Anda di halaman 1dari 12

PENANGGULANGAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI

GERAKAN PEMERINTAH REVOLUSIONER REPUBLIK INDONESIA/ PERJUANGAN RAKYAT SEMESTA (PRRI/PERMESTA) Gerakan PRRI/Permesta muncul di tengah-tengah keadaan politik yang sedang bergolak, yaitu kondisi yang tidak stabil dalam pemerintahan, masalah korupsi, perdebatan-perdebatan dalam Konstituante, serta pertentangan dalam masyarakat mengenai konsepsi Presiden. Beberapa panglima militer membentuk dewan-dewan daerah, yaitu Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dibentuk oleh Letkol Achmad Husein pada tanggal 20 Desember 1956, Dewan Gajah yang dibentuk oleh Kolonel Maludin Simbolon di Medan pada tanggal 22 Desember 1956, dan Dewan Garuda di Sumatera Selatan serta Dewan Manguni di Manado yang dibentuk oleh Letkol Ventje Sumual pada tanggal 18 Februari 1957. Pada tanggal 10 Februari 1958, Krtua Dewan Banteng, Achmad Husein, mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat yang menyatakan bahwa Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam. Menerima pernyataan ultimatum itu, pemerintah bertindak tegas dan memberhentikan secara tidak hormat Achmad Husein, Maludin Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambak dari kedudukannya sebagai perwira-perwira TNI. Pada tanggal 12 Februari 1958, KSAD A.H. Nasution mengeluarkan perintah untuk membekukan Komando Daerah Militer Sumatera Tengah dan selanjutnya menempatkannya langsung di bawah komando KSAD. Pada tanggal 15 Februari 1958, Achmad Husein memproklamasikan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Padang dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menterinya. Untuk memulihkan kembali keadaan negara, pemerintah dan KSAD memutuskan untuk melancarkan operasi militer yang merupakan gabungan dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Operasi ini diberi nama Operasi 17 Agustus. Pekanbaru berhasil diduduki oleh Pasukan APRI sejak tanggal 14 Maret 1958 dan dari sini operasi dikembangkan ke pusat pemberontak. Akhirnya pada tanggal 4 Mei 1958, Bukittinggi dapat direbut kembali. Proklamasi PRRI yang diumumkan pada tanggal 15 Februari 1958 di Padang mendapat sambutan dari Indonesia Timur. Dalam rapat raksasa yang diselenggarakan di beberapa tempat di daerah-daerah Komando Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah (KDMSUT), Kolonel D.J. Somba mengeluarkan pernyataan bahwa sejak tanggal 17 Februari 1958 daerah Sulawesi Utara dan Tengah memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat serta mendukung Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pernyataan yang dikeluarkan oleh D.J. Somba ialah pernyataan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Untuk menghadapi Permesta pemerintah mengadakan Operasi Sapta Marga pada bulan April 1958. Ternyata Permesta mendapat bantuan dari pihak asing, terbukti dengan

tertembak jatuhnya pesawat asing yang dikemudikan oleh A.L. Pope (warga negara Amerika Serikat), pada tanggal 18 Mei 1958 di atas kota Ambon. Gerakan Permesta baru dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, tetapi sisa-sisanya baru dapat ditumpas tahun 1961.

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB 1 PENDAHULUAN 1. Landasan Pemikiran 1 2. Analisa Permasalahan 1 BAB 2 PEMBAHASAN 1. Latar Belakang 1 2. Membangun Moral Siswa dengan Penanaman Nasionalisme 4 3. Pentingnya Membangun Moral Melalui Penanaman Nasionalisme 5 4. Pencegahan dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi Bangsa 6 4.1 Ancaman Disintegrasi Bangsa Pasca Reformasi 7 4.2 Keaneka ragaman masyarakat Indonesia 8 4.3 Konflik-konflik Pacsa Reformasi 9 4.4 Stabilitas Keamanan yang mantap dan dinamis 10 4.5 Stabilitas Keamanan yang mendukung Integrasi Bangsa 10 4.6 Menegakkan Peraturan Hukum yang berlaku 11 5. Analisis terhadap Pengaruh Lingkungan Strategi 11 6. Analisis terhadap Pengaruh Otonomi Daerah 12 BAB 3 PENYELESAIAN MASALAH 1. Solusi 15 BAB 4 PENUTUP 1. Kesimpulan 17 2. Saran 19 DAFTAR PUSTAKA BAB 1 PENDAHULUAN 1. Landasan Pemikiran Potensi disintegrasi bangsa di Indonesia sangatlah besar hal ini dapat dilihat dari banyaknya permasalahan yang kompleks yang terjadi dan apabila tidak dicari solusi pemecahannya akan berdampak pada meningkatnya eskalasi konflik menjadi upaya memisahkan diri dari NKRI. Kondisi ini dipengaruhi pula dengan menurunnya rasa nasionalisme yang ada didalam masyarakat dan dapat berkembang menjadi konflik yang berkepanjangan yang akhirnya mengarah kepada disintegrasi bangsa, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan yang bijaksana untuk mencegah dan menanggulanginya sampai pada akar

21

permasalahannya secara tuntas maka akan menjadi problem yang berkepanjangan. Oleh karena itu diperlukan landasan pemikiran yang terkait, diantaranya : 1. Pancasila sebagai landasan Idiil. 2. UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional. 3. Wawasan Nusantara sebagai landasan visional. 4. Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional. 5. Ketetapan MPR Nomor : V / MPR / 2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional 2. Analisa Permasalahan

Dalam rangka merumuskan kebijakan, upaya dan strategi dalam menanggulangi dan mencegah ancaman disintegrasi bangsa maka perlu mengetahui karakteristik penyebab terjadinya ancaman disintegasi bangsa yang terjadi saat-saat ini. Oleh karena itu maka dapat dianalisa melalui beberapa faktor diantaranya sebagai berikut : 1. Membangun Moral Siswa dengan Penanaman Nasionalisme 2. Pentingnya Membangun Moral Melalui Penanaman Nasionalisme 3. Pencegahan dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi Bangsa 4. Ancaman Disintegrasi Bangsa Pasca Reformasi 5. Keanekaragaman masyarakat Indonesia 6. Konflik-konflik Pacsa Reformasi 7. Stabilitas Keamanan yang mantap dan dinamis 8. Stabilitas Keamanan yang mendukung Integrasi Bangsa 9. Menegakkan Peraturan Hukum yang berlaku 10. Analisis terhadap Pengaruh Lingkungan Strategi 11. Analisis terhadap Pengaruh Otonomi Daerah BAB 2 PEMBAHASAN 1. Latar Belakang

Sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak akan lepas dari tudingan masyarakat jika ada kenakalan remaja atau tawuran antar siswa. Kemerosotan moral siswa yang kerap terjadi seakan-akan merupakan kegagalan lembaga pendidikan untuk membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Terlebih lagi guru agama dan guru PPKn, selalu menjadi sasaran empuk yang dituduh gagal membentuk moral siswa. Sebenarnya penanaman moral sangat terkait dengan semua guru, orang tua, dan masyarakat. Kalau dikaji secara detail, penyebab kemerosotan moral pada diri anak bukan hanya karena adanya penurunan akhlak dan kurangnya pemahaman terhadap nilai agama. Penyebab kemerosotan moral sering terjadi karena kurangnya perhatian orang tua sehingga anak merasa terabaikan. Penyebab lain yang besar peranannya terhadap kemerosotan moral siswa adalah menurunnya rasa nasionalisme dalam diri siswa. Di sisi lain, sibuknya pemerintah, para pejabat, pemerhati pendidikan, dan masyarakat

tentang persoalan ekonomi yang makin tidak menentu membuat kita lupa untuk terus menanamkan rasa nasionalisme dalam diri siswa. Kenyataan ini harus kita akui karena rasa nasionalisme sangat berpengaruh terhadap moral siswa. Dengan rasa nasionalisme yang tinggi, anak akan lebih mencintai dirinya sendiri sehingga kecil kemungkinannya mereka akan menjerumuskan dirinya untuk hal yang tidak berguna. Terhadap sesama teman, mereka akan merasa senasib seperjuangan sebagai bangsa Indonesia yang utuh. Adanya rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi antar anak membuat salah satu di antara mereka tidak tega menyakiti yang lainnya. Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) yang memiliki keaneka ragaman baik dilihat dari segi ras, agama, bahasa, suku bangsa dan adat istiadat, serta kondisi faktual ini disatu sisi merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain yang tetap harus dipelihara. Keanekaragaman tersebut juga mengandung potensi konflik yang jika tidak dikelola dengan baik dapat mengancam keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa, seperti gerakan separatisme yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan yang dapat mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa. Ancaman disintegrasi bangsa dibeberapa bagian wilayah sudah berkembang sedemikian kuat. Bahkan mendapatkan dukungan kuat sebagian masyarakat, segelintir elite politik lokal maupun elite politik nasional dengan menggunakan beberapa issue global Issue tersebut meliputi issu demokratisasi, HAM, lingkungan hidup dan lemahnya penegakan hukum serta sistem keamanan wilayah perbatasan. Oleh sebab itu, pengaruh lingkungan global dan regional mampu menggeser dan merubah tata nilai dan tata laku sosial budaya masyarakat Indonesia yang pada akhirnya dapat membawa pengaruh besar terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk pertahanan keamanan. 2. Membangun Moral Siswa dengan Penanaman Nasionalisme Manusia tidak bisa lepas dari kata moral. Karena hanya manusia yang mempunyai kesadaran untuk berbuat baik atau buruk. Bahwa kata moral mengacu pada baik dan buruknya manusia terkait dengan tindakannya, sikapnya dan cara mengungkapkannya. Sedangkan pengertian moral menurut Mahendra, adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Masalah moral harus diperhatikan setiap manusia, karena baik buruknya moral setiap pribadi menentukan kualitas suatu bangsa. Nilai moral bangsa Indonesia dilandasi nilainilai Pancasila sebagai dasar negara. Karena dengan nilai-nilai Pancasila kita dapat bertindak dan bersikap sebagai makhluk Tuhan serta sebagai bagian dari komunitas sebuah Negara. Dalam hubungannya dengan bangsa dan negara setiap pribadi juga dituntut untuk mempunyai rasa kebangsaan atau nasionalisme. Nasionalisme secara teoritis adalah persatuan secara kelompok dari suatu bangsa yang mempunyai sejarah, bahasa dan pengalaman bersama. Nasionalisme bangsa Indonesia merupakan perwujudan rasa cinta bangsa Indonesia terhadap Negara dan tanah air berdasarkan Pancasila. Nasionalisme yang dilandasi Pancasila menuntun kita untuk memiliki sikap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, tenggang rasa, dan merasa bahwa

bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia. Membangun moral dengan nasionalisme harus ditanamkan sejak dini, terutama pada siswa usia Sekolah Dasar (SD). Sebab di SD merupakan basic pendidikan, sedangkan moral merupakan landasan utama dalam melakukan seluruh aktivitas dalam kehidupan. Pergaulan siswa SD belum begitu komplek dibanding siswa SMP atau SMA. Oleh karena itu jika penanaman moral dimulai sejak SD akan lebih mengakar dan tertanam dalam diri siswa. 3. Pentingnya Membangun Moral Melalui Penanaman Nasionalisme

Arus globalisasi dan modernisasi membuat generasi muda hanyut dalam gaya hidup dan sikap individualis, acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar dan tidak peduli dengan tangung jawab moral. Banyak generasi muda yang hanyut dalam gemerlap dunia, mengisi waktu untuk kesenangan pribadi tanpa memikirkan masa depannya. Lebih menyedihkan lagi jika mereka lupa bahwa sebenarnya mereka adalah sumber kekuatan moral yang diharapkan agar selalu menjunjung kebenaran sesuai hati nurani dan berjiwa patriotisme. Jika pembangunan moral dengan nasionalisme ini terlaksana, kemungkinan besar siswa tidak membuang waktu untuk hal yang tidak berguna, apalagi merugikan diri sendiri. Rasa nasionalisme dapat mendorong mereka untuk lebih menghargai nilai kemerdekaan dan arti hidup dengan hal-hal yang positif. Terhadap sesama teman akan ada rasa saling asih mengasih dan semangat untuk selalu bersatu sebagai sesama anak bangsa, yang dilahirkan dan dibesarkan di tanah air yang sama. Mereka akan merasa bangga dengan adanya kemajemukan bangsa Indonesia sebagai kekayaan yang harus dipertahankan. Kesadaran akan persatuan dan kesatuan bangsa penting bagi generasi muda sebagai sistem nilai sehingga secara moral mereka akan berbuat baik dalam setiap tindakan dan gerak hati nuraninya. Lebih penting lagi mereka pandai melihat peluang untuk mencapai eminensi dalam hidupnya, kesuksesan masa depannya. Dampak positif nasionalisme telah tercatat sebagai prestasi gemilang dalam sejarah, yaitu dengan lahirnya Boedi Oetomo 20 Mei dan peristiwa Sumpah Pemuda 1928, yang mengandung nilai urgen berupa kesatuan. Selain itu Sumpah pemuda merupakan wujud pengusungan faham nasionalisme, melalui penyatuan keinginan bersama untuk membuat negeri ini merdeka. 4. Pencegahan dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi Bangsa Permasalahan konflik yang terjadi saat ini antar partai, daerah, suku, agama dan lainlainnya ditenggarai sebagai akibat dari ketidak puasan atas kebijaksanaan pemerintah pusat, dimana segala sumber dan tatanan hukum dinegara ini berpusat. Dari segala bentuk permasalahan baik politik, agama, sosial, ekonomi maupun kemanusiaan, sebenarnya memiliki kesamaan yakni dimulai dari ketidakadilan yang diterima oleh masyarakat Indonesia pada umumnya sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, terutama bila kita meninjau kembali kekeliruan pemerintah masa lalu dalam menerapkan dan mempraktekkan kebijaksanaannya. Dalam kecenderungan seperti itu, maka kewaspadaan dan kesiapsiagaan nasional dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa harus ditempatkan pada posisi yang tepat sesuai dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk mencegah

ancaman disintegrasi bangsa harus diciptakan keadaan stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis dalam rangka mendukung integrasi bangsa serta menegakkan peraturan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4 . 1 Ancaman Disintegrasi Bangsa Pasca Reformasi Ancaman Pasca reformasi berbagai bentuk kekerasan telah terjadi diberbagai tempat dalam bingkai NKRI. Citra NKRI sebagai negara yang ramah dan penuh santun mulai luntur bahkan hilang ditelan gelombang dan derasnya arus reformasi. Munculnya konflik yang berbasis sentimen primordial dengan sebab-sebab yang tidak terduga telah memberikan wajah baru pada NKRI. Konflik yang muncul tidak berada dalam ruang hampa. Namun berada diatas timbunan dibawah karpet tebal kesatuan dan persatuan yang menghimpit ke Bhinekaan pada jaman Orde Baru. Reformasi telah membuka semua saluran yang dimampatkan dengan pendekatan keamanan, membuat beragam kepentingan yang lama terpendam mencuat keatas permukaan. Gambarannya semakin jelas, khususnya pasca reformasi ketika relasi-relasi kekuasaan yang semula mapan menjadi tergoyahkan dan batas-batas identitas kembali digugat. Dalam situasi seperti ini konflik menjadi suatu keniscayaan, berbagai konflik seperti hal biasa misalnya dalam Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) dan pemekaran wilayah yang dalam banyak hal tampaknya lebih didasari kepentingan politik daripada ketimbang kesejahteraan rakyat. Perjalanan reformasi kadang-kadang melahirkan ketidak pastian hukum dan mempertaruhkan esensi demokrasi itu sendiri. Munculnya Perda-perda bernuansa agama serta moralitas salah satu hasilnya adalah lebih digunakan untuk mengalihkan perhatian dari persoalan-persoalan riil didaerah yang tak mampu dicarikan solusinya oleh para pemimpin daerah. Apabila hal ini dapat dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara maka akan terbangun rasa cinta tanah air, oleh karena itu perlu mendefinisikan kembali masa depan kebangsaan dan demokrasi Indonesia yang menghargai keberagaman dalam berbagai perbedaan sekaligus menumbuh kembangkan rasa persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI. 4 . 2 Keaneka ragaman masyarakat Indonesia Pandangan bahwa pruralitas, suku, agama, ras dan antar golongan sebagi penyebab konflik atau kekerasan massal, tidak dapat diterima begitu saja. Pendapat ini benar mungkin untuk sebuah kasus, tapi belum tentu benar untuk kasus yang lain. Segala macam peristiwa dan gejolak sosial budaya termasuk konflik dan kekerasan massal pada dasarnya tidaklah lahir begitu saja, akan tetapi ada kondisi-kondisi struktural dan kultural tertentu dalam masyarakat yang beraneka ragam, tetapi bukan tanpa batas dan merupakan hasil dari suatu proses sejarah yang bersifat khusus. Faktor lain yang terjadi dikawasan timur Indonesia memiliki komposisi keragaman etnik yang banyak dalam bentuk kelompok suku-suku kecil dan rentan, sedang kawasan barat Indonesia di pulau-pulau besar tinggal kelompok suku-suku yang besar yang relatif miskin sumber daya alam, membuat mereka bergerak mengeksploitasi SDA di kawasan timur Indonesia, bahkan nyaris menggusur partisipasi penduduk setempat. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pendatang dan penduduk asli. Keadaan ini membuat penduduk setempat menjadi antipati terhadap pendatang, sementara pendatang yang sukses justru memanfaatkan ketertinggalan penduduk setempat sebagai kelemahan

mereka. 4 . 3 Konflik-konflik Pacsa Reformasi Secara sadar kita harus mengakui bahwa pasca reformasi telah terjadi ancaman disintegrasi bangsa yang mencakup lima wilayah. Pertama. Kekerasan memisahkan diri di Timor-Timor setelah jajak pendapat tahun 1999 yang pada akhirnya lepas dari NKRI, di Aceh sebelum perundingan Helsinki dan beberapa kasus di Papua. Kedua. Kekerasan komunal berskala besar, baik antar agama, intra agama, dan antar etnis yang terjadi Kalimatan Barat, Maluku, Sulawesi Tengah, dan Kalimatan Tengah. Ketiga. Kekerasan yang terjadi dalam skala kota dan berlansung beberapa hari seperti peristiwa Mei 1998, huru-hara anti Cina di Tasikmalaya, Banjarmasin, Situbondo dan Makassar. Keempat. Kekerasan sosial akibat main hakim sendiri seperti pertikaian antar desa dan pembunuhan dukun santet di Jawa Timur 1998. Kelima. Kekerasan yang terkait dengan terorisme seperti yang terjadi di Bali dan Jakarta. Semua itu belum termasuk konflik kekerasan yang diakibatkan Pilkada dan issu pemekaran yang menggunakan rakyat sebagi objek kepentingan politik kekuasaan para elit politik baik lokal maupun nasional. 4 . 4 Stabilitas Keamanan yang mantap dan dinamis Dalam rangka menjaga keutuhan bangsa dan negara kondisi stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis diseluruh wilayah tanah air merupakan syarat mutlak. Artinya setiap gangguan dan ancaman yang datang disebagian wilayah NKRI pada hakekatnya ancaman bagi seluruh wilayah NKRI. Menciptakan keamanan merupakan tanggung jawab semua pihak (Warga Negara) dengan pihak aparat keamanan (TNI dan POLRI) sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Tanpa adanya stabilitas keamanan di suatu daerah, sudah dapat dipastikan akan terganggu roda pembangunan dalam banyak hal. Oleh karena itu gangguan keamanan/konflik yang terjadi di beberapa daerah perlu dilakukan penangganan yang serius agar tidak terjadi sikap balas dendam dan luka yang terus berlanjut bahkan dapat mengancam perpecahan bangsa. 4 . 5 Stabilitas Keamanan yang mendukung Integrasi Bangsa Mencermati masalah keamanan dibeberapa daerah yang cukup serius dan segera harus diselesaikan melalui langkah-langkah yang komprehensif. Guna mendorong kembalinya semangatnya persatuan bangsa dan kesatuan wilayah yang telah dimiliki dan guna mencegah disintegrasi bangsa tidak ada alternatif lain mengembalikan kondisi aman yang didambakan oleh seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia. Stabilitas keamanan di daerah konflik yang cenderung mengarah kepada disintegrasi bangsa harus terus diciptakan dengan pendekatan komprehensif baik dari aspek ekonomi, sosial budaya, politik maupun dari pendekatan hukum dengan dibantu aparat hukum yang terus melakukan tindakan konkrit dan koordinatif serta tetap mengedepankan semangat kebersamaan dalam menciptakan keutuhan bangsa dan negara. 4 . 6 Menegakkan Peraturan Hukum yang berlaku Melihat, memperhatikan dan mencermati kondisi keamanan diberbagai daerah yang rawan konflik saat ini serta kondisi bangsa supaya tidak terjadi ancaman disintegrasi bangsa pemerintah pusat, instansi maupun daerah dalam hal ini pihak keamanan/aparat keamanan harus menegakkan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku

serta melakukan tindakan persuasif dan pendekatan keamanan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. Guna mendorong kembali semangat persatuan, kesatuan wilayah dan bela negara sebaiknya pemerintah mencari terobosan lain untuk mensosialisasikan Pancasila agar dapat dihayati dan diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun yang paling penting adalah bagaimana contoh dan ketauladan dari semua penyelenggara negara, tokoh formal maupun informal terhadap rakyatnya dalam berpikir, bersikap dan bertindak yang pada berdasarkan Pancasila sebagai ideologi, pandangan hidup serta dasar negara. 5. Analisis terhadap Pengaruh Lingkungan Strategi a. Dalam mengatasi ancaman separatisme, gerombolan bersenjata, radikal kiri dan kanan yang sekarang tersebar di wilayah Indonesia seperti RMS, OPM, Eks Para Napol/Tapol PKI dan lain-lain yang merupakan ancaman serius yang dihadapi bangsa Indonesia walapun masalah GAM telah terselesaikan dan teratasi tetapi dilain sisi tetap harus terus dipantau segala bentuk kegiatan yang dilakukannya serta perlu mendapatkan perhatian khusus. Oleh karena itu pemerintah harus tanggap dan cepat bertindak dalam menghadapi permasalahan ini, untuk itu pemerintah harus bertindak tegas dalam menyelesaikan masalah separatis maupun sejenisnya demi keutuhan bangsa dan negara dan tidak membiarkan kondisi ini terus berlarut-larut. b. Sebagai bangsa yang heterogen Indonesia dengan bermacam-macam suku, budaya, agama dan adat berpeluang terjadinya konflik komunal (SARA). Faktor-faktor keberagaman ini menjadi celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengganggu stabilitas keamanan dan keutuhan Indonesia. Dampak-dampak yang timbul dari konflik diatas menyebabkan terjadinya gelombang pengungsian besar-besaran, kerugian harta benda, korban jiwa serta kerusakan lingkungan dan infrastruktur dalam jumlah yang tidak sedikit, sehingga keamanan nasional masyarakat didaerah konflik dan kondisi stabilitas nasional terganggu. 6. Analisis terhadap Pengaruh Otonomi Daerah Dalam era transisi dari masa orde baru ke masa reformasi kebijakan sentralistik ke desentralistik demokratis sebagaimana yang dituju dalam pemerintahan nasional ditandai dengan pemberlakuan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 Bab I, pasal 1, ayat 5 tentang Pemerintahan Daerah, tetapi masih ditemui beberapa kendala yang masih perlu diatasi bersama dengan berbagai pihak yang terkait. Dari kendala-kendala yang terjadi beberapa permasalahan yang mengandung potensi instabilitas yang dapat mengarah melemahnya ketahanan nasional di daerah-daerah bahkan dapat memicu terjadinya disintegrasi bangsa bila tidak egera ditangani. Kendalakendala yang terjadi diantaranya yaitu : a. Masalah DPRD sebagai konsekwensinya diberlakukannya UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik dan UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum sebagai Tuntutan Fundamental Reformasi yang melahirkan Pemilihan Umum secara Multi Partai. Lahirnya Lembaga Legislatif yang merupakan representasi dari partai peserta pemilu memiliki kemampuan yang beragam. Banyak yang berpendapat bahwa kapabilitas dan kredibilitas Anggota DPRD tidak merata bahkan ada yang kurang memahami tentang pemerintahan dan dinilai ada beberapa pihak yang berorientasi menuntut haknya namun

kurang memperhatikan apa yang jadi kewajibannya. b. Mengenai Perimbangan keuangan daerah dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Bab I pasal 1 ayat 3 mengatakan Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proposional, demokratis, transparan dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. c. Dampak dari agenda nasional dan pengaruh issu global terutama demokratisasi dan hak asasi manusia, masyarakat semakin memahami akan haknya sebagai warga negara, tetapi ada kecenderungan kurang memahami akan kewajibannya, masyarakat makin kritis, reaktif dan proaktif dalam menuntut hak-haknya kepada pemerintah, namun kurang mau mengerti akan kesulitan pemerintah pusat termasuk pemerintah daerah. Oleh karena itu dalam Otonomi Daerah, Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah harus mampu untuk mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mampu menumbuhkan kreasinya guna membangun suatu program atau ide yang dapat memberi kontribusi bagi daerahnya. d. Dana bantuan dari pemerintah pusat yang diberikan kepada beberapa daerah khusus dalam masalah pendanaan membuat para pejabat daerah yang mendapatkan dana tersebut terbuai akan pemberian atau pencairan bantuan dana tersebut, sehingga tidak pernah memikirkan akan pembangunan didaerahnya sendiri, dimana dana tersebut diperuntukkan untuk membiayai kebutuhan dalam rangka pembangunan sarana maupun prasarana umum yang masih tertinggal dari daerahnya. Sehingga masyarakat mengangap bahwa pemerintah pusat tidak membantu dan memberikan dana serta perhatian kepada daerah yang tertinggal. Untuk itu pemerintah pusat harus bertindak tegas dalam masalah pemberian dana bantuan daerah tertinggal tersebut, karena dikhawatirkan masyarakat tidak akan percaya dan menuntut kepada pemerintah pusat akibat dari permasalahan tersebut. BAB 3 PENYELESAIAN MASALAH 1. Solusi

Penanaman moral melalui seruan agama sudah banyak dilakukan oleh para guru di sekolah dan para dai serta pemuka di lingkungan masyarakat. Tetapi membuka kembali sejarah berdirinya bangsa dan negara Indonesia banyak terlupakan. Padahal pengalaman nenek moyang dan para pejuang bangsa merupakan pelajaran yang tak kalah besar peranannya dalam membentuk moral, watak dan peradaban bangsa yang bermartabat. Juga bukan salah guru PPKn, IPS, atau agama sebagai guru yang diberi tugas menyampaikan materi seputar akhlakulkarimah dan sejarah perjuangan bangsa. Pembentukan moral siswa melalui penanaman semangat nasionalisme merupakan tanggung jawab semua kalangan masyarakat. Tidak hanya di bangku sekolah sebagai lembaga pendidikan, penanaman rasa nasionalisme dapat dimulai dari lingkungan tempat tinggal mereka. Misalnya, sering kali memperdengarkan lagu-lagu nasional di rumah atau lingkungan masyarakat dapat mempertebal rasa nasionalisme.

Upaya mempertebal rasa nasionalisme juga dapat dilakukan dengan penayangan film sejarah perjuangan bangsa di televisi. Karena ternyata media televisi lebih menarik anak dari pada ceramah yang dilakukan guru dan pemuka masyarakat. Hal ini dimaksudkan supaya anak-anak mengerti betapa berat perjuangan bangsa ini untuk mencapai kemerdekaan. Upaya lain misalnya dengan mengajak siswa dan memperkenalkan tempat-tempat bersejarah seperti museum, mengakrabkan nama-nama dan gambar pahlawan pejuang bangsa, atau mengajak siswa berziarah ke taman makam pahlawan. ziarah ke makam pahlawan perlu dilakukan agar anak-anak menghargai jasa pahlawan dan menumbuhkan jati diri mereka sejak dini. Penanaman nasionalisme juga dapat diwujudkan dengan cara membiasakan memakai produk dalam negeri sehingga timbul rasa cinta untuk menghargai hasil karya anak negeri sendiri. Dapat dikatakan, jika nasionalisme kita kurang kuat, akan banyak produk-produk budaya luar yang menggeser produk budaya kita. Satu hal yang tidak boleh dilupakan juga, bahwa generasi tua, dalam hal ini guru, harus bisa menjadi panutan bagi generasi muda. Terlebih lagi anak pada usia dini, biasanya memiliki figur yang ingin diteladani. Tidak dapat dipungkiri kalau figur tersebut mempengaruhi pembentukan mental siswa yang sedang mencari jati diri. BAB 4 PENUTUP 1. Kesimpulan Kondisi NKRI secara nyata harus diakui oleh setiap warganegara bila ditinjau dari kondisi geografi, demografi, dan kondisi sosial yang ada akan terlihat bahwa pluralitas, suku, agama, ras dan antar golongan dijadikan pangkal penyebab konflik atau kekerasan massal, tidak bisa diterima begitu saja.. Pemberlakuan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 merupakan implikasi positif bagi masa depan pemerintahan daerah di Indonesia namun berpotensi untuk terciptanya sikap fanatisme primodialisme yang sempit, sektarianisme dan supranasionalisme. Kondisi ini terjadi karena tidak semua masyarakat mengetahui tujuan pemberlakuan otonomi daerah bagi sebuah negara kesatuan RI. PILKADA dan pertarungan elit politik yang diimplementasikan kedalam bentuk penggalangan massa, dengan alasan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, namun sarat dengan kepentingan pribadi atau politik yang pada akhirnya dapat menciptakan konflik horizontal maupun vertikal, dalam penyelesaiannya tidak pernah tuntas. Kepemimpinan (leadership) dari tingkat elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah, sangat menentukan dalam rangka meredam konflik yang terjadi saat ini. Sedangkan peredaman konflik pada skala kejadiannya memerlukan tingkat profesionalisme dari seluruh aparat hukum dan instansi terkait secara terpadu dan tidak berpihak pada sebelah pihak. Kemerosotan moral generasi muda dapat dikurangi dengan cara menanamkan rasa nasionalisme sejak usia dini. Rasa nasionalisme tersebut dapat diterapkan dengan sering memperdengarkan lagu nasional, memperingati hari kemerdekaan dan hari besar nasional, memperkenalkan gambar-gambar pahlawan pejuang kemerdekaan, mengajak

ziarah ke taman makam pahlawan, dan penayangan film sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Membentuk moral dengan menanamkan nasionalisme penting karena dapat mendorong generasi muda untuk menghargai arti kemerdekaan dengan hal-hal yang positif, dan agar timbul kesadaran akan persatuan dan kesatuan bangsa sehingga secara moral mereka terdorong untuk berbuat baik. Dalam membangun moral dengan penanaman nasionalisme diperlukan kerja sama dan saling bahu membahu antara semua pihak, yaitu lembaga pendidikan, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Semua pihak hendaknya bisa menjadi contoh teladan bagi siswa sebagai generasi penerus pembangunan. Faktor utama perekat persatuan bangsa adalah kebhinekaan budaya Indonesia dan bukan manjadi halangan untuk mewujudkan persatuan bangsa. Justru budaya yang beraneka ragam tsb justru amapu berhubungan dan berinteraksi satu dengan yang lainnya secara selaras dan serasi. Oleh sebab itu perlu selalu disadari dan dipahami bersama bahwa bangsa Indonesia ini memang bentuk dari suku-suku bangsa yang memiliki budaya yang beraneka ragam. Langkah utama yang perlu ditempuh dalam rangka membangun kehidupan bagi bangsa Indonesia di masa depan adalah menggunakan konsepsi kemandirian lokal, yaitu pendekatan kebudayaan sebagai bagian utama dari strategi pembangunan masyarakat dan bangsa. Implementasi pendekatan kebudayaan dalam pembangunan bangsa diyakini akan dapat menumbuhkan kebanggan pada setiap anak bangsa terhadap diri dan budayanya dan pada gilirannya akan menumbuhkan pula toleransi dan pengertian akan keberadaan budaya lainnya 2. Saran Untuk mendukung terciptanya keberhasilan suatu kebijakan dan strategi pertahanan serta upaya-upaya apa yang akan ditempuh, maka disarankan beberapa langkah sebagai berikut : Pemerintah perlu mengadakan kajian secara akademik dan terus menerus agar didapatkan suatu rumusan bahwa nasionalisme yang berbasis multi kultural dapat dijadikan ajaran untuk mengelola setiap perbedaan agar muncul pengakuan secara sadar/tanpa paksaan dari setiap warga negara atas kemejemukan dengan segala perbedaannya. Setiap pemimpin dari tingkat desa sampai dengan tingkat tertinggi , dalam membuat aturan atau kebijakan haruslah dapat memenuhi keterwakilan semua elemen masyarakat sebagai warga negara. Setiap warga negara agar memiliki kepatuhan terhadap semua aturan dan tatanan yang berlaku, kalau perlu diambil sumpah seperti halnya setiap prajurit yang akan menjadi anggota TNI dan tata cara penyumpahan diatur dengan Undang-undang. Sebaiknya diadakan suatu konsensus nasional yang berisi pernyataan bahwa setiap warga negara Indonesia cinta damai, persatuan dan kesatuan dan rela berkorban untuk mementingkan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi atau golongan. Menghimbau para musisi agar mau menciptakan suatu karya musik atau lagu-lagu yang mengobarkan rasa cinta tanah air dan bangga menjadi Bangsa Indonesia. Berdasarkan pengalaman sejarah telah membuktikan betapa dahsyatnya sebuah lagu mempunyai pengaruh terhadap para pejuang kemerdekaan dimasa lalu. Pendidikan jangka panjang harus memperkenalkan tentang perbedaan umat manusia

dan kemajemukan budaya bangsa Indonesia dari tingkat sekolah yang terendah sampai yang tertinggi secara bertahap, bertingkat dan berlanjut. Perlu dihimbau semua insan jurnalistik/pers dengan memperkenalkan rasa nasionalisme diatas segalanya bagi keutuhan NKRI, sehingga dapat memposisikan diri dalam keikutsertaan meredam konflik dan bukannya memperbesar melalui berita-berita yang berdampak kebencian dan prsangka buruk bagi setiap warga negara. Menumbuhkan rasa nasionalisme yang mulai luntur, jika perlu mungkin dibuat semacam deklarasi Nasional oleh pemerintah dengan tekad memelihara keutuhan persatuan dan kesatuan NKRI. Suatu deklarasi yang tepat akan dapat menjadi pemicu tumbuhnya rasa nasionalisme. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa nasionalisme sebangsa dan setanah air dalam NKRI, harus dicari lagi terobosan lain yang dimana tugas dan fungsinya minimal sama dengan BP-7 yang telah dibubarkan namun tidak bersifat doktriner karena berdasarkan hasil penelitian didaerah, masyarakat masih menghendaki adanya semacam penataran atau yang sejenis tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. DAFTAR PUSTAKA Amirul Isnaini, Mayor Jenderal TNI, Mencegah Keinginan Beberapa Daerah Untuk Memisahkan Diri Tegak Utuhnya NKRI, Jakarta, Lemhannas 2001. Budi Utomo, Pembangunan Wilayah Perbatasan Indonesia dalam Perspektif Keamanan Manusia,diakses tanggal 28 September 2008 http://budiutomo79.blogspot.com/2007/09/pembangunan-wilayah-perbatasan.html Departemen Pertahanan RI, Buku Putih Pertahanan Negara, Jakarta, 2008 Departemen Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan Negara, Jakarta, 2007 HB. Amiruddin Maula, Drs, SH, Msi, Menjaga Kepentingan Nasional Melalui Pelaksanaan Otonomi Daerah Guna Mencegah Terjadinya Disintegrasi Bangsa, Jakarta, Lemhannas, 2001. Ketetapan MPR Nomor : V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. Jakarta, 2000. Iskandar Zulkarnaen, Bung Hatta Pernah Menangis Melihat Kondisi Perbatasan, Save Our Borneo, Jakarta, 2008, diakses tgl 3 September 2008 dari http://saveourborneo.org/index.php? option=com_content&task=view&id=178&Itemid=37

Anda mungkin juga menyukai