Anda di halaman 1dari 3

Berbagai struktur transparan tidak simetris memutar bidang polarisasi radiasi.

Materi
tersebut dikenal sebagai zat optis aktif, misalnya kuarsa, gula dan sebagainya. Pemutaran dapat
berupa dextro rotary (+) bila arahnya sesuai dengan arah putar jarum jam ataupun laevo rotatory
(-) bila arahnya berlawanan dengan arah jarum jam. Derajat rotasi bergantung pada berbagai
parameter seperti jumlah molekul pada lintasan radiasi, konsentrasi, panjangnya pipa
polarimeter, panjangnya gelombang radiasi dan juga temperatur. Rotasi spesifik didefinisikan
sebagai,
𝛼
[α]t = 𝑑𝑐

dimana, α adalah sudut pada bidang cahaya terpolarisasi dirotasi oleh suatu larutan dengan
konsentrasi c gram zat terlarut per mL larutan, pada suatu bejana dengan panjang d desimeter.
Panjang gelombang yang umumnya dispesifikkan adalah 590 nm, berupa garis spektrum natrium
(Khopkar, 2014: 302).
Gelombang cahaya terpolarisasi terletak pada satu bidang yaitu bidang getar cahaya.
Apabila cahaya terpolarisasi dilewatkan pada larutan salah satu enansiomer, maka bidang
getarnya akan mengalami perubahan posisi, yaitu berputar ke arah kanan atau kiri. Proses
pemutaran bidang getar cahaya terpolarisasi, yang untuk selanjutnya disebut pemutaran cahaya
terpolarisasi dinamakan juga rotasi optik, sedangkan senyawa yang dapat menyebabkan
terjadinya pemutaran cahaya terpolarisasiitu dikatakan mempunyai aktivitas optik (Poedjiadi,
2006: 16).
Rotasi spesifik suatu senyawapada suhu 20 oC dapat diperoleh dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

[∝]20
𝐷 =
𝑙×𝑐
Dalam rumus tersebut:
[∝]20
𝐷 = rotasi spesifik menggunakan cahaya D natrium pada suhu 20 oC.
∝ = sudut rotasi yang diamati pada polarimeter
l = panjang sel dalam dm
c = konsentrasi larutan dalam gram/mL
apabila rotasi spesifik telah diketahui dari tabil yang telah ada, maka dengan rumus di atas dapat
dihitung konsentrasi larutan. Analisis kuantitatif ini dilakukan dengan menggunakan alat yang
disebut polarimeter (Poedjiadi, 2006 : 16-17).
jika cahaya terpolarisasi bidang dilewatkan suatu larutan yang mengandung suatu
enantiomer tunggal, maka bidang polarisasai cahaya itu diputar ke kanan atau kekiri. Perputaran
cahaya terpolarisasasi bidang ini disebut rotasi optik. Suatu senyawa yang memutar bidang
polarisasai suatu cahaya terpolarisasi bidang dikatakan bersifat aktif optik (optic acticity).
Karena inilah maka enantiomer-enantiomer kadang-kadang disebut isomer optik. Suatu
polarimeter ialah suatu alat yang didesain untuk memolarisasikan cahaya dan kemudian
mengukur sudut rotasi bidang polarisasi cahaya oleh suatu senyawa aktif optis (Fessenden,

polarimeter akan diuji untuk mengukur rotasi optik larutan fruktosa dari masing-masing
konsentrasi. Menurut sifat putar optiknya, larutan fruktosa bersifat levo rotary yaitu akan
memutar bidang polarisasi ke kiri atau negatif. Setelah dilakukan pengujian, sistem polarimeter
mampu membaca larutan fruktosa standar dimana larutan ini memutar bidang polarisasi kearah
kiri atau negatif. Sedangkan Menurut sifat putar optiknya, larutan glukosa bersifat dextro rotary
yaitu akan memutar bidang polarisasi ke kanan atau positif. Setelah dilakukan pengujian seperti
pada tabel 2, sistem polarimeter mampu membaca larutan glukosa standar dimana larutan ini
memutar bidang polarisasi kearah kanan atau positif (wibowo, 2016:31)

Polarisasi cahaya merupakan peristiwa perubahan arah getar gelombang cahaya yang
acak menjadi satu arah getar [9]. Perubahan arah getar yang acak dari sebuah gelombang
menjadi arah yang teratur merupakan polarisasi [10]. Polarisasi ini cahaya termasuk salah satu
fenomena alam yang sering terjadi di kehidupan. Cahaya yang terpolarisasi bidang yang
melewati material optis aktif, maka cahaya yang terpolarisasi bidang tersebut akan mengalami
rotasi. Konsentrasi dari medium yang dilewati cahaya, mempengaruhi besar perputaran dari
sudut polarisasi. Material yang memiliki sifat optis aktif merupakan material yang memiliki dua
kutub elektrik. Polarisasi dapat diukur menggunakan seperangkat polarimeter (maftukhah, 2016:
212)

Menurut Firdaussi (2017:37), dari hasil penelitiannya diperoleh rumus empiris

α = 0,72 𝜃 ½

yang menunjukkan bahwa polarisasi terhambur tidak linier terhadap polarisasi cahaya
datang. Hal ini sangat dimungkinkan karena pada fluoresens bahan bersifat menyerap cahaya,
indeks bias sampel pada Persamaan (1) menjadi kompleks dan tak isotrop. Untuk itu, ke depan
perlu dilakukan perhitungan secara teoritis yang komprehensif. Kenaikan sudut polarisasi
hambur menunjukkan perubahan molekul relatif terhadap minyak yang masih baru. Secara
umum, perbedaan antara perubahan polarisasi fluoresens α , masih lebih besar dibanding
perubahan polarisasi transmisi 𝜃 .

menurut firdaussi (2018:87) dari hasil percobaan yang dilakukan bahwa minyak
kadaluarsa (kelapa sawit 1) memiliki perubahan polarisasi yang lebih tinggi daripada minyak
nabati (kelapa sawit 2). minyak kadaluwarsa selalu lebih tinggi polarisasi daripada yang dapat
dimakan atau segar. Harus disebutkan bahwa metode standar saat ini tidak dapat diperoleh secara
sederhana dan simultan berbagai parameter. Dalam kasus kami, perbedaan antara minyak
kadaluarsa dan minyak nabati mudah diperoleh dengan menggunakan polarisasi. Oleh karena itu
metode kami jauh lebih kuat untuk uji pendahuluan kualitas minyak daripada metode standar.

Anda mungkin juga menyukai