Anda di halaman 1dari 38

PELATIHAN KEPEMIMPINAN NASIONAL

TINGKAT II ANGKATAN KE – IX TAHUN 2019

RANCANGAN PROYEK PERUBAHAN

PELIBATAN PRANATA ADAT DAN KESULTANAN


DALAM PENANGANAN KONFLIK
(PENA SULTAN)

Oleh:

NAMA : OMAR FAUZY MS, S.Sos


NDH : 11
INSTANSI : BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK
PROVINSI MALUKU UTARA

PUSAT PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN DAN


2019 KAJIAN MANAJEMEN PEMERINTAH
LEMBAGA ADMINISTASI NEGARA RI

Page | 0
I. JUDUL

PELIBATAN PRANATA ADAT DAN KESULTANAN


DALAM PENANGANAN KONFLIK
(PENA SULTAN)

II. DESKRIPSI

Penanganan Konflik Sosial menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun


2012 adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana
dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi
konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan
pascakonflik.

Undang-undang ini, dalam penanganan konflik harus mencerminkan asas


kemanusiaan, hak asasi manusia, kebangsaan, kekeluargaan, mengacu pada
bhineka tunggal ika, keadilan, kesetaraan gender, ketertiban, dan kepastian hukum.
Juga mencerminkan keberlanjutan, kearifan lokal, tanggung jawab negara,
partisipatif, tidak memihak, dan tidak membeda-bedakan.

Guna melindungi dan memberikan rasa aman masyarakat yang lebih optimal,
Presiden Joko Widodo pada 2 Februari 2015 lalu telah menandatangani Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Untuk itulah dalam upaya implementasi kebijakan pemerintah diatas, maka


dalam penanganan konflik di Maluku Utara perlu dilakukan strategi kebijakan yang
melibatkan adat dalam penanganan konflik, dimaksudkan untuk menjadi solusi
pemecahan penanganan konflik di Maluku Utara.

Dengan hadirnya inovasi Pelibatan Pranata Adat dan kesultanan Dalam


Penanganan Konflik, diharapkan adanya kolaborasi pranata adat dan kesultanan
bersama pemerintah dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang aman,
tenteram, damai dan sejahtera, meningkatkan tenggang rasa dan toleransi serta
memelihara fungsi pemberdayaan masyarakat dalam pemerintahan.

Page | 1
III. LATAR BELAKANG

Kondisi dinamika sosial politik yang baik akan mendorong pertumbuhan


ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang baik akan membuat kondisi sosial politik
yang stabil. Dunia sosial dan dunia politik mempunyai hubungan dan ketekaitan
yang sangat erat, dan masyarakat menjadi penghubung antara sosial dan politik itu
sendiri. Di dalam kegiatan politik, kita tidak bisa lepas dari partisipasi masyarakat
karena masyarakatlah yang menjadi pelaku politik tersebut. Begitu juga sebaliknya,
dalam kehidupan sosial kita tidak bisa lepas dari unsur-unsur politik.

Saat ini, Indonesia tengah mengalami masalah yang cukup serius. Hilangnya
nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan dunia perpolitikan telah
menimbulkan masalah yang sampai sekarang belum terpecahkan. Hal ini sangat
disayangkan, karena pancasila adalah dasar negara yang menjadi simbol dari
bangsa ini. Pancasila adalah alat pemersatu bangsa, dan Pancasila adalah
pedoman bagi kehidupan bermasyarakat.

Seperti yang kita ketahui, sampai sekarang ini masih banyak sekali masalah
dalam dunia perpolitikan yang dialami oleh negara yang kita cintai ini. Dengan
adanya beragam masalah, sudah seharusnya kita masyarakat Indonesia mulai
melakukan perubahan. Kita harus memikirkan solusi dari semua masalah ini. Bukan
hanya mampu menjadi pembuat, penyebab, bahkan penikmat dari setiap masalah
yang tengah kita hadapi.

Keberagaman yang kita miliki, adalah asset terbesar untuk menunjukkan


pada dunia bahwa kita mampu bersatu. Dunia perpolitikan merupakan suatu wadah
untuk menyalurkan aspirasi kita dalam mewujudkan kemajuan bangsa, dan
masalah yang ada harus kita jadikan motivasi untuk menyatukan bangsa ini, bukan
justru menjadi pemicu konflik.

Peristiwa Konflik di Indonesia sesuai data Pusat Komunikasi dan Informasi


(Puskomin) Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada Tahun 2017
terdapat 83 Peristiwa dan pada Tahun 2018 terjadi 30 peristiwa Konflik meliputi
konflik Bernuansa SARA, Bentrok Warga, Ormas, Kekerasan dalam Unjuk Rasa,
Bentrok dalam Pemilukada dan Sengketa Lahan.

Page | 2
Konflik biasanya mudah dilihat di permukaan saja, seperti jumlah korban
yang ditimbulkan atau cara kedua belah pihak berkonfrontasi secara langsung.
Untuk itu dibutuhkan pemetaan untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat konflik
serta hal yang melatarbelakanginya. Selain pemetaan tersebut, konflik juga bisa
dilihat melalui pendekatan teori segitiga konflik. Segitiga konflik berfungsi untuk
mengetahui gejolak konflik yang terlihat dan yang tidak terlihat. Gejolak konflik yang
tidak terlihat antara lain disebabkan oleh kekerasan budaya dan kekerasan
struktural. Kekerasan budaya bisa berupa hukum adat, mitos, anarki, suku serta
kebencian, sedangkan kekerasan struktural bisa berupa kemiskinan dan
kebudayaan.

Konflik adalah tentang kehidupan, yang menunjuk langsung pada kontradiksi-


kontradiksi sebagai menciptakan kehidupan dan menghancurkan kehidupan. Teori
konflik harus ditempatkan pada tingkat ini secara fenomenologis. Kedekatannya
dengan esensi kehidupan dapat didiskusikan, tetapi aspek ini harus selalu hadir
dalam wacana yang sekarang akan dikembangkan tentang konflik. Jika konflik
penting dalam kehidupan, maka kehidupan mungkin juga penting bagi konflik.

Pada tingkat manifest, empiris, dan terlihat, partisipan konflik hanya


dapat mengalami, mengamati perilaku, yang disebut P, baik Sikap (S) dan
Kontradiksi (K) berada pada tingkat laten, teoritis, dugaan. Ketiganya secara
bersama-sama membentuk segi tiga konflik.

Perilaku

Sikap Kontradiksi
Gambar 1
Segi Tiga Konflik

Melalui segi tiga konflik ini, kita bisa melihat bahwa dalam sebuah konflik yang
tidak simetris, kontradiksi ditentukan oleh pihak-pihak yang bertikai, hubungan
mereka, dan benturan kepentingan antara mereka dalam berhubungan. Sikap yang
dimaksud termasuk persepsi pihak-pihak bertikai dan kesalahan persepsi antara
mereka dan dalam diri mereka sendiri. Jadi, ketika ada perbedaan persepsi atau
ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku dapat dikatakan terjadi sebuah konflik.

Page | 3
Provinsi Maluku Utara sebelumnya merupakan bagian dari provinsi Maluku,
yaitu Kabupaten Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Tengah. Kemudian,
melalui Undang-undang Nomor 46 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor
6 Tahun 2003 Provinsi Maluku Utara resmi terbentuk pada tanggal 4 Oktober 1999.
Pada awal pendiriannya, Provinsi Maluku Utara beribukota di Ternate yang
berlokasi di kaki Gunung Gamalama, selama 11 tahun. Tepatnya sampai dengan
4 Agustus 2010, setelah 11 tahun masa transisi dan persiapan infrastruktur, ibukota
Provinsi Maluku Utara dipindahkan ke Kota Sofifi yang terletak di Pulau Halmahera
yang merupakan pulau terbesarnya.

Provinsi Maluku Utara terletak di antara 3º Lintang Utara - 3º Lintang Selatan


dan 124º - 129º Bujur Timur. Batas-batas Provinsi Maluku Utara adalah sebagai
berikut:
- Sebelah Utara : Samudra Pasifik
- Sebelah Timur : Laut Halmahera
- Sebelah Barat : Laut Maluku
- Sebelah Selatan : Laut Seram

Luas wilayah Provinsi Maluku Utara, adalah berupa daratan seluas 31.982,50
km2. Secara administrasi Provinsi Maluku Utara terdiri dari 8 wilayah kabupaten dan
dua kota, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015 luas
daratan masing-masing kabupaten/kota, yaitu:

1. Kabupaten Halmahera Barat (1.704,20 km2)


2. Kabupaten Halmahera Tengah (2.653,76 km2)
3. Kabupaten Kepulauan Sula (3.304,32 km2)
4. Kabupaten Halmahera Selatan (8.148,90 km2)
5. Kabupaten Halmahera Utara (3.896,90 km2)
6. Kabupaten Halmahera Timur (6.571,37 km2)
7. Kabupaten Pulau Morotai ( 2.476 km2)
8. Kabupaten Pulau Taliabu (1.496,93 km2)
9. Kota Ternate ( 111,39 km2)
10. Kota Tidore Kepulauan (1.645,73 km2)

Page | 4
Jarak antara Ibukota Provinsi ke Daerah Kabupaten/Kota:

1. Sofifi – Halmahera Barat : 18,51 km


2. Sofifi – Halmahera Tengah : 57,67 km
3. Sofifi – Kepulauan Sula : 358,17 km
4. Sofifi – Halmahera Selatan : 154,38 km
5. Sofifi – Halmahera Utara : 120,29 km
6. Sofifi – Halmahera Timur : 80,61 km
7. Sofifi – Pulau Morotai : 167,16 km
8. Sofifi – Pulau Taliabu : 462,17 km
9. Sofifi – Ternate : 20,56 km
10. Sofifi – Tidore Kepulauan : 14,06 km

Sejarah Maluku Utara pada awalnya merujuk pada keempat pusat kesultanan
di Maluku Utara, yaitu Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Suatu bentuk konfederasi
tertentu dari keempat kerajaan tersebut yang kemungkinan besar muncul pada
abad ke-14, disebut Moloku Kie Raha atau "Empat Gunung Maluku". Walaupun
kemudian keempat kerajaan itu berekspansi dan mencakup seluruh wilayah Maluku
Utara (sekarang) dan sebagian wilayah Sulawesi dan Papua, namun wilayah
ekspansi itu tidak termasuk dalam istilah Maluku Utara yang hanya merujuk pada
keempat pusat kesultanan di Maluku Utara.

Dari segi Etimologi arti kata Maluku Utara berasal dari bahasa Arab dengan
bentuk aslinya diperkirakan sebagai Jaziratul Muluk, yang berarti "Negeri para
Raja" (muluk adalah bentuk jamak dari malik yang berarti raja). Maluku Utara
terkenal dengan semerbak bunga cengkehnya, banyak orang asing tertarik datang
ke sana untuk berdagang. Bahkan orang-orang Eropa berdatangan ingin
menguasai wilayah tersebut. Selain itu, Maluku juga dikenal dengan julukan Negeri
Seribu Pulau dan Jazirah al-Mulk (wilayah raja-raja). Pada awalnya yang disebut
dengan Maluku Utara meliputi Ternate, Tidore, Makian, dan Moti. Secara
keseluruhan, keempat wilayah itu disebut dengan “Moloku Kie Raha”, artinya
“persatuan empat Kolano (Kerajaan).”

Pada abad ke-13 M, di Maluku Utara sudah muncul beberapa kolano


(kerajaan) yang memainkan penting dalam bidang perdagangan, yaitu: Ternate,
Tidore, Makian dan Moti. Pada perjalanan selanjutnya, sesudah terjadi perjanjian

Page | 5
Moti pada abad ke-14 M, Kolano Makian pidah ke Bacan, dan Kolano Moti pindah
ke Jailolo. Sejak itulah, empat kolano di Maluku berubah nama menjadi: Ternate,
Tidore, Bacan, dan Jailolo, dan dari keempat itu, Kolono Ternate dan Tidore-lah
yang banyak mendapat perhatian dalam liputan sejarah Islam di Maluku.

Berbagai sumber menyebutkan, raja pertama dari empat kerajaan itu adalah
bersaudara, yaitu: Sahajati di kerajaan Tidore, Masyhur Malamo di kerajaan
Ternate, Kaicil Buka di kerajaan Bacan, dan Darajati di kerajaan Jailolo. Keempat
raja itu merupakan putra dari Ja’far Shadiq, yang ditengarai putra Ali Zainal Abidin
bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Hal inilah yang menjadi awal sejarah kesultanan
Islam di Maluku Utara.

Jumlah penduduk Maluku Utara pada tahun 2017 sebesar 1.209.342 jiwa
yang tersebar di 10 kabupaten/kota. Jumlah penduduk terbesar 227.280 jiwa
mendiami Kabupaten Halmahera Selatan. Secara keseluruhan, jumlah penduduk
laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan. Hal ini tercermin dari angka rasio
jenis kelamin sebesar 104 yang berarti terdapat 104 laki-laki pada setiap 100
perempuan.

Sejarah konflik horisontal yang terjadi di Maluku Utara Tahun 1999, Konflik
yang pada awalnya karena pertikaian dua kelompok hingga meluas menjadi konflik
SARA. Maluku Utara pada masa itu merupakan provinsi yang baru diresmikan.
Konflik dan kerusuhan tersebut menyebar hingga ke kabupaten Halmahera Utara
khususnya Tobelo dan menyebabkan kurang lebih 2.080 orang meninggal, 587
orang luka berat, 2.250 rumah yang terbakar dan 2.800 kendaraan yang dibakar
atau dijarah. Total kerugian mencapai 95 milyar (Ahmad, Kasman & Oesman,
Herman. 2000). Kabupaten Halmahera Utara adalah salah satu daerah yang
terkena dampak dari proses perubahan tersebut dan berujung terjadinya konflik
horizontal pada akhir tahun 1999 dan awal tahun 2000. Masyarakat Halmahera
Utara khususnya komunitas Islam-Kristen di Kecamatan Tobelo pra konflik
horizontal adalah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan
(Banari Yesaya, 2017). Akar konflik adalah masalah batas wilayah antara suku
Makian dengan suku Kao yang ada di Malifut, karena suku Makian mayoritas Islam
dan suku Kao adalah Kristen, maka isu ini dikembangkan oleh orang-orang yang
tidak bertanggung jawab sehingga awalnya isu masalah tanah atau batas tanah
menjadi isu SARA. Akar konflik horizontal di Kecamatan Tobelo Utara adalah faktor

Page | 6
ekonomi, di mana terjadi suatu kecemburuan sosial karena persaingan antara
pelaku ekonomi dari komunitas Islam dan Kristen (Djana, Amrul, dkk, 2005).

Konflik antar Kao dan Malifut meluas hingga tepat pada tanggal 26 Desember
1999. terjadi pembakaran pertama di kampung Gosoma Kecamatan Tobelo.
Kemudian diikuti oleh penyerangan dan penembakan yang membabi buta. Rabu
pada tanggal 29 Desember 1999, pasukan Kristen menyerang desa Togoliua
kecamatan Tobelo Selatan, dimana pembantaian massal terejadi yang hingga saat
ini kejadian tersebut masih membekas pada masyarakat yang berhasil
menyelamatkan diri dari penindasan dan kekejaman yang terjadi pada saat itu.
Kedudukan lokasi desa Togoliua yang dikelilingi oleh desa yang mayoritas kristen
yang mengakibatkan desa Togoliua menjadi sasaran pembantaian. Kurang lebih
400-500 jiwa yang menjadi korban pembantaian baik di lokasi kejadian ataupun
dalam melarikan diri di hutan. Terjadi kontak dan perlawanan namun warga muslim
yang tidak memiliki perlengkapan senjata harus mundur dan berlindung di Mesjid.
Termasuk wanita, anak-anak dan orang tua lanjut usia. Di saat itulah warga kristen
menyerang dari segala penjuru. Desa Togoliua adalah desa yang menjadi lokasi
pembantaian terbesar. (Ahmad, Kasman & Oesman, Herman. 2000).

Lalu konflik Batas wilayah, Konflik ini dipicu oleh Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 42 tahun 1999 tentang Pembentukan dan Penataan beberapa kecamatan
dalam wilayah Kabupaten Maluku Utara (waktu itu), dengan menetapkan
Kecamatan Makian Malifut yang terdiri dari 6 (enam) Desa dari Kecamatan Jailolo
(Desa Bobane Igo, Desa Tetewang, Desa Akelamo Kao, Desa Gamsungi, Desa
Dum-Dum dan Desa Pasir Putih) dan 5 (lima) Desa dari Kecamatan Kao (Desa
Sosol, Desa Wangeotak, Desa Balisosang, Desa Tabobo dan Desa Gayok). Akibat
dari pemekaran Kecamatan Makian Malifut dengan menggabungkan 6 (enam) desa
wilayah Kecamatan Jailolo maka penolakan di 6 (enam) desa terjadi. Protes warga
masyarakat dari 6 (enam) desa tersebut kemudian menjadi pemicu konflik Batas
Wilayah di Provinsi Maluku Utara.

Terlepas dari itu ada juga konflik Politik. Faktor politik etnis yang diboncengi
oleh perebutan dan pembagian kekuasaan merupakan faktor terbesar meluasnya
isu politisasi identitas etnis pada setiap momentum politik yang terjadi pada
PEMILUKADA. Indikatornya, pertarungan identitas etnis dalam momentum politik
selalu berpijak pada latar belakang etnis atau latar belakang daerahnya. Tentunya,

Page | 7
hal tersebut dapat dipelajari sejak terbentuknya Provinsi Maluku Utara pada 1999,
serta resistensi konflik dalam tiap pemilihan Walikota, Bupati dan Gubernur Maluku
Utara.

Dengan menyelaraskan Visi dan Misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah terpilih dan memperhatikan sasaran pokok dan arah kebijakan RPJPD
2005-2025 yang mempunyai Visi “Mewujudkan Masyarakat Maluku Utara yang
Damai, Maju, Mandiri, Adil, dan Sejahtera yang berorientasi Sumber Daya Laut dan
Kepulauan”, serta mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan,
peluang, dan dinamika dan isu-isu strategis yang ada, maka Visi RPJMD Provinsi
Maluku Utara 2014-2019 adalah “MALUKU UTARA CINTA”.

Kata CINTA yang terkandung dalam visi ini adalah akronim dari Cerdas,
Indah, Nikmat, Taqwa, dan Aman, sebagai tujuan yang ingin dicapai. Adapun
makna CINTA berarti Cinta kepada negeri Maluku Utara dan rakyatnya dengan
sepenuh hati, sehingga menjadi pembangkit energi yang besar untuk membawa
Provinsi Maluku Utara mencapai tujuan. Untuk mewujudkan Maluku Utara Cerdas,
Indah, Nikmat, Takwa dan Aman 2019, maka dijabarkan visi sebagai berikut:

1. Membangun Maluku Utara Cerdas, mengandung arti mewujudkan sumber


daya manusia yang berkualitas, unggul, amanah dan berdaya saing melalui
pendidikan dan kesehatan.
2. Membangun Maluku Utara Indah, mengandung arti mewujudkan
keseimbangan dan stabilitas pembangunan melalui distribusi sumberdaya
secara adil dan merata.
3. Membangun Maluku Utara Nikmat, mengandung arti mewujudkan
pembangunan infrastruktur untuk pemenuhan kebutuhan dasar, mendorong
pertumbuhan dan perkembangan wilayah serta integrasi wilayah kepulauan.
4. Membangun Maluku Utara Taqwa, mengandung arti mewujudkan kehidupan
masyarakat Maluku Utara yang beragama, beradab, berbudaya dan
bermartabat.
5. Membangun Maluku Utara Aman, mengandung arti mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan yang melayani, bersih, dan berwibawa.

Untuk mendukung pencapaian Visi diatas, maka terurai dalam penerapan Misi
RPJMD Provinsi Maluku Utara, meliputi:

Page | 8
1. MISI PERTAMA : Membangun masyarakat Maluku Utara yang berkualitas dan
mandiri;
2. MISI KEDUA : Mendorong pertumbuhan, stabilitas dan pendistribusian
pembangunan ekonomi secara adil dan merata serta peningkatan nilai tambah
produksi melalui pemanfaatan sumber daya alam (SDA) secara berkelanjutan;
3. MISI KETIGA : Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk menunjang
pengembangan ekonomi wilayah;
4. MISI KEEMPAT : Membangun kehidupan beragama dan berbudaya yang
menjadi inspirasi bagi kebangkitan di seluruh sektor kehidupan masyarakat
Maluku Utara;
5. MISI KELIMA : Memperbaiki Tatakelola Pemerintahan untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih, melayani dan berwibawa.

Guna menyeleraskan tugas dan fungsi pemerintah Provinsi Maluku Utara,


dalam RPJMD Provinsi Maluku Utara terdapat lima (5) Misi. Dari kelima Misi
tersebut diantaranya menjadi acuan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi
Maluku Utara yakni pada Misi Ke-Empat : Membangun kehidupan beragama dan
berbudaya yang menjadi inpirasi bagi kebangkitan di seluruh sektor kehidupan
masyarakat Maluku Utara, dengan sasaran strategis yakni terwujudnya masyarakat
Maluku Utara yang agamais dan humanis.

Badan Kesatuan Bangsa, dan Politik Provinsi Maluku Utara yang disingkat
dengan Kesbangpol telah mengalami beberapa perubahan Nomenklatur dimulai
dengan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Utara Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,
dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Maluku Utara, sampai dengan Peraturan
Gubernur Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, susunan organisasi, tugas
dan fungsi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Maluku Utara. Perda ini
mengatur tentang tugas pokok dan fungsi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Provinsi Maluku Utara, yakni mempunyai tugas memimpin, merumuskan, membina,
mengarahkan, mengevaluasi pelaksanaan program kerja dengan mengacu pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Provinsi Maluku Utara,
kebijakan Gubernur, kondisi obyektif dengan berpedoman pada ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melaksanakan tugas tersebut
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Mempunyai Fungsi:

Page | 9
1. Penyusunan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
2. Pelaksanaan tugas dukungan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
3. Pemantauan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas dukungan teknis
sesuai dengan lingkup tugasnya;
4. Pembinaan teknis penyelenggaraan fungsi penunjang urusan pemerintahan
daerah sesuai dengan lingkup tugasnya;
5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan fungsi
dan tugasnya.

Untuk itulah, berangkat dari kondisi konflik di wilayah Maluku Utara, dimana
pernah terjadi konflik horizontal/SARA khususnya khususnya konflik agama pada
tahun 1999-2000, sehingga diberlakukannya Provinsi Maluku Utara dengan status
darurat sipil, ditambah lagi pertarungan identitas kandidat dalam momentum politik
selalu berpijak pada latar belakang etnis dan latar belakang daerahnya serta faktor
konflik kepentingan terkait dengan tapal batas/batas wilayah, sehingga diharapkan
dengan adanya keterlibatan pranata adat dan kesultanan dapat menjadi solusi
bersama pemerintah, dikarenakan Visi dan Misi RPJMD Provinsi Maluku Utara dan
Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi, yang kemudian dilakukan diagnotic reading
pada salah satu tugas pokok dan fungsi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Provinsi Maluku Utara, yang menyatakan Penyusunan kebijakan teknis sesuai
dengan lingkup tugasnya, maka ditetapkan judul dalam Rancangan Proyek
Perubahan ini adalah:

PELIBATAN PRANATA ADAT DAN KESULTANAN


DALAM PENANGANAN KONFLIK
(PENA SULTAN)

Page | 10
IV. TUJUAN DAN MANFAAT

A. Tujuan

Peningkatan kualitas layanan penanganan konflik di masyarakat merupakan


faktor yang menentukan stabilitas ketahanan nasional dan pencapaian kondisi yang
kondusif di Maluku Utara. Hal ini dapat disadari oleh peran masing-masing pihak
dalam koridor penanganan konflik sangatlah penting. Mengingat hal tersebut, maka
penanganan konflik di Maluku Utara sebagai daerah yang pernah mengalami masa
suram konflik horizontal diarahkan agar mampu menjamin keberlangsungan rasa
aman di masyarakat, sehingga dapat memacu pencapaian kondisi yang kondusif di
Provinsi Maluku Utara.

Maka mengacu pada kondisi saat ini yang tergambar di atas terkait belum
adanya sistem komunikasi terpadu dan belum adanya kesepakatan dengan pihak
pranata adat dan kesultanan dalam penanganan konflik, kurangnya keterlibatan
masyarakat dan belum efektifnya pola perencanaan penanganan konflik di Maluku
Utara, maka tujuan yang menjadi kondisi yang diinginkan adalah:

Tabel 1
Tujuan Perencanaan Proyek Perubahan

No Waktu Tujuan
Terwujudnya Pelibatan Pranata Adat dan
1 Jangka Pendek Kesultanan Dalam Penanganan Konflik (PENA
SULTAN)

Terwujudnya Penanganan Konflik Berbasis


2 Jangka Menengah Kearifan Lokal dalam upaya Efektivitas
Penanganan Konflik di Maluku Utara

Terwujudnya Sinergitas Penanganan Konflik


3 Jangka Panjang Melalui Konsolidasi Komprehensif Berbasis
Kearifan Lokal dan Lintas Sektor di Provinsi
Maluku Utara

Page | 11
B. Manfaat

Manfaat yang ingin dicapai oleh reformer dalam rancangan proyek perubahan
ini adalah terjadinya upaya implementasi pelibatan pranata adat dan kesultanan
dalam penanganan konflik di Provinsi Maluku Utara, yang diuraikan sebagai berikut:

Tabel 2
Manfaat Rancangan Proyek Perubahan

No Jenis Perubahan Manfaat

 Dapat mengoptimalkan peran organisasi dalam


Bagi Organisasi penanganan konflik di Maluku Utara.
1 Ditujukan bagi  Mengoptimalkan fungsi koordinasi dengan para pihak
Reformasi Birokrasi dalam upaya pencegahan dan penanganan konflik di
Maluku Utara.

Bagi Masyarakat  Dapat beraktivitas dengan baik seiring situasi


Ditujukan bagi keamanan yang kondusif dengan rendahnya resiko
2 konflik yang timbul.
Peningkatan Kinerja
 Dapat berpartisipasi dalam memberikan masukan
Layanan dan aspirasi terhadap upaya penanganan konflik.

 Para pihak atau stakeholder dapat berkontribusi


Bagi Stakeholders bersama pemerintah dalam penanganan konflik di
Ditujukan bagi Peran Maluku Utara.
3
Aktif Penanganan  Dapat berperan aktif dalam pengembangan pola
Konflik penanganan konflik di Maluku Utara yang berdampak
pada kondisi Maluku Utara yang kondusif.

Page | 12
V. OUTPUT DAN OUTCOME

A. Keluaran (Output)

Dari gambaran yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa


ruang lingkup area organisasi yang menjadi area perubahan adalah pemberdayaan
sistem manajemen melalui strategi yang ditetapkan. Untuk hal tersebut keluaran
yang diharapkan atas perencanaan proyek perubahan ini, meliputi:

1. Penjaringan Aspirasi Masyarakat.


2. Forum Group Discussion (FGD) bersama Pihak Kesultanan.
3. Penguatan Peran Pranata Adat dan Kesultanan Dalam Penanganan Konflik.
4. Kesepakatan Bersama (MoU) dengan Pihak Kesultanan Dalam Keterlibatan
Penanganan Konflik.

B. Hasil (Outcome)

Titik berat pada rancangan proyek perubahan ini disebabkan karena belum
adanya sistem komunikasi terpadu dan belum adanya kesepakatan dengan pihak
pranata adat dan kesultanan dalam penanganan konflik, kurangnya keterlibatan
masyarakat dan belum efektifnya pola perencanaan penanganan konflik di Maluku
Utar, yang menyebabkan penanganan konflik di Maluku Utara belum maksimal.

Oleh karena itu hasil atas pelaksanaan kebijakan strategi yang dilakukan
diharapkan kedepannya mampu menjadi solusi atas permasalahan penanganan
konflik yang terjadi di Maluku Utara. Untuk hasil jangka panjang atas pelaksanaan
rancangan proyek perubahan ini diharapkan adanya kolaborasi pranata adat dan
kesultanan bersama pemerintah dalam menciptakan kehidupan yang tenteram,
sejahtera, meningkatkan tenggang rasa dan toleransi serta memelihara fungsi
pemberdayaan masyarakat dalam pemerintahan, dan secara langsung dapat
berdampak pada masyarakat, meliputi:
1. Tidak terjadi konflik yang berakibat pada terganggunya kehidupan masyarakat.
2. Masyarakat dapat hidup dan beraktivitas dengan aman, lancar dan damai.

Page | 13
VI. TAHAPAN PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS

A. Analisis Strategi

Berdasarkan uraian tentang latar belakang yang menggambarkan kondisi


saat ini, permasalahan dan tujuan, maka dapat dirumuskan paradigma mengenai
Pelibatan Pranata Adat dan Kesultanan Dalam Penanganan Konflik di Provinsi
Maluku Utara, dinyatakan dalam gambar kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 2
Kerangka Pikir

Dan dalam upaya mewujudkan kerangka pikir diatas sebagai perwujudan


pelibatan pranata adat dan kesultanan dalam penanganan konflik, maka perlu
dilakukan analisis sebagai langkah dalam mencari strategi yang tepat, sehingga
diharapkan terciptanya penentuan strategi dalam penanganan konflik di Maluku
Utara. Untuk itu dalam rancangan proyek perubahan, analisis strategi yang akan
digunakan adalah Analisis Leavitt Model sebagai model analisis permasalahan
proyek perubahan, yang kemudian dilanjutkan dengan Analisis SWOT, merupakan
analisis penentuan strategi sebagai tindak lanjut solusi pemecahan masalah proyek
perubahan. Berikut kami gambarkan analisis strategi proyek perubahan:

Page | 14
Isu Strategis dan
Kondisi Konflik
Maluku Utara

Alternatif Strategi

Pelibatan Pranata Adat dan


Kesultanan Dalam
Penanganan Konflik
(PENA SULTAN)

Gambar 3
Analisis Strategi

B. Analisis Leavitt Model

Dengan melihat kondisi saat ini yang tergambar pada latar belakang dan
dalam upaya melakukan perubahan menuju kondisi yang lebih baik dalam
penanganan permasalahan konflik, beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain
pengenalan terhadap masalah dan kekurangan yang terjadi. Dengan memahami
masalah, kemudian dapat dilakukan beberapa alternatif tindakan perubahan yang
diharapkan bisa menjadi solusi untuk memecahkan masalah tersebut menuju
kondisi yang lebih baik lagi.

Untuk mengantisipasi hasil identifiksi permasalahan pokok, maka perlu


dilakukan perubahan pada area perubahan ini, dengan menggunakan metode
analisis Leavitt’s model yang dikembangkan Harold J. Leavitt (1965), diharapkan
dapat memberikan pendekatan baru dalam menganalisis permasalahan awal untuk
melihat peran dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Maluku Utara
dalam implementasi Pelibatan Pranata Adat dan Kesultanan Dalam Penanganan

Page | 15
Konflik, yang terdiri dari 4 (empat) elemen interaktif yang saling berkaitan, yaitu
Structure, Task, Technology dan People.

Gambar 4
Analisis Leavitt’s Model

Hal diatas menekankan bahwa model tersebut mengkategorikan variabel


menjadi empat variabel yaitu struktur (structure), tugas (task), teknologi
(technology), dan masyarakat (people). Variabel struktur mengacu pada sistem
otoritas, sistem komunikasi, dan alur kerja dalam organisasi. Variabel tugas
mengacu pada tugas dan metode yang berhubungan dengan penyediaan barang
dan jasa. Variabel teknologi meliputi semua peralatan dan mesin yang diperlukan
oleh variabel tugas. Variabel People mengacu pada masyarakat yang akan
mengimplementasikan tujuan organisasi.

Model ini menyatakan bahwa antar variabel terdapat saling ketergantungan.


Perubahan pada satu variabel akan mempengaruhi variabel lainnya. Demikian pula
apabila melakukan intervensi terhadap satu variabel juga harus menganalisis
pengaruhnya terhadap variabel yang lain. Identifikasi permasalahan pokok Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Maluku Utara dapat diuraikan sebagai
berikut:

Page | 16
Tabel 3
Identifikasi Permasalahan

Variabel Permasalahan

Task Belum adanya sistem komunikasi terpadu dengan pihak pranata


(Tugas) adat dan kesultanan dalam penanganan konflik

Structure Belum adanya kesepakatan dengan pranata adat dan kesultanan


(Struktur) dalam penanganan konflik

People Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam penanganan konflik di


(Masyarakat) Maluku Utara

Technology Belum efektifnya pola perencanaan penanganan konflik di Maluku


(Teknologi) Utara
Sumber : Data di analisis (2019)

C. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah suatu bentuk analisis di dalam manajemen organisasi


yang secara sistematis dapat membantu dalam usaha penyusunan suatu rencana
yang matang untuk mencapai tujuan, baik itu tujuan jangka pendek maupun tujuan
jangka panjang. Analisa ini menempatkan situasi dan juga kondisi sebagai sebagai
faktor masukan, lalu kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-
masing. Analisa SWOT ini semata-mata sebagai suatu sebuah analisa yang
ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi.

Penjelasan mengenai 4 (empat) komponen analisis SWOT, meliputi:

1. Strenght (S)
Yaitu analisis kekuatan, situasi ataupun kondisi yang merupakan kekuatan dari
suatu organisasi pada saat ini. Yang perlu di lakukan di dalam analisis ini
adalah setiap organisasi perlu menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan di
bandingkan dengan para pesaingnya.

2. Weaknesses (W)
Yaitu analisis kelemahan, situasi ataupun kondisi yang merupakan kelemahan
dari suatu organisasi pada saat ini. Merupakan cara menganalisis kelemahan di
dalam sebuah organisasi yang menjadi kendala yang serius dalam kemajuan
suatu perusahaan atau organisasi.

Page | 17
3. Opportunity (O)
Yaitu analisis peluang, situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar
suatu organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa
depan. Cara ini adalah untuk mencari peluang ataupun terobosan yang
memungkinkan suatu organisasi bisa berkembang di masa yang akan depan
atau masa yang akan datang.

4. Threats (T)
Yaitu analisis ancaman, cara menganalisis tantangan atau ancaman yang
harus dihadapi oleh suatu organisasi untuk menghadapi berbagai macam
faktor lingkungan yang tidak menguntungkan pada suatu organisasi yang
menyebabkan kemunduran.

Metode analisis SWOT bisa dianggap sebagai metode analisis yangg paling
dasar, yang bermanfaat untuk melihat suatu topik ataupun suatu permasalahan dari
4 empat sisi yang berbeda. Hasil dari analisa biasanya berupa arahan ataupun
rekomendasi untuk mempertahankan kekuatan dan untuk menambah keuntungan
dari segi peluang yang ada, sambil mengurangi kekurangan dan juga menghindari
ancaman. Jika digunakan dengan benar, analisis ini akan membantu untuk melihat
sisi-sisi yang terlupakan atau tidak terlihat selama ini. Dari pembahasan diatas tadi,
analisis SWOT merupakan instrumen yang bermanfaat dalam melakukan analisis
strategi. Analisis ini berperan sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan yang
terdapat dalam suatu organisasi serta menekan dampak ancaman yang timbul dan
harus dihadapi.

Untuk hal tersebut, pada rancangan proyek perubahan ini analisis SWOT
dapat di gambarkan secara deskriptif, sebagai berikut:

Page | 18
Helpful Harmful
to achieving the objective to achieving the objective
Strengths Weaknesses
 Adanya Regulasi Penanganan  Belum adanya sistem komunikasi
Konflik, meliputi seperti Undang- terpadu dengan pihak pranata adat
(attributes of the system)

undang No. 7 Tahun 2012, Peraturan dan kesultanan dalam penanganan


Internal origin

Pemerintah No. 2 Tahun 2015, konflik.


Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2018.  Belum adanya kesepakatan dengan
 Adanya berbagai Lembaga pranata adat dan kesultanan dalam
Pemerintah dalam Penanganan penanganan konflik.
Konflik, seperti Tim Terpadu  Kurangnya keterlibatan masyarakat
Penanganan Konflik, Forum dalam penanganan konflik di
Komunikasi Pimpinan Daerah dan Maluku Utara.
Komunitas Intelijen Daerah.  Belum efektifnya pola perencanaan
 Kesiapan aparatur hukum dan penanganan konflik di Maluku
keamanan di Maluku Utara. Utara.
Opportunities Threats
 Kehadiran organisasi non-pemerintah  Resistensi konflik yang tinggi, baik
(attributes of the environment)

yang berperan sebagai katalisator potensi konflik antar masyarakat


dalam proses resolusi konflik, meliputi maupun antar kepentingan di
Forum Komunikasi Umat Beragama, Maluku Utara, sebagai imbas dari
External origin

Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat daerah yang pernah mengalami


dan Forum Pembauran Kebangsaan. konflik horisontal.
 Peran rumah ibadah dalam  Sinergitas dan dialog sebagai
menanggapi dan menyelesaikan budaya penyelesaian konflik tidak
konflik yang memberikan hasil positif mudah dilaksanakan, karena ego
dalam proses resolusi konflik. sektoral dan belum adanya
 Adanya pranata adat dan kesultanan keinginan para pihak yang bertikai
di Maluku Utara yang diharapkan untuk dilakukan penyelesaian.
dapat terlibat dan memberikan solusi
bagi penanganan konflik.

Gambar 5
Analisis SWOT

D. Strategi Proyek Perubahan

Berdasarkan analisis SWOT yang disajikan dalam gambar 5, disusun


Pelibatan Pranata Adat dan Kesultanan Dalam Penanganan Konflik. Adapun
beberapa strategi yang dapat dirumuskan dalam pelaksanaan proyek perubahan
adalah sebagai berikut:

a. Strategi Strength Opportunities (SO), strategi ini berupaya untuk memanfaatkan


kekuatan yang dimiliki untuk meraih peluang‐peluang yang ada di luar atau
lingkungan eksternal.
Strategi yang akan dilakukan melalui pemberdayaan pranata adat dan
kesultanan dalam penanganan konflik secara masif pada daerah-daerah rawan
konflik.

Page | 19
b. Strategi Strength Treats (ST), strategi ini memanfaatkan kekuatan untuk
menghadapi Ancaman.
Strategi yang bisa diambil dengan mengadakan dialog pro publik dalam
membahas penanganan konflik dan aspirasi masyarakat, sehingga akan
didapatkan suatu kebijakan dalam perencanaan penanganan konflik yang tepat,
karena bersifat Top-Down dan Bottom-Up.

c. Strategi Weakness Opportunties (WO), dalam kuadran ini strategi yang


dirancang untuk meminimalkan kelemahan dengan berusaha memanfaatkan
peluang yang ada.
Strategi yang diambil dengan menjalin komunikasi terpadu dengan pihak lain
atau stakeholder dalam mendukung penanganan konflik berbasis kearifan lokal.

d. Strategi Weakness Threats (WT), strategi ini bertujuan untuk bertahan dengan
meminimalisir kelemahan dengan menghindari ancaman.
Strategi yang dapat dilakukan dengan dialog dan menyerap aspirasi masyarakat
dalam penanganan konflik di daerah rawan konflik.

Page | 20
E. Petahapan

Untuk menerapkan strategi di atas, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik


Provinsi Maluku Utara harus melaksanakan program inovatif dalam penanganan
permasalahan konflik di Maluku Utara dengan pola dialog dalam menyerap aspirasi
masyarakat, pranata adat, kesultanan dan para pengambil kebijakan, melalui
Pelibatan Pranata Adat dan Kesultanan Dalam Penanganan Konflik.

Kegiatan Utama pada rancangan proyek perubahan yang dilakukan pada saat
perencanaan dan tercantum dalam rancangan proyek perubahan ini adalah sebagai
berikut:

Tabel 4
Pentahapan Utama

Milestone Uraian Waktu

Terbentuknya Tim Efektif dan Terlaksananya


1 Minggu ke-1
Koordinasi Implementasi Proyek Perubahan

Terlaksananya Persiapan Penyelenggaraan Kegiatan


2 Pelibatan Pranata Adat dan Kesultanan Dalam Minggu ke-2
Penanganan Konflik

Terlaksananya Koordinasi dengan Tim Efektif Eksternal Minggu ke-3


3 dan Stakeholder Terkait Dukungan terhadap s/d
Pelaksanaan Proyek Perubahan Minggu ke-4

Minggu ke-4
Terselenggaranya Kegiatan Pelibatan Pranata Adat dan
4 s/d
Kesultanan Dalam Penanganan Konflik
Minggu ke-7

Minggu ke-7
Terwujudnya Pelibatan Pranata Adat dan Kesultanan
5 s/d
Dalam Penanganan Konflik
Minggu ke-8

Page | 21
Kegiatan pada proyek perubahan yang dilakukan pada saat perencanaan dan
tercantum dalam perencanaan proyek perubahan ini adalah sebagai berikut:

Tabel 5
Milestone Jangka Pendek

Milestone Kegiatan Output Waktu


1. Rapat Pembentukan Tim
2. Pembagian Tugas dan
Fungsi Tim Efektif
3. Melapor ke Gubernur Maluku 1. Undangan
1. Terbentuknya Tim Utara sekaligus Koordinasi 2. Notulen Rapat
Efektif dan Dukungan Implementasi 3. Daftar Hadir
Terlaksananya Proyek Perubahan 4. Surat Dukungan 1–7
Koordinasi 4. Melapor ke Wakil Gubernur 5. Surat Komitmen Juli 2019
Implementasi Proyek Maluku Utara untuk Mentor
Perubahan Komitmen Mentor sekaligus 6. SK Tim Efektif
koordinasi dukungan tentang 7. Dokumentasi
Pengembangan Inovasi dan
Penandatanganan SK Tim
Efektif
5. Rapat Teknis Tim Efektif
Proyek Perubahan
1. Undangan
2. Terlaksananya 6. Membuat Rencana Tindak
2. Notulen Rapat
Persiapan Lanjut
3. Daftar Hadir
Penyelenggaraan 7. Konsultasi ke Mentor
4. Rencana Tindak 8 – 14
Kegiatan Pelibatan Tentang Tahapan Rencana
Lanjut Juli 2019
Pranata Adat dan Penyelenggaraan Proyek
5. Draft Konsep
Kesultanan Dalam Perubahan
Testimoni
Penanganan Konflik 8. Menyiapkan Konsep dan
6. Dokumentasi
Perlengkapan Testimoni
Dukungan

9. Mengidentifikasi Tim Efektif 1. Daftar Identifikasi


Eksternal / Stakeholder Tim Eksternal / 15 – 21
3. Terlaksananya
10. Inventarisir kebutuhan data Stakeholder Juli 2019
Koordinasi dengan
yang akan diintegrasikan 2. Daftar
Tim Efektif Eksternal
Inventarisasi
dan Stakeholder
Data
Terkait Dukungan 11. Melakukan Koordinasi 3. Surat Dukungan
terhadap Pelaksanaan Komitmen dan Dukungan 22 – 28
dan Komitmen
Proyek Perubahan Tim Efektif Eksternal dan Juli 2019
Stakeholder
Stakeholder 4. Dokumentasi

Page | 22
Milestone Kegiatan Output Waktu
1. Undangan
2. Daftar Hadir
12. Terlaksananya Penjaringan 3. Notulen 22 – 28
Aspirasi Masyarakat 4. Daftar Aspirasi Juli 2019
Masyarakat
5. Dokumentasi
1. Undangan
2. Daftar Hadir
13. Terlaksananya Forum Group 3. Notulen 29 Juli –
Discussion (FGD) bersama 4. Hasil 4 Agustus
Pihak Kesultanan Rekomendasi 2019
FGD
4. Terselenggaranya 5. Dokumentasi
Kegiatan Pelibatan
1. Undangan
Pranata Adat dan 14. Terselenggaranya Dialog Pro
2. Daftar Hadir
Kesultanan Dalam Publik yang membahas 5 – 11
3. Notulen
Penanganan Konflik tentang Penguatan Peran Agustus
4. Hasil Publikasi
Pranata Adat dan Kesultanan 2019
Pro Publik
Dalam Penanganan Konflik
5. Dokumentasi
15. Terlaksananya 1. Undangan
Penandatanganan 2. Daftar Hadir
Kesepakatan Bersama 3. Kesepakatan 12 – 24
(MoU) dengan Pihak Bersama (MoU) Agustus
Kesultanan Dalam dengan Pihak 2019
Keterlibatan Penanganan Kesultanan
Konflik 4. Dokumentasi
12 - 24
16. Menyusun Laporan
Laporan Kegiatan Agustus
Penyelenggaraan Kegiatan
2019
17. Konsultasi ke Mentor
Tentang Tahapan Rencana
1. Dokumentasi
Launching Proyek
(Foto dan Video) 12 – 24
Perubahan
5. Terwujudnya Pelibatan 2. Administrasi Agustus
18. Melakukan Persiapan
Pranata Adat dan Launching 2019
Pelaksanaan Launcing dan
Kesultanan Dalam 3. Bukti Publikasi
Administrasi Kegiatan
Penanganan Konflik
19. Launching Inovasi
25 – 31
20. Membuat Laporan
1. Laporan Kegiatan Agustus
Pelaksanaan Launcing
2019

Page | 23
Tabel 6
Milestone Jangka Menengah

Milestone Kegiatan Output Waktu

1. Draft Surat
Keputusan
1. Menyusun Draft Surat 2. Surat Koordinasi
Keputusan Gubernur Tentang ke Biro Hukum
pembentukan Forum dan HAM SETDA
Komunikasi Pranata Adat dan Provinsi Maluku
Kesultanan Dalam Utara
1 September
Terbentuknya Forum Penanganan Konflik. 3. Surat Keputusan
2019
Komunikasi Pranata 2. Melakukan koordinasi ke Biro Gubernur
Sampai
Adat dan Kesultanan Hukum dan HAM SETDA Tentang
dengan 29
Dalam Penanganan Provinsi Maluku Utara terkait pembentukan
Februari
Konflik penerbitan Surat Keputusan Forum
2020
Gubernur Tentang Komunikasi
pembentukan Forum Pranata Adat dan
Komunikasi Pranata Adat dan Kesultanan
Kesultanan Dalam Dalam
Penanganan Konflik. Penanganan
Konflik
4. Dokumentasi

Page | 24
Tabel 7
Milestone Jangka Panjang

Milestone Kegiatan Output Waktu


1. Menyusun Draft Surat
Keputusan Gubernur Maluku
Utara tentang Penetapan
Daerah Percontohan (Pilot
Project) Implementasi
1. Terwujudnya Pelibatan Pranata Adat dan 1 Maret
Sinergitas Kesultanan. 1. Draft Surat 2020
Penanganan Konflik 2. Penandatanganan Surat Keputusan Sampai
Melalui Penetapan Keputusan Gubernur Maluku 2. Surat Keputusan dengan
Daerah Percontohan Utara tentang Penetapan Gubernur Maluku 28
Pranata Adat dan Daerah Percontohan (Pilot Utara Februari
Kesultanan Project) Implementasi 2021
Pelibatan Pranata Adat dan
Kesultanan Dalam
Penanganan Konflik untuk
Kota Tidore Kepulauan dan
Kabupaten Halmahera Barat.
1. Menyusun Draft Peraturan
Gubernur Maluku Utara
2. Terwujudnya Teknis tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan dan Pelaksanaan Pelibatan 1 Maret
1. Draft Peraturan
Konsolidasi Pranata Adat dan Kesultanan 2020
Gubernur Maluku
Komprehensif Lintas Dalam Penanganan Konflik di Sampai
Utara
Sektor dan Kabupaten/Kota. dengan
2. Peraturan
Pemberdayaan 2. Peraturan Gubernur Maluku 28
Gubernur Maluku
Pemerintah Utara tentang Petunjuk Teknis Februari
Utara
Kabupaten/Kota di Pelaksanaan Pelibatan 2021
Maluku Utara Pranata Adat dan Kesultanan
Dalam Penanganan Konflik di
Kabupaten/Kota.

Page | 25
F. Kanban dan Monitoring Agilitas Tim

Kanban adalah kata dalam Bahasa Jepang yang secara literal berarti “papan
penanda” atau “signboard”. Dalam konteks Lean Manufacturing dan Just-In-Time,
Kanban merupakan salah satu tool yang digunakan untuk menyusun jadwal.

Kanban adalah suatu sistem informasi yang secara serasi mengendalikan


jumlah produksi dalam setiap proses. Dalam penerapan kanban, umumnya
menggunakan kartu. Kanban hadir dalam bentuk sistem visual yang memungkinkan
semua orang melihat aliran aktifitas dan menyesuaikan level aktifitas tersebut
sesuai kebutuhan. Sedangkan sumber daya tim merupakan salah satu faktor krusial
penunjang kesuksesan implementasi agile sebagai sumber keunggulan bersaing
karena suatu sistem hubungan antar individu maupun antar individu dengan
organisasi sukar untuk ditiru. Maka selanjutnya disusun Kanban dan Monitoring
Agilitas Tim rancangan proyek perubahan sebagai penanda dalam pentahapan
pelaksanaan, dapat digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 8
Kanban

Rapat Rapat Membuat Koordinasi Jaring Dialog Pro MoU Laporan


Tim Teknis Rencana Stake- Asmara Publik Kesultanan Kegiatan
TL holder
Konsultasi Persiapan
Bagi Konsultasi Konsep FGD Ke Launching
Tugas Tim ke Testimoni Kesultanan Mentor dan Adm.
Mentor

Identifikasi Launching Laporan


Melapor ke Inventarisir
Stake- Inovasi Launching
Gubernur Data
holder

Melapor
ke Mentor

Keterangan : = Penting = Normal = Biasa

Page | 26
Adapun monitoring agilitas tim dimaksudkan untuk memantau dan
mengevaluasi kinerja tim secara keseluruhan, dengan gambaran sebagai berikut:

Tabel 9
Monitoring Agilitas Tim
1. Rapat Tim
2. Pembagian
Tugas Tim
3. Melapor ke
20
Gubernur
4. Melapor
dengan
Mentor
5. Rapat Teknis
Tim Efektif
6. Rencana
Tindak Lanjut
16
7. Konsultasi ke
Mentor
8. Konsep
Testimoni
9. Identifikasi
Stakeholder
12
10. Inventarisir
data
11. Koordinasi
Stakeholder
10 12. Jaring
Asmara

13. FGD
8
Kesultanan
14. Dialog
7 Pro
Publik
15. MoU
Kesultanan
16. Menyusun
Laporan
Kegiatan
17. Konsultasi
2 ke Mentor
18. Persiapan
Launching
dan
Admistrasi
19. Launching
Inovasi
20.Menyusun
1 Laporan
Kegiatan
0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu 7 Minggu 8

Page | 27
VII. RENCANA STRATEGIS MARKETING

A. Strategi Pemasaran

Manajemen Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang dilakukan


oleh organisasi untuk mempertahankan kelangsungan organisasinya dan terus
berkembang. Guna mencapai tujuan pemasaran tersebut maka organisasi harus
memperhatikan strategi pemasaran. Rencana strategi pemasaran adalah
serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan serta aturan yang memberi arah kepada
bagian-bagian organisasi tersebur dari waktu ke waktu pada masing-masing
tingkatan. Strategi pemasaran merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi
sebagai upaya pencapaian tujuan organisasi. Rencana Strategis Marketing
mencakup penentuan posisi dan membedakan rencana pasar, strategi hubungan
pemasaran dan perencanaan produk baru.

Desain Content Marketing adalah teknik pemasaran yang dilakukan dengan


cara membuat dan mendistribusikan content yang bermanfaat, relevan dan
konsisten untuk menarik dan mendapatkan target customer yang sesuai dengan
tujuan proyek untuk mendapatkan keuntungan. Desain Content Marketing
mencakup menetapkan strategi produk, strategi harga, strategi distribusi dan
strategi promosi.

Strategi pertama adalah melakukan promosi. Promosi adalah upaya untuk


memperkenalkan rancangan proyek perubahan kepada stakeholder sebagai bagian
dari strategi pemasaran, dari yang belum tahu menjadi tahu. Dalam strategi ini
berbagai kaedah promosi perlu dilaksanakan agar stakeholder mengetahui,
memahami dan seterusnya membuat keputusan untuk aktif terlibat dan membantu
pelaksanaan proyek perubahan.

Strategi kedua adalah mengembangkan proyek perubahan, yang merancang


kegiatan dengan pola lama yang diterapkan selama ini, digantikan dengan hal-hal
yang terbarukan dan lebih adaptif, sehingga kehadiran proyek perubahan sebagai
terobosan dari organisasi bersama stakeholder lainnya, dapat membawa dampak
dan perubahan yang positif bagi masyarakat Maluku Utara, dalam mencari solusi
bersama untuk penanganan konflik.

Page | 28
Strategi ketiga adalah menerapkan biaya murah. Strategi ini didasarkan pada
upaya menekan biaya proyek perubahan menjadi rendah, dengan memberdayakan
dan menerima dukungan dari stakeholder dalam membantu tahapan pelaksanaan.

Strategi keempat adalah strategi menembus pasar untuk menjangkau


sasaran stakeholder yang belum tercapai. Strategi ini digunakan jika masih banyak
stakeholder yang belum bergabung dan menyatakan dukungan terhadap proyek
perubahan yang ditawarkan.

B. Pendekatan Marketing

Berdasarkan uraian strategi pemasaran yang diatas, maka langkah


selanjutnya sebagai bentuk pendekatan marketing yang akan dilakukan pada
tahapan jangka pendek adalah sebagai berikut:

1. Melakukan promosi rancangan proyek perubahan terhadap stakeholder


sebagai bagian dari strategi pemasaran, sehingga diharapkan pihak
stakeholder dapat membuat keputusan untuk aktif terlibat dan membantu
pelaksanaan proyek perubahan, melalui Forum Group Discussion bersama
4 Kesultanan yang berada di wilayah Maluku Utara, yaitu Kesultanan Ternate,
Kesultanan Bacan, Kesultanan Tidore dan Kesultanan Jailolo, serta melakukan
penjaringan aspirasi masyarakat di 4 daerah wilayah adat kesultanan yang
rawan terjadi konflik, tentang bagaimana keinginan atau pola penanganan
konflik di wilayah Maluku Utara, sehingga didapatkan format usulan pihak
kesultanan dan masyarakat tentang upaya penanganan konflik untuk dapat
diformulasikan pada saat dialog bersama para pengambil kebijakan.

2. Mengembangkan proyek perubahan melalui penerapan pola yang terbarukan


dan lebih adaptif, dengan melakukan Dialog Pro Publik bersama para tokoh
yang mempunyai kewenangan dalam pengambilan keputusan terkait dengan
penanganan konflik di Maluku Utara, untuk membahas aspirasi masyarakat dan
pihak kesultanan dalam upaya penanganan konflik, sehingga aspirasi
masyarakat yang selama ini belum pernah di dengar, dapat menjadi bahan
utama pembahasan, dan pada akhirnya akan muncul perencanaan
penanganan konflik yang lebih tepat sasaran, karena menggunakan prinsip
top-down dan bottom up.

Page | 29
3. Menekan biaya rancangan proyek perubahan menjadi rendah, dengan
memberdayakan dan menerima dukungan dari para pihak yang terlibat dalam
penanganan konflik di Maluku Utara sebagai unsur stakeholder dan tergabung
dalam tim efektif eksternal dalam membantu tahapan-tahapan pelaksanaan.

4. Menembus pasar untuk menjangkau sasaran stakeholder yang belum tercapai


selama ini, dengan melibatkan pranata adat dan pihak kesultanan dalam
penanganan konflik di wilayah Maluku Utara, dengan penandatanganan
Kesepakatan Bersama (Memorandum of Understanding) sebagai pernyataan
sikap atas kesediaan bersama pemerintah dalam penanganan permasalahan
konflik di Maluku Utara.

C. Identifikasi Stakeholder

Stakeholder (pemangku kepentingan) proyek merupakan individu,


sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat, baik secara keseluruhan
maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap proyek.
Stakeholder dapat berasal dari internal atau eksternal organisasi. Dalam
banyak proyek, masyarakat dapat menjadi stakeholder yang dipertimbangkan
selama proyek.
Tabel 8
Identifikasi Stakeholder

INTERNAL
1. Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
2. Kepala Bidang Bina Ideologi, Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa
3. Kepala Bidang Politik Dalam Negeri
4. Bidang Ketahanan Ekonomi, Sosial Budaya dan Organisasi Kemasyarakatan
5. Bidang Penanganan Konflik dan Kewaspadaan Nasional
6. Kasubag Penyusunan Program
7. Kasubag Umum dan Kepegawaian
8. Kasubag Keuangan
9. Kasubid Ideologi Wawasan Kebangsaan
10. Kasubid Pembinaan Karakter Bangsa
11. Kasubid Pengembangan Etika dan Budaya Politik
12. Kasubid Fasilitasi Partai Politik dan Pemilu
13. Kasubid Ketahanan Ekonomi, Sosial Budaya
14. Kasubid Organisasi Kemasyarakatan
15. Kasubid Penanganan Konflik
16. Kasubid Kewaspadaan Dini, Analisis Evaluasi Informasi dan Kebijakan
17. Staf Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Maluku Utara

Page | 30
EKSTERNAL

21. Dinas Komunikasi Informatika dan


1. Gubernur Maluku Utara
Persandian Prov. Maluku Utara
2. Wakil Gubernur Maluku Utara
22. Biro Hukum SETDA Prov. Maluku Utara
3. Pimpinan DPRD Provinsi Maluku Utara
23. Biro Humas dan Protokoler SETDA Prov.
4. Kepala Kepolisian Daerah Maluku Utara
Maluku Utara
5. Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara
24. Biro Kesra SETDA Prov. Maluku Utara
6. Komandan Korem 152 / Babullah
25. Biro Pemerintahan SETDA Prov. Maluku
7. Komandan LANAL Laut Ternate
Utara
8. Kepala BIN Daerah Maluku Utara
26. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
9. Kepala Kanwil Maluku Utara Kementerian
Kabupaten dan Kota di Wilayah Prov. Maluku
Hukum dan HAM
Utara
10. Sekretaris Provinsi Maluku Utara
27. Badan Pertanahan Nasional Maluku Utara
11. Rektor Universitas Khairun
28. Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB)
12. Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku
29. Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat
Utara
(FKDM)
13. Badan Perencanaan Pembangunan
30. Forum Pembauran Kebangsaan (FPK)
Daerah Prov. Maluku Utara
31. Komunitas Intelijen Daerah (KOMINDA)
14. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
32. Forum Koordinasi Penanggulangan
Prov. Maluku Utara
Terorisme (FKPT)
15. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Prov.
33. Kesultanan Ternate
Maluku Utara
34. Kesultanan Bacan
16. Dinas Sosial Prov. Maluku Utara
35. Kesultanan Tidore
17. Dinas Perhubungan Prov. Maluku Utara
36. Kesultanan Jailolo
18. Dinas Energi Sumber Daya Mineral Prov.
37. Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)
Maluku Utara
Maluku Utara
19. Dinas Kehutanan Prov. Maluku Utara
38. Institut of Coffe
20. Dinas Pekerjaan Umum Prov. Maluku
39. Media Massa
Utara
40. Donatur / Sponsorship

Page | 31
D. Penggolongan Stakeholder

Stakeholder Analysis (Analisa Pemangku Kepentingan) menurut wikipedia


didefinisikan sebagai proses mengidentifikasi baik perorangan maupun kelompok
yang akan mempengaruhi atau dipengaruhi oleh suatu tindakan yang akan
dilakukan serta mengelompokkannya sesuai dengan dampak dari tindakan yang
akan dilakukan. Infomasi yang di dapat akan digunakan untuk mengadakan
evaluasi sebelum tindakan dilakukan agar dapat dilakukan usaha-usaha preventif
dengan mempertimbangkan semua pihak yang terlibat.

Stakeholder atau pemangku kepentingan adalah setiap individu atau


organisasi yang dapat memberikan dampak positif atau pun negatif atau mereka
yang terkena dampak dari apa yang dilakukan oleh perusahaan, institusi atau
pemerintah (organisasi).

Ada tiga penggolongan stakeholder yaitu:

1. Primary Stakeholder (Pemangku Kepentingan Utama): Mereka yang


terkena dampak / pengaruh terbesar baik positif atau negatif dari tindakan yang
dilakukan oleh organisasi. Yang termasuk dalam Primary Stakeholder dalam
perencanaan proyek perubahan ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
Tabel 9
Primary Stakeholder

Stakeholder
11. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
1. Gubernur Maluku Utara
Prov. Maluku Utara
2. Wakil Gubernur Maluku Utara
12. Dinas Komunikasi Informatika dan
3. Pimpinan DPRD Provinsi Maluku Utara
Persandian Prov. Maluku Utara
4. Kepala Kepolisian Daerah Maluku
13. Biro Hukum SETDA Prov. Maluku Utara
Utara
14. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
5. Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara
Kabupaten dan Kota di Wilayah Prov.
6. Komandan Korem 152 / Babullah
Maluku Utara
7. Komandan LANAL Laut Ternate
15. Kesultanan Ternate
8. Kepala BIN Daerah Maluku Utara
16. Kesultanan Bacan
9. Sekretaris Provinsi Maluku Utara
17. Kesultanan Tidore
10. Badan Kesbangpol Prov. Maluku Utara
18. Kesultanan Jailolo

2. Secondary Stakeholder (Pemangku Kepentingan Sekunder): Adalah


mereka yang terkena dampak/terpengaruh secara tidak langsung dari tindakan
yang dilakukan oleh organisasi. Yang termasuk dalam Secondary Stakeholder
dalam perencanaan proyek perubahan ini dapat diidentifikasikan sebagai
berikut:

Page | 32
Tabel 10
Secondary Stakeholder
Stakeholder
11. Biro Humas dan Protokoler SETDA Prov.
1. Kepala Kanwil Maluku Utara
Maluku Utara
Kementerian Hukum dan HAM
12. Biro Kesra SETDA Prov. Maluku Utara
2. Rektor Universitas Khairun
13. Biro Pemerintahan SETDA Prov. Maluku
3. Rektor Universitas Muhammadiyah
Utara
Maluku Utara
14. Badan Pertanahan Nasional Maluku Utara
4. Badan Penanggulangan Bencana
15. Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB)
Daerah Prov. Maluku Utara
16. Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat
5. Dinas Pendidikan dan Pengajaran
(FKDM)
Prov. Maluku Utara
17. Forum Pembauran Kebangsaan (FPK)
6. Dinas Sosial Prov. Maluku Utara
18. Komunitas Intelijen Daerah (KOMINDA)
7. Dinas Perhubungan Prov. Maluku
19. Forum Koordinasi Penanggulangan
Utara
Terorisme (FKPT)
8. Dinas Energi Sumber Daya Mineral
20. Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)
Prov. Maluku Utara
Maluku Utara
9. Dinas Kehutanan Prov. Maluku Utara
21. Institut of Coffe
10. Dinas Pekerjaan Umum Prov. Maluku
22. Media Massa
Utara
23. Donatur / Sponsorship

3. Key Stakeholder (Pemangku Kepentingan Kunci – yang bisa juga


merupakan Primary dan Secondary stakeholders): Adalah mereka yang
mempunyai pengaruh signifikan di dalam organisasi. Yang termasuk dalam Key
Stakeholder dalam perencanaan proyek perubahan ini dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
Tabel 11
Key Stakeholder
Stakeholder
1. Gubernur Maluku Utara
10. Dinas Komunikasi Informatika dan
2. Pimpinan DPRD Prov. Maluku Utara
Persandian Prov. Maluku Utara
3. Wakil Gubernur Maluku Utara
11. Biro Hukum SETDA Prov. Maluku Utara
4. Kepala Kepolisian Daerah Maluku
12. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Utara
Kabupaten dan Kota di Wilayah Prov.
5. Komandan Korem 152 / Babullah
Maluku Utara
6. Komandan LANAL Laut Ternate
13. Kesultanan Ternate
7. Kepala BIN Daerah Maluku Utara
14. Kesultanan Bacan
8. Sekretaris Provinsi Maluku Utara
15. Kesultanan Tidore
9. Badan Perencanaan Pembangunan
16. Kesultanan Jailolo
Daerah Prov. Maluku Utara

Page | 33
E. Mapping Stakeholder

Berikut ditampilkan pemetaan terhadap stakeholder berdasarkan identifikasi


dan penggolongan.

Civil Society

Forum Masyarakat
Forum
Komunikasi Umat Maluku Utara Pembauran
Beragama (FKUB) Kebangsaan
Forum (FPK) Forum Koordinasi
Kewaspadaan Penanggulangan
Dini Masyarakat Teroris
(FKDM) (FKPT)
Masyarakat
Maluku Utara BPBD
BNN
Maluku Utara
Maluku Utara
Dikbud
Kanwil Hukum Maluku Utara
dan HAM Dinas Sosial
Maluku Utara KAPOLDA Gubernur
Masyarakat Maluku Utara
BPN Maluku Utara Wakil Gubernur
Maluku Utara Dishub
Maluku Utara KAJATI Pimpinan DPRD Maluku Utara
Maluku Utara
Rektor KAPOLDA Gubernur Sekretaris Dinas ESDM
DANREM
Universitas Maluku Utara Provinsi Maluku Utara
152/Babullah Wakil Gubernur
Khairun DANREM 152 Kesbangpol Dinas
Sekretaris
Rektor UMMU
DAN LANAL
DAN LANAL Project Provinsi Maluku Utara Kehutanan
Bappeda Maluku Utara
Komunitas KABINDA KABINDA Leader Bappeda Malut
Maluku Utara
Intelijen Daerah Kesultanan Diskominfosan Dinas PU
Kesultanan : Ternate Malut Diskominfosan Maluku Utara
KNPI
Maluku Utara - Ternate Bacan Biro Hukum Maluku Utara
- Bacan Tidore Kesbangpol
Institut of Coffe - Tidore Biro Hukum
Jailolo Kab/Kota
- Jailolo Kesbangpol
Media Massa Key Stakeholder Kab/Kota
Donatur /
Sponsorship
Private Public
Media Massa Dinas Kesehatan
Sector Maluku Utara
Sector
Primary Stakeholder
Biro Humas Protokoler
Maluku Utara
Biro Kesra
Maluku Utara
Biro Pemerintahan
Maluku Utara
Secondary Stakeholder

Gambar 6
Pemetaan Stakeholder

Keterangan :

= Key Stakeholder

= Primary Stakeholder

= Secondary Stakeholder

Page | 34
F. Stakeholder Matriks

Stakeholder Matriks ini merupakan instrumen yang sangat penting untuk


memahami konteks sosial dan kelembagaan dari satu kegiatan proyek perubahan.
Hal-hal yang diungkap dari tools ini bisa memberikan informasi sangat penting
seawal mungkin tentang:
1) Siapa saja yang akan dipengaruhi oleh proyek perubahan baik positif ataupun
negatif;
2) Siapa saja yang mungkin memberikan pengaruh terhadap proyek perubahan
baik positif ataupun negatif;
3) Individu, kelompok, dan lembaga apa saja yang perlu dilibatkan dalam proyek
perubahan serta bagaimana caranya; dan siapa saja yang perlu dibangun
kapasitasnya agar turut berpartisipasi aktif di dalamnya.
High

1. Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara 1. Gubernur Maluku Utara


2. Komandan LANAL Ternate 2. Wakil Gubernur Maluku Utara
3. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Prov. Maluku 3. Pimpinan DPRD Provinsi Maluku Utara
Utara 4. Kepala Kepolisian Daerah Maluku Utara
4. Dinas Sosial Prov. Maluku Utara 5. Komandan Korem 152 / Babullah
5. Dinas Energi SDM Prov. Maluku Utara 6. Kepala BIN Daerah Maluku Utara
6. Dinas Kehutanan Prov. Maluku Utara 7. Sekretaris Provinsi Maluku Utara
7. Kesultanan Ternate 8. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Prov. Maluku
8. Kesultanan Bacan Utara
9. Kesultanan Tidore 9. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov.
10. Kesultanan Jailolo Maluku Utara
11. Komunitas Intelijen Daerah 10. Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian
Prov. Maluku Utara
11. Biro Hukum SETDA Prov. Maluku Utara
12. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten
dan Kota di Wilayah Prov. Maluku Utara
Level of Power

1. Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) 1. Kepala Kanwil Malut Kementerian Hukum dan Hak
2. Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Asasi Manusia
3. Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) 2. Rektor Universitas Khairun
4. Forum Koordinasi Penanggulangan Teroris 3. Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara
(FKPT) 4. BPBD Prov. Maluku Utara
5. Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) 5. Dinas Perhubungan Prov. Maluku Utara
Maluku Utara 6. Dinas Pekerjaan Umum Prov. Maluku Utara
6. Institute of Coffee 7. Biro Humas dan Protokoler SETDA Prov. Maluku
Utara
8. Biro Kesra SETDA Prov. Maluku Utara
9. Biro Pemerintahan SETDA Prov. Maluku Utara
10. Media Massa
11. Donatur / Sponsorship
Low

Low High
Level of Interest

Gambar 7
Stakeholder Matriks

Page | 35
Ada empat area dalam stakeholder matriks yang perlu diperhatikan. Pemahaman
akan keempatnya sangat penting karena akan menentukan perlakuan atau
metode/cara apa yang akan dilakukan untuk berkomunikasi dengan para
stakeholder ini. Area ini adalah:

1. Minimal Effort : Low Power-Low Interest: Minimal Effort (Kekuatan Rendah-


Minat Rendah)
Kelompok ini tidak (dan tidak diharapkan) untuk secara aktif terlibat dalam
proyek. Kelompok ini bahkan tidak tahu dan tidak mau tahu lebih dalam
mengenai proyek. Namun, kita tetap harus tahu siapa mereka. Tetap Awasi
/Monitor mereka dan kemungkinan mereka untuk berpindak ke kategori
pelanggan/pemangku kepentingan lainnya.

2. Keep Satisfied : High Power-Low Interest (Kekuatan Tinggi-Minat Rendah)


Kelompok ini adalah kelompok pihak-pihak yang memiliki wewenang dalam
mengambil keputusan. Mereka tidak memiliki kepentingan dan kesediaan untuk
terlibat secara aktif. Biasanya sulit untuk menjangkau dan berkomunikasi
dengan kelompok ini secara konsisten. Dalam mengelola kelompok ini
dibutuhkan strategi keterlibatan proaktif untuk membuat mereka puas/keep
them satisfied.

3. Keep Informed : High Interest-Low Power (Minat Tinggi-Kekuatan Rendah)


Kelompok ini terpengaruh oleh proyek namun tidak memberi dampak besar
pada proyek. Kelompok ini meminta waktu yang lebih banyak daripada yang
bisa kita berikan kepada yang lain. Karena itu penting untuk menemukan cara
yang efisien untuk membuat mereka terinformasikan / keep them informed.
Beberapa cara yang bisa digunakan: Jejak Pendapat, Email Updates,
Presentasi, Publikasi.

4. Key Player : High Interest-High Power (Minat Tinggi-Kekuatan Tinggi)


Biasanya kelompok ini adalah pengambil kebijakan dan pemangku jabatan lain
yang berwenang mengambil keputusan. Mereka Biasanya mudah diidentifikasi.
Kelompok ini sangat penting karena dapat mengganggu/ mempertahankan/
mengembangkan proyek. Kelompok ini biasanya mudah dilibatkan/actively
engage dengan cara memberlakukan komunikasi yang transparan dan
konsisten.

Page | 36
VIII. PERSETUJUAN

Demikian Rencana Proyek Perubahan ini dibuat untuk dijadikan pedoman


dalam penyusunan implementasi Proyek Perubahan.

Makassar, 24 Juni 2019

PESERTA DIKLAT, MENTOR,

OMAR FAUZY MS, S.Sos Ir. H.M. AL YASIN ALI, M.M.T


NIP. 19700704 201602 1 001

COACH

FIRDAUS HAFID, S.S,. M.LMed.

Page | 37

Anda mungkin juga menyukai