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan yang jahat (keji) dan
yang munkar... (Al-Ankabut 45)
Shalat yang diwajibkan atas tiap-tiap orang yang dewasa dan berakal, ialah lima waktu sehari
semalam. Mulai turun perintah wajib shalat itu, ialah pada malam isra’ mi’raj setahun sebelum tahun
hijriyah.
Kemudian dalam hal ini akan dibahas tentang tata cara shalat lima waktu, yaitu:
· Niat, arti niat ini ada dua:
Asal ma’na niat ” menyengaja ”, sesuatu perbuatan dengan adanya sengaja ini, perbuatan
dinamakan ikhtijari ( kemauan sendiri bukan di paksa ).
Niat pada syara’ ( yang menjadi rukun shalat dan ibadat yang lain-lain) yaitu: menyengaja suatu
perbuatan karena mengikuti perintah Allah agar supaya diridhainya, inilah yang dinamakan ihlas. Maka
orang yang shalat hedaklah ia sengaja mengarjakannya.
Firman Allah SWT : ‫وما امرواال ليعبد وهللاا مخلصين له الدين‬
Artinya : “ Dan meraka tidak disuruh melainkan supaya menyembah Allah serta dengan ikhlas
beragama kepadaNya, (beribadah menurut perintahNya) ” Al-Baiyinah 5
· Berdiri bagi orang yang mampu, adapun pengecualian bagi orang yang tidak mampu berdiri ketika
sholat boleh dengan duduk dan kalau tidak mampu ia boleh berbaring, dan kalau tidak mampu
berbaring boleh dengan menelentang. Kalau juga tidak mampu sholat semampunya seperti dengan
isyarat sekalipun. Yang terpenting sholat tidak boleh ditinggalkan selama imam masih ada.
· Takbiratul-Ihram, (membaca ..Allahu Akbar..)
Cara dari takbiratul-ihram ialah, mengangkat kedua tangan diatas pundak kemudian kedua
telapak tangan membuka, lalu letakkan kedua tangan diatas perut dan dibawah dada, dilanjutkan
tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri. Disambung membaca ‫هللاا اكبر‬ dan do’a iftitah:
‫هللاا اكبر كبرا والحمد هلل كثيرا وسبحان هللاا بكرة واصيال اني وجهت وجهي للذي فطرا لسموات واالرض حنيفا مسلما وما‬
‫انا من المشركين انصالتي ونسكي ومحياي ومما تي هلل رب العلمين الشريك له وبذلك امرت وانا منالمسلمين‬
Sabda Rasulullah SAW: ‫قا رسول هللاا ص م مفتاح الصالة الوضوء وتحريمها التكبير وتحليلها التسليم‬
Artinya: “ Kunci sholat itu wudhu, permulaannya takbir dan penghabisannya salam”. (Riwayat Abu
Daud dan Tirmidzi).
· Membaca Surat Al-fatihah, kemudian disusul dengan bacaan surah-surah pendek.
· Ruku’ serta tuma’ninah (berhenti).
Setelah membaca surah Al-fatihah dan surah-surah pendek dilanjutkan pada ruku’ yaitu,
membungkukkan badan, kedua tangan memegang kedua lutut, antara kepala dan punggung harus
sama (rata), setelah dirasa cukup kemudian membaca:
‫ سبحان ربي العظيم وبحمده‬3 kali
· I’tidal serta tuma’ninah (berhenti).
Kedua tangan diangkat diatas pundak, kemudian dilepaskan jangan sampai kedua tangan
bergerak-gerak. Kemudian membaca:
‫سمع هللاا لمن حمده ربنا لك الحمد مل ء السموات وملءاالرض وملء ماشؤت من شيء بعد‬
· Sujud dua kali serta tuma’ninah (berhenti).
Sujud dilakukan dengan cara kedua tangan diturunkan dan tidak perlu diangkat ke atas,
kemudian lutut lebih dulu menyentuh pada alas (sajadah), kedua kedua tangan menyentuh pada alas
(sajadah), antara dahi dan hidung menyentuh pada alas, kaki di angkat seperti menjinjit, kedua tangan
untuk laki-laki agak di buka, namun bagi perempuan tidak perlu dibuka. Dilanjutkan membaca:
‫ سبحا ن ربي االعلى وبحمده‬kali 3
· Duduk di antara dua sujud dan tuma’ninah (berhenti).
Duduk iftirasy di antara dua sujud dan tasyahud awal, duduk tawaruk pada tasyahud ahir,
meletakkan tangan kanan di atas paha kanan terkepal dengan jari telunjuk menunjuk, meletakkan
tangan kiri di atas paha kiri.[1] Kemudian membaca:
‫ رب اغفرلي وارحمني واجبرني وارفعني وارزقني واهد ني وعا فني واعف عني‬.[2]
· Duduk ahir, untuk tasyahud ahir dan shalawat atas Nabi SAW dan atas keluarga beliau.
· Membaca tasyahud ahir.
· Salam (yang pertama kea rah kanan dan disusul kea rah kiri).
· Tertib (meletakkan tiap-tiap rukun pada tempatnya menurut susunannya yang tersebut di atas).
Sabda Rasulullah: ‫ صلوا كما رايتموني اصلى‬: ‫قال رسلول هللاا صلى هللاا عليه وسلم‬
( Sholatlah kamu sebagaimana kamu lihat saya bersholat )…… Riwayat Bukhari.[3]
Syarat-syarat wajib sholat lima waktu.
1. Islam, adapun orang yang tidak islam tidak wajib baginya menunaikan sholat.
2. Suci, baik dari hadast kecil maupun besar.
3. Berakal, orang yang tidak berakal tidak wajib sholat.
4. Baligh, (sampai umur dewasa).
5. Telah samapai da’wah (perintah Rasulullah SAW, kapadanya), orang yang belum menerima perintah
tidak di tuntut dengan hukum.
6. Melihat atau mendengar, melihat atau mendengar merupakan syarat wajib sholat walau pada suatu
waktu untuk kesempatan mempelajari hukum-hukum syara’ orang yang buta dan tuli sejak lahir tidak
dituntut dengan hukum, karena tidak ada jalan baginya untuk belajar hukum-hukum syara’.
7. Terjaga, (tidak tidur). Maka orag yang tidur tidak wajib sholatnya begitu pula dengan orang yang lupa.
Syarat-syarat sah sholat lima waktu.
a. Suci dari hadast kecil dan besar.
b. Suci badan, pakaian dan tempat dari pada najis.
c. Menutup aurat, Aurat ditutup dengan suatu yang menghalangi kelihatan warna kulit, aurat laki-laki
antara pusar dengan lutut sedangkan pada perempuan seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak
tangan.
d. Mengetahui adanya waktu sholat. Diantara syarat sah sholat mengetahui waktu sholat sudah ada.
e. Menghadap kiblat (ka’bah), selama melaksanakan sholat harus menghadap kiblat.
Hal-hal yang membatalkan sholat.
Ø Meninggalkan salah satu rukun atau memutuskan rukun.
Ø Meninggalkan salah satu syarat.
Dengan sengaja berkata-kata.
Ø Banyak bergerak.
Ø Makan atau minum.[4]
Sunah-sunah dalam sholat.
Ada dua macam sunah dalam sholat:
1. Sunah ab’ad yaitu sunnah yang apabila ditinggalkan karena lupa disunah kan diganti dengan sujud
sahwi dilakukan pada ahir sholat sebelum salam.
2. Sunah hai’at yaitu sunnah yang apabila ditinggalkan tidak perlu disunahkan diganti dengan sujud
sahwi.
B. Bacaan-bacaan salat lima waktu.
Ibadah sholat merupakan ibadah mahdhah (ibadah yang tidak bisa diwakilkan), oleh karena itu
sholat harus dilaksakan sesuai dengan apa yang telah dicontohkan Nabi SAW.
Adapun bacaan-bacaan dalam sholat yaitu:
a. Niat. (niat untuk melaksakan sholat), misalnya niat sholat magrib:
‫اصلى فرض المغرب ثالث ركعات مستقبل القبلة ماءموما اماما هلل تعالى‬
b. Takbir, yaitu mengangkat kedua tangan sambil mengucapkan ”‫” هللاا اكبر‬
c. Do’a iftitah.
‫هللاا اكبر كبرا والحمد هلل كثيرا وسبحان هللاا بكرة واصيال اني وجهت وجهي للذي فطرا لسموات واالرض حنيفا‬
‫مسلما وما انا من المشركين انصالتي ونسكي ومحياي ومما تي هلل رب العلمين الشريك له وبذلك امرت وانا منالمسلمين‬
d. Membaca surah Al-fatihah.
e. Membaca surah-surah Al-qur’an (contoh Al-Ihlas).
f. Do’a ketika ruku’.
‫ سبحان ربي العظيم وبحمده‬3 kali
g. Do’a i’tidal
‫سمع هللاا لمن حمده ربنا لك الحمد مل ء السموات وملءاالرض وملء ماشؤت من شيء بعد‬
h. Do’a sujud
‫ سبحا ن ربي اال على وبحمده‬3 kali
i. do’a di antara dua sujud.
‫رب اغفرلى وارحمني واجبرني وارفعني وارزقني واهدني وعافني واعف عني‬
j. Bacaan tasyahud awal.
‫التحيا ت المبا ركا ت الصلوا ت الطياة هلل السال م عليك ايها النبي ورحمة هللاا وبراكاته السالم علينا وعلى عبا دهللاا‬
‫الصلحين اشهد ان ال اله اال هللاا واشهد ان محمدارسول هللاا اللهم صلى على سيدنا محمد‬
k. Do’a tasyahud ahir.
‫وعلى ال سيد نا محمد كما صليت على سيد نا ابرا هيم وعلى ال سيد نا ابرا هيم وبارك على سيد نا محمدالوعلى ال سيد نا‬
‫محمد كما با ركت على سيد نا ابراهيم وعلى ال سيد نا ابرا هيم في المين حميد مجيد‬
l. Mengucapkan salam. ‫ السال م عليكم ورحمة هللاا‬.[5]

C. Ketentuan waktu salat lima waktu.


Firman Allah SWT :
‫قا ل هللاا تعا ل ان الصلوة كا نت على المؤمنين كتا با موقوتا‬
”Sesungguhnya sholat itu diwajibkan atas orang yang beriman, menurut waktu tertentu. ” An-
Nisa’ 103.
Sholat fardhu wajib atas tiap-tiap orang mukallaf (baligh dan berakal), lima kali sehari semalam.
1. Sholat Zuhur, awal waktunya setelah tergelinjirnya matahari, sedangkan ahirnya bila bayang-bayang
suatu benda telah menjadi sama dengan bayang-bayang benda itu sendiri.
2. Sholat Asar, awal waktunya bila bayang-bayang setiap benda telah menjadi sama dengan bayang-
bayang benda itu sendiri dan lebih sedikit, sedangkan ahirnya sampai terbenam matahari.
3. Sholat Magrib, awal waktunya sejak terbenam matahari sedangkan ahirnya terbenam mega merah
(sisa cahaya matahari pada waktu senja).
4. Sholat Isya’, awal waktunya sejak terbenam syafaq (mega merah), sedangkan ahirnya terbit
fajar shadiq (permulaan subuh).
5. Sholat Subuh, awal waktunya sejak terbit fajar shadiq sedangkan ahirnya terbit matahri.
Awan itu ada tiga macam, merah, kuning, dan putih. Yang merah waktu magrib, sedangkan
kuning dan putih waktu isya’. Ini merupakan penjelasan tentang waktu sahnya untuk melakukan sholat
lima waktu. Disamping itu ada waktu yang diharamkan untuk melakukan sholat lima waktu yaitu:
a. Ketika terbit matahari hingga sepenggalah yaitu, lebih kurang enam puluh menit sesudah matahari
terbit.
b. Ketika matahari istiwa (berada di tengah-tengah langit, waktunya hanya sebentar dan tidak lama) selain
hari jum’at hingga tergelincir.
c. Ketika matahari kekuning-kuningan hingga terbenam.
d. Sesudah sholat subuh hingga matahari terbit (dan naik sepenggalah).
e. Sesudah sholat ashar hingga terbenam matahari.
Penjelasan tersebut diperkuat dengan hadist nabi:
) ‫الصالة بعد الصبح حتى تطلع الشمس وال صالة بعد العصىر حتى تغيب الشمس ( متفق عليه‬
“ Tidak ada sholat sesudah sholat Subuh hingga matahari naik, tidak pula sesudah sholat Asar
hingga terbenam matahari ”. (Muttafaq’alaih).
Kata sahabat Utbah bin Amir “Rasulullah SAW. Melarang kita sholat pada tiga waktu dan
mengubur mayat padanya, yaitu: ketika matahari tampak terbit hingga naik, ketika batas tengah hari
(istiwa) hingga tergelincir, dan ketika matahari akan terbenam hingga terbenam”. (Riwayat Muslim).[6]
S U J U DS A H W I

Shidiq Hasan Khon rahimahullah berkata, “Hadits-hadits tegas yang


menjelaskan mengenai sujud sahwi kadang menyebutkan bahwa sujud
sahwi terletak sebelum salam dan kadang pula sesudah salam. Hal ini
menunjukkan bahwa boleh melakukan sujud sahwi sebelum ataukah
sesudah salam. Akan tetapi lebih bagus jika sujud sahwi ini mengikuti cara
yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika ada
dalil yang menjelaskan bahwa sujud sahwi ketika itu sebelum salam, maka
hendaklah dilakukan sebelum salam. Begitu pula jika ada dalil yang
menjelaskan bahwa sujud sahwi ketika itu sesudah salam, maka hendaklah
dilakukan sesudah salam. Selain hal ini, maka di situ ada pilihan. Akan
tetapi, memilih sujud sahwi sebelum atau sesudah salam itu hanya sunnah
(tidak sampai wajib, pen).”[1]

Intinya, jika shalatnya perlu ditambal karena ada kekurangan, maka


hendaklah sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Sedangkan jika
shalatnya sudah pas atau berlebih, maka hendaklah sujud sahwi
dilakukan sesudah salam dengan tujuan untuk menghinakan setan.

Adapun penjelasan mengenai letak sujud sahwi sebelum ataukah sesudah


salam dapat dilihat pada rincian berikut.

1. Jika terdapat kekurangan pada shalat –seperti kekurangan tasyahud


awwal-, ini berarti kekurangan tadi butuh ditambal, maka
menutupinya tentu saja dengan sujud sahwi sebelum salam untuk
menyempurnakan shalat. Karena jika seseorang sudah
mengucapkan salam, berarti ia sudah selesai dari shalat.
2. Jika terdapat kelebihan dalam shalat –seperti terdapat penambahan
satu raka’aat-, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sesudah
salam. Karena sujud sahwi ketika itu untuk menghinakan setan.
3. Jika seseorang terlanjur salam, namun ternyata masih memiliki
kekurangan raka’at, maka hendaklah ia menyempurnakan
kekurangan raka’at tadi. Pada saat ini, sujud sahwinya adalah
sesudah salam dengan tujuan untuk menghinakan setan.
4. Jika terdapat keragu-raguan dalam shalat, lalu ia mengingatnya dan
bisa memilih yang yakin, maka hendaklah ia sujud sahwi sesudah
salam untuk menghinakan setan.
5. Jika terdapat keragu-raguan dalam shalat, lalu tidak nampak
baginya keadaan yang yakin. Semisal ia ragu apakah shalatnya
empat atau lima raka’at. Jika ternyata shalatnya benar lima raka’at,
maka tambahan sujud tadi untuk menggenapkan shalatnya tersebut.
Jadi seakan-akan ia shalat enam raka’at, bukan lima raka’at. Pada
saat ini sujud sahwinya adalah sebelum salam karena shalatnya
ketika itu seakan-akan perlu ditambal disebabkan masih ada yang
kurang yaitu yang belum ia yakini.

Tata Cara Sujud Sahwi

Sebagaimana telah dijelaskan dalam beberapa hadits bahwa sujud sahwi


dilakukan dengan dua kali sujud di akhir shalat –sebelum atau sesudah
salam-. Ketika ingin sujud disyariatkan untuk mengucapkan takbir “Allahu
akbar”, begitu pula ketika ingin bangkit dari sujud disyariatkan untuk
bertakbir.

Contoh cara melakukan sujud sahwi sebelum salam dijelaskan dalam hadits
‘Abdullah bin Buhainah,

‫س ِِّل َم‬
َ ُ‫سجْ دَةٍ َوه َُو َجالِس َق ْب َل أ َ ْن ي‬
َ ‫سجْ دَتَي ِْن فَ َكب ََّر فِي ُك ِِّل‬ َ ‫فَلَ َّما أَت َ َّم‬
َ ُ‫ص َالتَه‬
َ َ‫س َجد‬

“Setelah beliau menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali. Ketika


itu beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau
lakukan sujud sahwi ini sebelum salam.” (HR. Bukhari no. 1224 dan
Muslim no. 570)

Contoh cara melakukan sujud sahwi sesudah salam dijelaskan dalam hadits
Abu Hurairah,

‫س َجدَ ث ُ َّم َكب ََّر َو َرفَ َع‬ َ ‫س َّل َم ث ُ َّم َكب ََّر ث ُ َّم‬
َ ‫س َجدَ ث ُ َّم َكب ََّر فَ َر َف َع ث ُ َّم َكب ََّر َو‬ َ ‫صلَّى َر ْك َعتَي ِْن َو‬
َ َ‫ف‬

“Lalu beliau shalat dua rakaat lagi (yang tertinggal), kemudia beliau
salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud. Kemudian bertakbir
lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu beliau sujud
kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.” (HR. Bukhari
no. 1229 dan Muslim no. 573)

Sujud sahwi sesudah salam ini ditutup lagi dengan salam sebagaimana
dijelaskan dalam hadits ‘Imron bin Hushain,

.‫سلَّ َم‬
َ ‫سجْ دَتَي ِْن ث ُ َّم‬ َ ‫س َّل َم ث ُ َّم‬
َ َ‫س َجد‬ َ ‫صلَّى َر ْكعَةً ث ُ َّم‬
َ َ‫ف‬

“Kemudian beliau pun shalat satu rakaat (menambah raka’at yang kurang
tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan
dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim no. 574)

Apakah ada takbiratul ihrom sebelum sujud sahwi?

Sujud sahwi sesudah salam tidak perlu diawali dengan takbiratul ihrom,
cukup dengan takbir untuk sujud saja. Pendapat ini adalah pendapat
mayoritas ulama. Landasan mengenai hal ini adalah hadits-hadits mengenai
sujud sahwi yang telah lewat.

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata, “Para ulama berselisih


pendapat mengenai sujud sahwi sesudah salam apakah disyaratkan
takbiratul ihram ataukah cukup dengan takbir untuk sujud? Mayoritas
ulama mengatakan cukup dengan takbir untuk sujud. Inilah pendapat yang
nampak kuat dari berbagai dalil.”[2]

Apakah perlu tasyahud setelah sujud kedua dari sujud sahwi?

Pendapat yang terkuat di antara pendapat ulama yang ada, tidak perlu untuk
tasyahud lagi setelah sujud kedua dari sujud sahwi karena tidak ada dalil
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan hal ini. Adapun
dalil yang biasa jadi pegangan bagi yang berpendapat adanya, dalilnya
adalah dalil-dalil yang lemah.

Jadi cukup ketika melakukan sujud sahwi, bertakbir untuk sujud pertama,
lalu sujud. Kemudian bertakbir lagi untuk bangkit dari sujud pertama dan
duduk sebagaimana duduk antara dua sujud (duduk iftirosy). Setelah itu
bertakbir dan sujud kembali. Lalu bertakbir kembali, kemudian duduk
tawaruk. Setelah itu salam, tanpa tasyahud lagi sebelumnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak ada dalil


sama sekali yang mendukung pendapat ulama yang memerintahkan untuk
tasyahud setelah sujud kedua dari sujud sahwi. Tidak ada satu pun hadits
shahih yang membicarakan hal ini. Jika memang hal ini disyariatkan, maka
tentu saja hal ini akan dihafal dan dikuasai oleh para sahabat yang
membicarakan tentang sujud sahwi. Karena kadar lamanya tasyahud itu
hampir sama lamanya dua sujud bahkan bisa lebih. Jika memang
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan tasyahud ketika itu, maka
tentu para sahabat akan lebih mengetahuinya daripada mengetahui perkara
salam, takbir ketika akan sujud dan ketika akan bangkit dalam sujud sahwi.
Semua-semua ini perkara ringan dibanding tasyahud.”[3]

Do’a Ketika Sujud Sahwi

Sebagian ulama menganjurkan do’a ini ketika sujud sahwi,

‫س ْب َحانَ َم ْن َال َينَا ُم َو َال يَ ْس ُهو‬


ُ

“Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huw” (Maha Suci Dzat yang tidak
mungkin tidur dan lupa).[4]

Namun dzikir sujud sahwi di atas cuma anjuran saja dari sebagian ulama
dan tanpa didukung oleh dalil. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,

ْ َ‫س ْب َحانَ َم ْن َال َينَا ُم َو َال َي ْس ُهو – أ‬


‫ي‬ ُ : ‫ض ْاْلَئِ َّم ِة يَحْ كِي أَنَّهُ يَ ْستَحِ بُّ أَ ْن َيقُو َل ِفي ِه َما‬
َ ‫سمِ ْعت َب ْع‬ َ : ُ‫قَ ْولُه‬
. ‫ص ًال‬ْ َ ‫ لَ ْم أ َ ِج ْد َلهُ أ‬: ‫سجْ دَت َْي ال َّس ْه ِو – قُ ْلت‬
َ ‫فِي‬

“Perkataan beliau, “Aku telah mendengar sebagian ulama yang


menceritakan tentang dianjurkannya bacaan: “Subhaana man laa
yanaamu wa laa yas-huw” ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya),
maka aku katakan, “Aku tidak mendapatkan asalnya sama sekali.”[5]

Sehingga yang tepat mengenai bacaan ketika sujud sahwi adalah seperti
bacaan sujud biasa ketika shalat. Bacaannya yang bisa dipraktekkan
seperti,
‫ِّى اْل َ ْعلَى‬
َ ‫س ْب َحانَ َر ِب‬
ُ

“Subhaana robbiyal a’laa” [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi][6]

‫ اللَّ ُه َّم ا ْغف ِْر لِى‬، َ‫س ْب َحانَكَ ال َّل ُه َّم َر َّبنَا َوبِ َح ْمدِك‬
ُ

“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.”


[Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-
Mu, ampunilah dosa-dosaku][7]

Dalam Mughnil Muhtaj –salah satu kitab fiqih Syafi’iyah- disebutkan,


“Tata cara sujud sahwi sama seperti sujud ketika shalat dalam perbuatann
wajib dan sunnahnya, seperti meletakkan dahi, thuma’ninah (bersikap
tenang), menahan sujud, menundukkan kepala, melakukan duduk
iftirosy[8] ketika duduk antara dua sujud sahwi, duduk tawarruk[9] ketika
selesai dari melakukan sujud sahwi, dan dzikir yang dibaca pada kedua
sujud tersebut adalah seperti dzikir sujud dalam shalat.”

Sebagaimana pula diterangkan dalam fatwa Al Lajnah Ad Daimah (komisi


fatwa di Saudi Arabia) ketika ditanya, “Bagaimanakah kami melakukan
sujud sahwi?”

Para ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah menjawab, “Sujud sahwi


dilakukan dengan dua kali sujud setelah tasyahud akhir sebelum salam,
dilakukan sebagaimana sujud dalam shalat. Dzikir dan do’a yang dibaca
ketika itu adalah seperti ketika dalam shalat. Kecuali jika sujud sahwinya
terdapat kekurangan satu raka’at atau lebih, maka ketika itu, sujud
sahwinya sesudah salam. Demikian pula jika orang yang shalat memilih
keraguan yang ia yakin lebih kuat,maka yang afdhol baginya adalah sujud
sahwi sesudah salam. Hal ini berlandaskan berbagai hadits shahih yang
membicarakan sujud sahwi. Wabillahit taufiq, wa shallallahu ‘ala
nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam.

Anda mungkin juga menyukai