Anda di halaman 1dari 14

Ibnu Sahl

Ilmuwan Muslim penemu optik (ilustrasi).

Pernahkah Anda mempelajari hukum refraksi (pembiasan) dalam ilmu fisika? Dunia fisika
modern mengklaim bahwa hukum pembiasan ditemukan oleh fisikawan asal Belanda
bernama Willebrord Snell (1591 - 1626) pada 1621. Padahal, enam abad sebelum Snell
menemukan hukum pembiasan cahaya, ilmuwan Muslim bernama Ibnu Sahl telah
mencetuskannya.

Hukum pembiasan cahaya itu dituangkan Ibnu Sahl dalam risalah yang ditulisnya pada 984
M berjudul On Burning Mirrors and Lenses. Dalam risalah ilmu fisika yang sangat penting
itu, Ibnu Sahl menjelaskan secara perinci dan jelas tentang cermin membengkok dan lensa
membengkok serta titik api atau titik fokus.

Secara matematis, hukum pembiasan yang dicetuskan Ibnu Sahl setara dengan hukum Snell.
Ibnu Sahl menggunakan hukum pembiasan cahayanya untuk memperhitungkan bentuk-
bentuk lensa dan cermin yang titik fokus cahayanya berada di sebuah titik poros. Sekitar 600
tahun kemudian, Snell juga mengungkapkan hal yang sama. Menurut Snell, sinar datang,
garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.

Inilah salah satu fakta betapa ilmuwan Muslim telah lebih dulu menemukan berbagai temuan
penting dalam khazanah keilmuan. Ibnu Sahl adalah ilmuwan perintis di bidang ilmu optik.
Howard R Turner dalam bukunya bertajuk Science in Medival Islam pun mengakui bahwa
ilmu optik merupakan penemuan asli dari sarjana Muslim.

''Ilmu optik merupakan penemuan ilmiah para sarjana Muslim yang paling orisinall dan
penting dalam sejarah Islam,'' ungkap Turner. Pernyataan Turner itu membuktikan bahwa
dunia modern yang didominasi Barat tak boleh menafikkan peran sarjana Muslim di era
keemasan. Sebab, dari para ilmuwan Muslim-lah, sarjana Barat, seperti Leonardo da Vinci,
Kepler, Roger Bacon, serta yang lainnya belajar ilmu optik.

Keberhasilan umat Islam menguasai bidang optik di masa kekhalifahan berawal dari kerja
keras para filsuf, ahli matematika, dan ahli kesehatan yang mempelajari sifat fundamental dan
cara bekerja pandangan dan cahaya. Di abad ke-9 M, ilmuwan Muslim dengan tekun
menggali dan mempelajari karya-karya ilmuwan Yunani, seperti Euclid serta risalah-risalah
astronom Mesir, Ptolemeus, tentang optik.
Banu Musa seorang astronom Dari bagdad

Muhammad bin Musa bin Shakir Banu Musa, (800 - 873), adalah seorang astronom dan
matematikawan dari Baghdad. Banu Musa bersaudara merupakan putra-putra dari Musa ibn
Shakir yang bekerja sebagai ahli astrologi Khalifah al-Ma'mun. Pada saat Musa ibn Shakir
meninggal, dia meninggalkan anak-anaknya yang masih muda dalam lingkungan
kekhalifahan.
Musa memercayakan anak-anaknya untuk dibimbing oleh Ishaq bin Ibrahim al-Mus'abi,
mantan gubernur Baghdad. Dalam bidang pendidikan, ia menitipkan anak-anaknya kepada
Yahya bin Abu Mansur. Seorang cendekiawan yang bergiat di Bayt al-Hikmah.
Kitab al-Hiyal atau Kitab Perangkat Mekanik merupakan hal bernilai yang ditinggalkan Banu
Musa bersaudara. Melalui kitab ini, mereka memberikan warisan berguna bagi perkembangan
teknik dan arsitektur dalam dunia Islam.

Banu Musa Bersaudara


Banu Musa bersaudara hidup pada abad ke-9. Mereka adalah ilmuwan yang sangat aktif
berkegiatan di Bayt al-Hikmah, Baghdad, Irak. Ini merupakan sebuah tempat yang terkenal
dengan perpustakaan dan penerjemahan beragam ilmu pengetahuan.
Banu Musa terdiri atas tiga bersaudara. Yang pertama adalah Abu Ja'far Muhammad ibn
Musa ibn Shakir yang hidup antara tahun 803-873. Dia memiliki keahlian khusus di bidang
astronomi, teknik, geometri, dan fisika. Kemudian, ada juga Ahmad bin Musa ibn Shakir
yang hidup antara tahun 803-873.
Ahmad memiliki keahlian khusus di bidang teknik dan mekanik. Selain itu, juga ada Al-
Hasan bin Musa ibn Shakir yang hidup antara tahun 810-873. Dia pun memiliki keahlian
yang sangat dikuasainya, yaitu bidang rekayasa dan geometri.
Merancang pembuatan air mancur
Dalam kitabnya, Banu Musa bersaudara menciptakan rancangan pembuatan air mancur
dalam beragam teknik dan trik. Mereka menerapkan beragam prinsip geometri dan fisika
untuk membuat air mancur. Kitab tersebut juga memuat tujuh model atau rancangan air
mancur.
Rancangan pertama mengenalkan bentuk dasar yang ditemukan dalam semua air mancur.
Rancangan lainnya menunjukkan pembuatan air mancur yang lebih rumit. Tentu, itu
memerlukan ketelitian dan kemampuan teknik yang lebih tinggi.
Dalam kitabnya itu, Banu Musa bersaudara misalnya memberi penjelasan mengenai
pembuatan air mancur yang bentuk pancaran airnya bisa berubah dari satu bentuk ke bentuk
lain secara periodik.
Banu Musa bersaudara juga menguraikan, setiap air mancur memiliki tunas yang menjadi
tempat pipa-pipa membentuk air mancur yang memancar dan memiliki bentuk yang unik.
Biasanya, dalam tunas itu terdapat dua kompartemen.
Pada bagian bawah, tekanan air terakumulasi sebelum air tersebut dilepaskan melalui pipa
yang ada di kompartemen atas. Bentuk air mancur yang memancar keluar tergantung
bagaimana kompartemen atas diatur.
Paling tidak, terdapat tiga bentuk dasar air yang memancar keluar dari sebuah air mancur,
yaitu bentuk lili, perisai, dan tombak. Air mancur lainnya merupakan bagian dari rancangan
hebat yang bisa memasukkan dua bentuk pancaran air mancur dalam sebuah tunas.
Pada air mancur jenis ini, dua bentuk pancaran air mancur bisa terbentuk secara bersamaan.
Ada pula pancaran air mancur yang berubah secara periodik, misalnya berubah dari sebuah
tombak ke sebuah perisai, kemudian kembali lagi ke pancaran air berbentuk tombak.
Untuk membuat pancaran air yang keluar bergantian dan berbentuk seperti tombak dan
perisai, diperlukan pengaturan yang sangat cermat dan teliti. Pengaturan harus seimbang
dengan memerhatikan prinsip-prinsip fisika.
Keseimbangan bertindak sebagai sebuah saklar yang menentukan bagaimana air dari kanal
utama didistribusikan ke setiap bak. Salah satu bak difungsikan untuk memancarkan air
dalam bentuk tombak, sedangkan bak yang satunya untuk memancarkan air dalam bentuk
perisai.
Bak ini ditempatkan pada air mancur dan tersembunyi dari pandangan publik. Bak tersebut
berfungsi sebagai akumulator tekanan. Dengan demikian, bak tersebut menyediakan pasokan
air yang cukup dan tekanan untuk menciptakan efek air mancur yang diinginkan.
Dalam sebuah rancangan, Banu Musa bersaudara mendesain sebuah bak yang menentukan
bentuk air yang keluar. Selanjutnya, mereka merancang air mancur dengan roda gerigi dan
katup canggih yang memungkinkan bentuk pancaran air berubah dari satu bentuk ke bentuk
lain.
Penemuan cara pembuatan air mancur oleh Banu Musa bersaudara memberikan efek besar
bagi kemajuan arsitektur Islam. Sebab, air mancur itu sangat berguna untuk mempercantik
taman dengan meletakannya di antara pepohonan atau dalam sebuah kolam yang indah.
Dalam berbagai catatan sejarah Islam, terungkap bahwa umat Islam menjadi umat pertama
yang menggunakan media air dalam rancangan sebuah taman. Pun, memanfaatkan media air
untuk memperindah ruangan, baik di rumah, masjid, istana, maupun taman umum.
Sayangnya, hanya ada sedikit naskah sejarah yang menyebutkan dan mengisahkan
keberadaan air mancur pada masa kekhalifahan al-Ma'mun. Bahkan, Banu Musa bersaudara
tak banyak pula menuliskan bagaimana setiap perangkat yang mereka temukan digunakan.

Karya-karya Banu Musa Bersaudara


Buah pemikiran Banu Musa bersaudara tak sebatas pada rancangan air mancur. Mereka
menorehkan sejumlah rancangan dalam Kitab al-Hiyal. Mereka juga menemukan sejumlah
mesin otomatis dan alat mekanik lainnya.

Beberapa penemuan lainnya yang berhasil diwariskan kepada generasi-generasi


berikutnya adalah:

 Katup, mesin yang bisa diprogram, seruling otomatis, perangkat trik mekanik, lampu
badai, lampu otomatis, tekanan diferensial, dan masker gas.
 Banu Musa bersaudara juga menemukan sebuah alat yang dikenal sebagai alat musik
mekanik paling awal. Alat musik ini disebut sebagai hydropowered organ, kemudian
sering digunakan dan diproduksi hingga pertengahan abad ke-19.
 Alat musik penemuan mereka lainnya disebut seruling otomatis yang merupakan
salah satu mesin yang bisa diprogram untuk pertama kalinya. Tak hanya itu, Banu
Musa bersaudara juga meninggalkan karya-karya mereka dalam bidang matematika.
 Kitab Pengukuran Pesawat dan Figur Berbentuk Bola merupakan salah satu risalah
matematika paling terkenal dari karya Banu Musa bersaudara. Dalam kitab ini,
mereka membahas masalah yang dipikirkan Archimedes, ahli matematika, fisika, dan
astronomi dari Yunani.
 Archimedes membahas pengukuran lingkaran pada bola dan silinder. Di sisi lain, Abu
Ja'far Muhammad ibn Musa ibn Shakir, yang berusia paling tua di antara tiga
bersaudara itu, juga dikenal sebagai perintis astrofisika dan mekanika langit.
 Abu Ja'far Muhammad, dalam bukunya, memberikan penjelasan tentang gerakan
bola. Dalam buku tersebut, dia juga menuliskan penemuannya tentang benda-benda
langit yang menjadi subjek dalam hukum fisika bumi.
 Karya Abu Ja'far Muhammad lainnya adalah pembahasan tentang gerakan bintang
dan hukum tarik-menarik. Ia mengungkapkan adanya gaya tarik-menarik antara
benda-benda langit. Hal ini membuktikan bahwa hukum gravitasi Newton berlaku
secara universal.
 Sementara itu, Ahmad ibn Musa ibn Shakir, adik Abu Ja'far Muhammad, yang ahli
mekanik, menuliskan karya tentang perangkat mekanik. Sedangkan, Al-Hasan ibn
Mu-sa-ibn Sha-kir yang berusia paling muda dan ahli geometri menuliskan karya
tentang elips.
Jabir bin Hayyan

Sejarah mencatat, Islam telah banyak berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Lewat kiprah para ilmuwan Muslim lah peradaban dunia menemukan titik cahaya. Salah
satunya di bidang ilmu kimia dan farmasi. Tak banyak yang tahu di bidang ilmu ini, seorang
ilmuwan Muslim memberikan pengaruh besar. Dia adalah Jabir bin Hayyan yang di dunia
Barat dikenal dengan nama Geber.

Nama lengkapnya Abu Abdullah Jabir bin Hayyan al-Kuffi al-Sufi. Sumber lain
menyebutkan sebagai Abu Musa dan bukan Abu Abdullah. Jabir bin Hayyan merupakan
seorang yang dianggap paling pantas sebagai wakil utama alkemi (ahli kimia) Arab pada
masa-masa awal perkembangannya.

Ia lahir di Kuffah, Irak pada tahun 721 M dan meninggal dunia pada tahun 815 M. Jabir
adalah seorang yang berketurunan Arab, namun ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah
orang Persia. Ayahnya bernama Hayyan, seorang ahli obat-obatan (apoteker) dari Kufah yang
kemudian pindah ke Toos. Nama ayahnya sering pula dihubungkan dengan intrik-intrik
politik yang terjadi pada abad ke-8 M, yang pada akhirnya menyebabkan Dinasti Umayah
terguling.

Tokoh besar yang dikenal sebagai “the father of modern chemistry” ini merupakan seorang
muslim yang ahli dibidang kimia, farmasi, fisika, filosofi dan astronomi. Kontribusi terbesar
Jabir bin Hayan adalah dalam bidang kimia. Keahliannya ini didapatnya dengan ia berguru
pada Barmaki Vizier, pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid di Baghdad.

Jabir Ibnu Hayyan mampu mengubah persepsi tentang berbagai kejadian alam yang pada saat
itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat diprediksi, menjadi suatu ilmu sains yang dapat
dimengerti dan dipelajari oleh manusia.

Ia mengembangkan teknik eksperimentasi sistematis di dalam penelitian kimia, sehingga


setiap eksperimen dapat direproduksi kembali. Jabir menekankan bahwa kuantitas zat
berhubungan dengan reaksi kimia yang terjadi, sehingga dapat dianggap Jabir telah merintis
ditemukannya hukum perbandingan tetap.

Kontribusi lainnya antara lain dalam penyempurnaan proses kristalisasi, distilasi, kalsinasi,
sublimasi dan penguapan serta pengembangan instrumen untuk melakukan proses-proses
tersebut.

Jabir Ibn Hayyan telah mampu mengubah persepsi tentang berbagai kejadian alam yang pada
saat itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat diprediksi, menjadi suatu ilmu sains yang
dapat dimengerti dan dipelajari oleh manusia.

Penemuan-penemuannya di bidang kimia telah menjadi landasan dasar untuk berkembangnya


ilmu kimia dan tehnik kimia modern saat ini. Jabir Ibn Hayyan-lah yang menemukan asam
klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi dan tehnik kristalisasi. Dia juga
yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat)
untuk melarutkan emas.

Jabir bin Hayyan mampu mengaplikasikan pengetahuannya di bidang kimia kedalam proses
pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Dia jugalah yang pertama
mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.

Jabir terus bekerja dan bereksperimen dalam bidang kimia dengan tekun di sebuah
laboratorium dekat Bawaddah di Damaskus dengan ciri khas eksperimen-eksperimennya
yang dilakukan secara kuantitatif, bahkan instrument-instrument yang digunakan untuk
eksperimentnya ia buat sendiri dari bahan logam, tumbuhan dan hewani.

Di laboratoriumnya itulah Jabir berhasil menemukan berbagai penemuan besar yang sangat
bermanfaat sampai saat ini, bahkan di laboratorium itu pula telah ditemukan berbagai
peralatan kimia miliknya. Di dalamnya didapati peralatan kimianya yang hingga kini masih
mempesona, dan sebatang emas yang cukup berat.

Tak hanya penemuan-penemuannya yang luar biasa yang telah ia ciptakan, namun
pemikirannya juga sangat berpengaruh bagi para ilmuwan muslim lainnya seperti Al-Razi (9
M), Tughrai (12 M) dan Al-Iraqi (13 M). Bahkan tidak hanya itu, buku-buku yang ditulisnya
pun sangat berpengaruh bagi perkembangan kemajuan ilmu kimia di Eropa.

Penemuan

Beberapa penemuan Jabir Ibn Hayyan diantaranya adalah: asam klorida, asam nitrat, asam
sitrat, asam asetat, tehnik distilasi dan tehnik kristalisasi. Dia juga yang menemukan larutan
aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.
Jabir Ibn Hayyan mampu mengaplikasikan pengetahuannya di bidang kimia kedalam proses
pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Dia jugalah yang pertama
mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.

Jabir Ibn Hayyan juga pertama kali mencatat tentang pemanasan wine akan menimbulkan gas
yang mudah terbakar. Hal inilah yang kemudian memberikan jalan bagi Al-Razi untuk
menemukan etanol.

Jika kita mengetahui kelompok metal dan non-metal dalam penggolongan kelompok
senyawa, maka lihatlah apa yang pertamakali dilakukan oleh Jabir. Dia mengajukan tiga
kelompok senyawa berikut:

“Spirits“ yang menguap ketika dipanaskan, seperti camphor, arsen dan amonium klorida.

“Metals” seperti emas, perak, timbal, tembaga dan besi; dan

“Stones” yang dapat dikonversi menjadi bentuk serbuk.

Karya-Karya Jabir bin Hayyan

Jabir bin Hayan tidak hanya menulis tentang kimia, tetapi juga tentang hampir semua cabang
ilmu yang mulai berkembang pesat pada masa hidupnya seperti logika, matematika,
kedokteran, fisika, dan lain-lain. Karya tulisnya yang berjumlah lebih dari 80 buah buku atau
risalah yang diterjemahkan orang ke dalam bahasa Latin. Namun karya-karyanya di bidang
kimia (alkemi) yang membuat namanya menjulang di seantero dunia.

Pada abad pertengahan, penelitian-penelitian Jabir tentang Alchemy diterjemahkan kedalam


bahasa Latin, dan menjadi textbook standar untuk para ahli kimia eropa. Beberapa
diantaranya adalah Kitab al-Kimya (diterjemahkan oleh Robert of Chester – 1144) dan Kitab
al-Sab’een (diterjemahkan oleh Gerard of Cremona – 1187).

Beberapa tulisa Jabir juga diterjemahkan oleh Marcelin Berthelot kedalam beberapa buku
berjudul: Book of the Kingdom, Book of the Balances dan Book of Eastern Mercury.
Beberapa istilah tehnik yang ditemukan dan digunakan oleh Jabir juga telah menjadi bagian
dari kosakata ilmiah di dunia internasional, seperti istilah “Alkali”, yang lainnya.

Beberapa karyanya yang fenomenal diantaranya Kitab Al-Kimya (diterjemahkan ke Inggris


menjadi The Book of the Composition of Alchemy), Kitab Al-Sab'een, Kitab Al Rahmah, Al
Tajmi, Al Zilaq al Sharqi, Book of The Kingdom, Book of Eastern Mercury, Book of Balance
dan masih banyak lagi.
Muqatil bin Sulaiman

Memiliki nama lengkap Muqatil bin Sulaiman bin Basyir al-Balkhi al-Adzi. Ulama kelahiran
kota Balkh, sebuah kota yang berada di Khurasan ini kerap disapa dengan nama kunyah Abu
al-Hasan al-Balkhi. Tidak banyak yang mengetahui kapan beliau lahir, namun dalam sebuah
riwayat Sulaiman bin Ishaq dikatakan bahwa beliau tidak pernah bertemu dengan al-Dahhak.
Jika demikian, maka Muqatil lahir pada tahun 109 H karena al-Dahhak wafat pada tahun 105
H.

Sedangkan dalam riwayat Ubaid bin Sulaiman disebutkan bahwa Muqatil sempat bertemu
dan banyak merujuk pada al-Dahhak, terutama dalam tafsirnya. Maka kemungkinan beliau
lahir pada tahun 60-70 H, jika demikian maka al-Dahhak wafat ketika Muqatil berusia 42
tahun.

Muqatil bin Sulaiman mencari ilmu sekaligus menghabiskan masa kecilnya di tanah
kelahirannya yaitu kota Balkh, Khurasan. Tidak hanya berhenti disitu, beliau juga merantau
ke daerah Marwa yang masih berada di Khurasan. Selanjutnya, beliau pindah ke Irak dan
menetap di Basrah kemudian pindah lagi ke Baghdad. Tidak lama kemudian beliau kembali
lagi ke Basrah dan menetap hingga wafat di sana.

Selama perjalananya mencari ilmu, beliau mempunyai beberapa guru, diantaranya: Sabit al-
Banani, Zaid bin Aslam, Sa’id al-Maqburi, Syurahbil bin Sa’ad, al-Dahhak Ibn Muzahim,
Ubaidillah bin Abi Bakr bin Anas bin Malik, ‘Ata bin Abi Rabah, Muhammad bin Muslim
bin Syihab al-Zuhri, Nafi’ Maula ibn Umar, Mujahid bin Jabar al-Makki, Muhammad bin
Sirin, Abu Ishaq al-Sabi’i, Abu Zabir al-Makki.

Disamping itu, beliau juga mempunyai beberapa murid, diantaranya: ‘Ismail bin ‘Iyas, Saad
bin al-Salt, Sufyan bin Uyainah, Abdurrahman bin Muhammad al-Muharibi, ‘Abd Razzaq bin
Hammam, al-Walid bin Muslim, Abu Nashir Sa’dal, Ibnu Sa’id al-Balkhi, Abu Hayah Syarih
bin Barid, Abu Nasir Mansur bin Abdul Hamid, al-Bawardzi, Abu al-Junaid ad-Dharir,
Abdurrahman bin Sulaiman bin Abi al-Jaun, ‘Isa bin Abu Fatimah, ‘Isa bin Yunus, Harami
bin Umarah bin Abi Hanifah, Hammad bin Muhammad al-Fazary, Hamzah bin Ziyad al-
Tusy, Nasr bin Hammad al-Warraq, Yahya bin Syibl, Yusuf bin Khalid al-Samti, al-Walid
bin Mazid.
Muqatil wafat pada tahun 150 H/767 M, beliau meninggalkan banyak karya dalam bentuk
tulisan, terutama dalam bidang tafsir, diantaranya: Tafsir al-Kabir, Nawadir at-Tafsir, an-
Nasikh wa al-Mansukh, al-Rad ala al-Qadariyah, al-Wujuh wa an-Nadzair fi al-Qur’an, Tafsir
Khomsumiati Ayat Min al-Qur’a al-Karim, al-Aqsam wa al-Lughoh, al-Ayat wa al-
Mutasyabihat.

Muqatil bin Sulaiman merupakan salah satu ulama tafsir yang dikenal melalui karya
monumentalnya berjudul Tafsir al-Kabir. Perihal latar belakang penulisannya, barangkali
tidak tercantum secara tersurat. Akan tetapi, secara tersirat telah tercantum di dalam
muqaddimahnya. Konon apa yang beliau ketahui tentang al-Quran, tidak hanya dapat
bermanfaat bagi dirinya, melainkan juga bagi umat Islam secara luas. Beliau berharap bahwa
umat Islam dapat membaca Al-Qur’an sekaligus memahami kandungannya.

Berangkat dari hal tersebut, kemudian lahirlah sebuah kitab yang ditulis secara individu
bernama Tafsir al-Kabir atau lebih dikenal dengan sebutan Tafsir Muqatil. Tujuan
penulisannya tak lain adalah untuk menafsirkan dan juga menta’wilkan ayat al-Qur’an agar
dapat dipahami oleh umat Islam.

Lebih lanjut, metode yang digunakan dalam Tafsir Muqatil adalah metode Tahlili. Sebuah
metode yang penyusunannya mengikuti mushaf utsmani yaitu dari al-Fatihah sampai an-Nas
serta menafsirkan al-Qur’an secara lengkap 30 juz. Sedangkan sumber penafsirannya,
menggunakan dua sumber, yaitu bi al-ma’tsur (riwayat) dan bi al-Ray’i (nalar). Konon, tafsir
Muqatil merupakan tafsir yang pertama kali menggabungkan antara bi al-Ma’tsur dan bi al-
Ra’yi.

Perihal sistematika penulisannya, tafsir Muqatil ditulis secara lengkap 30 juz al-Qur’an dan
dibagi menjadi lima jilid, setiap jilidnya berisi seperempat surat al-Qur’an. Jilid pertama
terdiri dari 601 halaman, dimulai dari al-Fatihah sampai al-An’am. Jilid kedua terdiri dari 790
halaman, dimulai dari al-A’raf sampai Maryam. Jilid ketiga terdiri dari 956 halaman, dimulai
dari Taha sampai al-Jasiyah. Jilid keempat terdiri dari 1061 halaman, dimulai dari al-Ahqaf
sampai an-Nas. Sedangkan jilid terakhir terdiri dari 279 halaman, berisi biografi dan metode
penafsiran Muqatil yang ditulis langsung oleh ‘Abdullah Mahmud Syahatah.

Pada akhirnya, beliau mendapatkan pujian sebagaimana riwayat dari Imam Asy-Syafi’i R.A:
“Manusia berhajat pada tiga orang yaitu Muqatil bin Sulaiman dalam tafsir, Zuhair bin Abu
Salma dalam syair dan Abu Hanifah dalam fiqih”. Disamping itu, beliau juga mendapatkan
kritikan dari Muhammad Husain az-Zahabi, menurutnya: “Orang-orang yang memuji tafsir
Muqatil, secara umum melemahkannya”.
Imam Ibnu Majah

Kelahiran, Nama Lengkap, dan Nasabnya


Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ar-Rabi’ bin Majah Al-Qazwinî Al-Hâfidz, atau yang
lebih dikenal dengan Ibnu Majah, dengan Kuniyah Abu ‘Abdullâh, adalah seorang ulama ahli
hadis yang telah mengumpulkan hadits, karyanya yang paling dikenal adalah menyusun kitab
Sunan Ibnu Majah dan kitab ini termasuk dalam kelompok kutubus sittah.

Ibnu Majah lahir pada tahun 207 H / 209 H di daerah Qazwin (salah satu kota yang terkenal
di kawasan ‘Iraq). Sebutan Majah dinisbatkan kepada ayahnya Yazid, yang juga dikenal
dengan sebutan Majah Maula Rab’at. Ada juga yang mengatakan bahwa Majah adalah ayah
dari Yazid. Walaupun demikian, tampaknya pendapat pertama yang lebih shahih. Kata
“Majah” adalah gelar ayah Muhammad, bukan gelar kakeknya, seperti diterangkan penulis
Qamus jilid 9, hal. 208. Ibn Katsr dalam Al-Bidayah wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52.

Karya-karya Imam Ibnu Majah


1.Kitab As-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam Kitab Hadits yang
Pokok).
2.Kitab Tafsir Al-Qur’an, sebuah kitab tafsir yang besar manfatnya seperti diterangkan Ibn
Kasir.
3.Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn Majah.

Metodologi Imam Ibnu Majah


Dalam menulis buku Sunan ini, Imam Ibnu Majah memulainya terlebih dahulu dengan
mengumpulkan hadits-hadits dan menyusunnya menurut kitab atau bab-bab yang berkenaan
dengan masalah fiqih, hal ini seiring dengan metodologi para muhadditsîn yang lain. Setelah
menyusun hadits tersebut, imam Ibnu Majah tidak terlalu memfokuskan ta’lîqul Al-Hadits
yang terdapat pada kitab-kitab fikih tersebut, atau boleh dikatakan beliau hanya mengkritisi
hadits-hadits yang menurut hemat beliau adalah penting.

Seperti kebanyakan para penulis kitab-kitab fikih yang lain, dimana setelah menulis hadits
mereka memasukkan pendapat para ulama fâqih setelahnya, namun dalam hal ini Imam Ibnu
Majah tidak menyebutkan pendapat para ulama fâqih setelah penulisan hadits. Sama halnya
dengan imam Muslim, imam Ibnu Majah ternyata juga tidak melakukan pengulangan hadits
berulang kali kecuali hanya sebahagian kecil saja dan itu penting menurut beliau.

Ternyata kitab Sunan ini tidak semuanya diriwayatkan oleh Ibnu Majah seperti perkiraan
orang banyak selama ini, tapi pada hakikatnya terdapat di dalamnya beberapa tambahan yang
diriwayatkan oleh Abu Al-Hasan Al-Qatthany yang juga merupakan periwayat dari “Sunan
Ibnu Majah”. Persepsi ini juga sejalan pada “Musnad Imam Ahmad”, karena banyak orang
yang menyangka bahwa seluruh hadits di dalamnya diriwayatkan seluruhnya oleh beliau,
akan tetapi sebahagian darinya ada juga yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad
dan sebahagian kecil oleh Al-Qathî’î, namun imam Abdullah lebih banyak meriwayatkan
dibanding dengan Al-Qathî’î. Namun dalam pembahasan kali ini kita kita tidak berbicara
banyak seputar “Musnad Imam Ahmad”, karena biografi dan metodologi beliau telah diulas
pada diskusi sebelumnya.

Ketika Al-Hasan Al-Qatthâny mendapatkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari
Sya’bah dengan perantara perawi lainnya, dan pada hadits yang sama juga beliau
mendapatkan perawi selain gurunya Ibnu Majah, maka hadits ini telah sampai pada kategori
hadits Uluwwu Al-Isnâd meskipun beliau hanya sebatas murid dari sang imam Ibnu Majah,
namun derajatnya sama dengan gurunya dalam subtansi Uluwwu Al-Hadîts tersebut, ada juga
berhasil disusun oleh sang imam dengan uraian sebanyak 32 kitab menurut Zahaby, dan 1500
bab menurut Abu Al-Hasan Al-Qatthâny serta 4000 hadits.

Anda mungkin juga menyukai