Anda di halaman 1dari 81

DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 1

MODUL 1
Pengenalan Instrumen dan Karakteristik komponen pasif

Gambar 1. System NI-ELVIS I

A. Tujuan

1. Memahami dasar-dasar penggunaan NI-ELVIS I


2. Memahami tentang jenis komponen dalam rangkaian elektronika dan analisis rangkaian

B. Alat yang Digunakan

1. NI-ELVIS I dengan prototyping board ( Gambar 1 )


2. Resistor, Kapasitor, dan Induktor
3. Probe dan perkabelan

NI-ELVIS I terdiri dari bagian hardware dan software yang bisa digunakan untuk merancang rangkaian
elektronika secara lengkap dimana pada bagian seperti tampak di gambar 1, NI-ELVIS I sudah dilengkapi
dengan fitur power supply dan variable supply, DMM ( digital multimeter ), Function generator dan juga
osiloskop dalam satu perangkat tanpa perlu untuk menggunakan perangkat lainnya sehingga memudahkan
perancang rangkaian elektronika untuk bereksperimen. Untuk berkomunikasi dengan software NI-ELVIS
I ,perangkat ini kemudian dihubungkan dengan perangkat NI DAQ ( Data Acquisition ) PCI 6250.
Perangkat diatas di buat oleh National Instrument ( NI ) yang juga menyediakan software LABVIEW

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 2

yang mempunyai keunggulan untuk membangun software secara mandiri dengan menggunakan software
berbasis API.

Seluruh sistem NI ELVIS dibuat berbasis hardware dan software dari NI, dan memiliki 2 komponen
utama, yaitu:

1. Bench-top workstation (NI ELVIS I), yang dapat berisi perangkat keras instrumentasi, konektor,
knop, dan LED yang saling terkait. Terdapat pula prototyping board (breadboard) pada bagian
atas workstation, yang terpasang pada platform NI ELVIS I. Breadboard tersebut memungkinkan
untuk bereksperimen dengan perancangan dan analisis rangkaian. ( Gambar 2 )

Gambar 2. Benchtop workstation NI-ELVIS I

Keterangan :

 System Power LED : indicator daya untuk NI-ELVIS I


 Prototyping board power switch : Kontrol daya ke protoboard
 Communication switch : permintaan untuk menonaktifkan atau mengaktifkan komunikasi NI-
ELVIS I dengan NI DAQ yang terpasang

Selain itu, Program NI-ELVIS memberikan pilihan menu program yang bisa di gunakan oleh
praktikan untuk melakukan pengukuran seperti yang tampak di bawah ini ( Gambar 3 )

 Digital Multimeter
 Osciloscope
 Function Generator
 Variable power supplies
 Bode Analyzer
 Dynamic Signal Analyzer
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 3

 Arbitary waveform generator


 Digital reader dan writer
 Three Wire Voltage

Gambar 3. Tampilan software NI-ELVIS I

2. NI-ELVIS I software, yang mencakup:

 Soft front panel (SFP) instruments seperti yang tampak dalam ( gambar 3 )
 LabVIEW dan Circuit Design software

Gambar 4. Bagian Protoboard NI-ELVIS I

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 4

Prototyping board digunakan sebagai area untuk melakukan ujicoba rangkaian elektronika dimana
prototyping board ini akan terhubung ke benchtop workstation NI-ELVIS I yang kemudian dapat
dihubungkan secara langsung dengan bagian dari fungsi NI-ELVISI seperti yang di tunjukkan oleh (
Gambar 4 ). Garis putus - putus dan tebal menunjakkan pola hubungan dalam prototyping board baik
secara vertikal maupun horizontal

1. DC Power Supplies ( +5V, GND, -15V,+15V )


2. Variable power supplies ( Supply + ( max 12V ) , GND, Supply – ( max -12V ))
3. User Programmable I/O ( terhubung ke konektor BNC dan Banana plug )
4. Function Generator ( Func_out, Sync_out,Am-In, FM_in)
5. Programmable Function I/O (PF 11 -17 , SCANCLK, reserved )
6. Osiloskop ( CH A, B )
7. Analog Input ( ACH0 – s/d ACH5- dan ACH0+ s/d ACH5+ , AISENSE dan AIGND )
8.User configurable I/O, counter dan sinkronisasi tugas DIO, milik data acquisition board.

C. Pengenalan dan pengukuran komponen pasif dalam rangkaian elektronika

Sebelum melakukan pengukuran komponen elektronika sebaiknya, praktikan memahami tentang


karakteristik komponen elektronika khususnya komponen pasif dalam rangkaian elektronika. Komponen
pasif merupakan jenis komponen elektronika yang tidak memerlukan arus listrik untuk dapat bekerja.
Tidak seperti komponen aktif, komponen pasif tidak bisa bersifat menguatkan, menyearahkan dan
mengubah suatu bentuk energi ke bentuk energi lainnya. Berikut ini adalah jenis-jenis komponen pasif
yang banyak dipakai pada rangkaian elektronika.

 Resistor
Resistor merupakan komponen
elektronika yang berfungsi untuk
menghambat arus listrik. Istilah resistor
dikenal juga dengan hambatan. Resistor
pada rangkaian elektronika banyak
digunakan sebagai pembagi tegangan
untuk menghasilkan nilai tegangan dan
atau arus tertentu. Pada konteks
komponen elektronika aktif dan pasif,
resistor termasuk kedalam komponen
pasif.

Nilai Resistansi resistor dapat dilihat dari


kode cincin warna pada resistor. Gambar 5
menjelaskan arti kode warna yang
disertai dengan contoh perhitungan nilai
resistansi resistor berdasarkan gelang
warna yang terdapat pada resistor

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 5

Rangkaian Seri Resistor

Adalah sebuah rangkaian yang terdiri dari 2 buah


atau lebih Resistor yang disusun secara berderet
atau berbentuk Seri. Dengan Rangkaian Seri ini kita
bisa mendapatkan nilai Resistor Pengganti yang kita
inginkan.

Untuk mendapatkan nilai pengganti dari gabungan


beberapa resistor yang disusun secara seri sesuai
dengan ( Gambar 6 ). Perhitungan Rtotal dituliskan
menjadi :

Rtotal = R1 + R2 + R3 + ….. + Rn

Dimana :
Rtotal = Total Nilai Resistor
R1 = Resistor ke-1, R2 = Resistor ke-2, R3 = Resistor ke-3 dan Rn = Resistor ke-n

Rangkaian Paralel Resistor

Adalah sebuah rangkaian yang terdiri dari dua buah


atau lebih Resistor yang disusun secara sejajar atau
berbentuk Paralel. Sama seperti dengan Rangkaian
Seri, Rangkaian Paralel juga dapat digunakan untuk
mendapatkan nilai hambatan pengganti. Perhitungan
Rangkaian Paralel sedikit lebih rumit dari Rangkaian
Seri.

Untuk mendapatkan nilai pengganti dari gabungan


beberapa resistor yang disusun secara seri sesuai
dengan ( Gambar 7) . Perhitungan Rtotal dituliskan
menjadi :

1/Rtotal = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3 + ….. + 1/Rn

Dimana :
Rtotal = Total Nilai Resistor
R1 = Resistor ke-1 , R2 = Resistor ke-2 , R3 = Resistor ke-3 dan Rn = Resistor ke-n

 Kapasitor

Kapasitor termasuk kedalam komponen pasif karena kapasitor dapat bekerja tanpa harus ada tegangan
supply dari luar. Fungsi umum dari kapasitor adalah untuk menyimpan muatan listrik. Jika ditinjau dari
polaritasnya kapasitor terbagi menjadi dua, yaitu kapasitor nonpolar dan kapasitor bipolar.

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 6

Nilai Kapasitansi Kapasitor Nonpolar dapat dilihat dari kode angka yang terdapat pada badan kapasitor.
Angka tersebut menunjukkan nilai kapasitor tersebut dengan contoh perhitungan seperti ditunjukkan pada
Gambar 8. Nilai kapasitor yang tertera di berikan toleransi dengan diberikan kode angka seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 9. Sedangkan untuk Kapasitor BiPolar, Nilai kapasitansi sudah tertera pada
badan kapasitor yang disertai dengan nilai tegangan kerja maksimal yang bisa diberikan kepada kapasitor
seperti ditunjukkan pada Gambar 10. Kapasitor Bipolar mempunyai kutub positif dan negative sehingga
pemasangan pada rangkaian harus diperhatikan agar tidak terbalik

Rangkaian Paralel Kapasitor

Rangkaian Paralel Kapasitor adalah Rangkaian yang terdiri dari dua buah atau lebih kapasitor yang
disusun secara sejajar atau berbentuk Paralel. Dengan menggunakan Rangkaian Paralel Kapasitor ini,
kita dapat menemukan nilai Kapasitansi pengganti yang diinginkan.

Untuk mendapatkan nilai pengganti dari gabungan


beberapa kapasitor yang disusun secara pararel
sesuai dengan ( Gambar 11) . Perhitungan Ctotal
dituliskan menjadi :

Ctotal = C1 + C2 + C3 + C4 + …. + Cn

Dimana :

Ctotal = Total Nilai Kapasitansi Kapasitor


C1 = Kapasitor ke-1 ,C2 = Kapasitor ke-2
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 7

C3 = Kapasitor ke-3 ,C4 = Kapasitor ke-4


Cn = Kapasitor ke-n

Rangkaian Seri Kapasitor

Rangkaian Seri Kapasitor adalah Rangkaian yang terdiri dari dua buah dan lebih Kapasitor yang disusun
berderet atau berbentuk Seri. Seperti halnya dengan Rangkaian Paralel, Rangkaian Seri Kapasitor ini juga
dapat digunakan untuk mendapat nilai Kapasitansi Kapasitor pengganti yang diinginkan.

Untuk mendapatkan nilai pengganti dari


gabungan beberapa kapasitor yang disusun
secara seri sesuai dengan ( Gambar 12) .
Perhitungan Ctotal dituliskan menjadi :

1/Ctotal = 1/C1 + 1/C2 + 1/C3 + 1/C4 + …. +


1/Cn

Dimana :

Ctotal = Total Nilai Kapasitansi Kapasitor


C1 = Kapasitor ke-1 ,C2 = Kapasitor ke-2
C3 = Kapasitor ke-3 , C4 = Kapasitor ke-4
Cn = Kapasitor ke-n

 Induktor

Induktor merupakan salah satu


komponen elektronika pasif yang
prinsip kerjanya memanfaatkan medan
magnet antara lilitan kumparan dengan
inti penampangnya ketika dialiri listrik.
Induktor terdiri dari kawat tembaga
yang dilapisi dengan isolator.

Pada umumnya kawat yang digunakan


untuk kumparan induktor disebut juga
dengan kawat email.

Induktor banyak digunakan sebagai


filter-filter, pembangkit frekuensi, coil
antena dan lain-lain.

Nilai Resistansi Induktor dapat dilihat


dari kode cincin warna pada induktor.
Gambar 13 menjelaskan arti kode

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 8

warna yang disertai dengan contoh perhitungan nilai resistansi resistor berdasarkan gelang warna yang
terdapat pada rinduktor

Rangkaian Seri Induktor

Rangkaian Seri Induktor adalah sebuah rangkaian yang terdiri dari dua atau lebih induktor yang disusun
berderetatau berbentuk seri. Rangkaian Seri Induktor ini menghasilkan nilai Induktansi yang merupakan
penjumlahan dari semua Induktor yang dirangkai secara seri ini.

Rumus Rangkaian Seri Induktor

Untuk mendapatkan nilai pengganti dari


gabungan beberapa induktor yang disusun
secara seri sesuai dengan ( Gambar 14) .
Perhitungan Ltotal dituliskan menjadi :

Ltotal = L1 + L2 + L3 + ….. + Ln

Dimana :

Ltotal = Total Nilai Induktor


L1 = Induktor ke-1 , L2 = Induktor ke-2 , L3 = Induktor ke-3 dan Ln = Induktor ke-n

Rangkaian Paralel Induktor

Rangkaian Paralel Induktor adalah sebuah rangkaian yang terdiri dua atau lebih Induktor yang dirangkai
secara sejajaratau berbentuk Paralel.

Rumus Rangkaian Paralel Induktor

Untuk mendapatkan nilai pengganti dari gabungan


beberapa induktor yang disusun secara pararel
sesuai dengan ( Gambar 15) . Perhitungan Ltotal
dituliskan menjadi :

1/Ltotal = 1/L1 + 1/L2 + 1/L3 + ….. + 1/Ln

Dimana :
Ltotal = Total Nilai Induktor
L1 = Induktor ke-1 , L2 = Induktor ke-2
L3 = Induktor ke-3 , Ln = Induktor ke-n

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 9

 Transformator
Transformator atau trafo adalah komponen elektronika yang dipakai untuk menurunkan atau menaikan
tegangan listrik. Transformator disebut sebagai komponen pasif karena tidak memerlukan arus listrik
eksternal agar dapat bekerja. Meskipun trafo menggunakan sumber arus sebagain masukannya, Trafo
hanya mengubah arus listrik dengan nilai tertentu menjadi arus listrik dengan nilai tertentu.

Prinsip Kerja Transformator (Trafo)

Sebuah Transformator yang sederhana seperti yang ditunjukkan ( Gambar 16) , pada dasarnya terdiri dari
2 lilitan atau kumparan kawat yang terisolasi yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder. Pada
kebanyakan Transformator, kumparan kawat terisolasi ini dililitkan pada sebuah besi yang dinamakan
dengan Inti Besi (Core). Ketika kumparan primer dialiri arus AC (bolak-balik) maka akan menimbulkan
medan magnet atau fluks magnetik disekitarnya. Kekuatan Medan magnet (densitas Fluks Magnet)
tersebut dipengaruhi oleh besarnya arus listrik yang dialirinya. Semakin besar arus listriknya semakin
besar pula medan magnetnya. Fluktuasi medan magnet yang terjadi di sekitar kumparan pertama (primer)
akan menginduksi GGL (Gaya Gerak Listrik) dalam kumparan kedua (sekunder) dan akan terjadi
pelimpahan daya dari kumparan primer ke kumparan sekunder. Dengan demikian, terjadilah pengubahan
taraf tegangan listrik baik dari tegangan rendah menjadi tegangan yang lebih tinggi maupun dari tegangan
tinggi menjadi tegangan yang rendah.

Sedangkan Inti besi pada Transformator


atau Trafo pada umumnya adalah
kumpulan lempengan-lempengan besi
tipis yang terisolasi dan ditempel
berlapis-lapis dengan kegunaanya untuk
mempermudah jalannya Fluks Magnet
yang ditimbulkan oleh arus listrik
kumparan serta untuk mengurangi suhu
panas yang ditimbulkan.

Beberapa bentuk lempengan besi yang


membentuk Inti Transformator tersebut
diantaranya seperti : E – I Lamination ,
E – E Lamination , L – L Lamination
dan U – I Lamination

Rumus yang berlaku di dalam transformator di tunjukkan oleh persamaan (1 )

𝑉𝑝 𝑁𝑝 𝐼𝑝
= = ………………….. ( 1 )
𝑉𝑠 𝑁𝑠 𝐼𝑠

 Vp: Tegangan primer / tegangan input = Vi (Volt)


 Vs: Tegangan sekunder / tegangan output = Vo (Volt)
 Np: Jumlah lilitan primer
 Ns: Jumlah lilitan sekunder
 Ip: Kuat arus primer / kuat arus input = Ii (Ampere)
 Is: Kuat arus sekunder / kuat arus output = Io (Ampere)
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 10

Sedangkan untuk mengukur Efisiensi tranformator diselesaikan dengan persamaan ( 2 )

𝑊 𝑃 𝑉 ×𝐼 𝑁 ×𝐼
𝜂 = 𝑊𝑠 × 100% = 𝑃𝑠 × 100% = 𝑉𝑠 ×𝐼𝑠 × 100% = 𝑁 𝑠 ×𝐼𝑠 × 100% …………. ( 2 )
𝑝 𝑝 𝑝 𝑝 𝑝 𝑝

LISTRIK SEARAH (DC)

Listrik dengan arus DC merupakan singkatan dari Direct Current. Arus DC adalah arus listrik yang
nilainya tetap atau konstan terhadap satuan waktu. Arus ini dapat pula disebut dengan arus searah. Contoh
sumber listrik arus searah adalah baterai dan akumulator (accu).

LISTRIK BOLAK BALIK (AC)

 Listrik bolak-balik (AC) dihasilkan dari induksi elektromagnetik.


 Arus AC dan tegangan AC adalah arus dan tegangan yang nilainya berubah terhadap waktu
secara sinusoidal.
 Grafik arus dan tegangan AC dapat dilihat menggunakan osiloskop, dan besarnya dapat diukur
menggunakan amperemeter, voltmeter dan avometer.

ARUS AC DAN TEGANGAN AC

 Arus AC dan tegangan AC terdiri dari empat istilah, yaitu nilai sesaat, nilai maksimum, nilai
efektif, dan nilai rata-rata.
 Nilai sesaat adalah besar AC pada suatu waktu tertentu.
 Nilai maks adalah besar AC maksimum yang dapat terjadi. Nilai maks terbaca pada osiloskop.
 Nilai efektif adalah besar AC yang setara dengan besar DC yang menghasilkan jumlah kalor
yang sama pada waktu yang sama. Nilai efektif terbaca pada alat ukur listrik.
 Hubungan nilai maks dan nilai efektif ditunjukkan dengan persamaan (3)

𝑉𝑚 = 𝑉𝑒𝑓𝑓 × √2 𝐼𝑚 = 𝐼𝑒𝑓𝑓 × √2 , 𝑚 = 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑒𝑓𝑓 = 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 …………. ( 3 )


 Nilai rata-rata adalah besar AC yang setara dengan besar DC yang memindahkan muatan yang
sama pada waktu yang sama.
 Nilai rata-rata dapat dihitung
2×𝑉 2×𝐼
𝑉𝑟𝑎𝑡𝑎 = 𝜋 𝑚 , 𝐼𝑟𝑎𝑡𝑎 = 𝜋 𝑚 ………………………( 4 )
 Grafik arus dan tegangan AC berbentuk grafik sinus, dan digambarkan dalam diagram fasor.
 Diagram fasor menggambarkan vektor fase arus dan tegangan AC dengan sudut putar berupa
sudut fase gelombang sinus.

RANGKAIAN LISTRIK BOLAK-BALIK

Rangkaian listrik bolak-balik (AC) dapat dibuat menjadi rangkaian resistif murni, induktif murni,
kapasitif murni dan rangkaian RLC. Persamaan arus dan tegangan AC secara umum:

𝑉 = 𝑉𝑚 × sin(𝜔𝑡) , 𝐼 = 𝐼 × sin(𝜔𝑡) ………………………( 5 )

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 11

Dimana : V = tegangan AC (V) , Vm = tegangan maks (V) , ω = frekuensi sudut (rad/s) , I =


kuat arus AC (A) , Im = kuat arus maks imal dan t = waktu (/s)

Rangkaian resistif murni adalah rangkaian


AC yang hanya mengandung resistor saja.
Untuk diagram fasor pada resistif murni
ditunjukkan pada Gambar 17

Persamaan arus dan tegangan pada rangkaian


induktif murni ditunjukkan dengan persamaan
(6)

𝑉𝑙 = 𝑉𝑚 × sin(𝜔𝑡) , 𝐼𝐿 = 𝐼𝑚 × sin(𝜔𝑡)

………………. ( 6 )

Hukum Ohm yang berlaku pada rangkaian


resistif ditunjukkan pada persamaan 7

𝑽𝒎 = 𝑰𝒎×𝑹 , 𝑽𝒆𝒇𝒇 = 𝑰𝒆𝒇𝒇 × 𝑹

………………. ( 7 )

Rangkaian induktif murni adalah rangkaian AC


yang hanya mengandung induktor saja. Untuk
diagram fasor pada Induktif murni ditunjukkan pada
Gambar 18

Persamaan arus dan tegangan pada rangkaian


induktif murni ditunjukkan dengan persamaan ( 8 )

𝑉𝑙 = 𝑉𝑚 × sin(𝜔𝑡) , 𝐼𝐿 = 𝐼𝑚 × sin(𝜔𝑡 − 90°)… ( 8 )

Reaktansi induktif adalah nilai hambatan yang


terdapat pada induktor, dapat dirumuskan dengan
persamaan ( 9 )

𝑋𝐿 = 𝜔 × 𝐿 = 2𝜋𝑓 × 𝐿 …………………… .. ( 9 )

Dimana : XL = Reaktansi induktif (Ω) , ω =


frekuensi sudut (rad/s) , f = frekuensi (Hz) dan L =
induktansi diri (H)

Hukum Ohm pada rangkaian induktif murni


ditunjukkan dengan persamaan ( 10 )
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 12

𝑽𝒎 = 𝑰𝒎 × 𝑿𝑳 , 𝑽𝒆𝒇𝒇 = 𝑰𝒆𝒇𝒇 × 𝑿𝑳 ……… ( 10 )

Rangkaian kapasitif murni adalah rangkaian yang


hanya mengandung kapasitor saja. Untuk diagram fasor
pada Induktif murni ditunjukkan pada Gambar 19

Persamaan arus dan tegangan pada rangkaian


kapasitif murni ditunjukkan dengan persamaan ( 11 )

𝑉𝑙 = 𝑉𝑚 × sin(𝜔𝑡) , 𝐼𝐿 = 𝐼𝑚 × sin(𝜔𝑡 + 90°)… ( 11 )

Reaktansi kapasitif adalah nilai hambatan yang


terdapat pada kapasitor, dapat dirumuskan dengan
persamaan ( 12 )
1 1
𝑋𝐶 = 𝜔×𝐶 = 2𝜋𝑓×𝐶 …………………………....( 12 )

Dimana : XC = reaktansi kapasitif (Ω) , ω = frekuensi


sudut (rad/s) , f = frekuensi (Hz) dan C = kapasitansi
(F)

Hukum Ohm pada rangkaian kapasitif ditunjukkan dengan persamaan ( 11 )

𝑽𝒎 = 𝑰𝒎 × 𝑿𝑪 , 𝑽𝒆𝒇𝒇 = 𝑰𝒆𝒇𝒇 × 𝑿𝑪 ……… ( 11 )

Rangkaian RLC adalah rangkaian AC yang


mengandung resistor, induktor dan kapasitor
seri seperti yang ditunjukkan dengan gambar
20

Tegangan total (V) adalah jumlah tegangan


pada rangkaian dengan persamaan
ditunjukkan dengan persamaan ( 12 )

𝑉 = √𝑉𝑅2 + (𝑉𝐿 − 𝑉𝐶 )2 ……………( 12 )

Impedansi total (Z) adalah hambatan gabungan total rangkaian RLC yang ditunjukkan oleh persamaan
(13 ) , Kuat arus listrik yang mengalir pada rangkaian dapat dirumuskan dengan persamaan ( 14 ) dan
Beda sudut fase yang terjadi antara kuat arus listrik (I) dengan tegangan total (V) dapat dihitung dengan
persamaan ( 15 )

𝑍 = √𝑅 2 + (𝑋𝐿 − 𝑋𝐶 )2 ……………( 13 )

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 13

𝑉 𝑉𝑅 𝑉 𝑉
𝐼=𝑍= 𝑅
= 𝑋𝐿 = 𝑋𝐶 ……………( 14 )
𝐿 𝐶

𝑉𝐿 −𝑉𝐶 𝑋𝐿 −𝑋𝐶
𝑡𝑎𝑛𝜃 = 𝑉𝑅
= 𝑅
……………( 15 )

Frekuensi sudut yang dihasilkan rangkaian RLC dapat digunakan persamaan ( 16 ) sedangkan
Frekuensi resonansi yang dihasilkan rangkaian RLC dapat digunakan persamaan ( 17 )
1
𝜔= …………….. ( 16 )
√𝐿𝐶

1
𝑓 = 2𝜋 …………….. ( 17 )
√𝐿𝐶

DAYA RANGKAIAN LISTRIK BOLAK-BALIK

Daya pada rangkaian AC terjadi pada rangkaian resistif. Pada rangkaian induktif dan kapasitif, daya rata-
rata adalah nol. Daya rangkaian AC dapat dihitung menggunakan persamaan ( 18 )
2 2
𝑃 = 𝑉𝑒𝑓𝑓 × 𝐼𝑒𝑓𝑓 × cos(𝜑) = 𝐼𝑒𝑓𝑓 × 𝑍 × cos(𝜑) = 𝐼𝑒𝑓𝑓 ×𝑅 ……………… ( 18 )

dengan nilai cosφ ditunjukkan oleh persamaan (19 )


𝑅 𝑉𝑅
cos(𝜑) = = ………………. ( 19 )
𝑍 𝑉

Analisa Rangkaian Dasar

Metoda analisis rangkaian sebenarnya merupakan salah satu alat bantu untuk menyelesaikan suatu
permasalahan yang muncul dalam menganalisis suatu rangkaian. Dalam bagian ini akan dibahas
mengenai teorema nodal analisis dan mesh analisis.

 Node analisis ditentukan dengan menentukan tegangan pada setiap node dimana node analisis
bisa ditentukan dengan menggunakan sumber arus dan/ atau menambahkan sumber tegangan
 Mesh analisis adalah sebuah lopp yang tidak lagi mempunyai loop lainnya dimana mesh analisis
bisa ditentukan dengan menggunakan sumber arus dan / atau menambahkan sumber tegangan

Node analisis menggunakan sumber arus

 Tentukan referensi node menentukan ground terlebih dahulu


 Tentukan tegangan ( v ) untuk masing – masing node terhadap referensi
 Tentukan arah arus dari masing – masing tegangan ( i )
 Terapkan persamaan Kirchoff I tentang arus
 Definisikan masing – masing arus yang terbentuk berdasarkan hokum ohm
 Substitusi arus yang telah didefinisikan ke dalam persamaan node analisis menggunakan sumber tegangan
 Tentukan persamaan dan tentukan nilai tegangan yang tidak diketahui

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 14

 I1 = I2+i2+i1 , I2 + i2 = i3
 i1 = v1 – 0 / R1 , i2 = v1 – v2 / R2 , i3 = v2 – 0 / R3
 I1 = I2 + (v1 – v2 / R2 ) + (v1 / R1 )
 I2 + (v1 – v2 / R2 ) = v2 / R3
 v1 (1/R1 + 1/R2 ) – v2(1/R2 ) = I1 – I2
 v1 (1/R1) + v2(-1/R2-1/R3 ) = - I2

Analisis lengkap berbasis video untuk ( Gambar 21 ) bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/196/2033

Node analisis dengan menambahkan sumber tegangan

 Tentukan referensi node menentukan ground terlebih dahulu


 Tentukan tegangan ( v ) untuk masing – masing node terhadap referensi
 Tentukan arah arus dari masing – masing tegangan ( i )
 Terapkan persamaan Kirchoff I tentang arus
 Definisikan masing – masing arus yang terbentuk berdasarkan hokum ohm, kemudian tentukan supernode yang
ditandai dengan garis putus - putus
 Substitusi arus yang telah didefinisikan ke dalam persamaan node analisis menggunakan sumber tegangan
 Tentukan persamaan dan tentukan nilai tegangan yang tidak diketahui

supernode
 2 = i1 + i3 + 7 v2 = v1 + 2 …. supernode
 i2 = v1 – 0 / 2 = v1 /2
 i3 = v2 – 0 / 4 = v2 /4
 i1 = v1 – v2 / 10
 2v1 + v2 = - 20
 v1 = - 7.33 v
 v2 = - 5.33 v
 i1 = -0.2 A
 i2 = -3.667 A
 i3 = -1.333 A
Analisis lengkap berbasis video untuk ( Gambar 22 ) bisa
di lihat di :
http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/196/2039

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 15

Mesh analisis menggunakan sumber tegangan

 Tentukan arus untuk setiap percabangan


 Tetapkan arus mesh untuk setiap mesh
 Terapkan persamaan Kirchoff II untuk mendapatkan persamaan
 Buat persamaan linier
 Tentukan persamaan untuk mendapatkan nilai arus mesh

MESH 1 : abcfa
MESH 2 : fcdef
BUKAN MESH : abcdefa
MESH 1 : ∑V = 0 ; v1 – I1R1 – R3(I1-I2) =0
MESH 2 : ∑V = 0 ; -R3(I2-I1)-R2I2-v2 =0
: ( -R1-R3 )I1 + R3I2 = -v1
R3I1 + ( -R3-R2 )I1 = v2

−𝑅1 −𝑅3 𝑅3 𝐼1 −𝑣1


= 𝑣
𝑅3 −𝑅3 −𝑅2 𝐼2 2

Analisis lengkap berbasis video untuk ( Gambar 23 ) bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/196/2040

Mesh analisis menggunakan sumber tegangan dan arus

 Tetapkan arus mesh untuk setiap mesh yang ada


 Terapkan persamaan Kirchoff II untuk mendapatkan persamaan
 Lewati perhitungan ketika menemukan sumber arus seperti yang tampak dilingkari
 Buat persamaan linier
 Tentukan persamaan untuk mendapatkan nilai arus mesh

10 – 4I1 – 6(I1-I2) = 0
-10I1 + 6I2 = - 10
I2 = - 5 A
I1 = - 2 A
i1 = - 2 A
i2 = - 5 A
i3 = + 3 A

Analisis lengkap berbasis video untuk ( Gambar 24 ) bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/196/2044

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 16

Analisa Rangkaian Lanjutan dengan Matrik

Nodal analisis menggunakan sumber arus

 Tentukan referensi node dengan nilai tegangan ( v ) yang diketahui dengan menentukan ground terlebih dahulu
 Tentukan tegangan ( v ) untuk masing – masing node terhadap referensi
 Tentukan nilai konduktansi setiap resistor ( G ) dimana 𝐺 = 1⁄𝑅
 Tentukan elemen matrik dari G
o Setiap node Gii
o Antara dua node Gii = Gji
 Tentukan persamaan dalam bentuk matrik
 Tentukan nilai tegangan setiap node

G11 = G1 + G2
G22 = G2 + G3
G12 = G21 = - G2

𝐺11 𝐺12 𝑣1 𝐼1 − 𝐼2
=
𝐺21 𝐺22 𝑣2 𝐼2

G1 + G2 − G2 𝑣1 𝐼1 − 𝐼2
=
− G2 G2 + G3 𝑣2 𝐼2

( G1 + G2 ) 𝑣1 + ( -G2 )v2 = I1 – I2
-G2v1 + ( G2 + G3 ) v2 = I2

Analisis lengkap berbasis video untuk ( Gambar 25 ) bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/196/2047

Mesh analisis menggunakan sumber tegangan


 Tentukan Arus mesh
 Temukan elemen matrik dari resistansi
o Rii = ∑R mesh
o Rij = -R antara j dan i
 Tentukan nilai tegangan mesh ( yang searah dengan arus mesh- hanya yang berasal dari sumber tegangan )
 Tentukan persamaan matrikdan tentukan hasilnya

R11 = R1 + R2 + R3
R22 = R4 + R2 + R5
R12 = R21 = - R2
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 17

𝑅11 𝑅12 𝐼1 𝑣1
=
𝑅21 𝑅22 𝐼2 − 𝑣2

Analisis lengkap berbasis video untuk ( Gambar 26 ) bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/196/2052

Teorema Rangkaian

Teorema Thevenin adalah salah satu teori elektronika yang mempelajari tentang nilai tegangan pada
rangkaian listrik yang terbebani. “Jika suatu kumpulan rangkaian sumber tegangan dan resistor
dihubungkan dengan dua terminal keluaran, maka rangkaian tersebut dapat digantikan dengan sebuah
rangkaian seri dari sebuah sumber tegangan rangkaian terbuka v0/c dan sebuah resistor RP“

Diketahui bahwa RL = 5 Ω Tentukan arus


( i ) yang mengalir.

Untuk menemukan RTH , Hilangkan RL


dan juga hilangkan sumber arus serta
short sumber tegangan seperti yang
terlihat di ( Gambar 27 ) , kemudian
lakukan linierisasi resistansi sehingga
diperoleh nilai RTH seperti yang terlihat
di ( Gambar 28 )

Untuk menemukan VTH , Hilangkan RL


dan temukan sumber tegangan seperti
yang terlihat di ( Gambar 29 )

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 18

i1 + i2 = i3
( 32 – VTH ) /4 + 2 = ( VTH / 12 )
VTH = 30 V

Hasil akhir dari perhitungan menggunakan teorema thevenin adalah

I = ( VTH / ( RTH + RL ) = ( 30 / 9 ) = 3.33 A

Analisis lengkap berbasis video teorema thevenin bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/234/3278

Teorema Norton merupakan salah satu hukum listrik yang menganalisa suatu rangkaian elektronika arus
searah pada rangkaian tertutup dan dianalisa berdasarkan konsep pembagi arus (curent divider). Pada
hukum norton atau lebih dikenal sebagai teorema norton, suatu rangkaian elektronika arus searah dengan
sumber tegangan dan resistansi pada rangkaian loop tertutup dapat dianalisa dengan membuat rangkaian
sumber arus yang setara dengan rangkaian tersebut. Rangkaian penggati ini dikenal dengan nama
rangkaian setara Norton kemudian sumber arus pengganti disebut sebagai sumber arus Norton

IL = IN ( RN / RN + RL ) , RN

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 19

RN = 16 + 8 = 24 Ω

I1 = 2 A

∑Vloop2 = 8 – 8(I2) +8(I1) – 16(I2) = 0

I2 = 1 A
IL = IN ( RN / RN + RL )
IL = 1 ( 24 / 24 + RL )

Analisis lengkap berbasis video teorema thevenin bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/234/3281

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 20

MODUL 2
UNTAI RC UNTUK ARUS SEARAH DAN
ARUS BOLAK BALIK
A. Tujuan

1. Mengukur waktu RC pada pengisian dan pengosongan kapaitor


2. Memahami tentang rangkaian diferensiator dan integarator pada rangkaian RC
3. Mengukur tanggapan amplitude dan fasa untuk tapis lolos rendah dan tinggi pada untai RC dan
RL

B. Alat yang Digunakan

1. NI-ELVIS I dengan prototyping board


2. Resistor, Kapasitor, dan Induktor
3. Probe dan perkabelan

Pengertian yang berhubungan dengan arus searah dan banyak digunakan dalam elektronika dalam
elektronika adalah pengisian dan pengosongan muatan kapasitor. Arus listrik yang berhubungan dengan
ini sering disebut dengan arus transisen. Arus ini juga terjadi pada rangkaian searah yang menggunakan
inductor

Di dalam modul 1 telah dibahas mengenai cara mendapatkan nilai persamaan untuk mendapatkan nilai
kapasitansi pengganti baik dipasang seri maupun secara pararel. Selanjutnya dalam Modul 2 di perdalam
mengenai cara kerja kapasitor baik untuk pengisian maupun pengosongan menggunakan arus AC maupun
arus DC. Selanjutnya lihat Gambar 2.1 Pada Gambar 2.1 diperlihatkan bagaimana arus bekerja pada
resistor dan kapasitor, dengan menggunakan hukum kirchoff I kemudian diturunkan persamaan untuk
mengukur tegangan pada kapasitor berdasarkan tanggapa waktu seperti yang dituliskan dari persamaan 1
s.d 2 :

𝑑𝑉
 𝐼𝑐 = 𝐶 𝑑𝑡 ………………………………………. ( 1 )
Menggunakan hukum Kirchoff I
 Ic + IR = 0
𝑑𝑉 𝑉
 𝐶 𝑑𝑡 + 𝑅 = 0 Ic Ir
𝑑𝑉 𝑉 1
 𝑑𝑡
= −𝑅 × 𝐶 R
𝑑𝑉 1
 𝑉
= − 𝑅𝐶 ∫ 𝑑𝑡
1
 ln 𝑉 = − 𝑅𝐶 × 𝑡 + 𝐴
1
− ×𝑡+𝐴
 𝑒ln 𝑉 =𝑒 𝑅𝐶
𝑡

 𝑉𝑡 = 𝑒 𝑅𝐶 × 𝑒 𝐴 , Dimana 𝑒 𝐴 = B
𝑡

 𝑉𝑡 = 𝐵𝑒 𝑅𝐶 Gambar 2.1 Penurunan Persamaan RC
 𝐴𝑝𝑎𝑏𝑖𝑙𝑎 𝑡0 = 0 , 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑉0 = 𝐵𝑒 0
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 21

𝑡
 𝑉𝑡 = 𝑉0 𝑒 −𝑅𝐶 ……………………………………. (2)

Waktu pengisian dan pengosongan dari sebuah kapasitor yang terhubung dengan sebuah resistor disebut
dengan waktu konstan yang tergantung kepada nilai dari resistansi dan kapasitansi yang digunakan.
Persamaan waktu konstan adalah τ = RC

Di dalam modul 1 telah dibahas mengenai cara mendapatkan nilai persamaan untuk mendapatkan nilai
Induktansi pengganti baik dipasang seri maupun secara pararel.. Selanjutnya lihat Gambar 2.2 Pada
Gambar 2.1 diperlihatkan bagaimana arus bekerja pada resistor dan Induktor, dengan menggunakan
hukum kirchoff II kemudian diturunkan persamaan untuk mengukur arus pada induktor berdasarkan
tanggapa waktu seperti yang dituliskan dari persamaan 3 s.d :

𝑑𝑖
 𝑉𝐿 = 𝐿 ………………………………………. .( 3 )
𝑑𝑡
Menggunakan hukum Kirchoff II
It
 VL + VR = 0
𝑑𝐼
 𝐿 + I.R = 0
𝑑𝑡
𝑑𝐼 𝑅 -
 𝑑𝑡
= −𝐿.𝐼 +
𝑑𝐼 𝑅
 𝐼
= − 𝐿 ∫ 𝑑𝑡 L
R
𝑅
 ln 𝐼 = − 𝐿 × 𝑡 +𝐴 -
𝑅 +
− 𝑡+𝐴
 𝑒ln 𝐼 =𝑒 𝐿
𝑡
−𝐿
 𝐼𝑡 = 𝑒 ⁄𝑅
× 𝑒 𝐴 , Dimana 𝑒 𝐴 = B
𝑡
−𝐿
 𝐼𝑡 = 𝐵𝑒 ⁄𝑅
 𝐴𝑝𝑎𝑏𝑖𝑙𝑎 𝑡0 = 0 , 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑉0 = 𝐵𝑒 0 Gambar 2.2 Penurunan Persamaan RL
𝑡
−𝐿
 𝐼𝑡 = 𝐼0 𝑒 ⁄𝑅
…………………………………….…. ( 4 )

Waktu pengisian dan pengosongan dari sebuah Induktor Ic


yang terhubung dengan sebuah resistor disebut dengan
waktu konstan yang tergantung kepada nilai dari 24 
resistansi dan induktansi yang digunakan. Persamaan
waktu konstan adalah τ = L/R Vb

36  18 
Dari Gambar 2.3 , Tentukan nilai Vb , Vc dan Ic jika
diketahui V0 = 10 V
1F
Jawaban : Vc

 Tentukan nilai equivalen dari resistor terlebih


dahulu. Langkah pertama adalah dengan
mencarai equivalensi resistansi pararel antara Gambar 2.3 Contoh Rangkaian RC
resistor 36Ω dan 18 Ω kemudian serikan dengan
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 22

resistansi 24 Ω sehingga di peroleh nilai resistansi equivalensi adalah 36Ω


 Tentukan nilai τ = RC , sehingga diperoleh nilai 36 s
𝑡
 𝑉𝑡 = 𝑉0 𝑒 −𝑅𝐶 menghasilkan nilai
Vt=10e-t/36 24 
 Untuk mendapatkan nilai Vb,
perhatikan gambar 2.4 dimana
tampak penyederhanaan rangkaian
dari gambar 2.3 . sehingga
diperoleh nilai Vb 1F
12  Vb
𝟏𝟐 Vc
𝑽𝒃 = 𝒙 𝑽𝒄
𝟏𝟐 + 𝟐𝟒

𝟏𝟐 −𝒕
𝑽𝒃 = 𝒙 𝟏𝟎𝒆 ⁄𝟑𝟔
𝟏𝟐 + 𝟐𝟒 Gambar 2.4 Penyederhanaan Rangkaian
−𝒕⁄
𝑽𝒃 = 𝟑. 𝟑𝟑𝒆 𝟑𝟔

 Untuk mendapatkan nila Ic , sesuai dengan persamaan Kirchoff I bahwa Ib = Ic sehingga


diperoleh hasil Ic = Vb / Rb = (3.33 /12 )e-t/36 = 0.28 A e-t/36

Dari Gambar 2.5 , tentukan nila i(t) yang 2 Ohm 4 Ohm

mengalir dalam inductor 2H T

 Tentukan nilai equivalensi dari DC 10 V 12 Ohm 16 Ohm 2H

rangkaian dengan menghilangkan


sebagian rangkaian yaitu resistor 16Ω
dan inductor 2 H sehingga di peroleh T<0
nilai I = 2 A 2 Ohm 4 Ohm

 Tentukan nilai arus yang melewati


resistor 4 ohm, dengan menggunakan
rumus pembagi tegangangan maka DC 10 V 12 Ohm
diperoleh nilai i4 = 1.5 A
 Kemudian mencari R equivalen dengan
melakukan seri rangkaian resistor 12
T>0
ohm dan 4 ohm yang kemudian di
pararelkan dengan resistor 16 ohm 4 Ohm
sehingga diperoleh nilai Requivalen+ = 8
12 Ohm
ohm 16 Ohm
2H

 Tentukan nilai τ = L/R , sehingga


diperoleh nilai 0.25 sec
 Nilai arus yang mengalir di inductor
𝑡 Gambar 2.5 Contoh Rangkaian RL dan
−𝐿 Penyederhanaannya
⁄𝑅
berdasarkan persamaan 𝐼𝑡 = 𝐼0 𝑒
adalah It = 1.5 A e –t/0.2
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 23

Rangkaian Pengintegral RC

Berdasarkan τ = RC , jika tetapan τ ≤ T , kapasitansi


terisi penuh dalam waktu T/2. Akan tetapi jika τ ≥ T
maka sebelum kapasitor penuh tegangan Vs sudah berbalik R
menjadi negative. Isyarat gelombang yang terjadi pada
tetapan τ ≥ T adalah gelombang segitiga. Rangkaian 2.6
kemudian disebut sebagai rangkaian pengintegral pasif RC C Vo
dari bentuk masukan dalam bentuk pulsa.

Rangkaian Pendifferensial RC
Gambar 2.6 Integrator Pasif RC

Berdasarkan τ = RC , jika tetapan τ ≤ T , isyarat


keluaran akan seperti diferensial isyarat masukan. Tampak
jika tetapan τ ≥ T, atau untuk f ≥ 1/RC, bentuk isyarat
mirip dengan isyarat masukan akan tetapi puncaknya
C
miring. JIka tetapan τ ≤ T atau RC ≤ T atau f ≤
1/RC,isyarat berbentuk denyut dengan tegangan puncak 2
Vp . Rangkaian pendifferensial RC sering digunakan untuk R
Vo
mengubah tegangan berbentuk gelombang menjadi siyarat
denyut yang sempit

Gambar 2.7 Differensiator Pasif RC


Rangkaian Filter / Tapis

Rangkaian tapis / Filter merupakan rangkaian yang dapat meloloskan gelombang pada rentang frekuensi
ter tentu. Pada dasarnya terdapat dua jenis rangkaian tapis, yaitu tapis lolos rendah (low pass filter ) dan
tapis lolos tinggi (high pass filter). Dua jenis tapis lainnya (band pass filter dan band stop filter ) bisa
dibuat dengan merangkaikan LPF dan HPF secara seri dan paralel.

Rangkaian Dasar Dan Grafik Respon Frekuensi Low Pass Filter RC

Frekuensi cut-off (fc) dari filter pasif lolos bawah


(Low Pass Filter,LPF) dengan RC dapat dituliskan
dalam persamaan matematik sebagai berikut.
1 1
𝜔𝑃 = 𝑅𝐶 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑓𝑝 = 2𝜋𝑅𝐶 …….( 5 )

Gambar 2.8. Rangkaian Pasif Low Pass Filter

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 24

Rangkaian filter pasif LPF RC diatas terlihat seperti pembagi tegangan menggunakan R. Dimana pada
filter LPF RC ini teganga output diambil pada titik pertemuan RC. Tegangan output (Vout) filter pasif
LPF seperti terlihat pada rangkaian diatas dapat diekspresikan dalam persamaan matematis sebagai
berikut.
1⁄
ϳ𝜔𝐶
𝑉𝑜 = 1 × 𝑉𝑖𝑛 …….( 6)
⁄ϳ𝜔𝐶 +𝑅

Besarnya penguatan tegangan (G) pada filter pasif yang ideal maksimum adalah 1 = 0dB yang hanya
terjadi pada frekuensi sinyal input dibawah frekuensi cut-off (fc). Penguatan tegangan (G) filter LPF RC
pasif dapat dituliskan dalam persamaan matematis sebagai berikut.

𝑉
𝐺(𝜔) = |𝑉 𝑜 | ………………( 7 )
𝑖𝑛

Dan penguatan tegangan (G) LPF RC dapat dituliskan dalam satuan dB sebagai berikut.

𝑉
𝐺(𝜔) = [𝐺̅(𝜔) ] = 20 log [𝑉𝑜 ] …….( 8 )
𝑖

Pada filter lolos bawah (low pass filter ,LPF) terdapat beberapa karakteristik mendasar sebagai berikut.

 Pada saat frekuensi sinyal input lebih rendah dari frekuensi cut-off (fc) (fin << fc) maka
penguatan tegangan / Gain (G) = 1 atau G=0dB.
 Pada saat frekuensi sinyal input sama dengan frekuensi cut-off (fc) (fin = fc) maka ω = 1/RC
sehingga penguatan tegangan / Gain (G) menjadi -3 dB atau terjadi pelemahan tegangan sebesar 3
dB.
 Pada saat frekuensi sinyal input lebih tinggi dari frekuensi cut-off (fc) (fin >> fc) maka besarnya
penguatan tegangan (G) = 1/ωRC atau G = -20 log ωRC

Adapunteori yang menjelaskan mengenai teori filter beserta penurunan persamaan tentang tanggapan
amplitude, frekuensi, serta decibel bisa melihat referensi Buku Elektronika 1 – Teori dan Penerapannya ,
Sutrisno , Halaman 27 - 44

Gambar 2.9. Low Pass Filter (LPF) menggunakan NI-ELVIS


LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 25

High-Pass Filter (HPF)

Filter high-pass atau sering juga disebut dengan filter lolos atas adalah suatu rangkaian yang akan
melewatkan suatu isyarat yang berada diatas frekuensi cut-off (ωc) sampai frekuensi cut-off (ωc)
rangkaian tersebut dan akan menahan isyarat yang berfrekuensi dibawah frekuensi cut-off (ωc) rangkaian
tersebut. Filter high-passs dasar disusun dengan rangkaian RC seperti berikut.

Gambar 2.10. Rangkaian Pasif High Pass Filter

Prinsip kerja dari filter high pass atau filter lolos atas adalah dengan memanfaatkan karakteristik dasar
komponen C dan R, dimana C akan mudah melewatkan sinyal AC sesuai dengan nilai reaktansi
kapasitifnya dan komponen R yang lebih mudah melewatkan sinyal dengan frekuensi yang rendah.
Prinsip kerja rangkaian filter lolos atas atau high pass filter (HPF) dengan RC dapat diuraikan sebagai
berikut, apabila rangkaian filter high pass ini diberikan sinyal input dengan frekuensi diatas frekuensi cut-
off (ωc) maka sinyal tersebut akan di lewatkan ke output rangkaian melalui komponen C. Kemudian pada
saat sinyal input yang diberikan ke rangkaian filter lolos atas atau high pass filter memiliki frekuensi di
bawah frekuensi cut-off (ωc) maka sinyal input tersebut akan dilemahkan dengan cara dibuang ke ground
melalui komponen R.

Frekuensi resonansi dari filter high-pass mengikuti nilai time constant (τ) = RC dari rangkaian RC
tersebut. Sehingga frekuensi cut-off dari filter tersebut adalah :
1
𝑓𝑝 = 2𝜋𝑅𝐶 …….( 9 )

Sinyal output rangkaian filter high-pass mendahului inputnya yaitu sebesar

1
∅ = tan−1 (𝜔𝑅𝐶 ) …….( 10 )

Grafik karakteristik dari high pass filter (HPF) atau filter lolos atas dengan komponen RC dapat
digambarkan dengan perbandingan antara tegangan output filter terhadap frekuensi yang diberikan
kepada rangkaian filter high pass (HPF) tersebut. Untuk lebih jelasnya grafik karakteristik filter high pass
(HPF) ditunjukan pada gambar 2.11

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 26

Gambar 2.11. High Pass Filter (HPF) menggunakan NI-ELVIS

Band-Pass Filter (BPF)

Filter band-pass adalah sebuah rangkaian yang dirancang hanya untuk melewatkan isyarat dalam suatu
pita frekuensi tertentu dan untuk menahan isyarat diluar jalur pita frekuensi tersebut. Jenis filter ini
memiliki tegangan keluaran maksimum pada satu frekuensi tertentu yang disebut dengan frekuensi
resonansi (ωr) Jika frekuensinya berubah dari frekuensi resonansi maka tegangan keluarannya turun, ada
satu frekuensi diatas frekuensi resonansi (ωr) dan satu dibawah (ωr) dimana gainnya tetap 0,707 Ar.
Frekuensi ini diberi tanda (ωh) frekuensi cutoff atas dan (ωl) frekuensi cutoff bawah. Pita frekuensi
antara (ωh) dan (ωl) adalah band width (B)
dimana B = ωh – ωl

Gambar 2.12. Rangkaian Pasif Band Pass Filter

Nilai frekuensi cut-off atas ditentukan oleh filter high-pass sebagai berikut :
1
𝑓𝑐ℎ = 2𝜋𝑅 …….( 11 )
2 𝐶2

dan frekuensi cut-off bawah ditentukan oleh filter low-pass sebagai berikut :

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 27

1
𝑓𝑐𝑙 = 2𝜋𝑅 …….( 12 )
1 𝐶1

sehingga besarnya bandwidth adalah : B = fch – fcl

𝜔𝑟
𝑄= 𝐵
…….( 13 )

𝐵
𝐵 = 𝜔 …….( 14)
𝑟

Gambar 2.13. Pita frekuensi Band Pass Filter

Filter band-pass dapat digolongkan sebagai pita sempit atau pita lebar. Filter pita sempit adalah sebuah
filter yang mempunyai band width lebih kecil dari sepersepuluh frekuensi resonansinya (B < 0, 1ωr). jika
band width-nya lebih besar sepersepuluh dari frekuensi resonansi maka( B > 0,1ωr), filter tersebut
merupakan sebuah filter pita lebar. Perbandingan antara frekuensi resonansi dan lebar pita dikenal
sebagai faktor kualitas (Q) dari rangkaiannya. Q menunjukan selektifitas dari rangkaian, makin tinggi
nilai Q makin selektif rangkaian filter tersebut. Untuk fiter-filter pita sempit, Q dari rangkaian lebih besar
dari 10 dan untuk filter-filter pita lebar Q lebih kecil dari 10. Filter band-pass disusun dengan filter high-
pass dan filter low-pass seperti pada gambar rangkaian band pass filter (BPF) RC diatas.

Band Stop Filter (BPF) RC

Band stop filter (BPF), band elimination filter, band reject filter dan sering juga disebut dengan notch
filter atau filter tolak jalur memiliki pengertian yang sama sebagai filter yang memiliki karakteristik akan
menahan sinyal dengan frekuensi sesuai frekuensi cut-off rangkaian dan akan melewatkan sinyal dengan
frekuensi di luar frekuensi cut-off rangkaian filter tersebut baik dibawah atau diatas frekuensi cut-off
rangkaian filter. Band stop filter merupakan kebalikan dari band pass filter. Seperti pada filter band-pass,
filter band-elimination atau band stop filter (BPF) RC juga disusun dari dua buah filter low-pass dan filter
high-pass yang disusun secara parallel seperti terlihat pada gambar berikut. Rangkaian band stop filter
(BPF) ini merupakan contoh sederhana dari filter pasif band stop.

Gambar 2.14. Rangkaian Pasif Band Stop Filter


LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 28

Filter low-pass disusun oleh R1,R2 dan C2 dengan konfigurasi “T” dan filter high-pass disusun oleh
C1,C3 dan R3 dengan susunan “T” sehingga filter ini sering disebut dengan filter “Twin T”. Dengan
menentukan nilai R1,R2 = 2*R3 dan nilai C1,C3 = 0,5*C2 maka besarnya frekuensi cutoff pada filter
“Twin T”adalah.
1
𝑓𝑐 = 4𝜋𝑅 …….( 15 )
3 𝐶3

Dari grafik karakteristik dari band stop filter diatas terlihat


bahwa tegangan dari sinyal input pada frekuensi cut-off
rangkaian filter akan dilemahkan dari level aslinya dan
sinyal dengan frekuensi di luar frekuensi cut-off baik
diatas atau dibawah frekuensi cut-off akan dilewakan ke
output rangkaian filter band stop (BPF) RC tersebut.
Karakteristik dari filter band stop atau filter band
elimination ini dapat dilihat pada gambar 2.15

Gambar 2.14. Karakteristik pita frekuensi Band Stop Filter

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 29

MODUL 3
DIODA DALAM RANGKAIAN

A. Tujuan

1. Membuat karakteristik static diode dan menggunakannya


2. Menggunakan diode untuk clipping, slicing,clamping dan voltage doubler

B. Alat yang Digunakan

1. NI-ELVIS I dengan prototyping board


2. Resistor, Kapasitor, Dioda
3. Probe dan perkabelan

Dalam elektronika sering diperlukan alat yang mengalirkan arus bila diberi tegangan pada satu arah dan
tidak mengalirkan arus bila diberikan tegangan pada arah yang berlawanan. Komponen yang seperti ini
adalah diode. Diode adalah komponen aktif dua kutub yang pada umumnya bersifat semikonduktor, yang
memperbolehkan arus listrik mengalir ke satu arah (kondisi panjar maju) dan menghambat arus dari arah
sebaliknya (kondisi panjar mundur). Diode dapat disamakan sebagai fungsi katup di dalam bidang
elektronika. Diode sebenarnya tidak menunjukkan karakteristik kesearahan yang sempurna, melainkan
mempunyai karakteristik hubungan arus dan tegangan kompleks yang tidak linier dan seringkali
tergantung pada teknologi atau material yang digunakan serta parameter penggunaan. Beberapa jenis
diode juga mempunyai fungsi yang tidak ditujukan untuk penggunaan penyearahan.

Dioda disimbolkan dengan gambar anak panah yang pada ujungnya terdapat garis yang melintang.
Simbol tersebut sebenarnya adalah sebagai perwakilan dari cara kerja dioda itu sendiri. Pada pangkal
anak panah disebut juga sebagai anoda (kaki positif = P) dan pada ujung anak panah disebut sebagai
katoda (kaki negative = N).

Gambar 3.1 Simbol Dioda

FUNGSI DIODA

1. Sebagai penyearah, sebagai contoh Dioda Bridge


2. Sebagai penstabil tegangan ,sebagai contoh Dioda Zener
3. Sebagai Pengaman
4. Sebagai rangkaian clipper, yaitu untuk memangkas / membuang level sinyal yang ada di
atas atau di bawah level tegangan tertentu.

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 30

5. Sebagai rangkaian clamper, yaitu untuk menambahkan komponen DC kepada suatu


sinyal AC
6. Sebagai pengganda tegangan.
7. Sebagai indikator, sebagai contoh LED (light emiting diode)
8. Sebagai sensor panas, contoh aplikasi pada rangkaian power amplifier
9. Sebagai sensor cahaya, sebagai contoh Fotodioda
10. Sebagai rangkaian VCO (voltage controlled oscilator), , sebagai contoh dioda varactor

JENIS DIODA

 Dioda standar
Dioda Standar seperti yang tampak pada gambar 3.1 terdiri dari
dua jenis yaitu diode berbahan dasar silikon dan germanium.
Dioda silikon mempunyai tegangan maju 0.6 V sedangkan dioda
germanium 0.3 V. Dioda jenis ini mempunyai beberapa batasan
tertentu tergantung spesifikasi. Batasan batasan itu seperti batasan
tegangan reverse, frekuensi, arus, dan suhu. Tegangan maju dari
dioda akan turun 0.025 V setiap kenaikan 1 derajat dari suhu
normal. Sesuai karakteristiknya dioda ini bisa dipakai untuk
fungsi-fungsi sebagai berikut

 Penyearah sinyal AC
 Pemotong level
 Sensor suhu
 Penurun tegangan
 Pengaman polaritas terbalik pada DC input

 LED (light emiting diode)

LED seperti yang tampak pada gambar 3.2 mempunyai lapisan


fosfor yang bisa memancarkan cahaya saat diberi polaritas pada
kedua kutubnya. LED mempunyai batasan arus maksimal yang
mengalir melaluinya. Diatas nilai tersebut dipastikan umur led
tidak lama. Jenis led ditentukan oleh cahaya yang dipancarkan.
Seperti led merah, hijau, biru, kuning, oranye, infra merah dan
laser diode. Selain sebagai indikator beberapa LED mempunyai
fungsi khusus seperti LED inframerah yang dipakai untuk
transmisi panjang gelombang. Dioda zener dipergunakan dengan
menggunakan karakteristik bias maju

 Dioda Zener

Fungsi dari dioda zener adalah sebagai penstabil tegangan. Selain itu dioda zener
juga dapat dipakai sebagai pembatas tegangan pada level tertentu untuk keamanan
rangkaian. Karena kemampuan arusnya yang kecil maka pada penggunaan dioda
zener sebagai penstabil tegangan untuk arus besar diperlukan sebuah buffer arus.
Dioda zener dipergunakan dengan menggunakan karakteristik bias mundur .

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 31

 Fotodioda

Fotodioda seperti tampak pada gambar 3.4 merupakan jenis


dioda yang peka cahaya. Dioda ini akan menghantar jika ada
cahaya yang masuk dengan intensitas tertentu. aplikasi
fotodioda banyak pada sistem sensor cahaya (optical) seperti
pada komponen optocoupler dan fotodioda

 Dioda varactor

Kelebihan dari dioda varactor seperti yang tampak pada


gambar 3.5 adalah mampu menghasilkan nilai kapasitansi
tertentu sesuai dengan besar tegangan yang diberikan
kepadanya. Dengan dioda ini maka sistem penalaan digital
pada sistem transmisi frekuensi tinggi mengalami kemajuan
pesat, seperti pada radio dan televisi. Contoh sistem penalaan
dengan dioda ini adalah dengan sistem PLL (Phase lock loop),
yaitu mengoreksi oscilator dengan membaca penyimpangan
frekuensinya untuk kemudian diolah menjadi tegangan koreksi
untuk oscilator. Dioda varaktor dipergunakan dengan
menggunakan karakteristik bias mundur

 Dioda schottky

Dioda Schottky adalah tipe khusus dari diode dengan tegangan


yang rendah. Ketika arus mengalir melalui dioda akan ditahan
oleh hambatan internal, yang menyebabkan tegangannya
menjadi kecil di terminal dioda. Tegangan pada dioda standar
antara 0.7-1.7 volt, sementara tegangan diode Schottky kira-
kira antara 0.15-0.45 volt. Dioda Schottky menggunakan simpangan logam-semikonduktor sebagai sawar
Schottky (dari sebuah simpangan semikonduktor-semikonduktor seperti dalam diode konvensional).
Sawar Schottky ini dihasilkan dengan waktu kontak yang sangat cepat dan tegangan yang rendah. Dioda
ini juga dapat digunakan untuk menyearahkan frekuensi diatas 300 MHz.

KARAKTERISTIK DIODA

Ciri ( karakteristik ) diode adalah hubungan antara arus dioda dan beda tegangan antara kedua ujung
diode. Seperti yang ditampilkan pada gambar 3.8

Gambar 3.2 Karakteristik Dioda

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 32

Gambar 3.2 menunjukan dua macam kurva, yakni dioda germanium (Ge) dan dioda silikon (Si). Pada saat
dioda diberi bias maju, yakni bila tegangan VA-K positip, maka arus dioda akan naik dengan cepat
setelah VA-K mencapai tegangan cut-in (Vg). Tegangan cut-in (Vg) ini kira-kira sebesar 0.2 Volt untuk
dioda germanium dan 0.6 Volt untuk dioda silikon. Dengan pemberian tegangan baterai sebesar ini, maka
potensial penghalang (barrier potential) pada persambungan akan teratasi, sehingga arus dioda mulai
mengalir dengan cepat. Bagian kiri bawah dari grafik karakteristik dioda diatas merupakan kurva
karakteristik dioda saat mendapatkan bias mundur. Disini juga terdapat dua kurva, yaitu untuk dioda
germanium dan silikon. Besarnya arus jenuh mundur (reverse saturation current) Is untuk dioda
germanium adalah dalam orde mikro amper dalam contoh ini adalah 1 mA. Sedangkan untuk dioda
silikon Is adalah dalam orde nano amper dalam hal ini adalah 10 nA. Apabila tegangan VA-K yang
berpolaritas negatip tersebut dinaikkan terus, maka suatu saat akan mencapai tegangan patah (break-
down) dimana arus Is akan naik dengan tiba-tiba. Pada saat mencapai tegangan break-down ini, pembawa
minoritas dipercepat hingga mencapai kecepatan yang cukup tinggi untuk mengeluarkan elektron valensi
dari atom. Kemudian elektron ini juga dipercepat untuk membebaskan yang lainnya sehingga arusnya
semakin besar. Pada dioda biasa pencapaian tegangan break-down ini selalu dihindari karena dioda bisa
rusak.

Suatu dioda bisa diberi bias mundur (reverse bias) seperti yang ditunjukkan gambar 3.3 atau diberi bias
maju (forward bias) seperti yang ditunjukkan gambar 3.4, untuk mendapatkan karakteristik yang
diinginkan. Bias mundur adalah pemberian tegangan negatip baterai ke terminal anoda (A) dan tegangan
positip ke terminal katoda (K) dari suatu dioda. Dengan kata lain, tegangan anoda katoda VA-K adalah
negatip (VA-K < 0). Apabila tegangan positip baterai dihubungkan ke terminal Anoda (A) dan negatipnya
ke terminal katoda (K), maka dioda disebut mendapatkan bias maju (foward bias).

Gambar 3.3 Bias mundur pada dioda Gambar 3.4 Bias Maju pada dioda

Persamaan dioda yang digunakan untuk menentukan arus ditunjukkan oleh persamaan ( 1 ) . Persamaan
ini memberikan bentuk fungsi teoritis untuk ciri dioda dengan forward bias. Berdasarkan persamaan ( 1 )
, diketahui bahwa perubahan suhu mempengaruhi kinerja dari karakteristik lengkung dioda. Untuk Dioda
yang menggunakan bahan germanium mempunyai karekteristik perubahan setiap 10oC sedangkan untuk
dioda berbahan silicon sebesar 6oC. Teori penurunan rumus tentang persamaan dioda dan pengaruh
akibat perubahan suhu bisa di lihat di dalam buku Elektronika 1, Teori dan penerapannya : Sutrisno
penerbit ITB Halaman 85 - 89
𝑞𝑉⁄
𝐼 = −𝐼𝑆 (𝑒 𝑘𝑇 − 1) ……………….. ( 1 )
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 33

RANGKAIAN PEMBENTUK GELOMBANG

 Rangkaian Penggunting

Ada beberapa jenis rangkaian penggunting, yaitu penggunting dioda seri, penggunting dioda sejajar, dan
pengiris.

 Penggunting dioda seri

Rangkaian penggunting dioda seri seperti ditunjukkan gambar 3.5

Tegangan keluaran menjadi kurang dari tegangan masukan karena


adanya tegangan potong dan karena kecondongan cirri static dioda.
D Makin besar R, condong garis beban dan dioda akan beroperasi pada
daerah arus kecil yaitu daerah tak linier dekat dengan tegangan
Vi R
potong. Bentuk tegangan keluaran akan mengalami cacat. Nilai R
Vo
menentukan arus yang melalui dioda dan harus dipilih agar arus
kurang dari arus maksimum dioda. Untuk penggambaran tentang
pengaruh lengkung karakteristik terhadap tegangan input dan ouput
Gambar 3.5 Penggunting Dioda Seri
bisa dilihat di dalam buku Elektronika 1 , Teori dan penerapannya.
Sutrisno Halaman 102 )

 Penggunting dioda sejajar

Bentuk rangkaian penggunting dioda sejajar adalah seperti pada


gambar 3.6 , Resistor R dan dioda akan membentuk pembagi
R tegangan. Hambatan dioda rD kecil jika anoda positif, dan bernilai
besar jika anoda negatif. Resistor yang boleh dipasang pada
keluaran pararel dengan dioda, harus mempunyai nilai jauh lebih
Vi besar daripada nilai hambatan mundur daripada dioda agar tegangan
keluaran tidak dipengaruhi oleh hambatan ini
D Vo

Gambar 3.6 Penggunting Dioda Sejajar

 Pengiris

Rangkaian pengiris seperti pada gambar 3.7 adalah rangkaian


penggunting dioda sejajar yang ditambahkan sumber tegangan dc
R dengan kutub yang terbalik.

Vi

DC
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA

Gambar 3.7 Rangkaian Pengiris


DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 34

 Penggunting dioda zener

Dengan Dioda zener kita dapat membuat penggunting


R
terpanjar tanpa baterai. Rangkaian yang digunakan seperti
D tampak pada gambar 3.8

Vi Vo

Gambar 3.8 Penggunting Dioda Zener

 Pengapit dioda bertegangan panjar

Dengan menggunakan rangkaian seperti tampak pada


gambar 3.9 maka diperoleh pengapit dioda
C bertegangan panjar dimana keluaran amplitudo sinyal
Vi
D Vo masukan akan menjadi dua kali lebih besar daripada
sinyal masukan. Untuk teori dan penjelasannya bisa
dilihat di buku Elektronika 1 , Teori dan
penerapannya. Sutrisno Halaman 104 )
Gambar 3.9 Pengapit bertegangan panjar

 Pelipat dua tegangan

Rangkaian pelipat tegangan adalah rangkaian yang


C1 dapat menghasilkan tegangan DC beberapa kali lebih
besar dari tegangan puncak sinyal input. Dengan kata
a lain, sinyal DC yang dihasilkan dapat sebesar 2x, 3x,
4x dan seterusnya dari besarnya sinyal AC yang
masuk rangkaian. Pada gambar 3.10, D1 bekerja
Va sebagai suatu pengapit dan D2 bekerja sebagai
D1 D2
penyearah atau lebih tepat sebagai saklar pengisi
kapasitor C2 . Jika Va < Vb , saklar dioda D2 mati,
sedang jika Va > Vb saklar dioda D2 terpasang
C2 b Vb

Gambar 3.10 Pelipat tegangan

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 35

MODUL 4
TRANSISTOR

A. Tujuan

1. Membuat karakteristik keluaran Common Emiter Transistor dan menggunakannya


2. Menggunakan Transistor sebagai Penguat dan saklar elektronik

B. Alat yang Digunakan

1. NI-ELVIS I dengan prototyping board


2. Modul Transistor BJT karakteristik
3. Probe dan perkabelan

Transistor adalah suatu komponen yang dapat memperbesar level sinyal keluaran sampai beberapa kali
sinyal masukan. Sinyal masukan disini dapat berupa sinyal AC ataupun DC. Prinsip dasar transistor
sebagai penguat adalah arus kecil pada basis mengontrol arus yang lebih besar dari kolektor melewati
transistor. Transistor berfungsi sebagai penguat ketika arus basis berubah. Perubahan kecil arus basis
mengontrol perubahan besar pada arus yang mengalir dari kolektor ke emitter.

Berdasarkan system petanahan transistor ( grounding ), penguat dibagi menjadi tiga jenis , yaitu :

a) Penguat Arus Basis ditanahkan ( Common Base )

Ada dua macam ciri pada transistor, yaitu cirri keluaran yaitu i C terhadap vCB dan cirri static masukan
yaitu iE terhadap VEB

 Ciri Keluaran

Gambar 4.1 Ciri Keluaran static

Ciri keluaran static menyatakan bagaimana arus kolektor iC berubah dengan vCB untuk berbagai nilai arus
static dari emitor IE. Lengkung ciri static transistor dengan hubungan basis ditanahkan ditunjukkan pada
gambar 4.1 dengan transistor jenis N-P-N. Pada cirri keluaran transistor dengan hubungan basis
ditanahkan perlu diperhatikan hal berikut :
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 36

o iC ≡ iE , karena iC ≡ αiE dan α ≡ 1 , Hal ini bearti arus keluaran iC berbanding lurus dengan arus
masukan iE.
o Ciri static keluaran mempunyai kemiringan amat kecil ( sangat horizontal ), yang berarti
hambatan keluaran transistor merupakan kebalikan kemiringan iC mempunyai nilai hambatan
dioda dalam keadaan panjar mundur padasambungan kolektor basis

 Ciri Masukan

Gambar 4.2 Ciri Masukan Statik

Pada ciri static masukan transistor basis ditanahkan seperti yang terlihat pada gambar 4.2, perlu
diperhatikan hal berikut :

o Bentuk ciri static masukan serupa dengan ciri static dioda dalam keadaan panjar maju
o Ciri static masukan hampir berimpit untuk berbagai nilai vCB. Hal ini berarti tegangan keluaran
vCB tidak banyak berpengaruh pada masukan.

Kedua sifat diatas membuat transistor bisa digunakan untuk memperkuat isyarat dimana perubahan kecil
pada tegangan vCB oleh suatu isyarat masukan kecil akan menyebabkan perubahan pada arus emitter i E
yang besar. Perubahan ini kemudian diteruskan menjadi arus isyarat iC , yang diubah menjadi isyarat
tegangan oleh RC

Penguat Arus Basis ditanahkan ( Common Base ) mempunyai karakter sebagai berikut :

o Adanya isolasi yang tinggi dari output ke input sehingga menimbulkan efek umpan balik
o Mempunyai impedansi input yang relative tinggi sehingga cocok untuk penguat sinyal kecil (
preamplifier )
o Sering dipakai pada penguat frekuensi tinggi pada jalur VHF dan UHF
o Bisa juga dipakai sebagai buffer atau penyangga

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 37

b) Penguat Arus Kolektor ditanahkan ( Common Collector)

Penguat kolektor ditanahkan disebut juga pengikut emitor ( emitter follower ). Pengikut emitter
mempunyai penguatan tegangan kurang dari satu ( KV ≡ 1 ), mempunyai impedansi masukan yang tinggi
dan impedansi keluaran yang rendah. Dalam system penguat kolektor ditanahkan, kolektor transistor
dihubungkan langsung dengan VCC. Penguat Arus Kolektor ditanahkan ( Common Collector )
mempunyai karakter sebagai berikut :

o Sinyal outputnya sefasa dengan sinyal input


o Mempunyai penguatan tegangan sama dengan satu ( 1 )
o Cocok digunakan untuk penguat penyangga atau buffer karena mempunyai impedansi input yang
tinggi dan impedansi output yang rendah

c) Penguat Arus Emiter ditanahkan ( Common Emiter )

Pada penguat emitor ditanahkan isyarat masuk mellaui basis dan emitor dihubungkan dengan tanah,
sedangkan keluaran diambil dari kolektor. Penguat emitor ditanahkan mempunyai impedansi masukan
1
kali lebih besar daripada penguat basis ditanahkan, dan impedansi keluaran transistor ( 1 –α ) lebih
1−𝛼
kecil daripada penguat basis ditanahkan.

 Ciri Keluaran

Gambar 4.3 Ciri Keluaran Statik

Ciri keluaran static menyatakan bagaimana arus kolektor iC berubah dengan vCB untuk berbagai nilai arus
static dari emitor IE. Lengkung ciri static transistor dengan hubungan basis ditanahkan ditunjukkan pada
gambar 4.3 dengan transistor jenis N-P-N. Pada cirri keluaran transistor dengan hubungan basis
ditanahkan perlu diperhatikan hal berikut :

o iC ≡ iE , karena iC ≡ αiE dan α ≡ 1 , Hal ini bearti arus keluaran iC berbanding lurus dengan arus
masukan iE.
o Ciri static keluaran mempunyai kemiringan amat kecil ( sangat horizontal ), yang berarti
hambatan keluaran transistor merupakan kebalikan kemiringan iC mempunyai nilai hambatan
dioda dalam keadaan panjar mundur padasambungan kolektor basis

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 38

 Ciri Masukan

Gambar 4.4 Ciri masukan Statik

Pada ciri static masukan transistor pada gambar 4.4 untuk penguat emitter ditanahkan perlu diperhatikan
hal berikut :

o Bentuk ciri static masukan serupa dengan ciri static dioda dalam keadaan panjar maju
o Ciri static masukan hampir berimpit untuk berbagai nilai vCB. Hal ini berarti tegangan keluaran
vCB tidak banyak berpengaruh pada masukan.

Kedua sifat diatas membuat transistor bisa digunakan untuk memperkuat isyarat dimana perubahan kecil
pada tegangan vCB oleh suatu isyarat masukan kecil akan menyebabkan perubahan pada arus emitter i E
yang besar. Perubahan ini kemudian diteruskan menjadi arus isyarat iC , yang diubah menjadi isyarat
tegangan oleh RC

Penguat Arus Basis ditanahkan ( Common Base ) mempunyai karakter sebagai berikut :

o Adanya isolasi yang tinggi dari output ke input sehingga menimbulkan efek umpan balik
o Mempunyai impedansi input yang relative tinggi sehingga cocok untuk penguat sinyal kecil (
preamplifier )
o Sering dipakai pada penguat frekuensi tinggi pada jalur VHF dan UHF
o Bisa juga dipakai sebagai buffer atau penyangga

Untuk Praktikum, dilakukan pengujian dengan menggunakan modul transistor. Dengan skema rangkaian
sebagaimana yang terlihat pada gambar 4.5 :

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 39

V supply V supply

R R
R R

C
C
C828
C828
C
C

R R C
F gen Elvis R
R C

F Gen Elvis

Gambar 4.5 Rangkaian Penguat Common Emiter Rangkaian Penguat Common Base

V supply

C828

C Vout
F gen Elvis R
R

Rangkaian Penguat Common Collector

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 40

MODUL 5
OPERATIONAL AMPLIFIER ( OP-AMP )

A. Tujuan

1. Mengetahui cara kerja operational amplifer


2. Menggetahui cara kerja opamp sebagai penguat inverting, non – inverting, Pengikut Tegangan
dan Penguat Diferensial

B. Alat yang Digunakan

1. NI-ELVIS I dengan prototyping board


2. Resistor, kapasitor, Op Amp LM 741
3. Probe dan perkabelan

Operasional amplifier (Op-Amp) adalah suatu penguat berpenguatan tinggi yang terintegrasi dalam
sebuah chip IC yang memiliki dua input inverting dan non-inverting dengan sebuah terminal output,
dimana rangkaian umpan balik dapat ditambahkan untuk mengendalikan karakteristik tanggapan
keseluruhan pada operasional amplifier (Op-Amp). Pada dasarnya operasional amplifier (Op-Amp)
merupakan suatu penguat diferensial yang memiliki 2 input dan 1 output. Op-amp ini digunakan untuk
membentuk fungsi-fungsi linier yang bermacam-mcam atau dapat juga digunakan untuk operasi-operasi
tak linier, dan seringkali disebut sebagai rangkaian terpadu linier dasar. Penguat operasional (Op-Amp)
merupakan komponen elektronika analog yang berfungsi sebagai amplifier multiguna dalam bentuk IC
dan memiliki simbol sebagai berikut :

Gambar 5.1 Simbol Op-Amp

Prinsip kerja sebuah operasional Amplifier (Op-Amp) adalah membandingkan nilai kedua input
(input inverting dan input non-inverting), apabila kedua input bernilai sama maka output Op-amp tidak
ada (nol) dan apabila terdapat perbedaan nilai input keduanya maka output Op-amp akan memberikan
tegangan output. Operasional amplifier (Op-Amp) dibuat dari penguat diferensial dengan 2 input. Sebagai
penguat operasional ideal , operasional amplifier (Op-Amp) memiliki karakteristik sebagai berikut :

 Impedansi Input (Zi) besar = ∞


 Impedansi Output (Z0) kecil= 0
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 41

 Penguatan Tegangan (Av) tinggi = ∞


 Band width respon frekuensi lebar = ∞
 V0 = 0 apabila V1 = V2 dan tidak tergantung pada besarnya V1.
 Karakteristik operasional amplifier (Op-Amp) tidak tergantung temperatur / suhu.

Dalam penggunaannya op-amp dibagi menjadi dua jenis yaitu penguat linier dan penguat tidak linier.
Penguat linier merupakan penguat yang tetap mempertahankan bentuk sinyal masukan, yang termasuk
dalam penguat ini antara lain penguat non inverting, penguat inverting, penjumlah diferensial dan penguat
instrumentasi. Sedangkan penguat tidak linier merupakan penguat yang bentuk sinyal keluarannya tidak
sama dengan bentuk sinyal masukannya, diantaranya komparator, integrator, diferensiator, pengubah
bentuk gelombang dan pembangkit gelombang..

Penguat Inverting

Penguat ini dinamakan penguat inverting karena masukan dari penguat tersebut adalah masukan non
inverting dari Op Amp. Sinyal keluaran yang dihasilkan oleh penguat jenis ini sefasa dengan sinyal
masukannya. Gambar 5.2 menunjukkan rangkaian dari penguat inverting.

If
Ii
-
Ri a

Vi Va
+
Vo

Gambar 5.2 Penguat Inverting

Penurunan persamaan dalam rangkaian inverting ditunjukkan sebagai berikut :

 Vinverting = VNonInverting
 Va = 0
 Ii = If + 0
 V a – V i / R i = V o – V a / Rf
 -Vi / Ri = Vo / Rf
 Vo = -( Rf / Ri ) . Vi ……………………………………… ( 1 )

Analisis lengkap berbasis video untuk ( Gambar 5.2 ) bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/255/3559

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 42

Penguat Non Inverting

Penguat ini dinamakan penguat non inverting karena masukan dari penguat tersebut adalah masukan non
inverting dari Op Amp. Sinyal keluaran yang dihasilkan oleh penguat jenis ini sefasa dengan sinyal
masukannya. Gambar 3 menunjukkan rangkaian dari penguat non inverting.

Vi
-

Ii a If
Vo
Ri Rf

Gambar 5.3 Penguat Non - Inverting

Penurunan persamaan dalam rangkaian non - inverting ditunjukkan sebagai berikut :

 If = Ii + 0
 Vo – Va/ Rf = Va – 0 / Ri
 Va = Vi
 Vo = (1 + Rf / Ri ) . Vi ……………………………………… ( 2 )

Analisis lengkap berbasis video untuk ( Gambar 5.3 ) bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/255/3561

Penguat Penjumlah

Rangkaian adder atau penjumlah sinyal dengan Op-amp adalah konfigurasi Op-Amp sebagai penguat
dengan diberikan input lebih dari satu untuk menghasikan sinyal ouput yang linier sesuai dengan nilai
penjumlahan sinyal input dan faktor penguatan yang ada. Pada umumnya rangkaian adder/penjumlah
dengan Op-Amp adalah rangkaian penjumlah dasar yang disusun dengan penguat inverting atau non
inverting yang diberikan input lebih dari 1 ( satu ).

 Penguat Penjumlah Inverting

Penguat penjumlah inverting adalah rangkaian inverting yang menggunakan lebih dari satu masukan
seperti yang ditunjukkan oleh gambar 5.4

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 43

Rf
I1
R1 I4
V1 I2
R2
-
V2 R3 I3 a

V3 Va
+
Vo

Gambar 5.4 Penguat Penjumlah Inverting

Penurunan persamaan dalam rangkaian non - inverting ditunjukkan sebagai berikut :

 I1 + I 2 + I 3 + I 4 = 0
 Va = 0
 ( V1-Va/R1 ) + ( V2-Va/R2 ) + ( V3-Va/R3 ) + ( Vo-Va/Rf )=0
𝑹𝒇 𝑹𝒇 𝑹𝒇
 Vo= - [ 𝑽𝟏 + 𝑽𝟐 + 𝑽𝟑 ]……………………………………… ( 3 )
𝑹𝟏 𝑹𝟐 𝑹𝟑

Analisis lengkap berbasis video untuk ( Gambar 5.4 ) bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/255/3562

 Penguat Penjumlah Non Inverting

Penguat penjumlah non inverting adalah rangkaian inverting yang menggunakan lebih dari satu masukan
seperti yang ditunjukkan oleh gambar 5.5
I1
R1
V1 I2
R2 Va
-
V2 R3 I3 a

V3 Vb
+
b

Rf Vo

Ii If
Ri

Gambar 5.5 Penguat Penjumlah Non Inverting

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 44

Penurunan persamaan dalam rangkaian non - inverting ditunjukkan sebagai berikut :

 If + 0 = Ii
𝑽𝒐 −𝑽𝒃 𝑽𝒃 −𝟎
 =
𝑹𝒇 𝑹𝒊
𝑹𝒇
 𝑽𝒐 = [ ] 𝑽𝒃 + 𝑽𝒃
𝑹𝒊
𝑹𝒇
 𝑽𝒐 = ([ ] + 𝟏) 𝑽𝒃
𝑹𝒊
 I1 + I 2 + I 3 = 0
 Va ≡ Vb
𝐑 𝐕𝟏 𝐕𝟐 𝐕𝟑
 𝐕𝐨 = ([ 𝐟 ] + 𝟏) 𝐑 𝐓 ( + + )……………………………………… ( 4 )
𝐑𝐢 𝐑𝟏 𝐑𝟐 𝐑𝟑

Analisis lengkap berbasis video untuk ( Gambar 5.4 ) bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/255/3565

Pengikut Tegangan

Rangkaian pada gambar 5.6 disebut pengikut tegangan tapi juga dinamakan pengikut sumber, penguat
gain satu, penguat penyangga, atau penguat isolasi. Tegangan masukan E1, diterapkan langsung ke
masukan ( + ) nya. Karena tegangan antara positif dan negativf dianggap 0 maka tegangan keluaran
menyamai tegangan masukan baik besarnya maupun tandanya sehingga tegangan keluaran mengikuti
tegangan masukan atau sumbernya. Gain tegangannya adalah satu ( 1 ).

Gambar 5.6 Pengikut Tegangan


-

+
Vin
Vo

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 45

MODUL 6
PENGUAT BERTINGKAT ( OP-AMP )

A. Tujuan

1. Mengetahui cara kerja operational amplifer sebagai penguat bertingkat


2. Memahami pengaruh penguatan terhadap lebar pita frekuensi

B. Alat yang Digunakan

1. NI-ELVIS I dengan prototyping board


2. Resistor, kapasitor, Op Amp LM 741
3. Probe dan perkabelan

Hubungan bertingkat atau rangkaian cascade penguat operasional (Op-Amp) adalah hubungan dari dua
atau lebih unit rangkaian dimana keluaran atau output dari satu unit rangkaian menjadi masukan bagi unit
rangkaian berikutnya. Keunggulan rangkaian penguat operasional (Op-Amp) adalah bahwa mereka dapat
dihubungkan secara bertingkat tanpa menyebabkan perubahan hubungan masukan-keluaran dari masing-
masing rangkaian untuk sumber tegangan dc. Sebagai contoh perhatikan gambar 6.1, gambar 6.2 dan
gambar 6.3

+
Vo1=Vi2
+

-
-
Vi1
Vo ?
Rf1
Rf2
R1
R2

Gambar 6.1 Penguat Bertingkat Non Inverting

Dari Gambar 6.1 diatas, diketahui data sebagai berikut :

Rf1 = 8 kΩ R1 = 2 kΩ Rf2 = 10 kΩ R2 = 5 kΩ Vi1 = 100 mv

𝑅𝑓1 8𝑘Ω
𝑉𝑜1 = ( + 1) 𝑉𝑖1 = ( + 1) 100 𝑚𝑉 = 500𝑚𝑉
𝑅1 2𝑘Ω
𝑉𝑜1 = 𝑉𝑖2
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 46

+
Vo1=Vi1
+ Vo
-
-

2.5V Vin
Rf2
R2

𝑅𝑓2 10𝑘Ω
𝑉𝑜 = ( + 1) 𝑉𝑜1 = ( + 1) 500𝑚𝑉 = 1.5𝑉
𝑅2 5𝑘Ω

Gambar 6.2 Penguat Bertingkat Pengikut tegangan dan Non Inverting

Dari Gambar 6.2 diatas, diketahui data sebagai berikut :

Rf2 = 20 kΩ R1 = 5 kΩ

𝑉𝑜1 = (1)𝑉𝑖1 = (1)2.5𝑉 = 2.5𝑉


𝑉𝑜1 = 𝑉𝑖1
𝑅𝑓2 20𝑘Ω
𝑉𝑜 = ( + 1) 𝑉𝑜1 = ( + 1) 2.5𝑉 = 12.5𝑉
𝑅2 5𝑘Ω

Rf1

R1
-
R3
V1
Rf3
+ Vo1
Gambar 6.3
Penguat
Rf2 - Bertingkat
Inverting
Vo
+
R2
-
V2

+ Vo2 R4

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 47

Dari Gambar 6.3 diatas, diketahui data sebagai berikut :

Rf1 = 5 kΩ R1 = 2 kΩ Rf2 = 6 kΩ R2 = 4 kΩ R3 = 4 kΩ
R4 = 12 kΩ Rf3 = 8 kΩ V1 = 1 V V2 = 2 V

𝑅𝑓1 5𝑘Ω
𝑉𝑜1 = − ( ) 𝑉1 = − ( ) 1𝑉 = −2.5𝑉
𝑅1 2𝑘Ω
𝑅𝑓2 6𝑘Ω
𝑉𝑜2 = − ( ) 𝑉2 = − ( ) 2𝑉 = −3𝑉
𝑅2 4𝑘Ω
𝑅𝑓3 𝑅𝑓3
𝑉𝑜 = − [( ) 𝑉01 + ( ) 𝑉02 ]
𝑅3 𝑅4
8𝑘Ω 8𝑘Ω
𝑉𝑜 = − [( ) − 2.5𝑉 + ( ) − 3𝑉] = 7𝑉
4𝑘Ω 12𝑘Ω

Tanggapan Frekeuensi dari OP-AMP

Ada banyak jenis op-amp serba guna dan op-amp yang dikhususkan yang terkompensasi dalam, yaitu,
produsennya telah memasang sebuah kapasitor dalam op-amp yang biasanya besarnya 30 pF. Kapasitor
kompensasi dalam ini mencegah op amp agar tidak berosilasi pada frekuensi yang tinggi. Osilasi dicegah
dengan menurunkan gain op amp bersama bertambahnya frekuensi. Jika tidak, maka ada gain yang cukup
besar dan pergeseran fasa pada frekuensi tinggi dimana isyarat keluaran isyarat keluaran akan diumpan
balikkan ke masukan yang bisa menyebabkan osilasi. Dari teori rangkaian dasar telah diketahui bahwa
reaktansi dari sebuah kapasitor akan turun bersama naiknya frekuensi : XC = 1/(2πfC). Umpamanya, jika
frekuensi naik 10 kali, reaktansi kapasitornya turun 10 kali. Jadi bukanlah kebetulan gain tegangan sebuah
op-amp turun 10 kali bersama kenaikan isyarat masukan 10 kali. Suatu perubahan frekuensi 10 kali
disebut suatu dekade.

Gambar 6.4 Gain tegangan untaian terbuka terhadap frekuensi


LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 48

Sebuah kurva yang khas terlihat pada gambar 6.4 untuk op amp terkompensasi seperti 741 dan 747. Pada
frekuensi rendah ( dibawah 0.1 Hz ). Gain untaian terbuka sangat tinggi. Harga yang khas adalah 200.000
( 106 dB ). Titik A pada gambar 6.4 menentukan frekuensi putus dimana gain tegangan 0.707 kali
harganya pada frekuensi-frekuensi rendah. Karena itu, gain tegangan di titik A ( dimana frekuensi E i
besarnya 5 Hz ) besarnya sekitar 140.000 atau 0.707 x 200.000
Titik C dan titik D memperlihatkan bagaimana gain tegangan turun oleh factor yang besarnya 10 kali
sewaktu frekuensi naik oleh factor yang besarnya 10 kali dinyatakan secara lebih efisien dengan istilah
per decade ( decade artinya 10 ). Sumbu tegak-sebelah kanandari gambar 6.4 adalah sebuah gambar gain
tegangan dalam decibel (dB). Gain tegangannya menurun sebesar 20 dB untuk peningkatan frekuensi
sebesar 1 dekade. Hal ini menjelasakan mengapa kurva tanggapan frekuensi A ke B diuraikan sebagai
meluncur 20 dB/decade.

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 49

MODUL 7
PENGUAT INSTRUMENTASI
A. Tujuan

1. Mengetahui cara kerja Penguat Instrumentasi

B. Alat yang Digunakan

1. NI-ELVIS I dengan prototyping board


2. Resistor, kapasitor, Op Amp LM 741
3. Probe dan perkabelan

Penguat yang paling berguna untuk pengukuran, instrumentasi, atau pengendalian adalah penguat
instrumentasi. Penguat ini dirancang dengan beberapa op amp atau tahanan presisi yang membuat
rangkaiannya sangat stabil dan berguna bilamana ketelitian merupakan hal yang penting. Saudara dekat
penguat instrumentasi adalah yang harganya murah adalah penguat diferensial dasar. Penguat Differensial
bisa mengukur maupun memperkuat isyarat – isyarat kecil yang terbenam dalam isyarat – isyarat yang
jauh lebih besar.

Penguat Diferensial

Sejauh ini kita hanya menggunakan salah satu masukan penguat operasional untuk terhubung ke amplifier
, baik menggunakan " pembalik " atau " non - pembalik " terminal input untuk memperkuat sinyal input
tunggal dengan input lain yang terhubung ke tanah . Tapi kita juga bisa menghubungkan sinyal untuk
kedua input pada saat yang sama memproduksi jenis lain yang umum dari rangkaian penguat operasional
disebut Penguat Diferensial . prinsip kerjanya adalah dengan menghubungkan satu sinyal tegangan ke
salah satu terminal input dan sinyal lain tegangan ke terminal input lain tegangan output yang dihasilkan
akan sebanding dengan " Perbedaan " antara dua sinyal tegangan input V1 dan V2 . Adapun rangkaian
penguat diferensial dapat dilihat pada gambar 7.1
Rf

I2
I1
-
a Va
R1
I3
V1 b Vb
+
R2 Vo
V2
I4

Gambar 7.1 Penguat Diferensial

Penurunan persamaan dalam rangkaian Penguat Diferensial ditunjukkan sebagai berikut


LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 50

Node A Node B
I1 = I2 I3 = I4
𝑉1 − 𝑉𝑎 𝑉𝑎 − 𝑉𝑜 𝑉2 − 𝑉𝑏 𝑉𝑏 − 0
= =
𝑅1 𝑅𝑓 𝑅2 𝑅4

 Va ≡ Vb
𝑅4
 𝑉𝑏 = ( ) 𝑉2
𝑅4 +𝑅2
𝑅1 𝑅3
 𝑆𝑒𝑡 =
𝑅𝑓 𝑅4
𝑹𝒇
 𝑽𝒐 = (𝑽𝟐 − 𝑽𝟏 ) ……………………………………… ( 1 )
𝑹𝟏

Analisis lengkap berbasis video untuk ( Gambar 7.1 ) bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/255/3572

Tegangan Mode Bersama

Parameter CMRR (Commom Mode Rejection Ratio) pada sebuah Op-Amp merupakan salah satu
parameter yang penting dan menentukan kualitas dari penguat operasional (Op-Amp) tersebut. Dimana
semakin tinggi nilai parameter CMRR (Commom Mode Rejection Ratio) ini maka Op-Amp memiliki
respon frekuensi yang semakin baik. Parameter CMRR ini cukup penting untuk menunjukkan kinerja op-
amp tersebut. Op-amp dasarnya adalah penguat diferensial dan mestinya tegangan input yang dikuatkan
hanyalah selisih tegangan antara input v1 (non-inverting) dengan input v2 (inverting). Karena ketidak-
idealan op-amp, maka tegangan persamaan dari kedua input ini ikut juga dikuatkan. Parameter CMRR
diartikan sebagai kemampuan op-amp untuk menekan penguatan tegangan ini (common mode) sekecil
kecilnya. CMRR didefenisikan dengan rumus CMRR = ADM/ACM yang dinyatakan dengan satuan dB.
Contohnya op-amp dengan CMRR = 90 dB, ini artinya penguatan ADM (differential mode) adalah kira-
kira 30.000 kali dibandingkan penguatan ACM (commom mode). Kalau CMRR-nya 30 dB, maka artinya
perbandingannya kira-kira hanya 30 kali. Kalau diaplikasikan secara real, misalkan tegangan input v1 =
5.05 volt dan tegangan v2 = 5 volt, maka dalam hal ini tegangan diferensialnya (differential mode) = 0.05
volt dan tegangan persamaan-nya (common mode) adalah 5 volt.

Dengan CMRR yang makin besar maka op-amp diharapkan akan dapat menekan penguatan sinyal yang
tidak diinginkan (common mode) sekecil-kecilnya. Jika kedua pin input dihubung singkat dan diberi
tegangan, maka output op-amp mestinya nol. Dengan kata lain, op-amp dengan CMRR yang semakin
besar akan semakin baik.

Persamaan CMRR Dalam desibel (dB)

𝐴
𝐶𝑀𝑅𝑅 = 20 log | 𝐴𝐷𝑀 | (dB) ……………………………… (2 )
𝐶𝑀

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 51

Penguat Instrumentasi

Penguat Instrumentasi adalah salah satu dari penguat-penguat yang paling bermanfaat,cermat, dan
sebaguna yang ada pada saat ini. Penguat ini dibuat dari tiga penguat dan tujuh tahanan seperti yang
terlihat di gambar 7.2 . Penguat instrumentasi sangat berguna untuk menguatkan sinyal kecil yang
dihasilkan oleh termokopel dan pengkondisi sinyal serta lainnya.

V1s R1 R2
+

V1 -
R3

Va -
R4 I +
Vo
Vb
R3
-
+ V2s
R1
V2 R2

Gambar 7.2 Penguat Instrumentasi

Penurunan persamaan dalam rangkaian Penguat Instrumentasi ditunjukkan sebagai berikut :

𝑅3 𝑅3
𝑉1𝜎 = (1 + ) 𝑉1 , 𝑑𝑎𝑛 𝑉2𝜎 = (1 + ) 𝑉2
𝑅4 𝑅4

𝑉 𝑉1𝜎 − 𝑉2𝜎
𝐼= =
𝑅 𝑅4 + 2𝑅3

𝑉 𝑉𝑎 − 𝑉𝑏 𝑉1 − 𝑉2
𝐼= = =
𝑅 𝑅4 𝑅4

𝑅4 + 2𝑅3 2𝑅3
𝑉1𝜎 − 𝑉2𝜎 = (𝑉1 − 𝑉2 ) = (1 + ) (𝑉1 − 𝑉2 )
𝑅4 𝑅4

𝑅2 𝑅2 2𝑅3
𝑉𝑜 = ( ) (𝑉2𝜎 − 𝑉1𝜎 ) = ( ) (1 + ) (𝑉1 − 𝑉2 ) … . . 𝐵𝑖𝑙𝑎 𝑅2 = 𝑅1
𝑅1 𝑅1 𝑅4

2𝑅3 2𝑅3
𝑉𝑜 = (1 + ) (𝑉1 − 𝑉2 ) , … … (𝐺𝐴𝐼𝑁) = (1 + )
𝑅4 𝑅4

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 52

2𝑅3
𝑉𝑜 = 𝐴(𝑉1 − 𝑉2 ) , … … (𝐴) = (1 + ) … … … … … …. ( 3 )
𝑅4

Analisis lengkap berbasis video untuk ( Gambar 7.2 ) bisa di lihat di :


http://www.ilectureonline.com/lectures/subject/ENGINEERING/28/255/3582

Untuk memudahkan pengesetan penguatan, maka diperlukan pengganti R4 dengan sebuah potensiometer
seperti yang akan dijelaskan sesuai dengan gambar 7.3. Pada Gambar 7.3 resistor tetap R4 diganti dengan
sebuah resistor variable RG

+ V1s R R

V1 -
R

Va -
RG I +
Vo
Vb
R
-
+ V2s
R
V2 R

Gambar 7.3 Penguat Instrumentasi menggunakan variable resistor

Penurunan persamaan dalam rangkaian Penguat Instrumentasi menggunakan variable resistor sama
dengan system penguat instrumentasi seperti yang ditunjukkan oleh gambar 7.2. Untuk penggunaan
penguat instrumentasi menggunakan variable resistor maka nilai resistansi dibuat sama untuk nilai R 3 , R2
, R1. R4 diganti sebuah variable resistor RG dalam gambar 7.3 sehingga menghasilkan persamaan

2𝑅 2𝑅
𝑉𝑜 = (1 + ) (𝑉1 − 𝑉2 ) , 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 (𝐺𝐴𝐼𝑁) = (1 + )………………………..( 4 )
𝑅𝐺 𝑅𝐺

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 53

MODUL 8
FILTER AKTIF
A. Tujuan

1. Mengetahui cara kerja Filter Aktif op amp sebagai Filter lolos rendah, Filter Lolos Tinggi dan
Filter Band Pass

B. Alat yang Digunakan

1. NI-ELVIS I dengan prototyping board


2. Resistor, kapasitor, Op Amp LM 741
3. Probe dan perkabelan

Filter adalah sebuah rangkaian yang dirancang agar melewatkan suatu pita frekuensi tertentu seraya
memperlemah semua isyarat diluar pita tersebut. Jaringan filter bisa bersifat aktif maupun pasif. Jaringan
Filter pasif hanya berisi tahanan,indukor, dan kapasitor saja. Filter aktif, yang merupakan satu-satunya
jenis yang menggunakan transistor dan opamp ditambah tahanan ,induktor dan kapasitor.

Ada empat jenis filter : filter lolos rendah, filter lolos tinggi, band pass, dan band elimination ( lebih
dikenal dengan bandreject ).

Filter lolos rendah ( low pass ) adalah sebuah rangkaian yang tegangan keluarannya tetap dari dc naik
sampai suatu frekuensi cutoff , fc. yang kemudian tegangan akan diperlemah ( turun ). frekuensi cutoff , fc
juga disebut frekuensi 0.707, frekuensi 3 dB, frekuensi pojok atau frekuensi putus. Filter lolos tinggi (
High pass ) memperlemah tegangan keluaran untuk semua frekuensi dibawah frekuensi cutoff , fc dan
tegangan akan tetap di atas frekuensi cutoff , fc .

Frekuensi cutoff ( fc ) didefinisikan sebagai frekuensi dari Ei dimana | ACL | dikurangi menjadi 0.707 kali
harga frekuensi rendahnya. Frekuensi cutoff ( ωc ) dihitung dengan persamaan

1
𝜔𝐶 = = 2𝜋𝑓𝑐
𝑅𝐶
Dimana ωc adalah frekuensi cutoff dalam radian per detik, fc adalah frekuensi cutoff dalam Hertz, Rdalam
ohm, dan C dalam Farad.

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 54

Gambar 8.1 Diagram Bode Low Pass Filter menggunakan NI ELVIS

Rangkaian yang dipergunakan untuk menghasilkan gambar 8.1 adalah seperti berikut :

Rf

V supply ( - )
ACH 1 ( + ) -
R1 ACH 0 ( + )
+
F-Gen Out
V supply ( + )
C1

ACH 1 ( - )
ACH 0 ( - )
GND ELVIS

Gambar 8.2 Diagram Rangkaian Aktif Low Pass Filter Menggunakan NI ELVIS

Filter aktif high pass atau sering disebut dengan Active High Pass Filter (Active HPF) atau juga
disebut dengan filter aktif lolos atas adalah rangkaian filter yang akan melewatkan sinyal input dengan
frekuensi diatas frekuensi cut-off rangkaian dan akan melemahkan sinyal input dengan frekuensi dibawah
frekuensi cut-off rangkaian dan ditambahkan rangkaian penguat tegangan menggunakan operasional
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 55

amplifier (Op-Amp). Rangkaian high pass filter aktif pada dasarnya sama saja dengan filter pasif high
pass, perbedaannya pada bagian output filter aktif high pass ditambahkan rangkaian penguat tegangan.

Frekuensi cutoff ( fc ) didefinisikan sebagai frekuensi dari Ei dimana | ACL | dikurangi menjadi 0.707 kali
harga frekuensi rendahnya. Frekuensi cutoff ( ωc ) dihitung dengan persamaan

1
𝜔𝐶 = = 2𝜋𝑓𝑐
𝑅𝐶

Dimana ωc adalah frekuensi cutoff dalam radian per detik, fc adalah frekuensi cutoff dalam Hertz, Rdalam
ohm, dan C dalam Farad.

Gambar 8.3 Diagram Bode High Pass Filter menggunakan NI ELVIS

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 56

Rf = R

V supply ( + )

-
FGen Out
+ ACH 0 ( + )
C
ACH 1 ( + ) R V supply ( - )

ACH 0 ( - )
ACH 1 ( - )
GND Elvis

Gambar 8.4 Diagram Rangkaian Aktif High Pass Filter Menggunakan NI ELVIS

Band pass filter (BPF) adalah filter yang akan meloloskan sinyal pada range frekuensi diatas frekuensi
batas bawah (fL) dan dibawah frekuesni batas atas (fH). Dalam band pass filter (BPF) ini dikenal 2 jenis
rangkaian band pass filter (BPF) yaitu band pass filter (BPF) bidang lebar dan band pass filter (BPF)
bidang sempit. Untuk membedakan kedua rangkaian ini adalah dengan melihat dari nilai faktor kualitas
(Q).

 Bila Q < 10, maka digolongkan sebagai band pass filter (BPF) bidang lebar.
 Bila Q > 10, maka digolongkan sebagai band pass filter (BPF) bidang sempit.

Perhitungan faktor kualitas (Q) untuk band pass filter adalah

𝑓𝑐 𝑓𝑐
𝑄= =
𝐵𝑊 𝑓ℎ − 𝑓𝑙

Dimana 𝑓𝑐 = √𝑓ℎ − 𝑓𝑙

Syarat BPF bidang lebar adalah Q <10, biasanya didapat dari dua rangkaian filter HPF dan LPF yang di
seri dengan urutan tertentu dan frekuensi cut off harus tertentu. Contoh Hasil pengukuran menggunakan
NI Elvis terhadap bandpass filter pita lebar ditunjukkan dengan gambar 8.5

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 57

Gambar 8.5 Diagram Bode BandPass Filter Pita Lebar menggunakan NI ELVIS

Rangkaian yang dipergunakan ditunjukkan dengan gambar 8.6 , Dimana untuk mendapatkan BPF pita
lebar menggunakan dua buah op amp dengan rangkaian seri HPF dan LPF

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 58
R4
R2
var supply ( + )
var supply ( + )

- ACH 0 ( + )
C1
FGEN Out + Rl
R3
ACH 1 ( + ) var supply ( - )
R1 var supply ( - ) C2
GND Elvis
ACH 1 ( - )
ACH 0 ( - )

Gambar 8.6 Rangkaian BPF Pita Lebar Menggunakan NI ELVIS

Syarat BPF bidang sempit adalah Q > 10. Rangkaian yang sering digunakan untuk mendapatkan BPF
Pita sempit disebut multiple feedback filter karena satu rangkaian menghasilkan 2 batasan Lf dan Hf .
Gambar rangkaian serta contoh bandwidth bidang sempit diperlihatkan dalam gambar 8.7 dan 8.8.
Persamaan persamaannya pun beda dan tersendiri. Komponen pasif yang digunakan sama dengan
komponen pasif dari LPF dan HPF.

Gambar 8.7 Diagram Bode BandPass Filter Pita Sempit menggunakan NI ELVIS

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 59

C1

R2

150 pF

C2
- 1
R1
FGEN Out
+ ACH 0 ( + )
ACH 1 ( + ) R3 7 4
+V -V
GND Elvis

ACH 1 ( - )
ACH 0 ( - )

Gambar 8.8 Rangkaian BPF Pita Sempit Menggunakan NI ELVIS

Perhitungan dari rangkain band pass filter (BPF) diatas dengan nilai C1=C2=C sehingga nilai
resistansinya dapat ditentukan sebagai berikut :

fc 1 
fc  1 Q   R2 
R1 R2 C1C 2  Amax   R2
2R1
Bandwith 2 R1

R3  Q
R1  Q
(2f cCAmax )
R2  Q
f cC 2f C 2Q
c
2
 Amax 
2
 fc 
R3'  R3  
 f'
 c
Untuk mendapatkan nilai R1 , R2 , dan R3 bisa digunakan Ms Excell yang telah di program
perhitungannnya dengan nama perhitungan band pass filter.xlsx

Band reject filter atau disebut juga sebagai band stop filter adalah rangkaian elektronika yang
berfungsi untuk menahan sinyal dengan range frekuensi diatas frekuensi batas bawah (fL) dan dibawah
range frekuensi batas atas (fH). Dan akan melewatkan sinyal dengan range frekuensi diluar range
frekuensi batas bawah (fL) dan frekuensi batas atas (fH). Band reject filter atau band stop filter aktif
dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut yaitu Band reject filterbidang lebar dan Band reject filterbidang
sempit

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 60

BRF bidang lebar adalah terdiri dari rangkaian HPF dan LPF yang dimasukkan ke rangkaian
penjumlah. Sedang BRF bidang sempit adalah terkenal dengan rangkaian Notch Filter yaitu menolak
frekuensi tertentu. Contoh rangkaian Band Reject Filter bidang lebar seperti gambar 8.10 dan hasil
pengukuran menggunakan NI Elvis pada gambar 8.9

.Gambar 8.9 Diagram Bode


BandReject Filter Pita Lebar
menggunakan NI ELVIS

R2

var supply ( + )

- R6
R7
C1
+

R1 var supply ( - ) var supply ( + )


GND Elvis
-
ACH 0 ( + )
FGEN Out R4 +
ACH 1 ( + )
var supply ( - )
var supply ( + )
GND Elvis
- R5
R3
+

C2
var supply ( - )
GND Elvis
ACH 1 ( - )
ACH 0 ( - )

Gambar 8.10 Rangkaian BRF Pita Lebar Menggunakan NI ELVIS


LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 61

MODUL 9
OSILATOR
A. Tujuan

1. Mengetahui cara kerja Osilator Relaksasi dan Jembatan Wien

B. Alat yang Digunakan

1. NI-ELVIS I dengan prototyping board


2. Op Amp 741, Resistor dan kapasitor
3. Probe dan perkabelan

Osilator merupakan pembangkit sinyal , yaitu suatu rangkaian yang menghasilkan keluaran berupa isyarat
tegangan listrik tanpa adanya isyarat masukan. Dilihat dari bentuknya ketika digambarkan sebagai fungsi
waktu, dikenal beberapa jenis misalnya sinusoida,kotak,segitiga,gigi gergaji, dan sebagainya

-vref
-

+vref
+
ACH0 +
C

R2
R1
Gnd Elvis

ACH0 -

Gambar 9.1 Rangkaian Osilator Relaksasi

Gambar 9.1 merupakan rangkaian osilator relaksasi, Dalam rangkaian tersebut C diisi dan dikosongkan
melalui hambatan R sehingga tegangan dititik a naik dan turun secara eksponensial dengan tetapan waktu
RC. Ketika tegangan di titik a lebih tinggi dari tegangan di titik b, maka keluaran V o = - Vcc , sedangkan
tegangan dititik a lebih rendah dari tegangan dititik b, maka tegangan keluaran V o = + Vcc . Dengan
demikian keluaran Vo merupakan tegangan kotak. Jika tegangan keluaran Vo dipasang dua dioda zener
berbalikan, maka tegangan Vo akan berupa kotak yang nilai maksimumnya +Vz dan nilai minimumnya –
Vz. Secara umum tegangan maksimum keluaran dituliskan dengan Vsat yang dapat bernilai sama dengan
Vcc ataupun Vz. Gambar 9.2 melukiskan bentuk tegangan keluaran Vo dan tegangan pada titik a
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 62

Gambar 9.2 Tegangan pada Vo ( kotak ) dan tegangan pada titik a (lengkung )

Kemudian didefinisikan :
𝑅1
𝐵= …………………………………………………….. ( 1)
𝑅1 +𝑅2

Maka tegangan pada titik a dapat dinyatakan sebagai :


−1⁄
𝑉𝑎 (𝑡) = (1 + 𝐵) (1 − 𝑒 𝑅𝐶 ) 𝑉𝑠𝑎𝑡 − 𝐵𝑉𝑠𝑎𝑡 ………………………….. ( 2 )

Pada saat t = ½ T , maka 𝑉𝑎 (1⁄2 𝑇) = 𝐵𝑉𝑠𝑎𝑡 , maka diperoleh :

1+𝐵
𝑇 = 2𝑅𝐶 ln 1−𝐵 ………………………………………………………….( 3 )

Untuk osilator yang menghasilkan sinyal sinusoida, dapat digunakan osilator jembatan wien seperti yang
ditunjukkan oleh gambar 9.2, Frekuensi osilator untuk jembatan wien adalah
1
𝑓𝑟 = 2𝜋𝑅𝐶 …………………………………………………………………..( 4 )

Berdasarkan konsep rangkaian, terdapat dua impedansi antara R1 dan C1 yang disebut dengan Zs yang
terangkai secara seri dengan nilai 𝑍𝑠 = √𝑅 2 + 𝑋𝑐2 , sedangkan untuk rangkaian secara pararel maka nilai
𝑅𝑋𝑐 𝑍𝑝
impedansi Z adalah 𝑍𝑝 = . Hasil ini memberikan nilai total impedansi menjadi 𝑍𝑜𝑢𝑡 = 𝑍
√𝑅2 +𝑋𝑐2 𝑝 +𝑍𝑠

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 63

yang menghasilkan nilai 1/3 bila nilai R1 = R2 serta C1=C2. Untuk osilasi dalam bentuk gelombang
sinusoida maka penguatan yang dihasilkan harus lebih besar dari 3 ,
𝑅
( 𝐴𝑣 = 1 + 𝑅4 = 3 ) …………………………………………………….....( 5 )
3

R1

Zs
Gnd Elvis
ACH0 - C1
+
Zout

ACH0 +
C2 R2 Zr
R4
R3

Gambar 9.3 Rangkaian Osilator Jembatan Wien

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 64

MODUL 10
PEMECAH SANDI
A. Tujuan

1. Mengenal, mempelajari dan memahami operasi rangkaian logika untuk memecah sandi bilangan
decimal
2. Memahami cara menampilkan data menggunakan peraga tujuh ruas
3. Mengenal dan memahami cara kerja IC pemecah sandi BCD ke tujuh ruas

B. Alat yang Digunakan

1. Modul Elektronika Digital


2. IC 74LS47 dan IC 74LS90
3. Perkabelan dan protoboard

Pemecah sandi ( decoder ) merupakan suatu rangkaian logika terintegrasi yang berfungsi untuk
menampilkan kode-kode biner menjadi tanda-tanda yang dapat ditanggapi secara visual. Sesuai dengan
ragam cara penyandian, maka dapat kita jumpai beragam tipe decoder, salah satu diantaranya decoder
BCD. Dekoder yang akan dipelajari dalam percobaan ini mempunyai 4 saluran masuk, dan 7 saluran
keluar. Sinyal keluaran 0 ( nol ) dari decoder ini akan mengaktifkan ( menyalakan ) salah satu ruas LED
pada peraga 7 ruas ( gambar 10.1 )

D a f b
b
C c
DEKODER d g
B e
f
A g

e c

Gambar 10.1 Pemecah Sandi BCD ke 7 Ruas

Untuk menyatakan bilangan decimal dalam peraga 7 ruas, maka table kebenarannya seperti yang
ditunjukkan pada tabel 10.a . Berdasarkan tabel tersebut dapat ditentukan fungsi logika dari masing –
masing ruas. Pada percobaan ini, fungsi tersebut dikembangkan sehingga kita hanya memerlukan
gerbang AND, OR, dan NOR masing – masing satu IC untuk menyusun rangkaian logika tiap ruas.

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 65

Tabel 10.a Tabel kebenaran BCD ke 7 ruas

Dari tabel tersebut, maka :

̅ ̅̅̅̅
𝑎=𝐷 ̅̅̅̅ + 𝐷
̅ 𝐶𝐵𝐴
𝐶𝐵𝐴 + 𝐷 ̅ 𝐶𝐵𝐴̅ + 𝐷𝐶̅ 𝐵𝐴̅ + 𝐷𝐶̅ 𝐵𝐴 + 𝐷𝐶𝐵𝐴
̅̅̅̅ + 𝐷𝐶𝐵𝐴̅ + 𝐷𝐶𝐵𝐴

̅ ̅̅̅̅
𝑎=𝐷 𝐶𝐵𝐴 + 𝐶𝐴̅ + 𝐷𝐵

𝐷 + 𝐶 . ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑎 = ̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝐵 + 𝐴̅ + 𝐶𝐴̅ + 𝐷𝐵

Maka rangkaian logika untuk ruas a adalah :

Gambar 10.2 Rangkaian untuk logika a

Kembali perhatikan tabel kebenaran pemecah sandi

̅ 𝐶𝐵𝐴̅ + 𝐷𝐶̅ 𝐵𝐴̅ + 𝐷𝐶̅ 𝐵𝐴 + 𝐷𝐶̅ 𝐵𝐴 + 𝐷𝐶𝐵̅𝐴 + 𝐷𝐶𝐵𝐴̅ + 𝐷𝐶𝐵𝐴


̅ 𝐶𝐵̅𝐴 + 𝐷
𝑏=𝐷
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 66

̅̅̅̅𝐴 + 𝐷𝐵 + 𝐷
̅ 𝐶𝐵
𝑏=𝐷 ̅ 𝐶𝐵𝐴̅

𝑏 = 𝐶(𝐵̅𝐴 + ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐷 + 𝐴𝐵) + 𝐷𝐵

Dengan demikian , rangkaian logika untuk ruas b adalah :

Gambar 10.3 Rangkaian untuk logika b

Ruas c dari pemecah sandi BCD dapat dinyatakan sebagai :

̅ 𝐶𝐵𝐴̅ + 𝐷𝐶̅ 𝐵𝐴̅ + 𝐷𝐶𝐵𝐴̅ + 𝐷𝐶̅ 𝐵𝐴 + 𝐷𝐶𝐵𝐴 + 𝐷𝐶𝐵̅𝐴̅ + 𝐷𝐶𝐵̅𝐴̅ + 𝐷𝐶𝐵̅𝐴


𝑐=𝐷

𝑐 = 𝐶̅ 𝐵𝐴̅ + 𝐷𝐶

𝑐 = ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐶 + 𝐴𝐵 + 𝐷𝐶

Dengan demikian , rangkaian logika untuk ruas c adalah :

Gambar 10.4 Rangkaian untuk logika c

Ruas d dari pemecah sandi BCD dapat dinyatakan sebagai :

̅ 𝐶̅ 𝐵̅𝐴 + 𝐷𝐶̅ 𝐵̅𝐴 + 𝐷


𝑑=𝐷 ̅ 𝐶𝐵̅𝐴̅ + 𝐷𝐶𝐵̅𝐴̅ + 𝐷
̅ 𝐶𝐵𝐴 + 𝐷𝐶𝐵𝐴

𝑑 = 𝐶̅ 𝐵̅𝐴 + 𝐶𝐵̅𝐴̅ + 𝐶𝐵𝐴

𝑑 = ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐶 + 𝐵𝐴 + ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐵 + 𝐴𝐶 + 𝐶𝐵𝐴
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 67

Dengan demikian , rangkaian logika untuk ruas d adalah

Gambar 10.5 Rangkaian untuk logika d

Ruas e dari pemecah sandi BCD dapat dinyatakan sebagai :

̅ 𝐶̅ 𝐵̅𝐴 + 𝐷
𝑒=𝐷 ̅ 𝐶̅ 𝐵𝐴 + 𝐷
̅ 𝐶𝐵̅𝐴̅ + 𝐷 ̅ 𝐶𝐵𝐴 + 𝐷𝐶̅ 𝐵̅𝐴 + 𝐷𝐶̅ 𝐵𝐴 + 𝐷𝐶𝐵̅𝐴̅ + 𝐷𝐶𝐵̅𝐴 + 𝐷𝐶𝐵𝐴
̅ 𝐶𝐵̅𝐴 + 𝐷

𝑒 = 𝐶𝐵̅𝐴̅ + 𝐴

̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑒 = 𝐶𝐵 +𝐴+𝐴

Dengan demikian , rangkaian logika untuk ruas e adalah

Gambar 10.6 Rangkaian untuk logika e

Ruas f dari pemecah sandi BCD dapat dinyatakan sebagai :

̅ 𝐶̅ 𝐵̅𝐴 + 𝐷
𝑓=𝐷 ̅ 𝐶̅ 𝐵𝐴̅ + 𝐷
̅ 𝐶̅ 𝐵𝐴 + 𝐷𝐶̅ 𝐵𝐴̅ + 𝐷𝐶̅ 𝐵𝐴 + 𝐷𝐶̅ 𝐵̅𝐴 + 𝐷
̅ 𝐶𝐵𝐴 + 𝐷𝐶𝐵𝐴

̅ 𝐶̅ 𝐵̅𝐴 + 𝐶̅ 𝐵 + 𝐶𝐵𝐴
𝑓=𝐷

𝐷 + 𝐶 . ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑓 = ̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝐵 + 𝐴̅ + 𝐵(𝐶̅ + 𝐶𝐴)

Dengan demikian , rangkaian logika untuk ruas f adalah

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 68

Gambar 10.7 Rangkaian untuk logika f

Ruas g dari pemecah sandi BCD dapat dinyatakan sebagai :

̅ 𝐶̅ 𝐵̅𝐴̅ + 𝐷
𝑔=𝐷 ̅ 𝐶̅ 𝐵̅𝐴 + 𝐷
̅ 𝐶𝐵𝐴 + 𝐷𝐶𝐵𝐴

̅ 𝐶̅ 𝐵̅ + 𝐶𝐵𝐴
𝑔=𝐷

̅ ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑔=𝐷 𝐶 + 𝐵 + 𝐶𝐵𝐴

Dengan demikian , rangkaian logika untuk ruas g adalah

Gambar 10.8 Rangkaian untuk logika g

Gambar 10.2 sampai dengan 10.8 merupakan prinsip kerja IC TTL 7447. Ini berarti kehadiran IC TTL
7447 telah menyederhanakan kerumitan rangkaian sehingga berpuluh IC dapat digantikan dalam satu
untai.

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 69

Gambar 10.9 Skema pin IC TTL 7447

Gambar 10.10 Skema pin IC TTL 7490

IC 7490 merupakan suatu pencacah sepuluh yang akan mencacah maju dari 0 sampai dengan 9. Masukan
penting yang perlu diketahui pada percobaan ini adalah clock. Kecepatan cacahan pada IC TTL 7490
bergantung kepada frekuensi clock yang digunakan. Keluaran dari IC TTL 7490 ini terdiri dari empat
saluran yang nilainya dapat diperagakan melalui tujuh ruas IC TTL 7447

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 70

MODUL 11
RANGKAIAN PENJUMLAH
A. Tujuan

1. Mengenal, mengerti dan memahami operasi penjumlahan tak lengkap


2. Mengenal, mengerti dan memahami operasi penjumlahan lengkap
3. Mengenal ragam IC penjumlah biner
4. Mengenal, mengerti dan memahami operasi penjumlahan bilangan biner 4 bit

B. Alat yang Digunakan

1. Modul Elektronika Digital


2. IC TTL 7408 , IC TTL 7486, IC TTL 7432, dan IC TTL 7483
3. Perkabelan dan protoboard

Arithmatic Logic Unit ( ALU ) merupakan bagian pengolahan bilangan dan logika dari sebuah
mikroprosesor atau CPU ( Central Processing Unit ). Operasi bilangan yang paling sederhana adalah
penambahan dan pengurangan. Pada praktikum modul 11 ini akan dipelajari prinsip operasi tersebut.

Untuk bilangan biner 1 bit, dikenal dua macam rangkaian penjumlah, yaitu penjumlah tak lengkap ( Half
Adder ) dan penjumlah lengkap ( Full Adder ). Berdasarkan prinsip kedua macam penjumlahan tersebut
dapat dibangun sebuah penjumlah dua bilangan dengan bit yang lebih tinggi.

 Penjumlah Tak Lengkap ( Half Adder )

Pada penjumlah ini ada dua data masukan biner ( misalnya A dan B ). Dari penjumlahan aritmatika dua
data tersebut terdapat empat kemungkinan konfigurasi seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 11.a Tabel kebenaran Half Adder

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 71

Dari tabel tersebut ( SUM = Jumlah , CY = Carry yaitu sisa penjumlahan ) , terlihat bahwa :
SUM = A + B dan Carry = A . B
Dengan demikian rangkaian penyusun penjumlah tak lengkap dapat digambarkan seperti gambar 11.1 .
Dalam rangkaian, penjumlah tak lengkap digambarkan dengan symbol seperti yang dilukiskan oleh
gambar 11.2

Gambar 11.1 Rangkaian Half Adder Gambar 11.2 Simbol rangkaian Half Adder

 Penjumlah Lengkap ( Full Adder )

Pada Penjumlah lengkap ini terdapat tiga saluran masukan ( sebut saja A, B dan Cin ) dan dua saluran
keluaran ( SUM dan Cout ) yang disusun berdasarkan tabel kebenaran dalam tabel kebenaran 11.b :

Tabel 11.b Tabel kebenaran Full Adder

Dari tabel tersebut ( SUM = Jumlah , CY = Carry yaitu sisa penjumlahan ) , terlihat bahwa :

SUM = A + B + Cin dan Cout = A.B + A.Cin + B.Cin

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 72

Dengan demikian rangkaian penyusun penjumlah tak lengkap dapat digambarkan seperti gambar 11.3 .
Dalam rangkaian, penjumlah tak lengkap digambarkan dengan symbol seperti yang dilukiskan oleh
gambar 11.4

Gambar 11.3 Rangkaian Full Adder Gambar 11.2 Simbol rangkaian Full Adder

 Penjumlahan biner 4 bit

Gambar 11.5 menunjukkan rangkaian logika penjumlah biner ( binary adder ) yaitu menjumlahkan dua
bilangan biner. Bilangan yang dijumlahkan terdiri dari 4 bit :

Carry C4 C3 C2 C1 0
A A3 A2 A1 A0
B B3 B2 B1 B0 +
SUM C4 S3 S2 S1 S0

Untuk mendapatkan S0 sebenarnya dapat digunakan sebuah penjumlah tak lengkap ( HA ), tapi karena
tersedia adalah penjumlah lengkap maka C0 harus diberi nilai 0. Selanjutnya untuk mendapatkan S1
sampai S3 masing – masing diperlukan sebuah penjumlah lengkap ( FA ). C4 merupakan carry dari
penjumlahan biner 4 bit.

Gambar 11.5 Rangkaian penjumlah biner


LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 73

 Bilangan bertanda

Untuk menyatakan bilangan bertanda pada sistem bilangan biner yang paling mudah adalah dengan
menyediakan satu bit untuk tanda sebeleum MSB. Misalnya jika bit tersebut bernilai 0 berarti bilangan
positif, sedangkan jika bit tersebut bernilai 1 berarti bilangan negative. Kemudahan tersebut dalam
perangkat keras menjadi sangat rumit jika dihendaki operasi aritmatik misalnya
penjumlahan/pengurangan . kesulitan tersebut dapat dihindari jika kita gunakan konsep komplemen.

Jika suatu sinyal masuk ke gerbang NOT, maka ia akan menghasilkan komplemen – 1. Jika A
menyatakan bilangan empat bit, misalnya 0111 dilewatkan ke gerbang NOT akan menjadi 𝐴̅ = 1000
yang merupakan komplemen – 1 dari A. Komplemen-2 dari suatu bilangan dapat diperoleh dengan
menambah 1 terhadap komplemen – 1 nya. Maka komplemen – 2 dari A ditulis A’ = 𝐴̅ + 1. Misalkan
untuk A =0111, komplemen – 2 dari a adalah A’ = 1001

Jika kita melakukan operasi komplemen -2 terhadap suatu bilangan sebanyak dua kali, maka kita akan
memperoleh nilai semula. Misal A = 0111 , yaitu sama dengan A. Selanjutnya komplemen – 2 dari suatu
bilangan ini kita gunakan untuk menyatakan bilangan negative. Contoh lain, jika bilangan 7 dituliskan
dengan 0111 maka – 7 dinyatakan dengan 1001 ( komplemen – 2 dari 0111 ), bilangan 3 ditulis dengan
0011 maka -3 ditulis dengan 1101, dan seterusnya.

 Penjumlahan – Pengurang komplemen 2

Rangkaian logika yang dapat berfungsi untuk menjumlahkan atau mengurangkan dua bilangan biner
ditunjukkan pada gambar 11.6. Rangkaian tersebut dinamakan juga rangkaian penjumlah – pengurang
komplemen – 2

Gambar 11.6 Rangkaian penjumlah pengurang komplemen – 2

Cara kerja rangkaian pada gambar 11.6 adalah sebagai berikut :


Jika SUB = 0 , maka bit – bit B akan melewati EXOR tidak mengalami inverse, karena dalam operasi
logika biner a + 0 = a . Dalam hal ini penjumlah lengkap ( FA ) menghasilkan keluaran A = A + B.
Dalam operasi logika biner a + 1 = 𝑎̅. Maka SUB bernilai 1 , maka
LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 74

S = A + 𝐵̅ + 1 , S = A + B’
Mengingat bahwa B’ mempresentasikan bilangan negative – B , maka S = A – B. Ini berarti bahwa
rangkaian pada gambar 11.6 merupakan penjumlahan dua bilangan jika SUB = 0, dan akan merupakan
pengurang dua bilangan jika SUB = 1

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 75

MODUL 12
FLIP FLOP
A. Tujuan

1. Mengenal, mengerti dan memahami operasi dasar rangkaian Flip Flop


2. Mengenalberbagai macam IC Flip Flop

B. Alat yang Digunakan

1. Modul Elektronika Digital


2. IC TTL 7400 ( NAND ) , IC TTL 7402 ( NOR ) , IC TTL 7408 ( AND ), dan IC TTL 7474 ( FF –
DATA ) , IC TTL 7475 ( FF – DATA ) , IC TTL 7473 ( FF – JK ) dan IC TTL 7476 ( FF – JK )
3. Perkabelan

Pemahaman terhadap rangkaian Flip – Flop ( FF ) ini sangat penting karena Flip Flop merupakan satu sel
memori. Keadaan keluaran Flip Flop dapat berada dalam keadaan tinggi ( 1 ) atau keadaan rendah ( 0 ),
untuk selang waktu yang dikehendaki. Biasanya untuk mengubah keadaan tersebut diperlukan suatu
masukan pemicu. Berikut ini akan diuraikan serba singkat tentang berbagai tipe flip flop.

 Flip Flop SR

Flip Flop SR merupakan rangkaian dasar untuk menyusun berbagai jenis flip flop yang lainnya. Flip Flop
SR disusun dari dua buah gerbang NAND ( lihat gambar 12.1 ) atau dua buah gerbang NOR ( lihat
gambar 12.2 )

Gambar 12.1 Flip Flop dari gerbang NAND

Gambar 12.1 Flip Flop dari gerbang NOR


LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 76

Mengeset Flip flop berarti membuat jalan keluar Q = 1 dan me reset flip flop berarti membuat Q = 0 dari
kondisi stabil/ tak berubah. Mengeset Flip Flop dari gerbang NAND dapat dilakukan dengan membuat S
= 0 dan mereset dilakukan dengan membuat R = 0. Sedangkan mengeset Flip Flop dari gerbang NOR
dapat dilakukan dengan membuat S = 1 dan mereset dengan member nilai R = 1.

Gambar 12.3 berikut melukiskan bentuk keluaran dari Flip Flop SR dengan menggunakan gerbang
NAND

Gambar 12.3 Sinyal keluaran pada Flip Flop SR

 Flip Flop SR Terlonceng

Flip Flop jenis ini dapat dirangkai dari FF-SR ditambah dengan dua gerbang AND atau NAND untuk
masukan pemicu yang disebut dengan sinyal clock ( ck )

Gambar 12.4 FF Terlonceng dari NAND

Gambar 12.5 FF Terlonceng dari NOR


LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI
DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 77

Dari Tabel kebenaran kedua rangkaian diatas terlihat bahwa untuk sinyal clock yang tinggi ( 1 ), Flip
Flop ini bekerja seperti Flip Flop SR dari gerbang NOR, sedangkan untuk sinyal clock yang rendah ( 0 ),
keluaran Q tidak bergantung kepada input S dan R, tetapi mempertahankan keadaan terakhir sampai
datangnya sinyal clock berikutnya. Sebagai ilustrasi berikut diberikan contoh bentuk sinyal Q.

Gambar 12.6 Hubungan antara Q dengan S, R dan clock

 Flip Flop Data ( FF – D )

Pada Flip Flop SR ada nilai – nilai masukan yang terlarang. Untuk menghindari adanya nilai terlarang
tersebut, disusun suatu jenis flip flop lain yang dinamakan flip flop data. Rangkaian ini dapat diperoleh
dengan menambahkan satu gerbang NOT pada masukan Flip Flop terlonceng sebagai berikut :

Gambar 12.6.a Rangkaian FF – Data Gambar 12.6.b Tabel kebenaran

Gambar 12.6.c Penundaan pulsa

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 78

Dari gambar 12.6 tersebut terlihat bahwa untuk sinyal clock yang rendah, keluaran Q akan terkunci atau
tergerendel pada nilai terakhirnya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pada saat kondisi clock rendah,
sinyal masukan D tidak mempengaruhi keluaran Q. Sedangkan untuk sinyal clock yang tinggi ( ck = 1 ),
maka akan diperoleh keluaran yang sesuai dengan data D yang masuk saat itu.

 Flip Flop JK

Flip Flop JK mempunyai masukan J dan K . Flip flop ini dipicu oleh suatu pinggiran pulsa clock positif
atau negatif. Flip Flop JK ini merupakan rangkaian dasar untuk menyusun sebuah pencacah atau counter.
Flip Flop ini dibangun dari rangkaian FF-SR dengan menambahkan dua gerbang AND pada masukan R
dan S serta dilengkapi dengan rangkaian differensiator pembentuk denyut dari pulsa clock seperti yang
ditunjukkan pada gambar 12.7

Gambar 12.7 rangkaian Flip Flop JK

Pada Flip Flop JK ini, masukan J dan K disebut masukan pengendali sebab kedua masukan inilah yang
menentukan keadaan yang harus dipilih oleh flip flop pada saat pulsa clock atau clocknya tiba ( dapat
pinggirian positif atau negative, tergantung jenis flipflopnya ). Flip Flop ini berbeda dengan FF-D karena
pada FF-JK masukan clock adalah masukan yang di cacah dan masukan J serta K adalah masukan yang
mengendalikan FF ini. Cara kerja dari FF – JK di tuliskan dalam tabel kebenaran pada gambar 12.7

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 79

MODUL 13
PENCACAH
A. Tujuan

1. Mengenal, mengerti dan memahami operasi dasar pencacah maju maupun pencacah mundur
menggunakan rangkaian gerbang logika dan Flip Flop
2. Mengenal beberapa jenis IC Pencacah

B. Alat yang Digunakan

1. Modul Elektronika Digital


2. IC TTL 7400 ( NAND ) , , IC TTL 7408 ( AND ), IC TTL 7447 ( Pemecah Sandi ), IC TTL 7493
( Pencacah 16 ), dan IC TTL 7490 ( Pencacah 10 )
3. Perkabelan

Pencacah atau penghitung ( counter ) merupakan piranti yang penting fungsinya dalam suatu sistem
rangkaian digital. Suatu pencacah akan menghitung jumlah daur yang dilewati oleh pulsa clock
pemicunya. Rangkaian ini tersusun dari beberapa buah flip flop JK yang terpicu pada pinggiran positif
atau negatif dengan fungsi set dan clearnya

Gambar 13.1 Pencacah 4 bit

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 80

Pencacah 4 bit disusun dari 4 buah flip flop JK dengan keluaran dari setiap flip flop akan memicu flip
flop yang ada dibelakangnya ( gambar 13.1 ). Suatu sinyal tegangan segi empat sebagai sinyal clock
memicu flip flop A pada saat pinggiran negative ( belakang ) pulsa itu tiba. Selanjutnya keluaran flip flop
A akan memicu flip flop B dan flip flop C serta flip flop D. Dari gambar 13.1 tampak bahwa dua masukan
J dan K pada masing – masing flip flop itu pada keadaan tinggi ( +V ), sehingga keempat flip flop itu ada
dalam keadaan toggle, artinya keluaran tiap flip flop itu akan berpindah keadaan jika pinggiran negative
dari pulsa yang memicunya tiba.

Cara kerja dari rangkaian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Misalkan bahwa keadaan awal , semua flip flop telah direset, sehingga setiap flip flop itu
mempunyai keluaran nol. Jadi sebelum datang pulsa clock yang pertama diperoleh DCBA = 0000
b. Ketika pulsa clock yang pertama tiba ( clock = 1 ) , maka flip flop A akan dipicu pada pinggiran
negatifnya , sehingga didapatkan A = 1, sedangkan flip flop yang lainnya belum bekerja dan
tetap pada keadaan awalnya. Untuk daur yang pertama ini keluaran DCBA = 0001
c. Ketika pulsa clock yang kedua tiba, maka flip flop A akan kembali dipicu pada pinggiran
negatifnya, sehingga keluarannya akan berubah dari keadaan tinggi ( A = 1 ) menjadi rendah ( A
= 0 ). Pindah keadaan untuk keluaran A ini merupakan picu negatif pada flip flop B, sehingga
menghasilkan B=1. Sedangkan Flip flop C dan D tetap pada keadaan awalnya. Untuk daur ini
diperoleh DCBA = 0010.
d. Ketika pulsa yang ketiga tiba, maka flip flop A akan dipicu kembali pada pinggiran negatifnya,
sehingga keluarannya berayun menjadi tinggi ( A = 1 ). Sedangkan flip flop lainya tetap pada
keadaan terakhirnya. Dengan demikian pada daur ini diperoleh DCBA = 0011
e. Untuk pulsa yang keempat, flip flop A terpicu sehingga keluaran untuk flip flop ini menjadi
rendah ( A = 0 ). Perubahan flip flop A ini merupakan picuan negatif untuk flip flop B sehingga
keluaran flip flop B berayun menjadi rendah kembali ( B = 0 ), perubahan keluaran dari flip flop
B dari tinggi ke rendah memicu flip flop C sehingga keluaran dari flip flop C yang semuala
rendah akan menjadi tinggi ( C = 1 ). Karena flip flop D belum terpicu, maka keluaran pada daur
ini DCBA = 0100

Demikian untuk seterusnya didapatkan bahwa flipflop A akan selalu terpicu oleh pinggiran negative pulsa
clock, sedangkan flip flop B terpicu oleh pinggiran negative dari keluaran flip flop A, flip flop C terpicu
oleh pinggiran negative dari keluaran flip flop B , dan flip flop D terpicu oleh pinggiran negative dari
keluaran flip flop C. secara singkat dikatakan bahwa setiap keluaran dari masing – masing flip flop akan
memicu flip flop lain yang ada dibelakangnya.

Untuk pencacah modus yang lain yang lebih rendah, misalnya pencacah modus 10, maka pencacah ini
dapat disusun dengan memodifikasi pencacah modus 16. Caranya dengan mereset semua flip flop pada
urutan cacahan kesepuluh, semua flip flop akan direset sehingga diperoleh DCBA = 0000.

Nilai biner pulsa yang ditunjukkan oleh gambar 13.1, dapat dinyatakan dalam bentuk tabel seperti yang
ditunjukkan pada tabel 13.1.a

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA
DIKTAT PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 81

Tabel 13.1.a Sinyal pada pencacah biner 4 bit

Dari tabel 13.1.a terlihat bahwa delai pulsa keluaran atau kondisi DCBA dari pencacah biner 4 bit ini
sesuai dengan urutan nilai clocknya, yaitu kesetaraan antara nilai ekivalen biner untuk DCBA dengan
nilai decimal dari urutan clocknya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan 4 buah flip flop JK akan menghasilkan
16 kondisi keluaran DCBA dalam bentuk sandi biner dari 0000 sampai dengan 1111. Maka untuk n buah
gandengan flip flop JK akan diperoleh 2n kondisi keluaran. Sedangkan bilangan biner terbesar yang dapat
dicacah akan mempunyai ekivalen 2n – 1. Sebagai contoh, untuk 5 buah gandengan flip flop JK
mempunyai 32 macam kondisi keluaran mulai dari 00000 sampai dengan 11111, dengan nilai cacahan
terbesar ekivalen dengan decimal 31

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI


DEPARTEMEN FISIKA

Anda mungkin juga menyukai