Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


a. Pengertian system Limfatik

Sistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang


berfungsi mengalirkan limfa atau getah bening di dalam tubuh.
Limfa (bukan limpa) berasal dari plasma darah yang keluar dari
sistem kardiovaskular ke dalam jaringan sekitarnya. Cairan ini
kemudian dikumpulkan oleh sistem limfa melalui proses difusi ke
dalam kelenjar limfa dan dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi.

Limfangitis akut mempengaruhi anggota penting dari sistem


kekebalan tubuh-sistem limfatik. Limbah bahan-bahan dari hampir
setiap organ dalam tubuh mengalir ke pembuluh limfatik dan akan
disaring dalam organ kecil yang disebut kelenjar getah bening.
Benda asing, seperti bakteri atau virus, diproses dalam kelenjar
getah bening untuk menghasilkan respon imun untuk melawan
infeksi.

Limfadenitis Tuberkulosis, suatu peradangan pada satu atau


lebih kelenjar getah bening. Penyakit ini masuk dalam kategori
tuberkolosis luar. Tuberkolosis sendiri dikenal sejak 1000 tahun
sebelum Masehi seperti yang tertulis dalam kepustakaan Sanskrit
kuno.

Lymphedema terdiri dari dua kata yaitu Lymph (limfe) atau


cairan getah bening dan Edema atau sembab. Limfe adalah cairan
tubuh yang mengalir di dalam pembuluh limfe dan terdapat di
seluruh bagian tubuh. Jika darah membawa makanan, maka limfe
mengandung limfosit yang berguna untuk memerangi penyakit
seperti infeksi dan kanker.

1
Elephantiasis/filariasis merupakan suatu infeksi parasit yang
menyerang pembuluh limfe, sehingga terjadi pembesaran satu atau
lebih anggota gerak yang diserangnya. (Christine Brooker, 2001).

1. Anatomi Sistem Limfatik


a. Pembuluh Limfatik

Struktur pembuluh limfe serupa dengan vena kecil, tetapi


memiliki lebih banyak katup sehingga pembuluh limfe
tampaknya seperti rangkaian petasan atau tasbih. Pembuluh
limfe yang terkecil atau kapiler limfe lebih besar dari kapiler
darah dan terdiri hanya atas selapis endotelium. Pembuluh
limfe bermula sebagai jalinan halus kapiler yang sangat kecil
atau sebagai rongga-rongga limfe di dalam jaringan berbagai
organ. Pembuluh limfe khusus di vili usus halus yang
berfungsi sebagai absorpsi lemak (kilomikron), disebut lacteal
villi.

Pembuluh limfa berfungsi untuk mengangkut cairan


untuk kembali ke peredaran darah. Limfa sebenarnya
merupakan cairan plasma darah yang merembes keluar dari
pembuluh kapiler di sistem peredaran darah dan kemudian
menjadi cairan intersisial ruang antarsel pada jaringan.
Pembuluh limfa dibedakan menjadi:

1.Pembuluh limfa kanan (duktus limfatikus dekster): Pembuluh


limfa kanan terbentuk dari cairan limfa yang berasal dari
daerah kepala dan leher bagian kanan, dada kanan, lengan
kanan, jantung dan paru-paru yang terkumpul dalam
pembuluh limfa. Pembuluh limfa kanan bermuara di
pembuluh balik (vena) di bawah selangka kanan.

2. Pembuluh limfa kiri (duktus limfatikus toraksikus): Pembuluh


limfa kiri disebut juga pembuluh dada. Pembuluh limfa kiri
terbentuk dari cairan limfa yang berasal dari kepala dan
leher bagian kiri dan dada kiri, lengan kiri, dan tubuh bagian
bawah. Pembuluh limfa ini bermuara di vena bagian bawah
selangka kiri.

Peredaran limfa merupakan peredaran yang terbuka.


Peredaran ini dimulai dari jaringan tubuh dalam bentuk cairan

2
jaringan. Cairan jaringan ini selanjutnya akan masuk ke dalam
kapiler limfa. Kemudian kapiler limfa akan bergabung dengan
kapiler limfa yang membentuk pembuluh limfa yang lebih besar
dan akhirnya bergabung menjadi pembuluh limfa besar yaitu
pembuluh limfa kanan dan kiri. Kurang lebih 100 mil cairan limfa
akan dialirkan oleh pembuluh limfa menuju vena dan
dikembalikan ke dalam darah.

2. Jaringan / Organ Limfatik

Organ Limfatik Primer

a. Sumsum Tulang Merah : merupakan jaringan penghasil


limfosit. Sel-sel limfosit yang dihasilkan tersebut akan
mengalami perkembangan. Limfosit yang berkembang di
dalam sumsum tulang akan menjadi limfosit B. Sedangkan
limfosit yang berkembang di dalam kelenjar timus akan
menjadi limfosit T. Limfosit-limfosit ini berperan penting untuk
melawan penyakit.

b. Kelenjar Timus : memiliki fungsi spesifik, yaitu tempat


perkembangan limfosit yang dihasilkan dari sumsum merah
untuk menjadi limfosit T. Timus tidak berperan dalam
memerangi antigen secara langsung seperti pada organorgan
limfoid yang lain. Untuk memberikan kekebalan pada limfosit T
ini, maka timus mensekresikan hormon tipopoietin.

b. Pengertian Sistem Kardiovaskuler

Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu; cardiac dan


vaskuler. Cardiac yang berarti jantung dan vaskuler yang berarti
pembuluh darah. Dalam hal ini mencakup system sirkulasi darah
yang terdiri dari jantung komponen darah dan pembuluh darah.
Pusat peredaran darah atau sirkulasi darah ini berawal dijantung,
yaitu sebuah pompa berotot yang ebrdenyut secara ritmis dan
berulang 60-100x/menit. Setiap denyut menyebabkan darah mengalir
dari jantung, keseluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang
terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler. Kemudian kembali kejantung
melalui venula dan vena.

3
Dalam mekanisme pemeliharaan lingkungan internal sirkulais
darah digunakan sebagai system transport oksigen, karbon dioksida,
makanan, dan hormone serta obat-obatan ke seluruh jaringan sesuai
dengan kebutuhan metabolisme tiap-tiap sel dalam tubuh. Dalam hal
ini, factor perubahan volume cairan tubuh hormone dapat
berpengaruh pada system kardiovaskuler baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Dalam memahami system sirkulasi jantung, kita perlu


memahami anatomi fisiologi yang ada pada jantung tersebut
sehingga kita mampu memahami berbagai problematika berkaitan
dengan system kardiovaskuler tanpa ada kesalahan yang membuat
kita melakukan neglicent (kelalaian). Oleh karena itu, sangat penting
sekali memahami anatomi fisiologi kardiovaskuler yang berfungsi
langsung dalam mengedarkan obat-obatan serta oksigenasi dalam
tubuh dalam proses kehiudpan.

1. Perkembangan Sistem Kardiovaskuler

System kardiovaskuler mulai berfungsi pada usia 3 minggu


kehamilan. Dalam system kardiovaskuler terdapat pembuluh
darah terbesar yang disebut Angioblast. Angioblast ini timbul dari:

a. Mesoderm: splanknikus dan chorionic


b. Merengkim: yolk sac dan tali pusat
c. Dan dapat juga menimbulkan pembuluh darah dan darah

Dalam awal perkembangannya yaitu pada minggu ketiga,


tabung jantung mulai berkembang displanknikus yaitu antara
bagian pericardial dan IEC dan atap katup kuning telur sekunder
(kardiogenik area). Tabung jantung pasangkan membujur jendotel
berlapis saluran. Tabung-tabung membentuk untuk menjadi
jantung primordial. Jantung tubular bergabung dalam pembuluh
darah didalam embrio yang menghubungkan tangkai, karian dan

4
yolk sac membentuk system kardiovaskuler purba. Pada janin
proses peredaran darah melalui plasenta.

2. Komponen Sistem Kardiovaskuler

a. Jantung

Jantung merupakan organ utama sistem kardiovaskuler,


berotot dan berrongga, terletak dirongga toraks bagian
mediastinum, diantara dua paru-paru. Bentuk jantung seperti
kerucut tumpul, pada bagian bawah disebut apeks, letaknya
lebih kekiri dari garis medial, bagian tepinya pada ruang
interkosta V kiri atau kira-kira 9 cm dari kiri linea
medioclavicularis, sedangkan bagian atasnya disebut basis
terletak agak kekanan tepatnya pada kosta ke III, 1 cm dari tepi
lateral sternum.

Ukuran jantung kira-kira panjangnya 12 cm, lebar 8-9 cm


dan tebalnya 6 cm. Beratnya sekitar 200 sampai 425 gram,
pada laki-laki sekitar 310 gram, pada perempuan sekitar 225
gram.

b. Ruang jantung

Jantung terbagi atas dua belahan yaitu belahan kanan dan


belahan kiri, kedua belahan tersebut dipisahkan oleh otot
pemisah yang disebut septum. Setiap belahan terdiri atas dua
ruang yaitu ruang pengumpul yang disebut atrium dan ruang
pemompa yang disebut ventrikel. Dengan demikian jantung
mempunyai empat ruangan yaitu atrium kanan, ventrikel kanan,
atrium kiri, dan ventrikel kiri. Atrium kanan menerima darah
yang kurang oksigen dari seluruh tubuh melalui vena cava
superior (dari tubuh bagian atas) dan vena cava inferior (dari
tubuh bagian bawah) kemudian darah mengalir masuk ke
ventrikel kanan untuk selanjutnya dipompakan keparu-paru
melalui arteri pulmonalis untuk dioksigenasi. Darah yang kaya
oksigen dari paru-paru melalui empat vena pulmonalis masuk
keatrium kiri dan selanjutnya dari atrium kiri darah mengalir ke
ventrikel kiri untuk dipompakan keseluruh tubuh melalui aorta.

5
c. Katup jantung
Jantung memiliki dua tife katup yaitu katup antrioventrikuler
dan katup semilunar. Katup jantung tersusun oleh endothelium
yang dilapisi oleh jaringan fibrosa, sehingga katup dapat
menutup dan membuka karena sifatnya yang fleksibel. Fungsi
katup jantung adalah mengalirkan darah pada saat terbuka dan
menahan aliran darah, mencegah refluk aliran darah pada saat
menutup.

katup antrioventrikular terletak diantara atrium dan ventrikel.


Katup ini terdiri dari katup trikuspidalis yang menghubungkan
antara atrium dan ventrikel kanan dan bikuspidalis atau mitral
yang menghubungkan antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup
trikuspidalis mempunyai tiga daun katup sedangkan bikuspidalis
mempunyai dua daun katup. Posisi katup antrioventrikuler
sangat kuat karena disokong oleh filamen fibrosa yang disebut
chordatendineae dan otot papilari yang melekat pada dinding
ventrikel. katup antrioventrikuler menutup pada saat ventrikel
jantung berkontraksi atau pada saat systole untuk mencegah
aliran balik darah ke atrium dan akan membuka pada saat
jantung relaksasi atau diastole untuk mengalirkan darah dari
atrium dan mengisi kembali ruang ventrikel.

katup semilunar terdiri atas katup pulmonal dan katup aorta.


Katup ini mempunyai tiga daun katup. Katup polmunal terletak
diantara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Sedangkan katup
aorta terletak diantara ventrikel kiri dengan aorta. Pada saat
terjadi diastole katup semilunar menutup dan membuka saat
systole. Menutupnya katup jantung menimbulkan bunyi jantung.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu system limfatik dan kardiovaskuler?

2.Virus apa saja yang dapat menginfeksi system limfatik dan


kardiovaskuler?

3. bagiamana virus menginfeksi limfatik dan kardiovaskuler?

6
4.Bagaimana penanganan Infeksi virus pada system limfatik dan
kardiovaskuler?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan umum penulis menyusun makalah ini untuk


mendukung kegiatan belajar mengajar jurusan Analis Kesehatan
khususnya D III Analis Kesehatan. Dalam hal ini mengenai Infeksi
Virus Pada Sistem Limfatik dan Kardiovaskuler.

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Epstein-Barr Virus


a. Pengertian Mononukleosis
Mononukleosis atau demam kelenjar merupakan suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus Epstein-Barr (EBV) yang
biasanya terjadi pada remaja.Biasanya penyakit ini juga sering
disebut dengan penyakit ciuman (kissing disease) karena
penyebarannya dapat melalui air liur seperti berciuman, bersin,
batuk, dan berbagi peralatan makan dengan orang yang
terinfeksi.Penyakit ini juga dapat terjadi komplikasi pada beberapa
kasus yaitu seperti pembengkakan limpa.
b. Gejala
Periode inkubasi dari virus adalah waktu antara terkena virus
dan mulai mengalami gejala, dan berlangsung 4–6 minggu.Gejala
yang dialami biasanya bertahan sekitar 1 sampai 2 bulan.
Beberapa gejala yang dapat menandai mononukleosis, seperti:
 Sakit tenggorokan
 Sakit kepala
 Kelelahan
 Demam
 Keringat pada malam hari
 Pembengkakan amandel
 Pembengkakan kelenjar getah bening di leher dan ketiak
 Kelemahan otot
 Ruam kulit
 Limpa membengkak

Pada anak–anak usia muda, infeksi dari EBV biasanya tidak


menimbulkan gejala. Gejala dari infeksi mononucleosis paling

8
sering terjadi pada anak–anak yang lebih tua dan orang
dewasa.Mononukleosis sulit untuk dibedakan dengan infeksi virus
umum lainnya seperti flu. Jika gejala tidak membaik dalam 1 atau 2
minggu setelah perawatan di rumah seperti beristirahat,
mendapatkan asupan cairan yang cukup dan makan makanan
sehat, maka segera konsultasi ke dokter.

c. Penyebab
Mononukleosis umumnya disebabkan oleh virus Epstein Barr
(EBV) yang berasal dari keluarga virus Herpes dan merupakan
salah satu virus yang paling umum menginfeksi manusia diseluruh
dunia.Mononukleosis biasanya menginfeksi remaja karena
sebagian besar orang dewasa yang telah terpapar virus ini dapat
membangun antibodinya sendiri.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui cairan tubuh seperti
darah, air mani atau air liur orang yang terinfeksi, sehingga virus
dapat disebar dengan beberapa kegiatan seperti hubungan
seksual, transplantasi organ, transfusi darah dan berciuman,
berbagi peralatan makan dengan seseorang yang terkena infeksi,
batuk, dan bersin. Pada remaja dan dewasa, infeksi mononucleosis
dapat menyebabkan gejala pada sekitar 35–50% orang.Pada
anak–anak, infeksi seringkali tidak menyebabkan gejala.
d. Faktor Risiko
Faktor yang dapat meningkatkan risiko, seperti:
 Orang muda berusia antara 15-30 tahun.
 Pelajar.
 Mahasiswa kedokteran yang sedang magang.
 Perawat.
 Pengasuh.
 Orang–orang yang mengonsumsi obat–obatan penekan
sistem imun.

9
Orang–orang yang secara teratur kontak langsung dengan
kumpulan orang yang banyak mempunyai risiko yang meningkat
untuk terkena mononukleosis.Oleh karena itu, pelajar sekolah dan
mahasiswa seringkali terkena infeksi ini.

e. Diagnosis
Pada saat konsultasi, dokter biasa akan melakukan
beberapa hal, seperti:
 Riwayat penyakit dengan menanyakan sudah berapa lama
gejala terjadi. Jika berusia antara usia 15–25 tahun, dokter
akan menanyakan kontak dengan orang yang menderita. Usia
adalah salah satu faktor utama untuk mendiagnosis
mononukleosis bersama dengan gejala yang paling umum
seperti demam, sakit tenggorokan, dan pembengkakan
kelenjar getah bening.
 Pemeriksaan fisik terlebih dahulu seputar gejala yang dialami,
mencari tanda-tanda seperti amandel, pembengkakan limpa,
dan pembengkakan kelenjar getah bening.
 Monospot test. Pemeriksaan ini adalah salah satu cara yang
dapat diandalkan untuk mendiagnosis mononukleosis.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mencari antibodi, yaitu
protein yang dihasilkan oleh sistem imun tubuh untuk
merespon benda asing didalam tubuh. Pemeriksaan ini tidak
mencari antibodi terhadap EBV, tetapi menentukan kadar dari
grup antibodi lain yang akan dihasilkan jika terinfeksi oleh EBV.
Pemeriksaan ini akan menghasilkan hasil yang konsisten jika
dilakukan antara 2–4 minggu setelah gejala timbul.
 Pemeriksaan antibodi dengan pemeriksaan antibodi terhadap
virus Epstein Barr. Jika hasil monospot test negative, maka
pemeriksaan antibodi spesifik terhadap EBV akan dilakukan.

10
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi mono pada minggu
pertama gejala dialami.
 Pemeriksaan jumlah sel darah putih dengan melakukan tes
darah untuk mencari peningkatan sel darah putih (limfosit) atau
yang tampak tidak normal.
f. Pengobatan
Tidak ada perawatan khusus untuk mengobati
mononukleosis, gejala biasanya akan hilang 1-2 bulan, namun
terdapat beberapa cara untuk mengobati dan merawat
mononukleosis, seperti:
 Obat-obatan yang dijual secara bebas untuk mengurangi
demam dan meredakan sakit tenggorokan
 Obat kortikosteroid untuk mengurangi amandel dan
pembengkakan pada tenggorokan
 Mengonsumsi sup ayam hangat
 Menggunakan obat penghilang rasa sakit seperti obat yang
mengandung acetaminophen
 Banyak istirahat
 Banyak minum air
 Kumur air garam
g. Pencegahan
Mononucleosis hampir tidak mungkin dicegah, karena orang
sehat yang pernah terinfeksi EBV dapat membawa dan menularkan
infeksi secara berkala seumur hidup.Karena penyakit ini dapat
disebar melalui air liur.Maka jika Anda terinfeksi mononukleosis,
hindari mencium, tidak berbagi makanan ataupun alat makan
sampai beberapa hari atau lebih lama setelah demam mereda.

11
2.2 Cytomegalovirus

a. Pengertian Cytomegalovirus

Cytomegalovirus atau CMV adalah kelompok virus dapat


menginfeksi manusia dan menimbulkan penyakit.Infeksi CMV
biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gangguan
kesehatan karena sistem kekebalan tubuh bisa
mengendalikan infeksi virus tersebut. Namun, begitu tubuh
terinfeksi virus CMV, virus tersebut dapat bertahan seumur hidup
dalam tubuh penderita, dan masalah kesehatan serius dapat terjadi
pada orang dengan sistem imunitas yang lemah, seperti pasien
pasca operasi tranplantasi organ atau penderita HIV, serta bayi
yang terpapar virus ini dari air susu ibu.

Infeksi cytomegalovirus dapat ditularkan melalui cairan tubuh


penderita, seperti air ludah, darah, atau urine.Penularan tersebut
terjadi saat virus dalam keadaan aktif, misalnya ibu hamil yang
terinfeksi virus CMV aktif dapat menularkan virus ini pada
janinnya.Kondisi ini disebut CMV bawaan.

Hingga saat ini, belum ada obat yang dapat menyembuhkan


infeksi cytomegalovirus.Meskipun demikian, pemberian obat-

12
obatan, seperti obat antivirus, dapat meredakan gejala yang terjadi
pada penderita.

b. Gejala Cytomegalovirus

Infeksi cytomegalovirus umumnya tidak menimbulkan gejala


serius dan tidak disadari penderitanya. Gejala ringan dapat terlihat
pada orang yang terinfeksi virus ini, seperti demam hingga lebih
dari 38 derajat Celsius, tubuh terasa lelah, nyeri otot dan
tenggorokan, serta pembengkakan kelenjar getah bening.

Sementara, ibu hamil yang terinfeksi virus CMV dapat


menularkan infeksi ini pada janin atau bayi dengan gejala yang
lebih buruk, antara lain:

 Kematian janin dalam kandungan.

 Kelahiran prematur dengan berat badan lahir rendah.

 Ukuran kepala bayi kecil atau mikrosefali.

 Kulit dan mata berwarna kuning.

 Hati membesar dan tidak berfungsi dengan baik.

 Pembesaran limpa.

 Bercak atau ruam kulit berwarna ungu.

 Kematian bayi yang baru lahir karena perdarahan, anemia,


serta gangguan pada hati atau otak.

 Keterlambatan pertumbuhan bayi.

Gejala pada bayi dengan infeksi virus CMV dapat terdeteksi


setelah kelahiran atau beberapa tahun kemudian.

Gejala lebih serius juga ditunjukkan pada penderita dengan


sistem imunitas yang lemah.Gejala tersebut berupa gangguan pada

13
mata (retinitis), paru-paru (pneumonia) hati, kerongkongan (esofagus),
lambung, usus, serta otak (ensefalitis).

c. Penyebab Cytomegalovirus

Cytomegalovirus merupakan salah satu kelompok virus


herpes, yaitu kelompok virus yang menyebabkan penyakit cacar air
atau herpes simpleks. Virus ini dapat bertahan dalam tubuh
walaupun tidak aktif, namun sewaktu-waktu dapat aktif kembali.
Ketika virus aktif, orang tersebut dapat menularkan virus melalui:

 Kontak langsung dengan cairan tubuh, misalnya memegang


mata, hidung, atau mulut setelah kontak langsung dengan
cairan tubuh penderita infeksi CMV.

 Kontak seksual. Pasangan dapat tertular infeksi virus CMV


setelah melakukan hubungan seksual.

 Melalui organ transplantasi atau transfusi darah.

 Pemberian air susu ibu. Seorang ibu yang terinfeksi CMV


dapat menularkan virus ini kepada bayi saat menyusuinya.

 Saat persalinan. Ibu yang terinfeksi CMV dapat menularkan


virus ini pada bayi saat persalinan. Risiko penularan pada
bayi baru lahir lebih tinggi pada saat aktif pertama kali
dibanding pada saat virus aktif kembali.

d. Diagnosis Cytomegalovirus

Seringkali diagnosis untuk cytomegalovirus (CMV) tidak


dibutuhkan, terutama pada orang dewasa dan anak-anak dengan
sistem kekebalan tubuh yang baik, karena tidak diperlukan
pengobatan terhadap infeksi cytomegalovirus.Cytomegalovirus juga
tidak dapat terdeteksi dengan mudah karena gejala yang dialami
pasien, seperti demam atau kelelahan, mirip dengan infeksi virus

14
lainnya. Saat pasien diduga mengalami infeksi CMV, dokter akan
melakukan pemeriksaan guna mendeteksi virus ini dari cairan atau
jaringan tubuh. Tes darah di laboratorium juga dapat memastikan
infeksi CMV melalui pemeriksaan kandungan antibodi CMV.Selain
itu, tes darah juga menunjukkan berapa banyak virus yang terdapat
dalam tubuh.

Terkadang antibodi yang terdeteksi pada pasien dengan


sistem imunitas rendah, tidak dapat membuktikan CMV sedang
aktif, sehingga perlu dilakukan biopsi pada jaringan yang terinfeksi,
selain pemeriksaan pada organ tersebut, misalnya bila dicurigai
retinitis akan dilakukan melalui pemeriksaan struktur mata dengan
alat oftalmoskop. Pemeriksaan mata ini akan didapati kelainan jika
terdapat kondisi tidak normal.

Selain orang dengan sistem imunitas lemah, ibu hamil yang


dicurigai terinfeksi CMV, perlu dilakukan pemeriksaan guna
memastikan keberadaan CMV.Terkadang tes darah saja tidak
cukup, sehingga diperlukan pemeriksaan melalui air ketuban
(amniosentesis). Saat diduga janin mengalami infeksi CMV, perlu
dilakukan pemeriksaan pada bayi tersebut dalam waktu 3 minggu
setelah persalinan.Untuk bayi yang baru dilahirkan, diagnosis CMV
dapat dipastikan melalui urine.

e. Pengobatan Cytomegalovirus

Pengobatan tidak dibutuhkan pada orang yang sehat


meskipun terinfeksi virus CMV.Sementara, penderita infeksi CMV
dengan gejala ringan biasanya dapat pulih dengan sendirinya
dalam waktu 3 minggu.Meskipun demikian, pengobatan perlu
dilakukan bagi penderita infeksi CMV dengan sistem imunitas yang
lemah atau bayi yang terinfeksi CMV.Pengobatan ini bertujuan
untuk melemahkan virus dan mengurangi risiko timbulnya masalah

15
kesehatan lebih serius, karena belum ada obat yang dapat
menyembuhkan infeksi CMV.

Pengobatan dijalankan berdasarkan tingkat keparahan dan


gejala yang dialami pasien.Obat yang dapat diberikan untuk infeksi
CMV adalah obat antivirus yang dapat memperlambat reproduksi
virus ini.

Contoh obat anti virus untuk infeksi CMV pada mata adalah
valganciclovir atau ganciclovir. Obatantivirus juga diberikan kepada
pasien pasca transplantasi organ guna mencegah infeksi CMV.

f. Komplikasi Cytomegalovirus

Komplikasi Cytomegalovirus umumnya bervariasi dan dapat


terjadi pada siapa saja, tergantung kesehatan pasien ketika
terinfeksi dan kondisi pasien secara keseluruhan. Komplikasi
biasanya muncul pada penderita infeksi CMV dengan sistem
imunitas lemah, antara lain hilangnya penglihatan, gangguan
sistem pencernaan (peradangan usus besar, esofagits,
dan hepatitis), gangguan sistem saraf (ensefalitis), serta
pneumonia.

Komplikasi juga mungkin terjadi pada bayi dengan infeksi


CMV bawaan. Bentuk komplikasi yang dapat terjadi, antara lain
kehilangan pendengaran, gangguan penglihatan, kejang,
kurangnya koordinasi tubuh, gangguan pada otot, serta penurunan
fungsi intelektual.

Pada kasus yang jarang terjadi, cytomegalovirus dapat


meningkatkan risiko mononukleosis pada orang dewasa yang
sehat. Jenis komplikasi lain yang mungkin terjadi pada orang sehat,
antara lain gangguan pada sistem pencernaan, hati, otak, dan
sistem saraf.

16
g. Pencegahan Cytomegalovirus

Pencegahan infeksi CMV bisa dilakukan dengan menjaga


kebersihan. Beberapa upaya dalam menjaga kebersihan antara
lain:

 Sering mencuci tangan dengan sabun dan air selama 15- 20


detik. Upaya ini penting dilakukan, terutama ketika Anda
melakukan kontak dengan anak kecil atau saat anak-anak
dititipkan di tempat penitipan anak atau sekolah.

 Hindari kontak langsung dengan cairan tubuh orang lain,


seperti mencium bibir, terutama bagi ibu hamil.

 Hindari menggunakan peralatan makan dan minum yang


sama dengan orang lain.

 Membersihkan meja, kursi, atau mainan secara rutin,


terutama benda yang sering disentuh anak-anak.

 Berhati-hatilah ketika membuang sampah, terutama sampah


yang telah terkontaminasi cairan tubuh, seperti popok dan
tisu. Pastikan Anda tidak memegang wajah atau mata
sebelum Anda mencuci tangan.

 Menjalankan hubungan seksual yang aman dengan


menggunakan kondom untuk mencegah penularan CMV.

h. Sumber Penularan Virus CMV

Wanita hamil yang memiliki anak balita perlu ekstra hati-hati,


sebab mereka merupakan sumber penularan virus CMV. Ludah
dan urine anak balita yang pernah terinfeksi CMV masih dapat
mengandung virus tersebut hingga 1 tahun setelahnya.

Selama periode ini, anak-anak berpeluang menularkan CMV


kepada orangtuanya sebesar 45-53%. Perlu diwaspadai bahwa
sebagian besar orangtua yang tertular tidak menyadari dirinya
terinfeksi, karena tidak menimbulkan keluhan apa pun.

17
2.3 HIV/AIDS

a. Pengertian HIV (Human Immunodeficiency Virus)

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah Virus yang


menyerang sistim kekebalan tubuh manusia yang menyebabkan
timbulnya AIDS. Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama
pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu.

HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem


kekebalan tubuh manusia, terutama CD4 positive T-sel dan
macrophages (komponen-komponen utama sistem kekebalan sel)
dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-
menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.

CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di


permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.
CD4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi
sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh
manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau
limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang
masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan
yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada
orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang
yang terinfeksi HIV) nilai CD 4 semakin lama akan semakin
menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol).

Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya


berfungsi untuk melawan berbagai macam infeksi. Di sekitar kita
banyak sekali infeksi yang beredar, entah itu berada dalam udara,
makanan ataupun minuman. Namun kita tidak setiap saat menjadi
sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik untuk
melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang

18
patogen di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke tubuh
kita dan menimbulkan penyakit pada tubuh manusia.

Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut


tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dalam memerangi infeksi
dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien
(Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam
infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak
mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan
dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi
oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem
kekebalan tubuh yang melemah.

b. HIV Melemahkan Sistem Kekebalan Manusia

Sasaran penyerangan HIV adalah Sistem Kekebalan Tubuh,


terutama adalah sel-sel Limfosit T4. Selama terinfeksi, limfosit
menjadi wahana pengembangbiakan virus. Bila sel-sel Limfosit T4 -
nya mati, virus akan dengan bebas menyerang sel-sel Limfosit T4
lainnya yang masih sehat. Akibatnya, daya tahan tubuh menurun.

Akhirnya sistem kekebalan tak mampu melindungi tubuh,


sehingga kuman penyakit infeksi lain (kadang disebut Infeksi
Oportunistik / Infeksi Mumpung) akan masuk dan menyerang tubuh
orang tersebut. Bahkan kuman-kuman lain yang jinak tiba-tiba
menjadi ganas. Kumannya bisa Virus lain, Bakteri, Mikroba, Jamur,
maupun Mikroorganisme patogen lainnya. Penderita bisa
meninggal karena TBC, Diare, Kanker kulit, Infeksi Jamur, dll.

Bila seseorang telah seropositif terhadap HIV, maka dalam


tubuhnya telah mengandung HIV. Dalam jumlah besar HIV terdapat
dalam darah, cairan vagina, air mani serta produk darah lainnya.
Apabila sedikit darah atau cairan tubuh lain dari pengidap HIV
berpindah secara langsung ke tubuh orang lain yang sehat, maka

19
ada kemungkinan orang lain tersebut tertular AIDS. Cara penularan
yang paling umum ialah: senggama, transfusi darah, jarum suntik
dan kehamilan. Penularan lewat produk darah lain, seperti ludah,
kotoran, keringat, dll. secara teoritis mungkin bisa terjadi, namun
resikonya sangat kecil.

c. Penularan HIV

Bila seseorang telah seropositif terhadap HIV, maka dalam


tubuhnya telah mengandung HIV. Dalam jumlah besar HIV terdapat
dalam darah, cairan vagina, air mani serta produk darah lainnya.
Apabila sedikit darah atau cairan tubuh lain dari pengidap HIV
berpindah secara langsung ke tubuh orang lain yang sehat, maka
ada kemungkinan orang lain tersebut tertular AIDS. Cara penularan
yang paling umum ialah: senggama, transfusi darah, jarum suntik
dan kehamilan. Penularan lewat produk darah lain, seperti ludah,
kotoran, keringat, dll. secara teoritis mungkin bisa terjadi, namun
resikonya sangat kecil.

1) Penularan lewat senggama

Pemindahan yang paling umum dan paling sering


terjadi ialah melalui senggama, dimana HIV dipindahkan
melalui cairan sperma atau cairan vagina. Adanya luka
pada pihak penerima akan memperbesar kemungkinan
penularan. Itulah sebabnya pelaku senggama yang tidak
wajar (lewat dubur terutama), yang cenderung lebih mudah
menimbulkan luka, memiliki kemungkinan lebih besar
untuk tertular HIV.

2) Penularan lewat transfusi darah

Jika darah yang ditranfusikan telah terinfeksi oleh HIV


, maka virus HIV akan ditularkan kepada orang yang
menerima darah, sehingga orang itupun akan terinfeksi

20
virus HIV. Risiko penularan melalui transfusi darah ini hampir
100 %.

3) Penularan lewat jarum suntik


Model penularan lain secara teoritis dapat terjadi antara
lain melalui :
a) Penggunaan akupunktur (tusuk jarum), tatoo, tindikan.
b) Penggunaan alat suntik atau injeksi yang tidak steril,
sering dipakai oleh para pengguna narkoba suntikan,
juga suntikan oleh petugas kesehatan liar.
4) Penularan lewat kehamilan
Jika ibu hamil yang dalam tubuhnya terinfeksi HIV ,
maka HIV dapat menular ke janin yang dikandungnya
melalui darah dengan melewati plasenta. Risiko penularan
Ibu hamil ke janin yang dikandungnya berkisar 20% - 40%.
Risiko ini mungkin lebih besar kalau ibu telah menderita
kesakitan AIDS (full blown).
HIV tidak akan menular melalui bersalaman, berpelukan,
berciuman, batuk, bersin, memakai peralatan rumah tangga
seperti alat makan, telepon, kamar mandi, kamar tidur, gigtan
nyamuk, bekerja, bersekolah, berkendaraan bersama, dan
memakai fasilitas umum misalnya kolam renang, toilet umum,
sauna.
HIV tidak dapat menular melalui udara. Virus ini juga
cepat mati jika berada di luar tubuh. Virus ini dapat dibunuh
jika cairan tubuh yang mengandungnya dibersihkan dengan
cairan pemutih (bleach) seperti Bayclin atau Chlorox, atau
dengan sabun dan air. HIV tidak dapat diserap oleh kulit yang
tidak luka.
d. Pencegahan
1) Jangan melakukan hubungan seksual diluar nikah

21
2) Jangan berganti-ganti pasangan seksual
3) Abstrinensi (tidak melakukan hubungan seks)
4) Gunakan kondom, terutama untuk kelompok perilaku resiko
tinggi, jangan donor darah
5) Penggunaan jarum suntik hanya sekali pakai
6) Jauhi narkoba

2.4 Virus Ebola


a. Pengertian Virus Ebola
Virus ebola merupakan virus penyebab demam berdarah
ebola (DBE) yang menyebabkan pendarahan internal massif dan
mematikan. Virus ini diduga berasan dari Afrika yang ditularkan dari
binatang primate ke manusia
Ebola adalah sejenis virus dari genus Ebolavirus, familia
Filoviridae, dan juga nama dari penyakit yang disebabkan oleh virus
tersebut. Virus ini mempengaruhi sel indotelial pada permukaan
pembuluh darah. Selain itu virus ebola juga mempengaruhi proses
koagulasi, dimana pembuluh darah mengalami kerusakan dan
platelet tidak bisa terkoagulasi, sehingga penderita akan mengalami
syok hipovolemik. Virus yang ditularkan melauli cairan tubuh ini
pertama kali menyebabkan wabah demam berdarah ebola pada
tahun1976 di Zaire.
Sejauh ini, Ebola adalah penyakit yang paling mematikan
diseluruh dunia. Kesempatan untuk hidup jika terinfeksi penyakit ini
masih 0% alias tidak mungkin, dan sampai sekarang masih dicari
vaksinnya. Penderita biasanya bisa langsung meninggal dalam
siklus 6 hari sampai 20 hari, alias sangat cepat. Sekarang bisa
dikatakan bahwa Ebola adalah penyakit yang paling dihindari untuk
terjangkit diseluruh dunia.
b. Struktur Virus

22
Morfologi virus ebola berbentuk tubular berfilamen, amun
bisa ditemukan juga dalam bentuk sirkuler atau bercabang. Virion
biasanya berdiameter 80 nm dan memiliki panjang bervariasi antara
800 – 1000 nm.

Genom virus ebola terdiri dari RNA untai tunggal berpolaritas


negatif dengan panjang 18.959 – 18.961 pasang basa. Genom
viral mengkode 7 protein struktural dan 1 protein nonstructural.

c. Patogenesis

23
Virus ebola mampu bereplikasi dengan cepat di sel-sel tubuh
manusia antara lain di sel endotelial, sel monosit, makrofak dan sel
hepar. Setelah virus masuk ke dalam sel hospes, didalam sekretori
glikoprotein (sGP) , glikoprotein viral (GP) disintesis. Replikasi virus
ebola dalam sel mengacaukan sintesis protein hospes dan system
imun hospes.
Glikoprotein viral membentuk klompleks trimerik yang
merupakan komponen untuk virus mengikatkan dirinya pada
lapisan sel endotelial yang melapisi dinding bagian dalam,
pembuluh darah. Komponen dimerik dari sGP protein,
yangmerupakan komponen kompleks trimeric glikoprotein viral
telah mengalabui kerja neutrophil sehingga virus dapat berlindug
dari system imundengan menghambat langka awal aktivitas
neutrophil.
Keberadaan partikel virus dan kerusakan sel akibat proses
budding pada saat virion keluar dari dalam sel yang terinfeksi,
mengakibatkan pelepasan sitokin terutama TNF-a, IL-6, IL-8 dan
lainnya, yang merupakan molekul signal untuk aktivitas proses
demam dan inflamasi. Disamping itu efek sitopatogenik virus pada
sel indotelial yang melapisi bagian dalam pembulu darah, dapat
menyebabkan kebocoran pada dinding sel pembuluh darah.
Kebocoran pada dinding sel pembuluh darah ini diperparah
oleh efek sintesis glikoprotein viralyang mengambil glikoprotein sel
yang terinfeksi, sehingga mempengaruhi fungsi protein integrin
yang bertanggung jawab pada intergritas struktur ikatan
intraseluler. Hal ini dapat menimbulkan permeabilitas dinding
pembuluh darah. Disamping itu infeksi virus ebola pada sel
hepatosis menyebabkan kerusakan pada sel hati, sehingga
mengakibatkan koagulopati atau kelainan pada system pembuluh
darah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ketika dinding
pembuluh darah mengalami kebocoran dan mekanisme koagulasi

24
tidak bekerja secara efektif, maka darah akan keluar dari pembuluh
darah sehingga menyebabkan hipovolemik dan syok.
d. Patofisiologi
Penyakit ebola menyebar dan masuk ke dalam tubuh host
melalui berbagai macam cara antara lain melalui jarum suntik ,
donor darah , dan melalui kontak langsung tangan.
Tahapan penularan virus ebola dari penderita satu ke
penderita lainnya antara lain :
1) Virus Ebola menginfeksi subjek melalui kontak dengan cairan
tubuh atau sekret dari pasien yang terinfeksi dan didistribusikan
melalui sirkulasi. melalui lecet di kulit selama perawatan pasien,
ritual penguburan dan mungkin kontak dengan daging secara
terinfeksi, atau di permukaan mukosa.Terkadang jarum suntik
merupakan rute utama dari eksposur kerja.
2) Target awal dari replikasi adalah sel-sel retikuloendotelial,
dengan replikasi tinggi dalam beberapa tipe sel di dalam hati,
paru-paru dan limpa.
3) Sel Dendritic, makrofag dan endotelium tampaknya rentan
terhadap efek cytopathic produk gen virus Ebola in vitro dan
mungkin in vivo melalui gangguan jalur sinyal seluler
dipengaruhi oleh mengikat, fagositosis serapan virus atau
keduanya. Kerusakan tidak langsung juga dapat ditimbulkan
oleh faktor-faktor yang beredar seperti faktor tumor nekrosis dan
oksida nitrat.

Sehingga kontak langsung antara setiap individu sangat


memegang peranan penting dalam penyebaran dan penularan
penyakit ebola di dalam masyarakat. Karena kita tidak bias
menghindari kontak secara individu .sebab, hal itu terjadi tanpa kita
tahu kondisi dan sifat yang sebenarnya.

25
e. Gejala Klinik
Masa inkubasi infeksi virus ebola antara 2 – 21 hari.
Penyakit ditandai dengan gejalan yang timbul secara memdadak
dan cepat berupa demam, malaise, sakit otot, sakit kepala dan
inflamasi pada faaring. Setelah 6 hari dilanjutkan dengan muntah
dan diare berdarah, pendarahan dan ruam maculopapular.
Gejala klinik yang umum terjadi adalah sakit pada lambung,
demam, sakit kepala, muntah darah, ruam pada kulit, malaise, sakit
oto dan persendian, inflamasi pada faring, darah tidak dapat
membeku, sakit pada dada, gangguan syaraf pusat, dehidrasi,
gangguan tenggorokan, pendarahan, diareh dan muntah. Adanya
purpura, petekia, sklerotika arteriol dan penurunan tekanan darah
adalah tanda bahwa perjalanan penyakit semaikin parah.

Demam berdarah ebola (DBE) bersifat mematikan


disebabkan pendarahan internal dan eksternal, syok hipovolemik
dan gangguan organ tubuh lainnya.
f. Diagnosis Laboratorium

26
Pemeriksaan virus ebola dapat dilakukan dengan berbagai
cara antara lain dengan cara mengisolasi virus, mendeteksi genom
atau protein virus, ataudenga cara mendeteksi keberadaan antibodi
spesifik dalam darah penderita. Isolasi virus dapat dilakukan
dengan cara kultur sel, dan cara mendeteksi RNA viral dapat
dilakukan dengan teknik polymerase chain reaction (PCR).
Sedangkan unutuk mendeteksi protein vial dapat dilakukan dengan
metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) pada tahap
awal terjadi infeksi. Teknik ELISA, juga digunakan untuk
mendeteksi keberadaan antibodi terhadap virus ebola dalam darah
penderita pada tahap infeksi lanjut dan tahap pemulihan.
Selama wabah ebola, cara diagnosis virus ebola dengan
cara isolasi sangat sulit untuk dilakukan. Dalam keadaan wabah,
umumnya dilakukan dengan metode real-time PCR dan teknik
ELISA yang cukup sensitive dan cukup cepat hasilnya.
g. Pencegahan
Menjelaskan ada 6 langakah pencegahan terahadap
penyakit ebola :
i. Hindari daerah yang diketahui sebagai pusat awal wabah
terjadi. Atau ketahui di negara mana saja virus ebola sudah
menyebar. Sebagai contoh, sebelum bepergian ke Afrika, cari
tahu tentang epidemi yang sedang berkembang saat ini. Cara
yang dapat dilakukan dengan memeriksa ke situs Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit.
ii. Cuci tangan sesering mungkin. Tindakan pencegahan yang
satu ini merupakan salah satu langkah penting yang perlu
dilakukan. Sama halnya terhadap pencegahan yang
ditimbulkan dari jenis penyakit menular lainnya. Cucilah
tangan menggunakan sabun atau gunakan antiseptik yang
mengandung setidaknya 60 persen alkohol ketika sabun dan
air tidak tersedia.

27
iii. Hindari daging hewan liar di dan dari negara berkembang.
Hindari membeli atau memakan binatang liar, termasuk
primata yang dijual di pasar lokal.
iv. Hindari kontak fisik dengan orang yang terinfeksi. Perlu
diperhatikan juga untuk menghindari kontak dengan cairan
dan jaringan tubuh seseorang, termasuk darah, air mani,
cairan vagina, dan air liur. Orang yang terjangkit virus ebola
paling cepat menular pada tahap akhir, biasanya ketika
korban dalam keadaan parah atau bahkan sudah meninggal.
v. Ikuti prosedur pengendalian infeksi. Jika Anda seorang
petugas kesehatan, kenakan pakaian pelindung, seperti
sarung tangan, masker, dan perisai mata. Jauhkan orang
yang terinfeksi dari orang lain. Buang jarum dan sterilkan
instrumen kesehatan lainnya.
vi. Jangan sembarangan menangani mayat korban ebola. Mayat
orang yang meninggal karena ebola masih dapat menular.
Tim khusus dan terlatih harus mengubur mayat
menggunakan peralatan yang tepat

Menon-aktifkan virus Ebola dapat dilakukan dengan beberapa


cara. Cara yang bisaa dilakukan yaitu dengan penggunaan sinar Ultra
violet dan radiasi sinar gama, penyemprotan formalin dengan
konsentrasi 1%, beta-propiolactone, dan disinfektan phenolic dan
pelarut lipid-deoxycholate dan ether.

2.5 Virus Demam Kuning


a. Pengertian
Demam kuning atau yellow fever adalah jenis penyakit yang
disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui perantara nyamuk.
Penyakit ini ditandai dengan demam tinggi, serta mata dan kulit

28
yang menguning akibat penurunan fungsi hati. Umumnya, demam
kuning ditemukan di wilayah Afrika, Amerika Selatan, Amerika
Tengah, dan Karibia. Demam kuning dapat menyerang penduduk
yang tinggal di daerah endemik dan para turis yang sedang
mengunjungi daerah tersebut.

b. Penyebab Demam Kuning

Demam kuning disebabkan oleh virus yang berasal dari


genus Flavivirus, dan disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Jenis
nyamuk ini berkembang di lingkungan sekitar manusia. Bahkan,
nyamuk Aedes aegypti juga berkembang biak di air bersih.

Nyamuk Aedes aegypti membawa virus demam kuning


setelah menggigit manusia atau monyet yang sedang terinfeksi.
Virus kemudian memasuki aliran darah nyamuk dan menetap di
kelenjar air liur (saliva) nyamuk. Ketika nyamuk itu kembali
menggigit orang lain, virus akan memasuki tubuh orang tersebut
melalui aliran darah dan menyebar di dalam tubuh.

29
Waktu senja hingga fajar merupakan waktu ketika nyamuk
Aedes aegypti sedang aktif, sehingga di waktu tersebut penyebaran
virus demam kuning paling banyak terjadi

c. Gejala Demam Kunin

Gejala demam kuning dapat dilihat berdasarkan tiga fase, yaitu:

 Fase inkubasi. Pada masa ini, virus yang masuk ke dalam


tubuh belum menimbulkan tanda-tanda atau gejala. Masa
inkubasi berlangsung selama 1-3 hari setelah terinfeksi
 Fase akut. Fase ini terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 setelah
terinfeksi, dan dapat berlangsung selama 3-4 hari. Pada
fase ini, penderita demam kuning mulai merasakan gejala-
gejala yang meliputi:

o Demam.
o Pusing.
o Mata, wajah, atau lidah kemerahan.
o Sakit kepala.
o Silau terhadap cahaya.
o Nafsu makan menurun.
o Nyeri otot.
o Mual dan muntah.

Setelah fase akut berakhir, gejala-gejala tersebut akan


menghilang. Sebagian besar orang dapat sembuh dari demam
kuning setelah fase ini. Namun, beberapa orang justru memasuki
fase serius dari demam kuning, yaitu fase toksik, setelah 24 jam
bebas gejala.

30
 Fase toksik. Pada fase ini, gejala demam kuning dirasakan
kembali oleh penderita, dengan gejala yang lebih serius.
Gejala-gejala tersebut meliputi:
o Kulit dan sklera (bagian putih mata) menguning.
o Denyut jantung melambat.
o Nyeri perut.
o Muntah yang terkadang disertai muntah darah.
o Mimisan, gusi berdarah, dan perdarahan dari mata.
o Penurunan jumlah urine dan gagal ginjal.
o Gagal hati.
o Penurunan fungsi otak, meliputi delirium, kejang,
hingga koma.
d. Diagnosis Demam Kuning
Demam kuning terkadang sulit didiagnosis karena gejalanya
cukup umum dan menyerupai gejala penyakit lainnya, seperti
malaria, tifus, dan demam berdarah. Dokter akan melakukan
beberapa hal, antara lain:
 Mengajukan pertanyaan terkait riwayat timbulnya gejala yang
dialami pasien, termasuk riwayat bepergian ke daerah lain
dan riwayat kesehatan terdahulu.
 Melakukan pemeriksaan fisik lengkap dari kepala hingga kaki,
termasuk pemeriksaan suhu tubuh dan tekanan darah.
 Melakukan tes darah untuk mengetahui keberadaan antibodi
tubuh yang muncul saat terinfeksi virus tersebut.

e. Pengobatan Demam Kuning

Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit


demam kuning, melainkan sistem kekebalan tubuh yang akan
membunuh virus tersebut. Pengobatan dilakukan untuk

31
mendukung sistem kekebalan tubuh dalam menangani gejala
yang muncul, antara lain:

 Memberi tambahan oksigen.


 Memberikan obat demam dan pereda rasa sakit, seperti
paracetamol.
 Menjaga tekanan darah tidak turun dengan infus cairan.
 Transfusi darah, bila terjadi anemia akibat perdarahan.
 Cuci darah jika mengalami gagal ginjal.

 Pengobatan terhadap infeksi penyerta lainnya yang


mungkin terjadi, seperti infeksi bakteri.

 Memberikan obat demam dan pereda rasa sakit, seperti


paracetamol.

 Menjaga tekanan darah tidak turun dengan infus cairan.

 Transfusi darah, bila terjadi anemia akibat perdarahan.

 Cuci darah jika mengalami gagal ginjal.

 Pengobatan terhadap infeksi penyerta lainnya yang


mungkin terjadi, seperti infeksi bakteri.

e. Komplikasi Demam Kuning

Komplikasi demam kuning yang mungkin muncul selama


fase toksik, antara lain:

 Perdarahan.
 Miokarditis, yaitu peradangan otot jantung.
 Edema paru, yaitu penumpukan cairan di dalam kantung
paru-paru (alveoli).

32
 Sindrom hepatorenal. Timbulnya gagal ginjal pada pasien
yang mengalami kerusakan hati.
 Radang otak (ensefalitis).
 Infeksi bakteri sekunder, yaitu infeksi bakteri yang muncul
selama atau setelah pengobatan terhadap infeksi lain.

f. Pencegahan Demam Kuning

Beberapa cara untuk mencegah demam kuning, antara lain:

 Vaksinasi. Vaksinasi adalah cara paling utama untuk


mencegah demam kuning, terutama bagi yang ingin
bepergian ke daerah yang berisiko seperti negara di Afrika
serta Amerika Latin dan Kepulauan Karibia. Konsultasikan
dengan dokter mengenai vaksinasi yang paling tidak
dilakukan 3-4 minggu sebelum keberangkatan. Beberapa
negara mengharuskan para turis memiliki sertifikat imunisasi
sebelum memasuki negara tersebut. Satu dosis vaksin
demam kuning memberikan perlindungan sedikitnya 10
tahun. Efek samping dari vaksin ini umumnya ringan, seperti
sakit kepala, demam ringan, nyeri otot, letih, dan sakit di
area suntikan. Vaksin demam kuning aman diberikan
kepada individu mulai dari usia 9 bulan hingga 60 tahun.
Namun, terdapat beberapa kategori individu yang perlu
perhatian khusus sebelum melakukan vaksinasi, yaitu:
o Bayi usia kurang dari 9 bulan.
o Seseorang yang alergi berat terhadap protein telur.
o Seseorang dengan sistem kekebalan tubuh sangat
rendah, seperti penderita HIV/AIDS.
o Wanita hamil.
o Individu di atas 60 tahun.
o Sudah pernah mengalami infeksi demam kuning.

33
 Perlindungan dari gigitan nyamuk. Selain vaksinasi, risiko
demam kuning juga dapat dikurangi dengan melindungi diri
dari gigitan nyamuk. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk menurunkan risiko gigitan nyamuk, antara
lain:
o Gunakan baju lengan panjang dan celana panjang.
o Hindari banyak beraktivitas di luar ruangan, terutama
sore hari hingga subuh.
o Pilih tempat tinggal yang dilengkapi dengan jendela
yang diberi kawat nyamuk dan pendingin ruangan.
o Jika tidak memiliki pendingin ruangan dan jendela kawat
nyamuk, maka gunakan kelambu.
o Gunakan losion pengusir nyamuk. Namun, tetaplah
berhati-hati karena losion pengusir nyamuk dapat
bersifat racun. Gunakan sesuai kebutuhan dan jangan
terlalu berlebihan. Bila ingin menggunakan losion anti
nyamuk terhadap bayi dan anak-anak, gunakan produk
yang memang diperuntukkan untuk bayi dan anak-anak.
o Beberapa bahan alami, seperti minyak kayu putih, juga
mampu memberikan perlindungan terhadap gigitan
nyamuk.

2.6 Virus Marburg


a. Pengertian
1) Marburg Disease, disebabkan oleh filovirus (lt.filoviridae), adalah
jenis virus yang jarang diketahui dengan identifikasi berupa
demam disertai pendarahan, dan penyakit ini mirip dengan
Ebola. Para ilmuwan mencurigai virus ini disebarkan melalui
kontak langsung dengan cairan dan jaringan tubuh yang
terinfeksi, atau dengan obyek penanganan yang terkontaminasi.

34
2) Penyakit Marburg adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
yang masih satu golongan dengan virus Ebola, yaitu filovirus
(Filoridae). Selain pada monyet Afrika, African green monkeys,
penyakit Marburg juga dihubungkan dengan kelelawar jenis Old
World Fruit Bat. (Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, 2014)

b. Struktur Virus

Virus Marburg memiliki morfologi yang mirip dengan virus


Ebola yaitu berbentuk filamen dan berkelok-kelok sehingga
dimasukkan ke dalam famili Filoviridae (filo = filamen/benang) dan
genus Filovirus. Dilihat dari mikroskop, virus-virus tersebut
memperlihatkan partikel-partikel sel berukuran kecil, halus dan
memanjang, serta kadang-kadang melingkar-lingkar dalam bentuk

35
aneh, diameter virion yaitu berukuran sekitar 80 nm dengan
panjang 800 – 1.000 nm. Kapsomer tertutup nukleokapsid yang
berbentuk helicoid.
Virus Marburg ditemukan disegala jenis darah dan hati
manusia ketika masuk tahap percobaan di Laboratorium. Para ahli
berpendapat bahwa pembawa virus Marburg yang paling
berbahaya yaitu pada monyet, manusia (menyebar saat memasuki
tahap paling akut), bayi babi, bayi tikus, dan embrio ayam. Tidak
ada tanda-tanda bahwa tikus dewasa membawa virus penyakit,
virus ini berduplikasi pada tikus yang baru lahir. Penularan filovirus
dari kelelawar :
1) Penularan virus (PCR) 1,6-5,1 %
2) Penularan sebelumnya (IgG) 2,3-20,5 %
Berikut ini adalah gambar mengenai penularan virus
Marburg/Ebola melalui perantara hewan :

Diagram courtesy of Wolfe et al. 2007

c. Epidemiologi Virus Marburg

36
Pada Agustus 1967, beberapa peneliti di Jerman yang
sedang mengambil sampel darah dari monyet tiba-tiba menderita
sakit dengan gejala demam. Kasus ini berkembang pula di
Belgrade, 7 dari 30 orang mengalami demam cukup parah.
Distribusi kasus penyebaran virus ini bermula di Marburg, jumlah
monyet meningkat pada waktu yang bersamaan. Total persebaran
penyakit ini mencapai titik puncak dan menular pada tubuh
manusia. Faktanya, berawal dari 25 kasus dan 5 tambahan kasus
penularan penyakit yang lebih parah semakin lama mencapai
persentase tertinggi. 20 dari 29 orang yang terkena virus Marburg
ditularkan melalui kontak darah monyet ke penderita hingga
akhirnya menyebar ke dalam jaringan tubuh manusia.
Meskipun Ebola dan Marburg disebabkan oleh virus-virus
yang berbeda, dua penyakit ini berdasarkan ilmu pengobatan
hampir tidak bisa dibedakan satu sama lainnya. Kedua penyakit ini
jarang ditemukan, namun memiliki kemampuan untuk menciptakan
wabah yang menyebar secara dramatis dengan tingkat kematian
sangat tinggi. Berdasarkan pengalaman, wabah sebuah penyakit
cenderung menarik perhatian pihak otoritas kesehatan hanya
setelah penyebarannya tidak mampu lagi disaring melalui
pengawasan infeksi dalam pelayanan kesehatan yang telah
diciptakan sebelumnya.
Sejauh ini, penyakit Marburg masih belum ditemukan vaksin
atau perawatan khusus. Walaupun dalam beberapa tahun terakhir
ini penyelidikan dilakukan secara intensif, termasuk melibatkan
hasil test terhadap ratusan binatang, serangga dan tanaman-
tanaman, belum ada hewan atau sumber-sumber lingkungan alam
lainnya dari kedua virus itu yang berhasil diidentifikasi.
Monyet-monyet sangat sensitif untuk menginfeksi, namun
tidak dipertimbangkan sebagai tempat berkumpulnya virus ini
karena secara kasat mata semua hewan yang terinfeksi terlalu

37
cepat mati untuk menjadi pusat penyebaran virus ini. Manusia juga
dinilai tidak merupakan bagian dari siklus transmisi penyakit ini.
Wabah penyakit ini dilaporkan telah terjadi di negara Angola,
Republik Demokratik Kongo dan Afrika Selatan. Wabah penyakit ini
pertama kali diidentifikasi di Jerman dan mantan negara Yugoslavia
pada tahun 1967. Saat itu virus tersebut terdeteksi pada sejumlah
pekerja di laboratorium yang tertular dari seekor monyet hijau
(Cercopithecus aethiops) asal Uganda yang terinfeksi virus
mematikan tersebut.
Penyebaran virus antar manusia membutuhkan kontak yang
sangat dekat dengan pasien. Infeksi terjadi saat terjadi kontak
dengan darah dan cairan tubuh, seperti kotoran manusia, muntah,
urin dan keringat, dengan konsentrasi virus yang tinggi, khususnya
ketika cairan itu mengandung darah. Transmisi melalui sperma
yang terinfeksi juga dapat terjadi hingga 7 minggu setelah pasien
disembuhkan.
Infeksi melalui kontak tubuh secara langsung dinilai sangat
jarang terjadi. Rendahnya tingkat transmisi antar manusia melalui
kontak tubuh dikarenakan bahwa transmisi aerosol melalui
pernafasan tidak efisien. Transmisi juga tidak akan terjadi selama
masa inkubasi.
Seseorang diduga sangat berpotensi menginfeksi
sesamanya saat menderita gejala-gejala terjangkit virus Marburg.
Kontak dekat dengan pasien yang sakit keras selama dirawat di
rumah atau rumah sakit dan proses pembakaran jenazah
merupakan cara paling umum penyebaran virus tersebut.
Penyebaran melalui peralatan injeksi yang terkontaminasi
atau jarum suntik pada luka-luka tertentu diduga akan semakin
mempercepat penyebaran virus, memperburuk kondisi kesehatan
dan kemungkinan tingginya resiko kematian. Masa inkubasi dari
virus ini adalah 3 hingga 9 hari.

38
Semua kelompok umur sangat rentan terinfeksi dengan virus
Marburg, tetapi kebanyakan kasus ini menimpa orang-orang
dewasa. Sampai dengan penyebaran virus Marburg di Angola,
kasus-kasus anak kecil yang terinfeksi virus ini sangat jarang.
Dalam wabah penyakit terbesar yang pernah tercatat sebelumnya
di Republik Demokratik Kongo dari tahun 1998 - 2000, hanya
ditemukan 12 orang atau 18 % dimana korbannya berusia dibawah
5 tahun.
d. Gejala
Sakit yang disebabkan virus Marburg mulai datang secara
tiba-tiba dengan gejala sakit kepala dan perasaan tidak sehat. Otot-
otot nyeri dan sakit adalah gejala umum yang dirasakan oleh
pengidap penyakit ini.
Panas tinggi umumnya terlihat pada hari pertama, dan diikuti
kondisi tubuh yang melemah dengan cepat. Dihari ketiga, si
penderita akan mengalami diare, sakit dan nyeri pada perut, pusing
serta muntah-muntah. Pada umumnya pasien akan menderita diare
selama satu minggu.
Ciri-ciri pasien yang telah mencapai tahap ini digambarkan
seperti orang yang telah kehilangan jiwanya atau mati, seperti mata
cekung, wajah yang tidak memiliki ekspresi lagi dan kelihatan
sangat letih.
Banyak pasien mengalami gejala-gejala penyakit
haemorrhagic ini antara hari kelima dan ketujuh, dan untuk kasus
yang sangat fatal pada umumnya pasien mengalami pendarahan
disejumlah bagian titik tubuhnya. Darah-darah segar biasanya
ditemukan dari hasil muntahan dan kotorannya, disertai dengan
pendarahan dari hidung, gusi dan vagina. Selama mengidap gejala-
gejala penyakit ini, pasien biasanya menderita panas yang tinggi.
Akibatnya, sistem saraf pusat bisa terganggu sehingga
menyebabkan kebingungan, mudah marah dan agresif. Dalam

39
kasus yang fatal, kematian pada umumnya terjadi antara hari
kedelapan dan kesembilan setelah mengidap gejala-gejala penyakit
tersebut, dan biasanya diawali dengan kehilangan banyak darah
dan shock.
Demam hemoragik Bolivia & Argentina dan Demam Lassa
menyebabkan terjadinya demam, rasa tidak enak badan (malaise),
nyeri dada, nyeri diseluruh tubuh, dan muntah. Pada demam
hemoragik Bolivia & Argentina sering terjadi pendarahan pada
mulut, hidung, lambung, dan saluran pencernaan. Pendarahan
hebat lebih jarang terjadi pada demam Lassa. Kematian dapat
terjadi akibat syok yang disebabkan oleh kebocoran cairan dari
dalam pembuluh darah. Infeksi ini seringkali berakibat fatal. Sekitar
2-20% orang yang terkena demam Lassa meninggal. Angka
kematian tinggi (mencapai 92%) pada wanita hamil atau baru
melahirkan.
Masa inkubasi penyakit Marburg bervariasi antara 4-10 hari.
Gejala yang mula-mula dirasakan penderita adalah nyeri otot dan
nyeri kepala. Pada esok harinya, penderita merasa demam tinggi,
sampai 400 C. Pada hari ketiga, dapat ditemukan nyeri rongga
dada, batuk-batuk, dan pernafasan tertekan. Esok harinya dapat
ditemukan diare, muntah, nyeri sendi, dan tidak mau makan
Pada hari kelima, terlihat gejala yang parah berupa darah
keluar dari mulut, diare berdarah, muntah darah, berkeringat terus,
kemudian tidak sadarkan diri. Kematian umumnya terjadi pada hari
ke-6 sampai hari ke-9 setelah gejala penyakit muncul.
e. Diagnosa
Dugaan infeksi virus Marburg didasarkan dari gejala-gejala
yang ada dan hasil pemeriksaan. Penderita juga memiliki riwayat
bepergian ke daerah-daerah dimana sering terjadi infeksi.
Pemeriksaan darah untuk mengidentifikasi virus dapat membantu

40
untuk mengonfirmasi diagnosis. Contoh darah atau jaringan yang
terinfeksi, terutama jaringan hati, juga dapat diperiksa.
Diagnosis yang hanya didasarkan pada pemeriksaan klinik
saja sangat sulit ditentukan, terutama apabila hanya kasus tunggal.
Sejumlah diagnosis banding perlu mencantumkan, antara lain :
Crimean-Congo Haemorrhagic Fever, Korean haemorrhagic Fever,
Rift Valley Fever, demam virus Chikungunya, Yellow fever.
Untuk peneguhan diagnosis laboratorik, spesimen (darah,
cairan tubuh, dan jaringan hati) hanya dikirimkan ke laboratorium
referensi yang mempunyai tingkat keamanan tinggi dan fasilitas
pendukung yang memadai. Laboratorium tersebut antara lain :
1) Special Pathogens Branch, Division of Viral Diseases,
Centers for Infectious Diseases, Center for Disease Control
and Prevention, Atlanta, Georgia, Amerika Serikat.
2) Central Public Health Laboratory, Colindale, London,
Inggris.
3) National Institute for Virology, Sandringham, Republik
Afrika Selatan.
f. Pencegahan Dan Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk penyakit Marburg.
Penanganan pasien disarankan untuk memperhatikan “Mobile
Clinical Laboratory Manual. Clinical Laboratory Support and the
Management of Patients Suspected of Infection with Class IV
Agent”.

g. Pengobatan
Satu-satunya terapi untuk infeksi virus Marburg adalah
perawatan suportif sacara umum, yang meliputi pemberian cairan
melalui pembuluh darah dan terapi lain untuk menjaga fungsi
tubuh. Pemulihan dapat memakan waktu yang lama.
h. Pencegahan

41
Belum ada vaksin yang tersedia untuk mencegah infeksi
virus Marburg. Isolasi ketat sangat penting untuk mencegah
penyebaran penyakit lebih lanjut.

2.7 Virus Chikungunya


a. Pengertian
Virus chikungunya pertama kali diidentifikasi di Tanzania,
Afrika Timur tahun 1952. Tidak heran bila namanya pun berasal
dari bahasa Swahlii, artinya adalah "yang berubah bentuk atau
bungkuk". Postur penderita chikungunya memang kebanyakan
akan membungkuk akibat nyeri hebat pada persendian tangan dan
kaki.
Penyakit chikungunya merupakan penyakit yang berjangkit
pada suatu kawasan atau populasi (endemik) yaitu suatu penyakit
menular dengan gejala utama demam mendadak, nyeri pada
persendian, terutama pada sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan
tangan serta tulang belakang, serta ruam (kumpulan bintik-bintik
kemerahan) pada kulit. Gejala lainnya yang dapat dijumpai adalah
nyeri otot, sakit kepala, mengigil, kemerahan pada konjungtiva,
pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, muntah,
kadang-kadang gatal terutama pada ruam.

42
b. Penyebab Chikungunya

Chikungunya disebabkan oleh virus yang dibawa oleh


nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Nyamuk tersebut
mendapatkan virus chikungunya saat menggigit seseorang yang
telah terinfeksi sebelumnya. Penularan virus terjadi bila orang lain
digigit oleh nyamuk pembawa virus tadi. Perlu diketahui bahwa
virus chikungunya tidak menyebar secara langsung dari orang ke
orang.

43
Virus chikungunya dapat menyerang siapa saja. Namun,
risiko terserang penyakit ini lebih tinggi pada bayi yang baru lahir,
lansia 65 tahun ke atas, dan individu dengan kondisi medis lain,
seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung.

c. Gejala Chikungunya

Pada beberapa kasus, chikungunya tidak menimbulkan


gejala apa pun. Akan tetapi, umumnya penderita chikungunya
mengalami gejala, seperti:

 Demam hingga 39 derajat Celsius

 Nyeri pada otot dan sendi

 Sendi bengkak

 Nyeri pada tulang

 Sakit kepala

 Muncul ruam di tubuh

 Lemas

 Mual

Gejala di atas biasanya timbul 3-7 hari setelah seseorang


digigit nyamuk pembawa virus. Pada umumnya, penderita akan
membaik dalam seminggu. Tapi pada sebagian penderita, nyeri
sendi dapat berlangsung hingga berbulan-bulan. Walaupun tidak
sampai menyebabkan kematian, gejala chikungunya yang parah
dapat menyebabkan kelumpuhan sementara.

d. Diagnosis Chikungunya

Gejala chikungunya mirip dengan gejala demam


berdarah dan virus zika. Oleh karena itu, seseorang yang

44
mengalami gejala di atas disarankan untuk segera memeriksakan
diri ke dokter, agar dapat diberikan penanganan yang tepat.

Sebelum gejala muncul, Anda bepergian ke daerah endemik


chikungunya. Informasi tersebut akan membantu dokter membuat
diagnosis yang tepat. Kemudian untuk lebih memastikan diagnosis,
dokter akan menjalankan tes ELISA (enzyme-linked
immunosorbent assays). Tes ELISA adalah tes serologi guna
mengecek keberadaan antibodi IgM dan IgG yang terkait dengan
chikungunya. Umumnya, kadar antibodi IgM sangat tinggi pada 3-5
minggu setelah gejala muncul, dan bisa bertahan hingga 2 bulan

e. Pengobatan Chikungunya

Tidak ada pengobatan khusus untuk menyembuhkan


chikungunya, karena penderita akan sembuh dengan sendirinya.
Dalam banyak kasus, gejala akan mereda dalam seminggu. Meski
demikian, nyeri sendi dapat berlangsung hingga beberapa bulan.

Meresepkan paracetamol atau ibuprofen guna meredakan


nyeri sendi dan demam. Di samping itu, pasien juga akan
disarankan banyak minum dan istirahat yang cukup.

45
Perlu diketahui, jangan menggunakan aspirin atau obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) sebelum dokter memastikan
gejala yang dialami bukan gejala demam berdarah. Hal tersebut
untuk mencegah terjadinya perdarahan. Bila Anda sedang
menjalani pengobatan untuk kondisi lain, sebaiknya berkonsultasi
dahulu dengan dokter sebelum mengonsumsi obat lain.

f. Pencegahan Chikungunya

Pencegahan chikungunya sama seperti pencegahan


penyakit lain yang disebabkan oleh gigitan nyamuk. Cara yang
utama adalah melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
dengan tindakan 3M Plus. 3M yang dimaksud meliputi:

 Menutup rapat tempat penyimpanan air.

 Menguras tempat penampungan air.

 Mengubur barang bekas yang bisa menampung air.

Sedangkan tindakan Plus (tambahan) yang dapat dilakukan


untuk membantu 3M, yaitu:

 Menaburkan bubuk abate pada tempat penampungan air.

 Memasang kawat anti-nyamuk di ventilasi rumah.

 Menggunakan kelambu saat tidur.

 Menanam tumbuhan pengusir nyamuk.

 Menghentikan kebiasaan menggantung pakaian.

Di samping sejumlah langkah di atas, Anda dapat melakukan


beberapa langkah pencegahan tambahan, terutama bila hendak
bepergian ke daerah endemik chikungunya, antara lain:

46
 Menggunakan losion anti-nyamuk dengan kandungan N,N-
diethylmetatolumide (DEET) secara rutin. Bila Anda
mengenakan tabir surya, oleskan losion setelah tabir surya.

 Menggunakan obat nyamuk bakar yang diletakkan di luar untuk


membantu mengusir nyamuk.

 Mengenakan baju lengan panjang dan celana panjang setiap


waktu.

g. Komplikasi Chikungunya

Pada kasus yang jarang, chikungunya dapat menimbulkan


komplikasi berbahaya, seperti:

 Uveitis (radang pada bagian mata yang disebut uvea)

 Retinitis (radang pada retina mata)

 Miokarditis (peradangan otot jantung)

 Nefritis (peradangan pada ginjal)

 Hepatitis (radang hati)

 Meningoensefalitis (radang selaput otak)

 Mielitis (radang pada satu segmen saraf tulang belakang)

 Sindrom Guillain- Barré (gangguan sistem saraf yang dapat


menyebabkan kelumpuhan)

47
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang
berfungsi mengalirkan limfa atau getah bening di dalam tubuh. Limfa
(bukan limpa) berasal dari plasma darah yang keluar dari sistem
kardiovaskular ke dalam jaringan sekitarnya. Cairan ini kemudian
dikumpulkan oleh sistem limfa melalui proses difusi ke dalam kelenjar
limfa dan dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi.
Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu; cardiac dan
vaskuler. Cardiac yang berarti jantung dan vaskuler yang berarti
pembuluh darah. Dalam hal ini mencakup system sirkulasi darah yang
terdiri dari jantung komponen darah dan pembuluh darah. Pusat
peredaran darah atau sirkulasi darah ini berawal dijantung, yaitu
sebuah pompa berotot yang ebrdenyut secara ritmis dan berulang 60-
100x/menit. Setiap denyut menyebabkan darah mengalir dari jantung,
keseluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri,
arteriol, dan kapiler. Kemudian kembali kejantung melalui venula dan
vena.
makalah Infeksi Virus pada system limfatik dan kardiovaskuler ini
terdapat beberapa virus yang menginfeksi system limfatik dan
kardiovaskuler, yaitu:
a. Epstein-Barr Virus
b. Cytomegalovirus
c. HIV/AIDS
d. Virus E-bola
e. Virus Demam Kuning
f. Virus Marburg
g. Virus Chikungunya

48
3.2 Saran
Saran dari kelompok kami adalah apabila ketika pembaca
menemukan kekeliruan atau hal-hal yang tidak jelas atau tidak di
pahami pada saat membaca makalah ini kami sangat mengharapkan
kritikan serta saran dari pembaca, agar kami dapat memperbaiki
makalah ini di kemudian hari.

49
DAFTAR PUSTAKA

Corrales-Medina Vf, Shandera Wx., 2010, Cytomegalovirus Disease,

In:Mcphee Sj, Papadiks Ma, Editors, Current Medical Diagnosis


And Treatment, 49 Ed. New York: Mcgraw-Hill;. P. 1245-6.

Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai

PenerbitFKUI

Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

50

Anda mungkin juga menyukai