Fraktur Basis Cranii
Fraktur Basis Cranii
Dosen Pembimbing :
Suratmi., S.Kep., Ns., M.Kep
Disusun Oleh :
Kelompok 02 (VII-A)
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya penulis
akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Dan dengan mengucap puji
syukur atas curahan kasih karunia-Nya kepada penulis, terutama ilmu dan akal sehat
sehingga dengan ijin-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang
berjudul “KONSEP ASKEP FRAKTUR BASIS CRANII”. Makalah ini disusun sebagai
tugas mata kuliah “ADVANCE NURSING PRACTICE I”.
Dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari beberapa
pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bpk. Drs. H. Budi Utomo, Amd.Kep., M.Kes, selaku ketua STIKES Muhammadiyah
Lamongan.
2. Bpk. Arifal Aris, S. Kep. Ns, M.Kes selaku ketua prodi S1 Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Lamongan.
3. Suratmi., S.Kep., Ns., M.Kep., selaku pembimbing dan dosen mata kuliah Advance
Nursing Practice II.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penuh
keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak. Allahumma Amin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
MAKALAH................................................................................................i
iv
v
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik,
keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang (Nurarif & Kusuma, 2013). Salah satu
fraktur yang sering terjadi yaitu fraktur basis cranii. Fraktur basis cranii adalah suatu
fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak. Fraktur ini sering kali disertai
dengan robekan pada duramater yang merekat erat pada dasar tengkorak. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya rhinorrhea dan racun eyes sign (fraktur basis
krani fossa anterior), atau othorhea dan battle sign (fraktur crani fossa media) (Kowalak,
2011).
Cedera pada susunan saraf pusat masih merrupakan penyebab utama tingginya
angka morbiditas dan mortalitas pada usia muda di seluruh dunia. Pada tahun 1998
sebanyak 148.000 orang di amerika meninggal akibat berbagai jenis cedera.Trauma
kapitis menyebabkan 50.000 kematian.Insiden rata-rata (gabungan jumlah masuk rumah
sakit dan tingkat mortalitas) adalah 95 kasus per 100.000 penduduk.Sebanyak 22% pasien
trauma kapitis meninggal akibat cederannya.Sekitar 10.000 – 20.000 kejadian medulla
spinalis setiap tahunnya (Kowalak, 2011).
Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang tengkorak merupakan kasus fraktur linear
sederhana, yang merupakan jenis yang paling umum, terutama pada anak usia dibawah 5
tahun. Fraktur tulang temporal sebanyak 15-48% dari seluruh kejadian fraktur tulang
tengkorak, dan fraktur basis crani sebesar 19-21%. Fraktur depresi antara lain
frontoparietal (75%), temporal (10%), occipital (5%), dan pada daerah-daerah lain (10%).
Sebagian besar fraktur depresi merupakan fraktur terbuka (75-90%). Insiden fraktur
tulang tengkorak rata-rata 1 dari 6.413 penduduk (0,02%), atau 42.409 orang
setiaptahunnya. Sejauh ini fraktur linear adalah jenis yang banyak, terutama pada anak
usia dibawah 5 tahun amerika serikat.
Akibat dari fraktur basis cranii akan menimbulkan beberapa masalah, salah satunya
perdarahan otak. Oleh sebab itu perawat kedaruratan harus dapat mengkaji secara adekuat
pasien fraktur basis cranii dan memulai tindakan keperawatannya. Meskipun peran
1
2
perawat dalam program pencegahan amat penting, perannya dalam mengenali dan
merawat pasien fraktur basis cranii juga tidak kalah pentingnya (Oman, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka menjadi penting untuk menyusun makalah
tentang konsep fraktur basis cranii untuk mengetahui lebih dalam tentang karakteristik
fraktur basis cranii serta bagaimana penatalaksanaan keperawatan yang tepat. Sehingga
kejadian yang tidak diinginkan seperti adanya komplikasi lebih lanjut seperti angka
kesakitan dan angka kematian akibat fraktur ini dapat dikurangi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep teori dari fraktur basis cranii ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawaatan pada klien fraktur basis cranii ?
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Advance Nursing Praktice I pada program studi S-1 Keperawatan di
STIKES Muhammadiyah Lamongan.
Menurut Kowalak (2011), fraktur basis cranii dapat diklasifikaikan sebagai berikut
:
1. Fraktur petrosa os temporal
Fraktur petrous os temporal ini meluas dari bagian skuamosa tulang temporal
terhadap piramida petrosa dengan sering keterlibatan sendi temporomandibular.
Fraktur oblik ini sering mengakibatkan gangguan pendengaran konduktif akibat
3
4
Fraktur transversal tulang temporal tegak lurus terhadap sumbu panjang dari
piramida petrosa dan biasanya akibat trauma tumpul oksipital atau temporoparietal.
Fraktur ini melibatkan dari foramen magnum melalui fosa posterior, melalui
pyramid petrosa, termasuk kapsul otik dan ke dalam fosa kranial tengah. Kapsul
otik dan kanalis auditorius internal sering terlibat juga.
4. Fraktur condylar os oksipital
5
Fraktur condylar os oksipital dengan garis fraktur meluas di hampir segala arah di
bagian basal tengkorak mungkin dapat dilihat. Akhir-akhir ini, juga terdapat
peningkatan tren untuk menggolongkan fraktur tulang temporal menjadi
perenggangan kapsul otik (otic capsule sparing/OCS) dan kerusakan kapsul otik
(otic capsule disrupting/OCD), yang menunjukkan korelasi lebih baik terhadap
sekuel klinis (Ho dan Makishima, 2010). Fraktur OCS lebih sering terjadi (>90%)
daripada OCD, dan OCD berkaitan dengan tingginya insidensi cedera saraf fasialis
(30-50%), SNHL, dan kebocoran cairan serebrospinal (2-4 kali lebih tinggi
daripada OCS).
Menurut Engram (2007), Tanda dan Gejala fraktur basis cranii berdasarkan
klasifikasi sebagai berikut :
1. Fraktur petrous os temporal
a. Otorrhea
b. Battle sign (Memar pada mastoids)
c. Rhinorrhea
d. Raccoon eyes (Memar di sekitar palpebral)
e. Kehilangan kesadaran dan GCS dapat bervariasi tergantung pada kondisi
patologis intracranial
6
Fraktur basis crani merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah-daerah
dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbital), tansmisi energy yang berasal dari
benturan pada wajah atau mandubula, atau efek “remote” dai benturan pada kepala
(“gelombang tekanan”) yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk
tengkorak) (Corwin, 2009).
Tipe dari fraktur basis crani yang parah adalah jenis ring fracture, karena area ini
mengelilingi foramen magnum, apertura didasar tengkorak dimana spinal cord lewat.
Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera batang otak. Ring
fracture in komplit lebih sering dijumai. Kematian biasannya terjadi seketika kamu cedera
batan otak disertai denan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada dasar
tengkorak (Corwin, 2009).
Fraktur basis crani telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk benturan
dari arah mandibular atau wajah dan kubah tengkorak, atau akiat beban inersia pada
7
kepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya baban inersia, misalnya, ketika
dada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak akibat mengalami benturan
dengan sebuah objek misalnya pagar. Kemudian secara tiba – tiba mengalami percepaatan
gerakan namun pada area medulla oblongata mengalami tahanan oleh foramen magnum,
beban inersia tersebut kemudian menyebabkan ring fracture. Ring fracture juga dapat
terjadi akibat paksa ruda paksa pada benturan tipe vertical, arah benturan dari inferior
diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari ara superior kemudian
diteruskan kearah acciput atau mandibular.
8
Kecelakaan
2.6 Pathway kendaraan/transportasi Kecelakaan olahraga
Kecelakaan terjatuh Kejahatan/tindak kekerasan
Tulang tengkorak
Keadaan stasioner Bradikardi Kekuatan dari coup Asupan cairan Meningen Aliran
Patah Tersisa Darah
Jaringan kranial Hipotensi Otak
tulang Kerusakan Jumlah urin menurun
tengkorak Mendorong otak meatus
Dekat tempat Penurunan Turgor kulit Menunjukkan
acusticus Sianosis
benturan Rhinorhoe curah jantung lubang
Menghantarkan
isi tengkorak Gangguan TIK Otot
Kusmaul Ottorhoe
Gangguan Edema pupil Eliminasi Urine
penglihatan Benturan
Sesak TIK Mual/muntah Hemiparase
Cedera sekunder Ketidakefektifan
Ketidakefektifan Gangguan Rasa Perfusi Jaringan Kekurangan Intoleransi
pola napas Nyaman (Nyeri) Kesadaran Otak Volume Cairan Aktivitas
9
1. ABC
a. Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan
posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube atau
nasopharyngeal tube.
b. Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu pernafasan
misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask Nonrebreating,
Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c. Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5
kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi
antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam
darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan
perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa
dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
2. Medikasi
No Nama Obat Dosis Keterangan
1 Diuretik osmotik Dosisnya 0,5-1 g/kgBB, Untuk mencegah rebound
(manitol 20%) diberikan dalam 30 menit.
Pemberian diulang setelah
6 jam dengan dosis 0,25-
0,5/kgBB dalam 30 menit
2 Loop diuretic Dosisnya 40 mg/hari IV Pemberiannya bersama
(furosemid) manitol, karena
mempunyai efek sinergis
dan memperpanjang efek
osmotik serum mannitol
3 Diazepam Dosisnya 10 mg IV dan Diberikan bila ada kejang
bisa diulang sampai 3 kali
bila masih kejang
9
10
3. Pembedahan
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil fragmen
fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil benda asing dan
jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak lebih lanjut akibat
fraktur dapat dikurangi.
4. Imobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan
servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk
leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat
memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada cedera kepala.
Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.
Menurut Kowalak (2011), Komplikasi utama dari fraktur basis cranii yaitu :
1. Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK)
2. Perdarahan
3. Kejang
4. Infeksi (trauma terbuka)
5. Depresi pernapasan dan gagal napas
12
Pada fraktur basis cranii fossa anterior dan media, prognosis baik selama tanda
tanda vital dan status neurologis dievaluasi secara teratur dan dilakukan tindakan sedini
mungkin apabila ditemukan deficit neurologis serta diberikan profilaksis antibiotic untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder, sedangkan pada fraktur basis cranii posterior,
prognosis buruk dikarenakan fraktur pada fossa posterior dapat mengakibatkan kompresi
batang otak (Corwin, 2009).
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN FRAKTUR BASIS CRANII
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar daripada
risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15 hingga 24 tahun,
dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
1. Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi, adanya
akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya.
13
14
Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis, membran mukosa
kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah bersih, gigi tidak bersih, gigi
atas dan bawah tanggal 3/2, tidak goyang, faring tidak ada pembekakan, tonsil
ukuran normal, uvula simetris, mual-muntah) Palpasi (tidak ada lesi, lidah
tidak ada massa)
Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp, tidak
ada pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal, tidak ditemukan kaku
kuduk)
b. Pemeriksaan Dada dan Thorak
Paru-paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk, nafas dada
cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi nafas <16 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada kedua paru.
Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.
Jantung :
Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan, denyut nadi
Bradikardia
Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri,
batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior kanan
Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama nafas
tidak teratur, tekanan darah menurun
c. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan normal
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak teraba,
limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada nyeri pada
Titik Mc. Burney.
Perkusi : Tidak ada cairan atau udara suara redup
d. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan
17
e. Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan otot, adanya
sianosis
Palpasi : Turgor buruk, kulit kering
6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri.
b. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
c. Pungsi lumbal untuk memastikan adanya meningitis bila pasien memperlihatkan
tanda-tanda iritasi meningeal (demam, rigiditas nukal, kejang).
d. X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang..
e. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
f. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial.
g. Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
4.1 Kesimpulan
Fraktur basis cranii adalah suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang tengkorak
yang biasanya terjadi karena adanya benturan secara langsung merupakan fraktur akibat
benturan langsung ada daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita)
transmisi energy yang berasal dari benturan ada wajah atau mandibular. Penyebab dari
fraktur basis cranii yaitu Kecelakaan kendaraan atau transportasi, Kecelakaan terjatuh,
Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga, Kejahatan dan tindak kekerasan.
Manifestasi klinis dari fraktur basis cranii yang umum yaitu terjadi penurunan kesadaran,
nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya Meningkatnya
tekanan intrakraial (TIK), Perdarahan, Kejang, Infeksi (trauma terbuka), Depresi
pernapasan dan gagal napas, dan paralisis otot-otot paralisis.
Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan pembedahan, dan
immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu memantau ttv, adanya
perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta mencegah infeksi akibat pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai dari
pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer, pengkajian sekunder,
dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa keperawatan dan dilanjut
dengan intervensi keperawatan.
4.2 Saran
Diharapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah agar
dapat membuat makalah yang baik dan benar. Terutama litelatur yang berhubungan
dengan penatalaksaan yang lebih efektif mengenai fraktur basis cranii karena di dalam
makalah ini penatalaksaannya masih banyak kekurangan.
22
DAFTAR PUSTAKA
23