Anda di halaman 1dari 23

Etika bisnis, tanggung jawab sosial perusahaan, dan tata kelola perusahaan: tinjauan

dan ringkasan kritik

John Donaldson*

Irene Fafaliou*

Abstrak**

Keberhasilan bisnis modern jelas menjanjikan, akan tetapi baru-baru ini ada banyak
kepedulian dalam literasi bisnis dan masyarakat dan dalam pers umum tentang apakah bisnis
memenuhi peran sosialnya secara bertanggung jawab. Etika bisnis, tanggung jawab sosial
perusahaan, dan gerakan tata kelola perusahaan telah dikembangkan dalam beberapa dekade
terakhir sebagai respons terhadap meningkatnya rasa bersalah perusahaan. Makalah ini
mencoba menjelaskan mengapa ketiga gerakan tersebut tampaknya belum menghasilkan
sedikit bentuk resep yang dapat diterima secara luas untuk perbaikan perilaku bisnis hingga
kepuasan “konstituen” bisnis, yaitu para pemangku kepentingan utama. Tanpa menyangkal
kegunaan dari salah satu dari ketiga gerakan itu, makalah ini menunjukkan adanya kelemahan
di ketiganya, terutama menyangkut cara mereka membayangkan operasi bisnis modern. Untuk
pluralisme bisnis akhir ini, kode praktik responsif dan pemeriksaan ulang asumsi (kondisi)
operasi bisnis dapat membantu.

Kata kunci: Etika bisnis; Tanggung jawab sosial perusahaan; Tata kelola perusahaan; Ideologi
Bisnis; Perilaku bisnis; Pluralisme Bisnis; Kode Praktek yang Responsif; Ketentuan Bisnis

Klasifikasi JEL: M 140, D 210, G 340, L 000

1. Keberhasilan bisnis dan kritiknya - masalah dalam konteks


Dalam literasi bisnis terdapat topik utama yang membahas kekuatan bisnis dan mencari
formula untuk sukses. Topik ini dimanifestasikan dalam tradisi Manajemen Ilmiah yang
berasal dari karya Frederic Taylor pada awal abad kedua puluh (Taylor, 1911) dan berlanjut
melalui studi Hubungan Manusia Elton Mayo yang berusaha menemukan pertumbuhan dengan
menjaga “dimensi manusia” (Roethlisberger) dan Dickson, 1939). Tradisi ini dikembangkan
lebih lanjut setelah dipublikasi oleh Peters dan Waterman (1982) dari buku mereka In Search

*
Universitas Leicester, Pusat Manajemen, Leicester, Inggris.
*
Universitas Piraeus, Departemen Ekonomi, Piraeus, GR.
**
Kami berterima kasih atas komentar yang membantu dari para penilai.
of Excellence, dan oleh Goldsmith dan Clutterbuck (1985) di The Winning Streak dan oleh
gerakan untuk rekayasa ulang proses bisnis (Hammer & Champny, 2001).
Sebaliknya, diskusi paralel selalu ada untuk membahas pertumbuhan dalam sistem
(organisasi wajib atau sukarela) yang dibentuk untuk mengatur bisnis internasional dan
nasional, dan tentu saja, untuk melindungi konsumen dari beberapa efek dari perilaku bisnis
yang tidak layak. Di Amerika Serikat, undang-undang antimonopoli telah ada, misalnya dalam
undang-undang Anti-Trust dari tahun 1880-an. Lobi konsumen telah berhasil
mengkampanyekan tentang keamanan mobil dan banyak masalah lainnya.
Namun, aktivitas bisnis juga telah mengangkat berbagai pandangan kritis yang
diungkapkan sebagian besar di media komunikasi. Kehadiran kritik terhadap aktivitas bisnis
bukanlah fenomena baru. Secara khusus, aktivitas bisnis oleh perusahaan besar selalu
menghadapi kritik. Beberapa kritik bersifat internal1, tetapi kritik lainnya diperluas dengan cara
bisnis besar berperilaku terhadap bisnis kecil dan mendominasi konsumen, misalnya pemasok
dan pasar tenaga kerja2. Beberapa masalah ini telah memunculkan legislasi dan badan pengatur
yang dirancang untuk memperbaiki masalah atau ekses tertentu yang telah diidentifikasi.
Publikasi Standar Perburuhan Organisasi Perburuhan Internasional pada 1920-an dihasilkan
dari laporan pelanggaran serta dari gangguan ekonomi setelah Perang Dunia Pertama. Standar-
standar ini sering tampak dihindari secara sistematis dan kronis di banyak daerah.
Menyusul kritik ini, tiga gerakan telah muncul di Amerika dan Eropa dalam beberapa
dekade terakhir yang tampaknya menawarkan cara untuk mengurangi penyalahgunaan
perusahaan. Mereka memiliki banyak kesamaan, terlepas dari asal usul dan penekanan yang
berbeda. Mereka adalah: etika bisnis, tanggung jawab sosial perusahaan dan tata kelola
perusahaan.

1
Pada awal abad kedua puluh, Manajemen Ilmiah yang digagas Frederick Taylor adalah
sebuah kritik terhadap praktik manajemen saat itu yang tidak efisien. Ahli teori hubungan
manusia seperti Herzberg dan MacGregor, mengklasifikasikan pendidikan manajemen, bisnis
dan manajemen yang dikritik sebagai materi tidak mampu untuk memberikan “pelepasan
produktivitas” karena persoalan perilaku. Penasihat ekonomi modern pun mendesak bidang
bisnis untuk berjuang untuk mencapai “manfaat kompetitif” dan “keunggulan” (Contohnya
dapat dilihat pada Peters & Waterman Jr., 1982).
2
Untuk diskusi terkini tentang keuntungan dan kerugian dari sistem bisnis modern, dapat
dilihat pada Davis & Donaldson (1998), Bab 5, dan Naomi Klein (2000).
Tujuan dari makalah ini ialah:
i) untuk meninjau ketiga gerakan ini dalam pengawasan literasi yang membahas ketiga
gerakan, dan dalam pengawasan masalah-masalah yang coba diselesaikan ketiganya;
ii) untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan ketiganya;
iii) untuk memberikan ringkasan kritik berdasarkan gagasan bisnis sebagai ideologi yang
dapat mengambil manfaat dari pengenalan konsepsi yang lebih pluralistik mengenai
peran bisnis dan manajemen;
iv) untuk menjelaskan mengapa ketiga gerakan tampaknya belum menghasilkan sedikit
dalam bentuk resep yang diterima secara luas untuk peningkatan perilaku bisnis hingga
kepuasan “konstituen” bisnis, yaitu para pemangku kepentingan utama.
2. Munculnya etika bisnis, tanggung jawab sosial perusahaan & tata kelola
perusahaan
Seperti yang disebutkan di awal makalah ini, baru-baru ini, yaitu dalam dua puluh tahun
terakhir, gagasan bahwa bisnis juga memiliki kewajiban kepada masyarakat yang lebih luas
telah menarik perhatian. Hal ini telah dimanifestasikan dalam gerakan etika bisnis (sekarang
terorganisir dengan baik dan diartikulasikan), dalam gerakan tanggung jawab sosial
perusahaan, dan dalam gerakan tata kelola perusahaan. Dalam konteks tersebut, konsep-konsep
seperti pemangku kepentingan dan kode praktik telah, dan sedang dikembangkan. Ketiga
gerakan ini sekarang dapat diperiksa dalam pengawasan literasi yang membahas ketiganya, dan
dalam pengawasan masalah yang dapat diatasi ketiganya untuk mengidentifikasi persamaan
dan perbedaan mereka.
2.1. Etika bisnis
Etika bisnis sebagai cara yang dengan kesadaran sendiri (sukarela) dalam memandang
bisnis telah menunjukkan pertumbuhan besar sejak 1980-an. Secara khusus, di AS pada tahun
1970-an, kekhawatiran disuarakan terkait dengan beberapa perkembangan:

 meningkatnya biaya litigasi yang melibatkan arsitek, akuntan, dan pengacara 3

3
Contoh dapat dilihat pada kasus General Dynamics, pada pertengahan 80-an yang
menciptakan kantor etika perusahaan pertama untuk mengantisipasi penyelidikan pemerintah
pada penipuan harga. Meskipun hingga akhir 1980-an inisiatif seperti itu dibatasi dalam
industri pertahanan yang pada waktu itu menghadapi hukuman yang berat dan pada tahun 1991,
fakta bahwa hakim federal di AS diberdayakan untuk meningkatkan denda dalam kasus-kasus
 diskriminasi positif
 keamanan produk (mis. kampanye Ralph Nader tentang keselamatan berkendara)
 skandal “Watergate”
 pemogokan sektor publik
 masalah lingkungan (mis. Undang-Undang Kebijakan Perlindungan Lingkungan, 1969)
 masalah “Whistleblower”4
 suap perusahaan pada pejabat asing 5

yang melibatkan perusahaan yang kehilangan atau tidak memiliki aturan untuk
mempromosikan perilaku etis sehingga menciptakan insentif serupa untuk semua industri.
4
Ini adalah cara alternatif (walaupun kontroversial) untuk mendorong bisnis yang sesuai
dengan kode etik dan harapan perusahaan. Whistleblower (Pelapor/Pengadu) merupakan
karyawan yang tidak dapat menyelesaikan masalah dengan majikannya yang dapat
melaporkannya sebagai perilaku yang tidak etis di pihak pemberi kerja. Perlu dicatat bahwa di
AS, undang-undang biasanya tidak mengizinkan pengusaha untuk mendiskriminasi atau
mendisiplinkan pelapor. Sebuah kasus terkenal yang dibawa oleh whistleblower ialah
“Mitsubishi Motor Manufacturing of America Inc.”, yang ditegakkan oleh hukum untuk
membayar $ 34 juta dalam penyelesaian pelecehan seksual (lihat Miller, 1998, 12 Juni, The
Wall Street Journal, hal. B4). Di Inggris, Undang-Undang Pengungkapan Kepentingan Publik
(1998) memberikan beberapa dukungan terbatas untuk pelapor. Perbedaan kadang-kadang
dibuat antara whistleblower internal (dianggap berpotensi bermanfaat bagi organisasi) dan
whistleblower eksternal (berpotensi berbahaya bagi organisasi). Tentang ini, lihat Dunfee
(1990).
5
Secara khusus, di AS, perusahaan-perusahaan telah terikat oleh Undang-Undang Praktik
Korupsi Asing sejak tahun 1977. Sekarang semua negara OECD telah memiliki kesepakatan
bersama untuk mengakhiri penyuapan dan korupsi. Indeks Persepsi Korupsi Internasional
Transparansi (termasuk suap) baru-baru ini telah dibentuk. CPI menyajikan daftar “sepuluh
Negara dengan paling sedikit dan paling korup”. Skor indeks 10,0 berarti benar-benar bebas
dari korupsi sedangkan 0,0 berarti negara yang sepenuhnya melakukan praktik korupsi. Pada
tahun 2000, sembilan puluh negara dipelajari dan AS memiliki IPK 7,8 dan peringkat 14 di
antara 90 negara yang diteliti. Untuk detail lebih lanjut, lihat
www.transparency.de/documents/cpi/2000/cpi2000.html.
 bencana transportasi (mis. meledaknya pesawat ruang angkasa Challenger pada tahun
1986)
 meledaknya pabrik (mis. di Bhopal, India, 19846; Seveso, Italia, 1976)

Salah satu konsekuensi dari kejadian seperti ini – biasanya tidak disengaja -
perkembangan dalam bisnis7 adalah permintaan untuk pembentukan kode formal praktik
bisnis. Pertumbuhan kode etik perusahaan dan pejabat etika perusahaan yang dengan demikian
didorong sebagian oleh fakta bahwa perusahaan8 yang didenda beberapa juta dolar dapat
mengharapkan potongan hingga 95% jika memiliki kode dan prosedur demikian (Hagar, 1991,
Vogel, 1992). Saat ini sekitar 90 persen perusahaan-perusahaan yang tercatat pada Fortune 500
memiliki kode praktik perusahaan dan banyak perusahaan memberikan pedoman pada
karyawan mereka untuk pengambilan keputusan yang etis melalui situs web perusahaan 9.
Namun, Etika Bisnis terlambat berkembang di Eropa. Sekarang, meskipun ada
perbedaan besar antara Utara dan Selatan, banyak sekolah bisnis Eropa10 dan kebanyakan orang
Amerika menjalankan program etika bisnis. Baru-baru ini, terdapat fitur reguler di London
Times yaitu penilaian “ekspresi etis” perusahaan yang diprofilkan, pada skala 1 sampai 10.
Perlu dicatat bahwa telah ada Jaringan Etika Bisnis Eropa sejak 1987, dan konferensi etika

6
Pada tahun 1984, sebuah ledakan di pabrik Union Carbide di India menewaskan sedikitnya
8.000 orang.
7
Literasinya memberikan beragam studi kasus di mana operasi bisnis menyebabkan sejumlah
sanksi bagi para pebisnis, yaitu moneter, pidana, atau bentuk sanksi lainnya. Lihat, misalnya,
Jennings (1996) untuk penjabaran luas, sanksi yang dijatuhkan oleh pengadilan India kepada
Union Carbide yang beroperasi di Bhopal.
8
Meskipun terjadi pada sekitar satu dekade yang lalu, petugas etika perusahaan hampir tidak
ada - pada tahun 1992 Asosiasi Pejabat Etika memiliki dua belas anggota - sekarang mereka
telah menjadi bagian yang sangat diperlukan terutama dari organisasi birokrasi besar. Asosiasi
Pejabat Etika sekarang memiliki 650 anggota (The Economist 22-28 April 2000).
9
Untuk contohnya dapa dilihat pada kasus perusahaan telekomunikasi Kanada “Nortel” di situs
Web: www.nortel.com/cool/ethics/decision7.html.
10
Untuk basis data Universitas dan Sekolah Bisnis yang menawarkan program yang
berintegrasi ke dalam konten etika kurikulum bisnis tradisional mereka, lihat pada
www.csreurope.org dan www.copenhagencentre.org.
dihadiri oleh perwakilan perusahaan dari “yang besar dan yang baik”.
Beberapa perusahaan (mis. “Bank Koperasi Inggris”, “Beauty without Cruelty”, “The
Body Shop”) telah menjadikan sikap etis mereka sebagai alat pemasaran utama. Beberapa
contoh, mungkin alat pemasaran yang berhasil digunakan, adalah 11:

 “Boots Healthcare International” yang menekankan “menjaga integritas etika organisasi


dengan mengembangkan tenaga kerja yang berbagi nilai-nilai perusahaan”. Menurut
kampanye Boots, “etika” harus dipertimbangkan dalam setiap keputusan.
 “The Body Shop” berfokus pada “memutuskan bagaimana Anda akan mengukur kinerja
etis Anda”, menunjukkan niatnya yang tinggi.
 “The Co-operative Wholesale Society” secara aktif berupaya mengidentifikasi perhatian
pelanggan dan rantai ritelnya.
 “Out of This World” berusaha menyeimbangkan “pertimbangan etis dengan nilai terbaik”.
2.1.1. Sifat etika bisnis
Tidak ada konsensus tentang sifat etika bisnis. Bahkan literasi bisnis dan masyarakat
menunjukkan perbedaan pendapat yang signifikan12. Penentang etika bisnis menganggap
bahwa mereka memiliki alasan yang cukup untuk menolaknya. Beberapa pandangan tipikal
mereka adalah:
- “Etika dan bisnis jangan campur aduk - bisnis itu teknis, bukan masalah etis” 13
- “Naif untuk berpikir bahwa bisnis akan membiarkan etika menghalangi keuntungan” 14
- “Tidak ada perusahaan yang etis, karena mereka semua melanggar aturan etika dari waktu
ke waktu”15

11
Contoh-contoh telah diambil dari pilihan perspektif dari Konferensi 1995 di London: The
Ethical Customer.
12
Contohnya dapat dilihat pada Wood & Jones (1994)
13
Contohnya dapat dilihat pada Ullman (1985)
14
Contohnya dapat dilihat pada Milton Friedman (1962), yang dalam karya pionirnya
Capitalism and Freedom (hal.133) yang mengungkapkan pandangan yang lebih sempit (dan
skeptis) tentang etika bisnis.
15
Contohnya dapat dilihat pada De George (1986), hlm. 3ff untuk karakterisasi dan bantahan
dari pandangan ini.
Penting pada tahap ini untuk mencatat bahwa bisnis didorong oleh nilai-nilai. Tidak
semua nilai etis dalam arti menjalankan tugas, seperti keadilan, atau kejujuran, atau kewajiban
untuk menghormati janji atau kontrak. Beberapa nilai bersifat teknis, menunjukkan operasi
bisnis yang terampil. Yang lain berhati-hati dalam mengungkapkan kebutuhan untuk
menghindari akibat yang tidak diinginkan atau sanksi hukum. Beberapa advokat etika bisnis
sebagai suatu disiplin ilmu dapat dianggap menganjurkan cara-cara yang “lebih baik” untuk
mendorong atau menegakkan standar konvensional. Mereka bahkan dapat mengusulkan nilai
atau praktik baru. Para advokat ini mampu, secara logis, mengevaluasi operasi bisnis dalam
istilah-istilah ini. Standar-standar itu sendiri mampu dianalisis dalam hal prinsip-prinsip etika
keadilan, kejujuran, atau menjaga janji (misalnya). Standar dan aplikasinya mampu dianalisis
dalam hal konsistensi, kejelasan, dan banyak hal lainnya. Melakukannya berarti melakukan
etika bisnis. Dengan demikian, segala yang dilakukan bisnis adalah relevan secara etis. Bisnis
tidak dapat lagi lepas dari memiliki etika daripada dapat menghindari memiliki struktur atau
reputasi.

Dapat ditambahkan lebih lanjut bahwa 16:

- “Kasus melawan monopoli selalu merupakan kasus etis (‘kasus ini mendistorsi pasar’, dan
merupakan praktik yang tidak adil dalam menahan perdagangan)”. “Eksekutif bisnis atas
biasanya mengklaim bahwa 'integritas' (konsep etis) sangat penting untuk kesuksesan bisnis”
(dan 'kesuksesan' adalah konsep nilai, seperti halnya 'kedaulatan konsumen').

- “Politisi memberlakukan hukum yang mengatur bisnis berdasarkan kebijakan mereka, yang
memiliki ideologi etis yang kuat, sehingga respons bisnis harus membahas bahasa yang sama
dengan praktik yang baik dan benar”

- “Bahwa perusahaan yang melanggar hukum, seperti yang dilakukan banyak orang, tidak
menjadikannya ilegal. Demikian pula, perusahaan yang melanggar aturan etika tidak
menjadikannya sepenuhnya bebas dari etika atau membuat etika tidak relevan”.
Bahkan geng kriminal memiliki kode etik. Kode etik yang saling bertentangan dapat hidup
berdampingan dalam komunitas yang sama, tetapi beberapa mendominasi yang lain
(Donaldson, 2001).

2.1.2. Perdebatan Etika Bisnis


Penanganan sistematis nilai-nilai dari berbagai jenis, sikap terhadap etika bisnis, etika

16
Dapat dilihat pada Donaldson (2001), h. 629.
dan moral dan perbedaannya ialah semua masalah yang diangkat dalam konteks perdebatan
etika bisnis.
Para penulis makalah ini mengusulkan bahwa etika bisnis memiliki dua makna atau
interpretasi yang berbeda yang dapat disebut “Etika 1” dan “Etika 2”. Hal ini tidak sering
diungkapkan secara eksplisit dan mungkin tidak selalu diakui. “Etika 1” menyangkut etika
konvensional. Pertanyaan inti terkait dengan ini adalah apakah perusahaan atau individu
bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang dominan dalam budaya di mana mereka tinggal. Jika
tidak, bagaimana mereka dapat dibujuk atau dipaksa untuk melakukannya?
“Etika 2” berhubungan dengan “etika evaluatif”. Pertanyaan-pertanyaan berikut
muncul pada saat ini: Apakah nilai-nilai dominan dapat dipertahankan? Atas dasar apa?
Dengan cara apa mereka harus berkembang? Apakah mereka perlu ditegakkan?

Masalah lainnya:
Beberapa masalah yang berkaitan dengan etika bisnis, hukum, dan peraturan dapat
dirangkum dalam tiga pendekatan berbeda 17, yaitu relativisme, subjektivisme, dan
objektivisme:

Relativisme adalah gagasan bahwa etika bergantung pada waktu dan tempat. Perspektif
utama dalam konteks relativisme adalah bahwa apa yang wajib di satu negara atau waktu dapat
dianggap tidak bermoral di negara lain (mis. suap, pasar bebas, monopoli, perbudakan;
hubungan kerja sewa-dan-api).

Subjektivisme berkaitan dengan gagasan bahwa nilai-nilai adalah masalah selera dan
preferensi individu.

Dalam Objektivisme, gagasan utama adalah bahwa setidaknya ada beberapa nilai yang
tidak bergantung pada waktu dan tempat atau keinginan individu. Nilai-nilai ini termasuk
menepati janji, mengatakan yang sebenarnya, berlaku baik dan tidak menyakiti serta
memperlakukan orang sebagaimana Anda ingin mereka memperlakukan Anda.

Masalah yang diangkat dalam pendekatan yang disebutkan di atas telah menjadi bahan
perdebatan yang telah berlangsung lama selama ribuan tahun. Menurut penulis makalah ini,
ada beberapa kebenaran di atas, tetapi mereka tidak memberikan seluruh kebenaran itu.
Misalnya fakta (jika itu fakta) bahwa mungkin ada kelompok orang di suatu tempat di dunia

17
De George (1986), Bab 2; Donaldson (1989), hlm. xv, Bab 4.
yang berpikir bahwa berbohong itu penting untuk kemakmuran hanyalah fakta. Namun,
pencarian fakta ini tidak membuktikan bahwa mereka benar 18.

Sebagai kebalikan dari itu, pengamatan masih berlaku bahwa persetujuan universal
membuktikan tidak ada yang benar (John Locke, 1689)19 dan selanjutnya bahwa nilai tidak
dapat secara logis diturunkan dari fakta. (David Hume, 1739) 20.

Banyak masalah yang tercantum di atas sebagai etika yang dicakup oleh berbagai
undang-undang, seperti yang terkait dengan perlindungan lingkungan, diskriminasi di tempat
kerja, keselamatan, penyuapan, atau monopoli. Jadi, mengapa etika juga dibutuhkan?
Jawabannya mungkin bahwa undang-undang diturunkan dari nilai-nilai seperti nilai-nilai
pemerintah yang memegang jabatan, dan, seringkali, dari nilai-nilai berbagai kelompok
tekanan dan kepentingan yang dikonsultasikan oleh pemerintah (OECD, 2001/1).

Alasan kedua mungkin karena undang-undang itu hanya mencakup beberapa proses
pembuatan aturan dalam bisnis. Bisnis memiliki kode praktik sendiri, baik ditulis atau tidak.
Federasi bisnis dan asosiasi dagang juga semakin memiliki kode mereka. Beberapa
melakukannya karena tekanan dari konsumen, atau untuk menghindari undang-undang atau
pengenaan regulasi otoritas21.

Alasan ketiga mungkin karena terlalu mahal untuk mencoba menutupi semua aspek
perilaku oleh hukum, dan untuk mengawasi mereka22.

18
Diskusi cermat tentang relevansi perbedaan budaya dan preferensi terhadap konsep nilai-
nilai universal atau objektif dapat dilihat pada Finnis (1980), Bab 4: “Theoretical studies of
universal values”.
19
Locke, John (1689; Ed. J. Yolton, 1974), Bab II: “No Innate Principles” dan XVI: “Degrees
of assent and certainty”.
20
Proposisi ini terkadang disebut sebagai “Hume's Fork” (Hume, 1739, Ed. Selby-Bigge,
1965).
21
Contohnya dapat dilihat pada Davis (1977).
22
Untuk contohnya, banyak undang-undang perlu didukung oleh kode praktik, khususnya
dalam hubungan kerja dan jasa keuangan, dan oleh keputusan pengadilan yang menjelaskan
atau membuat undang-undang.
Pluralitas dari badan pengatur yang ada memberikan gambaran tentang bagaimana
negara bagian dan institusi mencoba untuk memperbaiki gagasan tentang pelanggaran bisnis.
Badan pengatur berfungsi sebagai lembaga perantara antara bisnis dan hukum. Meskipun
mereka dapat dibentuk oleh hukum, dan seringkali memiliki kekuatan untuk mendenda
perusahaan, mereka memberikan banyak masukan dari industri terkait. Mereka dapat
menerbitkan makalah diskusi, dan biasanya memiliki staf penugasan dari industri terkait.
Inggris, misalnya, memiliki badan pengatur untuk: Listrik dan pasokan Gas (OFWAT dan
OFGAS), jasa keuangan (Otoritas Jasa Keuangan), Pendidikan (OFSTED), Operasi kereta api,
Pasokan Air (OFWAT), Telekomunikasi (OFTEL), dan Masyarakat kooperatif dan ramah
(Panitera Masyarakat Ramah dan Koperasi).

2.2. Tanggung jawab sosial perusahaan


Gerakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan tidak diartikulasikan dengan baik di
Eropa, terutama di beberapa negara Mediterania 23. Untuk promosi gerakan ini pada tahun 1995,
jaringan Corporate Social Responsibility Eropa diluncurkan dengan tujuan “untuk membantu
perusahaan mencapai profitabilitas, pertumbuhan berkelanjutan dan kemajuan manusia dengan
menempatkannya dalam arus utama praktik bisnis.”
2.2.1. Aspek definisi
Ada banyak masalah definisi terkait dengan konsep Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan. Hal ini sering digunakan dalam literasi modern sebagai konsep ringkasan di mana
perusahaan mengintegrasikan masalah sosial dan lingkungan dalam operasi mereka dan dalam
interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan atas dasar sukarela 24. Menurut definisi
ini, agar perusahaan dianggap bertanggung jawab secara sosial berarti bahwa kinerja
keseluruhannya harus diukur dengan pendekatan triple bottom line, yaitu kontribusi gabungan
perusahaan terhadap kemakmuran ekonomi, kualitas lingkungan, dan modal sosial.
Namun, tidak ada kesepakatan umum mengenai konsep “tanggung jawab sosial
perusahaan”, oleh karena itu, adopsi definisi yang berlaku secara universal tampaknya tidak
efektif25.

23
Untuk situasi Gerakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, misalnya, di Yunani, lihat
Fafaliou (2001); Hellenic Network for Corporate Social Responsibility (2001).
24
Contohnya dapat dilihat pada Green Paper Komisi Eropa (2001), hlm. 6
25
Contohnya dapat dilihat pada CBI (2002). Dalam laporan ini dikutip: “setiap upaya untuk
mengembangkan definisi (dari CSR) sebagai ‘satu ukuran cocok untuk semua’ merupakan
Faktanya, sebagaimana telah dicatat, pada level teoretis terdapat klaim bahwa
mengurangi tanggung jawab sosial bisnis terhadap aktivitas yang memaksimalkan
profitabilitas hanya untuk pemegang sahamnya, atau memperluas tanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan yang lebih luas dari suatu perusahaan yang
memengaruhi atau terpengaruh oleh operasi bisnis. Menurut Prof. Milton Friedman (1962):
“...ada satu dan hanya satu tanggung jawab sosial dari bisnis - untuk menggunakan sumber
dayanya dan terlibat dalam kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan laba selama itu tetap
dalam aturan permainan, yang artinya, terlibat dalam persaingan terbuka dan bebas, tanpa
penipuan atau fraud” (hal. 133).
Pandangan Profesor Friedman tampak terlalu sempit bagi banyak pengamat 26. Mereka
dianggap sebagian besar mencerminkan pandangan tradisional tentang peran bisnis, di mana
kontribusi kepada masyarakat diasumsikan melalui penyediaan lapangan kerja dan penciptaan
kekayaan. Setiap keterlibatan dalam kegiatan sosial diklaim untuk menciptakan biaya peluang
terhadap aktivitas yang menguntungkan.
Diane Flannery (1996)27 merangkum Gerakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di
Amerika Serikat:
“Dalam beberapa tahun terakhir, generasi baru korporasi Amerika telah berevolusi, baik
besar maupun kecil, nasional dan global, yang dengan tegas mendefinisikan diri mereka
sebagai bisnis yang bertanggung jawab secara sosial dengan garis ganda dimana kesuksesan
perusahaan diukur baik oleh keuangan maupun kinerja sosialnya. Perusahaan-perusahaan ini
berhasil mengintegrasikan fungsi bisnis tradisional dengan tujuan sosial yang agresif dan
menjangkau jauh. Perusahaan-perusahaan ini sedang mendefinisikan kembali gagasan
tanggung jawab sosial perusahaan dan mengajukan pertanyaan penting tentang kapasitas bisnis
untuk melayani berbagai peran dalam masyarakat. Bertahun-tahun yang lalu jumlah
perusahaan Amerika yang mendefinisikan diri mereka dengan cara ini relatif kecil. Baru-baru
ini, di bidang praktik profesional, ada ledakan minat dalam masalah ini. Bisnis untuk Tanggung
Jawab Sosial yaitu organisasi keanggotaan yang mempromosikan praktik bisnis yang

upaya yang tidak praktis”. Selanjutnya, Dewan Sosial dan Ekonomi Belanda (2001)
mendefinisikan konsep CSR sebagai semacam “istilah wadah” yang definisinya dapat berubah
seiring waktu.
26
Contohnya dapat dilihat pada, Kitson & Campbell (1996), p.p. 140-141
27
Diane Flannery dalam Ryan & Gasparski (2000), hlm. 47.
bertanggung jawab telah berkembang pesat. Saat ini, organisasi ini memiliki lebih dari 800
perusahaan anggota yang mewakili lebih dari 2,75 juta karyawan dan lebih dari $ 400 miliar
pendapatan tahunan: sebuah evolusi besar dari awal yang sederhana.”
Menurut Departemen Perdagangan dan Industri Pemerintah Inggris (24.05.02):
“Semakin banyak perusahaan dari semua ukuran menemukan bahwa ada manfaat bisnis nyata
dari menjadi bertanggung jawab secara sosial. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan telah
menjadi isu inti bagi banyak bisnis besar. Sekitar 80% dari perusahaan FTSE-100 sekarang
memberikan informasi tentang kinerja lingkungan, dampak sosial, atau keduanya.
Tren ini tidak hanya terbatas pada bisnis besar; survei MORI baru-baru ini terhadap
perusahaan kecil dan menengah menemukan bahwa 61% terlibat “banyak” atau “cukup
banyak” dalam masyarakat lokal. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan. Ada kasus bisnis yang
sehat dalam keterlibatan sosial. Inggris beruntung memiliki organisasi pendukung yang sangat
baik untuk membantu perusahaan terlibat dan Pemerintah membantu dengan informasi yang
relevan tentang berbagai masalah, serta melalui banyak inisiatif spesifik lainnya di seluruh
spektrum masalah terbesar bangsa.”
2.2.2. Perdebatan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: latar belakang
Debat akademis mengenai tanggung jawab sosial telah diluncurkan dalam ekonomi
neoklasik. Masalah utama yang dialamatkan sejak saat itu adalah apakah aktivitas bisnis yang
bertanggung jawab secara sosial membayar kembali untuk kinerja keuangan perusahaan.
Hingga saat ini, belum ada konsensus umum mengenai masalah ini. Secara khusus, para
ekonom neoklasik telah mengklaim bahwa tidak ada korelasi (positif) antara tindakan
filantropis dan keuntungannya. Pendukung literasi klasik yang relevan bahwa dalam jangka
panjang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan memiliki efek positif pada kinerja bisnis 28.
Selanjutnya, di awal 70-an W. J. Baumol menyatakan gagasan bahwa Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan adalah insentif yang tepat untuk perusahaan individu selain yang diciptakan oleh
mekanisme pasar untuk penyediaan barang publik.
Inti dari debat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah masalah pengukuran.
Sebagian besar survei empiris yang dilakukan di lapangan sejak pertengahan 70-an tidak dapat
membangun hubungan antara kegiatan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan kinerja
keuangan perusahaan29. Karena kekurangan ini, perdebatan masih berlangsung.

28
Contohnya dapat dilihat pada Steiner, (1980).
29
Contohnya dapat dilihat pada Starik dan Carrol (1990), hal.p. 1-15.
2.3. Tata kelola perusahaan 30
2.3.1. Beberapa masalah definisi

“Korporasi (Corporate)” berkaitan dengan seseorang, terutama yang berwenang


bertindak sebagai individu. Perusahaan adalah legal person (“legal fiction”). Hal itu bisa
menuntut dan dituntut. Tetapi hal ini menimbulkan sejumlah masalah sehubungan dengan
cabang hukum lainnya (misalnya dalam hal mencederai seseorang, dan masalah seputar
transportasi dan bencana lainnya, di mana upaya (tidak berhasil, sejauh ini) telah dilakukan
untuk menuntut perusahaan dan direktur untuk “pembantaian korporasi” 31.

Makna umum “Governace (tata kelola)” menyangkut tindakan, cara fakta atau fungsi
pemerintahan, kekuasaan, atau kontrol (Kamus Oxford Ringkas).

Tidak ada kegunaan teknis untuk istilah-istilah ini. “Governace” adalah model kuno
kata yang telah mulai diterapkan dalam debat publik menyangkut perilaku dewan perusahaan.
Bukan sembarang perusahaan, tetapi untuk perusahaan besar, misalnya Perusahaan Terbatas
Publik (termasuk perusahaan “tertutup”32 yang sangat besar seperti Bank Koperasi. Perusahaan
besar dan kecil telah diatur oleh hukum, dan oleh direktur mereka, yang bertanggung jawab
secara hukum kepada pemegang saham mereka.

2.3.2. Tata kelola perusahaan: latar belakang

Tata kelola perusahaan adalah cara manajemen umum dan kontrol korporasi, bisnis,
atau badan korporasi. Minat dalam tata kelola perusahaan memiliki sejarah panjang dalam
berbagai konteks. Ungkapan ini kemudian dikaitkan pada 1990-an dengan keprihatinan atas
banyak masalah etika dalam bisnis, dan beberapa skandal bisnis, di seluruh dunia.

Patrick Maclagan (1998)33 dalam bukunya Management & Morality telah merangkum
latar belakang diskusi modern tentang tata kelola perusahaan:

30
Untuk teks komprehensif tentang tata kelola perusahaan, lihat Monks & Minow (2001, 2nd
Edn.).
31
Tentang musibah penyeberangan Zeebrugge, lihat Maclagan (1998), p.p.106-114; Boyd
(1990), p.p. 139-153 dalam Enderle et al. 32 33.
32
Yaitu dalam konteks ini, perusahaan yang besar, tetapi pembelian sahamnya tidak terbuka
untuk umum.
33
Maclagan, (1998), hlm. 151
“Setelah skandal bisnis dan sektor publik berturut-turut ... kepedulian praktis dengan tata kelola
perusahaan telah muncul dalam beberapa tahun terakhir sebagai perbedaan sebagai fokus
perhatian. Hal ini telah dikaitkan erat dengan laporan Komite Cadbury 1992 tentang
manajemen keuangan dan akuntabilitas di perusahaan-perusahaan yang terdaftar. Tetapi
pemerintah memiliki relevansi yang lebih luas dari itu, dan sejarah yang jauh lebih lama. Pada
pertengahan 90-an, Komite Lord Nolan mengenai Standar dalam Kehidupan Publik memeriksa
tata kelola badan-badan yang didanai publik (Nolan, 1995) dan dua puluh tahun sebelumnya,
Komite Bullock (1977) melaporkan masalah demokrasi industri yang saat itu sama-sama
topikal, merekomendasikan karyawan dan pemegang saham harus memiliki perwakilan direksi
yang sama di dewan perusahaan dan bahwa direktur ini kemudian harus menunjuk anggota
tambahan yang independen. (Rekomendasi ini tidak berlaku karena oposisi dari Konfederasi
Industri Inggris dan jatuhnya Pemerintahan Buruh pada 1979). Pemerintah Partai Buruh saat
ini tampaknya tidak memiliki rencana untuk menghidupkan kembali masalah ini”.

Maclagan menambahkan bahwa inisiatif ini memiliki perhatian yang sama untuk dua
hal, pemantauan dan pengendalian keputusan dan tindakan manajerial, dan kedua, representasi
pandangan pemangku kepentingan.

Tata kelola perusahaan, sebagaimana ditunjukkan Maclagan, adalah topik yang jauh
lebih luas daripada yang akan muncul dari laporan topikal yang ia sebutkan. Masalah yang
belum sepenuhnya dibahas dalam literasi adalah masalah apakah yang membuat sesuatu itu
terklaim, misalnya “katakanlah” dalam pengambilan keputusan manajemen atau dalam tata
kelola perusahaan, apakah yang sah? Haruskah pemangku kepentingan memiliki “katakanlah”
hanya karena pemangku kepentingan memiliki kepentingan finansial dalam perilaku bisnis
sebagai karyawan, pemegang saham, manajer, pemasok, pelanggan atau tetangga? Haruskah
kepentingan para pemangku kepentingan menjadi satu-satunya hal yang penting? Jika
demikian, maka tata kelola perusahaan sebagian besar akan menjadi masalah penghitungan
atau negosiasi yang bermanfaat bagi berbagai pemangku kepentingan.

Dapat diperdebatkan bahwa berbagai pihak yang berkepentingan memiliki klaim lain
selain kepentingan keuangan mereka. Direktur bisnis besar atau kecil telah lama dianggap
termotivasi oleh lebih dari gaji dan tunjangan betapapun substansialnya mereka telah datang.
Debat tata kelola perusahaan, terutama di Inggris telah menekankan perlunya direktur non-
eksekutif untuk memutuskan gaji direktur. Hal ini telah dianggap sangat penting mengingat
banyak contoh di mana kontrak direktur eksekutif telah memungkinkan untuk kenaikan besar
dalam gaji, bonus dan opsi saham meskipun kinerjanya buruk. Pemegang saham, termasuk
investor institusional berpengaruh, mengajukan keberatan. Beberapa investigasi besar telah
menghasilkan perdebatan besar.34

Tetapi perdebatan “kepemilikan versus kontrol” 35 dan banyak kontribusi pada “teori
perusahaan” telah mengidentifikasi motivasi lain. Ekonom W.J. Baumol menghasilkan
argumen pada akhir 1950-an yang menyatakan bahwa direktur lebih peduli dengan
memaksimalkan ukuran perusahaan untuk prestise dan alasan kontrol36. Lebih dari satu dekade
kemudian, Cyert dan March (1970) menarik perhatian pada gaya hidup manajer di tempat kerja.
Ini menunjukkan bahwa harapan kontrol, status dan penghargaan intrinsik sangat menonjol.
Semua yang disebutkan di atas adalah hal-hal di mana manajer cenderung memohon pada
Atasan (Principle) dan untuk mengklaim hak untuk melakukan penatalayanan yang efisien
demi kepentingan semua orang.

Hal serupa dapat dikatakan untuk pemangku kepentingan lainnya. “Lobi hijau (Green
lobby)” berupaya memengaruhi kebijakan dan keputusan pemerintah dan perusahaan dengan
alasan 'ramah lingkungan' - berdasarkan prinsip, bukan klaim untuk kepentingan mereka
sendiri. Serikat pekerja memang mencari keuntungan finansial, tetapi seperti direktur
perusahaan, mereka memiliki nilai-nilai lain yang ingin dipromosikan. Mereka sering mengutip
prinsip-prinsip, seperti “tingkat pekerjaan”, perlindungan terhadap pemecatan yang tidak adil
(konsep etika) bersamaan dengan klaim untuk mengejar “kepentingan yang sah” – yang juga
merupakan konsep etis. Tingkat kendali atas keputusan tertentu, dan hak untuk membela
anggota yang terperangkap dalam masalah disiplin penting bagi mereka. Hal ini bukan hanya
masalah kepentingan kalkulatif. Ini adalah masalah prinsip, dan bahasa perundingan bersama
penuh dengan penggunaan bahasa yang etis dan persuasif. Tentu saja, tidak semua pihak
menerima hal-hal prinsip yang penting bagi yang lain. Ketika prinsip dan kepentingan saling
terkait, masalah tata kelola yang sah dan penerimaannya lebih bermasalah daripada ketika
kepentingan finansial saja.

34
Laporan tentang peran direktur non-eksekutif termasuk yang dari Cadbury (1992),
Greenbury (1995), Higgs (2003).
35
Untuk diskusi lebih lanjut tentang tesis pemisahan kepemilikan (yaitu pemegang saham) dari
kontrol (yaitu direktur dan manajer puncak) lihat Florence (1961).
36
Baumol (1959).
Dengan demikian, tata kelola perusahaan merupakan masalah kontrol yang mencakup
percampuran prinsip dan kepentingan. Prinsip-prinsip itu sendiri dapat disepakati atau
diberlakukan. Diskusi prinsip tersebut bahkan mungkin tabu di beberapa perusahaan dan
organisasi.

2.3.3 Tata Kelola Perusahaan dalam konteks modern

Pada perusahaan-peruahaan saham gabungan dan korporasi dengan pemungutan


suara/voting/ corporation voting merupakan basis yang proporsional untuk jumlah modal yang
diinvestasikan, oleh pemegang saham pemungutan suara. Hasilnya adalah oligarki, atau aturan
oleh segelintir orang, atau hegemoni, yang merupakan keunggulan satu kelompok di antara
kelompok-kelompok lain. Keduanya memiliki efek yang serupa. 37

Tata kelola perusahaan lebih banyak dibandingkan penentuan gaji direktur dan kondisi
serta prosedur pemilihan untuk dewan. Ini melibatkan nilai-nilai dan harapan para pemangku
kepentingan bisnis (Donaldson, 1989; Maclagan, 1998; Monks & Minow, 2001).

Kompleksitas pasa modern dan teknologi membutuhkan manajer yang dapat


memberikan arahan, dan yang harus mampu mengarahkan berdasarkan nilai-nilai yang terbuka
dan disepakati, disepakati dengan anggota, dan dengan pemangku kepentingan lainnya, jika
pencurahan skandal perusahaan harus dihentikan.

3. Asumsi tiga gerakan

Semua pergerakan yang didiskusikan diatas memiliki beberapa asumsi signifikan


secara umum. Yakni asumsi top-down, asumsi idelogi bisnis dan asumsi model bisnis
monokultur.

3.1 asumsi top-down

Menurut penulis paper ini, Kepala di antara tiga asumsi yang diidentifikasi dalam tiga
gerakan adalah bahwa pendekatannya bersifat "top-down". Kode praktik, kode etik serta
operasi dan kontrolnya dirancang oleh atau diambil atas nama kepemimpinan atau direktorat
organisasi dan bisnis yang kuat. Dalam beberapa kasus, panel konsumen, dan dalam kasus lain,
perundingan bersama memang menyediakan beberapa input oleh orang lain, tetapi input itu
jarang, jika pernah, memungkinkan kendali dalam tingkat apa pun untuk diberikan kepada

37
Untuk informasi lebih pada Model Hegomoni atau Oligarki, lihat Donaldson (1999), hal 244
pemangku kepentingan selain manajemen puncak. Pada tingkat tertentu, hasil ini tampaknya
tidak bisa dipisahkan, karena dewan direksi atau yang sederajat bertanggung jawab secara
hukum untuk aspek-aspek utama dari kegiatan bisnis, tetapi tampaknya ada kebutuhan dan
ruang lingkup untuk pemeriksaan dan keseimbangan dengan lebih efektif.

3.2 Bisnis sebagai Asumsi ideologi 38

“ideologi” mengarah ke badangagasan yang merupakan karakteristik kelompok, kelas


atau nasional. Ideologi biasanya memiliki asumsi yang tidak stabil bahwa bahwa penganut
diharapkan untuk menerima tanpa pertanyaan. Mereka biasanya tahan terhadap kritik dari luar.
Bisnis tidak dapat lagi dipusahkan dari ideologi namun bisnis dapat melarikan diri dari reputasi,
tetapi keduanya dapat sehat atau cacat/gagal, dibenarkan atau tidak, sempit atau luas. Ideologi
bisnis biasanya sedikit mencakup konsep kepemilikan saham, sedangkan kelompok penekan
didasarkan pada konsep dalam beberapa bentuk atau lainnya, seperti juga dapat dikatakan
untuk tekanan pada pemerintah untuk memaksakan kontrol pada bisnis. Ideologi bisa lebih atau
kurang inklusif.

3.3 Asumsi Monokultur

Model bisnis pada dasarnya didorong oleh pemiliknya (atau, biasanya oleh
direktoratnya) tampaknya mengarah pada monokultur, di mana bentuk kepemilikan lainnya
tidak berkembang. Globalisasi dan gelombang privatisasi yang telah berjalan sejak 1980-an
memberikan contoh39 seperti “perusahan/firm yang fleksibel” yang datang untuk mendominasi
pasar enaga kerja tahun 1980an.

Karakteristik ini jarang ditantang di literatur, dan etika bisnis, tanggung jawab sosial
perusahaan dan gerakan tata kelola perusahaan dan literatur muncul secara umum untuk
menerima asumsi. Sejauh yang dapat dilihat, asumsi-asumsi ini tidak ditantang oleh tiga
gerakan, melainkan diasumsikan sebagai kondisi yang tak terhindarkan di mana bisnis
beroperasi, jika mereka dianggap penting. Bahaya monokultur terkenal di bidang pertanian dan
perdagangan internasional40, namun jarang dianggap berhubungan dengan bisnis.

38
Bisnis Sebagai ideologi: pembahasan yang lebih penuh bisa ditemukan di penelitian Donaldson (1990)
39
Mengenai diskusi privatisasi, lihat misalnya dalam penelitianBeesley & Littlechild (1994) dalam Bishop, M. J.
Kay & C. Mayer (eds).
40
Kelaparan kentang Irlandia pada abad kesembilan belas, ketika lebih dari satu juta orang meninggal akibat
dari kehancuran oleh penyakit tanaman kentang dimana mereka bergantung (Japiske, 2002); penghancuran
tanaman kapas di negara-negara Amerika Utara 1890-1920 (Quarterman, 2002) adalah contohnya.
Dalam hubungannya dengan globalisasi, mantan kepala ekonom di Bank Dunia, Joseph
Stiglitz (24.06.2002) menjelaskan:

“Globalisasi saat ini tidak berjalan/memiliki efek untuk kemiskinan dunia. Ini tidak
berfungsi untuk sebagian besar lingkungan. Ini tidak berfungsi untuk stabilitas ekonomi global.
Transisi dari komunisme ke ekonomi pasar telah dikelola sedemikian buruk , kecuali Cina,
Vietnam, dan beberapa negara Eropa Timur, sehingga kemiskinan telah melonjak karena
pendapatan telah anjlok. Bagi sebagian orang, ada jawaban yang mudah: tinggalkan
globalisasi. Itu tidak layak atau tidak diinginkan. Globalisasi telah membawa banyak manfaat
- keberhasilan Asia Timur didasarkan pada globalisasi, terutama pada peluang perdagangan
dan peningkatan akses ke pasar dan teknologi. Globalisasi telah membawa kesehatan yang
lebih baik serta masyarakat sipil global yang aktif memperjuangkan demokrasi dan keadilan
sosial yang lebih besar. Masalahnya bukan dengan globalisasi tetapi dengan bagaimana hal itu
dikelola.”

Stiglitz mengklaim bahwa liberalisasi kapital khususnya hanya sesuai dengan beberapa
ekonomi pada tahap tertentu, dan bahwa reformasi diperlukan untuk membuatnya bekerja lebih
baik. Satu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa kebijakan global tunggal dilihat
oleh beberapa pengamat sebagai masalah teknis yang membutuhkan solusi teknis untuk
melepaskan manfaat yang seharusnya tersedia untuk semua 41. Yang lain melihatnya sebagai
masalah liberalisasi perdagangan internasional, yang harus diselesaikan dengan kesepakatan
internasional, perubahan hukum, dan dalam kebijakan, misalnya, Bank Dunia dan lembaga
internasional lainnya.42 jika pandanganini benar, masing-masing perusahaan dan tindakan
mereka pada tanggung jawab sosial perusahaan, kode etik atau gaya tata kelola, paling tidak
memiliki relevansi yang terbatas.

Bagi kami, kemungkinan besar masalah globalisasi, dan monokultur bisnis yang
tampaknya dipromosikannya, merupakan campuran khas masalah teknis (termasuk masalah
organisasi ekonomi), masalah kehati-hatian dalam menjaga sistem yang sukses agar tetap
hidup, dan etis serta masalah nilai, sebagian besar diangkat atas nama kelompok atau negara
yang kurang beruntung.

4. Beberapa Pandangan Kritis

41
Lihat contoh pedoman untuk perusahaan multinasional di OECD (2001)
42
Konferensi internasional dan kelompok-kelompok protes yang melobi mereka memberikan contoh.
Tiga pergerakan yang mendukung etika bisnis, tanggung jawab sosial perusahaan dan
tata kelola perusahaan masing-masing telah berkembang terutama dalam menanggapi kenaikan
yang nyata dalam kesalahan perusahaan, atau setidaknya untuk kenaikan dalam kisaran dan
jumlah penyebab yang melibatkan bisnis.

Komentar kritis telah mencakup ketidakpuasan terhadap beberapa praktik umum


perusahaan multinasional (Klein, 2000), dan dengan peristiwa khusus dan kebijakan
perusahaan tertentu (lihat misalnya organisasi Pax Christi & Amnesty International, 1998
dalam diskusi dengan Shell, terutama dalam kaitannya dengan Shell Nigeria dan masalah hak
asasi manusia). Diskusi terakhir ini tampaknya telah meningkatkan pemahaman setidaknya
antara pihak-pihak terkait.

Grosman & Morehouse (2000) menjelaskan bahwa keabadian hukum yang diberikan
kepada perusahaan melemahkan insentif untuk berperilaku baik, dan kontras dengan keabadian
dengan sebelumnya, izin operasi terbatas yang diperlukan hingga tahun 1880-an.

Tentang ide etika bisnis, dan tanggung jawab sosial bisnis, Milton Friedman (1970)
dengan terkenal menyatakan bahwa, "Tanggung jawab bisnis yakni memaksimalkan
keuntungan dalam hukum."

Banyak kritik menunjuk pada sinisme yang membuat orang menganggap banyak kode
praktik, dengan alasan bahwa mereka hanyalah pernyataan dari apa yang telah dilakukan atau
ingin dilakukan oleh bisnis, atau dengan alasan bahwa mereka lebih dihormati dalam
pelanggaran daripada dalam operasi. 43

5. Kekuatan dan Kelemahan

5.1 Kekuatan pada tiga gerakan

Terlepas dari jangkauan, dan kritik yang terus-menerus, umum dan spesifik dari
perilaku bisnis di perusahaan dan institusi besar, beberapa penilaian positif dapat dibuat dari
dampak tiga gerakan:

 Mereka memunculkan kesadaran hpada isu dan telah mencari cara untuk merespon

 Merekatelah menjadi terorganisir dalam pengaturan yang koheren untuk membahas


masalah tersebut

43
Untuk pembahasan detail pada kode praktik, lihat penelitian Donaldson (1989), Bab 6 dan (1992), bab 4
 Literatur yang luas sedang berkembang

 Banyak organisasi dan institusi telah mengeluarkan “kode praktik” atau “kode etik” yang
menetapkan norma-norma perilaku untuk bisnis, asosiasi profesional, departemen
pemerintah, dan lembaga yang didelegasikan.

Bisnis-bisnis memiliki kode seperti itu tidak selalu berarti bahwa mereka akan
selalu menghormatinya dalam semangat dan melalui surat, tetapi setidaknya ada
kemungkinan bahwa keberadaannya akan memberikan tekanan yang stabil untuk
memenuhi aspirasi yang dianut dalam kode, meskipun tekanan mungkin bertindak sangat
lambat.

5.2 Masalah dan Kelembahan yang berlanjut 44

 Masalah pensiun, seperti mis-selling; kurangnya cakupan yang memadai dari waktu ke
waktu

 krisis Andersen / ENRON (independensi auditor / pemeriksaan dan keseimbangan)

 Kasus-kasus insider/orang dalam yang terus-menerus bertransaksi dalam saham

 Gaji eksekutif / kinerja (putusnya hubungan)

 Aturan perdagangan dunia, diadakan untuk memberikan keuntungan yang tidak adil
kepada negara-negara kaya

 Distribusi reward dan kesejahteraan yang miring/tidak sama di dalam dan antar negara

 Monopoli dan penyalahgunaan pasar

 Meningkatkan imbalan eksekutif atas kegagalan,merusak kepercayaan pada eksekutif, dll

Masalah-masalah yang terus berlanjut tampaknya merupakan konsekuensi dari asumsi


(kondisi) operasi bisnis yang dimiliki oleh tiga gerakan. Ini bukan untuk menyangkal relevansi
tema yang mendominasi literatur etika bisnis, tanggung jawab sosial perusahaan dan tata kelola
perusahaan. Upaya untuk memahami motivasi dan pengembangan individu, masalah "pelapor"

44
daftar area problematik digambarkan dari laporan berita harian (lihat, misalnya, artikel dari Patience
Wheatcroft The Times, London 13.06.02), laporan tahunan badan pengatur, dan dari literatur umum yang
berkaitan dengan tiga gerakan yang dibahas. Perlakuan dalam literatur dapat dilihat dalam banyak teks dan
jurnal. Contohnya termasuk: Jurnal Internasional Manajemen Berbasis Nilai; Jurnal Etika Bisnis; Kitson &
Campbell (1996); Maclagan (1998); Donaldson (1989); Davis dan Donaldson (1998); Ryan & Gasparski (2000);
Casebook meliputi: Velasquez (1988); Donaldson (1992); Jennings (1996).
dan kesadaran, undang-undang, kebijakan etika perusahaan, penyebaran pengetahuan dan kode
di bidang-bidang ini melalui simposium semuanya relevan. Bahwa masalah terus berlanjut,
dalam beberapa kasus dengan peningkatan intensitas menunjukkan bahwa ada kelemahan
dalam cara masalah dan penyebabnya saat ini dipahami.

6. Beberapa Rekomendasi

Gagasan berikut menunjukan beberapa pemikiran yang mengajukan langkah kedepan


untu menghindari kelakuan buruk bisnis saat ini:

 Pruralisme dalam bentuk organisasi bisnis: saran ini berdasarkan pada Gagasan bahwa
bentuk organisasi bisnis yang telah menjadi dominan bukanlah satu-satunya, atau bahkan
bentuk terlama. Sementara direktur, pada prinsipnya, bertanggung jawab untuk
menjalankan bisnis, "revolusi manajerial" yang telah lama dicatat. Tidak semua direktur
memiliki pengaruh yang sama, dan debat tata kelola perusahaan menarik perhatian pada
kebutuhan untuk mereformasi dan/atau memperkuat beberapa fungsi utama. Memang
benar bahwa ada dukungan untuk berbagai bentuk organisasi bisnis: perusahaan lokal,
usaha kecil, koperasi, dll., Telah lama dicatat bahwa akses ke modal dan inovasi tidak sama
antara perusahaan dan bentuk usaha lainnya.

 Kode responsif praktik juga bisa membantu dalam perasaan bahwa mereka dapat
memasukkan identifikasi siapa pemangku kepentingan dalam setiap kasus, dan apa
"aspirasi yang tepat" mereka. Para pemangku kepentingan dapat dimasukkan, bersama
dengan partisipasi aktif mereka, dalam kode dan operasi mereka. apa yang disebut di atas
"aspirasi yang tepat" dapat ditentukan yakni masalah besar dalam dirinya sendiri, tetapi itu
tidak akan pernah diringankan sampai itu lebih dikenal secara luas.

 Istilah debat: penjelasan kembali pada asumsi operasi bisa untuk memasukkan di atas akan
tepat waktu. Keunggulan teknis "pasar" daripada bentuk lain dari kondisi bisnis telah
ditunjukkan. Namun, tidak semua yang terjadi di "pasar" adalah hasil dari kekuatan pasar
yang tidak personal. Ini adalah proses yang dikelola. Para pengkritiknya mengklaim bahwa
itu dapat dikelola dengan lebih baik, sesuai dengan prinsip-prinsip yang sehat secara etis.
Kesannya tetap bahwa kritik (yang tidak semuanya perlu dibenarkan) telah dialihkan,
daripada dijawab oleh tiga gerakan, mungkin sebagai akibat dari asumsi yang telah
diterima begitu saja, atau, mungkin, tidak diperhatikan.
7. Kesimpulan dan Rekomendasi

Pembahasan taggung jawab sosial perusahaan, tata kelola perusahaan dan etika bisnis telah
menghasilkan banyak laporan, dan menciptakan banyak jaringan organisasi yang
didedikasikan untuk peningkatan pemikiran dan praktik di bidang tersebut. Ada penelitian
survei mucg yang dilakukan melalui kuesioner tentang bagaimana manajer puncak melihat
banyak masalah hari ini, dan apakah mereka berpikir bahwa kode praktik akan bermanfaat.
Ada banyak penelitian tentang kebiasaan pembelian konsumen, dan apakah konsumen
akan membeli produk baru yang diusulkan, termasuk produk layanan, dan beberapa
ditujukan kepada manajer.

Terlepas dari semua hal di atas, sinisme publik terhadap pengoperasian kode
praktik dan tata kelola perusahaan terlihat jelas.45 Di dunia yang tidak sempurna selalu ada
jarak antara roh-roh yang diekspresikan dalam kode dan operasi praktisnya, tetapi jarak itu
dapat dikurangi dengan penelitian terperinci ke dalam pembentukan, pemantauan dan
penerimaan oleh penerima manfaat yang dituju. Banyak proses campur tangan antara
aspirasi dan kenyataan. Beberapa proses internal untuk bisnis tertentu; yang lain "diberi
makan" oleh pemerintah, hukum, kelompok penekan, dan banyak lagi lainnya. Tampaknya
ada beberapa penelitian tentang bagaimana proses ini bekerja. Berikut ini dapat membantu:

 Rekonsiliasi “teori agency” 46 dengan teori “stakeholder”. teori agensi telah berkembang
untuk penduan agen, seperti akuntan dalam membuat penilaian tentang apa yang ada dalam
kepentingan klien. Secara khusus, membuat badan yang mewakili jutaan konsumen,
karyawan, atau pemasok penuh dengan kesulitan. Badan-badan seperti itu nampaknya mau
mengembangkan norma, ideologi, dan prosedur kontrol yang melanggengkan pengaturan
kontrol organisasi, seringkali tampak terpisah dari niat semula (“otonomi fungsional”,
sistem informal, “tangkapan peraturan” dll), atau dari pandangan dari "konstituensi" yang
mereka wakili.

 Mengembangkan “kode responsif praktik yang memasukkan pihak-pihak terkait dalam


persiapan, pemantauan, dan amandemen kode.

 Tingkat pengaruh positif dan negatif dari individu. Banyak upaya sudah dilakukan untuk
membuat individu sadar akan konsekuensi dari tindakan atau kelambanan mereka.
Kecenderungan individu untuk berpartisipasi atau menyetujui kesalahan perusahaan, atau

45
Untuk review pembahasan pada pemakaian dan batasan kode, lihat Maclagan (1998), Bab 11.
46
Pratt & Zechkauser (1984)
untuk mendapatkan keuntungan dari keuntungan yang tidak adil kadang-kadang
dibicarakan. Tampak bagi kita bahwa tidak ada alasan yang baik untuk percaya bahwa
kecenderungan itu telah menjadi lebih luas atau lebih kuat selama beberapa milenium
terakhir. Tetapi peluang jelas meningkat dengan dihapusnya kontrol lama yang mengatur
perilaku bisnis sebelum era globalisasi, sebelum berakhirnya standar pertukaran emas pada
1970-an dan sebelum revolusi digital. Atas dasar ini, memberikan peluang bagi eksekutif
untuk merenungkan aspek etika dari tindakan mereka hanya dapat memiliki efek terbatas.
Tetapi ada beberapa alasan untuk menyatakan dengan penuh keyakinan apa yang
diinginkan sebagian besar pemain di bidang bisnis, sebagai pemasok, pelanggan atau
karyawan, atau sebagai penerima konsekuensi dari operasi bisnis. Lebih banyak
pengetahuan tentang harapan, dan bagaimana menilai legitimasi mereka akan sangat
berharga. Mungkin saja harapannya ternyata cukup sederhana.

Seperti dikatakan Aristoteles, "Kesimpulan dari argumen moral adalah tindakan".

Anda mungkin juga menyukai