Anda di halaman 1dari 14

INVESTIGASI KECELAKAAN

ALARP (AS LOW AS REASONABLY)

Oleh :
NINA NINDIA NINGRUM
NIM. 031721015
PRODI K3 PROGRAM B

Universitas Binawan
Jln. Kalibata Raya No. 25-30 Jakarta Timur 13630 Indonesia
1. PENDAHULUAN

Penilaian risiko meliputi analisa resiko (Risk Analysis) dan evaluasi risiko (Risk
Evaluation). Analisa risiko adalah melakukan evaluasi terhadap suatu risiko apakah
risiko tersebut dapat diterima atau tidak dan menentukan prioritas risiko. Untuk
mendapatkan gambaran yang baik dan tepat mengenai risiko, dilakukan penentuan
peringkat risiko atau prioritas risiko. Peringkat resiko sangat penting sebagai alat
manajemen dalam mengambil keputusan. Melalui peringkat resiko manajemen
dapat menentukan skala prioritas dalam penanganannya. Manajemen juga dapat
mengalokasikan sumber daya yang sesuai untuk masing-masing risiko sesuai
dengan tingkat prioritasnya. Setelah menyusun peringkat risiko pertanyaan
berikutnya adalah bagaimana menetukan risiko yang dapat diterima (Ramli,
Soehatman, 2011)
Ada berbagai pendekatan dalam menentukan prioritas risiko antara lain berdasarkan
standar Australia 10014b yang menggunakan kategori risiko yaitu :
 Secara umum dapat diterima (generally acceptable)
 Dapat ditolerir (tolerable)
 Tidak dapat diterima (generally unacceptable)
Dalam pembagian ini diperkenalkan konsep mengenai ALARP (As Low As
Reasonably Practice) yang menekankan pengertian tentang “practicable” atau praktis untuk
dilaksanakan. Praktis untuk dilaksanakan artinya pengendalian risiko tersebut dapat
dikerjakan atau dilaksanakan dalam konteks biaya, manfaat, interaksi dan operasionalnya.
Konsep lain dari “practically” adalah “reasonable”. Tujuan dari metode ALARP adalah untuk
memastikan bahwa risiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja terhadap suatu
kegiatan berkurang ke tingkat yang serendah mungkin (Nopsema, 2015).
Pakar risiko telah mengembangkan pedoman berikut untuk menentukan makna dari
istilah alarp yaitu :
1. Penggunaan teknologi terbaik yang tersedia mampu dipasang, dioperasikan dan
dipelihara dalam lingkungan kerja oleh orang-orang dipersiapkan untuk bekerja di
lingkungan itu.
2. Penggunaan operasi terbaik dan sistem manajemen pemeliharaan yang relavan untuk
keselamatan.
3. Pemeliharaan peralatan dan sistem manajemen untuk standar yang tinggi.
4. Paparan karyawan ke tingkat risiko rendah.

2. KONSEP ALARP
ALARP adalah singkatan dari “As Low As Reasonably Practicable”, istilah ini
digunakan untuk menggambarkan sampai sejauh mana sebuah resiko pekerjaan harus
diturunkan dengan menerapkan berbagai penanggulangan (mitigasi) yang diperlukan.
“Reasonable” dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai “masuk akal” atau bisa
dipertanggung jawabkan. Sedangkan “practicable” sering diartikan sebagai “praktis” atau
lebih tepatnya “bisa diterapkan dengan relative mudah” (Ramli, Soehatman, 2011).
Tujuan dari metode ALARP adalah untuk memastikan bahwa risiko terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja terhadap suatu kegiatan berkurang ke tingkat yang
serendah mungkin (Nopsema, 2015). Apabila upaya menurunkan resiko suatu pekerjaan
ternyata sulit karena teknologi yang tersedia belum memadai atau memerlukan upaya dan
dana yang terlalu besar maka saat itu perlu berpikir ulang dengan mencari upaya lain yang
lebih memadai. Jika tingkat resiko sudah dianggap dalam kendali maka rencana
penanggulangan yang diusulkan bisa dianggap sudah memadai (Ramli, Soehatman, 2011).
Prinsip ALARP di ilustrasikan seperti gambar segitiga yang merupakan peningkatan
tingkat resiko secara keseluruhan (semua risiko, atau risiko total, bahwa seseorang atau
atau populasi yang terkena) dari risiko rendah yang diwakili oleh warna hijau di dasar
segitiga, dengan risiko tinggi yang diwakili oleh warna merah. Pembagian area risiko
adalah sebagai berikut :
a. Pada area merah (Risk Unacceptable)
Adanya risiko yang tidak dapat ditolerir dan tidak dapat diterima, sehingga harus
dilakukan langkah pencegahan.
b. Pada area kuning (Tolerable Region) atau area ALARP,
Risiko dapat ditolerir dengan syarat semua pengamanan telah dijalankan dengan baik.
Pengendalian lebih jauh tidak diperlukan jika biaya untuk menekan risiko sangat besar
sehIngga tidak sebanding dengan manfaatnya,
c. Pada area hijau (Broadly Acceptable Region)
Risiko sangat kecil dan secara umum dapat diterima dengan kondisi normal tanpa
melakukan upaya tertentu.
Resiko
Secara umum tidak dapat diterima
Tinggi Risiko tidak dapat diterima,
Basic Safety Limit kecuali dalam kondisi sangat
khusus

ALARP or Tolerable Kurangi risiko sampai batas


yang dapat diterima
As Low As Reasonably Predictable
Sisa risiko dapat diterima, hanya
jika pengurangan risiko lebih
Batas Aman lanjut tidak memungkinkan

Secara umm dapat diterima Pengurangan risiko tidak

Resiko diperlukan lebih lanjut karena

Rendah sumber daya yang dikeluarkan


tidak sebanding dengan
penurunan risiko
Sumber : (Ramli, Soehatman, 2011)
Pada gambar 1 di atas menunjukkan Batas Atas tolerabilitas risiko yang dapat
ditoleransi dan hanya akan diizinkan untuk alasan yang luar biasa. Di bawah Batas Atas
tolerabilitas, risiko ini hanya ditoleransi jika ALARP. Ini berarti bahwa semua langkah-
langkah pengurangan risiko praktis harus telah diidentifikasi dan diimplementasikan.
Dimana risiko yang dimaksud adalah antara toleransi batas atas dan batas bawah
toleransi, sebuah penilaian ALARP rinci akan diperlukan. Ini harus menunjukkan bahwa
saat ini baik praktek telah diikuti dan bahwa semua langkah-langkah pengurangan risiko
praktis yang wajar telah dilaksanakan (Commission For Energy Regulation, 2017).

Sumber : (Ramli, Soehatman, 2011)


3. CATEGORY / STANDARD
Konsep manajemen risiko telah dikembangkan oleh berbagai lembaga atau institusi
sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Committee of Sponsoring Organization of the
Treadway Commission (COSO) mengeluarkan Enterprise Risk Management-Integrated
Framework sebagai acuan dalam mengembangkan manajemen risik korporat dalam
perusahaan.
Di Inggris, standar manajemen risiko dikembangkan oleh The Institute of Risk
Management Bersama “National Forum For Risk Management in The Public Sector” dan
The Assosiation of Insurance and Risk Manager.
National Institute of Standart and Technology di USA mengeluarkan pedoman manajemen
risiko untuk bidang IT: Risk Manajement Guide For Information Technology System Special
Publication 800-30.2002 yang dikembangkan khusus untuk mengelola risiko berkaitan
dengan sistem informasi.
Australia melalui Lembaga Standarisasi mengembangkan standar AS/NZS 4360
mengenai Manajemen Risiko. Standar ini bersifat generik, sehingga dapat digunakan dan
diaplikasikan untuk berbagai jenis risiko atau bidang bisnis seperti keuangan, operasi dan
K3. Menurut standart AS/NZS 4360 tentang Standar Manajemen Risiko, proses
manajemen Risiko mencakup langkah-langkah berikut :
1. Menentukan Konteks
2. Identifikasi Risiko
3. Penilaian Risiko
 Analisa Risiko
 Evaluasi Risiko
4. Pengendalian Risiko
5. Komunikasi dan Konsultasi
6. Pemantauan dan Tinjau Ulang

 OHSAS 180001.2007
Salah satu sistem manejemen K3 yang berlaku global adalah OHSAS 180001.
Didalam konsep manajemen K3 ini, manajemen risiko merupakan elemen inti yang
disebutkan dalam klausul 4.3.1. The organization shall established and maintain
procedures for the ongoing idenfication of hazards, the assesment of risks, and determine
the control measures.
Menurut OHSAS 180001, manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk mengelola risiko
yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan cedera pada manusia,
kerusakan ata ganguuan terhadap bisnis perusahaan. Karena itu salah satu klausul dalam
siklus manajemen K3 adalah mengenai manajemen risiko. Menurut OHSAS 18001,
manajemen risiko terbagi atas 3 bagian yaitu hazards idenfication, risk assesment dan risk
contro, biaanya dikenal dengan singkatan HIRARC. Berdasarkan hasil evaluasi dan kajian
HIRARC. Perusahaan mengembangkan sasaran K#, kebijakan K3 dan program kerja untuk
mengelola risiko tersebut. Dengan demikian pengembangan sistem manajemen k3 adalah
berbasis risiko (risk based safety management system).

 SMK3 Kepmenaker No 05/1996


Di indonesia sesuai denga kepmenaker NO.05 1996 diberlakukan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang dikenal dengan SMK3. Sama dengan OHSAS
180001, SMK# juga menemoatkan manejemen risiko sebagai salah satu elemen penting
antara lain pada klausul 2.2.1 yang menyebutkan : perencanaan identifikasi bhaya,
penilaian dan pengendalian resiko. Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
dari ketinggian, produk barang dan jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan
rencana untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu harus
ditetapkan dan dipelihara prosedurnya.

4. PEMBAHASAN
Menurut Commission For Energy Regulation tahun 2017 dalam melakukan
penilaian ALARP, proses manajemen risiko (juga disebut proses manajemen
bahaya) harus diikuti yang menggabungkan prinsip ALARP yaitu :
a. Identifikasi Hazard
Tahap pertama dalam proses manajemen risiko adalah identifikasi
komprehensif bahaya yang bisa berdampak keselamatan pada orang. bahaya
yang teridentifikasi kemudian dimasukkan ke dalam penilaian ALARP.
Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya
yang ada di lingkungan kerja, dengan mengetahui sifat dan karakteristik
bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan melakuakan langkah-
langkah pengamanan agar tidak terkena bahaya. Tahap ini bertujuan untuk
mengidentifikasi emua kemngkinan bahaya / risiko yang mungkin terjadi di
lingkungan kegiatan dan bagaimana dampak atau keparahannya jika terjadi.
Melakukan identifikasi bahaya menurut Stuart Hawthorn I. Eng,, M.I Plant E,
Dalam buku Risk Management Process adalah dengan melakukan
pengamatan.
b. Penilaian Risiko
Setelah semua risiko dapat diidentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui
analisa risiko dan evaluasi risiko. Analisa risiko dimaksudkan untuk
menentukan besarnya risiko dengan mempertimbbangkan kemungkinan
terjadinya dan besar akibat yang ditimbulkan.berdasarkan hasil analisa dapat
ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakukan pemilahan risiko yang
memiliki dampak besar terhadap perusahaanan risiko yang ringan atau dapat
diabaikan.
 Teknik Analisa Risiko
1. Teknik Kualitatif
Metode kualitatif menggunakan matriks risiko ang menggambarkan
tingkat dari kemungkinan dan keparahan suatu kejadian yang
dinyatakan dalam bentuk rentang dar risiko paling rendah sampai
risiko paling tinggi.
Ukuran kualitatif dari “likelihood”
Menurut standar AS/NZS 4360

LEVEL DESKRIPSI KETERANGAN

A Almost Certain Ada kemungkinan terjadi setiap saat

B Likely Kemungkinan sering terjadi

C Possible Kemungkinan sekali waktu terjadi

D Unlikely Kemungkinan terjadi jarang


Ukuran Kualitatif dari “consequency”
Menurut standar AS/NZS 4360

LEVEL DESKRIPSI KETERANGAN

1 Insignificant Tidak ada cedera, hanya ada kerugian

2 Minor Cidera ringan, kerugian financial

sedang

3 Moderate Cedera ringan perlu penanganan

medis, kerugian financial besar

4 Major Cedera berat lebih satu orang,

kerugian finansial besar.

5 Catastrophic Fatal lebih satu orang, kerugian sangat

besar an dampak lus yang berdmpak

panjang, terhentinya seluruh kegiatan..

2. Teknik Semi Kuantitatif


Metode semi kuantitatif lebih baik dalam mengungkapkan tingkat risiko
dibanding teknik kualitatif. Nilai risiko digambarkan dalam angka
numeric, namun nilai ini tidak bersifat absolute.
3. Teknik Kuantitatif
Analisa risiko kuantitatif menggunakan perhitungan probabilitas
kejadian atau konsekuensinya dengan data nuerik dimana besarnya
risiko tidak berupa peringkat seperti pada metode semi kuantitatif.
Contoh teknik kuantitatif antara lain:
Fault Tree Analisis (FTA), analisa lapis proteksi, analisa risiko
kuantitatif
 Peringkat Risiko
Dari hasil tersebut kemudian dikembangkan matriks atau peringkat
risiko yang mengkombinasikan antara kemungkinan dan
keparahannya.

KEMUNGKINAN TINGKAT KEPARAHAN

1 2 3 4 5

A H H E E E

B M H H E E

C L M H E E

D L L M H E

E L L M H H

Sesudah dilakukan pemeringkatan resiko maka langkah

selanjutnya adalah evaluasi terhadap resiko apakah dapat diterima atau

tidak oleh perusahaan (masuk kategori ALARP). Pada contoh diatas

dapat dimisalkan pada resiko L maka resiko dapat diterima sehingga

kegiatan dapat dilanjutkan. Pada kategori M misalkan kegiatan dapat

dijalankan dengan catatan semua pengamanan telah dijalankan. Pada

kategori H-E misalkan resiko masuk kategori tidak dapat diterima

sehingga perlu dilakukan kegiatan pengendalian resiko sebelum dapat

dijalankan (Ramli, Soehatman. 2011).

c. Evaluasi Risiko
Tahapan berikutnya setelah melakukan analisa risiko adalah melakukan
evaluasi terhadap sutu risiko apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak
dan menentukan prioritas risiko. Setelah menyusun peringkat risiko
pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menentukan risiko yang dapat
diterima. Ada berbagai pendekatan dalam menentukan prioritas risiko antara lain
Berdasarkan standar Australia 10014b yang menggunakan kategori risiko yaitu :
 Secara umum dapat diterima (generally acceptable)
 Dapat ditolerir (tolerable)
 Tidak dapat diterima (generally unacceptable)
Dalam pembagian ini diperkenalkan konsep mengenai ALARP (As Low As
Reasonably Practice) yang menekankan pengertian tentang “practicable” atau
praktis untuk dilaksanakan. Praktis untuk dilaksanakan artinya pengendalian risiko
tersebut dapat dikerjakan atau dilaksanakan dalam konteks biaya, manfaat,
interaksi dan operasionalnya. Konsep lain dari “practically” adalah “reasonable”.
(Ramli, Soehatman. 2011).

d. Pengendalian Risiko

Pengendalian adalah proses, pengaturan, alat, pelaksanaan atau

tindakan yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau

meningkatkan peluang positif (AS/NZS 4360:2004).

Proses pengendalian risiko yang terjadi menurut AS/NZS 4360 : 2004 adalah

sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi risko dapat ditentukan apakah
suatu risiko dapat diterima atau tidak. Pengendalian lebih lanjut tidak
dilakukan jika risiko dapat diterima (Generally Acceptable)
2. Dalam peringkat risiko, dikategorikan sebagai risiko yang dapat di
toleransi (Tollerable) maka risiko dapat dikendalikan menggunakan
konsep ALARP. Jika risiko berada di atas batas yang dapat diterima
toleransi (Generally Unacceptable) maka perlu dilakukan pengendalian
lebih lanjut. Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan beberapa
alternatif yaitu
 Hindari risiko ( avoid risk )
 Pengurangan Probabilitas (reduce probability)
 Pengurangan Konsekuensi (reduce consequence)
 Transfer risiko ( risk transfer )

1. Eliminasi
Memodifikasi desain untuk menghilangkan bahaya; misalnya, memperkenalkan
perangkat mengangkat mekanik untuk menghilangkan penanganan bahaya
manual. Pengendalian Resiko/Bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat
keefektifan, kehandalan dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya.
Dan pada urutan hierarki setelahnya, tingkat keefektifan, kehandalan dan
proteksi menurun seperti gambar table pengendalian diatas.
2. Substitusi
Pengganti bahan kurang berbahaya atau mengurangi energi sistem (misalnya,
menurunkan kekuatan, ampere, tekanan, suhu, dll)
3. Perancangan
Modifikasi instalasi atau sumber, alat/ mesin/ bahan/ material/ aktivitas/ area
supaya menjadi aman.
4. Administrasi
Penerapan prosedur/aturan kerja, pelatihan dan pengendalian visual di tempat
kerja.
5. Alat Pelindung Diri
Penyediaan alat pelindung diri bagi tenaga kerja dengan paparan bahaya/resiko
tinggi.
4. KESIMPULAN
Konsep mengenai ALARP (As Low As Reasonably Practice) merupakan pengertian
tentang “practicable” atau praktis untuk dilaksanakan. Praktis untuk dilaksanakan artinya
pengendalian risiko tersebut dapat dikerjakan atau dilaksanakan dalam konteks biaya,
manfaat, interaksi dan operasionalnya. Konsep lain dari “practically” adalah “reasonable”.
Tujuan dari metode ALARP adalah untuk memastikan bahwa risiko terhadap keselamatan
dan kesehatan kerja terhadap suatu kegiatan berkurang ke tingkat yang serendah mungkin.
Prinsip ALARP di ilustrasikan seperti gambar segitiga yang merupakan peningkatan tingkat
resiko secara keseluruhan (semua risiko, atau risiko total, bahwa seseorang atau atau
populasi yang terkena) dari risiko rendah yang diwakili oleh warna hijau di dasar segitiga,
dengan risiko tinggi yang diwakili oleh warna merah
DAFTAR PUSTAKA

Commission For Energy Regulation. 2017. ALARP Guidance Part of the Petrolium
Safety Framework and the Gas Safety Regulation Framework V3.1. Tallght
Dublin 24
NOPSEMA. 2015. ALARP Guidance Note (PDF). Commonwealth Offshore Petroleum
and Greenhouse Gas Storage (Safety) Regulation 2009.
HHRM Hellenic Hydrocarbon Resources Management. ALARP Bimbingan. 2018
Ramli. Soehatman. 2011. Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3
OHS Risk Management. Dian Rakyat: Jakarta
UK Defence Standardization.2007. Standard 00-56 Safety Management Requirements.
Kentigern House
UK Healt and Safety Executive.Risk management: ALARP at a
glance<http://www.hse.gov.uk/risk/theory/alarpglance.htm>[di akses tgl 06-11-
2018 pukul 10.35 AM]
UK Healt and Safety Executive. Risk management: Principles and guidelines to assist
HSE
<http://www.hse.gov.uk/risk/theory/alarp1.htm>[di akses tgl 06-11-2018 pukul
10.37 AM]

Anda mungkin juga menyukai