Anda di halaman 1dari 44

DESAIN JENJANGPIT BATU HIJAU

PT NEWMONT NUSA TENGGARAKABUPATEN SUMBAWA


BARAT PROPINSI NUSATENGGARA BARAT

USULAN KERTAS KERJA WAJIB

Oleh :

Nama Mahasiswa : Surahman


Nim : 14361017
Prodi : Keinspekturan
Konsentrasi : Keinspektur Tambang
Diploma : III (Tiga)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PERGURUAN TINGGI KEDINASAN AKADEMI MINYAK DAN GAS BUMI
STEM “AKAMIGAS
CEPU, 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang
telah dilimpahakan, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Kertas Kerja
Wajib (KKW) dengan judul “Dimensi Jenjang Pit Batu Hijau PT Newmont Nusa
Tenggara Kabupaten Sumbawa Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat”.

Terwujudnya proposal ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis, baik berupa tenaga, maupun pemikiran. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mungucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Toegas S. Soegiarto, M.T. selaku Direktur PTK STEM-


AKAMIGAS;
2. Bapak Agus Heriyanto, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi
Keinspekturan;
3. Bapak Ir. Apud Djadjulie, M.T. yang telah membimbing dalam penyelesaian
proposal ini;
4. Bapak dan Ibu dosen, yang telah banyak membimbing dan memberikan
ilmu pengetahuan kepada penulis;

Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan kebaikan
dari-Nya dan tercatat sebagai amal ibadah, Amiin.

Penulis menyadari bahwa dalam proposal ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis mengharap kritik, koreksi, dan saran dari berbagai pihak untuk
perbaikan-perbaikan ke depan.

Cepu, Mei 2014

Penulis

SURAHMAN
NIM.14361017/A

1
INTISARI

Mineral yang akan ditambang dengan cara teknik tambang terbuka sangat
dipengaruhi oleh beberapa aspek meliputi ukuran, bentuk, orientasi dan faktor
kedalaman dari permukaan cadangan mineral tersebut. Keadaan topografi mencakup
daerah pegunungan sampai daerah dasar lembah. Oleh karena itu terdapat beberapa
pertimbangan dimensi yang harus diperhatikan diantaranya adalah mengenai dimensi
jenjang.
Dimensi jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal, dan
lebar dari jenjang penangkap (catch bench). Rancangan geoteknik jenjang biasanya
dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini.Ukuran
panjang dan lebar jenjang ditentukan oleh metode pembongkaran
materialmenggunakan alat mekanis atau pun peledakan, kemampuan alat muat, pola
gerak alat muat dan alat angkut, maupun letak alat muat dan alat angkut yang
digunakan dalam waktu yang bersamaan pada saat penambangan serta sasaran
produksi dan rencana pemanfaatan lahan bekas tambang. Dimensi jenjang akan
mempengaruhi jumlah bahan galian yang dapat di tambang, dan berpengaruh pada
kestabilan lereng dan keamanan penambangan.

Kata kunci: lebar jenjang, tinggi jenjang, sudut lereng, dan jenjang penangkap

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
INTISARI.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Masalah......................................................................................................2
1.3. Maksud dan Tujuan....................................................................................2
1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................................2
1.5. Sistematika Penulisan................................................................................3
1.6. Lokasi dan Kesampaian Daerah................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA....................................................................................6
2.1. Kajian Pustaka...........................................................................................6
2.1.1 Dimensi Jenjang.........................................................................................6
2.1.2 Rancangan Dimensi Jenjang......................................................................7
2.1.3 Sudut Lereng Inter-ramp dan Overall.....................................................12
2.1.4 Perhitungan Dimensi Jenjang..................................................................17
2.1.5 Regulasi yang Mengatur Dimensi Jenjang..............................................21
2.1.6 Peledakan.................................................................................................23
2.1.7 Rancangan Peledakan..............................................................................24
2.2. Kerangka Pemikiran................................................................................33
BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................35
3.1. Studi Literatur..........................................................................................35
3.2. Observasi Lapangan.................................................................................35
3.3. Pengambilan Data....................................................................................35
3.4. Pengolahan Data......................................................................................36
3.5. Penyajian Data.........................................................................................36
BAB IV RENCANA KEGIATAN............................................................................37
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................36

3
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 PetaLokasiKesampaian Penelitian …………………………………… 5


Gambar 2.1 Bagian-bagian jenjang ………………………………………………..10
Gambar 2.2 Working bench dan safety bench ……………………………………. 11
Gambar 2.3 Jenjang penangkap …………………………………………………... 11
Gambar 2.4 Face angle …………………………………………………………… 12
Gambar 2.5 Overall slope angle …………………………………………………... 13
Gambar 2.6 Overall slope angle with ramp ………………………………………. 14
Gambar 2.7 Interramp slope angle ……………………………………………….. 14
Gambar 2.8 Interramp slope angle dengan satu working bench …………………..15
Gambar 2.9 Overall slope angle dengan working bench dan ramp ……………….16
Gambar 2.10 Interramp slope angle dengan working bench dan ramp…………... 16
Gambar 2.11 Overall slope angle dengan dua working bench …………………… 17
Gambar 2.12 Arah lubang ledak ………………………………………………….. 25
Gambar 2.13 Pola pemboran ………………………………………………………28
Gambar 2.14 Dimensi peledakan …………………………………………………. 29
Gambar 2.15 Alur kerangka pemikiran …………………………………………… 33

4
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT), merupakan sebuah perusahaan

tambang bijih tembaga dengan mineral ikutan emas dan perak yang berlokasi di

Batu Hijau, Sumbawa Barat. Aktivitas penambangan pada pit “Batu Hijau”

dilakukan dengan sistem tambang terbuka. Karena letak bijih berada dilapisan bawah

dari permukaan dan tertutup oleh lapisan tanah penutup maka untuk mencapai

lapisan bijih itu biasanya dibuat jenjang/bench.

Dalam pembuatan jenjang juga harus mampu menampung dan mempermudah

pergerakan alat-alat mekanis pada saat aktivitas pengupasan tanah penutup dan

pengambilan bijih, untuk itu diperlukan suatu perencanaan dan perhitungan yang

akurat agar jenjang tersebut aman dari longsor. Dimensi suatu jenjang dapat

ditentukan dengan mengetahui data produksi yang diinginkan, peralatan mekanis

yang digunakan, material yang digali, jenis pembongkaran dan penggalian yang

dipergunakan dan batas kedalaman penggalian atau tebalnya lapisan bijih, serta data

sifat mekanik dan sifat fisik batuan untuk kestabilan lereng.

Karena dimensi jenjang akan mempengaruhi jumlah bahan galian yang dapat

di tambang, dan berpengaruh pada kestabilan lereng dan keamanan penambangan,

maka diperlukan perencanaan dan perhitungan yang matang. Sehingga penulis sangat

tertarik untuk mengangkat masalah ini.

1
2

I.2. Masalah

Masalah yang akan dikaji dalam pembahasan ini adalah:

1. Perencanaan dalam pembuatan jenjang pada pit “Batu Hijau”.


2. Memastikan apakah jenjang-jenjang yang dibuat sudah sesuai dengan

perencanaan dan perhitungan yang telah dilakukan.

I.3. Maksud dan Tujuan

 Maksud

Maksud dilakukannya praktek ini adalah ingin mempelajari rancangan dimensi

lereng tunggal (single slope) dan lereng keseluruhan (overall slope) yang

aman pada pit “Batu Hijau”.

 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untukmengetahui apakah jenjang yang telah dibuat

sudah sesuai dengan dimensi jenjang menurut Keputusan Menteri Pertambangan dan

Energi No. 555 Pasal 241. Selain itu, penulis juga ingin mengetahui potensi longsor

yang terjadi pada hasil rancangan dimensi lereng pada pit “Batu Hijau”.

I.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan dari kegiatan praktek ini hasilnya dapat digunakan untuk

perkembangan ilmu pengetahuan teknik sipil, khususnya dalam hal perencanaan

desain jenjang.
2. Memberikan rekomendasi lereng tunggal dan lereng keseluruhan yang aman

kepada PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT).


3

I.5. Sistematika Penulisan

Kertas Kerja Wajib ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika sebagai

berikut :

Bab I. Pendahuluan

Menjelaskan mengenai latar belakang penulisan, masalah, batasan masalah

yang dibahas, maksud dan tujuan, sistematika penulisan, lokasi dan kesampaian

daerah.

Bab II. Kajian Pustaka

Mengulas tentang kondisi geologi PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) dan

sekitarnya dan landasan teori mengenai dimensi jenjang serta langkah-langkah

perencanaan dan perhitungan dalam pembuatan jenjang.

Bab III. Metodologi Penelitian

Memberikan penjelasan tentang metode yang digunakan dalam penelitian ini

mulai dari studi pustaka hingga pengolahan data.

Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Menguraikan tentang perencanaan dan perhitungan dalam pembuatan jenjang

pada pit “Batu Hijau”.

Bab V. Penutup.

Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran terkait dimensi jenjang.

I.6. Lokasi dan Kesampaian Daerah

Lokasi penambangan bijih tembaga dan emas Batu Hijau PT. Newmont

Nusa Tenggara, secara astronomis terletak antara 116052’21’’BT dan 08057’55’’LS.

Sedangkan secara administratif terletak di sebelah barat daya Pulau Sumbawa yang
4

berjarak sekitar 15 km dari pantai barat dan 10 km dari pantai selatan, tepatnya

di Kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat

(NTB), dengan batas batas :

 Sebelah Utara : Kecamatan Jereweh


 Sebelah Selatan : Samudera Hindia
 Sebelah Barat : Selat Atlas
 Sebelah Timur : Kecamatan Lunyuk

Kemudian untuk mencapai daerah penelitian dapat ditempuh dengan sarana

sebagai berikut :

 Perjalanan diawali dari kota Cepu menuju Bandar Udara Internasional Juanda

Surabaya menggunakan kendaraan roda empat dengan waktu tempuh kurang

lebih 5 jam perjalanan.


 Dari Kota Surabaya (Bandar Udara Internasional Juanda) dengan menggunakan

pesawat terbang tujuan Kota Praya, NTB (Bandar Udara Internasional Lombok)

dengan waktu tempuh kurang lebihnya 50 menit.


 Dari Bandar Udara di Kota Praya menuju PTNNT Batu Hijau dapat ditempuh

dengan menggunakan kendaraan roda empat hingga pelabuhan Khayangan

Lombok Timur yang memakan waktu sekitar 1 jam perjalanan.


 Diteruskan dengan menggunakan perjalanan laut menggunakan speed boat

menuju Benete Port Maluk yang memakan waktu sekitar 1 jam 30 menit.

Setelah itu dilanjutkan dengan perjalanan roda empat menuju lokasi

pertambangan PT. NNT Batu Hijau berjarak 25 km yang memakan waktu sekitar

1jam melewati jalan khusus perusahaan.


5

Gambar 1.1PetaLokasiKesampaian Penelitian


BAB II KAJIAN PUSTAKA
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II.1. Kajian Pustaka

2.1.1 Dimensi Jenjang

Penambangan mineral dan batubara memakai sistem tambang terbuka

menyebabkan perubahan rona atau bentuk topografi suatu daerah menjadi sebuah

front penambangan. Secara umum tambang terbuka terdiri dari beberapa jenjang

(bench) dan jalan angkut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dimensi jenjang:

1. Produksi

Salah satu tujuan penentuan dimensi jenjang adalah harus dapat menghasilkan

produksi yang diinginkan, maka jenjang yang akan dibuat perlu mempertimbangkan

jumlah produksi yang diinginkan. Pada umumnya jumlah produksi menentukan

dimensi jenjang yang akan dibuat, artinya akuratnya ukuran jenjang tergantung

jumlah produksi.

2. Kondisi Material

Kondisi material/batuan yang ada dapat menentukan peralatan yang harus

digunakan sehingga kegiatan yang sesuai untuk produksi yang dikerjakan dapat

ditentukan. Kondisi batuan yang lebih dominan antara lain kekuatan batuan, faktor

pengembangan, densitas batuan, struktur geologi yang ada. Berdasarkan kondisi

material tersebut dapat membantu memperkirakan peralatan produksi yang

digunakan. Pada material lunak, penggalian dapat langsung dilakukan pada

6
7

permukaan material (permukaan kerja), maka jarak dan ketinggian penggalian perlu

diperhitungkan dalam memperkirakan lebar dan tinggi jenjang.

3. Peralatan Produksi

Pada umumnya peralatan produksi yang akan digunakan/dipilih disesuaikan

dengan kapasitas produksi yang diinginkan dan sesuai material yang akan dikerjakan.

Dengan pertimbangan tersebut, dimensi jenjang mempunyai kondisi kerja yang baik,

dimana hal ini akan mempengaruhi effisiensi kerja.

2.1.2 Rancangan Dimensi Jenjang

a. Beberapa parameter penentuan dimensi jenjang, yaitu :


 Sasaran produksi dan stripping ratio
 Kondisi overburden
 Kondisi dan karakter cebakan batubara
 Peralatan yang digunakan
 Penimbunan material

Dimensi jenjang yang diperhitungkan meliputi lebar, panjang, tinggi, serta

sudut kemiringan jenjang. Ukuran panjang dan lebar jenjang ditentukan oleh metode

pembongkaran material (menggunakan alat mekanis atau peledakan), kemampuan

alat muat, pola gerak alat muat dan alat angkut, maupun letak alat muat dan alat

angkut yang digunakan dalam waktu yang bersamaan pada saat penambangan serta

sasaran produksi dan rencana pemanfaatan lahan bekas tambang. Dimensi jenjang

akan mempengaruhi jumlah bahan galian yang dapat di tambang, dan berpengaruh

pada kestabilan lereng dan keamanan penambangan.

b. Beberapa faktor pertimbangan dalam pembuatan dimensi jenjang:

Tinggi jenjang; disesuaikan dengan rencana dimensi peledakan yang

diterapkan dan jangkauan alat muatnya. Tinggi jenjang adalah jarak yang diukur
8

tegak lurus dari lantai jenjang (toe) hingga ujung jenjang bagian atas (crest). Tinggi

jenjang yang dibuat sangat dipengaruhi oleh sifat fisik, dan mekanik batuan, rencana

dimensi bongkaran serta peralatan mekanis yang dipergunakan.

Lebar jenjang; disesuaikan dengan sasaran produksi dan keadaan topografi

lokasi penambangan. Lebar jenjang adalah jarak horisontal yang diukur dari ujung

lantai jenjang sampai batas belakang lantai jenjang. Lebar minimum yang akan

dibuat harus dapat menampung material hasil bongkaran/peledakan dan peralatan

yang digunakan

Lebar jenjang minimum sangat dipengaruhi:

 Jenis dan kemampuan alat


 Posisi kerja dari peralatan yang sedang beroperasi di lantai yang sama
 Le
 bar dari tumpukan hasil pembongkaran
 Kapasitas produksi yang akan dipakai

Sudut lereng jenjang; merupakan parameter dimensi yang penting yang

memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Penggalian oleh alat gali mekanis seperti

loader atau shovel dipermukaan jenjang pada umumnya akan menghasilkan sudut

lereng antara 60-65 derajat. Sudut lereng yang lebih curam biasanya memerlukan

peledakan pre-splitting.

Dalam pelaksanaan penambangan, pengontrolan sudut lereng jenjang

biasanya dilakukan dengan menandai lokasi pucuk jenjang (crest) sesuai dengan

desain yang telah dibuat menggunakan bendera kecil. Operator alat mekanis

diharapkan dapat menggali sampai batas lokasi bendera tersebut. Lokasi lobang

tembak dapat pula menjadi pedoman. Penggalian sebaliknya dilakukan dari bagian

atas material, agar berada pada posisi kerja yang aman.


9

Dimensi jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal, dan

lebar dari jenjang penangkap (catch bench).Rancangan geoteknik jenjang

biasanyadinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini.

Tinggi jenjang; biasanya alat muat yang digunakan harus mampu pula

mencapai pucuk atau bagian atas jenjang. Jika tingkat produksi atau faktor lain

mengharuskan ketingggian jenjang tertentu, maka alat muat yang digunakan harus

disesuaikan pula ukurannya.

Sudut lereng jenjang; penggalian oleh alat gali mekanis seperti loader atau

shovel dipermukaan jenjang pada umumnya akan menghasilkan sudut lereng antara

60-65 derajat. Sudut lereng yang lebih curam biasanya memerlukan peledakan pre-

splitting.

Lebar jenjang penangkap; ditentukan oleh pertimbangan keamanan.

Tujuannya adalah menangkap batu-batuan yang jatuh, perlu bulldozer kecil atau

grader untuk membersihkan catch bench ini secara berkala. Di beberapa tambang

terkadang digunakan konfigurasi multijenjang (double/triple bench), pada

umumnya untuk jenjang yang tingginya 5-8 meter. Dalam hal ini jenjang dibuat

setiap dua atau tiga jenjang dengan tujuan untuk menerjalkan sudut lereng

keseluruhan. Jenjang penangkap ini biasanya dibuat lebih lebar dibandingkan untuk

jenjang tunggal.

Dalam operasi di pit, pengontrolan sudut lereng biasanya dilakukan dengan

menandai lokasi pucuk jenjang (crest) yang diinginkan menggunakan bendera kecil.
10

Operator shovel diperintahkan menggali sampai mangkuknya mencapai lokasi

bendera tersebut. Lokasi lubang-lubang tembak dapat pula menjadi pedoman.

Komponen dasar pada pit adalah jenjang dengan bagian-bagian:

1. Crest dan toe

Crest adalah bagian paling atas dari satu jenjang dan biasa disebut sebagai

puncak suatu jenjang), sedangkan toe adalah batas paling bawah dari satu jenjang

atau kaki jenjang (Gambar 2.1).

Gambar 2.2Bagian-bagian jenjang

2. Jenjang kerja
Jenjang kerja merupakan bagian dari jenjang yang berfungsi sebagai tempat
bekerja bagi peralatan tambang seperti: power shovel dan back hoe(Gambar 2.2)
11

Gambar 2.3Working bench dan safety bench

3. Jenjang penangkap (catch bench)

Gambar 2.4Jenjang penangkap


12

Jenjang penangkap merupakan jenjang yang berada di antara jenjang utama

yang dibuat guna menangkap material yang jatuh atau runtuh dari jenjang

sebelumnya. Ukuran dari jenjang ini biasanya relatif kecil dari jenjang utamanya

(Gambar 2.3)

4. Pit slop geometry

Pit slop geometry disebut juga dimensi kemiringan dari front penambangan.

Face angle adalah sudut lereng jenjang tunggal (Gambar 2.4)

Gambar 2.5Face angle

2.1.3 Sudut Lereng Inter-ramp dan Overall

Sudut lereng antar jalan (inter-ramp slope angle) adalah sudut lereng

gabungan beberapa jenjang di antara dua jalan angkut. Inilah yang dihasilkan oleh

ahli-ahli geoteknik sewaktu menetapkan sudut lereng jenjang tunggal (face angle)

dan lebar jenjang penangkap (catch bench). Sudut lereng keseluruhan (overall slope
13

angle) adalah sudut yang sebenarnya dari dinding pit keseluruhan, dengan

memperhitungkan jalan angkut, jenjang penangkap dan semua profil lain di pit wall.

Berikut ini adalah definisi overall slope dan interramp slope angle:

a. Overall slope angle

Overall slope angle merupakan sudut kemiringan dari keseluruhan jenjang

yang dibuat pada front penambangan. Kemiringan ini diukur dari crest paling atas

sampai toe paling akhir dari front penambangan (Gambar 2.5).

Gambar 2.6Overall slope angle

b. Overall slope angle with ramp

Pada bagian pertengahan Overall slope diberisalah satu jenjang yang dimensi

ukurannya lebih lebar dan digunakan sebagai jalanangkut (Gambar 2.6).


14

Gambar 2.7Overall slope angle with ramp

c. Interramp slope angle

Interramp slope angle merupakan sudut yang berada di antara ramp yang

diukur dari crest sampai dengan toe pada ramp(Gambar 2.7).

Gambar 2.8Interramp slope angle


15

d. Interramp slope angle dengan satu working bench


Kemiringan jenjang diukur dari crest pada benchyang sejajar jenjang kerja

sampai toe (Gambar 2.8).

Gambar 2.9Interramp slope angle dengan satu working bench

e. Overall slope angle dengan working bench dan ramp


Kemiringan sudutnya diukur dari crest jenjang yang terletak diatas jenjang
kerja sampai toe pada jenjang paling akhir (Gambar 2.9).
f. Interramp slope angle dengan working bench dan ramp
Kemiringan jenjang diukur dari masing-masing crestdan toe pada working
bench dan ramp (Gambar 2.10).
g. Overall slope angle dengan dua working bench
Overall slope yang pada beberapa (dua) bagian jenjangnya diguanakan

sebagai working bench.Kemiringan sudut diukur dari crest paling atas sampai toe
paling bawah dari jenjang yang ada (Gambar 2.11).
16

Gambar 2.10 Overall slope angle dengan working bench dan ramp

Gambar 2.11Interramp slope angle dengan working bench dan ramp


17

Gambar 2.12Overall slope angle dengan dua working bench

2.1.4 Perhitungan Dimensi Jenjang

Tidak ada rumus baku untuk menentukan ukuran dari dimensi jenjang, namun

ada beberapa pihak yang mengeluarkan pendapat mengenai dimensi jenjang, antara

lain :

 Head Quarter of US Army (Pit sand Quarry Technical Bulletin No 5-352)


 Lewis (Elements of Mining)
 L. Shevyakov (Mining of Mineral Deposits)
 Melinkov dan Chevnokov (Safety in Open Cast Mining)
 Popov (The Working of Mineral Deposit)
 Young (Elements of Mining)
 E. P. Pfeider (Surface Mining)

a. Head Quarter of US Army (Pit sand Quarry Technical Bulletin No 5-352)

Wmin = Y +Wt + Ls + G + Wb……………………………………………….. 2.1

dimana :

W min : Lebar jenjang minimum (m)


18

Y : Lebar yang disediakan untuk pengeboran (m)

Wt : Lebar yang disediakan untuk alat -alat (m)

Ls : Panjang power shovel tanpa boom (m)

G : Radius lantai kerja yang terpotong oleh shovel (m)

Wb : Lebar untuk broken material (m)


b. Lewis (Elements of Mining)

Tinggi jenjang sebagai berikut :

 Untuk hidraulicking yang baik adalah 20 ft dan maksimum 60 ft


 Untuk dredging kedalaman ideal antara 50 ft – 80 ft, tetapi ada yang sampai

130 m.
Untuk Open-cut antara 12 ft – 75 ft; yang baik 30 ft. Sedangkan untuk

tambang bijih dapat mencapai 225 ft. Lebar jenjang disesuaikan dengan loading

track, daerah operasi power shovel serta untuk peledakan. Lebarnya antara 20–75ft,

umumnya 50 ft dan idealnya 30 ft .


c. L. Shevyakov (Mining of Mineral Deposits)

Lebar jenjang tergantung pada metode penggalian dan kekerasan bahan galian

yang ditambang.

 Untuk Material Lunak

B = (1,00 s.d 1,50 ) Ro + L + L1 + L2…………………………………………. 2.2

dimana :

B : Lebar jenjang (m)

Ro : Digging radius dari alat muat (m)

L : Jarak ant ara sisi jenjang dengan rel (3 – 4 m)

L1 : Lebar lori (1,75 – 3,00 m)

L2 : Jarak untuk menjaga agar tidak longsor (m)


 Untuk Material Keras
19

B = N + L + L1 + L2………………………………………………………….... 2.3

dimana :

B : Lebar jenjang (m)

N : Lebar yang dibutuhkan untuk broken material (m)

Disini tidak disediakan lebar untuk alat gali / muat, karena dianggap alat muat

bekerja disamping broken material.

d. Melinkov dan Chevnokov (Safety in Open Cast Mining)

 Untuk Lapisan yang lunak (soft strata)

B = 2R + C + C1 + L…………………………………………………………… 2.4

dimana :

B : Lebar jenjang (m)

R : Digging radius dari alat muat (m)

C : Jarak sisi jenjang atau broken material ke garis tengah rel (m)

L : lebar yang disediakan untuk faktor keamanan, biasanya sebesar dump-

truck (m)

 Untuk lapisan keras (hard strata)

B = a + C + C1 + L + A………………………………………………………… 2.5

dimana :

B : Lebar jenjang (m)

a : Lebar untuk broken material (m)

A : Lebar pemotongan pertama (m)


e. Popov (The Working of Mineral Deposit)

Tinggi jenjang dan kemiringannya:


20

1. Kemiringan jenjang tergantung pada kandung air pada bahan galian; bila relatif

kering biasanya memungkinkan kemiringan jenjang yang besar.


2. Umumnya tinggi jenjang berkisar antara 12 – 15 m dengan kemiringan :
 untuk batuan beku : 70o – 80o
 untuk batuan sedimen : 50o – 60o
 untuk batuan ledge dan pasir kering : 40o – 50o
 untuk batuan yang argilaceous : 35o – 45o
 Lebar jenjang

Lebar jenjang antara 40 – 60 m, biasanya juga dibuat antara 80 – 100 m jika

memakai multi row bore-hole. Lebar minimum untuk batuan keras :

Vr = A + C + C1 + L + B………………………………………………………. 2.6

dimana :

Vr : Lebar jenjang minimum (m)

A : Lebar untuk broken material (m)

C : Jarak sisi timbunan ke sisi tengah rel (m)

C1: Setengah lebar lori ( m)

B: Lebar endapan yang diledakkan (6 – 12 m)

L : Lebar yang disediakan untuk menjamin ekstraksi endapan pada jenjang di


bawahnya
f. Young (Elements of Mining)

 Tinggi jenjang

1. untuk tambang bijih besi : 20 – 40 ft

2. untuk tambang bijih tembaga : 30 - 70 ft

3. untuk lime stone : s.d. 200 ft

 Lebar jenjang : 50 – 250 ft

 Kemiringan jenjang : 45o – 65o

g. E. P. Pfeider (Surface Mining)


21

L = Lm + SF x………………………………………………………………….. 2.7

dimana :

L : Tinggi jenjang (m)

Lm : Maximum cutting height dari alat-muat (m)

SF : Swell Factor (m)

x = 0,33 untuk cara corner cut

= 0,50 untuk cara box cut

2.1.5 Regulasi yang Mengatur Dimensi Jenjang

Menurut Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor :

555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pertambangan

Umum Pasal 241 menyebutkan bahwa:

1. Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk

keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh.

2. Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang

mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus :

a) Tidak boleh lebih dari 2.5 m apabila dilakukan secara manual;

b) Tidak boleh lebih dari 6 m apabilah dilakukan secara mekanik dan

c) Tidak boleh lebih dari 20 m apabila dilakukan dengan menggunakan

chamsell, dragline, bucket whell excavator atau alat sejenis kecuali mendapat

persetujuan Kepala Inspeksi Tambang.

3. Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak

boleh lebih dari 6 m apabilah dilakukan secara manual.


22

4. Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang

dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang maksimum

untuk material kompak 15m, kecuali mendapat persetujuan Kepala Pelaksanaan

Inspeksi Tambang.

5. Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila :

a) Tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang lebih dari

15 m, dan

b) tinggi setiap jenjang lebih dari 15 m

6. Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1.5 kali tinggi jenjang atau

disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan

aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety berm) pada tebing

terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan adanya rekahan-

rekahan atau tanda-tanda tekanan maupun kelemahan lainnya.

2.1.6 Peledakan

Dalam pembuatan jenjang, apabila peralatan mekanis tidak mampu menggali

bantuan, maka akan digunakan cara peledakan. Secara umum tujuan dari peledakan

bantuan adalah untuk :

a. Melepaskan batuan dari batuan induknya

b. Menghancurkan batuan sehingga menjadi berukuran lebih kecil

c. Memindahkan batuan

d. Memudahkan proses berikutnya

Untuk menjamin keberhasilan pembongkaran batuan dengan cara peledakan,

maka terdapat 3 parameter yang harus di ketahui, yaitu sifat-sifat batuan yang akan
23

di bongkar,sifat-sifat bahan peledak yang di gunakan, serta rancangan peledakan

yang diterapkan.

a. Sifat Batuan

Sifat-sifat batuan yang harus diketahui sebelum melakukan pembongkaran

batuan adalah kekerasan batuan, kekuatan batuan, kerapatan (density), kecepatan

rambat gelombang seismik, elastisitas,plastisitas, dan struktur geologi.

b. Sifat Bahan Peledak

Bahan peledak adalah suatu rakitan yang terdiri dari bahan-bahan berbentuk

padat atau cair atau campuran dari keduanya, yang apabila terkena suatu aksi

misalnya panas, benturan, gesekan dan sebagainya, dapat bereaksi dengan kecepatan

tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang sangat

tinggi.

Sifat-sifat bahan peledak yang mempengaruhi hasil peledakan adalah

kekuatan, kecepatan, kepekaan, bobot isi, tekanan detonasi, ketahanan terhadap air,

dan sifat gas beracun.

c. Rancangan Peledakan

Rancangan peledakan akan mempengaruhi hasil peledakan. Rancangan

tersebut terdiri dari dimensi pemboran, dimensi peledakan, arah peledakan , powder

factor, dan efek peledakan.

2.1.7 Rancangan Peledakan

Rancangn peledakan akan mempengaruhi hasil peledakan. Rancangan

tersebut terdiri dari:

a. Dimensi pemboran
24

b. Dimensi peledakan

c. Pola peledakan

d. Arah peledakan

e. Powder factor

A. Dimensi pemboran

Dimensi pemboran terdiri dari atas:


1) Diameter lubang ledak
Jika diameter lubang ledak terlalu kecil, maka faktor energi yangdihasilkan
akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar batuan. Jika lubang

ledak terlalu besar, maka fragmentasi yang dihasilkan akan kurang baik, terutama

pada batuan yang terkekarkan dengan kerapatan tinggi.

2) Arah lubang ledak


Arah lubang ledak secara teoritis ada dua, yaitu lubang ledak tegak dan lubang

ledak miring. Rancangan peledakanyang menerapkan lubang ledak tegak, maka

gelombang tekan yang dipantulkan oleh bidang bebas lebih sempit, sehingga

kehilangan gelombang tekan akan cukup besar pada lantai jenjang bagian bawah, hal

ini dapat menyebabkan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang. Sedangkan pada

peledakan dengan lubang ledak miring akan membentuk bidang bebas yang lebih

luas,sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan dan kehilangan

gelombang tekan pada lantai jenjang menjadi lebih kecil (Gambar2.12).


25

Gambar 2.13Arah lubang ledak

Keuntungan dan kerugian dari penggunaan kedua sistem tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Lubang ledak miring


 Keuntungan dari lubang ledak miring adalah:

 Fragmentasi dari tumpukan hasil peledakan yang dihasilkan lebih baik, karena

ukuran burdensepanjang lubang yang dihasilkan relatif seragam.

 Mengurangi kemungkinan missfire yang disebabkan oleh cut off dari

pergerakanburden.

 Dinding jenjang dan lantai jenjang yang dihasilkanrelatif lebih rata.

 Mengurangi terjadinya pecah berlebihan pada batas baris lubang ledak bagian

belakang (back break).

 Powder factor lebih rendah, ketika gelombang kejut yang dipantulkan untuk

menghancurkan batuan pada lantai jenjang lebih efisisen.


26

 Produktifitas alat muat tinggi karena tumpukan hasil peledakan (muckpile) lebih

rendah dan seragam.

 Kerugian dari lubang ledak miring adalah sebagai berikut:


 Kesulitan dalam penempatan sudut kemiringan yang sama antar lubang ledak

serta dibutuhkan lebih banyak ketelitian dalam pembuatan lubang ledak.


 Mengalami kesulitan dalam pengisian bahan peledak.

 Pada pemboran lubang ledak dalam, sudut deviasi yang dibentuk semakin besar.

b. Lubang Ledak Tegak


 Keuntungan lubang ledak tegak adalah sebagai berikut :
 Pemboran dapat dilakukan dengan lebih mudah dan lebih akurat
 Untuk tinggi jenjang sama lubang ledak akan lebih pendek jika dibanding dengan

lubang ledak miring.


 Kerugian lubang ledak tegak adalah sebagai berikut:
 Kemungkinan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang(toe) besar
 Kemungkinan timbulnya retakan ke belakang jenjang (back break) dan getaran

tanah lebih besar.


 Lebih banyak menghasilkan bongkah pada daerah di sekitar stemming.
3) Pola pemboran
Pola pemboran merupakan suatu pola dalam pemboran untuk menempatkan

lubang–lubang ledak secara sistematis. Pola pemboran ada 2 macam, yaitu : pola

pemboran sejajar (parallel pattern) dan pola pemboran selang–seling (staggered

pattern)(gambar 2.13).
Pola pemboran sejajar adalah pola pemboran dengan penempatan lubang ledak

dengan baris (row) yang berurutan dan sejajar dengan burden. Sedangkan pola

pemboran selang–seling merupakan pola pemboran yang penempatan lubang–lubang

ledaknya selang–selingsetiap kolomnya.


Pada kondisi di lapangan, pola pemboran sejajar lebih mudah dalam

pembuatan dan pengaturannya, namun fragmentasi yangdihasilkan kurang seragam,


27

sedangkan untuk pola pemboran selang–seling fragmentasi yang dihasilkan lebih

seragam walaupun lebih sulit dalampengaturan di lapangan.


Menurut hasil penelitian pada peledakan batuan yangkompak dan homogen,

menunjukkan bahwa produktivitas dan tingkat fragmentasi hasil peledakan

menggunakan pola pemboran selang–selinglebih baik dibandingkan dengan pola

pemboran sejajar. Hal ini disebabkan karena pada pola pemboran selang–seling,

energi yang dihasilkan terdistribusi lebih optimal dalam batuan.

Gambar 2.14Pola pemboran

B. Dimensi Peledakan

Dimensi peledakan terdiri dari burden, spacing, sub-drilling, stemming, dan

kedalaman lubang bor, tinggi jenjang, dan panjang kolom bahan peledak (Gambar

2.14).
a. Burden (B)

Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak terhadap bidang bebas

(free face) yang terdekat dan merupakan arah pemindahan batuan (displacement)
28

akan terjadi. Burden yang terlalu kecil akan menghasilkan bongkaran yang terlalu

hancur dan terjadinya batu terbang (fly rock). Sedangkan jika terlalu besar akan

menghasilkan bongkah-bongkah batuan yang terlalu besar. Besarnya burden

tergantung pada karakteristik batuan, karakteristik bahan peledak, dan diameter

lubang ledak (Gambar 2.14).

Gambar 2.15Dimensi peledakan

Menurut C.J. Konya, rumus untuk menghitung burden adalah

B = Kb.d/12…………………………………………………………………….. 2.8

dimana :

B = burden (ft)

Kb = burden ratio ≈ 30

d = hole diameter (inch)

b. Spacing (S)
29

Spacing adalah jarak terdekat antara dua lubang ledak yang berdekatan di

dalam satu baris (row). Apabila spacing terlalu kecil akan menyebabkan batuan

hancur menjadi halus diikuti suara bising (noise) , disebabkan karena energi yang

menekan terlalu kuat, sedangkan bila spacing terlalu besar akan menghasilkan

boulder atau bahkan batuan hanya mengalami retakan dan menimbulkan tonjolan

diantara dua lubang ledak setelah diledakkan.

Biasanya rumus yang digunakan untuk menentukan spacing adalah:

S= 1,2 B………………………………………………………………………… 2.9

Dimana :

S = spacing (m)

B = burden (ft)

Untuk memperoleh jarak spasi maka digunakan rumusansebagai berikut :

1) Serentak tiap baris lubang ledak

 Untuk tinggi jenjang rendah (low benches)

H < 4B, makaS = ( H + 2B) / 3 ………………………………………… 2.10

 Untuk tinggi jenjang yang besar (high benches)

H = 4B, makaS = 2B……………………………………………………. 2.11

2) Beruntun dalam tiap baris lubang ledak

 Untuk tinggi jenjang rendah (low benches)

H < 4B, makaS = ( H + 7B ) / 8………………………………………... 2.12

 Untuk tinggi jenjang yang besar (high benches)

H = 4B, makaS = 1,4B…………………………………………………. 2.13

c. Stemming (T)
30

Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang ledak, yang

letaknya di atas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi

keseimbangan tekanan dan mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga dapat

menekan batuan dengan energi yang maksimal. Disamping itu stemming juga

berfungsiuntuk mencegah terjadinya batuan terbang (flyrock),serta ledakan tekanan

udara(airblast) padawaktu peledakan. Untuk penentuan tinggi stemming,digunakan

rumusan seperti yang tertera berikut ini :

T = 0,7 B…………………………………………………………………………… 2.14

dimana :

T = stemming (ft)

B = burden (ft)

d. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah panjang lubang ledak yang berada dibawah lantai jenjang

relatif rata setelah peledakan.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung panjang subdrilling:

J = 0,3 x B............................................................................................................. 2.15

dimana :

J =subdrilling (ft)

B = burden (ft)

e. Tinggi Jenjang(L)

Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan lubang

bor dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang berpengaruh terhadap hasil peledakan

seperti fragmentasi batuan, ledakanudara, batu terbang dan getaran tanah. Hal ini

dipengaruhi oleh jarak burden. Berdasarkan perbandingan tinggi jenjang dan jarak
31

burdenyang diterapkan (stiffness ratio), maka akan diketahui hasil dari peledakan

tersebut.

Penentuan ukuran tinggi jenjang berdasarkan stiffness ratio digunakan rumus

sebagai berikut :

L = 5 x De ............................................................................................................. 2.16

dimana :

L = Tinggi jenjang minimum (ft)

De = Diameter lubang ledak (inchi)

f. Kedalaman Lubang Ledak (H)

Kedalaman lubang ledak harus lebih besar daripada tinggi jenjang (bench

hight). Untuk menghitung ketinggian jenjang menggunakan rumus :

K = 5 x d................................................................................................................ 2.17

dimana :

K = bench hight (ft)

d = hole diameter (inch)

Kedalaman lubang ledak tidak boleh lebih kecil dari burden, yang

dimaksudkan untuk menghindari overbreak.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung kedalaman lubang ledak adalah

H = K + J............................................................................................................... 2.18

dimana :

H = kedalaman lubang ledak (ft)

K = bench hight (ft)


32

J = subdrilling(ft)

g. Panjang kolom isian(PC)

Panjang kolom isian merupakan panjang kolom lubang ledak yang akan diisi

bahan peledak. Panjang kolom ini merupakan kedalaman lubang ledak dikurangi

panjang stemmingyang digunakan.

PC = H – T ............................................................................................................ 2.19

Di mana :

PC = panjang kolom isian (meter)

H = kedalaman lubang ledak (meter)

T = stemming(meter)

II.2. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.16Alur kerangka pemikiran

1. Produksi
33

Salah satu tujuan penentuan dimensi jenjang adalah harus dapat menghasilkan

produksi yang diinginkan, maka jenjang yang akan dibuat perlu suatu perencanaan

dan pertimbangan yang matang agar target jumlah produksi yang diinginkan bisa

tercapai. Dalam penentuan jumlah produksi juga sangat dipengaruhi olehsifat dan

kekuatan batuan sertaperalatan (gali,muat,angkut) yang digunakan.

2. Dimensi peledakan

Dalam pembuatan jenjang, apabila peralatan mekanis tidak mampu menggali

bantuan, maka akan digunakan cara peledakan. Dalam kegiatan peledakan, hal-hal

yang harus diperhatikan antara lain adalah mengenai pengeboran dan bahan peledak

yang digunakan.

3. Perencanaan desain jenjang

Dalam merencanakan desain jenjang, hal-hal yang harus ketahui antara lain:

rencana produksi yang diinginkan, peralatan mekanis yang digunakan, material yang

digali, jenis pembongkaran dan penggalian yang akan dilaksanakan, batas kedalaman

penggalian atau tebalnya lapisan bijih, serta sifat mekanik dan sifat fisik batuan

untuk kestabilan lereng.

4. Perhitungan dimensi jenjang

Yang meliputi tinggi, lebar, panjang, dan kemiringan jenjang. Pada tahapan

ini perlu dilakukan kajian kemantapan lereng untuk memastikan jenjang-jenjang

yang akan dibuat benar-benar aman dari kelongsoran.Apabila setelah dilakukan

pengukuran jenjang dilapangan tidak sesuai dengan perencanaan, maka harus


34

dilakukan desain ulang untuk mendapatkan dimensi jenjang yang benar-benar aman

dari kelongsoran.

5. Hasil
BAB III METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN

III.1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka

yangmenunjang, baik yang bersifat sebagai dasar penelitian maupun yang

bersifatsebagai pendukung dan referensi yang berkaitan dengan dimensi lereng.

III.2. Observasi Lapangan

Maksud dari observasi lapangan adalah dengan melakukan pengamatan dan

perhitungan secara langsung terhadap jenjang yang ada dan mencari informasi

pendukungyang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Observasi

lapangandilakukan untuk mengetahui sekilas kondisi lapangan.

III.3. Pengambilan Data

Pengambilan data terdiri dari dua cara yaitu:

1. Pengambilan data primer

Data yang diambil adalah data-data mengenai proses perencanaan dan

perhitungan dimensi jenjang tempat dilakukannya praktek.

2. Pengambilan data sekunder

Data yang diambil adalah data yang sudah ada, dalam hal ini adalah data

yangberkaitan dengan praktik kerja lapangan yang berasal dari buku referensi,

datatersebut antara lain kesampaian daerah, peta lokasi penambangan, data

targetproduksi, data curah hujan dan lain-lain.

35
36

III.4. Pengolahan Data

Setelah data diperoleh, kemudian dilakukan analisa dan perhitungan dengan

menggunakanrumus-rumus yang diperoleh dari bahan refrensi dan kemudian data

hasil perhitungantersebut dijadikan acuan untuk penelitian dan digunakan untuk

pengambilankesimpulan.

III.5. Penyajian Data

Hasil yang didapat dari analisis data kemudian disajikan dalam bentuk

laporanberupa kertas kerja wajib.


BAB IV RENCANA KEGIATAN
RENCANA KEGIATAN DAN WAKTU PELAKSANAAN

TANGGAL
No KEGIATAN 29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
MARET APRIL

1 Berangkat dari Cepu


Lapor Kedatangan ke
2
Perusahaan
Orientasi Umum
3
Pengenalan PTNNT
Peninjauan ke
LIBUR

LI B UR
4
Lapangan
5 Pengumpulan Data

6 Analisis Pengamatan
Penulisan dan
7
Konsultasi KKW
9 Pamitan Pulang

Cepu, Februari 2015

Mengetahui,Pembimbing Penulis

S URAH MAN

37
DAFTAR PUSTAKA

1. DjadjulieApud, (2014), Perencanaan Tambang, Materi Kuliah Prodi

Keinspekturan, STEM Akamigas, Cepu

2. TebayDenny, (2011), Rancangan Teknis Penambangan Batubara Blok Siambul

Pt. Riau Bara Harum Desa Kelesa,Kabupaten Indragiri Hulu Propinsi Riau,

Riau

3. SuyonoPriyoWidodo, (2012) Analisis Pengaruh Water Pressure Terhadap

Kestabilan Lereng Jenjang Di Southeast Wall Phase 6 Area Penambangan Bijih

Tembaga Batu HijauPT Newmont Nusa Tenggara, Kab. Sumbawa Barat, Staf

Pengajar, Program Studi Teknik Pertambangan, UPN Veteran Yogyakarta

4. Waterman S, (2010), Perencanaan Tambang, Jurusan Teknik Pertambangan,

UPN “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta

5. __________, (1998), Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.555

Pasal 241, Departemen Pertambangan dan Energi

Anda mungkin juga menyukai