Anda di halaman 1dari 3

TANGGUNG JAWAB MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH ALLAH

NAMA : MUHAMMAD GHITHRIF GUSTOMO PUTRA

NPM : 1906285642

ILMU EKONOMI ISLAM

Secara etimologis, khalifah berarti wakil yang memegang kekuasaan. Khalifah


merupakan orang yang diberi kepercayaan untuk mengelola dan merawat bumi serta mengatur
kehidupan dimuka bumi dengan mengacu kepada rambu-rambu Allah (Al-Quran) agar segala
kiprahnya senantiasa mempunyai nilai ibadah kepada Allah SWT dan bermanfaat bagi umat
manusia. Manusia menjadi khalifah di bumi Allah SWT untuk mewujudkan kemakmuran dan
kedamaian. Sebagai khalifah, manusia dituntut untuk kreatif dalam menyelesaikan berbagai
permasalahan. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan mulia dibandingkan dengan
ciptaan Allah SWT lainnya. Hal yang membedakan manusia dengan malaikat, setan, hewan,
maupun tumbuhan adalah manusia dikaruniai akal budi. Akal budi membimbing manusia
untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan iman. Dengan akal budi, manusia dapat
menggunakan sumber daya yang tersedia di bumi secara kreatif untuk mencapai kesejahteraan
lahir dan batin.

Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah : 30 tentang peran manusia sebagai


khalifah di muka bumi :

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui".
Menyandang gelar sebagai seorang khalifah tidak berarti manusia memiliki kekuasaan
yang tidak terbatas di bumi Allah SWT. Selain akal budi, manusia juga dikaruniai hawa nafsu.
Hawa nafsu mendorong manusia untuk mencari kesenangan-kesenangan duniawi. Hawa nafsu
menjadikan manusia memiliki hasrat biologis (biological needs) dan hasrat untuk berkuasa
(will to power). Keduanya menawarkan kesenangan yang bersifat sesaat. Hasrat meraih
kesenangan dunia yang dibisikkan hawa nafsu dapat melenakan manusia sehingga lupa akan
tanggung jawabnya. Karena itu, dalam ajaran Islam, hawa nafsu harus diperangi tetapi tidak
untuk dimatikan, melainkan untuk dikendalikan. Sebagai seorang khalifah, manusia harus
tunduk terhadap hukum-hukum Allah SWT, baik yang tertulis dalam kitab suci Al-Qur’an
(ayat Qur’aniyah) dan Sunnah Rasulullah SAW, maupun yang tersirat di alam semesta (ayat
Kauniyah).

Salah satu capaian tertinggi peradaban dalam sejarah umat manusia adalah terciptanya
tatanan sosial dalam bentuk negara. Melalui negara, manusia bisa membangun pranata dan
lembaga sosial sehingga memudahkan pelaksanaan tugas-tugasnya sebagai khalifah di muka
bumi. Pada awalnya negara merupakan organisasi sederhana yang dipimpin seorang raja (atau
ratu) dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Raja yang bertanggung jawab dalam menjalankan
kekuasaannya layak mendapat gelar khalifah, sebagaimana Allah menyematkan gelar itu
kepada Raja Daud (QS as-Shaad: 26).

Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,
maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari perhitungan.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, terjadi perubahan pada sistem tata negara
yang memungkinkan terjadinya pembagian kekuasaan secara jelas sehingga tugas sebagai
seorang khalifah dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Dewasa ini, boleh dikata setiap negara
telah menerapkan pembagian dan pendelegasian kekuasaan. Itu berarti, tanggung jawab
sebagai khalifah tidak lagi terpusat pada satu jabatan tertentu. Setiap jabatan dalam organisasi
negara modern memiliki beban tanggung jawab sebesar kekuasaan (kewenangan) yang melekat
padanya. Misalnya, lembaga eksekutif bertugas melaksanakan undang-undang, lembaga
legislatif bertugas merumuskan undang-undang dan lembaga yudikatif bertugas memeriksa
jalannya undang-undang.

Pada faktanya, tidak mudah menjalankan kekuasaan dengan penuh tanggung jawab.
Seringkali penguasa yang berada di balik embel-embel kepemimpinan menggunakan
kekuasaan untuk mencapai tujuan pribadi, golongan, maupun ideologi yang belum tentu searah
dengan tujuan masyarakat umum.

Manusia harus selalu berpegang pada hukum-hukum Allah dalam menjalankan tugas
sebagai seorang khalifah. Manusia hendaknya sadar bahwa amanah sebagai seorang khalifah
akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat kelak. Dalam tatanan pemerintahan,
masyarakat hendaknya memilih pemimpin yang memiliki kompetensi dan visi yang baik.
Hanya mereka yang berilmu layak mengambil tanggung jawab sebagai khalifah. Semoga Allah
SWT memberikan Indonesia pemimpin yang bertanggungjawab dan berilmu. Aamiin.

Referensi :

Al-Qur’anul Karim

Drs. Mujilan, M.Ag, dkk. 2019. Buku Ajar MPK Agama Islam. Jakarta : Midada Rahma Press

Soaedy, Rafiuddin D (2017, 25 Juni). Kembali ke Fitrah Khalifah di Muka Bumi. Dikutip 15
September 2019 dari https://www.nu.or.id/post/read/79145/kembali-ke-fitrah-khalifah-di-
muka-bumi

Anda mungkin juga menyukai