Anda di halaman 1dari 30

PERKEMBANGAN EMOSI

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Perkembangan Peserta Didik

Yang diampu oleh Ibu Rizka Apriani, S.Pd., M.Pd.

Anggota kelompok:
Mukhammad Miftakhul As’adi (190533646838)
Muhammad Ricky Perdana Putra (190533646812)
Nanang Agung Prayogo (190533646874)
Putro Fajar Romadhon (190533646897)
Umi Lailatul Khasanah (190533646851)
Viananda Salmaresty (190533646802)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS TEKNIK

S1 PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA

SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi


dengan memberikan idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan
rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2


BAB I .................................................................................................................................. 4
1.1 Latar belakang .......................................................................................................... 4
1.2 Rumusan masalah ..................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 4
BAB II................................................................................................................................. 6
2.1 Pengertian perkembangan emosi .............................................................................. 6
2.2 Proses perkembangan emosi ..................................................................................... 6
2.3 Tahap-tahap perkembangan emosi.......................................................................... 11
BAB III ............................................................................................................................. 16
3.1 Implikasi perkembangan emosi peserta didik terhadap cara mengajar guru ......... 16
3.2 Permasalahan perkembangan emosi peserta didik SD, SMP/MTS,
SMA/MAN/SMK, Dewasa dan Lanjut Usia, dan ABK ......................................... 18
3.2.1 Permasalahan emosi peserta didik SD/MI ................................................ 18
3.2.2 Permasalahan emosi peserta didik SMP/MTS .......................................... 19
3.2.3 Permasalahan emosi peserta didik SMA/MA/SMK ................................. 20
3.2.4 Permasalahan emosi orang dewasa ........................................................... 21
3.2.5 Permasalahan emosi orang lanjut usia ...................................................... 22
3.2.6 Permasalahan emosi ABK ........................................................................ 22
3.3 Solusi permasalahan perkembangan emosi peserta didik SD, SMP/MTS,
SMA/MAN/SMK, Dewasa dan Lanjut Usia, dan ABK ......................................... 23
3.3.1 Solusi permasalahan emosi anak SD/MI................................................... 23
3.3.2 Solusi permasalahan emosi anak SMP/MTS ............................................ 24
3.3.3 Solusi permasalahan emosi anak SMA/MA/SMK .................................... 25
3.3.4 Solusi permasalahan emosi orang dewasa ................................................ 25
3.3.5 Solusi permasalahan emosi orang usia lanjut............................................ 26
3.3.6 Solusi permasalahan emosi ABK .............................................................. 27
BAB IV ............................................................................................................................. 28
4.1 Simpulan ................................................................................................................. 28
4.2 Saran ....................................................................................................................... 28
DAFTAR RUJUKAN ....................................................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Manusia lebih rumit dari makhluk apapun yang bisa dijumpai dan jauh
lebih rumit dari mesin apapun yang bisa dibuat. Manusia juga sulit dipahami
karena keunikannya. Dengan keunikannya, manusia adalah makhluk tersendiri
dan berbeda dengan makhluk apapun, juga dengan sesamanya. Pada masa ke
masa setiap orang akan mengalami perkembangan mulai dari bayi hingga usia
lanjut pasti banyak perkembangan-perkembangan yang akan mereka lalui.
Salah satunya adalah perkembangan emosi. Kadang mereka merasa marah,
sedih, malu,benci dan masih banyak lagi. Karena setiap manusia mempunyai
keunikan masing masing pastinya perkembangan semosi setiap individu
pastinya berbeda, dan cara mereka mengatasi permasalahan perkembangan
emosi juga pasti berbeda. Kadang peran kita sebagai guru, orang tua, bahkan
masyarakat pun sangat membantu dalam menghadapi perkembangan emosi
mereka.
Selanjutnya, latar belakang penulisan makalah ini untuk tugas mata
kuliah perkembangan peserta didik.

1.2 Rumusan masalah


Makalah ini membahas beberapa masalah berkaitan dengan
perkembangan emosi peserta didik hingga orang dewasa serta anak
berkebutuhan khusus (ABK). Maka, rumusan masalah sebagai berikut;

1. Bagaimana implikasi perkembangan emosi terhadap cara mengajar guru?


2. Apa saja permasalahan emosional yang dihadapi oleh peserta didik SD,
SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, dewasa dan lanjut usia, dan ABK?
3. Bagaimana solusi permasalahan emosional peserta didik SD, SMP/MTS,
SMA/MAN/SMK, dewasa dan lanjut usia, dan ABK?

1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui implikasi perkembangan emosi terhadap cara mengajar guru
2. Mengetahui permasalahan emosional yang dihadapi oleh peserta didik SD,
SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, dewasa dan lanjut usia, dan ABK?
3. Mengetahui solusi permasalahan emosional peserta didik SD, SMP/MTS,
SMA/MAN/SMK, dewasa dan lanjut usia, dan ABK?
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian perkembangan emosi


Setiap manusia pasti mengalami perkembangan emosional, semakin
bertambah usia maka semakin berkembang pula sisi emosionalnya. Emosi
yang biasa dialami oleh seseorang ialah berupa rasa senang, sedih, kesal,
frustasi, rasa bersalah, terharu, rasa cinta, cemburu, takut, dan rasa khawatir.

Menurut English and English emosi adalah “a complex feeling state


accompained by characteristic motor and glandular activities” artinya suatu
keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar
dan motoris.

Sarlito Wirawan berpendapat bahwa emosi adalah setiap keadaan pada


diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal)
maupun pada tingkat yang luas (mendalam).

Sedangkan perkembangan menurut Reni Akbar Hawadi, perkembangan


adalah proses perubahan dari potensi yang dimiliki oleh individu dan tampil
dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru, mencakup saat
pembuahan sampai pada kematian.

Menurut Aliyah B. Purwakania, perkembangan menunjukkan adanya


tahapan, pola, prinsip, aspek, dan faktor yang terlibat dalam perkembangan
manusia.

Dari beberapa pengertian diatas dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa


perkembangan emosional adalah proses perubahan dari potensi yang dimiliki
oleh manusia yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal)
maupun pada tingkat yang luas (mendalam).

2.2 Proses perkembangan emosi


Dalam KBBI, definisi proses adalah runtunan perubahan (peristiwa)
dalam perkembangan sesuatu. Perkembangan emosi juga memerlukan waktu
untuk berkembang dan menuju pada kesempurnaan. Berikut ini adalah proses
perkembangan emosi dalam menuju kematangan :

a. Infant (Masa Bayi) - Usia 0-2 Tahun


Pada fase bayi, mereka akan membutuhkan belajar banyak hal
dan mengetahui lingkungannya dengan familiar. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya, perlakuan yang di dapat pada usia ini akan
memiliki peran penting dalam pembentukan rasa percaya diri
mereka. Pada minggu 3-4 usia anak, mereka akan mulai
menunjukkan senyumnya ketika merasa nyaman berada di
lingkungannya. Dan di minggu ke-8, mereka akan selalu tersenyum
pada orang-orang disekitarnya. Pada bulan ke-4 hingga ke-8. anak
akan mulai belajar untuk mengekspresikan emosi di dalam diri
mereka seperti marah, takut, gembira, hingga takut.
Pada usia 12-15 bulan, anak akan merasakan ketergantungan
yang semakin besar pada orang-orang yang merawatnya. Mereka
akan merasa tidak nyaman bila ada orang asing yang
menghampirinya. Pada usia mencapai 2 tahun, anak mulai pandai
meniru reaksi emosi yang diperlihatkan oleh orang-orang di
sekitarnya.
b. Masa Balita – Usia 2-5 Tahun
Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu
mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai
beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku
dan menguasai diri. Usia 3-5 tahun anak mulai mempelajari
kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar
dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain,
bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain. Pada fase ini untuk pertama kali anak
mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi
emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu
pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara
yang kalah akan sedih.
c. Masa Kanak-Kanak – Usia 5-12 Tahun
Masa kanak-kanak juga disebut “the golden age” mengapa
demikian? Karena pada usia inilah benih dari sikap, kebiasaan,
sopan-santun, akhlak, belajar, pendidikan awal, dan lain sebagainya
akan ditanam. Maka sebaiknya, orang tua harus memperhatikan
lebih anaknya saat usia emas ini.
Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang
berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai
mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut
kemampuan untuk menyembunyikan informasi
Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak
telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat
merasakan konflik emosi yang dialaminya.
Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi
dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress (stress
yang sifatnya negative) emosional yang terjadi pada orang lain.
Selain itu dapat mengontrol emosi negative seperti takut dan sedih.
Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut
sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol.
Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-
buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di
lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak
sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami
bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah
tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut.
Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
Dalam masa ini, bimbingan para orang tua serta guru PAUD,
TK sangatlah penting untuk mengembangkan kecerdasan emosional
dengan kebiasaan-kebiasaan baik, misalkan jika kita berbuat salah,
kita harus berani meminta maaf. Seorang guru ketika berbicara
dengan anak TK sebaiknya merendah, agar mata dapat saling
bertemu tanpa si Kecil menghadap keatas, ini adalah salah satu cara
agar anak mengerti caranya menghormati dan menghargai sesama.
d. Masa Remaja - 12-18 Tahun
Menurut Havighurst remaja bertugas mencapai kemandirian
emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya. Hal ini
terkadang bisa membuat remaja melawan keinginan atau
bertentangan dengan pendapat orangtuanya. Dengan ciri khas remaja
yang penuh gejolak dan emosional, pertentangan pendapat ini
seringkali membuat remaja menjadi pemberontak di rumah. Apabila
masalah ini tidak terselesaikan, terutama orangtua bersikap otoriter,
remaja cenderung mencari jalan keluar di luar rumah, yaitu dengan
cara bergabung dengan teman-teman sebaya yang senasib.
Seringkali karena yang dihadapi adalah remaja yang seusia yang
punya masalah yang kurang lebih sama dan sama-sama belum
berhasil mengerjakan tugas perkembangan yang sama, solusi yang
didapatkan sendiri bersifat kurang bijaksana.
Pada dasarnya usia remaja merupakan masa kritis bagi
pembentukan kepribadian. Remaja yang sedang dalam masa
pancaroba ini apabila tidak mendapat bimbingan serta suasana
lingkungan yang baik dapat menjurus pada berbagai kelainan
tingkah laku, kenakalan, bahkan sampai melibatkan diri pada tindak
kejahatan, termasuk penyalahgunaan obat narkotika serta perilaku
seksual.
e. Dewasa Awal – Usia 18-40 Tahun
Perkembangan yang terjadi pada masa dewasa awal emosinya
mengikuti faktor hormonal, dan masa ini pula mereka sudah dapat
mengendalikan emosi. Emosi yang dimiliki sudah terbentuk pada
saat remaja, dan pada masa dewasa ini mereka sudah bisa lebih bijak
dalam bersikap dengan emosi yang mereka miliki. Pada masa
dewasa madya pola emosi antara laki-laki dan perempuan berbeda.
Dewasa Awal merupakan satu tahap yang dianggap kritikal
selepas alam remaja. Ia dianggap kritikal karena disebabkan pada
masa ini manusia berada pada tahap awal pembentukan karir dan
keluarga. Pada peringkat ini, seseorang perlu membuat pilihan yang
tepat demi menjamin masa depannya terhadap pekerjaan dan
keluarga. Pada masa ini juga seseorang akan menghadapi dilema
antara pekerjaan dan keluarga. Berbagai masalah mulai timbul
terutama dalam perkembangan karir dan juga hubungan dalam
keluarga.Dan masalah yang timbul tersebut merupakan salah satu
bagian dari perkembangan sosio-emosional.
Pada masa ini, sebagian besar golongan dewasa muda telah
menyelesaikan pendidikan sampai taraf universitas dan kemudian
mereka segera memasuki jenjang karier dalam pekerjaannya.
Kehidupan psikososial dewasa muda makin kompleks dibandingkan
dengan masa remaja karena selain bekerja, mereka akan memasuki
kehidupan pernikahan, membentuk keluarga baru, memiliki seorang
anak, dan tetap harus memperhatikan orang tua yang makin tua.
Dalam buku Sapiens, pada masa lampau, seorang dewasa awal
akan diajak berburu karena menurut para tetua mereka pemikiran
mereka telah matang dan mental sudah terbentuk sehingga ketika
menghadapi binatang buas tidak gugup dan tahu harus berbuat apa.
f. Dewasa Madya – Usia 40-60 Tahun
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur 40 sampai 60
tahun. Ciri-cirinya yang menyangkut pribadi dan sosial yaitu: masa
dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita
meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan
memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani
dan perilaku yang baru.
Aspek fisik sudah mulai agak melemah, termasuk fungsi-
fungsi alat indra, dan mengalami sakit dengan penyakit tertentu yang
belum pernah dialami (rematik, asam urat, dll). Perhati terhadap
agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan
kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi
kebutuhan pribadi dan sosial. Mereka akan mencapai tanggung
jawab sosial sebagai warga negara, membantu anak remaja belajar
dewasa, menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan pada
aspek fisik, mencapai dan mempertahankan prestasi karier, serta
memantapkan peran-perannya sebagai orang dewasa.
g. Masa Usia Lanjut – Usia 60 Tahun sampai mati
Salah satu contohnya adalah perubahan fisik pada lanjut usia
mengakibatkan dirinya merasa tidak dapat mengerjakan berbagai
aktivitas sebaik pada saat muda dulu. Hal ini menyebabkan lanjut
usia kemudian menjadi menarik diri dari lingkungan sosial.
Hal ini ditandai dengan semakin melemahnya kemampuan
fisik dan psikis (pendengaran, penglihatan, daya ingat, cara berpikir
dan interaksi sosial). Mereka akan lebih memantapkan diri dalam
pengamalan ajaran-ajaran agama, mampu menyesuaikan diri dengan
menurunnya kemampuan fisik dan kesehatan, masa pensiun,
berkurangnya penghasilan dan kematian pasangan hidup. Mereka
akan membentuk hubungan dengan orang seusia dan memantapkan
hubungan dengan anggota keluarga.
Emosi pada orang usia lanjut akan memunculkan rasa tersisih,
tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru
seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan,
merupakan sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang tidak enak
yang harus dihadapi lanjut usia. Karena sebab inilah, terkadang
mereka memiliki sifat yang seperti anak-anak

2.3 Tahap-tahap perkembangan emosi


Berikut adalah teori milik Erik Erikson mengenai tahap perkembangan
emosi seseorang :

a) Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)


 Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan

 Terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan


tingkatan paling dasar dalam hidup.
 Karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan
didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh
kepada anak.
 Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa
selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten,
tidak dapat mengasuh dengan emosional yang baik, dapat
mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh.
Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan
menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia itu
buruk
b) Tahap 2. Autonomy vs shame and doubt (otonomi vs malu dan
ragu-ragu)

 Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun

 Terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada


perkembangan besar dari pengendalian diri.

 Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian


yang penting sekali dalam proses ini. Erikson percaya bahwa
belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan
membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian.

 Mulai memiliki rasa pengendalian lebih atas pemilihan


makanan,mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian.

 Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan
percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak
cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.

c) Tahap 3. Initiative vs Guilt (inisiatif vs rasa bersalah)

 Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.

 Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan


kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan
interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena
menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku
aktif dan bertujuan.
 Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan
kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan
rasa tanggung jawab dan prakarsa.

 Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan


bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan
bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak
tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.

d) Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri)

 Terjadi pada usia 6 s/d pubertas. Melalui interaksi sosial, anak


mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan
dan kemampuan mereka.

 Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru
akan membangun perasaan kompeten dan percaya dengan
ketrampilan yang dimilikinya. Anak yang menerima sedikit atau
tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman
sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil.

 Prakarsa yangdicapaisebelumnya memotivasi mereka untuk ter


libat dengan pengalaman-pengalaman baru.

 Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak,


mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan
pengetahuan dan keterampilan intelektual.

 Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar


adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak
berkompeten dan tidak produktif.

 Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus


bagi perkembangan ketekunan anak-anak.

e) Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan


identitas)
 Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun
 Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun
kepakaan dirinya.

 Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana


mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam
kehidupannya (menuju tahap kedewasaan).

 Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan


status sebagai orang dewasa –pekerjaan dan romantisme,
misalnya, orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi
banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran khusus.

 Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara


yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas
positif akan dicapai.

 Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja


tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa
depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas
merajalela.

 Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka


eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan control
dirinya akan muncul dalam tahap ini.

 Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan


hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap
diri dan masa depannya.

f) Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)

 Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun)

 Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang


membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen
dengan orang lain.

 Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan


hubungan yang komit dan aman.
 Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting
untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah
menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan
diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin
suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional,
kesendirian dan depresi.

 Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan


dan jarak dalam interaksi dengan orang.
g) Tahap 7. Generativity vs Stagnation (bangkit vs stagnan)
 Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).

 Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya


berfokus terhadap karir dan keluarga.

 Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa
mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di
dalam rumah serta komunitas.

 Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak


produktif dan tidak terlibat di dunia ini.
h) Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa)
 Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun)
 Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap
masa lalu.
 Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa
hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan.
 Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa
 Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat
mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah
dialami.
 Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat
menghadapi kematian.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Implikasi perkembangan emosi peserta didik terhadap cara mengajar


guru
Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga pendidik dituntut
untuk benar-benar memahami mengenai segala bentuk perilaku, baik itu
perilakunya sendiri ataupun perilaku orang-orang yang terlibat dalam tugasnya
termasuk perilaku peserta didik. Hal ini dimaksudakan agar guru mampu
menerapkan kewajiban dan perannya dengan efektif, efisien dan bermanfaat
nyata dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah sebagai tempat dia
mengajar.
Berikut adalah beberapa peran guru dalam psikologi perkembangan:
1. Membuat konsep yang tepat
Konsep seperti apa yang dimaksud? Konsep disini adalah be
rarti konsep perkembangan dalam mewujudkan tujuan pendidikan
dan pengajaran di masing-masing kelas.
2. Strategi yang tepat
Guru harus memahami psikologi pendidikan atau psikologi
perkembangan, tepat mengambil strategi aau cara pengajaran yang
sesuai dengan karakteristik peserta didik, segala bentuk metode be
lajar dan gaya belajar yang sedang dihadapi siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau konseling
Seorang guru mampu memberikan saran psikologis yang te
pat dan benar yakni dengan menumbuhkan hubungan interprsonal
Anda dalam suasan keakraban antar individu satu dengan individu
lainnya.
4. Memberikan fasilitas dan mendorong motivasi belajar
Memfasilitasi merupakan usahan untuk meningkatkan segal
a bentuk potensi yang dimiliki oleh siswa antara lain bakat, intele
gensi dan minat. Lain halnya dnegan memotivasi berarti usaha gur
u untuk memberikan pacuan semangat kepada siswanya dalam me
ncapai sesuatu seperti prestasi dalam belajar.
5. Suasana belajar kondusif
Belajar akan lebih efektif jika terjadi di dalam suasana yang
kondusif.
6. Lebih cepat tanggap dan berinteraksi
Guru dengan memiliki pemahaman psikologi yang baik aka
n lebih bisa membaca segala sesuatu yang terjadi pada peserta didi
k.
7. Menilai dengan adil
Psikologi yang baik juga akan mengarahkan guru dalam me
mberikan penilaian secara adil baik itu dari segi teknis penilaian, b
entuk-bentuk prinsip penilaian guru terhadap siswa hingga pada p
enentuan hasil-hasil pendidikan.
8. Menguasai bahan materi
Dengan memiliki pemahaman psikologi yang baik, guru aka
n lebih bertanggung jawab untuk mempersiapkan segala bentuk m
ateri sehingga peserta didik dapat lebih mudah untuk menerima da
n memahami materi yang disampaikan.
9. Memiliki pengetahuan yang luas
Guru seyogyanya juga harus memiliki pengetahuan yang lu
as dalam segala topik permasalahan terbaru atau terupdate pada sa
at itu. Sebab, siswa yang memiliki pemikiran kritis tidak segan ak
an lebih banyak bertanya apalagi yang berkaitan dengan ilmu peng
etahuan yang baru.
10. Sebagai mediator yang baik
Selain pengetahuan yang luas akan segala hal, guru yang me
miliki pemaham psikologi yang baik juga akan menguasai media p
endidikan. Media pendidikan adalah alat bantu komunikasi agar p
roses pembelajaran lebih efektif dan peserta didik dapat menangka
p dengan jelas maksud dari materi yang diajarkan.

Demikian peran guru dalam psikologi perkembangan. Kita dapat menyi


mpulkan bahwa guru bukan hanya sekedar memberikan pelajaran atau materi
namun guru dituntut untuk mengembangkan dan meningkatkan faktor-faktor d
i dalam suasana pembelajaran sehingga peserta didik dapat menangkap materi
dengan lebih mudah.

3.2 Permasalahan perkembangan emosi peserta didik SD, SMP/MTS,


SMA/MAN/SMK, Dewasa dan Lanjut Usia, dan ABK
Perkembangan emosi juga membawa beberapa masalah. Masalah yang
dihadapi setiap individu dalam tahapan perkembangan emosi itu berbeda-beda
begitupun cara menyikapinya dan menyelesaikannya. Beberapa masalah yang
dibahasa di subtopik ini masih belum lengkap dan kami tidak bisa
menyebutkan semua masalah apa saja yang dialami peserta didik. Maka dari
itu, kami selalu membuka kritik dan saran untuk pembaca yang ingin
menambahkan.

Berikut ini adalah masalah yang dihadapi peserta didik SD sederajat


hingga SMA sederajat, dewasa, dan lanjut usia serta ABK:

3.2.1 Permasalahan emosi peserta didik SD/MI


Permasalahan yang umum untuk anak SD adalah keadaan emosi
yang belum stabil.
Keadaan psikis anak juga berpengaruh proses belajar anak akan
berjalan dengan baik jika psikisnya mendukung. Misalnya saja ketika
si peserta didik mempunyai masalah, ia akan terbebani dengan
masalah tersebut dan konsentrasi belajarnya akan sangat berkurang.
Pada umumnya, ada empat kunci utama emosi pada anak yaitu:
1. Perasaan marah
Perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa
tidak nyaman dengan lingkungannya atau ada sesuatu yang
mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak
ketika merasa lelah atau dalam keadaan sakit.
2. Perasaan takut
Rasa takut ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi
mereka takut akan suara-suara yang gaduh atau rebut.
Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan takut mereka
muncul apabila di sekelilingnya gelap.
3. Perasaan gembira
Perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa
senang akan sesuatu.
4. Rasa humor
Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih
banyak tertawa di bandingkan orang dewasa.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negative dan positif.
Perasaan marah dan ketakutan merupakan sikap emosi yang negative
sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu atau humor merupakan
sikap emosi yang positif.
3.2.2 Permasalahan emosi peserta didik SMP/MTS
Pendidikan SMP diisi oleh para remaja baru. Remaja dengan
tipikal yang mulai memiliki pemikiran sendiri, lebih berani, dan mulai
mencari cinta. Mereka akan mengalami masa gejolak krisis identitas,
dimana mereka sedang berusaha mencari jati diri mereka sendiri.
Dengan itu, maka dibutuhkanlah seorang pendamping dan penasehat
yang harus sabar dalam membimbingnya.
Karena remaja berada pada masa “panca roba”, beberapa
diantara mereka oleh Slavin disebut “kekacauan emosi” (1997, dalam
Nur, 2004:74). Kekacauan emosi ditunjukkan dalam bentuk-bentuk:
(1) perilaku murung; (2) putus asa; dan (3) marah yang tidak diketahui
sebabnya.
Untuk itu salah satu tugas orang tua, termasuk pendidik adalah
memastikan dan membimbing meraka untuk melalui masa remaja itu
dengan sebaik-baiknya agar tumbuh menjadi manusia dewasa yang
sehat jasmani, mental, dan emosionalnya. Elias, Tobias, dan
Friedlander (2003:33) berpesan kepada orang tua (termasuk guru)
dengan menyatakan: tugas orang tua adalah memastikan mereka
sampai pada tujuan yang sebenarnya, yaitu menjadi orang dewasa
yang memiliki kepekaan emosional dengan sedikit kecelakaan di
sepanjang jalan dan membantu ketika mereka satu, dua kali terperosok
dan mendapat masalah.
Masalah lain yang dihadapi remaja SMP adalah
ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam fungsi mental ),
sepertimenampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf
kecerdasannya cenderung kurang. Selanjutnya, yaitu, kelemahan
emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri
( maladjustment ), tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta
ketidakmatangan emosi.
3.2.3 Permasalahan emosi peserta didik SMA/MA/SMK
Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun :
a. “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubaha
n yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa
b. Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka
c. Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka
Luella Cole mengemukakan tiga jenis emosi yang sering kali me
njadi masalah bagi remaja SMA yaitu :
1. Emosi marah
Emosi marah lebih mudah timbul apabila dibandingka
n dengan emosi lainnya dalam kehidupan remaja. Penyebab
timbulnya emosi marah pada diri remaja ialah apabila merek
a direndahkan, dipermalukan, dihina dan lainnya.
2. Emosi takut
Ketakutan tersebut banyak menyangkut dengan ujian y
ang akan diikuti seperti rendahnya prestasi, sakit, kesepian d
an lain-lain. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dar
i rasa takut adalah keberanian menghadapi rasa takut tersebu
t.
3. Emosi cinta / kasih saying
Emosi ini telah ada sejak bayi dan terus berkembang s
ampai dewasa. Faktor ini penting dalam kehidupan remaja a
dalah untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk m
endapatkan cinta dari orang lain.
Pada masa remaja rasa cinta mulai diarahkan kepada l
awan jenis. Menurut Cole kecenderungan remaja wanita tert
arik terhadap sesama jenis berlangsung lebih lama. Keadaan
ini terlihat pada sikap kasih sayang terhadap sesama wanita s
eperti kepada kakak, adik.
3.2.4 Permasalahan emosi orang dewasa
Seseorang dikatakan sebagai orang dewasa secara emosional
terlihat dari kemampuan dalam menerima emosi dan juga bagaimana
menguasai emosi tersebut dengan sewajarnya sekaligus cara
meluapkan emosi dengan baik. Ini mengartikan semua bentuk emosi
yang dialami tetap harus bisa dikuasai dan dikelola dengan sangat baik
tanpa diikuti dengan rasa gelisah serta takut. Seseorang bisa
mengontrol emosi jika tidak sampai merugikan orang lain dan darisini
bisa terlihat jika orang dewasa juga memiliki kecerdasan emosi yang
cukup tinggi.
Karakteristik kedewasaan seseorang dalam segi emosi bisa
terlihat dari berbagai segi dan hal khususnya bagaimana cara individu
tersebut dalam menghadapi sebuah masalah dalam hidup.
•Pribadi dewasa bisa menerima dirinya sendiri seperti
bagaimana Tuhan menciptakan.
•Pribadi yang dewasa akan merasa diuntungkan dari kesalahan
dan juga saran orang lain.
•Pribadi dewasa dalam emosi akan dapat menyesuaikan diri
pada beberapa hal yang tidak bisa diubah atau pasti.
•Pribadi dewasa dalam emosi akan selalu menerima dan
melakukan tanggung jawabnya dimana kedewasaan sendiri
melibatkan kemandirian.
•Pribadi yang dewasa pada ciri ciri emosi dalam psikologi
memiliki kepuasan terbesar ketika bisa membuat orang lain bahagia.
3.2.5 Permasalahan emosi orang lanjut usia
 Kesepian, kehilangan pasangan hidup atau berada jauh dengan
anak-anak yang telah mempunyai kesibukannya masing-masing
kadang membuat para lansia merasa kesepian.
 Duka cita akibat kehilangan orang yang dicintai adalah hal yang
dapat menimbulkan depresi yang sangat mendalam pada lansia
sehingga memicu gangguan fisik dan kesehatannya.
 Depresi, beragam permasalahan hidup seperti kemiskinan,
penyakit yang tak kunjung membaik, kematian pasangan,
keturunan yang tidak bisa merawatnya dapat menyebabkan
depresi.
 Kecemasan yang berlebihan, gangguan kecemasan biasanya
terjadi karena depresi, efek samping obat ataupun penghentian
konnsumsi suatu obat.
 Parafenia, merupakan suatu bentuk scizofenia yang berbentuk
pada rasa curiga yang berlebihan.
 Sindroma diganose, keadaan dimana seorang lansia menunjukan
tingkah atau prilaku yang mengganggu seperti bermain-main
dengan urin atau menumpuk barang-barangnya dengan tidak
teratur.
 Sakit, merupakan masalah bagi lansia. Kesejahteraan mereka
akan direnggut dan tidak akan nyaman pastinya.
3.2.6 Permasalahan emosi ABK
Anak berkebutuhan khusus memiliki permasalahan
perkembangan emosi antara lain:
1. Sulitnya berkomunikasi
2. Kesulitan belajar
3. Bersikap menbanggakan
4. Mengalami kelainan fisik
5. Tingkat emosional yang tinggi
6. Sulit membaca atau menulis
7. Senang meniru
8. Tidak mengerti arah
9. Bersikap sesuai kebiasaan
10. Bertindak gugup
11. Berbicara tanpa henti
12. Memiliki sensitifitas yang tinggi, dan
13. Melukai dirinya sendiri

3.3 Solusi permasalahan perkembangan emosi peserta didik SD, SMP/MTS,


SMA/MAN/SMK, Dewasa dan Lanjut Usia, dan ABK
Subtopik sebelumnya telah membahas masalah apa saja yang menimpa
peserta didik dari jenjang SD/MI, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, hingga
seseorang yang dewasa, lanjut usia, serta anak berkebutuhan khusus. “Tidak
ada masalah tanpa solusinya”, maka kami mendiskusikan solusi dari berbagai
masalah yang telah tertulis di subtopik sebelumnya.

Berikut ini adalah beberapa solusi yang berhasil kami diskusikan :

3.3.1 Solusi permasalahan emosi anak SD/MI


Anak SD/MI tergolong kedalam anak usia dini . maka dari
itu peran orang tua dan guru untuk menangani permasalahan
perkembangan emosi anak sangat memiliki peran penting,
seperti
 membuat anak merasa aman dan nyaman
 mengalihkan dengan kegiatan positif lain
 memahami apa yang dibutuhkan anak
 tidak memarahi saat anak dalam keadaan emosi
 kerjasama antar guru dan orang tua juga sangat diperlukan
agar lebih cepat dalam menyelesaikan permasalahan yang
dialami anak
 ajak anak untuk bermain dan melakukan hal yang
menyenangkan
3.3.2 Solusi permasalahan emosi anak SMP/MTS
Pada masa smp anak akan mulai masuk kedalam masa
remaja . pada masa ini mereka mulai mengalami permalahan
yang cukup banyak karena menginggat pada periode ini anak
mulai memasuki masa pubertas . Peran orang tua, sekolah dan
masyarakat sangat diharapkan dalam rangka membantu para
remaja untuk mengontrol dan mengelola emosinya kepada
penyaluran yang positif.
 Peran orangtua
Orang tua diharapkan dapat memberikan perhatian
dan kasih sayang, meningkatkan komunikasi dua arah,
siap menerima keluhan dan mencarikan jalan keluar
terhadap permasalahan yang dialami remaja akan
memberikan suasana yang sejuk bagi remaja.
Tidak memeberikan tuntutan yang berlebihan dan
mnghindari larangan yang tidak terlalu penting serta
memberikan pengawasan dan pengarahan secukupnya
merupakan hal yang menyenangkan bagi remaja.
Pembatasan dan tuntutan terhadap remaja hendaknya
disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan remaja.
Memberikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan
posisinya.
 Peran guru
Guru diharapkan dapat menjadi orang tua kedua di
sekolah. Di samping memberikan ilmu pengetahuan juga
memberikan teladan yang baik. Membina hubungan yang
baik dengan peserta didik, sabar, pengertian, siap
membantu peserta didik yang mengalami kesulitan tau
permasalahan, tidak arogan, tidak sewenang-wenang
merupakan sikap yang didambakan oleh peserta didik
untuk melakukan tugas dan kewajibannya dalam rangka
mencapai prestasi yang tinggi.
 Peran masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat menjadi wahana yang
baik bagi perkembangan emosi remaja. Menyediakan
fasilitas untuk penyaluran emosi remaja secara positif dan
memberi contoh yang baik atau memberikan norma-
norma dalam mengontrol dan mengelola emosi.
3.3.3 Solusi permasalahan emosi anak SMA/MA/SMK
Masa SMA adalah masa dimana mereka mulai mencari
jati dirinya atau biasa disebut masa peralihan dari remaja
menuju dewasa karena mereka memiliki sifat mudah
terpengaruh, Semua masalah yang terjadi pada anak SMA perlu
mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat remaja
merupakan calon penerus generasi bangsa. Di tangan remajalah
masa depan bangsa ini digantungkan. Terdapat beberapa cara
yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin
meningkatnya masalah emosi yang terjadi pada remaja, yaitu
antara lain:
 Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam
tayang sesuai usia)
 Menyediakan sarana/prasarana yang dapat
menampung agresifitas anak melalui olahraga,
bermain, dan kesenian serta keterampilan lainnya
 Hindarkan mereka dari NAPZA dan pergaulan
bebas
 Sebagai orangtua jangan terlalu mengekang mereka
3.3.4 Solusi permasalahan emosi orang dewasa
Pada usia dewasa, mereka bisa mengelola sekaligus
menguasai emosi dengan wajar sehingga meski emosi yang
dimilikinya tinggi, maka tetap bisa dikendalikan dengan sangat
baik yang tidak terpengaruh dengan rasa gelisah maupun takut.
Orang dewasa secara emosi bisa mengontrol emosi mereka
sehingga tidak sampai merugikan orang lain dan dari sini bisa
terlihat jika orang dewasa memiliki kecerdasan emosi tinggi
serta memiliki kecenderungan untuk sadar dan tetap terkontrol
secara baik pada emosi dibandingkan dengan anak anak. Selama
mereka tidak terpengaruh oleh minuman keras atau narkoba
mungkin permasalahan perkembangan emosi usia dewasa akan
bisa diatasi oleh mereka sendiri.
3.3.5 Solusi permasalahan emosi orang usia lanjut

Hal penting dalam menyikapi perubahan emosi yang


dialami lansia adalah peran penting keluarga dalam membina
kondisi emosinya.

Upaya yang bisa dilakukan keluarga dalam membina


emosi lansia yaitu :
 Keluarga harus menyediakan waktu untuk mengajak
lansia berbicara dari hati ke hati sehingga lansia
tersebut tidak merasa kesepian dan mengungkapkan
segala keluh kesahnya.
 Memberikan perhatian, kasih sayang yang tulus dan
rasa aman serta motivasi.
 Memahami apa yang mereka rasakan dan mencari
penyebab permasalahannya.
 Keluarga harus dapat memberi penjelasan agar lansia
tersebut menerima perubahan dirinya dengan lapang
dada dan dengan senang hati memasuki tinkatan
kehidupan yang baru.
 Untuk lansia yang sedang sakit, sebaiknya pihak
keluarga selalu memberikan perhatian dan setia
menunggu. Usaha untuk mengobatkannya,
memberikan semangat untuk sembuh.
Sebaiknya, lansia yang sehat pun harus rutin dalam
melakukan pemeriksaan kesehatan, namun terkadang
banyak juga yang tidak mau diperiksakan karena
alasan takut atau yang lainnya. Disinilah peran anak
sebagai mediator untuk negosiasi dan terus
memberikan penjelasan bahwa menemui dokter itu
tidak harus sakit.

3.3.6 Solusi permasalahan emosi ABK


Untuk anak yang memiliki kemampuan di luar teman
sebayanya ini, maka perlu dilakukan cara mengatasi gangguan
sosial emosional anak usia dini oleh orang tua dan juga guru:

1. Orangtua, keluarga tidak boleh membedakan anak yang


lain dengan anak cerdas dan berbakat istimewa dalam
memberikan perhatian dan kasih sayang.
2. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak
untuk mempelajari hal-hal baru, seperti
mengembangkan potensi yang diminatinya, ide-ide yang
digagasnya, dan lain sebagainya.
3. Memberi kesempatan anak untuk bermain bersama
teman sebayanya guna meningkatkan kemampuan sosial
dan emosinya.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Manusia yang selalu bertumbuh dan berkembang sejak masa prenatal
merupakan suatu anugerah Sang Mahakuasa. Kita sebagai makhluk yang
lemah sudah semestinya selalu bersyukur kepada-Nya.

Perkembangan emosi adalah momen dimana setiap manusia pasti


mengalami. Setiap tahapan perkembangan emosi memiliki beberapa masalah.
Hal itu wajar karena logikanya ketika kita akan naik kelas maka aka nada ujian
terlebih dahulu. Hal ini juga berlaku pada perkembangan emosi. Tapi, setiap
masalah yang ada didunia ini pasti ada solusinya. Jadi, tinggal bagaimana cara
kita menyikapi.

Masalah dalam perkembangan emosi yang dialami ketika menjadi anak,


remaja, usia lanjut, serta ABK membuat seseorang yang memiliki kematangan
yaitu orang dewasa harus mengerti dan mau membantu.

4.2 Saran
Setiap tahapan perkembangan sebaiknya harus ada pendampingan dan
seorang penasehat yaitu orang tua dan guru. Keduanya merupakan kunci
seorang anak dalam meraih kematangan emosi, maka dari itu mereka harus
peduli dan peka dalam mengamati perkembangan emosi anak.

Dengan makalah ini setidaknya kita dapat mengetahui gambaran umum


dan sederhana bagaimana perkembangan emosi seseorang sehingga kita dapat
mengatasi serta menemukan bagaimana cara yang terbaik dalam
menghadapinya.
DAFTAR RUJUKAN

Harari, Yuval Noah. 2011. Sapiens. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia

Martani, Wisnu. 2012. Metode Stimulasi dan Perkembangan Emosi Anak Usia
Dini. Jurnal Psikologi, 39, 112 – 120.

Mulyana, Edi Hendri., dkk. 2017. Kemampuan Anak Usia Dini Mengelola Emosi
Diri Pada Kelompok B Di Tk Pertiwi Dwp Kecamatan Tawang Kota
Tasikmalaya. Jurnal PAUD Agapedia, 1, 214-232.

Prawitasari, Johana E. 1994. Aspek Sosio-Psikologis Lansia di Indonesia. Jurnal


UGM. 1, 27-34.

Amin, Saiful. (2012). ”Perkembangan Emosi Siswa SMP”.

Dalam https://pakgurusaiful.blogspot.com/

Dra. Sri Winarsih, DKK. (2013). “Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan


Khusus Bagi Pendamping”.

Dalam https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/b3401-panduan-
penanganan-abk-bagi-pendamping-_orang-tua-keluarga-dan-
masyarakat.pdf
Elvinov, Anhar. (2015). “Perkembangan Emosi Anak SD”.
Dalam http://anharelvinov.blogspot.com/

Febri, Fitri. (2017). “10 Peran Guru Dalam Psikologi Perkembangan”.


Dalam https://dosenpsikologi.com/

Hesti Gustina, DKK. (2014). “Masalah Perkembangan Anak SMA”.


Dalam http://hertigustin.blogspot.com/

Malik, Muhammad Abdul. (2014). “Perkembangan Emosi Remaja”.


Dalam https://imammalik11.wordpress.com/

Mares, Barnet. (2018). “Perkembangan Emosi Usia Dewasa Dalam Tahap


Perkembangan”.
Dalam https://dosenpsikologi.com/
Rento, Devinta. (2018). “15 Cara Mengatasi Gangguan Sosial Emosional Anak
Usia Dini”.
Dalam https://dosenpsikologi.com/

Ryannie, Surya. (2010). “Masalah-Masalah Siswa Di SD”.


Dalam https://suryannie.wordpress.com/

Savitra, Khanza. (2017). “Psikologi Lansia – Perkembangan – Faktor”.


Dalam https://dosenpsikologi.com/

Suharyanto, Arby. (2018). “13 Gangguan Emosi Pada Anak Berkebutuhan


Khusus yang Wajib Diketahui”.
Dalam https://dosenpsikologi.com/

Anda mungkin juga menyukai