Anda di halaman 1dari 19

ABSTRAK

Polarimeter adalah salah satu instrumen analisis yang dapat dipergunakan


untuk menganalisis keaktifan optik suatu molekul. Polarimetri adalah suatu
metoda analisa yang berdasarkan pada pengukuran daya putaran optis dari suatu
larutan. Daya putaran optis adalah kemampuan suatu zat untuk memutar bidang
getar sinar terpolarisir. Sinar terpolarisir merupakan suatu sinar yang mempunyai
satu arah bidang getar dan arah tersebut tegak lurus terhadap arah rambatannya.
Senyawa optis aktif adalah senyawa yang dapat memutar bidang getar sinar
terpolarisir. Zat yang optis ditandai dengan adanya atom karbon asimetris atau
atom C kiral dalam senyawa organik, contoh : kuarsa ( SiO2 ) dan fruktosa.
Polarimeter dapat digunakan untuk ; menganalisa zat yang optis aktif,
mengukur kadar gula, dan penentuan antibiotik dan enzim. Terdapat beberapa
syarat senyawa yang dapat dianalisis dengan polarimetri, adalah; memiliki
struktur bidang kristal tertentu (dijumpai pada zat padat); memiliki struktur
molekul tertentu atau biasanya dijumpai pada zat cair. Struktur molekul adalah
struktur yang asimetris, seperti pada glukosa..

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Cahaya adalah gelombang yang dihasilkan dari medan magnet dan medan
listrik yang saling tegak lurus, sehingga cahaya merupakan gelombang
elektromagnetik, pada proktikum ini cahaya sebagai gelombang dapat dilihat
dengan jelas dengan cara di polarisasi, karena salah satu sifat gelombang adalah
dapat di polarisasi.

I.2 IDENTIFIKASI MASALAH


Cahaya merupakan gelombang elekromagnetik, bagaimana gelombang dapat
dipolarisasi, apa perbedaan gelombang cahaya sebelum dipolarisasi dan setelah
dipolarisasi dan bagaimana larutan zat optic dapat berpengarus terhadap hasil
polarisasi, itu semua merupakan pertanyaan yang akan didapat dalam praktikum
polarimeter.

I.3 TUJUAN PERCOBAAN


1. Menentukan gejala pemutaran bidang polarisasi (sudut putar) oleh zat optik
2. Menentukan sudut putaran khas zat optik aktif setelah mencapai keseimbangan.
3. Menentukan konstanta reaksi dari larutan zat optik aktif.

BAB II
TEORI DASAR
Menurut Kolthoff, I.M., (1958), polarimeter adalah alat untuk mengukur
besarnya putaran berkas cahaya terpolarisasi oleh suatu zat optis aktif. Zat yang
bersifat optis aktif adalah zat yang memiliki struktur transparan dan tidak simetris
sehingga mampu memutar bidang polarisasi radiasi. Materi yang bersifat optis
aktif contohnya adalah kuarsa, gula, dan sebagainya. Pemutaran dapat berupa
dextrorotatory (+) bila arahnya sesuai dengan arah putar jarum jam ataupun
levo-rotatory bila arahnya

berlawanan dengan jarum jam. Rotasi spesifik

didefinisikan sebagai:

Keterangan:
= Sudut pada bidang cahaya terpolarisasi
C

= Konsentrasi larutan yang digunakan (gram zat terlarut per mL larutan)


= Panjang bejana yang digunakan (dm)
= Rotasi spesifik
Derajat rotasi perputaran bidang polarisasi bergantung pada :

1. Struktur molekul
2. Temperatur
3. Panjang gelombang
4. Konsentrasi
5. Panjang tabung polarimeter
6. Banyaknya molekul pada jalan cahaya
7. Pelarut
(http://www.scribe.com/doc/5006057/4-BAB)
Skema kerja polarimeter adalah cahaya dinyalakan dan tabung sampel
kosong, prisma penganalisis diputar sehingga berkas cahaya yang terpolarisasi
oleh prisma pemolarisasi benar-benar terhalangi dan bidang pandang menjadi

gelap.

Pada

saat

ini

sumbu

prisma

dari

prisma

pemolarisasi

dan

prisma penganalisis tegak lurus satu dengan lainnya. Sekarang sampel diletakkan
pada tabung sampel. Jika zat bersifat inaktif (tidak aktif) optis (optically inactive),
tidak ada perubahan yang terjadi. Bidang pandang tetap gelap. Akan tetapi, jika
zat bersifat aktif optis (optical active) diletakkan pada tabung, zat memutar bidang
polarisasi, dan sebagian cahaya akan melewati penganalisis ke arah pengamat.
Dengan memutar prisma penganalisis searah jarum jam atau berlawanan jarum
jam, pengamat akan sekali lagi menghalangi cahaya dan mengembalikan medan
yang gelap (Hart, H. dan E. Craine, 2003).
Polarimetri adalah pengukuran dan interpretasi dari polarisasi dari garis
gelombang, terutama electromagnetic gelombang, seperti gelombang radio atau
cahaya. Polarimetry biasanya dilakukan pada gelombang electromagnetic yang
telah melalui perjalanan atau telah tercermin, refracted, atau diffracted oleh
beberapa bahan untuk menggambarkan bahwa objek (Safru, U., 2009).
Menurut Anonim (2012), komponen-komponen alat polarimeter beserta
gambarnya adalah:

1.

Lensa kolimator, berfungsi mensejajarkan sinar dari lampu natrium atau dari
sumber cahaya sebelum masuk ke polarisator.

2.

Analisator, berfungsi untuk menganalisa sudut yang terpolarisasi. Analisator

dapat diputar-putar untuk menentukan sudut terpolarisasi


3.

Tombol On, berfungsi untuk menghidupkan polarisator

4.

Wadah sampel (tabung polarimeter), wadah sampel ini berbentuk silinder


yang

terbuat dari kaca yang

besar dan yang lain

berukuran

tertutup dikedua ujungnya


kecil,

biasanya

berukuran

mempunyai

ukuran

panjang 0.5 ; 1 ; 2 dm
5.

Tempat tabung/kolom, berfungsi untuk memasukkan kolom/tabung pada saat


dianalisis

6.

Polarisator, berfungsi untuk menghasilkan sinar terpolarisir

7.

Sumber Cahaya monokromatis. yaitu sinar yang dapat memancarkan sinar


monokromatis. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah lampu D
Natrium dengan panjang gelombang 589.3 nm. Selain itu juga dapat
digunakan lampu uap raksa dengan panjang gelombang 546 nm.

8.

Skala lingkar, merupakan skala yang bentuknya melingkar dan pembacaan


skalanya dilakukan jika telah didapatkan pengamatan tepat baur - baur
Polarisasi adalah peristiwa perubahan arah getar gelombang cahaya yang

acak menjadi satu arah getar, sedangkan polarisasi optik adalah salah satu
sifatcahaya yakni jika cahaya itu bergerak beroscillasi dengan arah tertentu.
Terjadi akibat peristiwa berikut :
1.

Polarisasi dapat diakibatkan oleh pemantulan Brewster

2.

Polarisator karena penyerapan selektif

3.

Polarisasi karena pembiasan ganda, terjadi pada hablur kolkspat (CaCO3),


kuarsa, mike, kristal gula, topaz, dan es.

Polarisasi cahaya adalah penguraian cahaya, gambar arah cahayanya merambat


lurus (Anonim, 2009).

Polarimeter adalah salah satu instrumen analisis yang dapat dipergunakan untuk
menganalisis keaktifan optik suatu molekul. Pada polarimeter yang diukur adalah
besarnya sudut pemutaran bidang cahaya terpolarisasi setelah melewati molekul
kiral.
Dalam praktikum ini, bertujuan untuk menentukan sudut putar jenis larutan optik
aktif dengan menngunakan polarimeter dan menentukan konsentrasi larutan optik
aktif dengan menggunakan polarimeter. Alat polarimeter, terdapat beberapa

komponen yaitu, wadah untuk lampu natrium, tempat kolom, analisator, lensa
pengamatan, skala, dan kolom tempat sampel. Komponen alat tersebut memiliki
satu kesatuan fungsi yang saling berkaitan.
Adapun prinsip kerja dari komponen polarisasi tersebut, sebagai berikut :

Cahaya dari lampu sumber (lampu natrium), terpolarisasi setelah melewati prisma
nicol pertama yang disebut polarisator. Cahaya terpolarisasi kemudian melewati
senyawa optis aktif yang akan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan arah
tertentu. Prisma Nicol ke dua yang disebut analisator akan membuat cahaya dapat
melalui celah secara maksimum.
Dalam praktikum yang telah dilakukan, cara pengoperasian alat polarimeter
tersebut pertama-tama adalah untuk memulai penggunaan polarimeter pastikan
tombol power pada posisi on dan biarkan selama 5-10 menit agar lampu
natriumnya siap digunakan. Disini digunakan lampu natrium dengan panjang
gelombang 589.3 nm agar menghasilkan cahaya monokromatik, dimana gas
natrium pijar akan menghasilkan lampu warna kuning. Selain lampu natrium
dapat pula digunakan lampu lain seperti lampu uap raksa dengan panjang
gelombang 546 nm karena dapat menghasilkan cahaya monokromatik.
Pada penentuan sudut putar suatu sampel, selalu mulai dengan menentukan
keadaan nol (zero point) dengan mengisi tabung sampel dengan air suling saja.
Keadaan nol ini perlu untuk mengkoreksi pembacaan atau pengamatan rotasi
optik. Tabung sampel harus dibersihkan sebelum digunakan agar larutan yang
diisikan tidak terkontaminasi zat lain. Pembacaan atau pengamatan bergantung
kepada tabung sampel yang berisi larutan atau pelarut dengan penuh. Perhatikan

saat menutup tabung sampel, harus dilakukan hati-hati agar di dalam tabung tidak
terdapat gelembung udara, karena adanya gelembung udara dapat mengganggu
polarisasi. Bila sebelum tabung diisi larutan didapat keadaan terang, maka setelah
tabung diisi larutan putarlah analisator sampai didapat keadaan terang kembali.
Sebaliknya bila awalnya keadaan gelap harus kembali kekeadaan gelap.
Kemudian catatlah besar rotasi optik yang dapat terbaca pada skala.
Rotasi optis yang diamati atau diukur dari suatu larutan bergantung kepada jumlah
senyawa dalam tabung sampel, panjang jalan atau larutan yang dilalui cahaya,
temperatur pengukuran, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Untuk
mengukur rotasi optik, diperlukan suatu besaran yang disebut rotasi spesifik yang
diartikan suatu rotasi optik yang terjadi bila cahaya terpolarisasi melewati larutan
dengan konsentrasi 1 gram per mililiter sepanjang 1 desimeter. Rotasi spesifik
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Keterangan:
= Sudut pada bidang cahaya terpolarisasi
C

= Konsentrasi larutan yang digunakan (gram zat terlarut per mL larutan)


= Panjang bejana yang digunakan (dm)
= Rotasi spesifik

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 ALAT dan BAHAN PERCOBAAN


1. Polarimeter
Alat untuk mengukur besarnya putaran optik
2. Gelas Kimia
Untuk membuat larutan 10% glukosa monohidrat dalam air suling
3. Gelas Ukur
Sebagai tempat untuk mengukur volume dari larutan yang digunakan
4. 3 Buah tabung gelas ukuran 10cm
Sebagai tempat menyimpan larutan yang digunakan
5. Glukosa monohidrat
Sebagai alat optik yang akan diukur sudut putarnya
6. Air Suling
Untuk dimasukkan kedalam tabung di kalorimeter untuk menentukan titik nol
dan pembanding
7. Neraca
Sebagai alat pengukur massa

III.2 Metode Eksperimen


A. Menentukan Titik Nol
1.Mengisi masing-masing tabung dengan air suling
2.Memasukkan tabung 10Cm ke dalam kalorimeter
3.Mengukur analisator sehingga seperti pada gambar
4.Mencatat posisi analisator
5.Memutar kembali analisator searah jarum jam sehingga seperti gambar
6.Mencatat posisi analisator
7.Menentukan besar titik nol

8.Melakukan percobaan 3 s.d 7 untuk tabung 15 dan 20 cm

B. Menentukan Sudut Putar Glukosa


1. Membuat larutan 10% Glukosa monohidrat dalam air suling
2. Mengisi masing-masing tabung 10,15,20Cm dengan larutan
3.Melakukan percobaan 2 s.d 6 pada prosedur A
4.Menentukan sudut putar glukosa

C.Mutarotasi
1.Melakukan percobaan 1 s.d 3 pada prosedur B
2.Memasukkan tabung 10cm kedalam polarimeter
3.Melakukan percobaan 2 s.d 6 pada prosedur A selama satu jam setiap 5 menit
4.Menentukan sudut putar larutan
5.Melakukan percobaan 1 s.d 4 untuk tabung 15 dan 20 cm

D.Larutan tak Hingga


1.Mengisi tabung 10,15,dan 20Cm dengan larutan tak terhingga
2.Melakukan percobaan 2 s.d 6 pada prosedur A untuk masing-masing tabung

BAB IV
DATA dan ANALISA

IV.1 DATA HASIL PERCOBAAN


Percobaan 1 Menentukan Titik Nol
NO
1
2
3

L = 10 Cm
a
75.8
32.25
67.1

L = 15 Cm
b
137.0
143.4
143.6

a
47.4
55.3
40.5

b
141.6
144.4
143.5

Percobaan 2 Menentukan sudut putar glukosa


NO
1
2
3

L = 10 Cm
a
58.6
54.4
46.0

L = 15 Cm
b
146.0
141.0
146.6

Percobaan 3 Mutarotasi

t
5
10
15

t
5
10
15

L = 10 Cm
a
52.6
35.75
59.2

b
155.25
148.8
152.2

L = 15 Cm
a
46.9
42.2
46.6

b
131.8
134.6
136.7

a
44.5
58.3
46.3

b
143.0
138.4
141.1

Percobaan 4 Larutan tak hingga


L = 15 Cm

NO

a
47.2
36.6
40.6

1
2
3

b
149.8
163.2
146.1

IV.2 PENGOLAHAN DATA dan ANALISA


1. Menghitung titik nol terbaik (0)
Menentukan titik nol terbaik dapat menggunakan rumus :

o ( ( a ) (b ) ) (180 ( a ) )
Dimana pada percobaan ini didapat :
0 = ( 137.0-75.8 ) ( 180 137.0 )
= 18.2
Dari sini juga dapat dicari nilaitebaik dari titik nol :
n

i 1

Jika dari percobaan dapat dicari :

Sehingga dengan rumus yang sama akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Untuk air suling
L = 10 cm
a

75.8
32.25
67.1

137
163.4
164.6

b - a
(g)
61.2
131.15
97.5

180 - b

0 (terbaik)

43
16.6
15.4

18.2
114.55
82.1

71.61666667

L = 15 cm
a

47.4

141.6

b - a
(g)
94.2

180 - b

38.4

55.8

0
(terbaik)
58.6

55.3
40.5

144.4
143.5

89.1
103

35.6
36.5

53.5
66.5

Untuk Glukosa Monohidrat


L = 10 cm
a

58.6
54.4
46

146
141
146.6

b - a
(g)
87.4
86.6
100.6

180 b
34
39
33.4

0
(terbaik)

53.4
47.6
67.2

56.066667

b - a
(g)
98.5
80.1
94.8

180 b
37
41.6
38.9

0
(terbaik)

61.5
38.5
55.9

51.966667

b - a
(g)
102.65
113.05
93

180 b
24.75
31.2
27.8

L = 15 cm
a

44.5
58.3
46.3

143
138.4
141.1

Mutarotasi
L = 10 cm
t
5
10
15

52.6 155.25
35.75 148.8
59.2 152.2

(t)/0

0
(terbaik)

77.9
81.85
65.2

74.983333

L = 15 cm
t

5
10
15

46.9
42.2
46.6

131.8
134.6
136.7

b - a
(g)
84.9
92.4
90.1

180 b
48.2
45.4
43.3

(t)/0

0
(terbaik)

36.7
47
46.8

43.5

Untuk Larutan tak hingga


L = 15 cm
a

47.2
36.6
40.6

149.8
163.2
146.1

b - a
(g)
102.6
126.6
105.5

180 b
30.2
16.8
33.9

0
(terbaik)

72.4
109.8
71.6

84.6

2. Menghitung sudut putaran glukosa dan sudut putaran khas glukosa dan
sesatannya
Untuk menentukan sudut putaran Glukosa (), menggunakan rumus :

g o
Dimana untuk mendapatkan nilai terbaik dari sudut putar bisa didapatkan dengan
merata-ratakan nilai sudut putar yang didpat, contoh :

Kita akan mencari nilai sudut putaran khas glukosa dan sudut putaran glukosa
terbaik dengan menggunakan rumus :

Cl

Dimana nilai M (konstanta larutan) didapat dari :


M =

m glukosa ( gr )
m glukosa ( gr ) mair ( gr )

Contoh penyelesaiannya pada percobaan kali ini adalah sebagai berikut dan nilai
konsentrasinya 0,1M :
Sehingga dengan metode yang sama akan didapatkan nilai sebagai berikut :

panjang a=10 cm
glu
34

glu (best)
35.4667

glu
20.97105589

C.l
1

34

(best)
35.4667

39
33.4

39
33.4

panjang b=15 cm
glu
37
41.6
38.9

glu (best)

glu

C.l

39.1667

23.26823459

1.5

(best)
24.666667
27.733333 26.1111
25.933333

3. Sudut putar dan glukosa untuk masing-masing waktu


Rumus untuk menentukan sudut putar dan glukosa di percobaan
mutarotasi sama dengan percobaan sebelumnya hanya saja ada variasi waktu
dengan rentang pengambilan data 5 menit sekali. Sehingga dapat kita peroleh data
sebagai berikut :

Untuk L = 10cm
t
5
10
15
glu
24.75
31.2
27.8

52.6 155.25
35.75 148.8
59.2 152.2

b - a
(g)
102.65
113.05
93

180 b
24.75
31.2
27.8

glu (best)

glu

C.l

27.9167

17.1090024

(t)/0

0
(terbaik)

77.9
81.85
65.2

74.983333

24.75
31.2
27.8

(best)
27.9167

Untuk L = 15cm
t

5
10
15

46.9
42.2
46.6

131.8
134.6
136.7

glu

glu (best)

b - a
(g)
84.9
92.4
90.1
glu

180 b
48.2
45.4
43.3

(t)/0

0
(terbaik)

36.7
47
46.8

43.5

C.l

(best)

48.2
45.4
43.3

45.6333

25.63408466

32.133333
30.266667 30.4222
28.866667

1.5

4. Buatlah grafik (t) terhadap waktu (t)

Glukosa panjang tabung A = 10Cm

Grafik (t) terhadap t (10cm)


100

Axis Title

80
y = -1.27x + 87.683
R = 0.5328

60

Series1

40

Linear (Series1)
20
0
0

10

15

20

Axis Title

Analisa Grafik
Dapat dilihat dari grafik diatas bahwa semakin nilai t besar maka sudut
putarnya semakin kecil, ini disimpulkan dari garis regresi yang terlihat menurun
meskipun dari data diatas tampak data percobaan di menit ke 10 memiliki nilai
tertinggi. Hal ini disebabkan Karena ada kesalahan pengukuran dan kesulitan
mengambil data yang dikarenakan oleh alat praktikum yang kondisinya kurang
baik sehingga mengurangi akurasi pengukuran.
Glukosa panjang tabung A = 15Cm

Grafik (t) terhadap t (15cm)


60
50

(t)

40

y = 1.01x + 33.4
R = 0.7352

30

(t)
Linear ((t))

20
10
0
0

10

15

20

Analisa Grafik
Dari grafik diatas ini dapat dilihat bahwa ada perbedaan dari data di
tabung 10cm dan 15cm ini. Di data grafik diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
semakin besar t maka semakin besar nilai sudut putarnya, dan ini jelas bertolak
belakang dengan hasil analisa di grafik tabung 10cm. Dimungkinkan karena data
percobaan yang kurang banyak sehingga tidak jelas terlihat hubungan sebenarnya
antara sudut putar dengan waktu.
5. Menghitung sudut putar tak hingga dan sudut putaran khasnya
Rumus yang digunakan sama dengan sebelum-sebelumnya, yaitu untuk
sudut putar tak hingga :
(~) = (b a) (180 b)
Untuk panjang L = 15cm
a

47.2
36.6
40.6

149.8
163.2
146.1

b - a
(g)
102.6
126.6
105.5

180 b
30.2
16.8
33.9

(~)

0
(terbaik)

72.4
109.8
71.6

84.6

Untuk menghitung sudut putaran khasnya digunakan rumus seperti percobaan


sebelumnya, yaitu :

Cl

Sehingga kita akan memperoleh data seperti table dibawah ini.


glu
30.2
16.8
33.9

glu (best)

glu

C.l

26.9667

15.50217428

1.5

(best)
20.133333
11.2
17.9778
22.6

Grafik (~) terhadap t

Axis Title

150

100

y = -0.08x + 85.4
R = 0.0003

(~)

50

Linear ((~))

0
0

10

15

20

Axis Title

Analisa Grafik
Grafik sudut putar tak hingga terhadap waktu terlihat sama dengan
teorinya yaitu berbanding terbalik meskipun di data percobaan yang kedua seperti
di grafik diatas terlihat jauh dari ekspektasi. Pada waktu awal sudut putar larutan
bernilai maksimum dari sudut putar yang lain sedangkan setelah lamakelamaan
sudut putarnya berkurang karena pergeseran cahaya yang masuk ke polarimeter.
V.3 ANALISA PRAKTIKUM
Rotasi optis yang diamati atau diukur dari suatu larutan bergantung kepada
jumlah senyawa dalam tabung sampel, panjang jalan atau larutan yang dilalui

cahaya, temperatur pengukuran, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan.


Pada prakrikum polarimeter di dapat data kecendrungan sudut putar akan
cenderung munurun jika mengunakan tabung yang lebih besar, karena panjang
jalan larutan di tabung kecil lebih kecil pada tabung yang besar sehingga cahaya
menghasilkan rotasi optic pada larutan akan semakin besar.
Data-data yang diberikan dilaporan ini kemungkinan kurang akurat karena
kesulitan pengambilan data dengan alat praktikum yang ada dan factor human
error (kesalahan pengukuran, ketidaktelitian, dll.). Contohnya pada praktikum
pengambilan data larutan tak hingga untuk tabung 10cm tidak dilakukan karena
tabung yang terus-menerus bocor sehingga banyak udara yg masuk akibatnya
jelas praktikum tidak dapat dilakukan untuk tabung tersebut. Hal ini juga terjadi di
semua percobaan untuk tabung 20cm.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 KESIMPULAN

Dari percobaan ini kita dapat memahami prinsip dan fungsi setiap
komponen alat Polarimeter dan Fakta bahwa cahaya mengalami polarisasi
menunjukkan bahwa cahaya merupakan gelombang transversal. Cahaya dapat
terpolarisasi karena peristiwa pemantulan, peristiwa pembiasan dan pemantulan,
peristiwa bias kembar, peristiwa absorbsi selektif, dan peristiwa hamburan.

DAFTAR PUSTAKA
Sutrisno 1979. Seri Fisika , Fisika Dasar, Gelombang dan Optik. Jilid 3. Penerbit
ITB
Zemansky, Sears. 1991. Fisika Untuk Univertsitas 3 : Optika. Fisika Modern.
Jakarta : Trimitra Mandiri
Stockey, Corinne. Oxlade, Chris. Wertheim, Jane. Kamus Fisika Bergambar.
Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai