Anda di halaman 1dari 8

7

ANALISIS PUTUSAN HAKIM NOMOR: 113/Pid.B/2007/PN.Pml


TENTANG TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
Saryono Hanadí
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah
e-mail: pusdikum@gmail.com

Abstract

Decree Number: 113/Pid.B/2007/PN.Pml relating with the case of abuse of narcotic that conducted
by Bambang Suroto alias Gentolet bin Rifa’i. In this case, public Prosecutor assert with laminated
assertion which are Primer Assertion by article 81 sentence (1) letter a Law No.22 Year 1997 and
subsidiary assertion by article 85 letter a Law No.22 Year 1997 concerning Narcotic. In this case, the
decree cannot be told as a progressive decree because it not considering article 47 Law No. 12 Year
1997 concerning Narcotic. Judge ought to be considering the way to solve the problem by
commanding the defendant to have the rehabilitation as a prevention without punishment to
influencing views of society on crime.

Keyword: abuse of narcotic, progressive decree and rehabilitation

Abstrak

Putusan No. 113 / Pid.B/ 2007/PN.Pml berkaitan dengan kasus penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan oleh Bambang Suroto alias Gentolet bin Rifa’i. Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum
mendakwa dengan dakwaan berlapis dimana dakwaan primer didasarkan pada Pasal 81 ayat (1) huruf
a UU No. 22 Tahun 1997 dan dakwaan subsider didasarkan pada Pasal 85 huruf a UU No. 22 Tahun
1997 tentang Nakotika. Dalam kasus ini, putusan yang disampaikan oleh hakim belum dapat
dikategorikan sebagai putusan yang progresif karena tidak mempertimbangkan Pasal 47 UU No.22
Tahun 1997 tentang Narkotika. Hakim seharusnya mempertimbangkan cara untuk menyelesaikan
masalah dengan menyerahkan terdakwa untuk mendapatkan rehabilitasi sehingga dapat memberikan
pengaruh kepada masyarakat terhadap bentuk kejahatan tersebut.

Kata kunci: penyalahgunaan narkotika, putusan progresif, dan rehabilitasi.

Pendahuluan jual kepada pembeli; kedua, bahwa menurut


Kasus penyalahgunaan narkotika ini dilaku- pengakuan Bonek daun ganja tersebut dibeli
kan oleh BAMBANG SUROTO alias GENTOLET bin dari Tanjung Priok Jakarta seharga Rp.
RIFA’I pada hari minggu tanggal 29 April 2007 2.200.000,- (dua juta dua ratus ribu rupiah);
sekitar jam 15.00 WIB bertempat Desa Tasikrejo ketiga, Bahwa pada hari minggu, tanggal 29
Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang. Ber- April 2007 sekitar jam 14.00 WIB ketika ter-
dasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan dakwa sedang berada di Desa Depok Keca-
terdakwa dihubungkan dengan barang bukti yang matan Siwalan Kabupaten Pekalongan dida-
ada, diperoleh fakta hukum berupa: pertama, tangi seseorang pemuda yang mengaku
bahwa terdakwa telah mendapat titipan daun penduduk Desa Kaliprau Kecamatan Ulujami
ganja sebanyak 4 (empat) bungkus seberat 0,5 Kabupaten Pemalang, kemudian pemuda
kg yang dibungkus dengan kertas koran dan di- tersebut mengatakan bahwa ada anak sekolah
balut dengan menggunakan lakban warna coklat yang membutuhkan/mau membeli daun
dari teman terdakwa bernama Bonek untuk di- ganja; keempat, Bahwa terdakwa kemudian
membon-ceng sepeda motor pemuda tersebut

Artikel ini merupakan hasil penelitian kerjasama dengan menuju Desa Tasikrejo Kecamatan Ulujami
Komisi Yudisial, Penelitian Putusan Hakim Negeri Wilayah Kabupaten Pemalang tempat dimana anak
Jawa Tengah dengan Sumber Dana DIPA KY 2009
8 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 1 Januari 2010

sekolah yang membutuhkan daun ganja tersebut Gentolet bin Rifa’i terbukti secara sah dan
berada. Kelima, Bahwa sesampainya di Desa meyakinkan bersalah melakukan tindak pi-
Tasikrejo Kecamatan Ulujami Kabupaten Pema- dana “Membawa dan mengedarkan narkotika
lang sekitar jam 15.00 WIB terdakwa bertemu golongan I jenis ganja” ; Kedua, Menjatuhkan
dengan anak sekolah yang pada saat itu mem- pidana terhadap terdakwa karena itu dengan
boncengkan seorang perempuan muda lalu me- pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 5
ngajak terdakwa untuk bertransaksi daun ganja (lima) bulan; Ketiga, menjatuhkan pidana
dijalan pesawahan dan terdakwa menyetujuinya. denda terhadap terdakwa sebesar Rp. 5.000.
Ke-enam, Bahwa dalam perjalanan di per- 000,- (lima juta rupiah); Keempat, mene-
tengahan jalan persawahan Desa Tasikrejo tapkan menjatuhkan pidana pengganti denda
Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang anak selama 4 (empat) bulan kurungan apabila
sekolah tersebut berhenti sehingga terdakwa denda tersebut tidak dibayar lunas sejak
kemudian mengeluarkan daun ganja untuk putusan ini berkekuatan hukum tetap; Ke-
melakukan tran-saksi jual beli; ketujuh, bahwa lima, menetapkan masa penahanan yang
tiba-tiba anak sekolah tersebut kemudian me- telah dijalani terdakwa dikurangkan sepenuh-
nangkap terdakwa dan ternyata anak sekolah nya dari pidana yang dijatuhkan; Keenam,
tersebut adalah anggota Polisi yang sedang menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan;
melakukan penyamaran; Kedelapan, bahwa ketujuh, menetapkan barang bukti berupa 4
petugas menyita barang bukti berupa dari tangan (empat) bungkus daun ganja siap pakai yan
terdakwa berupa 4 (empat) bungkus daun ganja terbungkus kertas koran dengan masing-
siap pakai yang dibungkus kertas koran dengan masing ukuran dirampas dan dimusnahkan;
masing-masing ukuran seberat 0,25 Kg; ke- Kedelapan, membebankan pula kepada ter-
sembilan, bahwa terdakwa sering menggunakan dakwa untuk membayar biaya perkara ini
sendiri barang tersebut, dan setelah terdakwa sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus
menggunakan/menghisap dan ganja perasaan rupiah).
terdakwa menjadi senang karena ingin tertawa
terus dan mengantuk; kesepuluh, bahwa barang Perumusan Masalah
bukti yang diajukan dipersidangan dibenarkan Mencermati latar belakang di atas,
oleh terdakwa; kesebelas, bahwa terdakwa me- terdapat beberapa hal menarik yang akan
ngaku bersalah, merasa menyesal dengan per- dikaji dalam putusan ini, yaitu mengenai nilai
buatannya dan berjanji tidak akan meng- kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum
ulanginya lagi; keduabelas, bahwa ter-dakwa sebagaimana termaktub dalam putusan yang
belum pernah dihukum. Mencermati hal di atas, disampaikan oleh majelis hakim. Berdasarkan
sebelum Majelis Hakim menjatuhkan putusan, hal tersebut masalah yang rumuskan adalah
terlebih dahulu hakim mempertim-bangkan hal- apakah putusan Nomor: 113/Pid.B/2007/PN.
hal yang memberatkan dan yang meringankan Pml mengenai Tindak Pidana Penyalahgunaan
terdakwa. Narkotika ini dapat dikategorikan sebagai
Hal-hal yang memberatkan terdakwa putusan yang progresif?
berupa perbuatannya meresahkan masyarakat
dan dapat merusak mental generasi muda, Metode Penelitian
sedangkan hal-hal yang meringankan berupa Tipe penelitian yang digunakan dalam
terdakwa mengakui terus terang perbuatannya penelitian ini adalah yuridis Normatif dengan
dan menyesalinya, terdakwa berjanji tidak akan menggunakan beberapa pendekatan masalah
mengulangi lagi perbuatannya dan terdakwa berupa pendekatan perundang-undangan
belum pernah dihukum. (sta-tute approach) dan pendekatan kasus
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka (case ap-proach). Spesifikasi dalam Penelitian
majelis hakim memutuskan Pertama, ini adalah penemuan Hukum In Concreto
Menyatakan terdakwa Bambang Suroto alias dengan sumber Bahan hukum berupa bahan
Analisis Putusan Hakim Nomor: 113/Pid.B/2007/Pn.Pml 9
Tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

hukum primer, se-kunder dan tersier. Metode dengan melalui proses pemidanaan. Dalam
Pengumpulan Bahan hukumnya meliputi metode kaitan ini, proses pemidanaan telah menjadi
Kepustakaan dan dokumentasi. Metode hal yang substansial, disamping sebagai salah
Penyajian Bahan Hukum dengan cara mereduksi, satu pokok permasalahan dalam hukum
kategoriasai dan display dan dianalisis secara pidana, masalah pidana dan pemi-danaan
normatif kualitatif dengan menggunakan jenis baik dalam bentuk teori-teori pem-benaran
interpretasi gramatikal, sistematis dan teleologis pidana maupun dalam bentuk kebi-jakan
dipandang sangat penting, sebab melalui
Pembahasan pemidanaan akan tercermin sistem nilai-nilai
Salah satu hal yang sejak dulu menjadi sosial budaya suatu bangsa, khu-susnya
permasalahan dalam masyarakat dan mem- menyangkut persepsi suatu bangsa terhadap
butuhkan perhatian khusus adalah penyalah- hak-hak asasi manusia.2 Dalam hal ini,
gunaan obat-obatan. Pada awalnya, penggunaan diantara kegiatan-kegiatan dalam sistem
narkotika dan obat-obatan terlarang terbatas peradilan pidana, kegiatan pemeriksaan di
pada dunia kedokteran, namun belakangan ter- pengadilan (tahap) ajudikasi merupakan ke-
jadi penyimpangan fungsi dan penggunaannya giatan yang paling dominan, dimana hakim
tidak lagi terbatas pada dunia kedokteran. akan memeriksa dan menentukan putusan
Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat secara objektif berdasarkan bahan-bahan
adiktif atau yang biasa disebut narkoba dewasa pemeriksaan di muka sidang pengadilan ber-
ini cukup meningkat terutama di kalangan dasarkan keyakinannnya.
generasi muda. Morfin dan obat-obat sejenis Dalam konteks pemeriksaan perkara di
yang semula dipergunakan sebagai obat penawar muka pengadilan, pertama-tama hakim akan
rasa sakit, sejak lama sudah mulai disalah- melakukan tindakan, yaitu hakim akan
gunakan. Maraknya peredaran dan penyalah- memeriksa mengenai peristiwanya ialah
gunaan narkotika dan obat-obatan terlarang apakah terdakwa telah melakukan perbuatan
diakui banyak kalangan menjadi ancaman yang yang didakwakan; kedua, hakim akan me-
berbahaya bagi bangsa Indonesia. nentukan keputusannya ialah apakah per-
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 22 buatan yang didakwakan itu merupakan suatu
Tahun 1997, narkotika merupakan zat atau obat, tindak pidana dan apakah terdakwa dapat
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, dipertanggungjawabkan atau bersalah; ke-
yang berkhasiat narkotika melalui pengaruh se- tiga, hakim menentukan pidananya apabila
lektif pada susunan saraf pusat yang menyebab- memang terdakwa terbukti melakukan tindak
kan perubahan khas pada aktivitas mental dan pidana dan dapat dipidana.3
perilaku. Pengertian ini, menurut Gatot Supra- Berdasarkan hal tersebut, peran dan
mono lebih menekankan pada adanya ruang tugas hakim bukan hanya sebagai pembaca
lingkup narkotika yang dipersempit, yaitu zat deretan huruf dalam undang-undang yang
dan obat yang bukan narkotika, dengan maksud dibuat oleh badan legislatif. Tetapi dalam
agar tidak berbenturan dengan ruang lingkup putusannya memikul tanggung jawab menjadi
narkotika. Obat-obatan sebagaimana dimaksud suara akal sehat dan mengartikulasikan
memiliki kasiat psikoaktif melalui pengaruh se- sukma keadilan dalam kompleksitas dan
lektif pada susunan saraf pusat dan mempunyai dinamika kehidupan masyarakat. Hakim
hubungan kausalitas pada aktivitas mental dan progresif akan mempergunakan hukum yang
perilaku penggunanya.1 terbaik dalam keadaan yang paling buruk.4
Mencermati hal di atas, diperlukan upa-ya
2
strategis guna menanggulangi perma-salahan Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teori
dan Kebijakan Pidana, Bandung:Alumni, hlm.5
penyalahgunaan narkotika, salah sa-tunya 3
Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana,
Bandung:Alumni, hlm.74
4
1
Gatot Supramono, 2001, Hukum Narkoba Indonesia, Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum
Jakarta:Djambatan, hlm.17 Progresif, Jakarta : Kompas, hlm.56
10 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 1 Januari 2010

Untuk mengetahui suatu putusan dapat bahwa terdakwa Bambang Su-roto telah
dikategorikan sebagai putusan yang progresif terbukti secara sah dan meyakin-kan
atau tidak, maka batu ujinya adalah nilai melakukan tindak pidana ”Tanpa hak dan
kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum. melawan hukum memiliki narkotika golongan
Kepastian hukum erat kaitannya dengan sin- 1 dalam bentuk tanaman, melanggar pasal 78
kronisasi putusan hakim dengan sumber hukum ayat (1) huruf a UU No.22 tahun 1997 se-
yang berlaku, baik peraturan perundangan, yu- bagaimana dalam dakwaan primer.
risrudensi, doktrin, traktat, maupun kebiasa- Namun dalam kasus ini, hakim belum
annya. Apabila mencermati aspek kepastian sepenuhnya memenuhi ketentuan Undang-
hukum dilihat dari prosedur hukum acara pidana Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
dan asas yang digunakan oleh hakim, maka pada Kehakiman, dimana alasan dan dasar pen-
dasarnya dalam putusan ini telah memuat hal- jatuhan hukumannya belumlah jelas dan be-
hal yang harus ada dalam suatu putusan peng- lum sepenuhnya memenuhi aspek keadilan
adilan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 197 dan kemanfaatan. Hal yang mendasari hakim
jo. Pasal 199 KUHAP, putusan inipun telah di- dalam memutuskan lamanya pidana penjara
dukung oleh dua alat bukti yang sah sebagai- berupa hal-hal yang memberatkan meliputi
mana ditetapkan dalam Pasal 183 jo. Pasal 185 perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat
KUHAP, penerapan hukum pembuktiannya telah dan dapat merusak mental generasi muda,
sesuai dengan undang-undang dan terdakwa sedangkan hal-hal yang meringankan berupa
telah diberi hak untuk didampingi penasihat terdakwa mengakui terus terang perbuat-
hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 56 ayat (1) annya dan menyesalinya, terdakwa berjanji
KUHAP. Selain dari melaksanakan hukum acara tidak akan mengulangi lagi perbuatannya dan
pidana tersebut, terdapat pula asas-asas per- terdakwa belum pernah dihukum.
sidangan yang diakomodir dalam putusan ini Menurut penulis, hal di atas belum cu-
meliputi asas persidangan terbuka untuk umum, kup karena untuk menentukan putusan yang
pemeriksaan secara langsung, asas pembelaan dijatuhkan pada terdakwa, seharusnya hakim
dan asas obyektivitas. memutus berdasarkan alasan-alasan yang
Apabila mencermati aspek kepastian hu- lebih rasional meliputi penggunaan sumber
kum dilihat dari aturan yang digunakan, maka hukum lain berupa doktrin dan yurisprudensi.
dapat diketahui bahwa pada dasarnya hakim Selain dari itu, dalam menentukan putusan
telah mempertimbangkan Undang-Undang Nomor dilihat dari aspek substansi hukum, maka
22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang- pemaknaannya lebih luas daripada sekedar
undang No.8 Tahun 2004 tentang Pengadilan stelsel norma formal (formele normenstel-
Umum, dimana proses peradilannya didasarkan sel). Dalam hal ini, Friedman memasukkan
pada prosedur yang baku. Berdasarkan analisis pola-pola perilaku sosial dan norma-norma
terhadap aturan hukumnya, kepemilikan narko- sosial selain hukum sehingga termasuk juga
tika golongan I pada diri terdakwa tidaklah di- etika sosial seperti asas-asas kebenaran dan
dasari sebagaimana diatur dalam Pasal 4, Pasal keadilan.5 Jadi, yang disebut komponen subs-
5, Pasal 10, Pasal 11 ayat (2), Pasal 39 ayat (3) tansi hukum di sini adalah semua asas dan
Undang-Undang No. 22 tahun 1997 dan juga norma yang dijadikan acuan oleh masyarakat
kepemilikannya tersebut tanpa hak sebagai- dan pemerintah. Dalam kasus ini, misalnya,
mana disyaratkan dalam pasal 44 UU No.22 substansi hukum meliputi undang-Undang No.
tahun 1997 dan tidak ada bukti-bukti yang 22 tahun 1997 dapat ditambahkan dengan
melindungi kepemilikannya tersebut, maka asas-asas hukum tidak tertulis lainnya seperti
keberadaan narkotika golongan 1 pada diri pelanggaran norma-norma yang disebut
terdakwa adalah secara tanpa hak dan me-lawan dengan nilai-nilai kebiasaan atau tradisi,
hukum. Berdasarkan hal tersebut, maka adalah
5
benar apabila majelis hakim berkesimpulan Lawrence M. Friedman, 1984, American Law: An
Introduction New York:W.W. Norton & Co, hlm.5
Analisis Putusan Hakim Nomor: 113/Pid.B/2007/Pn.Pml 11
Tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

dalam hal ini termasuk juga asas kepatutan dan penting dalam menentukan strategi
kebenaran yang telah hidup mengakar pada perencanaan politik kriminal. Menentukan
masyarakat. tujuan pemidanaan dapat menjadi landasan
Apabila mencermati aspek kepastian hu- untuk menentukan cara, sarana atau tindakan
kum dilihat dari argumentasi teori yang diguna- yang akan digunakan. Kebijakan menetapkan
kan hakim, maka dapat diketahui bahwa dalam sanksi pidana apa yang dianggap paling baik
putusan ini tidak diketemukannya landasan teori untuk mencapai tujuan, setidak-tidaknya
yang relevan yang digunakan dalam memutuskan mendekati tujuan, tidak dapat dilepaskan
perkara. Hal inilah yang kemudian melemahkan dari persoalan pemilihan berbagai alternatif
kualitas putusan hakim tersebut. Seharusnya sanksi. Masalah pemilihan berbagai alternatif
hakim sebelum memutuskan perkara menelaah untuk memperoleh pidana mana yang di-
mengenai teori penjatuhan sanksi pidana (teori anggap paling baik, paling tepat, paling pa-
gabungan) sebagai dasar dalam penjatuhan tut, paling berhasil atau efektif merupakan
pidananya yaitu Pertama, ada yang bertindak masalah yang tidak mudah. Dilihat dari sudut
sebagai pangkal pembalasan, pembalasan disini politik kriminil, maka tidak terkendalikannya
dibatasi oleh penegakan tata tertib hukum. perkembangan kriminalitas yang semakin
Artinya pembalasan hanya dilaksanakan apabila meningkat, justru dapat disebabkan oleh
diperlukan untuk menegakkan tata tertib hukum. tidak tepatnya jenis sanksi pidana yang
Kalau tidak untuk maksud itu, tidak perlu dipilih dan ditetapkan.7
diadakan pembalasan; Kedua, memberikan per- Pola kebijakan kriminal sebagai upaya
lindungan kepada masyarakat sebagai tujuan. Di penanggulangan kejahatan, menurut Barda
dalam menggunakan pidana untuk memberikan Nawawi Arief dapat ditempuh dengan tiga
perlindungan kepada masyarakat itu diperlukan elemen pokok, yaitu penerapan hukum pi-
batasan, bahwa nestapanya harus seimbang de- dana (criminal law application), pencegahan
ngan perbuatannya. Baru apabila pencegahan tanpa pidana (prevention without punis-
umum itu tidak berhasil digunakan, pencegahan hment) dan mempengaruhi pandangan ma-
khusus yang terletak pada menakut-nakuti, syarakat mengenai kejahatan dan pemi-
memperbaiki, dan membuat ia tidak berdaya danaan melalui media massa (influencing
lagi. Untuk itu, ada batasannya terhadap ke- views of society on crime). Dengan demikian,
jahatan ringan haruslah diberi pidana yang layak upaya penanggulangan kejahatan secara garis
dan kelayakan ini diukur dengan rasa keadilan besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu Per-
masyarakat; Ketiga, titik pangkal pembalasan tama, jalur penal, yang lebih menitik-
dan keharusan melindungi masyarakat. beratkan pada sifat represif; Kedua, jalur non
Dalam hal ini Vos berpendapat : penal, yang lebih menitikberatkan pada sifat
“Bahwa daya menakut-nakuti itu terletak preventif atau pencegahan sebelum kejahat-
pada pencegahan umum dan ini tidak ha- an tersebut terjadi. Penanggulangan kejahat-
nya pencegahan saja, juga perlu dilak- an melalui jalur non penal, sasaran pokoknya
sanakan”. Tetapi menurut Vos “Hal ini
sesungguhnya sudah tidak layak lagi da- adalah menangani faktor-faktor kondusif pe-
lam arti sesungguhnya, meskipun sebe- nyebab terjadinya kejahatan yang berpusat
tulnya apabila digabungkan antara pada kondisi-kondisi sosial yang secara
memperbaiki dan membuat tidak ber-daya langsung atau tidak langsung dapat
itu, merupakan pidana sesung-guhnya”6 menimbulkan atau menumbuh suburkan
Barda Nawawi Arief dan Muladi menya- kejahatan.8
takan bahwa hubungan antara penetapan sanksi Pola kebijakan kriminal tersebut
pidana dan tujuan pemidanaan adalah titik senada dengan ketentuan Pasal 47 Undang-

7
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.Cit., hlm. 95
8
6
Bambang Purnomo, 1985, Asas-Asas Hukum Pidana, Barda Nawawi Arief, 1996, Bunga Rampai Kebijakan
Jakarta:Ghalia Indonesia, hlm. 29 Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 48
12 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 1 Januari 2010

undang No. 22 Tahun 1997 yang merumuskan “ketergantungan” atau tidak, sehingga ke-
bahwa : padanya diharuskan untuk menjalani peng-
1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu obatan dan/atau perawatan. Pengobatan
narkotika dapat : dan/atau perawatan sendiri merupakan usaha
a. memutuskan untuk memerintahkan yang non penal yang bertujuan agar si pelaku
bersangkutan menjalani pengobatan tindak pidana tersebut sembuh dan dapat
dan/atau perawatan, apabila pencandu berperilaku tidak menyimpang lagi ketika
narkotika tersebut terbukti bersalah sudah keluar dari lembaga pemasyarakatan.
melakukan tindak pidana narkotika; atau Namun demikian, masih menjadi pertanyaan
b. menetapkan untuk memerintahkan yang siapakah yang harus menanggung biaya pe-
bersangkutan menjalani pengobatan ngobatan dan/atau perawatan tersebut. Mes-
dan/atau perawatan, apabila pecandu kipun yang memerintahkan adalah hakim,
narkotika tersebut tidak terbukti tetapi tidak mungkin hakim yang menanggung
bersalah melakukan tindak pidana biayanya, karena hakim bertindak dalam
narkotika. menjalankan tugasnya untuk memutus per-
(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau kara. Terdakwa juga tidak mungkin, karena
perawatan bagi pecandu narkotika yang bersangkutan hanya menjalankan putus-
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf an hakim. Oleh karena itu, sudah sewajar-
a, diperhitungkan sebagai masa menjalani nyalah pemerintah ikut campur dalam hal ini,
hukuman. dengan konsekuensi biaya atas pengobatan
Terhadap terdakwa yang mengalami ke- dan/ atau perawatan sebagaimana digariskan
tergantungan akibat penyalahgunaan narkotika, dalam Pasal 47 tersebut harus dibebankan
hakim dapat memerintahkan kepada terdakwa kepada Negara.
untuk menjalani pengobatan dan/atau pe- Pada dasarnya, mengenai permasalahan
rawatan. Kata “dapat”, dapat ditafsirkan bahwa yang menyangkut pemidanaan, meliputi jenis
hakim tidak wajib atau selalu memerintahkan pidana, ukuran/lamanya pidana yang dijatuh-
kepada terdakwa untuk menjalani pengobatan kan dan pelaksanaan pidana tersebut. Ke-
dan/ atau perawatan. Dalam menerapkan beranian hakim untuk menjatuhkan pidana
ketentuan tersebut hakim harus bersifat arif dan secara bijaksana guna menanggulangi ke-
bijaksana, agar maksud dan tujuan dapat dicapai jahatan, sebenarnya diberikan tempat yang
dengan baik. Hal ini senada dengan pernyataan luas sejalan dengan perkembangan ilmu pe-
Bassiouni bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh ngetahuan mengenai pidana dan pemidanaan.
pidana adalah melindungi kepentingan sosial, Sebagaimana pendapat Edi Djunedi yang
yakni memelihara tertib masyarakat, per- menyatakan :
lindungan warga masyarakat dari kejahatan, “Kebebasan hakim untuk menjatuhkan
kerugian atau bahaya yang tak dapat dibenarkan pidana (judicial discreation insen-
yang dilakukan orang lain, memasyarakatkan tencing) adalah berdasarkan pemikiran
modern dalam ilmu kriminologi yang
kembali (resosialisasi) para pelanggar hukum, dipengaruhi ilmu psikologi dan ilmu
memelihara atau mempertahankan integritas sosial lainnya, yang menegaskan bahwa
pandangan dasar mengenai keadilan sosial, dalam menjatuhan pidana hakim
martabat kemanusiaan dan keadilan in-dividu.9 haruslah mem-pergunakan asas
Terungkap dalam perkara ini bahwa individualisasi, sesuai se-suai dengan
tindak pidana dan pelaku-nya....” 10
terdakwa sebelum ditangkap telah meng-
gunakan narkotika. Hal ini berarti bahwa
seharusnya hakim menilai apakah yang ber-
sangkutan dapat dikualifikasikan mengalami 10
Gregorius Aryadi,1994, Putusan Hakim Dalam
Perkara Pidana (Studi Kasus Tentang Pencurian Dan
Korupsi Di Daerah Istimewa Yogyakarta),
9
Ibid.,hlm.79 Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, hlm. 30
Analisis Putusan Hakim Nomor: 113/Pid.B/2007/Pn.Pml 13
Tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

Putusan Hakim dalam perkara No. 113/ penerapan sanksinya dapat dikategorikan
Pid.B/2007/PN.Pml., seharusnya mempertim- kurang efektif dan karenanya putusan hakim
bangkan kondisi terdakwa dan mengacu pada ini dapat dikategorikan tidak progresif karena
tujuan hukum untuk melindungi masyarakat dari belum sepenuhnya memenuhi nilai kepastian,
kejahatan (social defense), yang salah satunya keadilan dan kemanfaatan.
dapat dilakukan melalui pemberian rehabilitasi Rawls berpendapat bahwa dalam ke-
terhadap pelaku kejahatan. Sanksi yang dijatuh- adilan, terdapat rangkaian secara intrinsik
kan tersebut seyogyanya dapat menimbulkan prinsip-prinsip moral dan prinsip-prinsip hu-
penyesalan atas perbuatan dan menciptakan niat kum. Manusia sebagai person moral terutama
untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut dituntun oleh norma-norma yang dianutnya
sehingga dapat membawa manfaat dan keadilan sendiri secara internal, yakni norma-norma
bagi masyarakat (general detterence) maupun moral. Akan tetapi, perlu diakui bahwa
pelaku itu sendiri (special detterence). norma-norma moral tidak dengan sendirinya
Keadilan dapat dibedakan menjadi dua, efektif mengatur tata hubungan serta pola
yaitu keadilan bagi individu dan keadilan bagi sikap antarmanusia. Dalam hal ini, yang di-
masyarakat. Keadilan individu merupakan butuhkan adalah prinsip-prinsip hukum yang
keadilan yang melekat pada diri si terdakwa. mampu menjamin stabilitas serta kebaikan
Dengan tidak dilaksanakannya kewajiban hakim bersama dalam di dalam masyarakat sebagai
dalam ketentuan Pasal 47 UU No.12 Tahun 1997, keseluruhan. Dengan memperlihatkan relasi
maka hal ini akan menimbulkan ketidakadilan mendasar antara prinsip-prinsip moral dan
bagi si terdakwa, karena disini hakim dapat prinsip hukum, Rawls menegaskan bahwa
secara arif dan bijaksana untuk memberikan tujuan akhir dari prinsip-prinsip moral yakni
treatment bagi terdakwa yang sudah mengalami menghasilkan manusia yang baik. Dengan
ketergantungan. Sedangkan keadilan bagi masya- demikian, isi dari aturan hukum harus dapat
rakat dimaksudkan sebagai upaya untuk me- dipertanggungjawabkan secara moral. Dalam
ngembalikan anggota masyarakat dalam keadaan arti itu, norma-norma legal harus merupakan
yang tidak kembali meresahkan masyarakat yaitu determinasi yang lebih jauh serta penerapan
sembuh dari ketergantungan narkotika dan tidak lebih kongkret dari prinsip-prinsip moral
meracuni masyarakat lainnya karena penyalah- dalam kehidupan sosial. Dengan kata lain,
gunaan tersebut. Tindakan pengobatan dan/ prinsip-prinsip hukum harus merupakan ref-
perawatan sebagaimana diatur Pasal 47 Undang- leksi dari prinsip-prinsip moral. Secara lebih
undang No. 12 Tahun 1997, merupakan salah khusus, sebagaimana ditegaskan sendiri oleh
satu upaya untuk mencegah terulangnya tindak Rawls bahwa hukum harus dibentuk demi
pidana penyalahgunaan narkotika mengingat memelihara dan mendukung keadilan.11
pengguna narkotika akan mengalami sindroma
ketergantungan setelah mengkonsumsi narko- Penutup
tika. Dengan tidak dijatuhkannya putusan untuk Simpulan
melakukan tindakan pengobatan/perawatan, Berdasarkan analisis tersebut diatas,
maka tindak pidana cenderung hanya akan dapat ditarik simpulan yaitu Pertama, dalam
terhenti di lembaga pemasyarakatan saja dan putusan ini hakim telah mengakomodir
akan terulang kembali ketika terpidana ke-luar prosedur hukum acara pidana, asas-asas
dari lembaga pemasyarakatan. Alhasil, putusan umum persidangan, dan telah membuktikan
hakim pun akan menjadi sia-sia dan tidak unsur tindak pidana dan kesalahan terdakwa.
bermanfaat bagi si pelaku maupun bagi Namun hakim belum sepenuhnya
masyarakat. Bilamana kasus penyalahgunaan mengakomodir ketentuan Pasal 25 Undang-
narkotika ini dikorelasikan dengan teknik
penghukuman dengan mendasar pada suatu 11
John Rawls, 1971, A Theory of Justrice. Cambridge,
sanksi (pidana penjara), maka pada hakikat-nya
Massachussetts, Harvard University Press, hlm. 367
14 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 1 Januari 2010

Undang No. 4 tahun 2004 tentang Ke-kuasaan ketika terpidana keluar dari lembaga
Kehakiman, dimana alasan dan dasar penjatuhan pemasyarakatan.
hukumannya belumlah jelas. Selain dari itu,
hakim juga tidak menggunakan sumber hukum
lain berupa doktrin, yurisprudensi dan nilai-nilai
yang hidup dsalam masyarakat; Kedua, penulis
berargumentasi bahwa putusan Perkara No.
113/Pid.B/2007/PN.Pml tidak dapat dikata-kan
sebagai putusan yang progresif karena hakim
tidak menggunakan ketentuan Pasal 47 UU No.
12 Tahun 1997 tentang Narkotika sehingga nilai
kepastian, keadilan dan kemanfaatan bagi ter-
dakwa dan masyarakat telah terabaikan. Se-
harusnya hakim menilai terlebih dahulu apakah
yang bersangkutan dapat dikualifikasikan meng-
alami “ketergantungan” atau tidak, sehingga
kepadanya diharuskan untuk menjalani peng-
obatan dan/atau perawatan. Hal ini dimak-
sudkan untuk melindungi kepentingan sosial,
yakni memelihara tertib masyarakat, per-
lindungan warga masyarakat dari kejahatan,
kerugian atau bahaya yang tak dapat dibenarkan
yang dilakukan orang lain, memasyarakatkan
kembali (resosialisasi) para pelanggar hukum,
memelihara atau mempertahankan integritas
pandangan dasar mengenai keadilan sosial,
martabat kemanusiaan dan keadilan individu.

Saran
Penulis telah menganalisis dan menyatakan
bahwa pertimbangan atas prosedur hukum acara
pidana, unsur tindak pidana dan kesalahan
dalam perkara nomor 113/Pid.B/2007/PN.Pml,
sudah tepat, namun putusan yang disampaikan
kurang tepat karena belum mempertimbangkan
tujuan dari penerapan sanksi. Tindakan pe-
ngobatan dan/perawatan sebagaimana diatur
Pasal 47 Undang-undang No. 12 Tahun 1997 me-
rupakan salah satu upaya untuk mencegah ter-
ulangnya tindak pidana penyalahgunaan nar-
kotika mengingat pengguna narkotika akan
mengalami sindroma ketergantungan setelah
mengkonsumsi narkotika. Dengan tidak di-
jatuhkannya putusan untuk melakukan tin-dakan
pengobatan/perawatan, maka tindak pidana
cenderung hanya akan terhenti di lembaga
pemasyarakatan saja dan akan terulang kembali

Anda mungkin juga menyukai