Anda di halaman 1dari 24

SISTEM MUSKULOSKLETAL

ASKEP PENYAKIT KOMPARTEMEN SINDROM PADA DEWASA

KELOMPOK 6 :

1. DINI RAHMADANI (161211166)


2. KING PERSON HERNANDO (161211181)
3. RAUKA HILLIAH (161211194)
4. SAFADILlA UMMIA YOLANDA (161211197)

S1 KEPERAWATAN III A

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini, kami berterima kasih kepada
dosen yang telah memberikan kepercayan terhadap kami untuk menyusun makalah ini, dan
juga kepada teman teman yang telah membantu dalam mengerjakan makalah tentang
‘Kompartemen Sindrom’, Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memahami
mengenai asuhan keperawatan pada pasien ‘Kompartemen Sindrom’.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna, mengingat pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki masih sangat terbatas.
Oleh karena itu, kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
semangat, agar kedepan kami bias membuat makalah dengan lebih baik. Dan kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami, khususnya pembaca dan pihak yang memerlukan
pada umumnya.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan Rahmat serta karunianNya kepada semua
pihak yang telah turut membantu penyusunan makalah ini.

Padang, 24 September 2018


DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : Pendahuluan

1. Latar belakang
2. Tujuan

BAB II : Tinjauan Teori

A. KONSEP PATOFISIOLOGI PENYAKIT

1. Pengertian
2. Anatomi dan fisiologi
3. Etiologi
4. Klasifikasi
5. Manisfestasi klinis
6. Komplikasi
7. Patofisiologi
8. WOC
9. Pemeriksaan diagnostik
10. Penatalaksanaan medis dan keperawatan

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi keperawatan

BAB III : Penutup

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang
tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi
jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi
jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah
yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh
epimisium. Ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi
yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Paling
sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas
Sindroma Kompartemen dapat di klasifikasikan berdasarkan etiologinya yaitu penurunan
volume kompartemen dan peningkatan tekanan struktur kompartemen serta lamanya gejala
yaitu akut dan kronik. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah
fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar. Sedangkan sindroma
kompartemen kronik biasa terjadi akibat melakukan aktivitas yang berulang-ulang, misalnya
pelari jarak jauh, pemain basket, pemain sepak bola dan militer.
Di Amerika, ektremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak dipelajari untuk
sindrom kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling sering untuk trauma sekitar 2-
12%. Dari penelitian McQueen (2000), sindrom kompartemen lebih sering didiagnosa pada
pria dari pada wanita, tapi hal ini memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami luka
trauma. McQueen memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindrom kompartemen, 69%
berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia. Ellis pada tahun 1958
melaporkan bahwa 2 % iskemi. kontraktur terjadi pada fraktur tibia. Detmer dkk melaporkan
bahwa sindrom kompartemen bilateral terjadi pada 82% pasien yang menderita sindrom
kompartemen kronis. Sindrom kompartemen akut sering terjadi akibat trauma, terutama di
daerah tungkai bawah dan tungkai atas. Pada tahun 1981, Delee dan Stiehl menemukan
bahwa 6 % pasien dengan fraktur tibia terbuka berkembang menjadi sindrom kompartemen,
sedangkan 1,2 % fraktur tibia tertutup
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kompartemen sindrom
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi kompartemen sindrom
3. Untuk mengetahui etiologi kompartemen sindrom
4. Untuk mengetahui klasifikasi kompartemen sindrom
5. Untuk mengetahui manisfestasi klinis kompartemen sindrom
6. Untuk mengetahui komplikasi kompartemen sindrom
7. Untuk mengetahui patofisiologi kompartemen sindrom
8. Untuk mengetahui WOC kompartemen sindrom
9. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik kompartemen sindrom
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan kompartemen
sindrom
11. Untuk mengetahui pengkajian mengenai kompartemen sindrom
12. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan mengenai kompartemen sindrom
13. Untuk mengetahui intervensi keperawatan mengenai kompartemen sindrom
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.KONSEP PATOFISIOLOGI PENYAKIT

1. Pengertian

Sindrom kompartemen, suatu keadaan yang potensial menimbulkan kedaruratan, adalah


peningkatan tekanan interstisial dalam sebuah ruangan yang tertutup, biasanya kompartemen
oseofacial ekstremitas yang nonclompliant, misalnya kompartemen lateral, anterior dan
posterior dalam tungkai serta kompartemen volar superficial dan dalam lengan serta
pergelangan tangan. Peningkatan tekanan dapat menyebabkan gangguan mikrovaskular dan
nekrosis jaringan lokal. (Barbara J. Gruendemann dan Billie Fernsebner).

Sindrom kompartemen merupakan masalah medis akut setelah cedera pembedahan,di


mana peningkatan tekanan (biasanya disebabkan oleh peradangan) di dalam ruang tertutup
(kompartemen fasia) di dalam tubuh mengganggu suplai darah atau lebih dikenal dengan
sebutan kenaikan tekanan intra-abdomen. Tanpa pembedahan yang cepat dan tepat, hal ini
dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot kematian (Arief Muttaqin. 2011).

Menurut Salter, kompartemen sindrom adalah peningkatan tekanan dari suatu edema
progresif di dalam kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan bawah maupun tungkai
bawah (di antara lutut dan pergelangan kaki) yang secara anatomis menggangu sirkulasi otot-
otot dan saraf-saraf intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan kerusakkan jaringan
intrakompartemen.

Ruangan tersebut (Kompartemen osteofasial) berisi otot, saraf dan pembuluh darah yang
dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium.
Kompartemen sindrom ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai
denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota
gerak. Paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan
tungkai atas.
2. Anatomi Fisiologi

Kompartemen adalah merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus
membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan otot, syaraf dan pembuluh darah. Otot
mempunyai perlindungan khusus yaitu fascia, dimana fascia ini melindungi semua serabut
otot dalam satu kelompok. Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota
gerak. Terletak di lengan atas (kompartemen anterior dan posterior), dilengan bawah (yaitu
kompartemen flexor superficial, fleksor profundus, dan kompartemen ekstensor).

Di anggota gerak bawah, terdapat : tiga kompartemen ditungkai atas (kompartemen


anterior, medial, dan kompartemen posterior), empat ditungkai bawah (kompartemen anterior,
lateral, posterior superfisial, posterior profundus). Sindrom kompartemen yang paling sering
di daerah tungkai bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan
posterior profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal).

Setiap kompartemen pada tungkai bawah memiliki satu nervus mayor. Kompartemen
anterior memiliki nervus peroneus profundus, kompartemen lateral memiliki nervus peroneus
superficial, kompartemen posterior profunda memiliki nervus tibialis posterior dan
kompartemen posterior superficial memiliki nervus suralis. Ketika tekanan kompartemen
meningkat, suplai vaskuler ke nervus akan terpengaruh menyebabkan timbulnya paresthesia.

3. Etiologi

Ada banyak penyebab yang dapat meningkatkan tekanan intra kompartemen yang
akhirnya dapat menimbulkan sindroma kompartemen, yaitu:

1. Penurunan volume kompartemen


o Penutupan defek fascia
o Traksi internal berlebihan pada fraktur
2. Peningkatan tekanan struktur kompartemen
o Pendarahan
o Peningkatan permeabilitas kapiler
o Penggunaan otot berlebihan
o Luka bakar
o Operasi
o Gigitan ular
o Obstruksi vena
o Sindroma nefrotik
o Infus yang infiltrasi
o Hipertrofi otot
3. Peningkatan tekanan ekternal
o Balutan yang terlalu ketat
o Berbaring diatas lengan
o Gips

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling seting adalah cedera/ trauma,
dimana 45% kasus akibat fraktur, 80% terjadi di pada ekstremitas bawah karena jaringan ikat
yang mengikat kompartemen tidak meregang, sejumlah kecil perdarahan pada kompartemen,
atau pembengkakan otot dalam kompartemen dapat menyebabkan tekanan didalamnya
meningkat dengan pesat. Penyebab umum dari sindroma kompartemen termasuk fraktur tibia
atau fraktr lengan bawah, iskemik-reperfusi yang disebabkan cedera, perdarahan, kebocoran
vaskuler, injeksi obat intravena, balutan, kompresi pada tungkai yang lama, crush injury dan
luka bakar. Penyebab lain yang mungkin dapat dari penggunaan kreatin monohidrat. Riwayat
penggunaan kreatin berhubungan dengan kondisi ini.. (wikipedia.org)

4. Klasifikasi

Berikut merupakan klasifikasi sindrom kompartemen berdasarkan penyebabnya :


1.Sindrom kompartemen Intrinsik : merupakan sindrom kompartemen yang berasal dari
dalam tubuh,seperti : pendarahan,fraktur.
2.Sindrom kompartemen ekstrinsik : merupakan sindrome kompartemen yang berasal dari
luar tubuh : gift, penekanan lengan terlalu lama.
Berdasarkan Keparahannya
1.Sindrom kompartemen akut
Sindrom kompartemen akut biasanya berkembang setelah mengalami
luka parah, seperti kecelakaan mobil atau patah tulang. Jarang, ia berkembang setelah cedera
yang relatif kecil.
Kondisi yang mungkin timbul pada sindrom kompartemen akut meliputi :
1. Sebuah fraktur.
2. Otot yang memar parah. Jenis cedera ini bisa terjadi saat sepeda motor jatuh di kaki
pengendara, atau pemain sepak bola dipukul di kaki dengan helm pemain lain.
3. Terbangun kembali aliran darah setelah diblokir sirkulasi.
Hal ini bisa terjadi setelah seorang dokter bedah memperbaiki pembuluh darah yang rusak
yang telah diblokir selama beberapa jam. Sebuah pembuluh darah juga bisa tersumbat saat
tidur. Berbaring terlalu lama di posisi yang menghalangi pembuluh darah, lalu bergerak atau
bangun dapat menyebabkan kondisi ini. Sebagian besar orang sehat secara alami akan
bergerak saat darah mengalir ke anggota badan yang tersumbat saat tidur. Perkembangan
sindrom kompartemen dengan cara ini biasanya terjadi pada orang – orang yang mengalami
gangguan neurologis. Hal ini bisa terjadi setelah keracunan parah dengan alkohol atau obat
lain.

4. Crush luka.

5. Penggunaan steroid anabolik. Mengambil steroid adalah faktor yang mungkin terjadi pada
sindrom kompartemen.
6. Membungkus perban. Pemain dan perban yang ketat dapat menyebabkan sindrom
kompartemen. Jika gejala sindrom kompartemen berkembang, lepaskan atau lepaskan perban
yang menyempit. Jika Anda memiliki pemain, segera hubungi dokter Anda.

5. Manifetasi Klinis

Pada compartment syndrome didapatkan 6 P yaitu: pain, paresthesia, pallor (pucat),


paralysis, pulselessness, puffiness; terkadang 7 P untuk poikilotermia (dingin) ditambahkan.
Diantara ini semua hanya dua yang pertamalah yang reliable untuk tahap akhir dari
compartment syndrome.
o Pain (nyeri) sering dilaporkan dan hampir selalu ada. Biasanya digambarkan sebagai
nyeri yang berat, dalam, terus-menerus, dan tidak terlokalisir, serta kadang
digambarakan lebih parah dari cedera yang ada. Nyeri ini diperparah dengan
meregangkan otot di dalam kompartemen dan dapat tidak hilang dengan analgesik
bahkan morfin. Penggunaan analgesia kuat yang tidak beralasan dapat menyebabkan
masking pada iskemia kompartemental.
o Paresthesia pada saraf kulit dari kompartemen yang terpengaruh adalah tanda tipikal
yang lain.
o Paralysis tungkai biasanya merupakan penemuan yang lambat.
o Pulselessness: catatan bahwa hilangya pulsasi jarang terjadi pada pasien, hal ini
disebabkan tekanan pada kompartemen syndrome jarang melebihi tekanan arteri.
o Puffines: Kulit yang tegang, bengkak dan mengkilat.

Gambar Pasien dengan Compartment syndrome pada Lengan Bawah kiri(11

6. Kompikasi

Kegagalan untuk mengurangi tekanan dapat berakibat nekrosis pada jaringan di dalam
kompartemen, karena perfusi kapiler akan menurun dan menyebabkan hipoksia jaringan. Jika
tidak tertangani, acute compartment syndrome dapat mengarah pada keadaan yang lebih
parah termasuk rhabdomyolisis dan kegagalan ginjal.
Selain itu, kematian sel-sel otot dapat menyebabkan terjadinya Volkmann’s ischemic
contracture. Volkmann’s ischemic contracture adalah kontraktur yang disebabkan karena sel-
sel otot yang mati digantikan oleh sel-sel fibrous yang padat sehingga memendek.
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera akan
menimbulkan berbagai komplikasi antara lain :
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
2. Kontraktur volkam, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh terlambatnya
penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas pada tanga, jari dan
pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawah
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
5. Sepsis
6. Acture respiratory distress syndrome (ARDS)
7. Patofisiologi

Patofisiologi dari compartment syndrome terdiri dari dua kemungkinan mekanisme, yaitu:
berkurangnya ukuran kompartemen dan/atau bertambahnya isi dari kompartemen tersebut.
Kedua mekanisme tersebut sering terjadi bersamaan, ini adalah suatu keadaan yang
menyulitkan untuk mencari mekanisme awal atau etiologi yang sebenanya. Edema jaringan
yang parah atau hematom yang berkembang dapat menyebabkan bertambahnya isi
kompartemen yang dapat menyebabkan atau memberi kontribusi pada compartment
syndrome.
Tidak seperti balon, fasia tidak dapat mengembang, sehingga pembengkakan pada sebuah
kompartemen akan meningkatkan tekanan dalam kompartemen tersebut.
Ketika tekanan di dalam kompartemen melebihi tekanan darah di kapiler, pembuluh
kapiler akan kolaps. Hal ini menghambat aliran darah ke otot dan sel saraf. Tanpa suplai
oksigen dan nutrisi, sel-sel saraf dan otot akan mengalami iskemia dan mulai mati dalam
waktu beberapa jam. Iskemia jaringan akan menyebabkan edema jaringan. Edema jaringan di
dalam kompertemen semakin meningkatkan tekanan intrakompartemen yang menggangu
aliran balik vena dan limfatik pada daerah yang cedera. Jika tekanan terus meningkat dalam
suatu lingkaran setan yang semakin menguat maka perfusi arteriol dapat terganggu sehingga
menyebabkan iskemia jaringan yang lebih parah.
TRAUMA/EXCERCISE

Edema/
Peningkatan
hematom lokal
tekanan
(semakin intrakompartemen
bertambah)

Ganguan aliran
Iskemia jaringan pembuluh darah
(dapat terjadi
kematian sel) (pembuluh darah
kolaps)
Gambar 2 Lingkaran Setan (Vicious Cycle) Patofisiologi Compartment Syndrome
Tekanan jaringan rata-rata normal adalah mendekati 0 mmHg pada keadaan tanpa
kontraksi otot. Jika tekanan menjadi lebih dari 30 mmHg atau lebih, pembuluh darah kecil
akan tertekan yang menyebabkan menurunnya aliran nutrisi sehingga. Untuk kepentingan
tertentu dapat pula dihitung perbedaan tekanan kompartemen dengan tekanan darah diastolik;
jika selisih tekanan diastolik dan tekanan kompartemen kurang dari 30 mmHg hal ini
dianggap gawat darurat.
Compartment syndromes dapat berupa akut maupun kronis. Acute compartment syndrome
adalah suatu kegawatdaruratan medis. Tanpa penatalaksanaan, hal ini dapat berakhir dengan
kelumpuhan, hilangnya tungkai, bahkan kematian. Chronic compartment syndrome bukanlah
kegawatdaruratan medis.
Acute compartment syndrome memerlukan waktu beberapa jam untuk berkembang. Saraf
perifer dapat bertahan dalam kompartemen hanya 2 sampai 4 jam setelah iskemia terjadi,
tetapi mereka mempunyai kemampuan untuk regenerasi. Otot dapat bertahan sampai 6 jam
setelah iskemia terjadi tetapi tidak dapat regenerasi. Nantinya, otot-otot yang nekrosis akan
digantikan oleh jaringan scar fibrosa padat yang secara bertahap memendak dan menhasilkan
kontraktur kompartemental atau Volkmann’s ischaemic contracture. Jika tekanan tidak segera
dihilangkan dengan cepat, ini dapat menyebabkan kecacatan permanent atau kematian.
Chronic compartment syndrome ditandai dengan nyeri dan bengkak yang disebabkan oleh
olah raga. Hal dapat merupakan masalah besar bagi seorang atlet. Ini akan membaik jika
orang tersebut beristirahat. Hal ini biasanya terjadi di daerah tungkai bawah. Biasanya diikuti
oleh mati rasa atau kesulitan dalam menggerakkkan kaki. Gejala akan hilang dengan cepat
jika aktivitas dihentikan. Tekanan kompartemen akan tetap tinggi sampai beberapa saat.
Peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup.
Peningkatan tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler
bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler sehingga
menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan
dalam kompartemen. Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri
hebat. Bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran
darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan
terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi
iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.
8. WOC
9. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
a. Comprehensive Metabolic Panel (CMP)
Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran keseluruhan keseimbangan kimia
tubuh dan metabolisme. Metabolisme mengacu pada semua proses fisik dan kimia dalam
tubuh yang menggunakan energi.
b. Complete Blood Cell Count (CBC)
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar : Hemoglobin, Hematokrit,
Leukosit (White Blood Cell / WBC), Trombosit (platelet), Eritrosit (Red Blood Cell /
RBC), Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC), Laju Endap Darah atau Erithrocyte
Sedimentation Rate (ESR), Hitung Jenis Leukosit (Diff Count), Platelet Disribution Width
(PDW), Red Cell Distribution Width (RDW).
c. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila pasien diberi
heparin
d. Cardiac marker test (tes penanda jantung)
e. Urinalisis and urine drug screen
f. Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat
g. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak membantu dalam
menentukan terapi pasiennya.
2. Imaging
a. Rontgen pada ekstrimitas yang terkena
b. USG, membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam memvisualisasi Deep Vein
Thrombosis (DVT)
c. MRI
10. Penatalkasanaan

Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi


neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi.
Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti
timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi
neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi. Penanganan
kompartemen secara umum meliputi :
a.Terapi Medikal/Non Bedah Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih
dalam bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi :
1) Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemenyang
minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darahdan akan lebih memperberat
iskemia
2) Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut kontraiksi
dilepas.
3) Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan
sindroma kompartemen
4) Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah
5) Pada peningkatan isi kompartemen, diuretic dan pemakaian manitol dapat mengurangi
tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali
energy seluler yang normal dan mereduksi selotot yang melalui kemampuan dari radikal
bebas
b.Terapi Bedah Fasciotomi Dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30 mmHg.
Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.
Jika tekanannya <30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
1) Identitas
Meliputi nama, umur, agama,pendidikan, pekerjaan, alamat, suku bangsa : morbiditas
kompartemen sindrom abdomen tidak tergantung pada perbedaan ras, seksual, dan
usia
2) Keluhan Utama
Nyeri yang timbul misalnya : saat aktivitas, terutama saat olehraga.
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan yang muncul adalah terdapat salah satu pembengkakan dan nyeri pada
lengan atas, lengan bawah, tungkai atas dan tungkai bawah. Dengan ciri-ciri
parestesia pada tangan atau kaki, denyut nadi tidak teraba pada bagian yang
mengalami kompartemen sindrom. Kehilangan fungsi motorik (gerak) pada bagian
yang mengalami kompartemen sindrom, dan adanya riwayat fraktur
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya ada riwayat obesitas, DM, riwayat pemasangan gips, riwayat pernah
digigit ular.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya riwayat keluarga obesitas, riwayat hepatitis
4) Pola Kesehatan (pola gordon)
1. POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN KESEHATAN
Persepsi terhadap penyakit : biasanya klien mengatakan bahwa sehat itu penting
dan berharga, menurut klien sakit merupakan sesuatu yang tidak nyaman, apabila ada
anggota keluarga yang sakit segera diperiksakan ke puskesmas atau dokter

2. POLA NUTRISI/METABOLISME

Pola Makan dan Minum biasanya selama sakit klien hanya makan ½ porsi karena tidak nafsu
makan
3. POLA ELIMINASI
Biasanya selama sakit, klien mampu BAB dan BAK kuning jernih, bau amoniak, dan tidak ada
keluhan sebelum sakit maupun selama sakit klien tidak memiliki keluhan.
4. POLA AKTIVITAS /LATIHAN
Biasanya selama sakit untuk makan/minum, perawatan diri, berpakaian, mobilitas di tempat
tidur, berpindah, ambulasi/ROM, klien memerlukan bantuan orang lain (score 2). Sedangkan
untuk toileting klien memerlukan bantuan orang lain dan alat (score 3)
0 = Mandiri 2 = Bantuan dari orang lain 4 = tergantung/tdk mampu
1 = Dengan Alat Bantu 3 = Bantuan peralatan dan orang lain

5. POLA ISTIRAHAT TIDUR


Biasanya selama sakit klien dapat tidur pada malam hari namun terkadang merasa kurang
karena nyeri yang dirasakan.
6. POLA KOGNITIF –PERSEPSI
Biasanya selama sakit klien mengalami gangguan pada tungkai, klien mengatakan nyeri ,
nyeri terasa seperti tertusuk benda tajam dengan skala nyeri 6, nyeri terasa di tungkai ,nyeri
muncul selama 3 menit setiap ada gerakan
Deskripsi : P : gangguan pada tungkai atau penyakit

Q : biasanya nyeri terasa seperti ditusuk benda tajam


R : biasanya nyeri terasa ditungkai

S.: biasanya skala nyeri sampai 6

T : bisanya nyeri muncul selang beberapa menit

7. POLA PERAN HUBUNGAN


Biasanya pola hubungan peran, sebelum sakit maupun selama sakit hubungannya dengan
keluarga, saudara, tetangga-tetangganya baik dan tidak ada masalah.

8. POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI
Pola seksual reproduksi, klien biasanya sudah menikah

9. POLA PERSEPSI DIRI/ KONSEP DIRI


1) gambaran diri : biasanya menerima dengan keadaan sakitnya saat ini,
2) idela diri : biasanya klien ingin segera sembuh dan pulang ke rumah agar bisa
melakukan aktivitasnya kembali,
3) harga diri : biasanya klien tidak merasa rendah diri dengan penyakitnya,
4) peran diri : biasanya klien seorang kepala keluarga atau ibu rumah tangga dan saat ini
tidak mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga serta merawat anak dan
suami
5) identitas diri : biasanya klien berjenis kelamin laki-laki atau perempuan

10. POLA KOPING-TOLERANSI STRES


Biasanya pola mekanisme koping, untuk menghilangkan kepenatannya dengan beristirahat
dan berkumpul bersama keluarga atau tetangga, apabila ada masalah selalu dibicarakan
dengan keluarga, jika ada anggota keluarga yang sakit selalu diperiksakan ke puskesmas atau
dokter

11. POLA KEYAKINAN NILAI


Pola nilai dan keyakinan, biasanya bagi yang beragama Islam selalu menjalankan sholat 5
waktu, tetapi selama sakit klien tidak mampu menjalankan sholat dan menerima penyakitnya
sebagai ujian dari Allah SWT.

5) Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : biasanya lemah


Tanda-Tanda Vital :

 Tekanan darah : biasanya terjadi penurunan TD


 Nadi : biasanya bradikardi
 Respirasi : takipnea atau dipsnea
 Suhu : hipertermi

Kepala : Nyeri kepala, penurunan kesadaran

Dada Inspeksi : bentuk dada simetris,

Paru Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama,

Perkusi : sonor,

Auskultasi : suara vesikuler dan irama teratur.

Jantung Perkusi : pekak,

Auskultasi : Bunyi jantung I dan Bunyi jantung II sama, tidak


ada suara tambahan, irama reguler.

Abdomen Inspeksi : perut simetris dan tidak ada jejas,

Auskultasi : bising usus 20x/menit,

Perkusi : redup di kuadran 1 dan tympani di kuadran 2, 3, 4,

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan

Ekstremitas kekuatan otot lemah, ekstrimitas terlihat membiru atau

Muskuloskeletal/Sendi sianosis, terdapat edema pada kompartemen di


ekstrimitas, terdapat nyeri tekan, tonus otot buruk, warna
kulit mengkilap di ekstrimitas yang terkena, tidak
ditemukan denyut nadi atau pulsasi pada ekstrimitas yang
terkena.
Integumen Inspeksi

Palpasi

Neurologi Gelisah, penurunan kesadaran, nyeri kepala.

Status mental/GCS
Payudara Pemeriksaan bersih dan tidakada pembengkakan

Genitalia hasil genetalia bersih dan tidak ada jejas.

Rectal Pemeriksaan rektum bersih.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri akut / kronis berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan dalam


kompartemen
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, ketidaknyamanan, penurunan
kekuatan otot
c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan obstruksi.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri dan kelemahan, kerusakan
muskuloskeletal.
f. Kurang Pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan
interpretasi informasi.
g. Kecemasan / ansietas

III. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx NOC NIC
Nyeri Akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
1. Mengenali kapan nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
terjadi (3-4) komperhensif yang meliputi
2. Mengambarkan faktor lokasi, karakteristik, durasi,
penyebab kualitas, intensitas atau beratnya
3. Menggunakan jurnal nyeri dan faktor pencetus
harian untuk memonitor 2. Pastikan perawatan analgesik
gejala dari waktu ke bagi pasien dilakukan dengan
waktu pemantauan yang ketat
4. Menggunakan tindakan 3. Gunakan strategi komunikasi
pencegahan terapeutik untuk mengetahui
5. Menggunakan tindakan pengalaman nyeri dan sampaikan
pengurangan (nyeri) penerimaan pasien terhadap nyeri
tampa analgesik 4. Gali pengetahuan dan
6. Menggunakan analgesik kepercayaan pasien terhadap
yang direkomendasikan nyeri
7. Melaporkan perubahan 5. Tentukan akibat dari pengalaman
terhadap gejala nyeri nyeri terhadap kualitas hidup
pada profesional pasien
kesehatan 6. Gali bersama pasien faktor-faktor
8. Melaporkan gejala yang yang dapat menurunkan atau
tak terkontrol pada memperberat nyeri
profesional kesehatan 7. Evaluasi bersama pasien dan tim
9. Menggunakan kesehatan lainnya, mengenai
sumberdaya yang efektivitas tindakanpengontrolan
tersedia nyeri yang digunakan
10. Mengenali apa yang sebelumnya
terkait dengan gejala 8. Berkolaborsi dengan dokter,
nyeri pasien dan anggota keluarga
11. Melaporkan nyeri dalam memilihb jenis narkotik
yang terkontrol yang akan digunakan
9. Konsulatsikan dengan ahlli nyeri
Tingkat Nyeri diklinik bagi opasien yang
1. Panjang episod nyeri mengalami kesulitan dalam
2. Mengerang dan mencapai pengontrolan nyeri
menangis
3. Ekspresi nyeri wajah
4. Tidak bisa beristirahat
5. Mengerinyit
6. Mengeluarkan keringat
7. Ketengangan otot
8. Kehilangan nafsu
makan
9. Frekuensi nafas
Hambatan Ambulasi Terapi Latihan : Ambulasi
Mobilitas Fisik 1. Menopang berat badan 1. Beri pasien pakaian yang tidak
2. Berjalan dengan mengekang
langkah yang efektif 2. Bantu pasien untuk
3. Berjalan dengan pelan menggunakan alas kaki yang
4. Berjalan dengan memfasilitasi pasien untuk
kecepatan sedang berjalan dan mencegah cedera
5. Berjalan mengelilingi 3. Sediakan tempat tidur
kamar berketinggian rendah, yang
sesuai
Pergerakan 4. Bantu pasien untuk duduk di sisi
1. Keseimbangan tempat tidur untuk memfasilitasi
2. Koordinasi penyesuaian sikap tubuh
3. Cara berjalan 5. Konsultasikan pada ahli terapi
4. Berjalan fisik mengenai rencana ambulasi
5. Bergerak dengan mudah sesuai kebutuhan
6. Instruksikan ketersediaan
perangkat pendukung, jika sesuai
7. Bantu pasien untuk perpindahan
8. Terapkan atau sediakan alat
bantu
9. Bantu pasien dengan ambulasi
awal
10. Bantu pasien untuk berdiri dan
ambulasi degan jarak tertentu
dan dengan sejumlah staf tertentu
11. Bantu pasien untuk membangun
pencapaian yang realistis untuk
ambulasi jarak
12. Dorong ambulasi independen
dalam batas aman
13. Dorong pasien untuk “bangkit
sebanyak dan sesering yang
diinginkan”, jika sesuai
Gangguan Perfusi Perfusi Jaringan Terapi Latihan : Kntrol otot
Jaringan 1. Aliran darah melalui 1. Tentukan kesiapan pasien untuk
pembuluh darah hepar terlibat dalam aktifitas
2. Aliran darah melalui 2. Kolaborasikan dengan ahli terapi
pe,buluh darah perifer fisik, okupasional dan
3. Aliran darah melalui rekreasional dalam
pembuluh darah pada mengembangkan dan
tingkat sel menerapkan program latihan,
4. Aliran darah melalui sesuai kebetuhan
pembuluh darah 3. Konsultasikan dengan ahli terapi
cerebral fisik untuk menentukan posisi
5. Aliran darah melalui optimal bagi pasien selama
pembuluh darah jantung latihan dan jumlah pengulangan
untuk setiap pola pengulangan
Perfusi Jaringan Perifer 4. Sediakan privasi selama latihan
1. Pengisian kapiler jari 5. Sesuaikan pengcahayaan, suhu
2. Suhu kulit ujung kaki ruangan dan kebesingan
dan tangan 6. Urutkan aktifitas perawatan
3. Kekuatan denyut nadi harian untuk meningkatkan efek
krotis dari terapi latihan tertentu
4. Tekanan darah sistolik 7. Evaluasi ulang kebutuhan
5. Tekanan darah diastolik terdahap alat bantu saat jeda rutin
6. Edema perifer dengan berkalaborasi dengan ahli
7. Kram otot terapi fisik, terapi okupasional
8. Kerusakan kulit dan terapis pernafasan
9. Kelemahan otot 8. Bantu pasien untuk berada pada
10. Mati rasa posisi duduk atau berdiri untuk
melakukan protokol latihan
9. Gunakan alat bantu visual untuk
memfasilitasi belajar bagaimana
melakukan kegiatan sehari-hari
atau gerakan latihansesuai
kebutuhan
10. Dorong pasien untuk
mempraktikan latihan secara
mandiri
11. Bantu pasien dengan atau
dukung pasien untuk
menggunakan pemanasan dan
pendinginan sebelum dan
sesudah protokol latihan
12. Monitor emosi pasien,
kardiovaskuler, dan respon
fungsional terhadap protokol
latihan
13. Berikan dukungan positif
terhadap usaha pasien dalam
latihan dan aktifitas fisik
14. Kolaborasikan dengan pemberi
perawatan dirumah terkait
protokol latihan dan kegiatan
sehari-hari
15. Bantu pasien untuk membuat
perbaikan terhadap rencana
latihan dirumah
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sindrom kompartemen dapat terjadi pada kasus trauma yang disertai fraktur, paling
sering di tungkai bawah. Sindrom kompartemen tidak memiliki tanda dan gejala khusus,
tanda dan gejalanya sering diduga berasal dari trauma primer. Tindakan definitif terbaik
dekompresi kompartemen tungkai bawah adalah fasiotomi dengan teknik insisi ganda.

B. SARAN
a. Pada perawat
Agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan
kompartemen sindrom dan meningkatkan pengetahuan dengan membaca buku-buku dan
mengikuti seminar serta menindaklanjuti masalah yang belum teratasi.
b. Pada mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan teknik komunikasi terpeutik dan melakukan pengkajian
agar kualitas pengumpulan data dapat lebih baik sehingga dapat melaksanakan asuhan
keperawatan dengan baik.
c. Pada klien dan keluarga
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan pengobatan dan diit
yang telah diinstruksikan oleh perawat dan dokter.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.answers.com/topic/compartment-syndrome
2. https://dokumen.tips/documents/makalah-sindrom-kompartemen.html
3. http://www.saltlakeregional.com/adam/Health%20Illustrated%20Encyclopedia/1/001224/
4. https://id.wikipedia.org/wiki/Sindroma_kompartemen
5. http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A0020

6. http://emedicine.medscape.com/article/1269081-overview
7. Amendola, Bruce Twaddle. 2003. Compartment syndromes in Skeletal trauma basic
science, management, and reconstruction. Vol 1. Ed 3rd. Saunders
8. Azar Frederick. 2003. Compartment syndrome in Campbell`s operative orthopaedics. Ed
10th. Vol 3. Mosby. USA
9. Salter R B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System; edisi ke-3.
Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 1999: 464, 468-476.
10. Skinner H B. Current Diagnosis & Treatment in Orthopedics; edisi ke-2. Singapore:
The McGraw-Hill Companies, 2000: 60-61, 352, 504-506.
11. Spivak J M et al. Orthopaedics A Study Guide. Singapore: The McGraw-Hill
Companies, 1999: 308, 466-467, 918-921, 923-935.

Anda mungkin juga menyukai