Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Pengertian Penanaman Modal

Isilah Investasi sendiri berasal dari kata investire yang berarti memakai atau
menggunakan. Investasi adalah memberikan sesuatu kepada orang lain untuk dikembangkan
dan hasil dari sesuatu yang dikembangkan tersebut akan dibagi sesuai dengan yang
diperjanjikan.

Namun untuk memudahkan pembahasan mengenai apa yang dipaparkan sebelumnya mengenai
Penanaman Modal atau Investasi dalam makalah ini maka penulis perlu mengangkat beberapa
defenisi atau pengertian Penanaman Modal atau Investasi menurut tulisan para ahli dan
Undang-undang dihubungkan dengan teori tentang Penanaman Modal yang penulis jadikan
sebagai landasan berpijak dalam penulisan makalah ini yakni,

Menurut Para Ahli;

Andreas Halim, Investasi berasal dari kata invest yang berarti menanam, menginvestasikan
atau menanam uang.1

Ida Bagus Rahmadi Supanca, Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah-
istilah yang dikenal, baik dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa perundang-
undagan. Istilah investasi merupakan istilah yang lebih popular dalam duniausaha, sedangkan
istilah penanaman modal lebih banyak digunakan dalam bahasa perundang-undangan. Namun,
pada dasarnya kedua istilah tersebut mempeunyai pengertian yang sama sehingga kadang-
kadang digunakan secara interchangeable.2

Salim HS dan Budi Sutrisno, Yang dimaksud dengan investasi itu adalah penanaman modal
yang diilakukan oleh investor, baik investor asing maupun domestic dalam berbagai bidang
usaha yang terbuka untuk investasi, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.3

Fitzgeral, Investasi adalah suatu aktivitas yang berhubungan dengan usaha penarikan sumber-
sumber (dana) yang dipakai untuk mengadakan barang modal pada saat sekarang dan dengan
barang modal akan dihasilkan aliran produk baru di masa yang akan datang. Dari definisi ini
investasi dikonstruksikan sebagai sebuah kegiatan untuk :
1. Penarikan sumber dana yang digunakan untuk pembelian barang modal.
2. Barang modal itu akan dihasilkan produk baru.4

Kamaruddin Ahmad, Pengertian Investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan
harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut.
Pengertian investasi ini menekankan pada penempatan uang atau dana. Tujuan investasi ini
adalah untuk memperoleh keuntungan. Hal ini erat kaitannya dengan penanaman investasi di
bidang pasar modal.
Selanjutnya dia memberikan pengertian investasi dalam tiga artian, yaitu :
(1) Investasi yaitu suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau suarat penyertaan
lainnya.
(2) Investasi merupaan suatu tindakan untuk membeli barang-barang modal.
(3) Investasi adalah pemanfaatan dana yang tersedian untuk dipergunakan dalam produksi
dengan pendapatan di masa yang akan datang.
Dalam definisi ini, investasi dikonstruksikan sebagai tindakan membeli saham, obligasi dan
barang-barang modal. Hal ini erat kaitannya dengan pembelian saham pada pasal modal,
padahal penanaman investasi tidak hanya dipasar modal saja, tetapi juga diberbagai bidang
lainnya seperti di bidang pariwisata, pertambangan minyak dan gas bumi, pertanian, kehutanan
dan lain sebagainya.

Ensiklopedia Indonesia, Investasi yaitu penanaman modal atau penanaman uang dalam
proses produksi dengan membeli gedung-gedung, mesin-mesin, bahan-bahan cadangan,
penyelenggaraan uang kas serta perkembangannya. Dalam hal ini cadangan modal barang
diperbesar selama tidak ada modal barang yang harus diganti.
Hakikat investasi dalam definisi ini adalah penanaman modal yang dipergunakan untuk proses
produksi. Dalam hal ini investasi yang ditanamkan hanya digunakan untuk proses produksi
saja. kegiatan investasi dalam realitanya tidak hanya dipergunakan untuk proses produksi,
tetapi juga pada kegiatan untuk membangun berbagai sarana dan prasarana yang dapat
menunjung kegiatan investasi. 5 (3-5) http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-dan-jenis-investasi-menurut-
pakar.html

Menurut Undang-undang, Pasal 1 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang


Penanaman Modal, menyebutkan bahwa Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan
Penanaman modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing
untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.6 Undang-undang RI Nomor 25 Tahun 2007
Tentang penanaman Modal

Berdasarkan pengertian tersebut maka membahas permasalahan terkait dengan Penanaman


Modal di Indonesia menjadi sesuatu yang krusial dikaji lebih dalam lagi apa bila dihubungkan
dengan Nasionalisasi Perusahaan.

Selanjutnya untuk lebih memperluas wawasan seputar Pasar Modal atau Investasi
sangat penting untuk merujuk kepada teori yang digunakan oleh para pakar dibidang Pasar
Modal sehingga pembaca dapat mempelajari daya Tarik apa yang membuat para investor untuk
menanamkan modal di sebuah negara, untuk itu penulis mencoba mengangkat beberapa teori
berikut:

6
1. The Product Cycle Theory dan The Industrial Organization Theory Vertical Integration
Erman Rajagukguk, Hukum Investasi (Bahan Kuliah), (Jakarta: UI Press, 1995), hIm. 3-5.
The Product Cycle Theory
atau Teori Siklus Produk ini dikembangkan oleh Raymond Vernon (1966). Teori ini paling
cocok diterapkan pada investasi asing secara langsung (foreign direct investment) dalam
bidang manufacturing, yang merupakan usaha ekspansi awal perusahaan-perusahaan
negara-negara maju seperti Amerika dengan mendirikan pabrik-pabrik untuk membuat
barang-barang sejenis di negara lain. Hubungan antara induk perusahaan dan pendirian
pabrik-pabrik sejenisnya untuk membuat barang yang sama atau serupa di negara lain
disebut investasi “Horizontaly Intergrated”.
The Product Cycle Theory ini menyatakan bahwa setiap teknologi atau proses produksi
dikerjakan melalui tiga fase yaitu: pertama, fase permulaan atau inovasi; kedua, fase
perkembangan proses; ketiga, fase pematangan atau fase standardisasi.7 Nindyo Pramono,

Perkembangan Arus Investasi Ditinjau Dan Perspektif Hukum Bisnis,Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 3 Nomor (Jakarta: DitJen

Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI, Juni 2006), hlm. 4.

Setiap fase tipe perekonomian negara mempunyai keunggulan/keuntungan komparatif atau


principle of comparative advantage di dalam memproduksi barang-barang atau komponen
produksinya Selama fase ini perusahaan-perusahaan negara maju seperti Amerika
menikmati posisi monopoli karena kemampuan teknologinya belum tersaingi. Fase kedua
proses manufacturing dan tempat produksi di luar negeri yang kemasukan aliran modal
asing. Fase ketiga standarisasi proses manufacturing memungkinkan peralihan lokasi
produksi ke negara berkembang terutama negara-negara industri baru (Newly
Industrializing Countries) yang mempunyai keunggulan tingkat upah rendah.7 Ibid Ibid.,hlm. 45
The Product Cycle Theory membantu menjelaskan bahwa perusahaan multinasional dan
persaingan oligopoli, perkembangan dan penyebaran teknologi industri merupakan unsur-
unsur penentu utama terjadinya perdagangan dan penempatan lokasi-lokasi aktivitas
ekonomi secara global melalui investasi dan timbulnya strategi perusahaan yang
mengimplementasikan perdagangan dan produksi di luar negeri. The Industrial
Organization Theory Vertical Integration atau Teori Organisasi Industri Integrasi Vertikal,
teori ini cocok diterapkan pada new multinationalism country atau negara
multinasionalisme baru dan pada investasi yang terintegrasi secara vertikal, yakni produksi
barang di beberapa pabrik yang menjadi input bagi pabrik-pabrik lain dan suatu perusahaan
yang sejenis.8 Ibid., hlm. 6.
Pendekatan teori ini berawal dari pemahaman bahwa biaya-biaya untuk bisnis di luar
negeni dengan investasi baik direct ataupun indirect harus mencakup biaya-biaya lain yang
dipikul perusahaan lebih banyak dan pada biaya-biaya yang diperuntukkan hanya untuk
rsekadan mengekspor barang dari pabnik-pabrik dalam negeri; oleh karena itu perusahaan
harus memiliki keunggulan kompensasi atau “Compensating Advantages” atau
“keunggulan spesifik seperti kealihan teknis manajerial, keadaan perekonomian yang
memungkinkan perolehan sewa secara monopoli untuk openasi perusahaannya di negara-
negara lain.9 Ibid., hlm 6-7

2. Menurut Anoraga Panji, Teori-teori yang erat dengan Penanaman Modal Asing dilihat dari
sisi ahlinya adalah:
1. Teoni Alan M. Rugman,
2. Teoni Jhon Dunning,
3. Teori David K. Eitemen,
4. Teori Robock & Simmonds,
5. Teoni Kindlebergen. 10 Anoraga Pandji, Perusahaan Multi Nasional dan Penanaman Modal Asing, (Jakarta:
PustakaJaya, 1995), hlm. 50-63.

Teori Alan M. Rugman, bahwa penanaman modal asing atau Foreign Direct Investment
(FDI) dipengaruhi oleh variabel lingkungan dan vaniabel internalisasi. Tiga jenis variabel
lingkungan yang menjadi perhatian yaitu: ekonomi, non ekonomi, dan pemerintah.11 Nindyo

Pramono, op. cit., hlm. 7-8.

Variabel ekonomi biasanya berupa tenaga kerja dan modal, teknologi dan tersedianya
sumber daya alam dan keterampilan manajemen. Menyusun sistem fungsi produksi
keseluruhan suatu bangsa yang didefinisikan meliputi semua masukan faktor yang terdapat
dalam masyarakat. Variabel non ekonomi meliputi variabel politik, sosial dan budaya
masyarakat setiap negara mempunyai kekhasan masing-masing. Bahwa kenyataannya setiap
negara sesungguhnya mempunyai faktor spesifik negara yang khas. Faktor ketiga adalah
variabel pemerintah yang harus diperhatikan oleh perusahaan penanaman modal asing di mana
modal asing akan masuk. Setiap negara mempunyai kekhususan merek politiknya sendiri. Para
politisi mencerminkan faktor spesifik lokasi bangsa. Selalu tendapat keragaman dalam campur
tangan pemenintah dalam bisnis internasional (investasi). Teori John Dunning, sebagai teori
ancangan eklekris. Teori ini menetapkan tiga pensyaratan yang diperlukan bila suatu
penusahaan akan berkecimpung dalam penanaman modal asing yaitu: pertama, keunggulan
spesifik perusahaan; kedua, keunggulan internalisasi; ketiga, keunggulan spesifik negara. Teori
David K. Eitemen, mengemukakan tiga motif yang memengaruhi arus penanaman modal asing
ke negara penerima modal yaitu: motif strategis, motif penilaku, dan motif ekonomi. Motif
strategis dibedakan dalam hal:
a. mencari pasar,
b. mencari bahan baku,
c. mencari efisiensi produksi,
d. mencari pengetahuan, dan
e. mencari keamanan politik.
Motif perilaku merupakan rangsangan lingkungan eksternal dan yang lain dan
organisasi didasarkan pada kebutuhan dan komitmen individu atau kelompok. Motif ekonomi
merupakan motif untuk mencari keuntungan dengan memaksimalkan keuntungan jangka
panjang dan harga pasar saham perusahaan. Teori Robock & Simmonds, melalui pendekatan
global, pendekatan pasar yang tidak sempurna, pendekatan internalisasi, model siklus produk,
produksi internasional, model imperialisasi Marxis. Melalui pendekatan global, kekuatan
internal yang memengaruhi penanaman modal asing yaitu pengembangan teknologi atau
produk baru, ketergantungan pada sumber bahan baku, memanfaatkan mesin-mesin yag sudah
usang, mencari pasar yang lebih besar. Kekuatan eksternal yang memengaruhi penanaman
modal asing yaitu pelanggan, pemerintah, ekspansi ke luar negeri dari pesaing dan
pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).

3. Menurut Teori Kindleberger, aspek yang paling sensitif dalam perekonomian internasional
adalah aspek investasi langsung atau direct investment. Amerika Serikat dan Inggris berusaha
membatasi inves tasi langsung oleh perusahaan-perusahaan yang berdomisili di dalam batas-
batas kedua negara ini untuk membatasi tekanan pada neraca pembayaran mereka. Teori
investasi langsung atau direct investment mempunyai banyak implikasi, yaitu:
1. Investasi langsung tidak akan terjadi dalam industri di mana ada persaingan
murni.
2. Perusahaan penanam modal tidak berkepentingan untuk mengadakan usaha
bersama atau joint venture dengan pengusaha setempat karena akan berusaha memiliki sendiri
seluruh keuntungan; dan pada saat bersamaan para penanam modal setempat tentu tidak mau
membeli saham-saham dan perusahaan induk serta penghasilan keseluruhan penanam modal
menjadi kabur atau samarsamar dibandingkan dengan keadaan setempat yang dapat membawa
banyak keuntungan sebagaimana mereka lihat.
3. Investasi langsung terjadi menurut dua arah industri yang sama, hal ini tidak
akan terjadi apabila kegiatan didasarkan atas tingkat-tingkat laba umum. Hal mi untuk sebagian
merupakan kejadian yang khas dalam persaingan oligopoli yaitu setiap perusahaan harus
bertindak seperti dilakukan perusahaan yang lain untuk menghmndarkan agar perusahaan lain
tidak mendapatkan laba secara tidak terduga.

4. Menurut Sornarajah yang mengembangkan The Middle Path Theory atau teori jalan tengah.
Teori ini berupaya mendamaikan adanya poliniasi dua teori yang saling bersilang, yaitu teori
klasik yang berpendapat bahwa semua penanaman modal asing baik sifatnya dan teori yang
kedua yaitu teori ketergantungan yang beranggapan bahwa semua penanaman modal asing
bersifat membahayakan.12 M. Sornarajah, The International Law on Foreign Investment, (Cambridge, USA: Cambridge

University Press, 2010), hlm. 45.

5. Muchammad Zaidun dalam orasi ilmiahnya, mengemukakan teori-teori yang berkaitan


dengan kepentingan negara dalam bidang investasi, tinjauannya adalah dari sudut pandang
kepentingan pembangunan ekonomi, yaitu melihat segi kepentingan ekonomi yang menjadi
dasar pertimbangan perumusan kebijakan, lazimnya meminjam teori-teori ekonomi
pembangunan sebagai dasar pijakan kebijakan hukum investasi yang cukup populer, antara
lain:
1. Neo-Classical Economic Theory
Teori ini berpendapat bahwa Foreign Direct Investment (FDI) memiliki kontribusi
positif terhadap pembangunan ekonomi host country.13 M. Sornarajah, op.cit., him. 10.

Fakta menunjukkan modal asing yang dibawa ke host country mendorong modal
domestik menggunakan hal tersebut untuk berbagai usaha. Sejalan dengan kesimpulan
Sornarajah investasi asing secara keseluruhan bermanfaat atau menguntungkan host country
sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.
2. Dependency Theory
Teori ini secara diametral berlawanan dengan ekonomi klasik yang berpendapat foreign
investment tidak menimbulkan makna apa pun bagi pembangunan ekonomi di host country.
Mereka berpendapat bahwa foreign investment menindas pertumbuhan ekonomi dan
menimbulkan ketidakseimbangan pendapatan di host country seperti pernyataan Rothgeb.14
Ibid,, hlm. 11.

Teori ini berpendapat Foreign Direct Investment tampaknya sebagai ancaman terhadap
kedaulatan host country dan terhadap kebebasan pembangunan kehidupan sosial dan budaya
karena investasi asing cenderung memperluas yurisdiksi menggunakan pengaruh kekuatan
pemerintah asing terhadap host country sehingga pengaruh politik investasi asing terhadap host
country cukup besat
3. The Middle Path Theory
Banyak negara berkembang mengembangkan regulasi antara lain mengatur penapisan
dalam perizinan dan pemberian insentif melalui kebijakan investasi. Menurut teori ini investasi
asing memiliki aspek positif dan aspek negatif terhadap host country, karena itu host country
harus hati-hati dan bijaksana. Kehati-hatian dan kebijaksanaan dapat dilakukan dengan
mengembangkan kebijakan regulasi yang adil. 15 Muchammad, Zaidun, 2005, Penerapan Prinsip-prinsip Hukum
Internasional Penanaman Modal Asing di Indonesia (Ringkasan Disertasi), Program Pasca Sarjana Univ. Airiangga, Surabaya, (Muchammad,
Zaidun II), hlm. 8.

4. state/Government Intervention Theory


Pendukung teori ini berpendapat, perlindungan terhadap invant industries di negara-
negara berkembang dan kompetensi dengan industri di negara-negara maju merupakan hal
yang esensial bagi pembangunan nasional (Grabowski).
Teori ini melihat pentingnya peran negara yang otonom yang mengarahkan langkah
kebijakan ekonomi termasuk investasi, peran negara dipercaya akan bisa mengintervensi pasar
untuk mengoreksi ketimpangan pasar dan memberikan perlindungan kepada invant industries,
kepentingan masyarakat, pengusaha domestik dan perlindungan lingkungan. Peran negara juga
dapat memberi perlindungan bagi kepentingan para investor termasuk investor asing.

Beberapa teori di atas paling tidak menggambarkan adanya varian pemikiran dalam
memahami kebijakan investasi yang dapat dipilih yang menjadi dasar pertimbangan kebijakan
hukum investasi dan sisi kepentingan dan kedaulatan host country. Apabila melihat kondisi
Indonesia saat ini, investasi asing sangat dibutuhkan karena dapat membantu meningkatkan
pendapatan negara, meningkatkan perekonomian masyarakat, serta pendapatan asli daerah;
dengan demikian teori klasik dapat diterapkan dalam rangka mendatangkan investor asing ke
Indonesia.

Bidang analisis ekonomi atas hukum atau “Economic Analysis of Law” muncul
pertama kali melalul pemikiran utilitarianisme Jeremy Bentham yang menguji secara sistemik
bagaimana orang bertindak berhadapan dengan insentif-insentif hukum dan mengevaluasi
hasil-hasil menurut ukuran-ukuran kesejahteraan sosial (social welfare). Jeremy Bentham
menerapkan, salah satu prinsip dan aliran utilitarianisme ke dalam lingkungan hukum yaitu
manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan
mengurangi penderitaan. Bentham berpendapat, pembentuk undang-undang hendaknya dapat
melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua individu.
Berpegang dengan prinsip di atas, perundang-undangan itu hendaknya dapat memberikan
kebahagiaan yang besar bagi sebagian besar masyarakat (the greatest happiness for the greatest
number) 16 Lili, Rasjidi, Filsafat Hukum, (Bandung: CV Remaja Karya, 1988),him, 51.

Prinsip-prinsip hukum ekonomi internasional harus ditaati oleh Indonesia agar dapat
menarik para investor asing menanamkan modalnya. Prinsip ini adalah prinsip ‘fair and
equitable’ dan prinsip tanggung jawab negara sebagai kerangka acuan dan/atau sebagai dasar
pengaturan penanaman modal asing. Tujuannya adalah untuk mewujudkan perlakuan yang
sama (most favourable nation/MFN) antara investor asing dan investor dalam negeni. Para
investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia terutama di daerah, pada
umumnya mengharapkan aturan-aturan hukum penanaman modal yang memberikan
kemudahan, perlindungan hukum dan kepastian hukum. Adanya sistem hukum yang memberi
keadilan dan kepastian hukum membuat para investor asing tidak mengalihkan modalnya ke
negara lain.

Penyerapan prinsip-prinsip hukum penanaman modal dalam rangka menciptakan iklim


penanaman modal yang baik adalah untuk mewujudkan harmonisasi hukum penanaman modal.
Hal ini didasarkan pemikiran bahwa peraturan yang seragam mengenai penanaman modal akan
berdampak bagi masyarakat dan pemenintah untuk menyerap penanaman modal dan
mengarahkan pemerintah membeni jalan keluar. Hal ini dapat dilihat dari salah satu dari tiga
hal penting yang diperintahkan oleh konsiderans undang-undang ini, yakni: harmonisasi
peraturan penanaman modal dengan perubahan perekonomian global dan kewajiban
internasional Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional dengan tetap mengacu kepada
kedaulatan politik dan ekonomi nasional.17 - 17 Mahmul, Siregaar, Undang- Undang Penanaman Modal dan

PenyelesaianSengketa Perdagangan Internasional Dalam Kegiatan Penanarnan Modal, JurnalHukum Bisnis, Volume 26 Nomor 4, (Jakarta:

Yayasan PengembanganHukum Bisnis, 2007), hlm. 22.

Peraturan yang seragam akan menjamin dan memberi kemudahan kepada investor atau
perusahaan untuk mudah masuk memobilisasi sumber daya, dan memberikan keuntungan
pendapatan daerah dan kewenangan yang diatur dalam undang-undang.
Peranan pemerintah dalam menciptakan iklim investasi diperlukan untuk mengatasi
kegagalan pasar (market failure) atau kegagalan laissez faire mencapai efisien, Dalam hal
mengatasi kegagalan tersebut pemerintah dapat melakukan intervensi melalui hukum dan
peraturan. Pemerintah mengatur dunia usaha dan transaksi untuk meminimalkan information
asymetries dan mencegah monopoli. Dalam praktik, pemerintah acapkali gagal mengurangi
kegagalan pasar, bahkan tidak jarang intervensi dan pemerintah malah memperburuk iklim
investasi. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah perlu menyusun kerangka acuan yang jelas
agar kompetisi berjalan dengan baik. Pengaturan yang baik akan menciptakan persaingan antar
dunia usaha sehingga hanya perusahaan efisien yang dapat bertahan hidup. Kondisi mi pada
gilirannya akan menguntungkan konsumen.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik unsur-unsur terpenting dari kegiatan investasi
atau penanaman modal, yaitu:
1. Adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya untuk mempertahankan
modal.
2. Bahwa modal tersebut tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat kasat mata dan dapat
diraba, tetapi juga mencakup sesuatu yang bersifat tidak kasat matadan tidak dapat
diraba.
3. Investasi dibagi menjadi dua macam yaitu investasi asing dan investasi domestik.
Investasi asing yang bersumber dari pembiayaan luar negeri, sedangkan investasi
domestic adalah investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri.
Setiap usaha penanaman modal harus diarahkan kepada kesejahteraan masyarakat. Artinya,
dengan adanya investasi yang ditanamkan para investor dapat meningkatkan kualitas
masyarakat Indonesia. Investasi dibagi menjadi dua macam, yaitu investasi asing (PMA) dan
investasi domestik (PMDN). Investasi asing merupakan investasi yang bersumber dari
pembiayaan luar negeri, sedangkan investasi domestik adalah investasi yang bersumber dari
pembiayaan dalam negeri. Investasi ini digunakan untuk membangun usaha yang terbuka untuk
investasi dan tujuannya untuk memperoleh keuntungan.

B. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)


17 -17 Rowland B. F. Pasaribu. Investasi dan Penanaman Modal hlm. 235
Penanaman Modal Dalam Negeri
adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri
sebagaimana telah diatur dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 6 tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Penanam modal Dalam Negeri dapat dilakukan oleh perseorangan WNI, badan usaha Negeri,
dan/atau pemerintah Negeri yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik
Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal,
kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan
dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur didalam Peraturan
Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan
Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Ditinjau dari kepustakaan penanaman modal dalam Negeri adalah sehubungan dengan latar
belakang berikut:

1. Penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional adalah untuk mempertinggi


kemakmuran rakyat, modal merupakan factor yang sangat penting dan menentukan
Perlu diselenggarakan pemupukan dan pemanfaatan modal dalam negeri dengan cara
rehabilitasi pembaharuan, perluasan, pemnbangunan dalam bidang produksi barang
dan jasa.
2. Perlu diciptakan iklim yang baik, dan ditetapkan ketentuan-ketentuan yang mendorong
investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
3. Dibukanya bidang-bidang usaha yang diperuntukan bagi sector swasta. Pembangunan
ekonomi selayaknya disandarkan pada kemampuan rakyat Indonesia sendiri. Untuk
memanfaatkan modal dalam negeri yang dimiliki oleh orang asing.

Penanaman modal (investment), penanaman uang atau modal dalam suatu usaha dengan tujuan
memperoleh keuntungan dari usaha tersebut. Investasi sebagai wahana dimana dana
ditempatkan dengan harapan untuk dapat memelihara atau menaikkan nilai atau memberikan
hasil yang positif.

Pasal 1 angka 2 UUPM meneyebutkan bahwa PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah Negara RI yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri
dengan menggunakan modal dalam negeri Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal
dalam negeri adalah perseorangan WNI, badan usaha Indonesia, Negara RI, atau daerah yang
melakukan penanaman modal di wilayah Negara RI (Pasal 1 angka 5 UUPM).

Bidang usaha yang dapat menjadi garapan PMDN adalah semua bidang usaha yang ada di
Indonesia. Namun ada bidang-bidang yang perlu dipelopori oleh pemerintah dan wajib
dilaksanakan oleh pemerintah. Misal: yang berkaitan dengan rahasia dan pertahanan Negara.
PMDN di luar bidang-bidang tersebut dapat diselenggarakan oleh swasta nasional. Misal;
perikanan, perkebunan, pertanian, telekomunikasi, jasa umum, perdagangan umum. PMDN
dapat merupakan sinergi bisnis antara modal Negara dan modal swasta nasional. Misal: di
bidang telekomunikasi, perkebunan.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi PMDN

1. Potensi dan karakteristik suatu daerah.


2. Budaya masyarakat.
3. Pemanfaatan era otonomi daerah secara proposional.
4. Peta politik daerah dan nasional.
5. Kecermatan pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan local dan peraturan
daerah yang menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia bisnis dan investasi

Syarat-syarat PMDN

1. Permodalan: menggunakan modal yang merupakan kekayaan masyarakat Indonesia 18-


18 Pasal1:1 UU No. 6/1968
baik langsung maupun tidak langsung.
2. Pelaku Investasi: Negara dan swasta. Pihak swasta dapat terdiri dari orang dan atau
badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia.
3. Bidang usaha: semua bidang yang terbuka bagi swasta, yang dibina, dipelopori atau
dirintis oleh pemerintah.
4. Perizinan dan perpajakan: memenuhi perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah. Antara lain: izin usaha, lokasi, pertanahan, perairan, eksplorasi, hak-hak
khusus.
5. Batas waktu berusaha: merujuk kepada peraturan dan kebijakan masing-masing daerah.
6. Tenaga kerja wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila
jabatan-jabatan tertentu belum dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia. Mematuhi
ketentuan UU ketenagakerjaan (merupakan hak dari karyawan)

Tata Cara PMDN

1. Keppres 19 Keppres No. 29/2004 (Investasi)


tentang penyelenggaraan penanam modal dalam
rangka PMA dan PMDN melalui system pelayanan satu atap.
2. Meningkatkan efektivitas dalam menarik investor, maka perlu menyederhanakan
system pelayanan penyelenggaraan penanaman modal dengan metode pelayanan
satu atap.
3. Diundangkan peraturan perundang-undnagan yang berkaitan dengan otonomi
daerah, maka perlu ada kejelasan prosedur pelayanan PMA dan PMDN.
4. BKPM. Instansi pemerintah yang menangani kegiatan penanaman modal dalam
rangka PMA dan PMDN.
5. Pelayanan persetujuan, perizinan, fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA
dan PMDN dilaksanakan oleh BKPM berdasarkan pelimpahan kewenagan dari
Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Dept yang membina bidang-bidang
usaha investasi ybs melalui pelayanan satu atap.
6. Gubernur/bupati/walikota sesuai kewenangannya dapat melimpahkan kewenangan
pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal kepada BKPM
melalui system pelayanan satu atap.
7. Kepala BKPM dalam melaksanakan system pelayanan satu atap berkoordinasi
dengan instansi yang membina bidang usaha penanaman modal.
8. Segala penerimaan yang timbul dari pemberian pelayanan persetujuan, perizinan
dan fasilitas penanaman modal oleh BKPM diserahkan kepada isntansi yang
membidangi usaha penanaman modal

C. Penanaman Modal Asing (PMA)


Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan
membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan. Penanaman Modal di Indonesia
diatur dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25
tahun 2007 tentang Penanaman Modal Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak
mempunyai kelebihan diantaranya sifatnya jangka panjang, banyak memberikan andil
dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru.
Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara sedang berkembang mengingat terbatasnya
kemampuan pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja.

Fungsi Penanaman Modal Asing bagi Indonesia

1. Sumber dana modal asing dapat dimanfaatkan untuk mempercepat investasi dan
pertumbuhan ekonomi.
2. Modal asing dapat berperan penting dalam penggunaan dana untuk perbaikan
struktural agar menjadi lebih baik lagi.
3. Membantu dalam proses industrilialisasi yang sedang dilaksanakan.
4. Membantu dalam penyerapan tenaga kerja lebih banyak sehingga mampu
mengurangi pengangguran.
5. Mampu meningkatkan kesejahteraan pada masyarakat.
6. Menjadi acuan agar ekonomi Indonesia semakin lebih baik lagi dari sebelumnya.
7. Menambah cadangan devisa negara dengan pajak yang diberikan oleh penanam
modal.

Tujuan Penanaman Modal Asing

1. Untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya produksi yang rendah, manfaat


pajak lokal dan lain-lain.
2. Untuk membuat rintangan perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain.
3. Untuk mendapatkan return yang lebih tinggi daripada di negara sendiri melalui
tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sistem perpajakkan yang lebih
menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik.
4. Untuk menarik arus modal yang signifikan ke suatu negara

Faktor yang Mempengaruhi Berkurangnya PMA


1. Instabilitas Politik dan Keamanan.
2. Banyaknya kasus demonstrasi/ pemogokkan di bidang ketenagakerjaan.
3. Pemahaman yang keliru terhadap pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah
serta belum lengkap dan jelasnya pedoman menyangkut tata cara pelaksanaan
otonomi daerah.
4. Kurangnya jaminan kepastian hukum.
5. Lemahnya penegakkan hukum.
6. Kurangnya jaminan/ perlindungan Investasi.
7. Dicabutnya berbagai insentif di bidang perpajakkan.
8. Masih maraknya praktek KKN.
9. Citra buruk Indonesia sebagai negara yang bangkrut, diambang disintegrasi dan
tidak berjalannya hukum secara efektif makin memerosotkan daya saing
Indonesia dalam menarik investor untuk melakukan kegiatannya di Indonesia.
10. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia

Hal – Hal yang Perlu Dipertimbangkan dalam PMA

1. Bagi Investor
1) Adanya kepastian hukum.
2) Fasilitas yang memudahkan transfer keuntungan ke negara asal.
3) Prospek rentabilitas, tak ada beban pajak yang berlebihan.
4) Adanya kemungkinan repatriasi modal (pengambilalihan modal oleh pemerintah
pusat dan daerah) atau kompensasi lain apabila keadaan memaksa.
5) Adanya jaminan hukum yang mencegah kesewenang-wenangan.

2. Bagi Penerima Investasi


1) Pihak penerima investasi harus sadar bahwa kondisi sosial, politik, ekonomi
negaranya menjadi pusat perhatian investor.
2) Dicegah tindakan yang merugikan negara penerima investasi dalam segi
ekonomis jangka panjang dan pendek.
3) Transfer teknologi dari para investor.
4) Pelaksanaan investasi langsung atau investasi tidak langsung betul-betul
dilakukan dengan prinsip saling menguntungkan (mutual benefit) dan terutama
pembangunan bagi negara/ daerah penerima.
D. NASIONALISASI PERUSAHAAN

1. Definisi Nasionalisasi
Nasionalisasi, bila merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah proses,
cara, perbuatan menjadikan sesuatu, terutama milik asing menjadi milik bangsa atau Negara,
biasanya diikuti dengan penggantian yg merupakan kompensasi.20 https://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisasi
Dengan kata lain Nasionalisasi adalah proses Negara mengambil alih kepemilikan suatu
perusahaan milik swasta atau asing. Kemudian terhadapa perusahaan yang dinasionalisasi
tersebut, Negara bertindak sebagai pembuat keputusan terkait perusahaan tersebut. Selain itu,
status para pegawainya menjadi Pegawai Negeri, lawan dari tindakan Nasionalisasi adalah
Privatisasi.21 http://kbbi.web.id/Nasionalisasi, diakses tanggal 8 Maret 2019

Dalam praktek ada banyak istilah atau ungkapan lain terkait Nasionalisasi ini. Istilah seperti
pencabutan hak kepemilikan asing, pengambil alihan (Taking), kemudian ekpropriasi
(Expropriation), dan penyitaan/konfiskasi (Confiscation), merupakan hal yang lumrah di
dengar oleh dunia penanaman modal atau perusahaan.22 Rustanto, Hukum Nasionalisasi.... Op.Cit, 2012, hlm

165
Namun pada intinya Nasionalisasi ini adalah perpindahan kepemilikan modal dari suatu
perusahaan yang awalnya dimilikidan dikelola oleh privat, menjadi milik Negara dan nantinya
akan dikelola juga oleh Pemerintah. Pengambil alihan ini tujuannya tentu untuk menjadi salah
satu sumber pendapatan Negara, dan dari pendapatan tersebut nanti akan digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, baik itu nantinya dalam bentuk perluasan lapangan
pekerjaan diperusahaan yang dinasionalisasi, atau dengan cara memberikan CSR yang
tujuannya adalah peningkatan mutu hidup masyarakat.

Menurut Asif H Qureshi Dan Andreas R Zielger, Nasionalisasi ini adalah expropriasi. Dan
tindakan expropriasi ini adalah, the depriviation by the state of foreign right to property
or its enjoyment. Tindakan expropriasi dibagi menjadi dua bentuk tindakan. Tindakan
ekpropriasi secara langsung (direct expropriation) dan expropriasi tidak langsung
(indirect expropriation). Dan Nasionalisasi, merupakan bagian dari ekpropriasi langsung,
23 Asif H Qureshi Dan Andreas R Zileger, International Economic Law, (london:
sebagaimana halnya konfiskasi.
Sweet & Maxwell, 2007), hlm 403.

Dalam wacana tentang penanaman modal asing kontemporer, nasionalisasi dan


konsekuensi-konsekuensi hukum, ekonomi dan politiknya memang bukan merupakan
masalah utama.24 - 24 Rustanto,Nasionalisasi Dan ...., Op. Cit, hlm 1.
2. Nasionalisasi Dalam Praktek
Dalam sejarah perjalanan Bangsa Indonesia, Nasionalisasi Perusahaan Modal Asing
sebenarnya bukanlah hal yang baru, karena semenjak zaman kemerdekaan hingga saat ini,
Pemerintah Indonesisa pernah beberapa kali melakukan Nasionalisasi. Nasionalisasi yang
paling pertama dilakukan oleh Pemerintah RepublikIndonesia adalah pada masa Pemerintahan
Orde Lama atau Era Presiden Soekarno. Pada saat tahun 1958 Pemerintahan Presiden Soekarno
mengeluarkan UUNasionalisasi No.86 tahun 1958.

Pasal 1 dari UU Nasionalisasi No.86 tahun 1958, yang menyatakan

“Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah


RepublikIndonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
dikenakan Nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik yang penuh dan
bebas NegaraRepublikIndonesia.

sebetulnya dapat disebut sebagai inti dari apa yang dimaui oleh Pemerintah pada masa itu,
yang berbuat atas dan untuk nama Negara dalam melakukan “balas dendam politik”
25 Edy Ikhsan, Nasionalisasi Perkebunan Belanda di Sumatera Utara: Diantara Inkon-sistensi dan
terhadap Belanda.
Stigmatisasi, artikel Doc., Diunduh, pada tanggal 31 Desember 2014, hlm 12-20

Secara tegas juga, UU ini menyatakan bahwa Onteigenings ordonantie (Stb.1920. No.574).
Ordonansi Pencabutan Hak, tidak berlaku dalam konteks Nasionalisasi ini. Ordonansi ini
memberikan jaminan bahwa tiap orang tidak bo-leh dicabut atau diambil kekayaan, milik
atau haknya tanpa proses hukum di de-pan pengadilan. Menurut Negara, Ordonansi ini
hanya berlaku untuk urusan-urusan pribadi (individual expropiriations), sementara UU
Nasionalisasi ini mempunya sifatnya yang umum (general characters). Alasan lainnya
adalah bahwa Ordonansi Pencabutan Hak dibentuk dalam sebuah sistem hukum yang
berbasis pada supremasi hak-hak individual, sementara UU Nasionalisasi dikem-bangkan
dalam sebuah sistem hukum yang berorientasi pada fungsi sosial dari kepemilikan privat
(individu).

Untuk melaksanakan UU ini, Pemerintah kemudian mengeluarkan sejumlah Peraturan


Pemerintah. Setidaknya ada lima Peratuan Pemerintah, dari beberapa Peraturan Pemerintah
terkait pembahasan nasionalisasi ini. Peratura-pertauran tersebut antara lain Peraturan
Pemerintah No.2 tahun 1959 tentang Pokok-Pokok Pelaksanaan Undang-Undang
Nasionalisasi Perusahaan Belanda, No.3 tahun 1959 tentang Pembentukan Badan
Nasionalisasi Perusahaan Belanda, PP No.4 tahun 1959 tentang Penentuan Perusahaan
Pertanian/ Perkebunan Tembakau Milik Belanda, PP No.19 tahun 1959 tentang Penentuan
Perusahaan Pertanian/Perkebunan Milik Belanda yang Dikenakan Nasionalisasi, dan PP
No.9 tahun 1959 tentang Tugas Kewajiban Panitia Penetapan Ganti Kerugian Perusahaan
Milik Belanda yang Dikenakan Nasionalisasi dengan Mengajukan Permintaan Ganti
Kerugian.26 Ibid Peraturan Pemerintah No.2 tahun 1959 tentang Pokok-Pokok Pelaksanaan
Undang-Undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda sekurang-kurangnya mengatur dua
halpenting. Pertama, tentang Sifat dan isi Perusahaan Belanda yang dinasionalisasi. Kedua,
tentang Badan/Panitia Penampung Perusahaan, Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda,
dan Badan Penetapan Ganti Kerugian (Pasal 4 s/d Pasal 6). Badan Penampung Perusahaan
yang dimaksud adalah Badan yang sudah dibentuk berdasarkan PeraturanPemerintah
No.23 tahun 1958. Badan Penampung Perusahaan yang dimaksud adalah Badan yang sudah
dibentuk berdasarkan PeraturanPemerintah No.23 tahun 1958. Badan Nasionalisasi
Perusahaan Belanda akan dibentuk tersendiri untuk menentukan kesegaragaman dalam
pelaksanan Nasionalisasi perusahaan Belanda. Badan Penetapan Ganti Kerugian sekurang-
kurangnya terdiri dari: a. Wakil Kementrian Kehakiman sebagai Ketua, b. Wakil
Kementrian Keuangan sebagai Wakil Ketua dan c. Wakil Kementrian Keuangan sebagai

Anggota.27 Ibid

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.2 tahun 1959 berbunyi:


“Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang dapat di kenakan
Nasionalisasi menurut Pasal 1 Undang-Undang Nasionalisasi Perusahaan
Belanda (UU No.86/1958) adalah: a. Perusahaan yang untuk seluruhnya
atau sebagian merupakan milik perseorangan wargaNegara Belanda dan
bertempat-kedudukan dalam wilayah RepublikIndonesia.b. Perusahaan milik
sesuatu Badan Hukum yang seluruhnya atau sebagian modal persoraannya
atau modal pendiriannya berasal dari perseorangan warga Negara Belanda
dan Badan Hukum itu bertempat-kedudukan dalam wilayah Republik
Indonesia. c. Perusahaan yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia
dan untuk seluruhnya atau sebagian merupakan milik perseorangan warga
Negara Belanda yang bertempat kediaman di luar wilayah Republik
Indonesia. d. Perusahaan yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia
dan merupakan milik sesuatu Badan Hukum bertempat-kedudukan dalam
wilayah Kerajaan Belanda.”

Selanjutnya Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.3 tahun 1959 tentang Badan
Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS). Tugas badan ini adalah menetapkan keseragaman
kebijakan dalam pelaksanaan Nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda dan
mengawasi Badan-Badan Penampung, menentukan perusahaan milik Belanda yang
dinasionalisasi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah/Provinsi, menyelesaikan
persoalan-persoalan yang timbul sebagai akibat pemberlakuan UU Nasionalisasi, dan
pendelegasian penyelesaian

persoalan-persoalan dimaksud kepada Pengurus Harian.93


Peraturan Pemerintah No.4 tahun 1959 tentang Penentuan Perusahaan
Pertanian/Perkebunan Tembakau Milik Belanda menyebutkan adanya 38
perkebunan tembakau yang dinasionalisasi, dan 22 diantaranya adalah perkebunan
tembakau yang berada di Sumatera Utara. Dalam dasar pertimbangan Peraturan
Pemerintah tersebut disebutkan bahwa perusahaan pertanian/ perkebunan
tembakau adalah merupakan cabang produksi yang penting bagi masyarakat dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak sehingga dikenakan nasionalisasi. Ke
dua puluh dua perkebunan tembakau adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Daftar Perkebunan Yang Dinasionalisasi

No. Nama Perkebunan Lokasi Pemilik

1 Bandar Klipa Deli/Serdang NV Vereenigde Deli Mij

2 Bulu Tjina Deli/Serdang Idem

3 Helvetia Deli/Serdang Idem

4 Klambir Lima Deli/Serdang Idem

93
Pasal 2 PP No.3 tahun 1959.

64
5 Kloempang Deli/Serdang Idem

6 Kwala Begomit Langkat Idem

7 Kwala Bingei Langkat Idem

8 Mariendal Deli/Serdang Idem

9 Medan Estate Deli/Serdang Idem

10 Padang Brahrang Deli/Serdang Idem

11 Rotterdam AB Deli/Serdang Idem

12 Saentis Deli/Serdang Idem

13 Sampali Deli/Serdang Idem

14 Tandem Deli/Serdang Idem

15 Tandem Ilir Deli/Serdang Idem

16 Tandjung Djati Langkat Idem

17 Timbang Langkat Langkat NV. Sinembah Mij.

18 Batang Kwis Deli/Serdang Idem

19 Kwala Namoe Deli/Serdang Idem

20 Pagar Marbau Deli/Serdang Idem

21 Patoembah Deli/Serdang Idem

22 Tanjong Morawa Deli/Serdang Idem

Sumber : Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1959

Nasionalisasi juga diberlakukan atas Perusahan-perusahaan Amerika dan


Inggris, di era Presiden Soekarno. Nasionalisasi ini dilakukan pada masa Indonesia
berkonfrontasi dengan Negara malaysia pada tahun 1962. Latar belakangnya adalah
perang terhadap kolonialisme. Pemerintah Indonesia kala itu mengganggap
Pemerintah Amerika dan Inggris adalah Negara yang memberikan dukungan dan
merupakan pendukung utama atas pembentukan Negara Malaysia. Pemerintah
Indonesia memandangnya sebagai bentuk neo kolonialisme dan neo imperialisme.
Sebagai bentuk perlawanan terhadap hal tersebut, Pemerintah melakukan

Nasionalisai atas PMA dari kedua Negara tersebut.94

Nasionalisasi yang dilakukan Pemerintah yang terbaru adalah Nasionalisasi


PT Inalum (Indonesia Asahan Aluminium). Dilakukan dengan cara

94
Erman Rajagukguk, Hukum Penanaman Modal.... Op. Cit, hlm 47-48

melakukan akuisisi terhadap saham perusahaan tersebut. Dengan melakukan hal ini,
nasionaliasi terhadap PT Inalum per 1 November 2013, Pemerintah Indonesia
sebenarnya telah mengambil suatu langkah besar. Keputusan Pemerintah ini diambil
setelah Pemerintah Indonesia memutuskan utuk melakukan termination agreement
(pengakhiran kerjasama) selama 30 tahun antara Pemerintah Indonesia dengan Jepang.
Pengelolaan Inalum yang berdasarkan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan
Jepang dalam Master Agreement for the Asahan Hydroelectric and Aluminium Project
(MA) dimulai pada 7 Juli 1975, dan kontrak

kerjasama tersebut telah berakhir pada 31 Oktober 2013 yang lalu.95

Nasionalisasi PT Inalum, setelah reformasi tentu menjadi awal yang baik


Pemerintah untuk dapat melakukan Nasionalisasi juga terhadap perusahan-
perusahaan modal asing lainnya, misalnya kontrak Total E&P Indonesie di Blok
Mahakam yang akan habis pada tahun 2017. Akan tetapi, Nasionalisasi tentunya
harus juga dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan dilakukan untuk

kepentingan bangsa dan Negara.96

Berdasarkan keseluruhan uraian literatur pustaka di atas dapat diketahui bahwa dalam
upaya meyakinkan calon investor untuk menanamkan modal atau berinvestasi di Indonesia,
kepastian hukum, perlindungan hukum (legal protection) dan keadilan hukum harus
diutamakan karena investor yang menanamkan modalnya selain mengharapkan hasil atau
keuntungan dalam bisnisnya, modal yang ditanamnya tetap dalam posisi aman.
Dengan mempelajari defenisi dari para ahli dan bunyi Undang-undnag serta mendalami teori-
teori Penanaman Modal atau Investasi sehingga kajian terkait Undang-undang nomor 25 Tahun
2007 Tentang Hukum Penanaman Modal di Indonesia menjadi berdasar secara akademisi
untuk dikritisi.

Anda mungkin juga menyukai