KELOMPOK :5
NAMA : Thobib Fahrizal (0718040006)
M. Abdul Qadir Arif. W (0718040011)
Rafi Febian Soelistijono (0718040027)
Contents
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 6
2.1 Hubungan Bahasa dengan nasionalisme ............................................................... 7
2.2 Pengaruh Penggunaan Bahasa Daerah terhadap Nasionalisme Warga Negara
Indonesia ..................................................................................................................... 8
2.3 Pengaruh Penggunaan Bahasa Asing terhadap Nasionalisme Warga Negara
Indonesia ................................................................................................................... 10
2.4 Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Tolak Ukur untuk Menilai Nasionalisme
Warga Negara Indonesia ........................................................................................... 14
2.5 Upaya Warga Negara Indonesia dalam Menyeimbangan antara Penggunaan
Bahasa Daerah, Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing untuk Meningkatkan Rasa
Nasionalisme ............................................................................................................. 19
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 22
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 22
3.2 Saran ................................................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia, karena dengan
bahasa kita dapat mengetahui informasi yang kita butuhkan, selain itu kita dapat
menyampaikan ide dan gagasan kita melalui bahasa. Oleh sebab itu, kita harus
mampu menguasai bahasa dan elemen – elemennya, seperti kosa kata, struktur
dan lain sebagainya. Bahasa muncul dan berkembang karena interaksi antar
individu dalam suatu masyarakat. Secara singkat sifat bahasa manusia yaitu
sebagai suatu sistem arbitary dari symbol suara yang digunakan oleh anggota
masyarakat untuk berkomunikasi dan mengenali satu sama lain.
Perubahan bahasa dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan,
melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami
masyarakat. Berbagai alasan sosial dan politis menyebabkan banyak orang
meninggalkan bahasanya, atau tidak lagi menggunakan bahasa lain. Dalam
perkembangan masyarakat modern saat ini, masyarakat Indonesia cenderung lebih
senang dan merasa lebih intelek untuk menggunakan bahasa asing. Hal tersebut
memberikan dampak terhadap pertumbuhan bahasa Indonesia sebagai jati diri
bangsa. Bahasa Inggris yang telah menjadi raja sebagai bahasa internasional
terkadang memberi dampak buruk pada perkembangan bahasa Indonesia.
Kepopuleran bahasa Inggris menjadikan bahasa Indonesia tergeser pada tingkat
pemakaiannya.
Lahirnya nasionalisme bangsa Indonesia didorong oleh beberapa faktor Salah satu
contoh faktornya adalah Peranan Bahasa Melayu, di samping mayoritas beragama
Islam, bangsa Indonesia juga memiliki bahasa pergaulan umum (Lingua Franca)
yakni bahasa Melayu. Dalam perkembangannya, bahasa Melayu berubah menjadi
bahasa persatuan nasional Indonesia. Dengan posisi sebagai bahasa pergaulan,
bahasa Melayu menjadi sarana penting untuk menyosialisasikan semangat
kebangsaan dan nasionalisme ke seluruh pelosok Indonesia.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami ingin menjelaskan bagaimana
penggunaan bahasa dalam kehidupan sehar-hari menjadi tolak ukur nasionalisme
seorang warga negara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang kami
ambil dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Bahasa dengan nasionalisme
Bahasa berfungsi sebagai sarana pikir, ekspresi, dan sarana komunikasi. Bahasa
sebagai sarana pikir dimana bahasa dapat menuntun masyarakat untuk bertindak
tertib dan santun, karena bahasa menuntun pemakainya. Bahasa sebagai sarana
ekspresi, bahasa membawa penggunanya kepada suasana kreatif, karena bahasa
sebagai sarana pengungkap pikiran tentang ilmu, teknologi, dan seni yang dapat
membentuk kecerdasan. Bahasa sebagai sarana komunikasi, bahwa bahasa
menciptakan suasana keakraban dan kebersamaan yang pada akhirnya memupuk
rasa kekeluargaan dalam masyarakat. Maka, bahasa membentuk pola pikir,
perilaku, kreativitas, dan menumbuhkan rasa kebersamaan dan
kesetiakawanan. Dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berkomunikasi
ataupun dalam berinteraksi dengan orang lain kita menggunakan bahasa
Indonesia. Dalam media cetak dan media elektronik, seperti Koran, majalah,
televisi dan radio juga menggunakan bahasa. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kita tidak pernah terlepas dari penggunaan bahasa karena segala aspek dalam
kehidupan kita selalu berhubungan dengan penggunaan bahasa Indonesia, baik
dalam situasi formal dan tidak formal (Simanjuntak, 2011).
Bahasa bukanlah hanya sekadar aset semata, tetapi sebagai pondasi suatu bangsa.
Bahasa dipercaya sebagai salah satu pengikat yang dapat membangun
kebersamaan dan nasionalisme suatu kelompok komunitas, selain elemen ras, dan
agama. Tidak seperti yang terjadi di beberapa negara maju, Bapak pendiri bangsa
Indonesia tidak membangun bangsanya di atas elemen ras, mengingat
keanekaragam suku. Beberapa negara maju membangun nasionalismenya dengan
pendekatan ras, seperti politik apartheid yang menggambarkan dominasi ras kulit
putih atas kulit hitam. Ada juga yang menggeser suku aborigin atau Indian
(Arifah, 2014).
Antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah mempunyai hubungan yang sangat
erat, tidak dapat dipungkiri adanya bahasa Indonesia yang muncul seiring dengan
perkembangan bahasa daerah itu sendiri. Karena bahasa daerah dan bahasa
Indonesia saling melengkapi. Terutama dalam hal berkomunikasi antar
masyarakat. Dengan adanya dua bahasa ini menimbulkan kedwibahasaan di
negara Indonesia.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa keanekaragaman budaya dan bahasa
daerah merupakan keunikan tersendiri bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan
yang harus dilestarikan. Dengan keanekaragaman ini akan mencirikan Indonesia
sebagai negara yang kaya akan kebudayaannya. Berbedannya bahasa di tiap-tiap
daerah menandakan identitas dan ciri khas masing-masing daerah. Masyarakat
yang merantau ke ibukota Jakarta mungkin lebih senang berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa daerah dengan orang berasal dari daerah yang sama, salah
satunya dikarenakan agar menambah keakraban diantara mereka. Tidak jarang
pula orang mempelajari sedikit atau hanya bisa-bisaan untuk berbahasa daerah
yang tidak dikuasainya agar terjadi suasana yang lebih akrab. Beberapa kata dari
bahasa daerah juga diserap menjadi Bahasa Indonesia yang baku, antara lain kata
nyeri (Sunda) dan kiat (Minangkabau) (Rusyana, 2013).
Zaman sekarang yang hanya bisa menggunakan satu bahasa saja sangatlah sulit
untuk bisa masuk dalam kompetisi global. Apalagi posisi negara kita yaitu sebagai
negara berkembang yang masih memerlukan bantuan dan kontribusi dari negara
lain khususnya negara maju. Perkembangan bahasa banyak dipengaruhi oleh
perkembangan zaman dan dari berbagai banyak pihak dan negara. pihak – pihak
tersebut ingin mengembangkan dan mendeterminasikan bahasanya sebagai suatu
bahasa yang dapat dikenal oleh semua pihak diseluruh belahan dunia
(Harimansyah, 2012)
Bangsa Indonesia sudah mengenal bahasa asing terjadi sejak abad ke-7 ketika para
saudagar Cina berdagang ke Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan
Timur, bahkan sampai juga ke Maluku Utara. Pada saat Kerajaan Sriwijaya
muncul dan kukuh, Cina membuka hubungan diplomatik dengannya untuk
mengamankan usaha perdagangan dan pelayarannya. Pada tahun 922 musafir
Cina melawat ke Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur. Sejak abad ke-11 ratusan
ribu perantau meninggalkan tanah leluhurnya dan menetap di banyak bagian
Nusantara (Kepulauan Antara, sebutan bagi Indonesia). Yang disebut dengan
bahasa Tionghoa adalah bahasa di negara Cina (banyak bahasa). Empat di antara
bahasa-bahasa itu yang di kenal di Indonesia yakni Amoi, Hakka, Kanton, dan
Mandarin. Kontak yang begitu lama dengan penutur bahasa Tionghoa ini
mengakibatkan perolehan kata serapan yang banyak pula dari bahasa Tionghoa,
namun penggunaannya tidak digunakan sebagai perantara keagamaan, keilmuan,
dan kesusastraan di Indonesia sehingga ia tidak terpelihara keasliannya dan sangat
mungkin banyak ia berbaur dengan bahasa di Indonesia. Contohnya anglo, bakso,
cat, giwang, kue/ kuih, sampan, dan tahu.
Belanda mendatangi Nusantara pada awal abad ke-17 ketika ia mengusir Portugis
dari Maluku pada tahun 1606, kemudian ia menuju ke pulau Jawa dan daerah lain
di sebelah barat. Sejak itulah, secara bertahap Belanda menguasai banyak daerah
di Indonesia. Bahasa Belanda tidak sepenuhnya dapat menggeser kedudukan
bahasa Portugis karena pada dasarnya bahasa Belanda lebih sukar untuk
dipelajari, lagipula orang-orang Belanda sendiri tidak suka membuka diri bagi
orang-orang yang ingin mempelajari kebudayaan Belanda termasuklah bahasanya.
Hanya saja pendudukannya semakin luas meliputi hampir di seluruh negeri dalam
kurun waktu yang lama (350 tahun penjajahan Belanda di Indonesia). Belanda
juga merupakan sumber utama untuk menimba ilmu bagi kaum pergerakan. Maka
itu, komunikasi gagasan kenegaraan pada saat negara Indonesia didirikan banyak
mengacu pada bahasa Belanda. Kata-kata serapan dari bahasa Belanda seperti
abonemen, bangkrut, dongkrak, ember, formulir, dan tekor.
Bangsa Inggris tercatat pernah menduduki Indonesia meski tidak lama. Raffles
menginvasi Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1811 dan beliau bertugas di
sana selama lima tahun. Sebelum dipindahkan ke Singapura, dia juga bertugas di
Bengkulu pada tahun 1818. Sesungguhnya pada tahun 1696 pun Inggris pernah
mengirim utusan Ralph Orp ke Padang (Sumatra Barat), namun dia mendarat di
Bengkulu dan menetap di sana. Di Bengkulu juga dibangun Benteng Marlborough
pada tahun 1714-1719. Itu bererti sedikit banyak hubungan dengan bangsa Inggris
telah terjadi lama di daerah yang dekat dengan pusat pemakaian bahasa Melayu.
Di antara bahasa-bahasa di atas, ada beberapa yang tidak lagi menjadi sumber
penyerapan kata baru yaitu bahasa Tamil, Parsi, Hindi, dan Portugis. Kedudukan
mereka telah tergeser oleh bahasa Inggris yang penggunaannya lebih mendunia.
Walaupun begitu, bukan bererti hanya bahasa Inggris yang menjadi rujukan
penyerapan bahasa Indonesia pada masa yang akan datang. Bahasa Indonesia
adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak menyerap
kata-kata dari bahasa lainnya. Asal Bahasa Jumlah Kata: arab 1.495 kata, belanda
3.280 kata, tionghoa 290 kata, hindi 7 kata, inggris 1.610 kata, parsi 63 kata,
portugis 131 kata, sanskerta-Jawa Kuno 677 kata, dan tamil 83 kata (Danie,
2013).
Sedangkan dampak positif bahasa asing bagi perkembangan anak antara lain :
mampu meningkatkan pemerolehan bahasa anak, semakin banyak orang yang
mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris maka akan semakin cepat pula
proses transfer ilmu pengetahuan, menguntungkan dalam berbagai kegiatan
(pergaulan internasional, bisnis, sekolah), dan anak dapat memperoleh dua atau
lebih bahasa dengan baik apabila terdapat pola sosial yang konsisten dalam
komunikasi, seperti dengan siapa berbahasa apa, di mana berbahasa apa, atau
kapan berbahasa apa (Danie, 2013).
Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan,
yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi.
Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil mendudukkan
diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini mempunyai
fungsi yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul secara
bersama-sama dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja
(Kirman:2009)
Akibat pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945,
bahasa Indonesia pun kemudian berkedudukan sebagai bahasa budaya dan bahasa
ilmu. Di samping sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam hubungannya
sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang
memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional
sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas
sendiri, yang membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini bahasa
Indonesia dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya
nasional. Pada situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan kedudukannya
sebagai bahasa budaya. Di samping itu, dalam kedudukannya sebagai bahasa
ilmu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuna
dan teknologi (iptek) untuk kepentingan pembangunan nasional. Penyebarluasan
iptek dan pemanfaatannya kepada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
negara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan
penerjemahan buku-buku teks serta penyajian pelajaran atau perkuliahan di
lembaga-lembaga pendidikan untuk masyarakat umum dilakukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak
lagi bergantung sepenuhnya kepada bahasa-bahasa asing (bahasa sumber) dalam
usaha mengikuti perkembangan dan penerapan iptek. Pada tahap ini, bahasa
Indonesia bertambah perannya sebagai bahasa ilmu. Bahasa Indonesia oun dipakai
bangsa Indonesia sebagai alat untuk mengantar dan menyampaian ilmu
pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat pendidikan (Kirman:2009).
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai
dengan lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh Indonesia,
kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai
bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar
di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun ketiga (kelas tiga).
Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia. Karya-karya ilmiah di
perguruan tinggi (baik buku rujukan, karya akhir mahasiswa – skripsi, tesis,
disertasi, dan hasil atau laporan penelitian) yang ditulis dengan menggunakan
bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah mampu sebagai
alat penyampaian iptek, dan sekaligus menepis anggapan bahsa bahasa Indonesia
belum mampu mewadahi konsep-konsep iptek (Kirman:2009).
Kebanyakan bangsa di dunia memiliki lebih dari satu bahasa yang digunakan
sebagai bahasa ibu dalam wilayah yang dihuni bahasa itu. Termasuk di dalam
negara-negara tersebut adalah Indonesia. Indonesia sendiri memiliki lebih dari
500 bahasa yang digunakan sebagai bahasa ibu di setiap dearah yang memiliki
penggunanya masing-masing.
Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang memberi
harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, sehingga mengundang
imigran/ transmigran untuk mendatanginya. Telah menunjukkan terjadinya
pergeseran bahasa para imigran di Amerika. Keturunan ketiga atau keempat dari
para imigran itu sudah tidak mengenal lagi bahasa ibunya.
Pemertahanan bahasa nasional baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing tidak
dapat berjalan dengan baik tanpa adanya peran dan kontribusi pengguna bahasa
daerah itu sendiri. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini antara lain; 1)
kesetiaan bahasa yakni sikap yang mendorong masyarakat suatu bahasa
memepertahankan bahasanya, dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh
bahasa lain, 2) kebanggaan bahasa yakni sikap yang mendorong orang
mengembangkan bahasanya dan menggunakan sebagai lambang identitas dan
kesatuan masyarakat, 3) kesadaran adanya norma bahasa yang mendorong orang
menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun; dan merupakan faktor yang
sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan
bahasa. Sebaliknya, apabila ketiga sikap ini mulai melemah dan tidak ada dalam
seorang pengguna bahasa, maka pengguna bahasa ini dapat dikatakan seorang
pengguna bahasa yang buruk. Sikap pengguna bahasa yang buruk ini dapat
digambarkan dengan rasa ke-takbangga-an terhadap bahasa yang dipakainya. Rasa
ketakbanggaan ini dipengaruhi oleh faktor gengsi, budaya, ras, etnis atau politik.
Sikap ini akan tampak dalam keseluruhan tindak tuturnya, seperti mereka tidak
merasa perlu untuk menggunakan bahasa secara cermat dan tertib dan tidak
menggunakan kaidah yang berlaku (Indah, 2014).
Keberlangsungan suatu bahasa akan nihil hasilnya jika tidak ada peran serta dan
penggunaan bahasa yang baik oleh pengguna bahasa itu sendiri. Akan tetapi
pengguna bahasa memiliki caranya masing-masing untuk memilih bahasa apa
yang akan digunakan dan mana yang tidak. Sehingga, dari sejarahlah nanti kita
akan melihat apakah suatu bahasa akan tetap bertahan atau tidak. Begitu juga yang
terjadi dengan berbagai bahasa daerah sebagai bahasa etnik yang dimiliki oleh
Indonesia. Di tangan kita lah bahasa ini akan terus hidup dan berkembang. Namun
di tangan kita pula lah bahasa ini akan mati dan hanya akan ada dalam cerita dan
sejarah. Untuk itulah sebagai generasi yag bijak akan lebih baik jika kita terus
mewariskan warisan bahasa budaya ini hingga dapat dinikmati juga oleh anak
cucu dan generasi mendatang (Indah, 2014).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan agar
penulisan makalah-makalah selanjutnya dapat lebih baik dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Danie, Julianus. 2013. “Kajian Geografi Dialek Minahasa Timur Laut”. Dalam
http://sukabahasa.blogspot.com/kajian_geografi_dialek_minahasa_timur_laut.htm
l. Dikunjungi pada hari senin, 3 November 2014
Rusyana, Yus. 2013. “Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan”. Dalam
http://yusrusyana.com/bahasa_dan_sastra_dalam_gamitan_pendidikan.html. Diku
njungi pada hari Senin, 3 November 2014.