Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan
dan rawat darurat (Permenkes No. 147 Tahun 2010). Rumah Sakit sebagai salah satu
organisasi pelayanan yang bergerak di bidang kesehatan memiliki suatu sistem yang
terdiri dari tim pelayanan kesehatan seperti dokter, perawat, ahli gizi dan tenaga
kesehatan lainnya yang melayani masyarakat secara umum. Oleh karena itu, pihak rumah
sakit dituntut untuk memberikan pelayanan terbaik sehingga diperlukan manajemen yang
baik dan efektif yang mempunyai satu tujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
(Sudarianto, 2008).
Manajemen merupakan ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber
daya secara efisien, aktif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Manajemen mencakup kegiatan koordinasi dan supervisi
terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan. Manajemen keperawatan
merupakan proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan secara professional.
Salah satu pelayanan kesehatan yang diberikan di rumah sakit adalah tenaga
keperawatan, perawat memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk mengambil
langkah – langkah keperawatan dalam kesembuhan pasien. Adanya tuntutan terhadap
mutu atau kualitas pelayanan keperawatan dirasakan sebagai suatu fenomena yang harus
direspon oleh perawat. Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi
perawat dalam pelayanan keperawatan adalah melakukan manajemen keperawatan
dengan harapan adanya kelola yang optimal yang mampu meningkatkan keefektifan
pembagian pelayanan keperawatan sekaligus lebih menjamin kepuasan klien terhadap
pelayanan keperawatan.
Manajemen keperawatan diperlukan adanya manajer atau kepemimpinan yang
merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang
tersedia untuk memberikan asuhan keperawatan bagi individu, keluarga dan masyarakat.
Dalam keperawatan, manajemen berhubungan dengan perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pengaturan staff (staffing), pengarahan (directing) dan
pengendalian (controlling). Seorang perawat manajer melaksanakan fungsi-fungsi

1
manajemen ini untuk memberikan asuhan perawatan kesehatan kepada pasien (Swanburg,
2000). Selanjutnya dalam pelayanan di rumah sakit, perawat merupakan petugas
kesehatan dengan persentasi terbesar dan memegang peranan penting dalam pemberian
pelayanan kesehatan. Hal ini dikarenakan pelayanan keperawatan sering menjadi tolak
ukur citra sebuah rumah sakit di mata masyarakat. Potter dan Perry (2005) menyatakan
bahwa salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan
keperawatan yang berkualitas. Namun tidak terlepas dari itu, semua tenaga kesehatan
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
yang bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat (Depkes, 2007).
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk
berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap
kemanusiaan, maka dikembangkan sistem Patient Safety yang dirancang mampu
menjawab permasalahan yang ada. Tujuan dilakukannya kegiatan Patient Safety di rumah
sakit adalah untuk menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkan
akuntabilitas rumah sakit, menurunkan KTD di rumah sakit, terlaksananya program-
program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko.
Salah satu potensi resiko yang dapat berdampak pada keselamatan pasien yaitu
kepatuhan perawat melakukan hand hygiene. Ada beberapa hal yang menjadi faktor
penyebab hal ini terjadi yaitu kurangnya pengetahuan tentang pentingnya cuci tangan,
rendahnya pengawasan praktik mencuci tangan dan kurangnya gambaran yang positif
tentang cuci tangan. Mencuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk
memutuskan rantai infeksi silang, sehingga kejadian infeksi nosokomial dapat berkurang.
Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit ini mutlak harus
dilaksanakan oleh seluruh jajaran manajemen rumah sakit. (Septiari, 2012).
Lima moment cuci tangan untuk petugas kesehatan yang benar berdasarkan standart
World Health Organization (WHO) yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum
melakukan tindakan aseptik, setelah kontak dengan pasien, setelah terpapar cairan tubuh
pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan pasien.
Ruangan atau bangsal sebagai salah satu unit terkecil pelayanan kesehatan merupakan
tempat yang strategis yang memungkinkan bagi perawat untuk menerapkan ilmu dan
kiatnya secara optimal. Namun perlu disadari, tanpa adanya tata kelola yang memadai,

2
kemauan dan kemampuan yang kuat, serta peran aktif dari semua pihak, maka pelayanan
keperawatan professional hanya akan menjadi teori tanpa ada penerapan di ruangan.
Pelayanan keperawatan dirumah sakit sebagai salah satu faktor penentu peningkatan
pelayanan kesehatan. Dalam Gillies (1994) dikutip Sugiharto, A.S., Budi, A.K., Tutik,
S.H (2012) Keperawatan sebagai salah satu pemberi layanan kesehatan dirumah sakit
wajib memberikan layanan perawatan yang prima, efisien, efektif, dan produktif kepada
masyarakat. Salah satu upaya dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan adalah
pengelolaan dalam manajemen keperawatan.
Salah satu cara dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan yaitu dengan
dilakukannya kegiatan supervisi. Supervisi merupakan observasi secara personal pada
fungsi atau aktifitas, menyediakan kepemimpinan dalam proses asuhan keperawatan,
fungsi delegasi atau aktifitas sementara untuk mempertahankan akuntabilitas, dan
mengevaluasi asuhan keperawatan secara tepat (Huber, 2006). Supervisi adalah kegiatan
keterampilan yang disadari dan disengaja bahwa penggunaan intervensi diperlukan
sehingga tujuan, kualitas refleksi dan pembelajaran terjadi (Davys & Beddoe, 2010).
Edward et al. (2005) menyatakan supervisi klinis menjadi prasyarat penting
dalam melakukan asuhan keperawatan yang bermutu. Supervisi klinis meningkatkan
kepercayaan dan hubungan dengan supervisor, dan kemampuan mendiskusikan masalah
sensitif yang terjadi di tempat kerja. Pelaksanaan supervisi membutuhkan seorang
supervisor. Kadushin dan Harkness (2002) menyatakan supervisor secara efektif dapat
melaksanakan tanggung jawabnya jika tersedia sumber daya yang cukup untuk
melakukan pekerjaan tersebut. Hal ini berarti supervisor harus memiliki tenaga kerja
yang sesuai dengan kebutuhan dan memiliki berbagai keterampilan tertentu. Banyak
supervisor mengemukakan masalah dalam memberikan pelayanan dengan tenaga kerja
yang tersedia dan kurangnya pengetahuan serta keterampilan yang membatasi
produktifitas unit (Kadushin & Harkness, 2002). Supervisor memerlukan pendidikan dan
pelatihan manajemen. Pelatihan diberikan oleh organisasi pengembangan sumber daya
manusia atau departemen pengembangan staf keperawatan (Swansburg & Swansburg,
2001).
Program pelatihan dan pengembangan supervisor menetapkan keahlian yang
dibutuhkan. Beberapa keterampilan dikembangkan dari waktu ke waktu untuk
menjelaskan bahwa kegiatan pelatihan secara aktif mempengaruhi pengembangan
keterampilan mereka (Eley & Murray, 2009). Supervisor membantu mengembangkan
iklim organisasi yang tenang, bersahabat, solidaritas, dan mengidentifikasi iklim

3
organisasi yang baik (Swansburg & Swansburg, 2001). Pelaksana supervisi yang
bertanggung jawab dalam melakukan supervisi pelayanan keperawatan pada klien di
ruang rawat adalah kepala ruangan. Kepala ruangan merupakan ujung tombak penentu
tercapai atau tidaknya tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Nursalam, 2012).
Kepala ruangan bertanggung jawab merencanakan, mengorganisir, memotivasi, dan
mengendalian kerja para perawat serta tenaga penunjang kesehatan lainnya (La Monica,
1998).
Salah satu kegiatan dalam lingkup fungsi supervisi yaitu fungsi pengarahan.
Pengarahan merupakan fungsi manajerial untuk mengarahkan staf dalam melaksanakan
tugas yang telah ditetapkan.Implementasi dari fungsi pengarahan dalam MPKP meliputi
kegiatan serah terima, pre conference, post conference, iklim motivasi, supervisi dan
delegasi (Keliat, 2006). Ketua tim sebagai manajer asuhan keperawatan harus dapat
melakukan pengarahan kepada anggota tim dengan baik. Salah satu sarana yang dapat
dimanfaatkan oleh ketua tim dalam memberikan pengarahan adalah pada saat
pelaksanakan pre dan post conferencetim keperawatan. Pre conference adalah
komunikasi ketua tim dan perawat pelaksana setelah selesai operan untuk rencana
kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim.
Jika yang dinas pada tim tersebut hanya satu orang makapre conference ditiadakan.
Isipre conference adalah rencana tiap perawat (rencana harian), dan tambahan rencana
dari ketua tim dan atau penanggung jawab tim (Modul MPKP, 2006).
Post conference merupakan kegiatan diskusi yang dilakukan oleh ketua tim dan
perawat pelaksana mengenai kegiatan selama shift sebelum dilakukan operan ke shift
berikutnya. Kegiatan post conferencesangat diperlukan dalam pemberian asuhan
keperawatan karena ketua tim dan anggotanya harus mampu mendiskusikan pengalaman
klinik yang baru dilakukan, menganalisis, mengklarifikasi keterkaitan antara masalah
dengan situasi yang ada, mengidentifkasi masalah, menyampaikan dan membangun
system pendukungn antar perawat, dalam bentuk diskusi formal dan professional. Proses
diskusi pada post conference dapat menghasilkan strategi yang efektif dan mengasah
kemampuan berpikir kritis untuk merencanakan kegiatan pada pelayanan keperawatan
selanjutnya agar dapat berkesinambungan ( Sugiharto, Keliat, Sri. 2012 ).
Berdasarkan hasil wawancara dari kepala ruangan Aster tanggal 19 September
2019 didapatkan data bahwa supervisi dilaksanakan 2 kali dalam 1 minggu. Supervisi
kepada perawat pelaksana dapat berupa melihat dokumentasi asuhan keperawatan,
pengisian rekam medis hingga melakukan supervisi kepada Cleaning Service. Sedangkan

4
supervisi katim ke perawat pelaksana ada dilakukan berupa mentoring terhadap perawat
pelaksana tersebut, tetapi pendokumentasian belum sempurna.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dari tanggal 17-19 September 2019
didapatkan bahwa, katim, dan perawat pelaksana belum maksimal dalam melakukan pre-
post conference. Dari hasil observasi didapatkan bahwa dalam melaksanakan post
conference hanya satu orang pelaksana dan satu orang katim yang dilibatkan dalam post
confrence. Pada post confrence belum melaporkan intervensi yang belum atau yang
sudah terlaksana untuk diagnosa yang sudah diangkat pada saat pre conference.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan tanggal 20 September 2019
didapatkan data bahwa pengisian barcode tidak setiap lembaran, pengisian tanda centang
pada asuhan keperawatan masih ada yang kosong, pengisian resiko jatuh tidak sesuai
umur.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan tanggal 20 September 2019
didapatkan data bahwa belum optimalnya penegakkan diagnosa keperawatan penegakkan
diagnosa tidak sesuai dengan keluhan, tidak ada perubahan diagnosa keperawatan per
shift setelah pasien dilakukan tindakan, contoh diagnosa keperawatan awal dengan
ansietas pada pasien pre operasi, setelah pasien menjalani operasi diagnosa yang muncul
tetap ansietas.
Berdasarkan permasalahan tersebut, mahasiswa mengadakan pertemuan dalam
bentuk lokakarya mini I dengan mengundang Ka. SPF, PP, kepala ruangan Aster, perawat
pelaksana, pembimbing klinik dan pembimbing akademik.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi masalah dari sistem manajemen keperawatan berdasarkan informasi
yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara di Paviliun Ambun Pagi Ruang
Aster RSUP. DR. M. Djamil Padang.
2. Tujuan Khusus
Kelompok mahasiswa bersama perawat di ruangan dapat menunjukkan kemampuan
untuk :
a. Mengidentifikasi masalah manajemen pelayanan keperawatan yaitu belum
optimalnya dan belum adanya kesadaran terhadap keselamatan kesehatan kerja
pada perawat salah satunya kepatuhan cuci tangan, belum optimalnya pelaksanaan
supervisi keperawatan dan belum optimalnya pelaksanaan post conference.

5
b. Membuat alternatif penyelesaian masalah manajemen pelayanan keperawatan
meliputi belum optimalnya dan belum adanya kesadaran terhadap keselamatan
kesehatan kerja pada perawat salah satunya kepatuhan cuci tangan, belum
optimalnya pelaksanaan supervisi keperawatan dan belum optimalnya
pelaksanaan post conference.

C. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Makalah ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai
beberapa masalah manajemen pelayanan dan manajemen asuhan di Paviliun Ambun
Pagi Ruang Aster RSUP. DR. M. Djamil Padang.
2. Bagi Perawat
Dapat mengoptimalkan kualitas manajemen pelayanan dan pemberian asuhan
keperawatan dan meningkatkan kepuasan pasien di Paviliun Ambun Pagi Ruang Aster
RSUP. DR. M. Djamil Padang.
3. Bagi Pasien
Dapat mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan dan meningkatkan
kepuasan pada pasien di Paviliun Ambun Pagi Ruang Aster RSUP. DR. M. Djamil
Padang.
4. Bagi Mahasiswa
Dapat menambah pengetahuan terkait manajemen layanan di ruang rawat dan
sebagai pemenuhan tugas praktek keperawatan manajemen keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Andalas.

Anda mungkin juga menyukai