Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Masyarakat di Desa Langensari Kecamatan Langensari Kota Banjar pada

umumnya menjadi petani pepaya california, sehingga masyarakat tersebut

tergabung dalam Asosiasi Petani Pepaya Indonesia (APPI).

Sektor perkebunan di wilayah Desa Langensari Kecamatan Langensari Kota

Banjar merupakan sektor yang mampu memberikan manfaat dalam meningkatkan

pendapatan masyarakat petani pepaya california. Desa Langensari Kecamatan

Langensari Kota Banjar memiliki tingkat kesuburan tanah yang cukup potensial,

sehingga mampu untuk tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tanaman

termasuk tanaman pepaya california yang luas tanamannya adalah 500 bata yang

dapat ditanami 500 hingga 1000 pohon pepaya, dan menghasilkan permusim yaitu

10,50 Ton/ha yang Dijual langsung ke konsumen, pasar, dan melalui tengkulak.

Jumlah petani pepaya california di Desa Langensari Kecamatan Langensari Kota

Banjar yaitu sebanyak 50 orang petani. Harga pepaya dari petani dibeli oleh

tengkulak sebesar Rp 2.000/kg. Petani panen pepaya california dalam waktu satu

bulan dua kali, dilakukan pada awal bulan dan pertengahan bulan. Penghasilan

petani rata-rata/bulan Rp 1.000.000 dan penghasilan/petani dalam 1x panen Rp

500.000/500kg.
2

Jenis industri yang beroperasi di Desa Langensari Kecamatan Langensari

Kota Banjar yang memiliki potensi dan peluang usaha yang sangat baik adalah

pembuatan dodol pepaya california oleh masyarakat di Desa Langensari.

Namun demikian kelompok-kelompok petani di Desa Langensari Kecamatan

Langensari Kota Banjar pada umumnya terkendala oleh beberapa hal, seperti

manajemen kelompok, modal usaha, jaringan kerjasama anggota kelompok dari

sumber daya manusia. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi masyarakat

yang menjadi petani pepaya california adalah keterbatasan mereka dalam

pemasaran buah pepaya california. Untuk itu diperlukan upaya dari seluruh

komunitas untuk menjadikan kelompok usaha yang memiliki kemampuan untuk

memanfaatkan sumber daya lokal yang ada.

Berkembangnya masyarakat yang menjadi petani pepaya california, telah

memberikan nilai positif bagi warga yang tinggal di wilayah Dusun Karangmukti

Desa Langensari Kecamatan Langensari Kota Banjar dan pepaya juga diolah

menjadi dodol. Tidak hanya sekedar mampu menyerap banyak tenaga kerja untuk

memanen pepaya california, akan tetapi juga meningkatkan kesejahteraan

masyarakat petani yang tadinya hanya berdiam diri dirumah sebagai ibu rumah

tangga, dan sekarang sudah menjadi pintar dalam bertani pepaya california dan

menghasilkan keuntungan. Namun pengembangan suatu usaha pepaya california

menjadi dodol di wilayah Desa Langensari tidak berjalan dengan baik dilapangan

padahal pernah diberikan pelatihan, maka dari itu perlu pembinaan yang lebih

baik lagi dari pihak Desa. Supaya pepaya california tidak hanya sekedar dijual

dalam bentuk mentahnya saja, tetapi dapat dijual dengan diolah terlebih dahulu
3

menjadi dodol, supaya meningkatkan keuntungan yang lebih baik dibandingkan

dengan sekedar menjual mentahnya saja.

Buah pepaya california sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Desa

Langensari Kecamatan Langensari Kota Banjar, karena pepaya california sudah

menjadi ciri khas di Desa Langensari Kecamatan Langensari Kota Banjar. Tetapi

masyarakat yang menjadi petani pepaya california tidak ingin mengembangkan

ekonominya dengan menjadikan pepaya california menjadi dodol, padahal dengan

membuat dodol dari pepaya california, para petani akan lebih meningkat

ekonominya, sempat berjalan pengolahan pepaya california menjadi dodol tetapi

hanya berjalan sebentar, karena kurangnya pemasaran yang baik. Dari situlah

sebaiknya Perangkat Desa memberikan suatu perhatian yang lebih kepada

masyarakat petani pepaya california supaya mereka mampu mengembangkan

potensi yang dimiliki.

Berdasarkan hasil observasi awal yang penulis lakukan realitasnya

pengembangan Masyarakat Petani ini masih banyak ditemukan permasalahan

yaitu:

1. Kurangnya perhatian Perangkat Desa kepada masyarakat petani pepaya

california, sehingga kehidupan perekonomian masyarakat tidak mengalami

peningkatan.
2. Pemerintah Desa Langensari belum melakukan pengembangan jejaring

kemitraan hasil petani pepaya california, hal ini terlihat dari segi belum

maksimalnya peran pemerintah dalam membantu petani pada pemasaran


4

hasil panen pepaya california sehingga hal ini menyebabkan petani

menjual hasil panen ke tengkulak dengan harga yang murah.


3. Belum optimalnya pelaksanaan pengembangan melalui penyuluhan oleh

Perangkat Desa pada masyarakat petani pepaya california sehingga para

pelaku usaha tani belum memiliki jiwa kewirausahaan yang dapat

memanfaatkan perkebunan menjadi peluang bisnis, para petani hanya

menjualnya dalam bentuk mentah.

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis merasa tertarik untuk

melaksanakan penelitian lebih lanjut dengan judul: “Pemberdayaan Masyarakat

Petani Pepaya California Oleh Perangkat Desa Langensari Kecamatan

Langensari Kota Banjar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka penulis merumuskan

beberapa pokok masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana Pemberdayaan masyarakat petani pepaya california oleh

Perangkat Desa Langensari Kecamatan Langensari Kota Banjar?


2. Hambatan apa yang dihadapi oleh Perangkat Desa Langensari dalam

pemberdayaan masyarakat petani pepaya california di Desa Langensari

Kecamatan Langensari Kota Banjar?


3. Upaya apa yang dilakukan oleh Perangkat Desa Langensari Kecamatan

Langensari Kota Banjar dalam pemberdayaan masyarakat petani

pepaya california?
1.3 Tujuan Penelitian
5

Bertolak dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dapat

dirumuskan, yaitu sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tentang pemberdayaan

masyarakat petani pepaya california oleh Perangkat Desa Langensari

Kecamatan Langensari Kota Banjar


2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tentang hambatan yang

dihadapi oleh Perangkat Desa Langensari dalam pemberdayaan

masyarakat petani pepaya california di Desa Langensari Kecamatan

Langensari Kota Banjar


3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tentang upaya yang

dilakukan oleh Perangkat Desa Langensari Kecamatan Langensari

Kota Banjar dalam pemberdayaan masyarakat petani pepaya

california
1.4 Kegunaan Penelitian

Diharapkan hasil dari penelitian ini memberikan banyak manfaat bagi semua

pihak baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegunaan secara teoritis diharapkan oleh penulis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Memperdalam pengetahuan penulis serta menerapkan teori-teori ke dalam

praktek yang penulis peroleh selama kuliah sebagai media latihan


b. Menambah daftar kepustakaan yang sudah ada pada Program Studi Ilmu

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas


6

Galuh Ciamis, maupun khalayak umum yang bermaksud mengoleksinya

untuk kepentingan akademis.


c. Menambah wawasan penulis mengenai pelaksanaan pemberdayaan

Masyarakat Petani pepaya california oleh Perangkat Desa Langensari.

1.4.2 Kegunaan Praktis


Kegunaan praktis dari penelitian ini, antara lain:
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi Perangkat Desa Langensari dalam

pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Petani pepaya california.


2. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalaman tentang

pelaksanaan pemberdayaan masyarakat petani pepaya california oleh

Perangkat Desa Langensari.


3. Peneliti yang akan datang melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai

pelaksanaan pemberdaayan masyarakat petani pepaya california dengan

objek yang berbeda.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan mengandung arti bahwa

manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan penerima manfaat dari proses

mencari solusi dan meraih hasil pembangunan. Dengan demikian maka

masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah

yang dihadapi. Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat seharusnya mampu

berperan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) terutama dalam

membentuk dan merubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang

lebih berkualitas. Pembentukan dan perubahan perilaku tersebut, baik dalam

seluruh aspek kehidupan manusia. Pemberdayaan masyarakat tidak lain


7

memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali

potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara

pendidikan untuk penyadaran dan kemampuan diri mereka.

Menurut pasal 1 ayat 2 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6

Tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa:

Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya untuk mengembangkan


kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan
prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

Sedangkan penelitian ini berawal dari adanya permasalahan terkait dengan

pemberdayaan petani pepaya california oleh Perangkat Desa Langensari

Kecamatan Langensari Kota Banjar.

Dengan melihat permasalahan yang muncul dalam penelitian ini, bila ditinjau

berdasarkan pandangan teoritis, permasalahan ini merupakan kajian dari ilmu

pemerintahan. Hal ini sesuai pernyataan Brasz (2011:9) bahwa :

Ilmu Pemerintahan yaitu sebagai ilmu yang mempelajari tentang cara

bagaimana lembaga pemerintahan umum itu disusun dan difungsikan baik secara

ke dalam maupun ke luar terhadap warganya.

Berdasarkan teori diatas, menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat petani

pepaya california oleh perangkat Desa Langensari Kecamatan Langensari Kota

Banjar merupakan kajian dari Ilmu Pemerintahan. Dimana perangkat Desa

penyambung, penampung dan penyalur aspirasi masyarakat Desa. Maka dari itu,
8

masyarakat petani pepaya california perlu diberdayakan oleh perangkat Desa

Langensari. Dan untuk melakukan analisa dari permasalahan teori-teori yang

digunakan dalam penelitian ini pun tidak terlepas dari kaidah-kaidah kajian ilmu

pemerintahan.

Maka dari itu Swift dan Levin (2017:28) menyatakan bahwa :

Pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai upaya memenuhi kebutuhan yang


diinginkan oleh individu, kelompok dan masyarakat luas agar mereka memiliki
kemampuan untuk melakukan pilihan dan mengontrol lingkungannya agar dapat
memenuhi keinginan-keinginannya, termasuk aksesbilitasnya terhadap
sumberdaya yang terkait dengan pekerjaanya dan aktivitas sosialnya.
Sedangkan pasal 40 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19

Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dinyatakan bahwa:

“Pemberdayaan Petani dilakukan untuk memajukan dan mengembangkan pola

pikir dan pola kerja Petani, meningkatkan Usaha Tani, serta menumbuhkan dan

menguatkan kelembagaan petani agar mampu mandiri dan berdaya saing tinggi”.

Mardikanto dan Soebianto (2017:225) menjelaskan bahwa pemberdayaan

masyarakat melalui bina usaha dilakukan dengan cara :

1. Peningkatan pengetahuan teknis, utamanya untuk meningkatkan


produktivitas, perbaikan mutu dan nilai tambah produk
2. Perbaikan manajemen untuk meningkatkan efesiensi usaha, dan
pengembangan jejaring kemitraan
3. Pengembangan jiwa kewirausahaan terkait dengan optimasi peluang
bisnis yang berbasis dan didukung oleh keunggulan lokal
4. Peningkatan aksesbilitas terhadap: modal, pasar, informasi
5. Advokasi kebijakan yang berpihak kepada pengembangan ekonomi rakyat

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan anggapan dasar sebagai

berikut.
9

1. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan

masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki.


2. Pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok, yaitu

masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh

kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.


3. Pemberdayaan masyarakat petani pepaya california oleh Perangkat Desa

Langensari Kecamatan Langensari Kota Banjar akan berjalan dengan baik

apabila dilakukannya hal-hal sebagai berikut : peningkatan pengetahuan

teknis, perbaikan manajemen, pengembangan jiwa kewirausahaan,

peningkatan aksesbilitas dan advokasi kebijakan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah ilmu dengan cara berfikir yang menghasilkan

kesimpulan berupa ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan, dalam proses

berfikir menurut langkah-langkah tertentu yang logis dan didukung oleh fakta

empiris. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah

dilakukan oleh:

1. Penelitian ini dilakukan oleh Tita Karlita. Universitas Galuh. 2016.

“Strategi Pemberdayaan Kelompok Tani Padi Sawah Oleh Balai

Penyuluhan Pertanian (BPP, Kecamatan Parigi Di Desa Karangbenda


10

Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran” Skripsi. Penelitian ini

menggunakan metode deskriptif kualitatif dan menggunakan variabel

strategi pemberdayaan dari Mardikanto dan Soebianto. Masalah dari

penelitian ini yaitu belum optimalnya peran Balai Penyuluhan Pertanian

dalam pelaksanaan kegiatan dan optimalisasi potensi sumberdaya dan

masih rendahnya tingkat kemampuan petani dalam mengakses informasi,

permodalan dan pemasaran, menyusun usaha tani, mengembangkan

jejaring usaha untuk meningkatkan skala ekonomi usaha.


Hasil dari penelitian ini adalah bahwa strategi pemberdayaan Kelompok

Tani Padi Sawah Oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di Desa

Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran sudah

dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan 8

indikator dilaksanakan dengan baik dan 2 indikator dilaksanakan dengan

kurang baik.
Saran dari penelitian ini adalah dengan menambah jaringan kerjasama

pemasaran dan jaringan kerjasama kemitraan dengan para pengusaha luar

Kabupaten Pangandaran agar usaha tani yang dijalankan oleh para pelaku

usaha tani dapat lebih berkembang dan maju.


Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang sekarang penulis

kerjakan adalah dalam variabel yaitu strategi pemberdayaan sedangkan

penelitian yang sekarang menggunakan pemberdayaan masyarakat melalui

bina usaha.
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang sekarang penulis

kerjakan yaitu sama-sama menggunakan metode kualitatif.


2. Penelitian ini disusun oleh Dina Yuliani. Universitas Galuh Ciamis. 2017.

“Pemberdayaan Perempuan Oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)


11

Terhadap Kelompok Wanita Tani (KWT) “Mekar Asri” Di Dusun Mekar

Mukti Desa Pasir Mukti Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya”

Skripsi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan

menggunakan variabel pemberdayaan dari Sumodiningrat. Masalah yang

tercantum dalam penelitian ini adalah masih rendahnya keterlibatan kaum

perempuan dalam program pembangunan sehingga kaum perempuan lebih

berperan sebagai objek dari program pembangunan, contohnya kaum

perempuan didusun mekar mukti desa pasir mukti masih banyak yang

hanya mengandalkan penghasilan suami untuk memenuhi kebutuhan

sehari-harinya. Yang selanjutnya adalah masih kurangnya kemampuan

kaum perempuan dalam hal kepemimpinan, untuk meningkatkan posisi

tawar menawar dalam keterlibatan dalam setiap pembangunan baik

sebagai perencana, pelaksana, maupun melakukan monitoring dan evaluasi

kegiatan. Contohnya tingkat pendidikan dan pengetahuan kaum

perempuan di dusun mekar mukti desa pasir mukti masih lemah sehingga

dalam suatu organisasi masih dipimpin kaum laki-laki.


Hasil dari penelitian ini adalah pemberdayaan perempuan oleh balai

penyuluh pertanian (BPP) terhadap Kelompok Wanita Tani (KWT)

“Mekar Asri” dilaksanakan masih belum baik, jika disesuaikan dengan

tahap-tahap yang harus dilalui dalam melakukan pemberdayaan kaum

perempuan menurut Sumodiningrat. Berdasarkan hasil wawancara

diketahui bahwa pemberdayaan perempuan oleh BPP terhadap KWT

Mekar Asri memang belum baik, hal ini dikarenakan masih rendahnya

kemampuan BPP dalam memberi motivasi untuk meningkatkan kesadaran


12

kaum perempuan dalam pengelolaan KWT Mekar Asri, sedangkan

berdasarkan hasil observasi dapat diketahui bahwa pemberdayaan

perempuan oleh BPP terhadap KWT Mekar Asri dilaksanakan belum baik

sehingga pelaksanaan pemberdayaan perempuan yang dilakukan masih

kurang merubah perilaku kaum perempuan karena mereka kurang

memiliki kesadaran untuk meningkatkan pengawasannya dalam hal

tersebut berdampak kurangnya keterampilan yang dimiliki kaum

perempuan dalam pengelolaan pertanian terhadap KWT Mekar Asri.


Saran dari penelitian ini adalah sebaiknya Balai Penyuluh Pertanian (BPP)

dalam memberdayakan kaum perempuan melalui Kelompok Wanita Tani

(KWT) Mekar Asri lebih meningkatkan pemberian motivasi kepada kaum

perempuan dalam memperkuat kelembagaan Kelompok Wanita Tani

(KWT) Mekar Asri sehingga kaum perempuan memiliki kemauan untuk

mengembangkan pertanian melalui Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar

Asri.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang sekarang penulis

kerjakan adalah dalam masalah masih krendahnya keterlibatan kaum

perempuan dalam program pembangunan sedangkan penelitian yang

sekarang masalahnya adalah kurangnya perhatian perangkat desa kepada

masyarakat petani pepaya California.


Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang sekarang penulis

kerjakan adalah sama-sama menggunakan metode kualitatif.


2.2 Pemberdayaan Masyarakat
2.2.1 Pengertian Pemberdayaan
13

Pemberdayaan merupakan upaya pemberian kesempatan dan atau

memfasilitasi kelompok miskin agar mereka memiliki aksesbilitas terhadap

sumberdaya, yang berupa modal, teknologi, informasi, jaminan pemasaran, dll.

Agar mereka mampu memajukan dan mengembangkan usahanya, sehingga

memperoleh perbaikan pendapatan serta perluasan kesempatan kerja demi

perbaikan kehidupan dan kesejahteraannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan

oleh Sumodiningrat dalam Theresia et. al (2015:122) bahwa:

Dibidang sosisal politik, pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai


pemberian kesempatan yang sama kepada semua warga masyarakat, termasuk
kesetaraan gender, agar dapat berpartisipasi dan memiliki hak yang sama di
dalam setiap pengambilan keputusan politik, terutama yang terkait dengan
kebijakan pembangunan.

Sedangkan Swift dan Levin dalam Theresia.et al., (2015:116 ) menyatakan

bahwa:

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok


rentan dan lemah, yaitu untuk Memiliki akses terhadap sumber-sumber
produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya
dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan dan
Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian
kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.
Lebih lanjut Istilah pemberdayaan menjelaskan sebagai :
Upaya memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh individu, kelompok dan
masyarakat luar agar mereka memliki kemampuan untuk melakukan pilihan
dan mngontrol lingkungannya agar dapat memenuhi keinginan-keinginannya,
termasuk aksesbilitasnya terhadap sumberdaya yang terkait dengan
pekerjaannya, aktivitas sosialnya.
Menurut Dhal dalam Theresia et. al (2015:122-123) pemberdayaan yang

berasal dari kata empowerment. Sangat berkaitan dengan kekuatan atau kekuasaan
14

(power). Karena itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya meningkatkan

“kekuatan” atau kemampuan seseorang untuk mempengaruhi pihak lain, yang

sebenarnya tidak dikehendaki oleh pihak yang lainnya lagi.

Selanjutnya menurut Paul dalam Theresia et. Al (2015:123) mengatakan

bahwa: “pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai pembagian kekuasaan yang

adil, agar “yang lemah” memiliki kesadaran berpolitik serta dapat berpartisipasi

dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil-hasil

pembangunan”

Dalam perspektif lingkungan, pemberdayaan di maksudkan agar setiap

individu memiliki kesadaran, kemampuan, dan kepedulian untuk mengamankan

dan melestarikan sumberdaya alam dan pengelolaannya secara berkelanjutan. Hal

ini sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian kehidupan maupun keberlanjutan

pembangunan yang bertujuan untuk terus menerus memperbaiki mutu hidup.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa

pemberdayaan merupakan sebuah proses agar setiap orang menjadi cukup kuat

untuk berpartisipasi dalam berbagai aspek, serta upaya meningkatkan harkat dan

martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk

melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.

2..2.2 Pengertian Masyarakat


Jabrohim (2004:167) mengemukakan bahwa: “Masyarakat adalah

sekelompok individu yang tinggal dalam suatu tempat tertentu, saling berinteraksi
15

dalam waktu yang relatif lama, mempunyai adat istiadat dan aturan-aturan tertentu

dan lambat laun membentuk sebuah kebudayaan”.


Sedangkan Aprilia et al. (2015:140) mengemukakan bahwa: “Masyarakat

adalah kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama sebagai sarana untuk

mencapai kegiatan produksi yang lebih efisien”.

2.2.3 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat


Menurut Sumodiningrat (2015:93-94) mengemukakan bahwa:
Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan
masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki.
Adapaun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok
yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan
pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan

Selanjutnya Mubyarto (2015:94) mengemukakan bahwa: “pemberdayaan

masyarakat terkait erat dengan pemberdayaan ekonomi rakyat”

2.2.4 Prinsip Pemberdayaan

Prinsip merupakan suatu pernyataan tentang kebijakan yang dijadikan

pedoman dalam pengambilan keputusan melaksanakan kegiatan secara konsisten.

Menurut Suharto dalam Suharto (2014:68-69) bahwa:

a. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Karenanya pekerja sosial dan


masyarakat harus bekerjasama sebagai partner.
b. Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek
yang kompenten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan kesempatan-
kesempatan.
c. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang
dapat mempengaruhi perubahan.
d. Solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan
menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada dalam
situasi masalah tersebut.
e. Jaringan-jaringan sosial informan merupakan sumber dukungan yang penting
bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan
mengendalikan seseorang.
f. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri: tujuan,
cara dan hasil harus di rumuskan oleh mereka sendiri.
16

g. Tingkat kesadran merupakan kunci dalm pemberdayaan, karena pengetahuan


dapat memonilisasi tindakan bagi perubahan.
h. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan
untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.
i. Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif;
permasalahan selalu memiliki beragam solusi.
j. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan
ekonomi secara paralel.
Kemudian Anwas (2014:58-60) mengemukakan bahwa beberapa prinsip

pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:

a. Pemberdayaan dilakukan dengan cara yang demokratis dan menghindari


unsur paksaan. Setiap individu memiliki hak yang sama untuk berdaya. Setiap
individu juga memiliki kebutuhan, masalah, bakat, minat, dan potensi yang
berbeda. Unsur-unsur pemaksaan dengan berbagai cara perlu dihindari karena
bukan menunjukkan diri dari pemberdayaan.
b. Kegiatan pemberdayaan didasarkan pada kebutuhan, masalah, dan potensi
klien/sasaran. Hakikatnya, setiap manusia memiliki kebutuhan dan potensi
dalam dirinya. Proses pemberdayaan dimulai dengan menumbuhkan
kesadaran kepada sasaran akan potensi dan kebutuhannya yang dapat
dikembangkan dan diberdayakan untuk mandiri. Proses pemberdayaan juga
dituntut berorientasi kepada kebutuhan dan potensi yang dimiliki sasaran.
Biasanya pada masyarakat pedesaan yang masih tertutup, aspek kebutuhan,
masalah, dan potensi tidak nampak. Agen pemberdayaan perlu menggali
secara tepat dan akurat. Dalam hal ini agen pemberdayaan perlu memiliki
potensi untuk memahami potensi dan kebutuhan klien/sasaran.
c. Sasaran pemberdayaan adalah sebagai subjek atau pelaku dalam kegiatan
pemberdayaan. Oleh karena itu sasaran menjadi dasar pertimbangan dalam
menentukan tujuan, pendekatan, dan bentuk aktivitas pemberdayaan.
d. Pemberdayaan berarti menumbuhkan kembali nilai, budaya, dan kearifan-
kearifan lokal yang memiliki nilai luhur dalam masyarakat. Budaya dan
kearifan lokal seperti sifat gotong royong, kerjasama, hormat kepada yang
lebih tua, dan kearifan lokal lainnya sebagai jati diri masyarakat perlu
ditumbuhkembangkan melalui berbagai bentuk pemberdayaan sebagai modal
sosial dalam pembangunan.
e. Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu, sehingga
dilakukan secara bertahap, dan berkesinambungan. Tahapan ini dilakukan
secara logis dari yang sifatnya sederhana menuju yang komplek.
f. Kegiatan pendampingan atau pembinaan perlu dilakukan secara bijaksana,
bertahap dan berkesinambungan. Kesabaran dan kehati-hatian dari agen
pemberdayaan perlu dilakukan terutama dalam menghadapi keragaman
karakter, kebiasaan, dan budaya masyarakat yang sudah tertanam lama.
17

g. Pemberdayaan tidak bisa dilakukan dari salah satu aspek saja, tetapi perlu
dilakukan secara holistik terhadap semua aspek kehidupan yang ada dalam
masyarakat.
h. Pemberdayaan perlu dilakukan terhadap kaum perempuan terutama remaja
dan ibu-ibu muda sebagai potensi besar dalam mendongkrak kualitas
kehidupan keluarga dan pengentasan kemiskinan.
i. Pemberdayaan dilakukan agar masyarakat memiliki kebiasaan untuk terus
belajar, belajar sepanjang hayat (lifelong learning/education). Individu dan
masyarakat perlu dibiasakan belajar menggunakan berbagai sumber yang
tersedia. Sumber belajar tersebut bisa: pesan, orang (termasuk masyarakat
disekitarnya). Bahan, alat, teknik, dan juga lingkungan disekitar tempat
mereka tinggal. Pemberdayaan juga perlu diarahkan untuk menggunakan
prinsip belajar sambil bekerja (lierning by doing).
j. Pemberdayaan perlu memperhatikan adanya keragaman budaya. Oleh karena
itu diperlukan berbagai metode dan pendekatan pemberdayaan yang sesuai
dengan kondisi dilapangan.
k. Pemberdayaan diarahkan untuk menggerakkan partisipasi aktif individu dan
masyarakat seluas-luasnya. Partisipasi ini mulai dari tahap perencanaan,
pengembangan, pelaksanaan, evaluasi, termasuk partisipasi dalam menikmati
hasil dari aktifitas pemberdayaan.
l. Klien/sasaran pemberdayaan perlu ditumbuhkan jiwa kewirausahaan sebagai
bekal menuju kemandirian. Jiwa kewirausahaan tersebut mulai dari: mau
berinovasi, berani mengambil resiko terhadap perubahan, mencari dan
memanfaatkan peluang, serta mengembangkan metworking sebagai
kemampuan yang diperlukan dalam era globalisasi.
m. Agen pemberdayaan atau petugas yang melaksanakan pemberdayaan perlu
memliki kemampuan (kompentensi) yang cukup, dinamis, fleksibel dalam
bertindak, serta dapat mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan
masyarakat. Agen pemberdayaan ini lebih berperan sebagai fasilitator.
n. Pemberdayaan perlu melibatkan berbagai pihak yang ada dan terkait dalam
masyarakat, mulai dari unsur pemerintah, tokoh, guru, kader, ulama,
pengusaha, LSM, relawan, dan anggota masyarakat lainnya. Semua pihak
tersebut dilibatkan sesuai peran, potensi, dan kemampuannya.

Berdasarkan pendapat di atas, maka jelas bahwa pada prinsipnya

pemberdayaan dapat dilakukan dengan memperhatikan minat dan kebutuhan,

proses pemberdayaan, struktur-struktur personal, pembangunan ekonomi secara

paralel, melihat keadaan diri sendiri, melihat jejaring sosial, dan masyarakat harus

berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri.


18

2.2.5 Tujuan Pemberdayaan

Suharto (2014:60) menyatakan bahwa:

Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat


khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena
kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi
eksternal (misalnya ditindas oleh strktur sosial yang tidak adil).

Selanjutnya Mardikanto (2017:109) menyatakan bahwa: “Tujuan

pemberdayaan adalah perbaikan pada mutu hidup manusia, baik secara fisik,

mental, ekonomi, maupun sosial budayanya”.

2.2.6 Bentuk-bentuk Pemberdayaan

Menurut Sumadyo (2001:21) bahwa: “Merumuskan tiga upaya pokok dalam

setiap pemberdayaan masyarakat, yang disebutnya sebagai Tri Bina, yaitu:

Bina Manusia, Bina Usaha, dan Bina Lingkungan”.

Sementara itu Mardikanto (2012:211) menambahkan bahwa: “Pentingnya

bina Kelembagaan, karena ketiga Bina yang dikemukakan (Bina Manusia,

Bina Usaha, Bina Lingkungan) itu hanya akan terwujud seperti yang

diharapkan, manakala di dukung oleh efektivitas beragam kelembagaan

yang memerlukan”.
19

1. Bina Manusia
Bina Manusia, merupakan upaya yang pertama dan utama yang harus di

perhatikan dalam setiap upaya pemeberdayaan masyarakat. Hal ini

dilandasi oleh pemahaman bahwa tujuan pembangunan adal untuk

perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan manusia. Di samping itu, dalam

ilmu manajemen, manusia menempati unsur yang paling unik. Sebab,

selain sebagai salahs atu sumber daya juga sekaligus sebagai pelaku atau

pengelola manajemen itu sendiri. Termasuk dalam upaya Bina Manusia,

adalah semua kegiatan yang termasuk dalam upaya

penguatan/pengembangan kapasitas yaitu:


a. Pengembangan kapasitas individu, yang meliputi kapasitas kepribadian,

kapasitas di dunia kerja, dan pengembangan keprofesionalan


b. Pengembangan kapasitas entitas/kelembagaan, yang meliputi:
1) Kejekasan visi, misi,dan budaya organisasi;
2) Kejelasan struktur organisasi, kompetensi, dan strategi organisasi;
3) Proses organisasi atau pengelolaan organisasi;
4) Pengembangan jumlaah dan mutu sumberdaya;
5) Interaksi antar individu didalam organisasi;
6) Interaksi dengan entitas organisasi dengan pemangku kepentingan

(stakeholder) yang lain.


c. Pengembangan Kapasitas Sistem (Jejaring), yang meliputi
1) Pengembangan interaksi antar entitas (organisasi) dalam sistem yang

sama;
2) Pengembangan interaksi dengan entitas/organisasi di luar sistem.
2. Bina Usaha
Bina usaha menjadi suatu upaya penting dalam setiap pemberdayaan,

sebab, Bina Manusia yang tanpa memberikan dampak atau manfaat bagi

perbaikan kesejahteraan (ekonomi dan atau ekonomi) tidak akan laku, dan

bahkan menambah kekecewaan. Sebaliknya, hanya Bina Manusia yang

mampu dalam waktu dekat/cepat) memberikan dampak atau manfaat bagi


20

perbaikan kesejahteraan (ekonomi dan atau ekonomi) yang akan laku atau

memperoleh dukungan dalam bentuk partisipasi masyarakat.


Tentang hal ini Bina Usaha mencakup:
1) Pemilihan komoditas dan jenis usaha;
2) Studi kelayakan dan Perencanaan Bisnis;
3) Pembentukan Badan Usaha;
4) Perencanaan Investasi dan Penetapan sumber-sumber pembiayaan;
5) Pengelolaan SDM dan pengembangan karir;
6) Manajemen Produksi dan Operasi;
7) Manajemen Logistik dan Finansial;
8) Penelitian dan pengembangan;
9) Pengembangan dan pengelolaan Sistem Informasi Bisnis;
10) Pengembangan jejaring dan kemitraan;
11) Pengembangan Sarana dan Prasarana Pendukung.
3. Bina Lingkungan
Sejak dikembangkan mazhab pembangunan berkelanjutan (sustainable

develofment), isu lingkungan menjadi sangat penting. Hal ini terlihat pada

kewajiban dilakukannya AMDAL (analisis manfaat dan dampak

lingkungan) dalam setiap kegiatan investasi, Iso 1400 tentang keamanan

lingkungan, sertifikat ekolebel. Hal ini dinilai penting, karena kelestarian

lingkungan (fisik) akan sangat menentukan keberlanjutan kegiatan

investasi maupun operasi (utamanya yang terkait dengan tersedianya

bahan-baku). Selama ini, pengertian lingkungan, seringkali dimaknai

sekedar lingkungan fisik, utamanya yang menyangkut pelestarian sumber

daya alam dan lingkungan hidup.


Tetapi dalam praktek perlu didasari bahwa lingkungan sosial juga sangat

berpengaruh terhadap berkelanjutan bisnis dan kehidupan. Kesadaran

seperti itulah yang mendorong diterbitkannya Undang-undang No. 25

Tahun 2007 tentang penanaman modal dan Undang-undang No. 40 Tahun

2007 tentang Perseroan yang di penanam modal/perseroan. Di lingkungan

internasional, sejak 2007 telah ditetapkan SO 26000 tentang


21

penanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social responbility)

termasuk dalam tanggungjawab dengan upaya perbaikan kesejahteraan

masayarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan (areal kerja),

maupun yang mengalami dampak negatif yang di akibatkan oleh kegiatan

yang dilakukan oleh penanaman modal/perseroan. Sedang yang termasuk

tanggungjawab lingkungan, adalah kewajiban dipenuhinya segala

kewajiban yang ditetapkan dalam persyaratan investasi dan operasi yang

terkait dengan perlindungan, pelestarian, dan pemulihan

(rehabilitas/rekiamasi) sumberdaya alam dan lingkungan hidup.


4. Bina Kelembagaan
Di depan telah dikemukakan, bahwa tersedianya dan efektivitas

kelembagaan akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan Bina

Manusia, Bina Usaha, dan Bina Lingkungan. Pengertian tentang

kelembagaan. Sering kali dimaknai dalam arti sempitsebagai beragam

bentuk lembaga (kelompok, organisasi). Tetapi, kelembagaan sebenarnya

memiliki arti yang lebih luas.

Berdasarkan pendapat di atas maka bentuk pembinaan seperti bina

manusia, bina usaha, bina lingkungan dan bina kelembagaan.

2.2.7 Kegiatan Pemberdayaan

Wilson (Sumaryadi, 2004:54) mengemukakan bahwa kegiatan

pemberdayaan pada setiap individu dalam suatu organisasi, merupakan suatu

siklus kegiatan yang terdiri dari:


22

1. Menumbuhkan keinginan pada diri seseorang untuk berubah


memperbaiki, yang merupakan titik awal perlunya pemberrdayaaan.
Tanpa adanya keinginan untuk berubah dan memperbaiki, maka semua
upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan tidak akan
memperoleh perhatian, simpati, atau partisipasi masyarakat.
2. Menumbuhkan kemauan dan keberanian untuk melepaskan diri dan
kesenangan/kenikmatan dan atau hambatan-hambatan yang dirasakan,
untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti pemberdayaan demi
terwujudnya perubahan dan perbaikan yang diharapkan.
3. Mengembangkan kemauan untuk mengikuti atau mengambil bagian
dalam kegiatan pemberdayaan yang memberikan manfaat atau
perbaikan
4. Peningkatan peran atau partisipasi dalam kegiatan pemberdayaan telah
dirasakan manfaat/perbaikannya;
5. Peningkatan peran dan kesetiaan pada kegiatan pemberdayaan, yang
ditunjukan berkembangnya motivasi-motivasi untuk melakukan
perubahan;
6. Peningkatan efektivitas dan efisiensi kegiatan pemberdayaan;
7. Peningkatan kompetensi untuk melakukan perubahan melalui
pemanfaatan pemberdayaan baru.

Menurut Sumodiningrat (2004:41) menyatakan bahwa:

Pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai taerget


masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri,
meski dari jauh di jaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut
berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai
status, mandiri. Meskipun demikian dalam rangka menjaga kemandirian
tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi dan kemampuan
secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi.
Sebagaimana disampaikan dimuka bahwa proses belajar dalam rangka

pemberdayaan akan berlangsung secara bertahap. Teguh (2004:82-83), tahap-

tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi:

1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan


peduli sehingga merasa menumbuhkan peningkatan kapasitas diri.
2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan
keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar
sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.
23

3. Tahap peningkatan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga


terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk menghantarkan pada
kemandirian.

Selanjutnya Ambar (2004:91) menyatakan bahwa:

Pemberi daya akan memperoleh manfaat positif berupa peningkatan daya


apabila melakukan proses pemberdayaan terhadap pihak yang lemah. Oleh
karena itu keyakinan yang dimiliki oleh sudut pandang ini adanya penekanan
aspek generatif. Sudut panadang demikian ini popular dengan nama positive-
sum.
Berdasarkan pemberdayaan pendapat di atas, maka jelas tahapan-tahapan

dalam pelaksanaan pemberdayaan sebagaimana telah di sebutkan di atas, perlu

dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku, baik itu tahapan penyadaran

dan pembentukan perilaku, tahap transformasi kemampuan berupa wawasan

pengeahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan

keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran dan pembangunan dan tahap

peningkatan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif

dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.

2.2.8 Strategi Pemberdayaan

Kehidupan dan realitas dalam masyarakat sangat heterogen. Begitu pula

dalam masyarakat, keragaman karakter akan mempengaruhi terhadap agen

pemberdayaan dalam memilah dan memilih cara atau teknik pelaksanaan

pemberdayaan. Pemilihan cara/teknik ini tentu saja akan mempengaruhi terhadap

keberhasilan proses dan hasil dari kegiatan pemberdayaan tersebut. Dalam hal ini,

Dubois dan Miley (Suharto, 2005) dalam Anwas (2014:88-89) menjelaskan

empat cara dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, yaitu:


24

a. Membangun relasi pertolongan yang diwujudkan dalam bentuk


mrefleksikan respon rasa empati terhadap sasaran, menghargai pilihan dan
hak klien/sasaran untuk menentukan nasibnya sendiri, (selft determination),
menghargai perbedaan dan keunikan individu, serta menekankan kerjasama
klien (client partnerships).
b. Membangun komunikasi dalam bentuk: menghormati dan harga diri
klien/sasaran, mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien,
serta menjaga kerahasiaan yang dimiliki oleh klien/ sasaran.
c. Terlibat dalam pemecahan masalah yang dapat diwujudkan dalam bentuk:
memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek proses pemecahan
masalah, menghargai hak-hak klien, merangkai tantangan-tantangan sebagai
kesempatan belajar, serta melibatkan klien/ sasaran dalam membuat
keputusan dan kegiatan evaluasinya.
d. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial yang diwujudkan
dalam bentuk: ketaatan dalam kode etik profesi; keterlibatan dalam
pengembangan profesional, melakukan riset, dan kerumusan kebijakan;
penerjemahan kesulitan-kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik, serta
penghapusan segala bentuk diskriminasi dan ketidaksetaraan kesempatan.

Pengertian starategi pemberdayaan dikemukakan oleh Mardikanto

(2012:167) bahwa:

1. Strategi sebagai suatu rencana


Sebagai suatu rencana, strategi merupakan pedoman atau acuan yang
dijadikan landasan pelaksanaan kegiatan, demi tercapainya tujuan-tujuan
yang ditetapkan. Dalam hubungan ini, rumusan strategi senantiasa
memperhatikan kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman
eksternal yang dilakukan oleh (para) pesaingnya.
2. Strategi sebagai kegiatan
Sebagai suatu kegiatan, strategi merupakan upaya-upaya yang dilakukan
oleh setiap individu, organisasi, atau perusahaan untuk memenangkan
persaingan, pencapaian tujuan yang diharapkan atau telah ditetapkan.
3. Strategi sebagai suatu instrumen
Strategi suatu instrumen, strategi merupakan alat yang digunakan oleh
semua unsur pemimpin organisasi/perusahaan, terutama manajer puncak
sebagai pedoman sekaligus alat pengendali pelaksanaan kegiatan.
4. Strategi sebagai suatu sistem
Sebagai suatu sistem, strategi merupakan satu kesatuan rencana dan
tindakan-tindakan yang komprehensif dan terpadu, yang di arahkan untuk
menghadapi tantangan-tantangan guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
5. Strategi sebagai pola pikir
Sebagai pola pikir, strategi merupakan suatu tindakan yang dilandasi oleh
wawasan yang luas tentang keadaan internal maupun eksternal untuk
25

rentang waktu yang tidak pendek, serta kemampuan pengambilan keputusan


untuk memilih alternatif-alternatif terbaik yang dapat dilakukan dengan
memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkkan peluang-
peluang yang ada, yang dibarengi dengan upaya-upaya untuk “menutup”
kelemahan-kelemahan guna mengantisipasi atau meminimumkan ancaman-
ancamannya.

Di pihak lain, mengacu kepada Korten dalam Sumaryadi (2011:254)

mengemukakan adanya lima generasi startegi pemberdayaan, yaitu:

1. Generasi yang mengutamakan relief and welfare, yaitu strategi yang lebih
mengutamakan pada kekurangan dan kebutuhan setiap individu
masyarakat, seperti: sandang, pangan, perumahan, kesehatan, pendidikan.
2. Strategy community development atau small scale reliant local velopment,
yang lebih mengutamakan pada kesehatan, penerapan kronologi tepat
guna, dan pembangunan infrastruktur. Menurutnya, strategi tidak mungkin
dilakukan dengan pendekatan pembangunan dari atas (top approach),
tetapi harus dilakukan pendekatan dari bawah (bottom-approach).
3. Generasi sustainable system development, yang lebih mengharapkan
terjadinya perubahan pada tingkat regional dan nasional.
Dalam hubungan ini (Mardikanto, 2004:61) menyimpulkan bahwa apapun

strategi pemberdayaan masyarakat yang akan dilakukan, harus memperhatikan

upaya-upaya:

1. Membangun komitmen untuk mendapatkan dukungan kebijakan, sosial dan


finansial dan berbagai pihak terkait;
2. Meningkatkan keberdayaan masyarakat;
3. Melengkapi sarana dan prasarana kerja para fasilitator;
4. Memobilisasi dan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di
masyarakat.

Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, kartasasmita (1997:78)

mengemukakan bahwa:

Pentingnya percepatan perubahan struktural (structural adjustment atau


structural transformation), yang meliputi proses perubahan dan ekonomi
tradisional ke ekonomi modern. Perubahan struktural serupa ini mensyaratkan
26

langkah-langkah mendasar yang meliputi pengalokasian sumber daya,


penguatan kelembagaan, serta pemberdayaan sumber daya manusia.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa strategi

dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan cara menyusun

instrumen pengumpulan data. Dalam kegiatan ini informasi yang diperlukan dapat

berupa hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, referensi

yang ada, dan hasil temuan dan pengamatan lapangan, pembangunan pemahaman,

komitmen untuk mendorong kemandirian individu, keluarga dan masyarakat, dan

mempersiapkan sistem informasi, mengembangkan system analisis inventarisasi,

monitoring dan evaluasi pemberdayaan individu, keluarga dan masyarakat.

2.3 Pemerintah Desa

2.6.1 Pengertian Pemerintah Desa

Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 2014 tentang

Desa pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa: “Pemerintah Desa adalah Kepala Desa

atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahan Desa”.

Menurut Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa

adalah sebagai berikut:

Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
27

berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Widjaja, (2003:3) sehubungan dengan Pemerintah Desa,, dapat

diketahui bahwa:

Pemerintahan Desa adalah sekelompok orang dan lembaga yang membuat


dan menjalankan undang-undang pada tingkat Desa, dengan tujuan
mendekatkan pelayanan publik kepada penerimanya dikalangan masyarakat
lokal. Dalam hal ini, penyelenggaraan Pemerintah Desa merupakan subsistem
dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga Desa memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.

Dari penjelasan diatas maka disimpulkan bahwa Pemerintahan Desa adalah

sebuah lembaga yang mempunyai peran penting dalam pelaksanaan

Pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan Desa. Dan pemerintahan Desa

juga untuk memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat yang memerlukan

bantuan.

2.3.2 Pengertian Perangkat Desa

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2014 tentang

Desa Pasal 49 ayat 1 menyatakan bahwa: “Perangkat Desa adalah yang membantu

Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya”.

2.3.3 Unsur-unsur Perangkat Desa

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2014 tentang

Desa Pasal 48 menyatakan bahwa Perangkat Desa terdiri dari:

1. Seketaris Desa
28

Seketaris Desa merupakan unsur atau staf yang membantu kepala Desa.
Yang berarti Seketaris Desa adalah orang kedua setelah kepala Desa.
seketaris Desa bertugas pada bidang administrasi dan pelayanan umum.
Contohnya kegiatan surat menyurat, kegiatan kearsipan, kegiatan membuat
laporan.
2. Kepala Dusun
Kepala Dusun berkedudukan sebagai unsur pelaksana tugas kepala Desa
dalam wilayah kerjanya. Adapun fungsi dan tugasnya melaksanakan
kegiatan pemerintahan diwilayah kerjanya serta melaksanakan
kebijaksanaan dan keputusan kepala Desa.
3. Kepala Urusan
Penetapan kepala urusan sesuai kebutuhan masing-masing Desa, misalnya
ada kepala urusan pemerintahan, kepala urusan pembangunan, kepala
urusan keuangan, kepala urusan pemasyarakatan, dan lain sebagainya.
Kedudukan guru sebagai pembantu seketaris Desa dalam memberikan
pelayanan ketatausahaan atau kearsipan kepada kepala Desa. Fungsi dan
tugas pokoknya melaksanakan ketatausahaan serta melaksanakan
pencatatan, pengumpulan dan pengolahan data yang menyangkut bidang
tugasnya masing-masing.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang di pakai adalah metode deskriptif. Penelitian

deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah

yang ada sekarang berdasarkan data-data. Pendekatan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif

menurut Moleong, (2007:6) bahwa “Penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
29

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah”.

Selanjutnya Sukmadinata, (2005:60) menyatakan bahwa “Penelitian kualitatif

(qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk

mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap,

kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok”.

Penelitian deskriftip mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta

tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk

tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan, serta proses-proses

yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mempertegas permasalahan sehingga diketahui

cara pemecahan masalahnya. Dalam hal ini masalahnya sudah jelas, akan tetapi

langkah yang terpenting adalah penegasan konsep-konsep yang relevan. Jenis

penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu memberikan gambaran tentang

pemberdayaan masyarakat petani pepaya california oleh Perangkat Desa

Langensari Kecamatan Langensari Kota Banjar.

3.2 Fokus Penelitian

Fokus Kajian dalam penelitian ini yaitu pemberdayaan masyarakat petani

pepaya california oleh Perangkat Desa Langensari Kecamatan Langensari Kota

Banjar.

Subvariabel ini yaitu pemberdayaan masyarakat melalui bina usaha dari

Mardikanto dan Soebianto (2017:225) adalah sebagai berikut:


30

1. Peningkatan pengetahuan teknis, utamanya untuk meningkatkan

produktivitas, perbaikan mutu hidup dan nilai tambah produk, dengan

indikator:

a. Adanya pendidikan pelatihan bagi petani pepaya california

b. Adanya sosialisasi alternatif pengolahan pepaya california

c. Adanya usaha peningkatan produk pepaya california

2. Perbaikan manajemen untuk meningkatkan efesiensi usaha, dan

pengembangan jejaring kemitraan, dengan indikator:

a. Adanya bantuan atau pemberian modal usaha

b. Adanya pengembangan jejaring kemitraan pepaya california

3. Pengembangan jiwa kewirausahaan terkait dengan optimasi peluang bisnis

yang berbasis dan didukung oleh keunggulan lokal, dengan indikator:

a. Adanya pengembangan jiwa kewirausahaan petani pepaya california

b. Adanya pengembangan peluang bisnis melalui keunggulan lokal

4. Peningkatan aksesbilitas terhadap modal, pasar, dan informasi, dengan

indikator:

a. Adanya peningkatan modal

b. Adanya peningkatan akses pemasaran pepaya california, melalui promosi

yang dilakukan oleh Perangkat Desa

c. Adanya pemberian informasi mengenai harga pasar kepada petani pepaya

california

5. Advokasi kebijakan yang berpihak kepada pengembangan ekonomi rakyat,

dengan indikator:
31

a. Adanya kebijakan penetapan harga pepaya

b. Adanya peraturan yang mengatur tentang kualitas produk pepaya

california

c. Adanya peran asosiasi petani pepaya california dalam pemberdayaan

3.3 Data dan Sumber Data

3.3.1 Data

Data dalam penelitian kualitatif merupakan informasi atau penjelasan

mengenai proses secara kronologi yang memberikan mengenai penjelasan

mengenai objek yang sedang diteliti Silalahi (2012:280) mengemukakan bahwa

istilah data merujuk pada ukuran atau observasi aktual tentang hasil dari suatu

unvestigasi survey, atau hasil observasi yang dicatat dan dikumpulkan, baik dalam

bentuk angka ataupun jumlah dan bentuk kata-kata atau gambar, disebut data. Jadi

data dalam penelitian ini adalah Pemberdayaan masyarakat dengan jumlah

informan yaitu Kepala Desa Langensari, Perangkat Desa Langensari, Masyarakat

petani pepaya california.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi

tentang masalah penelitian. Menurut Moleong (2007:157) Sumber data utama

dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain-lain”.


32

Dengan demikian data dalam penelitian ini yaitu data mengenai

Pemberdayaan masyarakat petani pepaya california oleh Perangkat Desa

Langensari Kecamatan Langensari Kota Banjar.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer

dan sumber data sekunder. Menurut Ibrahim (2015:69) menyatakan bahwa :

1) Data primer

Data primer yaitu data yang dapat memberikan informasi, fakta dan

gambaran peristiwa yang diinginkan dalam penelitian.

Dalam penelitian ini data primer diperoleh langsung dari Kepala Desa,

Perangkat Desa dan masyarakat Desa Langensari yang dilakukan melalui

observasi dan wawancara.

Adapun sumber data primer yang dipakai oleh peneliti adalah :

1. informan

Moleong (2007:132) menyatakan bahwa : “Informan adalah orang yang

dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar

penelitian”. Informan dalam penelitian adalah orang atau pelaku yang benar-benar

tahu dan menguasai masalah, serta terlibat langsung dengan masalah penelitian.

Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, maka peneliti sangat erat

kaitanya dengan faktor-faktor kontekstual, jadi dalam hal ini sampling dijaring

sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber. Teknik sampling yang

digunakan oleh peneliti adalah purposive sample. Menurut Sugiyono (2013:85)

menyatakan bahwa : “Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu”.
33

Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah

berdasarkan pada asas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data, dan

bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat. Informan yang bertindak

sebagai sumber data dan informasi harus memenuhi syarat yang akan menjadi

informan narasumber. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah :

 Kepala Desa

 Perangkat Desa sebanyak 2 orang

 Masyarakat petani pepaya california 3 orang

Dengan demikian jumlah informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 6

orang di Desa Langensari Kecamatan Langensari Kota Banjar yang dilakukan

melalui observasi dan wawancara.

2) Data sekunder

Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur yang relevan

dengan judul penelitian seperti buku-buku, artikel, makalah, peraturan-peraturan,

struktur organisasi, dan lain-lain yang memiliki relevansi dengan masalah yang

diteliti.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk pendekatan penelitian kualitatif dan sumber data yang

akan digunakan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan

analisis dokumen, observasi dan wawancara. Untuk mengumpulkan data dalam


34

kegiatan penelitian diperlukan cara-cara atau teknik pengumpulan data tertentu,

sehingga proses penelitian dapat berjalan lancar.

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

penelitian kualitatif pada umumnya menggunakan teknik observasi, wawancara,

dan studi dokumenter, atas dasar konsep tersebut, maka ketiga teknik

pengumpulan data diatas digunakan dalam penelitian ini :

1. Studi Kepustakaan (literature study)

Studi Kepustakaan (literature study) yaitu cara yang digunakan untuk

mengambil data-data sekunder dan teori-teori yang diperoleh dari bahan-bahan

tertulis baik berupa buku-buku literatur, catatan-catatan kuliah, artikel-artikel,

makalah-makalah atau dokumen yang berupa pedoman-pedoman serta peraturan-

peraturan atau keputusan-keputusan pemerintah yang ada hubunganya dengan

penelitian.

2. Studi Lapangan

Studi Lapangan yaitu mengadakan penelitian langsung ke lokasi penelitian,

yakni di Desa Langensari Kecamatan Langensari Kota Banjar dengan teknik

pengumpulan datanya sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi yaitu pengumpulan data dengan pengamatan langsung ke lokasi

penelitian, dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis,

logis dan rasional mengenai fenomena-fenomena yang diteliti. Dalam penelitian

ini teknik observasi digunakan untuk memperkuat data, terutama pelaksanaan

pemanfaatan potensi desa. Dengan demikian hasil observasi ini sekaligus untuk
35

mengkonfirmasikan data yang telah terkumpul melalui wawancara dengan

kenyataan yang sebenarnya. Observasi ini digunakan untuk mengamati secara

langsung dan tidak langsung tentang pemberdayaan masyarakat petani pepaya

california di Desa Langensari Kecamatan Langensari Kota Banjar.

b. Wawancara (interview)

Wawancara yaitu mengumpulakan data dengan melakukan tanya jawab

secara langsung mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah yang

diteliti dengan responden. Sugiyono (2013:231) menyatakan bahwa:

“Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti

akan melaksanakan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang

harus diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang

lebih mendalam”.

Dalam penelitian ini wawancara dipergunakan untuk mengadakan

komunikasi dengan pihak-pihak terkait atau subjek penelitian, antara lain Kepala

Desa Langensari beserta Perangkat Desa Langensari dan masyarakat dalam

rangka memperoleh penjelasan atau informasi tentang hal-hal terkait dengan fokus

kajian dalam penelitian ini.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara

mempelajari dokumen untuk mendapatkan data atau informasi yang berhubungan

dengan masalah yang diteliti. Studi dokumentasi dalam penelitian ini adalah

dengan meminta data-data dari pihak pemerintah Desa Langensari. Misalnya saja,

mengenai keadaan penduduk, keadaan sumber daya alam dan lain-lainnya. Hal ini
36

dilakukan agar informasi yang didapatkan benar-benar bersumber dari objek yang

dijadikan sebagai tempat penelitian. Teknik dokumentasipun dilakukan dalam

bentuk memotret semua kejadian yang berlangsung selama peneliti melakukan

kegiatan penelitian.

3.5 Teknik Pengolahan / Analisis Data

Sesuai dengan tipe penelitian, yaitu deskriptif, maka setelah data yang

terkumpul, proses selanjutnya adalah menyederhanakan data yang diperoleh ke

dalam bentuk yang mudah dibaca, dipahami dan diinterpretasi yang pada

hakekatnya merupakan upaya peneliti untuk mencari jawaban atas permasalahan

yang telah dirumuskan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa secara

kualitatif, artinya dari data yang diperoleh dilakukan pemaparan serta interpretasi

secara mendalam. Data yang ada, dianalisa serinci mungkin sehingga diharapkan

dapat diperoleh kesimpulan yang memadai yang bisa digeneralisasikan.

Teknik analisa yang digunakan adalah dengan menggunakan model

interaktif. Dalam model analisa ini terdapat 3 komponen analisa, yaitu : reduksi

data, penyajian data dan penarikan kesimpulan menurut Miles dan Huberman,

dalam (Prof. Dr. Sugiyono 2013:246) yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1. Reduksi data

yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian serta penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-

catatan tertulis dilapangan. Reeduksi data dilakuan peneliti dengan cara


37

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu,

dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga

kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi oleh

peneliti.

2. Penyajian data

Dalam penyajian data peneliti mengumpulkan informasi yang tersusun

yang memberikan dasar pijakan kepada peneliti untuk melakukan suatu

pembahasan dan pengambilan kesimpulan. Penyajian ini, kemudian untuk

menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang terpadu

sehingga mudah diamati apa yang sedang terjadi kemudian menentukan

penarikan kesimpulan secara benar. Penyajian data tidak terpisahkan dari

analisis justru penyajian data akan menentukan suatu anaalisa.

3. Menarik kesimpulan/verifikasi

Penarikan kesimpulan adalah suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh.

Kesimpulan juga diverifikasi oleh peneliti selama penelitian berlangsung.

Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam

pemikiran peneliti, suatu tinjauan ulang pada catatan lapangan atau

mungkin menjadi bagian seksama dan makan tenaga dengan peninjauan

kembali atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan

suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.

3.6 Lokasi dan Jadwal Penelitian


38

Penelitian ini akan ditempuh selama enam bulan, yaitu mulai dari bulan

Februari 2019 sampai dengan bulan Juli 2019. Adapun tempat penelitian

dilaksanakan di Desa Langensari Kecamatan Langensari Kota Banjar. Untuk lebih

jelasnya mengenai jadwal penelitian ini berikut agenda kegiatan dan alokasi

waktunya dapat dilihat pada tabel berikut.

TABEL 3.1
Agenda dan Waktu Penelitian

ALOKASI WAKTU
AGENDA
Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags
Penjajagan

Studi Kepustakaan

Seminar dan Out Line

Penelitian

Penyusunan Skripsi
dan Bimbingan Skripsi

Sidang Skripsi
39

Anda mungkin juga menyukai